Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD dr. R. SOEDARSONO KOTA PASURUAN

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

1. DEMAM TIFOID............................................................................................1

2. DEMAM BERDARAH DENGUE..................................................................5

3. DIABETES MELITUS....................................................................................8

4. DIARE AKUT...............................................................................................18

5. DISPEPSIA....................................................................................................22

ii
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF : PENYAKIT DALAM
RSUD dr. R. SOEDARSONO
KOTA PASURUAN

1. DEMAM TIFOID
1. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.
2. Anamnesis 1. Prolonged fever (38,8°-40,5°C)
2. Sakit kepala
3. Menggigil
4. Batuk
5. Berkeringat
6. Mialgia
7. Malaise
8. Artralgia
9. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Suhu badan meningkat.
2. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama
pada sore hingga malam hari.
3. Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit).
4. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
serta tremor).
5. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Meteorismus
8. Gangguan mental: somnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis.
4. Kriteria Diagnosis 1. Suhu badan meningkat.
2. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi.
3. Bradikardi relatif
4. Lidah yang berselaput
5. Uji Widal
Kriteria rawat inap:

1
1. Pasien dengan muntah persisten
2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen
5. Diagnosis Demam Tifoid

6. Diagnosis Banding 1. Demam dengue


2. Malaria
3. Enteritis bakterial
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. Darah perifer lengkap: leukopenia, anemia dan trombositopenia.
2. Peningkatan SGOT dan SGPT.
3. Uji Widal: bila kenaikan 4 kali titer antibodi O dan H pada
spesimen yang diambil pada jarak 2 minggu
4. Kultur darah, feses dan urin.
5. Uji TUBEX
6. Dipstik

8. Tata Laksana Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:


1. Diet (pemberian makanan padat dini, menghindari sementara
sayuran yang berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik dan suportif)
3. Pemberian antimikroba
Pemberian antimikroba
Pilihan utama:
1. Kloramfenikol 4x500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
1. Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol)
2. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
3. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
5. Sefotaksim 2-3x1 gram, Cefoperazon 2x1 gram
6. Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau
menjelang hari IV):
 Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari

2
 Ofloksasin 2x400 mg/hari selama7 hari
 Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
9. Edukasi 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
2. Vaksinasi
10.Prognosis Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%,
sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas demam tifoid
sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan dengan
malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien usia lanjut atau pasien debil
prognosisnya lebih buruk.
Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin buruk. Relaps
terjadi pada 25% kasus.
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15.Kepustakaan 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent Borne
(daftar rujukan) viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison‟s Principles of
Internal Medicine 17th edition. United States of America.
McGrow Hill. 2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2797-2805
3. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid fever. N Engl J
Med 2002; 347: 1770-1782
4. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the detection on
Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56: 694-698
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D, editors.
Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang ilmu
Penyakit Dalam. Indonesia. Interna Publishing. 2015. P892-898.
6. Background document: The diagnosis, and prevention of typhoid
fever. Communicable Disease Surveillance and Response
vaccines and Biologicals. World Health Organization. 2003

3
Pasuruan,
Ketua Komite Medis Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam

dr. M. ZAKKY KURNIAWAN, SpJP, FIHA dr. ZAINUDIN ZUHRI, SpPD, FINASIM
NIP. 19760430 200604 1 012 NIP. 19670418 199803 1 010

Mengetahui,
Direktur RSUD dr. R. Soedarsono
Kota Pasuruan

dr. M BURHAN, MMRS


NIP. 19700414 200604 1 011

4
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD dr. R. SOEDARSONO
KOTA PASURUAN

2. DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Pengertian Demam berdarah dengue merupakan penyakit demam akut yang
(Definisi)
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypty dan Aedes Albopticus serta memenuhi
kriteria WHO untuk demam berdarah dengue.
2. Anamnesis 1. Demam mendadak tinggi dengan tipe bifasik disertai oleh
kecenderungan perdarahan (perdarahan kulit, perdarahan gusi,
epistaksis, hematemesis, melena, hematuria)
2. Sakit kepala
3. Nyeri di belakang mata
4. Nyeri otot dan sendi
5. Ruam
6. Pemanjangan siklus menstruasi
7. Mual/muntah
8. Riwayat penderita DBD di sekitar tempat tinggal, sekolah atau
tempat kerja pada waktu yang sama.
3. Pemeriksaan Fisik  Demam
 Gejala infeksi viral: injeksi konjungtiva, mialgia,
atralgia
 Tanda perdarahan: petekie, purpura, ekimosis
 Hepatomegali
 Tanda-tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites,
edema kandung emepedu
1. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis klinis WHO 1997 untuk DBD :
· Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik
· Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
 Uji bendung positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)

5
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
atau perdarahan dari tempat lain)
 Hematemesis atau melena
· Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3)
· Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage:
 Hematokrit meningkat >20% dibandingkan standar sesuai usia
dan jenis kelamin
 Hematokrit turun >20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
 Tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites, hipoproteinemia
atau hiponatremia
2. Diagnosis Demam Berdarah Dengue

3. Diagnosis Banding Demam akut lain yang disertai trombositopenia: demam tifoid,
malaria, chikungunya
4. Pemeriksaan Hb, Ht, leukosit, trombosit, serologi dengue
Penunjang
Foto toraks
Evaluasi Ht dan trombosit 12/24 jam sesuai keadaan klinis
USG abdomen sesuai indikasi atau bila perlu
5. Tata Laksana Nonfarmakologi : istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan
cairan total
Farmakologis :
· Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam
· Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol
tatalaksana DBD
o Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf.
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila
diperlukan.
o Tranfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
119
o Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan
koagulasi intravaskular diseminata (KID)
6. Edukasi Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi

6
7. Prognosis Dubia ad bonam
8. Tingkat Evidens
9. Tingkat
Rekomendasi
10. Penelaah Kritis
11. Indikator
12. Kepustakaan 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent Borne
(daftar rujukan)
viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison‟s Principles of
Internal Medicine 17th edition. United States of America.
McGrow Hill. 2008
2. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D, editors.
Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang ilmu
Penyakit Dalam. Indonesia. Interna Publishing. 2017. P877-885.
3. Azis Rani dkk, 2009, Panduan Pelayanan Medik, Perhimpunan
dokter spesialis penyakit dalam indonesia, Interna Publishing
p137
Pasuruan,
Ketua Komite Medis Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam

dr. M. ZAKKY KURNIAWAN, SpJP, FIHA dr. ZAINUDIN ZUHRI, SpPD, FINASIM
NIP. 19760430 200604 1 012 NIP. 19670418 199803 1 010
Mengetahui,
Direktur RSUD dr. R. Soedarsono
Kota Pasuruan

dr. M. BURHAN, MMRS


NIP. 19700414 200604 1 011

7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD dr. R. SOEDARSONO
KOTA PASURUAN

3. DIABETES MELITUS
1. Pengertian Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Klasifikasi Diabetes Melitus(DM)
I. DM tipe 1 (destruksi sel ß pankreas, umumnya berhubungan
defisiensi insulin absolut):
 Autoimun
 Idiopatik
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin).
III. Tipe spesifik lain:
 Sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal, maturity
onset diabetes of the young (MODY)) .
 Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis).
 Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ).
IV. DM gestasional: diabetes yang terdeteksi pada trimester kedua
atau ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan tidak
didapatkan diabetes.
2. Anamnesis 1. Keluhan khas DM: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2:

8
 Usia > 45 tahun
 Berat badan : >110 % berat badan idaman atau indeks massa
tubuh (IMT) >23 Kg/m2
 Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg).
 Riwayat DM dalam garis keturunan.
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir
bayi > 4.000 gram
 Riwayat DM gestasional.
 Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
 Penderita penyakit jantung koroner, obesitas, tuberkulosis,
hipertiroidisme, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit
DM dan endokrin lain)
 Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.
 Merokok
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang.
2. Tanda neuropati.
3. Mata (Visus, lensa mata, dan retina).
4. Gigi mulut.
5. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dL dengan
keluhan klasik atau krisis hiperglikemia, atau.
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dL, atau.
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200mg/dL pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTGO.
4. Pemeriksaan HbA1C ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP) dan Diabetes Control dan Complication Trial
Assay (DCCT).

5. Diagnosis Diabetes Mellitus

6. Diagnosis Banding 1. Hiperglikemia reaktif,

9
2. Pre diabetes
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium:
Penunjang
 Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah.
 Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah TTGO.
 Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, estimasi LFG, kreatinin
serum.
 SGOT, SGPT, Albumin/Globulin.
 Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, LDL, HDL,
trigliserida.
 HbA1C.
 Elektrokardiogram.
 Foto rontgen dada (bila ada indikasi: TB, penyakit jantung
kongestif)
8. Tata Laksana Edukasi meliputi pemahaman tentang:
Materi edukasi meliputi:
 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
 Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
 Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa,
kondisi rawat inap).
 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi
mutakhir tentang DM.
 Pemeliharaan/perawatan kaki.

Perencanaan Makan
Standart yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi:
Karbohidrat 45 – 65 %, protein 10 – 15 %, dan lemak 20 - 25 %.
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 200mg//hari.
Diusahakan lemak berasal dari sumber lemak tidak jenuh (MUFA
= Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan
serat 20 - 35 g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal perhari:
 Laki-laki : 30 kal/kg BB idaman.
 Wanita : 25 kal/kg BB idaman.

10
Penyesuaian (terhadap kalori basal / hari):
 Status gizi:
 BB gemuk - 20 %
 BB lebih - 10 %
 BB kurang + 20 %
 Umur :
 > 40 tahun -5%
 60 – 69 tahun - 10%
 > 70 tahun - 20%

 Stres metabolik (infeksi, operasi, dll) + (10s/d 30 %)


 Aktivitas:
 Istirahat + 10%
 Ringan + 20 %
 Sedang + 30 %
 Berat + 40 %
 Sangat berat + 50%
 Stres metabolik: ditambah 10 – 30% tergantung dari beratnya
stres metabolik (sepsis, operasi, trauma).
 Berat badan
 Gemuk - 20 – 30%
 Kurus + 20 – 30%
 Hamil:
 Trimester I, II + 300 kal
 Trimester III / laktasi + 500 kal

Rumus Broca:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikali 90 % lagi.
 Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
BB normal : BB ideal ± 10%
Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%
Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari- hari dan latihan teratur (3-5 kali

11
seminggu selama kurang lebih 30 – 45 menit). Prinsip : Continuous
– Rytmical – Interval – Progressive –Endurance.
Intervensi farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO):
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea.
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin,
tiazolidindion.
 Penghambat Alfa Glucosidase : acarbose.

Insulin
Indikasi:
 HbA1C saat diperiksa ≥ 7,5% dan sudah menggunakan satu atau
dua obat antidiabetes
 HbA1C saat diperiksa > 9%
 Penurunan BB yang cepat.
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
 Krisis hiperglikemia.
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
 Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikan secara bertahap sesuai dengan
respon terhadap kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua
kelompok obat hipoglikemi oral yang berbeda mekanisme
kerjanya.

12
Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk:
Non Farmakologis  evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Penekanan kembali tatalaksana non-


farmakologis.
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai + 1 macam OHO


Biguanid / Penghambat glukosidase  /
Glitazon evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara:


Biguanid / Penghambat glukosidase  /
Glitazon  evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO:


Biguanid + Penghambat glukosidase 
+ Glitazon atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari +
insulin Malam
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai dengan
keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 macam OHO tidak tercapai:


Kombinasi 4 macam OHO
Biguanid + Penghambat glukosidase  +
Glitazon + Secretagogue
atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin

13
Malam
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai dengan
keadaan klinis):
Sasaran terapi kombinasi 4 macam OHO tidak tercapai:
Insulin
Atau;
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin
Malam

Sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai”


Insulin
Bila sasaran tercapai teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk:


Non Farmakologis  evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Non-farmakologis + secretagogue


 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara:


Secretagogue + Penghambat
glukosidase  / Biguanid / Glitazon
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO:


Secretagogue + Penghambat
glukosidase  / Biguanid / Glitazon,
atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari +

14
insulin Malam
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai
dengan keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 macam OHO tidak tercapai:


Kombinasi 4 macam OHO
Secretagogue + Penghambat glukosidase  +
Biguanid + Glitazon atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin
Malam
 evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai dengan
keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 4 macam OHO tidak tercapai:


Insulin atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin
Malam

Sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai”


Insulin

Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi


1. Pemeriksaan glukosa darah.
2. Pemeriksaan A1C.
3. Pemeriksaan glukosa darah sendiri.
4. Pemeriksaan glukosa rutin.
5. Penentuan kriteria pengendalian DM (lihat tabel).

Tabel : Sasaran Pengendalian DM


Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 – 22,9

15
Tekanan darah sistolik < 140
Tekanan darah diastolik < 90
HbA1C (%) < 7 atau individual
Glukosa darah pre prandial 80 – 130
kapiler (mg/dL)
Glukosa darah 2 jam PP kapiler < 180
(mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 (<70 bila risiko KV sangat
tinggi
Trigliserida (mg/dL) < 150
Kolesterol HDL (mg/dL) Laki-laki: > 40; Perempuan > 50

9. Edukasi 1. Pengaturan diet sesuai kondisi pasien


2. Upaya mencegah luka, atau pemeliharan luka bila terjadi
3. Upaya pencegahan terjadinya komplikasi
4. Penggunaan obat sesuai anjuran
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di
(daftar rujukan)
Indonesia. 2021.
2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
2021.
3. The Expert Committee on The Diagnosis and Clasification of
Diabetes Mellitus.Report of The Expert Committee on The
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.Diabetes
Care, Jan 2003;26(Suppl. 1):S5 – 20.
4. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a ß- cell Dysfunction.
Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent
Management in Diabetes and Its Complication : From

16
Molecular to Clinic Jakarta, 2-3 Nov 2002 Simposium Current
Pasuruan,
Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta, 11- 12
november 2000: 185- 99.
Ketua Komite Medis Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam

dr. M. ZAKKY KURNIAWAN, SpJP, FIHA dr. ZAINUDIN ZUHRI, SpPD, FINASIM
NIP. 19760430 200604 1 012 NIP. 19670418 199803 1 010

Mengetahui,
Direktur RSUD dr. R. Soedarsono
Kota Pasuruan

dr. M. BURHAN, MMRS


NIP. 19700414 200604 1 011

17
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD dr. R. SOEDARSONO
KOTA PASURUAN

4. DIARE AKUT
1. Pengertian Diare akut adalah perubahan frekuensi buang air besar menjadi
(Definisi) lebih sering dari normal atau perubahan konsistensi feses menjadi
lebih encer atau kedua-duanya dalam waktu < 14 hari. Umumnya
disertai dengan segala gangguan saluran cerna yang lain seperti
mual, muntah, dan nyeri perut, kadang-kadang disertai demam,
darah pada feses serta tenesmus (gejala disentri).
Diare juga dapat didefinisikan dari berat tinja > 200 gram per hari
pada populasi barat, atau kandungan air pada tinja > 200 cc per
hari.
2. Anamnesis 1. Onset, durasi, frekuensi, progresivitas diare, kualitas diare;
2. Ada tidaknya muntah
3. Lokasi dan karakteristik nyeri perut
4. Riwayat penyakit dahulu, penyakit dasar/komorbid
5. Petunjuk epidemiologi (daerah endemik, kejadian luar biasa
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum; kesadaran, status gizi dan tanda vital
2. Status hidrasi
3. Kualitas nyeri perut (untuk menyingkirkan penyakit lain yang
bermanifestasi diare akut)
4. Colok dubur dianjurkan pada semua kasus diare dengan feses
berdarah, terutama pada usia > 50 tahun
5. Identifikasi penyakit komorbid
4. Kriteria Diagnosis 1. Suhu badan meningkat.
2. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi.
3. Bradikardi relative
4. Lidah yang berselaput
5. Uji Widal
Kriteria rawat inap:
1. Pasien dengan muntah persisten

18
2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen
5. Diagnosis Demam Tifoid

6. Diagnosis Banding 1. Demam dengue


2. Malaria
3. Enteritis bacterial
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. Darah perifer lengkap sering: leukopenia, anemia dan
trombositopenia.
2. Uji Widal: bila kenaikan 4 kali titer antibody O dan H pada
specimen yang diambil pada jarak 2 minggu
3. Kultur darah, feses dan urin
4. Uji TUBEX
5. Typhidot
6. Dipstick
7. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA
8. Tata Laksana Trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid, yaitu:
1. Diet (pemberian makanan padat dini, menghindari sementara
sayuran yang berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik)
3. Pemberian antimikroba
Pemberian antimikroba pilihan utama:
2. Kloramfenikol 4x500 mg (50-70 mg/KgBB) 14-21 hari atau
sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
1. Tiamfenikol 4x500 mg
2. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
3. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
5. Sefotaksim 2-3x1 gram, Sefoperazon 2x1 gram
6. Fluorokuinolon
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari

19
Siprofloksasin 2x500 mg/hari (15 mg/KgBB) selama 5-7 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB) selama 5-7 hari
Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
9. Edukasi 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
2. Vaksinasi
10. Prognosis Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%,
sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas tifoid sekitar
2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan dengan malnutrisi,
balita, dan lansia. Pasien usia lanjut atau pasien debil prognosisnya
lebih buruk.
Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin buruk. Relaps
terjadi pada 25% kasus.
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent Borne
(daftar rujukan) viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison‟s Principles of
Internal Medicine 17th edition. United States of America.
McGrow Hill. 2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2797-2805
3. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid fever. N Engl J
Med 2002; 347: 1770-1782
4. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the detection on
Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56: 694-698
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D, editors.
Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang ilmu
Penyakit Dalam. Indonesia. Interna Publishing. 2015. P892-898.
6. Background document: The diagnosis, and prevention of typhoid
fever. Communicable Disease Surveillance and Response

20
vaccines and Biologicals. World Health Organization. 2003

Pasuruan,
Ketua Komite Medis Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam

dr. M. ZAKKY KURNIAWAN, SpJP, FIHA dr. ZAINUDIN ZUHRI, SpPD, FINASIM
NIP. 19760430 200604 1 012 NIP. 19670418 199803 1 010

Mengetahui,
Direktur RSUD dr. R. Soedarsono
Kota Pasuruan

dr. HENDRA ROMADHON


NIP. 19701109 200212 1 002

21
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF PENYAKIT DALAM
RSUD dr. R. SOEDARSONO
KOTA PASURUAN

5. DISPEPSIA
1. Pengertian Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri
(Definisi)
atas nyeri ulu hati, mual kembung, muntah, rasa penuh atau cepat
kenyang dan sendawa
2. Anamnesis Terdapatnya Kumpulan gejala tersebut di atas
3. Pemeriksaan Fisik 1. Suhu badan meningkat.
2. Bradikardi relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit)
3. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
serta tremor)
4. Hepatomegali
5. Splenomegaly
6. Meteorismus
7. Gangguan mental: somnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis.
4. Kriteria Diagnosis 1. Suhu badan meningkat.
2. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi.
3. Bradikardi relative
4. Lidah yang berselaput
5. Uji Widal
Kriteria rawat inap:
1. Pasien dengan muntah persisten
2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen
5. Diagnosis Dispepsia

6. Diagnosis Banding Penyakit refluks gastroesofageal


· Irritable Bowel Syndrome

22
· Karsinoma saluran cerna bagian atas
· Kelainan pankreas dan kelainan hati
7. Pemeriksaan Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan
Penunjang
terhadap adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi
hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma GT, USG
Abdomen
8. Tata Laksana Suportif : nutrisi
· Pengobatan empirik selama 4 minggu
· Pengobatan berdasarkan etiologi
9. Edukasi 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
2. Vaksinasi
10. Prognosis
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent Borne
(daftar rujukan)
viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison‟s Principles of Internal
Medicine 17th edition. United States of America. McGrow Hill.
2008
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2797-2805
3 . Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D, editors.
Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang ilmu Penyakit
Dalam. Indonesia. Interna Publishing. 2015. P892-898.

23

Anda mungkin juga menyukai