Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

THERAPUTIC DRUG MONITORING

“ THERAPEUTIC DRUG MONITORING ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA “

Kelompok :8
Kelas : 7C
Nama Penyusun : Randhika Priyantoro (066119101)
Anggota Kelompok : 1. Nuryani (066119093)
2. Rifasya Azka Aulia (066119079)
Dosen Pengampu : 1. apt. Emy Oktaviani, M.Clin.Pharm
2. apt. Nisa Najwa Rokhmah, M.Farm.
3. apt. Emma Nilafita Putri Kusuma, M.Farm.
4. apt. Dewi Oktavia Gunawan, M.Farm.
5. apt. Nyanyu S. A. Lily Elfrida, M.Farm.
6. apt. Eni Koniah, M.Farm.
Asisten Dosen : 1. Hero Prasetio Kusworo
2. Shofia Shofiatunnissa
3. Carrol Mahardika Ibrahim
4. Carrel Mahardika Ibrahim
5. Reni Lestari
6. Mia Febriyanti
7. Bella Nataria
8. Syahril
LABORATORIUM FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Dasar Teori


Pemantauan kadar obat/ therapeutic drugs monitoring (TDM) merupakan
cabang ilmu kimia klinik dan farmakokinetik yang berkaitan dengan optimalisasi
efek obat serta penyesuaian dosis obat secara individu dengan cara mengukur
konsentrasi obat dalam cairan tubuh (Hazarika 2015).
Proses pelaksanaan TDM diawali dengan adanya kebutuhan untuk
mengetahui kadar obat dalam tubuh. Beberapa indikasi untuk melakukan TDM.
Jika sudah diputuskan obat apa yang ingin dilakukan TDM, dilanjutkan dengan
proses pengambilan sampel dari pasien (Gross, 1998).
Sampel yang umum digunakan adalah serum atau plasma darah dari pasien
(Basalingappa et al. 2014).
Setelah dilakukan pengambilan sampel dilakukan permintaan untuk
pemeriksaan kadar obat. Permintaan kadar obat juga harus berisi data pasien baik
berupa regimen dosis obat, data demografi pasien (umur, berat badan, jenis
kelamin dll), waktu pengambilan sampel, indikasi pemantauan serta obat lain
yang digunakan (Basalingappa et al. 2014).

Antimikroba merupakan salah satu jenis obat yang paling sering


digunakan. Salah satu masalah yang menjadi hambatan terbesar dalam
kesuksesan penggunaan antimikroba adalah berkembangnya mikrobamikroba
resisten. Sejak awal era antibiotik, penggunaan antibiotika pada pasien dan
hewan menyebabkan peningkatan kemunculan pathogen resisten. Kini mikroba
Gram-negatif dengan mekanisme resistensi yang baru semakin sering
dilaporkan. Resistensi antibiotika mengakibatkan dampak negatif, seperti
meningkatkan penggunaan antibiotika yang besifat spektrum-luas, kurang
efektif, atau antibiotika yang bersifat toksik (Katzung, Bertram G. 2018).
Aminoglikosida merupakan senyawa bakteriostatik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif serta efektif
terhadap mikobakteri. Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri
dengan cara menghambat fungsi ribosom. Golongan aminoglikosida antara lain
amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin, dan
tobramisin. Semua aminoglikosida bersifat ototoksik dan nefrotoksik, terutama
ditemukan pada penggunaan dosis tinggi dan pada orang lanjut. Ototoksisitas
yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan pendengaran atau kerusakan
vestibular. Pada pengobatan infeksi tertentu, aminoglikosida sering dikombinasi
dengan antibiotika β-Laktam dalam upaya memperluas spektrum antibakteri dan
memperoleh keuntungan sinergis dari keduanya. Pemilihan aminoglikosida dan
dosisnya tergantung pada infeksi yang sedang dihadapi dan kerentanan dari
isolat tersebut (Katzung, 2004; Tjay dan Rahardja, 2007).

