Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

KEKERASAN FISIK DEWASA

Pembimbing:

dr. Andreas E Lala, SpF

Disusun oleh:

Adi Wibowo 1102011006

Miftahuddin Alif Sugeng 1102013168

Windri Sekar Nilam 1102013304

KEPANITERAAN KLINIK STASE FORENSIK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, dengan rahmat dan keridhoan-Nya penulis dapat
menyelesaikan REFERAT yang berjudul “Kekerasan Fisik Dewasa”. Tugas ini penulis ajukan
untuk meningkatkan pengetahuan dan memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu forensik di
Rumah Sakit BHAYANGKARA TK I R.SAID SUKANTO. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan yang terdapat dalam penyusunan laporan kasus ini, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Laporan kasus ini
bukanlah hasil usaha penulis seorang, melainkan atas bimbingan, dukungan, dan bantuan dari
berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah azzawajalla yang telah membimbing penulis dan memudahkan setiap langkah penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini
2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atas jasa beliau yang telah menjadi tauladan bagi setiap
muslim sepanjang zaman.
3. dr. Andreas E Lala selaku konsulen forensik di Rumah Sakit BHAYANGKARA TK I R.SAID
SUKANTO.
Semoga semua pihak yang penulis sebutkan di atas mendapatkan pahala dari Allah azza wa jalla
dan semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun yang
membacanya.

Jakarta, Juni 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kekerasan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara sengaja, baik secara
fisik ataupun verbal terhadap seseorang terhadap orang lain atau kepada sebuah kelompok yang
menyebabkan cedera, kematian, trauma psikis, ataupun kerugian (WHO)
Adapun kekerasan dibagi menjadi empat bagian, yaitu kekerasan fisik, seksual, psikis dan
kerugian. Pelaku kekerasa dibagi menjadi tiga subtype berdasar hubungan korban dan pelaku
a. Kekerasa terhadap diri sendiri
Kekerasan ini ditujukan bila pelaku dan korban merupakan individu yang sama dan
selanjutnya terbagi menjadi penyiksaan terhadap diri sendiri dan bunuh diri
b. Kekerasan terhadap orang lain
Ditujukan antar individu dan dibagi menjadi kekerasan dalam keluarga dan kekerasan
komunitas. Kekerasan dalam keluarga termasuk penelantaran anak, ekkerasan dalam
rumah tangga (KDRT), penelantaran orangtua.. sedangkan kekerasan komunitas dibagi
menjadi kekerasan terhadap orang yang dikenal dan orang asiing termasuk kekerasan
remaja, penyerangan oleh orang asing, kekerasan tempat kerja dan lainnya
c. Kekerasan kolektif
d. Ditujukan pada kekerasan pada kelompok besar dan dibagi menjadi kekerasan social,
politik dan ekonomi (WHO)

2.2 Traumatologi
A. Pengertian Traumatologi
Pengertian trauma dari aspek medikolegal sedikit berbeda dengan pengertian medis.
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya kontinuitas dari
jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba
terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.
Aplikasinya dalam pelayanan kedokteran forensik adalah untuk membuat terang suatu
tindakan kekerasan yang terjadi pada seseorang. (Amir, 2005)
B. Klasifikasi Trauma
Di tinjau dari berbagai sudut dan kepentingan, luka dapat diklasifikasikan berdasarkan
(Amir, 2005), (Budiyanto, 1997):
A. Etiologi
I. Trauma Mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (Laceration)
d. Patah Tulang (Fracture)
e. Pergeseran sendi (Dislocation)
2. Kekerasan Tajam
a. Luka sayat (incised wound)
b. Luka tusuk, tikam (punctured wound)
c. Luka bacok (choped wound)
3. Luka Tembak (firearm wound)

II. Luka Termis (Suhu)


1. Temperatur Panas
a. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaution, heat cramps)
b. Benda panas (luka bakar dan scalds)
2. Temperatur Dingin
a. Terpapar dingin (hipotermia)
b. Efek lokal (frost bite)

