Metode
Dilakukan secara cluster randomized, crossover
dengan strategi rotasi per 4 bulan.
Analisa intention-to-treat, dengan 3% margin
noninferior dan 90% CI dua sisi
Abstract
Crude Mortality/ROD :
59 dari 656 pasien dalam strategi betalaktam
82 dari 793 betalaktam-makrolida/ 1.9%
78 dari 888 florokuinolon/ 0.6%
Kesimpulan
Strategi terapi tunggal betalaktam tidak kalah baik
mutunya dibanding terapi kombinasi betalaktam-
makrolida atau floroquinolon
Abstract (2)
Kombinasi beta-laktam + gol makrolida atau
florokuinolon (ciprofloxacin) atau terapi tunggal
florokuinolon (moxifloxacin / levofloxacin)
disarankan pada pasien rawat inap yang
diduga terkena CAP.
Intervensi antibiotik
Inklusi Eksklusi
Pasien rawat non-ICU Fibrosis kista
18 tahun
Perlu terapi antibiotik
Skor CURB-65 >2 -RS G
- confusion
- uremia (BUN 20mg/dl
- RR 30x/menit
- sistol <90mmHg
- usia 65 tahun
HASIL
Dilakukan kultur sputum, pemeriksaan darah serta
pemeriksaan antigen urin dan penyebab terbanyak
CAP 1) Streptococcus pneumoniae (15.9%), 2)
Haemophilus influenzae (6.8%)
Resistensi terhadap antibiotik paling banyak pada
gol betalaktam
Satu rumah sakit diskontinyu setelah 4.5
tahun dikarenakan persediaan florokuinolon
terbatas, diganti dengan betalaktam-makrolida
Hasil
ROD (90% CI)
59 dari 656 pasien dalam strategi betalaktam
82 dari 793 betalaktam-makrolida/ 1.9% (0.6-4.4)
78 dari 888 florokuinolon/ 0.6% (-2.8 hingga 1.9)
Hasil Primer
DISKUSI
Terapi tunggal betalaktam vs betalaktam-
makrolida tidak menunjukkan keunggulan
atau kelemahan
Diskusi -1
Penggunaan desain cluster-randomized dan cross-over
tingkatkan efisiensi dengan membandingkan efek tiap
cluster meminimalisir bias
Diskusi -2
Penggunaan terapi tunggal golongan
betalaktam tidak memberikan hasil yang