Anda di halaman 1dari 247

DIKTAT KULIAH

KAPITA SELEKTA

SISTEM KARDIOVASKULER

EDISI 4

Editor
Stella Tinia Hasianna, dr., M.Kes., IBCLC.
R. Ghita Sariwidyantry, dr., M.Kes.

i
Kata Sambutan
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan Pengasih, sumber segala ilmu dan
pengetahuan atas berkatNya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha dapat terus
menerbitkan bukubuku Materi Pengetahuan, Ketrampilan Klinik dan Penuntun Praktikum yang
khusus untuk dipergunakan bagi mahasiswa/i FK UK Maranatha. Buku-buku tersebut ditulis
dan disusun oleh para Staf Pendidikan FK UKM, untuk itu kami Pimpinan sangat menghargai
dan mengucapkan banyak terima kasih kepada semua kontributor dan editor.
Semoga buku-buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam menunjang, meningkatkan
pengetahuan bagi para mahasiswa/i peserta didik dalam menuju terciptanya dokter yang
profesional dan kompeten (Five Star Doctor). Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya
mengandalkan buku-buku ajar ini saja, untuk itu para peserta didik harus tetap melengkapi dari
sumber lain dan mengikuti pengetahuan kedokteran yang terus berkembangan dengan pesat.
Akhir kata, Pimpinan dan seluruh Pendidik Fakultas Kedokteran mengucapkan Selamat
Belajar. Tuhan memberkati.

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi


orang bodoh menghina hikmat dan didikan”
(Amsal 1:7)

Studio est Orare


Integrity, Care and Excellence (ICE)

Bandung, September 2019


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

ii
Kata Sambutan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang merujuk kepada
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam penerapan KKNI, Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menggunakan metode pembelajaran Problem
Based Learning(PBL).
Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar
sepanjang hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing keingintahuan,
memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih untuk berpikir kritis yang
berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai
dokter. Pembelajaran ini akan berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari
materi pengetahuan dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui
pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka pelajari dan
menguasai keahlian untuk belajar.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan belajar
berupa buku dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi dunia
kedokteran yang sangat banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku yang dapat
menjelaskan kompleksitas dan pengembangannya hanya seorang pembelajar yang dapat
menjawab tantangan ini di masa depan. Isi buku ini hanya mencakup panduan umum dari
materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa secara individual. Mahasiswa wajib mencari
sumber pustaka lain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mereka. Melalui buku ini
diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi untuk mempelajari lebih dalam lagi
berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan ketrampilan klinik.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, September 2019


Ketua MEU Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

dr. July Ivone, M.K.K, M.Pd.Ked

iii
Kata Sambutan

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan
bimbinganNya maka Buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Buku ini diterbitkan sebagai salah
satu pegangan bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, dengan materi yang telah disesuaikan dengan standar
kompetensi sebagai dokter layanan primer.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dalam
mempersiapkan diri untuk melayani pasien nyata di klinik kelak. Pada kesempatan ini, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan buku
ini, sehingga kami mengharapkan masukan-masukan dari para pembaca guna perbaikan di
kemudian hari.

Editor

iv
Daftar Kontributor

Adrian Suhendra, dr., SpPK., M.Kes.


Dr. dr. Diana Krisanti Jasaputra, M.Kes.
Edwin Setiabudi, dr., SpPD., K.KV.
Dr. dr. Fen Tih, M.Kes.
Frecillia Regina, dr., SpA.
Prof. Dr. dr. H. R. Muchtan Sujatno, SpFK(K).
Dr. dr. Hana Ratnawati, M.Kes., PA(K).
Harijadi Pramono, dr., M.Kes.
Heddy Herdiman, dr., M.Kes.
Jo Suherman, dr., M.S., AIF.
L.K. Liana, dr., SpPA., M.Kes.
Pudji Rusmono, dr., SpPD-K.KV.
Dr. dr. Sugiarto Puradisastra, M.Kes

v
Daftar Isi

Kata Sambutan ...........................................................................................................................ii


Daftar Kontributor ..................................................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................................................... vi
Anatomi Perkembangan Systema Cardiovasculare ................ Error! Bookmark not defined.
Anatomi Systema Cardiovasculare Dan Mediastinum ............ Error! Bookmark not defined.
Histologi Sistem Sirkulasi........................................................ Error! Bookmark not defined.
Biokimia Lipoprotein ............................................................... Error! Bookmark not defined.
Fisiologi Hemodinamika .......................................................... Error! Bookmark not defined.
Fisiologi Sistem Kardiovaskular .............................................. Error! Bookmark not defined.
Elektrofisiologi Jantung ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Elektrokardiografi .................................................................... Error! Bookmark not defined.
Aritmia Jantung ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
Antikoagulan, Anti Pletelet, Obat-Obat Trombolitik ............. Error! Bookmark not defined.
Pengobatan Gagal Jantung Kongestif ...................................... Error! Bookmark not defined.
Obat Antihipertensi .................................................................. Error! Bookmark not defined.
Kardiomiopati .......................................................................... Error! Bookmark not defined.
Penyakit Arteri Koroner ........................................................... Error! Bookmark not defined.
Patologi Klinik Sindrom Koroner Akut ................................................................................. 149
Hipertensi ............................................................................................................................... 156
Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik .................................................................. 162
Gagal Jantung......................................................................................................................... 168
Aritmia ................................................................................................................................... 174
Anti Aritmia ........................................................................................................................... 184
Obat Anti Angina ................................................................................................................... 197
Obat Dislipidemia .................................................................................................................. 205
Penyakit Jantung Pada Anak .................................................................................................. 212
Patologi Anatomi Jantung ...................................................................................................... 227
Patologi Anatomi Kelainan Hemodinamik, Tromboemboli, dan Syok ................................. 233

vi
ANATOMI PERKEMBANGAN SYSTEMA CARDIOVASCULARE
Heddy Herdiman

Sistem kardiovaskular sangat istimewa karena merupakan sistem organ pertama yang mulai
berfungsi pada akhir minggu ketiga perkembangan embrio manusia (kontraksi pertama cor
tubulare). Keistimewaan kedua adalah lengkung jantung merupakan struktur asimetris pertama
pada tubuh manusia. Karena embrio manusia tidak mempunyai yolk yang memadai, yaitu
nutrisi melalui difusi yang hanya cukup untuk waktu yang singkat, sejak dini embrio
membutuhkan sirkulasi ekstra-embrional. Sirkulasi plasenta merupakan daya penggerak
selama masa embrio dan janin – berbeda dengan sirkulasi yolk sac (saccus vitellinus), yang
terbentuk lebih awal dan tidak memiliki efek hemodinamik yang penting.

CARDIOGENIC AREA
Selama perkembangan minggu ketiga (presomite stage) pada janin manusia, terbentuk
mesenchyma cardiogenicum yang akan berkembang menjadi jantung dan membentuk zona
serupa tapal kuda (campus cordis primus) yang terdiri dari jaringan mesenkim yang menebal.
Lempeng ini terletak di sebelah anterolateral lamina neuralis. Pada fase ini, jaringan mesenkim
masih terletak di dasar atau di bawah intraembryonic cavitas coelomica yang juga berbentuk
tapal kuda dan berbatasan dengan bakal cavitas pericardiaca sebagai splanchnopleurale. Ketika
proses pelipatan embrio ke arah kraniokaudal dan lateral dimulai, campus cordis primus yang
pada mulanya di sebelah rostral dan sebelah lateral bermigrasi ke arah ventral di bawah
praeenteroon, bersama dengan celah coelom dorsal.

PEMBENTUKAN JANTUNG (COR)


Sebagai akibat dari pelipatan kraniokaudal, primordium cordis dan cavitas pericardiaca di
dekatnya berputar 180 dan bergerak ke bawah praeenteron. Lamina praechordalis yang
sebelumnya terletak pada posisi kaudal, sekarang berada di sebelah rostral primordium cordis.
Dengan cara ini, septum transversum (bakal centrum tendineum diaphragmatis) juga bergerak
ke arah kaudal di bawah primordium cordis dan pericardium. Dalam proses pelipatan lateral
yang sedikit terlambat, primordium cordis yang tadinya berpasangan menyatu membentuk cor
tubulare yang tidak berpasangan. Selama fusi, endocardial tubes yang berkembang dari
angioblast pada zona kardiogenik bergabung untuk membentuk cor tubulare. Setelah fusi,
splanchnopleurale menebal dan berkembang menjadi myocardium. Di antara endocardium dan
myocardium, terdapat struktur yang menyerupai membran basalis yang luas dan terbentuk dari
matriks gelatin ekstraseluler (cardioglia). Dengan demikian, cor tubulare yang menyatu
mempunyai tiga lapisan dari dalam ke luar: endocardium, cardioglia, dan myocardium.
Epicardium, berkembang dari sel prekursor di area sekitar sinus venosus, yang kemudian
tumbuh menutupi seluruh myocardium.

1
Gambar 1. Pelipatan embrio

PEMBENTUKAN ANSA CORDIS DEXTRA


Seiring pelipatan kranial embrio, primordium cordis dan bakal cavitas pericardiaca
berpindah ke arah ventral dan kaudal. Pada awal perkembangan minggu ke-4, cor tubulare
akan memanjang dan melengkung membentuk ansa cordis, yang pada awalnya masih
menggantung pada mesocardium dorsale pada dinding posterior cavitas pericardiaca.
Ligamentum penggantung ini selanjutnya akan mengjilang seiring dengan pembentukan sinus
transversus pericardii, sehingga cor tubulare hanya terfiksasi di tractus influxionis dan tractus
effluxionis pada pericardium. Semasa pembentukan ansa cordis, bagian kranial cor tubulare
bergeser ke arah ventrokaudal dan kanan, sedangkan bagian kaudal berkeser ke dorsokranial
dan kisi. Dengan demikian, jalur aliran masuk tractus influxionis terletak di sebelah dorsal, dan
tractus effluxionis terletak di sebelah ventral. Pada saat yang sama, ansa cordis dextra terbagi-
bagi oleh penyempitan dan penggembungan lokal menjadi beberapa bagian:
• Truncus arteriosus
• Conus cordis
• Ventriculus embryonicus
• Primordium atrii
• Sinus venosus

2
Gambar 2. Pembentukan Ansa Cordis Dextra

SIRKULASI EMBRIO
Pada embrio manusia 3-4 minggu, sistem kardiovaskular terdiri dari satu cor tubulare yang
mempunyai otot yang mampu berkontraksi dan tiga sistem sirkulasi:
• Intraembryonic systemic circulation (aorta ascendens dan aorta dorsalis, aa.arcuum
pharyngeorum, dan arcus aortae, vv.praecardinales dan vv.postcardinales).
• Extraembryonic vitelline circulation (arteriae dan venae
vitellinae/omphalomesentericae)
• Placental circulation (arteriae dan venae umbilicales)
Darah miskin oksigen de dalam keenam vena besar (dua vv.vitellinae, dua vv.umbilicales,
dan dua vv.cardinales communes) mengalir ke sinus venosus. Selanjutnya darah memasuki cor
tubulare dan kemudian memasuki aorta dorsalis yang berpasangan untuk memasuki sirkulasi
sistemik, saccus vitellinus, atau plasenta.

PERKEMBANGAN RONGGA JANTUNG DAN NASIB SINUS VENOSUS


Ansa cordis dan Bagian-bagian Jantung yang Berkembang Darinya
Pada akhir minggu ketiga atau awal minggu keempat,bakal bagian jantung sudah mulai
tampak:
• Bulbus cordis (truncus arteriosus dan conus cordis) yang akan berdiferensiasi menjadi
tractus effluxionis berdinding halus dari ventriculi sinister dan dexter dan juga bagian
proximalis aorta ascendens dan truncus pumonalis.
• Bagian ascending limb dari ansa cordis membentuk ventriculus dexter.
• Bagian descending limb dari ansa cordis membentuk ventriculus sinister.
• Sulcus interventricularis memberikan tanda batas antara ventriculis sinister dan dexter.
• Bakal valvae atrioventriculares akan terbentuk pada canalis atrioventricularis.

3
Di antara perkembangan hari ke 27 dan 37, terjadi serangkaian peristiwa pemisahan yang
rumit di daerah atrium, ventriculus, dan tractus effluxionis yang akan membagi jantung
menjadi sisi kanan dan kiri.

Gambar 3. Pembagian Ansa Cordis

Pembentukan Tubera Endocardiaca dan Perkembangan Bagian Dalam Rongga Jantung


Pada perkembangan minggu ke-4, cor tubulare menyempit menjadi canalis
atrioventricularis (kanal AV) di jalur aliran dari atrium ke ventriculus. Penyempitan ini terjadi
karena pembentukan tubera endocardiaca dorsal dan ventral, yang merupakan penebalan lokal
di daeral cardioglia. Kedua tubera endocardiaca menyatu dan selanjutnya memisahkan kanal
AV menjadi kanal AV kanan dan kiri. Dari tubera endocardiaca yang sudah bersatu tersebut,
akan berkembang valvae atrioventriculares (valvae tricuspidalis dan mitralis), yang
memisahkan atria dari ventriculi. Pada saat bersamaan, atrium mulai terbagi menjadi dua
ruang.

Gambar 4. Pembentukan Tubera Endocardiaca dan Perkembangan Bagian Dalam Rongga-rongga Jantung

Nasib Sinus Venosus dan Muara Venanya


Sampai minggu ke-4, sinus venosus merupakan bagian yang terpisah dari jantung di pangkal
tractus influxionis. Sinus venosus bermuara di tengah-tengah atrium yang belum terpisah. Pada
cornua sinistrum dan dextrum sinus, bermuara tiga pasang vena besar di atrium yaitu
vv.vitellina, vv.umbilicales, dan vv.cardinales communes. Melalui sirkuit kiri-kanan, tractus

4
influxionis akan bergeser ke sisi kanan tubuh. Pada sisi kiri tubuh, mayoritas vena-vena ini
akan mengalami obliterasi.
1. 1st Left-right circuit: Darah dari plasenta mengalir melalui v.umbilicalis sinistra dan
ductus venosus masuk ke hepar pada sisi kanan, kemudian melalui bagian proximalis
v.vitelina (bakal v.cava inferior) dan selanjutnya ke cornu dextrum sinus.
2. 2nd Left-right circuit: Kedua vv.praecardinales akan terhubung dan beranastomosis,
darah dari sirkulasi sistemik bermuara ke cornu dextrum sinus melalui v.cardinalis
communis (bakal v.cava superior). Cornu dextrum sinus akan melebar dan berangsur-
angsur bergabung dengan dinding atrium dextrum. Cornu sinistrum sinus, akan
mengalami regresi dan membentuk sinus coronarius.

Gambar 5. Nasib Sinus Venosus dan Muara Venanya. A.Minggu ke-4. B.Bulan ke3.

Transformasi Atria
Pemisahan atrium commune menjadi atria sinistrum dan dextrum mulai berlangsung pada
minggu ke-5 dengan pembentukan septum primum. Seiring dengan itu, mulai terjadi
pembesaran atrium dengan penggabungan dengan dinding vena. Di sisi kanan, sebagian cornu
dextrum sinus ikut membentuk dinding atrium dextrum, sedangkan sebagian besar atrium
sinistrum dibentuk dari integrasi vv.pulmonales primitif. Asal usul bagian-bagian atrium masih
dapat dilihat pada jantung dewasa:
• Bagian dinding atrium yang halus (partes leves atriorum) berkembang dari jaringan
dinding vena (sinus venosus, vv.pulmonales).
• Bagian dinding atrium yang kasar (partes trabeculatae atriorum) khususnya auricula
sinistra dan dextra berkembang dari bekas atrium commune.
Pada atrium dextrum, batas antara bagian halus dan kasar ditandai oleh crista terminalis.
Pada bagian kranial dari crista terminalis terdapat adalah bekas valva venosa dextra, sedangkan
pada bagian kaudalnya didapatkan valvula venae cavae inferioris dan valvula sinus coronarii.

5
Gambar 6. Transformasi Atria

Transformasi Sinus Venosus dan Muara-muara Venanya pada Akhir Minggu Ke-4

PEMBENTUKAN SEPTA INTERATRIALE, INTERVENTRICULARE, DAN


AORTICOPULMONALE
Dasar Perkembangan Septa Jantung
Pembentukan septa jantung dimulai akhir minggu ke-4 dan berlangsung sekitar tiga
minggu. Pada saat ini, embrio sudah tumbuh sekitar 5 hingga 17 mm. Melalui pembentukan
berbagai septa, cor tubulare menjadi dua tabung yang terpisah. Hasilnya adalah satu jalur aliran
kiri dan satu jalur aliran kanan. Pemisahan definitif kedua sirkuit aliran darah tersebut baru
sempurna pada saat lahir karena penutupan foramen ovale. Penutupan ini disebabkan karena

6
peningkatan aliran darah ke paru-paru bayu dan menyebabkan penurunan tekanan pada atrium
dextrum.

SEPTUM INTERATRIALE
Septum primum dan foramen secundum
Pada akhir minggu ke-4, atrium commune secara bertahap terbagi menjadi dua atria. Dari
atap atrium yang belum terbagi dua, tumbuh septum primum berbentuk bulan sabit menuju ke
arah bantalan tubera endocardiaca yang telah menyatu di kanal AV. Di antara tepi septum dan
tubera endocardiaca, terdapat satu lubang terbuka, yaitu foramen primum. Namun, lubang ini
akan semakin mengecil yang pada akhirnya akan hilang, karena septum primum terus
bertumbuh. Pada saat bersamaan, bagian atas tengah septum primum mengalami apoptosis dan
pada akhirnya akan berlubang-lubang. Lubang-lubang tersebut akan menyatu dan membentuk
lubang besar baru yang disebut foramen secundum di antara kedua atria. Karena terbentuk
lubang tersebut, aliran darah dari atrium dextrum ke atrium sinistrum dapat terus berlangsung
hingga lahir.

Septum secundum dan foramen ovale


Mendekati akhir minggu ke-5, dari bagian ventrokranial dinding atrium dextrum, tumbuh
sekat berbentuk bulan sabit ke arah tubera endocardiaca yang sudah menyatu. Septum
secundum tidak tumbuh benar-benar mencapai endocardium, melainkan masih terdapat lubang
yang disebut foramen ovale (Botallo foramen). Septum secundum tumbuh terus melampaui
foramen secundum di dalam septum primum. Namun, darah tetap dapat mengalir dari atrium
dextrum ke atrium sinistrum. Hal ini terjadi karena perbedaan tekanan darah di dalam atrium.
Sebelum lahir, tekanan di atrium dextrum lebih besar dari atrium sinistrum, karena darah dari
vena cava inferior mengalir masuk ke atrium dextrum dan menuju ke atrium sinistrum. Dengan
demikian, darah tersebut mempunyai cukup tekanan untuk membuka septum primum. Dengan
begitu, aliran dapat melalui foramen ovale lewat lubang di antara septum secundum dan septum
primum, kemudian mengalir melalui foramen secundum masuk ke dalam atrium sinistrum.

Penutupan foramen ovale dan Pemisahan Atria Definitif


Dengan berfungsinya sirkulasi paru-paru setelah lahir, tekanan darah di dalam atrium
sinistrum menjadi tinggi. Karena itu, septum primum terdorong menempel ke septum
secundum, sehingga foramen ovale menutup dan kedua atria terpisah selamanya. Septum
primum membentuk dasar bakal fossa ovalis dan tepi bebas septum secundum akan menjadi
limbus fossae ovalis. Kedua septa tersebut kemudian menyatu, sehingga biasanya foramen
ovale akan tertutup selamanya.

7
Gambar 7. Pembentukkan Septum Interatriale

PEMBENTUKAN SEPTUM INTERVENTRICULARE DAN SEPTUM


AORTICOPULMONALE
Pemisahan ventriculi juga dimulai pada akhir minggu ke-4 dengan pertumbuhan dinding
myocardium di antara ascending dan descending limb ansa cordis.

Pembentukan septum interventriculare


Tonjolan otot berbentuk bulan sabit tumbuh ke dalam lumen ventriculus, yaitu pars
muscularis septi interventricularis. Bagian ascending limb dan descending limb ansa cordis
kemudian menyatu dengan tubera endocardiaca canalis atrioventricularis. Pada saat ini masih
didapatkan sisa lubang di antara kedua ventriculi yang disebut foramen interventriculare. Pada

8
minggu ke-7 lubang ini ditutup secara permanen oleh pars membranacea septi
interventricularis yang berasal dari tubera endocardiaca dan ujung proximalis conus cordis.

Gambar 8. Pembentukkan Septum Interventriculare

Pembentukan septum aliran keluar


Bersamaan dengan pembentukan septum interventriculare, dimulai pemisahan jalur aliran
darah dari kedua ventiriculi (bulbus cordis) yang pada awalnya merupakan jalur bersama
menjadi aorta ascendens dan truncus pulmonalis. Proses ini terutama terjadi dengan
pembentukkan dua tonjolan memanjang parietal yang saling berhadapan di bagian bawah
(conus cordis) dan atas (truncus arteriosus) dari tractus effluxionis. Tonjolan pada conus cordis
dan truncus arteriosus tersebut terjadi karena proliferasi sel-sel mesenkim. Sel-sel prekursornya
bermigrasi dari crista neuralis sebelah kranial pada arcus pharyngei.
Dalam proses pembentukan septum, mungkin karena aliran darah yang keluar dari
ventriculus mengalir berputar seperti spiral, tonjolan pada conus cordis dan truncus arteriosus
memutar 180 seperti terpelintir. Dengan cara ini, setelah penyatuan tonjol-tonjol tersebut
terbentuklah septum aorticopulmonale yang berbentuk spiral dan memisahkan tractus
effluxionis dari kedua ventriculi.

Gambar 9. Pembentukan Septum Aorticopulmonale

9
Pembentukan Katup Jantung
Di perbatasan antara conus cordis dan truncus arteriosus, yang menjadi asal muasal aorta
dan truncus pulmonalis, muncul tiga tonjolan tubera endocardiaca yang akan menjadi valva
aortae dan valva trunci pulmonalis. Pembentukan katup tersebut bersamaan dengan
terbentuknya septum aorticopulmonale.

SIRKULASI DARAH SEBELUM DAN SESUDAH LAHIR


Peredaran Darah Sebelum Lahir
Karakteristik peredaran darah sebelum lahir adalah:
• Hampir tidak ada aliran darah paru
• Pertukaran gas terjadi di dalam plasenta
• Fetus mendapatkan O2 dan nutrisi melalui plasenta, dan
• Pirau kanan-ke-kiri pada jantung
Paru fetus yang belum mengembang tidak dialiri udara dan hampir tidak dialiri darah.
Perukaran gas O2 dan CO2 berlangsung di plasenta. Darah dari plasenta bagian fetus yang kaya
akan oksigen dan nutrisi mencapai organ-organ fetus melalui vena umbilicalis. Di dekat hepar,
vena umbilicalis bermuara ke vena cava inferior melalui ductus venosus (Arantius duct).
Disana terjadi percampuran darah kaya oksigen (dari vena umbilicalis) dan miskin oksigen
(dari vena cava inferior). Pada saat bersamaan, vena umbilicalis meneruskan aliran darah yang
kaya nutrisi ke vena portae hepatis melalui anastomosis vena yang lain dan di bawah ke hepar
untuk dimetabolisme.
Aliran darah dari jantung didominasi oleh pirau kanan-kiri. Dari kedua venae cavae, darah
mengalir ke atrium dextrum. Melalui foramen ovale yang terbuka darah dari vena cava inferior
diteruskan ke atrium sinistrum. Sementara itu darah dari vena cava superior melalui
ventriculus dexter masuk ke dalam truncus pulmonalis. Dari sini darah tidak diteruskan ke paru
yang belum terbuka, melainkan melalui ductus arteriosus (Botallo duct) menuju ke aorta dan
kemudian menuju ke pembuluh darah tepi. Melalui arteriae umbilicales, darah mengalir
kembali ke plasenta. Karena paru hampir tidak dialiri darah, tidak ada darah yang melalui venae
pulmonales menuju ke atrium sinistrum.

Peredaran Darah Setelah Lahir


Pada saat lahir, pertukaran gas dan hemodinamika berubah total. Karakteristik peredaran
darah setelah lahir adalah:
• Tidak ada lagi peredaran darah plasenta
• Pernapasan paru dengan pertukaran gas di paru
• Penutupan fungsi pirau kanan-ke-kiri dan semua anastomosis janin
Ketika pernapasan dimulai, paru akan mengembang dan dialiri udara sehingga mengambil
alih fungsi pertukaran gas. Tahanan vaskular di pembuluh paru menurun drastis ketika paru
mengembang. Karena tekanan di dalam atrium dextrum mengalami penurunan dan kini
tekanan di dalam atrium sinistrum lebih tinggi maka foramen ovale akan tertutup. Ductus
arteriosus juga akan tertutup, mula-mula hanya secara fungsional karena kontraksi otot polos,
namun selanjutnya akan tertutup secara permanen dan menjadi ligamentum arteriosum

10
(Botallo ligament). Ventriculus dexter memompa darah melalui arteriae pulmonales menuju
ke paru yang sudah berkembang. Darah dari ventriculus sinister mencapai seluruh bagian tubuh
melalui aorta, dan mengalir kembali ke atrium dexter melalui venae cavae, dan kini
hemodinamika jantung telah terbagi menjadi sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Setelah
vena umbilicalis tidak lagi teraliri darah, ductus venosus akan mengalami penutupan karena
tidak ada lagi aliran darah yang menuju ke vena cava inferior dan selanjutnya ductus venosus
akan berubah menjadi ligamentum venosum (Arantius ligament), dan biasanya seluruh vena
umbilicalis akan menebal menjadi ligamentum teres hepatis. Arteriae umbilicales tetap terbuka
hanya di bagian proximalis saja (pars patens), sedangkan pada bagian distalnya (pars occlusa)
akan tertutup dan menjadi ligamentum umbilicale mediale di kedua sisi.

Gambar 10. Sirkulasi Fetus dan Bayi Setelah Lahir

Daftar Pustaka
1. Moore KL, Persaud TVN, Torchia MG. The Developing Human: Clinically Oriented Embryology. 11 th
ed. Philadelphia: Elsevier. 2020.
2. Rowan-Hull A. Textbook of Clinical Embryology. 1st ed. Cambridge University Press: New York. 2013.
3. Carlson BM. Human Embryology and Developmental Biology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier. 2019.
4. Cochard LR. Netter’s Atlas of Human Embryology. Updated ed. Philadelphia: Saunders. 2012.
5. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 14 th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer. 2019.
6. FIPAT. Terminologia Embryologica,:International Anatomical Terminology. Stuttgart-New York:
Thieme. 2013.
7. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 8th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2018.
8. Schunke M, Schulte E, Schumacher U. Prometheus Atlas Anatomi Manusia: Organ Dalam. Edisi 3.
Jakarta: EGC. 2013.
9. Standring S. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 41th ed. Philadelphia: Elsevier
Mosby, 2015.

11
ANATOMI SYSTEMA CARDIOVASCULARE DAN MEDIASTINUM
Heddy Herdiman

JANTUNG (COR; CARDIA)


Jantung merupakan organ muskuler berbentuk seperti kerucut yang sedikit lebih besar dari
kepalan tangan. Jantung terletak miring dalam cavitas thoracis dan lebih ke kiri terhadap
planum medianum dengan aksis longitudinal yang berjalan dari posterior ke anterior, ke kiri,
dan ke bawah. Jantung memiliki empat buah ruangan yaitu dua atria dan 2 ventriculi, sebuah
apex cordis, dan basis cordis, serta beberapa permukaan dan tepi.
Dinding jantung memiliki tiga lapisan, yaitu epicardium, myocardium, dan endocardium.
Epicardium berasal dari pericardium serosum (lamina visceralis pericardii serosi) dan sering
tertutup oleh lapisan lemak. A.coronaria berjalan di dalam epicardium sebelum masuk ke
dalam myocardium. Myocardium terdiri dari otot jantung yang berisi rangka dari jaringan ikat.
Rangka ini merupakan tempat perlekatan dan menyokong otot jantung. Otot ventriculus
(ventrikel) lebih tebal dibandingkan otot atrium, dan otot ventriculus sinister lebih tebal
dibandingkan dengan otot ventriculus dexter. Endocardium melapisi permukaan dalam jantung
yang terdiri dari lapisan endotel dan jaringan ikat subendotel.
Bentuk, besar, dan posisi jantung bervariasi pada setiap individu dan berubah dari waktu ke
waktu. Orang yang tinggi dan kurus mempunyai jantung yang lebih vertical, sedangkan orang
yang gemuk dan pendek mempunyai jantung yang lebih horizontal. Kelainan bentuk thorax
dapat memengaruhi bentuk dan posisi jantung. Jantung bayi relative lebih besar dan
mempunyai posisi yang lebih mendatar serta lebih tinggi daripada jantung dewasa. Posisi tubuh
juga memengaruhi posisi jantung, misalnya bila muiring ke kiri maka apex cordis akan terletak
lebih ke kiri. Respirasi memengaruhi posisi jantung karena pergerakan diaphragma. Saat
inspirasi, jantung terletak lebih vertikal dan sebaliknya pada saat ekspirasi.
Apex cordis dibentuk oleh ujung ventriculus sinister yang mengarah ke anteroinferior dan
lebih sinistra. Posisi apex cordis pada umumnya pada spatium intercostalis 5 sinistra, namun
dapat bervariasi tergantung posisi tubuh dan fase respirasi. Basis cordis atau facies posterior
dibentuk terutama oleh atria, dan terutama oleh atrium sinistrum. Basis cordis terletak paling
tinggi dan dari bagian ini muncul aorta, truncus pulmonalis, dan v.cava superior. Basis terpisah
dari facies diaphragmatica oleh bagian posterior sulcus coronarius.
Facies sternocostalis atau facies anterior terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan
atrium dextrum. Ventriculus sinister dan atrium sinistrum letaknya lebih ke posterior dan hanya
membentuk sebagian kecil permukaan ini.
Facies diaphragmatica atau facies inferior dibentuk oleh kedua ventriculi terutama
ventriculus sinister. Permukaan ini berelasi dengan diaphragma yang memisahkannya dari
hepar dang aster.
Jantung memiliki empat buah margo, yaitu margo dextra, sinistra, inferior, dan superior
meskipun tepi ini tidak begitu tegas. Margo dextra dibentuk oleh atrium dextrm dan agak
konveks, sedangkan margo sinistra dibentuk oleh ventriculus sinister dan sedikit oleh auricular
sinistra (margo obtusus). Margo inferior lebih tajam dan hampir horizontal (margo acutus),
dibentuk oleh ventriculus dexter dan sebagian oleh ventriculus sinister. Margo superior
dibentuk oleh atrium dextrum dan atrium sinistrum.

12
Gambar 1. Facies sternocostalis cordis (facies anterior)

Gambar 2. Facies posterior cordis (basis cordis)

13
Gambar 3. Facies diaphragmatica cordis (facies inferior)

Tabel 1. Facies cordis

Batas Jantung
Apex cordis tidak selalu sama dengan denyut ictus cordis dan letaknya lebih rendah serta
lebih medial daripada ictus cordis. Ictus cordis adalah impuls atau denyut yang ditimbulkan
oleh pukulan jantung yang dapat dipalpasi di bagian hemithorax sinistra bagian anterior.
Biasanya ictus cordis terletak pada spatium intercostalis 4 atau 5 dan ditimbulkan oleh
kontraksi ventriculus sinister, dan perlu diingat bahwa batas kiri jantung tidak selalu sesuai
dengan letak apex cordis.
Facies sternocostalis mempunyai batas sebagai berikut:
Batas superior → garis yang menghubungkan tepi bawah cartilago costalis 2 kiri (±3 cm
sebelah kiri dari linea mediana anterior) sampai tepi atas cartilago costalis 3 kanan (±2 cm dari
linea mediana anterior).

14
Batas kanan → mulai dari spatium intercostalis 3 kanan (±2 cm dari linea mediana anterior)
sampai cartilago costalis 6 kanan (±2 cm dari linea mediana anterior) dengan bentuk garis yang
sedikit konveks.
Batas inferior → mulai dari ujung bawah margo inferior sampai satu titil pada spatium
intercostalis 5 dekat linea medioclavicularis sinistra (lokasi ictus cordis).
Batas kiri → mulai dari ujung kiri batas atas sampai ujung kiri batas bawah.
Batas-batas ini adalah untuk orang dewasa dengan sedikit variasi yang dapat dianggap
sebagai batas normal. Batas jantung secara kasar dapat diperiksa dengan cara perkusi dinding
thorax. Harus diingat bahwa sebagian permukaan anterior facies sternocostalis tertutup oleh
pleura dan paru, dan dengan demikian kita dapat menentukan batas jantung relatif dan absolut
(jantung yang tidak tertutupi oleh paru).

Ruangan Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruangan yaitu dua atria dan dua ventriculi. Sulcus coronarius
mengellingi bagian atas jantung dna membatas atrium dan ventriculus. Pembagian ventriculus
dexter dan sinister berdasarkan adanya sulcus interventricularis anterior dan posterior.

Atrium dextrum
Atrium dextrum membentuk batas kanan jantung di antara v.cava superior dan v.cava
inferior. Atrium dextrum menerima darah dari pembuluh venae tersebut dan dari sinus
coronarius yang berjalan di sulcus coronarius. Atrium dextrum terdiri dari sinus venarum
cavarum dan secara embriologis ini berasal dari sinus venosus, sedangkan dinding anteriornya
memiliki permukaan yang kasar karena adanya mm.pectinati. Bagian ini secara embriologis
berasal dari atrium primitif. Dua bagian ini dipisahkan oleh sulcus terminalis cordis dan di
sebelah dalam oleh crista terminalis.
Crista terminalis, valvula venae cavae inferioris, dan valvula sinus coronarii merupakan sisa
dari valvula sinus venosus. Septum interatriale terdapat pada dinding posteromedial dan disana
tampak suatu cekungan dangkal yang disebut fossa ovalis dengan tepi yang disebut limbus
fossae ovalis. Muara sinus coronarius terletak di antara ostium atrioventriculare dextrum
dengan valvula venae cavae inferioris, yang ditandai dengan adanya valvula yang tipis
(Thebesian valve). Ostium venae cavae superioris terletak pada bagian atas dan belakang
setinggi cartilago costalis 3 tanpa disertai valvula, sedangkan ostium venae cavae inferioris
bermuara pada bagian bawah dengan sebuah valvula venae cavae inferioris (Eustachian valve).
Auricula dextra merupakan kantung berbentuk seperti telinga yang dibentuk oleh mm.pectinati.
Auricula dextra membentuk bagian atas batas kanan jantung.

15
Gambar 4. Atrium dextrum
Atrium sinistrum
Atrium sinistrum membentuk basis cordis dan memiliki auricula sinistra yang agak panjang
pada bagian atas batas kiri jantung. Empat buat vv.pulmonales memasuki sisi posterior dari
atrium sinistrum dan bermuara sebagai ostia venarum pulmonalium. Dindingnya lebih tebal
daripada atrium dextrum dengan permukaan yang lebih halus kecuali ada sedikit mm.pectinati
di dalam auricula. Sebagian besar atrium sinistrum terletak posterior terhadap atrium dextrum.
Di antara atrium sinistrum dan ventriculus sinister terdapat ostium atrioventriculare sinistrum
yang merupakan tempat perlekatan valva mitralis. Ostium ini lebih kecul dibandingkan dengan
ostium di sebelah kanan yang merupakan tempat perlekatan valva tricuspidalis. Pada dinding
septum interatriale didapatkan valvula foraminis ovalis yang sudah menutup setelah janin
dilahirkan beberapa bulan kemudian.

Venticulus dexter
Ventriculus dexter membentuk sebagian besar dari facies sternocostalis, sebagian kecil
facies diaphragmatica, dan margo inferior cordis. Pada bagian anteroposterior dari ventriculus
dexter didapatkan conus arteriosus dan dari bagian ini didapatkan ostium trunci pulmonalis
yang merupakan pangkal dari truncus pulmonalis. Conus arteriosus ini berbentuk seperti
corong dengan permukaan dalam yang halus.
Bagian lain dari ventriculus memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan dari
otot yang ireguler dan disebut trabeculae carneae. Trabeculae carneae yang berbentuk pilar
adalah mm.papillares yang berbentuk seperti kerucut dengan dasar yang melekat pada dinding
dan puncaknya melanjutkan diri sebagai chordae tendineae cordis yang melekat pada cuspis
dari valva tricuspidalis. Chordae tendineae cordis ini mencegah cuspis mengalami eversi atau
masuk ke atrium saat ventriculus berkontraksi.
Pada ventriculus dexter juga terdapat trabeculae carneae berbentuk seperti jempatan yang
disebut trabeculae septomarginalis (moderator band) yang menghubungkan septum
interventriculare dengan basis m.papillaris anterior. Trabeculae ini berisikan crus dextrum
fasciculi atrioventicularis.

16
Crista supraventricularis yang terletak di antara valva tricuspidalis dan ostium trunci
pulmonalis memisahkan ventriculus dexter menjadi dua regio, yaitu ventriculus dexter yang
sebenarnya (inflow) yang merupakan bagian kasar dengan dinding berotot disertai trabeculae
carneae dan mm.papillares dan conus arteriosus yang berdinding licin (outflow).
Ostium atrioventriculare dextrum mempunyai tiga buah daun katup yakni cuspis anterior,
cuspis posterior, dan cuspis septalis) yang membentuk valva tricuspidalis (valva
atrioventricularis dextra) yang letaknya setinggi spatium intercostalis 4-5, di posterior corpus
sterni. Terdapat tiga atau lebih mm.papillares yaitu m.papillaris anterior, m.papillaris posterior,
dan m.papillaris septalis. Pada fase isovolumik, mm.papillares meregang untuk mencegah
cuspis terbuka kembali. Karena volume ventriculus berkurang pada fase isotonik, maka
pemendekan mm.papillares akan menarik chordae tendineae cordis sehingga kompetensi katup
pun tetap dipertahankan. Setiap cuspis melekat pada anulus fibrosus cordis di sekeliling ostium
atrioventriculare dextrum. Cuspis ini terdiri dari jaringan ikat dan tidak mengandung pembuluh
darah dan dilapisi oleh endocardium.
Ostium trunci pulmonalis memiliki valva trunci pulmonalis yang terdiri dari tiga katup yaitu
valvula semilunaris dextra, valvula semilunaris sinistra, dan valvula semilunaris anterior).
Katup ini didapatkan setinggi cartilago costalis 3 atau spatium intercostalis 3 pada sisi kiri
sternum. Pada bagian sentral dari tepi bebas katup terdapat penebalan jaringan ikat yang
disebut nodulus valvularum semilunarium. Di sisi nodulus ini terdapat lunula valvularum
semilunarium yang tipis tanpa jaringan ikat. Katup ini mencegah darah dari truncus pulmonalis
masuk kembali ke dalam ventriculus dexter setelah kontraksi.

Gambar 5. Ventriculus dexter

Ventriculus sinister
Ventriculus sinister membentuk apex cordis, margo sinister cordis, dan facies
diaphragmatica. Aorta muncul pada bagian atas yang akan membawa darah ke seluruh tubuh.

17
Ruangan jantung ini berbentuk kerucut yang lebih panjang daripada ventriculus dexter.
Dindingnya setebal 1-1,5 cm dan pada jantung yang sehat, dinding ventriculus sinister tiga kali
lebih tebal daripada ventriculus dexter. Permukaan dalamnya juga mempunyai trabeculae
carneae yang lebih halus dan lebih banyak daripada ventriculus dexter.
Ventriculus sinister dibagi dua regio yaitu ventriculus sinister yang sebenarnya yang
mempunya dinding yang berotot tebal dan berbentuk bundar pada penampang melintang dan
vestibulum aortae di sebelah kanan atas valva mitralis, yang kemudian akan melanjutkan diri
sebagai aorta ascendens yang berisi valva aortae.
Ventriculus sinister sebagian besar ada di depan atrium sinister dengan ostium
atrioventirulare sinistrum yang hampir vertikal. Pada ostium ini terdapat valva mitralis (valva
atrioventricularis sinistra) dengan dua daun katup yaitu cuspis anterior dan posterior. Valva
mitralis terletak di belakang sternum setinggi cartilago costalis 4 kiri. Cuspis anterior lebih
besar daripada cuspis posterior, dan keduanya disokong oleh anulus fibrosus cordis.
Katup ini mempunyai chordae tendineae cordis yang lebih banyak dibandingkan dengan
yang ditemukan pada valva tricuspidalis. Katup ini berfungsi mencegah regurgitas darah ke
atrium sinistrum selama sistole ventriculus. Pada fase isovolumik, mm.papillares meragang
untuk mencegah cuspis menjadi terbalik. Pada fase isotonik, pemendekan dari mm.papillares
akan menarik chordae tendineae utnuk mempertahankan penutupan katup.
Valva aortae memiliki tiga daun katup yang terdiri dari valvula semilunaris dextra (valvula
coronaria dextra), valvula semilunaris sinistra (valvula coronaria sinistra), dan valvula
semilunaris posterior (valvula non coronaria). Letak valva aortae setinggi spatium intercostalis
3 di belakang sisi kiri sternum. Masing-masing daun katup berbentuk semilunaris dan lebih
tebal dibandingkan dengan daun katup pada valva trunci pulmonalis. Valva aortae berfungsi
untuk mencegah kembalinya darah dari aorta ke ventriculus sinister. Pada aortae juga memiliki
sinus aortae di atas masing-masing valvula semilunaris-nya yang terbentuk dari dilatasi
pangkal aorta. Sinus aortae akan mengakomodasi sejumlah darah saat katup terbuka untuk
mengurangi turbulensi yang terjadi pada saat fase ejeksi.
Septum interventriculare terletak miring di antara kedua ventriculi dan terdiri dari pars
muscularis dan para membranacea. Tepi septum interventriculare letaknya sesuai dengan
sulcus interventricularis anterior dan posterior. Pars muscularis septi interventricularis lebih
tebal dan kuat serta menonjol ke dalam ventriculus. Pars membranacea septi interventricularis
lebih kecil, berbentuk oval dan lebih tipis. Letaknya tepat di bawah perlekatan tepi valvula
semilunaris dextra dan valvula semilunaris posterior. Septum interventriculare menonjol ke
arah ventriculus dexter sehingga ventriculus dexter berbentuk seperti bulan sabit pada
penampang melintang.
Rangka jantung terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang menyokong jantung. Anulus fibrosus
cordis mengelilingi ostium atrioventriculare dan pangkal aorta serta truncus pulmonalis.
Anulus fibrosus ini selain merupakan tempat lekat katup juga berfungsi untuk mencegah dilatas
aorta atau truncus pulmonalis pada waktu darah dikeluarkan dari ventriculus. Rangka jantung
bersama dengan pars membranacea septi interventricularis merupakan tempat insertio serabut
otot jantung.

18
Gambar 6. Atrium sinistrum dan ventriculus sinister

Gambar 7. Valva aortae (a) dan valva trunci pulmonalis (b)

Sistem Konduksi Jantung (Complexus stimulans cordis; Systema conducente cordis)


Sistem ini terdiri dari serabut otot jantung khusus yang mengawali denyut jantung normal
dan mengkoordinasikan kontraksi pada ruang-ruang jantung dengan denyut yang ritmis dan
otomatis.
1. Nodus sinuatrialis (SA node) memulai impuls untuk kontraksi sehingga disebut sebagai
pace maker. Besarnya sebiji beras dan letaknya pada bagian anterolateral terhadap
pertemuan v.cava superior dengan atrium dextrum, di dekat ujung atas sulcus
terminalis. Secara embriologis SA node ini terletak pada dinding sinus venosus. Impuls
kemudian disebarkan dalam otot atrium sehingga terjadi kontraksi. Impuls yang timbul
sekitar 60-100 kali per menit pada orang normal. Kecepatan impuls ini dapat bertambah

19
bila mendapatkan perangsangan saraf simpatis dan berkurang oleh perangsangan saraf
parasimpatis (n.vagus).
2. Nodus atrioventricularis (AV node) terletak pada bagian posteroinferior septum
interatriale, sedikit di atas ostium sinus coronarii. Impuls yang sampai ke AV node ini
akan disebarkan atau dilanjutkan ke fasciculus atrioventricularis (bundle of His).
3. Fasciculus atrioventricularis merupakan kumpulan serabut yang dimulai dari AV node
dan berjalan ke depan menuju pars membranacea septi interventricularis, sedikit di
bawa cuspis septalis valva atrioventricularis dextra. Lalu terbagi menjadi crus dextrum
dan crus sinistrum yang berjalan seperti menunggangi pars membranacea septi
interventricularis. Tiap crus akan berjalan ke bawah pada kedua sisi septum
interventriculare. Crus dextrum mengurus otot septum interventriculare, m.papillaris
anterior dan dinding ventriculus dexter. Crus sinistrum mengurus septum
interventriculare, m.papillaris dan dinding ventriculus sinister. Crus dextrum akan
berjalan di dalam trabecula septomarginalis untuk mencapai dinding anterior
ventriculus dexter dan m.papillaris anterior. Fasciculi dan crura tersebut dibungkus oleh
jaringan ikat fibrosa dan memisahkannya dari otot sekitarnya.

Gambar 8. Sistem Konduksi Jantung

Pembuluh Darah Jantung


Jantung mendapatkan darah dari a.coronaria dextra dan sinistra yang muncul dari sinus
aortae dextra dan sinistra. Tidak terdapat perbedaan yang jelas antara bagian ventriculi yang
diurus oleh a.coronaria dextra dan sinistra. Setelah keluar dari aorta, pembuluh darah ini
berjalan ke depan pada sisi kanan dan kiri truncus pulmonalis. A.coronaria akan terisi darah
terutama pada waktu diastole saat tekanan diastole di dalam aorta lebih besar daripada tekanan
transmural.

20
A.coronaria dextra
Pembuluh darah ini muncul dari sinus aortae dextra, berjalan ke kanan di antara truncus
pulmonalis dan auricula dextra, kemudian berjalan dalam sulcus coronarius. Selanjutnya
menuju pinggir bawah jantung dan memberi cabang besar ramus marginalis dexter yang
berjalan menuju apex cordis. Di belakang pembuluh darah ini menuju ke kiri dan memberi
cabang besar ramus interventricularis posterior yang berjalan dalam sulcus interventricularis
posterior. Cabang yang disebut terakhir ini di dekat apex cordis akan beranastomosis dengan
ramus interventricularis anterior dari a.coronaria sinistra.
Berikut adalah cabang-cabang dari a.coronaria dextra:
• Ramus atrioventricularis dexter (RAV)
• Ramus coni arteriosi
• Ramus nodi sinuatrialis (SAN)
• Rami atriales
• Ramus marginalis dexter (RM)
• Ramus interventricularis posterior (PIV) / posterior descending artery (PDA)
o Rami interventriculares septales
• Ramus nodi atrioventricularis (AVN)
• Ramus posterolateralis dexter (RPL) / right posterolateral artery (RPA)

A.coronaria sinistra
Pembuluh darah ini muncul dari sinus aortae sinistra dan berjalan di antara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra untuk mencapai sulcus coronarius. Di sana pembuluh darah
ini akan terbagi menjadi ramus interventricularis anterior yang berjalan di dalam sulcus
interventricularis anterior dan ramus circulflexus yang berjalan mengikuti sulcus coronarius
pada sisi kiri jantung untuk menuju permukaan belakang dan memberi cabang untuk
ventriculus sinister dan atrium sinistrum.
Berikut adalah cabang-cabang dari a.coronaria sinistra:
• Ramus interventricularis anterior (AIV) / left anterior descending artery (LAD)
1. Ramus coni arteriosi
2. Ramus lateralis proximalis (ramus diagonalis 1, D1)
3. Ramus lateralis distalis (ramus diagonalis 2, D2)
4. Rami interventriculares septales
• Ramus circumflexus / left circumflex artery (LCX)
1. Ramus atrialis anastomoticus
2. Ramus atrioventricularis sinister (LAV)
3. Ramus marginalis sinister (LM)
4. Ramus atrialis intermedius
5. Ramus posterior ventriculi sinistri / ramus posterolateralis sinister (LPL)
6. Rami atriales
Variasi dari a.coronaria cukup sering terjadi dan kadang-kadang dapat ditemukan hanya ada
satu a.coronaroa. Pembuluh darah ini merupakan end artery yang mengurus bagian otot jantung
tanpa bantuan cabang besar yang lain. Meskipun banyak anastomosis di antara arteriola, tetapi
masih kurang cukup untuk mengurus kebutuhan otot jantung bila didapatkan sumbatan arteri

21
akut. Akibatnya bagian tersebut dapat mengalami infark dan nekrosis. Sebab tersering dari
penyakit jantung iskemik adalah aterosklerosis yang terjadi karena penimbunan lemak pada
dinding a.coronaria. Penyakit ini sering ditandai oleh adanya angina pectoris yaitu adanya rasa
nyeri atau tidak nyaman di dada, epigastrium, bahu, dan lengan kiri karena adanya iskemia dari
myocardium. Pada oklusi a.coronaria yang berlangsung lambat, anastomosis dapat terbentuk
sehingga sirkulasi kolateral relatif menjadi efektif.

Gambar 9. Arteria coronaria

Venae Cordis
Darah vena sebagian besar akan mengalir terutama ke dalam sinus coronarius dan sebagian
lagi sebagai vena-vena kecil (vv.cordis minima dan vv.cordis anteriores) yang bermuara
langsung ke atrium dextrum.
Sinus coronarius merupakan vena utama yang lebar dan pendek serta berjalan dari kiri ke
kanan pada bagian belakang sulcus coronarius. Pembuluh darah ini menerima semua darah dari
jantung kecuali yang mengalir melalui vv.cordis minimae dan vv.cordis anteriores. Sinus
coronarius bermuara ke dalam atrium dextrum.

Gambar 10. Venae cordis

22
MEDIASTINUM
Mediastinum adalah daerah di antara cavitas pleura dextra dan sinistra yang berisi semua
struktur di dalam thorax kecuali pulmo dan pleura. Mediastinum dibatasi oleh apertura thoracis
superior di bagian superior, diaphragma di bagian inferior, sternum di bagian anterior, dan
vertebrae thoracicae di bagian posterior.
Struktur di dalam mediastinum dibungkus oleh lemak dan jaringan ikat longgar, sehingga
memungkinkan mediastinum untuk menyesuaikan diri dengan pergerakan atau perubahan
organ di sekitarnya. Secara umum mediastinum dibagi menjadi mediastinum superior dan
mediastinum inferius, dan mediastinum inferius selanjutnya dibagi menjadi mediastinum
anterius, mediastinum medium, dan mediastinum posterius.
Mediastinum superior terletak di atas mediastinum inferius. Letaknya di atas planum
horizontalis yang melalui angulus sterni sampai tepi bawah vertebra thoracica 4. Ruangan ini
berisi thymus, pembuluh darah besar dari jantung, trachea dan oesophagus.
Mediastinum anterius merupakan ruangan terkecil yang terletak anterior dari pericardium
dan posterior terhadap corpus sterni. Pada bayi, mediastinum anterius lebih besar karena
thymus mencapai ruangan ini.
Mediastinum medium terdapat di tengah antara mediastinum anterius dan posterius dan
dibatas oleh cavitas pleura dextra dan sinistra, diaphragma, serta dinding anterior dan posterior
pericardium fibrosum, radix pembuluh darah besar, arcus venae azygos, n.phenicus, dan nodi
lymphoidei bronchopulmonales.
Mediastinum posterius terletak posterior terhadap pericardium dan diaphragma, serta
anterior terhadap corpora vertebrae thoracicae 5-12. Ruangan ini terisi oleh oesophagus, aorta
thoracica, ductus thoracicus (Aselli duct), v.azygos, v.hemiazygos, n.vagus, aa.intercostales
posteriores, vv.intercostales posteriores.

Gambar 11. Pembagian Mediastinum

23
Tabel 2. Pembagian mediastinum dan isinya

Daftar Pustaka
1. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Churcill
Livingstone, 2014.
2. FCAT. Terminologia Anatomica, International Anatomical Terminology. Stuttgart-New York: Thieme.
1998
3. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 8th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2018.
4. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas of Human Anatomy. 16th ed. Munich: Elsevier Urban & Fischer. 2018.
5. Schunke M, Schulte E, Schumacher U. Prometheus Atlas Anatomi Manusia: Organ Dalam. Edisi 3. Jakarta:
EGC. 2013.
6. Standring S. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 41th ed. Philadelphia: Elsevier
Mosby, 2015.
7. Wibowo DS, Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Edisi 1. Singapore: Elsevier, 2007.
8. Wineski LE.Snell’s Clinical Anatomy by Regions. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2018.

24
SISTEM SIRKULASI
Hana Ratnawati

Sistem sirkulasi terdiri atas sistem pembuluh darah dan sistem pembuluh getah bening
(pembuluh limf). Pada sistem pembuluh darah didapatkan jantung dan pembuluh darah.
Jantung merupakan modifikasi pembuluh darah yang berfungsi memompa darah ke seluruh
bagian tubuh. Jantung dengan pembuluh darah membentuk 2 sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonal
(sirkulasi kecil) menyalurkan darah dari dan ke paru-paru, sedangkan sirkulasi sistemik
(sirkulasi besar) membawa darah dari dan ke seluruh bagian tubuh.
Dari jantung darah dialirkan ke pembuluh arteri yang merupakan pembuluh efferen jantung,
dimulai dari pembuluh terbesar yaitu Aorta yang akan melalui cabang-cabang pembuluh yang
lebih kecil. Arteri berfungsi mengangkut darah bersama nutrien dan oksigen ke jaringan.
Darah akhirnya mencapai anyaman kapiler yang beranastomose (capilarry bed) dimana
terjadi pertukaran zat antara darah dan jaringan. Dari kapiler darah kembali ke jantung melalui
sistem pembuluh darah lebih besar yaitu pembuluh vena yang merupakan pembuluh afferen
jantung yang berfungsi membawa metabolit dan CO2.
Sistem pembuluh limf merupakan aliran searah, mulai dari jaringan sebagai pembuluh buntu
yaitu kapiler limf, dialirkan ke pembuluh limf yang lebih besar, masuk ke pembuluh limf yang
paling besar yaitu ductus thoracicus dan ductus lymphaticus dextra. Berakhir ke sistem
pembuluh darah di leher yaitu V.jugularis dan V.subclavia. Fungsi pembuluh limf menyalurkan
cairan jaringan yang berlebih ke dalam darah, selain itu melalui organ limfoid sehingga limfosit
dan faktor imunologis lain masuk ke dalam darah. Jika drainage aliran limf ini terhambat maka
terjadi akumulasi cairan di jaringan sehingga terjadi oedem.
Sistem sirkulasi darah dapat dibagi juga menjadi 2 sistem. Sistem makrovaskuler, yang
terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang dapat dilihat dengan mata biasa (diameter  0,1
mm). Sistem mikrovaskuler, terdiri dari arteriol, kapiler dan venul, yang hanya dapat terlihat
dengan mikroskop.

STRUKTUR PEMBULUH DARAH


Dinding pembuluh dalam semua bagian sistem sirkulasi pada umumnya terdiri darsi 3
lapisan utama yaitu :
- Tunika intima / interna
Merupakan lapisan paling dalam, terdiri dari selapis sel endotel, kadang-kadang
dikelilingi oleh lapisan subendotel, yang terdiri dari jaringan pengikat longgar kadang-
kadang terdapat sel otot polos
- Tunika media
Lapisan tengah, terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang konsentris.
- Tunika adventisia /externa
Lapisan terluar, terdiri dari jaringan pengikat terutama serabut kolagen dan elastis.
Tunika adventisia akan beralih ke jaringan ikat sekitarnya.
Diantara tunika intima dan tunika media mungkin didapatkan tunika elastika interna.
Diantara tunika media dan tunika adventisisa mungkin didapatkan tunika elastika externa.
Kedua tunika elastika ini merupakan serabut elastis yang membentuk berkas mengelilingi

25
dinding pembuluh darah. Struktur dinding pembuluh bervariasi, tergantung besar dan jenis
pembuluh darah tersebut.

Gb. 1 Struktur pembuluh darah

KAPILER
Kapiler berdiameter 7-9  . Dindingnya terdiri dari 1 lapis sel endotel (1-3 sel) dengan
membrana / lamina basalis. Sel endotel membatasi / mengelilingi lumen kapiler, merupakan
sel epitel selapis gepeng berasal dari sel mesenkhim, berbentuk poligonal dengan inti lonjong
menonjol ke dalam lumen kapiler.
Dengan M.E tampak mitochondria,lisosom, vesikel pinositotik (caveolae intracellulare /
vesikel plasmalema).Vesikel pinositotik merupakan invaginasi membran sel endotel ke arah
lumen atau ke arah lamina basalis. Invaginasi ini berdiameter 400-800 Å, yang dapat lepas dari
membran sel dan merupakan vesikel di dalam sitoplasma. Vesikel ini berfungsi untuk poses
pertukaran zat antara darah dan jaringan, sebagai alat transpor untuk molekul dengan BM
tinggi.
Di antara sel endotel terdapat zonula occludens, kadang-kadang ujung sel melipat ke dalam
lumen disebut marginal fold yang menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga
pertukaran zat menjadi lebih mudah. Antara sel endotel juga terdapat celah 150-200 Å yang
berguna untuk transpor molekul dengan BM rendah.
Diluar sel endotel kapiler terdapat perisit yang merupakan sel mesenkhim, bersifat
multipotensial. Sel ini mempunyai tonjolan sitoplasma yang panjang dan diselubungi lamina
basalis, tetapi tidak membentuk lapisan kontinyu. Dapat berkontraksi, karena adanya
tropomyosin, myosin dan aktin. Pada otak sel ini bersifat fagositik

26
Gb 1. Sel endotel

Bentuk dan batas sel endotel

Kapiler darah potongan memanjang

1.sel endotel

2. perisit

Kapiler darah potongan melintang dengan

1 - 2 – 3 endotelGb. 2 Kapiler

27
1. Inti sel endothel

2. Pinocytotic vesicles

3. Marginal fold

4. Membrana basalis

5. Pericyte

Kapiler Kontinu

Gb. 3 Potongan melintang kapiler

Kapiler dapat dibedakan 3 macam :


1. Kapiler kontinyu
Endotel dan lamina basalis tidak ada lubang atau pori-pori, saling berhubungan dengan
zonula occludens. Kapiler ini didapatkan pada jaringan otot, jaringan pengikat, saraf perifer
dan otak.
2. Kapiler fenestrated, terdapat 2 jenis
- Pada dinding endotel terdapat lubang / pori-pori dengan diafragma yang lebih tipis
dari membran sel. Lamina basalis utuh. Jenis ini didapatkan pada kapiler di saluran
pencernaan dan kelenjar endokrin.
- Pada dinding endotel terdapat pori-pori tetapi tanpa diagfragma. Pada glomerulus
ginjal, lamina basalis sangat tebal.
3. Kapiler sinusoid (discontinue capillary)
Berdiameter lebih besar (30-40) dengan lumen tidak sama besar dan berjalan berkelok-
kelok. Diantara sel-sel endotel terdapat celah, banyak pori-pori (fenestrata) sehingga sel-
sel cukup besar dapat melaluinya. Lamina basalis tidak kontinyu. Dijumpai pada hati,
limpa dan sumsum tulang, dimana pertukaran zat antara darah dan jaringan menjadi lebih
mudah.

28
Gb. 4 Tiga jenis kapiler
Fungsi kapiler
A. Fungsi permeabilitas selektif
Kapiler berfungsi untuk pertukaran zat sehingga bersifat permeabel. Permeabilitas kapiler
disebabkan adanya:
- Vesikel pinositotik, untuk transpor makromolekul (BM tinggi)
- Celah antar sel endotel, untuk transpor mikromolekul (BM rendah)
- Pori-pori / fenestrata
Pada otak, permeabilitas kapilernya rendah karena adanya Blood Brain Barrier. Hal ini
disebakan kapiler di otak mempunyai banyak zonula occludens, vesikel pinositotik lebih
sedikit dan adanya perivaskuler foot dari astrosit. Permeabilitas kapiler yang rendah juga
ditemukan pada bola mata (Blood Ocular Barrier) dan thymus (Blood Thymus Barrier)
Kepadatan kapiler pada tiap organ berbeda-beda, sesuai dengan metabolisme organ
bersangkutan. Kapiler lebih padat pada hati, paru-paru, ginjal dan otot rangka, sedangkan
kapiler lebih sedikit pada tendo, jaringan saraf dan otot polos.
B. Fungsi metabolik
Sel endotel kapiler dapat memetabolisme berbagai macam substrat
1. Mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II karena adanya converting enzim di
dalam sel endotel terutama pada paru-paru.
2. Inaktivasi bradikinin, serotonin, prostaglandin, norepinefrin, thrombin
3. Lipolisis, memecah lipoprotein menjadi trigliserid dan cholesterol
4. Memproduksi faktor vasoaktif yaitu endotelin yang menyebabkan vasokonstriksi dan
nitrogen oksida(NO) yang menyebabkan relaksasi.
C. Fungsi antitrombogenik.
Adanya prostacyclin pada endotel sehingga mencegah agregasi platelet.

ARTERI
Berdasarkan gambaran histologis dinding arteri dibedakan 3 macam pembuluh darah arteri
yaitu :
1. Arteri kecil / arteriol
2. Arteri sedang
3. Arter besar
Pembagian ini tidak pasti, karena banyak pambuluh darah yang mempunyai gambaran dinding
diantaranya. Terdapat arteri yang berdinding khusus sesuai dengan keperluan fungsinya.