Hal penting dari pemberian aminoglikosida jangka panjang adalah efek


toksisitasnya. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas telah diketahui berhubungan
dengan pemberian aminoglikosida, dimana ototoksik merupakan efek toksisitas
utama dan biasanya bersifat permanen (Nizamuddin, dkk., 2015). Efek ototoksik
dari obat golongan aminoglikosida diperkirakan terjadi pada 3-13% dari pasien.
Gejala ototoksik pada koklea yang muncul bisa berupa gangguan/ penurunan
pendengaran dan tinnitus (Chang, 2014).

Antibiotika golongan aminoglikosida merupakan inhibitor sintesis protein


yang bersifat bakterisidal. Molekul obat masuk ke dalam sel melalui kanal porin
pada membran luar sel, lalu masuk ke dalam sitoplasma melalui proses transfer
aktif di membran sel melalui proses yang membutuhkan oksigen. Gradien
elektrokimia transmembran menyediakan energi untuk proses transfer aktif
tersebut, selain itu proses transfer tersebut terhubung dengan suatu pompa
proton. pH ekstraselular yang rendah kondisi anaerobik akan menghambat
transfer membran dengan cara menurunkan gradien. Transfer aktif tersebut bisa
ditingkatkan dengan penggunaan obat-obatan yang aktif pada dinding selseperti
penicillin dan vancomycin; peningkatan efek ini berbasis pada efek sinergis dari
antibiotik golongan tersebut dengan golongan aminoglikosida (Brunton, et al.,
2011; Katzung, B, 2018).

1.2. Tujuan Praktikum


• Dapat mengetahui dan memahami aplikasi Theraputic Drug Monitoring
aminoglikosida.
• Dapat menentukan rancangan regimen dosis antibiotik aminoglikosida
sehingga mencapai respon teraupetik yang maksimal dan efek yang tidak
diinginkan semisal mungkin.
BAB II
RINGKASAN KEGIATAN PRAKTIKUM
2.1. Jawaban tipe A
1. Apakah obat tersebut perlu di TDM ? Jelaskan
Jawab :
Iya Perlu, Karena tobramycin termasuk golongan aminoglikosida antibiotic yang
memiliki indeks terapi sempit jika terjadi perubahan kadar obat dalam darah
menyebabkan perubahan respons yang ekstrim, antibiotic golongan
aminoglikosida dapat menyebabkan menggangunya fungsi ginjal sehingga
penggunaannya perlu dilakukan proses TDM agar dapat memastikannya kadar
obat dan menghindari efek toksik yang menyebkan terganggunya fungsi ginjal.

2. Carilah Nilai Mec, Mtc, Dan Indeks Terapi Kedua Obat Pada Kondisi Pasien
Normal Dalam Pemberian Oral dan Intravena (Tidak Boleh Pada Pasien Dengan
Penyakit Tertentu)
Jawab :
Therapeutic Level : 5-10mcg/Ml
Toxic level : >12 mcg/ml

3. Gambarkan Kurva Indeks Terapeutiknya !


Jawab :
4. Tentukan Nilai Waktu Paro Eliminasi, Volume Distribusi Dan Klirens Dari Hasil
Penelitian Untuk Kefua Obat (Artikel Penelitian Wajib 5 Tahun Terakhir Pasien
Normal,Fungsi Hati Dan Ginjal Normal, Pemberian Melalui Oral Dan Intravena)
Jawab :
Judul = Tobramycin Intravena
Judul = Single-dose pharmacokinetics of ampicillin and tobramycin administered
by hypodermoclysis in young and older healthy volunteers

2.2.Jawaban tipe B

1. Seorang pasien laki-laki 45 tahun, BB 50 kg akan mendapatkan infus antibiotik


Vankomisin secara intravena lambat selama 30 menit. Kadar tunak rata-rata obat
dalam darah yang diinginkan adalah 40 µg/ml. Diketahui volume distribusi dan
waktu paro eliminasi antibiotik berturut-turut 0,2 L/kg dan 12 jam
a. Apakah pasien memerlukan loading dose?
Jawab :
Pasien memerlukan loading dose pada antibiotic vankomisin, dosis yang besar
diberikan sekali pada permulaan terapi untuk mencapai konsentrasi obat
terapeutik dengan cepat . loading dose vankomisin diperlukan karena
farmakokinetik vankomisin untuk memastikan bahwa kadar vankomisin tidak
subterapeutik pada awal pengobatan

b. Apakah pemberian sudah tepat melalui intravena lambat? Jelaskan!


Jawab :
Vankomisin biasanya diberikan secara intravena. Penyerapan oral terbatas dan
rute ini hanya berguna untuk infeksi saluran cerna. Dengan infus intravena,
distribusi biasanya terjadi selama sekitar 30 menit dan volume distribusi
antara 0,4 dan 1 L/kg. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktortermasuk indeks
massa tubuh, kehamilan, dan adanya peradangan.
c. Simulasikan jika Vankomisin diberikan dengan intravena cepat dan
intravena lambat! INGAT prinsip waktu paro eliminasi versus interval
pemberian obat
Jawab :
Prinsip waktu paruh eliminasi versus interval pemberian obat:Jika t 1⁄2 >
interval pemberian obat, terjadi akumulasi obat dalam tubuh.Jika t 1⁄2 <
interval pemberian obat, tidak terjadi akumulasi obat dalam tubuh. Pada
Intravena lambat waktu paruh eliminasi nya karena > 8 jam maka tidak
berpengaruh dalam intravena lambat, karena yang memiliki pengaruh besar
dalam intravena lambat adalah nilai volume distribusi terhadap kadar obat
dalam darah dimana semakin besar nilai Vd maka semakin kecil kadar obat di
dalam darah dan terjadi akumulasi obat dalam tubuh. Sedangkan pada
Intravena cepat tidak terjadi akumulasi obat dalam darah dan pengaruh
parameter intravena cepat adalah nilai volume distribusi dimana semakin
besar nilai Vd maka semakin kecil kadar obat didalam d = arah. pemberian
intravena cepat kadarnya akan terus meningkat dan memberikan efek toksik

d. Berapa dosis infus antibiotik Vankomisin untuk pasien di atas? Diketahui


sediaan infus yang tersedia mengandung Vankomisin 25 mg/ml.
Jawab :
Div = 25 mg/ml → 0,025 mg/L
BB = 50 kg
F=1S=1
t ½ eliminasi = 12 jam
Vd = 0,2 L/kg → 10 L
T inf = 30 menit → 0,5 jam
Css = 40 µg / ml
0,693
k= = 0,05 77
12 𝑗𝑎𝑚

Cl = Vd x K = 10 L x 0,057 / jam =0,577 / jam


𝑠 ×𝑓 ×𝐷𝑖𝑣 1×1×0,025 𝑚𝑔/𝐿
Cmaks = =
𝑇 inf×𝐶𝑙 0,5 𝑗𝑎𝑚 ×0,0577 𝐿/𝑗𝑎𝑚

Dit : dosis infus antibiotic vankomisin?


𝐶 𝑚𝑎𝑘𝑠×𝑇 inf×𝐶𝑙
Div = =0,878 mg/ml
𝑆×𝐹 (1−𝑒 0,0577 ×0,5)

e. Kondisi pasien memburuk dan terdiagnosa gagal ginjal kronik stage 4.


Menurut Anda, apakah obat dan kondisi pasien memerlukan TDM?
Jawab :
Pada obat vankomisin perlu ada nya tdm obat karena antibiotik vankomisin
memiliki indeks terapi sempit sehingga perlu adanya monitiring dosis yang
tepat guna menghindari efek samping ataupun toksisitas obat. Sedangkan pada
kondisi pasien tidak memerlukan TDM karena kondisi pasien tidak
mengalami kondisi kritis ataupun penurunan kesadaran pada pasien.
BAB III

PORTOFOLIO
Tim Petugas Farmasi 1. Rifasya Azka Aulia
(066119079)
2. Nuryani
(066119093)
3. Randhika Priyantoro
(0661190101)
Nama Pasien Ny. Crisya Rose
Usia/BB/TB 45tahun/50Kg/165cm
Diagnosa Sepsis Berat/ Syok Septik.
Riwayat Penggunaan Obat -

Nama Obat yang akan di Amikacin.


TDM
Alasan TDM Untuk mengevaluasi dampak regimen amikacin berdasarkan
penyesuaian dosis menggunakan Therapeutic Drug Monitoring
harian pada populasi ICU dengan sepsis berat dan syok septik.
Kondisi pasien saat akan Pasien sering menderita cedera ginjal akut (AKI), yang
TDM berkontribusi terhadap akumulasi obat, penggunaan regimen
dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan dapat
menyebabkan peningkatan konsentrasi (Cmin), yang
berhubungan dengan peningkatan risiko toksisitas.

