Anda di halaman 1dari 36

87

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEMAM TIFOID
ICD 10

1. Pengertian Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman


(definisi) Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi

2. Anamnesa Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu


demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.
Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare

3. Pemeriksaan Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan


Fisik suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah
yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta
tremor), hepatomegali,splenomegali, nyeri abdomen, roseolae
(jarang pada orang Indonesia)

4. Kriteria 1. Gambaran klinis:


Diagnosis Demam, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual muntah,
obstipasi atau diare
2. Laboratorium:
 Lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal
 Neosinofilia, limfopenia
 Peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia
 Gangguan fungsi hati
 Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan
titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu
memastikan diagnosis
 Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis
 Uji Widal tunggal dengan titerantibodi O 1/320 atau H
1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong
diagnosis
 Pemeriksaan IgM Salmonella dengan titer > 4

5. Diagnosis Demam tifoid

6. Diagnosis 1. Deman berdarah dengue


Banding 2. Malaria
3. Leptospirosis

7. Pemeriksaan  TUBEX IgM Salmonella


Penunjang  Kultur darah di empedu (gall culture)

8. Terapi Nonfarmakologis :
 Tirah baring
 Makanan lunak randah serat
Farmakologis :
Antimikroba :
Pilihan utama : Cipfofloxacin 2 x 500mg sampai dengan 7 hari
bebas demam
88

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

.
Alternatif lain :
o Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol)
o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
o Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu
o Sepalosporin generasi III; yang terbukti efektif adalah
seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½
jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari. Dapat pula
diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon2 x 1
gram
o Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III
atau menjelang hari IV)
o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
o Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

9. Edukasi 1. Istirahat
2. Diet lunak rendah serat

10. Prognosis Bonan, namun ad sanationam dubia, karena penyakit dapat


terjadi berulang
11. Lama 7 – 21 hari
Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian
Deman Tifoid.
2. Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I, Simadbrata, M. Setiati,
edc. Buku ajar penyakit dalam 4 ed. Vol III Jakarta : Pusat
Penerbitan Depatemen Penyakit Dalam FKUI, 2006

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
89

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEMAM BERDARAH DENGUE


ICD 10 : A.90 dan A.91

1. Pengertian Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue


(definisi) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan
Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk
demam berdarah dengue (DBD)

2. Anamnesa Demam 2-7 hari, bifasik. Terdapat manifestasi perdarahan


bintik-bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah
darah, BAB hitam
3. Pemeriksaan  Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, bifasik
Fisik  Terdapat minimal satu dari menifestasi pendarahan
berikut ini :
 Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Dapat dijumpai efusi pleura, efusi perikard, asites

4. Kriteria 1. Gambaran klinis:


Diagnosis Demam 2-7 hari, bifasik
2. Laboratorium:
 Trombositopenia (<100.000/mm3)
 Hematokrit meningkat >20%
 Hematokrit turun hingga >20 % dari hematokrit awal

5. Diagnosis Demam berdarah dengue

6. Diagnosis Demam dengan manifestasi trombositopenia


Banding
7. Pemeriksaan Hb, Ht, lekosit, trombosit, serologi dengue
Penunjang
8. Terapi Nonfarmakologis :
 Tirah baring
 Diet nasi biasa
Farmakologis :
 Parasetamol bila demam
 Cairan intravena: Ringer laktat atau ringer asetat4-6
jam/kolf
 Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan
IV
 Bila diperlukan tranfusi trombosit dan komponen
darah sesuai indikasi pertimbangan heparinisasi pada
DBD stadium III atau IV dengan koagulasi
intravaskuler diseminata (KID)

9. Edukasi 1. Istirahat
2. Banyak minum
3. Awasi tanda-tanda perdarahan
90

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

10. Prognosis Prognosis jika tanpa komplikasi umunya dubia ad bonam,


karena hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit

11. Lama 7 – 10 hari


Perawatan

12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan 1. Kemeskes RI. Tat Laksana Deman Berdarah Denque,
Jakarta
2. Chen, K. Pohan, H’T, SInto, R, Diagnosis dan Terapi
Cairan pada Deman Berdarah Denguq. Medicinus. Jakarta.
2009. Vol 22;p.3-7.
3. WHO. Denguq Haemorhagis Fever ; diagnois, treatment,
prevention and control 2 nd Edition, Genive,1977

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
91

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

MALARIA
ICD 10: B.54

1. Pengertian Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium


(definisi) falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, atau
Plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles

2. Anamnesa Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau
pergi ke daerah endemik malaria, trias malaria (keadaan
menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul
keringat yang banyak

3. Pemeriksaan Demam, konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali


Fisik
4. Kriteria 1. Gambaran klinis:
Diagnosis Demam, menggigil, berkeringat banyak
2. Laboratorium:
Sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium

5. Diagnosis Malaria

6. Diagnosis Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan,


Banding leptospirosis, ensefalitis

7. Pemeriksaan Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi
Penunjang ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit,
hemostatis, rontgen toraks, EKG
8. Terapi Nonfarmakologis :
 Tirah baring
 Diet nasi biasa
Farmakologis :
Infeksi P. vivax atau P. ovale
Daerah sensitif klorokuin
 Primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
 Kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari
Daerah resisten klorokuin
 Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari
 Ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
Infeksi P. falciparum ringan / sedang, infeksi campur
P.falciparum dan P. vivax
 Artemisin
Hari I : 4 tablet (200 mg)
Hari II : 4 tablet (200 mg)
Hari III : 4 tablet (200 mg)
 Amodiaquin
Hari I : 4 tablet (600 mg)
Hari II : 4 tablet (600 mg)
Hari III : 2 tablet (600 mg)
92