29
Metarteriol (jembatan arteri-vena)
Merupakan cabang arteriol yang hanya terdiri dari selapis sel endotel dengan lapisan otot
polos tidak utuh. Pada awal kapiler terdapat cincin otot polos yang disebut sfingter prekapiler,
sehingga dapat mengatur aliran darah ke capillary bed.

Arteriol
Merupakan pembuluh darah arteri kecil dengan diameter kurang dari 0,1-0,5 mm.
- Tunika intima terdiri dari 1 lapis endotel,lapisan subendotel sangat tipis,sehingga
terlihat seolah-olah sel endotel melekat pada tunika elastika interna. Pada sediaan potongan
melintang terlihat berkelok-kelok karena kontraksi otot polos pada tunika media setelah
mati.
- Tunika media terdiri 1-5 lapis otot polos berjalan sirkuler,diantaranya didapatkan serabut
elastis. Tunika elastika externa tidak ada.
- Tunika adventisia,sangat tipis, lebih tipis dari tunika media, terdiri dari jaringan pengikat
longgar dengan sedikit fibroblas, serabut kolagen dan elastis.
Histofisiologi
Arteriol berdinding relaif tebal dibandingkan diameter lumen, sehingga dapat mengatur
tekanan darah sistemik dan mengatur tekanan darah yang masuk kedalam kapiler. Tekanan
darah yang sesuai ini menyebabkan terjadinya pertukaran zat pada dinding kapiler, tanpa
menimbulkan pecahnya dinding kapiler. Nutrisi dinding arteiol melalui darah di dalam lumen.

Gb. 4 Arteriol dan Venula

Arteri sedang (tipe muskuler / distribusi)


Arteri jenis ini dapat ditemukan pada pembuluh darah di anggota badan seperti a.radialis,
a. brachialis, a.ulnaris, a.femoralis.Dinding arteri sedang sebagian besar tersusun oleh lapisan
otot polos pada tunika media, sehingga disebut juga arteri tipe muskuler. Arteri ini juga
mendistribusikan darah ke organ-organ, disebut juga arteri distribusi.
- Tunika intima terdiri dari 1 lapis sel endotel, yang mempunyai tonjolan-tonjolan yang
menembus tunika elastika interna dan berhubungan melalui gap junction dengan sel otot
polos pada tunika media. Gap junction ini membantu metabolisme endotel dan otot polos.

30
Lapisan subendotel merupakan jaringan pengikat longgar tipis, kadang-kadang endotel
langsung melekat pada tunika elastika interna. Tunika elastika interna ditembus tonjolan-
tonjolan endotel sehingga putus, pada orang dewasa sering terlihat duplikasi.
- Tunika media terdiri dari kurang lebih 40 lapisan otot polos berjalan sirkuler, diantaranya
terdapat serabut kolagen dan elastis. Tunika elastika externa membatasi tunika media dengan
tunika adventisia.
- Tunika adventisia terdiri dari jaringan pengikat longgar tebal, kadang-kadang lebih tebal dari
tunika media. Pada lapisan ini terdapat vasa vasorum, yaitu pembuluh darah yang
memperdarahi dinding pembuluh darah tersebut, dapat berupa kapiler atau arteriol, dapat
menembus sampai bagian luar tunika media.Terdapat juga saraf vasomotor, berupa saraf
simpatis tanpa mielin yang mencapai bagian luar tunika media.
Histofisiologi
Adanya vasomotor pada dinding pembuluh darah, arteri ini dapat mengadakan
vasokonstriksi dan vasodilatasi,sehingga dapat mengatur aliran darah ke berbagai organ

Gb. 5 Arteri sedang (kiri) dan Vena sedang (kanan)

Arteri besar (tipe elastis / penghubung / konduksi)


Yang termasuk kedalam arteri jenis ini antara lain Aorta, a.carotis communis, a.subclavia.
a.iliaca communis. Arteri ini disebut juga arteri tipe elastis, karena pada dindingnya banyak
serabut elastis.Disebut arteri konduksi karena berfungsi mengangkut darah keluar dari jantung.
- Tunika intima lebih tebal dari arteri sedang, dilapisi 1 lapis sel endotel. Lapisan subendotel
terdiri dari jaringan pengikat longgar yang tebal dengan sedikit otot polos longitudinal.
Tunika elastika interna merupakan membrana elastika terdalam tunika media,sehingga
tampak lapisan ini tidak utuh, berlubang-lubang.
- Tunika media terdiri dari 40-60 lapis lembaran-lembaran elastis tersusun konsentris dan
berlubang-lubang sehingga disebut membrana elastika fenestrata. Diantara membran ini
terdapat otot polos sirkuler, serabut retikuler dan substansi dasar chondroitin sulfat bersifat
metakhromatik. Tunika elastika externa merupakan lapisan terluar dari membrana elastika .
- Tunika adventisia relatif tipis dibandingkan diameter pembuluh, terdapat jaringan pengikat
terutama serabut kolagen dan sedikit serabut elastis. Vasa vasorum dapat menembus sampai
bagian luar tunika media.

31
Gb. 6 Arteri besar
Histofisiologi
Elastisitas arteri besar tinggi sehingga tekanan pada sistem arteri konstan. Ketika ventrikel
kiri kontraksi ( sistol ), darah dikeluarkan dengan tekanan hidrostatik tinggi,maka membrana
elastika meregang. Ketika ventikel relaksasi ( diastol ), tekanannya menurun dan dinding elastis
berkontraksi.

Arteri khusus
- A.poplitea, a.tibialis merupakan arteri sedang dengan struktur arteri besar.
- A.iliaca externa merupakan arteri besar dengan struktur arteri sedang.
- A. umbilicalis, pada tunika media terdapat 2 lapis tebal otot polos, bagian dalam berjalan
longitudinal dan bagian luar berjalan sirkuler.
- Arteri di dalam tengkorak karena terlindung , berdinding tipis dengan tunika elastika interna
tebal.
- Arteri di dalam penis, tunika intima sangat berkembang, terdapat otot polos longitudinal.
- Arteri di paru-paru berdinding tipis ( otot polos dan serabut elastis sedikit ) karena tekanan
darah rendah di dalam sirkulasi paru-paru.

Perubahan dinding arteri karena bertambahnya usia


Arteriosclerosis adalah pengerasan dinding pembuluh darah sehingga elastisitasnya
berkurang. Lebih sering terjadi pada arteri tipe elastis dari pada arteri tipe muskuler.Arteri yang
sering mengalaminya aorta, a.iliaca, a.coronaria, a.cerebralis. Terjadi penimbunan lemak intra
dan extrasel diikuti degenerasi dan kalsifikasi sehingga tunika intima menebal. Perubahan ini
disebut atherosclerosis. Pada arteri tipe muskuler terjadi duplikasi tunika elastika interna atau
kalsifikasi tunika media.

VENA
Dinding vena mempunyai 3 lapisan utama seperti pada dinding arteri . Pada vena lapisan
otot dan elastis kurang berkembang, tetapi jaringan pengikat lebih nyata dari pada
arteri.Tunika adventisia pada vena lebih dominan, sebaliknya tunika media pada arteri lebih
dominan.Tekanan darah pada vena lebih rendah dari arteri sehinggavena berdinding lebih tipis

32
dari arteri sederajat karena otot polos tunika media tipis. Lumen vena biasanya lebih besar dari
arteri, sehingga vena dapat menampung darah lebih banyak. Dinding vena tampak gepeng,
kolaps atau tidak beraturan, berbeda dengan arteri berdinding bulat atau oval. Pada vena yang
lebih besar terdapat katup.Secara histologis dibedaka 3 macam pembuluh vena yaitu :
1. Vena kecil / venula
2. Vena sedang
3. Vena besar
Struktur vena lebih bervariasi dari pada arteri, sehingga klasifikasi seperti disebutkan diatas
tidak memuaskan.

Gb. 7 Perbandingan dinding pembuluh darah arteri dan vena

Venula
Berdiameter 200, terdiri dari :
- Tunika intima 1 lapis sel endotel dengan lamina basalis. Lapisan subendotel tipis berupa
jaringan pengikat longgar. Tidak ada tunika elastika interna.
- Tunika media mempunyai 1-3 lapis otot polos berjalan sirkuler.
- Tunika adventisia merupakan lapisan paling tebal dibandingkan lapisan lain. Didapatkan
jaringan pengikat longgar dengan banyak serabut kolagen logitudinal dan fibroblas.
Histofisiologi
Diameter pembuluh vena lebih besar daripada arteri dan tekanan darah di dalamnyalebih
rendah dari pada arteri sehingga aliran darah di dalam vena lebih lambat.

Vena sedang
Mempunyai diameter 1-10 mm. Terdapat pada vena-vena superfisialis dan profunda di
extremitas, juga vena-vena di visera. Vena sedang terutama vena extremitas mempunyai katup,
yang berfungsi untuk mencegah aliran darah membalik.Katup ini merupakan lipatan endotel
dengan jaringan ikat dibawahnya membentuk bangunan seperti kantong ( jaringan ikat tipis

33
dilapisi kedua sisinya oleh endotel sebagai lanjutan dinding vena. Terdapat berpasangan dan
menghadap ke arah jantung. Ruang di antara valvula dan dinding vena disebut sinus valvula.
- Tunika intima terdiri dari 1 lapis sel endotel, lapisan subendotel tipis tetapi tidak selalu ada.
Tunika elastika interna tidak ada, jika ada juga merupakan lapisan yang terputus-putus.
- Tunika media lebih tipis dari pada di arteri, biasanya terdiri dari berkas-berkas kecil otot polos
sirkuler,diantaranya terdapat serabut kolagen dan elastis.
- Tunika adventisia merupakan bagian dinding vena yang utama, terdiri dari jaringan pengikat
longgar yang mengandung serabut kolagen kasar longitudinal dan sedikit serabut
elastis.Mungkin juga terdapat otot polos longitudinal. Vasa vasorum terdapat sampai tunika
media.

Vena besar
Yang termasuk vena jenis ini adalah v.cava superior dan inferior,
v.porta,v.renalis,v.lienalis,v.mesenterica superior, v.iliaca externa. Vena ini biasanya
berdiameter  10 mm.
- Tunika intima seperti pada vena sedang,tetapi lebih tebal.Lapisan subendotel tebal ,terdapat
fibroblas dan serabut elastis.
- Tunika media kurang berkembang, kadang-kadang tidak ada. Otot polos sedikit sekali.
- Tunika adventisia sangat tebal, terdapat banyak otot polos longitudinal dan diantaranya
terdapat serabut kolagen dan elastis. Pada v.pulmonalis dan v.cava dekat jantung terdapat
otot jantung. Vasa vasorum dapat mencapai tunika media.

Vena khusus
Pada beberapa vena seperti v.iliaca, v.femoralis, v.poplitea, v.saphena, v.cephalica,
v.basilaris dan v.umbilicalis pada jaringan pengikat subendotel terdapat otot polos sirkuler dan
longitudinal.
Beberapa bagian v.cava inferior tidak ada tunika media tetapi pada tunika adventisia
berkembang baik, terdapat otot polos longitudinal.
V.pulmonalis mempunyai otot polos sirkuler pada tunika media sehingga mirip struktur
arteri. Dekat muara vena di jantung pada tunika adventisia terdapat serabut otot jantung sirkuler
dan longitudinal.

HUBUNGAN ANTARA ARTERI DAN VENA


1. Melalui kapiler
Hubungan ini paling banyak. Arteriol bercabang-cabang menjadi kapiler kemudian masuk
ke venula.
Darah dari capillary bed masuk ke postcapillary venule, yang berdiameter 15 - 20 .
Dinding terdiri dari lapisan endotel tipis dengan lamina basalis dikelilingi perisit. Pada
pembuluh yang berdiameter 50 perisit diganti menjadi lapisan otot polos yang tidak
kontinyu. Pertukaran zat antara jaringan dengan darah di pembuluh tidak hanya terjadi di
kapiler, tetapi terjadi juga pada postcapillary venule. Endotel postcapillary venule sensitif
terhadap zat vasoaktif seperti histamin dan serotonin, akibatnya terjadi extravasasi cairan
dan migrasi lekosit dari pembuluh pada waktu terjadi inflamasi dan reaksi alergi. Pada

34
postcapillary nodus limfatikus juga terjadi migrasi limfosit dari lumen pembuluh ke
jaringan limfatik.
2. Melalui sistem portal
- Venous portal system , dari anyaman kapiler ditampung dalam pembuluh berstruktur
vena kemudian masuk ke pembuluh kapiler dan masuk ke venula.
Hubungan seperti ini terdapat pada anyaman kapiler intestinum, ditampung pada
v.porta masuk ke sinusoid hepar, selanjutnya ke v.centralis.
Hubungan ini terdapat juga pada hipofise, darah dari sistem kapiler di dalam Eminentia
Mediana mengalir ke sisitem vena pada tangkai hipofise dan masuk lagi ke sistem
kapiler ( sinusoid ) di hipofise anterior.
- Arterial portal system , aliran darah dari sistem kapiler masuk ke arteriol dan mengalir
ke kapiler. Hubungan seperti ini terdapat pada ginjal. Darah dari arteriol afferen
dialirkan ke dalam sistem kapiler di dalam glomerulus kemudian dialirkan ke dalam
arteriol efferen setelah itu masuk ke sistem kapiler di sekitar tubuli ginjal.
3. Anastomosis arterio-venosa
Ujung arteriol berhubungan langsung dengan venula, tidak melalui sistem kapiler. Dinding
anastomosis tebal dengan otot polos banyak saraf vasomotor. Ketika anastomosis arterio-
venosa tertutup, darah melalui anyaman kapiler, tetapi ketika hubungan ini terbuka (
relaksasi ) darah mengalir langsung ke venula. Hubungan seperti ini antara lain terdapat
pada organ yang mempunyai tingkat metabolisme berbeda dari waktu ke waktu seperti
pada usus dan kelenjar tiroid.

Types of microcirculation formed by small blood


vessels. (1) The usual sequence of arteriole —>
metarteriole —> capillary —> venule and vein.
(2) An arteriovenous anastomosis. (3) An arterial
portal system, as is present in the kidney
glomerulus. (4) A venous portal system, as is
present in the liver. (Reproduced, with
permission, from Krstíc RV: Illustrated
Encyclopedia of Human Histology. Springer-
Verlag, 1984.)

Gb. 8 Hubungan antara arteri dan vena

4. Glomus
Banyak terdapat pada nail bed, ujung jari dan telinga.
Hubungan arteriol dan venula yang lebih rumit, bangunan ini berselubung jaringan
pengikat, di dalamnya terdapat anastomosis arteriovenosa yang bercabang-cabang dan
berkelok-kelok. Tunika elastika interna hilang diganti lapisan tebal otot polos tersusun

35
epiteloid. Banyak mendapat persarafan simpatis bermielin. Mempunyai fungsi penting
membantu mengatur pelepasan panas di kulit sebagai pengaturan suhu tubuh secara umum.
Fungsi penting lain yaitu dalam mengatur sirkulasi organ pada peristiwa fisiologi misalnya
pada menstruasi, ereksi dan regulasi tekanan darah.

Gb. 9 Glomus

Carotid body dan aortic body (Glomus caroticus dan glomus aorticus)
Merupakan bangunan kecil pipih, sangat vaskuler. Terdiri dari sel epiteloid pucat ditembusi
kapiler dengan endotel berlubang. Carotid body terdapat pada percabangan a.carotis
communis. Aortic body terdapat antara a.subclavia dextra dan a.carotis dextra, di sebelah kiri
dekat pangkal a.subclavia sinistra. Bangunan ini sebagai khemoreseptor yang terangsang oleh
penurunan kadar O2 atau kenaikan kadar CO2 dalam darah sehingga mengakibatkan reflex
peningkatan ventilasi. Terdapat 2 macam sel yaitu :
1. sel tipe I, disebut glomus sel yang merupakan ujung serabut saraf dengan synaptic
vesicles .
2. sel tipe II, merupakan sel penyangga.

Persarafan pembuluh darah


Pembuluh darah dipersarafi banyak saraf otonom ( simpatis ) pada otot polos.
Bercabang-cabang di tunika adventisia dan berakhir di tunika media. Serabut saraf tidak
bermyelin, bersifat vasomotor dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa
serabut saraf sensoris bermyelin terdapat pada adventisia.

36
Gb. 10 Perbedaan struktur pembuluh darah arteri dan vena

Beberapa gangguan patologis pada pembuluh darah:


Arteri sedang dan arteri besar : atherosclerosis, aneurysma, thromboemboli (arteri sistemik)
Arteriola : atherosclerosis → hipertensi
Kapiler dan venul : inflamasi akut
Vena : varicose veins, venous thrombosis, thromboemboli (arteri di pulmo)

JANTUNG
Jantung merupakan organ yang berongga berdinding otot tebal, berfungsi memompa darah
melalui sistem sirkulasi darah. Jantung terdiri dari 4 ruangan yaitu atrium kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh septum interatriorum, ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum
interventrikulorum yang terdiri dari septum membranaseum berupa jaringan ikat fibrosa di
bagian atas dan septum muskulare berupa otot jantung di bagian bawah.
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu endocardium, myocardium dan epicardium,
serupa dengan 3 lapisan pada pembuluh darah.

Endocardium
Endocardium melapisi permukaan dalam atrium dan ventrikel termasuk struktur-struktur di
dalam jantung seperti valvula, chorda tendinae dan m.pappilaris. Endocardium atrium lebih
tebal dibandingkan dengan endocardium ventrikel. Terdiri dari 1 lapis sel endotel. Dibawah
endotel terdapat lapisan subendotel tipis berupa jaringan pengikat longgar dengan serabut
elastis dan kolagen selain otot polos.

37
Lapisan subendocardium terletak di bawah subendotel,terdapat pada seluruh jantung,
kecuali di chorda tendinae dan m. pappilaris. Lapisan ini berupa jaringan pengikat longgar
berisi pembuluh darah kecil, saraf dan serabut Purkinje

Myocardium
Merupakan lapisan jantung yang paling tebal dan terdiri dari otot jantung. Myocardium
atrium lebih tipis dari ventrikel, paling tebal pada ventrikel kiri. Diantara otot jantung terdapat
serabut kolagen, elastis dan retikuler.Pada permukaan dalam dinding ventrikel terdapat
tonjolan-tonjolan berupa berkas otot jantung yang terpisah ditutupi oleh endocardium ,sisa
masa embrio disebut trabeculae carnae

Epicardium
Disebut juga pericardium viscerale, membungkus permukaan luar jantung sebagai membran
serosa tipis yang terdiri dari sel mesotel dengan jaringan pengikat tipis di bawahnya berisi
pembuluh darah. serabut saraf dan sejumlah lemak. Epicardium melipat membentuk
pericardium parietale yang terletak lebih luar. Di antara kedua pericardium ini terdapat ruangan
yang disebut cavum pericardii. Pada ruangan ini terdapat cairan sehingga jantung dapat
bergerak dengan mudah.

Gb. 11 Ruang jantung dan sistem konduksi impuls

Rangka jantung
Rangka jantung terdiri dari jaringan pengikat pada fibrosa., tempat perlekatan otot jantung
dan valvula. Terdiri dari :
1. Septum membranaceum
Merupakan bagian atas dari septum interventriculorum, tempat melekat otot jantung.
2. Anulus fibrosus
Merupakan cincin jaringan ikat fibrosa yang melingkari pangkal aorta, a.pulmonalis dan
foramen atrioventrikular dimana melekat katup tricuspidalis dan katup mitralis.
3. Trigonum fibrosum
Merupakan 2 bangunan berbentuk segitiga yang terdiri dari jaringan ikat padat fibrosa ,
yang terdapat diantara anuli fibrosi dengan foramen atrioventrikular.

38
Kadang-kadang di dalamnya terdapat jaringan chondroid yaitu jaringan ikat seperti
fibrocartilago. Pada orang tua dapat terjadi perkapuran.

Gb. 12 Rangka jantung

Katup jantung
Katup jantung terdapat pada lubang yang membatasi atrium dengan ventikel dan ruang
jantung dengan aorta dan a.pulmonalis. Antara atrium dan ventrikel kanan terdapat katup
tricuspidalis dan antara atrium dan ventrikel kiri terdapat katup mitral / bicuspidalis. Pada
pangkal aorta dan a.pulmonalis terdapat katup semilunaris.Katup-katup ini mempunyai rangka
jaringan pengikat fibrosa yang merupakan lanjutan anulus fibrosus.
Bagian katup yang menghadap ke lumen dilapisi oleh endocardium. Permukaan yang
menghadap atrium dilapisi oleh endocardium atrium dan yang menghadap ventrikel dilapisi
oleh endocardium ventrikel.
Posisi katup mitral dan tricuspidalis ke arah ventrikel dan ujung-ujungnya diikat oleh chorda
tendinae ke m.papilaris.Rangka chorda tendinae adalah jaringan ikat fibrosa yang merupakan
benang. Menghubungkan rangka katup jantung dengan jaringan ikat pada m.pappilaris.
Katup semilunaris merupakan kantung yang menghadap ke arah jalannya darah. Katup-
katup tersebut berfungsi untuk mencegah baliknya aliran darah.

Sistem konduksi jantung


Sistem ini terdiri dari nodus sinoatrialis (SA node), nodus atrioventricularis (AV node),
berkas His dan serabut Purkinye.
Serabut Purkinye merupakan modifikasi otot jantung yang terdapat di dalam lapisan
subendocardium, membentuk berkas His ( berkas atrioventricularis ) dan cabang-cabangnya,
menghantarkan rangsang lebih cepat dari otot jantung. Serabur Purkinye berdiameter lebih
besar dengan inti bulat, sedikit myofibril dan pada sarkoplasma banyak mengandung glikogen.
SA node dan AV node merupakan otot jantung khusus yang lebih kecil dari serabut
Purkinye.

39
Vaskularisasi dan persarafan jantung
Melalui a.coronaria yang bercabang-cabang menjadi kapiler di myocardium menuju ke
vena-vena jantung. Terbanyak darah vena kembali melalui sinus coronarius masuk ke vena
cava. Aliran limf di dalam jantung terdapat pada jaringan epicardium, myocardium dan
endocardium. Persarafan pada jantung berasal dari n.vagus yang mempunyai pengaruh inhibisi.
Juga dipersarafi oleh susunan saraf otonom simpatis yang bersifat akselerasi . Selain itu
terdapat saraf sensoris dan motoris.

PEMBULUH LIMF
Pembuluh limf mengembalikan cairan yang keluar dari pembuluh darah ke dalam peredaran
darah sehingga dimasukkan dalam sistem peredaran, tetapi tidak merupakan peredaran
tertutup.Pembuluh limf terkecil disebut kapiler limf sebagai pembuluh buntu di dalam jaringan,
kemudian dialirkan ke pembuluh yang lebih besar dan akhirnya ke pembuluh terbesar yaitu
d.thoracicus dan d.lymphaticus dextra, yang akan bermuara di v.subclavia atau v.anonima.

Kapiler limf
Berdinding tipis dengan diameter lebih besar dari kapiler darah dan diameternya tidak sama
pada satu tempat dan tempat lainnya. Pada dinding terdapat 1 lapis endotel dengan lamina
basalis tidak kontinyu atau tidak ada sama sekali. Perisit tidak ada.

Pembuluh limf lebih besar ( pembuluh limf pengumpul )


Mempunyai struktur serupa dengan vena, tetapi dindingnya lebih tipis dan tunika intima,
media, adventisia tidak berbatas tegas. Katup (valvula) pada pembuluh limf lebih banyak dari
vena.
- Tunika intima terdiri dari sel endotel dengan lapisan subendotel tipis
- Tunika media terdiri dari otot polos sirkuler dengan serabut elastis diantaranya.
- Tunika adventisia merupakan lapisan paling tebal dengan jaringan pengikat longgar dan
otot polos longitudinal.

Pembuluh limf besar


Termasuk pembuluh ini adalah ductus thoracicus dan ductus lymphaticus dextra.
Pembuluh ini mirip dengan vena besar hanya tunika medianya lebih berkembang.tetapi
keseluruhan dinding lebih tidak rata.
- Tunika intima dilapisi sel endotel dengan serabut kolagen dan elastis.
- Tunika media merupakan lapisan paling tebal terdiri dari otot polos berjalan sirkuler
dan longitudinal, diantaranya terdapat jaringan pengikat longgar.
- Tunika adventisia terdiri dari jaringan pengikat longgar dengan otot polos longitudinal,
Terdapat juga jaringan lemak dan vasa vasorum.

40
Gb. 13 Perbandingan dinding arteri, vena dan pembuluh lymph

Gb. 14 Valvula (katup) pada pembuluh lymph

41
BIOKIMIA LIPOPROTEIN
Fen Tih

Sumber lemak tubuh manusia adalah dari lemak (fat) yang diserap dari makanan dan lipid
yang disintesis oleh hepar dan jaringan adiposa. Lipid ini harus diangkut ke berbagai organ dan
jaringan yang membutuhkan. Lipid bersifat tidak larut dalam air sehingga sulit untuk diangkut
dalam plasma, karena itu transpor lipid adalah dengan cara menggabungkan lipid non polar
(triasilgliserol dan ester kolesteril) dengan lipid ampifatik (fosfolipid dan kolesterol) serta
protein untuk membentuk lipoprotein yang lebih larut dalam plasma.
Lipoprotein mengangkut lipid dari usus dalam bentuk kilomikron dan dari hepar dalam
bentuk very low density lipoprotein (VLDL) ke jaringan untuk dioksidasi dan ke jaringan
adiposa untuk disimpan. Lipid dimobilisasi dari jaringan adiposa sebagai asam lemak bebas
(free fatty acid/FFA) yang berikatan dengan albumin serum.
Terdapat 4 kelas utama lipid plasma, yaitu: triasilgliserol (16%), fosfolipid (30%),
kolesterol (14%), dan ester kolesteril (36%), serta sedikit asam lemak bebas/FFA (4%). Asam
lemak bebas merupakan lipid plasma yang paling aktif secara metabolik. Lipid plasma
membentuk 4 kelompok lipoprotein yang paling utama, yaitu:
1. Kilomikron: berasal dari absorbsi triasilgliserol dan lipid lain di usus halus. Lipid
utama: triasilgliserol.
2. Very low density lipoprotein (VLDL)/pralipoprotein-β: berasal dari hepar untuk ekspor
triasilgliserol. Lipid utama: triasilgliserol.
3. Low density lipoprotein (LDL)/lipoprotein-β: tahap akhir metabolisme VLDL. Lipid
utama: kolesterol.
4. High density lipoprotein (HDL)/lipoprotein-ɑ: berperan dalam transpor kolesterol dan
metabolisme VLDL dan kilomikron. Lipid utama: fosfolipid.
Struktur lipoprotein terdiri dari inti non polar dan lapisan luar amfipatik. Inti non polar
terutama terdiri dari triasilgliserol dan ester kolesteril. Lapisan luar amfipatik terdiri dari
kolesterol dan fosfolipid. Molekul tersusun secara spesifik sehingga gugus polar menghadap
ke luar menghadap ke air. Setiap lipoprotein mengandung 1 atau lebih
apolipoprotein/apoprotein (protein atau peptida) yang dapat berfungsi sebagai:
1. Sebagian struktur lipoprotein, misal: apo B
2. Kofaktor enzim, misal: C-II untuk lipoprotein lipase, A-I untuk lesitin
3. Inhibitor enzim, misal: apo A-II dan apo C-III untuk lipoprotein lipase
4. Sebagai ligan untuk interaksi dengan reseptor lipoprotein di jaringan, misal: apo B-100
dan apo E untuk reseptor LDL.

Tabel 1. Komposisi Lipoprotein dalam Plasma

Komposisi
Komponen Lipid
Lipoprotein Sumber Apolipoprotein
Protein Utama
Lipid (%)
(%)

Kilomikron Usus 1-2 98-99 Triasilgliserol A-I, A-II, A-IV,

42
B-48, C-I, C-II,
C-III, E

Triasilgliserol,
Sisa
Kilomikron 6-8 92-94 fosfolipid, B-48, E
kilomikron
kolesterol

B-100, C-I, C-II,


VLDL Hati (usus) 7-10 90-93 Triasilgliserol
C-III

Triasilgliserol,
IDL VLDL 11 89 B-100, E
kolesterol

LDL VLDL 21 79 Kolesterol B-100

Hati, usus, A-I, A-II, A-IV,


Fosfolipid,
HDL VLDL, 32-57 43-68 C-I, C-II, C-III,
kolesterol
Kilomikron D, E

Albumin/FFA 99 1 FFA A-I

Asam Lemak Bebas / Free Fatty Acid


Asam lemak bebas atau asam lemak tak-teresterifikasi dalam plasma berasal dari
metabolisme triasilgliserol di jaringan adiposa atau sebagai hasil kerja enzim lipoprotein lipase
pada triasilgliserol plasma. FFA berikatan dengan albumin yang merupakan pelarut yang
sangat efektif. FFA sangat cepat dikeluarkan dari darah untuk dioksidasi (memenuhi 25-50%
kebutuhan energi saat kelaparan) atau untuk diesterifikasi membentuk triasilgliserol di
jaringan. Saat lapar, lipid ter-esterifikasi dari sirkulasi atau di jaringan akan dioksidasi,
terutama di sel otot rangka dan jantung. Penyerapan FFA oleh jaringan berhubungan langsung
dengan kadar FFA dalam plasma, yang selanjutnya ditentukan oleh laju lipolisis di jaringan
adiposa.
Kompleks FFA-albumin mengalami disosiasi di membran plasma, kemudian FFA berikatan
dengan protein pengangkut membran yang bekerja sebagai ko-transporter transmembran
bersama Na+. Setelah memasuki sitosol, FFA diikat oleh protein pengikat intrasel.

Kilomikron dan Very Low Density Lipoprotein / VLDL


Kilomikron ditemukan dalam kilus yang hanya dibentuk oleh sistem limfe yang mengaliri
usus. Kilomikron mengangkut semua lipid dari makanan ke dalam sirkulasi. Sejumlah kecil
VLDL juga ditemukan dalam kilus. Tetapi sebagian besar VLDL plasma berasal dari hepar.
VLDL mengangkut triasilgliserol dari hepar ke jaringan ekstrahepatik.
Sintesis VLDL berlangsung dalam retikulum endoplasma dan memerlukan microsomal
triacylglycerol transfer protein (MTP) yang memindahkan triasilgliserol dari sitosol ke lumen
RE. Triasilgliserol digabungkan ke dalam partikel bersama kolesterol, fosfolipid, dan apo B-
100. Triasilgliserol untuk sintesis VLDL terutama berasal dari kelebihan asetil-KoA yang
diperoleh dari karbohidrat dan asam lemak yang diambil dari sirkulasi.

43
Mekanisme pembentukan kilomikron oleh sel usus mirip dengan pembentukan VLDL oleh
sel parenkim hepar. VLDL dan kilomikron yang baru disekresikan/nascent mengandung
sedikit apolipoprotein C dan E. Sedangkan apolipoprotein B adalah bagian integral partikel
lipoprotein yang sangat penting untuk pembentukan kilomikron dan VLDL.
Klirens kilomikron dari darah berlangsung cepat, kurang dari 1 jam. FFA dari triasilgliserol
kilomikron terutama disalurkan ke jaringan adiposa, jantung, dan otot (80%), dan sekitar 20%
menuju ke hepar. Tetapi hepar tidak memproses kilomikron atau VLDL secara signifikan,
karena itu asam lemak hepar berasal dari metabolisme di jaringan ekstra hepatik.
Triasilgliserol kilomikron dan VLDL dihidrolisis oleh lipoprotein lipase, yaitu enzim yang
terdapat di endotel. Enzim ini didapatkan pada jantung, jaringan adiposa, limpa, paru-paru,
medula renal, aorta, diafragma, dan kelenjar payudara saat laktasi, tetapi tidak aktif pada hepar
orang dewasa. Enzim ini menggunakan fosfolipid dan apo C-II sebagai kofaktor, sebaliknya
kerja enzim dihambat oleh apo A-II dan apo C-III.
Hidrolisis terjadi saat lipoprotein menempel pada enzim lipoprotein lipase di endotel.
Triasilgliserol terhidrolisis menjadi diasilgliserol, monoasilgliserol, kemudian menjadi FFA
dan gliserol. Sebagian FFA kembali ke sirkulasi berikatan dengan albumin, tetapi sebagian
besar diangkut ke dalam jaringan. Reaksi dengan lipoprotein lipase menyebabkan hilangnya
70-90% triasilgliserol kilomikron dan apo-C (kembali ke HDL), sedangkan apo E
dipertahankan. Kilomikron sisa/remnant yang terbentuk berukuran sekitar separuhnya dan
relatif kaya akan ester kolesteril dan kolesterol. Sisa kilomikron diserap oleh hepar melalui
endositosis, ester kolesteril dan triasilgliserol dihidrolisis dan dimetabolisme. Lipase hepar
berfungsi sebagai ligan untuk mempermudah absorbsi dan menghidrolisis fosfolipid dan
triasilgliserol sisa.
Perubahan serupa terjadi pada VLDL yang menghasilkan sisa VLDL atau Intermediate
Density Lipoprotein (IDL). Reseptor VLDL berperan penting dalam penyaluran asam lemak
dari triasilgliserol VLDL ke adiposit dengan mengikat VLDL dan membawanya untuk
menempel pada lipoprotein lipase. IDL dapat diserap langsung melalui reseptor LDL (apo B-
100, E) atau diubah menjadi LDL. Pada manusia cukup banyak IDL yang dibentuk menjadi
LDL.

Low Density Lipoprotein / LDL


LDL adalah sisa VLDL yang kaya akan kolesterol. Hepar dan banyak jaringan ekstrahepatik
mengekspresikan reseptor LDL (apo B-100, E). Sekitar 30% LDL diuraikan di jaringan
ekstrahepatik dan 70% di hepar. LDL masuk ke dalam sel dengan cara pinositosis dan
dihancurkan dalam lisosom. Reseptor LDL terganggu pada hiperkolesterolemia familial
sehingga dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis prematur. LDL berperan menyalurkan
kolesterol ke jaringan.

High Density Lipoprotein / HDL


HDL disintesis dan disekresikan dari hepar dan usus. Apo C dan apo E disintesis di hepar
dan dipindahkan dari HDL hepar ke HDL usus ketika HDL usus memasuki plasma. HDL
berperan sebagai tempat penyimpanan apo C dan apo E yang diperlukan dalam metabolisme
kilomikron dan VLDL. HDL nascent terdiri dari double layered fosfolipid berbentuk
diskoid/cakram yang mengandung apo A dan kolesterol bebas. Enzim plasma lesitin kolesterol

44
asil transferase (LCAT) dan aktivator LCAT apo A-I berikatan dengan partikel diskoid, dan
fosfolipid permukaan. Kolesterol bebas diubah menjadi ester kolesteril dan lisolesitin. Ester
kolesteril nonpolar bergerak ke bagian dalam double layered yang hidrofobik, lisolesitin
dipindahkan ke albumin plasma. Bagian inti yang nonpolar membentuk HDL yang dilapisi
permukaan lipid polar dan apolipoprotein sehingga mempermudah pengeluaran kolesterol
tidak teresterifikasi berlebih dari lipoprotein dan jaringan.
Di hepar dan jaringan steroidogenik, reseptor class B scavenger receptor B1 (SR-B1)
mengikat HDL melalui apo A-I. Ester kolesteril disalurkan ke dalam sel meskipun partikelnya
sendiri dan apo A-I tidak diserap. Di jaringan SR-B1 memperantarai penerimaan kolesterol
dari sel oleh HDL untuk kemudian diangkut ke hepar dan disekresikan melalui empedu dalam
proses yang disebut reverse cholesterol transport.
Mekanisme reverse cholesterol transport yang kedua melibatkan ATP-binding casette
transporter A1 (ABCA1) dan G1. Kedua famili protein pengangkut ini menggabungkan
hidrolisis ATP dengan pengikatan substrat sehingga substrat dapat dipindahkan melalui
membran. ABCG1 memperantarai transpor kolesterol dari sel ke HDL, sedangkan ABCA1
memicu efluks ke partikel yang kurang memiliki lipid, misalnya praHDL-β atau apo A-I yang
kemudian diubah menjadi HDL3. Bentuk praHDL-β merupakan bentuk HDL yang paling poten
dalam menginduksi efluks kolesterol dari jaringan.
Kadar HDL berbanding terbalik dengan kadar triasilgliserol plasma dan secara langsung
dengan aktivitas lipoprotein lipase. HDL berperan membawa kolesterol dari jaringan dan
mengembalikannya ke hepar untuk diekskresikan.

Regulasi transpor dan metabolisme lipid


Hepar memiliki peran utama dalam metabolisme lipid. Hepar berfungsi sebagai berikut:
1. Mempermudah pencernaan dan penyerapan lipid dengan menghasilkan empedu yang
mengandung kolesterol dan garam empedu yang disintesis di hepar de novo atau dari
penyerapan kolesterol lipoprotein
2. Membentuk dan mengoksidasi asam lemak, triasilgliserol, dan fosfolipid
3. Mengubah asam lemak menjadi badan keton (ketogenesis)
4. Merupakan bagian integral dari sintesis dan metabolisme lipoprotein plasma

Sintesis triasilgliserol hepar merupakan stimulus langsung untuk pembentukan dan sekresi
VLDL. Asam-asam lemak yang digunakan berasal dari:
1. Sintesis di dalam hepar dari asetil-KoA yang terutama berasal dari karbohidrat,
terutama dalam keadaan kenyang
2. Penyerapan asam lemak bebas dari sirkulasi, terutama dalam keadaan kelaparan

Faktor-faktor yang meningkatkan sintesis triasilgliserol dan sekresi VLDL oleh hepar
adalah:
1. Keadaan kenyang
2. Konsumsi diet kaya karbohidrat, terutama sukrosa atau fruktosa, yang menyebabkan
peningkatan lipogenesis dan esterifikasi asam lemak
3. Kadar asam lemak tinggi dalam darah
4. Konsumsi alkohol

45
5. Kadar insulin tinggi dan glukagon rendah yang menyebabkan peningkatan sintesis
sintesis dan esterifikasi asam lemak, sebaliknya oksidasi terhambat

Hormon-hormon yang mempengaruhi mobilisasi lipid:


1. Insulin: menghambat pembebasan FFA dari jaringan adiposa sehingga menurunkan
kadar FFA dalam plasma.
- Meningkatkan lipogenesis dan sintesis asilgliserol
- Meningkatkan oksidasi glukosa menjadi CO2 melalui jalur pentosa fosfat
- Menghambat aktivitas hormone sensitive lipase di jaringan adiposa sehingga
mengurangi pembebasan FFA dan gliserol
2. Hormon-hormon yang meningkatkan laju lipolisis triasilgliserol, mempercepat
pengeluaran FFA dari jaringan adiposa sehingga meningkatkan kadar FFA dalam
plasma: epinefrin, norepinefrin, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH),
melanocyte stimulating hormone (MSH), thyroid stimulating hormone (TSH), growth
hormone (GH), vasopressin.

Triasilgliserol
Triasilgliserol disimpan dalam jaringan adiposa dalam bentuk droplet lipid besar yang
secara terus menerus mengalami lipolisis/hidrolisis dan re-esterifikasi. Kedua proses diatur
secara terpisah oleh banyak faktor nutrisi, metabolik, serta hormon dan melibatkan reaktan dan
enzim yang berbeda. Hasil kedua proses ini menentukan banyaknya FFA di jaringan adiposa
dan di dalam plasma.
Triasilgliserol disintesis dari asil-KoA dan gliserol 3-fosfat (diperoleh dari proses
glikolisis). Triasilgliserol dihidrolisis oleh hormone-sensitive lipase membentuk FFA dan
gliserol. Gliserol masuk ke dalam darah dan diserap serta diangkut ke jaringan, seperti hati dan
ginjal. FFA dapat diubah kembali di jaringan adiposa menjadi asil-KoA sintetase dan dire-
esterifikasi dengan gliserol 3-fosfat membentuk triasilgliserol. Siklus ini terjadi terus menerus.
Tapi jika kecepatan re-esterifikasi tidak dapat mengimbangi laju lipolisis, terjadi akumulasi
FFA yang berdifusi ke dalam plasma sehingga kadar FFA plasma meningkat.

Kolesterol
Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau berikatan dengan
long-chain fatty acid (LCFA) sebagai ester kolesteril. Dalam plasma kolesterol diangkut dalam
bentuk lipoprotein, terutama LDL dan HDL. Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan
komponen struktural esensial membran plasma. Kolesterol disintesis di banyak jaringan dari
asetil-KoA dan merupakan prekursor semua steroid dalam tubuh, seperti kortikosteroid,
hormon seks, asam empedu, dan vitamin D.
Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses sintesis (sekitar 700 mg/hari), sisanya
diperoleh dari makanan. Hepar dan usus menghasilkan 10% dari sintesis kolesterol. Sisanya di
dalam retikulum endoplasma dan sitosol sel berinti di banyak jaringan. Kolesterol terdapat
dalam makanan hewani, yang diserap sekitar 30-60% dari diet. Setelah diserap, kolesterol dari
makanan dibawa ke ke hepar dan jaringan dalam bentuk kilomikron.

46
Molekul kolesterol memiliki berat molekul 386 Da, 27 atom karbon, dan gugus hidroksil di
atom C yang ke-3. Strukturnya jenuh dengan hanya 1 ikatan rangkap di antara atom C yang ke-
5 dan ke-6.

Biosintesis kolesterol dibagi menjadi 5 (lima) tahap, yaitu:


1. Sintesis mevalonat dari asetil-KoA
Dua molekul asetil-KoA membentuk asetoasetil-KoA dengan dikatalisis oleh tiolase
sitosol → kondensasi dengan molekul asetil-KoA lain dikatalisis oleh HMG-KoA
sintase (3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA sintase) → membentuk HMG-KoA →
direduksi menjadi mevalonat oleh NADPH dan dikatalisis HMG-KOA reduktase.
Tahap ini adalah tahap regulatorik utama di jalur sintesis kolesterol dan merupakan
tempat kerja obat golongan statin (inhibitor HMG-KoA reduktase). Tahap ini dihambat
oleh kolesterol makanan. Aktivitas HMG-KoA reduktase ditekan oleh puasa, yang
membatasi ketersediaan asetil-KoA dan NADPH untuk biosintesis kolesterol.
Sumber asetil-KoA adalah oksidasi beta LCFA, dehidrogenasi piruvat, dan oksidasi
asam amino ketogenik (misal: leusin dan isoleusin).
2. Pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat melalui pengeluaran CO2
Mevalonat mengalami fosforilasi oleh 2 molekul ATP dan dekarboksilasi membentuk
isoprenoid aktif, yaitu isopentenil difosfat.
3. Kondensasi 6 unit isoprenoid membentuk skualen
Isopentenil difosfat mengalami isomerisasi membentuk dimetilalil difosfat →
bergabung dengan molekul lain membentuk geranil fosfat → kondensasi lebih lanjut
dengan isopentenil difosfat membentuk farnesil difosfat → 2 molekul farnesil difosfat
bergabung membentuk skualen menggunakan NADPH sebagai donor elektron.
Molekul NADPH berasal dari jalur pentosa fosfat.
4. Siklisasi skualen menghasilkan steroid induk lanosterol
Skualen diubah menjadi skualen 2,3-epoksida oleh skualen oksidase kemudian
disiklisasi oleh oksidoskualen-lanosterol siklase membentuk lanosterol. Tahap ini
memerlukan NADPH dan oksigen.
5. Pembentukan kolesterol dari lanosterol
Proses ini berlangsung di membran retikulum endoplasma. Dua gugus metil
dikeluarkan untuk membentuk 14-desmetil lanosterol kemudian zimosterol →
perpindahan ikatan rangkap membentuk zimosterol → ikatan rangkap samping
direduksi menghasilkan kolesterol. Reaksi ini memerlukan NADPH, NAD+, dan
oksigen.
Biosintesis 1 mol kolesterol memerlukan 18 mol asetil-KoA, 36 mol ATP, dan 16 mol
NADPH. Reaksi ini terjadi di sitoplasma, tetapi beberapa enzim yang diperlukan berikatan
dengan membran retikulum endoplasma.

Regulasi sintesis kolesterol


Pengaturan sintesis kolesterol terjadi pada awal jalur reaksi, yaitu di tahap HMG-KoA
redutase. HMG-KoA reduktase di hepar dihambat oleh mevalonat. Kolesterol dan metabolitnya
menekan transkripsi HMG-KoA reduktase melalui aktivasi faktor transkripsi sterol regulatory

47
element-binding protein (SREBP), yaitu famili protein yang mengatur transkripsi berbagai gen
yang berperan dalam penyerapan dan metabolisme kolesterol dan lipid lain dalam sel.
Sintesis kolesterol dan aktivitas HMG-KoA reduktase memiliki variasi diurnal sesuai ritme
circadian. Sintesis kolesterol di hepar mencapai puncak sekitar 6 jam setelah gelap dan minimal
sekitar 6 jam setelah terang. Aktivitas HMG-KoA reduktase ditingkatkan oleh hormon insulin
dan tiroid, sebaliknya dihambat oleh glukagon dan glukokortikoid.
Peningkatan kolesterol dalam sel dapat terjadi karena:
- Penyerapan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misalnya reseptor
LDL atau reseptor scavenger
- Penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya kolesterol ke membran sel
- Sintesis kolesterol
- Hidrolisis ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase

Penurunan kolesterol dalam sel dapat terjadi karena:


- Efluks kolesterol dari membran ke HDL melalui ABCA1, ABCG1, atau SR-B1
- Esterifikasi kolesterol oleh asil-KoA kolesterol asil transferase (ACAT)
- Pemakaian kolesterol untuk membentuk steroid lain, misalnya hormon atau asam
empedu

Reseptor LDL (apo B-100, E) yang terletak pada permukaan sel mengikat LDL untuk
diserap secara utuh melalui endositosis. Apoprotein dan ester kolesteril kemudian dihidrolisis
di lisosom. Kolesterol dipindahkan ke dalam sel, sedangkan reseptor di daur ulang ke
permukaan sel. Masuknya kolesterol ini akan menyebabkan terjadinya:
- Penghambatan transkripsi gen HMG-KoA reduktase dan enzim-enzim sintesis
kolesterol lain sehingga menghambat sintesis dan absorbsi kolesterol
- Downregulation reseptor LDL untuk mencegah masuknya kolesterol
- Peningkatan efluks kolesterol dan fosfolipid ke apoprotein
- Peningkatan konversi kolesterol ke asam empedu
- Peningkatan aktivitas ACAT untuk esterifikasi kolesterol

Kolesterol dieksresikan dari dalam tubuh melalui empedu, dalam bentuk unesterified atau
asam empedu. Asam empedu primer dibentuk di hepar dari kolesterol, yaitu asam kolat dan
asam kenodeoksikolat. Enzim kolesterol 7ɑ-hidroksilase mengkatalisis hidroksilasi tahap
regulatorik pertama, kemudian hidroksilasi dilanjutkan oleh monooksigenase. Jalur biosintesis
kemudian terbagi 2 untuk menghasilkan kolil-KoA atau kenodeoksikolil-KoA. Asam empedu
kemudian memasuki empedu sebagai konjugat glisin atau taurin.
Asam empedu primer dimetabolisme oleh bakteri usus sehingga terjadi dekonjugasi dan
dehidroksilasi-7ɑ, yang menghasilkan asam empedu sekunder, asam deoksikolat, dan asam
litokolat. Asam empedu diserap kembali di ileum dan 98-99% dikembalikan ke hepar melalui
siklus enterohepatik. Hepar mengkonjugasikan kembali dengan taurin atau glisin dan
mensekresikan ke dalam empedu. Dalam faeces, bentuk utama sterol adalah koprostanol yang
dibentuk oleh bakteri di usus bagian bawah. Bentuk lainnya adalah berupa kolestanol.

48
Daftar Pustaka:
1. Botham KM, Mayes PA. Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. Dalam: Murray RK, Bender DA,
Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2014.
Halaman 264-278.
2. Botham KM, Mayes PA. Sintesis, Transpor, dan Ekskresi Kolesterol. Dalam: Murray RK, Bender DA,
Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2014.
Halaman 279-290.
3. Dominiczak MH, Beastall G. Biosynthesis of Cholesterol and Steroids. Dalam: Baynes JW, Dominiczak
MH. Medical Biochemistry. Philadelphia: Elsevier; 2005. Halaman 209-223.
4. Dominiczak MH, Beastall G. Lipids and Lipoproteins. Dalam: Baynes JW, Dominiczak MH. Medical
Biochemistry. Philadelphia: Elsevier; 2005. Halaman 226-243.
5. Ian DKH. Metabolisme Kolesterol. Dalam: Ian DKH. Sinopsis Biokimia Disertai Contoh Kasus Klinik,
Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara; 2011. Halaman 161-190.
6. Ian DKH. Pencernaan, Penyerapan, dan Pengangkutan Lipid. Dalam: Ian DKH. Sinopsis Biokimia
Disertai Contoh Kasus Klinik, Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara; 2011. Halaman 191-200.

49
HEMODINAMIKA
Harijadi Pramono

PENDAHULUAN
Sistem kardiovaskular bertanggung jawab untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
Jantung sebagai pompa, pembuluh darah sebagai saluran, dan darah sebagai media pembawa
bahan-bahan. Hemodinamika adalah ilmu yang mempelajari aliran darah dalam pembuluh
darah.
Fungsi utama sistem kardiovaskular adalah:
1. Mendistribusikan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
2. Mendistribusikan nutrien, air, elektrolit, dan hormon, ke seluruh jaringan tubuh.
3. Sebagai media transportasi karbondioksida dan sisa metabolik dari jaringan tubuh
menuju organ ekskresi.
4. Berperan dalam infrastruktur sistem imun.
5. Termoregulasi.

DARAH
Darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu komponen plasma dan komponen seluler.
Plasma merupakan larutan yang mengandung air, elektrolit, protein, dan molekul lain, dengan
sel-sel yang terlarut didalamnya. Sel menyusun sekitar 40-45% volume darah, terutama terdiri
dari eritrosit, lekosit, dan trombosit. Pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 Kg, volume
darah sekitar 5,5 L.

JANTUNG
Jantung merupakan mesin pemompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh, sebagian
besar jantung terbentuk dari jaringan muskular. Dalam jantung terdapat empat rongga. Bagian
jantung atas (atrium) dan bawah (ventrikel) dihubungkan oleh celah berkatup ( katup
atrioventrikular kanan, trikuspidalis; dan katup atriventrikular kiri, bikuspidalis). Bagian
jantung kiri dan kanan dipisahkan oleh sekat tidak bercelah (sekat inter-atrial yang memisahkan
kedua atrium, sekat inter-ventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel).

Gambar 1. Ruangan jantung dan pembuluh darah yang berhubungan langsung.

50
Atrium kiri yang berdinding tipis menerima darah vena yang kembali dari seluruh tubuh (aliran
darah sistemik) melalui Vena Cava superior (dari bagian atas tubuh) dan Vena Cava Inferior (dari
bagian bawah tubuh). Atrium kiri menyalurkan darah menuju ventrikel kanan, katup trikuspidalis
mencegah aliran darah balik ke atrium kiri saat ventrikel benkontraksi untuk menyalurkan darah melalui
arteri pulmonalis menuju paru-paru (aliran darah pulmonal). Pada pangkal arteri pulmonalis terdapat
katup pulmonal (berfungsi untuk mencegah aliran balik ke ventrikel kanan saat relaksasi ventrikel
kanan), kemudian bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri menuju masing-masing paru.
Warna merah pada setiap ilustrasi dalam buku mengartikan bahwa pembuluh darah tersebut kaya
oksigen, sedangkan warna biru berarti sebaliknya; karena itu arteri pulmonalis merupakan satu-satunya
arteri yang diwarnai biru.
Vena pulmonalis (berwarna merah) membawa oksigen dari kedua paru menuju atrium kiri,
kemudian menuju ventrikel kiri. Katup mitral (bikuspidalis) berfungsi untuk mencegah aliran balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri. Pada fase sistolik ventrikel kiri, darah didorong menuju peredaran sistemik
melalui aorta. Katup aorta bertugas mencegah kembalinya darah dari aorta ke ventrikel kiri. Sistim
aliran darah antara jantung dan paru disebut aliran darah pulmonal, sedangkan aliran darah yang
menghubungkan jantung dengan seluruh bagian tubuh (kecuali paru-paru) disebut aliran darah sistemik.

PEMBULUH DARAH
Pembuluh darah berfungsi sebagai pipa penyalur darah, dari jantung mengalir pembuluh
darah arteri menuju seluruh tubuh, kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena.
Berbagai jenis pembuluh darah dibahas oleh bagian histologi, sedangkan struktur aliran
pembuluh darah oleh anatomi.

Gambar 2. Sistematika aliran darah dalam tubuh

HEMODINAMIKA
Hemodinamika adalah ilmu yang mempelajari aliran darah dan berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Hukum-hukum fisika dasar berlaku pula dalam hemodinamika, walaupun
tidak dapat diterapkan secara mutlak, karena tekanan darah dari jantung bersifat pulsatif (fase
sistolik dan diastolik), diameter pembuluh darah selalu berubah, sifat pembuluh darah adalah
elastis, dan kandungan darah dapat berubah (viskositas darah).

51
Prinsip utama perpindahan darah (F) adalah adanya perbedaan tekanan (dP), dan darah
mengalir dari area bertekanan lebih tinggi menuju area bertekanan lebih rendah. Faktor
penghambat perpindahan cairan adalah resistensi (R), yaitu hambatan yang terbentuk akibat
gesekan partikel dalam darah dengan dinding pembuluh darah. Syarat terjadinya aliran adalah
perbedaan tekanan harus lebih besar dari pada resistensi (Hukum poiseuille)
F=P/R
F (flow)
P (perbedaan tekanan antara 2 area)
R (resistensi)

R = 8 n (viskositas) x L (panjang pembuluh) / π r4 (radius)


R (resistensi)
N (viskositas)
L (panjang pembuluh darah)
π (konstanta)
r (radius pembulih darah)

Pada dasarnya, tekanan pada seluruh arah adalah sama besarnya. Pada cairan, berlaku
hukum hidrostatika, yaitu tekanan cairan pada bidang horisontal adalah sama besar, sedangkan
tekanan pada tempat berbeda ketinggian adalah lebih besar pada area lebih bawah (hukum
Hidrostatika Pascal).
P =f.g.h
P (tekanan)
f (berat jenis)
g (gravitasi)
h (ketinggian)

Tegangan (tension) pembuluh darah adalah perkalian antara tekanan transmural dengan
radius pembuluh darah. Tekanan transmural adalah perbedaan tekanan antara bagian dalam
(intramural) dengan bagian luar (ekstramural)pembuluh darah (keduanya mendorong dinding
pembuluh darah dari arah berbeda). Bila tekanan dari dalam pembuluh darah (yang mendorong
dinding pembuluh darah keluar) lebih besar daripada tekanan dari luar dinding pembuluh
darah, maka pembuluh darah akan mengembang. Pada arteri, tekanan dari dalam selalu lebih
besar dari luar, karena itu arteri selalu mengembang (Hukum Laplace).
T =P x r
T (tension)
P (tekanan)
r (radius)

Tekanan intramural pembuluh darah vena relatif kecil, sehingga sering dijumpai pembuluh
vena yang kolaps karena tekanan ekstramural lebih tingga daripada tekanan intramural, dan
diameter vena relatif lebih besar dibanding arteri.
Pembuluh vena mepunyai sifat distensibilitas yang lebih besar daripada arteri, sehingga
vena mampu menampung darah lebih banyak (compliance). Distensibiltas adalah kemampuan

52
mengembang pada setiap penambahan tekanan. Compliance adalah jumlah (volume) yang
dapat ditampung.

Compliance = Distensibiltas x Volume

Kecepatan aliran darah pada berbagai segmen pembuluh darah adalah tidak sama, kecepatan
aliran darah paling besar berada pada Aorta, kemudian Arteri, selanjutnya adalah Vena Cava
(tabel 1). Kecepatan aliran darah berbanding terbalik dengan luas penampang total pembuluh
darah (Hukum kontinuitas).
A1 V1 = A2 V2
A1(luas penampang area 1)
V1 (kecepatan area 1)
A2 (luas area 2)
V2 (kecepatan area 2)

Bagian dari sistem Luas penampang total Kecepatan aliran


peredaran (cm2) (cm/detik)
AORTA 4.5 40
ARTERI 20 9
ARTERIOL 400 0.45
KAPILER 4500 0.04
VENA 40 4.5
VENA CAVA 18 10

Tabel 1. Hubungan antara luas penampang total dan kecepatan aliran

TEKANAN DARAH ARTERI


Tekanan darah terbentuk akibat desakan darah terhadap dinding pembuluh darah. Satuan
tekanan darah adalah mmHg. Pernyataan tekanan darah biasanya dimaksudkan sebagai tekanan
darah arterial. Tekanan sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang terjadi saat sistol,
sedangkan tekanan diastolik merupakan nilai tekanan darah terendah saat diastol.

Gambar 3. Sfigmogram tekanan darah arteri

Faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung dan resistensi
pembuluh darah, sesuai dengan formulasi:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Resistensi Pembuluh Darah

Curah jantung = Frekuensi Jantung x Isi Sekuncup

53
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa keluar oleh jantung per-satuan waktu.
Curah jantung ditentukan oleh frekuensi jantung (permenit) dan isi sekuncup (volume yang
dikeluarkan setiap sistolik).
Resistensi pembuluh darah terbentuk oleh gesekan komponen darah dengan dinding
pembuluh darah, karena itu resistensi pembuluh darah bergantung pada viskositas darah,
diameter lumen, dan panjang pembuluh darah. Perubahan diameter lumen pembuluh darah
merupakan faktor utama yang berperan dalam menentukan resistensi pembuluh darah, karena
faktor viskositas darah dan panjang pembuluh darah relatif tidak berubah dalam jangka waktu
yang relatif lebih lama.

KONTROL TEKANAN DARAH


Kontrol tekanan darah dilakukan oleh interaksi dari berbagai sistem melalui mekanisme
umpan balik negatif pada frekuensi jantung, isi sekuncup, resistensi pembuluh darah, dan
volume darah.

Pengaturan Tekanan Darah oleh Pusat Kardiovaskular


Pusat kardiovaskular terletak dalam medula oblongata, berfungsi untuk mengatur tekanan
darah melalui sistem neural, hormonal, dan umpan balik negatif yang spesifik pada jaringan
tertentu. Pusat kardiovaskuler menerima masukan dari pusat yang lebih tinggi (korteks serebri,
sistem limbik, dan hipotalamus) dan reseptor sensorik (proprioreseptor, baroreseptor, dan
kemoreseptor). Respon dari pusat kardiovaskuler disalurkan melalui sistem persarafan otonom.
Stimulasi simpatis meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas jantung, sedangkan hambatan
simpatis berefek sebaliknya. Stimulasi parasimpatis disalurkan melalui N.Vagus yang bersifat
menurunkan frekuensi jantung.

Gambar 4. Pengaturan tekanan darah oleh Pusat Kardiovaskular.

Pusat kardiovaskuler juga mempersarfi otot polos pembuluh darah (vasomotor). Persarafan
ini berfungsi untuk menjaga tonus pembuluh darah dan bersifat vasokonstriktor. Perangsangan
simpatis pada vena bersifat memobilisir darah dari sistem vena untuk memperbanyak darah
yang kembali menuju jantung.

54
Pengaturan Tekanan Darah oleh Sistem Saraf
Sistem saraf mengatur tekanan darah dengan mekanisme umpan balik negatif melalui
refleks baroreseptor dan kemoreseptor. Baroreseptor yang terletak di arkus aorta, arteri karotis
interna, dan beberapa arteri besar daerah leher dan dada, peka terhadap perubahan tekanan
darah. Peregangan baroreseptor akibat peningkatan tekanan darah direspon pusat
kardioreseptor dengan mengaktifkan sistem parasimpatis dan menghambat simpatis, sehingga
terjadi penurunan frekuensi dan kontraktilitas jantung, kemudian diikuti oleh vasodilatasi
pembuluh darah sistemik. Sebaliknya bila tekanan darah menurun maka regangan baroreseptor
berkurang sehingga direspon oleh pusat kardiovaskuler dengan menghambat parasimpatis dan
mengaktifkan simpatis.
Kemoreseptor terletak berdekatan dengan baroreseptor yaitu pada aorta dan arteri karotis.
Kemoreseptor bereaksi terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2, dan H+. Keadaan hipoksia,
asidosis, atau hiperkapnia mengaktifkan kemoreseptor, kemudian mengirimkan impuls kepada
pusat kardioreseptor, dan direspon oleh pusat kardioreseptor dengan mengaktivasi simpatis.
Kemoreseptor juga memacu pusat respirasi untuk meningkatkan frekuensi nafas.

Pengaturan Tekanan Darah oleh Sistem Hormonal


Hormon-hormon tertentu berpengaruh pada tekanan darah dengan cara mengatur curah
jantung, resistensi pembuluh darah, dan volume darah. Sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron bereaksi terhadap penurunan tekanan darah atau aliran darah yang menuju ginjal
melalui sekresi renin oleh sel juxta glomerular. Renin bersama ACE membentuk hormon aktif,
yaitu angiotensin II, yang meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme vasokontriksi
pembuluh darah dan sekresi aldosteron. Aldosteron bersifat meretensi air dan natrium
(meningkatkan volume darah).
Epinefrin dan norepinefrin disekresi oleh medula adrenal berdasar pada stimulasi
simpatis. Hormon ini meningkatkan curah jantung dengan cara menaikkan frekuensi dan
memperkuat kontraksi jantung. Hormon ini juga bersifat vasokonstriktor, terutama pada
arteriol dan vena kulit, serta organ abdominal, sedangkan pada arteriol jantung dan otot skelet
bersifat vasodilator.
Hormon Antidiuretik diproduksi oleh hipotalamus, disimpan, dan kemudian dikeluarkan
oleh kelenjar hipofisa posterior, sebagai respon dari penurunan volume darah. ADH bersifat
vasokonstriktor, karena itu juga disebut hormon vasopresin.
Peptida Anti Natriuretik (ANP), disekresi oleh sel atrium jantung, bersifat vasodilator dan
membuang air dan garam melalui urin.

Otoregulasi Tekanan Darah


Kemampuan jaringan untuk mengatur aliran darah untuk aktivitas metabolisme disebut
otoregulasi. Keadaan yang mempengaruhi perubahan otoregulasi misalnya perubahan
temperatur dan aktivitas fisik.

55
Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Selain faktor utama yang telah disebutkan, beberapa faktor lain juga dapat mempengaruhi
tekanan darah, yaitu usia, jenis kelamin, bentuk tubuh, ras, pengaruh gravitasi, dan posisi
tubuh.

PENGUKURAN TEKANAN DARAH


Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung.
Pengukuran cara langsung dilakukan dengan mengintervensi pembuluh darah, karena itu
metode ini tidak dilakukan dalam pemeriksaan rutin. Pengukuran cara tidak langsung dapat
dilakukan dengan cara palpasi (Riva Rocci), cara auskultasi (Korotkov), atau cara
kombinasi (Formyn). Dalam pemeriksan sehari-hari, sering digunakan cara kombinasi, karena
dengan cara ini pemeriksa dapat mendeteksi adanya silent gap pada penderita hipertensi,
disamping itu keuntungan lain yang didapatkan adalah menilai kualitas denyut nadi.
Alat untuk mengukur tekanan darah yang lazim digunakan adalah sphygmomanometer,
manset, dan stetoskop (cara auskultasi atau kombinasi). Prinsip pemeriksaan tekanan darah
cara tidak langsung adalah memberikan tekanan lawan pada pembuluh darah melalui manset.
Penekanan dengan derajat tertentu menimbulkan turbulensi aliran darah, yang dapat dideteksi
dari terbentuknya suara Korotkov. Tekanan sistolik ditentukan berdasar pada suara Korotkov
I, sedangkan tekanan diastolik ditentukan pada saat terdengar suara Korotkov V.
Nilai normal tekanan darah seorang dewasa adalah dibawah 120/80 mmHg (JNC VII, 2003),
pengukuran dilakukan pada arteri brakialis, setinggi 5 cm diatas fossa cubiti, posisi duduk, dan
hasilnya dibandingkan dengan pengukuran lengan kontralateral dalam interval 5 menit.
Klasifikasi TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 -139 atau 80-89
Hipertensi stage I 140 -159 atau 90-99
Hipertensi stage II ≥ 160 atau ≥ 100
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII, 2003.

PULSUS ARTERIOSUS
Pulsus arteriosus adalah denyutan pada pumbuluh darah arteri yang mengembang dan
mengempis secara berirama, sesuai dengan perubahan tekanan saat sistol dan diastol jantung
dan dihantarkan ke perifer. Pulsus arteriosus dapat dicatat sebagai Sfigmogram, yang
bentuknya bervariasi pada setiap segmen pembuluh darah, karena itu dibedakan menjadi pulsus
arteriosus sentral (aorta, arteri karotis komunis) dan perifer (arteri radialis).

56
Gambar 5. Sfigmogram berbagai pembuluh darah

Pada sfigmogram tampak gelombang ke atas (anakrot) yang terjadi saat sistol, dan
gelombang ke bawah (katakrot). Pulsus sentral ditandai oleh anakrot dan katakrot yang tajam,
sedangkan pada pulsus perifer tampak lebih landai. (gambar 5). Melalui pemeriksaan
sfigmogram dapat diketahui berbagai keadaan yang sulit dibedakan dengan pemeriksaan
palpasi nadi, yaitu:
1. Pulsus Dikrotikus (amplitudo pulsus lebih tinggi daripada normal).
2. Pulsus Anakrotikus (amplitudo pulsus lebih rendah daripada normal).
3. Pulsus Corrigans atau Water Hammer (amplitudo sangat tinggi, anakrot dan dikrotik
terjadi secara cepat), terjadi pada insufisiensi aorta.
4. Pulsus Paradoksus (terbentuknya amplitudo berlawanan dengan siklus pernafasan),
pada pericarditis adesif, dan tamponade jantung.
5. Pulsus Alternans (amplitudo tidak sama tinggi), pada kasus infark miokardium.

57
Gambar 6. Titik-titik palpasi Nadi.

Pulsus arteriosus dapat dipalpasi pada pembuluh darah, disebut Nadi. Titik palpasi nadi
sesuai gambar 6, penilaian nadi umumnya dilakukan pada arteri radialis. Dari pemeriksaan nadi
dapat dinilai:
1. Frekuensi nadi (sekian kali per-menit)
2. Regularitas (keseragaman jarak antar denyutan)
3. Ekualitas (keseragaman tinggi amplitudo)
4. Kekuatan (pulsus fortis/ filiformis)
5. Ketegangan (pulsus molis/ durus)
6. Isi (pulsus magnus/ parvus)
7. Perbandingan amplitudo kedua sisi tubuh (pulsus indiferens/ diferens)
8. Elastisitas (mudah diraba pada arterioskelosis)
9. Kecepatan mencapai puncak (pulsus celler/ tardus)

ALIRAN DARAH VENA


Darah yang berasal dari seluruh tubuh dikembalikan menuju jantung oleh pembuluh darah
vena. Prinsip hemodinamika berlaku juga dalam proses pengembalian darah ini (darah
mengalir dari tekanan yang lebih tinggi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah vena adalah:
1. Gravitasi
2. Kontraksi otot rangka
3. Faktor respirasi (inspirasi)
4. Daya hisap atrium kanan.

58
Pengaruh Gravitasi terhadap aliran darah vena:
Sesuai dengan hukum hemodinamika ( P = fgh ), maka tekanan vena pada bagian bawah
tubuh lebih tinggi dibanding dengan atrium kanan, sehingga darah dapat mengalir kembali ke
jantung.

Gambar 7. Tekanan darah vena pada berbagai tubuh.

Pengaruh kontraksi otot rangka terhadap aliran darah vena:


Salah satu ciri khas pada pembuluh darah vena adalah mempunyai katup yang dapat
membuka searah kearah jantung, fungsi katup vena adalah mencegah aliran balik darah menuju
perifer. Pada saat terjadi kontraksi otot, pembuluh vena sekitar otot yang berkontraksi seolah
terperas sehingga terjadi peningkatan tekanan darah setempat. Peningkatan tekanan darah
tersebut membuka katup bagian proksimal vena, sedangkan katup vena bagian distal tidak
dapat membuka (katup vena membuka searah), sehingga terjadi aliran darah dari bagian distal
menuju proksimal pembuluh darah.

Gambar 8. Pengaruh kontraksi otot dan katup vena dalam aliran darah vena.

59
Pengaruh respirasi terhadap aliran darah vena
Terdapat tiga alasan yang mempermudah aliran darah vena kembali ke dalam atrium
sehubungan dengan siklus pernafasan, yaitu:
1. Tekanan intra-torakal selalu lebih rendah dibanding tekanan udara diluar tubuh
(tekanan intra-torakal selalu negatif), karena itu darah vena cenderung kembali ke
pembuluh darah vena dalam rongga toraks.
2. Pada saat inspirasi terjadi ekspansi rongga toraks sehingga tekanan intra-torakal
semakin rendah. Tekanan negatif ini membuka pembuluh darah vena dalam rongga
toraks.
3. Saat inspirasi, terjadi gerakan diafragma turun menekan abdomen, sehingga tekanan
intra-abdominal semakin meningkat. Tekanan intra-abdomial yang semakin tinggi akan
menekan pembuluh darah vena intra abdominal sehingga bergerak menuju torakal.
Pengaruh daya hisap atrium kanan terhadap aliran darah vena:
Siklus kontraksi jantung tidak pernah berhenti, sehingga kontinyuitas aliran darah selalu
terjaga. Aliran darah yang selalu berkesinambungan ini memberikan energi kinetis pada atrium
kanan sebesar 5mmH20 untuk membantu mendorong darah kembali ke atrium. Pada saat
sistole atrium kanan, maka rongga atrium menciut tiba-tiba, kemudian kembali melebar saat
diastole atrium kanan. Perubahan volume rongga atrium yang tiba-tiba melebar akan
menimbulkan daya hisap pada vena yang masuk ke atrium kanan. Perubahan volume ini
semakin membesar saat sistole ventrikel (seolah atrium tertarik ke apex).

PENGUKURAN TEKANAN VENA


Tekanan darah vena sangat rendah dibandingkan dengan tekanan darah arteri, karena itu
satuan tekanan darah adalah mmH2O. pemeriksaan tekanan darah vena dapat dilakukan secara
langsung (invasif) atau tidak langsung. Alat manometer air dapat digunakan untuk mengukur
tekanan vena secara tidak langsung ((Hooker Eyster). Dalam klinis umumnya digunakan cara
Lewis Boorst (JVP) dengan mengukur kolom vena jugularis, pemeriksaan ini mencerminkan
tekanan atrium kanan, karena itu disebut pemeriksaan vena sentral. Pemeriksaan tekanan vena
perifer dapat dilakukan dengan cara Gardner.

60
FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR
Jo Suherman

I. PENDAHULUAN
Sistim kardiovaskular terdiri dari jantung sebagai pompa, pembuluh darah arteri sebagai
penyaluran/distributor darah dari jantung dan pembuluh darah vena sebagai
pengumpul/kolektor darah untuk dikembalikan ke jantung serta darah sendiri. Antara sistim
arteri dan vena ada kapiler yeang berada dalam jaringan organ. Melalui kapiler terjadi
pemasokan nutrien, oksigen dari darah arteri untuk kebutuhan sel-sel dan pengumpulan sisa
metabolisme sel untuk di bawa sistim vena kembali ke jantung.
Secara umum ada dua sistim peredaran darah dalam tubuh yang sifatnya tertutup yaitu sistim
peredaran darah sistemik dan sistim peredaran darah pulmonal. Khusus untuk jantung ada
sistim peredaran darah koroner.

II STRUKTUR DAN FUNGSI

61
Jantung adalah organ otot yang berongga empat dengan fungsi utama memompakan darah yang
masuk ke dalam jantung ke seluruh tubuh dan ke paru.

A. Rongga Dalam Jantung:


1. Atrium kanan
Menerima darah dari seluruh badan melalui vena cava superior, vena cava inferior dan dari
jantung sendiri melalui sinus koroner.
Semasa fetus, darah dari atrium kanan mengalir ke dalam atrium kiri melalui foramen ovalis
yang terletak pada septum inter atria. Pada saat lahir foramen ovalis sudah tertutup dan menjadi
fossa ovalis. Bila foramen ovalis tidak tertutup maka terjadi kelainan yang disebut Atrial Septal
Defect.
Darah dari atrium kanan akan mengalir ke dalam ventrikel kanan melalui katup Trikuspid
2. Ventrikel kanan
Membentuk permukaan jantung bagian depan, menerima darah dari atrium kanan untuk
dipompakan ke paru melalui truncus pulmonal (a. pulmonal) setelah melewati katup pulmonal
3. Atrium kiri
Menerima darah yang kaya oksigen dari paru melalui vena pulmonal dan darah tersebut akan
masuk ke dalam ventrikel kiri melewati katup mitral
4. Ventrikel kiri
Yang membentuk apex jantung. Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke dalam aorta melewati
katup aorta. Semasa fetus ductus arteriosus mengalirkan darah dari a.pulmonal ke dalam aorta.
Pada saat lahir ductus arteriosus mengalami obliterasi dan menjadi ligamentum arteriosum.
Bila ductus arteriosus tidak obliterasi maka keadaan tersebut disebut Patent Ductus arteiosus
(PDA). Darah dari aorta akan masuk ke dalam a. pulmonal yang lebih rendah tekanannya dan
pada auscultasi terdengar continues murmur.

B. Miokardium
Bagian dalam miokardium dilapisi oleh lapiran tipis jaringan endotel yang disebut
endocardium dan sebelah luar dilapisi membrane tipis yang disebut epicardium.
Ketebalan otot jantung pada ke-4 rongga jantung bervariasi sesuai dengan fungsinya.
Dinding atria tipis karena fungsi utamanya menampung darah dan menyalurkan darah ke dalam
ventrikel. Otot ventikel lebih tebal karena menyalurkan darah ke tempat yang lebih jauh. Otot
ventrikel kanan lebih tipis dari pada ventrikel kiri karena memompakan darah ke paru yang
dekat jaraknya dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kanan lebih kecil.
Ventrikel kiri ototnya paling tebal karena memompakan darah ke dalam sirkulasi sistemik dan
resisten terhadap aliran darah dari ventrkel kiri paling besar. Otot ventrikel kiri akan bertambah
tebal (hipertropi) bila resistensinya meningkat seperti pada penderita hipertensi atau bila otot
jantung mengalami kelainan seperti pada hypertrophic cardiomyopathy
Otot jantung beda dari otot rangka walaupun berseran lintang dalam hal :
1. Hanya memiliki satu atau dua inti dan banyak mitokhondria
2. Sel otot jantung dan sel sebelahnya dihubungkan oleh intercalated disc sehingga
membentuk satu unit motor fungsional karena adanya desmosome dan gap junction

62
( desmosome sebagai pengikat dan gap junction mempermudah aliran impuls antar
serabut miokardium )
3. Vaskularisasinya sangat baik karena adanya anastomosis dan kolateral.
4. Butuh ion kalsium dari luar sehingga kontaksinya lebih lama dari otot rangka.
5. Bahan bakar utama asam lemak bebas dan dapat menggunakan asam laktat disamping
glukosa
6. Periode refrakter lebih lama dari otot rangka ( tidak dapat kontraksi tetanus )

Fisiologi Otot Jantung


1. Mengikuti hukum all or none.
2. Mengikuti hukum Starling untuk jantung. Kekuatan kontraksi otot jantung tergantung
pada volume darah pada akhir diastole, makin besar volume darah tersebut (dalam
batas fisiologis) maka makin kuat kontaksi jantung (sistol) sehingga isi sekuncup (stroke
volume) makin besar.
3. Memiliki sifat otomasi dan ritmisitas terutama sistim konduksi.

Fibrous Skeleton Jantung


Atria dan venterikel masing-masing merupakan organ otot yang dipisahkan oleh jaringan
ikat yang disebut annulus fibrosus. Annulus fibrosus merupakan gabungan 4 ring jaringan ikat
tempat katup-katup jantung melekat dan tempat origo dan inserti otot-otot atria dan ventrikel.
Annulus fibrosus memisahkan atria dari ventrikel secara fisik dan elektrik. Atria dan ventrkel
masing-masing merupakan satu kesatuan motor unit, artinya kalau satu serabut otot atria atau
ventrikel terangsang maka seluruh atria atau ventrinel akan berkontraksi.
Ada dua macam miokardium :
1. Yang berfungsi kontraksi
2. Yang berfungsi menghantarkan impuls dan otomasi ( pace maker dan sistim Konduksi ).

Sistim Konduksi Jantung


Jantung adalah organ yang autorhythmic (self-excitable).
Miokardium dapat mengalami depolarisasi spontan dan menjalarkan impuls ke miokardium
tetangganya dan seterusnya sehingga terjadi sistol seluruh atria atau seluruh ventrikel.
Miokardium yang depolarisasi spontannya ritmikal disebut memiliki kemampuan otomasi.
Intrinsic rhythmic rate dari sistim konduksi:
1. SA node → 70-80 kali / menit
2. AV node → 40-60 kali / menit
3. AV bundle → 30 kali / menit
SA node terletak dekat muara Vena Cava Superior pada dinding atrium kanan berfungsi
sebagai pacemaker jantung karena frekuensi depolarisasi spontannya paling tinggi, maka dia
akan menentukan frekuensi denyut jantung (FDJ). Bila SA node tidak berfungsi baik misalnya
pada Sick Sinus Syndrome maka FDJ akan ditentukan oleh AV node.
Pacemaker diluar SA node yang akan mengambil alih penentuan FDJ pada keadaan
abnormal disebut Ectopic pacemaker.

63
Sistim Konduksi Jantung
1. SA (Sinoatrial) Node
Fungsi : pacemaker.
2. Internodal pathway (anterior tract of Bachman, medial tract of Wenckebach, posterior
tract of Thorel) menjalarkan impuls dari SA node ke atrium kanan dan kiri, dan ke AV
node.
3. AV (Atrioventricular) Node
Terletak pada atrium kanan medial dari katup tricuspid menjalarkan impuls ke AV Bundle
setelah impuls mengalami AV delay (0,1 detik) di AV node, untuk memberi kesempatan
kepada atria untuk mengosongkan isinya sebelum ventrikel depolarisasi dan akhirnya
kontraksi.
4. Atrioventricular Bundle (Bundle of His)
Berada dalam perbatasan atrium kanan dan septum interventrikular untuk kemudian
bercabang menjadi berkas kanan dan kiri (left bundle branch dan right bundle branch).
berjalan dalam septum interventrikular.mLeft bundle branch (LBB) bercabang menjadi
fasciculus anterior dan fasciculus posterior berjalan dalam ventrikel kiri, sedangkan Right
bundle branch (RBB) berjalan dalam ventrikel kanan. RBB dan LBB menjalarkan impuls
ke serabut Purkinje.
5. Serabut-serabut Purkinje
Adalah modifikasi serabut otot jantung (cardiacmyofibers) menjalarkan impuls ke otot
ventrikel mulai dari septum interventrikular terus ke apex, dinding ventrikel kanan kiri,
dan akhirnya ke basis kordis. Gangguan pada sistim konduksi dapat menimbulkan
gangguan FDJ, atau irama jantung, atau gangguan konduksi intraventrikular yang
berdampak pada hemodinamika jantung bahkan dapat menimbulkan kematian mendadak.

64
Efek Ion-ion K+, Na+ dan Ca2+ pada Jantung (Percobaan Langendorf : Perfusi Jantung)
1. Ion K+ berlebih dalam cairan perfusi menyebabkan kontraksi jantung jadi lambat dan
penambahan ion K+ selanjutnya menyebabkan jantung berhenti kontraksi dalam
keadaan diastole. Sebaliknya kekurangan ion K+ dalam cairan perfusi menyebabkan
kontraksi lebih cepat, tetapi pengurangan ion K+ selanjutnya dapat menghentikan
denyut jantung.
2. Ion Na+ berlebih dalam cairan perfusi menyebabkan kontraksi jantung jadi lambat dan
lemah, sedangkan kekurangan Na+ menyebabkan fibrilasi.
3. Ion Ca2+ berlebih dalam cairan perfusi menyebabkan kontraksi jantung tambah kuat dan
cepat; dan penambahan ion Ca2+ selanjutnya menyebabkan jantung berhenti kontraksi
dalam keadaan sistol (Calsium rigor).
Pengurangan ion Ca2+ menyebabkan kontraksi jantung melemah dan akhirnya berhenti
dalam keadaan sistol.

C. Katup Jantung
Katup dalam jantung menutup dan membuka sebagai respon terhadap perubahan tekanan
dalam rongga jantung selama jantung kontraksi (sistol) atau relaksasi (diastol).

65
Katup atrioventrikular (AV) yaitu mitral dan triksupid membuka pada saat ventrikel diastol
sehingga darah dari atria masuk ke dalam ventrikel dan menutup pada saat ventrikel sistol
untuk mencegah darah kembali ke atria. Pada saat ventrikel sistole, muskulus Papilaris akan
berkontraksi sehingga chordae tendinae menegang mencegah katup AV membuka kearah
atrium atau terjadi prolaps katup.
Katup Semilunar (aorta dan pulmonal) membuka saat ventrikel sistol (untuk memompakan
darah ke dalam aorta dan a.pulmonal) dan menutup saat diastol untuk mencegah darah balik
kembali ke dalam ventrikel.
Penutupan katup yang tidak sempurna akan menimbulkan regurgitasi. Contohnya pada
mitral prolaps terjadi mitral regugitasi artinya darah dari ventrikel kiri kembali ke dalam atrium
kiri. Pembukaan katup yang tidak sempurna disebut stenosis. Misalnya mitral stenosis, aorta
setenosis. Stenosis dan regurgitasi dapat terjadi pada semua katup jantung.

Pericardium
Seluruh jantung dibungkus oleh membran berlapis dua yang disebut perikardium. Membran
sebelah dalam perikardium yaitu epikardium dan bagian dalam dari membran luar perikardium
mengsekresi cairan perikardial yang berguna untuk lubrikasi mencegah gesekan sewaktu
jantung sistol dan diastol. Bila cairan perikardial bertambah karena perikarditis dan sebab lain
maka dapat menyebabkan terjadinya cardiac tamponade yang berakibat gangguan fungsi
jantung.

III. PEREDARAN DARAH

66
A. Peredaran darah sistemik
Pompanya ventrikel kiri,.memompakan darah yang kaya oksigen dari paru ke dalam
sirkulasi sistemik.

Left Aorta Systemic Systemic Systemic Venae Right


ventricle arteries capillari veins
cavae atrium
es

B. Peredaran darah paru


Ventrikel kanan memompakan darah yang kurang oksigen ke paru untuk oksigenasi.dan
membuang kelebihan CO2 hasil metabolisme.

Right Pulmonary Pulmonary Pulmonary Pulmonary Left


ventricle trunk arteries Capillaries veins atrium

C. Peredaran Koroner
Darah mengalir ke dalam sirkulasi koroner melalui sinus aortik pada pangkal aorta.
Khususnya untuk ventrikel kiri, pengisian darah terutama pada saat diastole karena pembuluh
darah diantara miokardium terjepit pada saat sistol (10-30% dari aliran darah waktu diastol).
Aliran darah dalam sirkulasi koroner menjadi lebih sedikit pada keadaan tachycardia apalagi
kalau ada penyempitan pembuluh darah koroner.
Darah tersebut kaya akan oksigen dan nutrient dan aliran darah balik membawa CO2 dan
sisa metabolisme yang akhirnya disalurkan ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius.

R&L
Left coronary Coronary Coronary Coronary Right
ventri Aorta capillaries
arteries veins sinus atrium
cle

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran koroner


1. Yang menyebabkan vasodilatasi koroner sehingga aliran darahnya meningkat:
- Adenosin, hasil pemecahan ATP dalam sel jantung disekresikan pada saat metabolisme
jantung meningkat dan saat aliran darah koroner berkurang.
- Nitric Oxide (NO) dari sel endotel pembuluh darah koroner
- Acidosis jaringan karena produksi H+ meningkat
2. Yang menyebabkan vasokontriksi koroner
- Norepinefrin melalui aktifasi β adrenergic receptor

IV. SIKLUS JANTUNG


Siklus jantung terdiri dari sistol (kontraksi dan pengosongan) dan diastol (relaksasi dan
pengisian) Sistol dan diastol atria dan ventrikel tidak bersamaan waktunya. Dalam keadaan
istirahat satu siklus butuh waktu lebih kurang 0,8 detik.(FDJ = 75 x/menit). Sistole atria butuh
waktu 0,1 detik dan sisa 0,7 detik untuk diastole. Sistol ventrikel butuh waktu 0,3 detik dan sisa
0,5 detik diastole.
Lama sistol dan diastol tergantung frekuensi denyut jantung (FDJ) atau heart rate (HR).

67
FDJ makin tinggi maka pemendekan waktu untuk diastol lebih banyak dari waktu untuk
sistol. Sistol atria maupun ventrikel didahului dengan depolarisasi miokardium atria dan
ventrikel. Kontraksi atrium kanan lebih dahulu 0,01 detik dari atrium kiri. Kontraksi atria
dimulai pada puncak gelombang P ( depolarisasi atria), sedangkan sistol ventrikel terjadi pada
puncak gelombang R.
Pada saat inspirasi kontraksi ventrikel kanan lebih lama daripada ventrikel kiri karena
venous return ke dalam ventrikel kanan relatif lebih banyak daripada ke ventrikel kiri.

Urutan Peristiwa Mekanik Siklus Jantung


1. Sistol Atrial memompakan 25 % dari pengisian darah ke dalam ventrikel (katup AV dalam
keadaan terbuka).
2. Ventrikel dalam fase kontraksi isovolumik selama 0.02-0,03 detik. (Ke-4 katup tertutup).
3. Pada saat tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam Aorta atau a. Pulmonal, terjadi.
Rapid ejection ventrikel untuk memompakan 70 % volume darah dari isi sekuncup (stroke
volume/ SV ) keluar jantung dalam waktu 1/3 lamanya sistol pertama. (katup-katup
semilunar terbuka).
4. Reduced ejection ventrikel menambah 30 % SV dalam waktu sisa 2/3 lamanya sistol.
5. Ventrikel dalam fase isovolumic relaxation (Ke-4 katup tertutup).
6. Rapid ventricular filling, darah masuk dari atria ke ventrikel seperti dicurahkan karena
tekanan atria lebih besar dari ventrikel yang akan membukakan katup AV.
7. Reduced ventricular filling, darah yang masuk ke atria langsung masuk ke ventrikel. Pada
fase Rapid ventricular filling dan Reduced ventricular filling terjadi pengisian 75% darah
ke dalam ventrikel. Selanjutnya terjadi sistol atria dan seterusnya.

Gambar Siklus Jantung

EDV (End Diastolic Volume) = volume darah dalam setiap ventrikel pada akhir diastole = 110
- 120 ml.

68
SV (Stroke volume) = isi sekuncup = volume darah yang dipompakan keluar ventrikel setiap
kali sistole = 70 -90 ml.
ESV (End Systolic Volume) = volume darah sisa dalam setiap ventrikel pada akhir sistole = 40
- 50 ml.
EF (Ejection Fraction) = bagian EDV yang dipompa keluar oleh setiap ventrikel = 60 %.
Bila jantung kuat kontraksinya ESV dapat mencapai 10 -20 ml dan bila EDV = 150 - 180 ml
maka SV dapat mencapai 2 X normal (istirahat).

V. PENGENDALIAN KERJA JANTUNG


Pada keadaan istirahat, jantung memompakan darah 4-6 L/menit (curah jantung). Pada saat
olahraga berat curah jantung ( cardiac output ) meningkat 4 - 7 kalinya.
Untuk meningkatkan cardiac output (CO) ada 2 mekanisme yang mengaturnya :
1. Intrinsic cardiac regulation (dari jantung sendiri tanpa pengaruh saraf atau hormon).
2. Extrinsic cardiac regulation (diluar jantung).
Yang penting dari Intrinsic cardiac regulation adalah Heterometric Autoregulation (Frank
- Starling Mechanism). Dalam batas-batas fisiologis, jantung memompakan seluruh darah
yang masuk sehingga tidak terjadi penimbunan darah dalam vena-vena. Mekanisme ini menjaga
VR (venous return) = CO
Faktor ekstrinsik terdiri dari:
A. Susunan Saraf Otonom
1. Sistim Saraf Simpatis (Cardiac Accelerator)
a. Kronotropik positif (FDJ bertambah )
b. Inotropik positif (kuat kontraksi bertambah)
c. Dromotropik positif (hantaran impuls dari Atrium ke ventrikel lebih cepat)
2. Sistim Saraf Parasimpatis (Cardiac inhibitor)
a. Kronotropik negatif (FDJ berkurang )
b. Inotropik negatif (kuat kontraksi berkurang)
c. Dromotropik negatif (hantaran impuls dari Atrium ke ventrikel lebih lambat)
3. Refleks Yang Mempengaruhi Jantung
a..Refleks Pernafasan
FDJ berubah-ubah sesuai irama pernafasan
* Pada saat inspirasi FDJ bertambah
* Pada saat ekspirassi FDJ berkurang
Pada ECG tampak sebagai sinus arrhythmia atau respiratory arrhythmia
b. Refleks Baroreceptor
Reseptor terhadap perubahan tekanan pada sinus caroticus & Arcus Aorta akan
terangsang pada saat tekanan darah meningkat. Informasi tersebut diteruskan ke
cardiac inhibitor akibatnya FDJ berkurang, akhirnya tekanan darah menurun.
c. Refleks Bainbridge
Reseptornya berupa baroreseptor pada muara vena.Cava. Pada saat venous return
meningkat maka cardiac accelerator menjadi dominan dan akan meningkatkan FDJ
sehingga CO meningkat.
d. Refleks Daerah Sensible
Reseptor eksteroseptik : umumnya berefek inhibisi terhadap kerja jantung

69
- Refleks Goltz (Vagal Reflex)
Reseptornya pada alat-alat viscera, bila terangsang maka tonus Vagus meningkat dan
akibatnya FDJ menurun.
- Refleks Oculo- Cardiac (Aschner Dagnini Phenomena)
Reseptor : dalam bola mata. Penekanan bola mata akan meningkatkan tonus vagus
sehingga FDJ berkurang. Parasat ini digunakan untuk terapi sementara paroxysmal
tachycardia.
- Refleks Sinus Caroticus
Reseptor : dalam sinus caroticus. Penekanan pada sinus caroticus akan meningkatkan
tonus vagus sehingga FDJ berkurang. Parasat ini digunakan untuk terapi sementara
paroxysmal tachycardia.
e. Refleks dari pusat yang lebih tinggi
Korteks serebri, lobus frontalis berkaitan dengan kecerdasan, moral, emosi dan seksual.
Rangsangan pada pusat ini akan menekan vagus sehingga FDJ bertambah.

B. Hormonal & Zat Kimia


1. Hormon tiroid
Hormon ini meningkatkan kecepatan metabolisme maka kerja jantung akan bertambah dan
vasodilatasi akan meningkatkan VR sehingga CO meningkat. Kelebihan hormon tiroid akan
menyebabkan tachycardia dan atrial fibrillation.
2. Epinephrine and Norepinephrine (Simpatomimetik)
Meningkatkan FDJ dan kekuatan kontraksi jantung. Pada pheochromocytoma, kelebihan
hormon ini menyebabkan hipertensi paroxysmal.
3. Carbondioxide (CO2) atau pH
- Perubahan pH dideteksi oleh khemoreseptor dalam medulla oblongata
- Penurunan pH (karena peningkatan CO2) menyebabkan:
a. Penurunan tonus parasimpatik dan peningkatn tonus simpatik sehingga FDJ dan
kuat kontraksi jantung bertambah. Diharapkan lebih banyak darah ke paru untuk
membuang kelebihan CO2 sehingga pH meningkat.
b. Terjadi vasodilatasi sehingga VR dan CO meningkat.
4. Oksigen
Kadar O2 dalam darah dideteksi oleh khemoreseptor dalam arteri karotid dan Aorta. Bila
kadar O2 berkurang banyak maka FDJ berkurang dan terjadi vasokontriksi
untukmeningkatkan tekanan darah sebagai kompensasi berkurangnya FDJ. Bila kurangnya
O2 sedikit dan dalam waktu lama maka akan meningkatkan FDJ. Pada keadaan asphyxia
(anoxia + hipercapnia), FDJ & kuat kontraksi jantung berkurang dan dapat terjadi aritmia
yang berakhir dengan cardiac arrest.

VI. ICTUS CORDIS


Peristiwa memukulnya apex cordis pada dinding ventral dada karena:
1. Fixasi basis cordis oleh pembuluh darah besar
2. Otot jantung tersusun spiral
Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi ictus cordis terletak pada ruang sela iga ke-5 kiri, 1 jari
medial garis midclavicularis.

70
Tampak : pulsasi, berdiameter normal +/- 2 cm
Pulsasi meluas dan kuat angkat → pembesaran jantung
Letak Ictus cordis bergeser karena :
1. Pembesaran jantung
2. Dorongan : pleural effusion
3. Tarikan : fibrosis paru (tbc)
4. Posisi tubuh : berdiri/berbaring
Ictus cordis negatif terjadi pada pericarditis adhesiva ( Sistole retraksi ke dalam, diastole
pulsasi keluar).

VII. BUNYI JANTUNG


1. Bunyi jantung pertama ( S1 = 1st sound)
Terjadi karena penutupan katup AV. Tanda mulainya sistol ventrikel, nadanya rendah
bunyinya “lub”. Bunyinya tambah keras dengan peningkatan kuat kontraksi ventrikel.
2. Bunyi jantung ke-2 ( S2 = 2nd sound)
Terjadi karena penutupan katup semilunar. Tanda mulainya diastol ventrikel, nadanya
lebih tinggi, bunyinya “dub”. Bunyinya bertambah kearas pada hipertensi sistemik atau
pulmonal dan melemah pada keadaan shock.
3. Bunyi jantung ke-3 ( S3 = 3rd sound)
Terjadi karena getaran pengisian ventrikel saat fase rapid filling, nadanya rendah
biasanya tidak terdengar, kecuali pada anak. Bila terdengar biasanya pada dewasa yang
menderita decompensatio cordis. Nama lainnya ventricular gallop.
4. Bunyi jantung ke-4 ( S4 = 4th sound)
Terjadi karena getar darah dalam ventrikel pada saat sistol atrial, biasanya tidak
terdengar.

Lokasi Auskultasi

Splitting Bunyi jantung


Pada keadaan normal dapat terjadi splitting S2 ( S2 terdengar 2 kali : dub dub) pada saat
inspirasi. Karena katup aorta menutup lebih dulu daripada katup pulmonal.
Pada Right Bundle Branch Block terjadi wide splitting, sedangkan pada Left Bundle Branch
Block terjadai paradoxical splitting

71
Bising Jantung (Murmur)
Bunyi jantung tambahan disebabkan oleh aliran darah turbulen yang terjadi karena kelainan
organik (katup, septum) atau fungsional (anemia berat). Bila terdengar antara S1 dan S2 disebut
bising sistolik dan bising diastolik bila terdengan antara S2 danS1.
Kelainan fungsional menimbulkan bising sistolik, sedangkan kelainan organik
menimbulkan bising sistolik atau diastolik tergantung kelainannya. Misalnya mitral stenosis
menimbulkan bising diastolik sedangkan mitral regurgitasi menimbulkan bising sistolik.
Bising jantung dinilai:
1. Timing (sistolik atau disatolik)
2. Konfigurasi (crescendo, decrescendo, crescendo-decrescendo, plateau) dan lamanya
3. Nadanya (tinggi/rendah/medium)
4. Loudness (G1/6 – G6/6)
5. Punctum maximum (best heard location) dan penjalarannya (ke axilla, carotis)
6. Variasi dengan respirasi atau perubahan posisi tubuh

VIII. FREKUENSI DENYUT JANTUNG


FDJ istirahat kurang dari 60 x/menit disebut bradycardia dan disebut tachycardia bila >100
x/menit FDJ diatur oleh reflex Bainbridge, saraf otonom, hormon.
Fisiologis:
- FDJ bertambah pada: emosi, aktifitas otot, peningkatan suhu sekeliling
- FDJ berkurang pada: waktu istirahat/tidur
Patologis:
- FDJ bertambah pada perdarahan hebat, hipertiroid, demam
- FDJ berkurang pada peningkatan tekanan intracranial, hipotiroid

IX. ISI SEKUNCUP (STROKE VOLUME=SV)


Pada orang normal SV dalam keadaan istirahat 70 -90 ml, pada saat olah raga dapat
meningkat 4-7x.
Faktor Yang Mengatur Stroke Volume:
1. Preload, derajat peregangan dalam jantung sebelum kontraksi (EDV)
2. Kekuatan kontraksi yang ditentukan oleh keadaan otot jantung dan tonus simpatis
3. Afterload, tekanan yang harus dilampaui sebelum terjadi ejeksi ventrikel (DBP)
4. Pada decompensatio cordis (heart failure/gagal jantung), darah tertimbun dalam
ventrikel sehingga preload meningkat, akibatnya terjadi peregangan miokardium
berlebih dan akhirnya kuat kontraksinya berkurang banyak.

X. CARDIAC OUTPUT (CO = minute volume)


CO adalah jumlah darah yang dipompa per menit oleh ventrikel kiri(atau kanan) ke dalam
aorta (atau truncus pulmonal). Banyaknya ditentukan oleh FDJ (HR) dan isi sekuncup (SV) =
volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap kali sistol. ( SV= EDV – ESV)
CO = HR x SV
Pada keadaan istirahat C.O = 5,6 L /menit (pria dewasa sehat, wanita 10 – 20 % lebih rendah)
C.O meningkat sebanding dengan luas permukaan badan. Pengendalian Cardiac Output:

72
Mekanisme Intrinsik (Hukum Starling), mempertahankan C.O = V. R
Mekanisme Ekstrinsik :
Perangsangan Simpatis menyebabkan:
a. kuat kontraksi meningkat (inotropik positif) → SV bertambah
b. FDJ bertambah (khronotropik positif) Akhirnya CO bertambah.
CO akan berkurang bila FDJ > 170 x/menit atau < 40 kali/menit.

Keadaan-keadaan Yang Menurunkan CO


Fisiologis :
Perubahan posisi dari berbaring ke posisi berdiri menurunkan C.O +/- 30 %.
Perangsangan saraf parasimpatis dapat menurunkan CO 10-20 %
Patologis :
• Faktor jantung :
- Atrial Fibrilasi (CO berkurang +/- 50%)
- Congestive Heart Failure
- Infark jantung berat
- Penyakit katup jantung berat
- Cardiac tamponade
• Faktor perifer : berkurangnya volume darah, dilatasi venous akut dan obstruksi vena
besar (VR berkurang).

Keadaan-keadaan Yang Meningkatkan CO


Fisiologis :
- Kerja otot : Maraton C.O bertambah 5 – 9x normal
- Makan kenyang dalam 1 jam C.O bertambah +/- 30 % dipertahankan 2 – 3 jam (Infark
Jantung!!!)
- Kehamilan bulan-bulan terakhir, C.O bertambah +/- 30 % (hormon suprarenal
meningkat)
- Suhu sekeliling meningkat, C.O bertambah (vasodilatasi menyebabkan VR bertambah)
- Perangsangan saraf simpatis menambah CO 50 – 100%
Patologis :
1. Anemia
2. Anxietas
3. Hipertiroid
Obat :
a. Adrenalin
b. Digitalis
c. Alkohol

XI. DAYA CADANGAN JANTUNG (Cardiac reserve =CR)


% maksimum C.O yang dapat ditingkatan diatas normal atau perbedaan CO pada saat
istirahat dan saat olah raga. Pada orang dewasa normal CO dalam keadaan istirahat 5 L/menit,
saat olah raga 25 L/menit (naik 4-5 X); untuk atlit dapat naik 6-7 X ( 30-35 L/menit). CR
berkurang pada : Penyakit Jantung Iskhemik, Gagal jantung dan Penyakit katup jantung

73
XII. CARDIAC INDEX
Cardiac Index = C.O/ m2 LPB (luas permukaan badan).
Misal : LPB = 1,7 m2, C.O = 5,6 L/menit

C.I = 5,6 L/menit = 3,29 L/menit/m2


1,7 m2

Daftar Pustaka
1. Guyton, A.C. 2000. Textbook of Medical Physiology. 10 th Edition. W.B.Saunders Company. Philadelphia,
Pennsylvania
2. Sherwood L. 2001. Human physiology: from cell to system. 4 th ed. Pacific Grove. Brook/Cole

74
ELEKTROFISIOLOGI JANTUNG
Jo Suherman

Pendahuluan
Elektrokardiogram (EKG) adalah gambar rekaman aktifitas elektrik jantung. Rekaman
elektrikal sebuah sel otot jantung disebut aksi potensial (aktifitas elektrikal yang terjadi pada
saat sel dirangsang). EKG merupakan hasil penjumlahan seluruh aksi potensial yang terjadi
pada jantung.
Pada saat istirahat, perbedaan potensial sebelah dalam dan luar sel otot jantung adalah -90
mV (gambar 1) disebut sebagai resting membrane potential (RMP). -90 mV ini disebabkan
oleh perbedaan konsentrasi ion Na+ diluar sel dan konsentrasi K+ di dalam sel otot jantung
yang dipertahankan oleh pompa Na/K. Depolarisasi sel otot jantung terjadi karena perubahan
mendadak dari permeabilitas membrane terhadap Na+. Ion Na+ masuk ke dalam sel melalui Na+
channel sehingga muatan dalam sel menjadi positif (stage 0). Setelah Na+channel menutup
(stage1) Ca2+ masuk mengikuti melalui Ca2+ channel menimbulkan plateau (stage 2). Ca2+
channel menutup diikuti membukanya K+ channel dan K+ keluar sel (repolarisasi =stage 3) dan
akhirnya mencapai resting potential (Na+ dikeluarkan dan K+ masuk ke dalam sel melalui kerja
pompa Na/K).

Gambar 1 Aksi potensial otot jantung

Aksi Potensial pada SA node (pace maker)


Berbeda dengan otot jantung, sel SA node setelah repolarisasi mencapai kurang lebih -
60mV membrane mulai depolarisasi karena ion Na+ masuk perlahan dan pada pertengahan
prepotensial membuka T (transient) channel untuk Ca2+dan Ca2+ masuk ke dalam sel
(prepotential/pacemaker potential jadi lengkap) sampai mencapai threshold potensial kurang
lebih -40 mV maka L (long lasting) channel Ca2+ membuka, ion Ca2+yang masuk
menyebabkan terjadinya depolarisasi (terbentuk impuls). Kemudian pemasukkan Ca2+

75
berkurang diikuti keluarnya K+ menyebabkan terjadinya repolarisasi dst. Impuls yang terjadi
di SA node akan diteruskan melalui gap junction ke sistim konduksi dan miokardium (Gambar
2).
Prepotential terutama ditemukan pada SA node dan AV node. Bagian lain dari sistim
konduksi sebagai latent pacemaker yang dapat mengambil alih fungsi SA node dan AV node
bila kedua nodus tadi terganggu fungsinya. Otot atria dan ventrikel tidak memiliki prepotential
dan dapat menghasilkan impuls spontan hanya bila abnormal atau mengalami jejas.

Gambar 2. Aksi potensial SA node

Sistim Konduksi Jantung


Sistim konduksi khusus jantung terdiri dari:
Sinoatrial (SA) node, internodal pathways, Atrioventricular (AV) node, bundle of HIS
dengan right and left bundle branches dan sistim Purkinje (Gambar 3). Left bundle branch
bercabang menjadi anterior and posterior fascicles. Sistim konduksi jantung yang
bertanggung jawab mengkoordinasi penyebaran aksi potensial yang pada gilirannya
mengkoordinasi kontraksi dari atia dan ventrikel.
Depolarisasi mulai dari SA node ke otot atria dan internodal pathways, terus ke AV node,
setelah mengalami AV delay 0.1 detik di AV node, impuls diteruskan melalui berkas His dan
cabangannya menyebar melalui sistim Purkinje ke seluruh bagian ventrikel mulai dari septum
interventrikular bagain atas dari kiri ke kanan, terus sepanjang septum sampai ke apex dan
selanjutnya menuju basis untuk menjalar dari endokardium ke epikardium.

76
Gambar 3 Sistim Konduksi Jantung

Daftar Pustaka
1. Guyton ,A.C. 2000. Textbook of Medical Physiology. 10th Edition. W.B.Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania
2. Goldman,M.J. 1982. Principleof clinical Electrocardiopgraphy. 11 th Edition. Lange Medical
Publications. Los Altos, California

77
ELEKTROKARDIOGRAFI
Jo Suherman

Pendahuluan
Elektrokardiogram (EKG) adalah gambar rekaman aktifitas elektrik jantung terjadi pada
jantung dengan penempatan elektrode-elektrode pada permukaan badan.

Indikasi pemeriksaan EKG


1. Iskhemik Jantung & Infark Jantung
2. Aritmia & Gangguan konduksi
3. Pembesaran Atrium / Ventrikel
4. Gangguan elektrolit & intoxikasi obat (digitalis)
Rekaman EKG

Rekaman EKG dibuat dengan kecepatan kertas 25 mm/detik atau 0.04 detik /mm (axis
horizontal) dan voltage dengan sensitivitas 0.1 mV /mm (axis vertikal).
Gelombang P
Sebagai hasil depolarisasi atria; pada irama sinus, P tegak di semua sandapan kecuali aVR.
Bila QRS di aVL defleksinya negatif maka P juga inverted (defleksi negatif)
Pada dextrocardia P di aVR tegak sedangkan di I inverted; demikian juga bila sandapan di
lengan kanan dan kiri terpasang terbalik
Normal: tinggi P < 2.5 mm dan lebar < 0.12 detik
Tinggi P > 2,5 mm disebut P pulmonal dan lebar P > 0,12 disebut P mitral.

P Mitral

78
P Pulmonal

Kompleks QRS
Sebagai hasil depolarisasi ventrikel, lamanya (lebar) 0,06- 0,10 detik dihitung mulai dari awal
Q sampai akhir S. Konfigurasinya macam-macam. Lebarnya lebih dari normal pada
Ventricular Premature Beat (VPB) dan BundleBranch Block (BBB)
1. Gelombang Q
Terjadi karena depolarisasi septum interventrikular dari kiri ke kanan (q tampak di II, aVL,
V5-6). Normal dalamnya < 2 mm atau < 25% amplitude R dan lebarnya < 0.04 detik.
2. Axis Kompleks QRS
Normal: (-30o) –> (+90o )
Left axis deviation (LAD): < -30o, Right axis deviation (RAD): > +90o

Gambar 6. Axis QRS

3. Amplitudo R dan S di sandapan dada


Normal R<S di V1, bila R>S : true posterior infarction atau RVH (tetapi kadang terjadi
pada orang normal)
Normal R makin tinggi ke arah V6, bila progresitas R ini hilang dan R mendadak tinggi di V5
atau 6 maka bisa mengindikasikan suatu old anterior infarction.

79
Gambar 7. Progresi R normal

Amplitudo maksimum:
R < 27 mm di V5 -6 (kadang-kadang orang muda > 27 mm)
S < 30 pada sandapan prekordial
R di V5 atau 6 + S di V1 atau 2 normal < 35 mm. (> 35 mm = Left Ventricle Hypertrophy)

Low voltage QRS complexes terjadi karena:


1. Standarisasi salah
2. Emphysema
3. Obesitas
4. Percardial effusion
5. Myxoedema

Gelombang T
Terjadi karena repolarisasi ventrikel. Inverted di aVR tetapi sering inverted di III yang
berkurang invertednya pada saat inspirasi dalam. T bisa juga inverted pada V1.
T inverted di V1 – V3 terjadi pada right ventricular hypertrophy, tetapi bisa sebagai normal
variant terutama pada orang kulit hitam.
T inverted di V2-5 dapat disebabkan oleh Non Q-wave infarction, hypertrophic
cardiomyopathy.
T inverted di V4-6 dapat disebabkan oleh left ventricular hypertrophy, iskemia atau berkaitan
dengan LBBB
T mendatar terjadi pada pericardial effusion, hipokalemia dan hipotiroidi.
Repolarisasi atria tidak nampak karena tersamar oleh kompleks QRS yang lebih besar
voltagenya. Bila tampak maka gelombangnya disebut T.

Gelombang U
Biasanya tidak selalu tampak, diperkirakan karena repolarisasi lambat dari otot papillaris.
Kadang terlihat di V2-3 , dan lebih jelas pada keadaan hipokalemia, hiperkalsemia dan pada
atlit.

Interval - interval
Interval PR dihitung mulai dari awal gelombang P sampai dengan awal kompleks QRS,
adalah waktu yang dibutuhkan impuls menjalar dari SA node sampai ke otot ventrikel. Inteval
PR normal 0.12 -0.20 detik Bila kurang dari 0.12 detik berarti sindroma preeksitasi (sindroma

80
Wolff-Parkinson-White / sindroma Lown-Ganong-Levine). Bila > 0.20 detik berarti ada AV
block derajat I.
Interval QRS dihitung dari awal Q sampai dengan akhir S, adalah waktu yang dibutuhkan
impuls menjalar dari Sistim His Purkinje sampai Epikardium. Interval ini memanjang bila ada
ganngguan pada sistim His-Purkinje ( misalnya pada Bundle Branch Block) atau adanya
ectopic focus di ventrikel (VPB) atau terjadi hipertropi ventrikel kiri. Normal lamanya 0.06 -
0.10 detik.
Interval QT dihitung mulai awal kompleks QRS sampai dengan akhir gelombang T, adalah
waktu yang dibutuhkan ventrikel untuk depolarisasi dan repolarisasi. Lama interval QT
tergantung heart rate. Praktisnya normal < 0.440 detik (0.35- 0.43 detik). Interval QT
memendek pada terapi dengan digitalis, hiperkalsemia, hyperthermia Interval QT memanjang
pada : saat tidur, hipokalsemia, hipokalemia, hipomagnesemia, hypothermia, cerebral injury,
infark miokard akut (IMA), karena obat: anti-aritmia, tricyclic antidepressant; kelainan
congenital (Jervell-Lange-Nielson syndrome dan Romano-Ward syndrome, Long QT
syndrome)
Segment ST
Bagian EKG antara gelombang S dan gelombang T, normal isoelektris atau antara -.5 mm s/d
+2 mm dihitung 0.08 dari titik J. Segment ST depresi:
- Upsloping (normal)
- Downsloping dan horizontal (iskemik atau infark)
- Concave upward dan < 2 mm ( Nonspecific)

LVH (with repolarization abnormalities): Posterior subepicardial injury


Segment ST elevasi:
- High take-off (normal variant)
- IMA, Prinzmtal’s angina
- Perikarditis,
- Aneurysma ventrikel kiri

Inferior injury, seen in leads II, III, and aVF: Acute pericarditis (Stage I)

81
Perekaman EKG diperoleh dengan menempatkan elektrode –elektrode pada permukaan
tubuh sebagaimana yang tampak pada gambar dibawah ini:

SANDAPAN (LEAD)
1. Sandapan Bipolar (Standard) Ekstremitas
2. Sandapan Unipolar Ekstremitas
3. Sandapan Unipolar Prekordial

Gambar Sandapan bipolar ekstremitas

82
VR

VL

VF

Gambar Sandapan Unipolar Ekstremitas

aVR

aVL

aVF

Gambar Sandapan Unipolar Ekstremitas diperbesar (augmented)

83
Gambar Sandapan Unipolar Prekordial

Gambar EKG normal


Sistimatika Interpretasi EKG
◼ FDJ : 60 - 100 X /menit
◼ Irama : sinus
◼ Gelombang P : tinggi < 3 mm. lebar < 0,12”
◼ Interval PR : 0,12 - 0,20”
◼ Gelombang Q : lebar <0,04”, dalam <25% R

84
◼ Interval QRS : <0,12”
◼ Axis QRS : - 30O s/d +90O
◼ Segmen ST : - 0,5 s/d + 2 mm
◼ Interval QT : <0,44”
◼ Gelombang T : tegak/terbalik tergantung lead
◼ Gelombang U :<T

Menghitung FDJ (HR)


60
FDJ = ------------------ X / menit = 1500/ (R-R’)
(R –R’) x 0.04

Ireguler : FDJ = Banyaknya kompleks dalam 6 detik (=15 cm) X 10

IRAMA JANTUNG
Normal : Irama Sinus (Sinus Rhythm)
Ciri-ciri :
1. P selalu diikuti QRST
2. Teratur/regular
3. PR interval normal
4. P – P’ interval = R – R’ interval
5. Gelombang P (+) di II dan (-) di aVR

Daftar Pustaka
1. Guyton ,A.C. 2000. Textbook of Medical Physiology. 10 th Edition. W.B.Saunders Company.
Philadelphia, Pennsylvania
2. Goldman,M.J. 1982. Principleof clinical Electrocardiopgraphy. 11 th Edition. Lange Medical
Publications. Los Altos, California

85
ARITMIA JANTUNG
Jo Suherman

PENYEBAB :
- Kelainan pace-maker
- Perpindahan pace-maker ke bagian lain jantung
- Hambatan/block pada lintasan impuls jantung
- Lintasan abnormal impuls jantung
- Timbulnya impuls-impuls abnormal mendadak pada beberapa bagian jantung

GANGGUAN pada SA node


SINUS TACHYCARDIA (FDJ > 100 X/menit)

Gambar Sinus Tachycardia


Etiologi: Metabolisme meningkat ( O.R. , hipertiroid dll )
Hipovolemik, perdarahan hebat
Payah jantung, Infark miokard
Demam, Sepsis dll
Obat : Adrenalin, Atropin, Thyroxin dll
SINUS BRADYCARDIA ( FDJ < 60 X/menit)

Gambar Sinus Bradycardia

Etiologi:
Normal pada atlit, waktu tidur, peningkatan tonus Vagus, massage carotis, valsava, dll
Peningkatan tekanan intracranial, myxoedema
Obat : digitalis, beta blocker dll

86
SINUS ARITMIA

Gambar Sinus Aritmia

Variasi FDJ yang siklik karena variasi tonus vagus.


FDJ meningkat pada saat inspirasi dan berkurang pada saat ekspirasi

SINOATRIAL BLOCK

Gambar Sinoatrial Block

Irama sinus kembali atau timbul pacemaker II di AV junction atau ventrikel


Etiologi :
* Peningkatan tonus vagus
* Intoksikasi digitalis, Quinidine
* Penyakit mengenai SA node: Sick sinus syndrome

ATRIAL ARITMIA
Premature Atrial Contraction

Gambar Premature Atrial Contraction

87
Adanya fokus ekstopik pada atrium
P distorsi (tergantung letak sumber)
* Dekat SA node → P normal
* Dekat AV node → inverted pada II,III & aVF
upright pada aVR
QRS normal
Terjadi incomplete pause ( PP’ < 2 PP )
PP’ konstan berarti fokus sama
PAC > 6 berturut-turut → atrial tachycardia → Flutter → Fibrilasi

PAROXYSMAL ATRIAL TACHYCARDIA (PAT)


Peningkatan automatisitas ectopic pace maker
Mulai dan berhenti tiba-tiba, berlangsung beberapa detik, menit, jam atau hari
Atrail rate : 160 –250 X/menit
P upright, biphasic atau inverted

Gambar Paroximal Atrial Tachycardia

ATRIAL FLUTTER

4 fenomena yang mungkin menyebabkan atrial flutter/fibrilasi


1. Circus movement, Lewis et.al
2. Unifocal atrial impuls formation
3. Multiple reentry
4. Multifocal atrial impuls formation
Atrial rate : 250 – 350 X/menit
Ventricular rate : biasanya ½ atrial rate
QRS normal

88
Gambar 20. Circus movement

Gambar 21. Reentry

Kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya re-entry:


1. Panjang jarak yang harus ditempuh impuls mengelilingi lingkaran re-entry
2. Kecepatan konduksi impuls berkurang
3. Periode refraktair otot berkurang banyak

ATRIAL FIBRILLASI
P hilang atau diganti dengan gelombang f yang tidak rata dan irregular QRS normal kecuali
ada penyimpangan. Atrial rate sukar ditentukan : > 350 X/menit

GANGGUAN KONDUKSI ATRIOVENTRICULAR

89
( ATRIOVENTRICULAR BLOCK = AV Block )
AV Block derajat I (Fisrt degree AV Block)
Semua impuls dari SA node/atrium dihanttarkan ke ventrikel hanya waktunya lebih lama (PR
interval >0.20”)

Gambar 23. AV Block derajat I

AV Block derajat II ( Second degree AV Block )


Mobitz type 1 Block ( Wenkebach’s phenomenon )
PR interval memanjang secara progresif sampai terjadi kegagalan penghantaran 1 denyut atrial
ke ventrikel

Gambar 24. Mobitz type 1 Block ( Wenkebach’s phenomenon )


2. Mobitz type 2 Block
a. Second degree periodic block : Kegagalan ventrikel memberi respon secara periodikal
(mis. Setelah 5 atau 6 denyut)
b. Second degree constant block: Ventrikel memberi respon terhadap perangsangan
atrial setiap setelah impuls ke-2 (2:1)

Gambar 25. Mobitz type 2 Block

AV BLOCK derajat III (Complete Heart Block)


Ada 2 pace maker
1. SA node → atrium
2. AV node/Berkas His/Serabut Purkinje → ventrikel

90
* Tidak ada hubungan antara P & kompleks QRST
* PR interval bervariasi

Gambar AV Blok derajat III

GANGGUAN KONDUKSI INTRAVENTRICULAR


Right Bundle Branch Block
Interval QRS :
<0.12 “ → Incomplete RBBB
>0.12 “ → Complete RBBB

Gambar RBBB

91
2. Left Bundle Branch Block
Interval QRS :
< 0.12” → Incomplete LBBB
> 0.12” → Complete LBBB

Gambar LBBB

VENTRICULAR ARRHYTHMIA
PREMATURE VENTRICULAR CONTRACTIONS
Penyebab: * terjadi re-entry berasal dari daerah iskhemik
* Rokok, kopi, anxiety, kurang tidur
* Cateterisasi jantung
QRS timbul lebih awal, lebih lebar dan lebih tinggi voltagenya.
Gel. T berlawanan arah dengan QRS
PVC diikuti pause compensatoar lengkap

Gambar Bigeminy

Gambar Multifocal PVC

92
Gambar R on T Phenomenon → bahaya jadi ventricular tachycardia

Gambar Torsade de pointes

VENTRICULAR TACHYCARDIA
Ventricular rate : 140 – 200 X/menit
QRS lebar dan bizarre
P tidak tampak
Sifatnya paroxysmal karena Infark Miokard, keracuanan digitalis, kateterisasi)

Gambar 33. Ventricular tachycardia

VENRTICULAR FIBRILATION
Mekanismenya sama dengan Atrial Flutter & Fibrillation
P, QRS & T tidak jelas bentuknya
Lethal arrhythmia → Sudden death
Organic heart disease
Terminal stage of non cardiac disease

93
Gambar 34. Ventricular fibrillation

ISKHEMIK DAN INFARK JANTUNG

Gambar 35. EKG Normal, Iskemia, Injury dan Infark miokardial

Daftar Pustaka
1. Guyton ,A.C. 2000. Textbook of Medical Physiology. 10th Edition. W.B.Saunders Company. Philadelphia,
Pennsylvania
2. Goldman,M.J. 1982. Principleof clinical Electrocardiopgraphy. 11 th Edition. Lange Medical Publications.
Los Altos, California
3. Hampton J.R. 2001. The ECG Made Easy. 5 th Edition. Churchill Livingstone. London
4. Hampton J.R. 2001. The ECG In Practice. 5 th Edition. Churchill Livingstone. London

94
ANTIKOAGULAN, ANTI PLETELET, OBAT-OBAT TROMBOLITIK
Sugiarto Puradisastra, Diana Krisanti Jasaputra

Antikogulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan menghambat


pembentukan atau fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Obat ini digunakan secara
profilaktik untuk mengurangi insidens tromboemboli vena dan untuk pengobatan trombosis
arteri.
Antikogulan dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
- Heparin
- Antikoagulan oral:
o Derivat 4-hidroksikumarin: dikumarol, warfarin
o Derivat indan-1,3-dion: anisindion
- Antikoagulan pengikat ion kalsium

HEPARIN
Heparin endogen merupakan mukopolisakarida dengan gugus sulfat yang disintesis sel mast
terutama di paru. Heparin dibutuhkan untuk penyimpanan histamin dan protease dalam granul
sel mast

Farmakodinamik
Mekanisme Kerja
Heparin berefek antikoagulan karena berikatan dengan AT-III. AT-III berfungsi
menghambat protease faktor pembekuan antara lain faktor IIa (trombin), Xa dan IXa dengan
membentuk kompleks stabil dengan protease faktor pembekuan. Setelah terbentuk kompleks
heparin kemudian dilepaskan dan membentuk ikatan baru dengan antitrombin.

Efek terhadap hasil pemeriksaan darah


Heparin mengubah bentuk eritrosit dan leukosit sehingga uji fragilitas tidak dapat dilakukan
pada darah berheparin. Hitung leukosit harus dilakukan dalam 2 jam dan nilai laju endapan
darah berheparin juga berbeda dari darah yang diberi oksalat atau sitrat.

Efek lain.
Heparin menghambat aktivator fibrinolitik, penyembuhan luka, menekan sekresi
aldosteron, imunitas seluler, reaksi hospes terhadap tandur, meningkatkan kadar tiroksin dan
mempercapat penyembuhan luka bakar.

Monitoring terapi
Pemberian heparin harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium yang berulang, seperti
waktu pembekuan darah, partial thromboplastin time (PT), atau activated partial
thromboplastin time (aPTT).

95
Farmakokinetik
Heparin diberikan secara SK atau IV karena tidak diabsorbsi secara oral, dan cepat
dimetabolisme di hepar. Heparin berat molekul rendah mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang daripada heparin standar, tetapi efek pada tes pembekuan in vitro minimal sehingga
tidak dilakukan pemantauan secara rutin. Heparin tidak melalui plasenta dan air susu ibu.

Efek samping dan Intoksikasi


Bahaya utama adalah perdarahan yang meningkat dengan meningkatnya dosis berupa
perdarahan saluran cerna atau hematuria. Protamin sulfat digunakan untuk melawan efek
antikoagulan heparin dengan mengikat dan inaktivasi heparin. Efek samping lain adalah reaksi
hipersensitivitas, mialgia, nyeri tulang, osteoporosis, dapat alopesia sementara dan
trombositopenia ringan.

Indikasi
Heparin diindikasikan untuk pengobatan trombosis vena, emboli paru, pengelolaan awal
angina tidak stabil atau infark miokard akut, selama dan sesudah angioplasti koroner atau
pemasangan stent, operasi yang membutuhkan bypass kardiopulmonar, atau DIC tertentu.
Heparin merupakan obat terpilih untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan.

