Anda di halaman 1dari 45

CASE DISCUSSION

ONCOLOGY
Apt. Arista Indraswari, M.Sc
Apt. Fitri Setyaningsih, M.Sc
Apt. Bayu Prio Septiantoro
KASUS 1
Pasien Tn. B (35 th, TB 169 cm, BB 48 kg) dengan diagnosa Limfoma Non
Hodgkin masuk rumah sakit tanggal 10/6/2021 untuk menjalani kemoterapi
yang ke 4. Pasien mengatakan saat ini tidak ada keluhan. Pasien membawa
beberapa berkas diantaranya yaitu hasil lab darah terakhir (2/6/2021), protocol
kemoterapi, dan hasil pemeriksaan histopatologi. Ada riwayat TB, sudah
selesai terapi. Sudah terpasang CVC 2 lumen.
HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI
KETERANGAN KLINIK :
Sediaan biopsi dan aspirasi dari mediastium laki-laki usia 35 tahun dengan diagnosis klinik curiga
tumormediastinum.
PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA :
CD20 : (+) Positif difus pada sel-sel tumor.
CD23 : (-) Negatif pada sel-sel tumor.
CD5 : (-) Negatif pada sel-sel tumor.
CK19 : (-) Negatif pada sel-sel tumor.
TTF1 : (-) Negatif pada sel-sel tumor.
KESIMPULAN :
Berdasarkan morfologi dan pemeriksaan imunohistokimia memberi kesan suatu B-Cell Non Hodgkin
Lymphoma.
HASIL LAB (2/6/2021)
PROTOCOL
DA-EPOCH
(TANPA R)
• Kemoterapi dimulai tanggal 12/6/2021. Sebelum kemo diberikan
premedikasi inj. difenhidramin 30 mg, dexamethasone 20 mg dan
ranitidine 50 mg. Pukul 13.00 masuk injeksi Etoposide 75 mg intravena
(Jalur 1), dan injeksi Doxorubicin 15 mg + injeksi Vincristin 0,5 mg (Jalur 2)
selama 24 jam sampai besok 13/6/2021 jam 13.00 WIB. Obat oral
prednisone 5 mg (9-0-9) sesudah makan.
• Pukul 14.00 pasien mengeluhkan demam, suhu tubuh 38,8 °C. Dokter
memberikan advis parasetamol tablet 500 mg dan dexamethasone inj. 5
mg extra.
• Tanggal 13/6/2021 pukul 13.45 pasien kembali mengeluhkan demam,
suhu 40,9 °C, advis dokter kemoterapi stop dulu, cek ulang darah rutin.
KU: tampak menggigil, serta sesak nafas. TD: 117/70, nadi: 98 x/menit, RR:
24 x/menit, T: 40,9°C, SpO2: 99%, terpasang nasal kanul 10 lpm.
LAB TANGGAL 13/6/2021
TERAPI (13/6/2021)
1. NaCl 250 mL, 30 tpm
2. Parasetamol 1 gr / 8 jam PO
3. Inj. levofloksasin 750 mg / 24 jam
4. Prednisone 5 mg (9-0-9) PO.
5. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
6. Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam
7. Sucralfat 500 mg/8 jam PO
PROGRAM:
KULTUR DARAH 2 TEMPAT, KULTUR URIN, FOTO THORAX
LAB 14/6/2021
◦ Keluhan : BAB cair hingga 10x sehari, sesak nafas berkurang, batuk berdahak, sudah tidak demam
◦ TTV : TD: 117/70 mmHg, N: 98 x/mnt, RR: 24 x/menit, T: 37°C, SpO2: 99% in nasal kanul 10 lpm
◦ Diagnosa : LMNH, SEPSIS, DIARE
◦ Terapi : 1. Inf. NaCl 0.9% 30 tpm Tanggal 15/6/2021
2. Parasetamol 1 gr / 8 jam PO
3. Inj. Levofloksasin 750 mg / 24 jam
4. Inj. Meropenem 1 g/8 jam IV habis dalam 3 jam
5. Attapulgite 2 tab/8 jam
6. N-Acetylcystein 200 mg/8 jam PO
7. Prednisone 5 mg (9-0-9) PO.
8. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
9. Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam
10. Sucralfat 500 mg/8 jam PO
Program : PRC, Leukodepleted 1 kolf, dan Trombosit 4 kolf
PHARM CARE?
Diketahui pada rawat inap sebelumnya (19/3/21) pasien pernah
mendapatkan antibiotic ciprofloxacine infus 400 mg/12 jam selama 10
hari.

