Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah cidera akibat kontak langsung atau terpapar dengna sumber panas
(thermal), listrik (electric), zat kimia (chemical), atau radiasi (radiation). Beratnya luka bergantung
pada dalam, luas, dan letak luka. Selain bertnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita
sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis.1

Tubuh manusia dapat bertindak sebagai penghantar energi listrik dan mengakibatkan
kerusakan jaringan akibat panas yang ditimbulkannya. Perbedaan kecepatan hilangnya panas antara
kulit dengan jaringan yang lebih dalam mengakibatkan terlihatnya permukaan kulit tampak seakan
normal, padahal jaringan otot di dalamnya mengalami nekrosis. Aliran listrik yang berjalan didalam
pembuluh darah dan syaraf dapat menyebabkan trombosis dan cidera syaraf.1

Berdasarkan data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002, diperkirakan lebih
dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di Amerika Serikat, dengan 50.000 kasus
perlu dirawat di rumah sakit dan lebih dari 4500 di antaranya meninggal karena komplikasi dari
luka bakar. Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 27,6%
(2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo.

Hasil akhir elektrik shock pada seseorang sangat tergantung dari intensitas atau voltase
terpaparnya seseorang, arah arus memasuki tubuh, keadaan tubuh, terapi yang segera dan adekuat.
Diagnosa yang cepat dan tepat dipengaruhi hasil laboratorium selektip. Perawatan yang segera
dapat mengurangi bahkan menghilangkan kerugian yang ditimbulkan.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Mendalo Indah JALUKO
Tanggal MRS : 16 agustus 2018
RM : 18892908

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan luka bakar pada wajah, lengan kiri bawah,
tangan kiri dan punggung, sejak 1 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan luka bakar pada wajah, lengan kiri bawah, tangan kiri dan
punggung, sejak 1 jam SMRS akibat terkena ledakan tangki bensin mobil saat bekerja. Saat
kejadian pasien berjarak 3 meter dari sumber ledakan tanpa mengenakan alat pelindung diri. Pasien
juga mengeluh terdapat luka robek dikepala karena terbentur benda tumpul saat berusaha
menghindari ledakan, pasien dalam kondisi sadar saat sebelum atau setelah ledakan, nyeri kepala
(+), nyeri luka bakar (+) sesak napas (-), suara serak (-), mual dan muntah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Keluhan serupa (-)
- Riwayat rawat inap (-)
- Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat diabetes mellitus (-)
- Riwayat hipertensi (-)
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15 E4V5M6)
2
- Vital sign :
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 98x/ menit, reguler, isian cukup
o Frekuensi nafas : 20x/ menit, tipe torakoabdominal
o Suhu axilla : 36,70C
o SpO2 : 99%

- BB = 60 kg
- TB = 168 cm
- IMT = 21,27

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher :


- Kepala : Normocephal, Rambut hitam dan tidak mudah dicabut,
vulnus laceratum region frontalis uk 4x2cm, vulnus
combustion region buchal sinistra
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), pupil isokor, Edema Palpebra (-), gangguan
pengelihatan (-/-)
- THT :
 Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Nyeri Tekan Tragus (-),
Hiperemis (-/-)
 Hidung : Sekret (-), Deviasi Septum (-), Nafas Cuping Hidung
(-)
 Mulut : Mukosa Bibir Kering (+), Pucat (-), Sianosis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)

c. Pemeriksaan Thoraks
Paru :
- Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-) spider nevi (-), jejas (-),
- Palpasi : Taktil Fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

3
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, ronkhi (-),
wheezing (-)

Jantung :
- Inspeksi : pulsasi ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba kuat angkat di ICS V linea midklavikularis
sinistra, luas 2 jari
- Perkusi :
o Batas Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
o Batas Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
o Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
o Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

4. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut datar, jejas (-), spider nevi (-), luka operasi (-) vulnus combutio (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, turgor kulit baik.
5. Pemeriksaan ekstremitas:
- Superior : Sianosis (-), pucat (-), deformitas (-), akral hangat, ikterik (-), edema (-),
CRT < 2 detik, ulkus (-), vulnus combustio di regio ante brachii sinistra dan vulnus
combustion di regio dorsum manus sinistra
- Inferior : Sianosis (-), pucat (-), deformitas (-), akral hangat, ikterik (-), edema (-),
CRT < 2 detik, ulkus (-),
2.4 Status Lokalis
- Regio Buchal Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A - II B luas 4,5%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Ante Brachii Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar derajat II A – II B luas 5%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Truncus Posterior Sinistra
4
1. Inspeksi : Tampak luka bakar derajat IIA – II B luas 9%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Dorsum Manus Sinistra Tes Hasil

1. Inspeksi : Tampak luka bakar


grade IIA – II B dengan luas 1%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)

A B

C D
Gambar 1.1 Foto klinis tanggal 16 Agustus 2018
Gambar A Regio buchal sinistra. Gambar B dan C : Regio ante brachii sinistra. Gambar D : Regio
dorsum manus sinistra.

2.5 Hasil Laboratorium (16 Agustus 2018)

5
2.5.1 Darah Rutin WBC 26,52
RBC 3,68
HGB 10,9
HCT 30.2
PLT 263
Kesan : Leukositosis

2.5.2 Fungsi Ginjal


Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 1,2 mg/dL
Kesan : Normal

2.5.3 Elektrolit
Na/K/Cl : 145,47/3,41/110,13 mEq/L
Kesan : Normal

GDS : 123 mg/

6
2.6 Diagnosis
Vulnus Combustio grade II 20% et regio buchal sinstra, regio ante brachii sinistra, region
dorsum manus sinistra, regio truncus posterior sinistra + Vulnus Laceratum et Frontal sinistra

2.7 Penatalaksanaan
- Bed rest
- IVFD RL 2400 cc dalam 8 jam pertama, 2400 cc 16 jam berikutnya
- Penjahitan luka robek
- Perawatan luka dengan pemberian Silver Sulfadiazin topikal + kompres NaCl 0.9%
- Pemasangan kateter urin ukuran 16 G
- Inj. ATS 1.500 IU
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
- Drip Ketorolac 3 x 30 mg

