Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di wilayah Asia Tenggara nyamuk
ini adalah vektor utama penyebar virus dengue. Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas didaerah
tropis dan sub-tropis dan di Asia Tenggara ditemukan hampir disemua perkotaan (Depkes RI,
2003). Maka dari itu, pada negara-negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, insidensi
demam berdarah sangat tinggi, termasuk Indonesia.
DBD di Indonesia dari tahun ke tahun memiliki angka kejadian yang cukup tinggi
sehingga masih menjadi masalah di masyarakat. Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2013,
pada tahun 2012 terdapat 90.245 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 816 kasus. Hal ini
terjadi kemungkinan berhubungan erat dengan perubahan iklim dan kelembaban, terjadinya
migrasi penduduk dari daerah yang belum ditemukan infeksi Dengue ke daerah endemis virus
Dengue atau dari pedesaan ke perkotaan, dan meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk
Ae.aegypti di perkotaan terutama didaerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam
dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok
(DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini sering mengakibatkan misdiagnosa
dan menampilkan fenomena gunung es dimana puncaknya ialah kasus DBD dan DSS yang
dirawat dirumah sakit sedangakan semam dengue ringan (silent dengue infectiom dan demam
dengue) merupakan dasarnya.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. TR
Umur : 15 tahun (19-10-2003)
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bungo Tanjung
MRS : Selasa, 17 Maret 2019 via IGD dirawat di Picu
Waktu pemeriksaan : Jumat, 17 Maret 2019

2.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan : Ibu dan Ayah pasien
Keluhan utama : Muntah

Riwayat perjalanan penyakit :


Pasien rujukan dari RS Tebo dengan keluhan muntah sejak 2 hari SMRS sebanyak ¼
gelas belimbing, durasi 2 kali dalam sehari, berisi apa yang dimakan. Sakit perut (+)
BAB tidak ada keluhan, BAK (+) warna seperti teh, kurang lancer. Nafsu makan
menurun, badan terasa lemas, sehingga pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-
hari. Demam (+) 1 hari SMRS naik turun. Pasien memiliki kebiasaan sering menahan
air kencing disekolah.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak memiliki kelainan
bawaan.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan yang sama
Riwayat sosial ekonomi :
 Pekerjaan Ayah : PNS
 Pekerjaan Ibu : IRT

Kesan sosial ekonomi : cukup

2
2.3 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
 Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran pasien
Masa kehamilan : aterm
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 19-10-2003
Berat badan lahir : 3000gr
Panjang badan : Lupa
 Riwayat imunisasi
a. BCG :+
b. Polio :+
c. DTP :+
d. Campak :+
e. Hepatitis :+
f. Kesan : Imunisasi dasar lengkap
 Riwayat keluarga
Perkawinan : Orang tua menikah
Umur : Ayah : 40 tahun
Ibu : 38 tahun
Pendidikan : Ayah : Sarjana
Ibu : SMA
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang
sama
Saudara : Pasien anak kedua dari 3 dari 4 bersaudara
 Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : Ibu lupa
Lingkar kepala lahir : Ibu lupa
Lingkar perut lahir : Ibu lupa
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 160 cm
 Riwayat perkembangan
Gigi pertama : 9 bulan

3
Tengkurap : lupa
Merangkak : lupa
Duduk : lupa
Berdiri : lupa
Berjalan : 19 bulan
Berbicara : 12 bulan
Sering mimpi :-
Aktifitas :-
Membangkang :-
Ketakutan :-
 Status gizi (CDC)
 Usia 15 tahun 4 bulan dengan berat badan 62 kg dan tinggi badan 160 cm
- BB/U = p 15-75
- TB/U = p 5-10
- BB/TB = 126,53% (obesitas)
- BBI = 49kg
- Kesan : obesitas
 Riwayat penyakit yang pernah diderita
Parotitis :- Muntah berak : -
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung :-
Varicella :- Sendi bengkak : -
Thypoid :- Kecelakaan :-
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun : - Sakit kencing : -
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut kembung: -
Lumpuh :- Otitis Media : -
Batuk/pilek :+

4
2.4 Pemeriksaan Fisik
(Jumat, 17 April 2016)
a. Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5 = 15
b. Pengukuran
Tanda vital  TD : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit, teratur, isi dan tegangan baik
RR : 22x/menit, teratur
Suhu : 37,2°C
SpO2 : 99 %
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 160 cm
c. Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis :-
Hemangioma :-
Turgor : Baik
Pucat :-
Lain-lain :-
d. Kepala
Bentuk : Normochepal, tanda-tanda trauma (-)
 Rambut
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Tebal / tipis : Tipis
Jarang / tidak (distribusi): Terdistribusi baik
Alopesia :-
Lain-lain :-
 Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata : hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Anemis (-/-)

5
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Kornea : Jernih (+)
 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : (-/-)
Nyeri : (-)
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : -/-
Sekret : -/-
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
 Mulut
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
 Lidah
Bentuk : simetris
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : merah muda
 Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
 Tonsil
Warna : merah
Pembesaran :-
Abses / tidak :-
Membran / pseudomembran : -

6
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
f. Thoraks
 Jantung
Inspeksi  Iktus kordis : Tidak terlihat
Palpasi  Apeks : ICS V linea midclavikularis sinistra
Thrill :-
Perkusi  Batas Jantung :
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS V-VI linea parasternalis dextra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi  Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : Murmur (-), Gallop (-)
 Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi :-
Pernapasan :
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
Palpasi  Vokal fremitus : simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi  Suara nafas dasar : Vesikuler normal
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
g. Abdomen