III. Luka Kimiawi


1. Zat Korosif
2. Zat Iritasi
IV. Luka Listrik, Radiasi, Ledakan dan Petir.

B. Derajat Kualifikasi Luka


I. Luka Ringan
II. Luka Sedang
III. Luka Berat

C. Medikolegal
I. Perbuatan Sendiri ( Bunuh diri)
II. Perbuatan Orang Lain (Pembunuhan )
III. Kecelakaan
IV. Luka Tangkis
V. Dibuat (Fabricated)

D. Waktu Kematian
I. Ante- mortem
II. Post-mortem

C Trauma Mekanik
Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami
atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti kapak, pisau, panah, martil dan
lain-lain. Bila ditelusuri, benda – benda ini telah ada sejak zaman prasejarah dalam usaha manusia
mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan senjata senjata masa kini seperti senjata api,
bom dan senjata penghancur lainnya. Akibatnya pada tubuh dapat dibedakan darin
penyebabnya.(Amir, 2005)

1. Kekerasan Tumpul
Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain: batu, besi, sepatu, tinju, lantai,
jalan dan lain-lain. Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab:
- Alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak.
- Orang bergerak kearah objek atau alat yang tidak bergerak.
Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan walaupun terkadang sulit
dipastikan .(Amir, 2005)
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka, yaitu luka lecet, memar, dan
luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya
dapat pula menyebabkan patah tulang.( Idries, 1997)
a. Luka Memar
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan
yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat
kekerasan benda tumpul.(Idries, 1997)
Perdarahan atau ekimosis ini berwarna biru kehitaman dan kadang-kadang disertai
pembengkakan. Pada orang kulit gelap warna biru kehitaman akibat memar kadang kadang
sulit terlihat, sehingga pembengkakan bisa dipakai sebagai petunjuk.(Amir, 2005)
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada jaringan
longgar, seperti didaerah mata, leher, atau pada orang lanjut usia, maka luas memar yang
tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas, dan
adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya ‘memar’ kedaerah yang lebih
rendah, berdasarkan gravitasi.(Idries, 1997)
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari
benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan dengan istilah ‘Perdarahan tepi’ (marginal
hemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat
dimana terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, perdarahan akan menepi sehingga
terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang
ban yang berdekatan.(Idries, 1997)
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis,
maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan, darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran
lebar dari alat pemukul yang mengenai tubuh korban.(Idries, 1997)
Luka Memar di punggung tangan dan jari memberi petunjuk suatu luka tangkis
(defensif, bertahan) pada perkelahian. Luka memar di leher bisa sebagai petunjuk
pencekikan.(Amir, 2005)
Bersamaan dengan perjalanan waktu, luka memar menyembuh dan terjadi perombakan
zat warna hemoglobin. Dalam 4-5 hari menjadi hijau, lalu kekuningan dalam beberapa hari
kemudian dan menghilang dalam 10-14 hari. Perubahan warna ini tidak dapat dipakai secara
tepat untuk menentukan lamanya perlukaan, karena dipengaruhi banyak faktor. Perubahan
warna dalam penyembuhan bergerak dari tepi ke tengah, artinya perlukaan tampak makin
mengecil.(Amir, 2005)

b. Luka Lecet (abrasi)


Luka pada kulit yang superfisial dimana epidermis bersentuhan dengan benda yang
kasar permukaannya. Arah luka dapat ditentukan dari penumpukan epidermis yang terseret ke
satu posisi. Bentuk luka lecet kadang-kadang dapat menunjukkan bentuk alat yang dipakai.
(Amir, 1997)
Luka lecet pada kasus penjeratan atau penggantungan , akan tampak sebagai suatu
luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai
dengan alat penjerat dan memberikan gamabaran/ cetakan yang sesuai dengan bentuk
permukaan alat penjeratnya, seperti jalinan tambang, tali pinggang . luka lecet tekan dalam
kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap
berada pada leher korban. (Idries, 2005)

c. Luka Robek (laserasi)