2.8 Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sonationam: dubia ad bonam

7
FOLLOW UP PASIEN

Tangg S O A P
al
16-8-18 Nyeri TD : 120/80 Vulnus - Bed rest
pada luka mmHg Combustio - IVFD RL 2400 cc dalam 8
HR : 98 x/
menit jam pertama, 2400 cc 16
T : 36,7o C jam berikutnya
RR : 20x/menit
- Penjahitan luka robek
UO=1250 ml
- Perawatan luka dengan
pemberian Silver
Sulfadiazin topikal +
kompres NaCl 0.9%
- Pemasangan kateter urin
ukuran 16 G
- Inj. ATS 1.500 IU
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
- Drip Ketorolac 3 x 30 mg

17-8-18 Nyeri TD : 120/90 Vulnus - Perawatan luka bakar


pada luka mmHg Combustio - Pantau TTV
HR : 95 x/ - IVFD RL 2400 cc/24jam
menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
T : 36,8o C
RR : 20x/menit - Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
UO=1300 ml - Drip. Ketorolac 3 x 30 mg
18-8-18 Nyeri TD : 120/90 Vulnus - Perawatan luka bakar
berkurang mmHg Combustio - IVFD RL 1200 cc/24jam
HR : 90 x/
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
menit
T : 36,8o C - Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
RR : 20x/menit - Drip. Ketorolac 3 x 30 mg
UO=1250 ml
19-8-18 Nyeri TD : 120/70 Vulnus - Perawatan luka bakar
berkurang mmHg Combustio - IVFD RL 20gtt
HR : 80 x/
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
menit
T : 36,5o C
8
RR : 20x/menit - Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
UO=±1200 ml - Drip. Ketorolac 3 x 30 mg

20-8-18 Nyeri TD : 120/80 Vulnus - Perawatan luka bakar


berkurang mmHg Combustio - IVFD RL 20gtt
HR : 78x/
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
menit
T : 36,5o C - Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
RR : 20x/menit - Drip. Ketorolac 3 x 30 mg
UO=±1300 ml
21-8-18 Nyeri TD : 120/80 Vulnus - Pasien dipulangkan
berkurang mmHg Combustio
HR : 76x/
menit
T : 36,5o C
RR : 20x/menit

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kulit


Kulit merupakan organ terbesar tubuh, terdiri dari lapisan sel di permukaan yang disebut
dengan epidermis, dan lapisan jaringan ikat yang lebih dalam, dikenal sebagai dermis. Kulit
berguna untuk:
1. Perlindungan terhadap cedera dan kehilangan cairan, misalnya pada luka bakar ringan
2. Pengaturan suhu tubuh melalui kelenjar keringat dan pembuluh darah,
3. Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris, misalnya untuk rasa sakit 3
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan
longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak
kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada
kepala. 4
Secara mikroskopis kulit dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan lemak
subkutan
1. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan
korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.4

Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum
terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya
proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel
stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril
atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.4

10
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma
basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma
basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).4

2. Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen
selular dan folikel rambut.4
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare di sebelah luar
dan stratum retikular yang lebih dalam.
a. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya
terdapat di stratum ini seperti sel mast dan makrofag. Dari lapisan ini, serabut lapisan
kolagen khusus menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke dalam dermis. Serabut
kolagen tersebut mengikat dermis pada epidermis dan disebut serabut penambat,
b. Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I), dan
oleh karena itu memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilar.5
Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Di daerah kulit tertentu, darah
dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melaui anastomosis atau pirau arteriovenosa.
Pirau ini berperan sangat penting pada pengaturan suhu. Selain komponen tersebut, dermis
mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea.5

3. Fasia superficialis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-
organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya. Hipodermis sering mengandung
sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai
dengan status gizi yang bersangkutan. Lapisan ini juga disebut sebagai jaringan subkutan dan jika
cukup tebal disebut panikulus adiposus.5
3.2 Luka Bakar
3.2.1 Definisi
11
Luka bakar adalah cedera pada kulit atau jaringan lainnya yang terutama disebabkan oleh
panas atau karena radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan atau kontak dengan bahan kimia. Cedera
kulit akibat radiasi ultraviolet, radioaktivitas, listrik atau bahan kimia, serta kerusakan pernafasan
akibat inhalasi asap, juga dianggap sebagai luka bakar.6
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menumbulkan efek sistemik
yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain bertnya
luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi prognosis. 1

3.2.2 Etiologi
Penyebab luka bakar adalah:
a. Trauma suhu yang berasal dari sumber panas yang kering atau sumber panas yang lembab.
b. Listrik.
c. Kimia.
d. Radiasi. 7

3.2.3 Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir 1 m2
pada orang dewasa. apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya,
area sekitarnya dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabbkan permeabilitasnya
meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke interstisial sehingga tetrjadi udem dan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan
hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.8
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular.
Pada luka bakar yang luas kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya. bila kulit yang terbakar luas (lebihd ari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.8

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehinga dapat terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup
atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalannapas karena gas, asap, atau uap

12
panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkan dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipneu, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.8

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbonmonoksida sangat
kuat terikat dengan hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma.8

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya diuresis.8

Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini
membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran nafas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasnya sangat berbahaya karena kumanya
banyak yang Sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.8

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang berasal dari kulit
sendiri atau dari saluran napas, tapi kemudian dapat terjadi infasi kuman gram negatif.
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.8

Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang infasive ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang
mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh
kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.8

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar

13
derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
ekstetik sangat jelek.8

Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur.
Bila ini terjadi di persendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.8

Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak dimukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran
darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat
timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah
penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena.8

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah
terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot
skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun.
Kecatatan akibat luka bakar inisangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa
yang disebut schizophrenia postburn. 8

3.2.4 Derajat dan luas luka bakar


3.2.4.1 Derajat Luka Bakar

14
Gambar 3.1 Derajat Luka Bakar
Luka Bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman luka sebagai berikut,8
Luka bakar derajat I (epidermal)
Luka bakar ini hanya meliputi epidermis. Tidak terdapat bula namun kulit menjadi eritem
karena vasodilatasi pembuluh darah kulit dan cukup nyeri. Setelah 2-3 hari eritem dan nyeri
berkurang. Dan pada hari keempat, epitel yang rusak berdeskuamasi dalam proses pengelupasan
kulit, yang umumnya luka bakar derajat ini terjadi setelah sengatan matahari.
Hanya mengenai hingga epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari; misalnya tersengat
matahari. Gambaran: Eritem dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.

