DEMAM TIFOID
Alternatif lain:
1. Tiamfenikol 4x500 mg
2. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
Tata Laksana4,6 3. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama 2
minggu
4. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
5. Sefotaksim 2-3x1 gram, Sefoperazon 2x1 gram
6. Fluorokuinolon
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500 mg/hari (15 mg/KgBB)
selama 5-7 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB) selama 5-
7 hari
Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
13
Penelaah Kritis
.
14
Indikator (Outcome)
.
1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent
Borne viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th edition. United
States of America. McGrow Hill. 2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2797-2805.
3. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid fever. N
Engl J Med 2002; 347: 1770-1782
15 4. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the
Kepustakaan
. detection on Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56: 694-
698
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D,
editors. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di
Bidang ilmu Penyakit Dalam. Indonesia. Interna
Publishing. 2015. P892-898.
6. Background document: The diagnosis, and prevention of
typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and
Response vaccines and Biologicals. World Health
Organization. 2003
GAGAL JANTUNG
Rawat Inap
1. Oksigen, bila perlu dengan pematauan saturasi dan
konsentrasi oksigen inspirasi
2. Terapioksigen pada pasien dengan penyakit dasar
PPOKdengan komplikasi gagal napas dituntun
dengan pengukuran analisis gas darah berkala
3. Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
4. Nutrisi
5. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan
parasetamol
6. Ekspektoran/mukolitik
7. Foto thoraks diulang pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan yang memuaskan
8. Terapi antibiotik (Grup III):
Fluoroquinolon
B-lactam + makrolid (b-lactam pilihan:
cefotaxime, ceftriaxone, dan ampicillin,
erapenem (untuk pasien tertentu) dengan
doxycycline 4x500-1000 mg IV (alternative
makrolid). Jika alergi penicillin gunakan
fluoroquinolon. (1A)
Rawat di ICU
1. Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi secret,
mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.
2. Terapi antibiotik (Grup IV):
B-lactam (cefotaxime, ceftriaxone, atau
ampicillin-sulbactam) + azithromycin atau
fluoroquinolone (jika alergi penicillin gunakan
fluoroquinolone atau aztrenonam) (2A)
Jika ada risiko infeksi pseudomonas, gunakan
antipneumococcal, antipseudomonal b-lactam
(piperacillin- tazobactam, cefepime,
ciprofloxacin atau levofloxacin 750 mg atau
b-lactam + aminoglikosida + azithromycin
atau b-lactam plus + aminoglycoside +
antipneumococcal fluoroquinolone (untuk
alergi penicillin ganti b-lactam dengan
aztreonam) (2A)
Tatalaksana antibiotik:
1. Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari untuk
pasien rawat jalan dan 7 hari untuk pasien rawat
inap. (1A)
2. Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena ke oral
(ATS 2007): Hemodinamik stabil dan gejala klinis
membaik (2A)
9. Edukasi
Mortalitas pasien CAP yang dirawat jalan <1%, yang
dirawat inap di rumah sakit 5,7-14%, yang dirawat di
10. Prognosis
ICU >30%.4 mortalitas pasien dengan nilai CURB-
65=0 adalah 1,2%, 3-4 adalah 31%.5
11. Tingkat Evidens
3. Kontrol ketidaknyamanan
a. Nitrogliserin sublingual 3x0,4 mg dengan jeda
5 menit. Bila gejala tidak hilang berikan
nitrogliserin intravena. (1C)
b. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang
8. Tata Laksana 1,2,3,4
sampai 3 kali dengan jeda 5 menit. (1C)
c. Betablocker IV: Metroprolol 5 mg, 2-5 menit
sebanyak 3 kali. 15 menit setelah dosis ke-3,
berikan 4-50 mg PO selama 2 hari, lalu 2x100
mg. Atenolol: 2,5-5 mg selama 2 menit, total
10 mg selama 10-15 menit. Bisoprolol 1x2,5-
10 mg. (1B)
4. Terapi revaskualarisasi
Jika tidak tersedia sarana Intervensi Koroner
Perkutan (IKP) atau tidak mungkin mengerjakan
IKP primer < 2 jam.
a. Terapi fibrinolysis. (1B)
Waktu pemberian: efektifitas menurun
dengan lamanya waktu, terutama bila > 3
jam setelah onset.
Indikasi: serangan < 12 jam, elevasi
segmen ST ≥ 0,1 mV (≥ 1 mm)dalam 2
lead berturut turut atau adanya Left Bundle
Branch Block (LBBB).
Kontraindikasi:
Absolut: neoplasma intracranial,
aunerisma, malformasi arteri vena, strok
non hemoragik atau trauma kepala
tertutup selama 3 bulan terakhir,
perdarahan internal aktif atau adanya
perdarahan diastasis, curiga diseksi aorta.
Relatif: hipertensi berat dengan tekanan
darah sistol > 180 atau diastole > 110
mmHg, strok iskemik, resusitasi kardio
pulmonal yang lama > 10 menit, trauma
atau operasi besar dalam 3 minggu
terakhir, perdarahan interna dalam 2-4
minggu terakhir, noncompressible
vascular puncture, kehamilan,
menggunakan antikoagulan.
Tissue Plasminogen Activator (tPA): 15
mg bolus IV, lanjutkan 50 mg selama 30
menit lalu 35 mg selama 60 menit.
Streptokinase: 1,5 juta unit IV selama 1
jam
Tenecteplase (TNK): 0,53 mg/Kg IV bolus
Reteplase (rPA): 2x10 juta unit bolus
dalam 2-3 menit, jeda 30 menit antara
dosis pertama da kedua.
b. Intervensi Koroner Perkutan (IKP): jika
tersedia sarana IKP dan IKP bisa dikerjakan
< 2 jam, jika tidak bisa diberikan fibrinolitik.
(1A)
5. Antiplatelet
Aspirin 162-325 mg
Clopidogrel 300-600 mg (1C)
Prasugrel 60 mg (1B)
Antiplatelet diberikan selama 5-7 hari, kecuali
bila akan dilakukan revaskularisasi emergency.
Pemberian antiplatelet meningkatkan risiko
perdarahan.
6. Antithrombotic
UFH bolus 60 U/KgBB IV, dosis maksimal
4000 U IV; Infus pertama 12 U/KgBB per
jam, maksimal 1000 U/jam
LMWH
Diberikan selama 48 jam atau sampai
mendapatkan terapi reperfusi. Antitrombotik
diberikan pada pasien dengan risiko tinggi emboli
sistemik (Infark miokard anterior atau Infark
miokard yang luas, atrium fibrilasi, riwayat
emboli sebelumnya, adanya LV thrombus, atau
syok kardiogenik) (IC)
9. Edukasi
DIABETES MELITUS
1. Pengertian Suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
(Definisi) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya.
2. Anamnesis Keluhan
a. Polifagia
b. Poliuri
c. Polidipsi
d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
Faktor Predisposisi
a. Usia >45 tahun
b. Diet tinggi kalori dan lemak
c. Aktivias fisik yang kurang
d. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg)
e. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT)
f. Penderita penyakit jantung coroner , tuberculosis ,
hipertiroidime
g. Dyslipidemia
4. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klasik DM (polyuria , polydipsia, polifagia) + glukosa plasa
sewaktu ≥ 200mg/dl. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir. ATAU
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126mg/dl. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa terganggu
(TTGO) ≥200mg/dl . TTGO dilakukan dengan standard WHO ,
menggunakan beban glukosa anhidrus 75gram yang dilarutkan
dalam air. ATAU
4. HbA1c *
Klasifikasi DM :
a. DM tipe 1
1. DM pada usia muda <40 tahun
2. Insulin dependent akibat destruksi sel :
- Immune-mediated
- Idiopatik
b. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relative – dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin)
c. Tipe lain :
1. Defek genetic pada fungsi sel β
2. Defek genetic pada kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pancreas
4. Endokrinopati
5. Akibat obat atau zat kimia tertentu, misalnya vacor ,
pentamidine , nicotinic acid ,glukokortikoid , hormone
tiroid , diazoxide , agonis adrenergic ,thiazid, phenytoin ,
interferon, protease inhibitors ,clozapine.
6. Infeksi
7. Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
8. Sindrom genetic lain , yang kadang berhubungan dengan
DM
d. DM gestational
DM Gestational adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat
(TGT ,GDPT , DM) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Skrining
Dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan
kehamilan.
