Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Selulitis orbita merupakan infeksi jaringan posterior septum orbita, termasuk otot dan
lemak. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan serta mengancam jiwa. Dibutuhkan
diagnosis yang cepat dan tepat untuk meminimalisir komplikasi dan mendapatkan prognosis yang
baik.1
Sebuah studi menyatakan bahwa orbita selulitis sekunder sebagian besar disebabkan oleh
sinusitis. Sinusitis paranasal dilaporakan paling banyak ditemukan dalam sebagai komplikasi dan
sebabkan selulitis orbita. Hal ini dikaenakan sinus paranasal terletak dekat dengan orbita, dengan
sinus frontalis yang berbatasan dengan orbita superor dan sinus maksilaris inferior. Dinding media
orbit yang memiliki celah menjadi salah satu faktor berkembangnya infeksi dari sinus etmoidalis
2
.
Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan abses gigi juga dapat menyebabkan terjadinya
selulitis orbita. Factor penyebab lainnya seperti dakriosistitis dengan ekstensi orbita, adanya benda
asing, panoftamiltis, infeksi tumor dan mukormyosis3.
Untuk memastikan diagnosis ditegakkan secara tepat dan tatalaksananya, diperlukan
beberapa pemeriksaan seperti darah lengkap dengan hitung jenisnya. Kultur mikrobiologi
dilakukan sebelum terapi antibiotik diberikan dan pengambilan sampel usap (swab) jika ada sekret
purulent pada hidung, konjugtiva, langit-langit serta tenggorokan2.
Dibutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang tepat untuk meminimalisir komplikasi1.
Komplikasi selulitis orbita dapat mengancam penglihatan dan infeksi fatal bagi orbit serta isinya.
Penggunaan dosis tinggi antibiotic secara intravena dapat mencegah komplikasi jangka panjang
serta munculnya komplikasi neurologis. Tindakan pembedahan diindikasikan pada kasus
menurunnya ketajaman penglihatan, tidak adanya respon dalam terapi antibiotik2.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata


Terdapat 7 tulang wajah yang membentuk orbita, membentuk kavitas mid-fasial berbentuk
buah pir yang berguna untuk melindungi dan maksimalisasi fungsi mata dan adneksanya. Ketujuh
tulang tersebut diantaranya5
- Os frontalis
- Os maxillaris
- Os zygomaticum
- Os sphenoid
- Os palatinum
- Os ethmoid
- Os lacrimalis

Gambar 1. Anatomi Orbita 4

2
Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu4:
1. Langit-langit terdiri dari dua tulang; os sfenoid dan plat orbit dari os frontalis. Berada pada
fossa kranial anterior dan sinus frontalis. Adanya defek pada langit-langit orbita dapat
sebabkan proptosis karena perpindahan pulsasi cairan serebrospinal ke orbit
2. Dinding lateral juga terdiri dari dua tulang; bagian os sfenoid dan os zygomatikum.
Bagian anterior dari setengahnya orbit sangat rentan terhadap trauma lateral dikarenakan
adanya tonjolan pada margin orbita lateral
3. Dasar terdiri dari tiga tulang; zygomatikum, maksilari, dan palatine. Bagian posteromedial
dari os maksilaris relative rapuh dan dapat terjadi fraktur “blowout”. Dasar orbita
membentuk sinus maksilaris yang dimana dapat mendorong orbit sehingga berubah posisi
jika adanya karsinoma maksilaris
4. Dinding media tediri dari empat tulang; maksilaris, lakrimas, etmoidalis, dan sfenoid.
Lamina papirasea setebal kertas dan memiliki foramen-foreamen untuk saraf dan
pembuluh darah. Oleh sebab itu sinusitis etmoidalis merupakan penyebab selulitis orbita
sekunder
5. Fisura orbita seuperior merupakan celah yang menghubungkan kranial dan orbit, pada
bagian os sfenoidalis yang dilewati struktur-struktur penting
a. Bagian superior berisi nervus lakrimalis, frontalis dan troklear, dan vena oftalmika
superior
b. Bagian inferios berisi nervus okulomotor superior dan inferior, nervus nasosiliari
dan abdusen serta serat simpatetol dari pleksus kavernosum
6. Fissure orbita inferior berada di os sfenoid dan os maksila, menghubungkan orbit ke
fossa pterygopalatina dan infratemporal. Dilewati oleh nervus maksilaris, zigomatikum,
dan cabang ganglion pterigopalatina serta vena oftalmika inferior.