Luka bakar derajat II

15
Mencapai kedalaman dermis, masih ada elemen epitel sehat tersisa seperti sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat
sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung atau
bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meningkat.
(de jong)
Superficial partial-thickness
Luka bakar pada derajat ini mencakup lapisan atas dermis, dan dicirikan dengan adanya
pembentukan bula antara pertemuan epidermis dan dermis. Pembentukan bula mungkin belum
terjadi hingga beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar yang semula muncul pada epidermis
mungkin kemudian dapat didiagnosis sebagai luka bakar superfisial sebagian setelah 12-24 jam.
Ketika bula telah dibersihkan, luka akan berwarna merah muda dan basah, dan ketika udara
mengalir melewati luka tersebut akan menimbulkan rasa nyeri. Luka tersebut sangat sensitif
dan luka bakar memutih saat ditekan. Jika infeksi dapat dicegah, Luka bakar superfisial sebagian
akan sembuh secara spontan kurang dari 3 minggu dan tanpa gangguan fungsional. Luka derajat ini
jarang menyebabkan luka hipertrofik, namun pada orang dengan pigmen kulit yang lebih, warna
luka bakar yang sembuh tidak secara komplit sesuai dengan warna kulit normal di sekelilingnya.
Deep Partial-Thickness
Luka bakar dalam sebagian ini, meluas hingga lapisan retikular dermis. Luka bakar derajat
ini juga dapat berupa bula, namun permukaan luka biasanya memiliki bercak merah muda dan
putih segera setelah cedera karena suplai pembuluh darah yang bervariasi pada dermis ( area
bercak putih memiliki sedikit hingga tidak memiliki aliran darah dan area bercak merah
muda memiliki beberapa aliran darah). Pasien pada luka bakar derajat ini, mengeluh tentang
ketidaknyamanannya dibanding rasa nyeri yang timbul. Ketika tekanan dilakukan pada luka
bakar tersebut, pengisian kapiler dapat berkurang atau tidak ada sama sekali. Luka sering
kurang sensitif terhadap tusukan jarum dibanding kulit normal yang mengelililnginya. Seiring
pada hari kedua, luka menjadi putih dan biasanya menjadi agak kering. Jika tidak dieksisi dan
dicangkok serta jika infeksi dapat dicegah, luka bakar ini akan sembuh dalam 3 hingga 9 minggu,
namun tanpa kecuali disertai dengan bekas luka yang berbentuk. Walaupun terapi aktif secara
fisik dilanjutkan selama proses penyembuhan, fungsi sendi dapat terganggu dan umumnya
terjadi bekas luka hipertrofik.

Luka bakar derajat III (full thickness)

16
Biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat
denaturasi protein jaringan kulit. Untuk memperoleh kesembuhan harus dilakukan skingrafting.
Kulit tampak abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling
yang sehat. Tidak ada bula maupun rasa nyeri. (de jong)
Luka bakar ini mencakup seluruh lapisan dermis dan Tidak ada lagi elemen epitel hidup
tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. dapat sembuh dengan kontraktur
luka, epitelisasi dari batas luka atau cangkok kulit. Luka bakar derajat ini terlihat putih, merah ceri
atau hitam dan mungkin tidak selalu memiliki bula yang dalam. Luka bakar ini digambarkan
memiliki bentuk yang kasar, kaku dan lebih dalam dibandingkan dengan kulit normal
disekitarnya dan tidak sensitif. Perbedaan pada kedalaman antara luka bakar dengan ketebalan
parsial dan penuh mungkin hanya kurang dari 1 mm. Penampakan klinis dari luka bakar dengan
ketebalan penuh dapat menyerupai luka bakar kedalaman parsial. Luka bakar derajat ini, tampak
burik, jarang memucat ketika ditekan dan putih kering. Pada beberapa kasus, luka bakar
tampak bening dengan pembuluh darah yang bergumpal di kedalamannya. Pada bebrapa luka bakar
dengan kedalaman penuh, khususnya pada luka bakar tercelup cairan panas, akan tampak merah
dan pada awalnya akan tampak mirip dengan luka bakar dengan kedalaman parsial superfisial.
Namun luka bakar derajat ini dapat dibedakan karena tidak memucat saat ditekan. Luka bakar
dengan kedalaman penuh dapat berlanjut menjadi eskar, dermis yang intak secara struktural namun
mati dan terdenaturasi yang jika dibiarkan in situ selama berhari-hari dan berminggu minggu akan
terpisah dengan jaringan hidup dibawahnya.

Luka bakar derajat IV


Luka bakar derajat IV mencakup tidak hanya semua lapisan kulit namun juga lemak subkutan dan
struktur yang lebih dalam. Luka bakar derajat ini hampir selalu memiliki tampilan yang terbakar
hangus dan sering kali hanya penyebab luka bakar yang dapat memberikan petunjuk tentang
banyaknya jaringan dibawahnya yang telah rusak. Luka bakar listrik, luka bakar kontak, beberapa
luka bakar tercelup cairan panas dan luka bakar yang dialami oleh pasien yang tidak sadar saat
kebakaran tersebut, dapat berakibat pada luka bakar derajat IV.

