OLEH:
Sang Ayu Putu Wahyu Pratiwi
2208612048
KASUS
Seoran pasien datang ke rumah sakit, umur 69 th, tinggi 172cm, BB 62 kg, dengan no
rekam medis: 121210, dirawat di ruangan Melati. Pasien MRS pada tanggal 16 juli 2021
dengan demam tinggi 39,2oC, batuk berdahak selama 6 bulan, hemaptoe, sesak nafas.
Hasil pemeriksaan LAB diperoleh hasil :
Sputum BTA : +++
Kultur Bakteri : (+) Mycobacterium tuberculosis
WBC : 19 x 103/mm3
Pasien didiagnosa oleh dokter TB Paru dan mendapat terapi :
Tiga hari kemudian hasil tes terhadap SGOT = 120 U/L, SGPT= 100 U/L.
Tugas :
Berdasarkan kasus di atas, maka lakukanlah tugas berikut:
1. Apakah pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan pelayanan homecare? Jika
termasuk maka pelayanan homecare apakah yang dapat diberikan kepada pasien?
b. Identifikasi permasalahan terkait obat yang dialami pasien (adanya indikasi tetapi
tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis
terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau
terjadinya interaksi)
3. Lakukanlah kajian efek samping obat yang terjadi pada kasus di atas dan isilah
Formulir
MESO
tersebut
TABEL DATA LAB NORMAL
JAWABAN
1. Berdasarkan kasus diatas pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan pelayanan
home care karena pasien menderita tuberculosis. Tuberculosis termasuk penyakit kronis
sehingga memerlukan waktu terapi jangka panjang. Dilihat dari umur pasien yaitu 69
tahun kemudian diberikan regimen obat lebih dari 5 macam setiap harinya. Maka dari itu
perlu pelayanan home care sangat diperlukan. Pelayanan homecare yang dapat diberikan
pada kasus di atas yaitu:
Pasien harus diberikan informasi mengenai penggunaan obat lainnya karena pasien
menerima regimen obat yang kompleks dengan aturan pemakaian yang berbeda,
sehingga diperlukan konsultasi dan edukasi terkait penggunaan obat.
Pengobatan TBC merupakan terapi jangka panjang sehingga pasien harus
dimonitoring terkait ketatannya dalam mengonsumsi obat. Pasien termasuk kedalam
usia geriatri sehingga memiliki masalah dalam daya ingat. Pada kasus diatas, pasien
diberikan antibiotik yaitu Levofloksasin sehingga harus diberikan edukasi mengenai
ketaatan pasien dalam mengonsumsi antibiotik.
Pasien menerima terapi Ventolin inhaler sehingga perlu diedukasi mengenai cara
pemakaiannya dengan dilakukan pendampingan pengelolaan atau penggunaan obat.
2. a. Dilihat dari kasus diatas pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan PTO
(Pemantauan Terapi Obat) dimana pasien mengalami efek samping setelah pemberian
regimen obat seperti HRZE, Kalnex, Ambroxol, Paracetamol, dan Ventolin Inhaler yaitu
berupa pusing, mual, muntah, dan jaundice. Selain itu diketahui nilai SGOT, SPOT, dan
total bilirubin pasien meningkat. Sehingga dilakukan penghentian terapi HRZE kemudian
terapi pada pasien diberikan pengganti yaitu levofloxacin dan hepagard, dimana setelah
penggantian regimen terapi tersebut nilai SGOT dan SGPT pasien menurun. Sehingga
pemantauan terapi obat perlu dilakukan untuk mengetahui perkembangan penurunan
terjadinya efek samping obat yang dimonitoring melalui dukungan adanya hasil
pengujian laboratorium.
b. Identifikasi permasalahan terkait obat yang dialami pasien:
Adanya Indikasi tetapi Tidak Diterapi
Pada kasus pasien masuk rumah sakit dengan kondisi demam tinggi 39,2oC,
batuk berdahak selama 6 bulan, hemaptoe, dan sesak nafas serta hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya TB. Kemudian diberikan HZRE PO intensif
selama 2 bulan (setiap hari) sebagai terapi TB, ambroxol HCl 3 x 30 mg untuk
mengobati batuk berdahak, Kalnex untuk mengobati hemaptoe (batuk berdarah),
paracetamol 3 x 650 mg sebagai antipiretik, dan Ventolin inhaler untuk mengobati
sesak nafas. Karena nilai SGOT dan SGPT pasien meningkat dilakukan
penggantian terapi TB menggunakan levofloxacin 1 x 500 mg dan pemberian
hepagard 2 x 1 kaps sebagai hepatoprotektor untuk menangani penyakit atau
keluhan karena permasalahan liver. Sehingga semua keluhan (indikasi) dari pasien
sudah mendapat terapi.
Pemberian Obat Tanpa Indikasi
Pemberian HZRE PO intensif selama 2 bulan (setiap hari), ambroxol HCl 3
x 30 mg, kalnex 2 x 500 mg PO, paracetamol 3 x 650 mg, ventolin inhaler,
levofloxacin 1 x 500 mg, dan hepagard 2 x 1 kaps sudah tepat indikasi.
Pemilihan Obat yang Tidak Tepat
Pada kasus semua obat yang diberikan pada regimen terapi sudah tepat.
• HRZE secara PO yang diberikan secara intensif selama 2 bulan rutin setiap
harinya merupakan first-line therapy dalam penanganan TB. HRZE
merupakan kombinasi dari H: isoniazid, R: rifampisin, Z: Pirazinamid, dan E:
etambutol, dimana keempat obat ini saat digunakan harus dalam bentuk
kombinasi untuk menghindari risiko resistensi. Isoniazid bekerja dengan
menghambat sintesa dinding bakteri, rifampisin menghambat enzim bakteri
RNA-polimerase sehingga sintesis RNA bakteri terganggu, pirazinamid
bekerja dengan pengubahannya menjadi asam pirazinat yang membuat bakteri
menjadi mati karena situasi asam, sedangkan etambutol menghambat sintesis
RNA dan dinding sel bakteri (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan
mekanisme kerja dari HRZE diketahui bahwa pemilihan HRZE telah tepat
obat untuk menangani TB.
• Kalnex mengandung zat aktif asam traneksamat yang bekerja efektif sebagai
obat anti-fibrinolitik. Jenis bahan ini akan bekerja menghambat proses
pembentukan plasmin dari plasminogen. Akibatnya, akan terjadi degradasi
fibrin serta pemecahan trombosit sehingga pendarahan akan berhenti. Asam
traneksamat untuk terapi batuk berdarah yang umumnya sering dialami oleh
pasien TB melalui mekanismenya untuk menghentikan pendarahan saat terjadi
refleks batuk (Yuni et al., 2018). Berdasarkan mekanisme kerja dari asam
traneksamat tersebut diketahui bahwa pemilihan Kalnex telah tepat obat untuk
menangani batuk berdarah.
• Ambroxol HCl merupakan jenis obat dari golongan mukolitik. Fungsi dari
obat mukolitik yaitu mengencerkan dahak yang kental dan banyak yang
mengakibatkan penyumbatan pada saluran pernapasan. Penggunaan obat
ambroxol akan membuat dahak lebih encer sehingga memudahkan untuk
dikeluarkan dari tenggorokan pada saat batuk (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerja dari ambroxol tersebut diketahui bahwa
pemilihan ambroxol HCl telah tepat obat untuk menangani batuk berdahak.
• Parasetamol digunakan sebagai antipiretik untuk mengatasi gejala demam
yang dialami oleh pasien, sehinga pemilihan parasetamol telah tepat obat
untuk menangani demam.
• Ventolin healer yang mengandung salbutamol sulfat dapat menangani sesak
nafas melalui mekanisme bronkodilatasi saluran pernapasan, sehingan
pemilihan Ventolin inhaler telah tepat obat untuk menangani sesak nafas.
• Penggunaan levofloxacin juga telah tepat obat untuk menangani TB. Pasien
yang mengalami peningkatan nilai SGOT dan SGPT yang diduga karena
penggunaan obat antituberkulosis yaitu HRZE, sehingga perlu diganti
menggunakan levofloxacin. Levofloxacin merupakan obat antituberkulosis lini
kedua dan tidak memiliki efek samping hepatotoksik (Sukandar et al., 2012).
dan hepagard juga telah tepat obat sebagai hepatoprotektor.
A. IDENTITAS PASIEN
NAMA : Tn X UMUR / BB / TB : 69 tahun / 62 kg / 172 cm
B. TANDA/GEJALA ESO :
E. ASSESMENT
Dilihat dari hasil uji laboratorium pasien yang tersebut pada kasus di atas,
diduga bahwa pasien mengalami gangguan fungsi hati yang dilihat dari nilai
SGOT, SGPT dan total bilirubin diatas nilai normal. Gangguan fungsi hati
biasanya ditandai dengan gejala mual dan muntah yang disebabkan oleh
pemberian obat HRZE, Ambroxol HCL, Kalnex, dan Paracetamol. Jaundice
yang merupakan salah satu gejala adanya gangguan fungsi hati disebabkan oleh
penggunaan Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide. Gejala efek samping obat
lainnya berupa sakit kepala diduga disebabkan karena penggunaan Kalnex dan
penggunaan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 650 mg sekali minum (penggunaan parasetamol dengan dosis
yang tinggi) juga mendukung dugaan adanya efek samping obat yaitu gangguan
fungsi hati yang dialami oleh pasien.
Naranjo Algoritme Score
Nama Obat : HRZE, Kalnex, Ambroxol HCl, Paracetamol
No Pertanyaan ESO Ya Tidak Tidak Penilaian
tahu
1 Apakah ada laporan efek samping obat +1 0 0
+1
yang serupa?
2 Apakah efek samping obat terjadi setelah +2 -1 0
pemberian obat yang dicurigai? +2
B. REKOMENDASI :
Penggunaan HRZE untuk terapi TB dapat diganti menggunakan
levofloxacin untuk mengurangi keparahan gangguan fungsi hati serta
mencegah terjadinya efek samping obat yang dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati. Levofloxacin dapat digunakan sebagai second-line therapy untuk
penanganan TB dan tidak menimbulkan efek samping berupa gangguan fungsi
hati (DiPiro, 2022). Penggunaan hepagard yang mengandung bahan-bahan
alami seperti Silybum marianum, Cynarae scol., dan Curcuma longa berperan
dalam mencegah terjadinya gangguan fungsi hati yaitu melalui mekanismenya
sebagai hepatoprotektor. Untuk penanganan efek samping obat berupa mual
dan muntah dapat dilakukan dengan cara menggunakan Kalnex, Ambroxol
HCl, dan paracetamol setelah makan, sehingga risiko keinginan pasien untuk
mual dan muntah dapat dihindari.
4. Pelaporan MESO
Pelaporan MESO tertera pada form kuning MESO seperti dibawah ini:
Sang Ayu Pt. Wahyu Pratiwi
Apoteker
Jl. Batuyang, No. X
0815xxxxxxxx
apt. Sang Ayu Putu Wahyu Pratiwi, S.Farm
DAFTAR PUSTAKA
DiPiro, J.T., Yee, G.C., Posey, L.M., Haines, S.T., Nolin, T.D., Ellingrod, V. 2022.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Eleventh Edition. New York:
McGrawHill.
Medscape. 2023. https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Diakses pada
tanggal 6 April 2023.
MIMS. 2023. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ambroxol?mtype=generic. Diakses
pada tanggal 6 April 2023.
MIMS. 2023. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/tranexamic%20acid?
mtype=generic. Diakses pada tanggal 6 April 2023.
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia 2022, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI).BPOM RI.
Sukandar, E.Y., Hartini, S., Hasna. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat Tuberkulosis pada
Pasien Rawat Inap di Ruang Perawatan Kelas III di Salah Satu Rumah Sakit di
Bandung. Acta Pharmaceutica Indonesia. 37(4): 153-158.
Team Medical Mini Notes. 2019. Basic Pharmacology and Drug Notes. Makassar: MMN
Publishing.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Yuni, S.E., Hasmono, D., Kasih, E., Palestin, N. 2018. Studi Penggunaan Asam Traksenamat
pada Penderita Tuberkulosis dengan Hemoptisis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya. Journal of Pharmacy Science and Practice. 5(1): 18-22.