Anda di halaman 1dari 30

Kepanitiaan

PELINDUNG
Dekan Fakultas Kedokteran UI
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB
Koordinator Kemahasiswaan
dr. Affan Priyambodo, Sp.BS(K)

PENASIHAT
Kepala Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
dr. Hanny Nilasari, Sp.KK(K)

PEMBIMBING
Kodik S1 Departemen Dermatologi Venereologi FKUI-RSCM
dr. Githa Rahmayunita, Sp.KK(K)

KEPANITIAAN INTI
Ketua
Alessa Fahira, S.Ked

Sekretaris & Bendahara


Faiqueen Dhia Salsabila Firlana Adnan, S.Ked
Marie Christabelle, S.Ked

Divisi Humas & Publikasi


Nadya Anindita, S. Ked, B.MedSc(Hons)
Nathaniel Aditya, S.Ked

Divisi Acara
Kristian Kurniawan, S.Ked
Valdi Ven Japranata, S.Ked
Ribka Hillary, S.Ked, B.MedSc(Hons)

4
Divisi Registrasi
Kinanti Maulida Pravdani, S.Ked

Divisi Perlengkapan & Akomodasi


Bany Faris Amin, S.Ked
Fianti Ratna Dewi, S.Ked

Divisi Dana
Indira Amelia Putri, S.Ked
Dzikrie Za’iemullah, S.Ked

Kontributor
dr. Adhimukti T. Sampurna, Sp.KK(K)
Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Eliza Miranda, Sp.KK(K)


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Githa Rahmayunita, Sp.KK(K)


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Dr. dr. Irma Bernadette S. S., Sp.KK(K)


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

5
dr. Larisa Paramitha Sp.KK(K)
Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Lis Surachmiati, Sp.KK(K)


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Rahadi Rihatmadja, Sp.KK(K)


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Dr. dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, Sp.KK(K), MHA


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. Yudo Irawan, Sp.KK


Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

6
Sambutan
Kepala Departemen
Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya se-
hingga acara The 8th Dermatovenereology in Everyday Clinical
Practice (DEVICE) bisa terselenggara dengan baik di tahun 2021
ini. Dalam 7 tahun terakhir, Departemen/KSM Dermatologi dan
Venereologi FKUI-RSCM telah berpartisipasi bersama dengan
Panitia Lulusan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dalam menyukseskan acara ilmiah DEVICE.

Penyelenggaraan seminar dan workshop dalam bidang Dermatolo-


gi dan Venereologi, diharapkan dapat terus mendukung Dokter
dan Mahasiswa Kedokteran di Indonesia dalam memperkuat kom-
petensi klinis terutama saat berhadapan dengan kasus dermatolo-
gi dan venereologi di lapangan. Terdampak pandemi COVID-19
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun ini, kegiatan the 8th
DEVICE dilaksanakan secara daring. Dengan adanya kesempatan
ini, diharapkan the 8th DEVICE dapat memberikan dampak yang
lebih luas dan lebih mudah terjangkau oleh mahasiswa kedokteran
dan dokter di seluruh Indonesia.

Untuk lebih mendukung peserta dalam memahami materi simpo-


sium dan workshop serta memberikan dampak yang berkelanju-
tan, Departemen/KSM Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
bersama dengan Panitia Lulusan Dokter Fakultas Kedokteran Uni-
versitas Indonesia menerbitkan buku prosiding yang berisi materi
seminar. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh penulis dan
tim editor yang telah berbagi ilmu, yang pastinya akan menam-
bah wawasan klinisi melalui tulisan ini. Kedepannya saya berharap
ilmu yang didapatkan dari simposium dan workshop dapat menja-

7
di ilmu tambahan bagi para dokter umum dan mahasiswa kedok-
teran agar lebih komprehensif dalam melakukan diagnosis hingga
tata laksana kelainan Dermatologi dan Venereologi yang akan san-
gat sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Saya juga menung-
gu ide-ide dan topik menarik lainnya dari para peserta 8th DEVICE
yang mungkin dapat menjadi pembahasan dan memperkaya ma-
teri yang dibutuhkan di lapangan.