3
Gambar 2. Anatomi perdarahan Orbita 5

a. Palpebra (Kelopak mata)


Kelopak mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi bagian anterior mata dari
gangguan lingkungan. Kelopak mata menutup secara reflex untuk melindungi mata pada keadaan
yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar yang menyilaukan, dan situasi dimana
bagian mata terpajan atau bulu mata tesentuh 5

Gambar 3. Histologi kelopak mata 5

4
Kulit palpebral yang terdiri beberapa bagian, diantaranya5
1. Epidermis terdiri dari empat lapis sel penghasil keratin, keratinosit, juga melanosit, sel
Langerhan dan sel Merkel
2. Dermis memiliki lapisan lebih tebal dibanding lapisan epidermis. Dibentuk oleh lapisan
penghubung dan berisi pembuluh darah dan limfatik serta serat saraf, fibroblast, makrofag dan sel
mast. Pada lapisan dermis palpebral terdapat muskulus orbicularisS
- Kelenjar sebasea terletak di karunkel didalam rambut alis
- Kelenjar meibom merupakan modifikasi kelenjar sebasea yang berada di tarsal plate. Satu
kelenjar terdiri dari duktus sentralis dengan asini multiple, sel yang mengsintesis lemak
(meibum) yang melewati duktus dan membentuk lapisan luar prekornea air mata.
- Kelenjar zeis modifikasi dari keenjar sebasea yang berada dalam folikel bulu mata
- Kelenjar Moll modifikasi dari kelenjar keringat apokrin yang membuka ke arah folikel bulu
mata atau langsung ke margin anterior palpebral diantara bulu mata. Kelenjar mol lebih
banyak di palpebral inferior
- Kelenjar keringat tersebar diseluruh kulit palpebra

Gambar 4. Bola mata potongan horizontal6


5
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang berada di permukaan dalam mata dan berada
sejauh limbus. Memiliki banyak vaskularisasi, khususnya siliaris anterior dan arteri palpebral.
Adapun jaringan limfatik, dengan drainasi di daerah preaurikular dan nodus submandibular yang
berhubungan ke kelopa mata. Secara anatomis, dibagi menjadi beberapa lapisan5,8
- Konjungtiva palpebral menutupu tarsus, sukar digerakkan dari tarsus
- Konjungtiva bulbaris menutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera dibawahnya
- Konjungtiva forniks merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan bulbi8

Kornea merupakan struktur komplek yang memiliki fungsi proteksi dan bertanggung jawab pada
¾ kekuatan optik di mata. Normalnya tidak memiliki pembuluh darah (avascular), nutrisi diberikan
melalui aquos humor posterior. Kornea merupakan jaringan tebal dengan lapisan subepitel dan
pleksus stroma profunda dan keduanya dipersafari oleh nervus trigeminal 4
Kornea memiliki beberapa lapisan, diantaranya:
- Epitel
- Lapisan bowman
- Stroma
- Embran desemen
- Endotel

Gambar 5. Anatomi Kornea4

6
Sklera dan Episklera
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk bola mata. Merupakan bagian
terluar pelindung mata8. Terdiri dari kumpulan kolagen dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Lapisan dalam sklera (lamina fusca) bercampur dengan lamella suprakoroid dan suprasiliaris
dalam traktus ivea. Episklera anterior terdiri dari jaringan penghubung yang tebal dan memiliki
pembuluh darah, diantara stroma sclera superfisial dan kapsula Tenon4.

Uvea
- Iris mempunyai kemampuan mengatur otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.
Reaksi pupil ini merupakan juga indicator unruk fungsi simpatis (midriasis) dan
parasimpatis (miosis) pupil.
- Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi
dibelakang limbus. Radang badan siliar akan menyebabkan melebarnya pembuluh darah
didaerah limbus yang akibatkan mara merah. Gambaran ini merupakan karakteristik
peradangan intraokular. Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi didaerah baji sclera
bila kontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepatpengaliran cairan mata
melalui sudut bilik mata. Otot melingkar badan siliat bila kontraksi pada akomodasi akan
mengakibatkan mengendornya zonula Zinii seingga terjadi pencembungan lensa8