Kontraindikasi
Pasien yang sedang mengalami/kecenderungan perdarahan seperti pada hemofilia,
permiabilitas kapiler meningkat, abortus mengancam, endokarditis bakterialis akut, perdarahan
intrakranial, lesi ulseratif saluran cerna, anestesi lumbal, regional atau blok, pungsi lumbal,
hipertensi berat, syok, selama atau setelah operasi mata, otak atau medula spinal. Heparin juga
dikontraindikasikan pada peminum alkohol dan hipersensitif pada heparin.

Posologi
Dosis untuk tromboemboli vena: bolus 5000 U, lalu 1200-1600 U/jam melalui infus, sampai
kadar terapeutik heparin plasma: 0,3-0,7 U/mL dan dengan pemantauan aPTT (waktu
pembekuan mencapai 1,8-2,5 x aPTT normal). Pada kontraindikasi wafrafin, diberikan heparin
subkutan, total 35.000 U/hari terbagi 3 atau 2 dosis.
Heparin Berat Molekul rendah:
• enoksaparin (30 mg 2x sehari)
• dalteparin (2500 U subkutan 1x/hari)
• ardeparin
• nadroparin
Heparin berat molekul rendah diberikan subkutan 1-2 x/hari, pemantauan tidak perlu
dilakukan secara rutin.

ANTIKOAGULAN ORAL
Derivat 4-hidroksi-kumarin dan derivat indan-1,3-dion berbeda dalam dosis, mula kerja,
masa kerja dan efek samping, sedangkan mekanisme kerjanya sama.

96
Mekanisme Kerja
Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K dengan mencegah reduksi vitamin K
teroksidasi sehingga aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX dan X terganggu.
Efek antikoagulan oral paling cepat terlihat setelah 12-24 jam, setelah faktor-faktor tersebut
menurun, sebaliknya perdarahan yang terjadi tidak dapat diatasi segera dengan pemberian
vitamin K, sehingga memerlukan transfusi darah segar.
Respons dipengaruhi oleh asupan vitamin K, kadar lemak dalam makanan, bayi baru lahir,
pasien kahektik, gangguan fungsi hati, ginjal, demam dan skorbut.

Monitoring terapi
Perdarahan terjadi bila PT (Prothrombin time) ratio 1,3-1,5 kali nilai normal. Kisaran
terapetik dinyatakan dengan international normalized ratio (INR) yang dihitung berdasarkan
waktu protrombin.

Interaksi obat
Obat yang mengurangi respons terhadap antikoagulan oral adalah barbiturat, glutetimid dan
rifampisin Obat yang meningkatkan respons terhadap antikoagulan oral adalah penggunaan
dosis besar salisilat, antibiotik dan obat lain yang mempengaruhi flora usus, fenilbutazon,
oksifenbutazon, sulfinpirazon dan asam mefenamat. Dosis tolbutamid dan fenitoin harus
dikurangi bila diberikan bersama dikumarol karena terjadi akumulasi di dalam badan.

Farmakokinetik
Absorbsi dikumarol dari saluran cerna lambat dan tidak sempurna, sedangkan walfarin
diabsorbsi lebih cepat dan hampir sempurna. Waktu paruh warfarin 48 jam, sedangkan
dikumarol 10-30 jam, kedua obat ditimbun di dalam badan. Dikumarol dan warfarin
mengalami hidroksilasi oleh enzim retikulum endoplasma dalam hati dan dieksresikan dalam
bentuk metabolit ke dalam urin; anisindion dapat menyebabkan urin berwarna merah jingga.

Efek samping
Perdarahan mukosa, saluran cerna dan saluran kemih berupa ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hemoptisis, perdarahan serebral, perdarahan paru, uterus dan hati. Terapi
adalah menghentikan antikoagulan dan diberi vitamin K. Efek samping lain adalah anoreksi,
mual, muntah, purpura dan urtika, alopesia, nekrosis kelenjar mama dan kulit.

Indikasi
Pencegahan dan pengobatan tromboemboli. Pencegahan: mencegah tromboemboli vena
pada operasi tulang, ginekologik, pasien miokard akut, katup jantung buatan, fibrilasi atrium
kronik atau kekambuhan setelah terapi dengan heparin.

Kontraindikasi
Sama dengan heparin, dan tidak dianjurkan digunakan jangka panjang pada alkoholisme,
pengobatan intensif salisilat, hipetensi berat, dan tuberkulosis aktif. Penggunaan pada wanita
hamil menyebabkan perdarahan pada neonatus.

97
Posologi
• Natrium warfarin: oral, IV. Dosis permulaan kecil yaitu 5-10 mg/hari, lalu bergantung pada
waktu protrombin, dosis pemeliharaan 5-7 mg/hari.
• Dikumarol: Oral, dosis dewasa 200-300 mg pada hari pertama , lalu 25-100 mg bergantung
waktu protrombin.
• Anisindion: Oral, dosis dewasa 300 mg pada hari pertama , lalu 200 mg hari kedua dan 100
mg hari ketiga, dosis pemeliharaan 25-250 mg/hari

ANTIKOAGULAN PENGIKAT KALSIUM


• Natrium sitrat, akan membentuk kompleks kalsium sitrat, digunakan dalam darah untuk
transfusi, tetapi dosis tinggi dapat menyebabkan depresi jantung.
• Asam oksalat dan senyawa oksalat: untuk antikoagulan in vitro.
• Natrium edetat: mengikat kalsium, juga sebagai antagonis logam berat.

OBAT ANTIPLETELET (PLATELET INHIBITOR)


Platelet menyediakan hemostatic plug awal di lokasi vaskuler yang rusak, dan juga berperan
pada patologi trombosis yang mendorong terjadinya infark miokardium, stroke dan trombosis
vaskuler perifer. Anti platelet, yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir, bekerja
melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bentuk kombinasi beberapa anti platelet, eleknya
dapat besifat tambahan atau sinergis. Obat-obat anti platelet ini sangat berperan dalam
kemajuan pengobatan sistem kardiovaskuler, dengan tingkat restenosis dan trombosis pada
angioplasty dan vaskular stenting menjadi lebih rendah.
Obat-obat anti platelet telah teruji dapat digunakan pada penyakit serebrovaskuler selama
bertahun-tahun, karena berpengaruh terhadap agregasi platelet, sehingga menghambat
pembentukkan trombus pada pembuluh darah arteri. Beberapa anti platelet yang digunakan
seperti aspirin dan triclopidin diyakini memiliki efek secara klinis.

Mekanisme Kerja
Aktivasi dan agregasi platelet merupakan faktor utama terbentuknya trombosis dan
mungkin terlibat sebagai pencetus trombosis vena. Interaksi platelet dengan kolagen dinding
pembuluh darah yang terluka merupakan tahap awal terjadinya agregasi platelet. Aktivasi
platelet ini memicu pembentukkan dan pelepasan tromboksan A2 (TXA2) dari asam
arakhidonat yang terdapat pada membrane fosfolipid platelet. TXA2 merupakan agen agregasi
utama dan bersifat vasokontriktor. Aktivasi platelet juga menyebabkan sekresi ADP dari
granula platelet. Baik TXA2 maupun ADP, melalui reseptor spesifik, menyebabkan munculnya
tempat ikatan untuk fibrinogen pada membrane platelet, yang terlibat dalam agregasi platelet
dengan platelet.
Aktivasi platelet dihambat ketika konsentrasi cAMP platelet meningkat. Karena itu, zat-zat
yang memicu peningkatan konsentrasi cAMP platelet, menghambat agregasi platelet. Agen
yang paling aktif adalah prostasiklin (PGI2), yang dilepaskan oleh sel-sel dinding pembuluh
darah. Nitrit oksida yang dilepasklan oleh sel-sel endotel juga meningkatkan konsentrasi cAMP
platelet. Pendekatan utama terapi untuk mengurangi agregasi platelet adalah melalui
penghambatan siklooksigenase, yang menjelaskan mekanisme kerja aspirin.

98
Aspirin
Aspirin secara irreversible menghambat enzim siklooksigenase platelet, dengan asetilasi
irreversible residu serine didekat active site dari enzim, sehingga memblok pembentukkan
TXA2 dengan menghambat sintesis prostaglandin. Aspirin juga memblok sintesis inhibitor
agregasi endogen PGI2. Walaupun diduga dosis rendah aspirin dapat efektif menghambat
pembentukkan TXA2, tetapi kurang efektif menghambat biosintesis PGI2, sehingga dosis
rendah aspirin kurang berefek pada PGI2. Efek inhibisi ini cepat, terjadi dalam sirkulasi portal.
Supresi sintesis TXA2 akibat aspirin dan supresi agregasi trombosit yang diakibatkannya
berlangsung selama kehidupan trombosit sekitar 7-10 hari setelah pemberian aspirin.
Dosis optimal aspirin adalah dosis yang menghambat TXA2 dengan sedikit menghambat
PG12. Dosis aspirin 325 mg/hari akan menghambat TXA2 tetapi tidak bermakna menghambat
produksi PGI2. Dosis aspirin sebesar 325 mg/hari ternyata efektif mencegah terjadinya infark
miokardium pada penderita unstable angina, mencegah coronary bypass shunt thrombosis, dan
trombosis pada arteriovenosus shunt pada penderita yang sering dihemodialisis secara kronik.
Dosis aspirin yang lebih rendah kemungkinan tidak secara lengkap menghambat TXA2.
Namun, studi terbaru menunjukkan dosis efektif terendah sekitar 30-40 mg/hari.
Dosis aspirin yang digunakan pada iskemi serebrovaskuler berkisar antara 30 mg/hari - 1,5
gram/hari.
Pada penelitian yang dilakukan oleh United Kingdom Transient Ischentic Attack (UKTIA)
antara Juli 1979 sampai dengan September 1985, yang dilakukan terhadap 2435 penderita
berusia rata-rata 60 tahun, 75 % pria dan pernah mengalami TIA atau stroke iskemik sedang
dalam 3 bulan kebelakang. Penderita mendapat terapi 600 mg aspirin, atau 300 mg aspirin, atau
placebo. Hasil menunjukkan insidensi stroke, infark miokardium dan kematian mendadak
adalah sama pada kedua grup aspirin, tetapi 20 kali lebih rendah dibandingkan grup plasebo.
Efek samping aspirin dosis rendah lebih sedikit.
Metaanalisis dari 29.000 penderita dengan riwayat TIA, stroke minor, unstable angina, dan
infark miokardium yang dilaporkan oleh Antiplatelets Trialist Collaboration menunjukkan,
semua obat-obat antiplatelet 25 % menurunkan risiko terjadinya stroke, infark miokardium,
kematian karena penyebab vaskuler, dan 27 % menurunkan kejadian nonfatal stroke.
Aspirin dikonversi menjadi salisilat selama proses metabolisme normal dengan waktu paruh
15-20 menit, dan rasio salisilat dengan aspirin cukup penting karena salisilat dapat mencegah
aspirin menghambat PGI2. Konsentrasi salisilat yang berlebihan dapat mencegah ikatan aspirin
pada platelet, sehingga menurunkan efek antiplatelet aspirin. Interaksi dapat diperkecil dengan
dosis rendah dan sediaan sustained-release.

Clopidogrel dan Ticlopidin


Clopidogrel dan Ticlopidin menurunkan agregasi platelet dengan menghambat jalur ADP
platelet. Obat-obat ini merupakan turunan thienopyridine yang mencapai efek-efek anti
platelet dengan penghambatan secara ireversibel pada pengikatan ADP terhadap reseptor-
reseptornya pada platelet. Obat-obat ini, tidak seperti aspirin, tidak punya efek pada
metabolisme prostaglandin. Percobaan klinis ticlopidin menunjukkan efikasi pada pencegahan
serangan-serangan vaskuler stroke lengkap dan unstable angina. Penggunaan clopidogrel atau
ticlopidine untuk mencegah trombosis, saat ini dipertimbangkan pada pasien-pasien yang
mengalami penempatan coronary stent.

99
Dosis ticlopidine sebesar 250 mg dua kali sehari akan berguna bagi penderita yang tidak
dapat mentoleransi aspirin dan sebaiknya dilakukan monitoring selama 3 bulan pertama terapi.
Dosis kurang dari 500 mg/hari dapat memberikan efikasi yang baik dengan efek samping
sedikit. Dosis pemeliharaan clopidogrel adalah 75 mg/hari, yang mencapai penghambatan
platelet maksimal. Durasi efek anti plateletnya adalah 7-10 hari. Pada suatu percobaan
prospektif yang melakukan perbandingan antara 75 mg/hari clopidogrel dengan 325 mg/hari
aspirin sebagai pencegahan sekunder terhadap penyakit iskemik pada 19.000 penderita dengan
penyakit arterosklerosis selama 1-3 tahun menunjukkan clopidogrel menurunkan 5,32 % risiko
stroke iskemik, infark miokardium atau kematian vaskuler dibandingkan 5,83 % risiko dengan
aspirin. Secara keseluruhan, terdapat penurunan serangan-serangan iskemik sebesar 3,7 %
yang mendukung clopidogrel, meskipun efek ini tidak secara konsisten tercatat pada ketiga
kelompok studi yaitu sindroma koroner akut, neurovaskuler akut dan penyakit vaskuler perifer.
Efek-efek yang tidak diinginkan dari ticlopidin termasuk mual, dyspepsia dan diare terjadi
pada 20 % penderita, perdarahan sebesar 5 % dan paling serius leukopeni sebesar 1 %.
Terjadinya thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) juga dikaitkan dengan penggunaan
ticlopidine. Clopidogrel memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan dengan ticlopidin
dan jarang dikaitkan dengan neutropenia.

Dipiridamol
Dipiridamol memiliki sifat inhibisi lemah secara in vitro pada agregasi platelet dan
meningkatkan kadar cAMP intraseluler dengan menghambat fosfodiesterase platelet. Hal ini
menghambat sintesis TXA2 dan dapat memperkuat efek prostasiklin untuk melawan
perlengketan trombosit dan karenanya menurunkan perlengketan trombosit pada permukaan
trombogenik. Obat mi merupakan suatu vasodilator koroner yang diberikan untuk pencegahan
angina pektoris dan biasa diberikan kombinasi dengan aspirin.
Dipiridamol hanya memberikan kontribusi marginal terhadap kerja aspirin. Namun,
bersama dengan warfarin, dipiridamol efektif menghambat emboli katup jantung prostetik.
Studi klinis belum menghasilkan data yang mendukung penggunaan obat ini pada penyakit
iskemi serebrovaskuler.

OBAT-OBAT TROMBOLITIK

Fibrinolisis and Trombolisis


Sistem fibrinolisis menguraikan klot intravaskuler sebagai hasil kerja plasmin, suatu enzim
yang mencerna fibrin. Prekursor plasmin adalah plasminogen. Plasmin relatif tidak spesifik,
yang mencerna klot fibrin, berbagai protein plasma lain, termasuk faktor-faktor koagulasi.
Terapi dengan obat-obat trombolitik bertendensi untuk mencerna baik trombus patologik,
maupun deposit fibrin pada jejas vaskuler. Oleh karena itu, obat-obat ini toksik karena dapat
menimbulkan perdarahan sebagai efek samping utama.
Tissue plasminogen activator (t-PA) dilepaskan dari sel-sel endotel sebagai respon terhadap
berbagai rangsangan, seperti oklusi vaskuler. t-PA secara cepat dibersihkan dari darah atau
mengalami penghambatan oleh inhibitor yan bersirkulasi, plasminogen activator inhibitor-1,
dan plasminogen activator inhibitor-2. Dengan demikian, t-PA hanya sedikit berefek pada
plaminogen yang bersirkulasi. t-PA terikat pada fibrin dan mengubah plasminogen. t-PA juga

100
terikatkan fibrin kepada plasmin. Plasminogen dan plasmin terikat pada fibrin pada sisi yang
dekat gugus amin terminal yang kaya residu lisin. Sisi ini juga merupakan daerah pengikatan
plasmin pada inhibitor α2-antiplasmin. Dengan demikian, fibrin yang terikat pada plasmin
terlindungi terhadap penghambatan. Plasmin lain yang lepas dari lingkungan lokal ini secara
cepat mengalami penghambatan. Beberapa α2-antiplasmin terikat dengan ikatan kovalen pada
fibrin dan oleh karena itu melindungi fibrin dari lisis prematur.

Streptokinase.
Streptokinase adalah protein (47,000-dalton) yang dihasilkan oleh β-hemolytic streptococci.
Streptokinase tidak mempunyai aktivitas enzimatik, tetapi membentuk ikatan non kovalen
dengan plasminogen. Kompleks streptokinase-plasminogen tidak dihambat oleh α2-
antiplasmin. Dosis awal (Loading dose) streptokinase (250,000 U; 2.5 mg) harus diberikan
secara intravena untuk mengatasi antibodi plasma yang melawan protein ini. Waktu paruhnya
berkisar 40 – 48 menit. Efek samping streptokinase (selain perdarahan) adalah reaksi alergi,
reaksi anafilaktik (jarang), dan demam.
Komplek streptokinase-plasminogen (anisreplase) digunakan untuk coronary
thrombolysis.

Tissue Plasminogen Activator (t-PA).


t-PA adalah protease serin yang mengandung residu 527 asam amino. t-PA terikat pada
fibrin melalui ikatan pada sisi lisin pada gugus amin terminal dan mengaktifkan ikatan
plasminogen yang beberapa ratus kali lebih cepat dibandingkan aktivasi plasminogen dalam
sirkulasi.
Pada kondisi fisiologis (konsentrasi t-PA 5 to 10 ng/ml, spesifisitas t-PA terhadap fibrin
membatasi pembentukan plasmin dan menginduksi lisis sistemik.
Selama infus terapi dengan t-PA, konsentrasinya dapat dinaikkan sampai 300 to 3000 ng/ml.
Bersihan t-PA terutama terjadi melalui metabolisme di hati. Wajtu paruhnya berkisar 5-10
menit. t-PA efektif untuk melisis trombus selama pengeobatan infark miokard akut. t-PA
(alteplase, ACTl-VASE) dihasilkan dengan menggunakan teknik DNA rekombinan. Regimen
yang direkomendasikan untuk coronary thrombolysis adalah 15-mg intravenous bolus, diikuti
oleh 0.75 mg/kgBB dalam waktu lebih dari 30 menit (tidak boleh melebihi 50 mg) dan 0.5
mg/kg (sampai 35 mg dosis akumulasi) pada jam berikutnya. Efek sampingnya adalah
perdarahan.

Urokinase.
Urokinase adalah dua rantai protease serin yang mengandung 411 asam amino. Urokinase
diisolasi dari kultur sel ginjal manusia. Waktu paruhnya berkisar 15-20 menit dan
dimetabolisme oleh hati. Dosis regimen yang direkomendasikan adalah dosis awal (loading
dose) 1000 - 4500 U/kg secara intravena, diikuti oleh infus kontinyu 4400 U/kg per jam untuk
waktu yang bervariasi per individu / kasus.
Akhir-akhir ini penggunaan urokinase sudah mulai tergeser oleh anti trombolitik lain seperti
streptokinase

101
Kontraindikasi terapi trombolitik
1. Pasien dioperasi dalam 10 hari terakhir, termasuk biopsi organ, trauma serius, resusitasi
kardio-pulmonal
2. Perdarahan gastrointestinal dalam 3 bulan
3. Riwayat hipertensi (tekanan diastolik > 110 mmHg)
4. Perdarahan aktif atau gangguan perdarahan
5. Cerebrovascular accident yang baru terjadi atau proses intrakranial yang aktif
6. Aortic dissection
7. Pankreatitis akut

Daftar Pustaka
1. Majerus, P.W., Tollefsen, D.M. Anticoagulant, Thrombolytic, and Antiplatelet Drugs. in Goodman &
Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10th edition.
New York: McGraw Hill, 2001

102
PENGOBATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Diana Krisanti Jasaputra

PENDAHULUAN
Gagal Jantung Kongestif merupakan suatu keadaan yang mana jantung tidak mampu
memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan.
Patofisiologi gagal jantung adalah adanya kelemahan otot jantung akibat iskemia (Infark
miokard). Gagal jantung dapat timbul akibat adanya hipertensi yang mana terjadi peningkatan
beban jantung. Hal ini menimbulkan hipertrofi terutama jantung kiri dan peningkatan resistensi
perifer dan bendungan paru.
Jika terjadi gagal jantung, maka akan terjadi mekanisme kompensasi berupa vasokonstriktor
untuk mempertahankan aliran darah otak dan a. Coronaria. Namun keadaan ini dapat pula
memperberatkan gagal jantung. Mekanisme kompensasi berupa perangsangan sistem saraf
simpatis dan perangsangan sistem renin angiotensin.
Kelainan pada gagal jantung disertai dengan peningkatan volume darah dan peningkatan
cairan interstitial, sehingga jantung, vena, serta kapiler berdilatasi.
Gejala gagal jantung dapat berupa lemah, fatigue, dan sesak nafas.
Istilah Gagal Jantung “Kongestif “ artinya bendungan, karena gejalanya berupa kongesti
pulmonal (bendungan pada paru) bila terjadi gagal jantung kiri, dan gejalanya berupa oedem
perifer bila terjadi gagal jantung kanan.
Penyebab gagal jantung kronik antara lain adalah penyakit arteri koronaria dan hipertensi.
Sedangkan, penyebab gagal jantung akut antara lain adalah infark miokard.

TERAPI GAGAL JANTUNG KONGESTIF


Tujuan terapi gagal jantung kongestif adalah meningkatkan cardiac output. Oleh karena itu,
gagal jantung kongestif diterapi dengan (1) obat yang meningkatkan kuat kontraksi (inotropik
positif), (2) obat yang mengurangi volume cairan ekstraseluler (diuretika), (3) obat yang
berefek vasodilatasi (menurunkan beban jantung), dan (4) obat antiaritmia bila aritmia.
Obat-obat yang berefek inotropik positif antara lain Glikosida jantung (Digoxin dan
Digitoxin),  Adrenergic Agonists (Dopamine dan Dobutamine), dan Antiarrhythmic Agent
(Amrinone dan Milrinone). Selain obat yang berefek inotropik positif, obat yang berefek
mengurangi beban jantung, seperti Angiotensin Antagonists (Captopril) dan vasodilators
(Nitroprusside), juga diperlukan.
Otot jantung / myokardium seperti juga otot polos dan otot skelet memberikan respon
terhadap rangsang dengan depolarisasi membran, yang diikuti oleh pemendekan protein
kontraktil dan berakhir dengan relaksasi kembali pada keadaan istirahat.
Sel-sel otot jantung mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk
suatu unit kesatuan, yang berkontraksi bersamaan walaupun hanya satu sel otot jantung yang
terangsang. Sel otot jantung mudah terangsang oleh arus listrik. Sel otot jantung mempunyai
irama intrinsik yang ditimbulkan oleh pacemaker yang terdapat pada “sinoatrial (SA) node”
dan “atrioventricular (AV) node”. Sel otot jantung mempunyai potensial aksi yang panjang dan
terdiri dari 5 fase (0-4).

103
Kuat kontraksi otot jantung secara langsung berhubungan dengan konsentrasi kalsium
sitosol yang bebas (tidak terikat). Oleh karena itu, setiap agen yang meningkatkan kadar
kalsium (atau yang meningkatkan sensitifitas mesin kontraksi otot jantung) akan
mengakibatkan peningkatan kuat kontraksi otot jantung (efek inotropik positif).
Sumber Kalsium bebas intraseluler adalah (1) dari luar sel yang mana terjadi pembukaan
saluran Kalsium yang sensitif terhadap voltage, terjadi peningkatan kalsium bebas sitosol
dengan cepat, dan (2) pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma dan mitokondria, sehingga
terjadi peningkatan kalsium sitosol.
Kadar kalsium yang meningkat secara terus menerus dalam sel otot jantung akan
menyebabkan kontraksi otot jantung yang terus menerus juga. Oleh karena itu, pergerakkan
kalsium bebas diperlukan dan dapat terjadi melalui (1) pertukaran Na-Ca melalui membran sel,
dan (2) uptake kalsium oleh retikulum sarkoplasma dan mitokondria.

Voltage-sensitive Na+/Ca++ Na+/K+


slow Ca++ channel exchange ATPase
Ca++ Na+ Na+ K+
Ca++
ATP

Ca++ Ca++ Na+ Na+ K+

Gudang Ca++
retikulum Ca++
sarkoplasma Bebas
Kontraksi myofibril
Gambar 1 Pergerakan Kalsium bebas dalm sel otot jantung

Gagal jantung menimbulkan 3 mekanisme utama untuk mengadakan kompensasi, agar


“cardiac output” meningkat.
1. Peningkatan aktivitas simpatis
Aktivasi reseptor  adrenergik di jantung menyebabkan peningkatan denyut dan kuat
kontraksi jantung meningkat, disertai vasokontriksi pembuluh darah, dengan tujuan
meningkatkan Venous Return & Cardiac Output. Namun, respon kompensasi ini akan
meningkatkan kerja jantung, sehingga dapat justru akan menyebabkan kemunduran fungsi
jantung.
2. Retensi Cairan
Cardiac Output yang menurun akan menurunkan aliran darah ginjal, sehingga terjadi
pelepasan Renin dan menyebabkan terbentuknya Angiotensin II serta Aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan resistensi perifer dan retensi Na dan air, sehingga volume
darah meningkat dan terjadi peningkatan aliran darah ke jantung. Namun, jantung tak
mampu untuk pompa darah, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan vena dan
menimbulkan oedem paru dan atau oedem jaringan perifer.

104
3. Hipertrofi Miokardium
Pada gagal jantung, ukuran jantung bertambah ruang jantung berdilatasi dan terjadi
peregangan otot jantung, dengan maksud memperkuat kontraksi jantung. Namun, serabut
otot jantung yang sangat meregang justru akan melemahkan kontraksi otot jantung yang
teah mengalami kegagalan. Keadaan ini disebut “Decompensated heart failure” dan
mekanisme di atas tidak mampu meningkatkan Cardiac Output yang adequate.

GLIKOSIDA JANTUNG
Glikosida jantung disebut juga digitalis atau digitalis glikosida karena berasal dari tanaman
digitalis. Glikosida jantung dapat meningkatkan kuat kontraksi jantung dan digunakan untuk
terapi gagal jantung. Glikosida jantung mempengaruhi aliran ion Natrium dan atau Kalsium
pada otot jantung sehingga terjadi peningkatan kuat kontraksi otot jantung (efek inotropik
positif).

Gambar 2 Digitalis purpurea

Digitalis glikosida mempunyai indeks terapi yang rendah, artinya hanya terdapat sedikit
perbedaan antara dosis efektif dan dosis toksik / dosis fatal / dosis letal. Contoh digitalis
glikosida adalah (1) digitoxin dan (2) digoxin (yang sangat luas penggunaannya).

Mekanisme Kerja Digitalis


1. Mempengaruhi konsentrasi Kalsium sitosol
a) Glikosida jantung berinteraksi dengan Na-K ATPase pada membran sel, sehingga
terjadi penghambatan aktivitas pompa
b) Akibatnya [Na] intrasel meningkat dan berefek [Ca] intrasel meningkat karena
pemasukannya terus terjadi sedangkan pengeluaraannya melalui mekanisme pertukaran
Na-Ca terhambat
2. Mempengaruhi konsentrasi Ca sitosol
a) Meningkatkan pelepasan Ca dari retikulum sarkoplasma.
b) Meningkatkan [Ca2+] yang memperkuat kontraksi otot jantung.

105
Pemberian digitalis berefek inotropik positif, sehingga cardiac output meningkat setara
dengan cardiac output jantung normal. Volume diastolik selnjutnya akan menurun dan
efisiensi kontraksi meningkat, sehingga sirkulasi membaik, aktivitas simpatis menurun,
resistensi perifer menurun, dan frekuensi denyut jantung juga menurun.

Voltage-sensitive Na+/Ca++ Dihambat Na+/K+


slow Ca++ channel exchange Digitalis ATPase
Ca++ Na+ Na+ K+
Ca++
ATP

Ca++ Ca++ Na+ Na+ K+

Gudang Ca++
retikulum Ca++
sarkoplasma Bebas
Kontraksi myofibril
Gambar 3 Mekanisme kerja glikosida jantung

Efek Glikosida Jantung pada Jantung:


1. Meningkatkan kuat kontraksi otot jantung (inotropik positif), pada pasien gagal jantung,
digitalis menyebabkan:
a) Peningkatan cardiac output
b) Penurunan tekanan pengisian jantung
c) Penurunan ukuran jantung
d) Penurunan tekanan vena dan kapiler
2. Peningkatan konsumsi oksigen miokardium
a) Peningkatan kuat kontraksi menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen
miokardium
b) Penurunan volume ventrikel, menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
3. Aktivitas Elektrofisiologi
Glikosida jantung secara tidak langsung meningkatkan tonus vagus jantung, sehingga
menurunkan konduksi A-V node (Dromotropik negatif)
4. Denyut jantung menurun (kronotropik negatif), tapi digitalis dengan dosis berlebihan akan
menimbulkan takikardia.

Penggunaan Digitalis untuk terapi adalah untuk


1. Terapi congestive heart failure sebagai akibat dari penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung bawaan (kongenital) dengan cardiac output rendah
2. Terapi hypertensive heart disease yang tidak terkontrol oleh terapi antihipertensi
3. Atrial fibrilasi + flutter, paroxysmal atrial tachycardia.

106
Kontraindikasi pemberian Glikosida Jantung
1. Cardiac tamponade
2. Gagal jantung dengan cardiac output yang tinggi
3. Perikarditis (constrictive pericarditis)
4. Idiopathic hypertrophic subaortic stenosis with outlet obstruction

Farmakokinetik Digitalis
1. Glikosida digitalis mempunyai efek farmakodinamik yang sama tapi potensi dan
farmakokinetiknya bervariasi
2. Absorpsi setelah pemberian per oral baik (Digoxin 75%, Digitoxin 90-100%)
3. Digitoxin terikat kuat pada protein di ruang ekstravaskuler (97%), yang berarti volume
distribusinya luas. Digoxin terikat pada protein < 30%
4. t ½ Digoxin relatif singkat (36 jam), sedangkan t ½ Digitoxin 5-7 hari
5. OOA Digoxin singkat, untuk kasus gawat darurat
6. Digoxin diekskresikan dalam urin dalam bentuk utuh
7. Digitoxin dimetabolisme di hati dan diekskresikan dalam feses

Digoxin
Protein binding Digitoxin
0 50 100 Persen
Digoxin
Mula Kerja Digitoxin
0 20 40 60 Menit
Digoxin
Waktu paruh Digitoxin
0 1 2 3 4 5 Hari
Gambar 4 Perbandingan Digoxin dan Digitoxin

Digoxin
Digoxin diberikan per oral, bila tidak perlu cepat dan umumnya dosis optimum tercapai
dalam 8 hari. Digoxin diberikan secara IV dalam beberapa menit, bila tidak perlu cepat. Mula
kerjanya 5-30 menit dan efek maksimalnya tercapai dalam 1-5 jam.

Digitoxin
Total oral loading (digitalizing) dose digitoxin dibagi beberapa dosis diberikan tiap 6 jam
sampai 36-48 jam. Efek maksimal tercapai setelah 9 jam. Bila dosis optimal telah tercapai,
dosis pemeliharaan diatur atau dikurangi 10% dari dosis digitalisasi.

107
Efek Samping Digitalis
Digitalis mempunyai margin of safety yang sempit. Oleh karena itu, intoksikasi akibat
kelebihan dosis dapat menimbulkan masalah fatal. Efek samping yang biasa terjadi adalah
toksisitas digitalis. Pada kebanyakan pasien gagal jantung kongestif, dosis lethal digitalis
besarnya 5-10 X dosis efektif minimal.

Faktor predisposisi terjadinya toksisitas Digitalis


1. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
a) Hipokalemia mempresipitasi aritmia kordis, hipokalemia mungkin akibat thiazid/ loop
diuretic dan dicegah dengan menggunakan diuretik hemat kalium serta suplementasi
KCl. Hipokalemia dapat pula ditimbulkan oleh muntah dan diare
b) Hiperkalsemia, hipernatremia, hipermagnesemia, dan alkalosis juga mempredisposisi
toksisitas digitalis
2. Obat yang mempredisposisi toksisitas Digitalis adalah Quinidine yang mengurangi renal
clearance Digoxin dan mengubah volume distribusinya sehingga meningkatkan toksisitas
digoxin. Selain itu, pemberian Digitalis bersama dengan Amiodarone, Erythromycin base,
Tetracycline, dan Verapamil akan meningkatan konsentrasi digitalis selama terapi
kombinasi dan meningkatkan potensi kardiotoksisitas. Pemberian Kortikosteroid, Thiazide
diuretic, Loop diuretic bersama Digitalis akan menurunan kadar Kalium dalam darah dan
meningkatkan potensi kardiotoksisitas.
3. Keadaan atau penyakit yang mempredisposisi toksisitas digitalis adalah Hipotiroid,
Hipoksia, Gagal ginjal, dan Myokarditis
Efek Samping / Intoksikasi Digitalis timbul bila konsentrasi digoxin dalam darah di atas 2
ng/ml dan digitoxin dalam darah di atas 35 ng/ml.
Efek samping Digitalis pada jantung dengan predisposisi Kalium intrasel turun berupa
1. Dysrhthmia
2. Konduksi atrioventrikuler menurun / terblok
3. Sinus arrhythmia dan S-A Block
4. Paroxysmal dan nonparoxysmal atrial tachycardia sering dengan A-V Block
5. Atrial flutter, atrial fibrillation
6. Premature ventricular depolarization/contraction, ventricular tachycardia dan
fibrilation
7. Complete heart block
Gejala awal efek samping Digitalis adalah gangguan pada saluran cerna, seperti anorexia,
nausea, vomiting, dan diare. Efek samping Digitalis pada SSP dapat berupa sakit kepala,
fatique, malaise, neuralgias, delirium, penglihatan buram, perubahan persepsi warna
cromatopsia (gangguan penglihatan warna kuning-hijau), dan adanya halo pada objek gelap.
Efek samping Digitalis yang jarang terjadi adalah gynecomastia.

Penatalaksanaan Intoksikasi Digitalis


1. Glikosida jantung dan diuretik yang menimbulkan hipokalemia di STOP
2. KCl dapat diberikan secara oral / infus lambat bila ada hipokalemia. K+ tidak diberikan bila
ada:
• AV Block berat

108
• Kadar K+ serum tinggi
3. Hypomagnesemia sering menyertai hipokalemia, sehingga perlu pemberian magnesium
4. Phenytoin dapat diberi untuk aritmia ventrikel / atrium
5. Lidokain / Procainamide dapat untuk ventricular tachyaritmia
6. Propanolol dapat untuk ventricular / supraventricular tachycardia, TAPI TIDAK UNTUK
AV Block
7. Atropin dapat untuk Sinus Bradikardia, berbagai derajat AV Block
8. Cholestyramine yang mengikat glikosida, agar cepat tereliminasi
9. “A digoxin-specific antibody fragment from immunized sheep” untuk yang gawat sekali
10. Terapi elektrik bahaya karena dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel

Terapi lain untuk gagal jantung


Gagal jantung kronik umumnya diterapi dengan pengurangan aktivitas fisik, diet rendah
garam, pemberian glikosida jantung, dan diuretik. Indeks terapi glikosida jantung rendah, oleh
karena itu dicari terapi lain (alternatif).

A. Agonis  – Adrenergik
Agonis beta adrenergic mempunyai efek inotropik positif dan menyebabkan vasodilatasi.
Obat yang sering digunakan adalah Dopamine dan Dobutamine, karena tidak terlalu
menimbulkan takhikardi seperti epinefrin / isoproterenol.

B. Obat-obat Antiaritmia
Amrinone dan milrinone merupakan penghambat fosfodiesterase tipe III yang
meningkatkan [cAMP] intrasel, sehingga kuat kontraksi jantung meningkat. Amrinone,
hanya diberikan secara IV untuk CHF dalam jangka pendek. Amrinone dapat menimbulkan
trombositopenia reversible. Milrinone tidak berefek pada platelet.

C. Vasodilator
Vasodilator menyebabkan dilatasi pembuluh darah vena, sehingga mengurangi beban
jantung. Dilatasi pembuluh darah arteri mengurangi retensi arterolar sistemik dan
mengurangi afterload jantung. Contoh obat yang berefek vasodilator adalah Captopril,
Nitroprusside, dan Prazosin.

109
Voltage-sensitive Dopamine, dobutamine
slow Ca++ channel
Reseptor b Adrenergik
Ca++

P Protein kinase (aktif)


Ca++ ATP
Fosforilasi cAMP
meningkatkan Protein Penghambat
aliran masuk Ca kinase fosfodiesteras
(tak aktif) e (Amrinone)
Kontraksi myofibril AMP
Gambar 5 Tempat Kerja Agonis  Adrenergik dan Antiaritmia pada otot jantung

Daftar Pustaka
1. Jacob, L.S. 1996. National Medical Series for Independent study. Pharmacology. 4th edition. Williams &
Wilkins. The Science of Review. Philadelphia. Baltimore. Hong Kong. London. Munich. Sydney. Tokyo.
2. Harvey, R.A., Champe, P.C., Mycek, M.J., Gertner, S.B., Peper, M.M., 1992. Lippincott’s Illustrated
Reviews: Pharmacology. J.B. LIPPINCOTT COMPANY. Philadelphia. New York. London. Hagerstown.

110
OBAT ANTIHIPERTENSI
Sugiarto Puradisastra, Diana KJ

Klasifikasi Hipertensi:
Kriteria hipertensi pada orang dewasa:
Klasifikasi Tekanan darah (mmHg)
Sistolik Diastolik
Normal < 120 dan < 80
Prahipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi stage 1 140 - 159 atau 90 - 99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Klasifikasi obat antihipertensi:


1. Diuretik:
¤ Tiazid: - HCT
- Hidroflumetiazid
- Klortalidon
- Indapamid
¤ Diuretik kuat:
- Furosemid
- Bumetamid
¤ Diuretik hemat kalium:
- Triamteren
- Amilorid
- Spironolakton
2. Penghambat Adrenergik:
¤ Antagonis reseptor /-bloker
¤ Antagonis reseptor /-bloker: Prazosin
¤ Campuran antagonis reseptor -
- Labetalol
- Carvedilol
¤ Adrenolitik sentral:
- Metil Dopa
- Klonidin
- Guanabenz & Guanfacin
¤ Penghambat saraf adrenergik:
- Guanadrel
- Reserpin
3. Kalsium antagonis:
- Verapamil
- Diltiazem
- Amlodipin, Nisoldipin, Felodipin, Nicardipin, Nifedipin

111
4. ACE-Inhibitor:
- Kaptopril
- Enalapril, Lisinopril, Quinapril, Ramipril, Perindopril
5. AII receptor antagonist (Valsartan, Losartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan)
6. Direk Renin Inhibitor: Aliskiren
7. Vasodilator:
Arterial: - Hidralazin
- Minoxidil
- Diazoksid
Arteri dan vena: - N natrium nitroprusid

1. Diuretik
Golongan Tiazid
Golongan Tiazid terdiri atas:
- HCT
- Hidroflumetiazid
- Klortalidon
- Indapamid: Pada gangguan ginjal lebih efektif
Golongan ini berbeda dalam masa kerja, sedangkan efek dan toksisitasnya sama.
Mekanisme kerja antihipertensi:
Pada permulaan Tiazid bekerja sebagai diuretik dengan mengekskresi natrium, klorida dan
air sehingga volume plasma dan cairan ekstraseluler menurun yang akan menurunkan cardiac
output sehingga tekanan darah menurun. Pada saat ini resistensi perifer tidak menurun.
Pada pemberian kronik volume plasma kembali meningkat sampai kurang 5% dari normal,
cardiac output mendekati normal. Resistensi perifer menurun (vasodilatasi) yang merupakan
adaptasi terhadap penurunan volume plasma, sehingga tekanan darah menurun.
Efek antihipertensi berlangsung lebih lama dan terjadi pada dosis yang lebih kecil dari dosis
diuretik. Efek antihipertensi mulai timbul setelah 2-3 hari, maksimum pada minggu 2-4
(perubahan dosis dilakukan setelah 4 minggu).
Efek samping yang sering terjadi adalah hipokalemia yang dapat menimbulkan aritmia atau
kematian. Kadar kolesterol darah, trigliserida dan asam urat meningkat, yang dapat
meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Penggunaan jangka lama dapat
menimbulkan intoleransi glukosa.
Penggunaan:
Tiazid merupakan obat utama pasien dengan fungsi ginjal normal. Indikasi Tiazid adalah
pada pasien dengan kadar renin rendah (usia diatas 50 tahun), penderita dengan gagal jantung,
asma, penyakit paru obstruksi kronis dan penyakit vaskuler perifer.
Tiazid sering digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi ringan/sedang karena
menurunkan tekanan darah baik berbaring maupun berdiri sehingga jarang menimbulkan
hipertensi postural, ditoleransi dengan baik, harganya murah, penggunaan 1 kali sehari dan
pada penggunaan lama efeknya tetap ada. Pada fungsi ginjal kurang dari 50%, Tiazid tidak
efektif. Tiazid sering dikombinasi dengan obat antihipertensi lain karena berfek potensiasi dan
dapat menghilangkan retensi cairan.

112
Diuretik kuat seperti Furosemid, Bumetamid dan asam etakrinat digunakan pada hipertensi
dengan gangguan fungsi ginjal atau disertai edem. Obat ini digunakan sebagai cadangan bila
klirens kreatin kurang dari 30 cc/ menit.
Spironolakton dengan dosis 100 mg mempunyai efek hipotensif yang sama dengan HCT,
dan digunakan untuk hiperaldosteronisme primer.

2. Penghambat adrenergik = Sympatholytic Agents


Golongan ini meliputi:
1. Penghambat adrenoseptor  yaitu golongan lipofilik (Propanolol, Metoprolol) dan
golongan kurang lipofilik (Atenolol, Nadolol).
2. Penghambat adrenoseptor : Prazosin
3. Adrenolitik sentral: Klonidin, metildopa, Guanabenz dan Guanfasin
4. Penghambat syaraf adrenergik: Reserpin, Alkaloid Ramolfia, Guanetidin dan Debrisokuin
5. Penghambat ganglion

Penghambat adrenoseptor : -bloker


Mekanisme kerja:
Kerja menurunkan tekanan darah merupakan hasil kombinasi antara penurunan cardiac
output dan inhibisi sekresi renin melalui reseptor 1. Reseptor adrenergik di SSP tidak
berperan. Penurunan terjadi lambat setelah 1-7 hari, dan setelah 2 minggu tekanan darah tidak
menurun lebih lanjut.
Farmakokinetik:
Pada golongan lipofilik absorbsi lebih cepat, metabolisme terutama di hepar, juga
mengalami distribusi ke SSP dan cepat dieliminasi (efeknya short acting).
Sifat kardioselektif/ISA/MSA/distribusi ke SSP mempengaruhi efek samping.
Penggunaan:
Beta bloker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang
dengan:
- Penyakit jantung koroner
- Aritmia tanpa kelainan konduksi
- Pasien muda dengan sirkulasi hiperkinetik
- Pengobatan dengan antidepresi trisiklik/antipsikotik
Penggunaan lain adalah sebagai obat tahap kedua/kombinasi dengan diuretik.
Efek samping:
(lihat adrenergik: Asma, bradikardia, dekompensatio kordis, DM). Penghentian mendadak
setelah pemberian dosis besar akan meningkatkan aktivitas simpatik yang menyebabkan
aritmia ventrikel, angina/infark miokard atau menimbulkan kematian.

Penghambat adrenoseptor : -bloker


Adrenoseptor  paska sinaps otot polos dibedakan atas:
- Reseptor 1: Perangsangan menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah,
sedangkan penghambatan menyebabkan vasodilatasi

113
- Reseptor 2: Perangsangan menyebabkan hambatan pelepasan norepinefrin,
sedangkan penghambatan menyebabkan pelepasan norepinefrin
-bloker yang selektif pada 1 adalah Prazosin.

Prazosin
Prazosin merupakan derivat isokuinazolin yang berefek mendilatasi arteriol dan vena
(resistensi perifer menurun) yang mana tekanan darah sewaktu berdiri lebih turun dari sewaktu
berbaring yang menyebabkan terjadinya fenomena dosis pertama. Denyut jantung sewaktu
berbaring tidak berubah, sedangkan sewaktu berdiri terjadi sedikit takikardia. Antagonis
reseptor  menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total dan kolesterol LDL dan
meningkatkan kolesterol HDL.
Farmakokinetik
Prazosin mengalami first metabolisme di hepar, kadar puncak tercapai setelah 1-3 jam.
Waktu paruhnya antara 2-3 jam, tetapi efek anti hipertensi berlangsung lama (10-12 jam)
karena terdapat metabolit yang aktif. Metabolisme terutama di hepar dan disekresikan melalui
empedu.
Penggunaan:
Karena 1-bloker meningkatkan risiko dekompensasi kordis, 1-bloker tidak dianjurkan
sebagai terapi tunggal pada penderita hipertensi. Penggunaannya sering dikombinasi dengan
diuretika, -bloker dan obat antihipertensi lain. Pada penderita Feokromasitoma 1-bloker
tidak merupakan obat pilihan karena tidak dapat menghambat vasokonstriksi akibat reseptor
2.
Efek Samping
Efek samping semua 1-bloker adalah dekompensasi kordis . Efek samping utama adalah
Fenomena dosis pertama, yang merupakan hipotensi ortostatik hebat dengan sinkop yang
terjadi dalam 90 menit setelah pemberian dosis pertama atau peningkatan dosis terlalu cepat,
yang terjadi pada 50% pasien. Efek ini dapat berulang sesudah dihentikan sementara, dan
terjadi terutama pada pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan diuretik atau -bloker.
Setelah pemberian dosis kecil pertama, pasien menjadi toleran terhadap efek hipotensif ini.

Adrenolitik Sentral
Metildopa
Metil Dopa merupakan 2-adrenergik agonis sentral yang merupakan analog DOPA.
Metildopa dalam neuron adrenergik dimetabolisme menjadi -metildopamin dan diubah
menjadi -metil norepinefrin yang kemudian disekresi oleh neuron adrenergik. -metil
norepinefrin bekerja di otak menghambat outflow adrenergik dari batang otak yang
menyebabkan efek antihipertensi, terutama daerah ventrolateral rostral dari medula dan daerah
nukleus traktus solitarius.

Efek farmakologi
Metildopa menurunkan resistensi pembuluh darah tanpa perubahan denyut dan curah
jantung, kecuali pada usia lanjut. Efek penurunan tekanan darah maksimal setelah 6-8 jam
pemberian oral atau intravena. Insidens hipotensi postural lebih ringan dbandingkan obat yang

114
bekerja pada adrenergik perifer, karena Metildopa tidak memblok baroreseptor secara total.
Renal blood flow dan fungsi ginjal tidak berubah Penggunaan jangka panjang menyebabkan
retensi air dan garam yang mengurangi efek antihipertensi atau ”pseudotolerance” yang diatasi
dengan diuretika. Metildopa dapat meregresi left ventricular hyperthrophy (LVH) dalam 12
minggu.
Farmakokinetik
Absorbsi Metildopa tidak lengkap, bioavailibilitas sekitar 25%, dan diekskresi melalui
ginjal secara utuh
Efek samping
Hambatan metildopa pada pusat tidur dan terjaga di batang otak menyebabkan rasa kantuk,
penurunan energi fisik, depresi, dan kekeringan mulut. Efek lain adalah penurunan libido,
parkinson, ginekomastia dan galaktore. Metildopa dapat menyebabkan hepatitis yang timbul
setelah 3 bulan, anemi haemolitik setelah 1 tahun, leukopenia, trombopenia dan sindrom
seperti lupus.
Penggunaan
Metildopa efektif sebagai antihipertensi yang digunakan bersama diuretika, tetapi
mengingat efek samping, reaksi imunologis abnormal dan toksisitas organ, tidak digunakan
sebagai terapi inisial, tetapi sebagai cadangan pada keadaan khusus. Toleransi baik pada
penyakit jantung iskemik dan disfungsi diastol dengan mengurangi LVH.
Dosis yang digunakan adalah 2X 250 mg

Klonidin, Guanabenz dan Guanfasin


Mekanisme kerja
Ketiga obat merupakan agonis adrenergik 2 sentral/agonis parsial di hipotalamus &
medula oblongata sehingga outflow simpatis dari SSP menurun.
Efek Farmakologik
Penurunan denyut dan curah jantung, resistensi perifer, dan mengurangi sekresi renin.
Renal Plasma Flow dan GFR tidak menurun sehingga efektif pada gagal ginjal.Guanfasin tidak
mempengaruhi curah jantung dan mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan
dengan dosis 1 kali sehari.
Penggunaan
Klonidin, Guanabenz, Guanfasin merupakan obat tahap 2 setelah diuretik dan digunakan
untuk mengobati hipertensi ringan atau sedang sampai hipertensi berat.
Efek Samping
Kekeringan mulut, mengantuk dan sedasi. Lain-lain konstipasi, mata kering, hidung dan
parotis bengkak, mimpi buruk, hiperglikemia, ginekomasti, retensi urin. Reaksi putus obat
akibat peningkatan aktivitas simpatis yang dapat menyebabkan krisis hipertensi. Klonidin tidak
boleh diberikan pada yang tidak patuh dan penghentian harus bertahap (1minggu).

Penghambat Saraf adrenergik


Reserpin dan Alkaloid Rawolfia
Mekanisme kerja
Mengosongkan katekolamin dan serotonin di berbagai organ termasuk medula adrenal dan
di otak, dengan jalan menghambat:
115
- Mekanisme transport aktif norepinefrin dan amin lain di membran vesikel adrenergik
- Sintesa norepinefrin.
Efek Farmakologik
Reserpin menurunkan resistensi perifer, denyut dan curah jantung. Jarang menimbulkan
hipotensi ortostatik, sering terjadi retrensi cairan.
Penggunaan
- Obat tahap kedua, terutama bersama dengan Tiazid karena Tiazid efektif, murah,
dapat diberikan 1 kali sehari, dan kalau digunakan tidak teratur, efeknya hanya
sedikit berubah.
- Onset lambat, durasi lama, penambahan dosis setiap 5-7 hari
Efek Samping
- Letargi, kongesti nasal//pilek, iritasi saluran cerna, hiperasiditas. SSP: mimpi buruk,
depresi, impotensi. Kalau muncul depresi, obat harus diberhentikan. Penurunan
ambang kejang pada epilepsi.
Guanetidin, Debrisokuin, mekanisme kerja dan efek samping sama. Tidak digunakan lagi.
Vasodilator
Hidralazin, Minoksidil, Diazoksid
Mekanisme kerja
Langsung merelaksasi otot polos arteriol, tidak vena dengan merangsang guanilat silklase,
sehingga cGMP meningkat.
Efek Farmakologik
Hidralazin penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada penurunan tekanan sistolik.
Minoksidil penurunan tekanan sistol dan diastol. Denyut jantung (takikardia), volum sekuncup
dan curah jantung meningkat. Pada Minoksidil norepinefrin, renin dan aldosteron plasma
meningkat.
Penggunaan
Hidralazin: Obat tahap 3 sesudah diuretik dan betabloker, atau obat tahap 2 pada orang tua
yang tidak tahan penghambat adrenergik. IV untuk kedaruratan hipertensi.
Mino ksidil: Lebih poten dan efek lebih lama, untuk hipertensi berat yang refrakter 3 obat
(Diuretik, penghambat adrenergik, vasodilator). Hipertensi maligna pada penyakit ginjal lanjut.
Diazoksid: Kedaruratan, hipertensif ensefalofati, Hipertensi maligna, hipertensi berat dengan
GNA/GNC, preeklamsi yang refrakter hidralazin.
Efek samping
Sama, retensi cairan, sakit kepala, takikardia, hipertensi rebound (jarang). Pada Hidralazin
dapat timbul sindrom reumatoid akut mirip SLE, dapat neuropati perifer, diskrasia darah,
jarang: hepatotoksik. Pada Minoksidil terjadi hipertrikosis teruama di muka dan permukaan
yang berambut, yang terjadi pada 80% kasus setelah 1-2 bulan.
Kontraindikasi
Iskemia koroner/serebral, aneurisma aorta disekans.
Natrium Nitroprusid
Mekanisme kerja
Langsung merelaksasi arteriol dan vena sehingga mengurangi preload dan afterload.
Efeknya:
- denyut jantung meningkat, curah jantung tidak meningkat (preload menurun).

116
Diberikan secara i.v., efek maksimal setelah 1-2 menit, hilang sesudah dihentikan.
Penggunaan:
- Kedaruratan: kerja paling cepat, selalu efektif apapun sebabnya
- Obat pilihan utama untuk krisis hipertensi dengan miokard infark/ dekompensasio kordis kiri/
perdarahan serebral/ subarachnoid. Tekanan darah mudah dinaikturunkan.
Efek samping:
- Toksisitas akut karena dilatasi berlebihan/ hipotensi
- Jangka panjang: akumulasi tiosianat yang menyebabkan psikosis akut pada gangguan
ginjal/hiponatremia.
PENGHAMBAT ENZIM KONVERSI ANGIOTENSIN = ANGIOTENSIN
CONVERTING ENZYME (ACE) INHIBITORS
KLASIFIKASI:
Dengan gugus :
- Sulfhidril : mirip kaptopril (lainnya fentiapril, pivalopril, zofenopril)
- Asam karboksilat: mirip Enalapril (Lisinopril, Quinapril, Ramipril, Perindopril,
Spirapril, Cilazapril, Benazepril, Pentopril)
- Asam fosfonat : Fosinopril
ACE merupakan enzim yang sama yang memecah bradikinin yaitu kinninase II, sehingga
penghambatan ACE akan meningkatkan kadar bradikinin. Bradikinin akan meningkatkan
sintesa prostaglanding yang ikut berperan dalam efek farmakologisnya. ACE-Inhibitors kurang
poten dibandingkan dengan metabolitnya, tetapi mempunyai bioavailibilitas yang lebih baik.

117
Sistim Renin Angiotensin Aldosteron
- Penurunan perfusi ginjal
- Stenosis arteri ginjal
- Deplesi natrium menyebabkan sekresi renin
- Stimulasi adrenergik 1

Hipertensinogen merupakan suatu -globulin dari hepar yang dengan pengaruh renin ginjal
akan berubah menjadi Angiotensin I (AI). AI dengan pengaruh angiotensin converting enzyme
I(ACE) akan berubah menjadi AII, selanjutnya terjadi perubahan efek seperti gambar di bawah
ini.
Renin
ACE ddg
HIPERTENSINOGEN ANGIOTENSIN I pemb.darah AII Pada
reseptor
(-globulin hepar) ( AI ) (Terutama paru-paru)

di :
• Otot polos p.drh → Vasokonstriksi Arteriol + Vena
• SSP → Perangsangan Simpatis SSP, tonus vagus menurun →
• Korteks adrenal → Aldosteron

Renal Pressure meningkat


Denyut jantung meningkat REAB.Na + Air → TD meningkat → Renin menurun
Curah jantung meningkat

RAA tidak berperan pada volum darah dan natrium: normal ; tapi pada deplesi natrium dan air.

118
MEKANISME ANTI HIPERTENSI :
A II menurun
→ 1.Vasodilatasi
2.Aldosteron menurun : - Eksresi Na dan air meningkat T.D menurun,
-Retensi Kalium resistensi perifer
- Jangka Panjang ke normal lagi tanpa takikardi

- A II dan Aldosteron menurun


- A I dan Renin meningkat
- Vasodilatasi Renal yang kuat → Peningkatan aliran darah ginjal

Penurunan tekanan darah oleh ACE-I :


- Berbanding lurus dengan kadar renin plasma awal
- Penurunan terjadi perlahan-lahan → Perubahan dosis dilakukan sesudah 1- 2 minggu
- Diuretik / diit garam : RAA aktif Renin meningkat : ACE-I lebih efektif
H.Maligna / H.Renovaskuler →

ACE-Inhibitors yang beredar di pasaran berbeda dalam: potensi; prodrug atau tidak; dan
farmakokinetiknya ( jumlah absorbsi, gangguan absorbsi oleh adanya makanan, waktu paruh,
distribusi jaringan yang menghambat sistem renin angiotensin lokal serta mekanisme
eliminasi).
PENGGUNAAN :
- H.ringan –sedang (+diuretik)
H. berat yang refrakter (dosis besar, ditambah diuretik ,kadang-kadang ditambah β –bloker
)
- Regimen tahap 2-4 (Diuretik :aditif ; β-bloker < aditif; pemberian dengan vasodilator
(prazosin, nifedipin) : baik, jangan digabung dengan pengahambat α-β→ hipotensi berat )
- Efektif untuk yang muda (kalau tersendiri)
- Terpilih bila dengan dengan DECOMP
- Untuk Urgensi Hipertensi / Kedaruratan : Enalaprilat intra vena

KAPTOPRIL
Kaptopril merupakan satu-satunya ACE-Inhibitors dengan gugus sulhidril yang digunkan
di Amerika. Bioavailibilitasnya 75% karena terganggu oleh makanan, sehingga diberikan 1
jam sebelum makan. Kaptopril mempunyai waktu paruh 2 jam. dan sebagian besar diekskresi
melalui uirin. Dosis permulaan untuk hipertensi adalah 2x25 mg, sedangkn untuk gagal jantung
adalah 3x6.25 mg.
EFEK SAMPING : KAPTOPRIL
Terutama rash dan gangguan pengecap /DISGEUSIA : akibat adanya gugus sulfhidril
- Rash : Makulopapular / Morbiliform sampai dengan Dermatitis Exfoliativ yang hilang kalau
di hentikan → jarang pada dosis < 150 mg/hari
- DISGEUSIA : Reversibel
- GIT : mual,muntah,nyeri lambung / reaktivasi ulkus

119
- Sakit kepala / pusing, insomnia
- Batuk
- Peningkatan BUN / Kreatinin serum pada penyakit ginjal / deplesi cairan
- Proteinuri : 2% - hal ini terjadi pada penggunaan selama 3 bln , terutama bila terdapat
penyakit ginjal
- Hiperkalemia, dapat sindroma nefrotik / Glomerulopati
- Dosis pertama dapat hipotensi berat (mulai serendah mungkin, naik perlahan-lahan, dan
diberikan sebelum tidur).
- Neutropenia : jarang, penderita gagal ginjal atau penyakit autoimun, sifatnya reversibel,
penderita harus sering memeriksa leukosit pada 3 bulan pertama atau sesudah 3 bulan.
- Ikterus cholestatik : jarang
- Hati-hati pada : 1. DM ; hipoglikemi
2. Therapi : simetidin : gangguan neurologik
3. Efeknya diantagonis oleh indometasin dan aspirin
4. Tidak boleh pada kehamilan
Farmakokinetik :
Enalapril : prodrug : Hepar → enalaprilat, bioavailabilitas : 40%, waktu paruh : 11 jam

ANTAGONIS KALSIUM = CALCIUM CHANNEL / CALCIUM ENTRY /


CALCIUM INFLUX BLOCKER

1969 : FLECKENSTEIN : merupakan golongan obat yang kerjanya terutama menghambat


masuknya Ca++ ke dalam sel (sebagai slow inward current melalui slow calcium channel).

Mekanisme kerja :
Menghambat influx Ca++ melalui calcium channel di membran sel jantung dan otot polos (otot
polos vaskuler 3-10x > peka daripada miokard)
º otot jantung : inotropik (-), kronotropik (-), dromotropik (-)
º pemb.darah : vasodilatasi
º penghambatan Ca-channel melalui :
1. PDC / VOC = Potential / Voltage Dependent Channel
2. ROC = Reseptor Operated Channel, pada jantung : reseptor , otot polos vaskuler
: reseptor 
Generasi I : Verapamil, Diltiazem, Nifedipin
Generasi II : Nikardipin, Isradipin, Felodipin, Amlodipin
Perbedaan:
Golongan DHP = Dihidropiridin (Nifedipin dan gol. II) mempunyai keuntungan :
1. Vaskuloselektif (Generasi II lebih tinggi)
- Tidak depresi pada nodus AV dan SA
- Tidak depresi pada jantung
- Relatif aman dikombinasi dengan -blocker
2. Amlodipin : bioavailabilitas meningkat (lain-lain lebih banyak first pass di hepar)

120
3. Amlodipin absorbsi lambat : tekanan darah turun perlahan-lahan (lain-lain : kadar puncak
meningkat, tekanan darah turun cepat yang dapat mengakibatkan iskemia).
4. Amlodipin dapat dosis 1x/h ( waktu paruh : panjang, lain-lain : pendek sehingga harus
diberikan 2-3x/h).
5. Metabolisme lebih banyak melalui hepar (sempurna), sedikit melalui ginjal (gangguan
fungsi ginjal, dosis tidak perlu diubah).
6. Isra dan Amlo tidak meningkatkan kadar digoksin
Simetidin tidak meningkatkan kadar Vera dan Amlo
Penggunaan :
- Tahap I , potensi sebanding dengan obat antihipertensi lain
- Tahap II + -blocker / ACE-I / - blocker.
- - blocker efek pada konduksi dan kontraktilitas : aditif sehingga dipakai DHP).
- ( diuretik : penambahan efek hanya sedikit)
- Tahap III : sesudah diuretik + - blocker (sebagai vasodilator)
Efek Samping :
1. Efek penurunan tek.darah yang cepat :
- iskemi miokard / serebral
- reflex simpatis meningkat : menyebabkan takikardi/angina
- efek vasodilatasi akut : sakit kepala, pusing, muka merah, hipotensi berlebihan pada
orang tua
2. Edema perifer : sifatnya lokal
- karena keluarnya cairan dari pemb.darah ke interstitial
- tidak dapat diobati dengan diuretik karena tidak ada retensi garam
3. Bradi aritmia dan gangguan konduksi :
Verapamil > diltiazem ; Golongan DHP tidak menimbulkan gangguan
Catatan: verapamil tidak boleh dengan - blocker, kuinidin, atau digitalis
Inotropik (-) : Verapamil > Diltiazem (Golongan DHP: minimal)
4. Lain-lain :
- Konstipasi : terutama Verapamil
- Retensi urine
- Reflux esophagus
- Hiperplasi gusi
- Penghentian mendadak dapat menimbulkan serangan angina / infark pada penderita
penyakit jantung koroner
Golongan kalsium bloker tidak nenimbulkan efek samping metabolik (peningkatan kadar
lipid, glukosa, atau asam urat).

