Anda di halaman 1dari 23

JOURNAL READING

New Treatments for Bacterial


Keratitis

Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM

Dipresentasikan oleh:
Rudolf Noer Addien Binanda Putra 1710221096
IDENTITAS JURNAL

 Judul:
 New Treatments for Bacterial Keratitis

 Penulis:
 Raymond L. M. Wong,1 R. A. Gangwani,1 LesterW. H.Yu,2 and Jimmy S. M. Lai1
 1 Eye Institute, The University of Hong Kong, Room 301, Level 3, Block B, 100 Cyberport Road,
Cyberport 4, Hong Kong
 2 Department of Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong
 Tahun Terbit:
 Agustus 2012

 Diterbitkan oleh:
 1Eye Institute, The University of Hong Kong, Room 301, Level 3, Block B, 100 Cyberport Road,
Cyberport 4, Hong Kong
 2Department of Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong
ABSTRAK

 Tujuan. Untuk meninjau pengobatan baru untuk keratitis bakteri. Sumber Data. PubMed literatur
pencarian sampai dengan April 2012.
 Studi Pemilihan. Kata kunci yang digunakan untuk pencarian literatur: "keratitis menular", "keratitis
mikroba", "keratitis infektif", "pengobatan baru untuk keratitis menular", "fluoroquinolones generasi
keempat", "moksifloksasin", "gatifloksasin", "kolagen silang", dan "terapi photodynamic".
 Ekstraksi data. Lebih dari 2.400 artikel yang diambil. Studi skala besar atau publikasi di tanggal yang
lebih baru dipilih.
 Data Sintesis. Antibiotik spektrum luas telah menjadi yang utama dalam pengobatan untuk keratitis
bakteri tetapi dengan munculnya resistensi bakteri; ada kebutuhan untuk agen antimikroba baru dan
metode pengobatan. Generasi ke-empat fluoroquinolone dan kolagen kornea silang adalah satu di
antara pengobatan baru. Dalam studi vitro dan calon uji klinis telah menunjukkan bahwa
fluoroquinolone generasi ke-empat yang lebih baik dari fluoroquinolone generasi tua dan ampuh
sebagai gabungan antibiotik pendukung terhadap patogen umum yang menyebabkan keratitis bakteri.
Kolagen silang ditunjukkan untuk meningkatkan penyembuhan ulkus kornea menular dalam kasus
pengobatan-tahan atau sebagai tambahan untuk pengobatan antibiotik.
 Kesimpulan. Fluoroquinolone generasi ke-empat alternatif yang baik untuk pengobatan standar keratitis
bakteri menggunakan gabungan antibiotik topikal pendukung. Kolagen silang dapat dipertimbangkan
dalam pengobatan resistensi keratitis infeksius atau sebagai tambahan untuk terapi antibiotik.
PENDAHULUAN

 Keratitis infeksius berpotensi membutakan dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan berat jika
tidak diobati pada tahap awal.
 Jika pengobatan antimikroba tertunda, hanya 50% pemulihan visual mata yang dapat diperoleh.
 Kuman patogen secara umum adalah Staphylococcus aureus, coagulase-negative Staphylococcus,
Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan spesies Serratia.
 Kasus keratitis bakteri hanya diatasi dengan pengobatan empiris dan tidak memerlukan kultur.
 Penggoresan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea.
 Cara resistansi mikroorganisme: mutasi kromosomal, ekspresi gen kromosom laten dengan induksi
atau pertukaran materi genetik melalui transformasi  menyebabkan perkembangan lanjutan dari
proses penyakit meskipun menggunakan antibiotik spektrum luas.
 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau pengobatan yang lebih baru dan tersedia untuk
mengobati keratitis infeksius termasuk yang resisten terhadap terapi antimikroba.
METODE

