Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin


dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang harus
diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (UU No.44 tahun 2009).

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk


mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait
Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk


merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari
orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi
Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Perkembangan
tersebut dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat
memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan
simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek
kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk
diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan

BAB II STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARTAPURA

A. PENGELOLAAN PERBEKALAN
FARMASI 1)Seleksi/Pemilihan
1. Rumah Sakit Umum Daerah Martapura untuk
seleksi/pemilihan dalam pengadaan obat mengacu pada
Formularium Rumah Sakit.
2. Pemilihan Perbekalan Farmasi berdasarkan kebutuhan
penggunaan, efektifitas dan keamanan, mutu, harga dan
ketersediaan dipasaran.
3. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu pada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit
merupakan daftar obat yang di terima dan di setujui oleh
Farmasi dan terapi yang di tetapkan oleh pimpinan Direktur
Rumah Sakit untuk digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan dan pengadaan obat di Rumah Sakit.
4. Panitia Farmasi dan terapi mewakili hubungan komunikasi
antara staf medis yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat
dan staf medis lainnya.
5. Formularium Rumah Sakit tersedia untuk semua penulis
resep, pemberi obat dan penyedia obat di Rumah Sakit.
6. Formularium Rumah Sakit direvisi setiap 1 tahun sekali.

2) Perencanaan perbekalan farmasi


1. Instalasi farmasi merencanakan pengadaan obat, Bahan Habis
Pakai, alat kesehatan dan reagensia sesuai dengan Formularium
Nasional dan Formularium Rumah Sakit serta ketentuan-
ketentuan lain di rumah sakit.
2. Perencanaan kebutuhan dibuat satu kali dalam setahun.
3. Perencanaan kebutuhan mempertimbangkan anggaran tersedia,
penetapan prioritas, sisa persediaan dan laporan pemakaian
periode sebelumnya.
4. Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Kepala Instalasi
dibantu oleh bagian penyimpanan dan perencanaan
menggunakan metode konsumsi.

3) Pengadaan perbekalan farmasi


1. Seluruh pengadaan perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan ruangan/instalasi dan pasien harus melalui
perencanaan instalasi farmasi dan diadakan oleh Pejabat
Pengadaan.
2. Pejabat Pengadaan wajib menyediakan obat generik dan dokter
diwajibkan menuliskan obat generik.
3. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan dengan mengutamakan
asas efisiensi dan efektifitas, mutu dan anggaran yang tersedia.
4. Pengadaan memalui kontrak harus memenuhi syarat-syarat
khusus kontrak (SSKK) meliputi :
 Company Profil Perusahaan
 Kartu garansi keaslian obat
 Matrial safety data sheet (MSDS)
 Masa kadaluarsa barang minimal 2 tahun /minimal tahun
produksi sama dengan tahun kontrak
 Faktur pembelian dan surat pengantar barang
5. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan melalui proses E-
purchasing untuk obat-obatan yang sudah terdapat di e-katalog.
6. Untuk perbekalan farmasi yang belum ada di e-katalog atau
belum bisa didapatkan melalui proses E-purchasing
pengadaannya dilakukan melalui pembelian langsung ke
distributor resmi.
7. Surat pesanan ditandatangani oleh Kepala instalasi dan diketahui
oleh Pejabat Pengadaan.
8. Pejabat Pengadaan, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK)
dan Panitia Penerima hasil pekerjaan (PPHP) ditetapkan dengan
SK Direktur.
9. Instalasi farmasi dapat mengajukan pesanan perbekalan farmasi
diluar perencanaan yang telah dibuat kepada Pejabat Pengadaan
untuk perbekalan farmasi yang habis sebelum waktunya dan
sangat diperlukan untuk pelayanan.
10. Pengadaan dapat dilakukan secara mendesak dengan membeli
ke apotek yang bekerjasama dengan Rumah Sakit.

4) Penerimaan perbekalan farmasi


1. Seluruh perbekalan farmasi yang dibeli oleh Pejabat Pengadaan
Rumah Sakit harus diperiksa oleh pejabat pelaksana teknis
kegiatan (PPTK) yang dibantu oleh Panitia Penerima hasil
pekerjaan (PPHP) dengan bukti paraf pada setiap faktur
pembelian.
2. Pemeriksaan perbekalan farmasi dilakukan dengan
menyesuaikan antara Surat Pesanan, faktur pembelian dan
barang yang diterima.
3. Perbekalan farmasi yang diterima dan diperiksa kebenarannya
oleh panitia penerima disimpan di gudang oleh unit penyimpanan
instalasi farmasi.