Lensa merupakan jaringan berasal dari ektoderm permukaan berbentuk lensa didalam mata dan
bersifat bening. Lensa didalam bola mata terletak di belakang iris terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipus pada saat akomodasi. Lensa berbentuk
lempeng cakram bikonveks dan terletak didalam bilik mata belakang.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa
di bagian sentral lensha sehingga membentuk nucleus lensa. Bagian sentrral lensa merupakan serat
lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua didalam kapslu lensa. Didalam lensa
dapat dibedakan nucleus embrional, fetal, dan dewasa. Dibagian luar nucleus ini terdapat serat
lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah depan
nucleus lensa disebut sebagai korteks anterior sedang dibelakangnya korteks posterior. Nucleus
lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda, dibagian

7
perifer kapsul lensa terdapat zonula zinii yang menggantungkan lensa diseluruh ekuator pada
badan siliar8
Sifat lensa secara fisiologi diantaranya: 1) kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung, 2) jernih atau transparan karena diperlukan sebagai
media penglihatan, 3) terletak ditempatnnya. Lensa orang dewasa didalam perjalanan hidupnya
akan menjadi bertambah besar dan berat8.

Retina atau selaput jala merupaka bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan-lapisan, diantaranya8:
1. fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri dari sel batang yang ramping dan sel
kerucut
2. membrane limitan eksterna yang merupakan membrane maya
3. lapisan nukelus luar merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis
diatas merupaka lapisan avascular dan mendapat metabolism dari kapiler koroid
4. lapis pleksiform luar merupakan lapis aselular dan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan
sel bipolar dan sel horizontal
5. lapis nukelus dalam merupakan sel bipolar, horizontal, dan sel Muller. Kapois ini
medndapat metabolism dari arteri retina sentralis
6. lapis pleksiform dalam merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolarm sel
amakrin dengan sel ganglion
7. lapis sel ganglion yang merupakan kais badan sel daripada neuron kedia
8. lapis serabut saraf merupakan kapis akson sel ganglion menuju ke saraf optic. Dialam
lapisan-lapisan ini terletak sebagian besasr pembuluh darah retina
9. membrane litan interna, merupakan membrane hialin antara retinda dan badan kaca

Vitreus merupakan jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan
kaca bersifat semi cair didalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehngga tidak dapat
lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata yaitu
mempertahankan bola mata gaar tetap bulat. Perananannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata, perlekatan itu

8
terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana dan papil saraf optik. Kebeningan badan
kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel8

2.2 Selulitis Orbita


 Definisi
Selulitis orbita merupakan infeksi pada jaringan ikat septum orbital posterior, termasuk
lemak dan otot pada tulang orbita1. Jika tidak ditangani dengan tepat, selulitis orbita dapat
mengganggu penglihatan dan mengancam jiwa7
Selulitis orbita merupakan infeksi serius dari jaringan posterior septum orbitaSelulitis
orbita menyebabkan infeksi yang lebih serius disbanding selulitis periorbita. Sebagai bagian media
dari orbit yang tipis dan menjadi struktur penyerapan infeksi dapat berkembang dengan mudah
dengan strukutr natomi yang ada 3.

 Etiologi
Sinusitis paranasal merupakan faktor berpengaruh yang paling banyak ditemukan dalam
sebagai komplikasi dan sebabkan selulitis orbita. Sering terjadi pada anak-anak dan usia dewasa
muda4.
Secara anatomis, sinus paranasal terletak dekat dengan orbita, dengan sinus frontalis yang
berbatasan dengan orbita superor dan sinus maksilaris inferior. Dinding media orbit terdiri dari
prosesus frontalis maksila, tulang lakrimal dan sphenoidalis yang memiliki celah atau lubang jalur
neurovascular. Susunan lapisan tulang yang tipis dan beberapa foramen ini menjadi salah satu
faktor berkembangnya infeksi dari sinus etmoidalis2.
Dalam waktu 72 jam paska trauma, cedera mepenetrasi septum orbita. Sering ditemukan
hubungan dengan adanya laserasi ataupun hematoma
Selama ini, Haemophillus influenza tipe b merupakan salah satu organisme penyebab
sering ditemukan yang berhubungan dengan presetal dan selulitis orbita, terutama pada anak-anak.
Ada beberapapa penyebab lain seperti S aureus, S pyogenes, dan S pyogenes4-.
Faktor berpengaruh yang paling sering ditemukan adalah sinusitis, terutama pada pasien
dengan usia muda. Infeksi biasanya berasal dari sinusitis, kelopak mata, wajah, abses gigi, atau
infeksi penyebaran jauh melalui darah (hematogen).7