Luka robek adalah luka luka terbuka akibat trauma tumpul yang kuat. Mudah
terbentuk bila dekat ke dasar bagian yang bertulang. Luka ini umumnya tidak menggambarkan
bentuk dan ukuran alat yang digunakan. Ciri-cirinya berbentuk tidak teratur, pinggir tidak rata,
bengkak, sering kotor (sesuai benda penyebab), perdarahan tidak banyak dibanding luka sayat
, terdapat jembatan jaringan, antara kedua tepi luka (otot, pembuluh darah, serabut saraf),
rambut tebenam kedalam luka, sering disertai memar dan luka lecet.(Amir, 2005)
Bila luka robek tersebut salah satu tepinya membuka kekanan misalnya, maka
kekerasan atau benda tumpul datang dari arah kiri. Jika membuka kedepan maka kekerasan
benda tumpul datang dari arah belakang. Perlukisan yang cermat dari luka terbuka akibat
benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu
dilakukannya rekonstruksi, demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di muka hakim.
(Idries, 1997)
d. Patah Tulang (fracture)
Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada anak-anak dan orang
muda tulang masih lentur dan dapat menyerap tekanan yang kuat. Tekanan berat (misalnya
dilindas mobil) pada dada anak-anak dapat menyebakan hancurnya organ dalam tanpa patah
tulang iga. Pecahan tulang dapat menunjukkan arah trauma. Patah tulang dapat menimbulkan
perdarahan luar dan perdarahan dalam.

2. Kekerasan Tajam
Kekerasan tajam disebabkan pisau, pedang, silet, gunting, kampak, bayonet dan lain-lain.
Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, luka tikam dan luka bacok. (Amir, 2005)
Pada Kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus difikirkan
kemungkinan karena suatu kecelakaan, tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan
atau peristiwa bunuh diri.(Idries, 1997)
Luka yang disebabkan oleh benda tajam dapat dibedakan dari luka yang disebabkan oleh
benda lainnya, yaitu dari keadaan sekitar luka yang tenang tidak ada luka lecet atau luka memar,
tepi luka yang rata dan dari sudut-sudutnya yang runcing seluruhnya atau hanya sebagian yang
runcing serta tidak adanya jembatan jaringan.(Idries, 1997)
a. Luka Sayat
Luka karena irisan senjata tajam yang menyebabkan luka terbuka dengan pinggir rata,
menimbulkan perdarahan banyak, jarang disertai memar di pinggir luka, semua jaringan otot,
pembuluh darah, saraf dalam luka terputus, juga rambut. Dalam pemeriksaan ini dibedakan
dengan luka robek, sebab pada luka robek jaringan ini masih ada yang utuhdan disebut
jembatan jaringan. Ukuran lebar luka sayat lebih dari pada ukuran dalamnya luka. (Idries,
1997)
Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai pembuluh darah yang
dekat ke permukaan seperti di leher, siku bagian dalam, pergelangan tangan dan lipat
paha.(Idries, 1997)
b. Luka Tusuk (Luka tikam)
Luka yang mengenai tubuh melalui ujung pisau dan benda tajam lainnya, dimana
dalamnya luka melebihi lebar luka. Pinggir luka dapat menunjukkan bagian yang tajam (sudut
lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi. (Amir, 2005)
Bentuk dari luka yang disebabkan oleh pisau yang mengenai tubuh korban, dipengaruhi
oleh faktor- faktor sebagai berikut.:
1. Sifat – sifat dari pisau :
Bentuk, ketajaman dari ujung dan ketajaman dari kedua tepinya, bermata satu atau bermata
dua. (Amir, 2005)
2. Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk kedalam tubuh.(Idries, 1997)
Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama dengan lebar alat.
Tetapi yang sering terjadi lebar luka melebihi lebar pisau karena tarikan kesamping sewaktu
menusukkan dan waktu menarik pisau. Demikian juga bila pisau masuk ke jaringan dengan
posisi miring.(Amir, 1997)
Begitu pula dalamnya luka tidak menggambarkan panjang senjata kecuali bila mengenai organ
padat seperti hati. Umumnya dalam luka lebih pendek dari panjang senjata, karena jarang
ditusuk sampai ke pangkal senjata. Tetapi dalamnya luka bisa melebihi panjang dari senjata
karena elastisitas jaringan, misalnya luka tusuk pada perut.
3. Tempat dimana terdapat luka.
Kulit memiliki elastisitas yang besar dan besarnya ketengangan kulit tidak sama pada seluruh
tubuh. Pada daerah dimana serat – serat elastiknya sejajar yaitu pada lipatan-lipatan kulit, maka
tusukan yang sejajar dengan lipatan tersebut akan mengakibatkan luka yang tertutup, sempit
dan berbentuk celah. Akan tetapi bila tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan kulit,
maka luka yang terjadi akibat tusukan pisau tersebut akan terbuka lebar.