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

 Bila perlu ditambah terapi radikal : ditambah primakuin 45


mg ( 3 tablet) (dosis tunggal); infeksi campur: primakuin
15 mg selama 14 hari → bila resisten dengan pengobatan
tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x
400-600 mg/hari selama 7 hari

Malaria berat
 Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0,
12, 24, dilanjutkan satu kali per hari
 Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml
D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum2000 mg)
dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12
jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau
sampai hitung parasit malaria sesuai target (total
pemberian parenteral dan per oral selama 7 hari dengan
dosis per oral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari)
 Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan
tetrasiklin 94 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari atau
doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari

9. Edukasi Istirahat

10. Prognosis Malaria falciparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria


ovale : bonam. Malaria berat : Dubia ad malam

11. Lama 7 – 21 hari


Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan 1. Braunwald, E. Fauci.A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.I. et. Al
Harisson’s : Priciple of Internal Medicine. 17 th Ed. New
York : McGraw-Hill Companies, 2009.
2. Dirjen Pengendaliam Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Dekpkes RI Jakarta. 2008

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
93

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK


ICD 10

1. Pengertian Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan


(definisi) oleh infeksi.
Renjatan (syok) septik: sepsis dengan hipotensi, ditandai
dengan penurunan TDS <90 mmHg atau penurunan >40 mmHg
dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat
menurunkan TD.
Sepsis berat: gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi
organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati,
ginjal, paru-paru, dan asidosis metabolic.

2. Anamnesa Demam, sesak, terdapat kecurigaan sumber infeksi

3. Pemeriksaan  Suhu badan >38oC atau 36 oC


Fisik  Frekuensi denyut jantung >90x/menit
 Frekuensi pernafasan >24x/menit

4. Kriteria Sepsis ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :


Diagnosis  Suhu badan >38oC atau 36 oC
 Frekuensi denyut jantung >90x/menit
 Frekuensi pernafasan >24x/menit atau PaCO2 <32
 Hitung leukosit >12.000/mm3 atau <4.000/mm3, atau adanya
>10% sel batang
 Ada fokus infeksi yang bermakna
5. Diagnosis Sepsis dan renjatan septik

6. Diagnosis Renjatan kardiogenik dan renjatan hipovolemik


Banding
7. Pemeriksaan DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD,
Penunjang elektrolit,kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll)
disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba,
foto toraks
8. Terapi  Eradikasi fokus infeksi
 Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat
infeksi,
 Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi (sesuai indikasi) pada
renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respons
secepatnya
 Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera
diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid.
 Oksigenasi sesuian kebutuhan. Ventilator diindikasikan
pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan
neurologis, atau kegagalan otot pernafasan
 Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan
vasoaktif untuk mancapai tekanan darah sistolik >90
mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan >30
ml/jam
94

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

 Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan


dosis >8 μg/kgBB/menit, neropinefin 0,03-1,5
μg/kgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 μg/kgBB/menit, atau
epinefrin 0,1-0,5 μg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi
miokard, dapat digunakan inotropik seperti dobutamin
dengan dosis 2-28 μg/kgBB/menit, dopamin 3-8
mcg/kgBB/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit,
atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)
 Tranfusi komponen darah sesuai indikasi
 Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah, dan
asidosis metabolik (secara empiris dapat diberikan bila
pH<7,2, atau bikarbonat serum <9 mEg/l, dengan
disertai upaya perbaikan hemodinamik)
 Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
 Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya
tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis
100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam
dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk
mencapai target aPTT 1,5-2 kali kontrol atau
antikoagulan lainnya

9. Edukasi Istirahat

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Lama 7 – 21 hari


Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
95

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DIARE
ICD 10

1. Pengertian Diare menurut WHO adalah buang air besar dengan


(definisi) frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga
kali sehari dengan konsistensi lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang
dari dua minggu. Ada dua bentuk diare akut yaitu tipe
disenteriform dan choleriform. Tipe disenteriform biasanya
disebabkan oleh Shigella sp, sedangkan tipe choleriform
disebabkan oleh Vibrio cholera.

2. Anamnesis BAB encer, mual, muntah, dengan atau tanpa demam dan
nyeri perut, rasa haus, bibir kering.

3. Pemeriksaan keadaan umum, tanda-tanda dehidrasi seperti rasa haus,


Fisik mata cekung, ubun-ubun besar cekung (pada anak), bibir
kering, turgor perut kurang, air mata kurang, asidosis
metabolik (pernapasan Kussmaul).

4. Kriteria 1. Anamnesis : BAB encer, mual, muntah, dengan atau


Diagnosis tanpa demam dan nyeri perut, rasa haus, bibir kering
2. Pemeriksaan fisik : keadaan umum, tanda-tanda
dehidrasi seperti rasa haus, mata cekung, ubun-ubun
besar cekung (pada anak), bibir kering, turgor perut
kurang, air mata kurang, asidosis metabolik (pernapasan
Kussmaul).
3. Laboratorium : darah perifer lengkap, ureum, creatinin,
elektrolit (Na, K dan Cl), analisa gas darah, Imunoassay
(toksin bakteri, antigen virus dan antigen protozoa) dan
feses lengkap serta biakan dan resistensi feses.