5) Penyimpanan perbekalan farmasi


1. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dan reagensia harus dilakukan sesuai persyaratan
dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan
keamanan.
2. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di instalasi farmasi berdasarkan:
a. Alur penyimpanan barang dengan sistem first in first out
(FIFO) dan first expired first out (FEFO). Dengan sistem
pengambilan obat dari depan ke belakang dan di
kelompokan di rak sesuai jenis sediaan farmasi serta
disusun secara alfabetis.
b. Perbekalan farmasi yang termolabil disimpan dalam
lemari pendingin dengan suhu antara 2º — tª, dan
suhu harus selalu dipantau setiap hari.
c. Untuk sediaan farmasi yang termostabil disimpan
dalam suhu ruangan (suhu ≤ 30ª) dan suhu selalu
dipantau setiap hari.
d. Untuk sediaan farmasi yang mudah terbakar, beracun,
kerosif, karsiogenik, teratogenik, iritasi dan berbahaya
lainnya (B3) harus di simpan terpisah dan diberi
label/tanda B3 serta dilengkapi MSDS (Material Safety
Data Sheet) di letakkan pada lemari yang tahan api serta
tidak terpapar matahari secara langsung.
e. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
terpisah dengan double lock. Kunci lemari narkotika
disimpan oleh Apoteker dan salah satu Tenaga Teknis
Kefarmasian yang bertugas dan di buktikan dengan buku
serah terima jaga/shif.
f. Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan
tinggi) harus disimpan di tempat terpisah dengan ditandai
list merah pada rak penyimpanan dan diberi label sampai
satuan terkecil.
g. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar Obat High
Alert, yaitu: kalium klorida 7,46%, natrium bikarbonat
8,4%, tidak boleh disimpan di ruang perawatan.
h. Obat dengan penampilan dan penamaan sama (Look
Alike Sound Alike/LASA) disimpan tidak berdekatan dan
diberi label “LASA” pada kotak obat dan wadah
penyimpanan.
i. Penyimpanan gas medis disimpan terpisah dari
perbekalan farmasi dan di supervisi apoteker.
j. Penyimpanan obat yang dibawa pasien kemudian
terapinya akan dilanjutakan disimpan di instalasi farmasi.
k. Obat program dikelola dan disimpan di instalasi farmasi
serta diletakkan ditempat terpisah.
l. Instalasi Farmasi tidak menyimpan obat untuk penelitian.
m. Instalasi farmasi tidak menyimpan obat yang bersifat
radioaktif.
n. Penyimpanan produk nutrisi parenteral dan enteral
disimpan ditempat terpisah.
o. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli
emergensi terkunci disposibel, diperiksa dan dipastikan
selalu tersedia serta harus diganti segera jika jenis dan
jumlahnya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar. Troli
emergensi terletak pada IGD, OK dan Ruang Perawatan.
p. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan disetiap
ruangan dikembalikan ke instalasi farmasi oleh staf unit
ruangan masing-masing.
q. Perbekalan farmasi yang rusak, kadaluarsa, Obat yang
ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik harus
dikembalikan ke gudang farmasi dan disimpan di gudang
tersendiri.
r. Apoteker melakukan supervisi penyimpanan Perbekalan
Farmasi di semua unit yang menyimpan Perbekalan
Farmasi.

6) Pendistribusian
1. Pelayanan di instalasi farmasi dibuka 24 jam melayani pasien
rawat inap dan pasien gawat darurat, pasien rawat jalan dibuka
dari jam 08.00 sampai dengan selesai.
2. Gudang Instalasi Farmasi adalah pusat penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi (obat, bahan dan alat
kesehatan habis pakai) ke unit farmasi, ruangan perawatan,
poliklinik dan ruangan lain di lingkungan Rumah Sakit Umum
Daerah Martapura.
3. Pelayanan instalasi farmasi mencakup pasien BPJS dan pasien
umum.
4. Distribusi perbekalan Farmasi untuk pasien rawat inap
diselenggarakan dengan sistem UDD (Unit Dose Dispensing).
Distribusi perbekalan Farmasi untuk pasien rawat jalan
diselenggarakan dengan sistem resep perorangan.
5. Distribusi perbekalan farmasi untuk keperluan emergensi
disediakan troli emergensi di IGD, OK dan ruang perawatan
sesuai dengan kebutuhan tersebut.
6. Penyerahan obat langsung oleh Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian kepada pasien. Untuk pasien rawat inap, Instalasi
Farmasi menyiapkan obat secara UDD per hari dan kemudian
diserahkan kepada perawat ruangan yang akan memberikan obat
kepada pasien.

