Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit perlu diterapkan
suatu standart pelayanan. Mutu pelayanan di rumah sakit dapat dinilai dengan
cara melihat kegiatan pelayanan yang diberikan dan dicatat dalam dokumen
rekam medis sebagai bukti proses pelayanan yang dilakukan oleh tenaga
medis, paramedis, dan tenaga non medis sejak pendaftaran sampai dengan
pasien keluar rumah sakit. Untuk mewujudkan sebagai bukti proses pelayanan,
maka penyelenggaraan Instalasi Farmasi pun harus dilaksanakan sesuai
prosedur.

Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang


menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Oleh karena itu Instalasi Farmasi RS. Islam Gorontalo, mempunyai tanggung
jawab yang besar terutama yang berhubungan dengan pelayanan obat /
perbekalan farmasi mulai dari seleksi sampai dengan pemberian obat ke
pasien.

Dalam mempersiapkan aktreditasi ini, Instalasi Farmasi harus lebih aktif


dalam melakukan checking, double check ataupun inspeksi baik
administrative maupun pelayanan yang berkaitan langsung dengan pelayanan
Instalasi Farmasi maupun yang melibatkan organisasi lainya seperti
Keperawatan, dokter, Komite Farmasi dan Terapi dll.

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk


mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan

1
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk


merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.

B. Tujuan .
1. Tujuan umum :
Terciptanya sistem dan prosedur pelayanan Instalasi Farmasi yang dapat
dijalankan dan dapat digunakan sebagai alat evaluasi dalam meningkatkan
mutu pelayanan Instalasi Farmasi yang berfokus kepada pasien.
2. Tujuan Khusus:

a. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit dan
menjamin seluruh rangkaian kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya
b. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia
c. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
d. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat

e. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

f. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah


dan evaluasi pelayanan
g. Memastikan semua Apoteker dan Tenaga Tekhnik Kefarmasian
mengerti cara pelayanan farmasi yang baik (good Pharmacy Prosess)

2
C. Sasaran :

Sasaran dari program Instalasi Farmasi ini adalah :

1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit

2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal

3. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan


yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
7. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
8. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
9. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan
10. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
11. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
12. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
13. Mendelagasikan pencampuran obat suntik
14. Membuat laporan.
D. Langkah-langkah
a. Menyusun program kerja dan jadwal kegiatan Instalasi Farmasi

b. Melakanakan program kerja dan jadwal kegiatan Instalasi Farmasi

c. Monitoring dan mengevaluasi kegiatan penyelengaraan Instalasi Farmasi

d. Memantau program kerja melalui pertemuan rutin sehingga

3
dapat mengetahui tingkat keberhasilan program yang direncanakan
e. Melaporkan hasil kegiatan Instalasi farmasi kepada Direktur

f. Membuat evaluasi program kerja Instalasi Farmasi.


E. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
1. KEGIATAN POKOK
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu :
1. Pelayanan manajerial
Berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai, Reagen Kimia dan Radiologi.
2. Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek
samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana
dan prasana.
2. RINCIAN KEGIATAN
A. PeIayanan ManajeriaI.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan
dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan
Formularium Nasional, Formularium RS, standar
pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, pola penyakit, efektifitas
dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga dan
ketersediaan di pasaran.
2. Perencanaan

4
Dalam membuat perencanaan pengadaan SediaanFarmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan
untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
5. Penyimpanan
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang dapat merusak
mutu obat.
6. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
7. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
8. Pengeluaran Obat memakai system FEFO (First Expire First
Out) dan FIFO (First In First Out)
6. Pendistribusian

5
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi.

7. Pemusnahan
 Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
 Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain
yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Penusnahan dibuktikan dengan berita acara penusnahan
nenggunakan fornuIir 1 sebagainana terIampir. yang telah disimpan
melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang–kurangnya petugas lain di Instalai Farmasi dengan cara
dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan resep menggunakan fornuIir 2 sebagainana
terIanpir dan selanjutnya dibuat Berita Acara Pemusnahan dan
didokumentasikan.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. .Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan
9. Pencatatan dan pelaporan

6
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatandan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari :
 Pelaporan internal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya.
 Pelaporan eksternal
Merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
meliputi pelaporan Narkotika dan Psikotropika dan pelaporan
lainnya.