Penyebab diare akut :


1.Diet yang tidak sesuai
2. Obat-obatan laksatif
3. Keracunan makanan dalam 6 – 24 jam terakhir
4. Infeksi saluran cerna
5. Alergi

5. Diagnosis Diare akut tipe disenteriform atau choleriform

6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Feses rutin
Penunjang
96

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

8. Terapi 1. Rehidrasi sebagai pengobatan utama, tergantung pada


:
Jenis cairan yang digunakan
Jumlah cairan yang diberikan
Jalan masuk atau cara pemberian cairan

2. Memberikan terapi simtomatik


Koreksi gangguan asam basa
Antimikroba hanya diberikan bila disebabkan oleh infeksi
Vibrio cholera tetrasiklin dosis 50 mg/kgBB dibagi dalam
4 dosis selama 3 hari. Bila disebabkan oleh Shigella
diberikan kotimoksazol 2 x 960 mg/hari selama 3 hari
Obat spasmolitik tidak dianjurkan pada diare yang
disebabkan infeksi.

9. Edukasi

10. Prognosis
11. Lama 3–7
Perawatan
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator Medis

16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
97

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

AIDS/HIV (SIDA)
ICD 10

1. Pengertian Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan


(definisi) penunjang

2. Anamnesa Stadium WHO :


• Stadium 1 : asimtomatik, limfadenopati generalisata
• Stadium 2
- Berat badan turun < 10 %
- Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik,
prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis
angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi saluran napas rekuren
• Stadium 3
- Berat badan turun > 10 %
- Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
- Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) > 1
bulan
- Kandidiasis oral
- Oral hairy leukoplakia
- Tuberkulosis paru
- Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
• Stadium 4
- HIV wasting syndrome
- Pneumonia Pneumocystis carinii
- Toksoplasma serebral
- Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau KGB
(mis:retinitis CMV)
- Infeksi hespes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau
viseral
- Progressive multifocal leucoencephalopathy
- Mikosis endemic diseminata
- Kandidiasis esofagus, trakea dan bronkus
- Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
- Septikemia salmonela non tiposa
- Tuberkulosis ekstrapulmoner
- Limfoma
- Sarkoma kaposi
- Ensefalopati HIV

3. Pemeriksaan Stadium WHO


Fisik Stadium 1 : asimtomatik, limfadenopati generalisata
Stadium 2
 Berat badan turun < 10 %
 Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik,
prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis
angularis)

98

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PEYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

 Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir


 Infeksi saluran napas rekuren
 Stadium 3
 Berat badan turun > 10 %
 Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
 Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) > 1
bulan
 Kandidiasis oral
 Oral hairy leukoplakia
 Tuberkulosis paru
 Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4
 HIV wasting syndrome
 Pneumonia Pneumocystis carinii
 Toksoplasma serebral
 Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
 Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau KGB
(mis:retinitis CMV)
 Infeksi hespes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau
viseral
 Progressive multifocal leucoencephalopathy
 Mikosis endemic diseminata
 Kandidiasis esofagus, trakea dan bronkus
 Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
 Septikemia salmonela non tiposa
 Tuberkulosis ekstrapulmoner
 Limfoma
 Sarkoma kaposi
 Ensefalopati HIV

4. Kriteria -
Diagnosis
5. Diagnosis Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali reaktif dengan reagen yang
berbeda

6. Diagnosis Penyakit imunodefisiensi primer


Banding
7. Pemeriksaan  Anti HIV ELISA
Penunjang  Anti HIV western blot
 Antigen p-24
 Hitung CD4 < 200 sel/mm3
 Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
 Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik

8. Terapi 1. Konseling
2. Terapi suportif
3. Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi
oportunistik
99

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PEYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

4. Vaksinasi pada penerita HIV/AIDS


5. Terapi pasca paparan HIV (post exposure prophylaxis)
6. Terapi antiretrovirus kombinasi, yang paling sering dipakai
di Indonesia adalah kombinasi antara Zidovudin (ZDV) 300
mg/Lamivudin (3TC) 150 mg 2 x 1 tablet (nama dagang
Duviral) dan Nevirapin (NVP) 200 mg 1 x 1 tablet (nama
dagang Neviral)

Obat ARV (antiretroviral) direkomendasikan pada :


 Semua pasien yang telah menunjukkan gejala sesuai
kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang berat
tanpa melihat jumlah limfosit CD4.
 Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4 < 200 sel/mm3.
 Pasien asimtomatik dengan limfosit CD4 200 – 350
sel/mm3 ditawarkan untuk memulai terapi.
 Pasien asimtomatik dengan CD4 > 350 sel/mm3 dan viral
load ≥ 100.000 kopi/ml (dapat juga ditunda).

9. Edukasi
10. Prognosis
11. Lama 7 – 21 hari
Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
100

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PEYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

HELMINTIASIS
ICD 10

1. Pengertian Infeksi cacing yang disebabkan oleh nematoda saluran


(definisi) cerna. Penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu infeksi
langsung atau larva yang menembus kulit. Infeksi cacing
yang tersering menyerang manusia adalah jenis Ascaris
lumbricoides (cacing tambang), Oxyuris vermicularis (cacing
kremi), Ancylostoma spesies (cacing gelang) dan Trichuris
trichiura.

