Anda di halaman 1dari 8

Bismillaahirrahmaanirrahiim

PERATURAN DIREKTUR RUMAH


NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI


RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT


Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan maka diperlukan
diperlukan penyelenggaraan pelayanan farmasi yang bermutu tinggi;
b. Bahwa agar pelayanan farmasi landasan bagi penyelenggaraan pelayanan
farmasi
c. Sehubungan dengan hal – hal diatas maka perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur

Menimbang : 1. UU NO. 36 TAHUN 2009 Tentang Kesehatan


2. UU NO. 44 TAHUN 2009 Tentang Rumah Sakit
3. PP NO. 51 TAHUN 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
4. Permenkes NO. 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI
KEDUA : Ketentuan tentang pelayanan kefarmasian Rumah Sakit
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh Kepala Bagian
Pelayanan dan Penunjang Medis
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan dapat diperbaiki apabila ada perubahan
yang mendasar

Pekanbaru, 11 Mei 2016


Direktur,

LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RS.
NOMOR (PERATURAN DIREKTUR)
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT

1. Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus ke seluruh bagian yang terkait
seperti IGD, rawat inap, rawat jalan, dan rawat inap intensif dengan sistem satu pintu.
2. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
3. IFRS hanya melayani resep yang berasal dari rumah sakit dan tidak melayani
pembelian obat bebas atau resep bukan berasal dari dokter.
4. Resep dilayani ketika proses penyelesaian pembayaran oleh kasir
5. Obat yang sudah di beli tidak dapat dikembalikan.
6. Obat in patient dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau hal lain
dengan persetujuan dokter.
7. Obat yang dikembalikan adalah obat yang masih dalam keadaan utuh atau belum
terpakai.
8. Instalasi Farmasi dipimpin oleh satu orang apoteker, berijazah S1 apoteker dan
memiliki SIK.
9. Susu formula digolongkan sebagai obat sehingga pemberiannya kepada bayi usia 0-6
bulan harus dengan resep dokter
10. Seluruh pelayanan farmasi wajib berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien
11. Obat narkotika dan psikotropika tidak termasuk dalam daftar floor stok ruagan
rawatan kecuali diazepam suppositoria dan injeksi di Instalasi Gawat Darurat dan
emergency kit
12. Pada pasien rawat inap, jika harga obat / alkes di atas Rp. 100.000,00 tiap satuannya
diperlukan persetujuan dari pasien / keluarga pasien
13. Setiap pasien berhak mendapatkan informasi tentang obat secara adekuat oleh petugas
yang berkompeten
14. Kunci lemari narkotika dan psikotropika harus selalu dibawa oleh apoteker atau
asisten apoteker yang telah diberi pendelegasian tugas untuk mengelola kunci lemari
narkotika dan psikotropika
15. menerima bantuan perbekalan farmasi dari pihak luar yang dapat dimanfaatkan secara
maksimal di rumah sakit dengan batas waktu kadaluwarsa perbekalan farmasi minimal
6 bulan dari tanggal kadaluwarsa yang tertera di kemasan perbekalan farmasi tersebut
16. Penerimaan obat / alkes dari logistik farmasi dengan kadaluarsa paling lambat 1 Tahun
hanya untuk obat – obat yang digolongkan “ cito “ dan segera pakai.

A. MANANGEMEN PENGGUNAAN OBAT


1. Pengelolaan perbekalan farmasi menggunakan prinsip-prinsip manajemen meliputi
seleksi, perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan, distribusi, pelayanan dan
pemantauan penggunaan
2. Semua penataan pelayanan dan petugas yang mengelola proses obat dilibatka dalam
struktur organisasi
3. Rumah sakit mengatur semua tahapan manajemen obat penggunaan obat dalam rumah
sakit
4. Rumah sakit memiliki review atas sistem managemen obat yang didokumentasikan
selama 12 bulan terakhir
5. Sistem perbekalan farmasi dikembangkan dan diarahkan menggunakan sistem stock
less inventory dengan jumlah persediaan obat / alkes ditentukan maksimum untuk
penjualan 1 minggu
6. Pelayanan farmasi dan penggunaan obat sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku
7. Setiap pasien berhak mendapatkan informasi tentang obat secara adekuat oleh petugas
yang berkompeten
8. Instalasi Farmasi dipimpin oleh satu orang apoteker, berijazah S1 apoteker dan
memiliki SIK dan terlatih mensupervisi pelayanan farmasi atau kefarmasian

B. SELEKSI DAN PENGADAAN


1. Rumah sakit memiliki daftar obat yang dalam stok obat rumah sakit (Formularium)
atau siap tersedia dari sumber luar (Apotek rekanan)
2. Pengawasan penggunaan obat oleh Panitia Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat
dan penambahan obat baru di rumah sakit
3. Usulan penambahan obat atau alkes dalam formularium oleh dokter harus ditelaah
oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan mendapatkan rekomendasi sebelum di
setujui oleh Direktur
4. Keputusan untuk menambahkan atau mengurangi obat dari daftar formularium
memiliki kriteria meliputi indikasi penggunaan, efektivitas, risiko dan biaya
5. Obat atau alkes yang tidak termasuk dalam daftar formularium rumah sakit
diinformasikan kepada penulis resep dan disarankan subtitusinya. Jika penulis resep
tidak menyetujui saran subtitusi maka dibuatkan resep keluar RS untuk pasien rawat
jalan dan rawat inap dan dilakukan pengorderan dari IFRS ke bagian gudang
6. Obat yang tidak tersedia karena stok out atau tidak masuk dalam daftar obat rumah
sakit dikonfirmasi kepada penulis resep dan diajukan saran substitusinya, jika penulis
resep tidak bersedia diganti dengan obat substitusi, maka obat dapat dicopy resep
untuk pasien rawat jalan (umum) dan, namun untuk pasien rawat jalan (Perusahaan)
dan rawat inap, obat harus tetap disediakan melalui mekanisme pengadaan obat
insidentil dan mendesak
7. Obat baru yang ditambahkan dalam daftar formularium harus di monitor penggunaan
dan KTD yang tidak diantisipasi sekurang-kurangnya setahun sekali
8. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
9. Pengawasan penggunaan obat oleh Panitia Farmasi dan Terapi termasuk seleksi obat
dan penambahan obat baru di rumah sakit.
10. Rumah sakit memilki proses persetujuan dan pengadaan obat yang dibutuhkan tapi
tidak ada dalam stok atau yang secara normal tersedia di rumah sakit
11. Pada saat persediaan obat terkunci, petugas dapat mengakses obat yang dibutuhkan ke
unit lain, emergensi kit atau jika obat tersebut sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan jiwa pasien, maka petugas dapat merusak lemari penyimpanan obat
tersebut.

