Anda di halaman 1dari 146

02

KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan Pengasih, sumber segala ilmu dan pengetahuan
atas berkatNya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha dapat terus menerbitkan
buku-buku Materi Pengetahuan, Ketrampilan Klinik dan Penuntun Praktikum yang khusus untuk
dipergunakan bagi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Buku-buku tersebut ditulis dan disusun oleh para Staf Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha, untuk itu kami Pimpinan sangat menghargai dan mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua kontributor dan editor.

Semoga buku-buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam menunjang, meningkatkan pengetahuan
bagi para mahasiswa/i peserta didik dalam menuju terciptanya dokter yang profesional dan
kompeten (Five Star Doctor).

Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan buku-buku ajar ini saja, untuk itu para
peserta didik harus tetap melengkapi dari sumber lain dan mengikuti pengetahuan kedokteran yang
terus berkembangan dengan pesat.

Akhir kata, Pimpinan dan seluruh Pendidik Fakultas Kedokteran mengucapkan Selamat Belajar.
Tuhan memberkati.

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,


tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”
(Amsal 1:7)

Studio est Orare


Integrity, Care and Excellence (ICE)

Bandung, Juni 2018


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

i
ii
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang pembelajaran di
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang merujuk kepada Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI). Dalam penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar sepanjang
hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing keingintahuan, memotivasi
mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih untuk berpikir kritis yang berguna baik pada saat
berkuliah maupun ketika mahasiswa sudah terjun di masyarakat sebagai dokter. Pembelajaran ini
akan berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari materi  pengetahuan dari berbagai sumber
yang dapat dipercaya dan dengan demikian melalui pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih
mengingat apa yang telah mereka pelajari dan menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan belajar berupa buku
dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi dunia kedokteran yang sangat
banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku yang dapat menjelaskan kompleksitas dan
pengembangannya hanya seorang pembelajar yang dapat menjawab tantangan ini di masa depan.
Isi buku ini hanya mencakup panduan umum dari materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa
secara individual. Mahasiswa wajib mencari sumber pustaka lain untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan mereka. Melalui buku ini diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi
untuk mempelajari lebih dalam lagi berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan
ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, Juli 2018


Ketua MEU Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked

iii
iv
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan bimbinganNya
maka Buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Buku ini diterbitkan sebagai salah satu pegangan bagi
peserta didik dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,
dengan materi yang telah disesuaikan dengan standar kompetensi sebagai dokter layanan primer.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswa/i Fakultas Kedokteran dalam mempersiapkan
diri untuk melayani pasien nyata di klinik kelak.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam
penyusunan buku ini, sehingga kami mengharapkan masukan-masukan dari para pembaca guna
perbaikan di kemudian hari.

Editor

v
vi
DAFTAR KONTRIBUTOR

Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes.

Grace Puspasari,dr.,M.Gizi

Dani, dr., M.Kes.

Winsa Husin, dr., M.Sc., M.Kes.

Mariska Elisabeth,dr.,M.Kes.

Sri Nadya J. Saanin, dr., M.Kes.

Prof. Dr. H. R. Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K).

Dra. Rosa Permanasari A., M.Si.

Dr. Meilinah Hidayat,dr.,M.Kes.

L.K Liana,dr.,SpPA.,M.Kes.

vii
viii
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN DEKAN................................................. i


KATA SAMBUTAN KETUA MEU........................................ iii
PRAKATA........................................................................... v
DAFTAR KONTRIBUTOR.................................................. vii
DAFTAR ISI....................................................................... ix
PENULISAN RESEP.......................................................... 1
METABOLISME LEMAK.................................................... 16
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT........................ 43
ANTROPOLOGI GIZI......................................................... 52
FARMAKOKINETIK KLINIK............................................... 59
PENGANTAR OBAT TRADISIONAL.................................. 69
KOMUNIKASI DOKTER PASIEN....................................... 76
PENGANTAR ILMU GIZI.................................................... 80
RADANG............................................................................ 88
ADAPTASI JEJAS KEMATIAN SEL................................... 95
NEOPLASMA..................................................................... 128

ix
x
PENULISAN RESEP = RESEPTUR
Sugiarto Puradisastra

Resep berisi permintaan yang jelas kepada apoteker dan instruksi yang jelas tentang cara
penggunaan obat tersebut. Resep merupakan transaksi penting antara dokter dan pasien,
menunjukkan ketajaman diagnosis dan keahlian memberi terapi yang berisi instruksi un-
tuk memperbaiki dan menyembuhkan kesehatan pasien.
Kadang-kadang tidak tercapai komunikasi yang jelas karena ada obat yang bila ditu-
lis atau disebutkan melalui telepon mirip. Bila terjadi kesalahan sehingga obat tersebut
diberikan kepada pasien, maka beban kesalahan ada pada apoteker yang memberi obat.
Pada keadaan ragu-ragu biasanya apoteker akan menelepon dokter untuk konfirmasi obat
tersebut. Sebanyak 25-50% pasien gagal minum obat sesuai instruksi seperti dosis yang
dimakan salah, waktunya salah dll. sehingga dokter perlu mengerti prinsip penulisan resep
dan instruksi penggunaan obat.

Penulisan Resep
• Resep yang kompleks mengandung antara lain:
o Bahan aktif
o Bahan tambahan = adjuvant
o Bahan koreksi
o Bahan pembawa = vehicles

• Resep harus ditulis menurut ketentuan hukum, antara lain tercantum:


o nama dokter
o alamat
o nomor telepon
o jam praktek dokter
o nomor ijin yang dicetak pada blanko resep

• Resep harus ditulis dengan tinta karena merupakan dokumen hukum kedokteran.
Adanya kopi resep juga baik untuk perlindungan diri dan kelengkapan catatan peng-
obatan.

Penulisan Resep 1
PENULISAN RESEP

Pemilihan Nama Obat


Obat dapat ditulis dengan:
• Official names (Pharmacope)
• Non Proprietary names/ nama GENERIK (berdasarkan struktur kimia: sulfonamide,
barbiturat)
• Nama dagang

Secara hukum, apoteker dapat mengganti obat dengan obat lain yang formulasinya
sama dari pabrik yang berbeda. Untuk mencegah substitusi, ditulis “Berilah seperti yang
ditulis” atau “Obat jangan diganti”.
“Penulisan resep paling baik dengan nama generik diikuti dengan nama dagang dalam
kurung, jika produk tersebut mempunyai keuntungan khusus.”

Pemilihan Satuan Berat dan Ukuran


• Berat dan volume ditulis dalam satuan metrik.
Jumlah obat ditulis di belakang nama obat dengan angka arab dengan satuan desimalnya.
Angka desimal dalam satu garis. Ada garis vertical yang sudah dicetak = garis desimal.
Di atas garis ditulis “g atau mL”.
Contoh: R/ Phenobarbital 36
Acidum acetyl salicylicum 36
M in cap No XII
Sig cap I h.s.
• Satuan apothecaries: sekarang tidak digunakan lagi (grain, pound, minim).
• Ukuran rumah tangga (menurut pasien)
1 tetes air ± 50 mg
1 cth ± 5 cc
1 C ± 15 cc
• Ukurun lain: dengan silinder plastik, tutup yang terukur, suntikan oral dengan maksud
untuk mengganti ukuran rumah tangga.

2 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

Bagian – Bagian Resep


Penulisan resep mengikuti pola yang sama baik untuk obat tunggal, campuran, satu atau
beberapa obat. Pada satu kertas resep hanya boleh diisi resep untuk satu orang.
Berita/ bagian resep terdiri atas:
1. Prescriber’s signature
2. Tanggal
3. Superskripsi
4. Inskripsi
5. Subskripsi
6. Signature
7. Keterangan pengulangan
8. Tanda tangan dokter
9. Keterangan pasien

Penulisan Resep 3
PENULISAN RESEP

Prescriber’signature:
Resep dimulai dengan nama dokter di bagian atas blanko resep dengan tingkat profesi,
alamat dan nomor ijin praktek (dua terahir diperlukan untuk obat narkotik).
Tanggal:
Tanggal penting, karena ada obat-obat tertentu yang tidak boleh diulang setelah ditulis
lebih dari enam bulan.
Superskripsi:
Adalah symbol R/: R adalah singkatan dari “Recipe” atau “ ambillah”. Garis miring

merupakan sisa simbol 2 yang menggambarkan orang berdoa pada yupiter


(disebut Rx).
Inskripsi:
Insripsi mengandung nama dan kekuatan/ dosis obat. Nama obat sebaiknya tidak dis-
ingkat karena dapat keliru. Obat kedua ditulis langsung di bawahnya.
Inskripsi terdiri atas:
Basis : adalah obat utama dan menghasilkan utama.
Adjuvant : adalah obat yang meningkatkan kerja obat utama.
Correcting : mengubah/ mengoreksi efek yang tidak diinginkan dari basis/ adjuvant.
Vehicles : (Pembawa) adalah zat yang digunakan sebagai pelarut dalam solution/
cairan, penambah massa atau mengencerkan campuran.

Contoh:
R/ Teofilin HCl 150 mg - B
Efedrin HCl 15 mg - A
Fenobarbital 10 mg - C
Saccharum lactis q.s. - V
M f pulv dtd in cap No X
S t.i.d. capI p.r.n.
(3 dd. capI p.r.n).

4 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

R/ Acetaminofen
Metampiron aa 200 mg
Caffein 60 mg
M f dtd in cap No X
S 3 dd capI pc

Subskripsi:
Subskripsi memberikan arah/ perintah pada ahli farmasi. Sekarang terbatas pada jumlah
dosis yang harus diberikan. Perintah untuk obat tunggal antara lain adalah: “ dispensa
10 tablet”, “dispensa 200 cc”. “ dispensa dengan oral syringe” dll. Perintah untuk resep
kombinasi beberapa obat: “M” atau “M f solutio = misce fac solutio”, “M f pulv”.

R/ Codein phosphate 0,54 / 540 mg


Sir thymi comp. 90
M
S 3-4 dd cthI

R/ Diazepam 10 mg
Extract belladona 180 mg
Acetaminofen 5
M div in par. eq. Cap No X
S 3 dd capI

R/ Solutio Rivanol 1: 1000


Disp / No 300 cc
S Obat kompres

Penulisan Resep 5
PENULISAN RESEP

UNG WHITFIELD
R/ Acid salicyl 6
Acid benzoic 12
Lanolin 10
Vaselin ad 100
M f ung.
S u.e.

Signature:
Signature memberikan pengarahan pada pasien, yang merupakan perintah yang akan
diterjemahkan dan ditulis apoteker pada label obat.
- Merupakan bagian penting ysng berarti “ tulis “, “ beri tanda “ atau “ label “.
- Kadang kadang dinamakan Transkripsi.
- Mengandung instruksi mengenai jumlah obat yang dimakan, waktu dan frekuensi
dosis, faktor lain seperti: pengenceran, cara pemberian. Bila menggunakan alat, kalau
perlu alat didemonstrasikan oleh dokter/ apoteker atau mengulangi instruksi.
- Harus diberi label “ untuk pemakaian luar “ atau “ kocok dulu “ atau “ racun “.
Hindarkan instruksi “ seperti yang dianjurkan “ atau “ dipakai kalau perlu “, sebaiknya
juga dicantumkan waktu yang tepat.
- Pasien usia lanjut/ sangat sakit/ ada gangguan/ kesulitan bahasa: instruksi lebih detail/
ditulis pada kertas terpisah.
- Menghindarkan kesalahan: dengan instruksi yang mengingatkan:
o Cara pemberian:
+ Pemakaian dalam : “ Ambil/ Diminum “
+ Pemakain luar : “ Dioleskan “
+ Suppositories : “ Dimasukkan “
+ Obat tetes : “ Ditempatkan/ Di… “
Contoh: “ Di saccus conjunctiva/ Di mata ki-ka = ODS/ Di lubang hidung ka-ki/
Di auric sin/tra “.

6 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

o Maksud penulisan resep:


“ untuk menghilangkan nyeri/ Obat penahan nyeri/ Kalau nyeri “,
“ kalau sakit kepala “, “Obat gatal “, “ Obat/ kalau sesak “.
o Hal yang memalukan pasien: secara pribadi
o Penulisan nama obat, kekuatan & jumlahnya pada label.
Gunanya: Bila ada reaksi obat/ overdosis à untuk identifikasi & jumlah obat
yang diminum.

Keterangan Pengulangan:
- Obat narkotik tidak perlu mencantumkan keterangan pengulangan
- Sebaiknya ditulis dalam setiap resep (boleh/ tidak) tanpa melihat jenis/ daftar obatnya,
sebutkan berapa kali, jangan “ Iter prn “atau “ Iter ad lib “ mencegah overuse/ abuse
(DiAS: gol III & IV tidak boleh > 5 x, dan > 6 bulan tidak berlaku lagi).

Keterangan Dokter
Tandatangan Pasien:
Nama, umur dan alamat pasien:
- untuk kelancaran penanganan resep dan tidak salah memberikan obat
- Diperlukan pada obat terlarang

Jenis-Jenis Resep
Precompounded Prescription Order
Adalah tipe resep dengan nama obat/ campuran yang sudah disediakan oleh pabrik
farmasi dengan nama dagang (official/ proprietary name) dan apoteker memberi obat tan-
pa ada perubahan secara farmasi.

Extemporaneus Prescription Order/ Magistral/ Compounded


Adalah tipe resep yang mana dokter memilih jenis, dosis dan bentuk obat sesuai yang
diinginkan, apoteker meramu obat tersebut.
Contoh Resep precompounded

Penulisan Resep 7
PENULISAN RESEP

Hal yang perlu diketahui adalah:


o Nama obat
o Bentuk obat
o Dosis tunggal
o Cara pemberian
o Frekuensi pemberian
Contoh:
- Seorang pasien ingin memperbaharui resep digoxin per tiga bulan untuk orang dewasa
dengan decompensatio cordis, keadaan stabil & patuh.
R/ Digoxin tab 0,25 mg No C
S 1 dd tab I jam 9 pagi dd
- Anak otitis media diberi sirup ampisillin 250 mg 4x sehari selama 7 hari.
R/ Amoksisilin sirup 250 mg/cth No II
.S 3 dd cthI selama 7 hari
Resep untuk obat-obat yang dimakan lainnya sama (solution, sirup,suspense
dan tincture)

Contoh resep Extemporaneus/ Compounded


Hal yang perlu diketahui adalah:
- Dosis masing-masing obat
- Jumlah dosis sehari
- Lama pengobatan

Contoh:
o Campuran antitusif ekspektoran paling sedikit diminum 3 dosis/ hari. Bila 1 cth = 5
cc, selama 6 hari diperlukan 20 dosis atau 100 cc.

8 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

Dosis tunggal Jumlah dosis


R/ Codein fosfat 200 mg ≈ 10 mg x 20
Ammonium klorida 6 ≈ 300 mg x 20
Sir thymi comp. ad 100 ≈ 5 x 20

Perhitungan berlaku juga untuk bentuk kering pada pembuatan obat yang dimasuk-
kan ke dalam kapsul (satu kapsul tidak boleh berisi lebih dari 500 mg, kalau lebih obat
dibagi dalam dua atau tiga kapsul). Kalau obat terlalu sedikit, ditambah zat pengisi
seperti saccharum lactis.
o Penderita dengan miosiitis yang nyeri sekali diberi kapsul metampiron, asetaminofen
dan diazepam 3 dosis sehari selama 3 hari.
Dosis tunggal Jumlah dosis
R/ Metampiron 2 ≈ 200 mg x 10
Acet aminofen 2 ≈ 200 mg x 10
Diazepam 10 mg ≈ 1 mg x 10

M f cap div. in par. Eq. No X
S 3 dd capI kalau nyeri otot

o Untuk infeksi jamur di kaki diberi ung. Whitfield (acid benzoic 6%, acid salicyl 3%).
R/ Acid benzoic 3
Acid salicyl 1,5
Vaselin album ad 50
M f ung
S Oleskan tipis-tipis malam dan pagi

ATAU

Penulisan Resep 9
PENULISAN RESEP

R/ Acid benzoic 6%
Acid salicyl 3%
Vaselin album ad 50
M f ung
S u.e. 2 dd m et noct exten ten

o Resep untuk lotion eksterna, cairan lokal: tetes mata, nasal spray, inhalant, gargle
& douches: prinsipnya sama, menggunakan persen. Tetes mata harus isotonis dengan
cairan lacrimal

Dosis
Instruksi Dosis
- Merupakan bagian terpenting penulisan resep
- Jumlah obat bergantung pada:
 Lama pengobatan
 Dosis per hari
 Dosis masing-masing obat
- Tidak ada batasan minimal jumlah obat yang diberikan (satu boleh)
- Ada batas maksimal (mengingat factor stabilitas, harga, perubahan terapi, terpenting:
keadaan mental dan toksisitas).
Pasien depresi jangan memberi obat yang kalau dimakan sekaligus, berakibat letal.
Biasanya pengobatan untuk 7-14 hari.

Pemberian Bentuk Obat


- Pemberian p.o.: tablet dan kapsul
- Anak-anak dan usia lanjut: cairan yang palatable
- Vechicle untuk cairan antara lain adalah:
1. Elixir : merupakan larutan dengan 25% alkohol: digunakan untuk zat yang
larut dalam air/ alkohol

10 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

2. Sirup : merupakan larutan gula pekat: untuk zat yang larut dalam air
3. Aromatic waters: Larutan air jenuh dari minyak terbang, digunakan untuk zat
yang larut dalam air dan garam
Sediaan alcoholic elixir ada sekitar 30 jenis, yang merupakan campuran 2 formula
(alkohol kadar tinggi dan rendah) sebagai vehicle/ pengencer agar kadarnya sama
dengan obat tertentu (memudahkan penulisan resep).

Inkompatibilitas
Inkompatibilitas dapat terjadi secara:
- Fisika : obat mencair/ tidak larut/ mengendap dll.
- Kimia : terjadi reaksi kimia
- Therapeutic : akibat terjadi interaksi obat

Kepatuhan Pasien Pada Instruksi (Compliance)


Compliance menyangkut beberapa hal, yaitu:
- Compliance menyebabkan drug defaulter/ kegagalan pengobatan
- Penyebab terjadinya compliance adalah:
o Lupa
o Tujuan yang salah/ alas an yang salah
o Dosis, waktu, urutan obat salah
o Menambah obat sendiri
o Menghentikan obat sebelum waktunya

- Faktor-faktor non- Compliance:


o Faktor psikologis, sosial dan sekitar penderita
o Faktor obat/ drug regimen
o Faktor hubungan dokter-pasien

Penulisan Resep 11
PENULISAN RESEP

- Faktor Penyakit
Setelah resep diserahkan, penderita harus mengerti beberapa hal, yaitu:
o Sifat dan prognosa penyakit
o Akibat pengobatan (efek samping, tanda-tanda pengobatan berhasil à harus tetap
patuh)
o Pengaruh obat terhadap penyakitnya
 Penisilin pada penyakit faringitis akibat streptokokus harus tetap dimakan
meskipun gejalanya sudah hilang
 Obat anti depresan baru berefek sesudah lebih dari 10 hari
o Penyakit kronis: menyebabkan ketidak patuhan
(Tbc, lemah jantung dan skizofren: sudah merasa enak pada terapi
pertama serta bila tidak makan obat, gejalanya tidak banyak berubah)

- Faktor Pasien
o Geriatri/ ingatan sudah menurun
o Tinggal sendiri kepatuhan berkurang
o Anak-anak: - faktor rasa obat dan kemampuan menelan
- faktor ibu tentang beratnya penyakit
o Harus tahu kebiasaan makan (untuk obat yang diminum sewaktu makan), tidur dan
waktu bekerja pasien
o Yang menentukan compliance: - pendidikan
- ekonomi
- etnis
- kepribadian (ada risiko)
- Faktor Dokter
o Tidak menerangkan: - alasan pemilihan obat
- rencana pengobatan yang jelas
o Hubungan dokter-pasien
(sebagai proses instruksi dan motivasi), bila efektif, kesalahan mengonsumsi obat
akan menurun.