3.2.4.2 Luas Area Luka Bakar


Ada 3 metode yang biasa digunakan dalam menilai area luka bakar. Perlu diketahui untuk
menghindari overestimasi, area eritem tidak perlu dimasukkan kedalam perhitungan, dengan cara
menunggu sampai eritem tersebut hilang.15
17
a. Metode Palmar Surface
Permukaan tangan palmar termasuk jari secara kasar meliputi 0,78% dari total body surface
area. Dapat digunakan untuk menghitung luka bakar kecil (<15%) atau luka bakar besar (>85%).
Tidak berguna untuk luka bakar menengah. Untuk memudahkan perhitungan, luka telapak tangan
dapat dibulatkan menjadi 0,75%.15

Gambar 3.2 Metode Palmar Surface

b. Metode Wallace Rules of Nine


Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa
digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong,
ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta
tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Pada anak dan bayi
digunakan rumus lain karena luas permukaan relatif kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10−15−20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15%,
badan depan dan belakang masing-masing 20%, esktremitas atas kanan dan kiri masing-masing
10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15% .8

18
Gambar3.3. Luasnya luka bakar.7

Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9, terkenal dengan nama
Rule of Nine atau Rule of Wallace.8
1. Kepala dan leher : 9 %
2. Lengan : 18 %
3. Badan Depan : 18 %
4. Badan Belakang : 18 %
5. Tungkai : 36 %
6. Genitalia/perineum : 1 %

19
b. Metode Lund and Browder Chart
Metode ini jika digunakan secara tepat maka merupakan metode yang paling efektif. Cara Lund
and Browner ini mengikuti variasi bentuk tubuh manusia dan juga akurat bagi anak-anak.

Gambar 3.4 Lund and Browder Chart1

Jadi, total nilai untuk keseluruhan bagian tubuh bila dijumlahkan menjadi 100%.

Kategori penderita

20
Berdasarkan berat / ringan luka bakar, dikenal beberapa kategori luka bakar4. Kategori
terakhir diambil menurut ketentuan American Burn Association 2002, menjunjukan beberapa
perubahan dibandingkan dengan kriteria kategori sebelumnya terutama dalam hal luas yang
dikaitkan dengan kompleksitas permasalahan dan tingginya mortalitas sebagaimana diuraikan pada
bab-bab berikutnya.2

3.2.5 Gambaran klinis


Gambaran klinis luka bakar dapat dilihat dari keadaaan umum dan khusus berupa:
a. Umum:
- Nyeri.
- Pembengkakan dan lepuhan
b. Khusus:
- Bukti adanya inhalasi asap seperti jelaga pada hidung atau sputum, luka bakar dalam
mulut, dan suara serak.
- Luka bakar pada mata atau alis mata.

- Luka bakar sirkumferensial.10

21
3.2.6 Dianosa
3.2.6.1 Anamnesis
Anamnesa riwayat trauma sangat penting dalam penanganan luka bakar. Sewaktu
menyelamatkan diri dari tempat kebakaran, akan mungkin terjadi cedera penyerta. Ledakan dapat
melemparkan penderita, yang mengakibatkan misalnya cedera otak, jantung, paru-paru, trauma
abdomen dan fraktur. Catat waktu terjadinya trauma. Luka bakar yang terjadi di ruangan tertutup
harus dicurigai terjadinya trauma inhalasi.16
Anamnesa dari penderita sendiri atau keluarga, hendaknya juga mencakup riwayat singkat
penyakit yang diderita sekarang, misalnya diabetes, hipertensi, jatung, paru-paru dan atau ginjal
serta obat-obatan yang sedang dipakai untuk terapi. Penting juga diketahui riwayat alergi atau
status imunisasi tetanus.8

3.2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Untuk dapat merencanakan dan menangani penderita dengan baik, yaitu tentukan luas dan
dalamnya luka bakar, periksa apakah ada cedera ikutan, dan timbang berat badan penderita.8

3.2.6.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pada luka bakar adalah :
a. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
b. Ureum dan elektrolit
c. Jika curiga trauma inhalasi: rontgen toraks, gas darah arteri, perkiraan CO.
d. Golongan darah dan cross match.
e. EKG/enzim jantung dengan luka bakar listrik
f. Pada anak-anak lakukan cek gula darah secara berkala untuk menghindari hipoglikemi.10

3.2.7 Tatalaksana
Pasien luka bakar memiliki prioritas yang sama dengan pasien trauma lainnya
 Nilai
o Airway
o Breathing: hati-hati terhadap inhalasi dan sumbatan saluran napas cepat
o Circulation: penggantian cairan
o Disability: compartemen sindrom
o Exposure: persentase area luka bakar.11
22
 Pengelolaan

1. pain control: Kontrol nyeri sangat penting pada pasien luka bakar. Pengobatan adalah dengan
opioid dan obat anti-inflamasi nonsteroid
2. chemoprophylaxis
a. Anti tetanus: semua pasien luka bakar seharusnya diberikan anti tetanus
b. Semua luka mendalam nonsuperficial harus ditutupi dengan antibiotik topikal.
3. managemen bedah
a. Escharotomy
Saat cairan edema terakumulasi, iskemia dapat berkembang di bawah eschar yang
menyempit jika luka bakar ketebalan penuh melingkar. Insisi escharotomy melalui eschar
anestesi dapat menyelamatkan kehidupan dan anggota tubuh.
b. Fasciotomy
Fasciotomy diindikasikan untuk sindrom kompartemen apa pun. Dokter harus waspada
memantau pasien untuk tanda-tanda awal sindrom kompartemen, terutama pada mereka
dengan luka bakar melingkar.12
a. Airways
Pada penderita luka bakar dengan trauma inhalasi, manifestasi klinis tidak selalu muncul
dalam 24 jam pertama pasca luka bakar, tetapi dapat muncul dalam 48 – 72 jam3. Sehingga
penanganan awal pada penderita luka bakar dengan atau yang dicurigai adanya trauma inhalasi
dapat dilakukan pemasangan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis untuk pembebasan jalan
nafas.13
Indikasi dilakukannya intubasi pada luka bakar, yaitu:
 Luka bakar sirkumferensial pada leher
 Luka bakar pada wajah
 Edema faring atau laring
 Penurunan kesadaran
 Kehilangan refleks jalan nafas
 Keracunan karbon monoksida dan sianida
 Luka bakar > 40%, karena beresiko terjadi edema laringeal sebagai bagian dari edema
menyeluruh yang biasanya terjadi pada luka bakar yang luas
 Bila ditemukan tanda-tanda lain dari distress pernafasan.12