Lakukan PTO (Telaah protokol kemoterapi, analisis


DRP dalam metode SOAP) pada kasus diatas
(tanggal 15/6/2021)
DISKUSI

BSA: De Bois 1.535 ≈ 1,54


Mosteller 1,501

Sumber BCCA
• PREDNISON 60 MG X 1,54 = 92,4 ≈ 90 MG
• DOXORUBICIN 10 MG X 1,54 = 14,4 ≈ 15
• VINCRISTIN 0,4 MG X 1,54 = 0,616 ≈ 0,5
• ETOPOSIDE 50 MG X 1,54 = 77 ≈ 75
• CYCLOPHOSPHAMIDE 750 MG X 1,54 = 1,155

GFR: 77,78 mL/min


Ensure patient has central line
Doxorubicin: vesicant
Vincristin: vesicant
Etoposide: irritant
Cyclophosphamide: non vesicant
• Doxorubicin, vincristine and etoposide are administered concurrently
over 24 hours on days 1-4 as per local practice.
• Day 5 Cyclophosphamide is administered in as a bolus or alternatively in
500mL sodium chloride 0.9% over 30 minutes.
Emetogenicity
This regimen has moderate emetic potential
S: BAB cair kurang lebih 10x sehari, sesak nafas berkurang, batuk berdahak, sudah tidak demam

O: TD: 117/70 mmHg, N: 98 x/mnt, RR: 24 x/menit, T: 37°C, SpO2: 99%.

TB: 169 cm, BB: 48 kg, BSA: De Bois 1.54

Diagnosis: kemoterapi LMNH ke 4 regimen DA-EPOCH, sepsis, diare

Leukosit 5.100

Trombosit 48.000

Hb 9,3

Prokalsitonin 75

A: 1. Interaksi obat potensial antara ondansetron dan levofloxacine dapat meningkatkan interval QT

2. Evaluasi penggunaan parasetamol tab 1 gr /8 jam hari ke 3

3. Penurunan trombosit kemungkinan karena efek samping dari doxorubicin dan atau etoposide (NARANJO: 7)

4. Diare kemungkinan karena efek samping obat doksorubisin dan etoposide (NARANJO: 6)

P: 1. Usul pemberian parasetamol jika ada keluhan demam saja

2. Prednison sebagai bagian dari kemoterapi DA-EPOCH dapat dipertimbangkan untuk ditunda terlebih dahulu

3. Monitoring trombosit, leukosit, Hb, suhu, RR, TD, nadi, prokalsitonin.

4. Edukasi efek samping potensial obat kemoterapi; kencing merah, rambut rontok, serta edukasi protocol kemoterapi
POTENSI EFEK SAMPING OBAT
• Doxorubicin: Trombositopenia 24%, sariawan 37%, diare 10%,
Leukopenia 42%,
• Etoposide: Trombositopenia 28-41%, diare 13%, sariawan 6%,
leukopenia (60-90%)
As local policy = berdasarkan aturan local yang berlaku
PEDOMAN PROFILAKSIS ANTIMIKROBA (IDSA)
• Profilaksis antibakteri dan antijamur direkomendasikan untuk pasien yang
berisiko tinggi mengalami infeksi, termasuk pasien yang diperkirakan mengalami
neutropenia yang berkepanjangan dan berat; <100 neutrofil/mL selama 7 hari
atau faktor risiko lainnya.
• Pasien dengan seropositif virus herpes simpleks yang menjalani transplantasi
sumsum tulang alogenik atau kemoterapi induksi pada leukemia harus
menerima profilaksis antivirus seperti asiklovir.
• Profilaksis pneumocystis jirovecii direkomendasikan untuk pasien yang menerima
rejimen kemoterapi yang berisiko > 3,5% untuk pneumonia akibat organisme ini
(misalnya, mereka yang mendapatkan ≥ 20 mg prednison setiap hari selama 1
bulan, atau penggunaan obat purin analog; fludarabine, 6MP)

https://ascopubs.org/doi/pdf/10.1200/JCO.18.00374
CINV

Dose on Day of Chemotherapy Dose(s) on Subsequent Days


DIFENHIDRAMIN
Diphenhydramine secara historis telah diberikan sebagai premedikasi sebelum
cetuximab, rituximab, dan paclitaxel karena risiko reaksi infus yang dapat
mengancam jiwa. Penelitian-peneitian telah menunjukkan pengurangan
angka reaksi tersebut dengan penggunaan premedikasi yang mencakup
antagonis H1 dan kortikosteroid.
Durham CG, Thotakura D, Sager L, Foster J, Herrington JD. Cetirizine versus diphenhydramine in the prevention of chemotherapy-related
hypersensitivity reactions. J Oncol Pharm Pract. 2019 Sep;25(6):1396-1401. doi: 10.1177/1078155218811505. Epub 2018 Nov 12. PMID:
30419768.