3. Anamnesa ASKARIASIS
Anamnesis: panas, batuk, batuk darah dan sesak napas,
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi, gatal-
gatal dan gejala ileus
OKSIURIASIS
Anamnesis: rasa gatal pada anus (pruritus ani) yang timbul
pada malam hari, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sukar tidur dan gelisah, nyeri perut, mual, muntah
dan mencret
ANKILOSTOMIASIS
Anamnesis: rasa gatal di kaki, ruam makulopapular, batuk
darah, rasa tidak enak diperut, kembung, sering
mengeluarkan gas, mencret
TRIKURIASIS
Anamnesis: nyeri perut, sukar buang air besar, mencret,
kembung, sering flatus, mual, muntah, ileus dan turunnya
berat badan

4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik: anemia, bising usus meningkat

5. Kriteria Diagnosis ASKARIASIS


 Anamnesis : panas, batuk, batuk darah dan sesak
napas, mual, nafsu makan berkurang, diare atau
konstipasi, gatal-gatal dan gejala ileus.
 Pemeriksaan penunjang : eosinofilia pada foto toraks
tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang
menghilang dalam waktu 3 minggu (sindrom Loeffler).
 Diagnosis banding : urtikaria, asma dan pneumonia
 Komplikasi : reaksi alergi yang berat, pneumonia

OKSIURIASIS
 Anamnesis : rasa gatal pada anus (pruritus ani) yang
timbul pada malam hari, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sukar tidur dan gelisah, nyeri perut,
mual, muntah dan mencret.
 Pemeriksaan laboratorium : eosinofilia, swab perianal
ditemukan telur atau cacing dewasa.
 Komplikasi : apendisitis, vaginitis
101

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ANKILOSTOMIASIS
 Anamnesis : rasa gatal di kaki, ruam makulopapular, batuk
darah, rasa tidak enak diperut, kembung, sering
mengeluarkan gas, mencret.
 Pemeriksaan fisik : anemia, bising usus meningkat
 Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, telur cacing dan
larva dalam tinja dan sputum, esosinofilia, hipoalbuminemia.
 Komplikasi : dermatitis, anemia berat, bronkhitis,
bronkhopneumonia

TRIKURIASIS
 Anamnesis : nyeri perut, sukar buang air besar, mencret,
kembung, sering flatus, mual, muntah, ileus dan turunnya
berat badan
 Pemeriksaan fisik : anemia, bising usus normal atau
meningkat
 Laboratorium : anemia hipokrom, eosinofilia dan telur atau
cacing dalam tinja
 Komplikasi : perforasi usus atau prolaps rekti

6. Diagnosis

7. Diagnosis
Banding
8. Pemeriksaan ASKARIASIS
Penunjang Pemeriksaan penunjang : eosinofilia pada foto toraks tampak
infiltrat yang mirip pneumonia viral yang menghilang dalam
waktu 3 minggu (sindrom Loeffler).

OKSIURIASIS
Pemeriksaan laboratorium : eosinofilia, swab perianal ditemukan
telur atau cacing dewasa.

ANKILOSTOMIASIS
Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, telur cacing dan
larva dalam tinja dan sputum, esosinofilia, hipoalbuminemia.

TRIKURIASIS
Laboratorium : anemia hipokrom, eosinofilia dan telur atau
cacing dalam tinja

9. Terapi Terapi Umum


 Perbaikan gizi dengan pemberian nutrisi tinggi kalori dan
protein, multivitamin dan mineral.
 Preparat besi (sulfas ferosus) 3 x 200 mg/hari dapat
diberikan untuk mengatasi anemia, bila Hb < 5 g/dl dapat
dikoreksi dengan transfusi darah.
Terapi Spesifik
 Antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal-gatal
 Obat-obat cacing :
 Pirantel pamoat dosis 10 mg/kg BB sebagai dosis
tunggal
102

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

 Mebendazol dosis tunggal 500 mg, diulang setelah 2


minggu
 Albendazol dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2
minggu
 Piperazin sitrat dosis 2 x 1 gr selama 7 hari berturut-
turut, dapat diulang interval 7 hari
 Heksiresorsinol 0,2 % 500 ml dalam bentuk enema
dalam waktu 1 jam

10. Edukasi

11. Prognosis
12. Lama 3 – 7 hari
Perawatan
13. Tingkat
Evidens
14. Tingkat
Rekomendasi
15. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

16. Indikator
Medis
17. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
103

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

TETANUS
ICD.10. A.35

1. 1. Pengertian Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan


(definisi) meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan
oleh tetanospasmin, suatu eksotoksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

2. Anamnesa  Kejang setelah mengalami luka atau trauma yang


terkontaminasi dengan tanah, kotoran binatang atau
logam berkarat
 Kaku kuduk
 Nyeri tenggorok
 Kesulitan membuka

3. Pemeriksaan Fisik Rigiditas, spasme otot dan disfungsi otonomik, risus


sardonicus

4. Kriteria Diagnosis Klasifikasi beratnya tetanus


Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata,
tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau
tanpa disfagia.

Derajat II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang namapak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan
sedang dengan frekuensi napas > 30 kali, disfagia ringan.