23
b. Breathing
 Dilakukan dengan pemberian oksigen 100% dengan pipa endotrakeal
 Penghisapan sekret secara berkala

 Humidifikasi dengan nebulizer



Pemberian bronkodilator.2

c. Penggantian cairan

Prioritas pertama tetap tertuju pada resusitasi jalan nafas dan mekanisme bernafas. Khusus
untuk resusitasi cairan, pentingnya penilaian awal termasuk menentukan kedalaman dan luas luka
bakar, melakukan pengukuran berat badan harus dilakukan dengan baik dan benar. Jangan
mengandalkan perkiraan-perkiraan yang akurasinya tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Menentukan jenis cairan dan melakukan perhitungan jumlah cairan yang diberikan; jangan terpaku
pada pedoman tanpa melakukan pemantauan, karena akan membawa bencana yang merugikan
pasien; berupa morbiditas bahkan mortalitas. Informasi mengenai fungsi organ sangat penting
karena secara tidak langsung menggambarkan berat-ringan gangguan sirkulasi. Metode resusitasi
dan regimen terapi cairan yang dikenal selama ini merupakan cara atau usaha untuk memperoleh
gambaran mengenai jumlah kebutuhan cairan dengan hitungan yang tegas; namun bukan suatu
patokan yang memiliki nilai mutlak karena pemberian cairan sebenarnya berdasarkan kebutuhan
sirkulasi yang dinamik dari waktu ke waktu dan harus dipantau melalui parameter-parameter
tertentu. Dikenal dua regimen yang banyak dianut beberapa tahun terakhir, yaitu regimen (formula)
Evans-Brooke dan regimen (formula) Baxter/Parkland.

1. Formula Evans-Brooke Evans dan Brooke menggunakan larutan fisiologik, koloid dan glukosa
dalam resusitasi. Ketiga jenis cairan ini diberikan dalam waktu dua puluh empat jam pertama.
Dasar pemikirannya adalah, bahwa pada luka bakar dijumpai inefektivitas hemoglobin dalam
menyelenggarakan proses oksigenasi. Disamping itu terjadi kehilangan energi yang
memengaruhi proses penyembuhan. Untuk itu diperlukan darah yang efektif dan asupan energi
dalam bentuk glukosa. Jumlah cairan diberikan dengan memperhitungkan luas permukaan luka
bakar dan berat badan pasien (dalam kilogram). Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan
diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya diberikan dalam enam belas jam sisa. Jumlah
cairan yang dibutuhkan pada hari pertama adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

24
Pada hari kedua, diberikan separuh jumlah kebutuhan koloid (darah) dan larutan saline
ditambah 2000ml glukosa; pemberian secara merata dalam 24 jam.2

2. Formula Baxter / Parkland Parkland berpendapat, bahwa syok yang terjadi pada kasus luka
bakar adalah jenis hipovolemia, yang hanya membutuhkan penggantian cairan (yaitu
kristaloid). Menurut Baxter dan Parkland, pada kondisi syok hipovolemia yang dibutuhkan
adalah mengganti cairan; dalam hal ini cairan yang diperlukan adalah larutan fisiologik
(mengandung elektrolit). Oleh karenanya mereka yang sepaham dengan kelompok Parkland
dan Baxter hanya mengandalkan larutan kristaloid (Ringer’s Lactate, RL) untuk resusitasi. Dan
ternyata pemberian cairan RL ini sudah mencukupi, bahkan mengurangi kebutuhan transfusi.
Penurunan efektivitas hemoglobin yang terjadi disebabkan perlekatan eritrosit, trombosit,
leukosit dan komponen sel lainnya pada dinding pembuluh darah (endotel). Sementara
dijumpai gangguan permeabilitas kapiler dan terjadi kebocoran plasma, pemberian koloid ini
sudah barang tentu tidak akan efektif bahkan menyebabkan menyebabkan perpindahan cairan
intravaskuler ke jaringan interstisium; menyebabkan akumulasi cairan yang akan sangat sulit
ditarik kembali ke rongga intravaskuler. Hal tersebut akan menambah beban jaringan dan
‘menyuburkan’ reaksi inflamasi di jaringan; serta menambah beban organ seperti jantung, paru
dan ginjal.

Berdasarkan alasan tersebut, Parkland hanya memberikan larutan Ringer’s Lactate (RL)
yang diperkaya dengan elektrolit. Sedangkan koloid / plasma, bila diperlukan, diberikan setelah
sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36jam), berperan sebagai terapi. Hari pertama, separuh jumlah
kebutuhan cairan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya diberikan dalam enam belas jam

kemudian. Jumlah cairan yang diperlukan pada hari pertama adalah sesuai dengan perhitungan
Baxter (3-4 ml/kgBB), sehingga kebutuhan cairan resusitasi menurut Parkland adalah:

25
Dengan pemantauan jumlah diuresis antara 0,5-1ml/kgBBjam. Pada hari kedua, jumlah
cairan diberikan secara merata dalam dua puluh empat jam. Kebutuhan maintenance dipenuhi
dengan pemberian dekstrose 5% 2000mL dibagi merata dalam 24jam, atau sesuai kebutuhan.2

3. Resusitasi cairan pada syok Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada kondisi syok resusitasi

cairan tidak berpedoman pada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. Syok
merupakan suatu kondisi klinik dimana terjadi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan
gangguan perfusi dan oksigenasi sel / jaringan. Jumlah cairan yang hilang pada kondisi syok
diperkirakan lebih dari 25% volume cairan tubuh; bila seorang dengan berat badan 70kg jumlah
cairan tubuhnya adalah 4.200mL mengalami kehilangan 25% volume tersebut (kurang lebih
1.050mL), maka timbul manifestasi syok.