Daftar Pustaka
1. Michel T.; Hoffman B.B. Treatment of Myocardial Ischemia and Hypertension, in Goodman & Gillman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics (Brunton L., Chabner B., Knollman B.: editors). 12th edition.
New York: McGraw Hill, 2011
2. Oates, J.A. ; Brown, N.J. Antihypertensive Agents And The Drug Therapy of Hypertension in Goodman &
Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10th edition.
New York: McGraw Hill, 2001
3. Jacob, L.S. 1999. Cardiovascular Agents in Pharmacology. 4th edition. Philadelphia: Williams & Wilkins

121
KARDIOMIOPATI
Pudji Rusmono Adi.

Pendahuluan.
Kardiomiopati adalah sekelompok penyakit miokardium, yang pada akhirnya akan
menyebabkan gangguan terutamama gagal jantung dan kematian mendadak. Walau dianggap
penyakit yang jarang, di-perkirakan prevalensinya secara umum sebesar 3%. 1
Pada abad ke 18, kebanyakan GJ disebabkan karena kelainan ka-tup. Tetapi pada
kenyataannya, dari hasil otopsi didapatkan juga GJ tanpa kelianan katup. Penyakit otot jantung
idiopatik ini disebut Penyakit Miokardial Primer. Baru pada tahun 1957, Wallace Brigden
mem-publikasi artikel berjudul: “Uncommon Myocardial Diseases: The Noncoronary
Cardiomyopathies”, dan dia menyebut penyakit miokardial nonkoroner tersebut dengan
kardiomiopati. Sejak saat itu istilah kar-diomiopati menjadi umum.
Pada mulanya Kardiomiopati dianggap sebagai kelainan idiopatik, tetapi dalam
perkembangan-nya diketahui tidak semua kasus adalah idiopatik. Miokarditis yang
kebanyakan disebabkan oleh virus merupakan penyebab Kardiomiopati sekunder. Dan ternyata
kardiomiopati bisa juga disebabkan oleh karena mutasi genetic. Jadi Kardiomiopati bisa
dikategorikan primer bila hanya melibatkan otot jantung saja, dan sekunder bila merupakan
bagian dari penyakit multisistim.3

Definisi.
Secara historis kardiomiopati dianggap sebagai: “Myocardial diseases of unknown cause”
(Goodwin, 1961)1. Kardiomiopati adalah penyakit miokardium yang menyebabkan kelainan
struktur dan fungsi miokardium, dan bukan karena penyakit Arteri Koroner, hipertensi,
kelainan katup atau penyakit jantung bawaan 4,5. Kardiomiosit sebagai unit kontraktil terkecil
berada dalam miliu yang komplek, yang meliputi endotel, otot polos vascular, fibroblast dan
sel-sel imun. Komponen matriks ekstraselular ter-masuk protein-rich gap junction akan
mengatur dan mengkoordinasi kontraksi tiap-tiap miosit. Ganguan pada salah satu protein
tersebut akan menyebabkan gangguan fungsi, dan apabila hal tersebut berlang-sung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi yang berat. 6

Klasifikasi.
Dalam praktek klinis Kardiomiopati didiagnose berdasar pemeriksaan klinis dan pencitraan.
Secara klinis dibagi dalam 4 kelompok:
1. Kardiomiopati hipertropik.
2. Kardiomiopati dilatasi.
3. Kardiomiopati aritmogenik.
4. Kardiomiopati tidak terklasifikasi (unclassified): LV non-compaction dan
kardiomiopati Takotsubo. 1
American Heart Association (AHA) membagi kardiomiopati sebagai: Kardiomiopati
Primer, yang berarti hanya melibatkan organ jantung saja dan Kardiomiopati Sekunder yang
juga melibatkan organ-organ lain. Sedang European Society of Cardiology (ESC) membagi

122
kardiomiopati berdasarkan klinis dan setiap kelompok dibagi kedalam kategori familial atau
non-familial dengan keterkaitan fenotip gene-tiknya.1 Figure 1.

Figure 1. Current Classifications Of Cardiomyopathies.(Dikutip dari 7)

Pada mulanya Kardiomiopati dianggap sebagai penyakit otot jantung bawaan. Pada
umumnya adalah dominan otosomik, jarang yang resesif atau x-link transmission. Tetapi pada
kenyataannya diper-kirakan terjadi mutasi dan interaksi antara satu atau lebih gen dan dengan
lingkungan juga karena pengaruh-pengaruh yang belum diketahui. Karena ada peran genetik
disini, perlu pemeriksaan genetika. Jadi untuk membuat diskripsi diagnostik yang tepat
diperlukan pola multidisiplin diantara: klinisi, ahli genetika/biologi molecular, ahli imaging
dan ahli patologi 1,4. Untuk mengintegrasikan diskripsi kardio-miopati dari sisi fenotipe
morfofungsional, organ ekstrakardial yang terlibat, keadaan klinis (pola keturunannya), dan
genetika molekular (penyakit dan mutasi genetik) pada penyakit familial, dibuatlah klasifikasi
MOGE (S) yang disetujui oleh World Heart Federation (WHF).
Yang dimaksud dengan diskripsi Klasifikasi MOGE (S) adalah : M (Multifunctional
phenotype), O (organ involvement), G (genetic or familial inheritance pattern), E (etiological
description of genetic defect or nongenetic underlying cause), S (ACC/AHA stage and NYHA
functional classes). (1). Sebagai contoh: Mᴰ Oᴴᶧᴹ Gᴬᴰ Eᴳ⁻ᴺᴬ Sс-III (Kardiomiopati dalam
bentuk D (Dilatasi) , melibatkan organ jantung dan otot (Heart + Muscle), genetic belum ada
(Non-Available), stage C dan NYHA klas III).7

123
1. Kardiomiopati Hipertrofik (KMH)
Definisi
Keadaan dimana terdapat hipertrofi ventrikel kiri tanpa pelebaran ruang ventrikel dan tidak
didapati penyakit jantung atau sistemik lain yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel.
Dinding ventrikel kiri dianggap menebal apabila >15 mm, 13-14 mm borderline. Pengukuran
dinding ventrikel dengan ekhokardiografi atau cardiovascular magnetic resonance (CMR).
Kardiomiopati hipertrofik ini meliputi bentuk yang obstrukstif (dahulu dikenal dengan
Idiopathic hyperthrophic subaortic stenosis atau Hypertrophic obstructive cardiomyopathy)
dan yang non-obstruktif.8
Prevalensinya sekitar 0,2% pada populasi umum.8

Figure 2. Hypertrophic cardiomyopathy. A, Schematic in long-axis view: note the asymmetrical subaortic
septal hypertrophy. B,Hypertrophic cardiomyopathy specimen, cut in long axis: note the asymmetrical
septal hypertrophy. C, Myocardial disarray at histology.Azan stain. (dikutip dari 3)

Patofisiologi.
Patofisiologi KMH sangat kompleks. Yang penting adalah membedakan bentuk KMH yang
obstruktif dan tidak obstruktif, karena strategi penanganan tergantung dengan ada atau tidak
adanya gejala obstruksi tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain:
1. Obstruksi Left Ventricular Outflow Tract (LVOT).
Terjadi obstruksi secara mekanik karena penebalan subvalvular Left Ventricolar Outflow
Tract (LVOT). Pada 1/3 pasien akan terjadi obstruksi, yang 1/3 lagi terjadi obstruksi yang
labil dan 1/3 lagi tidak terdapat gejala obstruksi. 8
Apabila terjadi obstruksi akan menyebabkan: naiknya tekanan sistolik ventrikel kiri (VKi),
waktu relaksasi ventrikel memanjang, tekanan diastolic VKi memanjang, regurgitasi
mitral (RM), iskemi miokardium dan berkurangnya output kardiak. Gejala obstruksi
LVOT ini dinamis, tergantung kondisi beban dan kontraksi ventrikel.
2. Disfungsi diastolik.
Hipertrofi miokardial yang berat akan menyebabkan ventrikel menjadi kaku. Dan dengan
adanya iskemi miokardial yang diffuse akan menyebabkan gangguan relaksasi dan
kekakuan ventrikel bertambah berat. Sebagai hasil akhir adalah waktu pengisian diastolik
menjadi lambat, yang akan menyebabkan sakit dada atau naiknya tenanan vena pulmonalis
yang akan menyebabkan sesak nafas.
3. Iskemia Miokardial.
Pada KMH dapat terjadi iskemia miokardial atau bahkan infark miokard. Keadaan ini
bukan karena Penyakit Arteri Koroner (PAK) yang menyumbat, tetapi karena gangguan
supply – demand.
4. Disfungsi otonom.

124
Disfungsi otonom ini terjadi karena gangguan reflex akibat obstruksi. Akan menyebabkan
bradikardi dan turunnya tekanan darah.
5. Regurgitasi Mitral (RM).
RM terjadi karena gangguan katup Mitral akibat obstruksi LVOT. Ini yang akhirnya akan
menyebab-kan keluhan sesak nafas.

Perubahan histologi yang tipikal pada KMH adalah hipertrofi dan kekacauan (disarray) dari
kardio-miosit. Kardiomiosit mempunyai inti yang besar dan berbentuk aneh (bizzare),
hiperkromasi dan ter-dapat pleomorfism. Kandungan kolagennya juga tampak bertambah 5.

Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat berdasar pemeriksaan pencitraan jantung, pada saat ini terutama
dengan ekhokardiografi 2 dimensi atau MRI kardiak. Secara morfologi ditemukan hipertrofi
ventrikel kiri tanpa dilatasi dan tidak ditemukan penyakit jantung atau sistemik lain sebagai
penyebab.
1. KMH familial adalah kelainan dominan, karena itu perlu untuk melukakan penapisan
secara klinis dan atau genetika keluarga.
2. Elektrokardiografi 12 sadapan sebagai pemeriksaan awal dan kalau perlu dilakukan
monitor holter untuk mencari adanya takikardi ventrikel (TV) supaya dapat diantisipasi
dengan pemasangan ICD.
3. Pencitraan:
- Ekhokardiografi: sebagai pemeriksaan awal kecurigaan KMH.
- Tes Treadmil: penting untuk menetukan kapasitas fungsi dan respon terapi. Kegagalan
respon tekanan darah berkaitan dengan risiko Kematian Jantung Mendadak (KJM).
- MRI kardiak: apabila pemeriksaan ekhokardiografi meragukan (inconclusive).
4. Arteriografi koroner (invasive atau CT) diperlukan hanya apabila terdapat gejala sakit
dada yang mencurigakann adanya PAK.8

Penanganan
KMH Asimptomatik.
Pada sebagian besar penderita KMH adalah asimptomatik karena itu akan dapat mencapai
usia harapan hidup yang normal. Penting untuk memberi edukasi tentang penyakitnya dan
melakukan pe-napisan keluarga turunan pertama, menghindari latihan berat dan kompetitif,
dan penapisan risiko ke-matian Jantung mendadak (KJM). Perlu penapisan PAK dan
penanganan faktor risiko penyakit atero-sklerosis kardiovaskular (FRPAKV) seperti
hipertensi, diabetes, obesitas dan hyperlipidemia dengan baik.
- Hindari pemakaian diuretik dosis besar dan vasodilator, karena akan memperberat
kemungkinan adanya obstruksi.
- Tidak ada indikasi tindakan reduksi septum (miomektomi septal/ablasi septal dengan
alcohol) pada yang asimptomatik.
KMH simptomatik.
Tujuan utama pemberian terapi pada KMH Simptomatik adalah untuk mengurangi gejala
sesak nafas, palpitasi dan sakit dada yang merupakan cermainan adanya obtruksi LVOT,

125
berkurangnya paso-kan O2 mikardium, Regurgitasi Mitral (RM) atau gangguan relaksasi saat
diastolik Ventrikel kiri (V-ki).
- Penghambat beta: masih sebagai obat lini-pertama karena mempunyai kemampuan
initropik ne-gative, cegah takikardi karena adrenalin, memperbaiki pengisian diastolik.
- Penghambat kanal kalsium (verapamil dan diltiazem) bisa dipakai sebagai alternative,
tetapi harus hati-hati pada keadaan obstruksi outflow yang berat, naiknya pulmonary
artery wedge pressure dan tekanan darah yang rendah, karena bisa menyebabkan edema
pulmonal. Penghambat kanal kalsi-um dihidropiridin tidak boleh dipakai karena akan
memperburuh obstruksi outflow.
- Apabila tetap sesak, ditambahkan disopiramid.
- Diuretik diberikan untuk mengurangi kongesti pulmonal.
- Terapi reduksi septal (miomektomi septal/ablasi septal dengan alcohol) dilakukan pada
yang dengan gejala refrakter yang berat dan obstruksi LVOT.
- ICD untuk pencegahan primer atau sekunder KJM.
- Transplantasi jantung pada kasus yang berat. 8
Prognosis
Komplikasi yang bisa terjadi antara lain:
1. KJM karena Takikardi ventrikel yang mendadak (termasuk yang terjadi pada atlit).
2. GJ.
3. AF Paroksismal/kronik dengan segala konsekuensinya 8. Table 2.

Table 2. Prognosis profiles for HCM


and targets for therapy. AF indicates
atrial fibrillation. Modified with
permission from Maron et al. (Dikutip
dari 8)

2. Kardiomiopati Dilatasi (KMD).

Definisi
Dilatasi ventrikel kiri atau kedua ventrikel yang bukan karena beban berlebihan (hipertensi
atau penyakit valvular) atau PAK, yang menyebabkan gangguan sisitolik secara global
(12,15,7). KMD ini ditandai dengan dilatasi dinding ventrikel dan disertai dengan terbentuknya
fibrosis, yang pada akhirnya terjadi GJ dengan Fraksi Ejeksi (FE) yang turun, takiaritmia dan
bertambahnya risiko KJM.(12) Figure 3. Apabila tidak terjadi dilatasi ventrikel kiri, tetapi
terdapat disfungsi sistolik global pada ventrikel kiri atau biventrikel disebut: Kardiomiopati
Hipokinetik Non-dilatasi 2 .

126
Prevalensi
Prevalensi KMD tidak jelas. Diperkirakan 2 kali lebih banyak dibandingkan KMH. Pada
umur kurang dari 1 tahun didapati lebih banyak (4,59/100.000), pada usia antara 1-18 tahun
lebih sedikit (0,34/100.000) 3.

Patofisiologi
KMD ini desebabkan oleh faktor genetik dan non-genetik. Pada beberapa keadaan faktor
genetik dapat berinteraksi dengan faktor eksternal atau lingkungan membentuk satu kelompok
lain (campuran).
Faktor genetik:
Risiko akan bertambah besar pada keturunan penderita GJ non-iskemik. Menurunnya dalam
bentuk otosomal dominan, X-link, otosomal-resesif dan matrilinier.
Faktor non-genetik:
- Obat dan toksin: alkohol dan kemoterapi.
- Miokarditis.
- Kardiomiopati Peripatum.
- Kombinasi faktor-faktor diatas.

Gambaran tipikal KMD adalah terbentuknya fibrosis interstitial dan perivascular. Nekrosis
miokardium terutama terjadi di sub endocardium dan fraksi kolagen bertambah dengan
semakin beratnya dilatasi
V-ki.9

Figure 3. Dilated cardiomyopathy. A, Schematic of dilated left ventricle, in the absence of valve disease.
The blue area represents a normal left ventricle. The red area represents a dilated ventricle. B, Four-
chamber view of a heart specimen with dilated ventricularcavities (first case of cardiac transplantation in
Italy). C, Histology of the myocardium: myocytolysis with abnormal nuclei and noinflammatory
infiltrates. Haematoxylin–Eosin stain.(Dukutip dari 3)

Diagnosis
Manifestasi klinis KMD yang sering adalah GJ dengan komplikasi tromboemboli.
Menentukan kapan mulai munculnya KMD sangatlah sulit, karena mula-mula asimtomatik
sampai beberapa lama (Table 3). Biasanya pasien dibawa ke RS karena gejala-gejala GJ. Perlu
dilakukan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan penunjang lain. Pada pasien yang
asimptomatik mungkin hanya ditemukan kardiomegali pada foto Ro dada dan EKG. 5. Table
4, Table 5. Table 6.

127
GJ ditandai dengan keluhan utama seperti: sesak nafas, kaki bengkak dan fatik. Terdapat
tanda-tanda GJ seperti: pelebaran vena jugularis, terdapat ronki basah basal, hepatomegaly,
asites dan edem tungkai, yang disebabkan karena kelainan struktur dan fungsi jantung 8.

Pemeriksaan penunjang
- EKG: Tidak mempunyai peran yang spesifik. Lebih banyak berperan untuk mendeteksi
risiko/ penye-bab KJM.
- Ekokardiografi: mempunyai gambaran yang spesifik, walaupun tidak bisa membedakan
mana yang idiopatik dan mana yang sekunder. Akan didapati dilatasi V-ki dan hipokinetik
yang difus, menjadi-kannya sulit dibedakan dengan Kardiomiopati Iskemik (KMI).
- Kateterisasi jantung: Untuk mengesampingkan adanya PAK.
- MRI kardiak: untuk membedakan KMD dan KMI 5,12,15.

Tabel 6. Screening of Family Members and Genetic Testing in Patients With Idiopathic or Familial DCM.

Penanganan
Tidak ada penanganan yang spesifik berkaitan dengan etiologi KMD. Penaganan memakai
obat-obat standar penanganan GJ kronik seperti: penghambat beta (BB), penghambat ACE
(ACE-i), dan spironolakton pada klas fungsi II-IV NYHA. Diuretik diperlukan untuk
mengurangi gejala. BB dan amio-daron dipakai untuk mengatasi aritmia. Bisa juga
dipertimbangkan pemasangan Implantable cardio-verter defibrillator (ICD) atau biventricular
pacemakers apabila diperlukan atau kombinasi pemasangan ICD-CRT pada pasien dengan
QRS yang memanjang. Bedah (ventrikuloplasti dengan mitral anuloplasti) dapat
dipertimbangkan pada keadaan tertentu, dan terapi stem cell masih dalam penelitian lebih lan-
jut 5 .Tabel 7.

Miokarditis kronik dan KMD.


Konsekuensi jangka panjang dari Miokarditis kronik adalah KMD Inflamatori. KMD
Inflamatori ini kebanyakan disebabkan oleh virus. Terjadi fibrosis miokardium yang proses
terjadinya belum diketahui dengan baik. Diagnosisnya didapat dari pemeriksaan histologi,
imunologi dan PCR biopsi endomiokar-dium. Penanganannya bisa diberikan antivirus 5.
Figure 4.

128
Figure 4. Pathogenetic mechanisms involved in myocarditis and progression to dilated cardiomyopathy.
SLE indicates systemic lupus erythematosus. (Dikutip dari 2)

129
Table 7. Stages in the development of HF and recommended therapy by stage. (Dikutip dari 16)

Kardiomiopati lain dengan fenotipe dilatasi

Kardiomiopati Peripartum (KMPP).


KMPP memang jarang ditemukan tetapi berpotensi menjadi sesuatu yang berat pada wanita
sehat hamil bulan-bulan terakhir kehamilan sampai 5-6 bulan sehabis melahirkan. Etiologi dan
pato-fisiologinya belum jelas, walaupun dalam observasi ada pengaruh pecahnya prolactin
akibat stress oksidasi saat peri/postpartum. Diagnosisnya spesifik, berkaitan dengan kehamilan,
dan mempunyai karakteristik klinik sama dengan GJ karena KM yang lain.
Kriteria KMPP adalah terjadinya GJ pada bulan terakhir kehamilan atau 5 bulan postpartum,
tanpa didapatinya penyebab lain GJ atau penyakit jantung lain pada bulan-bulan akhir
kehamilan 5.

LV non-compaction (LVNC).
Adalah bentuk KM karena terhentinya perkembangan jantung fetus. Ini akan menyebabkan
gangguan arsitektur miokardium yang akan terlihat sebagai 2 lapis miokardium, yaitu
epikardium tipis yang padat dan endokardium tebal yang tidak padat. Miokardium yang tidak
padat (noncompated) ini terbentuk dari trabekule-trabekule yang menonjol dan celah-celah
trabekula terhubung langsung dengan ruang ventrikel. Keadaan tersebut bisa tanpa
menimbulkan gangguan jantung yang disebut Isolated LVNC, bisa juga merupakan bagian dari

130
kelainan jantung yang lain, seperti: penyakit jantung kongenital sianostik, anomaly Ebstein
atau kardiomiopati lain. Figure 5.
Gambaran klinis LVNC bisa bervariasi dari yang asimptomatik sampai GJ kongestif yang
berat, aritmia ventricular dan tromboemboli sistemik. Gambaran non-kardiak lain termasuk:
facial dysmor-phism, dan kelainan neuromuscular. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
antara lain: ekhokardiografi, MRI kardiak 5,11.

Figure 5 .Left ventricular noncompaction. A, Specimen cut to reveal 4-chamber view with coarse trabeculations
in the left ventricular cavity and deep intertrabecular spaces. B, Histology: the intertrabecular subendocardial
spaces mostly reach the epicardium. Azan stain. (3)

3. Kardiomiopati Restriktif (KMR).

Definisi
KMR adalah kelainan miokardium yang ditandai dengan gangguan pengisian ventrikel dan
berkurangnya volume diastolik pada satu atau ke dua ventrikel dengan fungsi sistolik yang
normal/hampir normal.
Kelainan yang utama pada KMR adalah gangguan relaksasi miokardium disebabkan karena
fibrosis dan kalsifikasi interstisial. Tingginya tekanan diastolik ini akan menyebabkan kongesti
vena yang pasif. Cardiac output (COP) bisa bertambah karena kompensasi jantung (naiknya
detak jantung), tetapi menjadi tidak efektif karena pendeknya waktu pengisian 5.
Prevalensi: Pada pediatric sekitar 5% dari kasus KM.18

Patofisiologi
KMR bisa primer karena: Fibrosis Endomiokardial (FEM), endocarditis Loffler, KMR
idiopatik. Bisa sekunder akibat penyakit infiltratif seperti: amyloidosis, sarkoidosis, karditis
radiasi atau penyakit penimbunan (storage diseases) seperti: hemokromatosis, Glycogen
storage disorders, penyakit Fabry. Fibrosis dan kalsifikasi interstisial akan menyebabkan
gangguan relaksasi ventrikel 18. Figure 6

131
Fugure 6. Restrictive–obliterative cardiomyopathy (Loeffler disease). A, Schematic with endocardial thickening
of the left ventricle. The blue and white area represents a normal left ventricle. The red area represents the
thickening observed in restric-tive cardiomyopathy.B, Specimen with left ventricular cavity obliterated by
fibroplastic mural endocarditis. C, Histology of the subendocardium with eosinophilic inflammatory infiltrates.
Haematoxylin–Eosin stain.(3)

Manifestasi klinis
Secara klinis akan menunjukkan gejala dan tanda GJ kongesti. Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah ekhokardiografi. Pada pemeriksaan ekhokardiografi akan menunjukkan
dimensi ventrikel yang normal, dengan fungsi sistolik normal/hampir normal, dan pada
periksaan dopler me-nunjukkan pola restriktif. Terkadang dengan ekhokardiografi bisa terlihat
pola kusus yang menunjukkan etiologinya 18. Pemeriksaan lain yang bisa dikerjakan antara
lain: MRI kardiak, pencitraan nuklir, dan untuk menegakkan diagnosis diperlukan biopsi
endomiokardium 10.

Penanganan
Penanganan KMR terutama simptomatik dengan diuretic dan spironolakton untuk
mengurangi gejala. Apabila sudah tidak efektif lagi, itulah indikasi transplantasi jantung 5.

Prognosis
Kurang baik tergantung penyebabnya.

4. Kardiomiopati tidak terklasifikasi (Unclassified):


Kardiomiopati Ventrikel Kanan Aritmogenik (Arythmogenic Rigt Ventricular
Cardiomyopathy /ARVC).

Definisi
Kardiomiopati Ventrikel kanan aritmogenik (KMVKA) atau disebut juga Displasia
Ventrikel ka-nan adalah bentuk KM yang ditandai dengan fibrosis dan infiltrasi lemak
miokardium ventrikel kanan yang dapat menyebabkan takikardi/fibrilasi vetrikel. Pada
kenyataannya sekarang ini dapat ditemukan juga menyerang ventrikel kiri 3. Figure 7.

132
Fugure 7. Arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy. A, Specimen sectioned to reveal a 4-chamber
view, showing transmural fibrofatty replacement of the right ventricular free wall which appears translucent. B,
Histology of the same: panoramic view confirming the disappearance of myocardium in the right ventricular
free wall, with fibrous and fatty tissue replacement. Azan stain. (dikutip dari 3)

Patofisilogi
Merupakan penyebab kira-kira 20 % kematian mendadak pada usia muda kebanyakan atlit.
30%-50% nya adalah penyakit keturunan genetic otosomal dominan. Terjadi perubahan
miokardium fibrofatty. Perubahan tersebut akan menyebabkan ketidakstabilan elektrikal
miokardium dan akan memunculkan gejala, terutama ektopik atau takikardi ventrikel 5.

Manifestasi klinis
Gejala bervariasi dari sekedar palpitasi, sinkope dan KJM. Terutama akan didapati ektopik
ventrikel atau takikardi ventrikel. Jarang sampai terjadi GJ. GJ kanan/kanan-kiri bisa
ditemukan apabila sempat dipasang ICD sebagai pencegahan 5.
Untuk mendiagnosis diperlukan:
- MRI kardiak.
- ECG: komples QRS lebar di sadapan dada kanan, T inversi, gelombang ɛ setelah QRS
sebagai tanda potensial ventrikel yang terlambat (late ventricular potentials)
- Riwayat keluarga.
- Riwayat aritmia.
- Penapisan keluarga 2,5.

Penanganan
- Hentikan aktivitas fisik berat / kompetitif.
- Kateter ablasi.
- Pemasangan ICD.
- Tranplantasi jantung bila terjadi GJ yang menetap 2.

Kardiomiopati Takotsubo (Stress-induced cardiomyopathy).

Definisi
Gangguan kontraksi ventrikel kiri temporer karena stress fisik dan emosi yang berat. KM
ini semakin banyak ditemukan dengan bertambah majunya metode diagnostik pencitraan dan
angiografi coroner emergensi 5.

133
Prevalensi
Berkisar antara 1-2% pasien yang menjalani kateterisasi pada sindroma Koroner akut
(SKA).

Patofisiologi
Keadaan ini dikaitkan dengan meningkatnya kadar sirkulasi katekolamin yang meningkat.
Patofisilogi di tingkat selular belum diketahui dengan baik. Pada wanita post-menopause
mungkin berhubungan dengan kadar estrogen yang berkurang.
Pada pemeriksaan pencitraan didapati diskinetik apeks V-ki (apical ballooning) dan
kontrakasi yang hiperdinamik segmen basal V-ki. Bentuk V-ki pada saat sistolik seperti alat
perangkap gurita (Takotsubo). Gangguan kontraksi ini akan membaik setelah beberapa hari
atau minggu 5.

Manifestasi klinis
Ada riwayat stres emosi dan fisik yang berat, dan keluhan seperti SKA. Pada pemeriksaan
EKG didapati elevasi ST seperti pada SKA dan pada pemeriksaan pencitraan didapati
diskinetik pada apek V-ki. Setelah dilakukan angiografi ternyata arteri koronernya normal.
Keadaan ini akan membaik setelah beberapa hari/minggu dan ini mengkonfirmasi diagnosis 5.

DAFTAR PUSTAKA.
1. Cecchi F, Tomberli B, Olivotto I. Clinical and molecular classification of cardiomyopathies. Global
Cardiology Science and Practice 2012; 4 : 2-14.
2. Eugene Braunwald. Cardiomyopathies. An Overview. Circ Res. 2017;121:711-721. DOI: 10.1161
/CIRCRESAHA.117.311812.
3. McKenna WJ, Maron BJ,Thiene G. Classification, Epidemiology, and Global Burden of Cardio-myopathies.
Circ Res. 2017;121:722-730. DOI: 10.1161/CIRCRESAHA.117.309711.
4. Arbustini E, et al. The MOGE(S) Classification of Cardiomyopathy for Clinicians. Am Coll Cardiol
2014;64:304–18.
5. Sisakian H. Cardiomyopathies: Evolution of pathogenesis concepts and potential for new therapies. World J
Cardiol 2014; 6(6): 478-494. DOI: http://dx.doi.org/10.4330/wjc.v6.i6.478.
6. Saini H, Tabtabai S, Stone JR, Ellinor PT. Pathophysiology of Cardiomyopathies. Cellular and Molecular
Pathobiology of Cardiovascular Disease. Elsevier. 2014:101-119. http://dx.doi.org /10.1016/B978-0-12-
405206-2.00006-5.
7. Arbustini E, et al. The MOGE(S) Classification for a Phenotype-Genotype Nomenclature of
Cardiomyopathy. JACC Vol. 62, No. 22, 2013. http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2013.08.1644.
8. Gersh et al. 2011 ACCF/AHA Guideline for the Diagnosis and Treatment of Hypertrophic Cardiomyopathy.
Circulation December 13, 2011. DOI: 10.1161/CIR.0b013e318223e2bd.
9. Pinto YM et al. Proposal for a revised definition of dilated cardiomyopathy, hypokinetic non-dilated
cardiomyopathy, and its implications for clinical practice: a position statement of the ESC working group on
myocardial and pericardial diseases. European Heart Journal (2016) 37, 1850–1858 doi
:10.1093/eurheartj/ehv72.
10. Muchtar E, Blauwet LA, Morie A. MA. Restrictive Cardiomyopathy Genetics, Pathogenesis, Clinical
Manifestations, Diagnosis, and Therapy. Circ Res. 2017;121:819-837. DOI: 10.1161/CIRCRESAHA.
117.310982.
11. Arbustini E, Weidemann F,. Hall JL. Left Ventricular Noncompaction. A Distinct Cardiomyopathy or a Trait
Shared by Different Cardiac Diseases? J Am Coll Cardiol 2014;64:1840–50.
12. Japp AG, Gulati A, Cook SA, Cowie R M, Prasad SK, The Diagnosis and Evaluation of Dilated
Cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol 2016;67:2996–3010).

134
PENYAKIT ARTERI KORONER
Pudji Rusmono Adi

Pendahuluan.
Penyakit Arteri Koroner (PAK) pada dasarnya adalah proses ateroklerosis pada arteri
Koronaria. Arteriosklerosis adalah proses patologi di pembuluh darah arteri sedang atau besar,
yang akan menyebabkan gangguan seperti: PAK (Angina pektoris dan infark miokardium),
Penyakit Sere-brovaskular/PSV (stroke iskemik , demensia vaskular) dan Penyakit Vaskular
Perifer/PVF (Klaudikasio intermiten dan ganggren) 1. Secara global keadaan tersebut
menyumbang tingginya angka kematian karena Penyakit Kardiovaskular (PKV) di dunia
(31%). Kalau dilihat hanya pada PKV saja, maka PAK menyumbang angka kematian 46%
pada laki-laki dan 38% pada wanita 2.

Aterosklerosis.
Atherosclerosis berasal dari kata athere (penumpukan lemak) dan sclerosis (mengeras) 3.
Lesi aterosklotik (disebut juga ateromata) adalah penebalan fokal asimetri lapisan paling dalam
arteri (intima) 4. Aterosklerosis ini jarang menyebabkan keadaan yang fatal, tetapi trombosis
yang mengikuti erosi/ruptur plak aterosklerosis ini yang menyebabkan keadaan yang
mematikan seperti Sindroma Koraner Akut (SKA) atau stroke 5.
Aterosklerosis merupakan keadaan yang kompleks, yang melibatkan faktor genetik dan
lingkungan. Dimulai dari lesi dari sel endotel karena luka atau dibawah tekanan metabolik akan
menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini akan menyebabkan hilangnya
bioaktivitas NO. Ini merupakan ciri utama PKV. Dari situ proses berlanjut. Ditandai dengan
akumulasi LDL di sub-endotel. LDL ini mudah teroksidasi membentuk oxLDL. Adanya
oxLDL ini akan nerangsang pembuluh darah mengeluarkan gen proinflamatori seperti molekul
adesi dan menarik masuk monosit kedalam intima. Monosit akan bedeferensiasi menjadi
makrofag yang akan mengambil oxLDL dan membentuk sel busa (Foam cells). Sel busa ini
akan merangsang reaksi inflamasi lebih lanjut. Oleh karena pengaruh sitokin dan faktor
pertumbuhan, akan merangsang migrasi sel otot polos vaskular dari tunika media dan
berproliferasi lebih lanjut, serta adanya sekresi protein matriks ekstraselular akan
menyebabkan penyempitan lumen vaskular. Sel otot polos dan matriks ekstraselular ini mem-
bentuk pelindung fibrous (fibrous cap) yang memisahkan inti lipid dengan darah sirkulasi.
Aterosklerosis ini akan menurunkan perfusi jaringan, sehingga secara natural akan memicu
terben-tuknya kolateral-kolateral. Terbentuknya trombus dan perdarahan di dalam plak
aterosklerosis me-nambah sempitnya lumen. Makrofag yang aktif akan mengeluarkan enzym
degradasi matriks yang suatu saat akan menyebabkan fibrous cap ruptur atau erosi, yang
selanjutnya akan menyebabkan aktivasi trombosit dan berlanjut dengan terbentuknya trombus
yang akan menyebabkan oklusi lumen lebih lanjut atau terjadinya SKA 3,6,19,20. Figure 4.

135
Figure 4. Progression of atheromatous plaque from
initial lesion to complex and ruptured plaque
(Dikutip dari 7)

Secara klasik Angina Pektoris dikaitkan dengan terganggu/terbatasnya aliran darah koroner,
sehingga supply-demand miokardium tidak terpenuhi. Tetapi ternyata pada 1/3 atau lebih kasus
angina, tidak didapati adanya tanda obstruksi koroner. Angina (Microvascular Angina/MVA)
ini disebabkan oleh gangguan dalam skala yang lebih mikro atau Disfungsi Mikrovaskular
Koroner/DMK (coronary microvascular dysfunction/CMD), dengan istilah lain disebut
Sindroma X Kardiak.
Secara patofisiologi iskemia miokardium bisa disebabkan karena gangguan di arteri
koronaria epikardial, mikrovaskular atau keduanya. Manifestasinya bisa sebagai Angina
Pektoris Stabil (secara klinis akan menyebabkan Sindroma Koroner stabil/SKS, disebut juga
PAK stabil) atau Sindroma Koroner Akut (SKA). (Figure 5)

Figure 5. Hierarchical nomen-


clature of coronary artery disease
endotypes that cause ischaemic
heart disease. CAD, coronary arte-
ry disease; INOCA, ischaemia and
no obstructive coronary artery di-
sease; MINOCA, myocardial infarc-
tion with no obstructive coronary
artery disease. (Dikutip dari 8)

I. Penyakit Arteri Koroner Stabil/PAKS (Sindroma Koroner Stabil/SKS).


PAKS adalah terjadinya ketidak seimbangan supply-demand miokardium yang
reversivel, karena iskemia atau hipoksia, yang dipicu oleh aktivitas fisik, emosi atau karena
stres yang lain dan berulang, yang juga bisa terjadi secara spontan. Episode iskemia tersebut
akan menyebabkan sakit dada (Angina Pektoris/AP) sesaat 9. Tabel 2. Klasifikasinya dibagi
mengikuti mengikuti CCS. Tabel 3.

136
Table 2.Traditional clinical classification of
chest pain.

Table 3. Classification of angina severity


according to the Canadian Cardiovascular
Society.

Pada kenyataannya PAKS tersebut bisa karena PAK yang ostrukstif atau Disfungsi
mikrovakular Koroner (DMK). Keadaan tersebut disebut juga Sindroma Koroner Stabil (SKS)
sebagai padanan keadaan Sindroma Koroner Akut (SKA). Figure 5.
Pada beberapa pasien, terutama usia lanjut, gejala-gejala seperti: rasa tidak enak di uluhati,
dispne atau pingsan akan dominan, gejala tersebut dianggap ekuivalen angina. Sebenarnya
PAK bisa asimptomatik atau muncul dengan komplikasi seperti SKA, GJ kongestif, aritmia
kordis atau KJM 16 .
Mekanisme secara umum terjadinya PAKS adalah karena:
1. Obstruksi arteri epikardial karena plak.
2. Spasme fokal atau difus arteri dengan plak.
3. Disfungsi miokardium (DMK).
4. Disfungsi V-ki karena nekrosis miokardium akut dan/atau hibernasi (Kardiomiopati
Iskemia) 9 .

I.1. PAK Obstruktif /PAK-O (Obstructive CAD).

Etiologi: Pemahaman tradisional PAKS adalah munculnya sakit dada karena stres atau
aktivitas fisik yang dikaitkan karena penyempitan >50% arteri korinaria kiri utama (Left
Main/LM) dan >70% dari satu atau beberapa arteri koronaria besar yang lain. Penyebabnya
bisa akibat penyempitan karena aterosklerosis, tetapi harus dipertimbangkan juga sakit dada
vasospasme koroner atau DMK 9 .
Diagnosis: Terjadi ketidak seimbangan supply-demand (iskemia) miokardium yang terpicu
karena latihan fisik, emosi atau bentuk stres yang lain dan bisa terjadi berulang, walaupum bisa
juga terjadi secara spontan. Iskemia ini menyebabkan sakit dada (AP) sesaat. Kondisi ini bisa
bersifat stabil, asimptomatik atau suatu betuk permulaan dari SKA 9.
Secara klinis keadaan tersebut akan menimbulkan gejala saki dada dalam segala tingkatan dan
variasi bentuknya. Tabel 6. Anamnesis yang teliti tentang sakit dada yang terjadi masih

137
merupakan kunci utama. Diperlukan pemeriksaan fisik komprehensif dan pemeriksaan non-
invasif kardiak antara lain:
- Biokimia: Troponin, darah rutin, gula darah, kreatinin, profil lipid, bila perlu fungsi tiroid,
fungsi liver, BNP bila terdapat gagal jantung.
- EKG.
- Foto thoraks.
- Ekhokardiografi.
- MRI jantung dipakai untuk melihat struktur dan fungsi V-ki apabila hasil ekhokardiografi
tidak jelas.
Untuk konfirmasi lebih lanjut diperlukan pemeriksaan spesifik jantung seperti: tes uji latih
jantung dengan beban (ULJB) dan pencitraan koroner. Angiografi koroner invasif (AKI) tidak
diperlukan pada pasien dengan kecurigaan PAKS, kecuali pada pasien yang tidak dapat
menjalani ULJB atau pencitraan, FE <50%, angina pektoris tipikal atau pada profesi khusus
(pilot) yang secara regulasi mensyaratkan pemeriksaan tersebut. Pasien-pasien dengan Pre Test
Probability (PTP) yang tinggi atau gejala yang berat, secara klinis risiko tinggi, dapat dilakuka
AKI tanpa prosedur non-invasif. Tabel 4.
Evaluasi klinis termasuk identifikasi faktor-faktor risiko KV yang ada dilakukan secara
komprehensif, sehingga sekaligus akan didapat juga data yang bisa menggambarkan
prognosisnya 9 . Tabel 6.

Table 4. Clinical pre-test probabilities in patients with stable chest pain symptoms ECG ¼ electrocardiogram;
PTP ¼ pre-test probability; SCAD ¼ stable coronary artery disease. Probabilities of obstructive coronary
disease shown reflect the estimates for patients aged 35, 45, 55, 65, 75 and 85 years. † Groups in white boxes
have a PTP ,15% and hence can be managed without further testing. † Groups in blue boxes have a PTP of 15–
65%. They could have an exercise ECG if feasible as the initial test. However, if local expertise and availability
permit a non-invasive imaging based test for ischaemia this would be preferable given the superior diagnostic
capabilities of such tests. In young patients radiation issues should be considered. † Groups in light red boxes
have PTPs between 66–85% and hence should have a non-invasive imaging functional test for making a
diagnosis of SCAD. † In groups in dark red boxes the PTP is .85% and one can assume that SCAD is present.
They need risk stratification only.

138
Table 5. Major Atherosclerotic Cardiovascular Disease Risk Factors. (Dikutip dari 10)

Terapi: Ada 3 step utama dalam penatalaksanaan PAKS, yaitu:


i. Asesmen klinis adanya PAKS.
ii. Pemeriksaan non-invasif kardiak. iii. Begitu diagnosis PAKS tegak, segera berikan Terapi
Medis Optimal/TMO (Optimal Medical Theraphy/OMT).
Tujuan utama penatalaksanaan PAKS adalah mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis.
Penatalaksanaan ini meliputi:
1. Modifikasi gaya hidup dan kontrol faktor risiko: berhenti merokok, pengaturan diit,
aktifitas fisik yang teratur, berhati-hati dalam aktivitas seksual (karena dapat menaikkan
beban kerja jantung), kontrol berat badan, terapi dislipidemia, terapi hipertensi, terapi DM,
atasi depresi/ansietas, rehabilitasi jantung (terutam pasca infark akut), vaksinasi influensa,
tidak disarankan terapi sulih hormon.
2. Terapi farmakologi:
Penanganan iskemia:
- Nitrat: Nitrat kerja- cepat untuk angina akut. Nitrogliserin sub lingual, isosorbid dinitrat
(ISDN) sub lingual. Nitrat kerja-panjang untuk profilaksis angina.
- Beta-blockers (BB): menurunkan detak jantung, kontraktilitas, konduksi A-V. akan
menikkan perfusi di aerah iskemia. Yang sering dipakai: metoprolol, bisoprolol, atenolol,
nebivolol atau carvedilol.
- Calcium Channel Blockers (CCB): terutama menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan
resistensi vaskular perifer.
Non-dihydropyridin: verapamil, diltiazem.
Dihydropyridin: Nifedipin kerja-panjang, amlodipin, felodipin, lacidipin, lercarnidipin.
- Ivabradin. Menghambat nodus SA, sehingga menurunkan kebutuhan O2 tanpa
mempengaruhi inotropi atau tekanan darah.
- Nikorandil: derivat nitrat dari nikotinamid dipakai untuk pencegahan dan terapi jangka
panjang.
- Trimetazidin: sebagai anti iskemia non-mekanikal.
- Ranolazin: bekerja sebagai anti iskemi secara metabolik.
- Allopurinol: pada dosis yang optimal mempunyai efek menurunkan stres oksidari
vaskular.
- Molsidomine: mirip ISDN 4.
Pencegahan serangan:
- Antitrombosit: aspirin dosis rendah, Inhibitor P2Y12 (clopidogrel, ticagrelor, prasugrel).

139
- Obat penurun lemak darah: statin.
- ACE-I terutama bila disertai GJ. Figure 6.
Prognosis: Secara umum hasil akhirnya akan jelek pada pasien dengan GJ dengan FE yang
turun, penyakit multi vesel dengan lesi koroner yang lebih proksimal dan lebih berat, usia
lanjut, depresi, dan angina yang berat 9.

I.2. Iskemia dan PAK Non-Obstruktif/ PAK-NO (Ischemia and No Obstructive


CAD/INOCA).
Etiologi: Faktor risiko yang penting adalah hipertensi. Hipertensi ini akan menyebabkan
disfungsi endotel, aterosklerosis, remodeling mikrovaskular, fibrosis interstisial yang halus.
Faktor risioko lain yang penting adalah merokok dan obesitas. Faktor lain yang bisa
berpengaruh adalah: genetik, gangguan fungsi neuroendokrin (misal: disregulasi sistim
endotelin), gangguan sistim saraf otonom atau menopause. Perubahan ini dinamis dan juga
dipengaruhi usia.
Diagnosis: DMK tidak dapat terdeteksi dengan angiografi koroner atau CT scan biasa. Yang
paling baik adalah dengan biopsi. Atau didiagnosis secara empiris.
Terapi: BB adalah pilihan pertama, alternatifnya adalah CCB. Nitrat tidak akan efektif. Aspirin
dan statin dapat dipakai sebagai pencegahan sekunder. ACE-I akan memperbaiki disfungsi
endotel dan vasoreaktif vaskular, sehingga dapat memperbaiki hipertrofi dan kelenturan
vaskular. Gaya hidup sehat adalah terapi non farmakologi yang harus dilakukan seperti:
berhenti merokok, diit sehat dan aktivitas fisik. Ranolasin kemungkinan ada manfaatnya,
sedang dimasa mendatang Rho-kinase dan antagonis reseptor-endotelin mungkin merupakan
opsi.
Prognosis: Pasien dengan angiografi koroner normal, simptom muncul hanya dengan beban
latihan mempunyai prognosis lebih baik. Pasien dengan PAK-NO diffus mempunyai risiko
MACE lebih besar8

II. Sindroma Koroner Akut (SKA).


Definisi: Suatu keadaan yang sesuai dengan iskemia dan atau infark miokardium akut yang
disebabkan karena berkurangnya mendadak aliran darah koroner. Keluhan utamanya adalah
sakit dada dengan be-berapa diagnosa banding. Tabel 7. Yang menjadi petunjuk kunci adalah
adanya perubahan ST segmen. Adanya elevasi ST atau LBBB yang baru pada EKG disebut
sebagai Infark dengan ST-elevasi /IMEST (ST-elevation Myocardial Infarction/STEMI),
sedang yang tanpa adanya ST elevasi disebut Infark Non ST-elevasi/IMNEST (Non ST-
elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) 11.12.
SKA dipicu oleh adanya fisura atau ruptur plak ateromatosa yang ada di dinding arteri
Koronaria. Fisura/ruptur tersebut akan memicu respon trombotik, membentuk trombus yang
menyebabkan obstruksi di arteri Koronaria. Sebagai kosekuensinya akan terjadi iskemia dan
dapat menyebabkan kerusakan miokardium lebih lanjut. Pada Angina Tidak Stabil (ATS) dan
Infark Miokardium Non-Elevasi ST (IMNEST) sumbatan yang terjadi hanya parsial, sedang
pada Infark Miokardiun Elevasi ST (IMEST) sumbatannya total 18.. Secara kasar 2/3 pasien
dengan MI adalah IMNEST dan 1/3 nya lagi IMEST 19.

140
Definisi universal Cedera Miokardium dan Infark miokardium:
Cedera miokardium (Myocardial injury) bisa disebabkan karena banyak hal dan ditandai
dengan naiknya nilai Troponin Kardial. Cedera miokardium bisa disebabkan karena kelainan
seperti Miokarditis atau sekunder karena kelainan ginjal. Karena itu kenaikkan Troponin
Kardial, harus dibedakan, disebabkan karena cedera miokardium atau karena iskemi yang
merupakan salah satu bentuk dari Infark Miokardium (MI). Figure 7. Definisi klinis IM adalah:
Cedera Miokardium akut yang ditandai dengan biomarker kardial yang abnormal, yang
berkaitan dengan adanya iskemi miokardium yang akut 13 . Jadi untuk diagnosis IM diperlukan
kenaikan kadar troponin diatas normal disertai minimal satu tanda berikut:
• Keluhan iskemia.
• Adanya perubahan segmen ST dan T yang baru atau LBBB pada EKG.
• Munculnya Q patologi pada EKG.
• Pada pencitraan ditemukan berkurangnya miokardium yang normal (viable) atau
kelainan gerak dinding (wall motion) regional yang baru.
• Pada angiografi atau post mortem ditemukan thrombus intrakoroner 18.
Secara klinis IM dibagi dalam 5 tipe. Table 8.

II.1. Angina Tidak Stabil /ATS (Unstable Angina /UA) dan Infark Miokardium Non-
Elevasi ST /IMNEST (Non ST-Elevation Myocardial Infacrtion / NSTEMI).
Spektrum klinis SKA meliputi yang dengan elevasi ST dan yang tidak dengan elevasi ST.
SKA yang tidak dengan elevasi ST, berdasarkan naiknya biomarker kardial dikelompokkan
sebagai IMNEST apabila biomarker kardialnya positif dan ATS apabila negatif.
ATS dan IMNEST sebenarnya secara patogenesis dan klinis merupaka keadaan yang mirip,
hanya berbeda derajat keparahannya. Apakah derajat iskemianya cukup berat berat untuk
dapat memunculkan bio-marker cederanya miokardium atau tidak. Istilah “curiga SKA” bisa
muncul pada evaluasi awal, walau hasil troponin belum ada. Dapat dianggap UA walau tanpa
tanda-tanda iskemia (EKG dan troponin masih normal). Diagnosis dapat dibuat berdasarkan
pertimbangan dari riwayat dan interpretasi klinis dokter saja. Tetapi dengan adanya
pemeriksaan troponin dengan sensitivitas yang tinggi, jarang didapatkan lagi SKA dengan
biomarker negatif.11
Epidemiologi: Di bawah usia 60 tahun SKA 3-4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki,
sedang pada usia yang lebih dari 75 tahun, wanita lebih banyak. Di AS kurang lebih 70% kasus
SKA adalah IMNEST, dan cirinya adalah mempunyai banyak komorbid baik kardial maupun
non-kardial.11
Patogenesis: Ciri SKA adalah adanya ketidak seimbangan antara konsumsi dengan kebutuhan
O2 mio-kardium (Myocardial O2 consumtion/MVO2), yang disebabkan oleh obstruksi Arteri
Koroner. Tetapi ketidak seimbangan tersebut bisa juga disebabkan oleh keadaan lain, seperti:
kebutuhan O2 miokardium yang naik pada keadaan aliran koroner yang sudah berkurang,
insufisiensi koroner karena sebab lain (misalnya Angina vasospastik/Prinzmetal, emboli
koroner, arteritis koroner), ketidak seim-bangan supply-demand miokardium penyebab non-
koroner (misal: hipotensi, anemia berat, hipertensi, takikardi, kardiomiopati hipertrofik, aorta
stenosis berat), cedera miokardium non-iskemik (misal: miokarditis, kontusio kardial, obat

141
kardiotoksik), keadaan-keadaan khusus lain (seperti: Kardiomiopati karena stres (Takotsubo),
emboli paru, GJ berat, sepsis).11
Type 1 MI Detection of a rise and/or fall of cTn values with at least 1 value above the
99th percentile URL and with at least 1 of the following:
• Symptoms of acute myocardial ischemia;
• New ischemic ECG changes;
• Development of pathological Q waves;
• Imaging evidence of new loss of viable myocardium or new regional wall
motion
Abnormality in a pattern consistent with an ischemic etiology;
• Identification of a coronary thrombus by angiography including
intracoronary
imaging or by autopsy.*
Type 2 MI Detection of a rise and/or fall of cTn values with at least 1 value above the
99th percentile URL, and evidence of an imbalance between myocardial
oxygen supply and demand unrelated to acute coronary atherothrombosis,
requiring at least 1 of the following:
• Symptoms of acute myocardial ischemia;
• New ischemic ECG changes;
• Development of pathological Q waves;
• Imaging evidence of new loss of viable myocardium or new regional wall
motion abnormality in a
pattern consistent with an ischemic etiology
Type 3 MI Patients who suffer cardiac death, with symptoms suggestive of myocardial
ischemia accompanied by
presumed new ischemic ECG changes or ventricular fibrillation, but die
before blood samples for bio-
markers can be obtained, or before increases in cardiac biomarkers can be
identified, or MI is detected by autopsy examination.
Type 4a MI Coronary intervention–related MI is arbitrarily defined by an elevation of
cTn values >5 times the
99th percentile URL in patients with normal baseline values. In patients
with elevated preprocedure
cTn in whom the cTn level are stable (≤20% variation) or falling, the
postprocedure cTn must rise
by >20%. However, the absolute postprocedural value must still be at least
5 times the 99th percentile
URL. In addition, 1 of the following elements is required:
• New ischemic ECG changes;
• Development of new pathological Q waves*;
• Imaging evidence of new loss of viable myocardium or new regional wall
motion abnormality in a

142
pattern consistent with an ischemic etiology;
• Angiographic findings consistent with a procedural flow-limiting
complication such as coronary
dissection, occlusion of a major epicardial artery or a side branch
occlusion/thrombus, disruption of
collateral flow, or distal embolization.
Type 4b MI A subcategory of PCI-related MI is stent/scaffold thrombosis, type 4b MI,
as documented by angiography or autopsy using the same criteria utilized
for type 1 MI. It is important to indicate the time of the occurrence of the
stent/scaffold thrombosis in relation to the timing of the PCI procedure. The
following temporal categories are suggested: acute, 0 to 24 hours; subacute,
>24 hours to 30 days; late, >30 days to 1 year; and very late >1 year after
stent/scaffold implantation
Type 4c MI Occasionally MI occurs and—at angiography, in-stent restenosis, or
restenosis following balloon angioplasty in the infarct territory—is the only
angiographic explanation since no other culprit lesion or thrombus can be
identified. This PCI-related MI type is designated as type 4c MI, defined as
focal or diffuse restenosis, or a complex lesion associated with a rise and/or
fall of cTn values above the 99th percentile URL applying, the same criteria
utilized for type 1 MI.
Type 5 MI CABG-related MI is arbitrarily defined as elevation of cTn values >10 times
the 99th percentile
URL in patients with normal baseline cTn values. In patients with elevated
preprocedure cTn
in whom cTn levels are stable (≤20% variation) or falling, the postprocedure
cTn must rise by >20%. However, the absolute postprocedural value still
must be >10 times the 99th percentile URL. In addition, 1 of the following
elements is required:
• Development of new pathological Q waves*;
• Angiographic documented new graft occlusion or new native coronary
artery occlusion;
• Imaging evidence of new loss of viable myocardium or new regional wall
motion abnormality in a
pattern consistent with an ischemic etiology.
Table 8. Fourth Universal Definition of Myocardial Infarction (2018). (Dikutip dari 13)

143
Figure 8. Acute Coronary Syndromes. The top half of the figure illustrates the progression of plaque formation
and onset and complications of NSTE-ACS, with management at each stage. The numbered section of an artery
depicts the process of atherogenesis from 1) normal artery to 2) extracellular lipid in the subintima to 3)
fibrofatty stage to 4) procoagulant expression and weakening of the fibrous cap. ACS develops with 5)
disruption of the fibrous cap, which is the stimulus for thrombo-genesis. 6) Thrombus resorption may be
followed by collagen accumulation and smooth muscle cell growth. Thrombus formation and possible coronary
vasospasm reduce blood flow in the affected coronary artery and cause ischemic chest pain. The bottom half of
the figure illustrates the clinical, pathological, electrocardiographic, and biomarker correlates in ACS and the
general approach to management. Flow reduction may be related to a completely occlusive thrombus (bottom
half, right side) or subtotally occlusive thrombus (bottom half, left side). Most patients with ST-elevation (thick
white arrow in bottom panel) develop QwMI, and a few (thin white arrow) develop NQMI. Those without ST-
elevation have either UA or NSTEMI (thick red arrows), a distinction based on cardiac biomarkers. Most
patients presenting with NSTEMI develop NQMI; a few may develop QwMI. The spectrum of clinical
presentations including UA, NSTEMI, and STEMI is referred to as ACS. This NSTE-ACS CPG includes
sections on initial management before NSTE-ACS, at the onset of NSTE-ACS, and during the hospital phase.
Secondary prevention and plans for long-term management begin early during the hospital phase. Patients with
noncardiac etiologies make up the largest group presenting to the ED with chest pain (dashed arrow). *Elevated
cardiac biomarker (eg, troponin), Section 3.4. ACS indicates acute coronary syndrome; CPG, clinical practice
guideline; Dx, diagnosis; ECG, electrocardiogram; ED, emergency department; Ml, myocardial infarction;
NQMI, non-Q-wave myocardial infarction; NSTE-ACS, non-ST-elevation acute coronary syndromes; NSTEMI,
non-ST-elevation myocardial infarction; QwMI, Q-wave myocardial infarction; STEMI, ST-elevation
myocardial infarction; and UA, unstable angina. Modified with permission from Libby et al.

144
Diagnosis: Keluhan yang paling sering adalah sakit dada seperti ditekan pada saat istirahat
atau melakukan aktivitas ringan dan berlangsung >10 menit. Rasa sakit biasanya dimulai di
daerah retro-sternal dan dapat menjalar ke kedua lengan, leher dan rahang. Rasa sakit bisa juga
muncul di daerah penjalaran tanpa di dahului rasa sakit dada. Pasien bisa juga disertai dengan
keluhan diaforesis, dispne, nausea, sakit perut atau sinkope. Dispne yang baru terjadi atau yang
semakin berat yang tidak bisa dijelaskan karena apa dianggap sebagai ekuivalen angina.
Faktor-faktor yang menaikkan kemungkinan SKA adalah: usia lanjut, laki-laki, riwayat PAK
keluarga, adanya Penyakit Arteri Perifer (PAP), DM, insufisiensi renal, pernah IM, dan pernah
revaskularisasi koroner sebelumnya.
Secara fisik akan tampak normal. Iskemia miokardium akut bisa menyebabkan terdengarnya
S4, murmur yang baru karena disfungsi muskulus papilaris. Tetapi keadaan tersebut bisa juga
didapati pada keadaan yang lain.
EKG: EKG 12 sandapan harus dikerjakan dan diinterpretasi dalam 10 menit. Perubahan EKG
yang dicari adalah: depresi ST, elevasi ST ringan atau inversi gelombang T yang baru terjadi.
EKG yang normal belum menyingkirkan kemunginan SKA (ATS), karena bisa terjadi pada
1%-6% kasus, terutama bila gejala berulang. EKG harus diulang setiap 15-30 menit pada jam
pertama.
Biomarker nekrosis miokardium: Troponin Kardiak adalah yang paling sensitif dan spesifik
untuk SKA. Akan naik dalam beberapa jam dari gejala dan tetap tinggi untuk beberapa hari.
Pada infark yang lu-as bisa tetap tinggi dan bertahan sampai 2 minggu.
Pencitraan. Rontgen dada berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab pulmonal dari
sakit dada. CT dada untuk menyingkirkan emboli paru dan deseksi aorta. Ekhokardiografi
transtorakal untuk mengidentifikasi efusi perikardial dan tamponade dan melihat gangguan
gerak regional dinding jantung.
Pada evaluasi awal pasien dengan keluhan sakit dada, yang pertama kali harus dilakukan
adalah membedakan apakah keluhan ini berkaitan dengan iskemia yang akut (SKA), iskemia
yang stabil (PAKS) atau karena penyebab yang lain. Faktor-faktor yang berkaitan erat dengan
iskemia yang akut antara lain: umur, jenis kelamin, keluhan itu sendiri, riwayat PAK
sebelumnya, dan adanya faktor risiko lain. Setelah itu selanjutnya pada pasien-pasien SKA
perlu dinilai derajat risiko kematian dan kejadian iskemik jantung non-fatal yang ada dengan
memakai skore risiko TIMI dan nomogran risiko GRACE. (Tabel 9 dan Figure 10).
Penanganan: Standar terapi pasien dengan gejala berulang, perubahan EKG yang
menunjukkan adanya iskemia, atau tropinin kardial positif adalah dirawat. Tujuan terapi adalah
secepatnya mengatasi iskemia, mencegah IM atau kematian. Pasaien dirawat dengan pilihan
strategi invasif awal (early invasive stra-tegy) atau strategi berdasar iskemia (ischemia-guided
strategy). Figure 9.
1. Terapi standar.
- Oksigen: hanya diberikan bila saturasi O2 <90%.
- Anti-iskemia dan analgetik: nitrogliserin (NTG) sublingual (0,3mg-0,4 mg) bisa diberikan
3 kali setiap 5 menit, sebelum diberikan intravena apabila diperlukan. Apabila diperlukan
bisa diberika morfin iv. Hindari pemakaian anti inflamasi non-steroid (OAINS).(13)
- Beta Blocker (BB) oral harus diberikan pada 24 jam pertama kecuali ada kontra-indikasi.