BENZODIAZEPINE
Digunakan untuk mengobati kecemasan, insomnia dan kejang, tidak
menyebabkan efek penghambatan langsung pada mual dan muntah;
namun, sifat ansiolitik, sedatif, dan amnestiknya berguna bila obat ini
diberikan bersama dengan antiemetik lain. Ketika diberikan kepada pasien
yang menerima kemoterapi, lorazepam terbukti mengurangi durasi mual,
keparahan mual muntah, dan jumlah episode muntah.

https://www.uspharmacist.com/article/prevention-of-chemotherapyinduced-nausea-and-vomiting
SEPSIS
Suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang disebabkan oleh respon host yang tidak
beraturan terhadap infeksi, yang mengakibatkan disfungsi organ.
Identifikasinya yaitu 2 atau lebih kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dengan suspek infeksi atau terkonfirmasi.

SIRS:
►Temperature below 36°C or above 38°C
►Heart rate greater than 90/minute
►Respiratory rate above 20/minute, or arterial partial pressure of carbon dioxide less
than 32 mm Hg
►White blood cell count less than 4 × 109 /L or greater than 12 × 109 /L, or more
than 10% bands.
SOFA adalah sistem penilaian objektif untuk menentukan disfungsi organ utama.
Masalahnya adalah bahwa hal tersebut bergantung pada kemampuan dokter untuk
mengidentifikasi infeksi penyebab disfungsi organ, yang dapat tidak terlihat sejak dini,
sehingga kurang sensitif dibandingkan SIRS untuk mendiagnosis sepsis dini.
Studi telah menyarankan bahwa kriteria SIRS digunakan untuk mendeteksi sepsis, sedangkan
qSOFA digunakan hanya sebagai alat ukur.
Skor qSOFA 2 atau lebih dengan suspek infeksi atau terkonfirmasi merupakan tanda untuk
pengobatan yang agresif, termasuk pemantauan kondisi yang ketat dan kriteria masuk ICU.
ANTIBIOTIK PADA SEPSIS

 Obat antimikroba empiris harus berspektrum luas, mencakup semua


kemungkinan patogen.
 Pilihan antimikroba empiris harus mempertimbangkan sumber infeksi,
penggunaan antibiotik sebelumnya, pola sensitivitas patogen lokal,
kondisi imunosupresi, dan faktor risiko organisme resisten.
 Pemberian antibiotik gram-negatif ganda mungkin sesuai bila ada
kecurigaan untuk infeksi organisme yang resistan terhadap banyak
obat seperti Pseudomonas atau Acinetobacter.
 Jika infeksi diduga merupakan nosokomial, direkomendasikan agen
anti-MRSA .
Kemungkinan sumber infeksi pada pasien ini:
1. Lower respiratory hospital: HAP
2. Abdomen
HAP (Hospital Acquired Pneumonia)
◦ ♥ Pasien dengan dugaan VAP atau HAP, rejimen antimikroba empiris
harus memiliki aktivitas melawan Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa.
◦ ♫ Cakupan antibiotik antipseudomonal ganda dari dua kelas yang
berbeda harus dipertimbangkan untuk pasien yang memiliki faktor
risiko resistensi antimikroba.
◦ ♦ Agen dengan aktivitas melawan methicillin-resistant S
aureus (MRSA) harus diberikan jika pasien memiliki faktor risiko
resistensi antimikroba berikut:
Untuk pasien dengan suspek VAP/HAP yang tidak memenuhi
kriteria MRSA, pedoman menyarankan rejimen empiris yang
mencakup piperacillin/tazobactam, cefepime, levofloxacin,
imipenem, atau meropenem.

https://www.uspharmacist.com/article/updated-idsa-ats-guidelines-on-
management-of-adults-with-hap-and-vap
Intra-abdominal Infection (IAI)
• Dalam konteks infeksi intra-abdomen, masalah resistensi
antibiotic terutama ditimbulkan oleh Enterobacteriaceae
penghasil ESBL, yang biasanya pada infeksi yang didapat di
rumah sakit (HA-IAIs).
• Faktor risiko spesifik untuk bakteri penghasil ESBL pada infeksi
yang didapat dari komunitas termasuk paparan terhadap
antibiotic terutama sefalosporin generasi ketiga atau
fluorokuinolon dalam 90 hari.
• HA-IAIs umumnya disebabkan oleh flora yang sudah resisten.
Regimen multiobat yang kompleks mungkin diperlukan untuk lini
pertama, terapi empiris.
◦ Flora yang resisten biasanya Pseudomonas
aeruginosa Acinetobacter spp, K. pneumonia
yang memproduksi ESBL, E. coli dan Enterococci
yang resisten terhadap vankomisin.
◦ HA-IAIs adalah infeksi yang didapat di RS (yang
muncul lebih dari 48 jam setelah masuk RS),
termasuk juga infeksi pada pasien yang baru Hyperpigmentation,

