ISBN : 978-602-17737-6-5
9 786021 773765
KONSENSUS PENATALAKSANAAN
TROMBOEMBOLI VENA (TEV)
PADA PENYAKIT KRITIS
PENULIS :
FRANS JOSEF VINCENTIUS PANGALILA, DKK.
i
KONSENSUS PENATALAKSANAAN
TROMBOEMBOLI VENA (TEV)
PADA PENYAKIT KRITIS
Penulis :
Prof. DR. Dr. Karmel Lidow Tambunan, SpPD KHOM,
FINASIM
Dr. Frans Josef Vincentius Pangalila, SpPD KIC
Dr. Bambang Wahjuprajitno, SpAn KIC
Dr. Shinta Vera Hutajulu, SpAn KIC
Dr. Rika Bur, SpPD – KPTI
Dr. Dafsah Arifa Juzar, SpJP (K)
Dr. Daniel P. L. Tobing, SpJP (K)
Dr. Harbanu Hermawan, SpPD – KKV
Dr. Yudistira Panji Santosa, SpPD – KKV, FINASIM
Editor :
Dr. Frans Josef Vincentius Pangalila, SpPD KIC
ISBN : 978-602-17737-6-5
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga buku pedoman ini
dapat diselesaikan dan diterbitkan. Sesuai dengan misi dan visi
Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) yaitu
memupuk, meningkatkan dan mengembangkan ilmu kedokteran
Intensive Care untuk diamalkan demi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Salah satu wujud untuk meningkatkan derajat pasien rawat
inap di ruang intensif, maka Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia
(PERDICI) mengajak beberapa disiplin ilmu lain yaitu Perhimpunan
Trombosis Hemostasis Indonesia (PTHI), Perhimpunan Tropik Infeksi
Indonesia (PETRI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
(PERKI), dan Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI)
menyusun buku panduan ini yaitu: KONSENSUS PENATALAKSANAAN
TROMBOEMBOLI VENA (TEV) PADA PENYAKIT KRITIS. TEV sering me-
rupakan komplikasi dari penyakit kritis dan akan memberikan per-
langsungan penyakit yang lebih buruk. Saat ini masih banyak ber-
anggapan bahwa angka kejadian TEV di Asia termasuk Indonesia jauh lebih
rendah dibanding dengan populasi Kaukasia. Beberapa data terbaru melalui
penelitian dibeberapa rumah sakit di Asia menunjukan bahwa angka
kejadian TEV tidak serendah seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Kecenderungan peningkatan kejadian TEV di Asia kemungkinan disebabkan
oleh beberapa faktor misalnya perubahan gaya hidup, semakin banyak
populasi usia lanjut dan semakin tinggi tingkat kewaspadaan para klinisi
terhadap TEV. Melalui buku panduan ini diharapkan pencegahan dan
penanganan TEV terutama di ruang rawat intensif semakin optimal. Kami
menyadari bahwa buku pedoman ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran dan masukan dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan buku pedoman ini di kemudian hari.
Terima kasih, selamat membaca dan semoga bermanfaat
Divisi Rekomendasi
Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia
iii
KATA SAMBUTAN
iv
LEMBAR PENGESAHAN
PENERBITAN BUKU KONSENSUS PENATALAKSANAAN
TROMBOEMBOLI VENA (TEV) PADA PENYAKIT KRITIS
KETUA UMUM
PERHIMPUNAN TROMBOSIS HEMOSTASIS INDONESIA (PTHI)
KETUA UMUM
PERHIMPUNAN TROPIK INFEKSI INDONESIA (PETRI)
KETUA UMUM
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA (PERKI)
v
KETUA UMUM
IKATAN KESEMINATAN KARDIOSEREBROVASKULAR INDONESIA (IKKI)
KETUA UMUM
PERHIMPUNAN DOKTER INTENSIVE CARE INDONESIA (PERDICI)
vi
TIM PENYUSUN
vii
Dr. Daniel P. L. Tobing, SpJP (K)
Emergency and Cardiovascular Critical Care Unit
RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
EDITOR:
viii
DAFTAR ISI
Pendahuluan ..................................................................................... 1
Epidemiologi .................................................................................... 2
Patofisiologi ...................................................................................... 3
