Anda di halaman 1dari 15

FARMASI KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI FARMASI

HOMECARE, PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO),


DAN MONITORING EFEK SAMPING OBAT (MESO)

OLEH:
Sang Ayu Putu Wahyu Pratiwi
2208612048

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA 2023
TUGAS HOMECARE, PEMANTAUAN TRAPI OBAT (PTO) DAN MONITORING
EFEK SAMPING OBAT (MESO)

KASUS
Seoran pasien datang ke rumah sakit, umur 69 th, tinggi 172cm, BB 62 kg, dengan no
rekam medis: 121210, dirawat di ruangan Melati. Pasien MRS pada tanggal 16 juli 2021
dengan demam tinggi 39,2oC, batuk berdahak selama 6 bulan, hemaptoe, sesak nafas.
Hasil pemeriksaan LAB diperoleh hasil :
Sputum BTA : +++
Kultur Bakteri : (+) Mycobacterium tuberculosis
WBC : 19 x 103/mm3
Pasien didiagnosa oleh dokter TB Paru dan mendapat terapi :

• HRZE PO intensif selama 2 bulan (setiap hari)


• Kalnex 2 x 500 mg PO
• Ambroxol HCL 3 x 30 mg
• Paracetamol 3 x 650 mg PO
• Ventolin inhaler
Pasien pulang ke rumah namun 4 hari kemudian pasien kembali ke RS karena pasien
mengalami pusing, mual, muntah, dan jaundice. Pada hari tersebut dilakukan pemeriksaan
lab dengan hasil:
• SGOT 247 U/L,
• SGPT 346 U/L
• Total Billirubun 4,2 mg/dL
Terapi HRZE sementara dihentikan. Terapi diganti dengan levofloxacin 1 x 500 mg dan
ditambah oleh dokter dengan hepagard 2 x 1 kaps (hepatoprotektor).

Tiga hari kemudian hasil tes terhadap SGOT = 120 U/L, SGPT= 100 U/L.
Tugas :
Berdasarkan kasus di atas, maka lakukanlah tugas berikut:
1. Apakah pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan pelayanan homecare? Jika
termasuk maka pelayanan homecare apakah yang dapat diberikan kepada pasien?

2. a. Apakah pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan PTO?

b. Identifikasi permasalahan terkait obat yang dialami pasien (adanya indikasi tetapi
tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis
terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau
terjadinya interaksi)

3. Lakukanlah kajian efek samping obat yang terjadi pada kasus di atas dan isilah
Formulir
MESO

4. Lakukan pelaporan MESO dengan mendownload form MESO pada situs:


https://emeso.pom.go.id. Download dan isilah lembar form kuning MESO pada halaman

tersebut
TABEL DATA LAB NORMAL

Parameter Nilai Normal


WBC 4.0 – 10.0 x 103/mm3
SGPT / ALT 3 – 36 U/L
SGOT / AST 0 - 35 U/L
Toral Bilirubun < 1.5 mg/dL