Derajat III (berat)


Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi napas > 40 kali, serangan
apnea, disfagia berat dan takikardi > 120.

Derajat IV (sangat berat) : derajat 3 dengan gangguan


otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler.

5. Diagnosis Tetanus

6. Diagnosis Banding  Abses alveolar


 Keracunan striknin
 Reaksi obat distonik (fenotiazin dan metoklopramid),
 Meningitis/ensefalitis
 Rabies

7. Pemeriksaan  Leukosit mungkin meningkat


Penunjang  Perubahan non spesifik dapat dijumpai pada EKG
 Enzim otot meningkat
104

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

8. Terapi 1. Isolasi (terhindar dari rangsang cahaya dan suara)


2. Menghilangkan infeksinya :
- Antibiotik (penisilin prokain 2 x 1,5 jt unit)
- Perawatan luka (wound toilet)
- Hiperbarik oksigenasi (kuman anaerob)
3. Menetralisasi eksotoksin  ATS
- Dosis awal ATS 20.000 IU IM, dan 20.000 IU IV
- Selanjutnya 10.000 IU IM/hari, sampai gejala hilang
4. Mengatasi kejang dapat diberikan diazepam 2 amp dalam
500 cc D5 % 20 tetes/hari, dosis diazepam dapat
dinaikkan sampai 4 amp dalam 500 cc sesuai klinik
5. Mencegah terjadinya efek samping, misalnya pada otot
jantung dan otot pernapasan

9. Edukasi  Matinya penderita tetanus sering karena miocardiotoksis


 Perawatan penderita dilakukan multidisiplin
 Sebaiknya dirawat di ICU, untuk mengantisipasi bila
terjadi gagal jantung atau gagal napas

10. Prognosis
11. Lama 7 – 14 hari
Perawatan
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator Medis

16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
105

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FILARIASIS
ICD.10. B74.9

1. Pengertian Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing nematoda


(definisi) dari superfamili Filarioidea, yang menyerang sistem getah
bening dan jaringan subkutan.

2. Anamnesa Demam, menggigil dan berkeringat, nyeri kepala, mual, muntah,


fotofobi, nyeri otot, dan pembengkakan tungkai.

3. Pemeriksaan Fase akut radang saluran getah bening, orchitis, limfadenitis,


Fisik splenomegali, infiltrat paru-paru milier.

4. Kriteria Anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium


Diagnosis
5. Diagnosis Filariasis

6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan sediaan tetes tebal darah dari cuping telinga
Penunjang yang diambil pada malam hari (jam 21.00 – 02.00)
 Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat tetapi dapat
membantu diagnosis, misal : IHA, bentonite flocculation, tes
IFA FA

8. Terapi  Dietilkarbamzin merupakan satu-satunya obat pilihan, dosis


2 mg/kgBB tiga kali sehari selama 3 – 4 minggu
 Reaksi alergi terhadap mikrofilaria yang mati yang
mengakibatkan gejala demam tinggi dapat ditanggulangi
dengan aspirin, antihistamin atau kortikosteroid

9. Edukasi

10. Prognosis
11. Lama 7 – 14 hari
Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
106

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
107

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

MIKOSIS
ICD.10. B48.8

1. Pengertian Infeksi yang disebabkan oleh jamur pada manusia, dibagi


(definisi) menjadi infeksi jamur endemik (Histoplasmosis dan
Koksidioidomikosis) dan infeksi jamur oportunistik seperti
Kandidiasis yang merupakan infeksi jamur sistemik yang
paling sering.

2. Anamnesa Panas, menggigil, kelelahan, batuk nonproduktif, rasa tidak


enak di dada depan, nyeri otot, dan kadang-kadang reaksi
hipersensitivitas, batuk kronis yang disertai sputum dan darah.

3. Pemeriksaan Pada kandidiasis kulit dan mukosa ditemukan sebagai bercak


Fisik berwarna putih yang konfluen dan melekat pada mukosa.

4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang :laboratorium
5. Diagnosis Mikosis

6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Ada 4 pendekatan diagnosis laboratoris pada infeksi jamur,
Penunjang yaitu :
1. Pemeriksaan mikroskopik langsung : bahan dari sputum,
biopsi paru, kulit, kuku, dan feses
2. Biakan
3. DNA probe test
4. Pemeriksaan serologi

8. Terapi  Amfoterisin B iv untuk koksidioidomikosis dan kandidiasis


sistemik dengan dosis 0,5 – 0,7 mg/kgBB perhari selama 5
– 10 hari, bila perbaikan dilanjutkan itrakonazol 200 – 400
mg/hari.
 Pada infeksi histoplasmosis : itrakonazol 200 mg/hari
selama 6 – 12 minggu
 Terapi mutakhir anti jamur : golongan azole (katekonazol,
itrakonazol, flukonazol dan varigonazol)

9. Edukasi

10. Prognosis
11. Lama 7 – 14 hari
Perawatan
12. Tingkat
Evidens
108

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
109

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

LEPTOSPIROSIS
Kode : ICD.A27.9

1 .Pengertian Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen


(definisi) dari famili Leptospiraceae.

2. Anamnesa Demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual,


muntah, diare.

3. Pemeriksaan Injeksi konjungtiva. Ikterik, fotofobia, hepatomegali,


Fisik splenomegali, penurunan kesadaran.

