Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN PELAYANAN FARMASI

1. Pengertian
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu dimana unit farmasi sebagai bagian dari
klinik mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang berkualitas.

Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan


memberikan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait
agar masyarakat mendapatkan manfaatnya yang terbaik. Pelayanan
kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk memperoleh
manfaat, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan obat.
2. Ruang Lingkup

Panduan ini sebagai pedoman pelayanan kefarmasian yang


dilakukan klinik pratama asrina dalam melakukan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BHP untuk melakukan pelayanan kepada
pasien rawat jalan dan rawat inap.
3. Tata Laksana Pelayanan
A. PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN BAHAN
HABIS PAKAI (BHP)
1. Seleksi (Pemilihan)
Seleksi (Pemilihan) adalah kegiatan untuk menetapkan jenis
Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan Formularium dan Standar
pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, Standar Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Habis Pakai yang telah
ditetapkan, efektifitas dan keamanan, harga dan ketersediaan di
pasar.
a. Formularium klinik disusun berdasarkan Formularium Nasional
dan usulan dari masing- masing kelompok staf medis fungsional
yang diputuskan dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi. Revisi
dilakukan sekurang- kurangnya selama 1 tahun.
b. Jika obat tidak tersedia, instalasi farmasi wajib memberitahukan
kepada pembuat resep dan memberi saran substitusinya.
c. Praktisi klinis wajib dilibatkan dalam proses pemesanan,
penyaluran, pemberian, dan proses monitoring pasien, dan
diikutsertakan dalam mengevaluasi dan menjaga daftar obat.
d. Penambahan obat dalam daftar formularium berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1) Diutamakan Obat Generik
2) Memiliki Rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
3) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-costratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
6) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan, dengan harga yang terjangkau
7) Mutu
8) Harga
9) Ketersediaan di pasaran
e. Kriteria obat yang keluar/ dihapus dari daftar Formularium:

1) Obat-obatan yang tidak digunakan (dead stock) selama 3


(tiga) bulan, maka akan diingatkan kepada dokter- dokter
yang terkait yang menggunakan obat tersebut.
2) Apabila dalam 3 (tiga) bulan berikutnya tetap tidak/kurang
digunakan maka obat tersebut dikeluarkan dari buku
Formularium.
3) Obat-obatan yang dalam proses penarikan oleh
Pemerintah/Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
atau dari pabrikan.
f. Bila ada obat baru ditambahkan dalam daftar formularium, wajib
dilakukan monitoring penggunaan dan diantisipasi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.
g. Jika obat/alat kesehatan yang dibutuhkan tidak ada dalam stok
atau yang secara normal tersedia, maka diupayakan membeli
dari apotik atau klinik yang bekerja sama dengan Klinik pratama
asrina setelah mendapat persetujuan dari pimpinan klinik dan
bendahara.
h. Jika obat/alat kesehatan dibutuhkan tidak tersedia di farmasi
rawat jalan atau rawat inap tetapi ada gudang farmasi, tetapi
gudang farmasi tutup maka petugas farmasi rawat jalan/rawat
inap lapor kepada penanggung jawab unit Farmasi untuk
persetujuan pengambilan perbekalan farmasi di gudang farmasi.
2. Perencanaan
a. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien.
b. Perencanaan kebutuhan tersebut dibuat dalam tiap 2 minggu
sekali dengan berdasarkan pemakaian pada bulan sebelumnya
dibagi dua.
c. Pelaksanaan perencanaan melibatkan Panitia Farmasi dan
Terapi.
d. Perencanaan sediaan farmasi menggunakan anggaran/
pengadaan rutin dibuat setiap awal pekan pada bulan yang
tersedia.
3. Pengadaan
a. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai (BHP)
1) Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang
efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu.
2) Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
dan peraturan yang ada di KLINIK PRATAMA ASRINA.
3) Pengadaan sediaan farmasi dilakukan secara rutin dengan
pemesanan tiap 2 minggu sekali kepada distributor yang
datang dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan
antara klinik dengan distributor.
4) Pemesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai dapat dilakukan secara telepon, faksimile atau
langsung kepada distributor.
b. Pengadaan gas medis
Pengadaan gas medis diajukan oleh pihak unit SARPRAS
kepada pihak manajeman untuk persetujuan pengadaannya.
1) Gas O2
a) Pengadaan gas O2 (Oksigen) berbentuk dalam kemasan
tabung yang suplainya dilakukan oleh rekanan/pihak III,
tiga (3) kali dalam seminggu
b) Kebutuhan akan gas medis pada ruangan yang
membutuhkan gas medis ditentukan oleh petugas
SARPRAS dengan cara melakukan stok setiap pagi hari.
c) Suplai gas medis oleh rekanan ke KLINIK PRATAMA
ASRINA dilakukan sesuai kebutuhan
c. Pengadaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
1) Pengadaan sediaan farmasi sesuai dengan peraturan
KEPMENKES RI No. 1224/MENKES/SK/XII/1994 tentang
panduan keamanan laboratorium mikrobiologi dan biomedis.
2) Pengadaan bahan berbahaya dilakukan oleh bagian
pengadaan secara rutin atas dasar permintaan dari unit-unit
klinik sesuai kebutuhan.
3) Pengadaan dilakukan kepada distributor resmi pemegang B3
d. Pengadaan obat narkotika
Obat-obat narkotika dibeli pada PT. Kimia Farma dengan
surat pesanan khusus rangkap 4 dan ditandatangani oleh
Apoteker Penanggung Jawab dengan menyertakan nomor SIPA,
pesanan obat narkotika ditulis macam obatnya perlembar.
4. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai
(BHP)
a. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai harus meneliti keadaan barang kiriman sesuai spesifikasi
pesanan (jumlah, jenis, bentuk, sediaan, dosis, tanggal
kadaluarsa, kondisi barang apakah rusak atau tidak, apakah
disertai material safety data sheet/certificate of origin, waktu
penyerahan dan harga).
b. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai dilakukan oleh petugas gudang atau petugas unit farmasi
lain yang diberi tanggungjawab kepala unit farmasi apabila
petugas gudang berhalangan atau tidak berada di tempat.
c. Bahan berbahaya (B3) diterima di gudang farmasi, selanjutnya
disimpan di gudang B3 dan didistribusikan kepada unit-unit
yang membutuhkan.
5. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai (BHP)
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai sesuai
dengan persyaratan kefarmasian. Penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan habis pakai di gudang farmasi unit farmasi
berdasarkan:
a. Alur penyimpanan barang dengan sistem Fist In First Out (FIFO)
dan First Expired First Out (FEFO). Dengan sistem ambil sebelah
kiri/depan/atas dan menyimpan sebelah
kanan/belakang/bawah.
b. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai di kelompokkan antara obat jadi, bahan baku obat,
sediaan nutrisi parenteral dan enteral, alat kesehatan dan
reagensia, radiofarmasi, B3 dan obat high alert.
c. Untuk obat jadi dikelompokkan kembali menjadi sediaan padat
(tablet/kaplet/kapsul), sediaan salep, sediaan tetes mata,
sediaan injeksi (serbuk/cairan) dan sediaan infuse (cairan besar)
dan disusun secara alfabetis.
d. Untuk sediaan farmasi yang termolabil disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu antara 2˚-8˚C dan suhu selalu dipantau
setiap hari.
e. Untuk sediaan farmasi yang termostabil disimpan dalam suhu
ruangan (suhu ≤ 25˚C) dan suhu selalu dipantau setiap hari.
f. Untuk sediaan farmasi yang mudah terbakar disimpan dalam
ruangan B3.
g. Untuk sediaan nutrisi penyimpanan ditempat tersendiri dan
diberi tanda produk nutrisi.
h. Untuk elektrolit pekat konsentrat hanya boleh disimpan di UGD,
dan tidak diperbolehkan disimpan di unit pelayanan.
i. Tertib administrasi berdasarkan sistem adminstrasi pergudangan
instalasi farmasi.
j. Penyimpanan menggunakan sistem fix position/location artinya
letak sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai
menetap selama masih dilakukan pengadaan dan tidak boleh
digeser atau dipindah pada saat kondisi barang tersebut sedang
kosong.
k. Menjaga kerapihan dan kebersihan serta keamanan dengan
menyimpan obat dan alkes di dalam rak, etalase atau di atas
palet yang tertata denga rapi.
l. Penyimpanan obat narkotika pada tempat/ almari dengan
spesifikasi
1) Terbuat dari bahan yang kuat.
2) Ukuran almari 40x80x100 cm.
3) Almari dibagi 2, masing-masing denga kunci tersendiri.
4) Bagian pertama digunakan menyimpan morfin, pethidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika.
5) Bagian kedua untuk menyimpan narkotika yang digunakan
sehari-hari.
6) Apabila ukuran almari kurang dari 40x80x100 cm maka
almari tersebut dibuat pada tembok atau lantai.
7) Almari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan barang
selain narkotika dan psikotropika.
m. Ada beberapa jenis obat psikotropika yang sering
disalahgunakan sehingga penyimpanannya perlu disimpan
tersendiri bersama di almari penyimpanan psikotropika.
n. Pengawasan obat dan penggunaan obat dilakukan untuk sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai di ruangan maka
pengawasan dan penggunaan obat menjadi tanggungjawab
kepala ruangan.
o. Pelabelan obat yang dilakukan pengemasan kembali atau hasil
produksi yang berisi informasi tentang nama sediaan komposisi
dan tangga pengemasan atau pembuatan serta waktu
kadaluarsa.
p. Unit farmasi tidak menyimpan obat radioaktif, obat untuk
keperluan investigasi serta obat sampel.
q. Penyimpanan Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (High
Alert)
1) Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan
terjadi kesalahan/ kesalahan serius (sentinel event) dan obat
yang beresiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD) penyimpanannya terpisah serta
membatasi akses dan diberi tanda High Alert.
2) Obat High Alert disimpan di gudang dan Farmasi serta di
unit yang membutuhkan secara klinis. Elektrolit konsentrat
yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan dengan cara membatasi akses (restrict
acces).
3) Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yang mirip
(LASA = Look Alike, Sound Alike) letak penyimpanannya diberi
jarak dan diberi stiker LASA pada wadah obat.
4) Penyimpanan dan pemberian obat High Alert dilakukan
dengan pengecekan ganda (double check).
5) Penyiapan High Alert dengan konsentrat tinggi dilakukan
oleh farmasi pada kasus non emergensi dan oleh perawat
pada kasus emergensi.
r. Penyimpanan obat emergensi
1) Obat emergensi disimpan dalam troli/boks emergensi yang
dilengkapidengan kunci disposibel, alat pencatat suhu.
2) Lokasi penyimpanan troli/boks mudah diakses secara cepat
untuk kondisi kegawatdaruratan dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
6. Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai
(BHP)
a. Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai berdasarkan buku permintaan dan farmasi purchase order
melalui SIM klinik dari tiap unit pelayanan.
b. Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai mengikuti sistem barang yang masuk dahulu
dikeluarkan terlebih dahulu (FIFO) dan/atau mendistribusikan
yang kadaluarsa terlebih dahulu (FEFO).
1) Untuk pelayanan bahan habis pakai dilayani hari senin dan
kamis untuk pendistribusian ke unit-unit di klinik
2) Pasien rawat jalan
Distribusi sediaan farmasi dengan sistem resep perorangan
3) Pasien rawat inap
Distribusi sediaan farmasi dengan sistem unit dosis
tunggal yang dimodifikasi dengan unit dosis tunggal untuk
pemakaian satu hari
c. Sistem distribusi yang berlaku diantaranya:
1) Peresepan individu sesuai kebutuhan kondisi pasien
(individual prescription), untuk pasien rawat jalan.
2) Unit dose dispensing (UDD), untuk pemakaian 1 (satu) hari
untuk pasien rawat inap
3) Stok emergensi dan beberapa bahan habis pakai (BHP) di
rawat jalan dan rawat inap/floor stock.
4) Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dengan resep perorangan dengan system paket
peroperasi baik anastesi maupun bedah.
d. Jam pendistribusian obat sesuai pola klinik, kecuali kasus emergensi
atau advice tertentu dari dokter.
Untuk pemberian per oral
Aturan pakai waktu pemberian obat (JAM;WIB)
Pagi (1x1) 06-07
Malam (1x1) 22-23
2x1 06-07 18-19
3x1 06-07 14-15 22-23
4x1 06-07 14-15 20-21 02-03
5x1 06-07 10-11 14-15 20-21
23-24
Untuk pemberian per injeksi
Aturan pakai waktu pemberian obat (JAM;WIB)
Pagi (1x1) 08-09
Malam (1x1) 20-21
2x1 08-09 20-21
3x1 08-09 16-17 24-01
4x1 06-07 12-13 18-16 24-01
7. Pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai.
a. Pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai sesuai kebutuhan kondisi pasien berdasarkan
permintaan dokter yang ditulis dalam lembar resep.
b. Pelayanan untuk pasien dibedakan berdasarkan jenis penjamin,
yaitu:
1) Pasein umum/bayar berpedoman pada formularium KLINIK
PRATAMA ASRINA
2) Pasien peserta jaminan kesehatan nasional berpedoman pada
formularium BPJS Klinik Pratama Asrina dan formularium
nasional.
3) Perusahaan lain dan jaminan kecelakaan kerja berpedoman
pada perjanjian kerja sama yang dibuat perusahaan
bersangkutan dengan KLINIK PRATAMA ASRINA
c. Tatacara pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai pasien mengacu pada standar prosedur
operasional pelayanan pasien rawat jalan, rawat inap.
8. Penghapusan dan pemusnahan
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar yang ditetapkan
harus dimusnahkan. Penghapusan dan pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak
dapat/boleh digunakan dilaksanakan dengan cara yang baik dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Prosedur pemusnahan obat dibuat yang mencakup pencegahan
pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di
kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang akan dimusnahkan
disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan
identitas produk. Penghapusan dan pemusnahan obat dilakukan
sendiri maupun olrh pihak lain serta didokumentasikan sesui
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tata cara pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai:
a. Mengumpulkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai yang rusak, kadaluarsa dan tidak memenuhi
standar yang berada di unit pelayanan, dan gudang farmasi
untuk dipindahkan ke gudang khusus.
b. Menjaga ketertiban dan keamanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang disimpan di
gudang khusus sebelum dilakukan penghapusan.
c. Menyusun daftar sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai yang akan dihapuskan beserta alasannya
minimal sekali dalam setahun.
d. Melaporkan kegiatan kepada kepala unit farmasi secara periodic
e. Membuat surat usulan kepada pimpinan dengan persetujuan
kepala unit farmasi untuk mengadakan penghapusan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
f. Jika mendapat persetujuan penghapusan maka petugas farmasi
berkoordinasi dengan instalasi pengolahan limbah dan air (IPAL)
atau instalasi lain yang terkait untuk pelaksanaan penghapusan.
g. Berperan serta/menjadi bagian dari panitia penghapusan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dan melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari
yang berwenang.
h. Memonitor sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai yang sedang dalam proses penghapusan.
i. Mengarsipkan dan mengirimkan ke unit yang terkait berita acara
penghapusan dan surat-surat lain yang berkaitan dengan
kegiatan administrasi gudang penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak memenuhi
standar.

9. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis


pakai (BHP)
Pengendalian dimaksudkan menjaga kontinuitas ketersediaan
serta mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai. Pengendalian persediaan juga ditujukan untuk membantu
pengelolaan perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat kesehatan
agar mempunyai persediaan dalam jenis dan jumlah yang cukup
sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan.
Pengendalian persediaan dilakukan dengan upaya mempertahankan
tingkat persediaan pada suatu tingkat tertentu dilakukan dengan
mengendalikan arus barang yang masuk melalui pengaturan system
pesanan/pengadaan (scheduled inventory dan perpetual inventory),
penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif
dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa dan kehilangan
serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai.
Dalam keadaan tertentu di mana stok obat kosong dapat
dilakukan pengadaan langsung dengan instansi lain yang sudah
bekerja sama dengan klinik terkait dengan kekosongan obat. System
pengadaan sesuai deengan kesepakatan yang tertuang dalam
perjanjian kerjasama yang telah disepakati.
10. Penarikan obat, pengelolaan obat kadaluarsa dan obat rusak
a. Petugas farmasi di semua unit dilakukan setiap 6 (enam) bulan
sekali melakukan cek barang yang kemungkinan rusak atau
kadaluarsa untuk dikembalikan ke gudang farmasi.
b. Petugas gudang farmasi melokalisir, menyimpan barang yang
tidak memenuhi standar tersebut di gudang khusus.
c. Petugas farmasi membuat laporan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tidak memenuhi
standar (rusak dan melewati tanggal kadaluarsa) dengan
persetujuan kepala unit farmasi membuat usulan kepada
pimpinan klinik untuk dilakukan penghapusan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
d. Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan
produsen yang berwenang. Tindakan penarikan kembali
dilakukan segera setelah diterima permintaan atau instruksi
untuk penarikan kembali. Untuk penarikan kembali sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang
mengandung resiko besar terhadap kesehatan, dilakukan
penarikan sampai tingkat konsumen.
e. Apabila ditemukan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai tidak memenuhi persyaratan, maka disimpan
terpisah dari sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai lain dan diberi penandaan tidak untuk dijual untuk
menghindari kekeliruan. Pelaksanaan penarikan kembali
didukung dengan sistem dokumentasi.
11. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Pelaporan dari unit dilakukan dalam bentuk stock opname yang
dilakukan secara periodik tiap 1 tahun.
b. Pencatatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan habis pakai dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Secara manual dicatat pada buku, kartu stok atau pada
lembar/formulir-formulir tertentu.
2) Secara computer dengan menggunakan aplikasi
program/sistem informasi manajemen klinik (SIM-RS).
c. Pencatatan dalam Sistem informasi dilakukan dengan
berkoordinasi dengan petugas IT untuk Monitoring dan evaluasi.
d. Pelaporan narkotika
1) Klinik menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
mengenai pemasukan dan pengeluarannya, laporan dikirim
kepada BPOM provinsi jateng.
2) Laporan narkotika terdiri dari laporan pemakaian narkotika
dan laporan morphin dan pethidin.
3) Laporan dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya dan menggunakan program sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika (SIPNAP)
e. Pelaporan pelayanan farmasi klinik dalam bentuk pilot project
farmasi klinik setiap awal bulan kepada dinas kesehatan provinsi
jawa tengah dan ditjen bina FARMKOMNIK kementrian
kesehatan RI. Pelaporan tersebut antara lain pelayanan farmasi
klinik kejadian potensial error.

B. PELAYANAN FARMASI KLINIK


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan
outcometerapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena
obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga
kualitas hidup pasien (Quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi pengkajian dan
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi
obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan
terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi
penggunaan obat (EPO) dan dispensing sediaan steril.
Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai
penggunaan obat yang rasional (pasien menerima obat yang tepat:
indikasi, kondisi pasien, bentuk sediaan, jumlah, dosis, frekuensi, lama
dan cara penggunaan, terhindar dari interaksi obat, efek samping dan
reaksi obat yang tidak diharapkan, harga terjangkau serta mendapat
informasi yang tepat) serta menghargai atas pilihan pasien dengan
tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup pasien.
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan,
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap
tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error).
Tujuan : Untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep.
Kegiatan : Apoteker harus melakukan telaah resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur jenis kelamin dan berat badan serta tingga badan
pasien
b. Nama, nomor ijin praktek, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Tidak didapatkan duplikasi pengobatan
c. Tidak munculnya alergi, efek samping dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD)
d. Obat yang diberikan tidak kontraindikasi
e. Tidak dijumpai interaksi obat yang beresiko
Untuk memenuhi ketiga persyaratan tersebut di atas maka dibuat checklist dalam tlaah
resep sebagai berikut:

Materi Ya Tidak
Kejelasan tulisan
Benar pasien
Benar nama obat, dosis,
frekuensi dan rute
Kontraindikasi
Duplikasi
Riwayat alergi
Interaksi obat
Berat badan
Tinggi badan
Polifarmasi (jumlah resep ≥ 7)
Antibiotika (≥ 2)
petugas

a. Telaah resep dilakukan ketika resep diterima di farmasi.


b. Telaah resep dilakukan oleh tenaga farmasi yang memiliki
kompetensi/profesional. Resep ditelaah terhadap aspek
administrative, aspek farmasetis dan aspek klinis sesuai
checklist.
c. Penelaah resep memiliki kompetensi untuk melakukannya baik
atas dasar pendidikan dan latihan sesuai dengan
kewenangannya
d. Jika timbul pertanyaan/permasalahan terhadap resep maka
petugas penelaah meghubungi penulis resep untuk
mengkonfirmasi kebenarannya, bila mana mungkin juga dapat
dikonsultasikan dengan petugas pengendali jaminan (BPJS PBI
dan non PBI serta penjamin kesehatan lainnya).
2. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi obat
perlu data profil pasien, berat badan, tinggi badan, riwayat alergi
obat dan penelusuran riwayat penggunaan obat.
Pelaksanaan rekonsiliasi obat oleh apoteker pada jam kerja.
Rekonsiliasi obat dilakukan pada saat pasien masuk dari unit gawat
darurat, Rawat inap, pindah ruang rawat dan pasien pulang. Tindak
lanjut dari rekonsiliasi obat perlu konfirmasi kepada dokter
penanggungjawab terkait obat yang dibawa pasien dari luar klinik
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat meliputi memastikan
informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien,
mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terbacanya instruksi dokter.
3. Pelayanan informasi obat (PIO)
Pelayanan informasi obat dilakukan secara aktif dan pasif. Seluruh
kegiatan pelayanan informasi obat didokumentasikan dan
direkapitulasi, diolah datanya serta dilaporkan
a. Pelayanan informasi obat secara aktif meliputi:
1) Membuat leaflet, brosur, banner, poster, bulletin tentang obat
2) Berkoordinasi dengan bagian pengadaan untuk pencetakan
leaflet, poster dan lain-lain.
3) Mengadakan penyuluhan kesehatan (PKMRS) baik untuk
pasien maupun masyarakat.
4) Berperan serta dan berkoordinasi dengan tim PKRS dalam
menyelenggarakan PKRS.
5) Menyebarluaskan lembar informasi tentang kefarmasian ke
seluruh petugas kesehatan di klinik melalui rapat atau
pertemuan-pertemuan serta pelatihan internal klinik
b. Pelayanan informasi obat yang bersifat pasif dengan cara:
1) Menjawab pertanyaan yang diajukan kepala unit farmasi
melalui telepon atau secara tertulis
2) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang
membutuhkan informasi obat, untuk melengkapi data yang
diperlukan, berkaitan dengan permasalhan obat yang
ditanyakan.
3) Mengidentifikasi informasi obat yang ditanyakan
berdasarkan waktu jawaban yang dibutuhkan dan jenis
pertanyaan.
4) Memberi jawaban melalui telepon atau secara tertulis
5) Setiap kegiatan didokumentasikan.
4. Konseling
Konseling adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk
memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga pasien
mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan
obat yang benar termasuk swamedikasi.
Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan
terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek
samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan
pasien dalam menjalankan terapi.
Tujuan khusus:
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan
pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan obat dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya
dalam hal terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien daam penggunaan obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Tahapan yang dilakukan ketika melakukan konsultasi:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan
obat melalui Three Prime Questions meliputi:
1) Apakah yang disampaikan dokter tentang obat anda?
2) Apakah dokter menjelaskan tentang cara pemakaian obat
anda?
3) Apakah dokter menjelaskan tentang hasil yang diharapkan
setelah anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan ketika melakukan konseling:
a. Kriteria pasien
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB,
DM, Epilepsi, dll)
3) Pasien yang menggunakan obat dengan isnstruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tapering down/off)
4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin)
5) Pasien yamg menggunakan banyak obat (polifarmasi)
6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
b. Saran dan prasarana ruang konseling dilengkapi alat bantu
konseling (kartu pasien/catatan konseling)
Apoteker memberikan konseling pada pasien rawat jalan dan
rawat inap. Apoteker yang memberikan konseling obat kepada
pasien rawat jalan dengan mengajak pasien ke ruang konseling
yang disediakan dan konseling kepada pasien rawat inap
dilakukan di ruang rawat (bed side). Visite Pasien
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan apoteker secara mandiri atau berasama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat,
memantau kemungkinan munculnya efek samping obat dan reaksi
obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang
rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien, serta
profesional kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa pengobatan
berlangsung sesuai dengan perencanaan terapi dan menjamin
keselamatan pasien.
Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau
sumber lain. Visite pasien dilakukan setiap hari pada jam kerja
apoteker dengan melakukan asuhan kefarmasian meliputi:
a. Memantau kondisi klinik pasien
b. Pemantauan terapi obat pasien
c. Monitoring efek samping
d. Melakukan komunikasi antar tenaga kesehatan terkait terapi
pasien
e. Mengelola obat yang tidak digunakan pasien karena alas an
terapi dihentikan atau perubahan terapi
f. Mendokumentasikan kegiatan
g. Melaporkan kepada dinas kesehatan provinsi jawa tengah dan
dirjen binfar kementrian kesehatan RI
5. Pemantauan terapi obat
Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman,
efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan pemantaun terapi obat adalah menigkatkan efekstivitas
terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak diharapkan
(ROTD) untuk obat hepatotoksik (OAT).
Kegiatan:
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon
terapi, reaksi obat
b. Reaksi yang tidak dikehendaki (ROTD) untuk obat hepatotoksik
(OAT)
c. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
d. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan pemantauan terapi obat:
a. Pengumpulan data pasien
b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti
terkini dan terpercaya
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
6. Reaksi obat yang tidak diharapkan (ROTD)
a. Dokter, perawat, bidan atau apoteker di ruang rawat menuliskan
kemungkinan ROTD pada kolom “reaksi obat tidak diharapkan”
dalam RM 27.2A
b. Tenaga kesehatan yang menjumpai kemungkinan ROTD
menginfokan kepada tim MESO untuk melakukan penelusuran
dan pelaporan ROTD tersebut
7. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
Evaluasi penggunaan obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO meliputi:
a. Pengkajian terhadap indicator peresepan
b. Pencatatan terhadap peresepan yang di luar formularium terkait
dengan masing-masing jaminan
c. Reakapitulasi pada tiap bulan terhadap indicator peresepan
tersebut
8. Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien
yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah
sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
a. Kegiatan
1) Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus
2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai
3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai
4) Melakukan pemeriksaan terhadap hasil kerja yang telah
dilakukan
b. Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Ruangan khusus
2) Lemari pencampuran (biological safety cabinet)
3) HEPA Filter
9. Penyerahan
Penyerahan meliputi kegiatan pengecekan kesesuaian nomor
resep, nama pasien, umur, alamat serta nama, dosis, jumlah, aturan
pakai, bentuk sediaan farmasi yang akan diserahkan kepada pasien
atau keluarga dengan nomor resep, nama pasien, umur, alamat
serta nama obat, jumlah dan aturan pakai. Bentuk sediaan farmasi
yang tertulis di lembar resep atau kondisi gangguan pasien dan
pemberian konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) obat kepada
pasien.
Sebelum obat diserahkan harus dipastikan sesuai dengan
resep/pesanan obat dengan 5 (lima) benar untuk pasien rawat inap,
yaitu:
a. Benar pasien
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar cara pemberian
e. Benar waktu pemberian
Dalam penyerahan/pemberian obat diikuti dengan pemberian 4
(empat) informasi minimal, yaitu:
a. Cara penggunaan obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Aktivitas serta makanan-minuman yang harus dihindari
4.DOKUMENTASI
Buku panduan meso ini sangat penting untuk meningkatkan
pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Deharapkan agar
buku ini dapat dijadikan acuan bagi pihak klinik dan setiap staf farmasi
dalam meningkatkan pelayanan farmasi yang bermutu

Anda mungkin juga menyukai