c. Luka Bacok
Senjata tajam yang berat dan diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka
menganga yang lebar disebut luka bacok. Luka ini sering sampai ke tulang. Bentuknya hampir
sama dengan luka sayat tapi dengan derajat luka yang lebih berat dan dalam. Luka terlihat
terbuka lebar atau ternganga. Perdarahan sangat banyak dan sering mematikan.
d. Luka Tembak
Luka tembak ialah luka yang disebabkan adanya penetrasi anak peluru atau
persentuhan peluru dengan tubuh. Untuk memahami akibat luka tembak pada tubuh harus
dimulai dari pengetahuan tentang apa yang keluar dari mulut laras pada waktu senjata api
meletus. Yang keluar dari mulut laras adalah:
- Anak Peluru
- Sisa mesiu yang tidak terbakar
- Api
- Asap
- Gas1
Masing - masing komponen akan menimbulkan akibat pada sasaran (manusia). Anak
peluru akan menyebabkan terjadinya luka (luka masuk dan bisa luka keluar) dengan saluran
luka didalam tubuh. Sisa mesiu yang tidak terbakar akan menyebabkan terjadinya penyebaran
tatto disekitar luka masuk. Pada jarak tembak yang sangat dekat dengan sasaran akan api dapat
menyebabkan luka bakar. Begitu pula asap akan meninggalkan jelaga disekitar luka masuk.
Gas hanya menimbulkan akibat bila mulut laras kontak menempel pada dengan jaringan tubuh.
Bila luka tembak tempel dekat ke permukaan tulang dimana kulit dan otot dekat ke tulang,
maka gas akan memantul keluar dan membuat luka masuk menjadi luas, sering pecah seperti
bintang (stellate). Bila jaringan ditempat luka masuk hanya jaringan lunak , efek yang
ditimbulkan tekanan gas tidak sehebat yang dekat ke tulang. (Amir, 2005)
Dengan memahami akibat dari kelima komponen di atas, maka dokter dapat
melaporkan hasil pemeriksaan dan kesimpulannya dalam VeR.
1. Luka Tembak Masuk
Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah pemeriksaan luka tembak
masuk. Karena pengertian luka tembak adalah penetrasi anak peluru kedalam tubuh, maka
perlu dikaji tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit. (Amir, 2005)
Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka di pinggir luka akan terbentuk cincin
memar di sekeliling luka masuk (contusion ring). Sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet.
Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang menembus. Oleh karena itu
perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila
lonjong maka peluru menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak masuk dapat
ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar. (Amir, 2005)
Bentuk cincin memar bisa tidak teratur. Ini bisa dihubungkan dengan kemungkinan
peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi karena berubah bentuk, misalnya peluru rikoset
karena mengenai benda lain dulu seperti dinding, pohon dan lain lain atau peluru
mekar/memuai karena panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah (peluru dum – dum).
(Amir, 2005)
Pada penembakan yang mengenai tulang gepeng misalnya tulang tengkorak, sternum,
ilium, lubang luka berbentuk corong dimana luka masuk lebih kecil dari luka keluar. Luka