Tinjauan Obat
Nama Obat Amikacin.
Parameter Farmakokinetik Populasi
Waktu paro eliminasi -
Volume distribusi -
Klirens 10,4 /menit
Cmakss-Cminss -
AUC 600,2/liter
Tmaks -
Cmaks 100,9 mg/liter

Jumlah sampel yang 1 sampel darah.


diambil
Waktu/jam pengambilan darah diambil sampelnya 30 menit setelah akhir dosis.
sampel darah
Rute pemberian Intravena.
Metode analisis obat pada Semua sampel biologis dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif
sampel darah sesuai dengan kriteria diagnostik mikrobiologis yang ditetapkan.
Hasil parameter
farmakokinetik pada pasien
hasil TDM (berdasarkan
jurnal)
● Waktu paro 5.4
eliminasi
● Volume distribusi 26,32
● Klirens 3.3
● Cmaksss-Cminss -
● AUC 462
Hasil/Konsentrasi obat
dalam sampel
(sesuaikan dengan
banyaknya sampel
darah)
1. Sampel 1 Sampel darah 4 mL diambil untuk menilai konsentrasi obat
(Cmaksimal). Untuk setiap dosis berikutnya yang membutuhkan
TDM, darah diambil sampelnya 30 menit setelah akhir dosis untuk
C .puncak dan tepat sebelum administrasi berikutnya untuk Cmin.

Interpretasi hasil TDM


(termasuk indeks terapeutik sangat sempit karena potensi efek
samping. pemberian aminogklikosida dosis sekali sehari dalam
pengobatan infeksi berat telah diterima secara luas).

Rekomendasi Farmasi : Interval pemberian dosis diperpanjang dari 24 jam hingga 72 jam
diperlukan pada pasien yang menjalaninya rejimen dosis sekali
sehari
Monitoring :
1. Dilakukan pemantauan pada pasien yang melakukan
regimen dosis
2. lakukan pemeriksaan darah lengkap (jumlah leukosit pada
neonatus normal 9000- 30.000 sel/mm3)
3. monitoring efektifitas dan toksisitas dari amikacin

Hasil Penelusuran Artikel (tuliskan semua artikel/pustaka yang Anda gunakan pada kolom ini
dilengkapi dengan screenshot bukti bagian/tulisan yang Anda gunakan dan judul artikel)
Artikel (tuliskan nama artikel, Buku/Ebook/Dokumen lainnya (tuliskan nama pengarang,
penulis, tahun, volume, nomor, tahun, judul buku, penerbit, dan halaman) PLUS
nama jurnal, dan DOI) PLUS SCREENSHOT
SCREENSHOT
1. Bryan P. White,a Ben
Lomaestro,a Manjunath P. Pai

2. J.A. Dijkstraa, R. van Altenab,


O.W. Akkermanb, W.C.M. de
Langeb, J.H. Proostc, T.S. van
der Werfb,d, J.G.W.
Kosterinka,e, J.W.C. Alffenaara

3. Wieslawa Duszynska, Fabio


Silvio Taccone, Magdalena
Hurkacz, Beata Kowalska-
Krochmal4, Anna Wiela-
Hojeńska and Andrzej Kübler.
DAFTAR PUSTAKA

Basalingappa, S., Sharma, A., Amarnath, S. (2014). Basic Concepts of Therapeutic Drug
Monitoring 6.

Chang, K.W. (2014). Ototoxicity. In: Johnson JT, Rosen CA, editors. Baileys Head and Neck
Surgery Otolaryngology. 2. 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; p.
2542-55.

Gross, A.S. (1998). Best practice in therapeutic drug monitoring 5.

Hazarika, I. (2015). Therapeutic Drug Monitoring (TDM): An Aspect of Clinical


Pharmacology and Pharmacy Practice. Ther. Drug Monit. 9.

Katzung, Bertram G. 2018. Basic & Clinical Pharmacology 14th Edition. McGraw Hill Education.
New York..
Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Iswandono
dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234,. 239, Airlangga
University Press, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai