Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN PENYUSUNAN PANDUAN PRAKTEK KLINIS

DAN CLINICAL PATHWAY

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG


KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Panduan Penyusunan

Clinical Pathway Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali ini dapat selesai disusun.

Buku Panduan Penyusunan Clinical Pathway ini merupakan panduan kerja bagi

semua pihak yang terkait dalam penyusunan clinical pathway .

Dalam Buku Panduan Penyusunan Clinical Pathway ini diuraikan pengertian dan

tataurutan dalam melakukan penyusunan clinical pathway Rumah Sakit Pandan Arang

Boyolali

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas

bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Penyusunan

Clinical Pathway Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali

Boyolali, Nopember 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... 1


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ......................................................................................... 3

BAB I. DEFINISI……….………………………..………..…………………………...... 4

A. Latar Belakang ………………………………………………………… ……... 4

B. Pengertian ..……………………………………………………………………5

C. Tujuan .. ………………………………………………………………... 5

BAB II. RUANG LINGKUP ……………………………………………………………… 7

BAB III.KEBIJAKAN

BAB IV. TATA LAKSANA ………………………………………………………………. 9

BAB V. DOKUMENTASI………………………………………………….. ……………. 12

BAB V. PENUTUP ……………………………………………………………….13

3
BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana telah dituangkan dalam Undang Undang RI Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, bahwa tujuan pembiayaan kesehatan adalah untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
terdapat beberapa ketentuan yang saling berkaitan dan perlu perhatian khusus yakni
mengenai penggunaan INA CBG (Indonesian Case-based Group) sebagai cara
pembayaran kepada Rumah Sakit dan sistem pelaksaanaan kendali mutu dan kendali
biaya dalam pelaksanaan Jaminan Sosial Kesehatan terhitung 1 januari 2014.
Menjaga mutu layanan medis (dalam hal ini quality assurance dibidang profesi
medis) yang mencakup standar pelayanan medis, audit medis dan peningkatan mutu
berkesinambungan. Maka diperlukan suatu instrument yang dapat merangkum seluruh
kegiatan dan upaya tersebut diatas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
rumah sakit melalui Clinical Pathway. Clinical Pathway merupakan kombinasi antara
Clinical Govermance dan Sistem Pembiayaan Cassemix.
Clinical Pathway dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang
merangkum: profesi medis, profesi keperawatan dan profesi farmasi, dan sistem
manajemen rumah sakit.
Dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lainnya, maka setiap unit pelayanan dituntut memiliki
panduan sebagai peggangan, sehingga didalam perencanakan, pembinaan dan
pengembangan SDM dalam memenuhi peningkatan kualitas pelayanan dapat berjalan
secara paripurna. Demikian pula dalam penyusunan Clinical Pathway.

4
B. PENGERTIAN
Clinical Pathway merupakan suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis (PPK) dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical Pathway
mencakup macam pelayanan yang diberikan, waktu pelayanan dan pemberi pelayanan.

C. TUJUAN
Tujuan Umum :
Memberikan jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan berdasarkan
pada nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Tujuan khusus :
1. Sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care),
terintegrasi,
berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous care),
jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (DPJP/PPJP) sebagai duty of care,
2. Utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan termasuk antibiotika,
prosedur
tindakan operasi,
3. Antisipasi kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi
maupun
kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta
infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient safety),
4. Mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan perawatan pasien
(tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko (risks management),
5. Rencana pemulangan pasien (patient discharge) jelas dan terkomunikasikan kepada
pasien dan keluarga
6. Upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement)
baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints) untuk sistem maupun
individu profesi,

5
7. Penulusuran kinerja (performance) individu profesi maupun kelompok (team-work).

6
BAB II
RUANG LINGKUP

Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah
sakit harus bersifat:
1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan
berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan
(continuous of care)
2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis)
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan
penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau
jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi).
4. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara
terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan
bagian dari Rekam Medis.
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan
dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
6. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
7. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur
Operasional yang merangkum:
1. Profesi medis: Standar Pelayanan Kedokteran (PNPK/PPK) dari setiap Staf Medis
Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.
2. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan
3. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering
4. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Staf Medis Fungsional
(SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.

7
Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan
audit medis sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun
2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011.

