Anda di halaman 1dari 5

Peta Kuman

11 AGUSTUS 2015 / DOKTERERIKA

Siapa yang tidak pernah melihat peta? Semua orang pasti pernah ya.. Meski yang
paling simpel pun, peta buta.. Hihihi… tapi saya kali ini ngga bermaksud untuk
membicarakan peta yang seperti itu, peta suatu daerah, atau peta yang menunjukkan
lokasi harta karun.

Well, judul di atas, berhubungan dengan pekerjaan saya. Selain bekerja di kampus,
sebagai pengajar dan pendidik, saya juga bekerja di rumah sakit. Berhubung bidang
pekerjaan spesifik saya di per-kuman-an, baakteri, virus, jamur yang berpotensi
menyerang manusia, saya tidak memeriksa pasien secara langsung. Terus apa yang
saya kerjakan ? Saya dibantu dengan teman-teman analis, memeriksa semua benda
yang ada atau pun keluar dari tubuh pasien. Entah itu darah, cairan tubuh lainnya,
cairan sum-sum otak, air seni, nanah, dahak, bahkan kotoran manusia. Hiyyyy… Jijay
ya?
Buat kami, itu penting. Terutama bila memang terbukti ada kuman patogen (kuman
penyebab penyakit), bukan kuman flora normal yang memang normal ada di
permukaan tubuh manusia. Kuman patogen, tidak seharusnya ada di dalam tubuh
manusia. Itu kondisi yang tidak nomal bila mereka ditemukan. Mengindikasikan
bahwa ada proses sakit yang telah atau sedang berkembang dalam satu tubuh manusia.

Apa saja contoh kuman patogen itu? Ada yang pernah dengar Salmonella typhi? Ya,
itu bakteri yang menyebabkan gangguan pencernaan yang sering disebut dengan tipes,
atau nama kerennya , demam thypoid/ thypoid fever. Orang yang terserang demam
thypoid akan mengalami gejala demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (low
grade fever), gangguan pencernaan seperti mual, konstipasi pada awalnya, kemudian
diare. Sering juga disertai pusing, nyeri kepala, dan lidah terasa pahit.
Ada lagi yang bernama Mycobacterium tuberculosis. Familiar dengan namanya? Ya,
kuman itu adalah penyebab penyakit tuberculosis(TB) atau yang lebih dikenal oleh
awam sebagai penyakit “flek pada paru”. Bakteri ini akan menyebabkan penderitanya
demam terutama di malam hari, disertai keluarnya keringat dingin, kemudian batuk,
yang makin lama makin parah hingga mengeluarkan darah, dan akhirnya karena
bakteri ini “betah” berlama-lama dalam paru manusia, karena dia sangat tergila-gila
dengan oksigen, maka si penderita akan makin kurus badannya. Biasanya, bakteri ini
akan umum ditemukan di daerah yang kotor, dengan udara yang banyak sekali polusi,
kumuh, sanitasi jelek. Namun sekarang, tren penderita TB bergeser sedikit. Ke mana?
Ke para penderita HIV/ AIDS. Ya, karena sedemikian parahnya pertahanan imunitas
penderita HIV/ AIDS, sehingga, bakteri TB ini pun ikut berkunjung dan tinggal.
Yak, itu lah sedikit tentang kuman-kuman yang lazim kita dengar. Balik lagi ke peta
kuman. Terus, apa hubungannya peta kuman dengan kuman-kuman tadi?

Kuman-kuman yang kami dapatkan di laboratorium mikrobiologi klinik, setiap


harinya, akan kami catat dan direkapitulasi setiap 6 bulan sekali. Kami kelompokkan
mereka berdasarkan dari mana mereka ditemukan. Dari darah kah, dahak kah, air
seni kah, dan seterusnya. Kemudian kami analisis profil kepekaan para kuman
tersebut terhadap obat antibiotik yang diujikan di laboratorium. Apakah kuman yang
bersangkutan masih sensitif atau dapat dibunuh oleh antibiotik tertentu? Atau kah
sudah resisten sehingga antibiotik yang lazim membunuh kuman tersebut sudah tidak
mampu lagi membunuh? Itulah yang kami cari dan peta-kan.

Mengapa membuat peta kuman itu penting ?


Kita tahu, kita hidup tidak sendirian di dunia ini. Ada makhluk hidup lainnya yang
hidupnya mempengaruhi keseimbangan tubuh manusia, mereka para kuman. Jika pola
hidup kita mengundang dan mendukung para kuman tersebut untuk tinggal dalam
tubuh manusia, maka mereka akan senang hati untuk tinggal, makan dari nutrisi dalam
tubuh kita, dan tentu saja berkembang biak.

Apa yang akan kita alami? Sudah pasti kita akan mengalami demam, sebagai tanda
sistem imun kita sedang melawan. Selain itu, mungkin batuk, jika kumannya ada di
saluran napas. Diare, jika kumannya ada di saluran cerna. Kejang-kejang sampai
kehilangan kesadaran diri, jika kumannya di sistem saraf pusat, otak atau sum-sum
tulang belakang.

Tubuh memang punya sistem pertahanan sendiri dan kemampuan untuk


menyembuhkan diri sendiri. Tapi, bila kondisi tubuh sudah sedemikian loyo, tidak
mampu melawan serangan kuman, terutama bagi para pasien yang dirawat di rumah
sakit, maka salah satu pertolongan yang dapat diberikan adalah dengan memberi obat
antibiotika. Ya, antibiotika adalah obat yang hanya boleh diberikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, bukan virus seperti virus penyebab influenza atau jamur
seperti jamur penyebab panu.

Jadi tidak tepat apabila ada oknum kesehatan yang memberikan antibiotik untuk
pasien flu yang baru beberapa hari, karena yang menyebabkan flu –nya bukan bakteri,
tapi virus. Mengobati infeksi virus cukup dengan obat sesuai gejala, seperti penurun
panas, dan perbaikan kondisi seperti banyak minum air putih, makan banyak sayur,
buah, dan istirahat. Sekalian saya bahas di sini untuk meluruskan “jalan” yang salah.

Peta kuman di suatu rumah sakit akan berguna untuk mengetahui kuman apa yang
paling banyak didapatkan dari para pasien yang dirawat di suatu rumah sakit selama
periode tertentu dan bagaimana kah “status” nya terhadap antibiotik-antibiotik yang
beredar. Bila terlalu banyak (di atas 70%) kuman telah resisten terhadap suatu jenis
antibiotik, maka antibiotik tersebut tidak bisa dipakai lagi. Lebih baik tidak
diresepkan untuk jangka waktu tertentu.

Mengapa butuh jangka waktu tertentu? Karena bakteri dianugerahi kemampuan


“mengenali dan mengingat” antibiotik yang pernah atau sering diberikan untuk
membunuh mereka. Kemudian mereka juga dianugerahi kemampuan untuk sedikit
memodifikasi diri, seperti bermutasi, agar tidak dikenali lagi oleh antibiotik tersebut,
sehingga mereka akan “lolos” (resisten) dari incaran antibiotik, dan akhirnya sukses
menginvasi tubuh manusia. Betapa hebatnya Sang Pencipta ya?

Bila keadaan di atas terjadi, saat itu, tubuh tidak bisa lagi ditolong oleh antibiotik
“standar”, sehingga membutuhkan antibiotik “premium” untuk membunuh kuman
tersebut.

Penggunaan antibiotik “premium” ini lah yang sangat dihemat. Bila tidak perlu, tidak
akan diresepkan. Bila antibiotik “standar” masih bisa membunuh kuman, antibiotik
“premium” cukup disimpan di lemari apoteker. Kapan antibiotik “premium” boleh
dikeluarkan? Saat peta kuman sudah menunjukkan bahwa bakteri tertentu memiliki
70% populasi yang telah resisten terhadap antibiotik “standar”.

Dari peta kuman, para dokter jadi bisa memantau, bagaimana perkembangan pola
penggunaan atau peresepan suatu obat antibiotika di suatu rumah sakit tertentu dalam
periode tertentu. Apakah terlalu banyak diresepkan sehingga bakteri tertentu tersebut
menjadi resisten, ini poin pentingnya : peta kuman dapat membantu mengendalikan
frekuensi penggunaan antibiotika. Bila resistensi antibiotika terjadi, maka komite
farmako terapi (sebutannya bisa berbeda di rumah sakit lain) akan mengeluarkan
keputusan untuk “mengistirahatkan” antibiotik yang sudah resisten tersebut.

Di masa mendatang, saat bakteri yang bersangkutan tidak lagi menunjukkan resistensi
terhadap antibiotik tersebut (karena bila dalam periode tertentu suatu antibiotika tidak
digunakan lagi, bakteri akan “melepaskan” kemampuan melindungi dirinya dari
antibiotika seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), atau saat antibiotik tersebut
mendapatkan “sensitifitas” nya kembali, maka boleh kembali diresepkan.

Peta kuman suatu rumah sakit akan berbeda dengan rumah sakit lainnya, meskipun
dalam suatu negara yang sama. Mengapa ? Karena pola penggunaan antibiotika oleh
para dokter nya juga berbeda. Jadi, belum tentu suatu antibiotik yang biasa dipakai di
suatu rumah sakit akan sama sensitifnya bila digunakan di rumah sakit lain meskipun
untuk diagnosis penyakit yang sama. Yang terpenting adalah, peta kuman harus rutin
dibuat dan dijadikan rujukan atau dasar peresepan dan penggunaan antibiotik di suatu
rumah sakit agar resistensi antibiotika dapat dikendalikan dengan baik.

Sekian dulu ya… Semoga bermanfaat.. Pesan sponsornya adalah kalau terpaksa harus
dirawat di rumah sakit karena penyakit infeksi, pastikan dahulu ke dokter yang
merawat, apakah obat antibiotik yang akan diberikan masih memiliki sensitifitas
terhadap bakteri penyebab penyakit infeksi tersebut dan apakah sesuai dengan peta
kuman rumah sakit tempat kita dirawat.

Anda mungkin juga menyukai