Teriring doa agar kita semua selalu diberikan perlindungan, serta


kesehatan agar terus menerus dapat mengupdate keilmuan yang
akan memberikan manfaat untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ketua Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM


dr. Hanny Nilasari, Sp.KK(K)

8
Sambutan
Ketua The 8th DEVICE

Dermatovenereology in Everyday Clinical Practice (DEVICE) mer-


upakan kegiatan seminar dan workshop tahunan luar biasa yang
telah diadakan secara rutin oleh Panitia Pelantikan Lulusan Dokter
FKUI bekerjasama erat dengan Departemen Dermatologi dan
Venereologi FKUI-RSCM. Dengan menghadirkan pembicara yang
ahli dan terbaik dalam bidangnya, membawakan tema bahasan
yang menarik dan sesuai dengan keinginan peserta, serta melalui
pendekatan penyampaian yang berbeda dari tahun-tahun sebel-
umnya, The 8th DEVICE bertekad untuk dapat terus memberikan
yang terbaik bagi para peserta dan seluruh pihak yang terlibat da-
lam jalannya acara ini. Untuk mendukung cita-cita tersebut, buku
prosiding kami terbitkan dengan harapan dapat menjadi sarana
bagi para petugas kesehatan dan mahasiswa kedokteran dalam
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien kulit dan kelamin
di seluruh Indonesia.

DEVICE tidak akan berjalan lancar tanpa limpahan rahmat dan


karunia Allah SWT, dukungan yang luar biasa Departemen
Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM, kerja keras dan antu-
sias anggota The 8th DEVICE, serta bantuan dari sponsor, media
partner dan semua pihak yang telah mengusahakan kelancaran
dari DEVICE. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
setulus-tulusnya—merupakan kebanggaan yang luar biasa untuk
bisa bersama-sama mewujudkan The 8th DEVICE 2020/2021.

Ketua The 8th DEVICE


Alessa Fahira, S.Ked

9
Daftar Isi
Kepanitiaan .................................................................................. 3
Kontributor .................................................................................. 4
Sambutan ..................................................................................... 6
Daftar Isi ...................................................................................... 9
Susunan Acara ............................................................................ 10

Abstrak
Perawatan Kulit Bayi dan Gangguan Kulit
Neonatus Selintas ....................................................................... 17
Rahadi Rihatmadja
Dermatitis pada Bayi dan Balita.................................................. 18
Githa Rahmayunita
Deteksi Dini Kanker Kulit pada Populasi Kulit Berwarna:
Kapan Dokter Layanan Primer Perlu Merujuk? ............................ 19
Larisa Paramitha
Mengungkap Rahasia Penyembuhan Luka
Bebas Jaringan Parut pada Kulit ................................................. 20
Adhimukti T. Sampurna
Menelaah Penggunaan Antibiotik dalam
Berbagai Kasus Pioderma ........................................................... 21
Eliza Miranda
Pendekatan dan Penanganan Terkini
terhadap Penyakit Menular Seksual ............................................ 22
Yudo Irawan
Tindakan Estetis Medis untuk Mengatasi
Penuaan Kulit oleh Dokter Umum ............................................... 23
Shannaz Nadia Yusharyahya
Akne Vulgaris: Menyingkirkan Sekali Untuk Selamanya .............. 24
Lis Surachmiati
Peeling Kimiawi........................................................................... 25
Irma Bernadette Sitohang

10
11
12
PERAWATAN KULIT BAYI DAN GANGGUAN KULIT
NEONATUS SELINTAS

Rahadi Rihatmadja
Divisi Dermatologi Pediatrik dan Divisi Dermatopatologi
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
e-mail: rihatmadja@live.com

Abstrak
Kulit bayi memerlukan waktu dalam perkembangannya mencapai
maturitas. Perbedaan dengan kulit dewasa dalam ketebalan, kand-
ungan natural moisturizing factor, kemampuan kelenjar keringat
dalam merespons suhu, dan mikroba permukaan menyebabkan
kulit bayi, khususnya bayi prematur, menjadi lebih ringkih (delicate).
Secara ringkas, perawatan kulit bayi memerlukan keseimbangan
antara pembersihan dan kemampuan kulit bayi menahan efek
buruk (perubahan pH, penurunan hidrasi, dan peningkatan TEWL)
air dan senyawa kimiawi dalam pembersih. Produk perawatan
kulit bayi mengandung beberapa senyawa, misalnya pewangi,
pengawet, sodium lauryl sulfate, lanolin, dan urea, yang menim-
bulkan efek samping jika tidak hati-hati digunakan. Efek samping
pengobatan topikal, misalnya alkohol, pengusir serangga, dan
kortikosteroid juga perlu diwaspadai. Gangguan kulit neonatus se-
lintas yang relatif sering ditemukan adalah milia, erythema toxicum
neonatorum, transient neonatal pustular melanosis, miliaria, dan
akne neonatal. Kunci yang membedakannya dengan kelainan pa-
tologis adalah awitan dan sifatnya yang swasirna. Menyampaikan
diagnosis dengan jelas kepada orangtua pasien akan membantu
tata laksana.

Kata kunci: perawatan kulit bayi, gangguan kulit neonatus selintas

19
DERMATITIS PADA BAYI DAN BALITA

Githa Rahmayunita
Divisi Dermatologi Pediatrik
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
E-mail: githa_rahmayunita@yahoo.com

Abstrak
Kemerahan pada kulit yang disertai rasa gatal merupakan salah
satu manifestasi klinis dermatitis. Pada bayi dan anak terdapat
beberapa jenis dermatitis. Di antara dermatitis tersebut, dermati-
tis atopik, dermatitis seboroik, dan dermatitis popok merupakan
dermatitis yang sering dijumpai. Penyakit kulit ini masing-mas-
ing memiliki predileksi dan gambaran klinis yang karakteristik,
walaupun terkadang dapat sulit dibedakan. Kelainan ini dapat
mengganggu hingga terkadang bayi atau anak menjadi rewel dan
sulit tidur. Untuk itu penting untuk mengenali manifestasi klinis
penyakit ini sehingga dapat mendiagnosis dan memberikan tata
laksana yang tepat.

Kata kunci: dermatitis, bayi, anak

20
DETEKSI DINI KANKER KULIT PADA POPULASI
KULIT BERWARNA: KAPAN DOKTER
LAYANAN PRIMER PERLU MERUJUK?

Larisa Paramitha Wibawa


Divisi Tumor dan Bedah Kulit
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: larisa.paramitha@ui.ac.id

Abstrak
Kanker kulit telah menjadi masalah global dengan peningkatan
insidensnya, sehingga program pencegahan dan deteksi dini san-
gat diperlukan. Terdapat tiga jenis kanker kulit dengan insidens
tertinggi di Indonesia yaitu karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, dan melanoma maligna yang penting didiagnosis oleh
dokter layanan primer. Beberapa karakteristik dan faktor risiko
dari tiap kanker kulit tersebut perlu dipahami untuk dapat men-
deteksi dini dan merujuk secara tepat. Perbedaan epidemiologis
dan gambaran klinis di populasi kulit berwarna wajib diketahui
agar deteksi dini dapat berjalan efektif di layanan primer. Selain
itu pengetahuan pencegahan kanker kulit juga merupakan hal
penting untuk dikuasai agar morbiditas dan mortalitas kanker kulit
dapat menurun.

Kata kunci: kanker kulit, kulit berwarna, deteksi dini,


layanan primer

21
MENGUNGKAP RAHASIA PENYEMBUHAN
LUKA BEBAS JARINGAN PARUT PADA KULIT

Adhimukti T. Sampurna
Divisi Tumor dan Bedah Kulit
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: adhimukti.sampurna@gmail.com

Abstrak
Luka adalah destruksi kontinuitas lapisan epitel pada kulit atau
mukosa yang merupakan hasil jejas fisik atau termal. Rangkaian
fase penyembuhan luka kemudian terjadi untuk mengembalikan
jaringan yang rusak, yang terdiri atas fase koagulasi, inflamasi,
proliferasi, dan remodelling. Adanya faktor yang mengganggu
penyembuhan luka dapat menyebabkan terhambatnya penyem-
buhan luka (delayed wound healing) atau menyebabkan penyem-
buhan luka berlebih sehingga timbul skar hipertrofik dan/atau
keloid. Serangkaian tindakan yang dapat mencegah terbentukn-
ya skar, misalnya menghindari manipulasi luka, menjaga agar luka
tetap bersih, tidak merokok, dan kontrol infeksi yang baik perlu
dilakukan. Apabila gangguan penyembuhan luka sudah terlanjur
terjadi, maka beberapa modalitas pengobatan dapat dilakukan.
Modalitas pengobatan untuk penyembuhan luka terhambat terdi-
ri atas pengobatan secara topikal, terapi laser, terapi ultrasound,
Negative Pressure Wound Therapy, Platelet Rich Plasma, Platelet
Rich Fibrin, stem cell, dan skin substitute. Modalitas pengobatan
untuk penyembuhan luka berlebih terdiri atas pengobatan topikal,
injeksi, bedah eksisi, bedah beku, bedah laser, dan radioterapi.

Kata kunci: luka, penyembuhan luka, skar, keloid.

22
MENELAAH PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
DALAM BERBAGAI KASUS PIODERMA

Eliza Miranda
Divisi Infeksi Tropik
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: mirandaeliza74@gmail.com

Abstrak
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
oleh bakteri piogenik dengan patogen tersering Staphylococcus
aureus dan Streptococcus ß-hemoliticus. Kasus pioderma sering
ditemukan dalam praktik sehari-hari dengan insidens 1,6% dari
total kunjungan baru di rawat jalan Poliklinik Dermatologi dan Ve-
nereologi FKUI-RSCM pada tahun 2017-2019. Pioderma dibagi
atas pioderma superfisialis dan pioderma profunda. Termasuk ke
dalam pioderma superfisialis antara lain impetigo, folikulitis, furun-
kel, dan karbunkel. Sedangkan pioderma profunda terdiri atas eri-
sipelas, selulitis, flegmon, dan abses. Idealnya, sebelum pemberi-
an antibiotik empirik, dilakukan pemeriksaan pulasan Gram, kultur,
dan sensitivitas antibiotik. Pemilihan golongan antibiotik dan rute
administrasi berdasarkan atas manifestasi klinis yang ditimbul-
kan serta bakteri penyebab. Sediaan antibiotik topikal yang dire-
komendasikan adalah asam atau natrium fusidat 2% dan mupirosin
2%. Antibiotik oral lini pertama meliputi kloksasilin, amoksisilin
dan asam klavulanat, serta sefaleksin, sedangkan lini kedua terdiri
atas azitromisin, klindamisin, dan eritromisin. Pada infeksi berat
dengan keterlibatan sistemik maka antibiotik diberikan secara par-
enteral. Permasalahan yang sering ditemukan dalam pengobatan
pioderma adalah munculnya galur yang resisten terhadap antibi-
otik yaitu methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang
diakibatkan penggunaan antibiotik irasional dan dalam jangka
panjang. Penggunaan antibiotik secara bijak dan rasional sangat
diperlukan untuk menghindari terjadinya resistensi dan kegagalan
pengobatan.

Kata kunci: pioderma, antibiotik, MRSA

23
PENDEKATAN DAN PENANGANAN TERKINI
TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Yudo Irawan
Divisi Infeksi Menular Seksual
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: irawan.y.md@gmail.com