7
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.
Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No.32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan

No Jenis tenaga Pendidikan formal sertifikat Jumlah

1 Dokter spesialis Anestesi PPI lanjut 1

2 IPCN D-3 PPI dasar 1/150 TT

3 Perawat D-3 cssd 1

4 Sanitasi linen D-3 Management 1


linen

5 Nutrisionist D-3 Management 1


Gizi

6 Farmasi D-3 1

7 Laborat D-3

Kualifikasi ketenagaan PPI


1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.
2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertifikat PPI (basic maupun advand)
4. Bekerja purna waktu

B. Uraian Tugas :
1. Direktur.
 Membentuk Tim PPI dengan surat keputusan

8
 Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya PPI
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
 Menentukan kebijakan PPI
 Mengadakan evaluasi kebijakan Tim PPI
 Dapat menutup suatu unit perawatan/instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari Tim PPI
 Mengesahkan SPO dari Tim PPI

2. Ketua Tim PPI


 Kriteria Tim PPI
- Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI
- mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
- memiliki kemampuan leadership.
Tugas Ketua Tim PPI sbb;
 Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.
 Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
 Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
 Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
deteksi dini KLB.
 Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
 Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

3. IPCN
 Kriteria IPCN :
- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI
- Memiliki komitmen di bidang PPI
- Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.
- Memiliki kemampuan leadership, inovatif dan confident

9
- Bekerja purna waktu.
 Uraian tugas :
a) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi di ruang perawatan.
b) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspadaan isolasi.
c) Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
d) Melaksanakan pelatihan PPIRS.
e) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
f) Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas.
g) Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan
konsultasi PPI
h) Melaukan audit PPI termasuk penatalaksanaan limbah, laundry, Gizi
dengan menggunakan daftar tilik.
i) Memonitor terhadap pengendalian penggunaan Antibiotika yang
rasional.
j) Membuat laporan surveilens.
k) Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
l) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI
dan aman penggunaannya.
m) Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
n) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM Tim PPI
o) Menerima laporan dari TIM PPI dan membuat laporan kepada direktur.
p) Berkoordinasi dengan unit terkait lain melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
q) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada
KLB.
r) Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
s) Melaksanakan sosialisasi kebijakan Tim PPI agar kebijakan dapat
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

10
t) Membuat SPO PPI
u) Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program
tersebut.

4. IPCLN
 Kriteria IPCLN :
1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2. Memiliki komitmen di bidang PPI
3. Memiliki kemampuan leadership
 Tugas IPCLN :
a) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien di
ruang perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien
pulang.
b) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
c) Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
d) Berkoordinasi dengan unit terkait lain, melakukan pengawasan
terhadap tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
e) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila
ada KLB.
f) Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah
KLB (HAIs).
g) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
h) Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit

5. Tugas Anggota Laboratorium


 Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang
berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas
laborat.
 Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
 Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
 Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi HAIs

11
B. Tugas Anggota linen:
 Memisahkan linen infeksius dan non infeksius
 Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
 Memantau kegiatan hand higiene di ruang linen.

C. Tugas Anggota gizi :


 Memantau kegiatan hand higiene di ruang gizi.
 Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas
gisi.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.

D. Tugas Anggota Petugas Kesehatan Lingkungan :


 Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan.
 Membantu mempersiapkan uji air bersih, limbah dan kuman di ruang
tertentu.
 Memantau proses pembakaran incenerator.
 Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga.
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara
komprehensif dari setiap unit pelayanan di rumah sakit;
 IGD, Poli rawat jalan, Unit Rawat inap, Sekretariat, akuntansi, Gizi, Linen,
Farmasi, SMF, Laboratorium, House keeping (CS).

12
13
BAB III
STANDART FASILITAS

A. Fasilitas bagi petugas.


1. Denah
Ruangan Tim PPI terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain
Rumah sakit
Di gedung lantai 2
2. Standart Fasilitas.
No Fasilitas Jumlah

A Fisik /bangunan

Gedung perkantoran lantai 2 1

B Peralatan

Meja 1

Kursi 3

Komputer 1

Line internet 1

Almari kaca 1

Peralatan tulis 2

Buku perpustakaan PPI 4

B. Fasilitas pelayanan .
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan, petugas
laboratorium, relawan dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-
tindakan keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa
fasilitas tersebut telah ditetapkan .