Faktor resiko DMG meliputi :
a. Riwayat DMG sebelumnya atau TGT atau GDPT
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Obesitas berat (>120% berat badan ideal)
d. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau dengan
berat badan lahir >4000gr
e. Abortus berulang
f. Riwayat PCOS
g. Riwayat Preeclampsia
h. Glukosuria
i. Infeksi saluran kemih berulang atau kandidiasis
Bukan Belum DM
DM pasti DM
kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma Vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110
Komplikasi
a. Akut :
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
b. Kronik :
1. Makroangiopati
2. Pembuluh darah jantung
3. Pembuluh darah perifer
4. Pembuluh darah otak
c. Mikroangiopati
1. Pembuluh darah kapiler retina
2. Pembuluh darah kapiler renal
d. Neuropati
e. Gabungan
1. Kardiomiopati
2. Rentan infeksi
3. Kaki diabetic
4. Disfungsi ereksi
OHO
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfoniurea bekerja dengan cara :
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
- Menurunkan ambang sekresi insulin
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat ini biasa diberikan pada pasien dengan berat badan normal
dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang
berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua
dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid ,
glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan
gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai
dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah
metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi tinggi
didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat
dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya prose tersebut
maka metformin biasa diberikan 2 – 3 kali sehari kecuali dalam
bentuk extended release. Pengobatan dosis maksimal dapat
menurunkan A1C sebesar 1 – 2 %. Efek samping yang dapat
terjadi adalah asidosis laktat, dan sebaiknya tidak diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3
mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki) atau
pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus
diberikan dengan hati – hati pada orang lanjut usia.Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT >30) sebagai obat
tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27 – 30) dapat
dikombinasi dengan obat golongan sulfonylurea karena
mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan
tunggal masing - masing.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :
DM dengan berat badan menurun cepat / kurus
Ketoasidosis , asidosis laktat , dan koma hyperosmolar
DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi
berat , dan lain lain)
DM dengan kehamilan / DM gestational yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.
Jenis Kerja Preparat
Kerja Pendek Actrapid Human 40 /
Humulin
Actrapid Human 100
Kerja Sedang Monotard Human 100
Insulatard
NPH
Kerja Panjang PZI (tidak dianjurkan karena
resiko hipoglikemia)
Campuran kerja pendek dan Mixtard
sedang / panjang
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah , lalu
dinaikkan perlahan seuai dengan hasil glukosa darah pasien. Jika
pasien sudah diberikan sulfonylurea atau metformin sampai dosis
maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
8. Edukasi Edukasi meliputi pemahaman tentang :
(Hospital Health a. Penyakit DM
Promotion) b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM
d. Intervensi farmakologis
e. Hipoglikemia
f. Masalah khusus yang dihadapi
g. Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
ketrampilan
h. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
i. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap
2minggu / 1 bulan
Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi :
a. Karbohidrat 45 – 65%
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung
karbohidrat lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan
dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari , 60 – 70 % diantaranya
berasal dari sumber karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA (monounsaturated fatty acids) sebagai
sumber energy, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori per hari.
4. Jumlah serat 25 – 50 gram per hari
5. Jumlah sucrose sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi,
namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori
seperti sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa
7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10
gram/hari
8. Fruktosa tidak bole lebih dari 60 gram/ hari
9. Makanan yang banyak mengandung fruktosa tidakperlu
dibatasi
b. Protein 15 – 20%
Rekomendasi pemberian protein :
1. Kebutuhan protein 15 – 20 % dari total kebutuhan energy
per hari
2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan
protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah
3. Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol,
pemberian protein sekitar 0,8 -1,0 mg/kg berat badan / hari
4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein
diturunkan sampai0,85 gram/kg berat badan /hari dan tidak
kurang dari 40 gram
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber
protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.
c. Lemak 20 – 25%
Lemak mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per
gramnya.
Rekomendasi pemberian lemak :
1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh,
jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.
2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl , asupan lemak
jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori
perhari
3. Konsumsi kolesterol maksimal 300mg/hari , jika kadar
kolesterol LDL ≥100mg/dl , maka maksimal kolesterol
yang dapat di konsumsi 200 mg/hari
4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans
5. Konsumsi ikan seminggu 2 – 3 kali untuk mencukupi
kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
6. Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 %
dari asupan kalori per hari
9. Lama rawat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/ malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/ malam
11. Kepustakaan
Kriteria pengendalian diabetes mellitus
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma
vena
puasa 80 - 109 110 - 139 >140
2 jam 110 - 159 160 - 199 >200
HbA1c 4-6 6-8 >8
Kolesterol Total <200 200 - 239 >240
Kolesterol LDL
tanpa PJK <130 130 - 159 ≥160
dengan PJK <100 100 - 129 ≥130
Kolesterol HDL >45 35 - 45 <35
Trigliserida
tanpa PJK <200 <200 - 249 >250
dengan PJK <150 <150 - 199 >200
BMI /IMT
>25 atau
perempuan 18,5 - 23,9 23 - 25 <18,5
>27 atau
laki-laki 20 - 24,9 25 - 27 <20
140 - 160/90
Tekanan Darah <140 /90 - 95 >160/95