Abstrak
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang dapat ditularkan
terutama saat melakukan hubungan seksual berisiko. Menurut
World Health Organization (WHO), terdapat kurang lebih 1 juta
kasus baru IMS setiap hari di seluruh dunia. Sekitar 376 juta infeksi
baru setiap tahun terdiri atas 1 dari 4 penyakit IMS tersering yaitu
klamidiosis, gonore, sifilis, dan Trikomoniasis. Pada tahun 2005,
di wilayah Asia Tenggara didapatkan kasus terbanyak dimulai dari
26,9 juta kasus trikomoniasis, 11,77 juta kasus sifilis, dan 8,37 juta
kasus gonore.Di Indonesia, terdapat 541 ribu temuan kasus IMS,
dengan 35 ribu kasus baru pada awal hingga pertengahan tahun
2020. Penanganan kasus IMS adalah layanan pada seseorang
dengan gejala terkait IMS atau dengan hasil laboratorium positif.
Diagnosis IMS secara etiologi masih menjadi masalah di banyak
tempat, di antaranya adalah kendala waktu, ketersediaan sum-
ber daya, pembiayaan, serta keterjangkauan pengobatan. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka telah dikembangkan tata laksana
kasus IMS berdasarkan pendekatan sindrom untuk semua fasili-
tas kesehatan primer. Terdapat beberapa algoritma penanganan
IMS melalui pendekatan sindrom. Makalah ini akan membahas be-
berapa sindrom kasus yang sering, yaitu duh tubuh, ulkus genital,
serta kutil anogenital dengan referensi pedoman terbaru. Edukasi
strategi penanganan dan pencegahan dibidang IMS menjadi hal
yang tidak kalah penting dalam mencapai tujuan eradikasi.

Kata kunci: IMS, kelamin, duh tubuh, ulkus, kutil kelamin

24
TINDAKAN ESTETIS MEDIS UNTUK MENGATASI
PENUAAN KULIT OLEH DOKTER UMUM

Shannaz Nadia Yusharyahya


Divisi Dermatologi Geriatri
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: nadiayusharyahya@yahoo.com

Abstrak
Seiring dengan meningkatnya populasi geriatri, permasalahan
penuaan kulit semakin bertambah. Perawatan kulit dapat dilaku-
kan untuk mencegah penuaan kulit, namun tindakan estetika dib-
utuhkan jika ada keluhan. Keluhan bercak pigmentasi, kulit kendur,
dan berkerut sering ditemukan pada pasien. Tata laksana khusus
untuk keluhan tersebut misalnya terapi topikal hingga prosedur
estetika tidak hanya dilakukan oleh spesialis bidang terkait, namun
beragam profesi termasuk dokter umum. Makalah ini membahas
terapi penuaan yang dapat dilakukan oleh dokter umum.

Kata kunci: penuaan kulit, bercak pigmentasi, kendur, kerutan

25
AKNE VULGARIS:
MENYINGKIRKAN SEKALI UNTUK SELAMANYA

Lis Surachmiati Suseno


Divisi Dermatologi Kosmetik
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
E-mail: lissuseno04@gmail.com

Abstrak
Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebasea
yang ditemui di seluruh dunia. Akne vulgaris dapat terjadi pada
setiap kelompok usia, dengan prevalensi puncak pada masa rema-
ja. Akne vulgaris merupakan suatu penyakit yang bersifat swasirna,
namun tanpa penanganan yang tepat akne vulgaris derajat sedang
dan berat akan diikuti gejala sisa non-permanen berupa hiperpig-
mentasi pasca inflamasi maupun permanen berupa sikatriks, gang-
guan psikososial berupa isolasi sosial, berkurangnya harga diri,
ide kemarahan, dan bahkan ide bunuh diri. Oleh karena itu, akne
vulgaris perlu ditangani sedini mungkin dengan cara yang efektif.
Walaupun telah tersedia berbagai panduan penatalaksanaan akne
vulgaris, tetap dapat ditemui masalah pada penanganan akne,
mulai dari diagnosis termasuk klasifikasi, kemudian pemilihan pen-
gobatan topikal, sistemik dari beragam golongan dan jenis, serta
pemilihan berbagai modalitas lain, dan kapan saat merujuk pasien.
Tulisan ini menyajikan patofisiologi akne, diagnosis dan penanga-
nan ideal, dengan tujuan mencegah cegah gejala sisa berupa fisik
maupun psikososial dalam praktek sehari-hari.