Inspeksi  Bentuk : Cembung

Umbilikus : tidak menonjol

Petekie :-

Spider nevi :-

7
Lain-lain :-

Auskultasi : Bising usus (+), normal

Palpasi  Nyeri tekan : + supra pubik

Nyeri lepas :-

Defans muskular : -

Turgor : baik

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Massa :-

Perkusi  Timpani / pekak : timpani


Ascites :-
h. Ekstremitas
Superior dextra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat(-),
Superior sinistra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat(-),
Inferior dextra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat(-),
Inferior sinistra : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), pucat (-),
i. Neurologis
Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinki II (-), Kernig: (-),
Lasec (-)
j. Genitalia : normal
k. Anus : (+), tidak ada kelainan
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 17/04/2018
 Pemeriksaan darah rutin
Leukosit 9,73 103/mm3 MCV 81,6 L nm3
Eritrosit 4,27 106/mm3 MCH 31,4 L pg
HB 11,1 gr/dl MCHC 38,6 L gr/dl
HT 31,1 % RDW 13, 7 H%

8
Trombosit 150 103/mm3 MPV 8,8 L nm3
- Elektrolit :
Na 134,30
K 3,50
Cl 99,48
Ca 0,73

Faal Ginjal :
Ureum 176
Kreatinin 13,3

Tanggal 9/04/2018
Leukosit: 15 103/mm3
HGB: 15,6 g/dL
HCT: 46,1%
PLT: 18 103/mm3
Pemeriksaan mikrobiologi malaria : hasil (-)

Tanggal 10/04/2018
HGB: 14,4 g/dL
HCT: 41,9%
PLT: 20 103/mm3
Immunologi: IgM dengue (+), IgG dengue (+)
 Pemeriksaan radiologis USG (10/04/2018)
Kesan: Ascites

2.6 Diagnosis
Diagnosis kerja : Penurunan kesadaran ec DBD derajat III + susp ileus paralitik

2.7 Terapi

IGD ( 10 April 2018)


- 02 3-4L per menit nasal kanul
- IVFD RL gtt XX/menit

9
- Inj. Cefotaxime 1gr/ 12 jam
- Inj. Gentamisin 20mg/ 12 jam
- Inj. Paracetamol 250mg/ 8 jam
- Pyrexin 4x3/4
- Gastrinal syr 3 x cth I

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

2.9 Follow up

Tgl S O A P

10/04/2018 Demam (-), Muntah KU: Tampak sakit berat Penurunan O2 3-4 LPM nasal
(-),Sianosis (-) Sesak kesadaran ec canule
GCS: E2V2M5
nafas (-) DBD grade III +
IVFD RL 20
VS: Nadi: 124x/menit Ileus Paralitik
tts/m
RR: 34x/menit T: 37,2C
SpO2: 92% Inj. Cefotaxime
1gr/12 jam
PF:
Inj. Gentamisin
Kepala : CA -/-, SI -/-, mata
200mg/12jam
cekung (-), pupil isokor kiri
dan kanan, RC +/+, Inj. Paracetamol
THT: dbn 250mg/8jam

Leher : Kaku Kuduk (-), Gastrinal syr 3 x


cth 1
Thorax: simetris, Retraksi
IC(-), SC (-)

Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-.


Wh -/-

Cor : S1 S2 normal regular,


M (-), G (-)

10
Abdomen : supel, BU
menurun, timpani, turgor
menurun

Ekstremitas : akral dingin,


edema (-), sianosis (-)

PP :

Leukosit : 15 109/mm3

HGB :10,2 g/dl

HCT : 34,8 %

Trombosit: 39 109/mm

RBC: 4,33 1012/L

11/04/2018 Demam (-) nyeri KU: Tampak sakit ringan DBD grade III Asering 1500 cc /
perut (+) sesak (-) 24 jam
GCS: E4V5M6
sianosis (-)
Ceftriaxone 1x1gr
VS: Nadi: 124x/menit
RR: 28x/menit T: 37,2C Paracetamol 20cc
SpO2: 96% TD: (apabila suhu
90/60mmHg >38)

PF: Oralit 2x1 sachet

Kepala : CA -/-, SI -/-, mata Diit bertahap


cekung (-), pupil isokor kiri
dan kanan, RC +/+,

THT: dbn

Leher : Kaku Kuduk (-),

Thorax: simetris, Retraksi


IC(-), SC (-)

Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-.


Wh -/-

11
Cor : S1 S2 normal regular,
M (-), G (-)

Abdomen : supel, BU
normal, turgor normal, nyeri
tekan (+)

Ekstremitas : akral hangat,


edema (-), sianosis (-)

12/04/2018 Demam (+) nyeri KU: Tampak sakit ringan DHF Grade III Asering 1500 cc /
perut (-) 24 jam
GCS: E4V5M6
Ceftriaxone 1x1gr
VS: Nadi: 96x/menit RR:
26x/menit T: 37,7C SpO2: Paracetamol 20cc
96% TD: 90/60mmHg (apabila suhu
>38)
PF:
Oralit 2x1 sachet
Kepala : CA -/-, SI -/-, mata
cekung (-), pupil isokor kiri Diit bertahap
dan kanan, RC +/+,

THT: dbn

Leher : Kaku Kuduk (-),

Thorax: simetris, Retraksi


IC(-), SC (-)

Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-.


Wh -/-

Cor : S1 S2 normal regular,


M (-), G (-)

Abdomen : supel, BU
normal, turgor normal, nyeri
tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat,


edema (-), sianosis (-)

12
PP :

Leukosit : 10,38 109/mm3

HGB :10,1 g/dl

HCT : 28,9 %

Trombosit: 117 109/mm

RBC: 3.54 1012/L

Ureum: 37

Kreatinin: 0.6

13/04/2018 KU: Tampak sakit ringan DHF Grade III Asering 1500 cc /
24 jam
GCS: E4V5M6
Ceftriaxone 1x1gr
VS: Nadi: 96x/menit RR:
26x/menit T: 37,7C SpO2: Paracetamol 20cc
96% TD: 90/60mmHg (apabila suhu
>38)
PF:
Oralit 2x1 sachet
Kepala : CA -/-, SI -/-, mata
cekung (-), pupil isokor kiri Diit bertahap
dan kanan, RC +/+,

THT: dbn

Leher : Kaku Kuduk (-),

Thorax: simetris, Retraksi


IC(-), SC (-)

Pulmo: vesikuler +/+, rh -/-.


Wh -/-

Cor : S1 S2 normal regular,


M (-), G (-)

Abdomen : supel, BU
normal, turgor normal, nyeri

13
tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat,


edema (-), sianosis (-)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan
demam 2–7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit

14
<100.000/mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai
normal (Kemenkes RI, 2013). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam family virus Flaviviridae dan terdiri dari 4 serotipe. Virus ini ditransmisikan ke
manusia melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk ini merupakan vektor
utama dari virus dengue. Setelah inkubasi virus selama 4-10 hari, nyamuk yang terinfeksi
mampu mentransmisikan virus sepanjang hidupnya (WHO, 2014).

Berdasarkan kamus kedokteran Dorland (2012), DBD adalah demam dengue dengan
kondisi hemoragik seperti trombositopenia, hemokonsentrasi dan dalam beberapa kasus-
kasus yang parah, protein-losing shock syndrome (dengue shock syndrome). Kondisi ini
dipercaya memiliki hubungan basis imunopatologis.

B. Insidensi dan Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1968 di
Surabaya dan Jakarta. Dilaporkan pada saat itu terdapat 58 kasus dengan jumlah kematian 24
kasus. Sejak itu, kasus DBD di Indonesia terus meningkat dan penyebarannya juga sangat
cepat. Pada tahun 1994 dilaporkan DBD sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun
1998 terjadi kejadian luar biasa (KLB)/wabah besar di Indonesia, tercatat terdapat 72.133
kasus dengan 1.411 kematian. Sedangkan untuk data terakhir pada tahun 2012 dilaporkan
terdapat 90.245 kasus dengan 816 kasus dengan setiap 100.000 penduduk terdapat 37 kasus.
Dibandingkan dengan tahun 2011 terdapat peningkatan jumlah kasus sebesar 65.725
(Kemenkes RI, 2013). Demam berdarah tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat, dan
karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Indisen DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

C. Etiologi

Virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dan famili Flaviridae adalah
virus penyebab DBD. Virus dengue membentuk susunan yang kompleks dalam genus
Flavivirus berdasarkan pada karakteristik biologis dan antigen. Terdapat empat serotipe virus,
yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Infeksi oleh salah satu serotipe tersebut
menimbulkan imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun keempat serotipe

15
tersebut secara antigen hampir sama, tetapi serotipe-serotipe tersebut cukup berbeda untuk
mendapatkan cross-protection untuk beberapa bulan setelah terinfeksi oleh salah satu dari
serotipe tersebut.
Terdapat kemungkinan variasi genetik dalam masing-masing serotipe dalam bentuk
filogenetis sub-tipe atau genotipe yang berbeda. Saat ini, tiga sub-tipe dapat diidentifikasi
untuk DENV-1, enam untuk DENV-2, empat untuk DENV-3 dan empat untuk DENV-4. 12
virus dengue dari empat serotipe telah diakitkan dengan epidemi demam dengue (dengan atau
tanpa DBD) dengan tingkat keparahan yang beragam.
Virus dengue adalah anggota dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae. Virus kecil
(50nm) ini mengandung satu untai RNA sebagai genome. Virionnya terdiri dari nukleokapsid
dengan kubik simetrisnya tertutup didalam envelope lipoprotein. Genome virus dengue
sepanjang 11.644 nekleotid dan tersusun dari tiga gen protein struktural yang mengkode
nukleokaptid atau protein inti (C), protein membrane-associated (M), protein envelope (E),
dan tujuh protein gen non struktural.

D. Patofisiologi

DBD terjadi pada sebagian kecil dari pasien dengue. Walaupun DBD dapat terjadi pada
pasien yang baru pertama kali mengalami infeksi virus dengue, kebanyakan kasus DBD
terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara kejadian DBD/DSS dan infeksi
sekunder dengue melibatkan sistem imun dalam patogenesis dari DBD. Imunitas bawaan
seperti sistem komplemen dan sel NK dan juga imunitas adaptif termasuk imunitas humoral
dan cell-mediated terlibat dalam proses ini. Peningkatan aktivasi sistem imun, terutama
selama infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin yang berlebihan menghasilkan
perubahan pada permeabilitas vaskuler. Sebagai tambahan, produk-produk viral seperti NS1
dapat memainkan peran dalam meregulasi aktivasi komplemen dan permeabilitas vaskuler.

Tanda dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskuler menyebabkan kebocoran


plasma, volume intravaskuler menyusut, dan syok pada kasus yang berat. Kebocorannya
unik, yaitu kebocoran plasmanya selektif pada pleura dan rongga peritoneal dan periode dari
kebocorannya singkat. Ciri dari DBD adalah menghasilkan peningkatan permeabilitas
vaskuler (24-48jam). Perbaikan syok yang cepat tanpa sekuel dan tidak ada inflamasi pada
pleura dan peritoneum mengindikasikan lebih kepada perubahan fungsional pada integritas
vaskuler daripada kerusakkan struktural endotelium sebagai mekanisme yang mendasar.