12 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

- Faktor Obat
Faktor yang menurunkan compliance adalah:
o Obat multipel (jumlah obat banyak, dari 1 obat à 4, lupa bertambah 2x)
o Dosis sering ( dari 1x menjadi 4x, lupa bertambah 2x)
o Gambaran fisik/ rupa obat (harus memberitahukan pada pasien obat yang diminum
adalah “obat jantung” atau “obat kencing”
Dokter harus menerangkan:
o Efek samping ringan: obat tidak perlu dihentikan
o Gejala overdosis
- Faktor Keadaan sekitar
Non compliance: di R.S. 19%, day patient: 37%, out patient: 48%
Jadi sebelum keluar R.S. perlu diajarkan prinsip self medication.

Akibat Non Compliance


- Konsumsi obat menjadi berkurang
o Penyakit memburuk
o Resistensi
o Perlu menambah dosis/ menggunakan obat yang lebih kuat: berakibat toksisitas
meningkat
- Penggunaan obat berlebihan:
Meningkatkan efek yang tidak diinginkan (lupa sudah minum obat atau belum, atau
berpendapat bahwa 1 obat baik, 2 obat lebih baik lagi).
Apoteker dapat bekerja sama dengan dokter untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

Penulisan Resep 13
PENULISAN RESEP

DAFTAR SINGKATAN

14 Penulisan Resep
PENULISAN RESEP

Daftar Pustaka
Edwards L & Roden DM. 2001. Principles of Prescription Order Writing And Patient
Compliance. In: (Hardman, J.G. & Limbird, L.E.: editors) Goodman & Gillman’s: The
Pharmacological Basis Theurapeutics. 10th edition. New York: McGraw-Hill Medical
Publishing Division.p. 1903 - 1914

Penulisan Resep 15
METABOLISME LEMAK
Grace Puspasari

Pendahuluan
Lemak adalah senyawa yang tidak larut atau sukar larut dalam air, dapat larut dalam
larutan nonpolar seperti eter, kloroform atau benzen. Sifat hidrofobik ini terutama
disebabkan struktur molekulnya yang terdiri dari rantai hidrokarbon (-CH2-CH2-CH2-)
alifatik yang panjang. Di antara lemak, trigliserida terbanyak terkandung di dalam tubuh
dan karena sifatnya yang tak larut ini, senyawa tersebut dapat disimpan dalam tubuh tanpa
batas dan tanpa mengganggu hubungan tekanan osmotik.

Fungsi lemak
1. Merupakan sumber energi
2. Sebagai komponen struktural membran sel
3. Mempertahankan suhu tubuh
4. Pelindung organ dalam tubuh
5. Komponen jaringan saraf

Klasifikasi
Klasifikasi menurut Bloor:
1. Lemak sederhana (Simple lipid) : Ester asam lemak dengan berbagai alkohol
Lemak : Ester asam lemak dengan gliserol. Lemak yang terdapat dalam keadaan
cair disebut minyak
Lilin : Ester asam lemak dengan alkohol monohidrat dengan berat molekul yang
tinggi
2. Lemak campuran (Compound lipids) : Ester asam lemak yang mengandung gugus
tambahan selain alkohol dan asam lemak misalnya:
a. Fosfolipid : Fosfatidat: lemak + fosfat + senyawa lain
b. Sfingofosfolipid : rangkanya ialah sefingosin
c. Glikolipid : asam lemak dengan KH, mengandung nitrogen, tapi tidak mengandung
asam fosfat
d. Lipid campuran lainnya : sulfolipid, aminolipid, lipoprotein.
3. Lemak derivat : Zat yang berasal dari golongan diatas dengan jalan hidrolisis
Golongan ini termasuk a.l : asam lemak jenuh dan tidak jenuh, gliserol, steroid, alkohol
selain gliserol, aldehida lemak, benda keton

16 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Jaringan adiposa selalu dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, yang berarti bahwa
jaringan lemak selalu mengalami perubahan yang konstan yang selalu dipakai, dan terus
menerus diganti oleh lemak yang berasal dari makanan (eksogen) ataupun lemak yang
disintesis dalam tubuh (endogen). Dalam hal ini suatu keseimbangan dipertahankan antara
lipogenesis dan lipolisis dari gliserida dalam cadangan lemak tubuh.

Pencernaan dan Absorbsi lemak


Kurang lebih 90% asupan lemak berupa trigliserida, sisanya terdiri dari kolesterol,
fosfolipid, vitamin larut lemak. Trigliserida harus dihidrolisis oleh lipase menjadi molekul
yang lebih kecil di- dan mono gliserol supaya dapat diabsorbsi. Lipase saliva dan gaster
dihasilkan dalam jumlah kecil, sedangkan mayoritas lipase dihasilkan oleh pankreas.
Lipase dari pankreas menghidrolisis sejumlah trigliserida menjadi asam lemak bebas
(free fatty acid = FFA) dan gliserol, sebagian lagi dihidrolisis tidak lengkap, yakni hanya
sampai menjadi monogliserida saja. Lemak berukuran kecil ini bersama dengan kolesterol
akan membentuk micelle dengan garam empedu, sehingga dapat diabsorbsi ke dalam sel
intestinal. Garam empedu disini berfungsi untuk mengemulsikan lemak sehingga bersifat
lebih larut dalam air.

Gambar 1. Absorbsi lemak


Fosfolipid dihidrolisis dalam usus halus oleh fosfatidase yang berasal dari pankreas
dengan menghasilkan produk antara lain gliserol, asam lemak, fosfat dan nitrogen. Hanya
sebagian kecil fosfolipid yang kita makan tidak mengalami hidrolisis dan tetap dalam
bentuk utuh.

Metabolisme Lemak 17
METABOLISME LEMAK

Absorbsi kolesterol didahului oleh hidrolisis ester kolesterol dengan bantuan kolesterol
esterase. Pada manusia absorbsi kolesterol terbatas 2 gram perhari, sedangkan absorbsi
trigliserida tidak terbatas.
Absorbsi lemak berlangsung lewat aliran limfe yang kemudian dialirkan masuk ke
duktus torasikus, kemudian membentuk kilomikron. Hanya asam lemak rantai pendek
(atom C <10) setelah diesterifikasi dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler darah, juga
gliserol. Kolesterol setelah diabsorbsi diesterifikasi dalam sel epitel usus, dan meliputi 2/3
dari jumlah total kolesterol dalam darah. Sterol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan beda
dengan kolesterol, tidak diabsorbsi oleh tubuh kita malah menghambat absorbsi kolesterol
dalam oleh tubuh kita.

Transpor Lemak
Lemak bersifat tidak larut dalam air sehingga harus ditranspor dalam bentuk lipoprotein
di plasma darah. Lipoprotein terdiri dari permukaan polar (fosfolipid, KH, protein), dan
inti non-polar (kolesterol dan ester kolesterol).

Gambar 2. Lipoprotein

18 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Berdasarkan densitasnya lipoprotein digolongkan menjadi :


• Kilomikron berasal dari absorbsi TAG dari usus
• VLDL atau very low density lipoprotein atau pre-b-lipoprotein sebagian besar berasal
dari hati dan sebagian kecil dari lemak makanan
• LDL atau low density lipoprotein atau b–lipoprotein adalah hasil katabolisme akhir
VLDL dan kilomikron
• HDL atau high density lipoprotein atau a–lipoprotein, jenis ini disintesis dan
disekresikan oleh hati, ikut serta dalam metabolisme VLDL, kilomikron serta kolesterol
Asam Lemak
Asam lemak bersifat tidak larut dalam air, merupakan rantai hidrokarbon yang
panjang dengan satu gugus karboksil pada ujung rantainya. Rantai ini dapat jenuh atau
tidak jenuh. Asam lemak jenuh berarti tidak terdapat ikatan rangkap pada rantainya,
sedangkan asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang rantainya memiliki satu atau
lebih ikatan rangkap.

Gambar 3. Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh

Metabolisme Lemak 19
METABOLISME LEMAK

Berdasarkan sumbernya, asam lemak dapat dibedakan menjadi:


1. Asam lemak non esensial :
Semua asam lemak golongan ini dapat disintesis dari asetil koenzim A (Asetil
KoA) berasal dari oksidasi glukosa. Disebut non esensial oleh karena tidak harus
terdapat dalam makanan, akan tetapi sejumlah besar dari asam lemak non-esensial
ini terdapat dalam makanan, terutama makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
2. Asam lemak esensial :
Asam lemak linoleat / omega 6 (18:2:Δ9,12) dan linolenat /omega 3 (18:3:Δ9,12,15)
yang merupakan prekursor dari prostaglandin harus diambil dari makanan. Karena
tidak terdapat enzim pada manusia yang dapat membentuk ikatan rangkap kurang dari
C9 pada rantai asam lemak dan interval ikatan rangkap yang selalu berjarak 3 atom C.

Oksidasi asam lemak


Oksidasi asam lemak yang terutama adalah b-oksidasi, disamping ω-oksidasi dan
a-oksidasi sebagai jalur alternatif oksidasi tersebut. b oksidasi berlangsung dalam matrik
mitokondria. b-oksidasi berarti oksidasi pada atom C-b dan menghasilkan asam b-keto.

Gambar 4. Struktur Asam Lemak

Asam lemak yang akan dioksidasi berasal dari trigliserida yang sebelumnya harus
hidrolisis dulu menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis ini biasanya berlangsung
dalam jaringan adiposa, kemudian asam lemak bebas yang beredar dalam sirkulasi diambil
oleh sel dan setelah berada di dalam sel maka harus diaktivasi oleh Asil KoA sintetase
(berasal dari retikulum endoplasmik) menjadi Asetil KoA. Aktivasi asam lemak bebas ini
membutuhkan 2 ATP

FFA + ATP + CoSH Asetil KoA + Ppi + AMP

AsilKoA rantai panjang terdapat dalam sitosol sedangkan oksidasi beta terjadi
di mitokondria. Asil KoA tersebut tidak dapat menembus membran bagian dalam
mitokondria, oleh karena itu diperlukan suatu sistem transpor, yaitu carnitin shuttle.
20 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Carnitin shuttle terdiri dari 3 enzim yaitu: translokase dan enzim carnitin acyl transferase
( CAT I dan CAT II).

Karnitin-asil-karnitin-transferase bertindak sebagai transporter untuk memasuki
mitokondria, diikuti dengan pelepasan 1 molekul karnitin keluar dari membran mitokondria.
Asil karnitin kemudian bereaksi dengan KoA yang dikatalisis oleh karnitin-asil-transferase
II yang melekat pada bagian dalam membran mitokondria. Asil KoA kemudian dibentuk
kembali dalam matrik mitokondria untuk selanjutnya dioksidasi.

Gambar 5. Carnitin Shuttle

Urutan proses -oksidasi asam lemak adalah sebagai berikut:


1. Dehidrogenasi pertama :
Dehidrogenasi dari Asil KoA pada posisi a-b. Pada tahap ini bekerja enzim Asil
KoA dehidrogenase yang membentuk ikatan rangkap pada posisi a-b. Reaksi ini
menghasilkan FADH.
Hidrasi : Penambahan 1 gugus H2O pada a-b asil KoA. Pada proses ini air ditambahkan
untuk menjenuhkan kembali ikatan rangkap dan kemudian terbentuk b-hidroksi asil
Ko-A oleh enzim D2-enoil KoA hidratase.
2. Dehidrogenasi kedua :
Berlangsung pada posisi a-b oleh enzim b-hidroksi-asil-KoA-dehidrogenase
menghasilkan b-ketoasil –KoA. Reaksi ini menghasilkan NADH.
3. Tiolisis :
Pada tahap ini berperan enzim tiolase (b-keto-tiolase) yang memecah b-ketoasil-KoA
pada posisi b dan berakhir dengan pelepasan dua atom C dalam bentuk asetil KoA.

Metabolisme Lemak 21
METABOLISME LEMAK

4. Asil KoA yang telah kehilangan 2 atom C ini kembali mengulang proses 2,3,4 dan 5
dan seterusnya hingga menghasilkan asetil KoA terakhir.

Gambar 6. Oksidasi Beta

22 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Asetil KoA setiap kali dilepaskan akan memasuki lingkaran siklus Krebs dengan hasil
akhir CO2 dan H2O. Energi yang dihasilkan dari molekul asam lemak palmitat adalah :
- Akhir dari seluruh proses = 7 x proses b-oksidasi, karena tiap kali menghasilkan
5 ATP (2 ATP dari fosforilasi oksidatif 1 FADH dan 3 ATP dari 1 NADH) maka akan
menghasilkan : 7 x 5 ATP = 35 ATP. Akhir dari seluruh proses akan menghasilkan
8 asetil KoA yang kemudian akan masuk kedalam siklus Krebs menghasilkan : 8 x 12
ATP = 96 ATP.
- Total menghasilkan 35 ATP + 96 ATP = 131 ATP yang harus dikurangi 2 ATP yang
diperlukan untuk mengaktivasi asam lemak bebas menjadi Asil KoA oleh Tiokinase.
Maka = 131 ATP – 2 ATP = 129 ATP.

Biosintesis asam lemak


Asam lemak disintesis dari glukosa makanan, proses tersebut tergantung dari makanan.
Dengan diet kaya lemak, sintesis asam lemak akan dihambat. Pada manusia tempat utama
untuk sintesis asam lemak adalah dalam hati. Dalam tubuh terdapat berbagai cara sintesis
asam lemak antara lain :
1. Biosintesis Asam Lemak Jenuh :
• Sistem ekstramitokondria : untuk sintesis asam lemak de novo.
• Sistem mikrosomal : untuk memperpanjang rantai asam lemak.
• Sistem mitokondria : untuk memperpanjang rantai asam lemak.
2. Biosintesis Asam Lemak Tidak Jenuh :
• Sintesis Asam Lemak Ikatan Rangkap Tunggal.
• Sintesis Asam Lemak Ikatan Rangkap Banyak

Biosintesis asam lemak ekstramitokondria :


Proses sintesis pada sistem ekstramitokondria ini ditemukan dalam sitosol dari berbagai
jaringan antara lain hati, ginjal, otak, paru, kelenjar susu dan jaringan adipose. Hasil akhir
utamanya adalah asam palmitat bebas (C16).
Pada sistem ini disintesis asam lemak secara de novo yang dimulai dari asetil KoA
(C2) sebagai bahan dasarnya, yang berasal dari oksidasi glukosa lewat jalur glikolitik dan
piruvat dehidrogenase.

Metabolisme Lemak 23
METABOLISME LEMAK

Asetil KoA dibentuk dalam matriks mitokondria dan tidak dapat melewati membran
bagian dalam mitokondria, dengan demikian diperlukan sistem untuk mentranspor
asetil KoA keluar mitokondria dan memasuki sitosol. Pada proses ini Asetil KoA
harus berkondensasi dulu dengan oksaloasetat membentuk sitrat, kemudian keluar dari
mitokondria, kemudian setelah sampai di ekstramitokondria sitrat menjadi asetil KoA dan
oksalo asetat oleh enzim ATP-sitrat-liase.

Gambar 7. Citrate Shuttle

Pada biosintesis asam lemak de novo ini, diperlukan ko-faktor NADPH, ADP, Mn++,
dan HCO3- sebagai sumber CO2. NADPH merupakan donor hidrogen dan pada proses ini
diperlukan 14 NADPH yang dapat berasal dari :
1. HMP Shunt à sebagai sumber utama karena proses ini dan biosintesis asam lemak
de novo ini sama sama berlangsung dalam ekstramitokondria maka tidak ada
hambatan untuk mentransfer NADPH/NADP.
2. Reaksi yang dikatalisis oleh isositrat dehidrogenase ekstramitokondrial.
3. Reaksi yang mengubah malat menjadi piruvat yang dikatalisis oleh enzim malat.

Reaksi de novo sintesis asam palmitat dari asetil KoA secara keseluruhan dapat ditulis
sebagai berikut:
8 Asetil KoA+7 ATP+14NADPH+14 H+ Palmitat+7ADP + 7 Pi+14NADP+8 KoA + H2O

24 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Pada proses biosintesis de novo asam lemak tersebut asetil KoA harus diubah terlebih
dahulu menjadi malonil KoA sebab gugus metil dari asetil KoA secara biologis kurang
reaktif untuk berkondensasi dengan gugus asetil yang terbentuk dalam proses ini untuk
membentuk rangkaian karbon yang lebih panjang.
Reaksi pada sintesis de novo asam lemak dikatalisis oleh kompleks enzim disebut
Fatty acid synthetase complex. Kompleks multi enzim tersebut mengandung 2 jenis
gugus-SH yakni yang “sentral” dan “perifer”. Pada reaksi awal asetil KoA (2C) dengan
gugus SH perifer, sedangkan malonil KoA (3C) dengan gugus SH sentral, dikatalisis oleh
malonil transasilase untuk berkondensasi membentuk kompleks enzim asetil (asil)-malonil
dengan 4C.
Kompleks enzim-Aseto-asetil kemudian mengalami reduksi, dehidrasi dan reduksi
lagi untuk membentuk senyawa kompleks enzim-asil yang jenuh, dipindah ke gugus-SH
perifer, sedangkan malonil yang baru menduduki gugus-SH sentral, kemudian proses
diulang kembali sampai jumlah atom C 16 (asam palmitat) terbentuk.

Urutan Reaksi Sintesis Asam Lemak De Novo (dapat dilihat pada gambar 8)
1. 1a. Asetil KoA dengan kompleks multi-enzim akan membentuk kompleks enzim-
asetil dan mengeluarkan KoA-SH.
1b. Asetil KoA dengan jalan lain membentuk malonil KoA. Enzim yang diperlukan :
Asetil KoA karboksilase, ko-faktor yang diperlukan : ATP, biotin, ion Mg++ dan
CO2 yang berasal dari H2CO3.
1c. Malonil KoA (1b) dan asetil enzim (1a) akan membentuk asetil malonil-enzim
dan mengeluarkan KoA.
2. Dari asetil-malonil enzim akan membentuk asetoasetil-enzim (b-ketoasil enzim)
diperlukan condensing enzim : b-ketoasil enzim sintetase
3. Dari asetoasetil enzim akan membentuk β-hidroksi asil enzim. Enzim yang
diperlukan β-keto-asil-enzim reduktase. (reduksi)
4. Pembentukan α-β-asil enzim tidak jenuh dengan bantuan enzim hidratase. (hidrasi)
5. Pembentukan asil enzim dengan bantuan α-βasil enzim reduktase tidak jenuh.
(reduksi). Asil enzim yang terbentuk akan diindahkan ke gugus perifer dan malonil
Ko A yang baru siap menduduki gugus sentral, reaksi 2-5 diulang kembali.
6. Bila telah 7 kali penambahan 2 atom C, maka akan terbentuk : Palmitil-enzim.
7. Dari palmitil-enzim, maka akan terbentuk asam palmitat setelah terjadi hidrolisis
oleh bantuan enzim : palmitil-deasilase.

Metabolisme Lemak 25
METABOLISME LEMAK

8.

Gambar 8 . Sintesis Asam Lemak Palmitat Ekstramitokondria


26 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Peran asetil KoA karboksilase :


1. Untuk mengkarboksilasi asetil KoA menjadi menjadi malonil KoA dengan bantuan
ATP.
2. Aktifitas memerlukan biotin.
3. Aktifitas dihambat oleh avidin yang terdapat dalam putih telur, sebab biotin dapat
diikat oleh protein ini.
4. Reaksi dari asetil KoA karboksilase merupakan rate limiting step. Karena dihambat
secara umpan balik oleh asil KoA.
Jumlahnya berkurang pada keadaan: puasa, DM, diet kadar lemak berlebihan.

Sintesis Triasil Gliserol ( TAG)


Bahan dasarnya adalah :
1. Glisero-3-fosfat yang dapat berasal dari :
• Proses Glikolisis yaitu dehidroksiasetonfosfat (DHAP), yang kemudian diubah
menjadi glisero-3-fosfat oleh glisero-3-fosfat dehidrogenase.
• Fosforilasi Gliserol secara langsung oleh enzim gliserokinase dengan menggunakan
ATP. Proses ini terjadi di hati,usus, ginjal
2. Dari dehidroksiaseton yang mengalami asilasi menjadi 1-asil DHAP kemudian direduksi
oleh NADPH menjadi1-asil- gliserofosfat. Jalur ini belum jelas peranannya.
3. Monoasilgliserol (epitel usus) diasilasi menjadi 1,2 diasilgliserol.