 Metode pencarian literatur dilakukan di PubMed sampai April 2012 menggunakan kata-kata kunci
berikut: "keratitis infeksius", "keratitis mikroba", "keratitis infektif", "pengobatan baru untuk keratitis
infeksius", "fluoroquinolone generasi ke-empat", "moksifloksasin", "gatifloksasin", "kolagen silang", dan
"terapi photodynamic".
 Sehingga dipilih dan dianalisis “fluoroquinolone generasi ke-empat atau terapi photodynamic dalam
pengobatan keratitis infeksius.”
 Pemilihan artikel menggunakan studi prospektif.
 Dan menggunakan studi klinis in vitro.
IKHTISAR ULASAN LITERATUR

 3.1. Keratitis Infeksius.


 Ulkus kornea atau keratitis infeksius memerlukan manajemen yang tepat.
 Risiko tinggi: adanya riwayat trauma mata, penggunaan lensa kontak, penyakit permukaan mata,
riwayat penggunaan jangka lama steroid topikal, ukuran besar dari ulkus, dan lokasi ditengah dari
ulkus.
 Keratitis infeksius memiliki respon terhadap pengobatan empiris dengan antibiotik.
 Indikasi Penggoresan kornea: ulkus kornea dengan ukuran besar, lokasi di tengah, mengenai stroma
dalam, adanya nyeri, adanya reaksi ruang anterior secara simultan atau hipopion, pandangan kabur,
dan adanya abses kornea atau terapi antibiotik spektrum luas yang tidak responsif.
 Cara kultur: pengambilan sampel kornea dengan penggoresan kornea atau biopsi  tes
mikrobiologi  menentukan jenis organisme bakteri dan sensitivitasnya terhadap kelompok
antibiotik tertentu.
 Pemberian antibiotik empiris dimulai jika ada kecurigaan klinis terjadinya infeksi.
PILIHAN PENGOBATAN

 4.1. Fluoroquinolone.
 Fluoroquinolone adalah antibiotik spektrum luas sintetis.
 Mekanisme kerja: menghambat DNA girase (topoisomerase II) dan enzim topoisomerase IV 
kegagalan replikasi dan transkripsi bakteri  kematian sel bakteri.
 Meningkatnya insiden resistensi terhadap fluoroquinolone generasi sebelumnya menunjukkan
perlunya antibiotik generasi baru.
 Fluoroquinolone generasi ke-dua: ciprofloxacin dan ofloxacin; fluoroquinolone generasi ke-tiga:
levofloxacin, fluoroquinolones generasi ke-empat: moxifloxacin dan gatifloksasin.
 Struktur moksifloksasin memiliki mekanisme penembusan terhadap resistensi sel bakteri  
potensinya untuk membunuh bakteri.
 4.1.1. Potensi In Vitro Fluoroquinolone.
 Potensi antibiotik dalam melawan bakteri ditentukan oleh konsentrasi hambat minimum (Minimum
Inhibitory Concentration).
 MIC rendah = efek antibiotik kuat.
 Fluoroquinolone generasi ke-empat memiliki MIC lebih rendah daripada generasi ke-dua atau ke-tiga
(moksifloksasin untuk bakteri Gram-positif dan gatifloxacin untuk bakteri Gram-negatif).
 Namun, Ciprofloksasin (generasi ke-2) masih lebih baik daripada fluoroquinolone generasi ke-tiga dan ke-
empat dalam melawan bakteri Gram-negatif.
 Moksifloksasin memiliki MIC terendah diantara Fluoroquinolone lainnya.
 Kesensitifan Moksifloksasin = 92,8%; gatifloksasin = 95,5%; cefazolin = 83,6% dan tobramycin = 90,1%
terhadap semua bakteri isolat.
 Hasil penelitian in vitro tidak dapat langsung digunakan ke klinis karena tidak ada titik henti kesensitifan
untuk antibiotik topikal yang diaplikasikan ke mata.
Cure Rate = rata2 waktu
229 Pasien Keratitis Bakteri penyembuhan, skor gejala klinis,
dan tingkat komplikasi serius =
 4.1.2. Percobaan Klinis Fluoroquinolone. tidak ada perbedaan secara
Diacak signifikan antara ketiga
 (Constantinou et al., 2007)
kelompok.

Moksifloksasin Ofloksasin Tobramycin 1,33% /


1,0% 0,3% Cefazolin 5.0%

Dua pasien dilaporkan merasa


Pasien diberi antibiotik topikal kesakitan dan yang satunya
pada 48 jam pertama berkembang menjadi ulserasi
pada konjungtiva bulbar inferior
Dihentikan sesuai dengan setelah diberi antibiotik tetes
protokol setelah hari ke-7 mata.

Tak ada satu pun


0% resisten moksifloksasin; 2,5% resisten ofloksasin; 2,8%
komplikasi minor .
resisten ciprofloxacin;14,8% resisten cefazolin; 1,6%
resisten tobramycin; dan 17,5% resisten kloramfenikol.
104 Pasien Keratitis Bakteri Subyek penelitian: pasien
dengan keratitis bakteri dan
ulkus yang berukuran minimal 2
Diacak mm.
 (Parmar et al., 2006)

Gatifloksasin
Ciprofloxacin 0,3%
topikal 0,3%

Pasien diberi antibiotik topikal Rata-rata waktu yang


berangsur-angsur sampai ulkus dibutuhkan untuk
mulai sembuh dengan frekuensi menyembuhkan ulkus sama
dosis yang disesuaikan. pada kedua kelompok.

96,2% dari Gram-positif kokus sensitif terhadap gatifloksasin dibandingkan 60,4% terhadap
ciprofloxacin; semua basil Gram-positif sensitif terhadap gatifloksasin tetapi hanya 75% yang
sensitif terhadap ciprofloxacin; 92,9% dari basil Gram-negatif sensitif terhadap gatifloksasin
dibandingkan dengan 85,7% untuk ciprofloxacin; Pseudomonas aeruginosa 87,5% sensitif
terhadap gatifloksasin sementara hanya 75% yang sensitif terhadap ciprofloxacin. Secara klinis,
95,1% dari pasien dalam kelompok gatifloksasin memiliki respon yang baik dan penyembuhan
ulkus yang lengkap, yang secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok ciprofloksasin yang
hanya 80,9% pasien yang sembuh lengkap.
Subyek penelitian: semua pasien
61 Pasien Keratitis Bakteri secara klinis menderita keratitis
bakteri dengan ulkus berukuran
antara 2 mm dan 8 mm. 46%
Diacak dari subjek telah cedera mata
 (Shah et al., 2010)
sebelum perlakuan.

Moksifloksasin Gatifloksasin Tobramycin 1,3% /


1,0% 0,5% Cefazolin 5%
Tingkat kesembuhan dari
kelompok yang diperkuat
Antibiotik topikal diberikan antibiotik adalah 90%
untuk 48-72 jam pertama sedangkan kelompok
gatifloksasin dan moksifloksasin
Dihentikan sesuai dengan sebesar 95%.
protokol penelitian
rata-rata waktu
penyembuhan,
5,2% mengalami resisten terhadap tobramycin dan 10,4%
ketajaman visual
mengalami resisten terhadap cefazolin. Semua isolat
akhir, dan kekeruhan
sensitif terhadap dua fluoroquinolone generasi ke-empat
kornea = tidak
yang diteliti.
signifikan.
 4.2. Kolagen Silang (CXL).
 Sekitar 90% dari ketebalan kornea terdiri dari stroma yang terdiri dari serat kolagen secara teratur
diatur dengan adanya keratosit.
 Bakteri dan jamur menghasilkan enzim yang memiliki kemampuan untuk mencerna kolagen manusia
 mencairnya kornea.
 Kolagen silang (CXL) adalah teknik yang menggunakan riboflavin dan radiasi Ultraviolet-A yang
menyebabkan efek penguatan pada jaringan kornea yang meningkatkan kekakuan kornea.
 Ketika riboflavin terkena cahaya tampak atau UV, dapat digunakan untuk menonaktifkan RNA yang
dikandung virus tobaccomosaic.
 Prosedur CXL:
 Identik dengan protokol standar pengobatan keratoconus, dengan pengecualian setelah
pemberian tetes mata anestesi  hanya epitel longgar dan epitel di sekitar lokasi infeksi
terkelupas pada keratitis infeksius.
 Tujuan menghilangkan epitel kornea adalah untuk mencapai penetrasi yang cukup dari tetes mata
riboflavin.
 Riboflavin (riboflavin / larutan dekstran 0,5-0,1%) diberikan di atas permukaan kornea dalam
waktu 20-30 menit pada interval 2-3 menit.
 Dan diikuti dengan iluminasi kornea menggunakan lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi dari
3.0mW / cm2 dan jumlah dosis 5,4 J / cm2.
 4.2.1. Studi In Vitro CXL.
 Silang kornea meningkatkan resistensi terhadap pencernaan enzimatik oleh protease dan
kolagenase.
 Pengobatan ini efektif terhadap bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus (SA), Staphylococcus
epidermidis (SE), methicillin-resistant S. aureus (MRSA), Pseudomonas aeruginosa, dan resistan
terhadap obat Streptococcus pneumoniae tetapi tidak efektif terhadap Candida albicans.
 Pengobatan dengan UVA + riboflavin tidak efektif terhadap trofozoit Acanthamoeba secara in vitro.
 UVA + riboflavin terbukti efektif dalam pengobatan keratitis Acanthamoeba  pasien menunjukkan
pengurangan gejala okular dan ukuran ulkus secara cepat.
 4.2.2. Studi Klinis CXL.
 CXL kornea awalnya digunakan dalam kondisi ectasia kornea, misalnya, keratoconus.
 Kolagen CXL meningkatkan kekuatan biomekanik kornea dan membantu dalam menghentikan perkembangan
keratoconus.
 CXL mampu meningkatkan penyembuhan pada pasien dengan kornea meleleh sekunder terhadap keratitis
infeksius terkait lensa kontak .
 Pasien dengan antibiotik pengobatan resistensi keratitis infeksius menunjukkan kemanjuran pengobatan UVA /
riboflavin dalam menghentikan perkembangan kornea meleleh.
 Kornea meleleh dapat dicegah dan terjadi epitelisasi lengkap yang dicapai dalam semua kasus setelah
pengobatan kolagen silang dengan riboflavin.
 Dalam studi terbaru, CXL telah berhasil digunakan sebagai pengobatan utama pasien dengan keratitis infeksius.
 Kasus keratitis Escherichia coli tanpa perbaikan dengan antibiotik topikal dan sistemik, dapat mulai sembuh
setelah menggunakan CXL.
KESIMPULAN

 Fluoroquinolone generasi ke-empat topikal, yaitu moksifloksasin dan gatifloksasin merupakan alternatif
yang baik untuk kombinasi antibiotik pendukung dalam pengelolaan keratitis infeksius.
 Antibiotik tersebut dapat digunakan sebagai terapi empiris setelah penggoresan kornea dilakukan.
 Dua antibiotik resistensi rendah fluoroquinolone ini dapat diandalkan dengan melihat modifikasi
struktural dan mekanisme ganda inhibisinya.
 Namun, karena moksifloksasin dan gatifloksasin mungkin tidak ampuh seperti ciprofloxacin atau
tobramycin terhadap organisme Gram-negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, maka penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk membandingkan respon dari infeksi Pseudomonas terhadap antibiotik ini.
 Hanya beberapa makalah dalam literatur yang melaporkan efek terapi photodynamic (kolagen CXL)
dalam pengelolaan keratitis infeksius.
 Masih harus dilakukan evaluasi mengenai efek tambahan CXL terhadap keratitis infeksius dari antibiotik
topikal konvensional.
 Masih diperlukan lebih banyak bukti sebelum CXL digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk
ulkus kornea infeksius.

Anda mungkin juga menyukai