4. Kriteria Diagnosis  Anamnesis


 Pemeriksaan fisik
 Laboratorium : dapat ditemukan leukositosis, peningkatan
amilase, lipase dan CK, gangguan fungsi hati, gangguan
fungsi ginjal, serologi leptospira positif (titer >1/100 atau
terdapat peningkatan >4 kali pada titer ulangan)

5. Diagnosis Demam, mual- muntah, mata kuning, lemas, BAK kuning

6. Diagnosis  Hepatitis tifosa


Banding  Ikterus obstriktif
 Malaria
 Kolangitis
 Hepatitis fulminan

7. Pemeriksaan DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amilase,


Penunjang lipase, serologi leptospira MAT (mikoaglutinasi test)

8. Terapi Nonfarmakologis
 Tirah baring
 Makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang
terlibat

Farmakologis
 Simtomatis
 Antimikroba pilihan adalah pilihan utama: Penisilin G 4 x
1,5 juta unit selama 5-7 hari. Alternatifnya tetrasiklin,
eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III,
fluorokuinolon

9. Edukasi
10. Prognosis Jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya adalah
dubia ad bonam

11. Lama 7 – 21 hari


Perawatan
12. Tingkat
Evidence
13.Tingkat
Rekomendasi
110

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

14.Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM


Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15.Indikator
Medis
16.Kepustakaan 1. Zein, Umar.Leptospirosis. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edis IV.Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal 1823-5
2.Cunha, Joh P. Leptospirosis.2 007
3.Dugdale, David C. Leposprirosis. 2004

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
111

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

INTOKSIKASI OPIAT
Kode : ICD.F11.9

1. Pengertian Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan


(definisi) obat golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin, opium,
pentaxokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan.

2. Anamnesa Informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat


yang ada.

3. Pemeriksaan Pupil miosis-pin point pupil, depresi nafas, penurunan


Fisik kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle
track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang.

4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Laboratorium: opiat urin positif atau kadar dalam darah
tinggi

5. Diagnosis Riwayat pemakaian opiat ( heroin, morfin, cocain ), depresi


susunan syafaf pusat, mual- muntah, kejang- kejang, sampai
penurunan kesadaran

6. Diagnosis Intoksikasi obat sedatif: barbiturat, benzodiazepin, etanol


Banding
7. Pemeriksaan Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks
Penunjang
8. Terapi Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C (airway, breathing,
circulation) dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan
universal. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen sesuai
kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai
kebutuhan.
Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0,4 mg intravena
pelan-pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg
intravena pelan-pelan atau dicernakan
3. Bila tidak ada respom, diberikan nalokson 1-2 mh intravena
tiap 5-10 menit hingga timbul respons (perbaikan
kesadaran, hilangnya depresi pernafasan, dilatasi pupil)
atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak
ada respon, diagnosis intoksikasi dalam 20-40 menit dikaji
ulang,
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien
dapat jatuh ke dalam keadaan overdosis kembali,
sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran
dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan
dapat dibreikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml
D5% atay NaCl 0,9% diberikan dalam 4-6 jam
112

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan


lakukan foto toraks
6. Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila :
pernafasan tak adekuat setelah pemberian nalokson yang
optimal, oksidenasi kurang meski ventilasi cukup, atau
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson
yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi
akibat spasme pilorik,bila diperlukan dapat dipasang NGT
untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada
intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi per
oral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30 mg
charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-
10 mg dan dapat diulang bila perlu pasien dirawat untuk
penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

9.Edukasi  Memberikan edukasi dan rehabilitasi tentang bahaya


pemakainan obat opiat
 Mendekatkan diri kepada tuhan/ keimanan
 Menerangkan bahwa opiat dapat menyebabkan
ketagihan, over dosis, bahkan kematian
10.Prognosis
11 .Lama 3 – 14 hari
Perawatan
12. Tingkat Evidens 4
13.Tingkat
Rekomendasi
14.Penelaah Kritis 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM
15.Indikator Medis

16.Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


113

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

CHIKUNGUNYA
Kode : ICD.A92.0

1. Pengertian Penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya yang


(definisi) disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
atau Aedes albopictus.

2. Anamnesa Demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, sakit


perut, nyeri sendi dan otot terutama sandi lutut, pergelangan
kaki dan persendian tangan dan kaki, serta bintik-bintik merah
di kulit terutama badan dan lengan.

3. Pemeriksaan Suhu tinggi, torniquet positif, petechiae, hepatomegali,


Fisik makulopapular rash, limadenopati .