Gangguan perfusi ini menyebabkan sel atau jaringan mengalami hipoksia dan mungkin
berakhir dengan nekrosis; bila hipoksia ini dibiarkan melebihi batas waktu maksimal ketahanan sel /
jaringan (ischemic time). Waktu ini berbeda untuk setiap sel / jaringan. Diketahui bahwa sel-sel glia
hanya dapat bertahan dalam kondisi hipoksika selama 4 (empat) menit; selanjutnya akan terjadi
degenerasi seluler yang berakhir dengan nekrosis sel. Ginjal dapat bertahan selama 8 (delapan) jam
dalam kondisi hipoksik; melebihi waktu tersebut akan terjadi degenerasi seluler yang berakibat
ATN dan berlanjut menjadi ARF. Mukosa saluran cerna dan hepar memiliki waktu iskemik 4 jam.
Masing-masing jaringan tubuh memiliki spesifikasi tertentu dalam hal ischaemic time ini.

26
Gambar 118. Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland, menegaskan bahwa
formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar.
Dengan demikian penatalaksanaan syok yang berorientasi pada paradigma ini memerlukan
tindakan resusitasi lebih agresiv: pemberian cairan dalam waktu singkat, memperkecil
kemungkinan kerusakan jaringan sehubungan dengan ischemic time yang dijelaskan di atas.

Sampai saat ini diyakini jenis cairan yang dapat digunakan untuk melakukan resusitasi
dengan baik adalah kristaloid (RL). Pemberiannya dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan
beberapa jalur intravena, bila perlu melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya).

Gambar 119. Resusitasi pada syok menggunakan cairan kristaloid. Tiga kali defisit cairan yang
menyebabkan syok diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Sisa jumlah cairan yang
diperhitungkan menurut metode Baxter / Parkland dan diberikan berdasarkan kebutuhan sampai
dengan 24 jam. Untuk rumatan ditambahkan dekstrose yang jumlahnya disesuaikan dengan
produksi urin
Oleh karena iskemia mukosa saluran cerna dapat terjadi dalam waktu 4 jam, dan didasari
”gut is a motor of MODS”, maka resusitasi cairan pada syok mengacu pada waktu ini, kiranya

27
volume replacement tercapai dalam waktu (kurang dari) 4jam. Hal ini bersifat prinsipil, karena
bilamana resusitasi syok menerapkan regimen Parkland14 (8 jam pertama dan 16 jam sisa), maka
waktu iskemik mukosa saluran cerna tidak akan teratasi.2

d. Exposure
Lepaskan seluruh pakaian dan perhiasan dan jaga tubuh tetap pada suhu optimal dan
hindarkan dari hipotermi.8,15

3.2.8 Pemasangan NGT dan Pemberian Nutrisi


Pemasangan NGT bila penderita mual, muntah, perut kembung, atau luas luka bakarnya
melebihi 20% permukaan tubuh. Cara pemberian nutrisi sesuai dengan persamaan Harris-Benedict,
dengan kebutuhan kalori 24 jam = (25 kkal x kg BB) + (40 kkal x % TBSA). Dengan kebutuhan
protein 2,5-3 g/kg BB/hari (dewasa) dan 3-4 g/kg BB/hari (anak), serta pemantauan kadar
prealbumin dilakukan pada pasien dengan luka bakar yang luas.8,15

3.2.9. Perawatan Luka Bakar


1. Perawatan Luka Bakar Terbuka
Perawatan pada luka yang dibiarkan terbuka dengan harapan dapat sembuh dengan
sendirinya. Permukaan luka yang selalu terbuka menyebabkan permukaan luka menjadi cepat
kering sehingga kuman akan sulit berkembang dan pengawasan luka juga akan lebih mudah.
Perawatan lukar bakar terbuka ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompres nitrat-
argenti 0,5% yang efektif sebagai bakteriostatik. Nitrat-argenti akan mengendap sebagai garam
sulfida atau klorida yang memberikan warna hitam. Perawatan luka bakar juga dapat menggunakan
krim silver sulfadiazine 1% bersifat bakteriostatik dan memiliki daya tembus yang cukup efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Penggunaan krim silver
sulfadiazine ini cukup dioleskan tanpa pembalutan sehingga lebih mudah dibersihkan.
2. Perawatan Luka Bakar Tertutup
Perawatan luka bakar tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang bertujuan untuk
menutup luka dari kemungkinan kontaminasi dan ditutup sedemikian rupa sehingga masih terdapat
ruang untuk berlangsung terjadinya penguapan. Keuntungan perawatan luka bakar secara tertutup
adalah dapat membantu immobilisasi luka secara sempurna. Pada perawatan luka bakar tertutup,
pembalutan yang digunakan harus memiliki daya penyerapan dan diganti setiap 8 – 24 jam , bila
pembalut basah dan berbau, dan bila timbul nyeri dan penyebab yang tidak jelas.

28
3. Debridemen
Pemotongan eskar atau eskaratomi pada luka bakar yang besar dapat dilakukan dengan
debridement. Debridement adalah usaha untuk menghilangkan jaringan mati dan jaringan yang
sangat terkontaminasi dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting.
Jaringan mati tidak hanya menghalangi penyembuhan luka tetapi juga menyebabkan infeksi daerah
luka, infeksi sistemik, sepsis, amputasi, dan bahkan kematian. Debridement ini bertujuan untuk
memulihkan sirkulasi dan pasokan oksigen yang adekuat ke daerah luka. Debridement ini dapat
dilakukan pada luka akut dan luka kronik. Debridement terdiri dari beberapa jenis, seperti:
a. Debridement autolitik
Usaha tubuh untuk melakukan penghancuran jaringan nonvital dengan enzim yang dapat
mencairkan jaringan nonvital yang akan bekerja maksimal dalam suasana lembap. Mempertahankan
suasana luka agar tetap lembab dapat dicapai dengan menggunakan penutup luka yang dapat
dicapai dengan menggunakan penutup luka yang dapat menjamin kelembapan luka. Produk yang
dapat mempertahankan suasana lembab antara lain hidrokoloid, film transparan, dan hidrogel. 12
b. Debridement enzimatik
Debridement ini menggunakan salep topikal yang memiliki efek proteolitik, fibrinolitik dan
kolagenase terhadap jaringan yang akan dihancurkan. Salep topikal yang populer saat ini adalah
kolagenase produk fermentasi Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik
mencerna kolagen jaringan nekrotik. Papain merupakan enzim proteolitik yang merupakan
penghancur protein tetapi tidak berbahaya pada jaringan sehat. 12
c. Debridement mekanis
Luka ditutup dengan kassa yang telah dibasahi larutan salin normal, setelah kering kassa
akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balutan, jaringan mati akan ikut terbuang.
Tindakan ini dilakukan berulang 2-6 kali per hari. Prosedur ini terasa tidak nyaman bagi pasien saat
mengganti balutan, merusak jaringan granulasi baru, merusak epitel yang masih rapuh, dan
berpotensi menimbulkan laserasi disekitar luka. Metode debridement ini terbagi atas hidroterapi dan
irigasi dengan cairan fisiologis seperti ringer laktat atau salin normal. 12
d. Debridement biologis
Upaya debridement secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan larva ynag
disebut sebagai maggot debridementt therapy (MDT). Prosedur ini dapat membersihkan jaringan
nekrotik tanpa rasa nyeri, membunuh bakteri, dan menstimulasi penyembuhan luka. 12
e. Debridement bedah