9
Dengan adanya hubungan antara sinus dan selulitis orbita serta infeksi saluran nafas bagian
atas, maka pengaruh musim dapat meningkatkan frekuensi angka kejadian sinusitis, terutama pada
musim dingin7.
Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan abses gigi juga dapat menyebabkan terjadinya
selulitis orbita. Factor penyebab lainnya seperti dakriosistitis dengan ekstensi orbita, adanya benda
asing, panoftamiltis, infeksi tumor dan mukormyosis.7
Abses subperiosteal merupakan akumulasi zat purulent diantara periorbita dan tulang-
tulang orbita dan biasanya disebabkan karena sinusitis bacterial. Identifikasi abses subperioteal
secara spesifik dilihat pada CT-Scan 7.
Adanya etiologic lain misalnya trauma tumpul orbita, operasi orbita dan periorbita,
tindakan gigi merupakan penyebab eksternal. Septisemia dan endoftalmitis merupakan penyebab
internal selulitis orbita3.

 Epidemiologi
Frekuensi komplikasi selulitis orbita dari sinusitis sekitar 0.5%-3.9% dari total angka
kejadian. Pada usia anak-anak, sekitar 91% pasien dikonfirmasi sinusitis, pada sinus maksilaris
dan etmoidalis dengan presentasi terbanyak. Sinusitis etmoidalis didapatkan sekitar 43% hingga
75% menyebabkan selulitis orbita. Umumnya, sinusitis etmoidalis diikuti dengan sinusitis
maksilaris pada sisi yang sama. Sinusitis frontalis paling banyak ditemukan pada pasien remaja
dan dewasa7
Lebih dari 38% pasien anak ditemukan sinusitiss multiple, dan 50% pada pasien dewasa
dikonfirmasi sinusitis7.

 Klasifikasi
Skema klasifikasi seluliti orbita yang sering digunakan adalah klasifikasi Chandler.
Klasifikasi ini menjelaskan tanda dan gejala infeksi dan memberikan indikasi tingkat keparahan
serta kemungkinan timbulnya komplikasi 2.
a. Grup I
Adanya inflamasi pada kelopa mata menggambarkan drainase melalui pembuluh
etmoidalis (selulitis preseptum). Kongesti vena terjadi melalui vena ke kelopak mata
dan vena optalmika superior dan berakhir di orbit 7.

10
b. Grup II
Ditemukan infiltrasi difus pada jaringan orbita dengan sel inflamasi (selulitis orbita).
Kelopak mata dapat ditemukan membengkak dan adanya kemosis konjungtival
dengan proptosis dan hilangnya penglihatan.
c. Grup III
Sekret purulen di daerah periorbita dan dinding tulang orbit (abses subperiosteal).
Dapat ditemukan edema palpebra, kemosis konjungtiva, proptosis, perubahan
ketajaman penglihatan tergantung ukuran dan lokasi abses.
d. Grup IV
Adanya kumpulan pus didalam atau diluar otot kerucut pada selulitis orbita progresif
dan tak tertangani (abses orbita). Pada beberapa kasus berat, ditemukan proptosis,
kemosis konjugtiva, penurunan motilitas okular, dan hilangnya penglihatan.
e. Grup V
Ekstensi infeksi orbita ke sinus kavernosum yang dapat mengarah ke edema palpebral
bilateral dan gangguan pada nervus kranialis tiga, lima, dan enam. Kemungkinan
munculnya sepsis, mual, muntah, dan tanda-tanda penurunan kesadaran.
Sindroma apeks orbita ditandai dengan proptosis, edema palpebral, neuritis optikus,
oftamoplegia, dan neuralgia pada bagian oftalmikus pada nervus kranialis lima yang
disebabkan sinusitis di daerah foramen optikum dan fissure orbitalis superior.