Lampiran .......................................................................................... 19
ix
Konsensus Penatalaksanaan Tromboemboli Vena (TEV)
pada Penyakit Kritis
Pendahuluan
Tromboemboli Vena (TEV) termasuk Trombosis Vena Dalam (TVD) dan
Emboli Paru (EP) merupakan komplikasi yang sering terjadi di ruang
rawat intensif. Trombosis vena dalam (TVD) adalah suatu kondisi
medis terbentuknya trombus pada sistem vena di ekstremitas
(biasanya vena tungkai bawah). Bekuan darah dapat menyumbat vena
parsial atau total dan inilah yang mengakibatkan timbulnya keluhan
atau tidak bergejala. Apabila sebagian bekuan darah ini terlepas dan
beredar dalam sirkulasi, maka dapat terjadi kondisi serius dan bersifat
fatal yang disebut emboli paru (EP) (1). Pasien penyakit kritis memiliki
risiko sangat tinggi untuk terjadinya TEV karena gabungan dari
beberapa faktor risiko TEV yang spesifik misalnya menggunakan alat
bantu napas (ventilator mekanik), obat sedasi dan vasopresor, kateter
vena sentral dan imobilisasi. Selain data klinis, ultrasonografi dan
computed tomography (CT) scan merupakan alat diagnostik utama TEV
di ruang rawat intensif, sedangkan ekokardiografi terutama digunakan
untuk menilai tingkat keparahan emboli paru. TEV merupakan
komplikasi yang sering terjadi di ruang rawat intensif yang sebenarnya
mudah untuk dideteksi dan dapat dicegah dengan efektif dan relatif
aman. Permasalahannya adalah rendahnya angka pemberian
profilaksis TEV pada pasien yang memerlukan meskipun telah terdapat
panduan klinis (guideline) Internasional (2). TEV pada pasien sakit kritis
selain meningkatkan mortalitas, secara bermakna menambah lama
rawat rumah sakit dan biaya. Oleh karena itu, pemberian trombo-
profilaksis sangat diperlukan untuk setiap pasien yang dirawat di ruang
rawat intensif setelah mempertimbangkan akan risiko pendarahan (3)
1
Epidemiologi
Prevalensi TEV, khususnya EP tidak diketahui secara pasti karena
penyakit ini sering tidak memberikan gejala yang jelas terutama saat
pasien menggunakan sedasi dan atau ventilator mekanik. Dilaporkan
kejadian TEV sekitar 100 per 100.000 penduduk pertahun, meningkat
secara eksponensial sesuai dengan bertambahnya usia dan kejadian
lebih sering pada laki laki dibanding wanita. Manifestasi TEV
sepertiganya dalam bentuk EP dan sisanya sebagai TVD (4). Walaupun
belum banyak data tentang TEV di unit rawat intensif tetapi
beberapa hasil penelitian menunjukkan :
Angka kejadian TEV dapat mencapai 44 % apabila dilakukan
tromboprofilaksis dan akan meningkat mencapai 81 % apabila
tidak dilakukan tromboprofilaksis (5)
12 % dari kasus yang telah terbukti sebagai TEV berkembang
menjadi EP walaupun sudah mendapatkan tromboprofilaksis (6)
Angka kematian EP yang tidak diobati sekitar 30 %, bila diberikan
antikoagulan yang adekuat akan berkurang hingga 2 – 8 % (7)
2
Penelitian dengan otopsi pada pasien penyakit kritis menunjukan
angka kejadian emboli paru sebesar 7% hingga 27% dan hanya
sepertiga yang dicurigai secara klinis. (3)
Patofisiologi
Terbentuknya trombus vena akibat suatu proses ketidakseimbangan
antara efek rangsangan trombogenik dan mekanisme proteksi.
Ketidakseimbangan ini sejak tahun 1856 sudah di amati oleh Rudolf
Virchow melalui konsep Virchow′s Triad yaitu tiga faktor yang
berperan : stasis vena, kerusakan atau disfungsi endotel pembuluh
darah dan hiperkoagulabilitas (gambar 1) (10,11,12)
3
endotel yang normal (intak) menghasilkan beberapa senyawa molekul
seperti prostaglandin (Pg12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan
trombomodulin yang dapat mencegah terbentuknya trombin.