Proses sintesis TAG:


1. Pembentukan gliserol-3-fosfat melalui fosforilasi langsung gliserol atau melalui
reduksi DHAP
2. Aktivasi asam lemak oleh fatty acyl synthetase , reaksi ini membutuhkan ATP
3. Esterifikasi gliserol-3-fosfat, yaitu penempelan asam lemak yang sudah diaktivasi
ke gliserol-3-fosfat oleh enzim asil transferase

Metabolisme Lemak 27
METABOLISME LEMAK

Gambar 9. Sintesis TAG

Metabolisme Jaringan Lemak


Jaringan lemak mempunyai peranan khusus dalam metabolisme lipid yaitu untuk
menyimpan TAG sebagai cadangan energi tubuh. TAG yang disimpan dalam jaringan
lemak atau adiposa, disintesis dari asil Koa yang berasal dari asam lemak
1. TAG yang diabsorbsi dari Gastro Intestinal Tract, kemudian diangkut dalam bentuk
kilomikron.
2. TAG yang disintesis dalam hati dan diangkut dalam bentuk VLDL.
3. TAG hasil dari lipogenesis dalam jaringan lemak sendiri.
Dalam jaringan lemak TAG tidak tersimpan secara statik, tetapi selalu mengalami lipolisis
disamping esterifikasi. Lipolisis menghasilkan asam lemak dan gliserol, kemudian asam
lemak ini diaktifkan dan menjadi TAG kembali setelah mengalami esterifikasi. Jadi ada
semacam siklus esterifikasi-lipolisis pada asam-asam lemak ini dalam jaringan adiposa.
Gliserol-3-fosfat yang akan diesterifikasi dengan asam-asam lemak tersebut di atas,
dalam jaringan adiposa hanya berasal dari glikolisis, karena aktivitas gliserokinase disini/
jumlahnya sangat rendah, hal ini berbeda dengan sintesis TAG dalam hati, usus dan ginjal.
Demikian pula gliserol yang terbentuk dari hasil lipolisis tidak dapat digunakan secara
berarti dalam jaringan adiposa oleh karena aktivitas gliserokinase sangat rendah. Senyawa
28 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

ini kemudian berdifusi ke sirkulasi untuk diambil oleh jaringan lain yang menpunyai
aktivitas enzim gliserokinase yang tinggi terutama hati untuk dipergunakan lebih lanjut.
Bila proses esterifikasi melebihi lipolisis, maka TAG menumpuk di jaringan adiposa,
orang akan menjadi gemuk, sebaliknya pada keadaan tertentu lipolisis dapat melebihi
proses esterifikasi. Pada keadaan demikian asam lemak yang terbentuk dari lipolisis
sebagian tidak dapat diesterifikasi, oleh karena esterifikasi tidak dapat mengimbangi proses
lipolisis, dengan akibat asam lemak menumpuk dalam jaringan adiposa dan kemudian
masuk ke sirkulasi dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak dalam darah.
Peristiwa keluarnya asam lemak dari jaringan adiposa ini disebut mobilisasi asam lemak.
Asam lemak tersebut membentuk kompleks asam lemak-albumin dalam darah yang
kemudian diambil oleh hati atau jaringan ekstrahepatik misalnya otot. Asam lemak yang
masuk ke hati dan jaringan ekstrahepatik ini sangat mempengaruhi metabolisme jaringan
yang bersangkutan, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa metabolisme jaringan
adiposa secara tidak langsung mempengaruhi metabolisme jaringan tubuh lain. Juga semua
faktor yang mempengaruhi keseimbangan antara proses esterifikasi dan lipolisis akan
mempengaruhi kadar asam lemak dalam darah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
metabolisme jaringan tubuh di luar jaringan adiposa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi esterifikasi


Pemberian glukosa akan merangsang sekresi insulin oleh pankreas. Insulin yang
disekresikan memacu masuknya glukosa ke dalam jaringan lemak. Di dalam jaringan
lemak atau adiposa glukosa diubah menjadi glukosa -6-fosfat maka
1. Mengalami glikolisis diikuti oleh oksidasi di dalam TCC
2. Mengalami oksidasi lewat HNP-shunt
3. Disintesis menjadi asam lemak lewat proses lipogenesis
4. Disintesis menjadi gliserol-3-fosfat → esterifikasi
Glukosa yang banyak masuk ke jaringan lemak, berakibat bertambahnya pembentukan
gliserol-3-fosfat, bahan untuk esterifikasi meningkat, proses esterifikasi meningkat. Insulin
juga memacu enzim gliserol-3-fosfat hasil transferase sehingga meningkatkan juga proses
esterifikasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi lipolisis


Lipolisis TAG menjadi gliserol dan asam lemak dalam jaringan adiposa dikatalisis
oleh tiga macam enzim lipase. Yang terpenting adalah enzim hormon-sensitive-lipase,
yang merupakan rate limiting enzyme. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis TAG menjadi
diasilgliserol. Terdapat 2 bentuk hormon sensitive lipase (mobilizing lipase) yakni yang
Metabolisme Lemak 29
METABOLISME LEMAK

aktif dan inaktif. Perubahan dari bentuk inaktif menjadi aktif dilakukan dengan cara
fosforilase dengan ATP yang dikatalisis oleh enzim protein kinase, protein kinase sendiri
diaktifkan oleh C-AMP. CAMP dibentuk dari ATP dikatalisis oleh enzim adenilat siklase.
Setelah disintesis, CAMP didegradasi kembali oleh enzim fosfodiesterase menjadi
5-AMP. Jadi semua faktor yang menyebabkan meningkatnya kadar CAMP dalam jaringan
lemak akan mengaktifkan proteinkinase sehingga mengakibatkan diaktifkannya hormon-
sensitive-lipase, dengan demikian meningkatkan proses lipolisis. Kadar CAMP meningkat
bila aktivasi adenilat siklase meningkat atau bila aktivitas fosfodiesterasi menurun.
Insulin menghambat aktivitas adenilat-siklase dan mengaktifkan fosfodiesterase,
jadi insulin menghambat lipolisis. Hormon-hormon lain seperti ACTH, TSH, glukagon,
apinefrin, norelinefrin dan GH mengaktifkan adenilat-siklase, jadi memacu lipolisis.
Hormon tiroid dan glukokortikoid mengaktifkan adenilat-siklase secara tak langsung,
dengan jalan memodulasi aktivitas hormon-hormon lain seperti epinefrin dan norepinefrin.
Hormon tiroid juga merangsang lipolisis lewat jalan menghambat aktivitas fosfodiesterase.
Hormon prolaktin efeknya mirip insulin, tetapi dosisnya harus besar.
Beberapa senyawa bukan hormon, seperti asam nikotinat dan protaglandin E1 dapat
menghambat adenilat-siklase, sedangkan kafein merangsang lipolisis dengan menghambat
fosfodiestrase ( lihat gambar).

Gambar 10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lipolisis


30 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Dalam keadaan puasa atau kelaparan, kadar glukosa darah menurun. Hal ini menyebabkan
berkurangnya sekresi insulin oleh pankreas, sebaliknya sekresi glukagon meningkat.
Berkurangnya kadar glukosa dan insulin dalam darah berakibat turunnya jumlah glukosa
yang masuk ke dalam jaringan adiposa, sehingga pembentukan glisero-3-fosfat menurun,
akibatnya esterifikasi menurun. Kadar insulin yang rendah juga menyebabkan berkurangnya
hambatan terhadap aktivitas hormon-sensitive-lipase, maka akan meningkatkan lipolisis.
Kadar glukagon yang tinggi pada keadaan ini, juga meningkatkan proses lipolisis, karena
akan memacu aktivitas hormon-sensitive-lipase. Semua hal diatas akhirnya mengakibatkan
meningkatnya asam lemak bebas dalam adiposit, yang kemudian dimobilisasi ke dalam
sirkulasi. Hal yang sama akan terjadi pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol,
oleh karena rendahnya kadar insulin dalam darah.
Pada keadaan stress, misalnya ketakutan atau ancaman suatu bahaya, sekresi epinefrin
akan meningkat oleh karena rangsangan adrenerik, hingga meningkatkan lipolisis, karena
aktivitas hormon-sensitive-lipase dipacu oleh epinefrin

Metabolisme Benda Keton


Asam asetoasetat, asam b-hidroksibutirat dan aseton disebut benda-benda keton.
b-hidroksibutirat adalah hasil reduksi dari asetoasetat, dan aseton adalah hasil dekarboksilasi
non enzimatik senyawa tersebut. Senyawa-senyawa tersebut di bentuk terutama di hati dan
digunakan pada jaringan ekstrahepatik. Pada keadaan normal kadar dalam darah tidak
melebihi 1 menyebabkan pH darah menurun, dengan akibat terjadi asidosis.

Ketogenesis
Hati memiliki sistem enzim yang lengkap untuk mensintesis benda-benda keton, tetapi
aktivitas enzim untuk mengoksidasi senyawa yang dihasilkan tersebut rendah, sehingga
benda-benda tersebut dilepaskan ke dalam plasma dan proses oksidasinya diserahkan
ke jaringan ekstrahepatik. Enzim untuk ketogenesis terdapat di dalam mitokondria.
Bahan dasar untuk membentuk benda-benda keton adalah asetoasetil KoA yang berasal
dari 2 sumber :
1. Oksidasi FFA
2. Kondensasi dari 2 molekul asetil Ko A

Pembentukan benda-benda keton ada 2 cara :


1. Asetoasetil KoA langsung menjadi aseto-asetat dengan melepaskan KoA. Enzim yang
diperlukan adalah aset-asetil KoA deasilase.
2. Melalui pembentukan HMG KoA ( b hidroksi b metil-gluteril KoA ), jalan ini dianggap
jalan utama untuk membentuk benda-benda keton.
Metabolisme Lemak 31
METABOLISME LEMAK

Ketogenesis melalui HMG KO A ini diawali dengan kondensasi astoasetil KoA dengan
asetil KoA, yang kemudian membentuk HMG KoA oleh bantuan enzim HMG KoA sintetase.
Kemudian oleh enzim HMG KoA liase HMG KoA ini dipecah menghasilkan asetoasetat
dan asetil KoA. Asetil KoA yag terbentuk dapat dipakai kembali untuk membentuk HMG
KoA. Asetoasetat yang terbentuk oleh enzim b hidroksibutirat dehidrogenase direduksi
menjadi hidroksibutirat dengan suatu proses reversibel. Aseto-asetat juga secara spontan
dapat dipecah menjadi aseton. b hidroksibutirat merupakan benda keton yang jumlahnya
paling banyak dalam darah dan urin.

Gambar 11. Ketogenesis

32 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Oksidasi benda keton


Hati tidak dapat menggunakan benda-benda keton karena di dalam hati tidak terdapat
enzim-enzim yang diperlukan untuk memecah benda-benda tersebut menjadi asetil KoA.
Asetoasetat dan hidroksibutirat diambil dan dipecah menjadi asetil KoA dan dioksidasi
oleh jaringan ekstrahepatik yang dapat menghasilkan energi.
Pemecahan b hidroksibutirat menjadi asetoasetat diperlukan adanya NAD. Asetoasetat
diaktifkan oleh KoA yang dikatalisis oleh asetoasetat tiokinase atau diaktifkan oleh suksinil
KoA yang dikatalisis oleh KoA transferase. Aseto-asetil KoA yang terbentuk kemudian
oleh tiolase diubah menjadi asetil KoA yang selanjutnya dioksidasi melalui siklus Krebs.
Aseton tidak dapat digunakan oleh jaringan ekstrahepatik dan dikeluarkan melalui paru
bersama udara pernapasan atau dikeluarkan dari tubuh setelah menjadi CO2.

Gambar 12. Oksidasi Benda Keton

Ketosis
Ketosis secara umum dapat terjadi pada 2 keadaan klinis yakni DM dan kelaparan.
Faktor-faktor yang meningkatkan terjadinya ketosis :
1. Kekurangan KH dengan akibat mobilisasi FFA sehingga jumlah FFA meningkat dalam
sirkulasi, dengan sendirinya asetil KoA akan meningkat juga.
2. Pada keadaan kelaparan persediaan glikogen terpakai habis, hingga oksidasi glukosa
akan menurun, untuk energi yang akan digunakan adalah lemak, sehingga sintesis
asam lemak menurun.

Metabolisme Lemak 33
METABOLISME LEMAK

3. Pengaruh insulin yang menekan proses ketogenesis, dan memacu proses oksidasi
benda keton pada jaringan ekstrahepatik. Pada keadaan kelaparan atau DM kadar
insulin dalam tubuh menurun, hingga proses ketogenesis meningkat, oksidasi benda-
benda keton menurun.
4. Semua faktor yang menghambat siklus Krebs akan meningkatkan ketogenesis, karena
kapasitas untuk mengoksidasi secara menyeluruh asetil KoA menurun.

Gambar 13. Pembentukan, Penggunaan, dan Ekskresi Benda Keton

Pada keadaan puasa atau kelaparan juga pada keadaan dimana terjadi peningkatan
kadar asam lemak dalam darah, misalnya pada diit tinggi lemak, kegiatan jasmani yang
berat tanpa disertai asupan KH yang cukup, produksi keton-keton akan meningkat, hal
yang sama terjadi pada keadaan diabetes mellitus. Bila benda-benda keton dalam darah
kadarnya meningkat melebihi 1 mg% disebut ketonemia. Peningkatan kadar benda-benda
keton dalam darah ini pada keadaan normal akan diimbangi dengan bertambahnya proses
oksidasi senyawa – senyawa tersebut oleh jaringan ekstrahepatik.
Bila produksi semakin bertambah sampai kadar di dalam darah mencapai 70 mg%,
maka kapasitas oksidasi pada jaringan ekstrahepatik tidak dapat ditingkatkan lagi, sehingga
peningkatan lebih lanjut produksi senyawa tersebut akan sangat meningkat kadarnya di
dalam darah. Pada keadaan normal keton-keton selain dioksidasi oleh otot, otak serta otot
jantung, sebagian kecil yang jumlahnya tidak melebihi 1 mg% diekskresikan melalui
urin per 24 jam. Ambang ginjal untuk ekskresi benda-benda keton bila kadar dalam darah
dibawah 70 mg% tidak mempengaruhi jumlah ekskresinya, tetapi bila lebih dari 70 mg%,
maka ekskresi lewat ginjal akan sangat meningkat, karena ambang ginjal dilampaui.
34 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Peningkatan ekskresi benda-benda keton lewat ginjal bersama urin ini disebut ketonuria.
Keadaan dimana ketonemia dibarengi dengan terjadinya ketonuri disebut ketosis. Oleh
karena senyawa-senyawa tersebut bersifat asam maka akan berakibat terjadinya asidosis
metabolik atau disebut juga ketoasidosis, yang dapat berakibat fatal.

Pada kelaparan timbulanya ketosis diakibatkan oleh produksi benda-benda keton yang
berlebihan, terjadinya ketosis memerlukan waktu lama dan tidak akan menyebabkan
ketoasidosis yang serius, hal ini berbeda dengan DM, ketosis pada DM terjadi secara
progresif yang akhirnya terjadi ketoasidosis yang hebat. Hal ini mungkin disebabkan
karena pada keadaan kelaparan oksidasi benda keton ekstrahepatik tidak terganggu
karena kadar tidak ada gangguan pada sekresi insulin. Selain itu biasanya pada DM
proses glukoneogenesis terjadi lebih cepat dan lebih hebat dibandingkan keadaan
kelaparan sehingga akan mengganggu siklus Krebs. Pada DM yang tak terkendali, ketosis
dapat terjadi sangat berat, sehingga dapat tercium bau aseton karena kadarnya yang tinggi
dalam darah.

Kolesterol
Kolesterol merupakan bahan utama penyusun membran sel. Kolesterol ikut menyusun
partikel lipoprotein dan menjadi prekursor bagi pembentukan hormon steroid, hormon
seks, asam empedu dan vitamin D. Separuh kolesterol dalam tubuh (700 mg/hari) berasal
dari sintesis endogen, sedangkan sisanya berasal dari diet.

Pembentukan Kolesterol
Kolesterol dapat dibentuk pada semua sel yang mempunyai inti sel, dimana proses
pembentukan kolesterol terjadi di retikulum endoplasma dan sitosol. Hati dan usus halus
masing-masing mensintesis 10% dari keseluruhan kolesterol endogen. Kulit, kelenjar
adrenal, testis dan ovarium juga mensintesis kolesterol dalam jumlah kecil terutama untuk
membentuk zat-zat tertentu misalnya vitamin D3, dan minyak yang dihasilkan kelenjar
sebacea, dari testis dan ovarium membentuk steroid, jadi mereka tidak mensintesis
kolesterol plasma.
Jaringan adiposa, aorta, otot dan otak mensintesis kolesterol juga dalam jumlah kecil,
yang sintesisnya berlangsung terutama dalam mikrosom dan dalam fraksi terlarut lain dari
sel. Biosintesis kolesterol dapat dibagi dalam 5 tahapan :
1. Pembentukan mevalonat dari asetil KoA.
2. Pembentukan unit isoprenoid
3. Pembentukan skualen (squalene) dari enam unit isoprenoid
4. Pembentukan lanosterol
5. Pembentukan kolesterol
Metabolisme Lemak 35
METABOLISME LEMAK

Untuk mudahnya urutan reaksinya digambarkan sebagai berikut:


Tahap 1
1. Pembentukan asetil KoA: Molekul asam asetat diaktifkan menjadi asetil KoA, dengan
reaksi yang menggunakan energi yang berasal dari ATP dan dikatalisis oleh enzim asetil
KoA sintetase dengan Mg sebagai kofaktor.
2. Pembentukan asetoasetil KoA: Dua molekul asetil KoA bergabung membentuk
asetoasetil KoA yang dikatalisis oleh enzim thiolase di sitosol.
3. Pembentukan HMG KoA: Asetoasetil KoA bergabung dengan molekul asetoasetil
KoA lainnya menghasilkan β Hidroksi Β metil glutaril KoA (HMG KoA), enzim yang
mengkatalisasi reaksi ini adalah HMG KoA sintetase.
Pembentukan mevalonat: HMG KoA kemudian direduksi oleh enzim HMG KoA
reduktase dengan bantuan NADPH membentuk mevalonat.
Tahap 2
4. Mevalonat mengalami fosforilasi secara sekuensial oleh enzim kinase, dimana proses
ini memerlukan ATP. Kemudian terjadi dekarboksilasi sehingga terbentuk isoprenoid
aktif yaitu isopentenil difosfat.
Tahap 3
5. Isopentenil difosfat mengalami isomerasi membentuk dimetilalil difosfat yang
kemudian bergabung dengan isopentenil difosfat lainnya membentuk geranil difosfat.
Kondensasi berlanjut sehingga terbentuk farnesil difosfat lalu dua farnesil difosfat akan
membentuk skualen.
Tahap 4
6. Skualen dapat melipat membentuk struktur yang menyerupai inti steroid, lalu terjadi
penutupan cincin dan terbentuk lanosterol.
Tahap 5
7. Lanosterol kemudian diubah menjadi kolesterol melewati pembentukan 14-desmetil
lanosterol (dihilangkan gugus metilnya), kemudian menjadi zimosterol à desmosterol
(24 dehidro-kolesterol) dan akhirnya terbentuk kolesterol.

36 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Gambar 14. Pembentukan Kolesterol

Metabolisme Lemak 37
METABOLISME LEMAK

Transpor Kolesterol
Kolesterol yang diserap dari usus halus diesterifikasi di dalam mukosa usus dan
bergabung menjadi kilomikron, kemudian diambil oleh hati kemudian bergabung dengan
kolesterol hasil sintesis hati membentuk lipoprotein akhirnya dikeluarkan ke dalam
sirkulasi dalam bentuk lipoprotein VLDL.
Kadar kolesterol dalam darah seorang laki-laki sehat sekitar 200 mg%, 150 mg%
diantaranya adalah dalam bentuk ester kolesteril, 50 mg% dalam bentuk kolesterol bebas.
Esterifikasi kolesterol dapat berlangsung dalam plasma dengan bantuan aktivitas enzim
LCAT yang berasal dari hati. Enzim tersebut mentransfer asam lemak dari posisi lesitin ke
gugus OH atom C ketiga kolesterol. Pada penyakit hati sintesis enzim tersebut dan lesitin
oleh hati menurun, akibatnya kadar esterkolesteril dalam plasma akan menurun.

