Anda di halaman 1dari 39

PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH

KLINIS DIREKTUR

UPTD RSUD BRONCHOPNEUMONIA


JENDERAL
AHMAD YANI dr.Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Bronchopneumonia adalah penyakit peradangan yang


( Definisi ) mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
oleh hal lain (aspirasi, radiasi) dll.
B. Anamnesis 1. Diawali infeksi saluran napas akut bagian atas
2. Batuk
3. Demam tinggi terus menerus
4. Sesak napas
5. Kebiruan sekitar mulut
6. Mengigil (pada anak)
7. Kejang (pada bayi)
C. Pemeriksaan 1. Demam, suhu >39 C
Fisik 2. Dispnea
3. Takipnea
4. Retraksi dinding dada (chest indrawing)
5. Nafas cuping hidung, sianosis
6. Gerakan dinding dada dapat berkurang pada daerah
yang terkena
7. Ronki basah halus di lapangan paru yang terkena
D. Kriteria anamnesa + pemeriksaan fisik
Diagnosis
E. Diagnosis Bronchopneumonia
F. Diagnosis 1. Bronchiolitis
Banding 2. Payah jantung
3. Aspirasi benda asing
4. Abcess paru
G. Pemeriksaan 1. Darah lengkap
Penunjang 2. Foto dada

H. Terapi 1. IVFD sesuai umur dan berat badan


2. Pemberian oksigen 1-2 liter/menit
3. Antibiotik : Ampisillin 100mg/KgBB/24 jam dalam 3
dosis di tambah gentamisin 2,5- 5 mg/kgBB/24 jam
dibagi dalam 2 dosis
4. sakit berat (chest indrawing) diberikan ceftriaxon
100mg/kg BB di bagi dalam 2 dosis
5. Antipiretik : Paracetamol 10-15mg/kg BB
I. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
J. Prognosis 1. Ad vitam : dubia ad bonam/ malam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam/ malam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam/ malam
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah kritis 1. Komite Medik
2. SMF Imu Kesehatan Anak
N. Indikator 1. Kriteria pulang perbaikan klinis
Medis 2. Indikator : 80 % pasien pulang dalam waktu 7 hari
tanpa komplikasi
O. Kepustakaan : 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak
RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNSRAt
Manado
2. Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya Edisi III
2008

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT dr. Diah Astika Rini, Sp. A


PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR

DENGUE
UPTD RSUD HAEMORRHAGIC
JENDERAL FEVER PADA ANAK
AHMAD YANI
METRO dr.Fitri Agustina
NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh penyakit


( Definisi ) virus Dengue

B. Anamnesis 1. Demam 2 - 7 hari


2. Nyeri kepala
3. Nyeri otot dan persendian
4. Nyeri belakang mata
5. Letih lesu
6. Mual muntah dan nyeri ulu hati
7. Manifestasi perdarahan
C. Pemeriksaan 1. Suhu tubuh tinggi
Fisik 2. Tanda-tanda perdarahan,mulai dari petekie sampai
dengan perdarahan spontan
3. Rumpel Leed Test positif
4. Pembesaran hepar
5. Dapat/tidak disertai renjatan seperti nadi tidak kuat
angkat, akral dingin, capillary refill time<2 detik
D. Kriteria Kriteria Klinis
Diagnosis 1. Demam 2-7 hari, mendadak tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan : uji tourniquet (tidak selalu
positif) , petekie, ekimosis, purpura, perdarahan
mukosa, gusi dan epistaksis, hematemesis dan atau
melena
3. Pembesaran hati
4. Perembesan plasma ditandai dengan
hipoalbuminemia, Peningkatan Ht > 20% disbanding
pemeriksaan awal atau data Ht sesuai umur, efusi
pleura atau asites
5. Tanda-tanda syok : gelisah, nadi cepat lemah tekanan
nadi turun, hipotensi, akral dingin, kulit lembab,
Capillary Refill Time > 2 detik
Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia < atau = 100.000/dl
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit > 20%
dibandingkan data awal atau sesuai dengan umur
E. Diagnosis Dengue Haemoragic Fever dibagi 4 kelompok
1. DHF derajat 1
2. DHF derajat 2
3. DHF derajat 3
4. DHF derajat 4
F. Diagnosis 1. Dengue Fever

Banding 2. Chikungunya Fever


G. Pemeriksaan 1. Darah Rutin:Hb,Ht, Leukosit,Trombosit

Penunjang 2. Serologi: Ig G dan IgM Anti Dengue (setelah hari


kelima panas)
3. Rotgen Thorax (sesuai indikasi)
H. Terapi 1. Terapi cairan IVFD RL/NaCl0,9%sesuai dengan guideline
WHO 2013
2. Paracetamol 10-15mg/kgBB
3. Lama perawatan 5 hari
4. Ikuti Algoritme
I. Edukasi 1. Edukasi ttg dasar diagnosis terapi dan perjalanan penyakit
2. Edukasi mengenali tanda dini dan komplikasi Demam
Dengue/DHF dan kapan merujuk ke fasilitas
kesehatan
3. Minum banyak
4. Istirahat
5. 3M
J. Prognosis Pada DHF derajat 1 dan derajat 2
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad funsionam : dubia ad bonam
K. Tingkat I/II
Evidens
L. Tingkat A/B
Rekomendasi
M. Penelaah kritis 1. Komite Medik

2. SMF Imu Kesehatan Anak


N. Indikator Klinis dan laboratorium
Medis
O. Kepustakaan : Nelson, Text Book of Pediatric
1. WHO. Dengue Haemoragic Fever Diagnosis
2. Hadinegoro, SR, Moedjito, I, Chairulfatah A : Pedoman
Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada
Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia . Jakarta 2014

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp A


PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH
KLINIS DIREKTUR

DIARE AKUT PADA


UPTD RSUD ANAK
JENDERAL
AHMAD YANI dr.Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali
( Definisi ) dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung
kurang dari 1 minggu.
B. Anamnesis 1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari,
warna feses, adakah lendir atau lendir darah dalam
feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah,
kesadaran menurun, kapan buang air kecil terakhir,
demam, sesak nafas, kejang, perut kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/minum
selama diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang
tidak biasa
6. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum.
C. Pemeriksaan 1. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :

Fisik Tanda Utama :


gelisah, rewel, lemah/ letargi/ coma, tampak haus,
turgor kurang atau buruk
Tanda tambahan :
Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB cekung, tak
keluar air mata
6. Nafas cepat dan dalam (nafas Kusmaull) tanda
asidosis metabolik
7. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit
(hipo atau hipernatremia), kembung (hipokalemia)
8. Berat Badan
9. Penilaian derajat dehidrasi
D. Kriteria 1. Diare akut tanpa dehidrasi : Tidak ditemukan tanda

Diagnosis utama maupun tambahan, kehilangan cairan tubuh <


5%BB. KU baik sadar, UUB tak cekung, mukosa mulut
dan bibir basah, turgor baik atau cukup, bising usus
normal, akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan /sedang :
Kehilangan cairan 5-10% BB, terdapat 2 tanda
utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan. KU
gelisah atau cengeng. Turgor kurang, akral masih
hangat
3. Diare akut dengan dehidrasi berat : kehilangan
cairan >10% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2
atau lebih tanda tambahan. KU letargi atau koma,
UUB sangat cekung, mata sangat cekung, mukosa
mulut dan bibir kering. Turgor sangat kurang akral
dingin.
E. Diagnosis Diare akut
F. Diagnosis 1. Disentri baksiler
Banding 2. Disentri amuba
G. Pemeriksaan Tinja
Penunjang 1. Makroskopis : bau, warna, lender, darah, konsistensi
2. Mikroskopis : eritrosit, leukosit, parasit.
H. Terapi 1. Medikamentosa
 Tidak boleh diberikan obat anti diare
 Antibiotik sesuai hasil pemeriksan penunjang.
Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol, amoksisilin
dan atau sesuai hasil uji sensitivitas
 Anti parasit : metronidazol
10. Cairan dan elektrolit
 Jenis cairan :
Per oral : cairan rumah tangga, oralit
Per enteral : Ringer Laktat
11. Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi
 Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI
diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia
setiap kali buang air besar atau muntah dengan
dosis:
- Kurang dari 1 tahun : 50-100cc
- 1 - 5 tahun : 100-200cc
- Lebih dari 5 tahun : semaunya
 Dehirasi tidak berat ( Ringan sedang) ; rehidrasi
dengan oralit 75cc/kg/bb dalam 3 jam pertama
dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang
sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas
setiap kali buang air besar
 Dehidrasi berat : Rehidrasi perenteral dengan
cairan ringer laktat atau ringer asetat
100cc/kg/bb. Cara pemberian :
- Kurang dari 1 tahun 30cc/kgbb dalam satu
jam pertama, dilanjutkan 70cc/kgbb dalam 5
jam berikutnya
- Lebih dari satu tahun 30cc/kgbb dalam
setengah jam pertama dilanjutkan 70cc/kgbb
dalam 2.5 jam berikutnya
Minun diberikan jika pasien sudah mau minum
5cc/kgbb selama proses
rehidrasi
12. Nutrisi
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan
sedikit sedikit tapi sering ( 6 x sehari), rendah serat,
buah - buahan diberikan terutama pisang.
13. Hipernatremi (Na > 155 mEq/L), koreksi
penurunan Na dilakukan selam bertahap dengan
pemberian caiaran dekstrose 5% + ½ salin.
Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10
mEq/hari karena bisa menyebabkan edema otak.
14. Hiponatremi ( Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi vairan
rehidrasi yaiti memamakai ringer laktat atau Normal
salin, atau dengan memakai rumus :
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum x
0.6 x BB ; diberikan dalam24 jam.
15. Hiperkalemi ( K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan
dengan pemberian Ca gluconas 10% o.5 - 1 ml/kgbb
iv perlahan-lahan dalam 5-10 menit; sambil
memantau detak jantung.
16. Hipokalemi ( K < 3.5 mEq/L), koreksi dilakukan
menurut kadar kalium.
 Jika kadar K 2.5 -3.5 mEqL, berikan 75
mEq/kgbb peroral per hari di bagi 3 dosis.
 Jika kadar K< 2.5 mEq/L , berikan secara drip
intra vena dengan dosis :
- 3.5 - kadar K terukur x BB (Kg) x 0.4 + 2
mEq/kgbb /24 jam dalam 4 jam pertama
- 3.5 - kadar K terukur xBB (Kg) X O.4 + 1/6
x 2 mEq/kgbb dalam 20 jam berikutnya
I. Edukasi 1. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yg bersih, selalu
memasak makanan dan minuman dan hygiene pribadi :
cuci tangan sebelum makan atau memberikan makanan
2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan,
imunisasi rotavirus bila ada dan masih dalam usia <
6 bulan, imunisasi campak
J. Prognosis Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika
terlambat mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan
K. Tingkat Evidens I/II/III/IV
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah kritis 1. Komite Medik
2. SMF Imu Kesehatan Anak
N. Indikator Medis Keluhan berkurang
O. Kepustakaan : 1. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid
1 , Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
2. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan
Tips Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta 2010 : 64-69
3. Depkes RI Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Buku Ajar Diare dalam Pendidikan
Medik Pemberantasan Diare. 1999: 1-133

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A


DISAHKAN OLEH
PANDUAN PRAKTIK DIREKTUR
KLINIK

ASFIKSIA
UPTD RSUD NEONATORUM
JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Bronchopneumonia adalah penyakit peradangan yang


(Definisi ) mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
oleh hal lain (aspirasi, radiasi)dll.
B. Anamnesis 1. Diawali infeksi saluran napas akut bagian atas
2. Batuk
3. Demam tinggi terus menerus
4. Sesak napas
5. Kebiruan sekitar mulut
6. Mengigil (pada anak)
7. Kejang (pada bayi)
C. Pemeriksaan 1. Demam, suhu >39 C
Fisik 2. Dispnea
3. Takipnea
4. Retraksi dinding dada (chest indrawing)
5. Nafas cuping hidung, sianosis
6. Gerakan dinding dada dapat berkurang pada daerah
yang terkena
7. Ronki basah halus di lapangan paru yang terkena
D. Kriteria anamnesa + pemeriksaan fisik
Diagnosis
E. Diagnosis Bronchopneumonia
F. Diagnosis 1. Bronchiolitis
Banding 2. Payah jantung
3. Aspirasi benda asing
4.Abcess paru
G. Pemeriksaan 1. Darah lengkap
Penunjang 2. Foto dada

H. Terapi 1. IVFD sesuai umur dan berat badan


2. Pemberian oksigen 1-2 liter/menit
3. Antibiotik : Ampisillin 100mg/KgBB/24 jam dalam 3
dosis di tambah gentamisin 2,5- 5 mg/kgBB/24 jam
dibagi dalam 2 dosis
4. sakit berat (chest indrawing) diberikan ceftriaxon
100mg/kg BB di bagi dalam 2 dosis
5. Antipiretik : Paracetamol 10-15mg/kg BB
I. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
J. Prognosis 1. Ad vitam : dubia ad bonam/ malam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam/ malam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam/ malam
K. Tingkat Evidens I/II/III/IV
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah kritis SMF Imu Kesehatan Anak

N. Indikator Medis 1. Kriteria pulang perbaikan klinis


2. Indikator : 80 % pasien pulang dalam waktu 7 hari
tanpa komplikasi

O. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak


RSUP Manado Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNSRAt
Manado
2. Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya Edisi III
2008

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A

PANDUAN DISAHKAN OLEH


PRAKTIK KLINIK DIREKTUR

UPTD RSUD EPILEPSI


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007

NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A.Pengertian Epilepsi adalah gangguan neurologik yang ditandai oleh


(Definisi) bangkitan epilepsi (suatu manifestasi klink yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal,
berlebih dan sinkorn, dari neuron yang (terutama)
terletak pada korteks serebri) yang berulang, yang
timbul tanpa provokasi.
B. Anamnesis  Pola/ bentuk serangan
 Lama serangan
 Gejala sebelum, selama, dansesudahserangan
 Frekuensi serangan
 Faktor pencetus
 Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
 Usia saat terjadinya serangan pertama
 Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
 Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
 Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
C. Pemeriksaan  Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis (status
fisik mental, gait , koordinasi, sarafkranialis, fungsi
motorik dan sensorik, serta refleks tendon),
dapat dilihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi seperti trauma kepala,
gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau
difus, infeksi telinga atau sinus.
 Adanya defisit neurologi seperti hemiparese,
distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang,
papil edema mungkin dapat menunjukkan adanya
lateralisasi atau lesi struktur diarea otak yang
terbatas.
 Pertumbuhan dan perkembangan dengan
memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran
antara anggota tubuh dapat menunjukan awal
ganguan pertumbuhan otak unilateral.
D.Kriteria  Kriteria anamnesis
diagnosis  Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi
atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu
antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24
jam.
 Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan
refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan
berulang dalam 10 tahun ke depan sama dengan
bila terdapat 2 bangkitan tanpa profokasi/
bangkitan refleks
 Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
 Kriteria pemeriksaan fisik
 Kriteria pemeriksaan penunjang
E. Diagnosis  Epilepsi dengan bangkitan kejang pasial
 Epilepsi dengan bangkitan kejang umum
 Epilepsi dengan bangkitan kejang tonik klonik
 Epilepsi dengan bangkitan kejang mioklonik
F.Diagnosis  Kejang demam kompleks
banding  Status epileptikus
G. Pemeriksaan  EEG
Penunjang  Asimetris irama dan voltase gelombang pada
daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
 Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang
lebih lambat dibanding seharusnya misal
gelombang delta.
 Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat
pada anak normal, misalnya gelombang tajam,
paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
 CT Scan/MRI Kepala
H. Tatalaksana Fase Akut (saat kejang)
 Diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak
> 10 kg.
 Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang
setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat
yang sama.
 Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal
masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan
untuk dibawa ke rumah sakit.
Pengobatan Epilepsi
 Medika Mentosa (Obat Anti Epilepsi/OAE)
 Serangan parsial
 OAE lini 1 : Karbamazepin, fenobarbital,
primidon, fenitoin
 OAE lini II : Benzodiazepin, asam valproat
 Serangan tonik klonik
 OAE lini 1 : Karbamazepin, fenobarbital,
primidon, fenitoin, asam valproat
 OAE lini II : Benzodiazepin, asam valproat
 Serangan absens
 OAE lini 1 : Etosuksimid, asam valproat
 OAE lini II : Benzodiazepin
 Serangan mioklonik
 OAE lini 1 : E Benzodiazepin, asam valproat
 OAE lini II : Etosuksimid
 Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE, kecuali etosuksimid

 Terapi Bedah
Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang
tidak memberikan perubahan nyata terhadap terapi
medika mentosa, contohnya lobektomi temporal,
eksisi korteks ekstratemporal, hemisferektomi,
callostomi.
 Terapi Nutrisi
Dapat diberikan pada anak dengan kejang berat yang
kurang dapat dikendalikan dengan obat
antikonvulsan dan dinilai dapat mengurangi toksisitas
dari obat. Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dengan
kebutuhan kalori harian diperkirakan sebesar 75-80
kkal/kg.
I. Edukasi Tindakan Pertolongan Pertama
 Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya
(gunting, pulpen, kompor api, dan lain – lain).
 Jangan pernah meninggalkan penderita.
 Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan
saat kejang tidak menimbulkan cedera kepala dan
kendorkan pakaian ketat atau kerah baju di lehernya
agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
 Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya
cairan dari mulut dapat mengalir keluar dengan
lancar dan menjaga aliran udara atau pernapasan.
 Pada saat penderita mengalami kejang, jangan
menahan gerakan penderita. Biarkan gerakan
penderita sampai kejang selesai.
 Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut
penderita, seperti memberi minum, penahan lidah.
 Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita.
Jangan meninggalkan penderita sebelum
kesadarannya pulih total, kemudian biarkan
penderita beristirahat atau tidur.
J. Prognosis Prognosis umumnya baik, 70-80% penderita epilepsi
dapat sembuh dimana ± 50% akan bisa lepas dari obat.
Sebanyak 20-30% mungkin akan berkembang menjadi
epilepsi kronik. Prognosis buruk bagi penderita yang
mengalami lebih dari satu jenis epilepsi dengan
retardasi mental, dan gangguan psikiatrik serta
neurologik.
K.Tingkat Evidens I/II/III/IV
L.Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M.Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
N.Indikator Medis 1. Indikasi rawat inap :
 Kasus bangkitan pertama
 Bangkitan berulang
 Status epileptikus
 Epilepsi itraktabel
2. Syarat penghentian OAE :
 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan
pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun
bebas bangkitan
 Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya
25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka
waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka
penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan
utama
O. Kepustakaan 1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medik, jilid 1,
Ikatan Dokter Anak Indoneia. Jakarta 2010 : IDAI
2. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI : Konsensus
Nasional Asma Anak, Sari Pediatri Vol. 2 No. 1.
Jakarta 2000 : IDAI

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A

PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH


KLINIS DIREKTUR

UPTD RSUD KEJANG DEMAM


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


(Definisi )
kenakan suhu tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Kejang yang terjadi pada bayi dibawah
umur 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung singkat kurang dari 15 menit bersifat kejang
umum dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
kompleks adalah kejang berlangsung lebih 15 menit
bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
yang didahulu kejang fokal dan berulang dalam 24 jam.
B. Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang dan
kesadaran, interval kejang dan keadaan anak pasca
kejang
2. Suhu tubuh saat kejang, sebelum kejang
3. Adanya infeksi diluar SSP seperti ISPA, ISK, OMA
4. Riwayat tumbuh kembang, riwayat kejang demam dan
epilepsy dalam keluarga
5. Singkirkan sebab kejang yang lain misal diare dan
muntah yang menyebabkan gangguan elektrolit, sesak
nafas yang dapat menimbulkan hipoksemia, asupan
makanan dan susu kurang yang dapat menimbulkan
hipoglikemia
C. Pemeriksaan 1. Suhu tubuh
Fisik
2. Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
3. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinsky I
dan II, Kernig sign, Laseque sign
4. Pemeriksaan nervus cranial
5. Tanda peningkatan tekanan intracranial, UUB
menonjol, papil edema
6. Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, ISK, OMA
7. Pemeriksaan neurologi lain : tonus, motorik, reflex
fisiologis dan patologis
8. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit, gula darah
sewaktu, urinalisis, kultur darah , urin dan feses bila
dibutuhkan
D. Kriteria 1. Kriteria Anamnesis
Diagnosis
2. Kriteria Pemeriksaan Fisik
E. Diagnosis Kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks
F. Diagnosis 1. Meningitis
Banding 2. Ensefalitis
3. Gangguan keseimbangan elektrolit
4. Febrile status epilepticus
G. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit darah, gula
Penunjang darah sewaktu, urinalisis, kultur darah.
2. EEG: perlu pada kejang demam kompleks
H. Terapi Medikamentosa :
1. Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg /kgBB oral atau
drip diberikan setiap 4 jam maksimal 5 kali sehari.
2. Anti kejang : diazepam oral 0.3 mg/kgBB setiap 8 jam
atau diazepam rectal 0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
saat suhu > 38.5 C
3. Pengobatan rumatan jangka panjang diberikan dengan
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis atau
asam valproat 15-20 mg/kg BB/hari dibagi 2-3 dosis
diberikan selama satu tahun bebas kejang kemudian
dihentikan bertahap 1-2 bulan Pengobatan rumatan
diberikan jika terdapat keadan sbb :
a. Kejang >15 menit
b. Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang
seperti paresis, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus
c. Kejang fokal
d. Kejang berulang lebih dari 2 kali dlm 24 jam
e. Kejang demam pada usia < 12 bulan
f. Kejang demam berulang > 4 kali setahun
I. Edukasi 1. Edukasi kemungkinan berulangnya kejang demam
2. Edukasi faktor risiko terjadinya epilepsy
3. Edukasi tanda dini kejang demam

J. Prognosis Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada 482


anak kejang demam sederhana yang dipantau selama 1 –
5 th tidak ditemukan kematian, disabilitas intelektual
maupun kecacatan. Risiko epilepsi pada kejang demam
sederhana hanya 1-2%. Sebanyak 30 - 35% akan
mengalami kejang demam kembali. Risiko meningkat jika
kejang pertama terjadi pada umur kurang dari 1 tahun,
ada riwayat kejang demam pada saudara kandung, kejang
demam terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi ,
interval waktu antara demam dan kejang pendek dan
adanya perkembangan yang abnormal sebelum kejang.
Kejang demam kompleks : Risiko terjadinya epilepsi
dikemudian hari adalah 5 – 10% terutama jika kejang
demam fokal, lama dan ada riwayat epilepsi dalam
keluarga.

K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah kritis 1. Komite Medik
2. SMF Imu Kesehatan Anak

N. Indikator Kriteria pulang : Perbaikan klinis


Medis Indikator : 80% pasien pulang dalam 5 hari tanpa
komplikasi

O. Kepustakaan 1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1, Ikatan


Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 150-153
2. Widodo, DP : Konsensus Tata Laksana Kejang Demam
dalam Gunardi, H dkk (Eds) Kumpulan Tips Pediatri.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
2010 : 193-203
3. Pusponegoro, H : Kejang Demam. Dalam Current
Evidences in Pediatric Emergencies Management.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak. FKUI/RSCM,
Jakarta, 12 – 13 April 2015 ; 92-97

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A

PANDUAN DISAHKAN OLEH


PRAKTIK KLINIK DIREKTUR

UPTD RSUD SINDROM NEFROTIK


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A.Pengertian Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala


(Definisi) proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai
dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal
B. Anamnesis  Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di
kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh
tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin.
 Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh
atau jika terdapat hematuri berwarna kemerahan.
C.Pemeriksaan  Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan edema di
fisik kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan
edema skrotum/labia; terkadang ditemukan hipertensi.
D.Kriteria Berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan
diagnosis pemeriksaan penunjang
E. Diagnosis Sindrom Nefrotik
F.Diagnosis  Edema / Sembab non-renal : gagal jantung kongestif,
banding gangguan nutrisi, edema hepatal.
 Glomerulonefritis akut
 Lupus sistemik eritematosus
G.Pemeriksaan  Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+)
Penunjang  Rasio albumin kreatinin urin >2 dan dapat disertai
hematuria.
 Pada pemeriksaan darah didapatkan
hipoalbuminemia (<2,5g/ dL)
 Hiperkolesterolemia (>200 mg/dl)
 Laju endap darah yang meningkat.
 Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali
ada penurunan fungsi ginjal.
H. Tatalaksana Medikamentosa
 Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis
awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal
80 g/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu,
dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari,
maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang
sehari (dosis alternating) selama 4-8 minggu.
 Bila terjadi relaps, maka diberikan prednison 60
mg/m2
/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu),
dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara
alternating selama 4 minggu.
 Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik
steroid, diberikan obat imunosupresan lain seperti
siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari
dalam dosis tunggal di bawah pengawasan dokter
nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat
badan tanpa edema ( persentil ke -50 berat badan
menurut tinggi badan )
Suportif
 Bila ada edema anasarka diperlukan tirah baring.
 Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/kgbb/hari),
diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik.
 Diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgbb/hari
bila ada edema anasarka atau edema yang
mengganggu aktivitas.
 Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
 Pemberian albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb
selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/ kgbb dilakukan atas indikasi
seperti edema refrakter, syok, atau kadar albumin ≤1
gram/ dL.
 Terapi psikologis terhadap pasien dan orangtua
diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan
merupakan penyakit kronik
 Dosis pemberian albumin: Kadar albumin serum 1-2
g/dL: diberikan 0,5g/kgBB/hari; kadar albumin <1
g/dL diberikan 1g/kgBB/hari.
I. Edukasi  Edukasi kepada pasien dan orangtua mengenai
penyakit ini dan prosedur apa yang dilakukan.
Penjelasan mengenai penyakit SN bisa sembuh namun
juga dapat kambuh lagi perlu disampaikan dengan
baik agar tidak tejadi kesalahpahaman.
Diet
 Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif, yaitu 35 kkal/kgBB per hari
 Protein sedang, yaitu 1,0 g/kgBB, atau 0,8 g/kgBB
ditambah jumlah protein yang dikeluarkan melalui
urin. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik
tinggi
 Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi
total. Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh
tunggal,dan lemak jenuh ganda adalah 1:1:1
 Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi. Utamakan
penggunaan karbohidrat kompleks
 Natrium dibatasi, yaitu 1-4 g sehari, tergantung berat
ringannya edema
 Kolesterol dibatasi <300 mg begitu pula gula murni,
bila ada peningkatan trigliserida darah
J. Prognosis Pada umumnya anak yang menderita sindrom nefrotik
disebabkan oleh sindrom nefrotik jenis kelainan
minimal yang memberikan respon yang cukup baik
terhadap pemberian prednisone. Mortalitas pada
sindrom nefrotik dengan kelainan minimal adalah
sekitar 2%, dan pada umumnya disebabkan oleh
peritonitis ataupun oleh akibat trombus, yang akan
timbul walaupun diberikan pengobatan yang adekuat
K.Tingkat evidens I/II/III/IV
L.Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
N.Indikator Medis Kriteria Pulang : Perbaikan klinis
O. Kepustakaan 1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medik, jilid 1,
Ikatan Dokter Anak Indoneia. Jakarta 2010 : IDAI
2. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI : Konsensus
Nasional Asma Anak, Sari Pediatri Vol. 2 No. 1. Jakarta
2000 : IDAI

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A


PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH
KLINIK DIREKTUR

UPTD RSUD TALASEMIA


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A.Pengertian Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik


(Definisi) herediter yang disebabkan oleh defek genetik pada
pembentukan rantai globin.
B. Anamnesis Pertanyaan yang perlu ditanyakan untuk mendiagnosis
adanya talasemia:
Apakah anak terlihat pucat dalam jangka waktu yang
lama (kronis) ?
Apakah anak terlihat kuning?
Apakah anak mudah terkena infeksi?
Apakah anak mengealami perut membesar akibat
hepatosplenomegali?
Apakah anak mengalami keterlambatan
pertumbuhan /pubertas terlambat?
Apakah anak memiliki riwayat transfusi berulang (jika
sudah pernah transfusi sebelumnya)
Apakah terdapat riwayat keluarga yang menderita
talasemia?
C.Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik pasien talasemia akan
didapatkan tanda-tanda seperti berikut :
Anemia/pucat
Ikterus
Facies cooley
Hepatospenomegali
Gizi kurang/buruk
Perawakan pendek
Hiperpigmentasi kulit
h. Pubertas terlambat
D.Kriteria diagnosis Kriteria anamnesis
Kriteria pemeriksaan fisik
Kriteria pemeriksaan penunjang
E. Diagnosis Talasemia
F.Diagnosis Banding Anemia defisiensi besi

G.Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien


Penunjang talasemia berupa pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. Darah tepi lengkap : Hemoglobin
b. Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda
/normoblas, fragmentosit, sel target)
c. Indeks eritrosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun,
RDW meningkat. Bila tidak menggunakan cell
counter, dilakukan uji resistensi osmotik 1 tabung
(fragilitas).
d. Konfirmasi dengan analisis hemoglobin
menggunakan:
e. Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukannya HbA
dan meningkatnya HbA2 dan HbF
f. Jenis Hb kualitatif→ menggunakan elektroforesis
cellulose acetate
g. Hb A2 kuantitatif → menggunakan metode
mikrokolom
h. Hb F→ menggunakan alkali denaturasi modifikasi
Betke
i. HbH badan inklusi→ menggunakan pewarnaan
supravital (retikulosit)
j. Metode HPLC (Beta Short variant Biorad): analisis
kualitatif dan kuantitatif.
H. Tatalaksana Tatalaksana pada pasien talasemia berupa :
1. Transfusi darah
Prinsipnya: pertimbangkan matang-matang sebelum
memberikan transfusi darah. Transfusi darah
pertama kali diberikan bila:
a. Hb <7 g/dL yang diperiksa 2 kali berturutan dengan
jarak 2 minggu
b. Hb ≥7g/dL disertai gejala klinis: - Perubahan
muka/facies Cooley
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Fraktur tulang
e. Curiga adanya hematopoietik ekstrameduler, antara
lain massa mediastinum Pada penanganan
selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 g/dL
SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL.
f. Bila tersedia, transfusi darah diberikan dalam bentuk
PRC rendah leukosit (leucodepleted).

Medikamentosa
a. Asam folat: 2 x 1 mg/ hari
b. Vitamin E: 2 x 200 IU / hari
c. Vitamin C: 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg pada
anak < 10 tahun dan 100 mg pada anak ≥ 10 tahun,
tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat
pemakaian deferioksamin (DFO), TIDAK dipakai pada
pasien dengan gangguan fungsi jantung.
d. Kelasi besi Dimulai bila : Feritin ≥1000 ng/mL
e. Bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat
digantikan dengan pemeriksaan saturasi transferin
≥55%
f. Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan
laboratorium, maka digunakan kriteria sudah
menerima 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi.

Kelasi besi pertama kali dimulai dengan


Deferioksamin/DFO:
a. Dewasa dan anak ≥3 tahun: 30-50 mg/kgBB/hari,
5-7 x seminggu subkutan (sk) selama 8-12 jam
dengan syringe pump.
b. Anak usia <3 tahun: 15-25 mg/kg BB/hari
dengan monitoring ketat (efek samping: gangguan
pertumbuhan panjang dan tulang
belakang/vertebra).
c. Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100
mg/kg BB/hari IV kontinu selama 24 jam. -
Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-
pasien yang sedang hamil, kecuali pasien
menderita gangguan jantung yang berat dan
diberikan kembali pada trimester akhir
deferioksamin 20-30 mg/kg BB/hari.
d. Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi
besi ini.
e. Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan
bersama NaCl 0,9% 500 ml melalui infus (selama
8-12 jam).
f. Jika kesediaan deferoksamin terbatas: dosis dapat
diturunkan tanpa mengubah frekuensi
pemberian. Pemberian kelasi besi dapat berupa
dalam bentuk parenteral (desferioksamin) atau
oral (deferiprone/ deferasirox) ataupun kombinasi.

Terapi kombinasi (Desferioksamin dan deferiprone) hanya


diberikan pada keadaan:
a. Feritin ≥3000 ng/ mL yang bertahan minimal
selama 3 bulan
b. Adanya gangguan fungsi jantung/ kardiomiopati
akibat kelebihan besi
c. Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan)
bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung
saat evaluasi

I. Edukasi Tindakan pemantauan pada pasien talasemia :


Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien
talasemia memerlukan pemantauan rutin:
a. Sebelum transfusi: darah perifer lengkap, fungsi hati
b. Setiap 3 bulan: pertumbuhan (berat badan, tinggi
badan)
c. Setiap 6 bulan: feritin
d. Setiap tahun: pertumbuhan dan perkembangan,
status besi, fungsi jantung, fungsi endokrin, visual,
pendengaran, serologis virus

Pencegahan talsemia dapat dilakukan dengan cara :


e. Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak,
pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes
darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat profil sel darah merah dalam
tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia
memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi
kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya.
Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
Konsultasi genetik (genetic counseling)
Diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif.
Diharapkan penduduk usia subur diperiksa
kemungkinan sebagai carries, terutama penduduk
yang :

a. Ada saudara kandung yang menderita talasemia


b. Kadar Hb rendah meskipun sudah mendapatkan
terapi farmakologi berupa zat besi
c. Ukuran eritrosit lebih kecil dari normal walaupun
kadar Hb normal
J. Prognosis Prognosis pada pasien talasemia tergantung pada jenis
talasemia. Pada pasien talasemia beta homozigot
umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke 3. Di negara maju dengan
fasilitas transfusi dan kelasi besi yang baik pasien
talasemia dapat hidup hingga dekade ke 5.
K. Tingkat evidens I/II/III/IV
L.Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
N. Indikator Medis Kriteria Pulang : Perbaikan klinis
Indikator : peningkatan kadar Hb
O. Kepustakaan Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medik, jilid 1,
Ikatan Dokter Anak Indoneia. Jakarta 2010 : IDAI

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A

PANDUAN DISAHKAN OLEH


PRAKTIK KLINIK DIREKTUR

UPTD RSUD TUBERKULOSIS


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A.Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman


(Definisi) Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. TB merupakan penyakit
infeksi yang sudah sangat lama dikenal manusia, setua
peradaban manusia.
B. Anamnesis Gejala umum dari penyakit TB pada anak tidak khas.
 Nafsu makan kurang.
 Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun
(kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab
harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang
adekuat selama minimal 1 bulan).
 Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam
kronik yang lain perlu disingkirkan dahulu, seperti
infeksi saluran kemih (ISK), tifus, atau malaria).
 Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher,
aksila, inguinal, atau tempat lain.
 Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih
dari 3 minggu atau nyeri dada.
 Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang
tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut
membesar karena cairan atau teraba massa dalam
perut.
Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai
organ ekstrapulmonal, seperti:
 Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk,
pincang, atau pembengkakan sendi.
 Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP), dapat
terjadi gejala iritabel, leher kaku, muntah-muntah,
dan kesadaran menurun.
 Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu
skrofuloderma.
 Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau
inguinal.
 Lesi flikten di mata.
C.Pemeriksaan Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan
fisik fisis yang khas.
 Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat
badan dan tinggi badan pada posisi didaerah
bawah atau di bawah P5.
 Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian
pasien.
Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumpai jika TB
mengenai organ tertentu.
 TB vertebra: gibbus, kifosis, paraparesis, atau
paraplegia.
 TB koksae atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada
pangkal paha atau lutut.
 Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) multipel,
tidak nyeri tekan, dan konfluens (saling menyatu).
 Meningitis TB: kaku kuduk dan tanda rangsang
meningeal lain.
 Skrofuloderma: Ulkus kulit dengan skinbridge
biasanya terjadi di daerah leher, aksila, atau
inguinal.
 Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih di
limbus kornea yang sangat nyeri.
D.Kriteria  Kriteria anamnesis
diagnosis  Kriteria pemeriksaan fisik
 Kriteria pemeriksaan penunjang
E. Diagnosis Tuberkulosis
F.Diagnosis  Bronkopneumonia
banding  Bronkhiotis
 Pneumonia
G.Pemeriksaan  Uji tuberkulin: dengan cara Mantoux yaitu
Penunjang penyuntikan 0,1 ml tuberkulin PPD secara intra
kutan di bagian volar lengan dengan arah suntikan
memanjang lengan (longitudinal). Reaksi diukur 48-
72 jam setelah penyuntikan. Indurasi transversal
diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun
ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak
ada indurasi sama sekali. Indurasi 10 mm ke atas
dinyatakan positif. Indurasi <5 mm dinyatakan
negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm meragukan
dan perlu diulang, dengan jarak waktu minimal 2
minggu. Uji tuberkulin positif menunjukkan
adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit
TB) pada anak. Reaksi uji tuberkulin positif
biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun
walau pasiennya sudah sembuh, sehingga uji
tuberkulin tidak digunakan untuk memantau
pengobatan TB.
 Foto toraks antero-posterior (AP) dan lateral kanan.
Gambaran radiologis yang sugestif TB di antaranya:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas,
efusi pleura, atelektasis, atau kalsifikasi.
 Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan
lambung atau sputum, untuk mencari basil tahan
asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan
Mycobacterium tuberculosis dari biakan. Hasil
biakan positif merupakan diagnosis pasti TB. Hasil
BTA atau biakan negatif tidak menyingkirkan
diagnosis TB.
 Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi
kelenjar, kulit, atau jaringan lain yang dicurigai TB.
 Pemeriksaan serologi seperti PAP TB, ICT, Mycodot
dan lain-lain, nilai diagnostiknya tidak lebih unggul
daripada uji tuberkulin sehingga tidak dianjurkan.
Sampai saat ini semua pemeriksaan diagnostik TB
hanya dapat mendeteksi adanya infeksi TB, tapi
tidak dapat membedakan ada tidaknya penyakit
TB.
 Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan
Meningitis TB.
 Pungsi lumbal harus dilakukan pada TB milier
untuk mengetahui ada tidaknya meningitis TB.
 Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan atas
indikasi.
 Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan
feses rutin, sebagai pelengkap data namun tidak
berperan penting dalam diagnostik TB.
H. Tatalaksana Terapi TB terdiri dari dua fase, yaitu:
1. Fase intensif: 3-5 OAT selama 2 bulan awal
2. Fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH-rifampisin)
hingga 6-12 bulan.
Pada anak, obat TB diberikan secara harian (daily) baik
pada fase intensif maupun fase lanjutan.
 TB paru: INH, rifampisin, dan pirazinamid selama 2
bulan fase intensif, dilanjutkan INH dan rifampisin
hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ – 4HR).
 TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra
paru: 4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif,
dilanjutkan dengan INH dan rifampisin hingga
genap 9-12 bulan terapi.
 TB kelenjar superfisial: terapinya sama denganTB
paru.
 TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednison
1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, kemudian
dosis diturunkan bertahap (tappering off) selama 2
minggu, sehingga total waktu pemberian 1 bulan.
Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa
profilaksis.
 Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi
pada kelompok yang mengalami kontak erat
dengan kotak pasien TB dewasa dengan uji BTA
positif.
 Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya
sakit TB pada kelompok yang telah terinfeksi TB
tapi belum sakit TB.
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda,
namun obat dan dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-
10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer diberikan selama
kontak masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3
bulan dilakukan uji tuberkulinulang. Jika hasilnya
negatif, dan kontak tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika
terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, dievaluasi
apakah hanya terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya
infeksi profilaksis primer dilanjutkan sebagai profilaksis
sekunder. Profilaksis sekunder diberikan selama 6-12
bulan yang merupakan waktu risiko tertinggi terjadinya
sakit TB pada pasien yang baru terinfeksi TB
Obat yang digunakan:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin
 INH
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid
400 mg dan etambutol 275 mg dan
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid
400 mg.
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,
amoksilin + asam klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
 Rifampisin . 10-15 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/
minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
 INH 5-15 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg /kg BB
3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300
mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
 Pirazinamid : fase intensif 25-35 mg/kg BB, 35 mg/kg
BB 3 X semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu
atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
 Etambutol : fase intensif 15-20mg /kg BB, fase
lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45
mg/kg BB 2 X seminggu atau:
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
 Streptomisin:15-30 mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
I. Edukasi  Pengobatan TB berlangsung lama, minimal 6 bulan,
tidak boleh terputus, dan harus kontrol teratur tiap
bulan.
 Obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh
(air seni, air mata, keringat, ludah) berwarna
merah.
 Secara umum obat sebaiknya diminum dalam
keadaan perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan/
minum susu, atau 2 jam setelah makan. Khusus
untuk rifampisin harus diminum dalam keadaan
perut kosong.
 Bila timbul keluhan kuning pada mata, mual, dan
muntah, segera periksa ke Pelayanan kesehatan
walau belum waktunya.
J. Prognosis Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan
bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80
persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya
ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak
yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah
diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen,
dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase
anak yang menderita penyakit yang berat relatif rendah (6
sampai 19 persen).
K.Tingkat evidens I/II/III/IV
L.Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
N.Indikator Medis 1. Kriteria Pulang : Perbaikan klinis
2. Indikator : 80 persen pasien pulang dalam 5 hari tanpa
komplikasi
O. Kepustakaan 1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medik, jilid 1, Ikatan
Dokter Anak Indoneia. Jakarta 2010 : IDAI
2. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI : Konsensus
Nasional Asma Anak, Sari Pediatri Vol. 2 No. 1. Jakarta
2000 : IDAI

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A


PANDUAN PRAKTIK DISAHKAN OLEH
KLINIK DIREKTUR

UPTD RSUD TETANUS ANAK


JENDERAL
AHMAD YANI dr. Fitri Agustina
METRO NIP.19810817 200902 2 007
NOMOR DOKUMEN TANGGAL : 11 April 2022

A. Pengertian Tetanus (rahang terkunci [lockjaw]) adalah penyakit


(Definisi) akut, paralisis spastik yang disebabkan oleh
tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani
B. Anamnesis 1. Adanya luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang
terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang
2. Adanya/pernah keluar nanah dari telinga
3. Adanya/pernah menderita gigi berlubang
4. Riwayat imunisasi DT atau TT yang kurang atau tidak
lengkap
5. Persalinan atau perawatan tali pusat yang kurang
hiegenis
6. Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama
(trismus atau spasme lokal) dengan spasme yang
pertama (period of onset)
7. Nyeri kepala, gelisah, iritabilitas merupakan gejala
awal, sering disertai kekakuan, sukar mengunyanh,
disfagia dan spasme otot leher
8. Pada tetanus neonatorum, bayi tampak sulit
menghisap dan terus menangis
C. Pemeriksaan 1. Trismus (mulut sukar dibuka)
Fisik 2. Risus sardonikus
3. Opistotonus
4. Dinding perut seperti papan
5. Kejang rangsang yang mudah timbul oleh adaya
sentuhan, suara atau cahaya
6. Gangguan pernapasan pada keadaan tetanus yang
berat
7. Uji spatula, positif bila terjadi kontraksi rahang
involunter (menggigit spatula) saat menyentuh
dinding posterior faring.
8. Pada tetanus neonatorum tali pusat biasanya kotor
dan berbau
9. Anggota gerak spastik (boxing position)
10. Pada tetanus terlokalisasi, spasme otot terjadi
pada tempat luka
11. Pada tetanus sefalika, kelopak mata retraksi, penglihatan
menyimpang, trismus, risus sardonikus, paralisis spastik
otot lidah dan faring
D. Kriteria Kriteria Anamnesis
Diagnosis Kriteria Pemeriksaan Fisik
E. Diagnosis Tetanus
F. Diagnosis 1. Meningitis, ensefalitis
Banding 2. Tetani akibat hipokalsemia
3. Keracunan striknin
4. Rabies
5. Trismus lokal
G. Pemeriksaan Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit darah, gula darah
Penunjang sewaktu, pungsi lumbal
H. Terapi Medikamentosa :
1. Anti tetanus : dosis ATS biasanya 50.000 – 100.000 U
dan setengahnya diberikan secara intravena dan
setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin
diperlukan sedikit 10.000 U sudah cukup. Bila
tersedia, dapat diberikan HTIG 500 U cukup untuk
menetralisasi toksin tetanus sistemik. Pada neonatus,
ATS diberikan 5000 U IM atau HTIG 500 U IM.
2. Relaksan otot : Diazepam dengan dosis yang
direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali
dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis.
Apabila spasme menjadi lebih berat atau lebih sering
dapat digunakan fenobarbital 120-200 mg intravena
dan ditambahkan diazepam dalam dosis terbagi
sampai 120 mg/hari diberikan intravena. Pada
neonatorum, diazepam diberikan 10 mg/kg/hari
secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap
3 – 6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg per kali
pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
3. Antibiotik : Metronidazol diberikan secara iv dengan
dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-
10 hari.Sebagai lini kedua dapat diberikan penisilin
prokain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10
hari.
Nonmedikamentosa :
1. Debridement luka
2. Pembebasan jalan napas
3. Oksigenasi adekuat
4. Isolasi pasien dari stimulus kejang
5. Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir
6. Cairan dan nutrisi parenteral diberikan setelah onset
kejang mereda
7. Pemantauan kejang dan tanda penyulit
8. Bantuan napas pada tetanus berat
9. Fisioterapi
I. Edukasi 1. Edukasi mengenai penyakit yang diderita
2. Edukasi faktor resiko terjadinya komplikasi
3. Edukasi pencegahan dengan imunisasi aktif atau
perawatan luka yang baik
J. Prognosis Prognosis yang paling baik dihubngkan dengan masa
inkubasi yang lama, tanpa demam, dan dengan penyakit
terlokalisasi. Prognosis yang tidak baik dihubungkan
dengan jejas dan mulainya trismus seminggu atau
kurang dan dengan tiga hari atau kurang antara
trismus dan spasme tetanus menyeluruh. Angka
kematia kasus yang dilaporkan untuk tetanus
menyeluruh berkisar antara 5 % dan 35 %
K. Tingkat Evidens I/II/III/IV
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah Kritis SMF Ilmu Kesehatan Anak
N. Indikator Medis 1. Bebas demam 24 jam tanpa antipiretik
2. Perbaikan klinis
3. Tidak tampak spasme ataupun trismus
4. Luka atau port d’entree dirawat dengan baik
O. Kepustakaan 1. Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak( edisi: 15, vol. 2). Jakarta : EGC.
1004 – 1007
2. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak. 2008.
Departemen Kesehatan Indonesia
3. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. IDAI.
4. Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI.
Buku Ajar Infeksi dan penyakit Tropis : Tetanus.
Edisi 2. IDAI. 2008
5. Hotez P, Wilfert C. Tetanus (Lockjaw) and Neonatal
Tetanus. Dalam:Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL,
penyunting. Krugman’s Infectious Diseases of
Children. Edisi ke-11. USA: Mosby; 2004. h. 655-62

Disetujui Oleh : Dibuat Oleh :


Ketua Komite Medis Ketua SMF Anak

dr.Kumbang Nirbhaya Pamungkas, Sp.OT Dr. Diah Astika Rini, Sp .A

Anda mungkin juga menyukai