JAWABAN
1. Berdasarkan kasus diatas pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan pelayanan
home care karena pasien menderita tuberculosis. Tuberculosis termasuk penyakit kronis
sehingga memerlukan waktu terapi jangka panjang. Dilihat dari umur pasien yaitu 69
tahun kemudian diberikan regimen obat lebih dari 5 macam setiap harinya. Maka dari itu
perlu pelayanan home care sangat diperlukan. Pelayanan homecare yang dapat diberikan
pada kasus di atas yaitu:
 Pasien harus diberikan informasi mengenai penggunaan obat lainnya karena pasien
menerima regimen obat yang kompleks dengan aturan pemakaian yang berbeda,
sehingga diperlukan konsultasi dan edukasi terkait penggunaan obat.
 Pengobatan TBC merupakan terapi jangka panjang sehingga pasien harus
dimonitoring terkait ketatannya dalam mengonsumsi obat. Pasien termasuk kedalam
usia geriatri sehingga memiliki masalah dalam daya ingat. Pada kasus diatas, pasien
diberikan antibiotik yaitu Levofloksasin sehingga harus diberikan edukasi mengenai
ketaatan pasien dalam mengonsumsi antibiotik.
 Pasien menerima terapi Ventolin inhaler sehingga perlu diedukasi mengenai cara
pemakaiannya dengan dilakukan pendampingan pengelolaan atau penggunaan obat.
2. a. Dilihat dari kasus diatas pasien termasuk kriteria pasien yang memerlukan PTO
(Pemantauan Terapi Obat) dimana pasien mengalami efek samping setelah pemberian
regimen obat seperti HRZE, Kalnex, Ambroxol, Paracetamol, dan Ventolin Inhaler yaitu
berupa pusing, mual, muntah, dan jaundice. Selain itu diketahui nilai SGOT, SPOT, dan
total bilirubin pasien meningkat. Sehingga dilakukan penghentian terapi HRZE kemudian
terapi pada pasien diberikan pengganti yaitu levofloxacin dan hepagard, dimana setelah
penggantian regimen terapi tersebut nilai SGOT dan SGPT pasien menurun. Sehingga
pemantauan terapi obat perlu dilakukan untuk mengetahui perkembangan penurunan
terjadinya efek samping obat yang dimonitoring melalui dukungan adanya hasil
pengujian laboratorium.
b. Identifikasi permasalahan terkait obat yang dialami pasien:
 Adanya Indikasi tetapi Tidak Diterapi
Pada kasus pasien masuk rumah sakit dengan kondisi demam tinggi 39,2oC,
batuk berdahak selama 6 bulan, hemaptoe, dan sesak nafas serta hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya TB. Kemudian diberikan HZRE PO intensif
selama 2 bulan (setiap hari) sebagai terapi TB, ambroxol HCl 3 x 30 mg untuk
mengobati batuk berdahak, Kalnex untuk mengobati hemaptoe (batuk berdarah),
paracetamol 3 x 650 mg sebagai antipiretik, dan Ventolin inhaler untuk mengobati
sesak nafas. Karena nilai SGOT dan SGPT pasien meningkat dilakukan
penggantian terapi TB menggunakan levofloxacin 1 x 500 mg dan pemberian
hepagard 2 x 1 kaps sebagai hepatoprotektor untuk menangani penyakit atau
keluhan karena permasalahan liver. Sehingga semua keluhan (indikasi) dari pasien
sudah mendapat terapi.
 Pemberian Obat Tanpa Indikasi
Pemberian HZRE PO intensif selama 2 bulan (setiap hari), ambroxol HCl 3
x 30 mg, kalnex 2 x 500 mg PO, paracetamol 3 x 650 mg, ventolin inhaler,
levofloxacin 1 x 500 mg, dan hepagard 2 x 1 kaps sudah tepat indikasi.
 Pemilihan Obat yang Tidak Tepat
Pada kasus semua obat yang diberikan pada regimen terapi sudah tepat.
• HRZE secara PO yang diberikan secara intensif selama 2 bulan rutin setiap
harinya merupakan first-line therapy dalam penanganan TB. HRZE
merupakan kombinasi dari H: isoniazid, R: rifampisin, Z: Pirazinamid, dan E:
etambutol, dimana keempat obat ini saat digunakan harus dalam bentuk
kombinasi untuk menghindari risiko resistensi. Isoniazid bekerja dengan
menghambat sintesa dinding bakteri, rifampisin menghambat enzim bakteri
RNA-polimerase sehingga sintesis RNA bakteri terganggu, pirazinamid
bekerja dengan pengubahannya menjadi asam pirazinat yang membuat bakteri
menjadi mati karena situasi asam, sedangkan etambutol menghambat sintesis
RNA dan dinding sel bakteri (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan
mekanisme kerja dari HRZE diketahui bahwa pemilihan HRZE telah tepat
obat untuk menangani TB.
• Kalnex mengandung zat aktif asam traneksamat yang bekerja efektif sebagai
obat anti-fibrinolitik. Jenis bahan ini akan bekerja menghambat proses
pembentukan plasmin dari plasminogen. Akibatnya, akan terjadi degradasi
fibrin serta pemecahan trombosit sehingga pendarahan akan berhenti. Asam
traneksamat untuk terapi batuk berdarah yang umumnya sering dialami oleh
pasien TB melalui mekanismenya untuk menghentikan pendarahan saat terjadi
refleks batuk (Yuni et al., 2018). Berdasarkan mekanisme kerja dari asam
traneksamat tersebut diketahui bahwa pemilihan Kalnex telah tepat obat untuk
menangani batuk berdarah.
• Ambroxol HCl merupakan jenis obat dari golongan mukolitik. Fungsi dari
obat mukolitik yaitu mengencerkan dahak yang kental dan banyak yang
mengakibatkan penyumbatan pada saluran pernapasan. Penggunaan obat
ambroxol akan membuat dahak lebih encer sehingga memudahkan untuk
dikeluarkan dari tenggorokan pada saat batuk (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerja dari ambroxol tersebut diketahui bahwa
pemilihan ambroxol HCl telah tepat obat untuk menangani batuk berdahak.
• Parasetamol digunakan sebagai antipiretik untuk mengatasi gejala demam
yang dialami oleh pasien, sehinga pemilihan parasetamol telah tepat obat
untuk menangani demam.
• Ventolin healer yang mengandung salbutamol sulfat dapat menangani sesak
nafas melalui mekanisme bronkodilatasi saluran pernapasan, sehingan
pemilihan Ventolin inhaler telah tepat obat untuk menangani sesak nafas.
• Penggunaan levofloxacin juga telah tepat obat untuk menangani TB. Pasien
yang mengalami peningkatan nilai SGOT dan SGPT yang diduga karena
penggunaan obat antituberkulosis yaitu HRZE, sehingga perlu diganti
menggunakan levofloxacin. Levofloxacin merupakan obat antituberkulosis lini
kedua dan tidak memiliki efek samping hepatotoksik (Sukandar et al., 2012).
dan hepagard juga telah tepat obat sebagai hepatoprotektor.