7) Pemusnahan dan Penarikan Kembali (Recall) perbekalan farmasi


1. Perbekalan farmasi yang 3 bulan lagi akan kadaluarsa dicatat
nama, kadar dan jumlahnya di buku khusus, kemudian
dikonfirmasi ke distributor untuk mendapat penggantian barang
yang sama dengan masa kadaluarsa lebih panjang atau
penggantian harga barang sesuai dengan faktur pembelian yang
telah disepakati.
2. Pengembalian perbekalan farmasi ke distributor mengikuti aturan
retur obat kadaluarsa masing-masing prinsipal produk.
3. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
4. Perbekalan farmasi yang kadaluarsa dicatat nama, kadar dan
jumlahnya di buku khusus.
5. Perbekalan farmasi yang kadaluarsa dan tidak bisa dikembalikan
kepada distributor kemudian dicatat dan dikumpulkan untuk
dimusnahkan.
6. Pemusnahan obat keras dan narkotika/psikotropika mengikuti
prosedur yang berlaku dan dibuat berita acara pemusnahan.
7. Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Pemerintah Daerah.
8. Sisa sediaan farmasi seperti injeksi Anastesi yang tidak bisa
digunakan kembali (terkontaminasi) maka dibuang pada air yang
mengalir.

8) Pengendalian dan Pengawasan Perbekalan Farmasi


1. Instalasi Farmasi harus melakukan pengawasan mutu perbekalan
farmasi dengan memonitor tanggal kadaluarsa perbekalan
farmasi, melihat kondisi fisik barang apakah terjadi perubahan
warna dan lain-lain.
2. Instalasi Farmasi harus memonitor stok barang yang dead
moving dan memberitahukan dokter agar meresepkan obat
tersebut
3. Mutu pelayanan farmasi harus dijaga dengan parameter waktu
tunggu pasien, keramahan dalam pelayanan.
4. Pengawasan penggunaan obat di Rumah Sakit dilakukan oleh
Panitia Farmasi dan Terapi.
5. Instalasi farmasi melalui unit-unit pelayanan melakukan
pencatatan penggunaan obat generik dan paten
6. Pengawasan perbekalan farmasi yang hampir kadaluarsa di
tandai dengan warna pink, biru dan hijau pada rak penyimpanan.
7. Apabila gudang farmasi terkunci dan perbekalan farmasi yang
akan segera digunakan maka depo farmasi boleh membuka
gudang farmasi tersebut dengan disaksikan oleh petugas
keamanan.
8. Perbekalan Farmasi yang yang jarang digunakan/diresepkan
setiap 3 bulan berturut-turut oleh dokter dibuat daftar death stok.
9. Stok Opname Perbekalan Farmasi dilakukan setiap 1 bulan sekali.
10. Setiap pergantian shift melaporkan sediaan farmasi
Narkotika/Psikotropika dengan mencantumkan jumlah sediaan
pada buku pergantian antar shift.

9) Pencatatan/pelaporan penggunaan perbekalan farmasi


1. Instalasi farmasi wajib membuat laporan bulanan penerimaan dan
pengeluaran obat narkotika dan psikotropika sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
2. Rumah Sakit Umum Daerah khususnya Instalasi Farmasi secara
rutin mengirimkan laporan penggunaan Narkotika dan dan
Psikotropika pelayanan pasien setiap bulannya.
3. Setiap Bulan Unit Farmasi dan Gudang farmasi wajib membuat
laporan pengeluaran obat yang terpakai.
4. Setiap akhir tahun Instalasi Farmasi wajib membuat laporan
rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran serta sisa stok
perbekalan farmasi dengan nilainya berupa laporan tahunan.
5. Membuat laporan review tahunan tentang manajemen obat yaitu
proses seleksi dan pengadaan obat, penyimpanan obat,
peresepan, persiapan, pemberian dan pemantauan oabt.
10) Pengarsipan dokumen
1. Dokumen Instalasi farmasi berupa resep bersifat rahasia dan
wajib disimpan selama 5 tahun
2. Resep yang telah disimpan lebih dari 5 tahun dapat dimusnahkan
dengan membuat berita acara pemusnahan resep sesuai aturan
yang berlaku.
3. Berkas berupa kartu stok, buku catatan, laporan disimpan selama
5 tahun dan setelah 5 tahun dapat dimusnahkan.

11) Pengemasan ulang perbekalan farmasi


1. Instalasi farmasi melayani produk kemasan ulang tanpa
melakukan perubahan komposisi sediaan, produk kemasan ulang
tersebut antara lain larutan H2O2.

B. Pelayanan Farmasi Klinis


1) Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter umum, dokter gigi, dan
dokter spesialis yang terdaftar di Rumah Sakit dan mempunyai
surat izin praktik di Rumah Sakit Umum Daerah Martapura serta
dokter internship yang disupervisi oleh DPJP.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki
nomor SIP (Surat Izin Praktik) di Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura.
3. Yang berhak menulis resep obat anastesi untuk sedasi adalah
dokter anastesi yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) dan
memiliki kewenangan melalui ketetapan dari Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Martapura.
4. Untuk pasien rawat jalan menggunakan blanko resep rawat jalan
5. Untuk pasien rawat inap menggunakan blanko CPPF (Catatan
Pemberian Perbekalan Farmasi).
6. Resep yang ditulis harus jelas dan dapat dibaca.
7. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar High
Alert, Look Alike Sound Alike (LASA) yang diterbitkan oleh
Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh
tenaga kesehatan lain.
8. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Rumah
Sakit Umum Daerah Martapura.
9. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus
diresepkan obat sesuai Formularium Nasional (Fornas). Jika
dibutuhkan obat non Fornas, maka harus mendapatkan
persetujuan Panitia Farmasi dan Terapi.
10. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a. Nama Lengkap pasien
b. Tanggal lahir
c. Nomor rekam medik
d. Berat badan pasien (untuk pediatri anak dan geriatri)
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan
menulis riwayat alergi obat pada resep/CPPF.
i. Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan
nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk
sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta
kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
j. Jumlah sediaan
k. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan
obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat :
mikrogram, miligram, gram).
l. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk
aturan pakai jika perlu atau “prn” atau “pro re nata”, harus
dituliskan indikasi (contoh: bila nyeri, bila demam) dan dosis
maksimal dalam sehari.
11. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang
mungkin terjadi akibat penggunaan obat.
12. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah
diterima oleh apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian harus diganti
dengan resep/instruksi pengobatan baru.
13. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan
yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi.
14. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas,
maka Perawat / Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian yang
menerima resep / instruksi pengobatan tersebut harus
menghubungi dokter penulis resep.
15. Apabila dari dua orang yang membaca resep sudah tidak terbaca
maka resep tersebut dinyatakan tidak jelas dan perlu konfirmasi
Dokter.
16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan.
17. Instruksi lisan untuk obat High Alert tidak dibolehkan.
18. Jika situasi emergensi dan membutuhan obat High Alert maka
Dokter jaga yang sedang bertugas meliha kondisi pasien dan
mengonfirmasi ke DPJP.
19. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum
dalam rekam medik.
20. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau
sebab lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi
pengobatan baru.
21. Pelayanan resep rawat jalan hanya diberikan 7 hari
22. Pemberian Codein tablet hanya bisa digunakan selama 3 hari
23. Penggunaan Stop Order untuk obat ketorolac injeksi hanya
digunakan 5 hari.
24. Apabila stok obat kosong saat dibutuhkan maka Apoteker/Tenaga
Teknis Kefarmasian menghubungi penulis resep/dokter untuk obat
subtitusi/pergantian obat dengan indikasi yang sama dan apabila
dokter tidak setuju maka dilakukan pembelian obat dengan Apotek
yang bekerjasama dengan rumah sakit.