14
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak, pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan peyanan medis, pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut
(rumah sakit /kamar jenazah)
5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan
dipatuhi (compliance kebersihan tangan )
6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit
menular, dengan menyediakan lokasi di luar ugd, sebagai tempat pemeriksaan
awal, identifikasi sebagai pengobatan darurat, pasien yang perlu dirujuk untuk
penatalaksaan selanjutnya.

15
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di


masing – masing unit kerja sbb :
1. Tata laksana pelayanan unit surveilens
a. Penanggung jawab
- ICN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
- IPCN membagikan form survei harian, bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- IPCN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei, dan divalidasi
oleh dokter penanggung jawab pasien.
- IPCN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- IPCN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
- Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
- IPCN
- Petugas Laborat.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tangan petugas)
- Petugas Kesehatan Lingkungan
b. Perangkat kerja

16
- Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC
- Pasien
c. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung
jawab pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada
petugas laborat.
- IPCN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan
swab / kultur.
- Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.
3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
- IPCN, IPCLN
- Petugas kebersihan
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
- IPCN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja
staf SSC
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan
tubuh-double
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
- IPCN, petugas ruangan

17
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK
b. Perangkat kerja
- Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi di buku expedisi di
ruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai
ruangan yang mensterilkan
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict
tes pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin
autoclave.
- Jika hasil bouwie dict tes baik, petugas CSSD memberikan indikator kimia
pada setiap peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyeterilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan
penyimpanan peralatan yang sudah steril di almari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokkan dengan buku
expedisi ruangan dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi
5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan

18
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
- Petugas linen mencocokkan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan
ditulis pada buku penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5%
dan deterjen selama 10 menit
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih
6. Tatalaksana formularium antibiogram
a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- Komite farmasi
- SMF
- Petugas laborat

b. Perangkat kerja
- Pasien yang akan dilakukan kultur
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan tiap 6 bulan .
- IPCN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang
diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penanggung
jawab

19
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya
sesuai SPO kultur
- Bila hasil telah jadi, petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan yang
mempunyai pasien (dokter penanggung jawab ) dan kepada IPCN
- IPCN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
- Hasil dibahas di komite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan
SMF

7 . Pelayanan kesehatan karyawan.


a. Penanggung jawab
- Komite PPI
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- Tim PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan
sekali
Unit Gizi: pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
- kan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan kepada direktur dan SMF.
8. Pelayanan renovasi bangunan
a. Penanggung jawab
- Ketua Tim PPI
- Petugas Kesling
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)

20
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan Petugas Kesling bahwa
akan dilakukan renovasi bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan, debu.
 Lokasi resiko (rendah, sedang, tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan
renovasi, alat penghalang di sekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan, bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk
mengetes kesiapan bangunan, selama didiamkan dilakukan tes swab lantai
dan di dinding ruangan, jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh
digunakan

Selesai renovasi

Diamkan selama 1
bln dan uji swab

Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap Desinfeksi dinding


digunakan dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

21
Hasil baik ruangan siap
digunakan

9. Pelayanan pembuatan ruang kohort


a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- Petugas Kesling
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif (exhaust fan dan ventilasi)
- APD (terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
- Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir
10. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL
11. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
- Ketua Tim PPI
b. Perangkat kerja
- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit

22
- Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang, dokter, baru
staf pelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

BAB V
LOGISTIK

Tata cara logistik Tim PPI


1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
- Kertas HVS, tinta printer, bolpoint, form survei harian, form survei bulanan,
form SPO surveilens, buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan, etika batuk, pencegahan
dan pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Pendistribusian

23
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


a. Pencegahan dan Pengendalian PPI
b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas

B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai melakukan pemeriksaan kesehatan


meliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan pra kerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus di unit beresiko: cssd, laboratorium, Radiologi,
sanitasi gizi, linen
d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi

C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya


a. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3

D. Kesehatan lingkungan kerja melakukan monitoring kegiatan :


a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit

24
b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
c. Penyehatan air
d. Pengelolaan limbah
e. Pengelolaan tempat pencucian
f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
g. Disinfeksi dan sterilisasi
h. Kawasan Tanpa Rokok

E. Sanitasi rumah sakit melakukan monitoring terhadap kegiatan;


a. Penatalaksanaan Ergonomi
b. Pencahayaan
c. Pengawaan dan pengaturan udara
d. Suhu dan kelembaban
e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
f. Penyehatan air
g. Penyehatan tempat pencucian

F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan melakukan pemantauan


terhadap;
a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis

G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas


a. Limbah padat yang meliputi :
1) Limbah medis/klinis
2) Limbah domestik/sampah non medis
3) Limbah infeksius
b. Limbah cair
c. Limbah gas

25
H. Pendidikan dan pelatihan PPI
a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi:
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Pelatihan bagi regu pemadam
- Pelatihan (training of trainer) spseialis penanggulangan kebakaran
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau
Intansi lain bagi personil K3.
c. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya di semua unit pelayanan.
 Kedisiplinan penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens
- IDO
- ISK
- IDP
- Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan di setiap ruangan publik atau
wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi.

26
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart di semua unit pelayanan.
d. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan
Meliputi :
a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI
b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta
atau tidak.

27
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
a) Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
 Komunikasi antar perawat
 Komunikasi perawat dengan dokter
 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah Sakit
Bumi Panuan.
b) Menggunakan komunikasi SBAR :
 Saat pergantian shift jaga.
 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
 Saat melaporkan hasil pemeriksaan, efek samping terapi/ tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
 Melaksanakan SPO Independent Double chek, Obat kewaspadaan tinggi pada
obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
a) Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens:
 Infeksi luka infus
 Infeksi saluran kencing
 Infeksi luka operasi superfisial
 VAP (Ventilator aquired pneumonia)
 HAP (Hospital aquired pneumonia)
 Kepatuhan kebersihan tangan.

28
b) Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
c) Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
d) Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
e) Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
a) Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat .
b) Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
c) Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-
masing unit pelayanan.
d) Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

29
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RS Islam Gorontalo mempunyai
tujuan:
o Mendapatkan data untuk memetakan masalah-masalah yang berkaitan
dengan keselamatan pasien
o Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD
yang serupa tidak terulang kembali
o Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan
pelayanan pasien menjadi lebih aman
o Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC)
o Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
2. RS Islam Gorontalo mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien
dilaporkan kepada komite keselamatan pasien rumah sakit
3. Laporan insiden keselamatan pasien di RS Islam Gorontalo bersifat:
- Non punitive (tidak menghukum)
- Rahasia
- Independen
- Tepat waktu
- Berorientasi pada sistem
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden
Keselamatan Pasien yang berlaku di RS Islam Gorontalo dan diserahkan kepada
Komite Keselamatan Pasien RS Islam Gorontalo. Bagian/unit mencatat kejadian
IKP di buku pencatatan IKP masing-masing.
5. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada
komite keselamatan pasien dalamwaktu :
- 1x24 jam untuk kejadian yang merupakan sentinel events (berdampak
kematian atau kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila
pelaporan secara tertulis belum siap, pelaporan KTD dapat disampaikan
secara lisan terlebih dahulu.

30
- 2x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan
tidak signifikan, minor, dan moderat.
6. Tindak lanjut dari pelaporan:
- Tingkat risiko rendah dan moderat: investigasi sederhana oleh bagian/unit
yang terkait insiden (5W: what, who, where, when, why).
- Tingkat risiko tinggi dan ekstrim: Root Cause Analysis (RCA) yang
dikoordinasi oleh komite keselamatan pasien.
7. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah
(ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut
kepada direksi RS Islam Gorontalo.
8. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning
(tinggi) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut
kepada Direksi RS Islam Gorontalo.
9. Komite keselamatan pasien RS Islam Gorontalo melakukan rekapitulasi laporan
insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi RS
Islam Gorontalo

B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN.