 Patofisiologi
Inflamasi periorbita diklasifikasikan menurut derajat keparahan dan lokasinya. Septum
orbita membagi dua bagian yang dimana jaringan lunak ikat kelopak mata (rongga perseptal) dari
orbita (rongga post-septal). Selulitis orbita, infeksi terlokalisasi di rongga post septal dan biaanya
muncul sebagai komplikasi sinusitis. Biasanya sinus ethmoidalis yang paling sering banyak
ditemukan. Walaupun dipenetrasi oleh struktur neuron dan vascular, septum orbita melindungi
dari masukanya agen infeksius dari belakang orbita. Vena-vena yang memberikan vaskularisasi
orbita, sinus maksila dan etmoidalis, serta jaringan periorbita membentuk jaringan anastomosis
tanpa katup. Oleh sebab itu, sistem vena dapat menyebarkan infeksi dari satu tempat ke tempat
lainnya dan adanya kemungkinan hingga ke sinus kavernosum. Infeksi dapat menyebar dari
transisi arteri etmoid dan os frontalis 3

11
Septum orbita

Gambar 5. Septum orbita 3

 Manifestasi Klinis
Umumnya ditemukan kelopak mata hangat dan lembut serta oedema, eritema, dan
diskolorisasi (perbedaan warna). Proptosis dan oftalmoplegia merupakan tanda cardinal selulitis
orbita yang berhubungan dengan kemosis dan injeksi konjugtiva, diplopia, nyeri saat mata
bergerak, dan meningkatnya tekanan intraokular2
Selulitis orbita dapat membahayakan penglihatan dengan mengompresi nervus optikum
dapat mengganggu secara menetap dalam waktu yang cepat. Diperlukan adanya evaluasi setiap
hari fungsi nervus optikum2.

Gambar 6. Selulitis orbita sinistra dengan pembengkakan,


eritema dan diskolorisasi pada kelopak mata atas dan bawah2

12
 Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis ditegakkan secara tepat dan tatalaksana selanjutnya,
diperlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenisnya. Kultur mikrobiologi dilakukan
sebelum terapi antibiotic diberikan dan pengambilan sampel usap (swab) jika ada sekret purulent
pada hidung, konjugtiva, langit-langit serta tenggorokan, abses orbita secara direk atau dari bilas
sinus2
Resolusi tinggi CT-Scan (Computed Tonography-Scan) dengan kontras merupakan baku
emas dalam modalitas imaging selulitis orbita. Hasilnya dapat memberikan gambaran
subperiosteal, orbita, periduran dan abses parenkim otak. Serta daapt mengidentifikasi sinusitis
paranasal, ataupun benda asing di intraokular atau di orbita dan thrombosis sinus cavernosum 2.
CT-Scan dilakukan dengan kontras jika memungkinkan. Hal ini akan meningkatkan sensitivitas
dan spesifitas menegakkan diagnosis3

Gambar 7 kiri: potongan aksial CT-Scan dengan

13
penyebaran sinus etmoidalis kiri dan pembentukan abses sub—periosteal. Kanan: potongan
koronal CT-Scan dengan adanya rektus medial mata kiri dan bola mata yang tergeser

Adanya kontroversi, khususnya pada pasien anak dimana adanya paparan radiasi dan risiko
kanker menjadi perdebatan jika dilakukan CT-Scan. Banyak klinisi mengatakan bahwa imaging
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keterlibatan orbit, adanya abses atau benda asing,
menentukan derajat keterlibatan orbit, dan evaluasi sumber infeksi yang berpotensi. MRI
(Magnetic resonance imaging) orbit merupakan pilihan lain dengan paparan radiasi terbatas dan
memberikan hasil dengan resolusi jaringan lunak orbit disbanding dengan CT-Scan dan
ultrasound. MRI dapat memberikan keuntungan lain daam mengevaluasi adanya benda asing non-
metal dan dugaan keterlibatan intrakranial. Tindakan MRI harus dengan konsultasi dengan
anestesi anak terlebih dahulu 1.

 Tatalaksana
Dibutuhkan tatalaksana cepat dan tepat untuk mencegah perburukan. Pemeriksaan dini
pada mata, telinga, hidung dan tenggorokan dibutuhkan dalam menentukan manajemen terapi
selanjutnya. Pasien perlu dirawat inap untuk pemberian antibiotic intravena dosis tinggi2.
- Medikamentosa
Terapi empiris dibutuhkan dan memerlukan antibiotik spectrum luas untuk bakteri gram
positif, gram negatif, dan bakteri anaerob setidaknya untuk 72 jam