4. Kriteria  Anamnesa
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Laboratorium : leukopenia, trombositopenia

5. Diagnosis Demam tinggi 2-7 hari, mual, muntah, nyeri sendi, kadang
timbul bintik pada kulit.

6. Diagnosis  Demam dengue


Banding  Demam berdarah dengue

7. Pemeriksaan  Pemeriksaan titer antibodi naik 4 kali lipat


Penunjang  Deteksi Antibodi Ig M Chikungunya
 Isolasi virus dalam serum
 Deteksi virus dengan PCR

8. Terapi  Tidak ada vaksin atau obat khusus


 Istirahat untuk mengurangi keluhan akut dan minum banyak
air
 Pengobatan berupa simtomatik dan suportif
 Non Steroid Inflamasi drug (NSAID) untuk atralgia, bila
atralgia menetap dapat diberikan Chloroquin fosfat 250 mg

9. Edukasi  Menjaga kebersihan lingkungan, sanitasi lingkungan


 Memberikan penjelasan bahwa chikungunya dapat
mewabah

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11.Lama 3 – 7 hari
Perawatan

11.Tingkat Evidens
12.Tingkat
Rekomendasi
114

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

13.Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM


Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

14.Indikator
Medis
15.Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
115

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

AVIAN INFLUENZA
ICD 10

1. Pengertian (definisi) Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A


subtipe H5N1 (H=hemagglutinin;N=neuraminidase)
yang pada umumnya menyerang unggas (burung
dan ayam). Virus avian influenza termasuk genom
RNA dari famili Orthomyxoviridae, ada 3 tipe virus
avian influenza yaitu A, B, dan C, hanya tipe A yang
menyebabkan infeksi pada unggas peliharaan yang
juga potensial menyerang manusia. Potensi
transmisi dari burung ke burung dan dari
burung/unggas ke manusia dimungkinkan karena
adanya kombinasi strain AI dengan tropisme yang
sama.

2. Anamnesa Riwayat demam yang tinggi dan timbul mendadak,


terdapat gejala Influenza Like Illness (ILI) seperti
batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan suara serak.
Bila berat terdapat tanda-tanda radang paru-paru
(pneumonia).

3. Pemeriksaan Fisik  Suhu badan mencapai ≥ 38 o C


 Bila berat: terdapat tanda-tanda radang paru
yaitu ronki basah sedang/kasar

4. Kriteria Diagnosis Dalam mendiagnosis kasus flu burung ada 4 kriteria


yang ditetapkan yaitu :
• Kasus dalam Investigasi
• Kasus suspek
• Kasus probabel
• Kasus konfirm

Kasus dalam investigasi


Seseorang yang telah diputuskan oleh dokter
setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan
infeksi H5N1. Kegiatan yang dilakukan berupa
surveilans semua kasus ILI dan Pneumonia di
rumah sakit serta mereka yang kontak dengan
pasien flu burung di rumah sakit.

Kasus suspek H5N1


Seseorang yang menderita demam dengan suhu >
38o C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini :
 Batuk
 Sakit tenggorokan
 Pilek
 Sesak napas
116

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Kasus probabel H5N1


Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih
keadaan di bawah ini :
 Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum
4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit
kuda atau uji ELISA.
 Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5
(terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum
tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke
Laboratorium Rujukan). Atau Seseorang yang meninggal
karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis
berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan
terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1
yang terkonfirmasi.

Kasus H5N1 terkonfirmasi


Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau
probabel
dan disertai:
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam
suatu laboratorium influenza nasional, regional atau
internasional yang hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh
WHO sebagai konfirmasi:
 Isolasi virus H5N1
 Hasil PCR H5N1 positif
 Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk
H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan
spesimen akut (diambil <7 hari setelah awitan gejala
 penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus
pula >1/80
 Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan
(onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain,
misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau
western blot spesifik H5 positif

5. Diagnosis Avian Influenza


6. Diagnosis  Demam Dengue
Banding  Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau
jamur
 Demam Typhoid
 HIV dengan infeksi sekunder
 Tuberkulosis paru

7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium


Penunjang Darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit),
spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan
tenggorok untuk konfirmasi diagnostik.
a. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction) untuk H5.
b. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
117

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

c. Uji Serologi :
 Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk
H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan
spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala
penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus
pula >1/80.
 Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan
(onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain,
misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau
western blot spesifik H5 positif.

Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral harus dilakukan pada
setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan
lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus
dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal
sebagai langkah diagnostik dini.

Pemeriksaan post mortem


Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung
tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem
dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen dikirim
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

8. Terapi Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) :


• Dewasa atau anak ≥ 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari
selama 5 hari
• Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari
selama 5 hari.
• Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan
sbb :
 40 kg : 75 mg 2x/hari
 23 – 40 kg : 60 mg 2x/hari
 15 – 23 kg : 45 mg 2x/hari
 ≤ 15 kg : 30 mg 2x/hari

Profilaksis
Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi
terpajan sampai 7-10 hari dari pajanan terakhir. Penggunaan
profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal hingga 6-8
minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman
Pengobatan lain:
 Antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipikal dan
atipikal (lihat petunjuk penggunaan antibiotik)
 Metilprednisolon 1-2 mg/kgBB IV diberikan pada pneumonia
berat, ARDS atau pada syok sepsis yang tidak respons
terhadap obat-obat vasopresor
 Terapi lain seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan
bergizi
 Rawat di ICU sesuai indikasi

9. Edukasi
118

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

10. Prognosis
11.Lama 7 – 14 hari
Perawatan
12. Tingkat
Evidens
13. Tingkat
Rekomendasi
14. Penelaah 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
Kritis 2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

15. Indikator
Medis
16. Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
119

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

INFEKSI NOSOKOMIAL
ICD 10.