8
BAB III
KEBIJAKAN

Dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan rumah sakit


dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, maka setiap unit pelayanan dituntut memiliki
panduan sebagai peggangan, sehingga didalam perencanakan, pembinaan dan
pengembangan SDM dalam memenuhi peningkatan kualitas pelayanan dapat berjalan
secara paripurna. Demikian pula dalam Menjaga mutu layanan medis (dalam hal ini
quality assurance dibidang profesi medis) yang mencakup standar pelaynan medis, audit
medis dan peningkatan mutu berkesinambungan. Maka diperlukan suatu instrument
yang dapat merangkum seluruh kegiatan dan upaya tersebut diatas dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui Clinical Pathway.
Untuk itu Setiap tahun direktur menetapkan 5 area prioritas pedoman praktek

klinis dan clinical pathway untuk diimplementasikan dan dievaluasi secara periodik.

9
BAB IV
TATA LAKSANA

1. Menentukan Topik
Topik yang dipilih terutama yang bersifat high volume, high cost, high risk dan
problem prone. Dapat pula dipilih kasus-kasus yang mempunyai gap yang besar antara
biaya yang dikeluarkan dengan tarif INA CBG’s yang telah ditetapkan.
2. Menunjuk Koordinatir (Penasehat Multidisiplin)
Kordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidaklah harus memahami
clinical pathway secara konten. Sebelum menunjuk koordinator, terlebih dahulu
dikumpulkan anggota yang berasal dari berbagai disiplin yang terlibat dalam pemberi
pelayanan pasien. Tim multidisiplin tersebut wajib menyampaikan item-item pelayanan
yang diberikan kepada pasien berdasarkan SPO kepada masing-masing tim profesi dan
mengikuti rangkaian rapat dalam kelanjutan membuat clinical pathway.
3. Menentukan Pemain Kunci
Pemain kunci adalah siapa saja yang terlibat dalam pelayanan yang diberikan
kepada pasien. Misal, pemain kunci dalam pemberian pelayanan kepada pasien
Appendicits Akut tanpa komplikasi adalah dokter umum, dokter spesialis bedah, dokter
spesialis anastesi, perawat, dan ahli gizi, pemain kunci dalam hal ini adalah mereka yang
bersentuhan langsung dengan pasien.
4. Melakukan Kunjungan Lapangan
Setelah menentukan anggota dalam penyusunan clinical pathway, maka
selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan untuk mencari pedoman praktik klinis (PPK),
misalnya dalam bentuk SPO atau SPM dan SAK (Standar Asuhan Keperawatan).
Kunjungan lapangan dilakukan agar dapat menilai sejauh mana pelayanan yang
didapatkan oleh pasien. Juga menilai hambatan yang terjadi di bangsal dalam
menjalankan SPO atau SPM sehingga dapat dibuat rekomendasi dalam menyusun
clinical pathway.
Dalam mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dapat pula dilakukan
dengan melakukan benchmarking terhadap penerapan clinical pathway di tempat lain.

10
Perlu diingat bahwa, clinical pathway untuk kasus dengan diagnosis yang sama yang
diterapkan di rumah sakit lain belum tentu dapat serta-merta diterapkan di rumah sakit
kita. Hasil benchmarking perlu dipadukan dengan kemampuan manajerial dan SDM RS
serta kondisi-kondisi lain yang terkait.
5. Mencari Literatur
Dalam mencari literatur dapat mencari best practice dalam skala nasional yaitu
PNPK, ataupun sumber-sumber guideline/ jurnal penelitian internasional dan disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing rumah sakit. Evidence Based Medicine diperlukan
bilamana PNPK belum/ tidak dikeluarkan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
6. Melaksanakan Customer Fokus Group
Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan disesuaikan
dengan kemampuan rumah sakit sehingga, kesenjangan antara harapan dan pelayanan
yang didapatkan pasien dapat diketahui dan dapat diperbaiki.
7. Telaah Pedoman Praktek Klinis (PPK)
Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK (SPM dan SAK),
namun jika sebelumnya rumah sakit belum mempunyai PPK, maka PPK harus dibuat,
karena tidak ada clinical pathway tanpa adanya PPK. Berdasarkan Permenkes. No 1438
tahun 2010, clinical pathway bersifat sebagai pelengkap PPK. Menurut Permenkes
tersebut, PPK harus di-review setiap 2 tahun sekali, sehingga secara tidak langsung
pembuatan clinical pathway dapat meningkatkan kepatuhan review PPK.
8. Analisis Cassemix
Dalam pengembangan clinical pathway, perlu dilakukan mengumpulkan aktivitas-
aktivitas untuk dikaitkan dengan besarnya biaya, untuk mencegah adanya Fraud. Dalam
hal ini perlu dilakukan identifikasi LoS suatu diagnosis, biaya per-kasus, penggunanan
obat apakah sudah sesuai dengan formularium nasional, maupun tes penunjang
diagnostik suatu penyakit.
9. Menetapkan Desain Clinical Pathway serta Pengukuran Proses dan Outcome
Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah beberapa informasi yang
harus ada dalam clinical pathway, yaitu kolom pencatatan informasi tambahan, variasi,
kolom tanda tangan, serta kolom verifikasi dari bagian rekam medis. Kemudian,
ditetapkanlah item-item aktivitas dari masing-masing penyakit sesuai dengan literatur