16
Berbagai sitokin dengan efek meningkatkan permeabilitas telah terlibat dalam
patogenesis DBD. Namun, kepentingan relatif sitokin-sitokin ini pada DBD masih belum
diketahui. Penelitian telah menunjukkan bahwa pola respon sitokin mungkin berhubungan
dengan pola cross-recognition dari sel T dengue-spesifik. Cross-reactive T-cells tampak
defisit fungsional pada aktivitas sitolitiknya tetapi muncul peningkatan produksi sitokin
termasuk TNF-a, IFN-g, dan kemokin. TNF-a terlibat dalam beberapa manifestasi berat
termasuk perdarahan dalam beberapa hewan percobaan. Peningkatan permeabilitas pembuluh
darah juga dapat dimediasi oleh aktivasi sistem komplemen. Peningkatan kadar fragmen
komplemen telah dicatat dalam DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a
diketahui memiliki efek meningkatkan permeabilitas. Pada penelitian terbaru, antigen NS1
dari virus dengue ditunjukkan untuk meregulasi aktivasi komplemen dan memainkan peran
dalam patogenesis DBD. Tingginya level virus pada pasien DBD dibandingkan dengan
pasien demam dengue telah ditunjukkan pada banyak penelitian. Level dari protein virus,
NS1, juga tinggi pada pasien DHF.

Derajat viral load berhubungan dengan pengukuran dari keparahan penyakit seperti efusi
pleura dan trombositopenia, menunjukkan bahwa banyaknya virus yang menginfeksi dapat
dijadikan penentu keparahan penyakit (WHO, 2011).

E. Patogenesis

Perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase febril, fase kritis, dan fase
penyembuhan.

 Fase Febril
Pasien biasanya mengalami demam tinggi tiba-tiba. Fase demam akut ini
biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,
eritema kulit, badan sakit-sakit, mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital, fotofobia,
rubeliform eksantema dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami
sakit tenggorokan, injected faring, dan konjungtiva injeksi. Anoreksia, mual dan
muntah umum ditemukan (WHO, 2012).
Sulit untuk membedakan DBD secara klinis dari penyakit demam non-
dengue diawal fase demam. Tes tourniquet positif dalam fase ini menunjukkan
peningkatan probabilitas dengue (3, 4). Namun, fitur klinis ini tidak memprediksi
tingkat keparahan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk memantau
tanda-tanda peringatan (warning sign) dan parameter klinis lain untuk mengenali

17
perkembangan ke tahap kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae
dan perdarahan membran mukosa (misalnya dari hidung dan gusi). Mudah
memar dan pendarahan di area venepuncture hadir dalam beberapa kasus.
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun hal ini tidak
umum. Hati dapat membesar dan nyeri setelah beberapa hari demam. Kelainan
paling awal dalam hitung darah lengkap adalah penurunan progresif pada angka
leukosit.
 Fase Kritis
Selama transisi dari demam ke fase afebril, pasien tanpa peningkatan
permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melalui fase kritis. Dibandingkan
membaik dengan penurunan demam tinggi; pasien dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat bermanifestasi dengan warning sign, sebagian besar
sebagai akibat dari kebocoran plasma. Warning sign menandai awal dari fase
kritis. Pasien-pasien ini menjadi lebih buruk sekitar waktu penurunan suhu badan
sampai ke normal, ketika suhu turun ke 37,5-38 ° C atau kurang dan tetap di
bawah tingkat ini, biasanya pada hari ke 3-8. Progresif leukopenia diikuti dengan
penurunan angka trombosit yang cepat biasanya mendahului kebocoran plasma.
Peningkatan hematokrit dibanding awal mungkin salah satu tanda-tanda
tambahan yang paling awal. Periode kebocoran plasma klinis yang signifikan
biasanya berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah (BP) dan volume
denyut.
Tingkat hemokonsentrasi diatas hematokrit awal mencerminkan
keparahan kebocoran plasma; Namun, hal ini dapat dikurangi dengan terapi
cairan intravena awal. Oleh karena itu, penentuan hematokrit adalah penting
karena mereka merupakan sinyal perlunya penyesuaian terapi cairan intravena.
Efusi pleura dan ascites biasanya hanya secara klinis terdeteksi setelah terapi
cairan intravena, kecuali kebocoran plasma signifikan. Rontgen dada posisi right
lateral decubitus (RLD), USG untuk deteksi cairan bebas dalam dada atau perut,
atau edem dinding kandung empedu bisa mendahului deteksi klinis. Sebagai
tambahan dari kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar
dan perdarahan di area venepuncture sering terjadi.
Jika terjadi syok ketika volume plasma hilang melalui kebocoran, sering
didahului dengan warning sign. Suhu tubuh mungkin subnormal saat syok terjadi.
18
Dengan syok dalam dan/atau berkepanjangan, hipoperfusi mengakibatkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan DIC. Hal ini pada saatnya
dapat menyebabkan perdarahan parah menyebabkan hematokrit menurun pada
shock berat. Sebagai gantinya dari leukopenia biasanya terlihat selama fase
demam, total jumlah sel putih mungkin meningkatkan sebagai respon stres pada
pasien dengan perdarahan hebat. Selain itu, keterlibatan organ yang parah dapat
berkembang menjadi hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan
berat, tanpa kebocoran plasma yang jelas atau syok.
Beberapa pasien masuk ke fase kritis dari kebocoran plasma dan syok
sebelum terjadi penurunan suhu badan sampai yg normal; pada pasien ini
hematokrit meningkat dan onset trombositopenia yang cepat atau adanya warning
sign, menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Kasus demam berdarah dengan
warning sign biasanya akan sembuh dengan rehidrasi intravena. Beberapa kasus
akan memburuk ke dengue yang parah.
 Fase Penyembuhan
Saat pasien bertahan melewati fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
cairan kompartemen ekstravaskuler berlangsung di 48-72 jam berikutnya.
Keadaan umum meningkat, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda,
status hemodinamik stabil, dan kemudian diuresis terjadi. Beberapa pasien
memiliki eritematosa konfluen atau ruam petekie dengan daerah kecil kulit
normal, digambarkan sebagai "pulau putih di laut merah". Beberapa mungkin
mengalami pruritus. Perubahan bradikardia dan elektrokardiografi adalah umum
selama tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi
dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah
penurunan suhu badan sampai yg normal tapi pemulihan jumlah trombosit
biasanya kemudian dibandingkan dengan jumlah sel darah putih. Gangguan
pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal jantung
kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika pemberian
cairan intravena yang berlebihan.

F. Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue mungkin asimtomatik atau dapat menyebabkan undifferentiated


febrile illness (sindrom viral), demam dengue (DD), atau demam berdarah dengue

19
(DBD), termasuk dengue syok sindrom (DSS). Manifestasi klinis tergantung pada strain
virusnya dan faktor host seperti, usia, status imun, dan lain-lain.

Demam dengue

Setelah rata-rata masa inkubasi intrinsik 4-6 hari (range 3-14 hari), bermacam-
macam gejala non-spesifik, konstitusional dan sakit kepala, nyeri punggung dan malaise
dapat terjadi. Secara khusus, onset dari demam dengue adalah tiba-tiba dengan kenaikan
temperatur yang tajam dan seringkali berhubungan dengan wajah memerah dan sakit
kepala.

Kadang-kadang, menggigil muncul bersama dengan kenaikan suhu yang tiba-


tiba. Setelah itu, mungkin ada nyeri retro-orbital, fotofobia, nyeri punggung, dan nyeri
pada otot dan sendi-sendi/tulang. Gejala-gejala lain yang umum termasuk anorexia dan
perubahan sensai perasa, konstipasi, nyeri kolik, dan nyeri abdomen, nyeri tenggorokan
dan depersi umum.

Gejala-gejala tersebut biasanya bertahan dari beberapa hari sampai beberapa


minggu. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala dan tanda dari demam denguesangat
bervariasi dari frekuensi dan keparahan.

Demam : suhu tubuh biasanya antara 390C dan 400C dan demam dapat bifasik,
berlangsung selama 5-7 hari pada mayoritas kasus.

Ruam : Kemerahan yang difus dapat diamati pada wajah, leher dan dada selama dua
sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin makulopapular atau
rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau keempat. Menjelang akhir periode
demam atau segera setelah penurunan suhu badan sampai yg normal, ruam di seluruh
tubuh mulai memudar dan petekie yang berkelompok mungkin muncul pada dorsum
kaki, pada kaki, dan di tangan dan lengan. Kulit gatal dapat diamati.

Manifestasi pendarahan : pendarahan pada kulit dapat muncul sebagai torniquet test
positif dan/atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis, hipermenorhe dan
pemdarahan gastrointestinal jarang terjadi pada demam dengue, komplikasi dengan
trombositopenia.

Perjalanan : keparahan dan durasi relatif dari demam dengue bervariasi antar individu.
Waktu sembuh dari sakit mungkin singkat dan lancar tapi dapat juga berkepanjangan.

20
Pada orang dewasa, kadang berlangsung sampai beberapa minggu dan dapat diikuti
dengan kelemahan yang jelas dan dpresi. Bradikardi adalah umum terjadi selama
penyembuhan. Komplikasi pendarahan seperti epistaksis, pendarahan gingiva,
pendarahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorrhea adalah hal yang tidak biasa
pada demam dengue. Walaupun jarang, pendarahan berat adalah penyebab penting
kematian pada demam dengue.

Penemuan Laboratorium

Pada daerah endemik, torniquet tes positif dan leukopenia (Leukosit


<5000sel/mm3) membantu untuk membuat diagnosis dini dari infeksi dengue. Penemuan
hasil laboratorium selama episod akut demam dengue menurut WHO (2011) adalah
sebagai berikut :

 Angka leukosit biasanya normal pada onset demam, kemudian leukopenia


muncul dengan penurunan netrofil dan bertahan periode febril.
 Angka trombosit biasanya normal, seperti komponen-komponen lain dari
mekanisme pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100.000 sampai 150.000
sel/mm3) adalah umum dan sekitar setengah dari semua pasien dengan demam
dengue memiliki angka trombosit dibawah 100.000sel/mm3, tetapi
trombositopenia berat (<50.000 sel/mm3) jarang.
 Peningkatan hematokrit ringan dapat ditemukan sebagai konsekuensi dari
dehidrasi yang berkaitan dengan demam tinggi, muntah, anorexia dan intake oral
yang kurang.
 Biokemistri serum biasanya normal tetapi enzim-enzim liver dan aspartat
aminotransferase dapat meningkat.
 Harus dicatat bahwa penggunaan analgesik, antipiretik, anti-emetik, dan
antibiotik dapat mengganggu fungsi liver dan pembekuan darah.

Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syok Sindrom

Kekhasan kasus DBD dikarakteristikkan dengan demam tinggi, fenomena


pendarahan, hepatomegali, dan gangguan sirkulasi dan syok. Trombositopenia sedang sampai
berat dengan hemokonsentrasi/kenaikan hematokrit yang terjadi bersamaan adalah penemuan
laboratorium yang pasti dan khusus. Perubahan patofisiologi yang paling terlihat yang
menentukan keparahan DBD dan membedakannya dari demam dengue dan demam berdarah

21
yang disebabkan virus lain adalah hemostasis abnormal dan kebocoran plasma selektif di
pleura dan rongga abdomen.