Kerusakan endotel atau dinding pembuluh vena, misalnya akibat
trauma, mediator inflamasi atau faktor shear stress lainnya meng-
akibatkan jaringan ikat kolagen subendotel terpapar dalam lumen
pembuluh vena. Keadaan ini akan merangsang aktifasi trombosit dan
sistim koagulasi sehingga akan membentuk trombus (11,12,13)
Hiperkoagulabilitas : terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
prekoagulan/pretrombotik dan antikoagulan. Kecenderungan terjadinya
trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat dan atau
aktifitas sistim fibrinolisis menurun. Diawali dengan aktifitas pembekuan
darah akibat kerusakan endotel akan membentuk trombus, pem-
bentukan trombus terutama dilokasi dimana aliran darah mengalami
perlambatan (sekitar katup dinding vena). Pembentukan awal trombus
semakin memperlambat aliran darah, lambatnya aliran darah ini akan
menurunkan tekanan oksigen dan meningkatnya hematokrit akibatnya
semakin menekan (downregulate) aktifitas antitrombotik (lihat
gambar 2) (10,11,12,13)
4
perdarahan juga lebih tinggi dibandingkan pasien rawat inap pada
umumnya akibat kondisis akut, seperti perdarahan masif, sepsis,
trombositopenia, disseminated intravascular coagulation (DIC) atau
gagal multi organ (14)
Oleh karena itu, sangatlah penting setiap pasien yang dirawat di ruang
intensif dilakukan penilaian awal apakah pasien tersebut memerlukan
profilaksis atau terapi terhadap TEV. Sehubungan dengan itu, klinisi
perlu melakukan sepuluh langkah untuk menghadapi permasalahan
TEV di ruang rawat intensif, yaitu:
5
Tabel 1. Faktor Risiko Tromboemboli Vena (TEV) pada Pasien Medis
(modifikasi PADUA) (17)
Faktor Risiko Nilai
a
Penyakit kritis 4
Inflammatory Bowel Disease 4
Kanker aktif (metastasis/ menjalani kemoterapi/ radioterapi
3
yang sudah berjalan selama 6 bulan)b
Riwayat TEV sebelumnya 3
Imobilisasi > 3 hari 3
Kondisi trombofiliac 3
Riwayat trauma atau tindakan operasi <1 bulan 2
Usia > 70 tahun 1
Gagal jantung atau gagal napas 1
Infark miokard akut atau stroke iskemik 1
Infeksi akut atau penyakit rematik 1
Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 30 kg/m2) 1
Dalam terapi hormonal 1
Keterangan:
Nilai ≥ 4 (untuk TEV) menunjukan risiko tinggi, nilai <4 menunjukkan risiko rendah
a. Definisi penyakit kritis : seorang pasien yang mengalami dekompensasi fisiologis
pada satu atau lebih sistim organ tubuh sehingga diperlukan pemantauan terus
menerus serta melakukan intervensi segera mungkin untuk mencegah timbulnya
(16)
penyulit yang lebih fatal
b. Pasien kanker dengan stadium lokal atau metastase yang mendapatkan
kemoterapi atau radioterapi enam bulan lalu
c. Pasien dengan defek antitrombin, protein C, protein S, faktor Leiden dan sindrom
antifosfolipid
Nilai prediksi Padua didasari melalui penelitian prospektif observasional, melibatkan
1.180 penderita dan dari hasil penelitian ini didapatkan 60.3% kategori risiko rendah
dan 39.7% risiko tinggi. Pada kelompok risiko tinggi yang tidak diberikan profilaksis
(19)
angka kejadian TEV 11% sedangkan kelompok risiko rendah hanya 0.3%.