11
yang telah dipilih dan disesuaikan dengan keadaan rumah sakit. Item aktivias ini
sebaiknya mudah dimengerti, sehingga meningkatkan kepatuhan dalam
menjalankannya.
10.Sosialisasi dan Edukasi
Tahap terakhir dalam membuat clinical pathway adalah, melakukan sosialisasi
dan edukasi kepada para pengguna, dalam hal ini berbagai profesi yang berhubungan
langsung pada pasien. Dalam tahap awal dapat dilakukan uji coba penerapan clinical
pathway yang telah disusun guna mendapatkan feedback untuk mendapatkan bentuk
yang user friendly serta konten yang sesuai dengan kondisi di lapangan dalam rangka
mencapai kepatuhan penerapan clinical pathway yang lebih optimal. Sosialisasi clinical
pathway ini harus dilakukan intensif minimal selam 6 bulan.

12
BAB V
DOKUMENTASI

A. EVALUASI PRA IMPLEMENTASI

Setelah clinical pathway tersusun, perlu dilakukan uji coba sebelum akhirnya
diimplementasikan di rumah sakit. Saat uji coba dilakukan penilaian secara periodik
kelengkapan pengisian data dan diikuti dengan pelatihan kepada para staf untuk
menggunakan clinical pathway tersebut. Lebih lanjut, perlu juga dilakukan analisis variasi
dan penelusuran mengapa praktek dilapangan berbeda dari yang direkomendasikan
dalam clinical pathway. Hasil analisis digunakan untuk mengidentifikasi variasi umum
dalam pelayanan, memberi sinyal kepada staf akan adanya pasien yang tidak mencapai
perkembangan yang diharapkan, memperbaiki clinical pathway dengan menyetujui
perubahan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang dapat diteliti lebih lanjut. Hasil analisis
variasi dapat menetapkan jenis variasi yang dapat dicegah dan yang tidak dapat dicegah
untuk kemudian menetapkan solusi bagi variasi yang dapat dicegah (variasi yang tidak
dapat dicegah dapat berasal dari penyakit penyerta yang menyebabkan pelayanan
menjadi kompleks bagi seorang individu).

B. EVALUASI POST IMPLEMENTASI


Evaluasi post implementasi pelaksanaan clinical pathway meliputi :
1. Setiap tiga bulan kepala bidang pelayanan medis melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan clinical pathway
2. Evaluasi dilakukan dengan berkoordinasi dengan bagian keperawatan, farmasi,
gizi, rekam medis.
3. Audit clinical pathway dilakukan setiap enam bulan sekali dan dilakukan re-audit
setahun kemudian.
4. Hasil audit disampaikan kepada SMF terkait untuk menyusun rekomendasi.

13
BAB VI
PENUTUP

Demikian Panduan Penyusunan Clinical Pathway Rumah Sakit Pandan Arang


Boyolali ini kami buat untuk dipergunakan sebagai pedoman oleh seluruh staf yang terkait
serta untuk diketahui oleh beberapa pihak yang terlibat dalam penyusunan Clinical
Pathway
Sebagai akhir dari penyusunan ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk lebih baiknya buku Panduan Penyusunan Clinical Pathway ini.

DIREKTUR RSUD PANDAN ARANG


KABUPATEN BOYOLALI

SITI NUR ROHKMAH HIDAYATI


NIP. 19700112 200212 2 003

14

Anda mungkin juga menyukai