Perjalanan klinis dari DBD dimulai dengan peningkatan suhu yang mendadak diikuti
dengan wajah kemerahan dan gejala lain yang menyerupai demam dengue, seperti anorexia,
muntah, sakit kepala, dan nyeri sendi atau otot. Beberapa pasien DBD mengeluhkan nyeri
tenggorokkan dan injected faring dapat ditemukan pada pemeriksaan. Rasa tidak nyaman
pada daerah epigastrik, nyeri di tepi sub-kosta kanan, dan nyeri seluruh abdomen adalah hal
yang umum. Suhu tubuh khususnya tinggi dan pada kebanyakan kasus berlanjut hingga 2-7
hari sebelum turun ke suhu normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh bisa mencapai
400C dan kejang demam mungkin akan muncul. Pola demam bifasik dapat ditemukan .
Torniquet tes positif (>10bintik/kotak), fenomena pendarahan yang sering terjadi, dapat
dilihat pada awal fase febril. Mudah memar dan pendarahan dibagian venipuncture terlihat
dibanyak kasus. petekiae tersebar pada ekstrimitas, axila, dan wajah dan palatum lunak
mungkin terlihat pada awal fase febril. Ruam petekie konfluen yang kecil, area melingkar
terlihat pada fase penyembuhan, seperti pada demam dengue. Ruam makulopapular atau
rubelliform dapat terlihat pada awal atau akhir penyakit.

Epistaksis dan gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal ringan kadang terlihat,


namun, hal ini dapat memberat jika sebelumnya memiliki penyakit peptik ulcer. Hematuria
jarang terjadi.

Hepar biasanya terpalpasi pada awal fase febril, bervariasi dari hanya teraba sampai
2-4 cm dibawah tepi kosta kanan. Ukuran liver tidak berhubungan dengan keparahan
penyakit, tetapi hepatomegali lebih sering pada kasus syok. Splenomegali ditemukan pada
bayi umur dibawah 12 bulan dan dengan pemeriksaan radiologi.

Rontgen thorax posisi right lateral decubitus menunjukkan efusi pleura adalah
penemuan yang pasti. Luasnya efusi pleura berhubungan dengan keparahan penyakit.
Ultrasound dapat dignakan untuk mendeteksi efusi pleura dan ascites.

Fase kritis DBD, adalah periode kebocoran plasma, dimulai sekitar pergantian dari
fase febril ke fase afebril. Bukti adanya kebocoran plasma, efusi pleura dan asites, namun,
tidak terdeteksi dengan pemeriksaan fisik pada fase awal dari kebocoran plasma atau kasus
DBD yang ringan. Peningkatan hematokrit 10% sampai 15% diatas batas adalah bukti paling
awal. Kehilangan plasma yang signifikan menyebabkan syok hipovolemik. Meskipun pada

22
kasus syok, dengan diawali terapi cairan intravenus, efusi pleura dan asites mungkin tidak
terdeteksi secara klinis. Kebocoran plasma akan terdeteksi selama perjalanan penyakit atau
setelah terapi cairan.

Pada kasus DBD ringan, semua tanda dan gejala berkurang setelah demam turun.
Lisis demam mungkin diikuti dengan berkeringat dan sedikit perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah. Perubahan tersebut menunjukkan gangguang sirkulasi ringan dan sementara
sebagai hasil dari kebocoran plasma derajat ringan. Pasien biasanya membaik baik secara
spontan atau setelah terapi cairan dan elektrolit.

Pada kasus sedang hingga berat, kondisi pasien memburuk beberapa hari setelah onset
demam. Terdapat tanda-tanda bahaya seperti muntah persisten, nyeri perut, menolak intake
oral, letargi atau kelelahan, hipotensi postural, dan oliguria. Mendekati akhir dari fase febril,
segera setelah suhu tubuh turun atau sekitar 3-7 hari setelah demam muncul, terdapat tanda-
tanda kegagalan sirkulasi, yaitu kulit menjadi dingin, denyut menjadi cepat dan lemah.

Walaupun beberapa pasien menunjukkan letargi, biasanya mereka menjadi kelelahan


dan secara cepat masuk menjadi tahap kritis dari syok. Nyeri abdomen akut sering menjadi
keluhan sebelum syok terjadi. Syok dikarakteristikkan dengan denyut yang cepat dan lemah
dengan tekanan denyut yang melemah dengan peningkatan tekanan diastolik atau hipotensi.
Tanda-tanda penurnan perfusi jaringan anatara lain, kapilaari refill yang melambat (>3detik),
kulit menjadi dingin dan tampak lemah. Pasien dengan syok berada dalam bahaya jika tidak
diberikan treatment yang cepat dan tepat. Pasien akan masuk kedalam tahap syok dalam
dengan tekanan darah dan/atau denyut menjadi tidak teraba (DBD grade 4). Syok reversibel
dan durasinya pendek jika treatment dengan penggantian volume diberikan dan tepat waktu.

Tanpa treatment, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam. Pasien dengan syok
berkepanjngan atau tidak terkoreksi dapat menimbulkan hal yang lebih rumit dengan asidosis
metabolik dan imbalans elektrolit, kegagalan multiorgan dan pendarahan berat dari berbagai
organ. Kegagalan hepatik dan ginjal secara umum terlihat pada syok yang berkepanjangan.
Ensefalopati dapat terjadi dalam kaitannya dengan kegagalan multiorgan, gangguan
metabolik dan elektrolit. Pendarahan intracranial jarang terjadi. Pasien dengan syok
berkepanjangan atau tidak terkoreksi memiliki prognosis yang buruk dan tingkat kematian
tinggi.