6
Tabel 2. Nilai Faktor Risiko Pendarahan (IMPROVE) (20)
Faktor Risiko Pendarahan Nilai
Gagal ginjal moderat, GFR 30-59 mL/min/m2 1
Pria 1
Usia, 40-84 tahun 1.5
Kanker 2
Penyakit rematik 2
Kateter vena sentral 2
ICU/ CCU 2.5
Gagal ginjal berat, GFR <30 mL/min/m2 2.5
Gagal hati (INR > 1.5) 2.5
Usia, > 85 tahun 3.5
Platelet < 50x109 sel/L 4
Pendarahan 3 bulan sebelum rawat inap 4
Ulkus gastroduodenal aktif 4.5
Keterangan : nilai >7.0 menunjukkan risiko pendarahan tinggi, nilai <7.0
menunjukkan risiko pendarahan rendah. INR : international normalized ratio; GFR :
glomerular filtration rate; ICU : intensive care unit CCU : coronary care unit
7
Pasien medically ill dengan penyakit kritis
Risiko Risiko
tinggi rendah
Risiko Risiko
tinggi rendah
Profilaksis Antikoagulan
mekanik
8
Pemberian tromboprofilaksis tidak direkomendasikan untuk
dilanjutkan apabila penderita sudah mobilisasi atau melewati
masa medis kritis (21,22)
Pada beberapa literatur, pemberian tromboprofilaksis dapat
dilanjutkan dalam kondisi klinis tertentu, misalnya atrial fibrilasi
pada kasus stroke non-hemoragik
9
Langkah 6: Melakukan assessment diagnostik TVD/EP
Untuk melakukan tindakan diagnostik lanjutan sangat ditentukan
oleh beberapa faktor:
Derajat kecurigaan terhadap TVD / EP
Keadaan hemodinamik (stabil atau tidak stabil)
Kemampuan sarana diagnostik
Pendekatan diagnostik dilakukan apabila penderita diberikan
antikoagulan profilaksis atas dasar nilai risiko yang tinggi. Untuk skrining
diagnostik TVD menggunakan skor Wells DVT (lihat tabel 3), sedangkan
untuk EP menggunakan skor revisi Geneva (lihat tabel 4) atau nilai skor
Wells Emboli Paru sebagai alternatif (lihat Lampiran-Tabel B)
Tabel 3. Pretes Probabilitas Skor Wells DVT (24)
10
Tabel 4. Skor Revisi Geneva untuk Emboli Paru (15)
Faktor Risiko Nilai
Usia > 65 tahun 1
Riwayat TVD atau EP 3
Mengalami operasi atau trauma (≤ 1 bulan) 2
Kanker aktif 2
Nyeri tungkai bawah unilateral 3
Hemoptisis 2
Detak jantung :
75-94 x/menit 3
≥ 95 x/menit 5
Nyeri tungkai bawah + palpasi vena dalam dan edema unilateral 4
Keterangan: probabilitas rendah (nilai 0-3) , sedang (nilai 4-10), tinggi (nilai ≥ 11)
Ultrasound*
(+) (-)
d-Dimer*
(+) (-)
Bukan TVD
atau
Terapi TVD ulangi ultrasound
seminggu kemudian
11
Kecurigaan Emboli Paru (EP)
Ketersediaan d - Dimer
CT angiografi
(+) (-)
(+) (-)
Terapi EP Bukan EP
Terapi EP Bukan EP
12
Tabel 5. Dosis Modifikasi UFH Intravena (15,23)
aPTT (detik) Dosis Modifikasi
< 35 detik ( 1.2 x normal ) 80 unit/kg bolus, naikan drip 4 unit /kg/jam
35 - 45 ( 1.2 - 1.5 x normal ) 40 unit /kg bolus, naikan drip 2 unit /kg/jam
46 - 70 ( 1.5 - 2.3 x normal ) TIDAK ADA PERUBAHAN DOSIS
71 - 90 ( 2.3 x normal ) Dosis dikurangi : drip 4 unit /kg/jam
> 90 ( > 3 x normal ) Hentikan Heparin 1-2 jam → drip 3 unit /kg/ jam
13
Tabel 6. Kontraindikasi Absolut & Relatif Pemberian Preparat Trombolitik (15)
Absolut :
Riwayat pendarahan intrakranial sebelumnya
Kelainan struktur vaskular intrakranial
Adanya tekanan intrakranial akibat maligna neoplasm
Stroke iskemi dalam 3 bulan
Kecurigaan diseksi aorta
Pendarahan aktif atau diatesis hemoragik (kecuali haid)
Trauma tumpul bermakna pada kepala atau muka dalam 3 bulan
terakhir
Relatif :
Riwayat hipertensi berat, kronis dan tidak terkontrol
Hipertensi berat (tekanan sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik
> 110 mmHg
Trauma atau resusitasi jantung paru ( > 10 menit ) atau operasi
besar kurang dari 3 minggu yang lalu
Pendarahan internal kurang dari 3 – 4 minggu yang lalu
Noncompresible vascular puncture
Penggunaan streptokinase/ anistreplase sebelumnya lebih dari 5
hari atau riwayat alergi terhadap preparat ini
Kehamilan
Ulkus peptikum aktif
Penggunaan antikoagulan (misalnya warfarin sodium) yang meng-
akibatkan abnormalitas INR : > 1.7 atau PT > 15 detik
14
Langkah 10: Lakukan pemantauan terhadap pemberian antikoagulan
Pemberian antikoagulan baik sebagai pencegahan atau pengobatan
ada dua hal yang harus di waspadai, yaitu : pendarahan dan heparin
induced thrombocytopenia (HIT)
A. Pendarahan
o Mekanisme dasar akibat aktifasi faktor anti-Xa dan antitrombin
o Risiko pendarahan sangat tergantung pada beberapa keadaan :
1. Dosis dan metoda pemberian antikoagulan
2. Karakteristik pasien, misalnya gangguan fungsi ginjal atau
hati, kelainan hematologi yang mendasarinya
3. Pengobatan penyakit dasar, misalnya tindakan pembedahan
4. Adanya penyakit penyerta (co morbid) (13,28)
o Untuk mengantisipasi akan kemungkinan terjadinya pendarahan
bermakna maka lakukan identifikasi risiko pendarahan
misalnya melalui nilai IMPROVE (lihat tabel 2), pemberian
dosis dan pemantauan yang tepat (lihat langkah 7)
o Antikoagulan tertentu mempunyai antidot (lihat tabel 7)
Tabel 7. Antidot dari Antikoagulan (dikutip 13,23)
Antikoagulan Antidot
15
B. Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT)
o Mekanisme dasar HIT adalah terbentuknya antibodi IgG yang
bereaksi terhadap ikatan antara platelet factor 4 dan heparin
yang terletak di permukaan trombosit
o Klinis: terjadi trombositopenia setelah 5 – 14 hari penggunaan
heparin, dapat terjadi lebih awal apabila sebelumnya pernah
terpapar oleh heparin
o Faktor risiko :
Tipe antikoagulan : UFH lebih berisiko dibanding LMWH
Penggunaan heparin dosis tinggi dan terpapar lama
Kasus kardiak, ortopedi dan penderita rawat ruang intensif
o Faktor prediktor akan terjadinya HIT dapat menggunakan
pendekatan, misalnya 4Ts (lihat tabel 8) (29)
Tabel 8. Pretes Probabilitas Heparin Induced Therapy (HIT) ≈ 4 Ts (29)
Kategori Poin : 2 Poin : 1 Poin : 0
Trombositopenia Penurunan > 50 % Penurunan 30-50 % Penurunan 30 %
atau atau atau
↓ 20 – 100 x 10 ↓ 10 – 19 x 10 ↓ <10 x 10
9 9 9
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Tambunan K, Suharti C dkk. Panduan Nasional Tromboemboli Vena 2018
2. Atmakusuma T, Tambunan K dkk. Underutilization of Anticoagulant for
Venous Thromboembolism Prophylaxis in Three Hospitals in Jakarta.