tembak masuk pada tulang tengkorak terlihat lubang luka pada tabula eksterna lebih kecil
dibanding luka pada tabula interna. Bila peluru keluar lagi maka lubang luka tabula interna
lebih kecil dari pada lubang luka pada tabula eksterna.(Amir, 2005)
Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberi gambaran yang khas tetap
dapat merupakan petunjuk dari mana peluru datang, yaitu dengan melihat fragmen tulang yang
terangkat atau terdorong, bila peluru datang dari sebelah kanan maka peluru akan terdorong ke
sebelah kiri.
2. Luka Tembak Keluar
Bila tidak ditemukan cincin memar disekitar lubang luka, maka ini merupakan patokan
sebagai luka keluar. Pada luka keluar bisa didapati jaringan lemak menghadap keluar,
walaupun kadang-kadang sulit memastikannya. Bentuk dan besar luka keluar beragam,
tergantung posisi peluru keluar dan kecepatan menembus kulit. Lebih mudah memastikan bila
didapati serpihan tulang apalagi bila dibantu foto rontgent.(Amir, 2005)
Beberapa kemungkinan dapat terjadi:
1.1 Luka tembak masuk lebih kecil dari luka keluar
Ini lebih sering karena waktu keluar, daya tembus mengebor dari peluru berkurang oleh
adanya hambatan jaringan, sehingga membuat luka lebih besar. Apalagi bila serpihan tulang
ikut melukai.
1.2 Luka masuk dan keluar sama besar
Terjadi bila daya tembus peluru masih tinggi dan hanya mengenai jaringan lunak.
1.3 Luka masuk lebih besar dari luka keluar.
Dapat terjadi dimana sesuadah peluru menembus masuk ke tubuh, daya tembusnya sangat
berkurang dan tenaga peluru keluar hanya cukup untuk menembus kulit. (Amir, 2005)
3. Jarak Luka Tembak
Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak. Untuk kepentingan
medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat penting, jarak luka tembak ini dibagi atas
4 yaitu:
- Luka tembak tempel
Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya berbentuk bintang
(stellate). Pada luka didapati jejas laras yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit.
Gas dan mesiu yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi
dalam jaringan luka. Luka tembak tembel biasanya didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena
itu sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spasme). Luka tembak tempel sering
ditemui dipelipis, dahi atau dalam mulut. (Amir, 2005)
- Luka tembak sangat dekat
Luka tembak masuk jarak sangat dekat (close wound) sering disebabkan pembunuhan. Dengan
jarak sangat dekat (± 15 cm), maka akan didapati cincin memar, tanda-tanda luka bakar, jelaga
dan tatto disekitar lubang luka masuk. (Amir, 2005)
- Luka tembak dekat
Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan lubang luka, cincin memar dan tatu di
sekitar luka masuk. Biasanya karena pembunuhan.(Amir, 2005)
- Luka tembak jauh
Disini tidak ada kelim tatto, hanya ada luka tembus oleh peluru dan cincin memar. Jarak
penembakan sulit atau hampir tdk mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak lebih
dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak
mencapai sasaran lagi. (Amir, 2005)