1. Komite Keselamatan Pasien RS Islam Gorontalo menetapkan indicator
keselamatan berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high
volume, prone problem.
2. Komite Keselamatan Pasien RS Islam Gorontalo menjelaskan definisi
operasional, frekuensi pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan,
sumberdata, target dan penanggungjawab.
3. Komite Keselamatan Pasien RS Islam Gorontalo bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan dan kesinambungan penerapan indicator keselamatan pasien
4. Komite Keselamatan Pasien RS Islam Gorontalo bertanggungjawab dalam
proses pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi
berdasarkan pengkajian tersebut.
5. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan.Setiap tiga bulan indicator
dianalisis dan difeed backkan kepada unit terkait.
6. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

31
C. ANALISIS AKAR MASALAH
1. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RS Islam Gorontalo
menerapkan metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu
suatu kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan
identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar
kejadian yangsama tidak terulang kembali.
2. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang
sering terjadi di RS Islam Gorontalo
3. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentinel events.
4. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim
diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan
segera yang melibatkan Direksi.
5. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu
yang benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan: dokter yang
mempunyai kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM
lain yang terkait dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
6. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim
RCA, observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka,
melakukan asesmen dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar
masalah.
7. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian
yang sama tidak terulang kembali

D. STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK


1. Standar Mutu Klinik: RSBP harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti
aman bagi semua orang yang berada di dalamnya baik pasien maupun karyawan
dari segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan.
2. Indikator Mutu Klinik:
a) Indikator Non Bedah
1) Angka dekubitus
2) Angka kejadian infeksi jarum infus

32
3) Angka kejadian infeksi karena transfusi darah.
4) Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%
5) Tersedianya Bahan-bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman
bagi lingkungan.
6) Dilakukannya kegiatan pemantauan
7) Hasil swab : tangan, dinding dan lantai, AC yang memenuhi standar
(SPM)
8) Hasil kultur : Pus, darah dan ujung kateter
b) Unit CSSD :
1) Indikator bouwie dict tes, kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan
hasilnya baik
2) Maintence autoclave .
3) Kalibrasi Autoclave external baik
4) Indikator mekanik, kimia, biologi

3. Upaya kesehatan:
a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan

petugas.

b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan di setiap ruangan,

wastafel dan ruangan publik.

c). Edukasi PPI pada calon karyawan .

d). Edukasi PPI pada karyawan .

e). Edukasi pada mahasiswa praktek

f). Hasil survei menjadi informasi di setiap unit pelayanan melalui sistem

informasi rumah sakit

g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala

h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian .

33
i). Tersediannya APD yang diperlukan

j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat

senior

k). Penyehatan lingkungan

l). Ruangan dan lingkungan yang bersih

m). Sampah dibuang sesuai jenisnya

n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi

abu)

o). Terlaksananya formularium antibiotika.

3. Indikator mutu lingkungan


a) Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan
perundangan yang berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
b) Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
c) Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
d) Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan
e) Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus

E. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut


1. Kelompok Pelayanan Non-Bedah
Angka infeksi karena Jarum Infus
AngkaKejadianInfeksiKulitkarenaJarumInfusperBulan
x 100 %
Jumlahharidirawatpasienyangterpasangivlinedalambulanitu

2. Angka infeksi luka operasi x 100 %


Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan

3. Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%


Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan

4. Angka infeksi saluran kemih x 100%

34
Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut

5. Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 %


Total pasien tirah baring dalam satu bulan

35
\

BAB IX
PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan


dan pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja.
Namun juga tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Islam
Gorontalo.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian
infeksi adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah
sakit, sehingga dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI
.upaya pencegahan dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang
besar sehingga memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah
Sakit Islam Gorontalo,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Gorontalo, 2018
Direktur

dr. Junus Lihawa, Sp. B

36
XVI. Landasan Hukum
a. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart
minimal pelayana Rumah Sakit.
c. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08
tentang Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah
Ssakit.
d. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
e. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.
f. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang standart pelayanan Rumah sakit.
g. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan
tata kerja Departemen Kesehatan.

37

Anda mungkin juga menyukai