Acta Medica Indonesiana. 2015 ; 47(2) : 136 – 145
3. Minet C, Potton L et al. Venous thromboembolism in the ICU: main
characteristics, diagnosis and thromboprophylaxis. Critical Care 2015 ;
19 (287) : 1 – 9
4. Osman A, Jun W et al. Deep Vein Thrombosis : a literature review. Int J
Exp Med 2018 ; 11(3) : 1551 – 1561
5. Attia J, Ray J et al. Deep veins thrombosis and its and its prevention in
critically ill adults. Arch Intern Med 2001 ; 161 : 1268 – 1279
6. Ibrahim H, Iregui M et al. Deep veins thrombosis during prolongs
mechanical ventilation despite prophylaxis. Critical Care Med 2002; 30:
771 – 4
7. Caprini J. Arcelus J et al. Clinical assessment of venous thromboembolic
risk in surgical patients. Semin Thromb Hemost 1991 ; 17 (Suppl 3) :
304 – 12
8. Leizorovicz A, Turpin A et al. Epidemiology of post-operative venous
thromboembolism in Asian countries. Int J Angiol 2004 ; 13 : 101 – 8
9. Piovella F, Wang C et al. Deep vein thrombosis rates after major
orthopedics surgery in Asia. An epidemiological study based on post-
operative screening with centrally adjudicated bilateral venography. J
Thrombo Haemost 2005 ; 3 : 2664 – 70
10. Behravez S, Hoang P et al. Review Article : Pathogenesis of Thrombo-
embolism and Endovascular Management. Hindawi Thrombosis 2017 ;
Article ID 3039713 : 1 – 13
11. Rasche H. Haemostasis and Thrombosis : an overview. European Heart
Journals Supplements 2001 ; 3 : Q3 – Q7
12. Stone J, Hangge P et al. Deep vein thrombosis : pathogenesis, diagnosis
and medical management. Cardiovascular Diagnosis Therapy 2017 ; 7
(Supp 3) : S276 – S284
13. Adriance SM, Murphy C et al. Prophylaxis and treatment of venous
thromboembolism in the critically ill. Int J Crit Illn Inj Sci 2013 ; 3(2):143-51
14. Liew N, Choi G, et al. Asian Venous Thromboembolism Guidelines:
prevention of venous thromboembolism. Int Angiol 2012 ; 31:501-16
15. Chawla R, Todi S. Pulmonary embolism . In : ICU Protocols – A stepwise
approach 2012 : 71 – 78
16. Indonesian Society of Intensive Care Medicine (ISICM). ICU : Yesterday,
Today and Tomorrow - Februari 1999 ; 10 th PERDICI Anniversary
17
17. Lai J, Rose A. VTE prophylaxis adult-inpatients/ ambulatory – clinical
practice and guidelines. Madison: University of Wisconsin Hospitals
and Clinics. 2014 : p.3 - 19
18. Spyropoulos AC, Anderson F et al. Predictive and Associative Models to
Identify Hospitalized Medical Patients at Risk for VTE CHEST 2011;
140(3):706–714
19. Barbar S, Noventa F et al A risk assessment model for the identification of
hospitalized medical patients at risk for venous thromboembolism: the
Padua Prediction Score . J Thromb Haemost . 2010 ; 8 ( 11 ): 2450 – 2457
20. Decousus H , Tapson V et al ; IMPROVE Investigators . Factors at
admission associated with bleeding risk in medical patients: findings
from the IMPROVE investigators Chest 2011 ; 139 (1) : 69 - 79
21. Khan S, Lim W et al. Prevention of VTE in Nonsurgical Patients – 9th ed :
ACCP-Evidence Based Clinical Practice Guidelines. Chest 2012 ; 141 (2)
Suppl : e 195 s – e 226 s
22. Qaseem A, Chou R et al. Venous Thromboembolism Prophylaxis in
Hospitalized Patients : A Clinical Practice Guideline From the American
College of Physician. Annal Internal Med 2011 ; 155 : 625 – 632
23. Othman A. In Management protocol in ICU: Venous thromboembolism
prophylaxis; Malaysian Society of Intensive Care 2012
24. Streiff M, Agnelli G et al. Guidance for the treatment of deep vein
thrombosis and pulmonary embolism . J Thrombo Thrombolysis 2016 ;
41 : 32 – 67
25. Konstantinides S, Torbicki A et al. 2014 ESC Guidelines on the diagnosis
and management of acute pulmonary embolism. European Heart
Journal 2014 ; 283 : 1 – 48
26. Kurzyma M, Torbicki A et al. Disturbed right ventricular ejection
pattern as a new Doppler echocardiographic sign of acute pulmonary
embolism. Am J Cardiol 2002 ; 90 : 507 - 511
27. Kearon C, Akl E et al. Antithombotic Therapy for VTE Disease – CHEST
Guideline and Expert Panel Report. Chest 2016 ; 149 (2) : 315 – 352
28. Kiser T, Mann A et al . Evaluation of empiric versus normogram-based
direct thrombin inhibitor management in patients suspected heparin-
induced thrombocytopenia. Am J Haematol 2011 ; 86 : 267 – 272
29. Warkentin T, Greinacher A. Heparin induced thrombocytopenia :
recognition, treatment and prevention. Chest 2004 ; 126 : 3115 – 375
18
LAMPIRAN
19