No. : 069/SK/DIR/RSJMC/VII/2015
Tentang
Pengelolaan Penggunaan Obat di RS Jakarta Medical Center
MEMUTUSKAN
V. Perencanaan
1.Perencanaan perbekalan farmasi disusun secara
bulanan sesuai dengan kebutuhan obat menurut
perbekalan farmasi sangat lancar, lancar dan kurang
lancar serta berpedoman pada Formularium Rumah
Sakit.
2.Metode yang digunakan untuk perencanaan perbekalan
farmasi adalah :
a. Kombinasi metode konsumsi (pola konsumsi
sebulan sebelumnya) dan epidemiologi (penyebaran
penyakit sesuai waktu dan tempat) yang disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
b. Metode Just in Time, digunakan untuk obat-
obat yang jarang digunakan dan mudah
mendapatkannya.
c. Analisa Vital Essensial Non Essensil (VEN) dan
ABC/ pareto (frekuansi pengeluaran dan prioritas
harga).
VI. Pemilihan
1. Pemilihan merupakan proses seleksi obat. Kegiatan
pemilihan dilakukan oleh Sub Komite Farmasi dan
Terapi, atas usulan praktisi pelayanan kesehatan hasil
dari kegiatan pemilihan dibuat dalam bentuk
formularium RS Jakarta Medical Center yang akan
direview tiap 1 tahun dan diperbaharui setiap 2 tahun.
2. Pemilihan obat untuk dimasukan kedalam / dikeluarkan
dari formularium berdasarkan :
a. Indikasi
b. Efektifitas
c. Risiko
d. Harga obat
3. Semua jenis obat baru harus dimonitor penggunaannya
selama 3 bulan.
4. Sosialisasi formularium yang masih berlaku wajib
tersedia di setiap lokasi pelayanan dan setiap dokter
harus memiliki buku formularium yang menjadi acuan
selama berpraktek di RS Jakarta Medical Center.
5. Daftar formularium obat dibuat atas usulan Sub Komite
Farmasi dan Terapi serta direvisi minimal 1 (tahun)
tahun.
6. Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai
formularium dilakukan secara berkala oleh unit Farmasi
Rawat Jalan dan unit Farmasi Rawat Inap yang
kemudian dilaporkan ke Sub Komite Farmasi dan
Terapi.
VI. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui secara langsung
dari distribusi / pedagang besar farmasi / rekanan.
1. Pengadaan obat dan obat kesehatan dilakukan oleh
unit pembelian setelah menerima pesanan dari gudang
farmasi.
2. Obat di formularium yang tidak tersedia harus
diberitahu kepada praktisi disertai alternatif sebagai
pengganti.
3. Pengadaan obat yang dibutuhkan, tetapi tidak
tercantum dalam formularium / tidak tersedia di RS
Jakarta Medical Center harus mendapat persetujuan
Sub Komite Farmasi dan Terapi.
4. Apabila diluar jam kerja terjadi kekosongan obat di unit
farmasi rawat jalan dan unit farmasi rawat inap, maka
petugas farmasi didampingi oleh Duty Manager
mengambil obat dari gudang farmasi (buka gudang)
dan mencatat di buku pengeluaran gudang farmasi.
5. Apabila terjadi kekosongan obat di gudang farmasi,
maka petugas farmasi membeli obat diluar RS Jakarta
Medical Center dengan seizin Kepala Instalasi Farmasi
dan bagian pengadaan.
6. Apabila terjadi kekosongan obat dari pabrik, maka
Kepala Instalasi Farmasi harus menginformasikan ke
dokter-dokter atau memberikan surat keterangan dari
PBFnya.
7. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jakarta Medical Center
tidak memiliki obat sampel, obat radioaktif dan obat
kemoterapi.
8. Pengadaan obat dan alat kesehatan dilakukan oleh
gudang farmasi setelah menerima surat pesanan dari
bagian farmasi yang disetujui oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
9. Setiap dokter yang memiliki SIK dan praktek di RS JMC
harus menyetujui semua penggunaan obat yang ada di
Instalasi Farmasi JMC selama kandungan dan dosis
obatnya sama walaupun berasal dari PBF yang
berbeda (kompetitornya).
10. Apabila terjadi kekosongan obat di gudang farmasi dan
tidak berkenan dicarikan (dijanjikan) oleh bagian
farmasi maka petugas farmasi membuatkan copy resep
obat tersebut dengan seizin Duty Manager / Apoteker.
VII. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi
menurut persyaratan yang ditetapkan.
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi hanya boleh
diakses petugas farmasi.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan, dan reagensia
harus dilakukan sesuai persyaratan dan standar
kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan
keamanannya serta memudahkan dalam
pencariannya untuk mempercepat pelayanan.
3. Penyimpanan obat dan bahan kimia berbahaya harus
sesuai dengan tempat yang ditentukan dan standar
kefarmasian serta memenuhi persyaratan dari gudang
farmasi yaitu FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out).
4. Khusus bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti
bahan yang bersifat mudah menyala atau terbakar,
eksplosif, radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif,
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi dan
berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan
disertai tanda bahan berbahaya dan beracun.
5. Penyimpanan obat-obat yang memerlukan kondisi
khusus harus sesuai dengan tempat dan suhu yang
telah ditetapkan oleh standar kefarmasian.
6. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
tersendiri dengan dua pintu dan dua kunci, serta harus
selalu dalam keadaan terkunci jika tidak digunakan.
7. Lemari khusus obat golongan narkotika terbuat dari
kayu ukuran 140 cm x 80 cm x 100cm, jika ukurannya
kurang dari ketentuan maka lemari tersebut harus
dtempel pada dinding atau alasnya dilantai. Lemari
tersebut mempunyai 2 sekat dan masing-masing sekat
harus mempunyai kunci tersendiri. Kunci lemari
narkotika dan psikotropika harus double kunci. Bagian
pertama untuk menyimpan morphin dan petidina dan
garam-garamnya, sedang bagian lain untuk
menyimpan narkotika lain dan pemakaian sehari-hari.
8. Kunci pintu lemari obat narkotika dan psikotropika
dipegang oleh apoteker atau penanggung jawab
harian instalasi farmasi yang sedang bertugas pada
shift tersebut.
9. Semua obat atau bahan kimia yang digunakan untuk
mencampur obat harus diberi label yang berisi : nama
obat, konsentrasi obat, tanggal dibuka, tanggal
dioplos, tanggal expired date, nama petugas dan
peringatan.
10. Semua perbekalan farmasi yang berada di unit-unit
terkait di inspeksi secara berkala oleh petugas farmasi
yang telah ditunjuk.
11. Penyimpanan produk nutrisi tidak diizinkan diletakkan
di etalase produk-produk OTC.
12. Obat High Alert (obat yang memerlukan kewaspadaan
tinggi) harus disimpan ditempat terpisah dan diberi
label khusus high alert double check.
13. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar Obat High
Alert, contoh : kalium klorida 7,46 % tidak boleh
berada di ruang rawat, kecuali di unit-unit tertentu
yaitu di ruang intensif atas pertimbangan life saving,
dimana waktu yang dibutuhkan untuk pencampuran
obat tersebut di Unit Farmasi tidak bisa dalam waktu
30 menit atau kurang sejak permintaan.
14. Obat High Alert disimpan secara tersendiri, terpisah
dari obat lainnya dengan akses terbatas dan harus
diberi penandaan atau label yang jelas untuk
menghindari penggunaan yang tidak dikehendaki.
15. Untuk elektrolit pekat harus di simpan pada wadah
dengan warna menyolok dan diberi label
PERINGATAN yang memadai.
16. Obat dengan nama dan rupa mirip (Look Alike Sound
Alike/LASA) disimpan tidak berdekatan dan diberi
label “LASA”.
17. Perbekalan farmasi dan kondisi penyimpanannya
harus diperiksa secara berkala.
18. Jika pasien membawa obat dan atau perbekalan
farmasi lainnya dari luar RS Jakarta Medical Center
untuk digunakan selama perawatan di RS Jakarta
Medical Center maka harus dikonfirmasi ke DPJP dan
harus diperiksa mutunya secara visual dan dilakukan
pencatatan oleh Farmasi.
19. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam
kelompok nutrisi sesuai dengan rekomendasi
penyimpanannya dari masing-masing produsen.
20. Semua perbekalan farmasi yang terdapat dalam trolley
emergency harus selalu dimonitoring secara berkala
dan segera diganti jika rusak atau sudah mendekati
batas kadaluarsa.
21. Sistem pengendalian isi trolley emergency harus
sesuai dengan SPO sehingga jenis, jumlah dan
kualitas obat dan perbekalan farmasi yang ada
didalamnya sesuai dengan standar yang ditetapkan
serta semua aspek yang berkaitan dengan
pembukaan trolley emergency dapat dipertanggung
jawabkan (mudah telusur).
22. Instalasi Farmasi RS Jakarta Medical Center
memberikan Pelayanan 24 jam.
23. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan
kadaluarsa harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi.
24. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau
pabrik pembuatnya harus segera dikembalikan ke
Instalasi Farmasi.
25. Obat yang sudah kadaluarsa, rusak atau
terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil
menunggu penghapusan.
26. Tata cara penghapusan obat yang sudah kadaluarsa /
rusak adalah dengan cara ditukar ke distributor yang
bersangkutan atau dimusnahkan.
27. Semua perbekalan farmasi dimonitoring dan diawasi
disetiap unit-unit terkait oleh petugas farmasi yang
sudah ditunjuk.
VIII. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis yang
mempunyai Surat Izin Praktek dan terdaftar di RS
Jakarta Medical Center.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter
yang memiliki Surat Izin Praktek (SIP).
3. Yang berhak menulis resep psikotropika adalah dokter
spesialis atau sub spesialis yang memiliki Surat Izin
Praktek (SIP).
4. Dokter harus melakukan penyelarasan obat
(rekonsiliasi obat) sebelum menulis resep. Rekonsiliasi
obat adalah membandingkan antara daftar obat yang
sedang digunakan pasien dan obat yang akan
diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya
terapi suatu obat (omission).
5. Dokter atau perawat harus
menanyakan/menginterview obat-obat yang dibawa
pasien dari rumah kemudian menuliskan di formulir
rekonsiliasi obat.
6. Dokter harus memperhatikan kemungkinan adanya
kontraindikasi, interaksi dan reaksi alergi.
7. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar
catatan pengobatan/instruksi pengobatan dengan kop
RS Jakarta Medical Center.
8. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan
istilah dan singkatan yang lazim atau yang sudah
ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah
pengertian.
9. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam
daftar Look Alike Sound Alike (LASA) yang diterbitkan
Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
10. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan
Formularium RS Jakarta Medical Center.
11. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi sebagai
berikut :
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat
mengingat tanggal lahir)
c. Berat badan pasien (untuk pasien anak)
d. Berat badan dan tinggi badan untuk pasien yang
perhitungan dosis obatnya berdasarkan luas
permukaan tubuh (Body Surface Area)
e. Nomor rekam medik
f. Nama dokter
g. Tanggal penulisan resep
h. Nama ruang pelayanan
i. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat
dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada
lembar resep manual atau secara elektronik dalam
sistem informasi farmasi.
j. Tanda R/ pada setiap sediaan
k. Jumlah sediaan
l. Bila obat racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan
obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat :
mikrogram, milligram, gram dan untuk cairan : tetes,
milliliter, liter)
m.Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu
sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan
efektif.
n. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberi). Untuk
aturan pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”,
harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari
indikasinya.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan
yang mungkin terjadi akibat pengggunaan obat.
13. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang
telah diterima oleh apoteker/asisten apoteker harus
diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
14. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi
kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh
farmasi.
15. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca
atau tidak jelas, maka perawat/Apoteker/Asisten
Apoteker yang menerima resep instruksi pengobatan
tersebut harus menghubungi dokter penulis resep.
16. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan,
instruksi lisan untuk obat high alert tidak dibolehkan
kecuali dalam situasi emergensi, instruksi lisan tidak
dibolehkan saat dokter berada di ruang rawat.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan
yang tercantum dalam rekam medik.
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena
operasi atau sebab lain harus dituliskan kembali dalam
bentuk resep/instruksi pengobatan baru.
19. Obat narkotika dan psikotropika dapat dilayani untuk
kepentingan pasien RS JMC bila resep tersebut telah
memenuhi persyaratan administrasi dan farmasi,
khususnya resep tersebut ditulis oleh DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pasien).