145
- Pada pasien dengan iskemia berulang, dan dengan kontra-indikasi BB, bisa diberikan
Calcium channel Blocker (CCB) non-dihyroperidin apabila tidak ada gangguan funsi V-
ki.
- Ranolazin. Obat antianginal yang efeknya terhadap detak jantung dan tekanan darah
minimal.
- Anti kolesterol: harus diberikan statin dengan intensitas tinggi (high-intensity statin).
2. Renin Aldosteron Antagonist System Inhibitor.
- ACE-I harus diberikan apabila FE <40%, dengan hipertensi, DM, Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) yang stabil, kecuali ada kontra indikasi.
- ARB diberikan apabila ada KI terhadap ACE-I.
3. Anti platelet/antikoagulan.
- Aspirin (162 mg- 325 mg) non-enteric-coated dikunyah harus segera diberikan,
dilanjutkan dengan (81 mg- 325 mg) sebagai pemelihara. Apabila tidak bisa memakai
aspirin digantikan dengan klopidogrel.
- Inhibitor P2Y12 harus diberika selama minimal 12 bula sebagai pasangan aspirin.
Klopidogrel dosis loading 300 mg-600 mg, selanjutnya 75 mg perhari. Atau Tikagrelor
dosis loading 180 mg, selanjutnya 90 mg dua kali sehari.
- Yang akan dilakukan intervensi dipertimbangkan ditambahkan inhibitor GP IIb/IIIa.
- Antikoagulan awal: Enoksaparin, Bivalirudin, Fondafarinuks atau UFH.
4. Terapi invasif.
- Pada pasien-pasien dengan: 1. Terapi medis gagal (angina refrakter, angina saat
istirahat/gerak ringan walau sudah dalam pengobatan yang lengkap). 2. Ada bukti proses
iskemia (perubahan EKG yang dinamis, kelainan perfusi miokardium) dari pemeriksaan
non-invasif. 3. Ada indikasi risiko tinggi ( skore TIMI/GRACE tinggi), merupakan calon
untuk dilakukan segera angiografi koroner dan revaskularisasi.
5. Penanganan setelah di rawat. Tujuan penanganan setelah SKA-NSTEMI adalah
mengembalikan pasien pada aktivitas normal kembali. Mengevaluasi kembali program
terapi, terutama perubahan gaya hidup dan modifikasi faktor risiko. Pemilihan obat sangat
individual tergantung klinisnya. Sebagai panduan sederhana pengananan yang diperlukan
adalah ABCD: Aspirin/anti anginal/ACE-I; Beta Blockers/ Blood Pressure;
Cholesterol/cigarettes; Diet/DM; Education/exercise.11

II.2. Infark Miokardium Elevasi ST / IMEST (ST Elevation Myocardial Infacrtion


/STEMI).
Definisi: Istilah Infark Miokardium akut adalah keadaan adanya cedera miokardium ( naiknya
Troponin kardial) dan nekrosis yang secara klinis sesuai dengan iskemia miokardium. Secara
definisi ada beberapa tipe IM (Fourth Universal Definition of Myocardial Infarction. 2018),
tetapi sebagian besar kasus meru-pakan MI tipe 1.
Epidemiologi: Di negara Eropa insidensinya antara 43-144 / 100.000 pertahun, sedang di AS
sekitar 50/100.000 pertahun (2008). Insidensi IMEST cenderung turun, sedang insidensi
IMNEST tetap tinggi. Di negara Eropa angka kematian berkisar antara 4-12%. Kematian ini
dipengaruhi beberapa faktor antara lain: usia lanjut, klas Killip, keterlambatan waktu datang

146
ke gawat darurat, riwayat IM, DM, gagal ginjal, banyaknya arteri koroner yang sakit, EF dari
V-ki., 14
Patogenesis: Pada IMEST secara umum selalu dengan obstruksi total A. Koronaria, sehingga
derajat nekrosis (miokardium yang terancam nekrosi) lebih besar daripada IMNEST. Pada
IMEST lebih banyak berlatar belakang ruptur plak (72%), selebihnya karena erosi plak. Sedang
pada IMNEST lebih banyak karena erosi plak (48 %), lebih sedikit karena ruptur (32%) dan
selebihnya karena kalsifikasi.15
Penatalaksanaan:
Diagnosis awal: Kecurigaan IMEST harus dipertimbangkan pertama kali apabila ada gejala
yang sesuai dengan gejala iskemia miokardium (sakit dada yang menetap) dan dari periksaan
EKG 12 sadapan. Walaupun pada beberapa pasien dapat muncul gejala yang atipikal, seperti:
nafas pendek, nausea/ vomitus, fatiq, palpitasi atau sinkope. Apabila dicurigai IMEST, harus
segera dibuat EKG 12 sadapan dan diinterpretasi secepatnya. Elevasi ST (diukur di J-point)
paling tidak di 2 sadapan yang berdekatan me-nunjukkan terjadinya oklusi akut A. Koronaria.
Pada pada pasien IM inferior, disarankan untuk juga memeriksa sadapan prekordial kanan
(V3R dan V4R), untuk mencari adanya infark Ventrikel kanan (V-ka) yang bisa terjadi
bersama-sama. Begitu juga dengan adanya depresi ST di sadapan V1-V3, harus dilakukan
rekaman sadapan V7-V9, untuk mencari elevasi ST di V7-V9 yang menunjukkan adanya IM
posterior. 14
Monitor EKG harus dilakukan untuk deteksi aritmia letal yang bisa terjadi, yang
memerlukan defibrilasi.
Mengatasi rasa sakit, rasa sulit bernafas dan gelisah: Mengurangi rasa sakit ini sangat
penting, karena ini tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga berkaitan dengan
vasokonstriksi dan naiknya kerja jantung. Yang sering dipakai adalah morfin injeksi. O2 hanya
diberikan pada pasien yang hipoksia dengan SaO2 <90%. O2 tidak rutin diberikan. Anxiety
merupakan respon normal seseorang dalam menghadapi situasi seperti itu, karena itu diper-
timbangkan untuk diberikan transkuiliser ringan.
Strategi penatalaksanaan: Pada pasien dengan kecurigaan iskemia miokardium dan elevasi
ST harus segera dilakukan reperfusi. Untuk mengurangi kelambatan dari sisi pasien, diperlukan
peningkatan kesadaran mayarakat tentang gejala IMA dan untuk segera menghubungi layanan
gawat-darurat apabila timbul gejala. Staf di RS harus segera tanggap, harus melakukan semua
prosedur secepatnya untuk me-minimalisir kelambatan waktu. Apabila diagnosisnya adalah
IMEST, segera lakukan tindakan reperfusi sesuai prosedur.
Reperfusi:
- Indikasi terapi reperfusi adalah semua pasien dengan gejala iskemia atau elevasi ST
persisten <12 jam.
- Dalam skema waktu yang masih baik, strategi PCI primer (Primary PCI) lebih
direkomendasikan daripada fibrinolisis.
- Apabila PCI primer tidak mungkin dikerjakan, maka rekomendasinya adalah fibrinolisis.
Obat-obatan:
- Antiplatelet: Inhibitor P2Y12 kuat (Prasugrel/Tikagrelor, Clopidogrel), aspirin oral, kalau
perlu (bila ada no-flow/komplikasi trombosis) dipakai GP IIb/IIIa injeksi.
- Antikoagulan: Heparin biasa (UFH), heparin molekul kecil (LMWH).

147
- Fibrinolitik: merupakan cara reperfusi apabila PCI primer tidak bisa dikerjakan sesuai
waktu. Manfaat utamanya pada pasien yang dengan risiko tinggi termasuk orang tua.
Rekomendasinya adalah dalam 12 jam awal gejala dan tidak mungkin dilakukan PCI
primer. Table 11. Kontra indikasinya antara lain: riwayat perdarahan, stroke,
trauma/cedera kepal dll. Table . 12

Penanganan jangka panjang:


- Perubahan gaya hidup dan kontrol faktor risiko: berhenti merokok, stop alkohol dan
diit/kontrol berat badan, olah raga, kembali ke aktivitas normal, kontrol tekanan darah,
periksa secara ber-kala.
- Antitrombotik jangka panjang: Dobel antitrombotik (aspirin + inhibitor P2Y12) diberikan
lebih dari 12 bulan setelah PCI primer.
- BB: setelah IMEST pemberian BB oral memberi banyak keuntungan, terbukti
menurunkan mor-talitas.
- Statin: dipilih statin dengan intensitas tinggi. Target kolesterol LDL <70mg/dl, atau paling
tidak penurunan 50% dari awal.
- Nitrat: pemberian nitrat rutin tidak bermanfaat.
- CCB: tidak banyak pengaruh. Dipertimbangkan hanya bila ada residu sakit dada.
- ACE-I atau ARB: Indikasinya apabila FE <40%.
- Antagonis mineralokortikoid/aldosteron: Indikasinya bila FE<40% dan GJ setelah
IMEST. 14

Daftar Pustaka:
1. Mageed L. Coronary Artery Disease: Pathogenesis, Progression of Atherosclerosis and Risk Factors. Open
J Cardiol Heart. 2018;2(4):1-7.
2. Mendis S, Puska P, Norrving B. Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention and Control. World
Health Organization, Geneva 2011.
3. Singh RB, Mengi SA, Xu YJ, Arneja AS, Dhalla NS. Pathogenesis of atherosclerosis: A multifactorial
process. Exp Clin Cardiol 2002;7(1):40-53.
4. Hansson GK. Mechanisms of disease Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease. N Engl
J Med. 2005;352:1685-95.
5. Falk E. Pathogenesis of Atherosclerosis. J Am Coll Cardiol. 2006;47:C7–12.
6. Seidma MA, Mitchel RN, Ston JR. Pathophysiology of Atherosclerosis. Cellular and Molecular
Pathobiology of Cardiovascular Disease. Elsevier.2014: 221-237
7. Grech ED. Pathophysiology and investigation of coronary artery disease. BMJ. 2003;326:1027-1030.
8. Ford TJ, Corcoran D, Berry C. Stable coronary syndromes: pathophysiology, diagnostic advances and
therapeutic need. Heart 2017;0:1–9.
9. The Task Force on the management of stable coronary artery disease of the European Society of Cardiology.
2013 ESC guidelines on the management of stable coronary artery disease. European Heart Journal (2013)
34, 2949–3003.
10. Jellinger PS, et al. CPG for Managing Dyslidemia and Prevention of CVD, Endocr Pract. 2017;23(Suppl
2).Libby P, Theroux P. Pathophysiology of Coronary Artery Disease. Circulation. 2005;111:3481-3488.
11. Amsterdam EA et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Non–ST-Elevation
Acute Coronary Syndromes. Circulation. 2014;130:e344-e426.
12. Marco Roffi et al. 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal (2016) 37, 267–315
13. Thygesen K et al. Fourth Universal Definition of Myocardial Infarction (2018). Circulation. 2018;138:e618–
e651.

148
SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Adrian Suhendra

Pendahuluan Sindrom Koroner Akut


Penyakit jantung koroner (PJK) saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian di dunia maupun di Indonesia. Sejak 1963 – 1994 (±30 tahun), kematian karena SKA
cenderung menurun sampai 58% dibandingkan dengan penyakit kronik PJK, hal ini disebabkan
karena perbaikan dari primary prevention dan secondary prevention.
Berbagai penelitian telah dilakukan se1ama 50 tahun lebih dimana didapatkan variasi
insidensi PJK yang berbeda pada kelompok geografis dan keadaan sosial tertentu yg makin
meningkat sejak tahun 1930 dan mulai tahun 1960 merupakan penyebab kematian utama di
negara industri. Penelitian epidemiologis mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian
dengan.pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise, dsb yang dapat
dibuktikan oleh penelitian Framingham dan Goteburg.
Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangatlah penting dalam usaha
pencegahan PJK, baik pencegahan primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih
ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai risiko tinggi, sedangkan pencegahan
sekunder merupakan suatu upaya untuk mencegah memburuknya penyakit yang secara klinis
telah diderita.
Pengobatan penyakit kardiovaskuler dimulai dari usaha mengubah gaya hidup dalam
hal jenis makanan, kebiasaan olah raga, dan mengurangi faktor risiko yang sudah dikenal
seperti minum alkohol dan merokok. Hal-hal ini kemudian dipadukan dengan obat-obatan
yang dapat menjadi pilihan pengobatan jangka panjang bagi pasien.
Manifestasi klinis PJK adalah Silent ischaemia, Angina pectoris stabil atau tidak stabil,
miokard infark, gagal jantung, dan kematian mendadak. Salah satu PJK yang paling penting
adalah infark miokard akut (IMA). Kematian pada IMA kurang lebih 50% dan biasanya
ditemukan pada jam-jam pertama setelah timbul gejala (pra-rumah sakit). Maka dari itu
pengenalan gejala-gejala awal infark harus diketahui sedini mungkin. Tujuan terapi yang
penting adalah terapi reperfusi , baik fibrinolitik ataupun katerisasi jantung dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. (misal dalam waktu 1 – 2 jam setelah timbulnya gejala).
IMA dengan elevasi ST segmen (ST Elevation Myocardial Infarction = STEMI) , tanpa
elevasi ST segmen (Non ST Elevation Myocardial Infarction = NSTEMI) dan angina pectoris
tak stabil merupakan kumpulan dari Sindrom Koroner Akut (SKA).
Definisi Sindrom Koroner Akut
Infark miokard akut adalah kerusakan otot miokardium akibat tersumbatnya aliran arteri
koronaria, dikarenakan rupturnya ateroma yang diikuti terbentuknya trombosis, vasokontriksi,
dan inflamasi.
Klasifikasi Angina Pectoris tidak stabil berdasarkan Braunwald adalah sebagai berikut:
Klas I : Angina pectoris yang berat dan baru terjadi atau yang bertambah berat dengan
bertambahnya waktu. Saat istirahat tidak timbul angina.
Klas II : Angina timbul saat istirahat dalam 1 bulan terakhir ini, tapi tidak timbul dalam 48
jam (angina at rest, sub akut).
Klas III: Angina timbul dalam waktu 48 jam (angina at rest , akut).

149
Epidemiologi Sindrom Koroner Akut
Penyakit jantung yang termasuk ke dalam penyakit degeneratif banyak terjadi di negara
maju dan negara berkembang. Hal ini berhubungan dengan keadaan dan perilaku masyarakat
yang modern, dimana pada masyarakat modern terdapat kecenderungan tingginya stress, faktor
makanan, dan gaya hidup modern seperti merokok dan minum minuman beralkohol.
Di Indonesia, sebelum 1950 PJK jarang dijumpai, tetapi mulai 1970 PJK merupakan
jenis penyakit jantung yang banyak dijumpai di rumah sakit besar. Sejauh ini belum ada data
resmi tentang prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia. Data Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SRKT) Departemen Kesehatan RI menunjukkan proporsi penyakit itu meningkat dari
tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Kalau tahun 1975 kematian akibat kardiovaskular
hanya 5,9 persen, tahun 1981 mencapai 9,1 persen. Bahkan tahun 1986 mortalitas PJK menjadi
16 persen, naik dari urutan ke-10 urutan ke-3 dan tahun 1995 meningkat menjadi 19 persen.
Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya morbiditas PJK. Laporan SKRT 1986 menunjukkan
bahwa mortalitas karena penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian
sebesar 9,7%. Dengan demikian, kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah sudah
menempati urutan ke-3 setelah kematian akibat radang saluran napas dan penyakit diare.
Konsultan penyakit Jantung dari FKUI/RSCM Prof. Dr. dr. T.Santosa, Sp.PD
mengatakan di seluruh dunia penyakit kardiovaskular akan meningkat dari penyakit yang
mematikan kedua (29% dari seluruh kematian pada tahun 1990) menjadi penyebab kematian
pertama tersering (36% dari seluruh kematian pada tahun 2020). Angka ini dua kali lebih tinggi
dari angka kematian yang disebabkan kanker.
Penyakit ini umumnya menyerang orang berumur 40 tahun ke atas. Di Amerika Serikat
terdapat kurang lebih 1,5 juta orang per tahun menderita IMA dengan angka kematian 30%.
Kematian biasanya disebabkan oleh aritmia, terutama fibrilasi ventrikel. Sementara di
Indonesia, kematian akibat PJK diperkirakan 53,5% per 100.000 penduduk.
Secara umum, PJK memiliki distribusi sebagai berikut:
1. Lebih banyak banyak pada masyarakat negara berkembang dibandingkan negara sedang
berkembang.
2. Lebih banyak di perkotaan daripada pedesaan
3. Lebih banyak mengenai golongan masyarakat sosial ekonomi menegah keatas
dibandingkan sosial ekonomi rendah.
4. Lebih banyak mengenai pria daripada wanita, namun angka kematian lebih banyak pada
wanita. Insiden PJK pada pria = 5-7x lebih banyak dibandingkan pada wanita tetapi
setelah menopause perbedaan berkurang.
5. Meninggi >40 tahun , resiko tinggi ≥ 50 tahun
6. Lebih banyak yang meninggal.

Etiologi Sindrom Koroner Akut


Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada, obstruksi dinamik (spasme
koroner atau vasokonstriksi), obstruksi mekanik yang progresif, inflamasi dan/atau infeksi,
faktor atau keadaan pencetus.

150
Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut
Faktor Risiko Mayor :
1. Merokok
2. Dislipidemia
3. Hipertensi
4. Diabetes melitus
5. Genetik (keluarga PJK usia muda: pada laki-laki < 55 th , wanita < 65 th)
6. Homocystein
7. high sensitive C-Reactive Protein

Faktor Risiko Minor :


1. Usia
2. Ras
3. Obesitas ( BMI > 25 /m2 ) lingkar pinggang laki-laki:> 90 cm, wanita > 80 cm.
4. Hiperurisemia
5. aktifitas fisik kurang
6. psikososial

1.4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: unstable angina pectoris)

151
Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut
Nyeri dada iskemik dapat disebabkan oleh :
1. Angina pektoris Stabil : nyeri dada timbul bila ada pencetus (aktifitas, emosi, makan
kenyang, ataupun sexual intercourse).
2. Angina pektoris tidak stabil: Nyeri dada timbul saat istirahat disertai peningkatan
frekuensi. Nyeri dada disini biasanya tanpa pencetus. (= adanya plak ateroma yang
tidak stabil )
3. Infark miokard akut: nyeri dada kiri tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat sublingual. Berlangsung lama (> 20 menit), retrosternal, menjalar ke leher,
rahang, bahu, punggung dan lengan kiri. Nyeri dada bersifat seperti tertekan benda
berat, diremas-remas, ditusuk-tusuk ataupun rasa terbakar. Kadang-kadang nyeri di
daerah epigastri um seperti rasa terbakar disertai rasa mual, muntah, sampai
pingsan.Yang khas disini adanya nyeri sering diikuti keringat dingin.
Pada orang tua dan diabetes umumnya nyeri dada tidak khas untuk iskemia. Kematian pada
jam-jam pertama setelah serangan angina sekitar 30 % dan biasanya disebabkan oleh fibrilasi
ventrikel yang sebetulnya masih bisa diobati. Enam puluh persen dari kematian tersebut terjadi
diluar rumah sakit.
Patofisiologi Sindrom Koroner Akut
Infark miokard akut transmural merupakan interaksi keadaan-keadaan, seperti
aterosklerosis arteri koronaria, perubahan akut plak ateroskerotik (antara lain pembentukkan
fisur), trombosis, vasospasme, agregasi trombosit yang mengakibatkan oklusi koroner. Sebagai
tambahan yaitu peningkatan kebutuhan miokardial (misalnya dengan hipetrofi dan tahikardi)
atau kompromi hemodinamik (misalnya dengan penurunan tekanan darah) dapat memperburuk
keadaan.
Sirkulasi kolateral dapat memberikan perfusi ke daerah iskemik dari cabang arteri
koronaria yang tidak tersumbat. Infark yang terbatas pada sub endokardial miocardium tidak
ditemukan thrombus, tapi terdapat stenosis aterosklerosis koroner. Nekrosis miokardial terjadi
20 sampai 30 menit setelah oklusi arteri koronaria. Infark dimulai pada subendokardial, karena
daerah tersebut merupakan daerah yang diperdarahi oleh cabang akhir dari arteri koronaria
epikardial dan tekanan intramural yang relatif tinggi sehingga mudah mengalami rudapaksa
iskemik. Daerah nekrosis meluas ke daerah mid dan sub epikardial miokardium dalam
beberapa jam, setelah 3 – 6 jam mencapai ukuran maksimal. Daerah infark miokard ditentukan
oleh lokasi oklusi pembuluh darah dan anatomi sirkulasi koroner. Oklusi arteri koronaria
desenden anterior kiri menyebabkan infark di daerah anterior dan apikal ventrikel kiri dan
septum interventrikuler didekatnya (infark miokard anteroapikal). Oklusi arteri koronaria
kanan mengakibatkan berbagai infark, meliputi daerah posterior dan basal ventrikel kiri.
Lokasi infark juga ditentukan sirkulasi koroner secara anatomis yang dapat bervariasi pada
individu berbeda. Misalnya oklusi arteri koronaria kanan akan menimbulkan akibat yang
berbeda pada penderita yang ventrikel posteriornya diperdarahi oleh cabang arteri koronaria
kanan (sirkulasi kanan dominan) dibandingkan individu yang dinding poteriornya diperdarahi
oleh cabang arteri koronaria sikumflexa (sirkulasi kiri lebih dominan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran infark yaitu: lebih proksimal oklusi segmen
arteri kaoronaria akan mengakibatkan infark yang lebih luas, meliputi seluruh dinding tebal
miokardium. Trombus di distal cabang arteri akan menyebabkan infark yang lebih kecil.

152
Sirkulasi kolateral pada saat oklusi juga mempengaruhi luas infark. Pada penderita yang telah
lama mengalami aterosklerosis, sirkulasi kolateral lebih berkembang sebagai akibat iskemi
yang kronis.

Penanda Biokimia Nekrosis Miokardial


Terjadinya nekrosis miokardial akan disertai dengan pelepasan struktur protein dan
makromolekul intraselular lainnya ke dalam interstitium jantung. Hal ini menyebabkan dapat
dideteksi adanya nekrosis miokardial dengan melakukan beberapa pemeriksaan biokimia.
153
Penanda biokimia untuk nekrosis miokardial diantaranya adalah troponin I dan T (cTnI dan
cTnT), CK-MB, mioglobin, LDH (Lactate Dehydrogenase).

Dari keseluruhan penanda biokimia tersebut di atas, troponin adalah penanda biokimia
yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas paling baik dibandingkan dengan penanda
biokimia lainnya untuk mendeteksi adanya myocardial injury. Diagnosis IMA dibuat
berdasarkan kombinasi dari clinical evidence (gejala klinik dan EKG) dan penanda biokimia
khas untuk nekrosis miokardial. Karakteristik masing-masing penanda biokimia akan
dijelaskan di bawah ini.
Troponin T dan I mempunyai isoform yang khas untuk miosit jantung dan dapat
diperiksa dengan menggunakan antibody monoclonal yang spesifik terhadap epitop cardiac
form. Keuntungan pemeriksaan troponin dibandingkan dengan penanda biokimia lainnya telah
banyak dibuktikan pada beberapa penelitian dimana troponin dihubungkan dengan lebih sedikit
kejadian positif palsu (misalnya pada kasus trauma otot skelet) dan konsentrasinya telah
meningkat ketika konsentrasi CK-MB masih normal atau baru sedikit meningkat. Peningkatan
troponin pada pasien tersangka SKA dengan CK-MB masih dalam batas normal mempunyai
nilai diagnostik yang sangat penting.
Bila pemeriksaan troponin tidak dapat dilakukan, alternatif pemeriksaannya adalah
pemeriksaan CK-MB. Pemeriksaan CK total juga dapat dilakukan dan mempunyai sensitivitas
yang baik untuk kerusakan miokardial akan tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan CK-MB
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik untuk nekrosis miokardial
dibandingkan dengan CK total. CK-MB selain didapatkan pada otot jantung juga terdapat
dalam jumlah kecil di otot skelet, usus halus, uterus, dan prostat.
Pemeriksaan lainnya seperti LDH dan SGOT pada saat ini tidak dianjurkan lagi untuk
dipakai dalam mendiagnosis infark miokard karena spesifisitasnya yang rendah untuk cardiac

154
injury. Pemeriksaan mioglobin juga kurang banyak dipakai karena kurang spesifik (konsentrasi
mioglobin tinggi pada otot skelet) akan tetapi masih mempunyai arti klinis karena merupakan
penanda yang sangat awal dari infark miokard. Penelitian klinis memperlihatkan gabungan dari
pemeriksaan mioglobin dan penanda yang lebih spesifik dari nekrosis miokardial (cTn atau
CK-MB) sangat berguna dalam mendiagnosis dini infark miokard dibandingkan dengan hanya
melakukan satu jenis pemeriksaan. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya sensitivitas dari
pemeriksaan troponin, kegunaan pemeriksaan mioglobin semakin berkurang.
Pada saat ini juga telah terdapat beberapa pemeriksaan baru yang berguna dalam
menstratifikasi risiko SKA. Dua diantara pemeriksaan tersebut yang juga telah
direkomendasikan oleh NACB adalah pemeriksaan hsCRP dan BNP/NT-proBNP.

155
HIPERTENSI
Edwin Setiabudi

Sesuai kriteria dari JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), 2003, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg
atau lebih, atau sedang dalam pengobatan anti hipertensi.1
Hipertensi memiliki kontribusi banyak sebagai penyebab tingginya angka mortalitas
akibat penyakit kardiovaskular. Adanya kerusakan organ target akibat hipertensi yaitu jantung,
otak, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer, perlu mendapat perhatian serius dalam
penatalaksanaan hipertensi di seluruh dunia.1
Data di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan
(44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur
31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).2

ETIOLOGI
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut hipertensi primer (hipertensi esensial),
frekuensi hipertensi primer sekitar >90%; sedangkan hipertensi yang penyebabnya diketahui
3
atau hipertensi sekunder <10%.
3
Penyebab hipertensi sekunder
Keadaan Penyakit Obat dan lainnya
Penyakit Ginjal NSAID (ibuprofen, naproxen)
Tumor Kelenjar Adrenal Pil KB
Penyakit Thyroid Dekongestan (pseudoefedrin,
phenylephrine)
Kelainan Pembuluh Darah Kongenital Kokain
Penyalahgunaan Alkohol atau Pengguna Amfetamine
Alkohol Kronik
Obstructive Sleep Apnea Kortikosteroid
Makanan mengandung sodium

156
KLASIFIKASI
JNC VII membuat klasifikasi hipertensi sebagai berikut1 :
Klasifikasi TD sistolik (mmHg) TD diastolik
(mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stage I 140-159 atau 90-99
Hipertensi stage II 160 atau 100
ACC/AHA membuat klasifikasi hipertensi terbaru tahun 2017 sebagai berikut4 :
Klasifikasi TD sistolik (mmHg) TD diastolik
(mmHg)
Normal <120 dan <80
Elevated 120-129 dan <80
Hipertensi stage I 130-139 atau 80-89
Hipertensi stage II 160 atau 90
Krisis Hipertensi >180 dan/atau >120

DASAR DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Waktu diagnosis hipertensi pertama kali.
2. Tanda-tanda hipertensi sekunder :
a. Hipertensi grade 2 atau 3 pada usia muda (<40 tahun), atau hipertensi yang
terjadi mendadak atau perburukan tekanan darah secara cepat pada usia lanjut.
b. Riwayat penyakit ginjal/saluran kemih
c. Obat/ bahan kimiawi yang dikonsumsi : pil kontrasepsi, kortikosteroid,
minuman beralkohol, obat tetes hidung, kemoterapi.
d. Episode berkeringat, nyeri kepala, cemas, palpitasi (feokromositoma)
e. Episode lemah otot dan kejang tetani (hiperaldosteronisme)
f. Riwayat sleep apnoea
3. Faktor –faktor risiko :
a. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada pasien dan keluarga
b. Riwayat dislipidemia pada pasien dan keluarga
c. Kebiasaan merokok
d. Pola makan
e. Obesitas, jumlah latihan fisik
f. Riwayat disfungsi ereksi
g. Mendengkur, sleep apnoea (tanyakan juga kepada istri/suami/anak)
h. Riwayat hipertensi dalam kehamilan/Preeklampsi
4. Gejala-gejala kerusakan organ target :
a. Otak dan mata : nyeri kepala, vertigo, syncope, penglihatan kabur, Transient
Ischaemic Attacks, defisit sensorik atau motorik, stroke, demensia.
b. Jantung : berdebar-debar, nyeri dada, sesak napas, edema.
c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria, infeksi saluran kemih.

157
d. Arteri perifer : akral dingin, klaudikasio intermiten, nyeri saat istirahat,
revaskularisasi perifer.
e. Riwayat gagal ginjal kronik pada pasien atau keluarga.
5. Obat anti hipertensi sebelumnya : jenis obat, keampuhan, dan efek samping

Pemeriksaan Fisik5,6
1. Pengukuran tekanan darah
a. Pasien diminta mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu dan sudah duduk
di tempat pemeriksaan selama 5 menit
b. Posisi duduk tegak dan kaki menyentuh tanah serta tidak disilangkan
merupakan posisi paling ideal untuk mengukur tekanan darah
c. Sisi stetoskop yang ideal untuk mengukur tekanan darah secara manual adalah
sisi bell
d. Alat ukur ideal untuk membuat diagnosis hipertensi pada masyarakat adalah
sphygmomanometer digital (Home Blood Pressure Monitoring)
2. Tanda-tanda dugaan hipertensi sekunder dan kerusakan organ
a. Ciri-ciri sindroma Cushing
b. Stigmata kulit berupa neurofibromatosis (feokromositoma)
c. Palpasi menunjukkan pembesaran ginjal (ginjal polikistik)
d. Auskultasi mendapatkan adanya murmur pada abdomen (hipertensi
renovaskular)
e. Auskultasi di prekordial atau dada terdengar murmur (koarktasio aorta atau
kelainan aorta)
f. Pulsasi di femoral melambat dan lemah dan tekanan darah femoral menurun
(koarktasio aorta atau kelainan aorta)
g. Ciri-ciri penyakit tiroid
3. Tanda-tanda kerusakan organ
a. Otak : status kognitif, defek sensorik maupun motorik
b. Retina : funduskopi abnormal
c. Jantung : lokasi dan karakteristik apical cordis berubah, aritmia, irama gallop,
ronki paru, edema tungkai
d. Arteri perifer : pulsasi menghilang, menurun, atau asimetri; ekstremitas dingin,
lesi kulit iskemik
e. Arteri karotis : murmur sistolik
f. Perbandingan tekanan darah pada kedua lengan (minimal satu kali)
4. Keadaan badan
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan alat terkalibrasi dan
lakukan penghitungan BMI.
b. Ukuran lingkar perut.

Pemeriksaan Penunjang 5
1. Pemeriksaan rutin
a. Haemoglobin dan/atau hematokrit
b. Gula darah puasa dan HbA1c

158
c.Kadar kolesterol total
d.Kadar kolesterol-LDL
e.Kadar kolesterol-HDL
f.Kadar trigliserida
g.Potassium dan sodium dalam darah
h.Asam urat darah
i.Kreatinin darah dan eGFR
j.Fungsi hati
k.Urinalisis (ditambah mikroalbuminuria menggunakan tes dipstick dan
pemeriksaan mikroskopik)
l. Elektrokardiogram
2. Pemeriksaan yang dianjurkan
a. Ekokardiogram
b. USG karotis
c. Proteinuria kuantitatif (bila tes dipstick positif)
d. Ankle-brachial Index
e. Funduskopi
f. Abdominal ultrasound and Doppler studies
g. Brain imaging

PENATALAKSANAAN
Perubahan gaya hidup harus diterapkan pada semua pasien, termasuk pasien dengan
tekanan darah yang normal dan yang memerlukan terapi obat dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko lain dan kondisi klinis yang ada. Modifikasi
pola hidup dilakukan dengan cara7 :
• mengurangi berat badan hingga berat badan ideal, penurunan 1 kg berat badan kira-kira
dapat menurunkan 1 mmHg tekanan darah
• mengurangi asupan garam, kolesterol, lemak jenuh, kopi, alkohol, memperbanyak
serat, asupan kalium, cukup magnesium dan kalsium.
• menghentikan merokok, karena mempunyai efek yang paling kuat mencegah penyakit
non kardiovaskuler dan kardiovaskuler, termasuk strok dan penyakit jantung koroner
• mengurangi asupan alkohol
• berolahraga/latihan aerobik
Rekomendasi ACC/AHA 2017 mengenai target tekanan darah3
Populasi Target Tekanan Terapi Awal
Darah
 60 tahun < 150/90 Nonblack: diuretik thiazide, ACEI, ARB, atau
CCB
< 60 tahun < 140/90 Black: diuretik thiazide atau CCB
Diabetes < 140/90 Diuretik thiazide, ACEI, ARB atau CCB
Gagal Ginjal < 140/90 ACEI atau ARB
Kronik
Strategi terapi obat anti hipertensi3

159
Perbedaan ACC/AHA dengan ESC/ESH8

160
Daftar Pustaka
1. Chobanian A V., Bakris GL, Black HL, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. 2003
2. KEMENKES. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia 2018. Has
Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Melitus di Indones 2018 [Internet]. 2018;8.
3. Olin BR. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC8 Guideline Recommendations Associate
Clinical Professor of Pharmacy Practice, Drug Information and Learning Resource Center. 2015
4. Understanding Blood Pressure Readings [Internet]. 2017. Tersedia pada:
https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-pressure/understanding-blood-pressure-readings
5. Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, Cifkova R, Fagard R, Germano G, et al. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: The Task Force for the Management of Arterial
Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology
(ESC). J Hypertens [Internet]. 2018;39(33):3021–3104.
6. Wenger NK. Female-friendly focus: 2019 ACC/AHA Guideline on the Primary Prevention of
Cardiovascular Disease. Clin Cardiol [Internet]. 2019
7. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. 2014 evidence-
based guideline for the management of high blood pressure in adults: report from the panel members
appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). Jama 2014;311(5):507–20.
8. Bakris G, Ali W, Parati G. ACC/AHA Versus ESC/ESH on Hypertension Guidelines. J Am Coll Cardiol
2019;73(33).

161
DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Edwin Setiabudi

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi serius dari demam rematik. Infeksi
kelompok streptococcus β hemolyticus group A yang tidak diobati pada tenggorokan dapat
menyebabkan demam rematik yang merupakan suatu penyakit autoimun. Kondisi ini dapat
menyebabkan penyakit jantung rematik kronis, pasien mengalami stenosis katup mitral dengan
berbagai tingkat regurgitasi, pelebaran atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.
Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik diduga merupakan hasil dari respons
autoimun, tetapi patogenesis pastinya masih belum jelas. Meskipun penyakit jantung rematik
adalah penyebab utama kematian 100 tahun yang lalu pada orang berusia 5-20 tahun di
Amerika Serikat, kejadian penyakit ini telah menurun di negara maju, dan angka kematian telah
turun sedikit di atas 0% sejak tahun 1960-an. Di seluruh dunia, penyakit jantung rematik tetap
menjadi masalah kesehatan utama. Penyakit jantung rematik kronik diperkirakan terjadi pada
5-30 juta anak-anak dan dewasa muda; 90.000 orang meninggal karena penyakit ini setiap
tahun. Tingkat kematian akibat penyakit ini tetap 1-10%. 1
Streptokokus β hemolyticus group A mengandung protein M, asam lipoteichoic, pili,
dan protein pengikat fibronektin dan dianggap sebagai komponen utama yang berkontribusi

terhadap perlekatan bakteri pada sel epitel. 2


Pengetahuan tentang gejala-gejala yang sesuai dengan Demam Rematik berasal dari
abad ke-15 di beberapa negara Eropa, dan penyakit ini dianggap sebagai kondisi umum di
sekitar abad ke-19 di Eropa dan Amerika Utara dan setelah Perang Dunia II di bagian lain
dunia. Tidak semua individu yang terkena faringotonsilitis oleh streptokokus akan menjadi
demam rematik/penyakit jantung rematik. Tergantung kepada banyak faktor seperti sosial
ekonomi rendah, usia 5-15 tahun, dan genetik. Ternyata genetik menjadi salah satu yang paling
penting.
Diagnosis demam rematik berdasarkan gejala mayor dan minor dari Kriteria Jones.
Diagnosis awal : 2 Mayor atau 1 Mayor dengan 2 Minor

162
Diagnosis berulang : 2 Mayor atau 1 Mayor dengan 2 Minor atau 3 Minor
Disertai adanya bukti infeksi streptococcus (Apusan tenggorok dan Titer ASTO dan
anti-Deoxy-ribonuclease B). Alat ekokardiografi juga bisa digunakan untuk membantu
menegakan diagnosis demam rematik akut. 3

POPULASI RISIKO RENDAH POPULASI RISIKO TINGGI


• Karditis • Karditis
KRITERIA
MAYOR

• Poliartritis • Mono/Poliartritis, Poliartralgia


• Chorea • Chorea
• Eritema marginatum • Eritema marginatum
• Nodul Subkutan • Nodul Subkutan
POPULASI RISIKO RENDAH POPULASI RISIKO TINGGI
KRITERIA MINOR

• Poliartralgia • Monoartralgia
• Demam (≥38,5'C) • Demam (≥38,5'C)
• LED ≥ 60 mm di satu jam • LED ≥ 30 mm di satu jam
pertama dan atau CRP ≥3.0 pertama pertama dan atau CRP
mg/dL ≥3.0 mg/dL
• Interval PR memanjang • Interval PR memanjang 3

KARDITIS
Merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insiden 40 - 50%. Perikarditis dapat
menjadi manifestasi paling khas dari karditis rematik akut, yang menyebabkan nyeri dada
prekordial atau retrosternal yang hilang ketika pasien duduk atau bersandar ke depan. Bisa
mengenai endokardium, miokardium dan perikardium.
Karditis sering tanpa gejala, sehingga diagnosisnya sulit dan membutuhkan tingkat
kecurigaan yang tinggi. Pasien rematik dengan miokarditis akut sering datang dengan gejala
ringan, seperti takikardia atau memburuknya gejala gagal jantung. Gejala-gejala ini sering
dikaitkan dengan memburuknya katup jantung atau penyebab ketidakseimbangan lainnya,
seperti volume darah atau kelebihan garam. Miokarditis juga dapat menyebabkan gangguan
konduksi, seperti blok AV derajat pertama, yang merupakan kriteria Jones minor.
Demam rematik bila menyerang endokardium disebut rheumatic endocarditis =
verrucous valvulitis terutama pada (menurut urutan seringnya) katup mitral, katup aorta, jarang
katup trikuspid dan tidak pernah katup pulmonal. Bila demam rematik mengenai perikardium
akan didapatkan efusi perikardium, auskultasi terdengar pericardial friction rub, dan ada sakit
dada. Secara makroskopis dapat ditemukan gambaran “bread and butter pericarditis” pada
saat operasi jantung. Dengan kata lain karditis dapat diduga bila ditemukan bising jantung,
kardiomegali gagal jantung dan pericardial friction rub. Pada EKG ditemukan PR interval
memanjang. AV-block, ventricular extra-systole, dan fibrilasi atrium. Pemberian kostikosteroid
pada pasien karditis yang mengalami gagal jantung yang berat adalah pilihan pengobatan yang
disukai. Anti inflamasi biasanya diberikan sampai tanda inflamasi menjadi normal, biasanya
4-6 minggu. 2

163
POLIARTRITIS
Artritis adalah manifestasi akut dari demam rematik yang umum, muncul 2-4 minggu
setelah infeksi streptococcus.
Kasus ini didapat pada 60 %, biasanya sendi besar yang terlibat dan berpindah-pindah
(Polyarthritis migrant) misal nya lutut, sendi siku, pergelangan tangan, kaki, bahu. Nyeri
timbulnya tiba-tiba dan diikuti reaksi radang (bengkak, panas, kemerahan dan functio laesa).
Nyeri yang timbul dapat hilang menggunakan OAINS, parasetamol dapat digunakan sebagai
pengobatan simtomatik dapai diagnosis dapat ditegakan. Setelah diagnosis ditegakan, dapat
menggunakan naproxen dua kali sehari 10-20 mg/kg/hari atau anti inflamasi lain seperi
ibuprofen. Sebagian besar kasus memerlukan paling tidak 2 minggu secara teratur pengobatan
untuk meredakan gejala dan peradangan, dan kadang-kadang diperlukan pengobatan hingga 6
minggu mengatasi gejala radang sendi. Radang sendi yang disebabkan oleh demam rematik
akut sangat responsif terhadap salisilat dan agen antiinflamasi nonsteroid. 2

CHOREA SYDENHAM
Terdapat sekitar 1 % dan merupakan manifestasi neurologi yaitu gerakan spontan yang
cepat dan tidak beraturan. Chorea tetap menjadi manifestasi utama pada 20-40% kasus demam
rematik akut. Ditemukan pada wajah dan anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral. Juga
disertai kelemahan otot dan emosi yang labil.
Manifestasi klinis termasuk hipotonia, gerakan involunter, dan ketidakstabilan
emosional, yang mengarah ke inkoordinasi fisik atau kesulitan dalam berjalan dan melakukan
gerakan. Gerakan Chorea dapat memburuk saat stres dan benar-benar hilang saat tidur.
Gambaran klinis ini dapat menjadi penting dalam karakterisasi chorea rematik. Chorea yang
parah dapat mempengaruhi cara berbicara akibat gerakan lidah yang sulit dikendalikan.
Kecenderungan untuk menjatuhkan benda juga dapat ditemukan, dan gerakan wajah mungkin
menjadi jelas.
Chorea disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmiter dan ditandai oleh
kelebihan dopamin dan penurunan kadar γ-aminobutyric acid (GABA). Ketidakseimbangan ini
disebabkan oleh antibodi anticaudate, dan perawatannya didasarkan pada fisiopatologi. 2

ERITEMA MARGINATUM
Ditemukan pada 5% kasus. Eritema marginatum adalah manifestasi yang secara klinis
dibuktikan dengan lesi tidak gatal, sirkuler merah muda. Muncul sebagai pola lingkaran merah
muda cerah, makula atau papula pada batang dan ekstremitas proksimal, tidak nyeri maupun
gatal. Lesi mulai sebagai eritema padat, yang mungkin sedikit naik, muncul dan menghilang
dalam beberapa jam, dan sering tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam bervariasi dalam durasi
dari 2 hari hingga 2,5 tahun. Pengobatan dengan salisilat dan kortikosteroid tidak berpengaruh
pada durasi eritema marginatum. 2

SUBCUTANEOUS NODULE
Nodul subkutan jarang terjadi, tetapi merupakan manifestasi demam rematik akut yang
sangat spesifik dan sangat terkait dengan karditis. Terdapat pada 2 - 10 kasus, besar nodul kira-
kira 0,5 - 2 cm, sifat nodul ini keras, tidak nyeri, tidak gatal. Ditemukan pada daerah ekstensor
sendi, dan sepanjang processus spinatus tulang belakang. Nodul dikaitkan dengan penyakit

164
jantung yang parah karena keduanya disebabkan oleh agresi autoimun seluler. Kedua
manifestasi kulit tidak memerlukan perawatan khusus. 2

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang


✓ Hb, hematokrit, leukosit, LED, C-reactive protein
✓ Electrocardiography: PR interval memanjang, low-voltage QRS complex
✓ Echocardiography: melihat anatomi, katup-katup jantung, pericardial effusion dan fungsi
jantung
✓ X foto torak: kardiomegali
✓ Apusan tenggorok pada saat akut biasanya negatif (masa laten > 10 hari)
✓ Titer ASTO dan anti-Deoxy-ribonuclease B 1

Manifestasi Klinik
Sangat bervariasi, kadang-kadang sukar ditemukan pada saat pasien datang pertama
kali berobat, karena masa laten infeksi kuman streptococcus dan munculnya demam rematik
akut cukup singkat (terutama artritis dan eritema marginatum) dan akan lebih lama bila ada
chorea, sedangkan karditis dengan nodul subkutan diantaranya.
Lamanya demam rematik akut jarang melebihi 3 bulan, tetapi bila ada karditis akan
berlangsung 6 bulan atau lebih, Kadang-kadang karditis ditemukan pada serangan pertama
demam rematik. Bila ringan (tanpa karditis), akan sembuh sebelum usia 25 tahun, tetapi bila
berat ada karditis) pengobatannya akan berlangsung seumur hidup. Meskipun karditis pada
demam rematik dapat mengenai pericardium, miokardium dan endokardium, terapi pada
penyakit jantung rematik kelainan yang menetap hanya ada endokardium terutama pada katup.
Dan katup yang sering terkena adalah katup mital dan aorta.

165
Diagnosis penyakit jantung rematik adalah riwayat demam rematik sebelumnya dan
ditemukan kelainan katup dapat berupa insufisiensi dan atau stenosis. 1

Penatalaksanaan
• Istirahat mutlak
• Makanan lunak
• Aspirin dosis tinggi
• Benzathine Penicillin G 1.2 juta U IM
Kemudian diberikan profilaktik : untuk yang ringan 1 bulan sekali (sampai umur 20 tahun
atau selama 5 tahun, dipilih waktu terlama), untuk yang berat (dengan karditis) 3 minggu
sekali (seumur hidup)
• Bisa diberikan penicillin V 125-250 mg po 4x/hari.
• Eritromisin 250 mg po 2x/hari
• Kortikosteroid pada kasus yang berat

Pencegahan Primer:
Pencegahan primer di fokuskan pada pengobatan streptococcus β hemolyticus group A
saat terkena faringitis, untuk menurunkan faktor risiko demam rematik di populasi risiko tinggi.
Pemberian Benzathine Penicillin G 1.2 juta U IM bisa digunakan untuk antibiotik faringitis.
Berdasarkan hasil penelitian pada tentara Amerika pada tahun 1950, mengobati streptococcus
β hemolyticus group A bisa menurunkan risiko demam rematik akut sebesar 80%. Untuk
mendiagnosis secara akurat streptococcus β hemolyticus group A maka diperlukan
pemeriksaan baku emas berupa kultur apus tenggorok.
Higiene yang buruk juga dapat mempengaruhi terjadinya faringitis akibat streptococcus
β hemolyticus group A. Kesuksesan dalam program penyakit jantung rematik adalah edukasi
komunitas yang baik dan tepat sasaran. 4

Pencegahan Sekunder:
Demam rematik rekuren dapat dicetuskan secara asimptomatik dan infeksi dari
streptococcus β hemolyticus group A. Setelah serangan pertama, risiko terulangnya
kekambuhan infeksi streptococcus β hemolyticus group A meningkat sekitar 50%. Pencegahan
sekunder melibatkan pengobatan profilaksis dengan antibiotic untuk mencegah demam rematik
rekuren dan menurunkan progesifitas ke penyakit jantung rematik. Empat minggu pemberian
intramuskulas Benzathine Penicillin pada sebuah penelitian menunjukan 0.07/100 pasien yang
terkena kekambuhan demam rematik. 4

Komplikasi:
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat kerusakan katup (karditis
rematik akut) atau stenosis (karditis rematik kronis). Komplikasi jantung termasuk fibrilasi
atrium, edema paru, emboli paru berulang, endokarditis infektif, pembentukan trombus
intrakardiak, dan emboli sistemik. 1

166
Prognosa
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus β hemolyticus group A
teratasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh. Sebaliknya kematian bisa mencapai 8-30%
bila karditisnya lebih berat. Prognosis lebih buruk pada perempuan dibandingkan laki-laki. 1

Daftar Pustaka:
1. Thomas K Chin M. Pediatric Rheumatic Heart Disease.
https://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a3. Published 2019.
2. Avalos IB. The Heart in Rheumatic, Autoimmune and Inflammatory Diseases. Eur J Rheumatol.
2017;4(3):529-548. doi:10.5152/eurjrheum.2017.17001
3. Michael H. Gewitz, Robert S. Baltimore LYT. Revision of the Jones Criteria for the Diagnosis of Acute
Rheumatic Fever in the Era of Doppler Echocardiography. American Heart Association.
https://www.ahajournals.org/. Published 2015.
4. David A. Watkins, Andrea Z. Beaton JRC. Rheumatic Heart Disease Worldwide.
http://www.onlinejacc.org/. Published 2018.

167
GAGAL JANTUNG (HEART FAILURE)
Edwin Setiabudi

Definisi
Istilah gagal jantung (heart failure) bukanlah semata kegagalan jantung dalam memompa
darah ke seluruh tubuh /sirkulasi, namun memiliki arti lain yang lebih luas dan dalam. Gagal
jantung adalah kumpulan gejala yang harus memenuhi minimal satu kriteria anamnesis, dan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tertera di tabel di bawah ini : 1

Tabel 1. Definition of heart failure

Definisi ini dapat diterapkan oleh seluruh dokter umum di Indonesia, mengingat pada
perkembangan terakhir terdapat perubahan definisi gagal jantung yang bergantung pada
fasilitas pemeriksaan penunjang ekokardiografi.
Berikut adalah definisi gagal jantung terbaru : 2

Tabel 2. Definition of heart failure with preserved (HFpEF), mid-range (HFmrEF) and
reduced ejection fraction (HFrEF)

Hasil serupa juga dinyatakan oleh ACC/AHA 2013.3

168
Berdasarkan definisi diatas, disimpulkan bahwa gagal jantung adalah diagnosis fungsional,
dan bukan merupakan diagnosis etiologi.

Klasifikasi Gagal Jantung


1. Berdasarkan Kelas Fungsional
Klasifikasi yang paling populer dan masih banyak digunakan hingga saat ini adalah
NYHA – Class 4
Berdasarkan gejala penderita.
Class I : tidak ada batasan aktifitas fisik. Aktifitas fisik ringan tidak
menyebabkan fatigue, palpitasi dan dyspnea.
Class II : sedikit keterbatasan aktifitas fisik. Nyaman saat istirahat. Aktifitas fisik
ringan menyebabkan fatigue, palpitasi dan dyspnea.
Class III : keterbatasan aktifitas fisik yang jelas. Nyaman saat istirahat. Aktifitas
fisik yang lebih ringan menyebabkan fatigue, palpitasi dan dyspnea.
ClassIV : tidak bisa melakukan aktifitas fisik sama sekali. Gejala tetap timbul
saat istirahat. Jika melakukan aktifitas fisik maka gejala meningkat.
Berdasarkan Penilaian Objektif
Class A : tidak ditemukan bukti objektif dari penyakit kardiovaskuler. Tidak
timbul gejala maupun batasan aktifitas.
Class B : bukti objektif dari penyakit kardiovaskular minimal. Gejala sedang
dan aktifitas fisik sedikit terbatas. Nyaman saat istirahat.
Class C : bukti objektif dari penyakit kardiovaskular moderat. Aktifitas fisik
mulai terbatas
Class D : bukti objektif dari penyakit kardiovaskular berat. Aktifitas sangat
terbatas. Gejala timbul walaupun istirahat.
Contoh : seorang dengan gejala angina pektoris berat, tetapi pada angiografi
tidak di temukan sumbatan pada arteri koroner.
→Kapasitas fungsional IV, objektif A
2. Berdasarkan Waktu
Gagal jantung akut dan gagal jantung kronik yang berbeda dalam penatalaksanaannya
3. Berdasarkan Hasil Ekokardiografi (EF : Ejection Fraction)
Berikut tabel pembagiannya : 3
Tabel 3. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan ekokardiografi

169
Istilah dalam Bahasa Indonesia untuk HFrEF adalah gagal jantung sistolik, dan HFpEF
adalah gagal jantung diastolik.

Patogenesis
Gagal jantung adalah kelainan jantung secara progresif dimulai setelah timbulnya etiologi
yang dapat merusak otot jantung, mengakibatkan hilangnya fungsi myosit dan mengganggu
kemampuan miokardium untuk berkontraksi secara normal. Saat menurunnya cardiac output,
tubuh akan mengkompensasi dengan beberapa cara.
Pertama adanya aktivasi sistem renin – angiotensin – aldosteron (RAAS) dan sistem saraf
adrenergik sehingga terjadi retensi natrium dan air.
Kedua adanya peningkatan kontraktilitas dari miokardium. Selain itu juga tubuh
melepaskan molekul – molekul vasodilator seperti atrial dan brain natriuretic peptides (ANP
dan BNP), bradikinin, prostaglandin (PGE2 dan PGI2) dan nitric oxide (NO). mekanisme
kompensasi ini menyebabkan tekanan hidrostatis kapiler naik sehingga terjadi ekstravasasi
cairan ke jaringan (oedem). mekanisme kompensasi ini dapat mengembalikan fungsi
kardiovaskular ke homeostatik normal sehingga pasien menjadi asimptomatik. Molekul –
molekul vasodilator, termasuk bradikinin dan natriuretic peptide sebagian akan terdergradasi
oleh neprylisin, suatu membrane-bound peptidase.5

Manifestasi Klinis
Gejala
Gejala khas dari gagal jantung adalah lelah dan sesak nafas. Sesak yang timbul jika
penderita beraktivitas. Dalam keadaan yang berat, sesak bahkan timbul saat pasien beristirahat.
Mekanisme sesak pada gagal jantung adalah adanya peningkatan akumulasi cairan interstitial
atau intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary yang merangsang pernafasan
cepat dan dangkal.5 Gejala lain meliputi ;
• Orthopnoe
• Paroxysmal nocturnal dyspnoe
• Cheyne stoke respiration
• Acute pulmonary edema
• Gejala lain meliputi mual, muntah, nyeri perut, perut terasa penuh yang diakibatkan
oleh oedem dinding abdomen dan oedem pada liver. Gejala cerebral seperti disorientasi,
bingung, gangguan tidur dan mood mungkin terjadi pada gagal yang berat, terutama
pada orangtua dimana adanya risiko arteriosklerosis arteri cerebral sehingga perfusi
cerebral menurun.5

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital pada penderita gagal jantung, biasanya di temukan perasaan
tidak nyaman jika pasien tidur atau berbaring beberapa menit. Terkadang juga pasien bicara
terengah – engah karena nafasnya yang pendek. Tekanan sistolik dapat normal atau tinggi pada
awal gagal jantung. Namun lama kelamaan tekanan darah dapat menurun berjalan dengan
progresivitas penyakit akibat disfungsi ventrikel kiri. pulsasi arteri mungkin hilang akibat

170
penurunan stroke volume. Sinus tachycardia akibat peningkatan aktivitas adrenergic.
Vasokontriksi menyebabkan akral dingin dan sianosis.5
Pemeriksaan vena jugularis (JVP) untuk melihat bendungan atrium kanan. Pemeriksaan
dilakukan dengan memposisikan pasien berbaring 45 derajat. JVP dihitung dalam satuan
cmH2O (normal kurang atau sama dengan 8 cm) dengan cara mengukur tinggi bendungan vena
di atas angulus sternalis di tambah 5cm.5
Pemeriksaan Paru didapatkan krepitasi akibat hasil dari transudasi cairan dari intravaskular
ke alveolus. Efusi pleura terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler sehingga terjadi transudasi
cairan ke kavitas pleura.5
Pemeriksaan jantung, jika terdapat kardiomegali ictus cordis teraba di bawah ICS V dan
sebelah lateral LMCS, pulsasi dapat teraba di 2 intercostal space. Auskultasi dapat terdengar
S3 (gallop).5
Abdomen biasanya di dapatkan hepatomegali, Jika terdapat peningkatan tekanan di vena
hepatik, maka cairan akan terekstravasasi sehingga menyebabkan ascites.5 Jika sudah terjadi
kerusakan fungsi hepar akibat kongesti dan hipoksemia akan ada peningkatan bilirubin direk
dan indirek yang menyebabkan timbulnya jaundice.5

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi Rutin
Elektrokardiografi (EKG)
Rontgent Thorax
Echocardiogram
Biomarker
Pada gagal jantung, B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP (NT-
proBNP) di lepaskan ke sirkulasi darah. Tapi perlu di perhatikan juga bahwa natriuretic peptide
meningkat seiring bertambahnya usia dan pada keadaan gagal ginjal. Biasanya kadarnya lebih
tinggi pada wanita dan rendah pada orang yang obesitas.5
Uji Latih
Jarang dilakukan untuk pasien gagal jantung, tetapi dilakukan untuk pasien yang akan
melakukan transplantasi jantung.5

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan gagal jantung adalah memperbaiki gejala klinis, kapasitas
fungsional dan kualitas hidup penderita. Mencegah masuk rumah sakit dan turunkan angka
mortalitas.6

Perubahan Gaya Hidup


• hentikan kebiasaan merokok
nikotin meningkatkan heart rate dan tekanan darah. Merokok juga dapat menyebabkan
sumbatan di arteri koroner.
• Atur berat badan
• Atur intake cairan
• Batasi atau hindari alkohol

171
• Batasi konsumsi kafein
• Perbanyak aktifitas fisik
• Monitor tekanan darah
• Istirahat yang cukup.7
Terapi Farmakologi
• Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-i)
Contoh : Captopril.6
ACE-i dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada pasien. ACE-i bekerja
sebagai inhibitor dari Renin – Angiotensin – Aldosteron System.3
• Beta – blocker
Contoh : bisoporolol, metoprolol.6
• Angiotensin II Receptor Blockers (ARB)
Contoh : losartan, valsartan.6
• Angiotensin – Reseptor Neprilysin Inhibitor (ARNIs)
Adalah konbinasi neprilysin inhibitor dengan ARB.6
• Mineralocorticoid/ aldosterone receptor antagonist
Contoh ; spironolakton, memblok reseptor yang mengikat aldosteron.6
• Diuretik
Contoh : Furosemide, bumetanide, chlorotiazide, indapamide.6

Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan gagal jantung sistolik 2

172
Daftar Pustaka:
1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et all. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 2008 : The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic
Heart Failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart
Failure Association of the ESC (HFA) and endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine
(ESICM) .European Heart Journal, Volume 29, Issue 19, October 2008, Pages 2388–2442
2. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et all. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure: The Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure of the European Society of Cardiology (ESC) Developed with the special contribution of the Heart
Failure Association (HFA) of the ESC . European Heart Journal, Volume 37, Issue 27, 14 July 2016,
Pages 2129–2200
3. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et all. 2013ACCF/AHA guidelines for the management of heart failure
: executive summary. J Am Coll Cardiol 2013;62:1495-539
4. Gorlin R, Levin RI, New York Heart Association. Criteria Committee. Nomenclature and criteria for
diagnosis of diseases of the heart and great vessels. 9th ed. Boston, MA: Lippincott Williams and
Wilkins; March 1, 1994.
5. Mann DL, Chakinala M, et all. Disorder of the heart: pathophysiology and diagnosis. :. Harrison’s
Principles of Internal Medicine, 20th Edition. 2018. USA: The McGrawHill Companies, Inc.
6. American Heart Association, 2019, Medications Used to Treat Heart Failure
https://www.heart.org/en/health-topics/heart-failure/treatment-options-for-heart-failure/medications-
used-to-treat-heart-failure
7. American Heart Association, 2019, Lifestyle Changes for Heart Failure https://www.heart.org/en/health-
topics/heart-failure/treatment-options-for-heart-failure/lifestyle-changes-for-heart-failure

173
ARITMIA
Edwin Setiabudi

Aritmia atau disritmia adalah istilah untuk gangguan irama jantung, yang terekam
menggunakan alat elektrokardiogram. Sebagian besar kondisi ini tidak berbahaya, tetapi ada
pula yang mengancam jiwa dan penting untuk dipahami dan dapat dipraktekkan saat mengobati
pasien1

Klasifikasi Aritmia1
• Bradikardia (<60 bpm) atau takikardia (> 100 bpm)
• Bradikardia :- sinus bradikardia atau blok jantung
• Takikardia :- kompleks sempit (QRS <0,12 detik) atau kompleks luas
(QRS> 0,12 detik)
➢ kompleks sempit – Supra Venticular Takikardia
➢ Kompleks yang luas harus dianggap sebagai Ventrikular Takikardia / Ventrikel
Fibrilasi sampai terbukti sebaliknya
• Detak ekstra atau detak yang hilang

Etiologi
Sistem konduksi jantung sangatlah khusus, dan impuls elektrik diproduksi oleh
pacemaker sel intrinsik. Ketika sistem konduksi berfungsi normal, maka setiap denyut akan
terjadi secara teratur yang dikenal sebagai ritme sinus.1
Aritmia disebabkan oleh gangguan pada sistem konduksi yang disebabkan oleh 2 hal
secara garis besar, yaitu kelainan pada produksi impuls dan kelainan pada konduksi impuls.1

AV Junctional Takikardi
- Atrioventrikular re-entrant takikardi (AVRT) :
o Dikenal sebagai paroksismal SVT yang disebabkan adanya kelainan anatomis
berupa umpan balik pada jalur impuls atrioventricular. Wolff-Parkinson-White
(WPW) sindrom adalah gejala klinis preeksitasi yang menjadi awal mula
AVRT, ditandai pendeknya PR interval dan gelombang delta pada EKG.1
o Ada dua tipe AVRT, yaitu
▪ Orthodromic : melibatkan anterograde conduction via AV node and
retrograde conduction melalui jalur asesorius.
▪ Antidromic : anterograde conduction melalui jalur asesorius dan
retrograde conduction melalui nodus AV.1
o Gambaran EKG :
▪ PR interval <0.2 detik
▪ Kompleks QRS >0.12 detik
▪ Delta wave.1

o Penanganan :
▪ Saat akut, aianjurkan vagal manuver, adenosine IV dan procainamide
atau kardioversi dapat dilakukan untuk menghentikan takiaritmia.1

174
▪ Flecainide dan amiodarone juga efektif untuk kondisi akut
▪ Ablasi kateter pada jalur asesorius adalah tindakan definitif.1

- Atrioventrikular nodal re-entrant takikardi :


o Dikenal juga sebagai tipe paroksismal SVT yang disebabkan adanya kelainan
pada jalur impuls didalam nodus AV.1
o Gejala klinis
▪ Palpitasi secara tiba-tiba
▪ Pusing
▪ Susah bernapas
▪ Sinkop.1
o Gambaran EKG :
▪ Takikardi regular
▪ Gelombang P sulit dinilai.1

o Penanganan :
▪ Vagal Manuver.
▪ IV adenosine atau CCB jika vagal manuver tidak membantu.
▪ Dalam keadaan darurat, seperti gangguan hemodinamik, kardioversi
direkomendasikan.