C. PENYIMPANAN OBAT
1. Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi perbekalan farmasi dari
kehilangan atau pencurian di farmasi atau lokasi lainnya termasuk di emergency kit,
degan meyesuaikan degan kartu stok dan pemilihan penanggungjawab bagian
2. 0bat disimpan dengan baik dan aman dan sesuai bagi stabilitas produk
3. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat
4. Bahan yang terkontorol seperti narkotika dan psikotropika dilaporkan secara akurat
sesuai dengan udang-undang dan peraturan yang berlaku
5. Larutan elektrolit pekat tidak boleh disimpan di unit pelayanan kecuali diperlukan
secara klinis. Bila disimpan di unit pelayanan, harus disimpan dalam tempat yang
aman untuk mencegah pemberian obat yang tidak diinginkan
6. Obat - obatan dan zat kimia yang digunakan untuk penyiapan obat, diberi label secara
akurat dengan mencantumkan isi, tanggal kadaluarsa, dan peringatan
7. Seluruh area penyimpanan obat diinspeksi secara periodik setiap 1 (satu) bulan sekali
untuk memastikan bahwa obat obatan disimpan dengan tepat; dan
8. Pasien yang menggunakan obat sendiri maupun obat sampel (contoh) harus
sepengetahuan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan penggunaannya
dicatat dalam rekam medis pasien
9. Penyediaan dan pengguaan obat sampel (cotoh) yang dibawa pasien menjadi
tanggung jawab pasien setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat dari
petugas
10. Penyimpanan perbekalan farmasi dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan
jenisnya, suhu dan stabilitasnya, mudah dan tidaknya terbakar, tahan atau tidaknya
terhadap cahaya yang disusun secara alfabetis dengan urutan penggunaan metode
FEFO (First Expired First Out) dan FIVO (First In First Out) termasuk sediaan di
emergency kit
11. Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi perbekalan farmasi dari
kehilangan atau pencurian di farmasi atau lokasi lainnya termasuk di emergency kit,
degan meyesuaikan degan kartu stok dan pemilihan penanggungjawab bagian
12. Obat emergency kit tersedia pada setiap unit rawatan agar dapat digunakan segera
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergency
13. Obat emergency kit yang telah digunakan atau bila telah kadaluarsa atau rusak harus
segera diganti
14. Pengembalian perbekalan farmasi near ED bagian lain yang disimpan sebagai floor
stock ke bagian farmasi minimal 3 bulan dari tanggal kadaluwarsa yang tertera di
kemasan perbekalan farmasi tersebut, apabila kurang dari 3 bulan pihak farmasi tidak
bertaggug jawab
15. Obat dan alkes yang sudah kadaluwarsa tidak boleh digunakan.
16. Obat out of date masih dapat digunakan dengan peresepan dari dokter yang telah
mendapatkan informasi bahwa obat atau alkes tersebut sudah out of date.
17. Obat dan alkes yang sudah kadaluarsa atau out of date yang sudah tidak dimanfaatkan
lagi disimpan dan dikumpulkan ditempat yang terpisah dan dilaporkan kepada direktur
18. Obat dan alkes yang sudah ketinggalan jaman (out of date) dan tidak dimanfaatkan
lagi dapat dimusnahkan
19. Penarikan obat dan alkes oleh PBF direspon oleh bagian farmasi dengan menarik obat
tersebut keseluruh ruagan rawatan dan menyerahkan obat dan alkes dimaksud. Biaya
yang timbul dari proses penarikan obat atau alkes oleh PBF dibebankan kepada PBF
tersebut
20. Pemusnahan dilakukan terhadap perbekalan farmasi kadaluarsa dan resep yang sudah
berumur minimal 3 tahun setelah mendapatkan persetujuan direktur dengan cara
pemusnahan yang sesuai peraturan perundangan yang berlaku

IV. PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENCATATAN OBAT


1. Petugas farmasi tidak diperbolehkan mengira-ngira tulisan pada resep dan diwajibkan
untuk menghubungi pembuat resep jika tidak jelas terbaca
2. Ketentuan penulisan resep:
a. Resep ditulis oleh dokter yang telah memiliki SIP, SPK dan RKK
b. Resep ditulis dengan tulisan yang jelas terbaca
c. Resep dimulai dengan huruf R dikuti nama obat, sediaan, satuan , dosis satuan,
jumlah dengan huruf romawi dan aturan pakai
d. Setiap R diparaf
e. Resep racikan diawali dengan satu huruf R saja diikuti dengan nama, sediaan,
satuan dan dosis obat yang akan diracik diikuti perintah pembuatan sediaan racikan
dan aturan pemakaian sediaan racikan tersebut
3. Dokter dan petugas pemesan obat diberikan pelatihan penulisan resep dan dilakukan
evaluasi secara berkala maksimal 1 tahun sekali
4. Obat yang diresepkan harus dicatat dalam rekam medis pasien
5. Pemberian obat dicatat untuk setiap dosis
6. Setiap pemakaian perbekalan farmasi di rumah sakit harus dicatat dalam lembar yang
sesuai
7. Pada pasien rawat inap, jika harga obat / alkes di atas Rp. 100.000,00 tiap satuannya
diperlukan persetujuan dari pasien / keluarga pasien
8. Informasi obat disimpan dalam rekam medis pasien