masuk RS, dengan adanya riwayat masuk RS desquamation, and epilation


generally occur only after high
dose RT.
sebelumnya dalam 90 hari, tinggal di fasilitas
perawatan kesehatan jangka panjang lainnya,
menggunakan terapi medis agresif (terapi
intravena, balut luka) di rumah, dan terapi invasif
(hemodialisis, kemoterapi, radioterapi) di klinik
rawat jalan dalam waktu 30 hari.
◦ Terapi antijamur empiris untuk spesies Candida
direkomendasikan untuk pasien dengan HA-IAIs,
terutama mereka yang baru saja menjalani
operasi abdomen atau kebocoran anastomosis.
◦ Terapi antijamur empiris untuk Candida spp
biasanya tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan infeksi intra-abdominal yang didapat dari
komunitas, dengan pengecualian pasien sakit kritis
atau pasien dengan gangguan sistem imun.
◦ Jika Candida albicans teridentifikasi, flukonazol
adalah pilihan pengobatan yang tepat. Untuk
spesies Candida yang resisten terhadap
flukonazol, digunakan echinicandin.
◦ Pada pasien critically ill, echinocandin harus
menjadi pilihan pertama.

https://wjes.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s13017-017-0141-6.pdf
https://www.aafp.org/afp/2010/0915/afp20100915p694.pdf
NEXT …
HASIL LAB 20/6/2021
21/6/2021
Keluhan : Sariawan, masih bisa menelan, sudah tidak diare, tidak demam, sudah tidak batuk
TTV : TD: 120/90 mmHg, RR: 20x/min, T: 37°C, N: 80x/min
Diagnosa : LMNH on kemo ke-4, Anemia perbaikan, Oral Mukositis grade 1, Trombositopenia, Neutropenia
Terapi :
1. Inf NaCl 0,9% 20 tpm
2. PCT tab 1 gr / 8 jam K/P (demam)
3. Attapulgite 2 tab/8 jam K/P (diare)
4. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
5. Sucralfat 500 mg/8 jam PO
6. Flukonazole 200 mg/24 jam PO
7. Asiklovir 400 mg/12 jam PO
8. Minosep gargle (kumur/8 jam)
9. N-Acetylcystein 200mg/8 jam PO
10. Inj levofloksasin 750 mg / 24 jam
11. Inj. Meropenem 1 gr/8jam IV habis dalam 3 jam
KULTUR DARAH
DIAMBIL TGL 14/6/21
KULTUR URIN
PEMERIKSAAN SPUTUM
DIAMBIL TGL 17/6/21
PHARM CARE?

Lakukan analisis DRP dalam metode SOAP


SOAP
S: Sariawan, masih bisa menelan, sudah tidak diare, tidak demam, sudah tidak batuk
O: TD: 120/90 mmHg, RR: 20x/min, T: 37°C, N: 80x/min
Diagnosa : oral mukositis grade 1, trombositopenia, neutropenia, anemia perbaikan
Hb 10,1, Leukosit 0,4 ANC 20, Trombosit 62.000
Kultur darah P. aeruginosa; levofloxacine (S), meropenem (S)
Kultur sputum, pewarnaan jamur, yeast cell dan pseudohifa positif
Kultur urin tidak ada pertumbuhan kuman
A: 1. Pasien saat ini sudah tidak batuk masih mendapatkan N asetilsistein 200 mg/8 jam
2. Pasien mengalami penurunan leukosit dan ANC dapat dipertimbangkan pemberian GCSF
3. Pasien mengalami penurunan leukosit dan oral mucositis. Kemungkinan karena efek samping obat
doksorubisin dan atau etoposide dengan skor NARANJO …
P: 1. Usul pemberian N-asetilsistein jika ada keluhan batuk saja
2. Usul pemberian filgrastim 300 mcg/24 jam SC
3. Monitor ANC, Leukosit, TTV, trombosit , sariawan dan batuk
https://sunnybrook.ca/uploads/Febrile_Neutropenia.pdf
Mucositis and stomatitis can be:
ORAL MUCOSITIS
a. Direct: Drug induced; whereby
the specific drugs used affect
oral integrity.
b. Indirect: Occurs around the
NADIR (10-14 days after
treatment with
chemotherapy) and is
believed to occur as the
lymphocytes and oral mucosa
cells rates of reproduction are
similar.
https://www.scielo.br/j/rdor/a/pTMKZJSVJ7GjVX8kLHspSZb/?format=pdf&lang=en
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai