Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

RUMAH SAKIT HELSA


Jl. Ir. H Juanda No. 123 Cikampek – Jawa Barat
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
DEMAM TIFOID
Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang
(Definisi) disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhii atau
Salmonella parathyphii
1. Anamnesis 1. Demam lebih dari 7 hari (38,8o – 40,5o)
2. Demam turun naik terutama sore dan malam hari
(demam intermiten)
3. Sakit kepala/ pusing di daerah frontal
4. Nyeri otot
5. Pegal-pegal
6. Malaise
7. Arthralgia
8. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen,
mual, muntah, diare, konstipasi

Faktor risiko
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang
kurang
2. Pemeriksaan 1. Suhu badan meningkat
Fisik 2. Bau mulut karena demam lama
3. Bibir kering dan pecah-pecah
4. Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated
tongue)
5. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor
6. Nyeri tekan region epigastrik (nyeri ulu hati)
7. Hepatosplenomegaly
8. Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang
tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi)
9. Penerunan kesadaran ringan pada keadaan klinis
berat, seperti apatis, somnolen atau koma.
3. Kriteria Suspek demam tifoid (Suspect case)
Diagnosis  Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gejal demam, gangguan saluran cerna dan
pertanda gangguan kesadaran.
Demam tifoid klinis (Probable case)
 Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran
laboratorium yang menunjukkan tifoid
4. Diagnosis Demam tifoid
Kerja
5. Diagnosis 1. Demam berdarah dengue
Banding 2. Malaria
3. Leptospirosis
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Penunjang Hitung leukosit menunjukkan leukopeni (<5000 per
mm3), limfositosis relatif, monositosis, anaesinofilia
dan trombositopenia
2. Pemeriksaan serologi widal
Titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah
demam tifoid. Diagnosis tifoid dianggap pasti bila
terdapat kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari
3. Tes TUBEX
4. Kultur darah, feses dan urin
7. Komplikasi Muncul pada minggu kedua dan ketiga demam
1. Tifoid toksis (tifoid ensefalopati), berupa demam
panas tinggi dengan kekacauan mental, kesadaran
menurun.
2. Syok septik, berupa panas tinggi dengan gejala
gangguan hemodinamik seperti tekanan darah
turun, nadi cepat, akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
4. Hepatitis tifosa
5. Pankreatitis tifosa
6. Pneumonia
8. Tatalaksana Terapi suportif
1. Istirahat tirah baring
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein
3. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
4. Kontrol dan monitor tanda vital
Terapi simptomatik untuk menurunkan demam
(antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal
Terapi definitive dengan pemberian antibiotik.
1. Kloramfenikol/tiamfenikol
Dewasa 4x500 mg selama 10 hari.
Anak-anak 50-100 mg/kgbb/hari, maks 2 gr selama
10-14 hari dibagi 4 dosis
2. Ceftriaxone
Dewasa 2-4 gr/hari selama 3-5 hari.
Anak-anak 80 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 5
hari
3. Ampicillin dan Amoksisilin
Dewasa 1,5-2 gr/hari selama 7-10 hari
Anak-anak 50-100 mg/kgbb/hari selam 7-10 hari
4. Cotrimoxazole (TMP-SMX)
Dewasa 2x (160-800) selama 7-10 hari
Anak: TMP 6-19 mg/kgbb/hari atau SMX 40-50
mg/kgbb/hari selama 10 hari
5. Quinolone
Ciprofloxacin 2x500 mg selama 1 minggu
Ofloxacin 2x (200-400) selama 1 minggu
6. Cefixime
Anak-anak 1,5-2 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis selama
10 hari
9. Edukasi 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan dan
sanitasi
2. Vaksinasi
10. Prognosis Ad bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam
karena penyakit dapat berulang
11. Kepustakaan 1. Permekes no. 5 tahun 2014 tentang PPK
2. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar Penyakit
Dalam. Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam; 2797-2805
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
DIARE AKUT PADA ANAK
Pengertian Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
1. (Definisi) konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1
minggu.
2. Anamnesis 1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari,
warna, dan konsistensi tinja, lendir dan/darah dalam
tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak,
kejang, kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
Jenis makanan dan minuman yang diminum