Jalur eksogen
Kolesterol eksogen dari diet diabsorbsi dari usus halus akan diesterifikasi di dalam
mukosa usus dan bergabung menjadi kilomikron yang mengandung TAG, kolesterol
dan apolipoprotein B48. Kilomikron ini akan ditrasnpor melalui sistem limfatik untuk
kemudian memasuki pembuluh darah melalui duktus thorasikus. Ketika mencapai plasma
darah, kilomikron mendapat tambahan apoliprotein CII dan E oleh HDL.
Kilomikron akan ditranspor ke jaringan yang membutuhkan, misalnya jaringan
adipose dan otot, dan ketika melewati kapiler di jaringan tersebut enzim lipoprotein lipase
(LPL) akan menghidrolisis sebagian besar TG menjadi asam lemak dan gliserol. Proses
tersebut diaktivasi oleh apolipoprotein CII. Asam lemak tersebut diambil oleh sel untuk
oksidasi menjadi energi atau untuk disintesis kembali menjadi TG. Pemindahan TG dari
kilomikron tersebut membuat partikel kilomikron yang lebih kecil yang disebut kilomikron
remnant, apolipoprotein C II kemudian akan kembali ke HDL, sedangkan Apolipoprotein
B48 dan E akan dikenali oleh reseptor di sel hepar, sehingga kilomikron remnant akan
diambil oleh hepar.

Jalur endogen
VLDL yang disintesis di hepar mengandung apolipoprotein B100. VLDL juga akan
mendapat apolipoprotein CII dan E dari HDL. VLDL akan mentranspor TG endogen ke
jaringan perifer, melalui mekanisme yang serupa dengan jalur eksogen, yaitu hidrolisis
TG oleh enzim LPL saat VLDL melalui kapiler jaringan. VLDL yang telah diambil TG
nya disebut VLDL remnant, yang sebagian besar akan kembali ke hepar. Sebagian dari
VLDL remnant akan memberikan TG, fosfolipid dan apolipoprotein CII ke HDL sehingga
membentuk IDL. IDL dapat kembali ke hepar, namun sebagian akan membentuk LDL.

38 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

LDL merupakan pembawa kolesterol utama ke jaringan. LDL akan berikatan dengan
reseptor LDL di membran sel dan akan masuk kedalam sel melalui endositosis yang
dimediasi reseptor. Reseptor tersebut mengenali apolipoprotein B100 yang terdapat
pada LDL. Kemudian LDL akan dihidrolisis oleh enzim lisosomal sehingga dilepaskan
kolesterol bebas ke dalam sel.

Reverse cholesterol transport


HDL merupakan lipoprotein yang berfungsi membawa kolesterol kembali ke hepar,
proses ini disebut reverse cholesterol transport. HDL dibentuk dari Apolipoprotein A-1
yang akan mengikat kelebihan kolesterol dari makrofag pada dinding vaskuler membentuk
pre-beta HDL. Kemudian terjadi esterifikasi kolesterol dengan bantuan aktivitas enzim
LCAT (lecithin cholesterol acyl transferase) sehingga terbentuk HDL yang matur.

Gambar 15. Kerja LCAT

Sebagian dari HDL matur dapat kembali ke hepar membawa kelebihan kolesterol
melalui reverse cholesterol transport, sedangkan sebagian dari HDL-3 akan bertukar
sebagian ester kolesterol dengan TG dari lipoprotein yang mengandung Apo B. Proses ini
dilakukan oleh cholesteryl ester transfer protein (CETP).

Metabolisme Lemak 39
METABOLISME LEMAK

Gambar 16. Reverse cholesterol transport HDL

Gambar 17. Jalur Eksogen dan Endogen Kolesterol

40 Metabolisme Lemak
METABOLISME LEMAK

Kolesterol di dalam sel


Kolesterol di dalam sel dapat digunakan untuk membentuk komponen membran sel,
hormon steroid, dan lainnya dan jika berlebih jumlahnya maka kolesterol akan diesterifikasi
oleh enzim ACAT (acyl Co A:cholesterol acyl transferase) untuk disimpan. Kolesterol
yang terbentuk tersebut akan menghambat aktivitas enzim HMG Ko A reduktase (melalui
inhibisi umpan balik/alosterik) dan juga menghambat transkripsi gen pengkode enzim
HMG Ko A reduktase, dengan demikian akan menghambat sintesis kolesterol. Selain
itu kolesterol juga menghambat sintesis reseptor LDL melalui penurunan transkripsi gen
pengkode reseptor LDL.

Gambar18. Kolesterol di Dalam Sel

Enzim HMG KoA reduktase dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu insulin dan
hormon tiroid yang meningkatkan aktivitas enzim sedangkan glukagon dan glukokortikoid
menurunkan aktivitas enzim tersebut. Obat dislipidemia golongan statin menurunkan
kadar kolesterol darah dengan cara menghambat enzim HMG KoA reduktase.

Metabolisme Lemak 41
METABOLISME LEMAK

Ekskresi kolesterol
Pada seorang dewasa sehat dengan diit rendah kolesterol sekitar 1300 mg kolesterol
setiap hari kembali ke hati untuk diolah dan disusun kembali, kolesterol ini dapat
berasal dari :
1. Reabsorbsi dari usus melalui sirkulasi enterohepatik.
2. HDL yang membawa kolesterol dari jaringan perifer ke dalam hati.
Kolesterol oleh hati diubah menjadi asam empedu dan diekskresikan sebagai garam-
garam empedu atau sebagai kolesterol bebas. Ekskresi cara ini meliputi 50% dari ekskresi
kolesterol keseluruhan, sisanya diekskresikan melalui mukosa usus halus. Oleh bakteri
kolesterol yang dikeluarkan ini direduksi menjadi coprostanol. Sterol di dalam faeces juga
mengandung sterol makanan terutama sterol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
tidak diabsorbsi oleh mukosa usus.
Kolesterol yang kembali ke hati, selain diekskresikan lewat pembentukan empedu,
sebagian diesterifikasi dan disimpan sebagai ester-kolesterol atau diolah menjadi
lipoprotein yakni VLDL dan LDL kemudian dikeluarkan ke peredaran darah.

Daftar Pustaka
• Muray RK. Granner DK. Mayes PA. Rodwell VW : Biokimia Harper. (1997) Ed 24.
(Terjemahan) Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
• Hardja sasmita P : (l999) Iktisar biokimia dasar B. Penerbit FKUI, Jakarta.
• Voet D.Voet Judith G.:(1990) Biochemistry. John Wiley & Sons New York.
• Cambell PN. Smith AD : (2000) Biochemistry illudtrsted. Harcort Publishers Ltd. London.
• Lehninger AL : (l982) Principles of biochemistry. Worth Publishers, Inc. New York.
• Baynes JW. Dominiczak MH : (2005) Medical biochemistry. 2nd Ed. Elsevier Musby Ltd.
Philadelphia.

42 Metabolisme Lemak
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN
Dani

Komunikasi
Di era “patient centered” ini, komunikasi efektif sangat diperlukan, tidak saja agar
dokter dapat memberi informasi mengenai masalah kesehatan terhadap pasiennya,
melainkan agar dokter juga dapat menerima informasi mengenai pasiennya. Hal ini penting
agar dokter dapat memahami pasien sebagai suatu pribadi utuh, mengeksplorasi penyakit
dan pengalaman sakit pasien. Komunikasi yang efektif ini akan membuat dokter mampu
mendeteksi problem kesehatan lebih awal, meningkatkan akurasi diagnosis, mencegah
krisis medis dan intervensi yang mahal, meningkatkan pengetahuan pasien terhadap
masalah kesehatannya, sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses terapi
dan pencegahan penyakit.
Komunikasi yang efektif dokter dengan rekan sejawat dan interprofesi, akan sangat
membantu peran integrasi dan coordinative care pada para pasien. Sedangkan komunikasi
efektif pada masyarakat sangat membantu dokter layanan primer dalam fungsinya sebagai
community care. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kepuasan pasien, penggunaan
sumber dana kesehatan yang cost effective dan menurunkan kemungkinan tuduhan
malpraktek. Kebanyakan ketidakpuasan terhadap dokter, berhubungan dengan issue
komunikasi bukan kompetensi klinisnya.
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian
informasi yang dipahami oleh kedua pihak, serta saling memiliki kesamaan arti lewat
transmisi pesan secara simbolik.
Pertukaran informasi antara dua pihak atau lebih sehingga pihak-pihak yang
berkomunikasi memahami informasi tersebut.
Informasi yang disampaikan dapat berupa pikiran, perasaan, kebutuhan, dorongan,
tindakan, atau kejadian yang diungkapkan dalam bentuk lambang yang dimengerti oleh
pihak-pihak yang berkomunikasi.

Proses Komunikasi
Proses komunikasi membutuhkan serangkaian kegiatan timbal balik antara komunikator
dengan komunikan. Adanya pengulangan ini maka dapat dipastikan bahwa sesuatu
komunikasi telah terjadi dan siklus komunikasi memaksimalkan pencapaian tujuan
komunikasi.

Komunikasi Antara Dokter dan Pasien 43


KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Tujuan Komunikasi
Membuat orang lain:
• Mengetahui informasi, dapat mengingat informasi pada waktu diperlukan.
• Memahami informasi, dapat melihat hubungan informasi yang satu dengan informasi
yang lain, mengetahui sebab-akibat, alasan-tujuan.
• Menimbulkan niat untuk melaksanakan informasi, ingin dan merasa senang jika dapat
melaksanakan informasi.
• Membuat keputusan untuk melaksanakan informasi, membuat rencana untuk
melaksanakan informasi.
• Melaksanakan informasi dalam bentuk tindakan nyata.

Macam-Macam Bentuk Komunikasi


1. Searah – Timbal balik
2. Lisan – Tertulis
3. Resmi – Tidak resmi
4. Langsung – Tidak langsung
5. Bahasa kata – Bahasa isyarat

Media Komunikasi
Pembelajaran komunikasi dapat dibagi dalam 3 kategori umum yang meliputi :
1. Komunikasi Visual
Termasuk gerak tubuh (body language), ekspresi wajah pasien yang biasanya hadir
bersama-sama dengan keluhan
2. Komunikasi Lisan
Nada dan intesitas suara yang menggunakan untaian nada tidak beraturan, kecepatan
suara yg rendah, lafal pengucapan yang disesuaikan dengan kondisi saat itu.
3. Komunikasi Tertulis
Perangkat komunikasi menggunakan bahasa tulisan, misal : informed concern dll

44
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Berkomunikasi


• Peran pendengar – pembicara,
Perlu bergantian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian dan berbicara dengan jelas.
• Kondisi diri.
Keadaan diri pada waktu berkomunikasi dan juga pandangan dan sikap yang dimiliki
terhadap orang yang diajak berkomunikasi
• Waktu dan tempat, situasi dan kondisi.
Proses komunikasi perlu dilaksanakan pada saat dan tempat yang sesuai dengan tujuan
komunikasi.
Disamping itu perlu diperhatikan juga jangka waktu yang diperlukan serta situasi dan
kondisi waktu berkomunikasi, juga jarak dalam berkomunikasi.
• Keterbukaan.
Kesediaan untuk memberikan informasi yang diketahui dan kesediaan untuk menerima
informasi yang berasal dari pihak lain.
Berpandangan jernih, tidak berprasangka.
• Keselarasan arti lambang, kesepakatan cara mengartikan lambang yang dipergunakan
untuk berkomunikasi.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah latar belakang pendidikan, budaya, agama,
dan status sosial.

Untuk memaksimalkan pemahaman permasalahan diatas, untuk setiap kasus perlu


dilaksanakan strategi analisis permasalahan dengan meneliti :
 Apa masalah pokoknya, keluhannya ?
 Apa penyebab masalah/sakitnya tersebut ?
 Apa dampak permasalahan/sakit tersebut pada aktivitas sehari hari ?
 Apa saja alternatif solusi yang dokter tawarkan ?
 Apa solusi/therapy yang paling ideal

Kegiatan analisis ini dapat dilakukan secara individu/pasien saja, atau berkelompok/
pasien dan keluarganya.

Komunikasi Antara Dokter dan Pasien 45


KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Komunikasi Dokter-Pasien
Kualitas komunikasi antara pasien dan dokter merupakan hal yang penting. Komunikasi
dokter-pasien yang buruk kerapkali menyebabkan pasien tidak mematuhi rekomendasi
pengobatan yang disarankan dokter bahkan merupakan awal dari tuntutan malapraktik.
Meskipun pasien dapat mengetahui efek perawatan dengan melihat hilangnya simptom
keluhan, apa yang berkesan pada diri mereka ialah apakah mereka menyukai dokter yang
merawatnya, apakah dokter bersikap hangat dan ramah atau sebaliknya sangat formal,
dingin, dan tidak komunikatif.
Pasien seringkali menilai ketepatan perawatan kesehatan dengan menggunakan kriteria
yang tidak relevan dengan kualitas teknis perawatan, yaitu berdasarkan cara melakukan
perawatan. Misalnya bila dokter mengekspresikan ketidakpastian tentang hakikat kondisi
penyakit pasien maka kepuasan pasien akan menurun. Dokter yang bersikap hangat, yakin
diri, ramah sering dinilai baik dan kompeten, sedangkan dokter yang sangat formal, sangat
membatasi diri akan dinilai tidak ramah dan tidak kompeten.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Dokter-Pasien


a. Setting.
b. Filosofi Health Care Delivery.
c. Perilaku dokter.
d. Kondisi Pasien.

a. Setting
Setting ruang pemeriksaan kesehatan pada dasarnya kurang mendukung untuk
komunikai yang efektif, karena
Pasien :
- Dalam kondisi sakit ia harus menceritakan penyakitnya kepada orang lain yang
mungkin belum dikenalnya.
- Pasien harus menjawab serangkaian pertanyaan yang sulit dan disuruh buka baju,
membiarkan dirinya diraba, diketuk-ketuk, ketika dokter berupaya menegakkan
diagnosis.
- Pasien sulit untuk menyampaikan keluhan dengan benar sementara ia sedang sakit
atau demam, kemampuan artikulasi katanya mungkin terhambat oleh kecemasan
atau rasa malu baik karena keluhan penyakitnya maupun ketika menjalani
pemeriksaan.
46
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Dokter
- Berusaha menarik intisari informasi yang signifikan secepat mungkin baik dari
pemeriksaan fisik terhadap tubuh pasien maupun dari keluhan yang diungkapkan
pasien..
- Dokter seringkali mempunyai jadwal yang ketat, dengan banyak pasien yang
menunggu di ruang tunggu.
- Kesulitan untuk menangkap informasi dalam rangka menegakkan diagnosis
menjadi semakin rumit karena penggunaan obat-obatan rumah yang dilakukan
pasien sendiri sebelum ia datang berobat sehingga simptom menjadi terselubung
atau campur aduk.
- Pandangan pasien tentang simptom mana yang penting mungkin tidak sama dengan
pandangan dokter, sehingga tanda-tanda penting sering terlewat.

Kondisi di mana pasien mencari penghiburan sementara dokter berusaha


memaksimalkan efektivitas pemanfaatan waktu, jelas merupakan sumber potensial
terjadinya ketegangan dan miskomunikasi di antara dokter-pasien.

b. Filosofi Health Care Delivery


Peran dokter di masa lalu bercorak dominan dan bertindak sebagai pemegang
otoritas. Meningkatnya jumlah dokter perempuan dan keterbukaan bidang medis
terhadap pendekatan pengobatan alternatif khususnya dari budaya Timur dan
berkembangnya filosofi holistic health, mewarnai relasi dokter-pasien menjadi lebih
terbuka, dokter dan pasien berada dalam kedudukan yang setara dan timbal balik,
juga melibatkan kontak emosional. Kesehatan kini dipandang sebagai kondisi positif
yang perlu dicapai secara aktif atas usaha pasien bersama dokter, tidak sepenuhnya
bergantung kepada dokter. Holistic health meliputi pendidikan kesehatan, self-help,
dan self-healing.

c. Perilaku Dokter
- Tidak mendengarkan.
Penelitian Beckman & Frankel (dalam Taylor, 1995: 348): hanya 23% kasus di mana
pasien mempunyai kesempatan menyelesaikan penjelasan tentang keluhannya.
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien 47
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Sementara dalam 69% kunjungan, dokter menginterupsi penjelasan pasien,


mengarahkan pasien pada penyakit tertentu. Pada umumnya dokter menginterupsi
setelah pasien berbicara 18 detik akan menghalangi pasien untuk membicarakan
keluhannya, dokter juga bisa kehilangan informasi penting.
- Menggunakan bahasa dan istilah teknis-medis.
Bahasa/istilah teknis yang tidak dipahami pasien akan menyebabkan miskomunikasi
yang mungkin bisa berakibat fatal.
Mengapa dokter menggunakan istilah/bahasa teknis:
• untuk mencegah pasien bertanya lebih lanjut atau mencegah pasien mengetahui
bahwa sebenarnya dokter tidak yakin akan masalah kesehatan pasien.
• terlatih dalam pendidikan untuk menggunakan istilah teknis khususnya dalam
berkomunikasi dengan sejawat.
• Ketidakmampuan untuk mengungkapkan penjelasan dengan bahasa sehari-
hari yang dapat dipahami pasien.
• Kebingungan untuk menentukan seberapa jauh penjelasan perlu diberikan
kepada pasien.
- Menggunakan baby talk dan penjelasan yang sangat simplistik.
membuat pasien bingung untuk dari mana harus mulai bertanya tentang informasi
yang diperlukannya.
- Depersonalisasi terhadap pasien.
memperlakukan pasien sebagai objek, seperti mesin yang memerlukan perbaikan
akan membuat pasien kurang nyaman, sulit berkomunikasi. Di sisi lain, cara ini
sering dipakai untuk melindungi dokter dari pelibatan emosi yang dapat membebani
dirinya.
- Sikap enggan/negatif dokter untuk merawat pasien tertentu. Termasuk sexism:
kecocokan jenis kelamin, kerapkali dokter lebih memilih pasien laki-laki karena
memandang pasien perempuan biasanya mengeluh bukan karena benar-benar sakit.

d. Kondisi Pasien
- Kecemasan.
Kecemasan akan menghambat kemampuan memusatkan perhatian dan memroses
informasi, juga untuk mengingat informasi.
- Inteligensi.
Sebagian pasien tidak cukup cerdas untuk menerima penjelasan yang sederhana
sekalipun.
48
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

- Pengalaman dengan penyakit.


Pasien yang pernah mempunyai pengalaman dengan penyakit tertentu dan
memperoleh penjelasan tentang penyakit tersebut tentu berbeda kemampuan
menangkap penjelasan dokter mengenai penyakitnya itu dibandingkan pasien yang
belum mengetahui apa-apa.
- Perhatian pasien diarahkan pada hal-hal yang berbeda dari perhatian dokter.
Biasanya pasien memusatkan perhatian pada rasa sakit dan simptom yang
mengganggu aktivitasnya, sedangkan dokter lebih memperhatikan hal-hal
yang mendasari keluhan itu, yaitu penyakitnya, keparahan dan pengobatannya.
Dampaknya mungkin pasien kurang memperhatikan informasi penting yang
dikatakan dokter karena beranggapan hal itu tidak langsung berkaitan dengan
keluhannya, atau mungkin pasien mengabaikan saran dokter karena beranggapan
diagnosis dokter keliru.
- Pasien menganggap bahwa dokter tidak akan mengatakan hal yang sebenarnya bila
kondisi kesehatannya buruk.
Anggapan seperti ini membuat pasien enggan bertanya karena merasa tidak
akan diberitahu hal yang sesungguhnya, sementara dokter mengira pasien telah
memahami kondisinya.

Dampak Komunikasi Dokter-Pasien Yang Buruk


- Pasien tidak mematuhi saran pengobatan.
- Tuntutan malapraktik.

Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pasien Mematuhi Saran Dokter


(Taylor, 1995: 368)
1. Dengarkan pasien.
2. Beri penjelasan sederhana sesuai dengan kemampuan pasien untuk menangkap
informasi.
3. Beri instruksi yang jelas dan rinci mengenai cara pengobatan, lebih baik bila tertulis.
4. Instruksi/saran harus spesifik, detil, dan kongkrit.
5. Minta untuk memanfaatkan hal-hal fisik yang bisa mengingatkan pengobatannya,
misalnya wadah obat dengan penunjuk waktu, kalender.
6. Hubungi pasien bila tidak datang berobat.
7. Buat jadwal pengobatan yang sesuai dengan jadwal kegiatan pasien.
8. Tekankan pentingnya kedisiplinan mematuhi pengobatan, pada setiap kunjungan
pasien.
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien 49
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

9. Hargai usaha pasien untuk mematuhi pengobatan dan dorong pasien untuk
melanjutkannya, pada setiap kunjungan.
10. Libatkan pasangan atau anggota keluarga lain.
11. Gunakan kata-kata dan kalimat singkat.
12. Jelaskan secara sistematik berdasarkan kategori (misalnya informasi dibagi ke dalam
kategori penyebab, prognosis, pengobatan).
13. Ulangi hal-hal yang penting.
14. Temukan apa yang pasien khawatirkan. Jangan hanya mencari data semata-mata untuk
keperluan diagnosis.
15. Temukan apa yang pasien harapkan. Bila tidak dapat dipenuhi, jelaskan mengapa.
16. Beri informasi tentang diagnosis dan penyebab penyakitnya.
17. Tunjukkan sikap ramah-bersahabat.
18. Hindarkan istilah-istilah teknis-medis.
19. Luangkan waktu untuk membicarakan hal-hal non-medik.

Komunikasi interpersonal yang terjadi antara dokter dan pasien di sarana kesehatan
sangat penting dilakukan untuk proses perawatan , pengobatan dan penyembuhan,
Keterlibatan dokter selaku komunikator terhadap isi pesan, penyampaian pesan bagi
komunikan mempunyai peran yang sangat penting, sehingga perlu ketrampilan khusus

50
Komunikasi Antara Dokter dan Pasien
KOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN

Daftar Pustaka
• Konsil kedokteran Indonesia, 2012, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Konsil
Kedokteran Indonesia, Jakarta 2012
• Herqutanto, Basuki E, Jauzi S, Mansyur M. Pengetahuan Dan Keterampilan Dokter
Pasien dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Journal Indonesia Med. Assoc 2011;
volume 61, No. 5 Mei 2011
• Mead N, Bower P, 2002, Patient-centred consultations and outcomes in primary care:
a review of the literature, Patient education and counseling 48 (2002) 51 – 61, Elsevier
Science Ireland Ltd
• Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online, http://kbbi.web.id/
komunikasi
• Back, Kurt W., et.al. 1977. Social Psychology. New York: John Wiley & Sons.
• Supratiknya. 2000. Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius.
• Taylor, Shelley E. 1995. Health Psychology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
• Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Komunikasi Antara Dokter dan Pasien 51


ANTROPOLOGI GIZI
Winsa Husin

Pendahuluan
Sejarah makanan dan cara makan sudah mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan
sejarah manusia, karena makanan merupakan kebutuhan esensial dalam kehidupan
manusia, baik untuk kelangsungan hidup dalam konteks kesehatan, maupun hubungan
dengan berbagai kegiatan sosio-budaya-ekonomi dalam masyarakat. Studi dalam bidang
makanan dan cara makan dimulai dari akhir abad ke 19 oleh Garrick Mallery and
William Robertson Smith, kemudian pada tahun 1970-an baru memperoleh perhatian
dan perkembangan di dalam bidang antropologi, terutama dalam antropologi medik dan
dikenal sebagai nutritional anthropology (antropologi gizi).
Antropologi adalah bidang multidisiplin yang mempelajari dan analisis asal, tingkah
laku, perkembangan fisik, sosial dan budaya manusia di dalam masyarakat, termasuk
kebiasaan dan kepercayaannya.
Antropologi Gizi merupakan bidang studi yang menggabungkan antropologi dan
pengetahuan nutrisi dengan fokus interaksi antara faktor-faktor biologi, psikologi,
sosiokultural, ekonomi, ekologi dan politik, faktor-faktor ini mempengaruhi respons
manusia, baik individual maupun populasi terhadap berbagai sumber nutrisi. Kedua
bidang ilmu (antropologi dan ilmu gizi) merupakan dua bidang ilmu yang sangat berbeda,
antropologi cenderung merupakan ilmu pengetahuan berdasarkan pangamatan, sedangkan
ilmu gizi lebih mengutamakan penelitian experimen. Namun kerja sama ahli-ahli antara
kedua bidang ini akhir-akhir ini mulai menampakkkan hasil.
Para antropolog yang berkecimpung dalam penelitian bidang anthropologi gizi
berkontribusi dalam perspektif holistik yang mencakup pencatatan sejarah, hasil observasi
dan dokumentasi tertulis. Dari etnografi yang memberi gambaran kondisi makanan dan
nutrisi suatu populasi suku bangsa tertentu, umumnya merupakan hasil pengamatan
mengenai makanan utama, pola makan akibat perubahan sosial, keamanan karena
ketersediaan makanan (food security), hubungan makanan dan ritual, cara makan yang
menunjukkan identitas, dan instruksi penggunaan materi makanan.
Pada umumnya berbagai studi kasus Penelitian Antropologi Gizi dalam masyarakat
dikategorikan sebagai berikut: (1) pengaruh proses sosiokultural dalam nutrisi, (2)
epidemiologi nutrisi sosial, (3) gambaran nutrisi dalam sistem kultural, (4) adaptasi
fisiologi, genetik populasi terhadap nutrisi; dan (5) penelitian terapan berbagai program
nutrisi.
Penelitian dalam kategori pengaruh proses sosiokultural dalam nutrisi seringkali
berfokus dalam perubahan skala besar, misalnya globalisasi, modernisasi, urbanisasi,
perubahan peran wanita dan perubahan teknologi dalam konteks pengolahan makanan.
Hasil laporan WHO 2002, pada waktu yang bersamaan 170 milion anak-anak di negara
yang sedang berkembang didapatkan underweight – and lebih dari 3 milion di antaranya
meninggal akibat kekurangan gizi – di lain pihak lebih dari 1 bilion orang dewasa di dunia
mengidap overweight dan minimum 300 milion di antaranya dinyatakan sebagai obese.

52 Antropologi Gizi
ANTROPOLOGI GIZI

Pada kategori epidemiologi nutrisi sosial dapat dikemukakan berbagai topik, misalnya
deskripsi faktor-faktor sosial dan budaya tertentu yang dapat menempatkan manusia
pada risiko problem-problem nutrisi; atau identifikasi berbagai problem kesehatan yang
berhubungan dengan nutrisi. Contoh, faktor-faktor sosial dan ekologi menyebabkan
defisiensi vitamin A (atau defisiensi mikronutrient lainnya), interaksi faktor-faktor
sosioekonomi, budaya yang mempengaruhi pertumbuhan anak-anak balita; dan
konsekuensi fungsional akibat malnutrisi pada masa kanak-kanak dan dewasa. Hasil
penelitian etnografik secara terperinci mengungkapkan konsekuensi perubahan pola diet,
mencakup peningkatan atau penurunan ratio malnutrisi dan defisiensi nutrisi lainnya.
Dalam konteks ekologi, manusia dapat beradaptasi dalam lingkungannya untuk
memenuhi kebutuhan makan dan nutrisinya, mulai dari zaman menusia hidup dari
perburuan, hortikultura, peternakan sampai perkembangan agrikultur. Satu abad terakhir
ini mengikuti perkembangan pesat dalam agrikultur industri dan sistem makanan industri.
Studi di area sistem kultural biasanya bertujuan untuk mempelajari pengaruh kepercayaan,
tahyul dan kebiasaan-kebiasan dalam memilih makanan, antara lain pantangan terhadap
makanan tertentu, contohnya kasus-kasus kepercayaan mengenai makanan larangan bagi
wanita hamil, wanita baru melahirkan, wanita menyusui ataupun pada anak-anak yang
sedang sakit.
Interaksi adaptasi antara kultural, fisiologi dan genetik dengan sistem makanan dan pola
makan sudah mendapat perhatian lama dari antropolog biokultural. Salah satu penelitian
mempelajari adaptasi perilaku penduduk lokal dalam cara menjalani dan mempertahankan
diet tertentu, sehingga dapat memungkinkan mereka tetap bertahan hidup, misalnya suatu
suku bangsa di Amerika Tengah yang mengembangkan teknik yang telah dilakukan turun
temurun sehingga memperoleh hasil pengolahan jagung dengan peningkatan komposisi
asam amino dan niacin, tanpa adanya pengetahuan turun temurun ini, populasi yang
bergantung hidupnya hanya dari jagung sebagai makanan pokoknya akan mengalami
masalah malnutrisi yang serius.
Area penelitian lain mempelajari hubungan antara variasi genetik populasi dengan pola
konsumsi makanan, topik spesifik yang pernah diteliti adalah tolerasi terhadap laktosa.
Antropolog melihat adanya toleransi tinggi terhadap susu pada populasi tertentu misalnya
bangsa Eropa terutama yang tinggal di bagian Eropa utara walaupun teoritis menyatakan
manusia kehilangan kapasitas pencernaan laktosa sesudah melewati masa penyapihan.
Umumnya penelitian terapan dilakukan melalui aktivitas kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian yang terjadi di tahap komunitas ini, kelak mungkin akan menentukan perencanaan
dan kebijakan di tahap nasional maupun internasional. Misalnya, studi kualitatif jangka
pendek terhadap penduduk yang mengalami defisiensi vitamin A, kemudian diikuti dengan
intervensi meningkatkan gizi bayi dan anak-anak balita.
Kualitas/kuantitas makanan

Antropologi Gizi 53
ANTROPOLOGI GIZI

Dalam menjalankan penelitian dalam berbagai kategori tersebut di atas, tampak fokus
utama antropologi gizi adalah pengamatan interaksi faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan, terutama dalam bidang etnografi, ekologi,
ekonomi, biokultural, pendekatan gizi dan ethnoscientific.
Sasaran pengamatan etnografik umumnya adalah gambaran perilaku manusia di dalam
komunitasnya, misalnya gaya hidup dalam kehidupan sosial budaya, akibat kebiasaan
makan yang mempengaruhi asupan nutrien dan kesehatan.
Ethnoscience mempelajari dan membandingkan perilaku berbagai populasi manusia
menjalani struktur diet dalam aspek budaya, misalnya anggapan makanan sebagai simbolik,
praktek kulinar, diet dan pandangannya terhadap kesehatan dalam konteks gizi. Makanan
dan nutrisi merupakan bahan pemikiran setiap hari bagi kebanyakan orang, baik hanya
sekedar mengisi perut tanpa memikirkan penampilan tubuh maupun risiko bagi kesehatan,
ada pula yang terlalu memikirkan penampilan tubuh dan/atau selalu menguatirkan akan
kesehatan dirinya, kadangkala sampai tahap yang tidak masuk akal sehingga menimbulkan
masalah kelebihan gizi maupun kekurangan gizi.
Studi dalam bidang ekonomi dan ekologi, penghasilan dari pekerjaan, tersedianya
makanan dan harga makanan ikut menentukan kualitas dan kuantitas makanan, bagi
golongan ekonomi rendah biasanya tidak menekankan “makanan sehat”, rasa dan enaknya
makanan ataupun waktu penyediaan makanan. Sementara bagi segolongan masyarakat
yang lebih mapan, seringkali tidak memperhatikan hal penyediaan makanan, kecukupan
protein maupun jumlah kalori, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh rasa enaknya
makanan atau faktor mempertahankan gengsi saja. Di sisi lain, kesibukan bekerja juga
mempengaruhi penyediaan dan persiapan makanan, jika kondisi ini terjadi pada ibu rumah
tangga yang juga mempunyai mata pencaharian di luar rumah, maka kondisi gizi anak-
anaknya mungkin akan terpengaruh.
Kadangkala faktor ekologi ikut menentukan makanan yang tersedia dalam komunitas
tertentu, misalnya orang Eskimo memilih diet yang terdiri atas tinggi lemak dan daging
tinggi protein, karena kebutuhan bertahan dalam lingkungan, bukan karena pilihan rasa
enak ataupun sebagai simbol sosial.
Perilaku memilih makanan:
Kunci utama merangsang nafsu makan adalah rasa lapar, tetapi makanan apa yang kita
pilih biasanya bukan karena hanya kebutuhan fisiologi ataupun nutrisi, juga melibatkan
faktor-faktor: biologi (misalnya rasa lapar, nafsu makan dan sensasi mengecap), faktor
ekonomi (harga, pendapatan dan ketersediaan makanan), faktor fisik (misalnya pendidikan,
keterampilan memasak-, dan waktu), faktor sosial (misalnya budaya, keluarga, pola
makan), faktor psikologi (mood, stress dan rasa bersalah), kepercayaan dan pengetahuan
tentang makanan.

54 Antropologi Gizi
ANTROPOLOGI GIZI

Faktor biologi:
Rasa lapar dan kenyang:
Keperluan fisiologi merupakan dasar pemilihanan makanan. Manusia memerlukan energi
dan nutrien untuk mempertahankan hidup dan berespon terhadap rasa lapar dan kenyang
dengan melibatkan susunan saraf pusat dalam mengontrol keseimbangan antara lapar,
stimulasi nafsu makan dan konsumsi makanan. Konsumsi makronutrien yairu karbohidrat,
protein dan lemak secara umum memberi sinyal rasa kenyang. Sinyal kekenyangan dapat
pula diberikan setelah konsumsi makanan mencapai besaran porsi tertentu, kebanyakan
orang tidak menyadari atau memperdulikan pemberian sinyal tersebut sehingga melebihi
ambang besaran porsi tersebut dan berakibat pada kelebihan input energi.
Palatability adalah kemampuan mulut untuk menerima makanan. Kemampuan ini
bergantung dari fungsi sensoris misalnya rasa kecap, pembauan/penciuman, tekstur dan
bentuk makanan. Santapan manis dan tinggi lemak tidak dapat disangkal dapat memberikan
sensasi yang tidak mudah dilupakan, sehingga makanan tersebut walaupun tidak bergizi
namun sering dikonsumsi untuk sekedar menyenangkan hati.
Fisiologi pencernaan manusia ikut menentukan pilihan makanan. Keterbatasan
kapasitas lambung menyebabkan manusia harus mengisi perutnya berulang kali. Manusia
akan membatasi makannya apabila dalam keadaan sakit, atau menghindari alergi terhadap
makanan tertentu, atau sedang menjalani diet.
Kebebasan memilih dan mencoba makanan menyebabkan manusia dapat terhindar dari
kelaparan apabila terjadi keterbatasan makanan, misalnya sedang berada jauh dari daerah
asal; namun kebebasan memilih ini pun dapat menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan
dan atau keracunan makanan, yang dapat terjadi pada keadaan food neophobia dan food
neophilia. Keadaan yang pertama akan menghindarkan manusia dari bahaya keracunan
makanan tetapi kemungkinan dapat terjadi ketidakseimbangan makanan, kejadian
sebaliknya dapat terjadi pada food neophilia.

Faktor sosio-ekonomi, fisik dan budaya


Harga dan kemudahan memperoleh makanan.
Tidak diragukan lagi bahwa harga makanan adalah faktor utama menentukan pilihan
makanan. Apakah harga tertentu merupakan penghambat akses makanan tentunya tergantung
pendapatan seseorang dan status ekonominya. Kelompok penghasilan rendah bertendensi
tinggi untuk mengkonsumsi diet yang tidak seimbang dan kurang mengkonsumsi buah-
buahan. Namun, tidak berarti akses makanan bagi yang berpenghasilan tinggi akan identik
dengan diet yang lebih berkualitas, perbedaan utama hanya mereka berkemampuan untuk
memilih lebih banyak ragam makanan. Kemampuan memperoleh makanan juga tergantung
lokasi geografis dan transportasi.

Antropologi Gizi 55
ANTROPOLOGI GIZI

Pendidikan dan pengetahuan


Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
perilaku memilih makanan.

Faktor sosial
Perbedaan jenjang sosial
Penelitian dalam populasi menunjukkan ada perbedaan yang transparan akibat
perbedaan jenjang sosial dan budaya pada cara memilih makanan. Penggolongan dalam
masyarakat, misalnya adanya tingkat kasta dan kelompok agama menetapkan makanan
yang merupakan larangan, makanan simbolik yang hanya disediakan untuk upacara
tertentu yang dibedakan dari makanan sehari-hari. Faktor menjaga prestise kadang-kadang
ikut menentukan perilaku memilih makanan, terutama bagi petinggi dalam sistem kultur
maupun dari sudut pandang sosio-ekonomi, etnografi di Amerika Latin menemukan bahwa
adanya tendensi meninggalkan konsumsi sayuran hijau karena dianggap makanan itu tidak
bergengsi hanyalah makanan rakyat jelata, sebaliknya minuman ringan karbonat dianggap
memiliki nilai kultur yang tinggi, problem ini banyak pula terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang.

Pengaruh budaya
Pengaruh budaya menunjukkan adanya perbedaan dalam kebiasaan mengkonsumsi
makanan tertentu yang dipersiapkan secara tradisional, pada budaya tertentu menampakkan
adanya pantangan untuk makanan tertentu, misalnya pada vegetarian. Pengaruh budaya
dapat berubah apabila seseorang pindah, berdiam dan kemudian beradaptasi dengan
budaya di negara yang didatanginya.
Umur dan gender:
Makanan tertentu kadangkala dikatakan khusus disediakan bagi anak-anak, terutama
makanan yang tidak pedas dan mudah dicerna, karena ada kepercayaan makanan tersebut
tidak akan membuat sang anak menjadi sakit dan memungkinkan pertumbuhan badannya
lebih cepat. Di lain pihak ada makanan tertentu yang merupakan makanan larangan bagi
anak-anak karena kuatir akan menyebabkan penyakit.
Konsumsi makanan bagi kaum pria dan wanita dalam keluarga adakalanya dibedakan
karena dianggap ada perbedaan aktivitas pekerjaan dan laki-laki dalam rumah tangga
dianggap sebagai kepala rumah tangga sehingga harus memperoleh makanan yang lebih
baik dan berkualitas. Suatu penelitian menemukan adanya larangan bagi ibu rumah untuk
makan protein hewani dan hanya disediakan bagi kaum pria.

56 Antropologi Gizi
ANTROPOLOGI GIZI

Faktor psikologi
Stress
Perubahan pemilihan makanan akibat stres mekanisme motivasi stres karena adanya
mekanisme-mekanisme, antara lain: perbedaan motivasi (misalnya berat badan menjadi
kurang terkontrol), fisiologis (berkurang nafsu makan), dan perubahan praktis, misalnya
lebih aktif atau pasif dalam mencari kesempatan makan, keter-sediaan makanan maupun
dalam hal penyediaan makanan.
Mood
Hippocrates adalah orang pertama yang berkesan bahwa makanan mempunyai
kekuatan menyembuhkan, baru pada abad pertengahan, makanan dipercaya merupakan
alat untuk memodifikasi temperamen dan mood. Sekarang hasil penelitian menemukan
bahwa makanan mempengaruhi mood, dan mood juga mempengaruhi cara memilih
makanan. Wanita dilaporkan lebih banyak dipengaruhi kondisi mood terutama pada masa
premenstruasi. Faktor-faktor di atas saling berkaitan satu sama lain.
Populasi manusia juga menentukan pola waktu makan sesuai dengan timbulnya rasa
lapar, namun di saat lain, karena alasan sosial dan simbolik mereka tidak mengkonsumsi
makanan walaupun sedang merasa lapar, dan pangan sudah tersedia.
Umumnya, faktor-faktor sosio-budaya dan psikologis saling interaksi sehingga dikenal
juga sebagai faktor psikososial.
Dalam memilih makanan, faktor-faktor ekologi dan ekonomi seringkali didahulukan
daripada faktor sensoris dan sosio-budaya, walau sebaliknya faktor-faktor sosiobudaya
sering ingin tetap dipertahankan dalam kondisi ekonomi apapun.
Berbagai dimensi status pribadi – biologi, sosial, ekonomi – dapat secara positif dan
negatif mempengaruhi konsumsi makanan, misalnya kemiskinan akan memicu terjadinya
food insecurity.
Dengan berjalannya waktu terjadi pergeseran pola makanan bagi penduduk dunia,
pertumbuhan ekonomi dan bertembahnya penduduk menimbulkankan problem baru,
ironisnya, diet tinggi karbohidrat kompleks dan serat yang dikonsumsi pada saat ekonomi
sedang memburuk, diganti dengan banyaknya konsumsi makanan tinggi glukosa dan
lemak pada situasi ekonomi membaik, pergeseran pola inilah yang menyebabkan masalah
dengan bertambah banyaknya anak-anak dan orang dewasa yang menderita obesitas.