 Dosis Terlalu Tinggi


Dosis paracetamol lazimnya untuk orang dewasa yaitu 500 mg, sehingga diketahui
bahwa dosis parasetamol terlalu tinggi dan dapat memicu timbulnya efek
samping.
 Dosis Terlalu Rendah
Tidak ada obat yang dosisnya terlalu rendah.
 Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
Reaksi obat yang tidak diinginkan atau efek samping dapat dilihat pada kajian
efek samping di formulir MESO pada jawaban soal No 3.
 Interaksi Obat
Isoniazid dapat meningkatkan kadar atau efek dari paracetamol dengan
mempengaruhi metabolisme enzim hati CYP2E1 (Medscape, 2022). Ambroxol
HCl yang diberikan bersama antibiotik (amoxicillin, cefuroxime, erythromycin,
dan doxycycline) dapat meningkatkan kadar antibiotik dalam jaringan paru (Team
Medical Mini Notes, 2019).
3. Kajian efek samping obat yang terjadi pada kasus dan Formulir MESO

A. IDENTITAS PASIEN
NAMA : Tn X UMUR / BB / TB : 69 tahun / 62 kg / 172 cm

RM / RUANG : 121210 / Ruang Melati Diagnosis : TB Paru

B. TANDA/GEJALA ESO :

Gejala efek samping obat (ESO):


Pusing, mual, muntah, dan jaundice Hasil
Lab:
▪ SGOT : 247 U/L
▪ SGPT : 346 U/L
▪ Bilirubin total : 4.2 mg/dl
C. RIWAYAT OBAT
▪ HRZE PO intensif selama 2 bulan (setiap hari)
▪ Kalnex 2 x 500 mg PO
▪ Ambroxol HCL 3 x 30 mg
▪ Paracetamol 3 x 650 mg PO
▪ Ventolin inhaler

D. INVESTIGASI OBAT YANG DICURIGAI MENIMBULKAN ESO

NAMA TANDA/GEJALA ESO PUSTAKA


OBAT
HRZE • H (Isoniazid) dicurigai menimbulkan (PIONAS, 2022)
efek samping obat. Efek samping dari
penggunaan isoniazid yaitu mual,
muntah, anoreksia, konstipasi, pusing,
sakit kepala, vertigo, purpura, anemia,
agranulositosis; hepatitis (terutama pada
usia lebih dari 35 tahun).
• R (Rifampisin) dapat menyebabkan
gangguan saluran cerna meliputi mual,
muntah, anoreksia, diare, kolaps dan
syok
• Z (Pirazinamid) dapat menyebabkan
hepatotoksisitas, termasuk demam
anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal
hati; mual, muntah, sakit kepala, pusing,
insomnia, gangguan vaskular, dan
hipertensi
• E (Etambutol) umumnya dapat
menyebabkan jaundice, neuritis optik,
buta warna merah/hijau, neuritis perifer.
Kalnex Kalnex mengandung asam traxenamic yang (MIMS, 2022)
dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
mual, pusing, muntah, hilang nafsu makan,
sakit kepala
Ambroxol Ambroxol dapat menyebabkan gangguan (MIMS, 2022)
gastrointestinal seperti mual, muntah, diare,
dispepsia, mulut/tenggorokan kering, dan
nyeri abdominal
Paracetamol Paracetamol dapat menyebabkan mual, (PIONAS, 2022)
muntah, konstipasi, sakit kepala, insomnia,
hepatotoksisitas, nekrosis akut tubular ginjal

E. ASSESMENT
Dilihat dari hasil uji laboratorium pasien yang tersebut pada kasus di atas,
diduga bahwa pasien mengalami gangguan fungsi hati yang dilihat dari nilai
SGOT, SGPT dan total bilirubin diatas nilai normal. Gangguan fungsi hati
biasanya ditandai dengan gejala mual dan muntah yang disebabkan oleh
pemberian obat HRZE, Ambroxol HCL, Kalnex, dan Paracetamol. Jaundice
yang merupakan salah satu gejala adanya gangguan fungsi hati disebabkan oleh
penggunaan Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide. Gejala efek samping obat
lainnya berupa sakit kepala diduga disebabkan karena penggunaan Kalnex dan
penggunaan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 650 mg sekali minum (penggunaan parasetamol dengan dosis
yang tinggi) juga mendukung dugaan adanya efek samping obat yaitu gangguan
fungsi hati yang dialami oleh pasien.
Naranjo Algoritme Score
Nama Obat : HRZE, Kalnex, Ambroxol HCl, Paracetamol
No Pertanyaan ESO Ya Tidak Tidak Penilaian
tahu
1 Apakah ada laporan efek samping obat +1 0 0
+1
yang serupa?
2 Apakah efek samping obat terjadi setelah +2 -1 0
pemberian obat yang dicurigai? +2

3 Apakah efek samping obat membaik +1 0 0


setelah obat dihentikan atau obat +1
antagonis khusus diberikan?
4 Apakah Efek Samping Obat terjadi +2 -1 0
berulang setelah obat 0
diberikan kembali?
5 Apakah ada alternatif penyebab yang -1 +2 0
dapat menjelaskan kemungkinan +2
terjadinya efek samping obat?
6 Apakah efek samping obat muncul -1 +1 0
0
kembali ketika placebo diberikan?
7 Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di +1 0 0
dalam darah atau cairan tubuh lainnya 0
dengan konsentrasi yang toksik?

8 Apakah efek samping obat bertambah +1 0 0


parah ketika dosis obat ditingkatkan atau
0
bertambah ringan ketika obat diturunkan
dosisnya?
9 Apakah pasien pernah mengalami efek +1 0 0
samping obat yang sama atau dengan obat 0
yang mirip sebelumnya?
10 Apakah efek samping obat dapat +1 0 0
dikonfirmasi dengan bukti yang +1
obyektif?
Hasil 7
Keterangan :
Hasil skor Tingkat kejadian ESO
1-3 Possible (kemungkinan terjadi ESO)
4-8 Probable (kemungkinan besar terjadi ESO)
9-13 Definite (pasti terjadi ESO)
Kesimpulan Hasil penilaian Naranjo Algoritme:
Berdasarkan penilaian Naranjo Algoritme tersebut, didapatkan skor 7 yaitu
kemungkinan besar terjadi efek samping obat akibat penggunaan HRZE, kalnex,
ambroxol HCl, dan paracetamol

A. KESIMPULAN KEJADIAN ESO:


Berdasarkan penilaian Algoritma Naranjo di atas, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan fungsi hati karena pemberian obat HRZE,
Ambroxol HCL, Kalnex, dan Paracetamol. Gangguan fungsi hati tersebut
ditandai dengan adanya gejala mual dan muntah, serta Jaundice. Penggunaan
parasetamol dengan dosis tinggi untuk sekali pakainya mengakibatkan
hepatotoksik yang dapat memperparah terjadinya gangguan fungsi hati. Efek
samping obat berupa sakit kepala disebabkan karena penggunaan Kalnex dan
penggunaan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid.

B. REKOMENDASI :
Penggunaan HRZE untuk terapi TB dapat diganti menggunakan
levofloxacin untuk mengurangi keparahan gangguan fungsi hati serta
mencegah terjadinya efek samping obat yang dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati. Levofloxacin dapat digunakan sebagai second-line therapy untuk
penanganan TB dan tidak menimbulkan efek samping berupa gangguan fungsi
hati (DiPiro, 2022). Penggunaan hepagard yang mengandung bahan-bahan
alami seperti Silybum marianum, Cynarae scol., dan Curcuma longa berperan
dalam mencegah terjadinya gangguan fungsi hati yaitu melalui mekanismenya
sebagai hepatoprotektor. Untuk penanganan efek samping obat berupa mual
dan muntah dapat dilakukan dengan cara menggunakan Kalnex, Ambroxol
HCl, dan paracetamol setelah makan, sehingga risiko keinginan pasien untuk
mual dan muntah dapat dihindari.

4. Pelaporan MESO
Pelaporan MESO tertera pada form kuning MESO seperti dibawah ini:
Sang Ayu Pt. Wahyu Pratiwi
Apoteker
Jl. Batuyang, No. X
0815xxxxxxxx
apt. Sang Ayu Putu Wahyu Pratiwi, S.Farm
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro, J.T., Yee, G.C., Posey, L.M., Haines, S.T., Nolin, T.D., Ellingrod, V. 2022.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Eleventh Edition. New York:
McGrawHill.
Medscape. 2023. https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Diakses pada
tanggal 6 April 2023.
MIMS. 2023. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ambroxol?mtype=generic. Diakses
pada tanggal 6 April 2023.
MIMS. 2023. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/tranexamic%20acid?
mtype=generic. Diakses pada tanggal 6 April 2023.
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia 2022, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI).BPOM RI.
Sukandar, E.Y., Hartini, S., Hasna. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat Tuberkulosis pada
Pasien Rawat Inap di Ruang Perawatan Kelas III di Salah Satu Rumah Sakit di
Bandung. Acta Pharmaceutica Indonesia. 37(4): 153-158.
Team Medical Mini Notes. 2019. Basic Pharmacology and Drug Notes. Makassar: MMN
Publishing.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Yuni, S.E., Hasmono, D., Kasih, E., Palestin, N. 2018. Studi Penggunaan Asam Traksenamat
pada Penderita Tuberkulosis dengan Hemoptisis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Haji Surabaya. Journal of Pharmacy Science and Practice. 5(1): 18-22.

Anda mungkin juga menyukai