Ablasi kateter untuk pasien yang ada riwayat kekambuhan disertai risiko
blok jantung <1%.1

Fibrilasi Atrial

- Kelainan berupa aritmia atrium dengan karakteristik ketidakberaturan ritme jantung


dan sulit dinilainya gelombang P pada EKG.1
- Etiologi : ATRIALE PhIB (Alcohol and caffeine, Thyrotoxicosis, Rheumatic fever,
Ischaemic heart disease, Atrial myxoma, Lungs (pulmonary hypertension, pneumonia),
Electrolyte disturbances, Pharmacological, Iatrogenic, Blood pressure, Others
(infection).1
- Klasifikasi menurut ACC/AHA/HRS/ESC dinilai berdasarkan episode :
o Paroksismal : AF spontan yang berhenti dalam waktu 7 hari

175
o Persisten : AF yang berlangsung lebih dari 7 hari
o Longstanding Persisten : AF yang berlangsung selama setahun atau lebih
o Permanen : AF berlangsung selama 1 tahun atau lebih disertai adanya kegagalan
setelah diberikan terapi kontrol ritme.3
- Kriteria EKG : gelombang P tidak ada atau halus, jarak R-R tidak teratur, Kompleks
QRS laju tidak teratur.1
- Penatalaksanaan menurut 2019 ACC/AHA/HRS:
o Perhitungan skor CHA2DS2VASc (CHF history (1), Hypertension (1), Age (65-
74=1, >75=2), Diabetes (1), Stroke (2), Vascular disease (1), Sex (F=1)) Jika
skor >1 pada pria, pertimbangkan antikoagulan. Jika skor >2, berikan
antikoagulan. Pertimbangkan juga skor HAS-BLED (Hypertension, Abnormal
renal, Stroke history, Bleeding history, Labile INR, Elderly >65 years, Drugs
(NSAIDs, antiplatelets) or alcohol) Jika skor <2 berikan antikoagulan, jika skor
>3 pertimbangkan antikoagulan alternatif
o Pasien AF yang disertai HF, hipertensi, usia diatas 75 tahun, diabetes mellitus,
stroke atau transien ischemic attack atau tromboembolisme, gangguan vascular
atau skor 2 atau lebih pada pria, skor 3 atau lebih pada wanita direkomendasikan
antikoagulan oral.2
o Antikoagulan oral non vitamin K (NOACs) seperti dabigatran, rivaroxaban,
apixaban, dan edoxaban direkomendasikan pada pasien AF (kecuali pasien yang
disertai mitral stenosis sedang-berat)
o Percutaneous left atrial appendage dipertimbangkan pada pasien AF dengan
peningkatan risiko stroke yang kontraindikasi terhadap antikoagulan jangka
panjang.2
o Ablasi kateter dapat dilakukan pada pasien AF dengan HF yang mengalami
penurunan ejeksi fraksi untuk menurunkan mortalitas.2
o Kardioversi dilakukan secara elektif atau keadaan darurat untuk
mengembalikan ritme menjadi sinus pada pasien AF onset awal.2

Atrial Flutter

- Atrial flutter adalah takiaritmia atrium dengan karakteristik yang regular dan denyut
atrial yang cepat.1
- Etiologi :
o Tersering :
▪ Dilatasi atrium kanan : emboli pulmonal, kelainan patologis pada katup
mitral dan/atau tricuspid.
▪ Penyakit jantung iskemik.
▪ Idiopatik : tidak ada underlying penyakit jantung.
▪ Pasien yang ada riwayat olahraga berat (menyebabkan pembesaran
atrium.1

176
o Lainnya :
▪ Obat : Flecainide, Propafenone (15% post AF terapi).
▪ Gangguan metabolism : hipertiroidisme, alcohol.
▪ Iatrogenic : riwayat kateter ablasi, operasi jantung.1
- Gejala Klinis :
o Breathlessness dan palpitasi.
o Sinkop dan dyspnea berat.
o Laju atrium 250-350 x/menit.1
- Gambaran EKG :
o Kompleks takikardi dengan denyut atrial sekitar 300 bpm
o Sawtooth appearance yang regular sebagai tanda khas
o Rasio konduksi 2:1, 3:1
o Gelombang P tidak terlihat
- Penanganan :
o Prinsip penanganan atrial flutter sama dengan fibrilasi atrial , tapi harus diingat
bahwa untuk mengembalikan denyut seperti semula lebih sulit.
o 60% pasien atrial flutter akut direkomendasikan untuk kardioversi
o Radiofrekuensi Ablasi sangat direkomendasikan pada pasien dengan kronik
atrial flutter sebagai terapi yang dapat meringankan (90%).1

Atrioventrikular Blok Tingkat II : Mobitz Tipe II – Non-Weckenbach Block

- Suatu kelainan ketika adanya defisit pada konduksi atrioventricular sehingga terjadi
blok secara intermiten pada denyut tanpa perubahan pada interval PR.1
- Etiologi :
o Tersering :
▪ Idiopatik fibrosis
▪ Miokard infark anterior.1
o Lainnya :
▪ Obat (beta-bloker, CCB, digoksin)
▪ Penyakit infiltrative (hemokromatosis, sarcoidosis, amyloidosis).1
- Gejala klinis ;
o Pusing dan sinkop
o Dapat terjadi gangguan stabilitas hemodinamik dan sudden cardiac death pada
beberapa kasus.1
- Gambaran EKG :
o Denyut atrium lebih cepat daripada ventrikel
o Ventrikel ireguler
o Interval PR yang konstan

177
o Kompleks QRS yang lebar (>10 s) jika terjadi AV blok pada sistem Purkinje
o Ratio blok 2:1 atau 3:1.1
- Penanganan :
o Tangani gangguan hemodinamik dengan:
▪ IV atropine
▪ IV adrenalin
▪ IV isoprenaline untuk menstabilkan ritme pada pasien bradikardi
▪ Pertimbangkan temporary external pacing
▪ Temporary trans-venous pacing.1

Atrioventrikular Blok Derajat III (Total)

- Dikenal sebagai “Complete heart block” adalah suatu kelainan berupa hilangnya
konduksi antara atrium dan ventrikel karena adanya blockade impuls pada nodus AV
atau dibawahnya.1
- Kelainan ini menyebabkan atrium dan ventrikel berdenyut dengan sendirinya tanpa
adanya koordinasi karena konduksi impulsnya terganggu.1
- Etiologi :
o Tersering :
▪ Idiopatik degenerasi pada system konduksi
▪ Miokard infark anteroinferior yang dikarenakan adanya gangguan suplai
darah menuju nodus AV. Biasanya hilang dalam 7 hari
▪ Obat (beta-bloker, CCB, digoksin).1
o Lainnya :
▪ Kongenital : SLE maternal
▪ Iatrogenik : operasi jantung, kateterisasi jantung.1
- Gejala klinis :
o Gejala Cardiac Output rendah : pusing, susah bernapas, lelah
o Stokes-Adams Attack : sinkop episodik dengan karakteristik kolaps tiba-tiba
yang disertai penurunan kesadaran (kurang dari 1 menit). Pasien sering
dideskripsikan sebagai death-like pallor.1
- Gambaran EKG :
o Denyut kurang dari 50 x/menit
o P-P interval dan R-R interval yang konstan tetapi adanya AV disosiasi.
o Kompleks QRS sempit (junctional escape rhythm) atay lebar (subjunction
escape rhythm).1
- Penanganan :
o Perbaiki penyebab yang reversible

178
o Jika pasien disertai gangguan hemodinamik, IV atriopin dapat digunakan.
Bagaimanapun juga, atropine bersifat kerja cepat dan IV isoprenalin lebih
bermanfaat.
o Implantasi pacemaker permanen diindikasikan kepada pasien untuk mencegah
rekurensi.1

Left Bundle Branch Block

- Suatu kelainan yang dikarenakan adanya deficit pada konduksi system His-Purkinje
sehingga terjadi delay pada depolarisasi ventrikel kiri.1
- Etiologi
o Tersering :
▪ Stenosis aorta
▪ Miokard infark anterior yang luas
▪ Hipertensi.1
o Lainnya :
▪ Kardiomiopati.
▪ Degenerasi idiopatik pada system konduksi.1
- Gejala Klinis
o Asimptomatik
o Biasanya berkaitan dengan underlying disease.1
- Gambaran EKG
o Kompleks QRS yang lebar (>0.12 s)
o Gelombang S yang dalam pada sadapan V, ‘M-Shaped S wave’ pada sadapan
V6
o Perburukan gelombang R secara progresif.1
- Penanganan
o Ekokardiografi sangat diperlukan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ventrikel kiri.
o Penanganan spesifik biasanya tidak diperlukan walaupun diperlukan
penanganan untuk kardiomiopati.1

Ventricular Takikardia
Ventricular Takikardia (VT) adalah 3 atau lebih denyut ventrikel yang muncul pada
laju 100 kali denyut nadi per menit atau lebih. Nonsustained Ventricular Takikardia (NSVT)
adalah VT yang berlangsung kurang dari 30 detik dan tidak memerlukan intervensi untuk
terminasi.3

179
Nonsustained Ventricular Takikardia (NSVT). Lead V1, II, dan V5 ini menunjukkan gerakan berulang takikardia
kompleks QRS lebar (panjang 5-6 denyut, rata-rata 125-135 bpm) yang mewakili NSVT. Laju kedua diikuti
oleh jeda kompensasi. Ada AV disosiasi yang jelas di laju pertama pada lead V 1.3

Morfologi kompleks QRS dapat berupa monomorfik atau polimorfik. VT polimorfik


dengan interval QT normal adalah etiologi tersering dalam iskemik, dan yang terkait dengan
QT prolonged disebut sebagai torsades de pointes (TdP) dan biasanya etiologi non iskemik.
Laju VT berkisar dari 100 hingga 280 bpm. Kompleks VT biasanya lebar karena laju konduksi
yang lebih lambat melalui jaringan ventrikel dibandingkan dengan yang terjadi melalui serabut
Purkinje. Durasi QRS akan tergantung pada asal dan mekanisme VT.3
Sustained Ventricular Takikardia adalah jika VT menetap lebih dari 30 detik atau
memerlukan terminasi dini. (kardioversi atau antitakikardia) untuk ketidakstabilan
hemodinamik. VT dapat berupa monomorfik (QRS tunggal dalam EKG) atau polimorfik
(beberapa QRS dalam EKG).VT monomorfik bisa teratur atau tidak teratur dan digambarkan
dengan fenomena “warm up” di mana panjang siklus takikardia semakin pendek setelah
onsetnya.3

Gambaran EKG tersebut menunjukkan Sustained Monomorphic Ventricular


Takikardia

Beberapa morfologi monomorfik dapat muncul pada pasien di waktu yang berbeda.
Polimorfik VT biasanya tidak beraturan. Polimorfik VT dengan interval QT normal paling
sering terjadi dalam iskemia atau miokard infark. Polimorfik VT berhubungan dengan interval
QT memanjang disebut TdP VT. Laju VT berkisar dari 100 hingga 280 bpm, sehingga
membedakannya dari irama ventrikel yang dipercepat. Sustained VT adalah masalah serius dan
berpotensi mengancam nyawa, terutama ketika didapatkan kelainan penyakit jantung
struktural.3

Gambaran EKG pada Polimorfik Ventricular Takikardia pada pasien dengan miokard infark dengan
QT memanjang

180
Ventricular Fibrillation
Ventricular Fibrillation (VF) adalah ritme paling umum yang berhubungan dengan
kematian jantung mendadak dan penyebab kematian paling umum karena masalah
kardiovaskular. VF adalah polimorfik takiaritmia ventrikel yang cepat dan tidak teratur yang
berhubungan dengan tidak adanya kontraksi jantung yang efektif dan cardiac output. Kematian
akan terjadi, kecuali jika ritme perfusi dipulihkan dalam hitungan detik hingga menit. 3

Gambaran EKG Ventricular Fibrillation dimana V1, II dan V5 iramanya terlihat kacau, defleksi yang tidak
teratur, gelombang P atau gelombang T yang bervariasi, sesuai dengan ventricular fibrillation. 3

Premature Ventricular Ectopics


Premature Ventricular Ectopics merujuk pada kompleks yang berasal dari fokus
ektopik di dalam ventrikel. Insiden dari fenomena ini meningkat dengan bertambahnya usia,
dan lebih sering terjadi pada pasien dengan Ischemic Heart Disease. Biasanya jinak, kecuali
terkait dengan interval QT yang berkepanjangan. Mayoritas tidak menunjukkan gejala, tetapi
seperti pada Premature Atrial Ectopics, ektopik ini dapat timbul palpitasi pada pasien
simtomatik.

Gambaran EKG pada Premature Ventricular Ectopics

• Kompleks QRS luas (> 0,12 dtk)


• Denyut prematur
• Biasanya diikuti dengan jeda kompensasi

Penatalaksanaan
• Tidak diperlukan pengobatan jika asimptomatik
• Beta-blocker atau verapamil jika bergejala
•Radiofrekuensi Ablasi kateter jika parah (lebih efektif daripada anti-aritmia)

181
Asystole
Asistol adalah irama jantung yang mengancam jiwa, ditandai dengan tidak adanya
aktivitas elektrik. Karena tidak ada aktivitas elektrik, maka tidak ada detak jantung. Kondisi
ini dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diobati dan diperbaiki dengan segera.4

Gambaran EKG untuk asistol dengan irama yang rata. 4

Meskipun tidak ada bukti yang menunjukkan atropin memiliki efek yang merugikan
selama henti jantung asistol, penggunaan rutin atroprin selama asistol belum terbukti memiliki
manfaat terapeutik. Karena itu, AHA telah menghilangkan atropin dari pedoman henti
jantung.4

Pulseless Electrical Activity


Saat ini, tidak ada definisi pasti untuk PEA. Sebutan yang umum adalah keadaan
spontan yang mengatur aktivitas listrik jantung tanpa adanya aliran darah yang cukup untuk
mempertahankan kesadaran dan tidak adanya respon yang adekuat dari organ perfusi. Namun
beberapa orang mendefinisikan PEA sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan tidak adanya
denyut nadi yang teraba pada pasien tidak sadar dengan aktivitas listrik yang terorganisir selain
ventricular takiaritmia pada EKG.4

Gambaran EKG pada Pulseless Electrical Activity.4

182
Algoritma penanganan pada orang dewasa yang mengalami henti jantung atau asitol. . 4

Daftar Pustaka
1. Raju, H., Alberg, C., Sagoo, G.S., Burton, H. and Behr ER. Cardiology in a Heartbeat. Clin Rev. 2015
2. https:/emedicine.medscape.com/article/151066-overview. Diakses tanggal 15 September 2019
3. Olhansky B : (2017). Arrhythmia Essentials. 2nd Ed. Elsevier, Philadelphia.
4. Disque K : (2015) Advanced Cardiac Life Support. Satori Continuum Publishing, Las Vegas.

183
ANTI ARITMIA
Prof(Em).DR.RH.Muchtan Sujatno, dr.,SpFK(K)

PENDAHULUAN
Aritmia jantung adalah masalah yang sering terjadi dalam praktik klinis, yaitu pasien yang
diobati dengan digitalis (25%), dianestesi (50%), dan > 80% dengan infark miokardium akut..
Aritmuia mungkin memerlukan pengobatan, karena irama yang terlalu cepat, terlalu lambat
atau tidak sinkron dapat menurunkan curah jantung. Bebarapa aritmia dapat memicu gangguan
irama jantung yang lebih serius atau bahkan gangguan irama yang mematikan., misalnya
depolarisasi ventrikuler premature yang dini dapat memicu timbulnya fibrilasi ventrikuler.
Penggunaan obat antiartitmia mempunyai risiko secara paradoksal dapat memicu timbulnya
aritmia yang lebih fatal. Pada umumnya pengobatan aritmia asimptomatis atau aritmia
simptomatis ringan harus dihindari karena alasan tersebut.
Aritmia dapat diobati secara farmakologis atau non farmakologis seperti alat pacu jantung,
kardioversi, ablasi kateter, dan pembedahan.

Mekanisme Aritmia
Banyak faktor yang memicu atau menyebabkan eksaserbasi aritmia: iskemia, hipoksia,
asidosis atau alkalosis, kelainan kelaianan elektrolit, terpapar katekolamin yang berlebihan,
pengaruh pengaruh otonomik, intoksikasi obat misalnya: digitalis atau obat antiaritmik, serat
serat jantung yang terlalu meregang. Bagaimanapun terjadinya aritmia adalah: 1. Gangguan
pembentukan impuls, dan 2. Gangguan konduksi impuls. Atau 3. keduanya

Farmakologi Dasar Obat Antiaritmia


Aritmia disebabkan oleh aktivitas pacemaker yang tidak normal atau penyebaran impuls
yang tidak normal. Tujuan terapi pada aritmia adalah menurunkan aktivitas pacemaker ektopik
dan memodifikasi konduksi atau kerefrakteran pada sirkuit re-entry untuk menggagalkan
terjadinya gerakan sirkus. Mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1. Penyekatan kanal Na
2. Penyekatan efek otonomik simpatis pada jantung
3. Memperpanjang periode refrakter efektif
4. Penyekatan kanal kalsium
1 2 Klas IV Ca2+ blockers −
(Klas II)
3
0 Klas III K+ blockers
Klas I
+
Na blockers
- 4
     Klas II β blockers
Na + Ca2+ K+ Na+ K+ − -

Ca2+

184
Note: 0= Fase depolarization 1= Fase initial; 2= Plateau fase of repolarization; 3= early phase
of repolarization; 4= phase late depolarization (phase diastolic

EKG JANTUNG

Definisi aritmia: Kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal impuls, atau gangguan
konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivasi atrium dan ventrikel.
Dengan demikian secara farmakilogik maka terjadinya aritmia adalah:

1. Aritmia gangguan pembentukan impuls


1.1 Automatisasi normal yang berubah
1.2 Pembentukan impuls abnormal

2. Aritmia oleh kelainan konduksi impuls


• Jadi aritmia dapat disebabkan oleh kelainan pembentukan impuls, konduksi impuls atau
keduanya.
• Klasifikasi obat obat anti-aritmia dikelompokan menurut efek elektrofisiologik dan
mekanisme kerjanya (lihat Tabel 1) di bawah ini.

Tabel 1: KLASIFIKASI OBAT OBAT ANTI-ARITMIA (GG, 755, 1985)

Class Action Drugs

I. Blokade Kanal Na

A. Moderate phase: 0-depression and Kuiniddin, Prokainamid,

185
Slow conduction (2+) --> Prolong Re Disopiramid
polarization.

B. Minimal phase 0-depression and Lidokain, Fenitoin, Tokainid


Slow conduction (0- +1) shorten repo Meksiletin.
larization

C. Marked phase 0-depression and Enkainid, Lorkainid, Flekainid


Slow conduction (4+) little effect
on repolarization

II. Beta adrenergic blockade Propranolol, Metoprolol, Esmolol .

III. Prolong Repolarization Amiodaron, Bretilium

IV. Calcium Channel Blockade Diltiazem, Verapamil., Nifedipin

Catatan: Besar efek relatif terhadap kecepatan konduksi dinyatakan dalam skala 1+
sampai 4+

Obat Obat Antiaritmia


1. KUINIDIN
Dekstro isomer kina yang juga mempunyai efek: antimalaria, antipiretik,
oksitoksik

Farmakologi
- Efek terhadap elektrofisiologik jantung, efek langsung terhadap membran sel jantung,
dan secara tidak langsung bersifat antikolinergik.
- Automatisasi: Secara langsung menekan automatisitas (khususnya fokus ektopik),
memperlambat konduksi dan memperpanjang masa refrakter atria, sist His-Purkinye,
accessory pathway dan ventrikel, Lebih luas lagi efek tsb sebagai akibat kuinidin
menyekat kanal Na+ yg mengalami inaktivasi.
- Excitebility dan Ambang Rangsang: Meninggikan rangsang listrik pada atrium dan
ventrikel (Purkinye).
- Respon dan Konduksi: Amplitude turun
- Lama Aksi Potensial dan refrakter: Meningginya duration of the action Potential.
- Dapat menghilangkan masuknya aritmia oleh karena efek pada: efektif periode
refrakter
- Mmemperlambat repolarisasi dan memperpnjang potensial aksi dilihat EKG sebagai
perpanjangan QT

Farmakokinetik
Oral: baik, cepat diabsorpsi, kadar puncak 60-90 mt
Parenttral: I.M, rasa sakit pada tempat suntikan, aktivitas keratin kinase meningkat. 90% terikat
protein plasma (alfa- 1- acideglycoprotein dan albumin)
Distribusi keseluruh jaringan, kecuali otak.

186
Metabolisme: hepar, hampir semua metabolit di urin terhidroksilasi pada cincin kuinolin
atau kuinuklidin.
Ekskresi: 6 jam
Indikasi Terapi : - Supraventrikuler aritmia
- Ventrikuler aritmia
- Digitalis induced aritmia
ESO: Toksis terhadap jantung, hipotensi, emboli, sinkonisme, gejala G-I,
Hipersensitif, sinkop, respon venrrikel paradox.
Interaksi Obat: Fenobarbital atau Fenitoin --> duration of action menurun.
Meningkatkan efek warfarin dan antikoagulan oral lainnya.

2. PROKAINAMID
Farmakologi:
- Efek hampir sama dengan Kuinidin, kurang efektif dalam menekan aktivitas pacemaker
ektopik yang tak normal, tapi lebih efektif dalam penyekatan kanal natrium pada sel
yang mengalami depolarisasi.
- Efek antikolinergik < kuinidin
- Tak punya efek blokade alfa adrenergic
- Salah satu metabolit yaitu Asetilprokainamid (NAPA = Asekainid) mempunyai efek
antiaritmia lemah dibanding prokainamid.
- Duration of action (lama kerja) kurang dari kuinidin.
- Mempunyai sifat sebagai penyekat ganglion → menurunkan resistensi perifer →
hipotensi
Farmakokinetik:
• Oral dan Absorpsi baik, bioavaibilitasnya 75% dan kadar puncak 45-75 mt, 20% terikat
pada protein plasma.
• Parentral:. Bila dibutuhkan waktu cepat: i.v sampai 12 mg/Kg kecepatan 0,3 mg/Kg/mt.
Waktu paruh 3 -4 jam.
• Cara pemberian lain: i.m, i.v. Untuk mengontrol aritmia ventrikuler dibutuhkan dosis:
total 2,5 g/hr.
• Metabolisme di hepar: Metabolit utamanya adalah N-asetilprokainamid
• Ekskresi: Renal
Sediaan: Tab/kap 250 dan 500 mg. Dosis dewasa : 250 – 500 mg/3-6 jam, anak anak 50
mg/kgbb/hari.
Indikasi terapi: - Ventrikel aritmia
- Toksisitas digitalis --> aritmia
- Supraventrikuler aritmia.
- Fibrilasi atrium dapat dialihkan ke irama sinus selama infuse, tapi
pada fibrilasi atrial khronik dimana hemodinamik tak stabil
diperlukan kardioversi.
- Dapat digunakan untuk Wolf Parkinson White.
ESO: Kardiotoksis, Hipotensi, G-I: Anoreksia, nausea, vomitus., diare (jarang), hipersensitif:
fever, LE, agranulositosis.

187
3.DISOPIRAMID = NORPACE
• Memperlambat irama sinus secara langsung
• Pada sindrom sick sinus dapat menekan automatisasi nodus SA
• Menurunkan depolarisasi fase 4, ini berarti menurunkan kecepatan pacu (rate of firing)
• Efek terhadap masa aksi potensial, refractoriness, dan membrane responsiveness mirip
dengan kuinidin atau prokainamid
• QRS memanjang > 20% dan QT selalu memanjang sedikit
• Mempunyai sifat blok kolinergik. Efek antimuskarinik pada jantung > kuinidin
• Karenanya suatu obat yang dapat memperlambat konduksi atrioventrikuler diberikan
dengan disopiramid (flutter atau fibrilasi)
Farmakokinetik
Oral: 90% di Absorpsi, dan sebagian kecil dimetabolisme lintas pertama di hati, bioavaibilitas
50%, kadar puncak 1-2 jam.
30% terikat pada plasma protein
Ekskresi 50% renal. Waktu paruh: 6 – 8 jam. Dosis oral lazim: 150 mg 3x/hr.
Indikasi Terapi : Indikasi sama dengan Kuinidin
Mencegah ekstrasistole ventrikuler, maupun takikardi Supraventrikuler aritmia.
Sediaan Obat/Posologi
- Kap 100 dan 150 mg
- Dosis total harian : 400 – 800 mg diberikan 4x (4x100-150 mg), dosis awal : 200-
300 mg
ESO: Antikolinergik --> mulut kering
Konstipasi
Gangguan penglihatan, retensi urinae

4.LIDOKAIN :
Farmakologi
• Anestesi lokal, supresor kuat terhadap jantung yang bekerja pada kanal Na
• Automatisasi; Menekan serta memperpendek masa refrakter pada sist His-Purkinye
dan ventrikel, sedikit efek terhadap atrium.
• Sedikit perubahan EKG, QT dapat memendek, tapi QRS tak melebar.
• Lambat setelah depolarisasi setelah pemberian digitalis
• Rangsangan pace maker turun
• Excitebility dan Respon: - Elektris diastol , menghambat respon cepat, - Tak
mempunyai efek terhadap konduksi velocity.
• Aksi potensial dan refrakter:Memperpendek potensial aksi
• Aksi potensial Purkinje dan otot ventrikel turun (tak jelas)
• Re-entrance aritmia
• Dapat mencegah re-entry dengan 2 jalan:
1. Blokade, dan atau
2. Memperbaiki konduksi.

188
Obat yang sangat efektif untuk menekan aritmia yang dikaitkan dengan depolarisasi (mis:
iskemia, toksisitas digitalis), tapi relatif tak efektif pada jaringan yang terpolarisasi (flutter dan
fibrilasi atrial).
Farmakokinetik
• Oral baik, dapat timbul enek, muntah, rasa tak enak di perut.tapi karena ada lintas
pertama metabolism, maka kadar dalam plasma rendah.
• Suntikan: sempurna diserap, 70% terikat plasma protein.
• Distribusi cepat
• Metabolisme: hepar -- de-etilasi --> monoetilglixilidin --> glisinxilidid.
• Ekskresi: hampir seluruhnya melalui urin.
Sediaan/Posologi
- Sediaan IV: lidokain 10-20 mg/mL Sediaan ini tak boleh mengandung pengawet,
simpatomimetika, atau vasokonstriktor
- Dapat diberikan IM.
- Pemberian awal : 1-1,5 mg/kgBB.--> 2-3 menit. Bila perlu pemberian kedua dosisnya
separuh, interval 5 menit setelah pemberin pertama. Dalam keadaan gawat : Im, dosis
4-5mg/kgBB menghasilkan kadar terapi dalam 15 menit.
Indikasi Terapi - Narrow antiaritmia
-Ventrikuler aritmia oleh karena Miokard infark, bedah (open
heart), digitalis.
ESO: Konsentrasi tinggi: pendengaran turun, disorientassi, kejang otot, ngantuk ringan

5. FENITOIN
Farmakologi
- Untuk Epilepsi (1938), Efektif untuk ventrikuler takikardia pada anjing (1950)
- Efek hampir sama dengan Lidokain.- Kadang2 depresi nodus SA pada penderita
penyakit nodus SA.
- Terhadap automatisitas sama dengan lidokain
- Efektif untuk triggered activity pada delayed after depolarization pada sel Purkinje
yang disebabkan digitalis
- Seperti lidokain pengaruh terhadap EKG sedikit, QT sering memendek.
- Efek terhadap ekstabilitas , responsiveness, dan aritmia ventrikuler reentrant seperti
lidokain.
Farmakokinetik
• Oral, penyerapan lambat dan tak teratur; IM juga lambat dan tak sempurna.
• Distribusi ke seluruh jaringan, eliminasi dengan hidroksilasi
• Metabolisme lambat dipengaruhi oleh genetik.
• Dapat terjadi kejenuhan system enzim, sehingga eliminasi obat bersifat dose-dependent
kinetic → keracunan
Sediaan/Posologi
- Pemberian dengan dosis awal yang besar, 15 mg/kgBB, hari pertama, kemudian 7,5
mg/kgBB hari kedia; dan dosis harian 4-6 mg/kgBB.
- Pemberian IV : aritmia akut, dewasa: 100 mg/5 menit.

189
- Sediaan: kap 30 dan 100 mg, dan larutan 50 mg/ml, kemasan 2 dan 5 ml.
Indikasi Terapi: ventrikuler aritmia, paroxysmal atrial flutter, atau fibrilasi, supraventrikuler
oleh karena digitalis.
ESO: SSP: drowsiness, nistagmus, vertigo, ataksia, nausea.

6. TOKAINID DAN MEKSILETIN


Farmakologi
- Hampir sama dg Lidokain
- Gambaran EKG mirip dengan Lidokain
- Pada serabut yang rusak atau iskemi belum dapat ditentukan apakah seperti Lidokain
- Pada gangguan konduksi nodus AV dan ventrikel meksiletin lebih efektif daripada
lidokain
Farmakokinetik
Tokainid
- Efektif oral, oral peak: 1 - 2 jam. Mtabolisme di hati
- >50% ekskresi urin, 10% dalam bentuk tak berubah
- T1/2: 12 - 15 jam.
Meksiletin
Oral baik, absorpsi baik , bioavaibilitas 90%. Dimetaboliser di hati, 10% dalam bentuk tak
berubah di urin.. T1/2 eliminasi 10 jam.
Sediaan/Posologi :
- Tokainid tab 400 dan 600 mg. Dosis 400-600mg 3x/hari
- Meksiletin: lar 25 mg/ml, kemasan 10 ml. IV. Dosis awal 200-300 mg dalam infus
selama30 menit
Lain2 obat: enkainid, flekainid, lorkainid

7. PROPRANOLOL: Beta Adrenergik Blocking Agent.


Farmakologi
Efek antiaritmia disebabkan oleh 2 faktor:
1. Penghambatan thd adrenoseptor β, dan
2. Aktivitas stabilisasi membran
- keluar arus K+
- meghambat Na+
• Sering memperpanjang interval PR, sedikit memperpendek QT, tanpa pengaruh Panjang
kompleks QRS
• Depolarisasi fase 4 meninggi (stimulassi oleh beta adrenergik)
• Kompetitif blok dengan propranolol.
• Memp efek sedikit, bila katekolamin sedikit pada “sinus rate”
• Resting heart rate sedikit dipengaruhi.
Excitebility dan Ambang Rangsang
- Memendeknya potensial dan sedikit meninggi ambang elektris
- Konsentrasi sangat tinggi → ambang meninggi pada Purkinye dan pada efek iNa.

190
Responsiveness dan Konduksi:
• Pada dosis tinggi (konsentrasi) 1000 - 3000 ngr/ml → responsiveness
• Dosis 100 - 300 ngr/ml: konsentrasi blockade
• Dosis 40-80 mg/hari: Amplitude rendah, Prematur dihilangkan
Lama Aksi Potensial dan Refrakter
• Efeknya kecil pada lama aksi pada sinus node atrium atau A-V node
• Otot ventrikel aksi pot.turun sedikit, sedang pada serat Purkinye substansial
Efek re-entry Aritmia
- Mengganggu re-entry takikardia
- Pada paroxysmal supraventrikular A-V node re-entry meninggi, refrakter dihilangkan
- Dihilangkan juga: respon lambat oleh karena katekolamin, Fast respond.
- ANS: menyebabkan bokade beta adrenergik → alfa adrenergik dan vagus
Farmakokinetik
- Oral baik, melalui first pass metabolism, Absorpsi baik. Eleminasi dapat berkurang karena
curah jantung berkurang.
Indikasi Terapi : supraventrikular aritmia, ventrikular aritmia, digitalis induced aritmia.
ESO: efek beta adrenergicblocking agent → hipotensi, dampak pada ventrikel kiri, AV
node → AV block.

8. SOTALOL
- Sotalol adalah suatu penyekat beta nonselektif yang juga melambatkan repolarisasi dan
memperpanjang masa potensial aksi
- Merupakan obat antiaritmia yang efektif
- Dapat digunakan untuk aritmia ventrikuler dan supraventrikuler.
- Dosis efektif: 80 – 320 mg/2x/hr.
- Untuk fibrilasi atrial digunakan dosis lebih rendah: 80 – 160 mg/2x/hr.

9. BRETILIUM
- Dikenalkan 1951 sebagai obat antihipertensi, sekarang tak dipakai lagi.
- Dapat mempengaruhi rilis neuronal katekolamin, tapi juga mempunyai efek antiaritmik
langsung.
Farmakologi
Efek pada jantung:
- Memperpanjang periode refrakter efektif dan masa potensial aksi ventrikuler dari sist. His-
Purkinye serta ventrikel tanpa mempengaruhi konduksi maupun automatisitas.
- Obat ini menumpuk pada ganglia simpatis serta neuron adrenergik pascaganglion dan
menghambat pelepasan NE, sehingga mempunyai efek menyerupai simpatektomi
- Sebelum terjadi blokade neuron adrenergik, ada peningkatan sementara automatisasi,
frekuensi denyut jantung, kontraksi miokard dan tek. darah
- Efek paling nyata pada sel iskemik
- Dapat memperbaiki efek pemendekan masa potensial aksi yang disebabkan oleh iskemia.
- Peningkatan kekuatan stimulasi listrik yang diperlukan untuk menginduksi fibrilasi
ventrikel.

191
- Efek di luar jantung: simpatoplegik. Sering terjadi hipotensi postural, hal ini dapat diatasi
dengan antidepresan trisiklik protriptilin. Dapat terjadi mual & muntah pada pemberian i.v.
Farmakokinetik
- Per-oral jelek, karena merupakan ammonium kuartener
- Pemberian IV/IM
- Ekskresi melalui ginjal
- T1/2 eleminasi 9 jam
Sediaan/Posologi : Bentuk larutan : 50 mg/ml dalam kemasan 10 ml.
Indikasi Terapi : Untuk aritmia ventrikel yang mengancam jiwa (gawat)
ESO : Hipotensi. Pemberian IV → nausea dan muntah

10. AMIODARON
Farmakologi
Di AS disetujui penggunaan untuk aritmia ventrikuler yang serius. Sangat efektif untuk
berbagai aritmia. Mempunyai spektrum luas untuk pengobatan jantung. Merupakan penyekat
kanal natrium yang sangat efektif, tidak seperti kuinidin, ia mempunyai afinitas rendah
terhadap kanal yang teraktivasi. Merupakan penyekat kanal kalsium lemah seperti
penghambat nonkompetitif adrenoseptor beta. Pada konsentrasi terapeutik secara nyata
memperpanjang masa potensial aksi dengan cara menyekat kanal kalium.
Dapat melambatkan kecepatan sinus dan konduksi atrioventrikuler, perpanjangan interval
QT secara nyata, perpanjangan masa QRS. Dapat meningkatkan nodal atrial, atrioventrikuler,
dan periode refrakter ventrikuler. Disamping itu amiodaron mempunyai efek antiangina.
Efek di luar jantung: Menyebabkan dilatasi pembuluh darah perifer, diduga dari efek
penyekatan adrenoseptor alfa dan penghambatan kanal kalsium.
Farmakokinetik
- Respom terapi setelah beberapa minggu
- Efek terapi dan toksis bertahan beberapa minggu setelah dihentikan
- Toksisitas: Pada pasien dengan nodal sinus atau atrioventrikuler dapat menybabkan
- bradikardia atau memici terjadinya gagal jantung.
Indikasi Terapi
- Untuk aritmia supraventrikular serta aritmia ventricular dan mengancam jiwa
- Peroral efektif mencegah kambuhnya fibrilasi dan takikardia ventrikel
- Mempunyai ESO berat, membatasi penggunaan obat ini
- Efektif untuk mencegah kambuhnya flutter dan fibrilasi atrium serta takikardia re-entry
pada nodus AV.
- Bermanfaat pada penderita takikardia reciprocating dengan flutter atau fibrilasi atrium
pada sindrom Wolf-Parkinson-White.
Sediaan/Posologi:
- Tab 200 mg.
- Untuk aritmia ventricular refrakter mulai 0,8 – 1,6 g/hari, dilanjutkan dengan 600-800
mg/hari selama 1-2 minggu., kemudian 400 – 600 mg/hari.
- Untuk aritmia supraventrikuler 3x200 mg/hari selama seminggu, diteruskan dengan
200-400mg/hari.

192
- Sindrom bradi takikardia, mulai 2x200 mg/hari dilanjutkan dengan 200-600 mg/hari.
Dosis anak : 3-20 mg/kgBB/hari.
ESO: Fibrosis paru fatal. Hati-hati punya efek kumulatif.
Nerurologik: parestesia, tremor, ataksia dan nyeri kepala.
G-I: konstipasi. Hati: nekrosis hepatoseluler. Atau paru: inflamasi atau fibrosis.
Interaksi obat: Menurunkan klirens warfarin, tiofilin, kuinidin, prokainamid, flekainid.

11. VERAPAMIL
Farmakologi
• Derivat papaverin, digunakan utama sebagai vasodilator, yang bermanfaat juga pada
hipertensi dan kelainan vasospastik perifer.
• Ca blok pada membran otot polos & sel otot jantung dan mempunyai efek depresan
simpatik nonspesifik yang ringan.
• Impuls formation: turun impuls pace maker (substansial) pada sinus node, rate fase 4
turun.
• Verapamil meyekat kanal kalsium baik yang dalam keadaan aktif maupun dalam
inaktif.
• Efek antiaritmik disebabkan oleh efek langsung dalam memperlambat konduksi impuls
melalui nodus AV dan memperpanjang masa refrakter. Dengan demikian akan
menghentikan takikardi supraventrikuler reentrant serta memperlambat respon
ventrikel terhadap kecepatan denyut atrium.
• Verapamil juga mendepresi nodus SA

Farmakokinetik:
• Oral; absorpsi baik, bioavaibilitas 20% → hati hati pada pasien dengan gangguan fungsi
hati. Dapat diberikan parentral. Waktu paruh 7 jam.. Metabolisme di hepar.
• Dosis inisial: 5 mg yang diberikan dalam 2,5 mt, apabila diperlukan diberikan lanjutan
setelah beberapa menit bolus ke dua 5 mg. Selanjutnya diberikan 5 – 10 mg tiap 4 – 6
jam. Salah satu metabolit aktif yaitu norverapamil .

Indikasi Terapi
• Takikardia supraventrikuler re-entrant. Adenosin dan verapamil lebih disukai dari
Propranolol, digoxin, edrofonium, dll).
• Hati hati: Pemberian verapamil pada takikardia ventrikuler yang menetap dapat
menimbulkan kolaps hemodinamis.

Sediaan/Posologi
• Sediaan IV: lidokain 10-20 mg/mL Sediaan ini tak boleh mengandung pengawet,
simpatomimetika, atau vasokonstriktor. Dapat diberikan IM.
• Pemberian awal : 1-1,5 mg/kgBB.--> 2-3 menit. Bila perlu pemberian kedua dosisnya
separuh, interval 5 menit setelah pemberin pertama. Dalam keadaan gawat : Im, dosis
4-5mg/kgBB menghasilkan kadar terapi dalam 15 menit.

193
ESO
Toksisitas
A. Mempunyai efek kardiotoksik bergantung dosis
B. Hipotensi fibrilasi ventrikuler
C. Dosis besar dapat menyekat atrioventrikuler., efek ini dapat dilawan dengan
Atropin.
D. G-I: konstipasi
E. Kelelahan, kegelisahan dan edema perifer.

PENUTUP
Pedoman umum pengobatan.
Obat obat untuk mengatasi takiaritmia atau kompleks premature bekerja dengan jalan
mengurangi automatisitas pada focus ektopik dan/atau menghentikan mekanisme re-entry
dengan mempengaruhi kecepatan konduksi dan lamanya masa refrakter. Mekanisme dan
indikasi obat obat untuk mengatasi takiaritmia dan bradiaritmia pada Tabel di bawah ini.

Tabel 1. Mekanisme Kerja an Indikasi Utama Penggunaan Beberapa antiaritmia


(Sumber: Pharmakologi dan Terapi UI, 259-260,1987)
OBAT MEKANISME KERJA INDIKASI UTAMA
Takiaritmia Blok adrenoseptor β di jantung Fibrilasi dan flutter di atrium,
β bloker shg mengurangi frek sinus dan takikardi re-entrant pada
(Propranolol) kontraktilitas miokard, serta nodus AV, aritmia pada
kecepatan konduksi di nodus AV; sindrom preeksitasi , aritmia
masa refrakter nodus AV supraventrikuler dn
memanjang, dan menekan ventricular akibat
automatisitas nodus SA peningkatan tonus simpatis,
Antagonis Kalsium aritmia supraventrikuler pada
(Verapamil dan kardiomiopati hipertropik
Biltiazem)
Menyekat saluran kalsium shg Aritmia
memperpanjanng masa konduksi supraventrikuler(terutama
dan masa refrakter nodus AV serta episode akut takikardi re-
Digitalis menekan automatisitas nodus SA. entrant nodus AV), fibrilasi
dan flutter atrium
(memperlambat respons
ventrikel); dan takikardi
Memperpanjang masa konduksi reciprocating pada sindrom
dan masa refrakter fungsional pada preeksitasi.
nodus AV melalui efek tak
Antikoliesterase langsung (kolinergik dan Fibrilasi dan flutter atrium,
(Edrofonium, antiadrenergik). Memperlambat takikardi re-entrant pada
prostigmin) frek sinus bila fungsi ventrikel nodua AV, aritmia pada
terganggu, melalui efek langsung gagal jantung kongestif.
Vasokonstriktor (inotropik positif), shg rangsangan
(fenilefrin, simpatis menurun.
metoksamin)

194
Kuinidin Meningkatkan tonus vagal dg Menghentikan takikardi re-
menghambat pengrusakan entrant pada nodus AV.
asetilkolin.

Menghentikan takikardi re-


Meningkatkan tekanan darah entrant pada nodus AV
mendadak shg terjadi reflex vagal

Disopiramid
Mempertahankan irama sinus
Memp efek anestesi local. setelah konversi dari fibrilasi
Menekan automatisitas terutama dan flutter atrium. Terapi
pada focus ektopik, memperlambat penunjang pada takikardi re-
konduksi dan memperpanjang entrant nodus AV, takikardi
masa refrakter atrium, sis His- arterial otomatik, aritmia
Purkinye, accessory pathway dan pada sindrom preeksitasi.
ventrikel Mencegah takikardi ventrikel
dan kompleks premature
ventrikuler yg kerap.

Sama dengan Kuinidin


Sama dengan kuinidin

Prokainamid Sama denga Kuinidin Menghentikan aritmia


supraventrikuler dan
ventrikuler, khususnya yg
berhub dg sindrom
Amiodaron preeksitasi.
Meningkatkan masa refrakter
atrium, nodus AV, ventrikel, sist Mencegah aritmia ventrikuler
His-Purkinye dan accessory dan supraventrikular,
pathway, menekan automatisitas khususnya takikardi dan
nodus SA; memperlambat fibrilasi ventrikuler, fibrilasi
konduksi di atrium, nodus AV, sist dan flutter atrial pada
Lidokain His-Purkinye dan ventrikel. sindrom preeksitasi, sindrom
bradikardi-takikardi
aaaaaaaaa9hanya mengatasi
Mempunyai efek anestesi local. takikardi)
Menekan automatisitas dan
memperpendek masa refrakter Menghentikan aritmia
Fenitoin pada sist His-Purkinye dan ventricular dan mencegah
ventrikel.Pada dosis terapetik tidak terjadinya aritmia ini setelah
memperlambat konduksi pada infark miokard akut
Meksiletin nodus AV atau intraventrikular,
kecuali bila ada kelainan miokard
Tolainid

195
Sama dengan Lidokain
Bretilium Aritmia yg ditimbulkan oleh
digitalis
Sama dengan Lidokain
Takikardi dan ektopi
Sama dengan Lidokain ventrikuler
BRADIARITMIA
Takikardi dan ektopik
Atropin Setelah meningkatkan ventricular
automatisitas pada fase awal
(karena penglepasan norepinefrin
), meningkatkan masa refrakter pd
Isoproterenol sist His-Purkinye dan ventrikel Mencegah dan
tanpa memperlambat konduksi menghemntikan takikardi
atau menekan automatisitas atau fibrilasi ventrikel.

Menekan tonus vagal shg frek


sinus naik, kecepatan konduksi di
nodus AV naik, dan masa refrakter
nodus AV turun Bradikardi sinus, henti
sinoatrial, blok sinoatrial,
Merangsang adrenoseptor beta shg blok AV derajat kedua tipe
frek sinus naik, kontraktilitas satu
miokard naik, dan kecepatan
konduksi di nodus AV naik.
Blok AV derajat kedua dan
ketiga, sebelum pemsangan
pacu jantung.

Daftar Pustaka
1. Katzung B.G. Obat Obat yang digunakan dalam aritmia jantung. Farmakologi Dasar Klinik.
Penterjemah & Editor: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit
Salemba Medika Buku I. 2001. 383 – 417.
2. Muctar A dan Suyatna FD: Obat Antiaritmia. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995. 289 – 314.
3. Goodman and Gilman. AntiArrhythmic Drugs.The Pharmacological Basis of Therapeutics, Seventh Ed.
Macmillan Publishing Company p755, 1985

196
OBAT-OBAT ANTIANGINA
Prof(Em).DR.RH.Muchtan Sujatno, dr.,SpFK(K)

PENDAHULUAN
Angina Pektoris merupakan kondisi yang paling lazim terjadi dengan melibatkan iskemia
jaringan yang memerlukan obat vasodilator. Angina (rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi
metabolit di dalam otot bergaris. Pasokan O2 tak memadai untuk kebutuhan jantung, misalnya
nitrogliserin merupakan terapi utama yang digunakan untuk segera meringankan angina.
Sejauh ini yang paling sering menyebabkan angina adalah obstruksi ateromatus pembuluh
pembuluh darah koroner besar (angina aterosklerotik, angina klasik).
Jadi penyebab utama angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan O2
jantung dengan jumlah O2 yang dipasok ke jantung melalui pembuluh darah koroner.
Pada angina klasik, ketidakseimbangan terjadi ketika kebutuhan O2 miokard meningkat,
seperti dalam latihan, sedang aliran darah koroner tidak ikut meningkat secara proporsional.
Iskemia yang terjadi biassanya menyebabkan rasa nyeri, oleh karena itu angina klasik
merupakan angina pada saat melakukan suatu usaha/ aktivitas (angina of effort.
Apabila terjadi perubahan karakter, frekuensi, durasi dan factor pemicu dengan angina stabil
dan apabila terjadi episode angina dalam keadaan istirahat ini akan terjadi angina tak stabil.
Kondisi tersebut disebabkan oleh episode peningkatan tonus a. koronaria epikardium atau
bekuan kecil keeping darah yang terjadi disekitar suatu plak arterosklerosis.

PENYEBAB UMUM: ISKHEMIA JANTUNG → PERFUSI ke dalam jantung


(miokardium) sangat berkurang → INSUFF KORONER: perubahan dalam fisiologik
jantung

BIOKIMIA, ELEKTROFISIOLOGIK DAN MEKANISME KERJA JANTUNG.


⚫ Hipoksia menimbulkan metabolisme aerobik → anaerobik → penimbunan asam laktat, pH

intrasel turun → rasa nyeri khas..


⚫ Produksi energi berkurang, ATP (-) kontraktilitas <<

⚫ Iskhemia dalam perubahan elektrofisiologis: inverse gelombang T; perubahan segemen ST.

⚫ Pada ischemia belum jelas, tapi pada infark jelas kelainan CPK, SGPT, SGOT, LDH.

⚫ Masalahnya: Suplai O2 dan kebutuhan O2 otot jantung.

JENIS ANGINA
1. ANGINA KLASIK (STABIL KRONIK, EFFORT INDUCED ANGINA
2. ANGINA VARIAN (PRINZMETAL)
3. ANGINA TAK STABIL

OBAT OBAT ANTI ANGINA


TUJUAN PENGOBATAN
⚫ Mengobati//Mencegah jangka pendek serangan akut.
⚫ Pencegahan jangka panjang.

197
ADA 3 KELOMPOK OBAT:
1. Nitrat Organik
2. Beta Bloker
3. Antagonis Kalsium

NITRAT ORGANIK
Kimiawi
⚫ Ester alkohol polivalen dengan asam nitrat, sedangkan nitrit organik adalah ester asam nitrit.

⚫ Amil nitrit, Ester asam nitrit dengan alkohol → cairan mudah menguap → sebagai inhalasi.

⚫ Nitrat dan nitrit organik serta senyawa lain di tubuh diubah menjadi Nitrogen Oksida (NO)

secara kolektif disebut: NITRO VASODILATOR.


Farmakodinamik
• NITRAT ORGANIK → RADIKAL BEBAS → NO MENSTIMULASI GUANILAT
SIKLASE SHG KDR SIKLIK GMP DLM SEL OTOT POLOS NAIK, SIKLIK GMP
MENYEBABKAN DEFOSFORILASI MIOSIN → RELAKSASI OTOT POLOS.
Sistem Kardiovaskuler
⚫ Relaksasi otot polos arteri dan vena.

⚫ Dosis rendah Nitrogliserin: Dilatasi vena, arteriol sedikit dipengaruhi..

⚫ Venodilatasi → Turunnya tekanan diastolik akhir ventrikel Ka & Ki

⚫ Resistensi vaskuler dan frekuensi denyut jantung tak berubah atau sedikit naik oleh karena

refleks
Dosis Tinggi Dan Pemberian Cepat:
⚫ Venodilatasi, dilatasi arteriol perifer → Tekanan sistolik & diastolik turun; Curah jantung

<, Frekuensi jantung naik → PENDERITA: pusing, pucat, lemah, hipotensi kalau berdiri.
MENGHILANGNYA GEJALA: KERJA JANTUNG TURUN DAN PERBAIKAN
SIRKULASI KORONER.
⚫ Tak mempengaruhi inotropik dan khronotropik

⚫ Dosis tingi aliran koroner dapat berkurang oleh karena refleks takikardia dan naiknya

kontraktilitas miokard → ANGINA PARADOKSAL.


⚫ Efek lain: Relaksasi otot polos bronkus, saluran cerna, saluran empedu, tapi selintas.

Farmakokinetik
Nitrat Organik → Reduksi oleh ensim GLUTATION NITR-ORG-REDUKTASE di hati.
⚫ Metabolitnya bersifat lebih larut dalam air.

⚫ Efek dilatasi lebih lemah atau negatif.

⚫ Oleh karena larut dalam lemak dengan baik dan metabolisme cepat, maka bioavaibilitas dan

duration of action bergantung biotransformasinya.


ERITRITIL TETRANITRAT TERJADI DEGRADASI 3x > CEPAT DARI NITROGLISERIN.
ISOSORBID MENGALAMI DENITRASI 1/6 DAN 1/10 X NITRO GLISERIN.
⚫ Kadar puncak Nitrogliserin: 4 Menit.

Cara Pemberian

198
Pilihan obat: Nitrat organic dengan onset cepat (mengatasi angina), sedangkan untuk
prencegahan digunakan duration of action yang lama.
⚫ SUBLINGUAL: Cepat karena tak melalui metabolisme pertama (FIRST PASS METAB)

→Serangan angina akut; mula kerja 1-2 meni, kemudian hilang S/D 1 Jam.
⚫ PER-ORAL: Tujuan pencegahan. Dosis harus besar; Duration of action lambat, kadar

puncak 60 – 90 menit.
⚫ INTRA VENA: Vasospasme koroner dan angina pectoris tak stabil, juga baik untuk angina

pectoris akut dan gagal jantung kongestif, digunakan juga pre & pasca bedah pintas koroner.
⚫ ZALF ATAU DISK: Profilaksis, efek th/ 60 menit berakhir 4 – 8 jam.

ESO
⚫ Akibat efek sekunder CVS → Sakit kepala, pusing, lemah dan sinkop → berhubung dengan

HIPOTENSI POSTURAL; TAKIKARDIA, DAN PALPITASI; RASH SERING PADA


PENTAERITRITOL TETRANITRAT.
⚫ Penggunaan kontinu: Tolerans misalnya pada sediaan lepas lambat.

⚫ Toleransi

PERHATIAN !!!
NITRAT ORG DIGUNAKAN HATI2:
⚫ Tekanan intrakranial naik.

⚫ Hipotensi berat (sistol < 90)

⚫ Hipovolemia.

⚫ Kardiomiopati hipertrofik

⚫ Stenosis aorta.

⚫ Takiaritmia..

KI: HIPERSENSITIF
INDIKASI: 1. ANGINA PEKTORIS
2. GAGAL JANTUNG KONGESTIF & INFARK

TABEL 1. OBAT NITRAT DAN NITRIT DIGUNAKAN DALAM ANGINA

OBAT DOSIS MASA KERJA


MASA KERJA SINGKAT
NITROGLISERIN, SUB 0,15-1,2 mg 10 -30 mt
LINGUAL 2,5 – 5 mg 10 – 60 mt
ISOSORBIDDINITRAT, S-L 0,18 – 0,3 mL 3 – 5 mt

AMIL NITRIT, INHALAN


MASA KERJA PANJANG
NITROGLISERIN ORAL, 6,5 – 13 mg/6-8 JAM 6 – 8 JAM
SUSTAINED ACTION
1 – 1,5 INCI/4 JAM 3 – 6 JAM
NITROGLISERIN 2% ZALF

199
NITROGLISERIN LEPAS 1 – 2 mg/4 JAM 3 – 6 JAM
LAMBAT, BUKAL
10 – 25 mg/24 JAM 8 – 10 JAM
NITROGLISERIN LEPAS
LAMBAT, TRANSDERMAL
2,5 – 10 mg/2 JAM 1,5 – 2 JAM
ISOSORBID DINITRAT, S-L
10 – 60 mg/4 – 6 JAM 4 – 6 JAM
ISOSORBID DINITRAT,
ORAL 5 – 10 mg/2 – 4 JAM 2 – 3 JAM

ISOSORBID DINITRAT
KUNYAH 20 mg/12 JAM 6 – 10 mg

ISOSORBID MONO
NITRAT

MEKANISME EFEK KLINIK


A. Efek vasodilatasi yang menguntungkan dan merugikan yang disebabkan pemberian
nitrat (lihat tabel selanjutnya)

Tabel 2: EFEK NITRAT YANG MENGUNTUNGKAN DAN MERUGIKAN PADA


PENGOBATAN ANGINA.
EFEK OBAT HASIL
EFEK POTENSIAL
MENGUNTUNGKAN
PENURUNAN KEBUTUHAN O2
PENURUNAN VOLUME
VENTRIKULER
PENURUNAN TEKANAN ARTERI
PENURUNAN WAKTU EJAKSI PENURUNAN SPASME A.KORONARIA

VASODILATASI A.KORONARIA PERBAIKAN PERFUSI MIOKARD


EPIKARDIUM ISKEMIK
PENINGKATAN ALIRAN KOLATERAL
PENURUNAN TEK DIASTOLIK PERBAIKAN PERFUSI PERFUSI
VENTRIKEL KIRI SUBENDOKARDIUM

EFEK POTENSI MERUGIKAN


REFLEKS TAKIKARDIA PENINGKATAN KEBUTUHAN O2

200
PENINGKATAN REFLEKS
KONTRAKTILITAS PENINGKATAN PERFUSI
MIOKARDIUM.
PENURUNAN WAKTU PERFUSI
DIASTOLIK KARENA TAKIKARDIA

2. PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR β (β BLOCKER)


⚫ Mengurangi kebutuhan O2 Miokard dengan cara mengurangi frekuensi, kontraksi, dan

tekanan darah jantung.


⚫ Menaikan suplai dengan cara mengurangi tegangan dinding ventrikel selama sitole.

⚫ Memperlambat denyut jantung, sehingga perfusi naik.

⚫ Tak semua β BLOCKER menguntungkan: Mengurangi supali O2 oleh karena

vasokonstriksi, hasil akhir menurunkan konsumsi O2 terutama pada kerja fisik.


⚫ Kardioselektif

⚫ Mengurangi bronkhospasme, mengurangi hipoglikemia.

KARDIOSELEKTIF SIFATNYA RELATIF: DOSIS RENDAH DAN DOSIS TINGGI


HILANG
⚫ Mempunyai ISA (INTRINSIC SYMPHATOMIMETIC ACTIVITY), Kurang menimbulkan

kontriksi bronkus.
⚫ Kardioselektif: ASEBUTOLOL, METOPROLOL, ATENOLOL, DAN BISOPROLOL →

ASEBUTOLOL yang paling lemah.


⚫ Pada hipertensi, masih bekerja walau kadar telah menurun, tapi efek antiangina sesuai

dengan kadar dalam darah, oleh karena itu → pemberian berulang (3-4x), apalagi dengan β
blocker dengan T1/2 pendek seperti metoprolol, propranolol, oksprenolol.

ESO:
a. Kelanjutan efek farmakologi β blocker: bradikardia, blok A-V, gagal jantung,
bronkhospasme, dll.
b. Bukan lanjutan efek farmakologi: mual, muntah, diare ringan, konstipasi.
c. Efek sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa cape, pusing, depresi.
d. Efek alergik: rash, demam, purpurea, → HENTIKAN OBAT !!!

KONTRA INDIKASI
⚫ DM

⚫ Penyakit vaskuler perifer berat (nekrosis kulit, Kklaudikasio memburuk)

⚫ Disfungsi jantung

⚫ Blok A-V derajat 2 – 3

⚫ Sick Sinus Sindrom atau bradikardia.

PERHATIAN
DM stabil, gangguan sirkulasi perifer, gagal jantung ringan. Bila β BLOCKER dihentikan
sebaiknya bertahap..

201
3. PENGHAMBAT KANAL Ca (Ca ANTAGONIS) ATAU Ca ENTRY BLOCKER
⚫ Sekelompok obat yang menghamabat masuknya ion Ca meliwati SLOW CHANNEL yang

terdapat dalam membrane sel (sarkolema).


⚫ Mempunyai inotropik dan kronotropik (-) (HASS & HARTFELDER, 1962) oleh karena

terhambatnya ion Ca ke sel jantung (FLECKENSTEIN dkk, 1967)

BERDASARKAN STRUKTUR KIMIA ADA 5 GOL:


1. DIHIDROPIRIDIN (DHP): nifedippin, nikardipin, felodipin, amlodipin, dll.
2. DIFENILALKILAMIN: verapamil, galopamil, tiapamil, dll
3. BENZOTIAZEPIN: diltiazem.
4. PIPERAZIN: sinarizin, flunarizin, dll.
5. LAIN LAIN: prenilamin, perheksilin, dll.
GOL 1,2 DAN 3 menghambat selektif kanal Ca (90 – 100%) , sedangkan lainnya 50 -70%
dan kanal Na.

MEKANISME KERJA
⚫ Ca untuk kontraksi, ada di otot jantung dan vaskuler.

⚫ Kadar Ca dalam SITOSOL → Kontraksi.

⚫ Kadar Ca ekstrasel > 10.000 x Intrasel. (diastole) dan bermuatan (-).

⚫ Jantung mammalian masuknya Ca → Ca SITOSOL → pelepasan Ca dari depot intrasel

(Retikulum Sarkoplasmik), sehingga aparat kontraktil (Sarkomer) bekerja.


⚫ Ca masuk melalui SLOW CHANNEL.

⚫ FAST CHANNEL juga diliwati Na.

⚫ Dari ekstrasel→ intrasel dan dihambat oleh TETRODOKTOKSIN, Kanal Ca tidak


dihambat oleh TETRODOKTOKSIN. ADA 2 MCM KANAL Ca:
1. VOLTAGE OPERATED (VOC) ATAU POTENTIAL DEPENDENT-CHANNEL
(PDC) YANG TERBUKA OLEH DEPOLARISASI.
2. RECEPTOR-OPERATED-CHANNEL (ROC) YG TERBUKA OLEH
NOREPINEFRIN ATAU NEUROTRANSMITER LAINNYA TANPA TERJADI
DEPOLARISASI.
⚫ VOC dibagi menjadi SUBTIPE: L, N, DAN T atas dasar konduktansi dan sensitivitas kanal

tersebut terhadap potensial hanya TIPE L yang sensitive terhadap CCB (Ca CHANNEL
BLOCKER).
⚫ Kanal L ada 5 SUBUNIT: α1,2; β, GAMMA DAN TETA, RESEPTOR CCB DI α1.

⚫ NIFEDIPIN, VERAPAMIL DAN DILTIAZEM BERIKATAN DG α1

CCB MENGHAMBAT KONTRAKSI OTOT POLOS DAN JANTUNG, TAPI TAK


OTOT RANGKA.
Pada otot polos vaskuler terdapat 3 MACAM KANAL Ca:
1.VOC, 2. ROC, DAN 3.SOC (STRETCH OPERATED CHANNEL).
⚫ VOC terbuka pada rangsangan saraf; ROC oleh NOREPINEFRIN/EPI; SOC terbuka
perangsangan otot sendiri (MIOGENIK).

202
⚫ Ion Ca di SITOPLASMA akan berikatan denganKALMODULIN, menimbulkan
FOSFORILASI MYOSIN LIGHT CHAIN dan kontraksi..
⚫ CCB menimbulkan inotropik (-), kronotropik (-), penghambatan konduksi AV.
⚫ CCB Golongan DHP adalah VASKULOSELEKTIF ; TAK ADA

EFEK YG BERMAKNA PADA NODUS AV DAN SA, JUGA MEMBAWA


KEUNTUNGAN:
⚫ Pengobatan hipertensi menurunkan tahanan tepi tanpa efek samping pada jantung, relative
aman dikombinasikan dengan β - blocker.
⚫ Angina me(-) serangan tanpa efek samping terhadap jantung; relatif aman kombinasi
dengan beta bloker.
⚫ Terhadap gangguan fungsi jantung → > aman..

FD: ANTIANGINA
Mengurangi kebutuhan O2 miokard melalui:
⚫ Dilatasi perifer (t.u Arteriol) → Menurunkan AFTERLOAD (N>V>D).
⚫ Penurunan Kontraksi miokard (N>V>D)
⚫ Penurunan frekuensi jantung

MENINGKATKAN SUPLAI O2 MELALUI:


Dilatasi langsung arteri epikard (N>D>V)
Penurunan tekanan darah (N>V>D)
Dilatasi arteri epikard disertai dilatasi arteriol koroner lemah
Dilatasi stenosis eksentris pada arteri epikard.
Penurunan denyut jantung..

SEBALIKNYA: CCB Menaikan kebutuhan O2:


- Penurunan efek denyut jantung (D>V)

- Pengurangan kontraktilitas miokard (V>D), sehingga memperbesar volume ventrikel.