Antropologi Gizi 57
ANTROPOLOGI GIZI

Glossary:
• Etnografi = deskripsi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa, terutama mengenai
distribusi dan ciri-ciri ras, dalam hubungannya dengan kondisi geografi
• Food insecurity = kerawanan pangan, kekurangan akses makanan yang cukup untuk
aktivitas hidup
• Malnutrition = kondisi yang menyebabkan defisiensi input energi dan nutrien makanan
atau karena ketidak seimbangan nutrien
• Undernutrition = defisiensi energi atau nutrien.
• Overnutrition = kelebihan energi atau nutrien.
• Food neophobia = takut mencoba makanan yang baru dikenal
• Food neophilia = suka mencoba makanan yang baru dikenal

Daftar Pustaka
• Bellisle F. 2005. The Determinants of Food Choice. The European Food Information Council,
EUFIC. www.eufic.org/gb/heal/heal13.htm - 67k
• Gretel H. Pelto, Pertti J. Pelto, and Ellen Messer. 1989. Research Methods in Nutritional
Anthropology. United Nations University Press. ISBN 92-808-0632-7 www.unu.edu/unupress/
unupbooks/80632e/80632E03.htm
• Harrison GG, Ritenbaugh C. 1081. Anthropology and nutrition: a perspective on two scientific
subcultures. 1: Fed Proc. 1981 Sep;40(11):2595-600. PMID: 7274475 [PubMed - indexed for
MEDLINE]
• Kurt Gedrich. 2003. Determinants of nutritional behaviour: a multitude of levers for successful
intervention? Research Report25th Anniversary Symposium of AGEV. Appetite. Volume 41,
Issue 3, December 2003, pp. 231 – 238. Elsevier Ltd. www.wlh.wi.tum.de/Res/Appetite2003
• Messer, E. 1989. Methods for studying determinants of food intake. In: Pelto, G.H., P.J. Pelto,
and E. Messer (eds.) Research methods in nutritional anthropology. Tokyo, Japan: The United
Nations University. Pp. 1-33. www.as.ua.edu/ant/bindon/ant476/ - 25k

58 Antropologi Gizi
FARMAKOKINETIK KLINIK
Sugiarto Puradisastra

Tujuan pendidikan farmakologi adalah para peserta didik dapat membuat resep yang
rasional, dapat menginterpretasi mengenai uji klinik secara kritis, dan dapat menilai
efektivitas obat, terutama obat-obat baru.
Pemberian obat pada pasien akan memberikan efek atau respon tertentu. Besarnya efek
atau respon ada yang dapat diukur seperti obat antihipertensi, sehingga mudah melakukan
penyesuaian dosis dan memperoleh hasil yang baik secara klinis. Namun, efek atau
respon obat ada pula yang tidak dapat atau sulit diukur seperti obat profilaksis atau obat-
obatan yang bersifat toksik dengan margin of safety yang sempit, sehingga penyesuaian
dosisnya menjadi sulit dan memerlukan Monitoring Kadar Obat Dalam Terapi (Clinical
Pharmacokinetics)
MKOT atau MONITORING KADAR OBAT DALAM TERAPI adalah pemeriksaan
kadar obat dalam plasma seacara periodik untuk tujuan membantu dokter /klinikus
untuk menetapkan dosis obat dalam mengobati penyakit penderita (Individual Dose).
Dasar pemikiran dilakukannya MKOT adalah obat akan menimbulkan efek kalau
berikatan dengan reseptor, dan besarnya efek obat (intensitas) berbanding lurus den-
gan kadar obat pada reseptor. Tetapi pengukuran obat pada reseptor sulit dilakukan,
sehingga digunakan cara yang mendekati yaitu kadar obat dalam plasma. (karena
kadar obat dalam reseptor dan plasma dalam keadaan keseimbangan).
Pada sekelompok kecil obat, perbedaan antara kadar obat yang menimbulkan efek-
tivitas dan toksisitas hanya sedikit (dua atau tiga kalinya), sehingga dalam MKOT
digunakan cara target level. Pada keadaan ini, kadar obat yang diinginkan (target) tetap
berada di pusat kisaran terapi (steady state consentration) dan dosis diatur berada dekat
target. Hal ini dapat dicapai antara lain melalui (1) dosis pemeliharaan (maintenance
dose), (2) dosis awal (loading dose), dan (3) dosis individual.

Farmakokinetik Klinik 59
FARMAKOKINETIK KLINIK

Gambar 1. Konsentrasi Obat dalam plasma

Waktu Paruh / Half Life ( t ½ )


Adalah waktu antara kadar obat dalam plasma mencapai maksimal sampai kadar
obat dalam plasma menurun SP 50 % (½ nya). Waktu paruh menggambarkan kecepatan
eliminasi obat, yaitu kecepatan biotransformasi dan kecepatan ekskresi

60 Farmakokinetik Klinik
FARMAKOKINETIK KLINIK

Gambar 2. Waktu Paruh Obat

Farmakokinetik Klinik 61
FARMAKOKINETIK KLINIK

Waktu paruh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


1. Kecepatan biotransformasi
2. Siklus enterohepatik
3. Proses resorpsi kembali di ginjal
4. Ikatan protein plasma
5.Akumulasi obat pada organ
6. Fungsi hepar dan ginjal
7. Cara pemberian
• I.V. : waktu paruh menjadi singkat.
• P.O.: waktu paruh akan memanjang.
8. Obat tidur sebaiknya yang mempunyai waktu paruh yang pendek sehingga efek
samping “ HANG OVER “ setelah bangun tidur tidak terjadi.
9. Pada penyakit kronis digunakan obat dengan waktu paruh panjang sehingga ti-
dak terlalu sering melakukan pengulangan, yang mana akan meningkatkan taraf
kepatuhan penderita.

Interpretasi Klinis
Obat dengan waktu paruh panjang (lebih dari 24 jam) cukup diberikan dosis
pemeliharaan 1 x sehari, kecuali obat yang mempunyai ikatan protein yang kuat,
misalnya fenilbutazon dengan waktu paruh 60 jam, memerlukan dosis 2-3x sehari.
Obat dengan waktu paruh pendek perlu diberikan 3-6x sehari bahkan kalau perlu
dalam bentuk infus tetesan / drip misalnya oksitosin dan noradrenalin.
Waktu paruh menentukan waktu pengulangan dosis / dosis pemeliharaan. Penelaahan
sifat-sifat farmakokinetik obat menunjukkan bahwa waktu paruh merupakan parameter
yang berubah yang merupakan fungsi dari klirens dan volume distribusi. Hubungan antara
waktu paruh secara klinis, klirens dan volume distribusi pada keadaan mantap (steady
state) adalah:

62 Farmakokinetik Klinik
FARMAKOKINETIK KLINIK

Indikasi Dilakukannya MKOT


1. Obat-obat dengan “ margin of safety “ sempit, misalnya digoksin – karbamazepin,
fenitoin – phenobarbital, gentamisin - as.valproat
2. Obat yang efek farmakologisnya sulit di ukur dari response klinik, misal obat-obat
profilaksis.
3. Obat-obat yang digunakan secara kronis.
4. Kegagalan terapi
5. Pengobatan POLIFARMASI digunakan untuk mencegah interaksi Farmasetik.
6. Indikasi lain sebagai tambahan:
 Pencegahan efek samping yang berhubungan dengan dosis
 Variasi kadar plasma yang sangat besar (sampai 4 - 5x ) dosis yang di berikan.
 Gejala penyakit sulit di bedakan dari efek samping obat.
 Kecepatan metabolisme mudah mengalami saturasi / berbeda sekali antar individu.

Manfaat MKOT Antara Lain Adalah:


1. Dapat melakukan individualisasi dosis, sehingga respon dosis meningkat dan
efek toksik dosis menurun.
2. Bermanfaat untuk melakukan penggantian atau penambahan obat.

Kisaran Terapi (Therapeutic Range) Adalah:


 Kadar terendah yang masih menghasilkan respons pada kebanyakan penderita dengan
kadar terendah di mana beberapa penderita menunjukan toksisitas.
 Kadar tertinggi dalam plasma yang masih dapat di tolerir oleh kebanyakan penderita
dan kadar tertinggi yang tidak dapat ditolerir oleh beberapa penderita. (Max 5-10 %
penderita timbul efek toksik ) atau rata-rata 2 kali kadar terendah.

Misal :
TEOFILIN 4-20 Mg / L
FENITOIN 10-20 Mg/ L
DIGOKSIN 0,8 Mg/L
GENTAMISIN 3-8 Mg/L

Farmakokinetik Klinik 63
FARMAKOKINETIK KLINIK

KARBAMAZEPIN 4-10Mg/L
PHENOBARBITAL 15-20 Mg/L

Waktu
Konsentrasi Obat dalam Tubuh

Gambar 3. Kurva konsentrasi darah-waktu


menggambarkan bagaimana suatu perubahan dalam kecepatan dan tingkat
availabilitas dapat mempengaruhi lama kerja obat dan efektivitasnya. Garis terputus-
putus menunjukkan konsentrasi efektif minimum (mec) obat di dalam tubuh. Kasus A:
obat diabsorpsi dan tersedia secara cepat dan sempurna. Produk ini akan menghasilkan
respon yang cepat dan memanjang. Kasus B : O bat diabsorpsi dalam kecepatan yang
sama seperti pada kasus A. tetapi hanya setengahnya yang terdapat di dalam darah.
Tidak terdapat respon klinik, karena tidak mencapai konsentrasi efektif minimum.
Kasus C: Obat diabsorpsi pada kecepatan rcspon yang tertunda dan kurang lama jika
dibandingkan dengan kasus A.

64 Farmakokinetik Klinik
FARMAKOKINETIK KLINIK

Gambar 4. Hubungan antara frekuensi pemberian dosis


dengan konsentrasi plasma maksimum dan minimum,

jika diinginkan kadar plasma teofilin yang stabil sebesar 15 µg/l. Garis melengkung
ke atas menunjukkan konsentrasi plasma yang dicapai dengan infus intravena 43,2
mg/jam. Dosis untuk pemberian tiap 8 jam 840 mgr dan untuk 24 jam 1020 mg. Pada
masing,, masing dari tiga kasus ini, konsentrasi plasma stabil rata-rata l5 µg/ml.

Faktor-Faktor Yang Penting Pada MKOT


1. Clearance terpenting, clearance merupakan kemampuan tubuh untuk mengeliminasi
obat. Eliminasi obat terjadi sebagai akibat proses-proses yang terjadi di ginjal, hepar,
dan organ lain, sehingga dikenal hepatic clearance, renal clearance, dan lain-lain.
2. Volume of distribution merupakan kemampuan tubuh untuk menerima obat.
3. Biovailability, merupakan jumlah obat yang diabsorpsi dan mencapai sirkulasi sistemik.
(utuh).
4. Rates of availability and distribution of agent (kurang penting).

Parameter Utama Untuk Mengukur Ekuvalensi Terapi Adalah:


1. Pengukuran kecepatan disintegrasi dan dissolusi.
2. Pengukuran bioavailabilitas.
3. Monitoring kadar obat dalam plasma dan cairan biologis (yang terbaik untuk kadar
obat dalam reseptor).

Farmakokinetik Klinik 65
FARMAKOKINETIK KLINIK

Pedoman Untuk Penyesuaian Dosis


1. Kadar puncak [maksimal]
Sampel diambil 1 jam sesudah pemberian I.M. dan 1-2 jam sesudah pemberian per
oral (2 jam sesudah pemberian lepas lambat).
2. Kadar lembah [minimal]
Sampel diambil sebelum suntikan dan segera sesudah pemberian secara oral.
3. Kadar rata-rata [steady state]

Parameter-Parameter Yang Penting Untuk Menentukan Bioekuivalensi Adalah:


1. C max : Kadar maksimum obat dalam sirkulasi sistemik.
2. T max : Waktu yang diperlukan untuk mencapai C max.,
menggambarkan kecepatan absorpsi
3. AUC : Area Under the Concentration Time Curve.
Menggambarkan jumlah obat yang diabsorpsi (derajat absorpsi)

Gambar 5. Hubungan farmakokinetik dasar pada pemberian obat yang berulang.


Garis halus menunjukkan pola akumulasi dari pemberian obat yang berulang
pada interval waktu yang sama dengan waktu paruh eliminasinya, saat ab-
sorpsi obat secepat 10 kali dari eliminasinya. Bila kecepatan absorpsi menin-
gkat, konsentrasi maksimal mencapai 2 sedangkan minimal mencapai 1 pada
steady state. Garis tebal menggambarkan pola pemberian dosis ekuivalen
melalui infus intravenus. Kurva didasarkan pada suatu model kompartemen.
Konsentrasi rata-rata (Css) pada saat steady state tercapai selama pemberian
obat yang intermiten:

66 Farmakokinetik Klinik
FARMAKOKINETIK KLINIK

F · dose
Css =
CL · T

F = bioavailabilitas fraksional dari dosis


T = dosis interval (waktu).
Dengan mengganti kecepatan infus untuk F · dose/T, formulanya ekivalen demgan
persamaan (1-1) dan mempertahankan konsentrasi pada steady state selama pem-
berian infus.

Farmakokinetik Klinik 67
FARMAKOKINETIK KLINIK

Fungsi Seorang Ahli Farmakologi Klinik:


1. Memperbaiki kualitas perawatan penderita dengan jalan meningkatkan penggunaan
obat-obatan yang lebih efektif dan aman.
2. Meningkatkan pengetahuan melalui penelitian.
3. Menyebarluaskan pengetahuan melalui penelitian.
4. Menyelenggarakan pelayanan, misalnya :
a. Analisis
b. Informasi obat
c. Advis desain eksperimen
d. Monitoring Penggunaan Obat
e. Penyediaan pustaka
f. Nasihat-nasihat ke Pemerintah/Industri Farmasi

Daftar Pustaka
Wilkinson G R, Pharmacokinetics, 2001, in Goodman & Gillman’s Pharmacological Basis of
Therapeutics, 10th Edition, New York : Mc Graw Hill Book Company.

68 Farmakokinetik Klinik
PENGANTAR OBAT TRADISIONAL
Muchtan Sujatno

Pendahuluan
Obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara empiris, sejak
zaman dahulu kala oleh nenek moyang kita sampai saat ini, karena dirasakan sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Masyarakat di Indonesia pada umumnya tidak berbeda dengan
keadaan masyarakat di manca negara yang memiliki latar belakang budaya etnik masing-
masing, dan telah lazim menggunakan obat tradisional atau yang disebut jamu, dengan
memanfaatkan bahan-bahan alam Indonesia.
Sejak beberapa dasawarsa lalu, peraturan perundang-undangan telah berulangkali
mengemukakan bahwa obat tradisional perlu dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya, antara lain UUD Kes No. 23/1992 tentang Kesehatan: Sistem Kesehatan
Nasional, Resolution World Health Assembly, dan Surat Keputusan Menkes RI No. 0584/
Menkes/SK/VI/1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(SP3T).
Obat tradisional Indonesia yang merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian
intergral dari kehidupan bangsa Indonesia, diinginkan untuk digunakan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu
kajian ilmiah tentang khasiat, keamanan, dan standar kualitas. Tuntutan penggunaan obat
tradisional dirasakan semakin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan
dengan potensi ekonomi.
Penggunaan Obat tradisional yang di masyarakat lebih dikenal dengan istilah jamu
merupakan suatu kenyataan yang bersifat empirik, untuk mencapai kesembuhan atau
pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan, diwariskan turun temurun, bertahan lestari,
dan tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, tanpa dibuktikan secara ilmiah. Hal ini
mendorong perkembangan obat tradisional menuju obat modern atau konvensional.
Tak jarang obat tradisional sebagai obat alternatif untuk berbagai penyakit di samping
menggunakan obat konvensional.
Pada dasarnya penggunaan obat tradisional mempunyai beberapa tujuan yang secara
garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok:
1. Untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif).
2. Untuk mencegah penyakit (preventif).
3. Sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri maupun
mengobati orang lain, sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan
obat jadi (kuratif).
4. Untuk memulihkan kesehartan (rehabilitatif).

Pengantar Obat Tradisional 69


PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

Dalam bahasa keseharian selanjutnya digunakan obat tradisional meskipun istilah jamu
lebih memasyarakat di Indonesia.

Definisi
Obat Tradisional adalah obat yang berasal dari bahan tumbuhan, hewan, mineral,
dan atau sediaan galeniknya, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mem-
punyai data klinis dan dipergunakan dalamusaha pengobatan berdasarkan pengalaman
(Depkes, 1983).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau
eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa zat kimia murni.
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibiuktikan keamanan dan khasiatnya,
bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan
yang berlaku.
Prioritas pemilihan untuk fitofarmaka:
• Bahan bakunya relatif mudah diperoleh.
• Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia.
• Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar.
• Memiliki rasio risiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita.
• Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.
Untuk fitofarmaka ramuan yang digunakan adalah 1 simplisia/sediaan galenik. Bila
hal itu tak mungkin sebanyak-banyaknya adalah 5 simplisia/sediaan galenik.

70 Pengantar Obat Tradisional


PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

Yang perlu diperhatikan pada obat tradisional adalah:


Nama tanaman
Pada ramuan dipergunakan nama daerah yang dianggap lazim dan nama latin, sedapat
mungkin yang dipergunakan pada Materia Medika Indonesia.
Bobot dan Ukuran
Karena tak mempunyai alat ukur (timbangan), terdapat dua macam ukuran secara
tradisional:
1. Dengan satuan tradsional, misalnya helai, biji, genggam, jari, dan sebagainya.
2. Dengan satuan metrik.
Untuk satuan bobot dipergunakan miligram (mg) dan gram (g), satuan panjang
milimeter (mm). Khusus untuk dosis menggunakan satuan volume, sendok teh, sendok
makan, atau gelas.
Nama Daerah
Digunakan nama daerah pokok yang tertera pada ramuan.
Jangka Waktu Penggunaan
Kecuali dinyatakan lain, ramuan obat tradisional yang dibuat tanpa direbus agar
segera digunakan. Jika dalam waktu 12 jam belum digunakan, sebaiknya dibuang. Ramuan
yang dibuat dengan merebus boleh disimpan sehari atau 24 jam, sesudah batas waktu
ini ramuan dibuang.
Bahan dan Peralatan
Alat alat yang digunakan untuk membuat ramuan harus dalam keadaan bersih, boleh
terbuat dari besi, kuningan, aluminium, baja tahan karat, porselen, kayu, kaca, bambu,
batu, keramik, atau email. Dilarang menggunakan alat yang terbuat dari timah hitam
atau timbal.
Bahan baku
Bahan baku untuk ramuan harus segar atau apabila kering harus dalam keadaan baik.
Jangan menggunakan bahan baku yang berkapang, dimakan serangga, atau terkena kotoran
hewan. Bahan baku sebelum diramu dibersihkan terlebih dahulu.
Bahan Segar dan Kering
Satuan tradisional berlaku baik bagi bahan yang segar maupun kering. Air, Air yang
digunakan air yang telah dimasak atau air mentah yang bersih.

Pengantar Obat Tradisional 71


PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

Contoh tanaman obat: Jambu biji


Nama latin : Psidium guajava L)
Nama daerah : Jambu biji, jambu kelutuk
Familia : Myrtaceae
Kandungan kimia :

Sediaan dalam Obat Herbal


Obat yang dibuat dari bahan dasar dari tanaman, hewan, atau mineral, contohnya
ekstrak, tinktur, tablet, dan zalf yang disebut galenik. Galenik adalah nama-nama sediaan
dari tanaman atau bahan alam lainnya yang pertama kali digunakan oleh dokter Galen.

Cara-cara Pembuatan Sediaan Herbal


Dalam pembuatan sediaan herbal terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Identifikasi
Harus diperhatikan dan dipastikan tidak menggunakan bahan tanaman yang salah.
2. Peralatan
Sebaiknya menggunakan bahan atau wadah kaca/gelas, email, atau stainlees steel.
Gunakan spatula atau bahan pengaduk dari kayu atau baja, saringan dari bahan plastik
atau nilon. Jangan menggunakan bahan aluminium karena akan bereaksi dengan
kandungan kimia bahan obat tradisional.
3. Penimbangan dan pengukuran.
4. Derajat kehalusan bahan tanaman obat.
5. Penyimpanan.

Macam Sediaan Herbal


1. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan
air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infusa sangat sederhana terutama
untuk membuat sediaan dari bahan lunak seperti daun dan bunga.
2. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan
air pada suhu 900C selama 30 menit.