3. Luka Termis (suhu)


a. Terpapar Suhu Panas
1. Heat Cramps (Kram karena panas)
Adalah kejang otot hebat akibat keringat berlebihan, yang terjadi selama melakukan
aktivitas pada cuaca yang sangat panas.Heat cramps disebabkan oleh hilangnya banyak cairan
dan garam ( termasuk natrium, kalium dan magnesium ) akibat keringat yang berlebihan, yang
sering terjadi ketika melakukan aktivitas fisik yang berat. Jika tidak segera diatasi, Heat
Cramps bisa menyebabkan Heat Exhaustion. Gejalanya kram yang tiba – tiba mulai timbul di
tangan, betis atau kaki. Otot menjadi keras, tegang dan sulit untuk dikendurkan, terasa sangat
nyeri. (Afandi, 2010)
2. Heat Exhausion (Kelelahan karena panas)
Adalah suatu keadaan yang terjadi akibat terkena atau terpapar panas selama berjam – jam,
dimana hilangnya banyak cairan karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah
rendah dan kadang pingsan.Jika tidak segera diatasi, Heat Exhaustion bisa menyebabkan Heat
Stroke. Gejalanya kelelahan, kecemasan yang meningkat, serta badan basah kuyup karena
berkeringat, jika berdiri penderita akan merasa pusing karena darah terkumpul di dalam
pembuluh darah tungkai yang melebar akibat panas. Denyut jantung menjadi lambat dan
lemah. Kulit menjadi dingin, pucat dan lembab. Penderita menjadi linglung atau bingung
terkadang pingsan. (Afandi, 2010)
3. Heat Stroke
Heat Stroke adalah suatu keadaan yang bisa berakibat fatal, yang terjadi akibat terpapar
panas dalam waktu yang sangat lama, dimana penderita tidak dapat mengeluarkan keringat
yang cukup untuk menurunkan suhu tubuhnya. Jika tidak segera diobati, Heat Stroke bisa
menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Suhu 41° Celsius adalah sangat
serius, 1 derajat diatasnya seringkali berakibat fatal. (Afandi, 2010)
Kerusakan permanen pada organ dalam, misalnya otak bisa segera terjadi dan sering
berakhir dengan kematian. Gejalanya sakit kepala, Perasaan berputar ( vertigo ), kulit teraba
panas, tampak merah dan biasanya kering. Denyut jantung meningkat dan bisa mencapai 160-
180 kali/menit ( normal 60-100 kali / menit ). Laju pernafasan juga biasanya meningkat, tetapi
tekanan darah jarang berubah.Suhu tubuh meningkat sampai 40 – 41° Celsius, menyebabkan
perasaan seperti terbakar.Penderita bisa mengalami disorientasi ( bingung ) dan bisa
mengalami penurunan kesadaran atau kejang. (Afandi, 2010)
b. Benda Panas
1. Luka bakar
Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. Kerusakan kulit yang
terjadi bergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Kontak kulit dengan uap air panas
selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai 66 derajat
celcius, sedangkan pada ledakan bensin dalam waktu singkat mencapai suhu 47 derajat
Celcius. Luka bakar sudah dapat terjadi pada suhu 43-44 derajat celcius bila kontak terjadi
cukup lama. Luka bakar dapat dikategorikan menjadi 4 derajat yaitu :
- Derajat I eritema
- Derajat II vesikel dan bullae
- Derajat III nekrosis koagulatif
- Derajat IV karbonisasi
Kematian pada luka bakar dapat terjadi melalui berbagai mekanisme :
- Syok neurogen, commotio neuro-vascularis
- Gangguan permeabilitas akibat pelepasa histmin dan kehilangan NaCl kulit yang cepat
(dehidrasi). (Budiyanto, 1997)
c. Terpapar suhu dingin
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang
terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial
sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang
mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat
menjadi gangren.

4. Luka kimiawi
Trauma kimia sebenarnya hanya merupakan efek korosi dari asamkuat dan basa kuat. Asam
kuat sifatnya mengkoagulasikan protein sehingga menimbulkan luka korosi yang kering, keras
seperti kertas perkamen, sedangkan basa kuat bersifat membentuk reaksi penyabunan intra sel
sehingga menimbulkan luka yang basah, licin dan kerusakan akan terus berlanjut sampai ke dalam.
Karena biasanya bahan kimia asam atau basa terdapat dalam bentuk cair (larutan pekat), maka
bentuk luka biasanya sesuai dengan mengalirnya bahan cair tersebut.
5. Luka Listrik dan Petir
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh
tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan
(keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti
dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis.
Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-
kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh
juga ikut terbakar.
Kematian dapat terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat
pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya.
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat
mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena
sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan
ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-
luka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari
gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark
(percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari
logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban
terbakar atau robek-robek.Luka akibat radiasi dan trauma akustik sangat jarang terjadi dan
umumnya tidak berkaitan dengan ilmu kedokteran forensik.