2) Penyiapan Obat
1. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap
diberlakukan sistem UDD dan untuk pasien rawat jalan
diberlakukan sistem resep individual. Sistem UDD adalah
penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali pemakaian. Sistem
resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai
permintaan jumlah yang tercantum di resep.
2. Penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/instruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian
sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk
diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat
diterima oleh pasien/ keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan
bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik.
3. Waktu penyiapan obat (response time) adalah waktu mulai dari
setelah resep selesai diverifikasi sampai obat siap untuk
diserahkan kepada perawat (untuk pasien rawat inap) atau kepada
pasien/keluarga pasien (untuk pasien rawat jalan).
4. Waktu penyiapan obat jadi pasien rawat jalan (sistem resep
individual) adalah kurang dari 30 (tiga puluh menit) dan waktu
penyiapan obat racikan adalah kurang dari 60 menit (untuk
maksimal 30 bungkus)
5. Waktu penyiapan obat dari IGD adalah kurang dari 15 (lima belas)
menit dan ditunggu oleh petugas ruangan.
6. Waktu penyiapan obat pasien rawat inap (sistem UDD) adalah
paling lambat 1 (satu) jam sebelum waktu pemberian obat.
7. Sebelum obat disiapkan, apoteker harus melakukan telaah (review)
terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi:
a. Identitas pasien
b. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang
berlaku, dan menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan
ketidakjelasan atau ketidaksesuaian. Telaah tidak perlu
dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan
tindakan intervensi diagnostik.
8. Apoteker diberi akses ke data klinis pasien yang diperlukan untuk
melakukan telaah resep dan telaah obat yaitu 5 benar (benar obat,
benar dosis, benar waktu pemberian, benar cara pemberian, benar
pasien).
9. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan
substitusi generik, artinya farmasi diperbolehkan memberikan
salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di
Rumah Sakit Umum Daerah Martapura dengan terlebih dahulu
memberitahu dokter.
10. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas
terapinya tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen,
dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu
minta pesetujuan dokter penulis resep / konsulen. Persetujuan
dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara
lisan/melalui telepon.
11. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman
sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian.
12. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain
petugas farmasi.
13. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan
pelatihan teknik aseptik.
14. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label yang jelas.
15. Penyiapan obat harus dipastikan akurat.
16. Penyiapan obat IV yang direkonstitusi didelegasikan kepada
perawat yang sudah mendapat pelatihan teknik aseptik yang
disertai bukti sertifikat.

3) Pemberian
1. Obat untuk resep pasien rawat inap diberikan oleh petugas
Farmasi untuk kebutuhan 1 (satu) hari
2. Obat untuk pasien rawat jalan diberikan oleh Apoteker atau
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan disertai informasi tentang
penggunaan obat.
3. Obat untuk pasien rawat inap diberikan oleh Apoteker perawat.
4. Obat yang akan diberikan kepada pasien rawat inap kepada
pasien harus diverifikasi oleh perawat meliputi: nama obat, waktu
dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas
pasien.
5. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan
mutunya baik dengan diperiksa secara visual.
6. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi
dengan obat yang akan diberikan.
7. Obat yang tergolong obat High Alert harus dilakukan double check
oleh perawat sebelum diberikan kepada pasien.
8. Pemberian obat pasien rawat inap harus dicatat di Lembar Intruksi
Farmakologi.
9. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan
edukasi terlebih dahulu dan dipantau oleh Apoteker.
10. Pemberian obat dilakukan oleh Dokter, Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan Perawat.

4) Pengkajian/telaah resep
1. Pengkajian resep dilaksanakan oleh Apoteker atau Tenaga
Teknis Kefarmasian
2. Tiap resep yang masuk diperiksa persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetika dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat jalan dan rawat inap.
3. Apabila resep yang diperiksa ada yang tidak sesuai dengan poin
nomor 2, apoteker berhak melakukan konfirmasi kepada dokter
penulis resep
Proses telaah resep meliputi evaluasi secara profesional
terhadap:
1. Identitas pasien
2. Nama obat, ketepatan dosis, obat, frekuensi dan rute
pemberian
3. Duplikasi terapi
4. Alergi atau rekasi sensitivitas yang sesungguhnya maupun
yang potensial
5. Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat
dengan obat-obatan lain atau makanan
6. Variasi dari kriteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit
7. Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain dari pasien
8. Kontra indikasi yang lain.
4. Setelah penyiapan dilakukan telaah obat yang meliputi 5 Benar
(Benar Obat, Benar Dosis, Benar Cara Pemberian, Benar Waktu
Pemberian dan Benar Pasien).
5) Rekonsiliasi Obat
1. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah
sakit harus dicatat pada formulir rekonsiliasi yang terdapat pada
rekam medik pasien.
2. Apoteker merekonsiliasi obat yang di bawa pasien , Jika dokter
memberikan intruksi dengan obat yang sama maka terapi di
lanjutkan dan obat disimpan di unit farmasi , sedangkan obat
yang tidak termasuk intruksi dokter obat dikembalikan kepada
pasien atau keluarganya dengan diberikan edukasi bahwa obat
tersebut tidak boleh digunakan.
3. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication
reconciliation). Penyelarasan obat adalah membandingkan
antara daftar obat yang sedang digunakan pasien sebelum
admisi/transfer/pulang agar obat yang akan diresepkan tidak
terjadi duplikasi, terhentinya terapi suatu obat (omission) atau
kesalahan obat lainnya. Penulis resep harus memperhatikan
kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi
alergi.

6) Pelayanan informasi obat dan Konseling


1. Instalasi Farmasi dalam memberikan pelayanan informasi obat
dapat secara aktif dan pasif melalui tatap muka, telepon dan surat
maupun dengan cara membuat buletin dan leaflet.
2. Instalasi farmasi memberikan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
farmasi dan tenaga kesehatan lain.
3. Konseling merupakan proses yang sistematik untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan
dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan
pasien rawat inap.
4. Konseling dimaksudkan untuk memberi informasi yang benar
mengenai obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat
dan cara penyimpanan obat.
5. Konseling diberikan untuk pasien dengan kondisi khusus seperti
pasien pediatri, geriatri, ibu hamil dan menyusui, pasien dengan
polifarmasi dan pasien dengan penyakit kronis.
7) Visite pasien
1. Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap secara
mandiri.
2. Apoteker melakukan visite mandiri dengan membuat
catatan/mengenai permasalahan dan saran penyelesaian masalah
dalam catatan perkembangan pasien terintegrasi.

8) Pemantauan dan Monitoring Efek Samping Obat


1. Pemantauan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi.
2. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah
obat baru yang masuk Formularium Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan
efek samping serius.
3. Instalasi farmasi harus selalu memperhatikan ketersediaan
Formulir MESO di ruangan.
4. Pemantauan efek samping obat didokumentasikan dalam Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi Terapi
adalah yang berat, fatal atau meninggalkan gejala sisa.
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan
oleh Komite Medik dan dilaporkan setiap bulan kepada Panitia
Farmasi dan Terapi, Direktur Pelayanan Medis, Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat
adalah dokter, perawat, apoteker di ruang rawat / Poliklinik
8. Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Umum Daerah Martapura
melaporkan hasil evaluasi pemantauan ESO kepada Direktur
Pelayanan Medis dan menyebarluaskannya ke seluruh Komite
Medis/Instalasi/Unit Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura sebagai umpan balik/edukasi.
9. Pemantauan Medication Error merupakan kegiatan pemantauan
terhadap proses pengobatan pasien terkait dengan praktek
profesional, prosedur dan sistem peresepan; komunikasi,
administrasi, edukasi, monitoring dan penggunaan obat.
10. Pemantauan Medication Error adalah kegiatan bersama yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan tenaga
kesehatan lain.
11. Instalasi Farmasi memiliki Formulir Laporan Medication Error
12. Evaluasi terhadap laporan Medication Error dilakukan oleh
Instalasi Farmasi

9) Kesalahan Obat
1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap
penulisan resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik
yang menimbulkan efek merugikan ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas
yang menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau
atasan langsungnya.
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan
Insiden ke Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah
ditemukannya insiden.
5. Tipe kesalahan obat yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC): terjadinya kesalahan obat
yang belum terpapar ke pasien
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC): kesalahan obat yang sudah
terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera pada
pasien
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD); kesalahan obat yang
mengakibatkan cedera pada pasien
6. Setiap kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti.
7. Komite Mutu Keselamatan Pasien (KMKP) bertanggung jawab
untuk menindaklanjuti laporan kesalahan obat dalam upaya
memperbaiki sistem dan proses penggunaan obat di rumah sakit.

Ditetapkan : Martapura
Tanggal : 28 Januari 2019
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Martapura

dr. Dedy Damhudy


NIP. 19780101 201001 1018

Anda mungkin juga menyukai