G. KRITERIA DIAGNOSIS DBD

23
Kriteria diagnosis untuk DBD menurut World Health Organisation (WHO)
(2011) adalah berdasarkan manifestasi klinis dan penemuan laboratorium sebagai
berikut:

Manifestasi Klinis

 Demam : onset akut, tinggi dan terus menerus. Berlangsung 2-7 hari pada kebanyakn
kasus.
 Salah satu manifestasi pendarahan berikut termasuk tes torniquet positif, petekie,
purpura (pada lokasi venipuncture), ekimosis, epistaksis, gusi berdarah, dan
hematemesis dan/atau melena.
 Pembesaran hepar (hepatomegali) ditemukan pada beberapa tahap dari penyakit pada
90-98% anak-anak. Frekuensinya bervariasi tergantung waktu dan/ata pemeriksa.
 Syok, dimanifestasikan dengan takikardi, perfusi jaringan yang buruk dengan denyut
yang lemah dan tekanan denyut nadi yang kecil atau hipotensi, kulit lembab dan
dingin dan/atau kelelahan.

Penemuan laboratorium

 Trombositopenia (100 000 cells per mm3 atau kurang)


 Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit pasien >20% dari hematokrit awal atau
populasi berumur sama.

Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau


hematokrit yang meningkat, cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DBD. Adanya
pembesaran hepar di samping dua kriteria klinis pertama adalah sugestif dari DBD
sebelum timbulnya kebocoran plasma. Adanya efusi pleura (rontgen dada atau USG)
adalah bukti yang paling obyektif adanya kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia
memberikan bukti yang mendukung. Hal ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada
pasien berikut:

 Anemia
 Pendarahan berat
 Ketika tidak ada batas hematokrit
 Peningkatan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena awal.

24
Pada kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia yang jelas mendukung
diagnosis DSS.

H. Klasifikasi

World Heakth Organization (2011) membuat klasifikasi/derajat pada DBD


menjadi 4, yaitu mulai dari grade I-IV. Grade III dan IV adalah DBD yang sudah masuk
ke syok. Di bawah ini adalah pembagian derajat dan gejala klinis serta hasil laboratorium
yang ditemukan.
 Derajat I : Demam disertai gejala konstitusinal yang tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji bendung

 Derajat II : seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan dikulit dan atau
perdarahan lain

 Derajat III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin
dan lembab

 Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan datah tidak terukur.

I. Diagnosis Laboratorium
Dibawah ini adalah uji laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosis demam
dengue dan DBD:
 Isolasi virus
Isolasi virus dengue dari spesimen klinis adalah mungkin pastikan sampel diambil
selama enam hari pertama dan diproses tanpa penundaan. Spesimen yang cocok untuk
isolasi virus meliputi: serum fase akut, plasma, jaringan otopsi dari kasus yang fatal
(terutama hati, limpa, kelenjar getah bening dan timus), dan nyamuk yang
dikumpulkan dari daerah endemik. Isolasi virus ini digunakan untuk menentukan
karakteristik serotipik/genotipik dari virus dengue.
 Deteksi asam nukleid virus
Genom virus dengue, yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA), dapat dideteksi
dengan uji Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). RNA
adalah heat-labil dan, karena itu, spesimen untuk deteksi asam nukleat harus
ditangani dan disimpan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan untuk isolasi
virus.

25
 Deteksi antigen virus
Produk gen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus dan
sangat penting untuk replikasi dan kelangsungan hidup virus. Protein ini
disekresikan oleh sel-sel mamalia tetapi tidak oleh sel serangga. NS1 antigen
muncul pada hari pertama setelah timbulnya demam dan menurun ke tingkat yang
tidak terdeteksi setelah 5-6 hari. Oleh karena itu, tes berdasarkan antigen ini dapat
digunakan untuk diagnosis dini. ELISA dan tes blot dot ditujukan terhadap
antigen envelop/ membran (EM) dan nonstruktural protein 1 (NS1) menunjukkan
bahwa antigen ini hadir dalam konsentrasi tinggi dalam serum pasien yang
terinfeksi virus dengue selama fase klinis awal penyakit dan dapat dideteksi pada
pasien dengan infeksi dengue primer dan sekunder sampai enam hari setelah onset
penyakit.
 Tes berdasarkan respon imunologi
- Uji kadar antibodi IgM dan IgG
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat cepat sampai dengan minggu ke-
2, menghilang setelah 60-90 hari. Antibodi IgG terdeteksi dalam jumlah yang
kecil pada akhir minggu pertama selanjutnya meningkat dan bertahan dalam
waktu yang lama.
Pada infeksi sekunder, titer antibodi meningkat secara cepat. Antibodi IgG
terdeteksi pada level yang tinggi, walaupun pada fase initial dan bertahan
dalam beberapa bulan hingga seumur hidup. Antibodi IgG mulai terdeteksi
pada hari ke-14 pada infeksi primer dan pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.
Dibawah ini adalah timeline infeksi primer dan sekunder virus dengue dan
metode diagnostik yang digunakan.

26
Sumber: WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New edition, 2009.
WHO Geneva

 Analisis parameter hematologi


Standar parameter hematologis seperti trombosit dan hematokrit penting dan
merupakan bagian dari diagnosis biologis infeksi dengue. Oleh karena itu harus
dimonitor secara seksama. Trombositopenia, penurunan jumlah trombosit di
bawah 100 000 per ml, mungkin kadang-kadang ditemukan pada demam dengue
tetapi adalah fitur konstan dalam DBD. Trombositopenia biasanya ditemukan
antara hari ketiga dan kedelapan penyakit sering sebelum atau bersamaan dengan
perubahan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih (untuk pasien yang sama atau untuk pasien pada usia yang sama dan jenis
kelamin) dianggap menjadi bukti definitif peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan kebocoran plasma.

J. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi ini terjadi biasanya berkaitan dengan syok
dalam/berkepanjangan menyebabkan asidosis metabolik dan pendarahan berat akibat
DIC dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal. Lebih penting,
penggantian cairan yang berlebihan selama periode kebocoran plasma menyebabkan
efusi masif menyebabkan gangguan pernapasan, kongesti paru akut dan/atau gagal
jantung. Terapi cairan yang dilanjutkan setelah periode kebocoran plasma akan

27
menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung, terutama ketika ada reabsorpsi
cairan di ekstravasasi. Selain itu, syok dalam/berkepanjangan dan terapi cairan yang
tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik / elektrolit. Kelainan metabolik
sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan kadang-
kadang, hiperglikemia. Gangguan-ganggan ini dapat menyebabkan berbagai
manifestasi yang tidak biasa, misalnya encephalopathy.
K. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif, pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD

Terapi Cairan Intravena pada DBD Selama Masa Kritis

Indikasi untuk cairan IV:

 Ketika pasien tidak mendapat asupan cairan oral yang memadai atau muntah.
 Ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
 Syok Impending

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:

 Larutan isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali pada
bayi usia <6 bulan yang mana natrium klorida 0,45% dapat digunakan.
 Larutan koloid Hiper-onkotik (osmolaritaskoloid > 300 mOsm / l) seperti
dekstran 40 dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma berat, dan
mereka yang tidak merespon volume minimum kristaloid. Larutan koloid iso-
onkotik seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.
 Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 sampai 48 jam bagi mereka
dengan shock. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi terapi cairan
intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal
ini karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki masa kebocoran plasma
sementara pasien syok telah mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran
plasma sebelum terapi intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai panduan
untuk menghitung volume cairan.

28
 Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan
IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak.
 Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi
trombosit profilaksis). Hal ini dapat dipertimbangkan pada orang dewasa dengan
hipertensi yang mendasari dan trombositopenia sangat parah (kurang dari 10 000
sel / mm3)

29
30
31
BAB IV

ANALISA KASUS
Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis pasien mengeluhkan
demam sejak 6 hari sebelum masuk RS. Pada saat datang dengan suhu tubuh suhu 37,20C hal
ini sesuai dengan perjalanan penyakit DBD yaitu suhu tubuh mulai turun ke suhu normal
pada hari ke-4 sampai ke-6.
Vital sign pasien menunjukan tekanan darah 90/50 mmHg, denyut nadi 124x/menit,
suhu 37,20C, respirasi 34x/menit. Dari vital sign tersebut pasien menunjukkan adanya tanda-
tanda kegagalan sirkulasi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda syok, seperti kulit dingin dan
lembab, akral dingin, nadi cepat dan lemah, dan waktu pengisian kapiler lebih dari 2 detik.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien telah mengalami kebocoran plasma dan tidak
diberikannya terapi cairan selama periode demam. Ditemukannya ascites pada pemeriksaan
fisik abdomen terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vascular ke kapiler yang
rusak.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan angka hematokrit mengalami peningkatan dan
terjadi trombositopenia. Tingginya nilai hematocrit menandakan adanya hemokonsentrasi
sedangkan trombositopenia yang mana dapat terjadi oleh karena berbagai faktor, seperti virus
dengue, komponen aktif system komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi system
pembekuan darah secara bersamaan atau terpisah. Angka trombosit pada pasien ini adalah 18
ribu dan hematokrit menunjukkan 46,9 hal ini menunjukkan bahwa sudah terjadi
trombositopenia dan kenaikan hematokrit yang berarti terjadi hemokonsentrasi.
Pemeriksaan sero-imunologi IgM dan IgG anti dengue pasien menunjukkan positif pada IgM
dan positif pada IgG. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien tersebut mengalami infeksi
sekunder virus dengue. IgM dapat terdeteksi 3 – 5 hari setelah demam timbul kemudian
membentuk antibodi dan bertahan selama 20 hari.
Diagnosis DBD pada pasien ini ditegakkan dengan melihat gejala klinis dan hasil
laboratoriumnya, yaitu dari gejala klinis didapatkan demam dan pada hari ke-4 suhu mulai
turun dan akral dingin yang meruopakn tanda syok. Pada hasil laboratorium didapatkan
trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Kemudian lebih didukung lagi dengan
pemeriksaan sero-imunologi IgM dan IgG.

32
Pasien mendapatan terapi cairan intavena Ringer Laktat sebanayk 20 tetes permenit
pada saat di IGD. Ringer laktat adalah larutan kristaloid yang digunakan untuk pengembalian
cairan dan elektrolit. Ini mengembalikan cairan dan elektrolit, menghasilkan diuresis, dan
bertindak sebagai agen alkalizing (mengurangi keasaman). Kemudian cairan diganti pada
saat di PICU menjadi Asering 1500cc/jam. Asering berisi kalsium klorida, potassium klorida,
sodium asetat dan sodium klorida yang sering digunakan untuk mengatasi syok hipovolemi

Untuk antipiretik, pasien diberikan paracetamol 250mg x 8 jam. Parasetamol bekerja pada
daerah hipotalamus yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah perifer,
sehingga menurunkan suhu tubuh.

33
BAB V
KESIMPULAN

1. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
2. DBD dikarakteristikkan dengan demam tinggi, fenomena pendarahan, hepatomegali,
dan gangguan sirkulasi dan syok. Trombositopenia sedang sampai berat dengan
hemokonsentrasi/kenaikan hematokrit.
3. Penegakkan diagnosis DBD terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium.
4. Terapi DBD yang terpenting adalah pemeliharaan volume cairan sirkulasi dan
monitoring tanda vital serta hematocrit dan trombosit.

34

Anda mungkin juga menyukai