Tabel 1. Tabel tatalaksana antibiotic untuk selulitis orbita2

14
Untuk memberikan jangkauan luas untuk abkteri gram negative dan anaerobic, cefotaxime
dan metronidazole atau klindamisin sering digunakan.
Nasal dekongestan dan irigasi nasal dengan larutan salin diberikan untuk mengatasi sinus
ostium dan memperlancar drainase. Antibiotik kornea topical diberikan dan cairan lubrikans
diberikan pada kasus proptosis berat dengan keratopati sekunder. Dapat juga diberikan
kortikosteroid intranasal untuk mempermudah drainase sinus dan memperingan edema
mukosanya. Penggunaan kortikosteroid intravena pada pasien selulitis orbita menjadi sebuah
perdebatan dikarenakan dapat menekan sistem imun dan adanya kemungkinan memperburuk
proses penyakit 1.

- non-medikamentosa
Tindakan pembedahan drainasi yang diikuti terapi antibiotik jika ditemukan adanya
subperiosteal dan abses intraorbita, dan pasien tidak merespon terapi medikamentosa, adanya
perubahan fungsi pupil atau penglihatan, atau seluitis orbita yang terus berkembang khusunya pada
pasien dengan keterlibatan abses apeks orbita atau intrakranial1,3.

 Komplikasi
a. Okular termasuk keratopati, meningkatnya tekanan intraokular, oklusi arteri atau vena
retina sentralis, endoftalmitis dan neuropati optikum
b. Intrakranial sangat jarang terjadi tetapi dalam kondisi yang serius. Beberapa
diantaranya seperti meningitis, abses orak dan thrombosis sinus kavernosum.
Komplikasi dinilai serius sekali jika adanya keterlibatan bilateral, proptosis agresif
cepat, dan kongesti pada wajah, vena retina dan konjungtiva. Biasanya dileuhkan sakit
kepala berat, mual, dan muntah.
c. Abses subperiosteal sering ditemukan pada dinding media orbita4

15
BAB III
KESIMPULAN

Selulitis orbita merupakan infeksi pada jaringan ikat septum orbital posterior, termasuk lemak
dan otot pada tulang orbita. Selulitis orbita dapat mengancam penglihatan dan merupakan kondisi
fatal yang membutuhkan tatalaksana cepat
CT-Scan dengan kontras merupakan baku emas modalitas imaging dalam selulits orbita.
Adanya kontroversi karena efek paparan radiasi, maka MRI dipertimbangkan sebagai pilihan
dengan konsultasi anaestesi anak sebelumnya.
Seluruh kasus selulitis orbita butuh dirawat untuk pemberian antibiotic dosis teinggi secara
intravena. Pemberian kortiksteroid masih dipertimbangkan dikarenakan efeknya yang menekan
system imu (imunosupresan).
Intervensi pembedahan diperlukan jika adanya penurunan ketajaman penglihatan atau tidak
ada respon dengan terapi antibiotik pada pasien abses subperiosteal atau abses orbita.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Lee, Seongmu and Yen, Michael T. 2011. Management of preseptal and orbital cellulitis.
Saudi J Ophthalmol. 2011 Jan; 25(1): 21–29. doi: 10.1016/j.sjopt.2010.10.004

2. Fincham, Gregory & Bhutta, Mahmood F. 2009. Orbital Cellulitis: assessment and
management. British Journal of Hospital Medicine, July 2009, Vol 70, No 7

3. Akcay et al. 2013. Preseptal and orbita cellulitis.) Journal of Microbiology and
Infectious Diseases / 2014; 4 (3): 123-127 JMID doi: 10.5799/ahinjs.02.2014.03.0154

4. Kanski, Jack J et al. 2011. Clinic Ophthalmology: a systemic approach. 7thed. China:
Elsevier

5. Paulsen, F., and Waschke J. 2011. Head, Neck and Neuoranatomy in Sobotta: Atlas of
Human Anatomy. 15th ed. Jilid 3. Jakarta:EGC

6. Stults et al. 2015. Head and Neck in Gray’s Atlas of Anatomy. 2nd ed. Canada: Elsevier

7. Chaudhry, Imtiaz A., Al-Rashed, Waleed., and Arat, Yonca O. 2012. The Hot Orbit:
Orbital Cellulitis. Middle East Afr J Ophthalmol. 2012 Jan-Mar; 19(1): 34–42.
doi: 10.4103/0974-9233.92114

8. Ilyas, Sidarta & Yulianti, Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI

17
18

Anda mungkin juga menyukai