1.Pengertian Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit,


(definisi) infeksi yang timbul/terjadi sesudah 72 jam perawatan pada
pasien rawat inap dan infeksi yang terjadi pada pasien yang
dirawat lebih lama dari masa inkubasi suatu penyakit. Infeksi
nosokomial terutama disebabkan oleh infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran napas, infeksi kulit, infeksi
luka operasi dan septikemia.
2.Anamnesa

3.Pemeriksaan
Fisik
4.Kriteria
Diagnosis
5.Diagnosis Infeksi nosokomial terutama disebabkan oleh infeksi dari
kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran napas, infeksi
kulit, infeksi luka operasi dan septikemia.
6.Diagnosis
Banding
7.Pemeriksaan Kultur darah, urin, pus, sputum, jaringan, tinja, rongga hidung
Penunjang dan orofaring.

8.Terapi  Sementara menunggu hasil biakan kultur, diterapi sesuai


empiris
 Antibiotik golongan beta laktam antara lain sefalosporin
 Beta laktam yang masih sensitif terhadap pseudomonas
adalah seftazidim dan sefoperazon
 Bila setelah 3 hari masih demam dan penyakit progresif
ditambahkan vankomisin
 Antifungal bila diduga kandidiasis sistemik
 Untuk pengobatan VAP (Ventilator Acquired Pneumonia)
kombinasi sefalosporin generasi ketiga dan aminoglikosid
atau aztreonam
.
9.Edukasi

10.Prognosis
11.Lama 7 – 14 hari
Perawatan
12.Tingkat Evidens
13.Tingkat
Rekomendasi
14.Penelaah Kritis 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM
120

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

15.Indikator Medis

16.Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001
121

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN/SMF PENYAKIT DALAM

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FEVER OF UNKNOWN ORIGIN


ICD 10

1.Pengertian  Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3


(definisi) o
C selama lebih dari 3 minggu, sudah dilakukan
pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau
minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum
dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi,
neoplasma, penyakit kalogen dan vaskular.
 FUO pada pasien HIV adalah demam >38.3 oC selama 4
minggu atau lebih pada pasien rawat jalan atau minimal 4
hari pada pasien yang dirawat dengan hasil pertumbuhan
mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab
: infeksi, obat, sarkoma, limfoma.
 FUO pada pasien netropenia (jumlah lekosit PMN,500/mm3)
adalah demam >38,3oC, dalam 3 hari perawatan
pertumbuhan mikro organisme masih negatif dari dugaan
fokus infeksi. Penyebab: infeksi.
 FUO pada geriatri adalah demam >38,3oC, dalam 3 hari
perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan
belum dapat ditentukan penyebab dari demam. Penyebab :
neoplasma, penyakit kalogen, infeksi.
 FUO pada pasien pediatri (usia <18 tahun) adlah demam
>38,3 oC selama lebih dari 8 hari, sudah dilakukan
pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau
minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum
dapat ditentukan penyebab demam. Penyebab : infeksi,
penyakit kalogen, neoplasma.
 FUO pada pasien nosokomial demam >38,3oC timbul pada
pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai dirawat serta
pada masa permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi,
penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk
hasil pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan
fokus infeksi. Penyebab: infeksi.
 FUO iatrogenik adalah demam >38,3 oC akibat penggunaan
obat : penisilinm, sefalosforin, sulfonamida, atropin, fenitoin,
prokainamida, amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin,
INH, makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida,
allopurinol.

2.Anamnesa dan Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam ,ada tidaknya
Pemeriksaan fisik infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran nafas bawah, kaku
leher, nyeri perut, disuria atau sakit pinggang, diare, abses atau
radang tonsil dab otot, nyeri dan pembengkakan sendi, atau
tanpa kelainan spesifik
Riwayat pekerjaan, perjalanan kontak dengan orang sakit atau
hewan,trauma fisik atau bedah, obat-obatan (termasuk rokok,
alkohol, narkoba), keadaan kulit pasien, kelenjar getah bening,
lubang orifices pasien.

3.Kriteria
Diagnosis
4.Diagnosis  Infeksi
 Penyakit kalogen
 Neoplasma
 Efek samping obat
122

5.Diagnosis  Infeksi
Banding  Penyakit kalogen
 Neoplasma
 Efek samping obat

6.Pemeriksaan  Pemeriksaan hematologi


Penunjang  Kimia darah
 Urine rutin
 Mikrobiologi
 Imunologi
 EKG
 Biopsi jaringan tubuh
 Pencitraan
 Sudujan (scanning)
 Endoskopi/peritoneoskopi
 Angiografi
 Limfografi
 Tindakan bedah (laparatomi percobaan)
 Uji pengobatan

7.Terapi  Simtomatis
 Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat
antiinflamasi non steroid tidak dianjurkan kecuali bila
penyakit progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik
diperlukan
.
8.Edukasi

9.Prognosis
10.Lama 7 – 14 hari
Pengobatan
11.Tingkat Evidens
12.Tingkat
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis 1. Prof. dr. Akmal Sya’roni, DTM&H, SpPD, K-PTI, FINASIM
2. Dr. Rizky Perdana, SpPD, FINASIM
3. Dr. Harun Hudari, SpPD, FINASIM

14.Indikator Medis

15. Lama
Perawatan
16..Kepustakaan

Mengetahui/Menyetujui Palembang, April 2014


Ka. Departemen Penyakit Dalam Ka. Divisi Tropik Infeksi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH Prof. Dr. Akmal Sya’roni, SpPD, DMT&H, K-PTI
NIP. 19506061979051001 NIP. 194510281973031001

Anda mungkin juga menyukai