72 Pengantar Obat Tradisional


PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

3. Tea (teh) adalah pembuatan sediaan teh untuk tujuan pengobatan, banyak dilakukan
berdasarkan pengalaman seperti pada pembuatan infusa. Contohnya air mendidih
dituangkan ke simplisia, diamkan selama 5-10 menit dan saring. Yang perlu diperhatikan
adalah jumlah air dan derajat kehalusannya.
4. Gargarisma dan Kolutorium (obat kumur dan cuci mulut) adalah obat yang mengandung
bahan tanaman yang berkhasiat sebagai astringen yang dapat mengencangkan atau
melapisi selaput lendir mulut dan tenggorokan, tidak dimaksudkan sebagai pelindung
selaput lendir.
5. Sirup adalah sediaan berupa larutan dari atau yang mengandung sakarosa. Kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa tiidak kurang dari 64.0% dan tak lebih dari 66.0%.
6. Tinctura (tingtur) adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi
simplisia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi.
7. Ekstrak (extracta) adalah sediaan kering, kental atau cair, dibuat dengan menyaring
simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk.
8. Puyer (Powders) adalah herbal kering yang dihaluskan.
9. Maserasi adalah pembuatan preparat yang digunakan untuk biji-biji musilagen
atau tanaman dengan komponen aktif seperti essential oils yang dapat berubah bila
dipanaskan.
10. Pil (Pills) adalah bulatan kecil dari bahan obat herbal.
11. Lain lain berupa sediaan untuk kompres, mandi, injeksi, inhalasi, dan lain sebagainya.

Prinsip Farmakologi Bahan Herbal.


Sesuai dengan ilmu farmakologi, meskipun bahan alam, sebagai obat tetap harus dipe-
lajari farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga ESO atau bahan-bahan toksis yang ter-
kandung dalam tanaman obat, dengan tujuan menemukan efek farmakologik dari tanaman
obat yang mengandung bahan aktif.

Pengantar Obat Tradisional 73


PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

Bahan Aktif Obat Herbal


Terdapat dua golongan bahan aktif tanaman:
1. Metabolit primer yang terutama mengandung karbohidrat (gula dan amilum),
asam amino, dan miyak (fatty oils) yang diproduksi dengan cara fotosintesis.
2. Metabolit sekunder seperti minyak esensial (essential oils), glikosida, terpenoid,
bahan alkali misalnya alkaloid, contohnya morfin dari buah popi dan ergotamin
dari ergot Bahan aktif obat biasanya terdapat pada berbagai tanaman obat yang saling
berhubungan erat, sehingga mempunyai variasi di dalam masing-masing kelompok
yang dapat saling memberikan efek potensiasi untuk proses penyembuhan.

Bahan-bahan aktif tanaman obat yang mempunyai perbedan-perbedan kimiawi


antara lain:
• Alkaloid, glikosida, saponin, senyawa pahit (bitter compound), tannin, essential atau
volatile oils, terpenoid, resin, fatty atau fixed oils, pectin, musilagen, mineral, asam
organik, vitamin, dan karetinoid.
• Obat herbal tidak selalu mempunyai satu efek, kadang-kadang mempunyai efek yang
luas (broad effects) dalam terapi, dengan perkataan lain satu tanaman dapat digunakan
untuk berbagai penyakit.
• Kombinasi dari macam-macam bahan herbal dengan aksi yang sama dapat menyebab-
kan aksi potensiasi.
• Campuran herbal (jamu) sering digunakan untuk aksi potensiasi.
• Banyak obat herbal digunakan untuk perawatan sendiri dengan cara pemberian sendiri.
Tetapi hal ini tak dianjurkan untuk yang tak berpengalaman dan tanpa nasehat.
• Tanaman obat mempunyai risiko keracunan, yang ekstrem atau berbahaya bila
digunakan dalam dosis yang kuat atau berlebihan, atau dimakan dalam jangka waktu
yang lama.
• Banyak bahan aktif tanaman obat mempunyai komposisi yang sangat kompleks dan
secara kimiawi belum banyak diketahui.
• Bahan pada tanaman tertentu akan bervariasi bergantung pada bagian tanamannya dan
umur atau waktu memanen.
• Kini terdapat metode modern dalam analisis pengolahan obat herbal seperti Thin Layer
Chromatography (TLC), Paper Chromatogrraphy, Gas Chromatography, dan High
Performance Liquid Chromatography.
• Kontrol kualitas, terutama bahan aktif yang poten dengan standardisasi secara.
kualitatif dan kuantitatif.
74 Pengantar Obat Tradisional
PENGANTAR OBAT TRADISIONAL

Penggunaan Terapi Obat Herbal


Penggunaan terapi obat herbal pada manusia harus melalui Uji Preklinik dan
Uji Klinik.

Uji Preklinik dipersyaratkan untuk:


a. Uji Toksikologi atau Keamanan dengan menggunakan metode LD50
b. Pemeriksaan Organ.

Uji Klinik sesuai dengan aturan uji klinik pada obat konvensional.
Contoh-contoh Penggunaan Obat Herbal:
Nama Obat Terapi Keterangan
Piperis methystici rhizoma
Sedatif dan Anti cemas Golongan Hipnotik dan sedatif
(Rimpang wati)

Valerianae radix
Sedatif dan Anti cemas Golongan Hipnotik dan sedatif
(Akar valeriana)

Curcumae domesticae rhizoma


Protektor hati Golongan Hepatoprektor
(Rimpang Kunyit)

Psidii guajava folium Golongan Spasmolitik Dan


Sakit perut
(jambu biji) Astrigent

Daftar Pustaka
• Departemen Kesehatan RI (1985): Pemanfaatan Tanaman Obat. Edisi III.. Cetakan
kedua. Hak Penerbit Direktorat Jendral Pengawsan Obat dan Makanan.
• Departemen Kesehatan RI (1992): Fitofarmaka & Pedoman Fitofarmaka. Ditwasot.
• Mills S and Bone K (2000): Principles and Practice of Phytotherapy. Modern Herbal
Medicine.
• Departemen Kesehatan RI (2000): Acuan Sediaan Herbal. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan.

Pengantar Obat Tradisional 75


KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Rosa Permanasari

Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, kehandalan berkomunikasi
seseorang dibutuhkan terutama dalam mengembangkan profesi yang diembannya. Seorang
yang berprofesi dokterpun perlu mempelajari, memahami dan menguasai komunikasi,
karena komunikasi bukan merupakan hal yang bersifat alamiah. Bila tidak dipelajari
dengan baik, maka akan menemukan berbagai kendala dalam berinteraksi dengan sesama
anggota masyarakat.
Komunikasi bagaikan “darah” yang mengalirkan sari-sari makanan, vitamin dan
mineral ke dalam sel-sel kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa tanpa komunikasi,
apakah artinya hidup dan kehidupan ini.
Ketika seseorang mendengar kata “komunikasi” tentunya terbayang adanya dua
orang sedang bercakap-cakap, misalnya seorang pasien menyampaikan keluhan
penyakitnya kepada dokter. Komunikasi dianggap sebagai sesuatu yang umum, yang
mudah terjadi setiap saat, yang maknanya dapat diketahui oleh banyak orang. Haruskah
komunikasi dipelajari?
Dengan terbatasnya waktu pembelajaran yang tersedia, diharapkan mahasiswa dapat
mengenal ruang lingkup dan aspek aspek yang terkait dengan komunikasi, baik dari sisi
konseptual maupun praktis. Dengan demikian sebagai manusia yang sehat secara rohaniah,
maka komunikasi merupakan kebutuhan akan adanya hubungan sosial yang bersifat
ramah. Hal ini dapat terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.
Menurut Abraham Maslow, satu di antara keempat kebutuhan utama manusia adalah
kebutuhan sosial yaitu untuk memperoleh rasa aman melalui rasa memiliki dan dimiliki,
rasa diterima, memberi dan menerima dengan rasa penuh persahabatan.

Mengapa Belajar Komunikasi?


Kata atau istilah “komunikasi” sering diterjemahkan sebagai berbicara, bercakap atau
bersurat. Menurut James Watson dalam bukunya “What is Communication Studies” (1985),
menanggapi pertanyaan why communicate? Mengapa harus berkomunikasi? Dalam kita
mempelajari komunikasi kita akan mendapat cara bagaimana kita mampu berpikir tepat
dan menyeimbangkan antara ”bagian-bagian” belajar dan berpengalaman. Contoh saat
seseorang berbicara pada kita, bila kita terlalu berkonsentrasi pada kata yang diucapkan, kita
tidak akan dapat menangkap makna lengkapnya, kecuali kita juga mengamati bagaimana
kata itu diungkapkan. Dalam hal ini perlu memperhatikan mata pembicaranya, ekspresi
wajahnya, gerakan tangan dan tubuh, semuanya akan menuntun kita menangkap pesan
yang lengkap. Sudah menjadi hal yang biasa, berbicara dan mendengarkan pembicaraan
orang lain semudah kita berjalan. Namun ada perbedaan antara pembicaraan yang normal
dan komunikasi yang terampil, seperti perbedaan antara berjalan dan menari balet.

76 Komunikasi Dokter dan Pasien Dalam Kehidupan Bermasyarakat


KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

Menurut Baird (dalam Mulyana, 2002), bahwa komunikasi yang efektif membutuhkan
kepekaan dan keterampilan yang hanya dapat kita lakukan setelah kita mempelajari proses
komunikasi dan melibatkan kesadaran akan apa yang kita dan orang lain lakukan ketika
sedang berkomunikasi.
Apakah kita sadari bahwa sebagian besar waktu manusia digunakan untuk
berkomunikasi?
Ketika manusia dilahirkan mereka tidak dibekali kemampuan untuk berkomunikasi
yang efektif.
Setiap orang terlepas dari apa tujuan hidupnya, perlu memperoleh keterampilan
berkomunikasi untuk bertahan hidup. Komunikasi yang efektif memberikan tuntunan
untuk mencapai tujuan pribadi juga dalam pekerjaan.
Pendapat Dr. Jack Ryan, seorang dokter yang pernah mengepalai sebuah asosiassi
rumah sakit di Amerika mengatakan:
“Tahukan Anda bahwa dokter-dokter dewasa ini mempunyai keterampilan komunikasi
yang buruk. Mereka tidak dapat berbicara dengan pasien. Sehingga saya terdorong
bekerja keras untuk menjadi seorang penceramah yang baik. Saya sungguh-sungguh
mempraktikkannya, karena saya merasa segala sesuatu yang meningkatkan keterampilan
komunikasi saya dapat membuat saya menjadi seorang dokter yang lebih efektif dalam
berkomunikasi” (Ros 1983:2).
Pentingnya Anda belajar komunikasi, adalah untuk mengendalikan lingkungan
komunikasi yang akan dihadapi, bagaimana komunikasi berlangsung dengan berbagai
konteks komunikasi, baik komunikasi dengan tatap muka (dokter dan pasien) atau dalam
kelompok organisasi.
Dengan demikian kita dapat membuka cakrawala dunia lebih luas lagi, mampu mengerti
fenomena yang terjadi di antara manusia lebih dalam. Sebagai contoh, penelitian seorang
ahli kandungan dan kebidanan, Dr. Rene Van di Carr, pendiri Universitas Prenatal,
California, yaitu penelitian mengenai pengajaran terhadap bayi yang masih dalam rahim
dengan melatih kemampuan verbalnya dan kemampuan bersosialisasinya lebih dini.
Orang tua bercakap-cakap dengan bayinya melalui megafon kertas (disebut prefagon)
yang diarahkan ke perut ibunya mampu merangkaikan kata-kata lebih dini, dan para ibu
merasa bahwa si anak lebih cepat memahami sesuatu. Walaupun demikian hasil penelitian
tersebut masih dalam perdebatan.
Stewart (1986) menunjukkan bahwa orang yang terkucil secara sosial cenderung lebih
cepat meninggal. Penyebabnya adalah buruknya kemampuan berkomunikasi. Selain
memiliki andil dipicu penyakit jantung koroner juga disebabkan ditinggal mati oleh
pasangan hidupnya.

Komunikasi Dokter dan Pasien Dalam Kehidupan Bermasyarakat 77


KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

Model Komunikasi
Berbicara mengenai komunikasi, kita perlu memperhatikan komponen yang terdapat
di dalamnya, sebagai berikut:
1. Komunikator, yaitu pihak pertama yang menyampaikan pesan.
2. Komunikan, yaitu penerima pesan.
3. Pesan, disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, dapat berupa pesan
verbal (semua jenis komunikasi lisan yang menggunakan satu kata atau lebih dalam
upaya yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain) dan pesan
non verbal (berupa ekspresi wajah, sikap tubuh, nada suara, gerakan tangan, cara
berpakaian dan sebagainya).
4. Saluran, dalam komunikasi tatap muka saluran adalah ke lima indera kita, seperti
di antaranya pendengaran, penglihatan dan perasaan.
5. Gangguan (noise) dalam komunikasi yang dapat menyebabkan si penerima merasakan
adanya perubahan.
6. Mendengarkan, merupakan perilaku yang dapat menentukan keberhasilan sosial dan
profesi seseorang. Mendengarkan (listening), perlu melibatkan 4 (empat) hal, yaitu
(1) mendengarkan, (2) memperhatikan, (3) memahami dan (4) mengingat.
7. Umpan balik (feedback) sebagai balasan atas perilaku yang telah kita lakukan.

Bentuk Komunikasi
1. Komunikasi 2 (dua) orang
2. Komunikasi kelompok kecil
3. Komunikasi publik
4. Komunikasi organisasional
5. Komunikasi masa
6. Komunikasi antar budaya

Mendengarkan dengan Empati


Bagian ini dipandang penting bagi profesional dokter, karena menunjukkan perasaan
empati terhadap pembicara. Menurut Pearce dan Newton, 1963, hlm. 52 :
“Empati adalah persepsi dan komunikasi yang melibatkan resonansi, identifikasi dengan
mengalami sendiri refleksi emosional yang dialami oleh orang lain. Empati berlangsung
terus sepanjang hayat sebagai modus dasar bagi komunikasi yang berarti di antara orang-
orang dewasa”.
Sebagian besar dari kita dapat memperoleh manfaat dengan cara mendengarkan lebih baik.

78 Komunikasi Dokter dan Pasien Dalam Kehidupan Bermasyarakat


KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

Metode dalam Komunikasi


Metode dan teknik komunikasi merupakan cara untuk mencapai keberhasilan dalam
berkomunikasi. Yang dimaksud di sini adalah agar pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat mempengaruhi komunikan sehingga ia mengikuti apa yang diinginkan
komunikator, seperti :
1. Metode Informatif, mempengaruhi komunikasi dengan menyampaikan informasi yang
jelas dan menyenangkan bahkan meyakinkan.
2. Metode Persuasif, membujuk agar komunikan dapat berubah tanpa ia sadari bahwa
perubahan dalam dirinya adalah akibat penyampaian pesan dari komunikator dan
dirasakan perubahan terjadi karena keinginan sendiri.
3. Metode Koersif berupa ancaman.

Penutup
Dengan disampaikannya materi ini, diharapkan mahasiswa dapat memperbaiki
komunikasi dengan orang lain, siapapun mereka, sehingga ada kepuasan maksimal bagi
pihak yang terlibat di dalam komunikasi yang dilakukan, sesuai dengan pernyataan Soreno
dan Bodaken, melalui komunikasi Anda akan dibantu untuk memahami dan memperbaiki
kehidupan Anda sehari-hari dengan diri Anda sendiri, kawan-kawan, kelompok-kelompok
yang Anda masuki atau dengan teman-teman sekerja Anda.
Untuk memperlengkapi mahasiswa dalam membina komunikaisi yang baik dengan
sesama, dapat dilakukan latihan melalui kegiatan dinamika kelompok.

Daftar Pustaka
• Mulyana, Deddy, 2001, Human Communication , Prinsip-prinsip Dasar, Bandung, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
• 2001, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung.
• Devito, Joseph, 1997, Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Terjemahan, Proff Books,
Jakarta.
• Hardjana, Agus, 2003, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, Kanisius, Jogyakarta.
• Karyono, 1994, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.

Komunikasi Dokter dan Pasien Dalam Kehidupan Bermasyarakat 79


PENGANTAR ILMU GIZI
Meilinah Hidayat

Konsep ‘Gizi Seimbang’ adalah konsep gizi yang menjadi fondasi pembangunan
gizi Indonesia; mengoreksi dan mengembangkan konsep terdahulu ‘Empat Sehat, Lima
Sempurna’ yang kurang tepat. (Soekirman 1991)

Gizi yang baik dan cukup merupakan prasyarat kemajuan suatu bangsa. Sesungguhnya
telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pembangunan pendidikan dan kesehatan di
Indonesia. Akan tetapi dibandingkan negara lain yang maju jauh lebih pesat nampaknya
Indonesia masih tertinggal. Tanpa kondisi gizi yang baik maka intervensi pendidikan dan
usaha peningkatan pengetahuan/keterampilan sangat sulit dikonversi menjadi produktivitas
dan karya-karya berkualitas. Berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa gizi memiliki
pengaruh sangat besar pada kecerdasan manusia. Kekurangan gizi pada masa kanak-
kanak dapat menyebabkan rendahnya tingkat kecerdasan yang ireversibel atau tidak dapat
diperbaiki lagi pada saat remaja atau dewasa. Dengan demikian peningkatan status gizi
masyarakat Indonesia saat ini mutlak menjadi prasyarat penting untuk tercapainya sumber
daya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia
(Impian Indonesia 2015-2085, presiden Joko Widodo).

Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada 4


program prioritas yaitu:
(1) penurunan angka kematian ibu dan bayi
(2) penurunan prevalensi balita pendek (stunting)
(3) pengendalian penyakit menular
(4) pengendalian penyakit tidak menular
(Sumber: Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2017).

Salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2015 - 2019 adalah upaya
peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek. Target
penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (di bawah 2
tahun) adalah sebesar 28% (RPJMN, 2015 - 2019).

80
PENGANTAR ILMU GIZI

Pengertian anak pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Cara mengetahui balita tergolong pendek (stunting) adalah dengan cara diukur panjang atau
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan tabel/grafik standar baku (sesuai usia dan jenis
kelaminnya), dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek adalah balita dengan
status gizi yang berdasarkan panjang/tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan
dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study tahun 2005),
nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya
kurang dari -3SD.
Masalah stunting menggambarkan adanya masalah gizi yang berlangsung kronis. Hal
ini dipengaruhi banyak faktor; mulai dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa
bayi/balita, serta penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya,
stunting tidak hanya terkait masalah kesehatan saja, namun dipengaruhi juga berbagai
kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan balita.
Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya intervensi gizi spesifik (mencegah
dan mengurangi gangguan gizi secara langsung) dan intervensi gizi sensitif (secara tidak
langsung). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya
berkontribusi sebesar 30%, sedangkan 70% nya merupakan kontribusi intervensi gizi
sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih
dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu kelompok Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan
Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan
pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi 270 hari selama kehamilan dan 730 hari
pertama setelah bayi dilahirkan. Seribu HPK telah dibuktikan secara ilmiah merupakan
periode yang sangat menentukan kualitas kehidupan selanjutnya, oleh karena itu periode
ini disebut sebagai “periode emas”, sedangkan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai
“window of opportunity”.
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi yang terjadi pada periode
tersebut: jangka pendek adalah: terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan untuk jangka
panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi
untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, disabilitas pada saat usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif
yang selanjutnya berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.

81
PENGANTAR ILMU GIZI

Upaya intervensi meliputi:


1. Pada ibu hamil:
− Cara terbaik untuk mengatasi anak stunting adalah memperbaiki gizi dan kesehatan
Ibu selama hamil. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila
ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau mengalami Kurang Energi Kronis
(KEK), perlu diberi makanan tambahan.
− Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama
kehamilan.
− Kesehatan ibu hamil harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit
2. Pada saat bayi lahir:
− Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
− Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)

3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun


− Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
− Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A serta imunisasi dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi
yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh
menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.