C. Derajat Kualifikasi Luka


Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX
pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga
bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau
menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
D. Konteks peritiwa penyebab luka
Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan peristiwa permbunuhan, bunuh diri, atau
kecelakaan. (Dahlan, 2007)
a. Pembunuhan
Ciri-ciri lukanya adalah :
- Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu di daerah mematikan maupun tidak mematikan
- Lokasi tersebut didaerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak dapat dijangkau oleh
korban
- Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
- Dapat ditemukan luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban yang sadar ketika
mengalami serangan. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat refleks menahan serangan
sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah bagian luar.
b. Bunuh diri
Ciri-ciri lukanya adalah:
- Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
- Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
- Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
- Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds)
Luka percobaan dapat terjadi karena yang bersangkutan massih ragu-ragu atau karena
sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan keberaniaaannya, sehingga
ciri-ciri luka percobaan adalah :
- Jumlahnya lebih dari satu
- Lokasinya disekitar luka yang mematikan
- Kualitas lukanya dangkal
- Tidak mematikan
c. Kecelakaan
Jika ciri-ciri luka yang ditemukan ridak menggambarkan pembunuhan atau bunuh diri
maka kemungkinannya adalah akibat kecelakaan. Untuk lebih memastikannya perlu
dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian.
E. Waktu terjadinya kekerasan
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan
oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan
keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi tentang waktu terjadinya kekerasan
akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, teerutama
yang berkaitan dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorsng
dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh
dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan :
- Luka terjadi ante mortem atau post mortem
- Umur luka
a. Luka ante mortem atau post mortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi sebelum
atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda-
tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula
sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika
terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian
mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara
tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan
serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu menganga.
b. Retraksi vaskuler.
Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa: Eritema (kulit
berwarna kemerahan), Vesikel atau bulla.
2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa : Kontusio atau
memar.
c. Reaksi mikroorganisme (infeksi)
Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut
akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit
sesudah trauma). Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit
sesudah trauma). Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma
sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.

2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma


Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi
trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak
sebab jantung masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka.Berbeda
dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena
pengaruh gravitasi sehingga jumlah lukanya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :
- Perdarahan internal
Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga
panggul, rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat
diukur pada waktu otopsi.
- Perdarahan eksternal
Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada
waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat)
disertai tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
b. Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik).
Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami
kolap karena terfiksir dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau
subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung
udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru
sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada
penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak
artifisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi
akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak
atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan
lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah
vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju
daerah paru-paru
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara
paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya,
udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada
akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-
paru menjadi kolaps.
e. Emfisema kulit
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk pau-paru maka pada
setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada
palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak
mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal.
b) Umur Luka
Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Tidak ada
satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan
(baik pada korban hidup atau mati) dilakukan mengingat adanya faktor individual,
penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan
melakukan :
1. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur
luka tersebut. Pada korban hidup, perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat
diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula akan terlihat
pembengkakan akibat ekstravasai dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah
4 sampai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih
dari seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan
umurnya dengan mengamati perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam
sesudah trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka
akan didominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berari guna bagi
penentuan intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti
dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari lekosit
polimorfnuklear dapat dilihat dengan jelas pada kasus dengan periode-periode
survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel lekosit mungkin
dapat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit sesudah trauma.
Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya
dalam waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi hati ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan
perubahan reaktif sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta
pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, biasanya jaringan granulasi
lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3 hari. Serabut kolagen
yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu
pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktivitas sel-sel epitel dan
jaringan di bawahnya mengalami regresi. Akibatnya jaringan epitel mengalami
atrofi, vaskularisasi jeringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut
kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih
lebih banyak dari jaringan yang tidak kena trauma.
Perubahan histologik dari luka sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi karena
infeksi akan menghambat proses penyembuhan luka
3. Pemeriksaan histokemik
Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma adalah akibat dari
fenomena fungsional yang sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein yang
berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan
pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu. Mula-mula luka
atau bagian dari luka dipotong dengan menyertakan jaringan di sekitarnya, kira-kira
setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10%
di dalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk
membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan
dengan isopentane dengan menggunakan es kering guna mendeteksi adanya
adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini
setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat
sesudah 2 jam, sedang peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4
jam.
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma
yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam
sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah
trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab
itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik. Histamin dan serotinin merupakan zat
vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada
stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah diplubikasikan
pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan
adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung.
Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang
serotonin naik setelah 10 menit
----------------------------------------------------------------

2.3 Landasan Hukum


2.4 Pemeriksaan terhadap pelaku kekerasan

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai