No
: Kpts 1574 /B00000/2013-S2
Tanggal : 1 Juli 2013
Kebijakan Formularium
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
1. FORMULARIUM
a. Formularium adalah daftar obat yang direkomendasikan oleh Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) agar disetujui dan ditetapkan oleh Direktur untuk digunakan di Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP) pada periode waktu tertentu.
b. Formularium berisi nama dagang, nama generik dan informasi penting lainnya tentang
obat yang diperlukan sebagai pertimbangan klinik dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan
apoteker dalam menentukan pengobatan terhadap penyakit pasien.
c. Formularium disusun oleh KFT yang anggotanya terdiri dari dokter / dokter gigi yang
mewakili masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF), apoteker dan perawat, serta
penunjang yang kehadirannya diperlukan secara insidentil.
d. Formularium ditelaah keefektifannya setiap tahun berdasarkan ilmu pengobatan terkini.
e. Formularium direvisi setiap 3 (tiga) tahun atau sesuai dengan terbitnya Daftar Obat
Standar Pertamina dan atau terbitnya Daftar Obat Standar Pertamina Bina Medika.
f. Obat yang masuk diusulkan oleh minimal 2 (dua) SMF dilengkapi dengan minimal 1
(satu) penelitian ilmiahnya.
g. Obat spesifik yang digunakan oleh SMF tertentu, dapat diusulkan oleh 1 (satu) SMF
tersebut saja.
h. Usulan obat yang masuk adalah usulan terbanyak dari semua SMF yang berkaitan
dengan penatalaksanaan terapi penyakit yang dikelola masing-masing SMF dan disetujui
oleh KFT.
i. Satu nama generik obat maksimal terdiri dari 5 (lima) produk, yaitu :
1) 1 (satu) produk original atau PMA (Penanaman Modal Asing)
2) 3 (tiga) produk PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
3) 1 (satu) produk OGB (Obat Generik Berlogo)
j. Dalam menentukan pemilihan obat yang masuk, agar mempertimbangkan kebutuhan
pengobatan bagi pasien Pensiunan Pertamina Kapitasi, pasien PISA (Pekerja Istri/ Suami
dan Anak) Pertamina dan pasien Non Pertamina Jaminan / Tunai.
k. Jumlah obat dalam Formularium adalah jumlah yang paling efisien.
l. Usulan obat yang masuk harus menggantikan numerik obat yang akan dikeluarkan,
sehingga jumlah obat dalam Formularium tetap sama.
m. Kriteria Obat yang akan dikeluarkan dari Formularium adalah :
1) Obat yang tidak diproduksi lagi.
2) Obat yang ditarik dari peredaran oleh produsennya atau BPOM (Badan Pengawas
Obat dan Makanan).
3) Obat yang mengakibatkan adverse effect yang berakibat fatal di RSPP.
4) Obat dengan kategori Slow Moving, yaitu obat yang tidak pernah diresepkan selama 2
(dua) bulan berurutan.
2
perbekalan
farmasi
dilakukan
dengan
metode
yang
dapat
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium RSPP, Panduan Praktik Klinik
(PPK) RSPP, dan ketentuan setempat yang berlaku.
2)
3)
Penetapan prioritas.
4)
Siklus penyakit.
5)
Sisa persediaan.
6)
7)
Rencana pengembangan.
2)
3)
4)
c. Kriteria pembelian :
1)
2)
Tidak rutin :
a) Insidentil :
Pembelian yang dilakukan untuk memenuhi permintaan dokter atau Lantai Rawat
melalui resep / MIV dengan prosedur pembelian rutin.
b) Cito :
Pembelian yang dilakukan untuk memenuhi permintaan dokter atau Lantai Rawat
melalui resep / MIV dengan prosedur pembelian cito (perbekalan farmasi
didatangkan maksimal 2 x 24 jam).
d. Pengadaan item obat baru (belum pernah tersedia di rumah sakit) dimulai dengan
pemberian bonus dari pabrik farmasi yang digunakan sebagai initial stock.
e. Hasil evaluasi efektivitas dan frekuensi permintaan yang tinggi dari initial stock item obat
baru tersebut ditindaklanjuti dengan pengadaan item obat secara konsinyasi yang
dievaluasi selama periode tertentu.
perbekalan farmasi dari Bagian Logistik ke Gudang Farmasi sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan.
c. Penerimaan Perbekalan Farmasi di Layanan Farmasi / User adalah proses penerimaan
perbekalan Farmasi dari Gudang Farmasi ke Layanan Farmasi / User sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan.
d. Perbekalan farmasi yang diterima, diperiksa kuantitas, kualitas, tanggal kadaluarsa dan
suhu penyimpanannya (khususnya untuk perbekalan farmasi yang disimpan pada suhu 2
8 C dan 8-15 C).
e. Batas tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi yang diterima adalah lebih dari 6 bulan,
kecuali akan digunakan segera sesudah penerimaan.
f. Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
dan tercantum dalam Surat Pesanan (PO) barang. Bila ditemukan ketidaksesuaian
dengan spesifikasi maka perbekalan farmasi tersebut dikembalikan ke Distributor.
g. Perbekalan farmasi yang sudah diterima untuk sementara ditempatkan di ruang Transit
In agar tidak tercampur dengan barang yang sudah ada.
h. Perbekalan farmasi dari Gudang Farmasi diserahkan ke Layanan Farmasi / User
berdasarkan Material Issue Voucher (MIV).
5. PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI
a. Penyimpanan Perbekalan Farmasi adalah proses menyimpan dan memelihara
perbekalan farmasi dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat.
b. Syarat Ruang Penyimpanan Perbekalan Farmasi :
1)
Harus tersedia tempat khusus untuk menyimpan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
2)
3)
4)
Pencegahan kebakaran :
Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau
5)
c. Penyimpanan
perbekalan
farmasi
di
ruang
penyimpanan
perbekalan
farmasi
dikelompokkan berdasarkan:
1) Bentuk sediaan dan jenisnya
2) Suhu penyimpanan dan stabilitasnya
Refrigerator
Cool
Controled room temperature
: 2 s.d 8 C
: 8 s.d 15 C
: 20s.d 25 C
3) Alfabetis
4) First Expired First Out (FEFO)
5) First In First Out (FIFO)
d. Penyimpanan obat di Gudang Farmasi disertai kartu stok dengan warna sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
e. Penyimpanan obat di Layanan Farmasi menggunakan 1 kotak obat untuk setiap 1 item
obat serta label kotak obat dengan warna sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
f. Penyimpanan produk reagensia, kontras, radiofarmaka, film dvb, dan film x-ray diatur
dalam kebijakan masing-masing unit terkait.
g. Petugas menyimpan produk nutrisi pada kondisi yang sesuai dengan yang tertera pada
kemasan produk.
h. Penyimpanan obat hibah / bonus / sampel alkes terpisah dari perbekalan farmasi regular
lain.
i. Lokasi penyimpanan vaksin meliputi Instalasi Farmasi dan Poli anak.
j. RSPP tidak memperbolehkan menyimpan obat-obat sampel.
k. Perbekalan farmasi yang telah kadaluarsa atau rusak disimpan di tempat terpisah.
l. Setiap hari dilakukan pemeriksaan persediaan perbekalan farmasi secara sampling untuk
memantau kesesuaian antara fisik dengan kartu stok / form sampling, bersamaan
dengan pemantauan masa kadaluarsa.
m. Obat yang dibawa pasien disimpan pada lokasi tersendiri di Layanan Farmasi.
n. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan di Gudang B3 atau lemari khusus B3
(untuk Layanan Farmasi / Lantai Rawat). Bahan disusun berdasarkan jenisnya sesuai
dengan MSDS (Material Safety Data Sheet) dan tidak menimbulkan interaksi antar bahan
berbahaya.
o. Pemantauan suhu bertujuan agar suhu ruangan penyimpanan perbekalan farmasi dan
kulkas tetap dalam batas yang dipersyaratkan. Pemantauan suhu dilakukan 3 kali sehari
dan didokumentasikan.
6. STOCK OPNAME PERBEKALAN FARMASI
a. Stock Opname perbekalan farmasi adalah proses menghitung jumlah fisik seluruh
perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) yang ada di Instalasi Farmasi dan Lantai
Rawat yang dilakukan setiap bulan pada tanggal yang telah ditentukan.
b. Petugas Instalasi Farmasi dan Lantai Rawat melakukan Stock Opname secara mandiri
setiap bulan dan bersama dengan Bagian Keuangan setiap 3 (tiga) bulan.
c. Petugas Instalasi Farmasi mendampingi Lantai Rawat melakukan Stock Opname setiap
bulan.
d. Bagian Akuntansi melakukan adjustment (koreksi) stok, segera setelah Instalasi Farmasi
dan Lantai Rawat menyelesaikan kegiatan Stock Opname.
e. Perbekalan farmasi yang menjelang kadaluarsa ( 6 bulan sebelum kadaluarsa)
dilaporkan ke bagian Perencanaan Farmasi untuk dipantau dan kemungkinan dilakukan
penukaran ke Distributor terkait.
f. Lantai Rawat melaporkan data mutasi seluruh perbekalan farmasi yang ada kepada
Instalasi Farmasi maksimal 2 (dua) minggu setelah Stock Opname.
g. Instalasi Farmasi membuat Rekapitulasi Hasil Stock Opname Instalasi Farmasi dan
melaporkannya ke Bagian Akuntansi Keuangan maksimal setiap tanggal 4 (empat).
Sedangkan untuk hasil Stock Opname Lantai Rawat data diambil langsung melalui
Sistem Informasi Manajemen / SIM RSPP oleh Bagian Akuntansi Keuangan).
h. Instalasi Farmasi melaporkan hasil adjustment (koreksi) Stock Opname perbekalan
farmasi kepada Wadir Penunjang Medis menggunakan Berita Acara Physical Check /
Stock Opname.
i. Bagian Akuntansi Keuangan melalui Wadir Keuangan melaporkan hasil adjustment
kepada Direktur untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut dan untuk ditetapkan selisih biaya
yang terjadi sebagai transaksi debet/ kredit serta segala akibat yang disebabkan olehnya.
7. PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN PERBEKALAN FARMASI
a. Penarikan perbekalan farmasi adalah proses penarikan perbekalan farmasi dari Layanan
Farmasi dan Lantai Rawat ke Gudang Farmasi melalui Berita Acara (BA) yang akan
dikoordinasikan ke Pabrik / Distributor Obat atau Alat kesehatan untuk dilakukan
penukaran perbekalan farmasi tersebut.
b. Perbekalan farmasi yang ditarik antara lain :
1)
2)
3)
Perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa yang tidak memungkinkan untuk
2)
d. Perbekalan farmasi yang rusak adalah perbekalan farmasi yang rusak (berubah warna,
bocor, Dan sebagainya) atau kurang jumlahnya dari yang tercantum pada kemasan.
e. Perbekalan farmasi yang menjelang masa kadaluarsa adalah perbekalan farmasi yang
membutuhkan pemantauan persediaannya di Layanan Farmasi / Lantai Rawat dan di
Gudang Farmasi + 6 bulan sebelum masa kadaluarsa.
f. Perbekalan farmasi yang ditarik dari peredaran adalah perbekalan farmasi yang dicabut
izin edarnya oleh regulasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) atau
Departemen Kesehatan.
g. Layanan Farmasi, Gudang Farmasi, dan Lantai Rawat yang menyimpan perbekalan
farmasi yang menjelang kadaluarsa, rusak, atau ditarik dari peredaran mengirimkan
perbekalan farmasi tersebut ke bagian Perencanaan Farmasi disertai Berita Acara untuk
ditindaklanjuti ke Pabrik / Distributor.
e. Lantai Rawat menyiapkan persediaan awal perbekalan farmasi pada Emergency Trolley
dan Emergency Kit dengan membuat MIV I Material Issue Voucher (Bon Pengeluaran
Material) ke Instalasi Farmasi.
f. Dokter yang melakukan tindakan resusitasi dan menggunakan perbekalan farmasi pada
Emergency Trolley, menuliskan resep atas nama pasien untuk mengganti perbekalan
farmasi yang digunakan.
g. Dokter Emergensi yang melakukan tindakan resusitasi / tindakan lainnya, dan
menggunakan perbekalan farmasi pada Emergency Kit, menuliskan resep atas nama
pasien untuk mengganti perbekalan farmasi yang digunakan.
h. Petugas Lantai Rawat didampingi petugas Instalasi Farmasi melakukan stock opname
persediaan perbekalan farmasi dalam Emergency Trolley / Emergency Kit setiap bulan
sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan.
10. PENGELOLAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKUSOR
a. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
b. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
c. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika
d. Pemesanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor menggunakan surat pemesanan
khusus yang terpisah dari pemesanan obat lain, dan dilengkapi dengan tandatangan Ka.
Instalasi Farmasi, no. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker), stempel, nomor dan tanggal
surat pemesanan, alamat jelas dan nomor telepon Instalasi Farmasi.
e. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika dilakukan di Gudang Obat Instalasi
Farmasi, Layanan Farmasi dan Lantai Rawat sebagai floor stock dengan jumlah minimal.
1)
Obat psikotropika disimpan dalam lemari yang terpisah dari obat lain, dikunci
dengan baik, aman dan tidak terlihat oleh umum.
3)
Demi efisiensi tempat dan pemantauan, lemari narkotika di Lantai Rawat digunakan
juga sebagai tempat penyimpanan floor stock obat psikotropika, obat yang perlu
diwaspadai (HAM =High Alert Medication), obat dan alat kesehatan lainnya .
4)
2)
Sedasi / relaksasi.
3)
Analgetika.
4)
Antitusif.
g. Peresepan obat narkotika dilakukan oleh dokter, dokter gigi , dan dokter spesialis yang
memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di RSPP.
h. Pemeriksaan pemakaian narkotika psikotropika dilakukan sesuai jadwal yang telah
ditentukan dan didokumentasikan dalam Formulir Pemantauan Narkotika Psikotropika.
i. Pemakaian narkotika psikotropika didokumentasikan dalam buku Laporan Pemakaian
Narkotika Psikotropika.
j. Petugas Lantai Rawat yang menyimpan obat narkotika dan psikotropika sebagai floor
stock, harus membuat laporan pemakaian floor stock obat narkotika dan psikotropika
yang telah digunakan, dan menyerahkan ke Instalasi Farmasi maksimal tanggal 5 setiap
bulannya.
k. Petugas Lantai Rawat menyerahkan ampul bekas obat injeksi narkotika - psikotropika
maksimal sehari setelah pemakaian obat kepada petugas Layanan Farmasi.
l. Sisa obat narkotika dan psikotropika injeksi dapat disimpan maksimal 24 jam pada suhu
ruangan.
m. Sisa obat narkotika dan psikotropika injeksi yang tidak dipergunakan lagi, dibuang ke
dalam wastafel dengan disaksikan oleh minimal satu orang petugas lantai rawat yang
lain.
11
n. Sisa obat narkotika dan psikotropika tablet / patch yang tidak utuh dalam kemasan
terkecil, dikembalikan ke Layanan Farmasi.
o. Petugas menyerahkan berita acara pembuangan sisa obat injeksi dan pengembalian sisa
obat oral dan patch ke Instalasi Farmasi.
p. Instalasi Farmasi memusnahkan sisa obat tablet / patch dan ampul kosong bekas obat
injeksi dengan menggunakan incinerator.
q. Instalasi Farmasi membuat rekapitulasi laporan pemakaian obat narkotika dan
psikotropika seluruh RSPP maksimal setiap tanggal 10 (sepuluh) dan mengirimkannya ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
11. PENGELOLAAN OBAT DENGAN KEWASPADAAN TINGGI (HIGH ALERT MEDICATIONS)
a. Obat dengan kewaspadaan tinggi (High Alert) adalah obat-obat yang mempunyai risiko
tinggi menyebabkan cedera berat sampai kematian apabila diberikan secara tidak tepat
kepada pasien, termasuk di dalamnya obat-obat yang tampak mirip / ucapan mirip
(LASA, look-alike sound-alike).
b. Tujuan pengelolaan obat high alert adalah untuk mencegah terjadi kesalahan pemberian
obat yang berisiko tinggi kepada pasien sehingga meningkatkan jaminan terhadap
keselamatan pasien di RSPP.
c.
Obat high alert yang ada di RSPP dan diatur dalam kebijakan ini adalah:
DAFTAR OBAT HIGH ALERT
(Dalam Nama Generik)
NO
OBAT
ANTITROMBOSIS / ANTIKOAGULAN IV
1
2
Heparin
Alteplase
3
Streptokinase
DEXTROSE HIPERTONIK, 20%
1
Dextrose 40%
OBAT INOTROPIK, IV
1
Digoxin
INSULIN, IV / SK
NO
OBAT
INSULIN, IV / SK
7
Insulin Aspart
NEUROMUSKULAR BLOCKER
1
Atracurium
2
Rocuronium
Vecuronium
MgSO INJEKSI
1
MgSO
Insulin Glulisine
OKSITOSIN, IV
1
Oksitosin
Insulin Reguler
Insulin Glargine
Insulin Detemir
KCl
NaCl 3%
12
Obat high alert disimpan di Gudang Farmasi dan Layanan Farmasi. Obat high alert
tidak disimpan di Ruang Rawat, kecuali di Ruang Rawat yang membutuhkan obat
high alert secara klinis. Penyimpanan ditempatkan pada area yang terpisah, akses
terbatas, serta ditandai label HIGH ALERT atau "HIGH CONCENTRATE" (khusus
KCl 7,46; MgSO4; Dekstrose 40%; dan NaCl 3%) berwarna merah.
2)
Obat high alert yang diperbolehkan untuk disimpan di Ruang Rawat (floor stock,
dalam jumlah terbatas) adalah : KCl 7,46% (hanya boleh di Ruang Rawat jantung
Lantai 5B; ICU, dan Stroke Unit), serta MgSO4 dan Oksitosin (hanya boleh di kamar
bersalin).
3)
Obat high alert yang disimpan di Ruang Rawat ditempatkan pada lemari terkunci,
kunci dipegang oleh Perawat Kepala Shift.
4)
Khusus untuk penyimpanan narkotika menggunakan lemari dengan dua lapis pintu
yang terkunci dan syarat lainnya sesuai kebijakan Pengelolaan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekusor di Instalasi Farmasi RSPP.
5)
Penyimpanan obat-obat LASA diberi stiker LASA berwarna hijau pada kotak obat di
Layanan Farmasi. LASA dengan nama obat yang sama dan 2 atau lebih kekuatan
obat
yang
berbeda
di
Layanan
Farmasi
diatur
penyimpanannya
dengan
menempatkan kekuatan obat yang lebih kecil berada di sebelah kiri obat dengan
kekuatan lebih besar. Antara obat LASA satu dengan lainnya diberi jarak 1 kotak
obat.
e. Pengendalian
1)
Jumlah stok fisik obat high alert sama dengan jumlah stok di komputer.
2)
Dilakukan stock opname untuk obat dengan kewaspadaan tinggi yang mengikuti
Kebijakan Stock Opname Instalasi Farmasi RSPP.
f.
Pemberian
1)
Pemberian
KCl,
MgSO4,
heparin
intravena,
serta
trombolitik
parenteral
Penyiapan dan pemberian obat high alert parenteral harus dilakukan dengan teliti.
Lakukan verifikasi terhadap konsentrasi obat, kecepatan pemberian, dan jalur
parenteral yang digunakan. Pemberian label dilakukan pada jalur infus dan pada kolf
infus sesuai kebijakan Pelabelan.
3)
Pemberian obat high alert harus dengan independent double check, dalam hal ini di
Lantai Rawat dilakukan oleh Perawat Kepala Shift.
g.
Pemantauan
13
Edukasi Staf
Staf farmasi maupun non farmasi diberikan edukasi terkait obat dengan kewaspadaan
tinggi secara berkesinambungan mengenai jenis dan pengelolaan obat dengan
kewaspadaan tinggi.
Tenaga kesehatan yang kompeten menulis permintaan obat (pada resep atau Catatan
Pengobatan / CP) adalah dokter yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP), yaitu dokter
b.
c.
atau tertulis.
Resep yang dapat diterima oleh Layanan Farmasi adalah resep yang dikeluarkan oleh
d.
RSPP.
Resep hanya dapat ditulis oleh dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP di RSPP yang
e.
f.
masih berlaku.
Dalam resep harus tercantum :
1) Identitas pasien secara lengkap (barcode pasien).
2) Nama obat.
3) Bentuk sediaan.
4) Dosis dan frekuensi.
5) Jumlah obat.
6) Rute pemberian.
7) Nama dokter / dokter gigi penulis resep dan paraf.
8) Tanggal penulisan resep.
9) Berat badan untuk pasien anak atau jika perlu.
10) Luas permukaan tubuh (untuk pasien kemoterapi).
11) Klirens Kreatinin (untuk pasien gangguan ginjal).
12) Alergi obat (jika ada).
Nama obat yang ditulis di resep dapat berupa nama generik atau nama dagang dan
ditulis dengan lengkap tanpa disingkat.
g.
h.
Obat racikan diresepkan hanya jika obat tersebut tidak tersedia bentuk jadinya, dan
terdiri dari maksimal empat bahan aktif.
i.
14
j.
Penulisan resep dilakukan di lembar resep yang terdiri dari resep rawat jalan, resep
instalasi gawat darurat (IGD), resep rawat inap, dan Catatan Pengobatan (CP). Resep
rawat inap digunakan untuk penulisan obat kemoterapi dan obat-obat yang dibawa
pulang pasien sedangkan Catatan Pengobatan digunakan untuk pasien rawat inap. CP
k.
l.
m.
n.
o.
p.
r.
dokter gigi spesialis yang memiliki surat izin Praktik (SIP) di RSPP.
Peresepan obat kemoterapi dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis yang
memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di RSPP dengan melampirkan Protokol Pemberian Obat
s.
Kemoterapi.
Obat-obat high alert tertentu diberikan dengan menggunakan suatu Protokol Pemberian
t.
u.
v.
lingkungan RSPP.
Resep / CP harus disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Resep yang telah disimpan
lebih dari tiga tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan disaksikan oleh Kepala Instalasi
Farmasi / petugas yang dikuasakan. Berita acara pemusnahan dikirimkan ke Suku Dinas
kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM).
15
a. Penelaahan resep adalah kegiatan evaluasi terhadap suatu resep, yang dilakukan
sebelum obat diberikan kepada pasien, untuk memastikan obat diberikan berdasarkan
prinsip 7 benar (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar
waktu pemberian, benar penyimpanan, dan benar dokumentasi).
b. Untuk pasien rawat inap, penelaahan resep dilakukan oleh apoteker berlisensi terhadap :
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Untuk pasien rawat jalan, telaah dilakukan pada seluruh resep oleh apoteker berlisensi
dan dititikberatkan terhadap :
1)
2)
d. Penelaahan resep yang bersifat administratif pada saat penerimaan resep dilakukan oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).
e. Jika terdapat ketidakjelasan pada penulisan resep, kelebihan / kekurangan dosis,
polifarmasi, dan kemungkinan interaksi obat, maka petugas farmasi menghubungi dokter
penulis resep.
f.
Penelaahan resep tetap dilakukan saat tidak hadirnya Apoteker oleh TTK dalam hal
pengkajian resep sederhana meliputi persyaratan administrasi dan teknis farmasi.
g. Penelaahan resep tidak perlu dilakukan pada keadaan darurat atau bila dokter penulis
resep hadir untuk pemesanan, pemberian, dan monitoring pasien (seperti di IGD atau
kamar bedah).
h. Saat penelaahan resep tidak dapat dilakukan seketika oleh Apoteker, maka penelaahan
resep dilakukan saat Apoteker hadir.
i.
c. Perbekalan farmasi disiapkan setelah dilakukan telaah resep oleh Apoteker / Apoteker
farmasi klinis.
d. Petugas farmasi memberikan informasi dan memberikan saran substitusi kepada dokter
penulis resep sesuai dengan Formularium RSPP saat terjadi ketidaktersediaan atau
kekosongan perbekalan farmasi.
e. Daily Dose Drug Distribution (DDDD) adalah sistem distribusi perbekalan farmasi (obat /
alat kesehatan) untuk pasien rawat inap yang disiapkan oleh petugas Layanan Farmasi
untuk kebutuhan satu hari.
f. DDDD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1) DDDD dilakukan di seluruh Lantai Rawat.
2) Permintaan
perbekalan
farmasi
pada
sistem
DDDD
menggunakan
Catatan
Pengobatan (CP).
3) Petugas CP Farmasi akan datang ke Lantai Rawat sebanyak 2 kali, yaitu :
a)
b)
4) Di luar jam 08.00 12.00 atau 13.00 16.00 atau bila tidak ada petugas CP Farmasi,
perawat mengantarkan ke Layanan Farmasi :
a)
b)
c)
17
Vial / ampul / botol infus untuk single dose dan multi dose vial harus digunakan dengan
cara yang dapat menjaga syarat aseptis.
l.
Obat / alat kesehatan yang berasal dari Instalasi Farmasi dan tidak digunakan lagi oleh
pasien selama perawatan di RSPP dapat dikembalikan, kecuali : obat racikan, kemasan
obat rusak atau segel obat sudah dibuka, obat tidak utuh atau telah digunakan sebagian
(inhaler, insulin, turbohaler, salep, krim, dan lain-lain), dan obat kadaluarsa.
18
b. Seluruh obat, bahan kimia, dan hasil produksi yang disiapkan dari Instalasi Farmasi dan
perawat harus diberi label / etiket.
c. Apabila ditemukan obat / cairan / bahan yang tidak berlabel maka harus dibuang.
d. Label perbekalan farmasi yang disiapkan di Layanan Farmasi menggunakan kertas
berwarna putih (obat yang diminum / oral) atau biru (rute pemberian non oral dan alat
kesehatan) serta berisi informasi sebagai berikut :
1) No. etiket.
2) No. urut item perbekalan farmasi.
3) Tanggal etiket (tanggal penerimaan resep).
4) Nama pasien.
5) Tanggal Lahir pasien.
6) Kode dan nama dokter penulis resep.
7) Signa (cara pakai), peringatan, dan waktu penggunaan.
8) Nama perbekalan farmasi (nama dagang dan / isi generiknya).
9) Kuantitas perbekalan farmasi.
10) Tanggal kadaluarsa atau Beyond Use Date / BUD (khusus untuk sediaan racikan).
11) Subtitusi obat (bila ada).
e. Pelabelan perbekalan farmasi di Layanan Farmasi menggunakan etiket elektronik kecuali
saat Sistem Manajemen Informasi (SIM) RSPP sedang mati, maka menggunakan etiket
manual yang ditulis oleh Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) atau Apoteker.
f.
Label perbekalan farmasi yang ditarik Layanan Farmasi / Lantai Rawat harus
mencantumkan informasi sebagai berikut :
1) Tanggal penarikan.
2) Layanan Farmasi / Lantai Rawat asal penarikan perbekalan farmasi.
3) Tujuan penarikan (penukaran / pemusnahan / ditarik dari peredaran)
4) Informasi perbekalan farmasi yang ditarik.
g. Obat dengan kategori High Alert Medication diberi label HIGH ALERT atau "HIGH
CONCENTRATE" (khusus KCl 7,46; MgSO4; Dekstrose 40%; dan NaCl 3%) berwarna
merah pada kemasan luar obat atau stiker "LASA" berwarna hijau pada kotak obat.
h. Obat injeksi atau infus yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur namun belum
akan diberikan harus diberi label yang berisi identitas pasien (nama dan tanggal lahir
pasien, nama dan kekuatan obat, tanggal dan jam penyiapan / pencampuran obat, nama
dan jumlah pelarut, dan waktu kadaluarsa stabilitas atau Beyond Use Date (BUD).
i.
Semua hasil produksi / hasil kemas ulang harus diberi label yang berisi: tanggal dan
nomor produksi; nama obat, komposisi, dan kekuatan obat; peringatan; tanggal
membuka kemasan obat pertama kali; dan tanggal kadaluarsa / Beyond Use Date
(BUD).
19
j.
k.
Pelabelan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus jelas terbaca, melekat pada
kemasan bahan dan dinding lokasi penyimpanan, dan dilengkapi dengan Material Safety
Data Sheet (MSDS).
l.
: 06.00
1 x 1 Sore
: 18.00
2x1
: 06.00; 18.00
3x1
4x1
5x1
6x1
: 05.00
1 x 1 Sore
: 17.00
2x1
: 05.00; 17.00
3x1
4x1
5x1
6x1
: 08.00
1 x 1 Sore
: 20.00
2x1
: 08.00; 20.00
3x1
4x1
20
b. Pemberian obat untuk pertama kali dilakukan segera setelah instruksi, selanjutnya
c.
waktu yang paling dekat dengan 24 jam setelah pemberian untuk pertama kali.
d. Untuk antibiotika, antivirus, dan antijamur harus diberikan tepat waktu (strict time).
Toleransi waktu jika terjadi keterlambatan pemberian dimungkinkan hanya untuk jenis
antibiotika yang mempunyai post antibiotic effect sesuai literatur.
e. Toleransi keterlambatan pemberian obat non strict time adalah 1 (satu) jam dari jadwal
f.
pemberian seharusnya.
Untuk obat-obatan oral yang harus diminum dalam keadaan perut kosong, maka waktu
yang direkomendasikan adalah 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
g. Pada kondisi pasien muntah setelah minum obat, maka diperkenankan minum obat lagi
hanya jika jarak antara waktu muntah dan waktu minum obat kurang dari 60 menit (untuk
sediaan padat), dan 30 menit (untuk sediaan cair).
h. Sebagai sarana kontrol terhadap ketepatan waktu minum obat, untuk obat-obat dengan
profil
penyerapan
terpengaruh
makanan,
petugas
Layanan
Farmasi
harus
mencantumkan rekomendasi jarak minum obat terhadap waktu makan pada etiket.
17. REKONSILIASI OBAT
a. Rekonsiliasi obat adalah adalah identifikasi dan penyimpanan obat (khusus pasien di
rawat inap) yang digunakan dan / dibawa pasien pada saat pasien menjalani perawatan
di Instalasi Gawat Darurat IGD dan / sebelum masuk rawat inap.
b. Tujuan rekonsiliasi obat adalah untuk memastikan agar penambahan / perubahan /
penghentian terapi dapat dievaluasi secara akurat dan komprehensif.
c. Dokter melakukan rekonsiliasi obat (membandingkan antara order obat pertama dengan
daftar obat yang digunakan pasien sebelum masuk rawat) pada saat akan memberikan
instruksi terapi yang pertama kali.
d. Identifikasi saat rekonsiliasi obat dilakukan melalui proses wawancara dengan pasien /
keluarga oleh dokter / perawat / bidan, meliputi
1) Nama obat.
2) Kekuatan obat.
3) Dosis dan frekuensi obat.
4) Waktu mulai pasien minum obat.
5) Terakhir kali pasien minum obat.
6) Asal Resep / Obat.
7) Jumlah Obat (bila ada obat yang dibawa pasien).
8) Alasan menggunakan obat.
e. Rekonsiliasi obat dilakukan untuk obat-obat berikut :
1) Semua obat yang pernah diresepkan.
21
18.
22
obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
b. Pemantauan dan pelaporan ESO, dikoordinasi oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
c. Setiap petugas kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan lain) yang mengetahui adanya ESO, wajib melaporkan
pada KFT.
d. Reaksi yang dilaporkan adalah reaksi yang sifatnya berat, tidak dikenal, atau
frekuensinya jarang, yang terjadi pada pasien rawat inap dan rawat jalan, baik belum
diketahui hubungan kausalnya, maupun yang sudah pasti reaksi obat yang merugikan
dan tidak dikehendaki.
e. ESO yang perlu dilaporkan adalah:
1)
Setiap reaksi yang dicurigai akibat obat terutama reaksi yang selama ini tidak
pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan.
2)
3)
f.
Pelaporan ESO menggunakan lembaran Formulir Pelaporan Efek Samping Obat yang
ditentukan oleh Pusat MESO (Monitoring Efek Samping Obat) / Farmakovigilans
Nasional dan diserahkan kepada KFT.
KFT melakukan sosialisasi terkait ESO yang ditemukan di satu unit kepada unit lainnya.
23
Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan alur dan format Laporan Insiden
Keselamatan Pasien yang sudah ditetapkan oleh Komite Keselamatan Pasien.
d. Kerangka waktu pelaporan, risk grading, tindak lanjut dan pencegahan mengikuti
kerangka yang ditetapkan oleh Komite Keselamatan Pasien.
e. Tipe-tipe kesalahan obat (medication error) yaitu :
1) Prescribing error : pemilihan obat yang tidak tepat.
2) Omission error : kegagalan untuk memberikan dosis yang diminta sebelum jam
pemberian selanjutnya.
3) Wrong time error : pemberian obat diluar interval waktu yang ditentukan.
4) Unauthorized drug error : pemberian obat yang tidak diotorisasi oleh dokter penulis
resep.
5) Improper dose error : dosis lebih kecil atau lebih besar daripada yang seharusnya.
6) Wrong dosage form error : pemberian obat yang bentuk sediaannya berbeda dari
yang diresepkan dokter.
7) Wrong drug preparation error : manipulasi produk obat yang tidak tepat sebelum
diserahkan pada pasien.
8) Wrong administration-technique error : teknik / prosedur pemberian yang tidak tepat.
9) Deteriorated drug error : pemberian obat yang masa kadaluarsanya sudah lewat atau
sudah rusak secara fisika / kimia.
10) Monitoring error : kegagalan telaah terhadap obat yang diresepkan, kegagalan
mendeteksi masalah, atau kegagalan dalam menggunakan data klinis / laboratoris
yang tepat untuk menilai respon pasien terhadap terapi.
11) Compliance error : ketidakpatuhan pasien terhadap terapi.
f.
Dampak kesalahan obat (medication error) yang harus dilaporkan adalah Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) /
Adverse Event, dan Sentinel Event.
24