Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

ILMU KESEHATAN ANAK


RS MUTIARA BUNDA

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEMAM TIFOID

1. Pengertian (Definisi) Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan
oleh infeksi kuman gram negative Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi, menyerang saluran pencernaan dengan
gehala demam lebih dari 1 minggu, gangguan saluran pencernaan
dengan gangguan kesadaran
2. Anamnesis 1. Demam berlangsung 1-2 minggu
2. Gangguan saluran cerna, mual, munta, obstipasi, diare
3. Gangguan kesdaran berupa delirium, apatis, somnolen, sopor
bahkan koma
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam
2. Bibir kering dan pecah-pecah
3. Bradikardi relative (peningkatan suhu 1C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit)
4. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah
serta tremor)
5. Hepatomegaly
6. Splenomegaly
7. Meteorismus
8. Gangguan mental : somnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis
4. Kriteria Diagnosis 1. Suhu badan meningkat
2. Gejala gastrointestinal : anoreksia, nyeri abdomen, mual,
muntah, diare, konstipasi
3. Bradikardi relative
4. Lidah yang berselaput
5. Uji widal

Kriteria rawat inap :


1. Pasien dengan muntah persisten
2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen
5. Diagnosis Kerja Demam tifoid
6. Diagnosis Banding 1. Demam dengue
2. Malaria
3. Enteritis bacterial
4. Isk
5. Sepsis
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
1. Darah perifer lengkap sering : leukopenia, anemia dan
trombositopenia
2. Uji widal : bila kenaikan 4 kali titer antibody O dan H pada
specimen yang diambil pada jarak 2 minggu
3. Kultur darah, feses dan urin
4. Uji TUBEX
5. Typhidot
6. Dispstick
7. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
8. Tatalaksana Trilogy penalataksanaan Demam tifoid yaitu:
1. Diet (tinggi kalori dan protein, lundak dan menghindari
sementara sayuran yang berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik)
3. Pemberian antimikroba

Pemberian antimikroba pilihan utama :


1. Kloramfenikol 4x500mg (50-75mg/KgBB) terbagi dalam 3-4
dosis, oral atau iv selama 14-21 hari atau sampai dengan 7 hari
bebas demam

Alternative lain :
1. Tiamfenikol 4x500mg
2. Kotrimoksazol 2x960mg selama 2 minggu
3. Ampisilin 200mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis selama 2-
3 minggu
4. Amoksisilin 100mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis
5. Sefalosporin generasi III : ceftriaxone 25 mg/KgBB/12 Jam
sealam 7 hari
6. Cefotaxime ceftriaxone 25 mg/KgBB/12 Jam sealam 7 hari
7. Ceftazidime ceftriaxone 15-25 mg/KgBB/12 Jam sealam 7
hari

9. Edukasi 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi


2. Vaksinasi
10. Prognosis Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20 %,
sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas tifoid sekitar
2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan dengan malnutrisi,
balita, dan lansia. Relaps terjadi pada 25% kasus.
11. Kepustakaan 1. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak RSUP
Manado Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat Manado
1992
2. Pedoman diagnosis dan terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD dr Soetomo Surabaya Edisi III, 2008
3. Buku ajar respirologi anak IDAI Edisi Pertama 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DIARE AKUT PADA ANAK

1. Pengertian (Definisi) Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, diare merupakan penyebab
kematian pada 42% bayi dan 25,2% anak usia 1-4 tahun.
2. Anamnesis 1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari, warna
feses, adakah lender atau lender darah dalam feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, kapan buang air kecil terakhir, demam, sesak nafas,
kejang, perut kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/diminum selama
diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang tidak biasa
6. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :
Tanda utama :
- Gelisah, rewel, lemah/letargi/cona, tampak haus, turgor
kurang atau buruk
Tanda tambahan :
- Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB cekung, keluar air
mata
2. Nafas cepat dan dalam (nafas Kussmaul) tanda asidosis
metabolic
3. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit
(hipo/hipernatremia), kembung (hipokalemia)
4. Berat badan
5. Penilaian derajat dehidrasi
4. Kriteria Diagnosis 1. Diare akut tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda utama
maupun tambahan, kehilangan cairan tubuh < 5% BB. KU
baik sadar, UUB tak cekung, mukosa mulut dan bibir basah,
turgor baik atau cukup, bising usus normal, akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang
Kehilangan cairan 5-10% BB, terdapat 2 randa utama
ditambah 2 atau lebih tanda tambahan. KU gelisah atau
cengeng. Turgor kurang, akral masih hangat.
3. Diare akut dengan dehidrasi berat :
Kehilangan cairan >1-% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah
2 atau lebih tanda tambahan. KU Letargi atau koma, UUB
sangat cekung, mata sangat cekung, mukosa mulut dan bibir
kering. Turgor sangat kurang akral dingin.
5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi
6. Diagnosis Banding 1. Keracunan makanan
2. Disentri basiler
3. Disentri amuba
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan feses lengkap
2. Analisis elektrolit
3. Analisis gas darah bila perlu pada dehidrasi berat dengan
asidosis
8. Tatalaksana Terlampir dalam protocol
9. Edukasi 1. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yang bersih, selalu
memasak makanan dan minuman dan hygiene pribadi : cuci
tangan sebelum makan atay memberikan makanan
2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan, imunisasi
rotavirus bila ada dan masih dalam usia <6 bulan, imunisasi
campak
10. Prognosis Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika terlambat
mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan
11. Kepustakaan 1. Pudjuadu AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1,
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
2. Hegar, B dalam Gunardi, H dkk (Eds) : Kumpulan Tips
Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta 2010 : 64 - 69
CLINICAL PATHWAY
DIARE AKUT RINGAN – SEDANG
RS MUTARA BUNDA
No RM :
Nama pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal lahir Tgl.Masuk Jam
Diagnosis Masuk RS Tgl.Keluar Jam
Penyakit Utama Lama rawat Hari
Penyakit Penyerta Rencana Rawat
Tindakan Rujukan Ya/Tidak
Komplikasi R.Rawat/Klas /
Dietary Counseling and Surveillance

HARI PENYAKIT KETERANGAN


1 2 3 4 5 6 7
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
HARI RAWAT
1 2 3 4 5 6 7
ASESMEN AWAL
a. ASESMEN AWAL Dokter IGD Pasien masuk via IGD
MEDIS Dokter spesialis Pasien masuk via RJ
b. ASESMEN AWAL Perawat primer:
KEPERAWATAN Kondisi umum, tingkat
kesadaran, tanda-tanda vital,
riwayat alergi, skrining gizi,
nyeri, status fungsional : bartel
index, risiko jatuh. Risiko
decubitus, kebutuhan edukasi
dan budaya.
1. LABORATORIUM HB, HT, LEUKO, Elektrolit
Tinja makroskopic &
mikroskopik

2. RADIOLOGI/
IMAGING
3. KONSULTASI
4. ASESMEN
LANJUTAN
a. ASESMEN MEDIS Dokter DPJP Visite harian / follow up
Dokter non DPJP / dr.ruangan Atas indikasi /
emergency
b. ASESMEN Perawat penanggung Jawab Dilakukan dalam 3 shift
KEPERAWATAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

KEJANG DEMAM

1. Pengertian (Definisi) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (diatas 38 C rektal) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit ata metabolic lainnya.
Kejang yang terjadi pada bayi dibawah umur 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung


singkat kurang dari 15 menit bersifat kejang umum dan tidak
berulang dalam 24 jam

Kejang demam kompleks adalah kejang berlangsung lebih 15


menit bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang fokal dan berulang dalam 24 jam
2. Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang dan kesadaran,
interval kejang dan keadaan anak pasca kejang
2. Suhu tubuh saat kejang, sebelum kejang
3. Adanya infeksi diluar SSP seperti ISPA, ISK, OMA
4. Riwayat tumbuh kembang, riwayat kejang demam dan
epilepsy dalam keluarga
5. Singkirkan sebab kejang yang lain missal diare dan muntah
yang menyebabkan gangguan elektrolit, sesak nafas yang
dapat menimbulkan hipoksemia, asupan makanan dan susu
kurang yang dapat menimbulkan hipoglikemia
3. Pemeriksaan Fisik 1. Suhu tubuh (rectal)
2. Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
3. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, bruzinsky I dan II,
kernig sign, laseque sign
4. Pemeriksaan nervus cranial
5. Tanda peningkatan tekanan intracranial, UUB menonjol, papil
edema
6. Tanda infeksi diluar SSP : ISK, ISPA, OMA
7. Pemeriksaan neurologi lain : tonus, motoric, reflex fisiologis
dan patologis
8. Pemeriksaan darah lengkap. Elektrolit. Gula darah sewaktu,
urinalisis, kultur darah, urin dan feses bila dibutuhkan
4. Kriteria Diagnosis Kriteria klinis sesuai definisi kejang demam
5. Diagnosis Kerja Kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks
6. Diagnosis Banding 1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Gangguan keseimbangan elektrolit
4. Generalized epilepsy with febrile seizure
5. Severe myoclonic epilepsy in infancy
6. Febrile status epilepticus
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit darah, gula darah
sewaktu, urinalisis, kultur darah, urin dan feses tidak
diperlukan pada kejang demam sederhana
2. Lumbal pungsi : tidak perlu dilakukan pada kejang demam
sederhana jika tidak ada tanda meningitis atau riwayat
meningitis atau tanda infeksi intrakeanial
3. EEG : tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana tetapi
perlu pada kejang demam kompleks.
8. Tatalaksana Medikamentosa :
1. Antipiretik : paracetamol 10-15mg/kgBB oral atau drip
diberikan setiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Ibuprofen 5-10
mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari
2. Anti kejang : diazepam oral 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rectal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu >
38,5 C
3. Pengobatan rumatan jangka panjang diberikan fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis atau asam valproate 15-20
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis diberikan selama satu tahun
bebas kejang kemudian dihentikan bertahap 1-2 bulan.
Pengobatan rumatan diberikan jika terdapat keadaan sbb:
a. Kejang > 15 menit
b. Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang seperti
paresis, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus
c. Kejang fokal
d. Kejang berulang lebih dari 2x dalam 24 jam
e. Kejang demam pada usia < 12 bulan
f. Kejang demam berulang > 4x setahun
9. Edukasi 1. Edukasi kemungkinan berulangnya kejang demam
2. Edukasi factor resiko terjadinya epilepsy
3. Edukasi tanda dini kejang demam
10. Prognosis Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada 482 anak
kejang demam sederhana yang dipantau selama 1-5 tahun tidak
ditemukan kematian, disabilitias intelektual maupun kecacatan.
Resiko epilepsy pada kejang demam sederhana hanya 1-2 %.
Sebanyak 30-35% akan mengalami kejang demam kembali.
Resiko meningkat jika kejang pertama terjadi pada umur kurang
dari 1 tahun, ada riwayat kejang demam pada saudara kandung,
kejang demam terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi,
interval waktu antara demam dan kejang pendek dan adanya
perkembangan yang abnormal sebelum kejang.
Kejang demam kompleks : risiko terjadinya epilepsu dikemudian
hari adalah 5-10 % terutama jika kejang demam fokal, lama da
nada riwayat epilepsy dalam keluarga.
11. Kepustakaan 1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1, Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010: 150-153
2. Widodo, DP : Konsesnsus Tata Laksana Kejang Demam dalam
Gunardi, H dkk (Eds) kumpulan Tips Pediatri. Badan penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 193 – 203
3. Pusponegoro, H : Kejang Demam. Dalam Current Evidences
in Pediatric Emergencies Management Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. FKUI/RSCM, Jakarta, 12-13 April 2015; 92-
97.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DENGUE HAEMORRAGHIC FEVER PADA ANAK

1. Pengertian (Definisi) Suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue
yang mempunya 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4, di Indonesia DEN-3 merupakan serotype dominan dan
berhubungan dengan kasus berat.
2. Anamnesis 1. Demam mendadak tinggi 2-7 hari
2. Lesu tidak mau makan dan muntah
3. Pada anak besar mengeluh sakit kepala, nyeri otot dan nyeri
sendi
4. Oerdarahan yang sering ditemukan adalah perdarahan kulit dan
epistaksis
5. Dijumpai adanya kasus DHF di sekolah, lingkungan sekitar
rumah
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam mendadak tinggi terus menerus (kontinyu) disertai
facial flush. Muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
retroorbital
2. Hepatomegaly
3. Perembesan plasma pada rongga pleura dan peritoneak
4. Perdarahan dapat berupa petekiae, ekimosis, purpura,
epistaksis, hematemesis melena maupun hematuria.
5. Fase kritis sekitar hari ke 3 hingga ke 5 perjalanan penyakit.
Penurunan suhu tubuh dapat merupakan tanda awal
penyembuhan tetapi dapat pula merupakan awal syok pada
DBD
4. Kriteria Diagnosis Kriteria klinis
1. Demam 2-7 hari, mendadak tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan : uji tourniquet (tidak selalu positif),
petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, gusi dan
epistaksis, hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Perembesan plasma ditandai dengan hipoalbuminemia,
peningkatan Ht > 20% dibanding pemeriksaan awal atau data
Ht sesuai umur, efusi pleura atau asites
5. Tanda-tanda syok : gelisah, nadi cepat lemah tekanan nadi
turun, hipotensi, akral dingin, kulit sembab, capillary Refill
Time > 2 detik

Kriteria laboratorium
1. Trombositopenia < atau = 100.000/dl
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematocrit > 20%
dibandingkan data awal atau sesuai dengan umur
3. Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis,
ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup
untuk menegakkan diagnosis DHF
5. Diagnosis Kerja Dengue Haemoragic Fever dibagi 4 kelompok
1. DHF derajat 1
2. DHF derajat 2
3. DHF derajat 3
4. DHF derajat 4
6. Diagnosis Banding 1. Dengue Fever
2. Chikungunya Fever
3. Typhoid Fever
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
2. Serologi : IgG dan IgM Anti Dengue (setelah hari keempat
demam, IgM muncul lebih cepat IgG muncul lebih lambat
tetapi pada infeksi dengue sekunder IgG muncul lebih cepat)
3. NSI (terutama hari pertama sampai ketiga dan umumnya
menghilang pada hari kelima demam)
4. WIDAL atau IgM Salmonella typhi
5. SGOT/SGPT
6. Albumin darah
7. X foto Thorax (sesuai indikasi)
8. Tatalaksana Tatalaksana DHF dibagi menjadi kelompok :
1. DHF derajat 1 dan 2 lihat lampiran protocol
2. DHF derajat 3 dan 4/DSS lihat lampiran protocol
9. Edukasi 1. Edukasi tentang dasar diagnosis terapi dan perjalanan penyakit
2. Hygiene lingkungan, mencegah berkembang biaknya aedes
aegypti dalam genangan air di lingkungan rumah, sekolah dan
tempat berkumpulnya manusia lainnya
3. Edukasi mengenali tanda dini dan komplikasi demam
dengue/DHF dan kapan merujuk ke fasilitas kesehatan
10. Prognosis Baik pada Demam Dengue dan DHF derajat 1 dan 2
Buruk pada DHF derajat 3 dan 4 apabila terlambat ditangani
Angka kematian tahun 2008-2013 di 6 RS Pendidikan di Indonesia
demam dengue 0,08%, DHF 0,36%, DSS 7,81%. Keseluruhan
1,39%
11. Kepustakaan 1. Hadinegoro, SR, Moedjito, I, Chairulfatah A : Pedoman
Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue pada Anak.
UKK infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. Badan Penerbit Ikatan
DOkter Anak Indonesia. Jakarata 2014.
2. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1,
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 :
141-149
3. Satari, HI : Petunjuk Praktis Terapi Cairan Demam Berdarah
Dengue. Dalam kumpulan Tips Pediatri. Gunardi, H (Eds)
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011 :
81-93
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

PNEUMONIA

1. Pengertian (Definisi) Pneumonia adalah penyakit peradangan yang mengenai parenchim


paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain (aspirasi, radiasi)
dll.
2. Anamnesis 1. Diawali infeksi saluran nafas akut bagian atas
2. Batuk
3. Demam tinggi terus menerus
4. Sesak nafas
5. Kebiruan disekitar mulut
6. Menggigil (pada anak)
7. Kejang (pada bayi)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam, suhu > 39 C
2. Dyspnea
3. Takipnea
4. Retraksi dinding dada (chest indrawning)
5. Nafas cuping hidung, sianosis
6. Gerakan dinding dada dapat berkurang pada daerah yang
terkena
7. Ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria anamnesa diatas
2. Kriteria pemeriksaan fisik diatas
5. Diagnosis Kerja Pneumonia
6. Diagnosis Banding 1. Bronkiolutus
2. Payah jantung
3. Aspirasi benda asing
4. Abses paru
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap
2. Urine lengkap
3. Foto dada
4. Elektrolit (Na, K , Cl)
8. Tatalaksana 1. IVFD sesuai umur dan berat badan
2. Pemberian oksigen 1-2 liter/menit
3. Obat-obatan : <3 bulan : Ampisilin 100mg/kgBB/24 jam
dalam 4 dosis ditambah gentamisin 5mg/kgBB/24 jam dalam 2
dosis
4. > 3 bulan : sakit tidak berat  ampisilin 100mg/kgBB/24 jam
dalam 4 dosis atau amoksisilin 50-100mg/kfBB dalam 3 dosis
atau kloramfenikol 50-100 mg/kgBB dalam 4 dosis
5. Sakit berat (chest indrawing) diberikan cephalosporin
100mg/kgBB/24 jam dalam 2 dosis
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit
2. Penjelasan perawatan di rumah
10. Prognosis Dubia ad bonam/malam
11. Kepustakaan 1. Pedoman penatalaksanaan Penyakit di UPF Anak RSUP
manado bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat Manado
2. Pedoman Diagnosa dan terapi Bag/SMF Ilmu kesehatan Anak
RSUD Dr Soetomo Surabaya Edisi III 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

HIPERBILIRUBINEMIA

1. Pengertian (Definisi) Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah peningkatan kadar


bilirubin serum pada neonatus >12
2. Anamnesis Bayi tampak kuning pada 1 minggu pertama setelah kelahiran
3. Pemeriksaan Fisik  Icterus muncul pertama di daerah wajah, manjalar kearah
kaudal tubuh dan ekstremitas
 Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan :
- Hari 1, tekan pada ujung hidung atau dahi
- Hari 2, tekan pada lengan atau tungkai
- Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki
 Pemeriksaan klinis icterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir
dengna menggunakan pencahayaan yang memadai
 Icterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu
dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang
4. Kriteria Diagnosis Kriteria klinis
Kramer Skoring :
1 : daerah kepala dan leher
II : badan atas
III : badan bawah hingga tungkai
IV : lengan, kaki bawah, lutut
V : telapak tangan dan kaki
5. Diagnosis Kerja Hiperbilirubinemia
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin : Hb, Ht, Leukosit, trombosit
2. Bilirubin total
3. Golongan darah ibu
8. Tatalaksana  Icterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan
dapat rawat jalan dengna nasehat untuk kembali jika icterus
berlangsung lebih dari 2 minggu
 Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui
secara dini dan ASI eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam
 Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa
nasograstrik atau dengan gelas dan sendok
 Letakkan bayi di tempat yang cukup mendapat sinar matahari
pagi selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap
hangat
 Kelola factor resiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat
menimbulkan ensefalopati biliaris
 Setiap Icterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran
adalah patologis dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium
lanjut; minimal kadar bilirubin serum total, pemeriksaan
kearah adanya penyakit hemolysis oleh karena itu selanjutnya
harus dirujuk
 Kriteria rujuk : bila bilirubin total lebih dari 20 mg
 Urdafak 2 x 15 mg
 Sequest 3 x 1/5 mg
9. Edukasi Pengertian tentang hiperbilirubin dan pencegahan untuk kehamilan
berikutnya
10. Prognosis Advitam : adbonam
Adsanationam : adbonam
Adfungsionam : adbonam
11. Kepustakaan 1. Nelson, Text Book of Pediatrics
2. Buku ajar Neonatology
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

ASFIKSIA NEONATORUM

1. Pengertian (Definisi) Asfiksia Neonatorum adalah gagal nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir.
2. Anamnesis 1. Saat lahir bayi mengalami keadaan tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur atau bayi tidak menangis
2. Tonus otot jelek
3. Bayi premature
4. Air ketuban keruh bercampur meconium, bayi tidak bugar
5. Riwayat kehamilan ibu
6. Riwayat penyakit selama kehamilan (preekalmsia / eklamsia,
asma, jantung, dll)
7. Usia kehamilan
8. Status gizi ibu
9. Riwayat persalinan
10. Ada tidaknya lilitan tali pusat
11. Ada tidaknya demam selama persalinan
3. Pemeriksaan Fisik 1. Bayi lemah, tidak bernafas atau menangis
2. Tonus otot lemah/jelek
3. Sianosis
4. Nafas megap-megap
5. Detak jantung menurun
6. Warna kulit biru atau pucat
4. Kriteria Diagnosis - Menurut AAP (American Academic of Pediatris) dan AHA
(American Heart Association) : bayi kurang bulan, bayi tidak
bernafas spontan/tidak menangis, tonus otot jelek
- Menurut skor APGAR : yang dihitung sampai dengan menit ke
10 :
 Asfiksia ringan : 7
 Asfiksia sedang : 4-6
 Asfiksia berat : 1-3
- Menurut hasil AGD (Analisis Gas Darah) : pH > 7,25. paO2 <
50 mmHg, paCO2 > 55 mmHg
- Menurut WHO : skor apgar plus gambaran HIE dan deficit
neurologis (Menurut Sarnat)
5. Diagnosis Kerja Asfiksia Neonatorum
6. Diagnosis Banding Hipoksia :
Pulmonal :
1. Penyakit membrane Hialin
2. Pneumonia
3. Kelainan kongenital paru
Ekstrapulmonal :
1. Ensefalopati hipoksik iskemik / Hypoxic Ischemic
Encephalopathy (HIE)
2. Sepsis neonatorum
3. Penyakit jantung bawaan
4. Asidosis metabolic dan Gangguan metabolic lain
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Analisis gas darah
2. Foto thorax dada
3. Pemeriksaan gula darah
4. Pemeriksaan elektrolit
5. EEG dan CT Scan
8. Tatalaksana 1. Resusitasi neonatus : mulai dari tahapan sebagai berikut :
- Langkah awal
- Ventilasi tekanan positif
- Kompresi dada
- Pemberian obat obatan dan cairan pengganti volume
- Pemasangan pipa endotracheal setiap ada indikasi (dapat
pada setiap tahapan)
2. Bayi yang meberi respons baik (asfiksia ringan) dirawat di
Ruang Perawatan Pasca Resusitasi, setelah stabil dirawat di
rawat gabung. Diberikan injeksi vitamin K, vaksinasi Hepatitis
B, tetes mata antibiotic (kloramfenikol, tetrasiklin atau
eritromisin) dan ASI ad libitum
3. Bayi dengan asfiksia sedang di rawat di bangsal Perawatan
Bayi Risiko TInggi, bila ada nafas spontan dapat diberi CPAP
(Bubble CPAP), diberi infus IVFD, dengan larutan dextrose
5% atau 10% dan asuhan bayi baru lahir. Nutrisi dengan ASI
atau nutrisi parenteral total.
4. Asfiksia berat : dirawat di NICU untuk ventilator mekanik
5. Obat-obatan bila perlu antibiotic (lini pertama : ampisilin dan
gentamisin)
9. Edukasi 1. Tentang asfiksia, penyebab, gejala klinis dan komplikasi
2. Tentang pemberian dan manfaat ASI
3. Edukasi rujukan balik
4. Edukasi kemungkinan rujukan
10. Prognosis 1. Asfiksia ringan prognosis : ad vitam, ad sanationam, ad
fungsionam : baik. Nafas spontan, tidak terjadi iskemik
ensefalopati, kemampuan minum baik tergantung pada
kecepatan penatalaksanaan
2. Asfiksia sedang : tergantung pada hasil pengelolaan atau
manajemen, seharusnya ad vitam, ad sanationam, ad
fungsionam : baik
3. Asfiksia berat : biasanya ad vitam, ad sanationam, ad
fungsionam : dubia. Tergantung kondisi bayi dan respons
terhadap ventilator mekanik
11. Indicator Medis 1. Bayi bernafas spontan dan teratur
2. Bayi tidak sianosis
3. Hasil AGD baik
12. Kepustakaan 1. Nelson, Text Book of Pediatrics
2. Buku ajar Neonatology
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

1. Pengertian (Definisi) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang tanpa memandang
masa gestasi
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1jam setelah
lahir
2. Anamnesis Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan fator etiologi) usia
gestasi
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik lengkap bayi baru lahir.Pemerisaan score
Ballard untuk menilai usia gestasi,dan di plot pada kurva
lubcencho untuk menilai kesesuaian berat lahir dengan usia gestasi
Klasifikasi :
A. Berdasarkan Berat Lahir :
1. Berat lahir kurang dari 1000 g : bayi berat lahir amat
sangat rendah
2. Berat lahir kurang dari 1500 g : bayi berat lahir sangat
rendah
3. Berat lahir kurang dari 2500 g : bayi berat lahir rendah
B. Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan :
1. Kurang Bulan : usia gestasi kurang dari 37 minggu
2. Cukup bulan : usia gestasi ≥ 37 minggu atau lebih
C. Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. SMK (sesuai masa kehamilan)
2. KMK ( kecil masa kehamilan)
3. BMK (besar masa kehamilan)
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai
dengan klasifikasi diatas
5. Diagnosis Kerja Bayi Berat Lahir Rendah
6. Diagnosis Banding Sesuai Klasifikasi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. GDA
2. Hemoglobin
3. Leukosit
4. Diff
5. Count
6. Thorax foto
7. ECG
8. USG
8. Tatalaksana Indikasi rawat :
 Semua bayi barat lahir kurang dari 1500 g
 Usia gestasi ≤ 35 minggu
 Bayi dengan komplikasi
Perawatan :
 Dirawat dalam incubator,jaga jangan sampai hipotermi suhu
bayi 36,5 – 37,50C
 Bayi dengan distress pernafasan pengobatan lihat pada bab
distress pernafasan
 Tentukan usia gestasi
 Bayi BB > 1500 g tanpa asfiksia dan tak ada tanda – tanda
distress pernafasan dirawat gabung
 Bayi –bayi KMK (kecil masa kehamilan) diberi minum lebih
dini (2 jam setelah lahir)
 Periksa gula darah dengan destrostik bila ada tanda – tanda
hipoglikemi
 Kebutuhan cairan setiap kgBB/24 jam
 Hari ke 1 : 80 CC
 Hari ke 2 : 100 CC
 Hari ke 3 : 120 CC
 Hari ke 4 : 130 CC
 Hari ke 5 : 135 CC
 Hari ke 6 : 140 CC
 Hari ke 7 : 150 CC
 Hari ke 8 : 160 CC
 Hari ke 9 : 165 CC
 Hari ke 10 : 170 CC
 Hari ke 11 : 175 CC
 Hari ke 12 : 180 CC
 Hari ke 13 : 190 CC
 Hari ke 14 : 200 CC
 Jenis cairan IVFD
o BB> 2000 g : dektrose 10% 500 CC + Ca gluconas 10
%
o BB < 2000 g : dektrose 7 ½ 500 CC + Ca gluconas 10
%
Kebutuhan Ca gluconas//hari : 5 Cc/kgBB
1. Mulai hari ke 3 baru ditambahkan NaCl dan Kcl sesuai
kebutuhan
2. Hari ke 2 diberi protein 1 g/kg/hari,dinaikkan perlahan-
lahan
1 ½ g,2 g,2 ½ g,3 g/kgBB/hari
Pada bayi tanpa distress pernafasan ( RR , 60 X/menit) dapat
lansung diberi minum per oral dengan menghisap sendiri atau
dengan nasogastrik dripp.Bila bayi tidak mentolelirsemua
kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat
ditoleransi
9. Edukasi Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka
pendek dari BBLR dan perawatan metode kangguru
10. Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam/malam
AD sanationam: dubia ad bonam/malam
Adfungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Kepustakaan 1. Papageorgion A.,Pelause E., Kovacs L. The extremely Low
Birth Weight infant. Dalam: MacDonald MG, Shesia M,
penyunting.Avery’s Neonatology,pathophysioloy &
managementof the newborn.Edisi 6.Philadelphia : Lippincott
William & Wilkin,2005;459-89.
2. Anderson M.S., Hay W.W. Intrauterin growth rectriction and
the small-for-gestation-age infant. Dalam: MacDonald MG,
Shesia M, penyunting.Avery’s Neonatology,pathophysioloy &
managementof the newborn.Edisi 6.Philadelphia : Lippincott
William & Wilkin,2005;490-522
3. Grider D.L, Robinson T.L Management of the extremely Low
Birt Weigh infant during the first week of life. Dalam:
Gomella TL,Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting.
Neonatalogy,management, procedur , on call problem,
deseases,and drug. Edisi 6. Newyork : Lange McGraw
Hill,2011;163-74
4. Rao R. Intrauterine Growth Restriction (Small for Gestation
Age). Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk
KE,penyunting.Neonatology Management,procedur,on call
problem,desease,and drug.Edisi 6. Newyork : Large McGraw
Hill,2011;558-67.
5. Lee.K.G. Identifiying the high risk newborn aand evaluating
gestational age, prematurity,postmaturity,large of gestasional
age, and small-for-gestational age infants. Dalam: Cloherty Jp,
Eichenwald EC, stark AR,penyunting . Manual of Neonatal
Care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William &
Walkins,2008;41-58
6. Stewart J.E., Martin C,R., Joselow M.R. Follow-up care of
very low birth weigh infant. Dalam : Cloherty Jp, Eichenwald
EC, stark AR,penyunting . Manual of Neonatal Care. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins,2008;159-63
7. Kliegman R.M. Intrauterin Growth Retriction. Dalam : Martin
RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting Faranoff and
Martin’s Neonatal-perinatal medicine.Edisi ke 9.Missouri :
Elseveir,2011;254-76
8. American Heart Association and American Academy of
Pedatric.Texbook of neonatal resuscitation. Kwattwinkel J,
penyunting. Edisi ke 6,2011.
9. The Follow birthweight infant. Dalam : Levene MI,Tudehope
DI,Sinha S, penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi
4. Australia : Blackweel Publishing,2008;77-86

Anda mungkin juga menyukai