29
Tindakan debridement ini menggunakan skalpel, gunting, kuret, atau instrumen lain disertai
irigasi untuk membuang jaringan nekrotik dari luka. Tujuannya untuk mengeksisi luka sampai
mencapai jaringan yang normal dan vaskularisasi yang baik.12
f. Skin Grafting
Skin grafting adalah tindakan memindahkan sebagian kulit (split thcikness) atau keseluruhan
tebal kulit (full thickness) dari satu tempat ke tempat yang lain secara bebas, dan untuk menjamin
kehidupan jaringan tersebut yang bergantung pada pertumbuhan pembuluh darah kapiler yang baru
di jaringan penerima (resipien). Skin grafting ini dilakukan jika:
1. penutupan luka secara primer tidak dapat dilakukan

2. jaringan sekitar luka tidak cukup baik (luas, kualitas, lokasi dan tampilan) untuk dapat dipakai
sebagai penutup luka.

3. luka pasca eksisi tumor ganas yang tidak diyakini bebas tumor, sehingga teknik rekonstruksi
yang lebih kompleks diperkirakan lebih merugikan dari hal morbiditas, resiko, hasil, atau
komplikasinya dan dipengaruhi oleh faktor lain seperti status gizi, umur, kondisi komorbid,
perokok, kepatuhan atau biaya yang tidak memungkinkan dilakukannya teknik rekonstruksi
yang lebih kompleks.14

Menurut lokasi donor kulit, skin grafting dapat dibagi menjadi:


1. Autograft : lokasi kulit donor berasal dari individu yang sama. Graft jenis ini dapat
dimanfaatkan sebagi penutup luka temporer.
2. Homograft : lokasi kulit donor berasal dari individu lain yang sama spesiesnya.

3. Heterograft atau xenograft : lokasi kulit donor yang berasal dari individu yang berbeda
spesies.2,14

a. Split thickness skin grafting (STSG)


Split thickness skin grafting (STSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri atas
epidermis dan sebagian tebal dermis. STSG dibedakan atas tebal kulit (epidermis disertai ¾ tebal
lapisan dermis), sedang atau medium (epidermis disertai ½ tebal lapisan dermis), dan tipis
(epidermis disertai ¼ tebal lapisan dermis).
Keuntungan prosedur STSG adalah
1. kemungkinan penerimaan skin graft lebih besar dan dapat menutup defek yang luas
2. kulit donor diambil dari daerah tubuh mana saja
3. daerah yang diambil kulitnya dapat sembuh sendiri melalui epitelisasi
Kerugian prosedur STSG adalah
30
1. kecenderungan besar mengalami kontraksi sekunder
2. perubahan warna (hiper atau hipopigmentasi)

3. permukaan kulit yang tampak mengkilat sehingga secara estetik kurang baik

4. diperlukan waktu penyembuhan luka pada daerah donor.2,14

b. Full thcikness skin grafting (FTSG)


Full thcikness skin grafting (FTSG) adalah transplantasi kulit bebas yang terdiri atas epidermis dan
seluruh tebal dermis tanpa lapisan lemak dibawahnya. Graft diambil setelah suatu pola yang sesuai
dengan defek yang akan ditutup digambar terlebih dahulu. Vaskularisasi yang baik di daerah
resipien, tidak adanya infeksi, dan keadaan umum penderita yang memadai dan fiksasi merupakan
syarat keberhasilan skin grafting.
Keuntungan FSTG adalah
1. kecenderungan yang lebih kecil untuk terjadinya kontraksi sekunder,
2. perubahan warna, permukaan kulit yang mengkilat, sehingga penampilan estetik lebih baik
dibandingkan dengan STSG.
Kerugian FSTG adalah
1. kemungkinan penerimaan yang lebih kecil
2. hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
3. daerah donor harus ditutup dengan STSG bila tidak dapat dijahit primer dengan sempurna
4. daerah donor FSTG terbatas di beberapa tempat saja seperti inguinal, supraklavikular,
retroaurikular, dan beberapa tempat yang lain.2,14
3.2.8 Komplikasi
- Infeksi
- Sepsis
- Gangguan elektrolit
- Kongesti paru
- Kecacatan.5
3.2.9 Prognosis
Penanganan dan prognosis ditentukan oleh derajat luka bakar, luas luka bakar, daerah luka
bakar, usia, dan keadaan kesehatan.3

31
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki berumur 48 tahun datang dengan keluhan luka bakar pada wajah,
lengan kiri bawah, tangan kiri dan punggung, sejak 1 jam SMRS akibat terkena ledakan tangki
bensin mobil saat bekerja. Saat kejadian pasien berjarak 3 meter dari sumber ledakan tanpa
mengenakan alat pelindung diri. Pasien juga mengeluh terdapat luka robek dikepala karena
terbentur benda tumpul saat berusaha menghindari ledakan, pasien dalam kondisi sadar saat
sebelum atau setelah ledakan, nyeri kepala (+), nyeri luka bakar (+) sesak napas (-), suara serak (-),
mual dan muntah (-). Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang serupa. Riwayat
pingsan penyakit lain disangkal. Riwayat penyakit lain dikeluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis kesadaran compos mentis (GCS 15,
E4M6V5) tampak sakit sakit sedang. Tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg,
frekuensi nadi: 98x/i, regular pulsasi isian cukup, frekuensi napas: 20x/I regular tipe
torakoabdominal, suhu axila: 36,7oC. Status Gizi BB: 60 Kg; TB:168 cm; IMT 21.27.