V. PERSIAPAN DAN PENYALURAN


1. Obat dipersiapkan dan disalurkan dalam area yang bersih dan aman dengan peralatan
dan suplai yang memadai
2. Persiapan dan penyaluran obat harus memenuhi undang-undang, peraturan dan standar
praktek profesioal.
3. Pencampuran dan penanganan sediaan steril menggunakan prinsip teknik aseptic
4. Pencampuran dan penanganan obat injeksi dilakukan oleh Petugas yang diberikan
wewenang untuk memberikan obat di ruang perawatan selama pasien di rawat di
rumah sakit adalah perawat dan bidan yang diberikan otorisasi pemberian obat
berdasarkan pendelegasian tugas dan wewenang dari Apoteker
5. Petugas yang berwenang menyerahkan obat, menelaah resep adalah apoteker
sedangkan asisten apoteker berwenang menyerahkan obat, menelaah resep jika telah
mendapatkan pendelegasian dari apoteker
6. Petugas farmasi wajib melakukan penelaahan resep sebelum resep di distribusikan,
meliputi penelaahan administrative, penelaahan farmasetik, dan penelaahan klinis
7. Sistem distribusi perbekalan farmasi terdiri dari : sistem resep perorangan pada unit
rawat jalan, sistem unit dosis ODD ( One Daily Dose ) pada unit rawat inap, sistem
persediaan lengkap di ruangan (floor stock ) pada ruang Unit Gawat Darurat, Ruang
operasi, Ruang bersalin, Poli rawat jalan, Laboratorium, Radiologi, kotak emergensi
dan Kamar Jenazah
8. Obat didistribusikan pada pasien secara akurat setelah memastikan 7 benar yaitu benar
obat, benar pasien, benar dosis, benar aturan pemakaian, benar cara pemberian, benar
waktu pemberian dan benar pendokumentasian
9. Obat didistribusikan dalam bentuk yang paling siap untuk digunakan termasuk obat-
obatan yang memerlukan pengenceran seperti sirup kering dan lain-lain
10. Obat-obatan yang disalurkan tidak dalam kemasan aslinya atau disalurkan dalam
bentuk/wadah yang berbeda ( dan obat tidak segera diberikan) , maka obat obat harus
diberi label dengan nama obat, dosis/konsentrasi, tanggal penyiapan dan tanggal
kadaluwarsa obat
11. Permintaan obat pasien rawat inap berdasarkan sistem one daily dose (kebutuhan obat
untuk satu hari).Permintaan diserahkan ke bagian farmasi maksimal pukul 08.00 WIB,
bagian farmasi menyerahkan obat ke bagian rawat inap maksimal pukul 11.00 WIB
12. Permintaan cito unit lain dilayani menggunakan resep atau permintaan obat, bila tidak
memungkinkan permintaan menggunakan resep, maka resep dapat disusulkan
maksimal 1x 24 jam sejak obat diserahkan
13. Waktu tunggu pelayanan resep pasien rawat jalan untuk sediaan jadi adalah 15 menit,
sediaan racikan adalah 30 menit terhitung dari pasien telah menyelesaikan
administrasi/ pembayaran

VI. PEMBERIAN OBAT


1. Petugas farmasi memverifikasi obat berdasarkan resep atau pesanan
2. Petugas faramsi memverifikasi jumlah dosis obat berdasarkan resep atau pesanan
3. Petugas farmasi memverifikasi route pemeberian obat berdasarkan resep atau pesanan
4. Obat diberikan secara tepat waktu
5. Obat yang diberikan sebagaimana diresepkan dan dicatat dalam status pasien

VII.KEBIJAKAN PEMANTAUAN (MONITORING)


1. Setiap pasien dimonitor efek pengobatan termasuk efek yang tidak diharapkan
2. Pasien dilakukan asesmen ulang untuk menentukan respons mereka terhadap
pengobatan
3. Efek yang tidak diharapkan didokumentasikan dalam status pasien dan harus
dilaporkan 2x24 jam
4. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang meliputi Kejadian Potensial Cedera (KPC),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), Sentinel Event
dimonitor, didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2 x 24 jam sejak kejadian
ditemukan mengguakan prosedur baku
5. Kesalahan obat dan KNC ditetapkan melalui proses kerjasama
6. Setiap orang yang bertanggugjawab mengambil tindakan untuk pelaporan
diidentifikasi
7. Rumah sakit mengguakan informasi pelaporan kesalahan obat dan KNC untuk
memperbaiki proses penggunaan obat

Pekanbaru, 11 Mei 2016


Direktur,

Anda mungkin juga menyukai