selama diare, riwayat mengkonsumsi makanan
yang tidak biasa
3. Pemeriksaan 1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Fisik 2. Penilaian tanda dehidrasi
a) Tanda utama: keadaaan umum, gelisah/
cengeng atau lemah/ letargi/ koma, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun
b) Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak
mata,mata cekung, air mata , mukosa bibir,
mulut dan lidah
Derajat dehidrasi:
a) Tanpa dehidrasi
 Tidak ditemukan tanda utama dan
tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata
tidak cekung, air mata ada, mukosa
muut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus
normal
 Akral hangat
b) Dehidrasi ringan sedang/tidak berat
(kehilangan cairan 5-10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama
ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung,
mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir
sedikit kering
 Turgor kurang, akral hangat
c) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%
berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama
ditambah dengan 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi, atau
koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata
sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat
kering.
 Turgor sangat kurang dan akral
dingin
 Pasien harus rawat inap
4. Kriteria Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
Diagnosis pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Diare Akut
Kerja
6. Diagnosis 1. Giardiasis
Banding 2. Hepatitis
3. Inflammatory Bowel Disease
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja untuk menentukan kecurigaan
Penunjang amubiasis
2. Pemeriksaan elektrolit dilakukan bila secara klinis
dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit
8. Komplikasi 1. Dehidrasi
2. Gangguan keseimbangan elektrolit: hipernatremi,
hiponatremi, hypokalemia, hiperkalemi
3. Asidosis
4. Syok
5. Kejang
9. Tatalaksana Lintas diare: (1) Cairan, (2) Zinc, (3) Nutrisi, (4)
Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi
1. Pemberian airan bergantung derajat
dehidrasi:
 Tanpa dehidrasi:
 Cairan rehidrasi oral (CRO) dengan
NEW ORALIT 5-10ml/kgbb setiap
diare cair. Dpat diberikan cairan
rmah tangga sesuai kemauan anak.
ASI tetap harus diberikan.
 Pasien dapat dirawat di rumah,
kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah
terus menerus, diare frekuen and
profus)
 Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan
cairan 5-10% berat badan):
 CRO hipoosmolar 75ml/kgBB
dalam 3 jam untuk mengganti
kehilangan cairan yang terjasi
 Rehidrasi parenteral diberikan bila
anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan CRO
dengan cara sedikit demi sedikit
atau melalui pipa nasogastrik.
Cairan yang diberikan adaah ringer
laktat atau KaEN 3B atau NaCL
dengan jumlah cairan berdasarkan
berat badan:
 Berat badan 3-10kg:
200mL/KgBB/hari
 Berat badan 10-15kg:
175mL/KgBB/hari
 Berat badan >15kg: 135
mL/KgBB/hari
 Dehidrasi berat:
 Cairan rehidrasi parenteral dengan
ringer laktak atau ringer asetat
100Ml/KgBB dengan cara:
 Umur<12 bulan: 30mL/kgBB
dalam 1 jam pertama,
70mL/KgBB dalam 5 jam
berikutnya
 Umur > 12 bulan: 30mL/KgBB
dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70mL/KgBB dalam
2,5 jam berikutnya.
 Asupan cairan per oral
diberikan bila pasien sudah mau
dan dapat minum, dimulai
dengan 5ml/kgBB selama
proses rehidrasi.
 Koreksi apabila terdapat
gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit.
2. Zinc
 Umur < 6 bulan: 10 mg per hari
 Umur > 6 bulan: 20 mg per hari
3. Nutrisi
 ASI dan makanan dengan menu yang
sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan
berat badan, berikan makanan sedikit
tetapi sering, rendah serat. Buah-
buahan yang diberikan terutama pisang.
4. Medikamentosa
5. Edukasi
10. Terapi 1. Tidak boleh diberikan obat antidiare
Medikamen- 2. Antibiotik hanya bila ada indikasi, yaitu:
tosa  Patogen telah diidentifikasi (shigella,
ditemukan kista/trofozoid Giardia lamblia,
Entamoeba histolytic dalam tinja)
 Bayi/anak dengan defek imun
(imunokomromais)
 Terapi kolera
 Bayi kurang dari 3 bulan dengan biakan
tinja positif.
Antiparasit: metronidazole 50 mg/KgBB dibagi
dalam 3 dosis merupakan obat pilihan untuk
amoeba vegetatif.
11. Edukasi Penjelasan diagnosis, rencana dan tujuan terapi, resiko
terapi, komplikasi, dan prognosis. Edukasi cara
menyiapkan oralit secara benar.
Langkah pencegahan (1) ASI tetap diberikan, (2)
kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,
(3) kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
(4) imunisasi campak, (5) memberikan makanan
penyapihan yang benar, (6) penyediaan air minum
yang bersih, (7) selalu memasak makanan.
12. Prognosis Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam: ad bonam
Bila dikenali dan ditangani dengan cepat
13. Kepustakaan 1. Permenkes no. 5 thn 2014
2. Pudjiadi A. Hegar B. Handryastuti S, Idris NS.
Gandaputra EP. Harmoniati ED. Editor. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia:
IDAI,2009.
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
GASTRITIS
Pengertian Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada
1. (Definisi) lapisan mukosa dan submukosa lambung sebagai
mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat
akumulasi bakteri atau bahan iritan laing. Proses
inflamasi dapat bersifak akut, kronis, difus atau lokal.
2. Anamnesis 1. Nyeri ulu hati
2. Kembung
3. Mual dengan/tanpa muntah
4. Sendawa
5. Anoreksia
6. Rasa asam atau pahit di mulut
7. Keluhan mereda dan memburuk diikuti dengan
makan
Faktor risiko
a. Pola makan tidak baik: waktu makan terlambat,
jenis makanan pedas, porsi makan besar
b. Sering minum kopi dan the
c. Infeksi bakteri atau parasit
d. Penggunaan obat analgetik dan steroid
e. Usia lanjut
f. Alkoholisme
g. Stress
h. Penyakit lain seperti penyakit refluks empedu,
penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease
3. Pemeriksaan 1. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus
Fisik meningkat
2. Bila terdapat proses inflamasi berat terdapat
perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena
4. Kriteria Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk
Diagnosis diagnosis definitive dilakukan pemeriksaan
penunjang.
5. Diagnosis Dispepsia
Kerja
6. Diagnosis 1. Ulkus peptikum
Banding 2. GERD
3. Gastroenteritis
4. Chron disease
5. Kolesistisis
6. Kolelitiasis
7. Pemeriksaan Biasa tidak diperlukan kecuali pada gastritis kronis:
Penunjang 1. Darah rutin
2. Pemeriksaan breath test dan feses untuk
mengetahui infeksi Helicobacter pylori
3. Endoskopi
8. Komplikasi 1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Ulkus peptikum
3. Perforasi lambung
4. Anemia
9. Tatalaksana 1. Menginformasikan kepada pasien untuk
menghindari pemicu terjadinya keluhan, antara
lain dengan makan tepat waktu, makan sering
dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut kembung
seperti kopi, the, makanan pedas dan kol.
2. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain:
H2 Bloker2 x/hari (Ranitidin 150 mg/kali,
Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 x
500-1000 mg/hr.
10. Edukasi Edukasi mengenai faktor risko terjadinya gastritis dan
cara mencegahnya.
11. Prognosis Sangat tergantung pada keadaan pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.
Umumnya prognosis gastritis adalah ad bonam.
Namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak
berubah.
12. Kepustakaan 1. Permenkes no. 5 thn 2014
2. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS,
Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of
internal medicine. 19th ed. NY: McGrawHill;
2015
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Publishing;
2014.
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
HIPERTENSI ESENSIAL
Pengertian Kenaikan tekanan darah lebih dari normal yang tidak
1. (Definisi) diketahui penyebabnya.
2. Anamnesis 1. Asimptomatis
2. Nyeri kepala
3. Gelisah
4. Jantung berdebar
5. Pusing
6. Leher kaku
7. Penglihatan kabur
8. Nyeri dada
3. Pemeriksaan 1. Tekanan darah meningkat sesuai dengan kriteria
Fisik JNC VII
Klasifikasi JNC VII
Klasifikasi TD Sistolik TD
Diastolik
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg
4. Kriteria Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
5. Diagnosis Hipertensi Esensial
Kerja
6. Diagnosis 1. White collar hypertension
Banding 2. Nyeri akibat meningkatnya tekanan intraserbral
7. Pemeriksaan Biasanya tidak diperlukan
Penunjang Tapi untuk menyingkirkan diagnosis lain berupa:
1. Lab: urinalisis, GDS, profil lipid, Ur/Cr
2. EKG
3. X-ray Thoraks
4. Fundoskopi
8. Komplikasi 1. Hipertrofi ventrikel kiri
2. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
3. Aterosklerosis pembuluh darah
4. Retinopati
5. Stroke
6. Infark miokard
7. Angina pectoris
8. Gagal jantung
9. Tatalaksana Non Farmakologis : Modifikasi gaya hidup
Modifikasi Rekomendasi
Penurunan berat Jaga berat badan ideal
badan (BMI:18,5-24,9 KG/M2)

Dietary Approaches Diet kaya buah, sayuran,


to Stop Hypertension produk rendah emaj
(DASH) dengan jumlah emak total
dan lemak jenuh yang
rendah

Pembatasan asupan Kurangi hingga <100mmol


natrium per hari

Aktifitas fisik Aktifitas fisik aerobic


aerobic teratir 30 menit sehari,
hampir setiap hari dalam
seminggu
Stop alkohol
Farmakologis :
 Hipertensi tanpa compelling indication
o Hipertensi stage 1
Dapat diberikan diuretic (HCT 12,5-50
mg/hari) atau ACEI ( Captopril 3 x
12,5-50 mg/hari), atau long acting
nifedipin 30-60 mg/hari, atau
kombinasi
o Hipertensi stage 2
Bila target terapi tidak tercapai setelah
observasi 2 minggu, dapat diberikan
kombinasi 2 obat, biasanya diuretic,
tiazid, dan ACEI atau ARB atau CCB
 Hipertensi dengan compelling indication
o Lanjut Usia : Diuretic (tiazid) mulai
dosis rendah 12,5 mg/hari. Kombinasi
sesuai pertimbangan penyakit penyeta
o Kehamilan : Metildopa, beta blocker,
CCB, vasodilator. ACEI dan ARB
tidak boleh digunakan selama
kehamilan.

10. Prognosis Ad bonam


11. Kepustakaan 1. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam
PAPDI 2007
2. Permenkes no. 5 tahun 2014
3. Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah PERKI
2016
LOGO PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
KEJANG DEMAM
Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
1. (Definisi) karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan degan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu.
2. Anamnesis 1. Kejang: kapan terjadi, berapa kali/ 24 jam, lama
tiap kejang, bentuk kejang, kesadaran saat kejang
dan setelah kejang terjadi
2. Demam: kapan terjadi, berapa lama jarak antara
demam dan kejang, berapa suhunya, berapa suhu
saat kejang
3. Faktor predisposisi: batuk, pilek, cairan dari
telinga, gigi/mulut yang sakit, mual, muntah,
mencret, BAK
4. Riwayat terapi
5. Faktor kejang demam atau epilepsi pada anggota
keluarga lain
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisik, termasuk vital sign
Fisik 2. Pemeriksaan neurologis: kesadaran, kepala:
bentuk, ukuran, tanda rangsang meningeal, nervus
kranialis, sensorik, motorik, refleks fisiologis,
refleks patologis, klonus
4. Kriteria 1. Kejang demam sederhana:
Diagnosis a. Kejang berlangsung singkat
b. < 15 menit
c. sifat kejang umum tonik dan atau klonik,
umumnya berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal
atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang
umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5. Diagnosis Kejang demam
Kerja
6. Diagnosis 1. Meningitis
Banding 2. Ensefalitis
3. Epilepsi
4. Gangguan metabolic seperti gangguan elektrolit
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan rutin
Penunjang tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi
sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi,
elektrolit dan gula darah).
2. Pemeriksaan radiologi : X-ray kepala, CT Scan
kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan
atas indikasi
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS): Tindakan
pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan
untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis
meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi
lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Bayi < 12 bulan : diharuskan
b. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada
tanda-tanda menigitis.
4. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) : Tidak
direkomendasikan, kecuali pada kejang demam
yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal).
8. Komplikasi 1. Kerusakan sel otak
2. Risiko kejang atipikal apabila kejang demam
sering berulang
9. Tatalaksana 1. Penanganan Pada Saat Kejang
a. Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal
0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan)
atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum
teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama
20 menit kemudian.
b. Turunkan demam :
 Antipiretika : Paracetamol 10
mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4
kali perhari
 Kompres : suhu > 390 C : air hangat; suhu
> 380 C : air biasa
 Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan
sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
 Penanganan suportif lainnya meliputi
o Bebaskan jalan nafas
o Pemberian oksigen
o Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
o Pertahankan keseimbangan tekanan darah
2. Pencegahan Kejang
a. Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang
demam sederhana dengan Diazepam 0,3
mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam
komplikata dengan Asam Valproat 15-40
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis
10. Edukasi 1. Kompres badan ketika demam: suhu >390C air
hangat; suhu >380 air biasa
2. Pemberian antipiretik
3. Edukasi bisa terulang kembali kejang demam atau
menjadi komplikasi epilepsi apabila terdapat
riwayat kejang demam dalam keluarga, usia <12
bulan, temperature yang rendah saat kejang,
cepatnya kejang setelah demam
4. Menyediakan diazepam rektal supositoria 5 mg
untuk berat badan < 10 kg, dan 10 mg untuk berat
badan >10 kg. bila kejang masih belum teratasi
dapat langsung ke tempat kesehatan terdekat
11. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
12. Kepustakaan 1. Permenkes no. 5 thn 2014
2. Konsensus penatalaksanaan kejang umum UKK
Neurologi IDAI 2006
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
ASIMPTOMATIK RISIKO TINGGI
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Pengertian Pasien dengan risiko tinggi penyakit jantung koroner
1. (Definisi) (PJK) menurut skor risiko Framingham atau terdapat
salah satu faktor risiko mayor PJK antara lain:
diabetes, hipertensi, dislipidemia, menopause,
perokok, pria usia >40 tahun, dan faktor keturunan
PJK.
2. Anamnesis Terdapat salah satu risiko mayor
3. Pemeriksaan Dalam batas normal kecuali disertai komplikasi dan/
Fisik atau komorbid
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Risiko tinggi lebih dari 10% mortalitas dalam 10
tahun menurut skor risiko Framingham
5. Diagnosis Equivalent CAD atau Penyakit Jantung Koroner
Kerja Asimptomatik
6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan 1. Exercise stress test (jika memungkinkan dan EKG
Penunjang dapat di interpretasi)
2. Pemeriksaan imaging (jika exercise test tidak
memungkinan)
 Echocardiography stress test
 Stress test perfusion scanning
 MSCT (Multislice CT scan)
8. Tatalaksana 1. Medikamentosa, prevensi primer
a. Aspilet 1x80
b. Simvastatin 1x20 mg/Atorvastatin 1x20 mg/
Rosuvastatin 1x10 mg
c. Terapi sesuai dengan faktor risiko yang
didapatkan
2. Non Medikamentosa
a. Diet sehat jantung
b. Olahraga
c. Berhenti merokok
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. PERKI 2015
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
SINDROMA KORONER AKUT
TANPA ELEVASI ST SEGMEN
UNSTABLE ANGINA PECTORIS (NSTEMI)
Pengertian Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi
1. (Definisi) parsial atau emboli distal arteri koroner, tanpa elevasi
segmen ST pada gambaran EKG
2. Anamnesis  Nyeri dada substernal
 Lama lebih dari 20 menit
 Keringat dingin
 Dapat disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung,
rahang dan ulu hati
 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko:
kencing manis, kolesterol, darah tinggi, keturunan
3. Pemeriksaan Umumnya dalam batas normal kecuali disertai
Fisik komplikasi dan/ atau komorbid
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan EKG
 Tidak ada elevasi segmen ST
 Ada perubahan segmen ST atau gelombang T
3. Terdapat peningkatan abnormal enzim CKBM
dan/atau Troponin
5. Diagnosis Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen
Kerja ST
6. Diagnosis 1. Stroke
Banding 2. Gagal jantung
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Laboratorium: Hb, Ht, Leuko, Trombo, Natrium,
Kalium, Ureum, Kreatinin, GDS, SGOT, SGPT,
CK-MB, dan HS-Troponin atau Troponin
3. Rontgen Thoraks AP
4. Ekokardiografi
8. Tatalaksana 1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan:
 Aspilet 160mg kunyah
 Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan
tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel)
berikan 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
 Nitrat sublingual 5 mg, dapat diulang
sampai 3 kali jika masih ada keluhan,
dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten
 Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan
strategi invasive
 Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya
dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan
mempertimbangkan ketersediaan tenaga
dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat
tinggi bila terdapat salah satu kriteria
berikut:o Angina berulango Syok
kardiogenik o Aritmia malignant (VT,
VF,TAVB) o Hemodinamik tidak stabil
 Pasien dengan peningkatan enzim jantung
namun tanpa kriteria risiko sangat tinggi di
atas, dirawat selama 5 hari dan dapat
dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari
rumah sakit dengan mempertimbangkan
kondisi klinis dan ketersediaan tenaga dan
fasilitas cathlab.
 Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan
enzim, dilakukan iskemik stress test:
Treadmil ltest, Echocardiografi Stress test,
Stress test perfusion scanning atau MRI.
Bila iskemik stress test negatif, boleh
dipulangkan.
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)
a. Obat-obatan:
 Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin
1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20 mg
jika kadar LDL di atas target
 Aspilet 1x80-160 mg
 Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor
2x90mg
 Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal
bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika
fungsi ginjal menurun, dosis dapat di
uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra
indikasi
 Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10,
Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi
menurun EF <50% dan diberikan jika tidak
ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I
dapat diberikan obat golongan ARB:
Candesartan 1x 16, Valsartan 2x80 mg
 Obat pencahar 2xIC
 Diazepam 2x5 mg
 Heparinisasi dengan: UF heparin bolus 60
Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 12
unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau
Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya
dibolus 30mg iv di UGD) atau
Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung 25-35 kkal/kgbb/24 jam
e. Total cairan 25-35cc/kgbb/24 jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL,
LDL, trigliserida) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi risiko untuk prognostic sesuai skala
prioritas pasien (pilih salah satu): Treadmill
test, Echocardiografi Stress Test, Stress Test
Perfusion Scanning atau MRI
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. PERKI 2015
LOGO
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RS
RUMAH SAKIT HELSA
HELSA
SINDROMA KORONER AKUT
DENGAN ELEVASI ST SEGMEN (STEMI)
Pengertian Adalah kejadian oklusi mendadak di arteri koroner
1. (Definisi) epikardial dengan gambaran EKG elevasi segmen ST
2. Anamnesis  Nyeri dada substernal
 Lama lebih dari 20 menit
 Keringat dingin
 Dapat disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung,
rahang dan ulu hati
 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko:
kencing manis, kolesterol, darah tinggi, keturunan
3. Pemeriksaan Umumnya dalam batas normal kecuali disertai
Fisik komplikasi dan/ atau komorbid
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan EKG
 Elevasi segmen ST ≥1 mm di minimal dua lead
yang berdekatan,
 Terdapat evolusi pada EKG 1 jam kemudian
5. Diagnosis Sindroma Koroner Akut (SKA) dengan elevasi
Kerja segmen ST
6. Diagnosis 1. Angina prinzmetal
Banding 2. LV aneurisma
3. Pericarditis
4. Brugada syndrome
5. Early repolarisasi
6. Pacemaker
7. LBBB lama
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Laboratorium: Hb, Ht, Leuko, Trombo, Natrium,
Kalium, Ureum, Kreatinin, GDS, SGOT, SGPT,
CK-MB, dan HS-Troponin atau Troponin
3. Rontgen Thoraks AP
4. Ekokardiografi
8. Tatalaksana 1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan:
 Aspilet 160mg kunyah
 Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan
tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel)
berikan 600 mg atau Ticagrelor 180 mg
jika pasien mendapatkan primary PCI
 Atorvastatin 40 mg
 Nitrat sublingual 5 mg, dapat diulang
sampai 3 kali jika masih ada keluhan,
dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten
 Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12 jam:
 Fibrinolitik (di IGD) atau
 Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan
SDM di cathlab siap melakukan dalam 2
jam
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)
a. Obat-obatan:
 Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin
1x40mg jika kadar LDL di atas target
 Aspilet 1x80mg
 Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor
2x90mg
 Bisoprolol 1x1,25 mg jika fungsi ginjal
bagus, atau Carvedilol 2x 3,125 mg jika
fungsi ginjal menurun, dosis dapat di
uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra
indikasi
 Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark
anterior atau LV fungsi menurun EF <50%
dan diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I
dapat diberikan obat golongan ARB:
Candesartan 1x 16, Valsartan 2x80 mg
 Obat pencahar 2xIC
 Diazepam 2x5 mg
 Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan
heparinisasi dengan:
- UF heparin bolus 60 Unit/kgBB,
maksimal 4000 Unit, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB
maksimal 1000 Unit/jam atau
- Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya
dibolus 30mg iv di UGD) atau
- Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung 1800 kkal/24 jam
e. Total cairan 1800 cc/24 jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL,
LDL, trigliserida) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi risiko untuk prognostic sesuai skala
prioritas pasien (pilih salah satu): Treadmill
test, Echocardiografi Stress Test, Stress Test
Perfusion Scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. PERKI 2015

Anda mungkin juga menyukai