Status Lokalis
- Regio Buchal Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A - II B luas 4,5%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Ante Brachii Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar derajat II A – II B luas 5%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Truncus Posterior Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar derajat IIA – II B luas 9%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
- Regio Dorsum Manus Sinistra
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade IIA – II B dengan luas 1%
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
Pada status lokalis diperkirakan total luas luka bakar berdasarkan rule of nine yaitu sebesar 20%
dengan derajat kedalaman luka berkisar antara derajat IIA hingga IIB.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 Agustus 2018 terdapat peningkatan WBC
(Leukositosis) yaitu 26,52 yang dalam keadaan normal berjumlah 4-10x109/L. Pada pemeriksaan

32
fungsi ginjal, didapatkan Ureum 23 mg/dl dan Kreatinin 1,2 mg/dL dengan kesan normal. Pada
pemeriksaan Elektrolit didapatkan Na/K/Cl : 145,47/3,41/110,13 mEq/L dengan kesan normal.

Pasien mendapatkan tatalaksana


- Bed rest
- IVFD RL 2400 cc dalam 8 jam pertama, 2400 cc 16 jam berikutnya
- Penjahitan luka robek
- Perawatan luka dengan pemberian Silver Sulfadiazin topikal + kompres NaCl 0.9%
- Pemasangan kateter urin ukuran 16 G
- Inj. ATS 1.500 IU
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Omeprazole 2 x 40 mg
- Drip Ketorolac 3 x 30 mg

Penatalaksanaan pasien di IGD ini menggunakan rumus baxter dimana rumusnya adalah:

Kebutuhan cairan

Pada 24 jam pertama= 4 ml x 60kg x 20% = 4800 cc RL

Pada hari ke 2 dengan jumlah cairan ½ hari pertama

Pada hari ke 3 dengan jumlah cairan ½ hari pertama

Pada hari berikutnya kebutuhan cairan mengikuti kebutuhan cairan harian sesuai berat badan pasien
sejumlah 30ml/kgBB/hari atau sekitar 1800 cc/24 jam.

Pada pasien ini kita perlu memantau tanda vital dan tanda-tanda komplikasi pada luka bakar
seperti gangguan elektrolit dan ileus paralitik serta gangguan ginjal yang ditandai dengan
mioglobinuria, untuk memantau hal ini diperlukan pemeriksaan kadar elektrolit dan pemeriksaan
bising usus serta untuk menilai ada tidaknya gangguan fungsi ginjal kita perlu melakukan
pemeriksaan urine rutin dan pemeriksaan ureum dan kreatinin pasien. Pada pasien ini di dapatkan
pemeriksaan tersebut didapatkan dalam batas normal.

Pada pasien ini di dapatkan urine output pada hari rawatan pertama adalah sebanyak 1250
cc, pada hari rawatan ke 2 adalah sebanyak 1300 cc, pada hari rawatan ke 3 adalah sebanyak 1250
ml, pada hari rawatan ke 4 ± 1200 ml, pada hari rawatan ke 5 adalah 1300 ml . Pada pasien ini
33
batas normal urin output terendah adalah 740 cc sehingga urine output pasien pada hari rawatan 1-5
dari segi jumlah adalah normal, dan dari segi warna tidak ada perubahan warna pada urine pasien
menjadi merah kehitam-hitaman, sehingga secara makroskopis tidak ditemukan tanda-tanda
mioglobinuria..

34
BAB V

KESIMPULAN

Pasien laki-laki 48 tahun datang dengan luka bakar pada wajah, lengan kiri bawah, tangan kiri
dan punggung, sejak 1 jam SMRS akibat terkena ledakan tangki bensin mobil saat bekerja. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, tidak ditemukan penyulit seperti
tanda-tanda trauma inhalasi atau pun gangguan sirkulasi atau elektrolit. Pada status lokalis total luas
luka bakar sebesar 20% dengan derajat kedalaman luka antara derajat IIA hingga IIB. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis. Sehingga ditegakkan diagnosis Vulnus Combustio
grade II 20% dengan Vulnus Laceratum et regio frontal.
Pada pasien ini dilakukan resusitasi cairan, terapi simptomatik, antibiotik dan perawatan luka
bakar, diikuti dengan pemantauan tanda vital, pemeriksaan elektrolit dan urin. Pasien ini dirawat di
bangsal bedah selama 6 hari dan tidak terdapat komplikasi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta: EGC. 2011


2. Yefta M. Luka Bakar: Masalah & tatalaksana. Jakarta: UPK luka bakar RS cipto
mangunkusumo. 2006
3. Moore, K.L. dan AMR. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.
4. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2003. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima.
In: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta
5. Junqueira, L.C. dan J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC.
6. http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/
7. Grace, P.A., R.B. Neil. 2005. At a Glance: Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta. Erlangga
8. Sjamsuhidajat, R., W.D. Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC: 2012
9. Ahmet C. Y., et. Al. Guideline and treatment algorithm for burn injuries. Turkey. 2015
10. Grace, P.A., R.B. Neil. 2005. At a Glance: Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta. Erlangga
11. www.who.int/surgery/publications/Burns_management.pdf
12. Robert. H, Demling. MD. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty, Gerard M,
Way, Lawrence W (editor). 2016.
13. Arnold BD, Purdue GF,Kowalske K. Electrical injury: a 20 year review. J Burn care
Rehabil.2004;25: 479-84
14. Grabb and Smith. 2007. Plastic Surgery 6th Edition. Philadelphia : Lippincolt
Williams&Wilkins
15. Sudjatmiko, G., 2013. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi, Ed. III. Jakarta :
Yayasan Khazanah Kebajikan.
16. Corwin, E.J., 2009. Buku saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC

36

Anda mungkin juga menyukai