20. Farmasi tidak dapat melayani pembelian obat-obat
Narkotika dan Psikotropika tanpa resep asli dari dokter
disertai kelengkapan resepnya.
IX. Penyiapan
Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses
mulai dari resep/instruksi pengobatan diterima oleh
apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima
oleh perawat diruang untuk diberikan kepada pasien rawat
inap, atau sampai dengan obat diterima oleh
pasien/keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa
obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang
termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran
obat suntik tertentu dan nutrisi parenteral.
1. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker
harus melakukan screening/review terhadap
resep/instruksi pengobatan yang meliputi :
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontra indikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan
yang berlaku, dan menghubungi dokter penulis
resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian.
g. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan
emergensi, di ruang operasi dan tindakan intervensi
diagnosik.
2. Apoteker/asisten diberi akses ke data pasien yang
diperlukan untuk melakukan screening resep.
3. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi
diberlakukan substitusi generik. Artinya farmasi
diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan
yang zat aktifnya sama dan tersedia di RS Jakarta
Medical Center dengan terlebih dahulu memberitahu
dokter.
4. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang
sama kelas terapinya tetapi berbeda zat kimianya,
dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh
petugas farmasi dengan terlebih dahulu minta
persetujuan dokter penulis resep/konsulen.
5. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang
bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik
kefarmasian.
6. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh
petugas lain selain petugas farmasi. Petugas yang
menyiapkan obat streril harus mendapatkan pelatihan
teknik aseptic dispensing.
7. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien
rawat inap diberlakukan sistem dosis unit. Sedangkan
untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep
individual. Sistem dosis unit adalah penyiapan obat
yang dikemas untuk satu kali pemakaian. Sistem
resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas
sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.
8. Farmasi melakukan pembuatan/peracikan obat-obat
racikan sendiri, seperti: Lotion BSM (Boor Schud
Mixture), capsul CaCO3, Capsul NaCl, Carbogliserin
10% dan Asam Asetat 2%.
9. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label.
10. Farmasi tidak dapat melayani pembelian obat-obat
keras tanpa resep dari dokter (berdasarkan keputusan
Dirjen Pelayanan dan Alat Kesehatan tentang UU
Obat Keras No. 419 pasal 3,4 dan 5).
11. Pelayanan selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
X. Pemberian
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah
dokter atau perawat yang sudah memiliki kompetensi
dan mempunyai Surat Izin Praktek.
2. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah
apoteker/asisten apoteker yang sudah memiliki
kompetensi dan mempunyai SIPA/STRTK.
3. Pemberian obat ke pasien harus diatur dalam suatu
pedoman dan atau Standar Operasional Prosedur
agar pemberian obat dapat dilakukan dengan benar.
4. Pada pemberian obat secara infuse, label nama obat
ditempelkan pada botol infuse atau syringe pump.
Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label
nama obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan
di setiap ujung jalur selang.
5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus
diverifikasi oleh Apoteker/Asisten Apoteker mengenai
kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan
meliputi 5 benar yaitu : benar nama obat, benar waktu
dan frekuensi pemberian, benar dosis, benar rute
pemberian dan benar pasien.
6. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus
dipastikan bermutu baik dengan diperiksa secara
visual.
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan
kontraindikasi dengan obat yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa
kembali oleh perawat kedua sebelum diberikan
kepada pasien (double check).
9. Pemberian obat harus dicatat.
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus
mendapatkan edukasi terlebih dahulu dan dipantau
oleh perawat.
11. Pemberian obat tertentu (salep, tetes mata, tetes
telinga) harus diberikan oleh perawat selama pasien di
rawat di RS JMC.
12. Perawat harus memastikan pemberian obat secara
oral dikonsumsi dengan benar oleh pasien selama
perawatan di RS JMC.
13. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan obat dan
perbekalan farmasi lainnya termasuk kehilangan,
maka konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab
pihak yang bersalah.
14. Apabila petugas farmasi yang ditunjuk untuk
menyerahkan obat berhalangan hadir/diluar shift kerja,
maka petugas farmasi mendelegasikan ke petugas
farmasi lain untuk diberikan kewenangan dalam
penyerahan obat ke pasien atau unit-unit terkait.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Juli 2015
Direktur