Kata kunci: akne vulgaris, retinoid, pengelupasan kimia,


antibiotik, antiandrogen

26
PEELING KIMIAWI

Irma Bernadette Sitohang


Divisi Dermatologi Kosmetik
Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM
Email: irma_bernadette@yahoo.com

Abstrak
Peeling kimiawi atau kemoeksfoliasi adalah sebuah metode ablasi
lapisan kulit yang diinduksi oleh bahan kaustik spesifik. Prosedur
ini memungkinkan terjadinya kemoablasi yang segera dengan
ketebalan yang terukur dan konstan, sehingga menghasilkan per-
baikan tampilan klinis pada kulit. Tujuan peeling kimawi adalah un-
tuk mengatasi masalah kulit (misalnya penuaan, pigmentasi, akne),
pada ketebalan tertentu yang memungkinkan penyembuhan luka
secara normal. Harapannya akan terjadi peremajaan kulit dengan
komplikasi minimal.

Bahan kaustik yang digunakan untuk peeling kimiawi menye-


babkan keratokoagulasi terkontrol dan denaturasi protein pada
lapisan epidermis dan dermis, sehingga menghasilkan pelepasan
sitokin dan kemokin proinflamasi. Inflamasi tersebut mengaktifkan
kaskade sinyal penyembuhan normal, termasuk stimulasi pem-
bentukan kolagen dan elastin baru, reorganisasi protein struktural
dermal, serta regenerasi keratinosit baru. Secara bersamaan, kera-
tokoagulasi dan pengelupasan kulit berikutnya menghasilkan per-
baikan gangguan pigmentasi pada kedalaman tertentu. Aplika-
si bahan kaustik pada kulit, denaturasi protein pada keratin dan
kolagen akan menghasilkan tampilan menyerupai bekuan embun
berwarna putih (white frosting). Hal ini merupakan indikator klin-
is penting dari kedalaman peeling dan penanda durasi paparan.
Frosting tingkat I secara klinis muncul sebagai eritema dengan
frosting ringan atau tidak merata. Frosting tingkat II muncul se-
bagai lapisan frosting berwarna putih yang seragam dengan erite-
ma di bawahnya. Frosting tingkat III menandakan bahwa penetrasi

27
telah mencapai dermis papiler, tampak sebagai lapisan enamel
putih padat dengan sedikit atau tanpa eritema dibawahnya.

Peeling superfisial dapat berpeneterasi hanya sampai lapisan epi-


dermis, peeling medium dapat mencapai seluruh epidermis dan
dermis papiler, sedangkan peeling dalam dapat mencapai lapisan
dermis midretikuler. Kedalaman peeling ditentukan oleh tipe ba-
han kaustik yang digunakan, konsentrasi bahan kimiawi tersebut,
cara dan frekuensi pengaplikasian, jenis kulit, dan kondisi derma-
tologis kulit saat dilakukan prosedur. Saat ini, peeling superfisial
semakin populer terutama karena sifatnya yang relatif ringan, efek
samping yang minimal, dan lebih efisien secara biaya dibanding-
kan dengan teknologi laser. Popularitas peeling superfisial saat ini
telah sampai pada tahap dimana asam glikolat dan asam laktat
telah dijual secara bebas sebagai produk kosmetik.Namun hal ini
tidak berlaku di Indonesia, bahan peeling masih didapatkan den-
gan resep dan dilakukan oleh dokter.

Indikasi peeling kimiawi yang paling utama adalah perbaikan


secara kosmetik, sehingga perlu disesuaikan dengan preferensi
setiap pasien, kemampuan untuk mentolerir periode pemulihan
pasca prosedur, dan jenis kulit Fitzpatrick masing-masing. Secara
umum, indikasi peeling kimiawi dapat dibagi menjadi empat
kategori besar, yaitu: peremajaan kulit pada penuaan kronologis
dan photoaging; akne dan erupsi akneiformis; dispigmentasi; dan
neoplasma epidermal pre-kanker.

28

Anda mungkin juga menyukai