ANTAGONIS KALSIUM EFEKTIF UTK ANGINA AKIBAT VASOSPASME


KORONER MAUPUN ATEROSKLEROSIS KORONER.
Farmakokinetik
N, V dan D mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi oral/sublingual.
Eleminasi melalui metabolisme di hati.
ESO: ESO CCB adalah kelnjutan efek farmakologiknya.:
⚫ VASODILATASI BERLEBIHAN (N>>V>D)
⚫ EFEK INOTROPIK (-) (V>D>N)
⚫ DEPRESI KONDUKSI AV (V>D>>N).
⚫ DEPRESI NODUS SA.

203
ESO AKIBAT DILATASI BERLEBIHAN:
⚫Nyeri kepala berdenyut, pusing , muka merah, udem perifer, hipotensi, refleks takikardia,

palpitasi.
⚫Berkurangnya perfusi koroner ini akibat hipotensi berlebihan.

⚫Meningkatnya kerja jantung oleh karena terjadinya takikardia → Memperburuk serangan

angina..
⚫Hal ini dapat terjadi pada pemberian NIFEDIPIN DOSIS TERAPI.

Daftar Pustaka
1. Katzung BG: Vasodilator dan pengobatan Angina Pektoris. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penterjemah
& Editor. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Salemba Medika.
Buku Satu. 2001 317-344.
2. Ganiswara S.G. Obat Antiangina. Dalam Farmakologi dan Terapi ( Setiabudi dkk). Edisi 4. Bagian
farmakologi fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995. 343 – 363.

204
OBAT-OBAT DISLIPIDEMIA
Prof(Em).DR.RH.Muchtan Sujatno, dr.,SpFK(K)

PENDAHULUAN
Dislipidemia adalah kelainan kadar lipid di dalam plasma darah. Hal ini dapat menyebabkan
terjadi Coronary Artery Disease (CAD), jadi dislipedemia merupakan faktor risiko penyakit
koroner. Umumnya CAD biasa ditemukan di negara maju. Penelitian pada 360.000 laki2 kulit
putih oleh MRFIT (Multiple Risk Factor Intervention Trial) umur 35 – 57 tahun (>250 mg/dl
= 6.5 mmol/l) insidensi 2x selama 5 tahun (Neaton JD dkk., 1984). Penurunan LDL dapat
menyebabkan penurunan incidence mortality rate CAD (Jama, 1984).
Keputusan untuk menggunakan terapi obat pada hiperlipidemia harus didasarkan pada cacat
metabolik spesifik dan potensiya untuk menyebabkan aterosklerosis atau pankreatitis. Usulan
tentang penggunaan obat untuk gangguan lipoproteinemia (Lpp) dasar telah dipelajari dalam
pengantar farmakologi hiperlipidemia. Pengaturan diet merupakan suatu tambahan penting
pada terapi obat dan seyogyanya dilanjutkan untuk menghasilkan regimen obat secara
maksimal.
Penggunaan obat hiperlipidemia dihindari pada wanita yang ingin hamil atau sedang
menyusui. Anak dengan hiperkolesterolemia heterozygot familial dapat digunakan resin
pengikat asam empedu, lazimnya setelah berusia 7 atau 88 tahun, setelah melintaqsi SSP
dengan sempurna.

Pertimbangan keputusan pemberian obat:


1. Kadar LDL, Riwayat Keluarga, Umur. Pemberian anak jarang sebelum usia 18 tahun
2. Pola makan
3. Obat2an yang diberikan
4. Faktor risiko PJK
5. Penyebab dan lamanya penyakit
6. Dll
Pada dasarnya penyakit Hiperlipidemia didapat pada:
- Negara maju
- Negara berkembang yang sosioekonominya meningkat
- Pola hidup dan perubahan pola makan.
Mengingat fraksi fraksi lemak yang berubah bergantung tinggi rendahnya nilai fraksi, maka
pengobatan dislipidemia ini mengacu kepada Pengobatan Rasional (WHO, 1987; Quick,
1981) yaitu:
1. Tepat Diagnosis
2. Tepat Indikasi
3. Tepat Pemilihan Obat
4. Tepat Penggunaan Obat dan Dosis
5. Tepat menilai kondisi pasien
6. Tepat Tindak Lanjut
7. Murah dan Aman
8. Waspada Efek Samping Obat (ESO).
205
Etiologi Penyakit (Kausal)
1. Primer: Genetik
2. Sekunder:
Penyakit: Diabetes Mellitus (DM), Gagal Ginjal
Obat Obatan: Diuretika (Tiazid), Oral Kontrasepsi, Kortikosteroid, Penghambat Beta,
Retinoid, Alkohol, dll

Klasifikasi Fredrickson
Gangguan Fraksi lemak dibagi menjadi:
1. Tipe : Familial Hyperchilomicronrmia
2. Tipe IIA : Familial Hyperbeta Lipoproteinemia
3. Tipe IIB : Familial Combined (MIXED) Hyperlipidemia
4. Tipe III : Familial Dysbetalipoproteinemia
5. Tipe IV : Familial Hypertriglyceridemia
6. Tipe V : Familial Mixed Hypertrglyceridemia
Sekarang telah ditemukan telah ditemukan Lpp(a) yang menyerupai LDL

Hubungan antara Tipe Peningkatan Lpp dan Lipid Utama

Tipe Peningkatan Lpp Lipid Utama


I Khilomikron Tg
IIA LDL K
IIB LDL + VLDL K + Tg
III iDL (remnant) Tg + K
IV VLDL Tg
V VLDL + Khilomikron

Obat obat dislipidemia


1. Sekuestran Asam Empedu
2. Asam Nikotinat
3. Acipimoks
4. Probukol
5. Derivat Asam Fibrat
6. Penghambat enzim HMGCoA- reduktase
7. Asam Lemak Tidak Jenuh

1. SEKUESTRAN ASAM EMPEDU = RESIN PENGIKAT ASAM EMPEDU


KOLESTIRAMIN DAN KOLISTIPOL

FARMAKOLOGI
Kedua obat ini bekerja mengikat asam empedu di usus yang akan menghambat absorpsi
dan akibatnya terjadi stimulasi proses asam empedu dari kolesterol dengan demikian
sumber kolesterol di hati berkurang. Asam empedu, metabolit kolesterol biasanya
diabsorpsi kembali pada jejunum dan ileum dengan efisiensi sekitar 95%. Ekskresi asam

206
emprdu ditingkatkan sampai 10x lipat pada pemberian resin. Peningkatan klirens
menyebabkan peningkatan konversi kolesterol menjadi asam empedu. Maka akan terjadi
efek kompensasi:
1. Reseptor LDL ambilannya menigkat
2. Aktivitas HMGCOa reduktase (Hidroksil Metil Glutamil Co-A)
TERAPI
• Tak efektif pada kelainan genetik Familial Homozygot (gangguan reseptor LDL)
• Efektif pada Heterozygot Gen Normal.
DOSIS
• Kolesteramin oral : 12 – 16 gr/hr
• Kolestipol : 15 – 30 gr/hr
EFEK SAMPING OBAT (ESO)
• Pencernaan: bloating, dispepsia, konstipasi
• Jarang : kemerahan kulit, lidah, asidosis
HASIL
Pada dosis 8 – 12 g Kolestiramin atau 10 – 15 g Kolestipol LDL turun 12 – 18%. Pada
dosis maksimal 24 g Kolestiramin atau 30 g Kolestipol akan turun LDL 25%, sedangkan
HDL naik 4 – 5%. Trigliserida naik secara transient dan kemudian turun sampai baseline.
Statin plus resin atau Niasin plus Resin akan menurunkan LDL 40 – 60%.

1. ASAM NIKOTINAT = NIASIN


FARMAKOLOGI
Farmakodinamik
Mekanisme Kerja belum jelas, tapi kemungkinan:
• Reduksi/menghambat lipolisis trigliserid di depot jaringan lemak oleh hormon sensitif
lipase
• Di hepar reduksi sintesis trigliserid dengan menghambat sintesis dan esterifikasi asam
lemak, mengakibatkan meningkatnya degradasi APO-B atau inhibisi langsung sintesis
dan sekresi APO-B oleh hepar.
• Reduksi sintesis Lpp(a)/LDL, reduksi sintesis VLDL
• Perubahan metabolisme menaikan HDL dengan cara menurunkan klirens APO-AI.
Preparat Dan Dosis
Niacin oral 2 – 6 g/hr, dimulai dosis kecil 100 – 200 mg/hr; pc selama 3 – 7 hr, bila perlu dosis
dinaikan.
Hasil
• LDL turun 20 -35% rata rata 25%, dengan dosis 4,5 – 6 g/hr dibutuhkan 3 – 6 minggu
untuk mendapatkan efek maksimal.
• HDL naik 15 – 30% pada kadar rendah dan kenaikan lebih tinggi pada kadar HDL
normal.
• Trigliserida turun 35 – 50%, efek maksimal dalam waktu 4 – 7 hr. Terapi kombinasi
dengan Resin mengurangi LDL 40 – 60%.
Efek Samping Obat (ESO)
• Kemerahan pada kulit leher, muka dan rasa gatal (40%).

207
• Rasa tak enak di perut, dispepsia, kulit kering, nausea, gangguan penglihatan
• Serius : hepatotoksik
Indikasi
Hipertrigliseridemia dan LDL, kecuali defisiensi Lpp

2. ACIPIMOKS = ANALOG ASAM NIKOTINAT


Farmakologi
Mekanisme kerja mirip Asam Nikotinat
Preparat Dan Dosis
Oral : 750 – 1250 mg/hr. absorpsi dipengaruhi makanan.
Efek Samping Obat (ESO)
Asam Nikotiat tidak mempengaruhi kadar gula dalam darah, jadi baik untuk DM.
Hasil
LDL, Tg dan Kholesterol turun, HDL naik.

3. PROBUKOL
Farmakologi
Mekanisme Kerja
• Peningkatan LDL Mediator dalam katabolisme Non Reseptor (Non Receptors
catabolism of LDL).
• Antioksidan dan Lipofilik ( mencegah aterosklerotis).
• Stimulasi ester-kolesterol aktivitas transfer protein.
Indikasi
Homosigot familiar hiperkolesterolemia dengan kelainan reseptor LDL
Efek samping obat (ESO)
@ Alat cerna
@ Kadang kadang aritmia, angioneurotik udem, parestesi, eosinofilia
Preparat Dan Dosis
Oral : 250 - 500 mg/hr
Hasil
LDL turun 8 – 17%
HDL turun1`5 – 25%

4. GEMFIBROZIL
Farmakologi
Mekanisme Kerja
Derivat Fibrat :
# Menghambat sekresi hepatik VLDL (Symposium, 1971)
# Menghambat lipolisis pada gudang Trigliserida (Tg) jaringan lemak
# Berkurang “up take” asam lemak oleh hepar → berkurangnya asam lemak ke hepar →
berkurangnya sekresi VLDL hepater dan Tg
Preparat Dan Dosis
Oral kapsul 300 mg, sehari 600 mg sebelum makan (a.c)

208
Efek Samping Obat (ESO)
Gangguan G – J tract, eosinofilia, anemia ringan, leukemia, skin rash, musculoskeletal pain,
gangguan penglihatan
Kontra Indikasi
• Gangguan berat fungsi ginjal/hepar
• Batu ginjal/kandung kemih
• Hipersensitif
Hasil
• Tg turun 40 – 50%
• HDL naik 15%, LDL turun < 10% atau tak terpengaruh
• Sangat baik untuk DM

PENGGUNAAN TERAPI
Tabel 1. Indikasi terapi

PENYAKIT Lpp FIRST DRUGS SECOND DRUGS

Hiper Tg Berat Khilo & VLDL Gemfibrozil Klofibrat/Feno

5. PENGHAMBAT ENZIM HMGCo-A REDUKTASE (3 HYDROXY-3-METHYL


GLUTARYL COENZYME A- REDUKTASE)
Farmakologi
Mekanisme Kerja
• Menghambat enzim HMGCoA- reduktase melalui asam mevalonat yang berkompetitif
inhibisi denganHMGCo A-reduktase

PEMBENTUKAN PLASMA KOLESTEROL


Asetil CoA

HMGCoA

HMGCo reduktase (-) Lovastatin


(-) Mevalotin

Asam Mevalonat

Kolesterol

Gb 1. Pengaruh HMGCoA reduktase terhadap Kolesterol

209
• Reduksi melalui stimulasi reseptor LDL, degradasi LDL reseptor juga menurun.
Banyak LDL reseptor pada permukaan hepatosit menaikan buangan LDL dari darah --
-----> menurunkan LDL
• Efek statin bergantung pada dosis dan jenis statin yang digunakan.

PREPARAT dan DOSIS


Tabel 2. Doses (mg) of Statins Required to Achieve Various Reductionsin LDL from
Baseline

20-25% 26-30% 31-35% 36-40% 41-50% 51-55%

Atorvastatin 10 20 40 80
Fluvastatin 20 40 80
Lovastatin 10 20 40 80
Pravastatin 10 20 40
Rosuvastatin 5 10 20, 40
Simvastatin 10 20 40 80

Efek Samping Obat (ESO)


* Paling banyak Lovastatin
* Gangguan G-I tract, sakit kepala, ruam kulit
* Icterus, miopati, hepatotoksis
Kontra Indikasi
Hamil, kholestasis, gangguan fungsi hepar
Hasil
Turun LDL (lihat tabel 2)
Turun Tg, HDL naik 5 – 10%

6. ASAM LEMAK TIDAK JENUH (OMEGA 3)


Pengantar
Pada dasarnya OMEGA 3 6, 9 adalah asam lemak tidak jenuh, fungsinya adalah untuk
pembentukan sel dan mengendalikan peradangan.
Omega 3 ada beberapa komponen:
• Eicosapentanoic acid (EPA) menghasilkan senyawa eicosanoid menjaga kekebalan
tubuh dan mengendalikan peradangan,dapat juga mengurangi depresi
• Docoshexaenoic acid (DHA) pembangun komponen otak 8% dari berat otak, perlu
untuk perkembangan otak, jadipenting untuk anak2 dan lansia (demensia)
• Alpha linolenic acid (ALA) sebagai penghasil energi
Selain fungsi di atas juga mengatur lemak dengan meningkatan HDL, mencegah plak di
pembuluh darah, simpanan lemk di hati dan lemak di bawah kulit.

210
OMEGA 6
Sama dengan OMEGA 3 disebut juga asam lemak esensial sebagai penghasil energi. Dapat
bentuk kembali jadi Arachidonic acid (ARA) untuk menghasilkan eicosanoid. Terdapat pada
mede, kedele dan almond.

OMEGA 9
Berbeda denga dua diatas, omega 9 diproduksi tubuh. Termasuk asam lemak tidak jenuh
tunngal non essensial. Dikenal dengan oleic acid. Mengatur VLDL
Farmakologi
Masih kontroversial
• Menstimulasi sekresi kolesterol ke intestin
• Stimulasi Oksidasi kolesterol menjadi asam empedu
• Kolesterol ester asam lemak tak jenuh lebih mudah dimetaboliser di hati dan jaringan
lain → menamb rate dan turn oversekresinya
Pendapat lain
• Pergeseran distribusi kolesterol plasma ke jaringan
Preparat, Dosis Dan Hasil
• 20 – 30 mg/hr → VLDL dan LDL turun
• 5 – 10 mg/hr hanya menurunkan VLDL

Daftar Pustaka
1. Mahley RW and Bersot TPL: Drug Therapy for Hypercholesterolmia and Dyslipidemia. .Dalam :
Pharmacological Basis of Therapeutic (Goodman and Gilman eds.). Eleventh edition. Mac Grawhill
Medical Publishing Division 2006, 933 – 960.
2. Maloy MJ and Kane JP :Agen yang digunakan dalam Hiprlipidemia. Dalam : farmakologi Dasar dan
Klinik (Katzung BG eds.). Penerjemah dan Editor Bagian Farmakologi FK Unair. Penebit Salemba
Medika. Buku 2 Edisi 8. 2002 421 = 445.
3. Suyatna PD dan Toni HSK: Hipolipidemik. Dalam: Farmakologi dan Terapi (Gan S eds). Edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI 1955. 364 - 379.

211
PENYAKIT JANTUNG PADA ANAK
Dr. Frecillia Regina, Sp.A, IBCLC

September 2019

SKDI 2012
Kelainan Jantung Kongenital (VSD, ASD, PDA, ToF 2
Kelainan katup jantung (MS, MR, AS, AR) 2
Gagal Jantung 2
Penyakit Jantung Reumatik 2

ANAMNESIS & PEMERIKSAAN FISIK PADA JANTUNG ANAK


▪ ANAMNESIS :
1. Informasi ttg diagnosis
2. Informasi ttg derajat penyakit
3. Informasi ttg etiologi
4. Informasi ttg interaksi kelainan jantung dgn keluarga
1. Informasi ttg Diagnosis
✓ Riwayat penyakit
✓ Gejala gagal jantung
✓ Sianosis (saat timbulnya)
✓ Terdengarnya bising
2. Informasi ttg Derajat Penyakit
✓ Gangguan haemodinamik
✓ Gangguan pertumbuhan
✓ Saat timbulnya sianosis
✓ Penurunan toleransi latihan
✓ ISPA berulang
✓ Komplikasi neurologis
3. Informasi ttg Etiologi
✓ Riwayat keluarga
✓ Kelainan geneti
4. Informasi ttg interaksi kelainan jantung dgn keluarga
✓ Status sosial keluarga (pendidikan, penghasilan)
✓ Jumlah anak / tanggungan keluarga
✓ Sumber dana
✓ Persepsi orang tua / keluarga terhadap penyakit pasien

▪ PEMERIKSAAN FISIK :
1. Pola pertumbuhan anak
2. Keadaan umum
3. Adanya kelainan bawaan/ sindrom tertentu
4. Kulit dan selaput lendir
5. Pemeriksaan nadi, tekanan darah, frekuensi nafas

212
6. Pulsasi vena
7. Pemeriksaan toraks : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
8. Pemeriksaan abdomen
9. Pemeriksaan ekstremitas

213
214
Penyakit Jantung Anak
1. Kongenital (bawaan)
✓ Non Sianotik
✓ Sianotik
2. Didapat
Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik
Berdasarkan ada tidaknya pirau :
• Pirau kiri ke kanan :
Atrial Septal Defect (ASD), Ventricular Septal Defect (VSD), Persisten Ductus Arteriosus
(PDA)

215
• Tanpa pirau :
Pulmonal Stenosis (PS), Aorta Stenosis (AS) , Coartasio Aorta (Co-A)

Ventricular Septal Defect (VSD)

VSD Kecil (< 5 mm2/M2 LPB)


• Atrium Kanan : Tetap
• Ventrikel kanan : Tetap
• A. Pulmonalis : Tetap
• Vaskularisasi paru : Tetap
• Atrium kiri : Tetap
• Ventrikel kiri : Tetap
• Aorta : Tetap
VSD Sedang & Besar (5-10 atau > 10 mm2/M2 LPB)
• Atrium Kanan : Tetap
• Ventrikel kanan : Tetap
• A. Pulmonalis : Membesar
• Vaskularisasi paru : Membesar
• Atrium kiri : Membesar
• Ventrikel kiri : Membesar
• Aorta : Tetap

Gambaran Klinis:
 Bising pansistolik, ICS III-IV garis parasternal kiri, menjalar sepanjang garis
parasternal kiri bahkan keseluruh prekordium

216
Patent Ductus Arteriosus

• Atrium Kanan : Tetap


• Ventrikel kanan : Tetap
• A. Pulmonalis : Tetap
• Vaskularisasi paru : Membesar
• Atrium kiri : Membesar
• Ventrikel kiri : Membesar
• Aorta : Membesar

217
Gambaran Klinis:
 Bising kontinu di sela iga II-III garis parasternal kiri, bising middiastolik di apeks krn
bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif)

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Berdasarkan vaskularisasi paru:
• Vaskularisasi paru berkurang :
Tetralogi of Fallot (ToF = TF), Atresia pulmonal dgn VSD, Atresia pulmonal dgn septum
ventrikel
utuh, Atresia trikuspid, Anomali Ebstein
• Vaskularisasi paru bertambah :
Transposisi arteri besar (Transposition of the Great Arteries = TGA), Trunkus arteriosus

Tetralogi of Fallot
VSD
over-riding aorta
stenosis pulmonal
hipertrofi ventrikel kanan
• Atrium Kanan : Membesar
• Ventrikel kanan : Membesar
• A. Pulmonalis : Berkurang
• Vaskularisasi paru : Berkurang
• Atrium kiri : Tetap
• Ventrikel kiri : Tetap
• Aorta : Tetap

218
Gambaran Klinis:
 Sianosis
 Jari tabuh
 Serangan sianotik (cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) → sesak
napas mendadak, napas cepat & dalam, sianosis bertambah, lemas dpt disertai kejang
atau sinkop → serangan hebat dpt berakhir dgn koma bahkan kematian
 Anemia relatif
 Squating (jongkok)
 Dada menonjol (pelebaran ventrikel kanan)
 Bj I normal, bj II tunggal (yakni A2)
 Bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal

Gagal Jantung

219
220
PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT

DEMAM REUMATIK AKUT (DRA) & PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)


 Prevalensi PJR Indonesia 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 thn
 DRA → kel imunologik yg terjadi akibat reaksi lambat infeksi Streptococcus beta
hemolyticus Group A di faring, biasanya timbul 1-5 minggu (rerata 3 minggu) setelah
infeksi tsb

221
Diagnosis (Kriteria Jones) :
Manifestasi mayor: karditis, poliartritis, korea Syndenham, eritema marginatum, nodulus
subkutan

Diagnosis (Kriteria Jones) :


Manifestasi minor: atralgia, demam, laju endap darah (LED) naik, Protein C reaktif (CRP) (+),
leukositosis, Pemanjangan interval PR pd EKG

222
Diagnosis (Kriteria Jones) :
Bukti adanya infeksi streptokok: kenaikan titer antibodi antistreptokokus (ASTO), usapan
farings (+) Streptococcus beta hemolyticus Group A (SGA), demam skarlatina yg baru

223
Diagnosis (Kriteria WHO thn 2002-2003 → revisi kriteria Jones):
Kategori diagnostik
Demam reumatik serangan pertama
Kriteria
• 2 mayor atau 1 mayor & 2 minor + bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam reumatik serangan rekuren tanpa PJR
• 2 mayor atau 1 mayor & 2 minor + bukti infeksi SGA sebelumnya

Diagnosis (Kriteria WHO thn 2002-2003 → revisi kriteria Jones):


Kategori diagnostik
Demam reumatik serangan rekuren dengan PJR
Kriteria
• 2 minor + bukti infeki SGA sebelumnya
Korea Sydenham
• Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi SGA

224
Diagnosis (Kriteria WHO thn 2002-2003 → revisi kriteria Jones):
Kategori diagnostik
PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan katup
aorta)
Kriteria
• Tidak diperlukan kriteria lainnya utk diagnosis sbg PJR

Tatalaksana:
1. Tindakan umum & tirah baring
Aktivitas Artritis Karditis minimal Karditis sdg Karditis berat
Tirah 1-2 mgg 2-3 mgg 4-6 mgg 2-4 bln
baring
Aktivitas 1-2 mgg 2-3 mgg 4-6 mgg 2-3 bln
dalam
rumah
Aktivitas 2 mgg 2-4 mgg 1-3 bln 2-3 bln
di luar
rumah
♥ Aktivitas Setelah 6- Setelah 6-10 mgg Setelah 3-6 bln bervariasi
Penuh 10 mgg

2. Pemusnahan streptococcus:Eradikasi pd tonsil & farings


• Benzantin penicillin G, dosis tunggal (1,2 juta U i.m. utk BB > 30 kg & 600.000 U
i.m. bila BB < 30 kg);
• Bila alergi:
• Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis selama 10 hari
• Alternatif lain:
• Oral penisilin V 2 x 250 mg
• Oral sulfadiazin 1 x 1gr
• Oral eritromisin 2 x 250 mg

3. Pengobatan anti nyeri & anti radang


Artritis Karditis minimal Karditis sdg Karditis berat
Prednison 0 0 0 2-6 mgg
Aspirin 1-2 mgg 3-4 mgg 6-8 mgg 2-4 bln

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)


 Merupakan kelainan jantung yg menetap akibat demam reumatik sebelumnya
 PATOFISIOLOGI
Karditis pd demam reumatik dpt mengenai perikardium miokardium & endokardium;
kelainan menetap hanya pada endokardium terutama katup → tersering mitral
& aorta → insufisiensi, stenosis (bila penyakit sudah berlangsung lama)

MANIFESTASI KLINIS

225
 Anamnesis: riwayat demam reumatik waktu lampau
 Pemeriksaan fisik: kelainan katup → insufisiensi, stenosis
 Pemeriksaan penunjang : Rő toraks, EKG, Eko
 KOMPLIKASI: gagal jtg, Endokarditis Bakterial Subakut, Tromboemboli
 TATALAKSANA: tergantung kel katup yg terjadi
 PENCEGAHAN: terhadap terjadinya reaktivasi sesuai dgn pencegahan terhadap
Demam Reumatik Akut
 PROGNOSIS: tergantung berat ringannya kelainan katup

226
Patologi Anatomi Jantung
Laella K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes

Jantung adalah organ yang benar-benar luar biasa, mampu memompa lebih dari 7.500
liter darah sehari. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia
dan menyebabkan satu dari empat kematian di Amerika Serikat, kira-kira didapatkan 1
kematian setiap menit, atau 610.000 kematian setiap tahun (tingkat kematian yang lebih besar
daripada semua kanker). Dampak ekonomi penyakit jantung melebihi US $200 miliar
pertahun, dengan penyakit jantung iskemik berkontribusi lebih dari setengahnya.

Patofisiologi penyakit-penyakit yang dapat mengenai jantung, secara garis besar dapat dibagi
menjadi enam kelompok besar sebagai berikut:
1. Kegagalan pompa.
Pada kasus yang paling sering didapatkan, kontraksi otot jantung lemah sehingga ruang
jantung tidak dapat dikosongkan dengan sempurna dan timbul disfungsi sistolik. Dalam
beberapa kasus, otot jantung tidak bisa relaksasi dengan cukup untuk pengisian ventrikel,
sehingga terjadi disfungsi diastolik.
2. Gangguan aliran karena obstruksi.
Lesi yang menghambat pembukaan katup (misalnya stenosis katup aorta yang mengalami
kalsifikasi) atau tekanan ventrikel yang meningkat (misalnya pada hipertensi sistemik atau
coarctatio aorta) dapat menyebabkan myocardium harus memompa berlebihan agar dapat
mengatasi obstruksi.
3. Regurgitasi.
Kelainan katup yang menyebabkan timbulnya aliran darah backward akan menghasilkan
peningkatan volume dan beban kerja pada ruang jantung.
4. Shunt.
Cacat (bawaan atau didapat) yang menyebabkan aliran darah tidak sempurna dari satu ruang
ke ruang yang lain, atau dari satu pembuluh ke pembuluh lain, akan menyebabkan timbulnya
tekanan dan volume yang berlebihan.
5. Gangguan konduksi jantung.
Impuls jantung yang tidak terkoordinasi atau jalur konduksi yang terhambat, dapat
menyebabkan timbulnya aritmia yang memperlambat kontraksi atau mengurangi efektifitas
pompa jantung.
6. Ruptur pada jantung atau pembuluh darah besar. Kehilangan kontinuitas peredaran darah
(misalnya pada luka tembak yang menembus aorta thoracalis) dapat menyebabkan kehilangan
darah yang masif, menimbulkan syok, dan kematian.

Gagal Jantung (Heart Failure)


Gagal jantung atau seringkali disebut sebagai gagal jantung kongestif (Congestive
Heart Failure/CHF) adalah merupakan akhir dari banyak penyakit jantung, dan biasanya
merupakan suatu kondisi yang progresif dengan prognosis yang buruk.
CHF akan timbul apabila jaringan tidak mampu menyediakan perfusi yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan perifer. Pada kebanyakan kasus, CHF

227
muncul sebagai konsekuensi dari kebutuhan jaringan yang meningkat, seperti pada kasus
hipertiroid atau anemia. CHF muncul perlahan-lahan akibat efek kumulatif dari myocardium
yang bekerja secara berlebihan.
Gagal jantung dapat disebabkan karena disfungsi systole ataupun diastole. Gagal
jantung dapat terjadi pada sisi kiri ataupun sisi kanan jantung, atau dapat pula pada kedua sisi.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah penyakit jantung iskemik, hipertensi
sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, dan penyakit primer pada myocardium (misalnya
amyloidosis). Gejala klinis gagal jantung kiri adalah dyspnea, orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dyspnea. Manifetasi lainnya berupa cardiomegaly, tachycardia, bunyi jantung
ketiga (S3), dan ronchi pada basis paru yang diakibatkan oleh edema paru.
Gagal jantung kanan biasanya merupakan konsekuensi dari gagal jantung kiri, sehingga
penyebab gagal jantung kanan serupa dengan penyebab gagal jantung kiri. Gagal jantung
kanan yang tersendiri sangat jarang, dan biasanya muncul pada pasien dengan kelainan paru,
sehingga seringkali disebut sebagai cor pulmonale. Penyebab cor pulmonale adalah penyakit
parenkim paru, hipertensi pulmonal, tromboemboli pulmonal, atau kondisi yang menyebabkan
vasokonstriksi pulmo (obstructive sleep apnea). Penyebab tersering adalah hipertensi
pulmonal yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi atrium serta ventrikel kanan jantung.
Gambaran klinis gagal jantung kanan adalah edema perifer dan kongesti visceral.

Penyakit jantung kongenital/Congenital Heart Disease


Penyakit jantung kongenital merupakan abnormalitas jantung ataupun pembuluh darah
besar yang muncul sejak lahir, dan paling sering disebabkan oleh kesalahan embryogenesis
pada masa gestasi 3-8 minggu, saat pembentukan struktur kardiovaskuler.
Etiologinya adalah faktor lingkungan, termasuk infeksi rubella, teratogen, maternal
diabetes, dan faktor genetik.
Penyakit jantung kongenital dibagi menjadi tiga kelompok besar:
1. malformasi yang menyebabkan left to right shunt.
Merupakan bentuk tersering, terdiri dari Atrial Septal Defects (ASD), Ventricular Septal
Defects (VSD), dan Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Shunt menyebabkan peningkatan tekanan pada jantung kanan dan peningkatan volume yang
berlebihan, menimbulkan hipertensi pulmonal, regurgitasi, dan right-to-left shunts dengan
sianosis (Eisenmenger syndrome).
2. malformasi yang menyebabkan right to left shunt, yang menyebabkan sianosis.
Penyakit jantung kongenital sianotik paling sering berupa Tetralogy Fallot, yang terdiri dari:
VSD, right ventricular outflow tract obstruction (subpulmonic stenosis), overriding of the VSD
by the aorta, dan right ventricular hypertrophy.
3. malformasi yang menyebabkan obstruksi, misalnya coarctatio aorta.

Penyakit jantung iskemik/Ishemic Heart Disease (IHD)


IHD merupakan kumpulan syndrome yang disebabkan oleh iskemik myocardium,
dengan hilangnya keseimbangan antara supply darah ke jantung dan kebutuhan nutrisi serta
oksigen myocardium. IHD merupakan penyebab kematian yang utama di Amerika Serikat dan
di negara berkembang.

228
Pada 90% kasus, IHD merupakan konsekuensi dari aliran darah koroner yang
berkurang karena atherosclerosis, sehingga biasanya IHD dianggap sinonim dengan penyakit
jantung coroner/coronary artery disease (CAD).
Manifestasi klinis IHD dikarenakan supply darah yang kurang ke jantung. Gambaran
klinisnya berupa cardiac syndromes:
• Angina pectoris (chest pain). Iskemia menyebabkan nyeri dada, tetapi insufisien untuk
menyebabkan kematian miosit. Angina terbagi atas: stable, unstable, dan Prinzmetal
angina.
• Infark myocardium/Myocardial Infarction (MI), apabila durasi/beratnya iskemia
mencukupi untuk menyebabkan kematian miosit.
• Chronic IHD with CHF. Setelah acute MI ataupun akumulasi dari iskemia, pada
akhirnya akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa.
• Sudden cardiac death (SCD), merupakan konsekuensi dari kerusakan jaringan akibat
MI, tetapi paling sering disebabkan oleh aritmia lethal tanpa nekrosis miosit.

Acute coronary syndrome merupakan kumpulan dari tiga manifestasi IHD, yaitu
unstable angina, MI, dan SCD.
Iskemia miokard akan menyebabkan hilangnya fungsi miosit dalam 1 hingga 2 menit,
dan hanya setelah 20 hingga 40 menit akan menyebabkan nekrosis.
Perubahan infark yang terlihat secara makroskopis maupun mikroskopis membutuhkan
waktu yang lama untuk dapat terdeteksi. Infark kurang dari 12 jam sulit terlihat secara
makroskopis. Pada 12-24 jam setelah MI, infark dapat terlihat secara makroskopis dan
menunjukkan gambaran merah kebiruan akibat dari aliran darah yang stagnan/trapped.
Setelah 24 jam, secara makroskopis akan tampak berwarna kuning, lunak, dan pada 10-14 hari
akan terbentuk jaringan granulasi dengan vaskularisasi yang banyak. Beberapa minggu
kemudian baru terbentuk jaringan fibrosis.
Gambaran mikroskopisnya juga menunjukkan perubahan yang jelas setelah infark.
Setelah 4-12 jam akan timbul nekrosis koagulativa, dan pada 1-3 hari setelah MI, myocardium
yang mengalami nekrosis akan menimbulkan reaksi inflamasi, ditandai dengan sebaran sel-sel
neutrofil dan sel-sel makrofag yang menyingkirkan miosit yang nekrotik. Pada 1-2 minggu
setelah MI akan terbentuk jaringan granulasi yang terdiri dari jaringan fibrokolagen. Pada
kebanyakan kasus, fibrosis terbentuk pada akhir minggu keenam. Efisiensi penyembuhan
tergantung dari ukuran lesi dan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
Penyembuhan memerlukan sel-sel inflamasi dan pertumbuhan pembuluh darah baru dari
daerah di batas-batas infark, sehingga penyembuhan dimulai dari bagian tepi ke bagian tengah.
Penyembuhan daerah infark yang berukuran besar akan lebih lambat daripada infark yang
berukuran kecil. Status nutrisi, perdarahan, dan pemberian obat-obatan steroid anti inflamasi
akan menghambat pembentukan jaringan fibrosis. Pada saat jaringan fibrosis MI telah
terbentuk dengan sempurna, maka tidak akan dapat ditentukan kapan timbulnya infark, karena
jaringan fibrosis yang terbentuk setelah 8 minggu ataupun setelah 10 tahun infark, akan
memberikan gambaran yang persis sama.
Infark miokard didiagnosis berdasarkan gejala, perubahan elektrokardiografi, dan
pengukuran serum CK-MB, troponin T dan I.

229
Chronic Ischemic Heart Disease/Chronic IHD
Disebut juga sebagai ischemic cardiomyopathy, merupakan kegagalan jantung
progresif yang disebabkan karena iskemik myocardium. Pada kebanyakan kasus, ditemukan
riwayat MI sebelumnya. Setelah MI, apabila mekanisme kompensasi (seperti hipertrofi) gagal,
maka akan terbentuk chronic IHD. Gagal jantung pada chronic IHD biasanya berat dan
disertai dengan beberapa episode angina serta infark yang baru.

Cardiac stem cells


Karena angka morbiditas yang tinggi untuk IHD, sehingga dikembangkan penelitian
cardiac stem cells untuk menggantikan myocardium yang rusak. Akan tetapi hingga sekarang,
hasilnya belum terlalu memuaskan.

Arrhytmias
Ritme tambahan yang muncul pada sistem konduksi, mulai dari sinoatrial (SA) node
sampai ke miosit. Biasanya muncul pada atrium (supraventricular) atau diantara myocardium
ventrikel. Gangguan konduksi dapat berupa tachycardia, bradycardia, ataupun ireguler.
Gambaran klinisnya berupa palpitasi, syncope, ataupun sudden cardiac death.

Sudden Cardiac Death (SCD)


Didefinisikan sebagai kematian mendadak akibat aritmia yang bersifat lethal seperti
asystole ataupun fibrilasi ventrikel. Penyebab utama SCD pada 90% kasus adalah CAD.

Hypertensive heart disease (HHD)


Merupakan konsekuensi dari hipertensi yang menyebabkan tekanan berlebihan dan
hipertrofi dari ventrikel. Sel-sel miosit yang hipertrofi merupakan respons adaptif dari tekanan
yang berlebihan, akan tetapi kemampuan adaptif myocardium terbatas, sehingga hipertensi
yang berlangsung terus menerus akan menimbulkan disfungsi, dilatasi, CHF, dan SCD.
Hipertensi dapat mempengaruhi banyak organ lainnya, termasuk otak dan ginjal.

Pulmonary Hypertensive Heart Disease—Cor Pulmonale


Cor pulmonale terdiri dari hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, yang disertai dengan
gagal jantung kanan, dan disebabkan oleh hipertensi pulmonal.

Penyakit katup jantung/Valvular Heart Disease


Penyakit katup jantung dapat berupa stenosis atau insufisiensi (regurgitasi atau
inkompetensi), atau keduanya.
Stenosis adalah kegagalan katup untuk membuka sepenuhnya dan menimbulkan
obstruksi aliran darah. Penyebab terseringnya adalah kalsifikasi ataupun fibrosis.
Insufisiensi adalah kegagalan katup untuk menutup sepenuhnya, sehingga
memungkinkan regurgitasi (aliran balik) darah.
Abnormalitas katup bisa bersifat bawaan atau didapat.
Penyakit katup degenerative/Degenerative valve disease
Perubahan degenerative yang dapat terjadi pada katup jantung adalah:

230
kalsifikasi, perubahan pada matriks ekstraseluler katup sehingga terjadi fibrosis pada katup,
perbuahan pada produksi matriks metalloproteinase, dan perubahan degenerative karena
penuaan.

Penyakit katup rematik/Rheumatic valvular disease.


Rheumatic fever adalah penyakit inflamasi multisistem yang bersifat akut dan
immunologically mediated, yang muncul setelah terinfeksi oleh Streptococcus B hemolitycus
grup A. Manifestasi pada jantung akan menyebabkan Rheumatic Heart Disease, yang
menimbulkan inflamasi pada seluruh bagian jantung, terutama inflamasi dan fibrosis pada
katup (mitral stenosis).

Infective endocarditis
Merupakan infeksi mikroba pada katup jantung atau pada endocardium, menimbulkan
pembentukan vegetasi yang terdiri dari debris trombotik serta organisme, dan dapat
menyebabkan destruksi pada jaringan dibawahnya. Dapat bersifat akut ataupun kronis, dan
paling sering mengenai katup mitral dan aorta.

Cardiomyopathies dan Myocarditis


Penyakit pada jantung yang disebabkan disfungsi myocarcium intrinsik disebut sebagai
Cardiomyopathies. Di bagi atas dua bagian, yaitu primer dan sekunder. Cardiomyopathy
primer terbatas pada myocardium, sedangkan yang sekunder merupakan manifestasi dari
kelainan sistemik.
Klasifikasi cardiomyopathies bermacam-macam, tergantung dari kriteria yang
digunakan. Klasifikasi berdasarkan klinis, fungsi, dan gambaran patologi dibagi atas:
-dilated cardiomyopathy (DCM), pada 90% kasus.
-hypertrophic cardiomyopathy (HCM)
-restrictive cardiomyopathy, paling jarang didapatkan.
Myocarditis merupakan infeksi dan atau inflamasi pada myocardium. Paling sering
disebabkan oleh virus, terutama coxsackie virus A dan B, enterovirus, CMV, HIV, dan virus
influenza.

Penyakit pericardium
Lesi yang dapat timbul pada pericardium termasuk efusi, inflamasi, dan fibrosis. Pada
keadaan normal, di dalam rongga pericardium hanya terdapat kurang dari 50 cc cairan, Pada
keadaan patologis, dapat terkumpul cairan serous (efusi pericardium), darah
(hemopericardium), dan pus (pericarditis purulenta).

Pericarditis
Pericarditis primer jarang ditemukan, biasanya karena infeksi virus, bakteri, jamur, dan
parasit. Pada kebanyakan kasus, pericarditis sekunder karena acute MI, operasi jantung,
radiasi mediastinum, pneumonia, atau pleuritis.

231
Tumor pada jantung
Tumor primer pada jantung sangat jarang ditemukan, dan kebanyakan biasanya berupa
tumor jinak. Tumor yang paling umum ditemukan secara berurutan dari yang tersering adalah
myxoma, fibroma, lipoma, papillary fibroelastoma, dan rhabdomyoma. Tumor-tumor tersebur
ditemukan pada 80-90% seluruh tumor primer jantung.
Tumor ganas primer tersering adalah Angiosarcoma.

Transplantasi jantung
Merupakan terapi pilihan untuk pasien dengan gagal jantung yang berat. Tanpa
transplantasi jantung, gagal jantung stadium akhir memiliki 50% 1-year mortality rate, dan
kurang dari 10% pada 5-year mortality rate. Prosedur transplantasi telah dilakukan pada lebih
dari 5000 kasus di seluruh dunia, dengan kebanyakan kasus disebabkan karena DCM dan IHD.
Setelah transplantasi dilakukan maka didapatkan 1-year survival rate 90% dan 5-year survival
rate lebih dari 70%.

Daftar Pustaka
Kumar V., Abbas A. K., Aster J. C., Robbins Basic Pathology, 10th ed., Elsevier, 2018

232
Patologi Anatomi Kelainan Hemodinamik,
Tromboemboli, dan Syok
Laella K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes

Kesehatan sel dan jaringan sangat tergantung dari sirkulasi darah, yang menghantarkan
oksigen dan nutrisi serta mengeluarkan limbah yang dihasilkan metabolisme sel. Pada keadaan
normal, saat darah melewati pembuluh kapiler, protein dalam plasma akan tetap berada dalam
pembuluh darah, dan hanya terjadi sedikit perpindahan air dan elektrolit ke dalam jaringan.
Keadaaan keseimbangan ini dapat terganggu oleh kondisi patologis yang menyebabkan
perubahan endotel, kenaikan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah, atau penurunan kadar
protein plasma. Semua hal tersebut akan menyebabkan edema – akumulasi cairan pada
jaringan akibat perpindahan air ke ekstravaskular.
Edema dapat menimbulkan efek minimal ataupun efek yang mendalam. Edema pada tungkai
bawah hanya akan menyebabkan kesulitan memakai sepatu, sedangkan edema pada paru akan
mengisi rongga alveoli dan menyebabkan hypoxia yang mengancam jiwa.
Struktur pembuluh darah seringkali mengalami trauma. Hemostasis adalah proses
pembekuan darah yang mencegah pendarahan yang berlebihan setelah terjadinya kerusakan
pembuluh darah. Hemostasis yang tidak adekuat dapat menyebabkan perdarahan, yang dapat
mengganggu perfusi jaringan regional dan, jika masif dan cepat, dapat menyebabkan
hipotensi, syok, dan kematian. Sebaliknya, pembekuan yang tidak tepat (trombosis) atau
migrasi bekuan darah (emboli) dapat menyumbat pembuluh darah, dan berpotensi
menyebabkan kematian sel karena iskemik (infark).
Tromboemboli merupakan penyebab utama 3 penyakit yang menyebabkan kematian pada
negara berkembang, yaitu: infark myocardium, emboli pulmo, dan penyaki
serebrovaskular(stroke).

Hiperemia dan kongesti


Hiperemia dan kongesti, keduanya memiliki arti peningkatan volume darah dalam
jaringan, akan tetapi memiliki mekanisme yang berbeda.
Hiperemia adalah proses aktif yang dihasilkan dari pelebaran arteriolar dan peningkatan
aliran darah, seperti pada inflamasi atau dalam otot lurik dalam kondisi berolahraga. Jaringan
yang mengalami hiperemia akan lebih merah dari normal karena mengandung darah yang
memiliki kadar oksigen tinggi.
Kongesti adalah proses pasif yang dihasilkan akibat adanya gangguan aliran darah vena
pada jaringan. Kongesti dapat terjadi secara sistemik, seperti pada gagal jantung, ataupun
secara lokal sebagai akibat dari obstruksi vena. Jaringan yang mengalami kongesti memiliki
warna biru-merah yang abnormal (sianosis) yang berasal dari akumulasi hemoglobin yang
memiliki kadar oksigen yang rendah di daerah yang terkena. Pada keadaan kongesti kronis,
akan didapatkan perfusi jaringan tidak adekuat dan hipoksia yang persisten, sehingga
menimbulkan kematian sel dan fibrosis jaringan. Peningkatan tekanan intravaskular dapat
menyebabkan edema atau kadang-kadang pecahnya pembuluh kapiler, dan menimbulkan
perdarahan fokal.

233
Edema
Sekitar 60% dari berat badan terdiri dari air, dan dua pertiga diantaranya terletak
intraseluler. Sisanya terletak ekstraseluler dalam bentuk cairan interstitial, dan hanya 5% yang
ada di dalam plasma.
Edema adalah akumulasi cairan interstitial dalam jaringan. Cairan ekstravaskular juga
bisa berkumpul di rongga tubuh dan disebut sebagai efusi. Misalnya efusi di rongga pleura
(hydrothorax), rongga pericardium (hydropericardium), atau rongga peritoneum
(hydroperitoneum atau asites). Edema anasarca adalah edema yang berat dan menyeluruh,
ditandai oleh pembengkakan jaringan subkutan dan akumulasi cairan dalam rongga tubuh.
Pergerakan cairan antara vaskular dan ruang interstitial diatur terutama oleh hal yang saling
berlawanan — tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan osmotik koloid yang diproduksi oleh
protein plasma.
Cairan edema yang menumpuk akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau
berkurangnya koloid intravaskular biasanya merupakan transudat yang miskin protein.
Sedangkan cairan edema pada inflamasi yang dikarenakan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah adalah eksudat yang kaya protein dengan berat jenis yang tinggi. Berat jenis
transudat <1,012 dan berat jenis eksudat > 1.020.

Etiologi edema:
• Peningkatan tekanan hidrostatik: hambatan venous return, dilatasi arteriol.
Peningkatan tekanan hidrostatik karena kelainan yang menghambat venous return,
didapatkan pada keadaan: gagal jantung kongestif, pericarditis, ascites akibat sirosis,
obstruksi vena, dan thrombosis. Dilatasi arteriol didapatkan pada keadaan gangguan
neurohumoral atau suhu yang panas.
• Penurunan tekanan osmotik plasma (hipoproteinemia), didapatkan pada sindroma
nefrotik, sirosis hati, dan malnutrisi.
• Obstruksi limfatik, didapatkan pada keadaan inflamasi, neoplasma, sesudah operasi,
atau sesudah radiasi.
• Retensi natrium
• Peradangan, baik akut, kronik, ataupun pada angiogenesis.

Edema mudah untuk didiagnosis, pada umumnya ditemukan di jaringan subkutan, paru-
paru, dan otak. Edema subkutan biasanya timbul pada bagian tubuh yang terletak di bawah
jantung, di tempat tekanan hidrostatik yang paling tinggi, sehingga edema biasanya paling
jelas di kaki. Apabila pada daerah yang mengalami edema subkutan ditekan dengan jari, maka
cairan interstitial akan berpindah, menyebabkan lekukan berbentuk jari; ini disebut sebagai
pitting edema.
Edema akibat disfungsi ginjal atau sindrom nefrotik bermanifestasi pertama kali pada
jaringan ikat longgar (misalnya pada kelopak mata, akan menyebabkan edema periorbital).
Pada edema paru, berat paru-paru meningkat menjadi dua atau tiga kali berat normalnya.
Edema otak dapat terlokalisasi (misalnya karena abses atau tumor) atau generalisata,
tergantung pada sifat dan luasnya proses patologis. Pada edema otak generalisata, sulci akan
menyempit dan gyri tampak mendatar.

234
Perdarahan/Hemorrhage
Perdarahan, didefinisikan sebagai ekstravasasi darah dari pembuluh darah, paling
sering disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah atau pembentukan gumpalan darah yang
tidak sempurna. Perdarahan kapiler dapat terjadi pada jaringan yang mengalami kongesti
kronis. Trauma, aterosklerosis, inflamasi, atau erosi dinding pembuluh darah juga dapat
menyebabkan perdarahan.
Manifestasi perdarahan dapat berupa:
• Hematoma, mulai dari hal yang sepele (seperti memar) hingga fatal (misalnya hematom
retroperitoneal masif akibat pecahnya aneurisma aorta). Perdarahan dalam jumlah banyak
ke dalam rongga tubuh dinamakan menurut lokasinya, yaitu: hemothorax,
hemopericardium, hemoperitoneum, atau hemarthrosis (dalam sendi). Perdarahan luas
kadang-kadang bisa menimbulkan ikterus akibat kerusakan sel-sel eritrosit dan
hemoglobin.
• Petechiae adalah perdarahan kecil, berukuran berdiameter 1-2 mm, biasa didapatkan pada
kulit, membran mukosa, ataupun serosa. Etiologinya adalah jumlah trombosit yang rendah
(trombositopenia), fungsi trombosit yang rusak, dan kerusakan dinding pembuluh darah,
seperti pada defisiensi vitamin C.
• Purpura adalah perdarahan yang berukuran diameter 3-5 mm. Penyebab purpura sama
dengan penyebab petechiae, seperti trauma, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), dan
kerapuhan pembuluh darah.
• Ekimosis/Ecchymoses (memar) adalah hematoma subkutan yang berukuran diameter 1-2
cm. Sel-sel eritrosit yang mengalami ekstravasasi selanjutnya akan mengalami proses
fagositosis dan degradasi oleh makrofag, sehingga terjadilah perubahan warna memar,
hasil dari reaksi konversi enzimatik hemoglobin (warna merah-biru) menjadi bilirubin
(warna biru-hijau) dan akhirnya hemosiderin (berwarna cokelat keemasan).

Gambaran klinis dari perdarahan tergantung dari jumlah darah yang hilang dan
kecepatan perdarahan. Kehilangan 20% volume darah yang cepat atau kehilangan darah yang
lambat walaupun dalam jumlah yang lebih besar, akan memiliki efek yang minimal pada orang
dewasa sehat. Akan tetapi kehilangan darah dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan
syok hipovolemik/syok hemorrhagik. Lokasi perdarahan juga memegang peranan penting,
perdarahan jaringan subcutan tentunya berbeda dengan perdarahan otak. Perdarahan kronik
atau berulang karena ulcus peptikum atau menstruasi seringkali mengakibatkan timbulnya
anemia defisiensi besi karena hilangnya zat besi dalam haemoglobin. Tetapi perdarahan
interna seperti pada hematom, tidak akan menyebabkan anemia defisiensi besi karena zat besi
secara efisien di daur ulang oleh proses fagositosis eritrosit.

Hemostasis dan Trombosis


Hemostasis normal terdiri dari serangkaian proses yang diatur, yang berujung pada
pembentukan gumpalan darah, dan menghentikan pendarahan dari pembuluh darah yang
terluka. Secara patologis, hemostasis disertai dengan trombosis, yaitu pembentukan gumpalan
darah (trombus) di dalam pembuluh darah yang intak.

235
Hemostasis melibatkan tiga bagian penting, yaitu: trombosit, faktor pembekuan, dan
sel-sel endotel di dinding pembuluh darah yang terluka, yang membentuk gumpalan darah dan
menghambat perdarahan.
Pada saat pembuluh darah terluka akan terjadi proses sebagai berikut:
• Vasokonstriksi arteriol yang mengurangi aliran darah ke tempat terluka.
• Hemostasis primer: terjadi agregasi trombosit untuk membentuk platelet plug.
• Hemostasis sekunder: deposit fibrin, yang menambah agregasi trombosit.
• Stabilisasi dan resorpsi gumpalan darah.

Trombosit/Platelet
Trombosit memegang peran penting dalam hemostasis dengan membentuk sumbat
hemostatik primer (primary plug) yang menutup pembuluh darah yang terluka dan dengan
menyediakan permukaan yang mengikat dan memusatkan faktor-faktor koagulasi yang aktif.

Faktor koagulasi
Proses koagulasi adalah suatu rangkaian reaksi enzimatik yang membentuk bekuan
fibrin. Faktor jaringan yang diuraikan di lokasi luka adalah inisiator terpenting faktor
koagulasi in vivo. Pada tahap akhir koagulasi, trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin
yang tidak dapat larut yang berkontribusi terhadap pembentukan sumbat hemostatik. Pada
keadaan normal, koagulasi hanya terbatas pada pembuluh darah yang luka.

Sel endotel/endothelium
Sel-sel endotel adalah pengatur pusat hemostasis. Keseimbangan antara aktivitas anti-
trombotik dan protrombotik dari sel endotel akan menentukan kapan dimulainya pembentukan
trombus, propagasi, ataupun disolusi. Sel-sel endotel yang normal membantu
mempertahankan aliran darah dengan mengekspresikan berbagai faktor antikoagulan yang
menghambat agregasi dan koagulasi trombosit dan meningkatkan fibrinolisis. Faktor-faktor
tersebut berfungsi untuk mencegah thrombosis dan membatasi pembekuan darah hanya terjadi
pada daerah yang cedera saja. Pada keadaan cedera, keseimbangan ini akan bergeser, dan sel-
sel endotel memperoleh banyak aktivitas prokoagulan.

Trombosis
Pembentukan thrombus biasanya berhubungan dengan tiga komponen (triad Virchow)
yang menyebabkan pembentukan trombus intravaskuler:
• Injury endotel
• Aliran darah stasis atau turbulen
• Hiperkoagulabilitas darah
Trombosis mendasari penyakit kardiovaskuler, dan dapat muncul dimana saja di sistem
kardiovaskuler. Trombi arterial atau trombi cardiac biasanya muncul di tempat yang
mengalami turbulensi atau injury pada endotel. Trombi vena muncul pada daerah yang
mengalami stasis. Trombi menempel pada permukaan vaskuler dan mengalami propagasi ke
jantung. Trombi arteri tumbuh ke arah retrograde dari titik perlekatan, sementara trombi vena

236
meluas searah aliran darah. Trombi biasanya mudah lepas, mengalami fragmentasi, dan
bermigrasi di dalam pembuluh darah sebagai embolus.

Secara makroskopis dan mikroskopis, trombi memberikan gambaran laminasi yang


nyata, disebut garis Zahn; garis yang pucat mewakili platelet dan fibrin bergantian dengan
lapisan kaya sel eritrosit yang lebih gelap.
Trombi yang muncul di ruang jantung atau di lumen aorta disebut mural trombi. Trombi
arteri biasanya kaya akan trombosit, karena proses yang mendasari perkembangan mereka
(injury endotel) menyebabkan aktivasi trombosit. Trombi vena (phlebothrombosis) sering
menyebar ke jantung, berbentuk plak yang panjang di dalam lumen pembuluh darah yang
cenderung menimbulkan emboli.

Perjalanan thrombus
Jika seorang pasien selamat dari kejadian trombotik awal, maka pada hari-hari
berikutnya, trombus akan berkembang melalui beberapa kombinasi dari empat proses berikut:
• Propagasi
• Embolisasi
• Disolusi
• Organisasi dan rekanalisasi

Disseminated intravascular coagulation (DIC)


Koagulasi intravaskular diseminata adalah trombosis yang luas pada mikrosirkulasi
dengan onset yang timbul mendadak. Dapat ditemukan pada keadaan komplikasi kebidanan
hingga keganasan stadium akhir. Trombi umumnya berukuran mikroskopis, namun berjumlah
banyak sehingga sering menyebabkan gangguan sirkulasi terutama di otak, paru-paru, jantung,
dan ginjal. DIC bukan penyakit primer melainkan komplikasi potensial dari berbagai kondisi
yang terkait dengan aktivasi trombin yang luas.

Embolism
Embolus adalah massa padat, cair, atau gas intravaskular yang dibawa oleh darah ke
tempat yang jauh dari titik asalnya. Sebagian besar emboli berasal dari trombus yang lepas,
sehingga disebut tromboemboli. Emboli dapat berasal dari jaringan lemak, cairan ketuban,
ataupun udara.

Tromboemboli paru
Tromboemboli paru berasal dari deep vein thrombosis dan merupakan bentuk tersering
dari kelainan tromboemboli. Efeknya tergantung terutama pada ukuran dan lokasi tempat
emboli.
Kebanyakan emboli paru (60%-80%) berukuran kecil dan tidak terdeteksi secara klinis.
Seiring berjalannya waktu, emboli mengalami organisasi dan bergabung masuk ke dalam
dinding pembuluh darah. Emboli yang berukuran besar akan menyumbat arteri pulmonalis
mayor dapat menyebabkan kematian mendadak. Emboli yang obstruktif pada arteri berukuran
sedang akan menyebabkan ruptur kapiler dan menimbulkan perdarahan paru. Emboli pada

237
cabang arteriol menyebabkan infark. Emboli multiple dapat menimbulkan hipertensi pulmonal
dan gagal jantung kanan (cor pulmonale).

Tromboemboli sistemik
Emboli sistemik (80%) terutama berasal dari trombi mural di dalam jantung.
Duapertiga kasus berhubungan dengan infark ventrikel kiri dan 25% kasus berhubungan
dengan dilatasi atrium kiri. Emboli vena biasanya akan berakhir di paru-paru, sedangkan
emboli arteri dapat berakhir di mana saja, tergantung dari asalnya dan aliran darah. Emboli
arteri seringkali muncul pada ekstremitas bawah (75%), susunan syaraf pusat (10%), usus,
ginjal, dan limpa.

Emboli lemak/Fat embolism


Emboli lemak dapat terjadi setelah fraktur pada tulang, dengan gejala termasuk
insufisiensi paru dan ganggguan neurologis.

Emboli cairan ketuban/Amniotic fluid embolism


Emboli cairan ketuban dapat terjadi setelah persalinan dan menimbulkan manifestasi
pada paru dan otak yang fatal.

Emboli udara/Air embolism


Emboli udara dapat terjadi pada dekompresi terlalu cepat, terutama pada penyelam;
merupakan hasil dari gelembung nitrogen yang larut dalam darah secara mendadak pada
tekanan yang lebih tinggi.

Infark
Infark adalah area nekrosis iskemik yang disebabkan oleh oklusi supply vaskular ke
jaringan yang terkena. Infark tersering timbul pada jantung dan otak. Infark diklasifikasikan
berdasarkan warnanya (mencerminkan jumlahnya perdarahan) dan ada tidaknya infeksi
mikroba. Dengan demikian, infark bisa berwarna merah (hemoragik) atau putih(anemia) dan
bisa berupa septic atau bland.
Infark merah muncul (1) sebagai akibat dari oklusi vena (seperti dalam torsi ovarium);
(2) di jaringan longgar (seperti paru-paru) tempat darah dapat terkumpul di zona infark; (3)
dalam jaringan dengan sirkulasi ganda seperti paru-paru dan usus kecil; (4) dalam jaringan
yang sebelumnya mengalami kongesti; dan (5) ketika aliran darah membaik setelah infark
terjadi (misalnya setelah angioplasti obstruksi arteri).
Infark putih muncul bersama dengan oklusi arteri pada organ padat dengan sirkulasi
end-arterial (misalnya pada jantung, limpa, dan ginjal). Infark cenderung berbentuk wedge-
shaped dengan pembuluh yang tersumbat di apeks dan organ perifer membentuk bagian
dasarnya.

Syok/Shock
Syok adalah keadaan di mana cardiac ouput berkurang atau sirkulasi darah yang efektif
berkurang sehingga mengganggu perfusi jaringan dan menyebabkan hipoksia seluler. Pada

238
awalnya bersifat reversible, akan tetapi syok yang berkepanjangan akan menyebabkan
kerusakan jaringan yang irreversible dan menjadi fatal.
Syok dibagi menjadi tiga kategori:
• syok kardiogenik, timbul karena kegagalan myocardium untuk memompa, sehingga
menurunkan cardiac output. Bisa disebabkan karena infark, aritmia ventrikel, cardiac
tamponade, atau emboli pulmo.
• syok hipovolemik, disebabkan karena kehilangan darah/plasma dalan jumlah banyak,
sehingga cardiac output menurun. Bisa disebabkan karena perdarahan atau kehilangan
cairan dalam jumlah banyak, misalnya pada luka bakar parah.
• syok septik, dipicu oleh infeksi mikroba, dan berhubungan dengan SIRS (severe
systemic inflammatory response syndrome). SIRS bisa dipicu oleh luka bakar yang
parah, trauma, dan/atau pankreatitis. Syok septik disebabkan oleh respons tubuh
terhadap bakteri atau infeksi jamur dan ditandai dengan aktivasi sel
endotel,vasodilatasi, edema, koagulasi intravaskular diseminata, dan gangguan
metabolisme.

Stadium syok paling jelas ditemukan pada kasus syok hipovolemik, akan tetapi berlaku
umum untuk bentuk lain juga:
• Stadium awal nonprogresif, di mana refleks mekanisme kompensasi aktif dan perfusi
organ vital dipertahankan.
• Stadium progresif yang ditandai dengan hipoperfusi jaringa dengan sirkulasi dan
metabolisme yang kacau dan memburuk, termasuk asidosis.
• Stadium ireversibel di mana kerusakan seluler dan jaringan sangat parah sehingga
apabila bahkan jika kerusakan hemodinamiknya dapat dikoreksi pun, kelangsungan
hidup tidak mungkin terjadi.

Daftar Pustaka
Kumar V., Abbas A. K., Aster J. C., Robbins Basic Pathology, 10th ed., Elsevier, 2018

239

Anda mungkin juga menyukai