Masalah Gizi di Indonesia


Di Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 102 juta balita pendek, dan jika
tren tersebut berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada
tahun 2025 (www.who.int).
Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi
(PSG), yaitu melakukan studi potong lintang terhadap keluarga yang mempunyai balita
di seluruh Indonesia. Hasil PSG 2015 menyatakan, sebanyak 29% balita Indonesia
termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara
Timur dan Sulawesi Barat. WHO menyatakan, stunting menjadi masalah kesehatan
masyarakat apabila prevalensinya 20% atau lebih. Persentase balita pendek di Indonesia
82
Pengantar Ilmu Gizi
PENGANTAR ILMU GIZI

tergolong masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi.
Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita pendek di Indonesia juga lebih
tinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand(16%)
dan Singapura (4%) (UNSD, 2014).
Global Nutrition Report (GNR) tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia termasuk 17
negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting
dan overweight pada balita (Gizi kurang dan gizi berlebih = masalah gizi ganda).
Masalah gizi ganda ini merupakan masalah serius yang dihadapi Indonesia saat ini;
di satu sisi masih banyak anggota masyarakat yang mengalami kekurangan gizi atau
gizi buruk, tetapi di sisi lain cukup banyak juga anggota masyarakat yang ‘kelebihan
gizi’ yaitu kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas (Soekirman 1991). Kedua
masalah tersebut membutuhkan biaya perawatan kesehatan yang tinggi, dan berhubungan
erat dengan daya saing, pendapatan yang lebih rendah dan berbagai masalah sosial
ekonomi di negara kita. Gizi sangat berkaitan dengan produktivitas, kemiskinan bahkan
krisis ekonomi.
Di samping masalah gizi ganda, masih terdapat masalah gizi yang lain yaitu:
kekurangan gizi mikro. Indonesia dinilai oleh GNR telah berhasil keluar dari masalah
kekurangan Yodium dan zat besi; karena berhasilnya program fortifikasi garam dengan
Yodium dan fortifikasi terigu dengan zat besi. Akan tetapi Indonesia menghadapi tantangan
defisiensi Vitamin A, yang dampaknya bukan hanya pada kesehatan mata, melainkan juga
berhubungan dengan kecerdasan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan
vitamin A pada anak akan berdampak permanen pada kehidupan anak itu selamanya.

Pendahuluan Ilmu Gizi


Ilmu gizi merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru, walaupun sebenarnya
perhatian terhadap makanan telah terjadi sejak kehidupan manusia dimulai. Pengakuan
pertama ilmu gizi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri terjadi pada tahun 1926,
ketika Mary Swartz Rose dikukuhkan sebagai Profesor Ilmu Gizi pertama di Universitas
Columbia, New York, Amerika Serikat. Sejarah perkembangan ilmu gizi hingga menjadi
ilmu yang mandiri, secara garis besar adalah sebagai berikut:
Tahun 400 sebelum Masehi, Hippocrates, bapak Ilmu Kedokteran menganggap
makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Anak-
anak yang sedang tumbuh kembang membutuhkan panas yang banyak, oleh karena itu
mereka membutuhkan banyak makanan. Sebaliknya orang tua membutuhkan panas yang
lebih sedikit, oleh karena itu orang tua memerlukan lebih sedikit makanan.
Antoine Lavoisier (1734-1794) seorang ahli kimia Prancis yang dikenal sebagai
Bapak Ilmu Gizi (founder of nutrition) merupakan orang pertama yang meneliti
penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi, kalorimetri dan
metabolisme energi.
Pengantar Ilmu Gizi 83
PENGANTAR ILMU GIZI

Penelitian-penelitian lain mengungkapkan hubungan antara makanan dan energi yang


dihasilkan, antara lain adanya pengaruh dinamik spesifik dari makanan (specific dynamic
action), hubungan antara jenis makanan dan pernafasan yang disebut kuosien pernapasan
(respiratory quotient), yaitu perbandingan antara karbon dioksida yang dikeluarkan
melalui pernafasan dan oksigen yang dihirup, berbeda-beda menurut jenis makanan.
Dalam keadaan puasa/ tidak makan, masih diperlukan metabolisme minimal tertentu yang
disebut metabolisme istirahat (resting metabolism).
Bila pengertian ilmu gizi dikaji lebih mendalam, disimpulkan bahwa ruang lingkup
Ilmu Gizi cukup luas. Dari sejarah perkembangan di atas terlihat banyak ilmu-ilmu yang
berperan dalam ilmu gizi antara lain: biokimia, faal dan ilmu bahan makanan. Dalam
upaya memenuhi kebutuhan pangan, fokus ilmu gizi dimulai dari produksi, distribusi dan
pengolahan bahan makanan. Disiplin ilmu yang terkait dengan upaya ini adalah agronomi,
peternakan, perikanan, mikrobiologi, dan teknologi pangan. Konsumsi makanan dan
proses pencernaan, metabolisme serta penggunaan makanan oleh tubuh dalam keadaan
sehat dan sakit memerlukan dasar ilmu-ilmu kesehatan, kedokteran, termasuk pula
biologi molekuler. Oleh karena konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan,
perilaku makan, dan keadaan ekonomi maka ilmu gizi juga berkaitan dengan ilmu-ilmu
sosial seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan ekonomi.

Definisi
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yang berarti “makanan”. Jadi definisi Ilmu
Gizi (Nutrition Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan
dan zat yang dikandungnya dalam hubungannya dengan kesehatan manusia yang optimal.
Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.
Dalam ilmu gizi, dipelajari juga interaksi makanan dengan tubuh sehat dan sakit;
dipelajari bagaimana tubuh mencerna, menyerap, mengangkut dan menggunakan zat gizi
dan bagaimana tubuh membuang zat sisa (pemakaian).

Terminologi
• Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
• Makanan (food) adalah bahan makanan atau campuran bahan makanan yang diolah
dan dimasak atau tanpa diolah. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung
zat-zat gizi dan atau unsur-unsur kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh
tubuh, yang berguna apabila dimasukkan ke dalam tubuh.

84
Pengantar Ilmu Gizi
PENGANTAR ILMU GIZI

• Bahan makanan tersusun oleh:


- zat gizi : karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air
- bukan zat gizi : serat, zat warna, phyto-chemical, zat toksin dll.
• Diet adalah pilihan makanan yang dimakan seseorang / sekelompok orang.
• Diet seimbang adalah diet yang memberi semua nutrisi dalam kualitas dan kuantitas
(jumlah) yang memadai atau adekuat.
• Kesehatan dalam arti yang luas berarti tidak hanya bebas dari penyakit, melainkan
sehat fisik, sehat mental dan sehat sosial sehingga mampu bekerja, bereproduksi dan
bersilaturrahmi dengan sesama (WHO).
• Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi selama jangka waktu tertentu.
• Malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif
maupun absolut satu atau lebih zat.

Cakupan Ilmu Gizi


1. Ilmu gizi dasar (basic nutrition)
2. Ilmu gizi pada daur hidup
3. Ilmu gizi pada kondisi patologis

Tubuh manusia tersusun dari sistim tubuh yang merupakan gabungan fungsi organ-
organ tubuh dan setiap organ tersusun dari banyak sel. Struktur sel dan organel di dalamnya
tersusun dan terbuat dari molekul karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan
air, yang dikelompokkan menjadi makronutrien dan mikronutrien.
Reaksi biokimia di dalam sel dapat berupa proses pembentukan molekul besar dari
molekul kecil (ANABOLISME) atau proses penguraian molekul besar menjadi molekul
kecil (KATABOLISME). Seluruh rangkaian proses reaksi biokimia di dalam sel
(anabolisme dan katabolisme) disebut METABOLISME.

Pengantar Ilmu Gizi 85


PENGANTAR ILMU GIZI

Makronutrien
Makronutrien merupakan zat gizi yang banyak menyumbangkan energi bagi tubuh.
Istilah makronutrien menggambarkan zat kimia yang memberikan kalori untuk energi,
antara lain: karbohidrat, protein dan lemak. Tubuh manusia memerlukan nutrisi-nutrisi
tersebut dalam jumlah banyak. Dari pemecahan lengkap (katabolisme) 1 gram karbohidrat
menghasilkan energi sebesar 4 kkal, 1 gram protein menghasilkan 4 kkal dan 1 gram
lemak menghasilkan 9 kkal. Manusia membutuhkan Karbohidrat dalam jumlah paling
besar. Saat ini, para ahli dari The United States Department of Agriculture (USDA)
merekomendasikan bahwa orang dewasa perlu mendapatkan asupan kalori harian 45-65%
berasal dari karbohidrat; untuk protein, disarankan 10% - 35% dari kalori harian; untuk
lemak, sebesar 20% - 35%. Protein, karbohidrat, dan lemak dalam jumlah yang adekuat
sangat dibutuhkan oleh semua orang setiap hari, baik untuk individu yang aktif dalam
menunjang aktivitasnya sehari-hari, anak-anak yang sedang dalam fase pertumbuhan
maupun mereka yang menjalankan program pembentukan tubuh atau diet.

Mikronutrien
Mikronutrien, dinamakan demikian karena tubuh manusia membutuhkannya dalam
jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan makronutrien. Mikronutrien biasanya diukur
dalam mikrogram atau miligram, sedangkan makronutrien biasanya diukur dalam gram.
Mikronutrien berupa vitamin dan mineral, merupakan zat yang penting untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Meski mikronutrien hanya diperlukan dalam
jumlah sedikit, kekurangan mikronutrien dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
serius. Contoh mikronutrien adalah vitamin A, asam folat, yodium, zat besi dan seng.
Kekurangan nutrisi-nutrisi tersebut bisa berdampak serius bagi anak-anak, wanita hamil
dan wanita usia subur.
Mikronutrien merupakan bagian penting dari diet sehat sama halnya dengan
makronutrien, sehingga tidak boleh diabaikan. Meski mikronutrien tidak memberi asupan
kalori, namun berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang tepat.
Kecukupan mikronutrien memastikan bahwa semua proses tubuh berjalan lancar.
Tidak ada makanan yang sempurna atau mengandung semua jenis zat gizi. Oleh karena
itu, disarankan mengonsumsi makanan yang beragam jenisnya dan berimbang jumlahnya,
agar kebutuhan tubuh akan zat gizi terpenuhi dengan baik.

86
Pengantar Ilmu Gizi
PENGANTAR ILMU GIZI

Fungsi zat gizi bagi sel:


1. membentuk energi
2. memelihara, memperbaiki dan mengganti sel atau bagian yang rusak atau sudah tua
3. membentuk molekul gizi yang lebih besar seperti: glikogen, protein dan lemak yang
berfungsi sebagai molekul cadangan atau sebagai struktur sel.
4. membuat enzim dan hormon, yang kedua-duanya berfungsi mengatur reaksi-reaksi
biokimia di dalam sel.
5. bahan baku pembuatan antibodi
6. bahan baku untuk proses pembelahan sel. Penting dalam proses tumbuh-kembang

Simpulan, seluruh sel tubuh manusia dan segala aktivitasnya berasal dan menggunakan
zat-zat gizi yang berasal dari makanan. You are what you eat.

Pengantar Ilmu Gizi 87


RADANG
Sri Nadya J. Saanin

Radang atau inflamasi yaitu reaksi fisiologis lokal dari jaringan terhadap infeksi dan
jaringan rusak yang membawa sel-sel dan molekul pertahanan tubuh dari sirkulasi ke
tempat yang memerlukan untuk menghilangkan agen penyebab. Dikenal 2 jenis radang
yaitu radang akut dan radang kronis.
Tanda-tanda radang akut menurut Celsus ada empat tanda cardinal yaitu rubor, tumor,
calor, dan dolor. Rudolf Virchow menambahkan tanda ke lima yaitu functio laesa.

Reaksi radang dapat disebabkan oleh:


- Infeksi, dapat bersifat akut yang ringan dengan kerusakan jaringan ringan dan penyebab
infeksi dapat dihilangkan atau berat yang dapat menyebabkan reakasi sistemik berat
bahkan dapat fatal. Reaksi kronis dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas.
- Nekrosis jaringan, akibat iskemi, trauma, cedera fisik dan kimiawi.
- Benda asing, mengakibatkan reaksi radang karena bendanya sendiri, kerusakan
jaringan yang diakibatkan atau disertai adanya mikroba. Substansi endogen a.l kristal
urat, kristal kolesterol dan lipid.
- Reaksi imun, disebut juga reaksi hipersensitivitas. Reaksi terhadap antigen sendiri
(autoimun), alergi, atau terhadap mikroba.

Pengenalan mikroba dan sel-sel yang rusak.


Beberapa reseptor seluler dan protein disirkulasi mampu mengenal mikroba serta
produk sel rusak dan akan memicu inflamasi.
Reseptor seluler untuk mikroba. Reseptor ini terdapat pada berbagai sel seperti epitel,
sel dendritik, makrofag, lekosit. Perlekatan pada reseptor akan memicu dihasilkannya
berbagai molekul inflamasi seperti molekul adesi pada endotel , sitokin dan mediator
lainnya.
Sensor untuk sel yang rusak. Semua sel memiliki reseptor sitosilik yang mengenal
berbagai molekul yang dilepaskan atau yang berubah akibat dari kerusakan sel. Reseptor
ini mengaktifasi kompleks sitosolik multiprotein yang kemudian menginduksi produksi
sitokin interleukin-1. Il-1 akan merekrut lekosit dan menginduksi inflamasi.
Reseptor seluler lainnya pada inflamasi. Contohnya yang mengekspresikan reseptor
untuk ujung Fc antibodi dan untuk komplemen. Reseptor ini mengenal mikroba yang
sudah diopsonisasi dan meningkatkan ingesti dan destruksi mikroba.
Protein di sirkulasi. Sistem kompolemen bereaksi terhadap mikroba dan menghasilkan
mediator inflamasi. Mannose binding lectin di sirkulasi mengenal gula pada mikroba dan
meningkatkan ingesti mikroba dan aktivasi system komplemen.

88
Radang
RADANG

Radang Akut
Radang akut mempunyai 3 komponen yaitu:
1. Dilatasi pembuluh darah kecil yang akan meningkatkan aliran darah.
2. Meningkatnya permiabilitas mikrovaskuler yang memungkinkan protein plasma dan
lekosit keluar dari sirkulasi.
3. Emigrasi lekosit dari mikrosirkulasi, kemudian berakumulasi di fokus cedera dan
eliminasi agen penyebab.

Reaksi Pembuluh Darah.


Reaksi vaskuler yang terjadi terdiri dari perubahan aliran darah dan permiabilitas
pembuluh dengan tujuan memaksimalkan pergerakan protein plasma dan lekosit keluar
dari sirkulasi menuju lokasi infeksi atau cedera.
Perubahan aliran dan kaliber pembuluh darah terjadi segera setelah cedera. Vasodilatasi
dipicu oleh beberapa mediator terutama histamin. Awalnya vasodilatasi di arteriol yang
diikuti terbukanya anyaman kapiler didaerah tersebut. Akibat peningkatan aliran darah,
daerah tersebut akan teraba hangat dan kemerahan (erythema / rubor).
Vasodilatasi segera diikuti peningkatan permiabilitas mikrovaskuler sehingga cairan
kaya protein akan keluar ke jaringan.
Keluarnya cairan dan peningkatan diameter menyebabkan aliran darah melambat,
konsentrasi sel darah merah di pembuluh darah kecil, dan meningkatnya viskositas darah,
terjadilah stasis.

Peningkatan permiabilitas postkapiler venula pada inflamasi akut dapat melalui


beberapa mekanisme.
- Kontraksi sel endotel yang berakibat peningkatan ruang interendotelial merupakan
mekanisme peningkatan permiabilitas atau kebocoran terbanyak. Ada dua macam
yaitu Immediate transient respons dan delayed prolonged leakage.
- Cedera berat mengakibatkan kerusakan endotel langsung, seperti pada luka bakar atau
infeksi mikroba atau akibat toksinnya. Kebocoran terjadi segera setelah cedera dan
bertahan beberapa jam sampai pembuluh darah mengalami trombosis atau membaik.
- Transitosis , transport cairan dan protein melalui sel endotel, melibatkan saluran
intraseluler yang distimulasi oleh faktor seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) yang meningkatkan kebocoran vaskuler.

Radang 89
RADANG

Respon Pembuluh Dan Kelenjar Limf


Pada radang akut pembuluh dan kelenjar limf turut berperan menyaring dan
membersihkan cairan ekstravaskuler. Pada keadaan normal sistem limfatik mengalirkan
sejumlah kecil cairan eksravaskuler. Pada inflamasi aliran meningkat, membantu
mengalirkan cairan edem yang tertimbun akibat peningkatan permiabilitas.

Ekstravasasi Lekosit Ke Lokasi Radang


Perubahan aliran darah dan permiabilitas vaskuler segera diikuti keluarnya lekosit ke
jaringan. Lekosit yang mampu untuk fagositosis pada reaksi inflamasi yaitu netrofil dan
makrofag. Lekosit tersebut akan memakan dan menghancurkan bakteri dan miroba lainnya
serta jaringan nekrotik dan benda asing. Proses perjalanan lekosit dari lumen pembuluh
darah ke jaringan terjadi dalam beberapa tahap yang di mediasi oleh molekul adesi dan
sitokin.
1. Di lumen: marginasi, roling, adesi ke endotel. Pada keadaan normal tidak ada
perlekatan sel disirkulasi ke endotel vaskuler. Pada inflamasi sel endotel diaktivasi dan
akan mengikat lekosit, untuk selanjutnya keluar pembuluh darah.
2. Migrasi melalui endotel dan dinding pembuluh darah
3. Migrasi di jaringan dengan stimulus kimiawi menuju tempat terjadinya cedera

Marginasi Dan Adesi


Aliran darah pada keadaan normal di venula, sel darah merah terbatas pada daerah
sentral dan lekosit terdorong kearah dinding. Perlambatann aliran darah pada awal
inflamasi (stasis), terjadi perubahan hemodinamik, sel-sel darah putih lebih banyak di
perifer sepanjang permukaan endotel. Keadaan ini disebut marginasi. Selanjutnya lekosit
melekat sementara, lepas dan melekat lagi pada endotel, bergulir di dinding pembuluh
darah dan disebut sebagai roling. Akhirnya sel-sel tersebut akan melekat erat di satu titik
dan disebut adesi.
Ada dua kelompok utama molekul yang terlibat pada adesi dan migrasi lekosit pada
endotel, yaitu selektin dan integrin, dan ligannya yang diekspresikan di permukaan sel
lekosit dan endotel

Migrasi
Setelah lekosit melekat erat pada sel endotel, tahap selanjutnya yaitu migrasi
melalui endotel dan disebut transmigrasi atau diapedesis yang terutama terjadi pada
venula postkapiler. Kemokin bekerja pada lekosit yang melekat dan menstimulasi sel untuk
bermigrasi melalui ruang interendotelial menuju tempat cedera atau infeksi mengikuti
gradasi konsentrasi kimiawi dimana kemokin dihasilkan. Peristiwa tersebut dinamakan
kemotaksis.
90
Radang
RADANG

Fagositosis
Pengenalan mikroba dan sel-se mati menyebabkan berbagai respon lekosit, disebut
aktivasi lekosit. Respon fungsional terpenting untuk menghancurkan mikroba dan lainnya
dengan fagositosis dan penghancuran intraseluler.
Beberapa tahap fagositosis yaitu:
1. Recognition and attachment partikel agar dapat dimakan oleh lekosit.
2. Engulment dan selanjutnya pembentukan vakuola fagositik
3. Killing or degradation dari bahan yang telah dimakan.
Reseptor manosa, reseptor scavenger dan reseptor untuk berbagai opsonin mengikat
dan memakan mikroba. Reseptor manosa makrofag yaiatu lektin akan mengikat manosa
terminal dan residu fukosa dari glikoprotein dan glikolipid. Gula-gula ini merupakan
bagian dari molekul yang ditemukan pada dinding sel mikroba, sedangkan glikoprotein
dan glikolipid mamalia mengandung terminal sialic acid atau N-acetylgalactosamin. Oleh
karena itu reseptor manosa mengenal mikroba dan bukan sel host.
Reseptor scavenger yaitu molekul yang mengikat dan memediasi endositosis dari
partikel LDL (low density lipoprotein) yang mengalami oksidasi atau asetilasi. Proses
fagositosis meningkat bila mikroba mengalami opsonisasi dulu dengan protein spesifik
(opsonin) dimana fagosit mengekspresikan reseptor yang beafinitas tinggi. Macam-macam
opsonin a.l antibodi IgG, fragmen komplemen C3b, lektin terutama mannose binding
lectin. Semuanya dapat dikenal oleh reseptor spesifik pada lekosit.
Setelah partikel terikat pada reseptor fagosit, terbentuk tonjolan sitopasma (pseudopod)
yang menyelaputi paratikel dan membran plasma akan membentuk vesikel (fagosom).
Fagosom akan berfusi dengan granula lisosom membentuk fagolisosom.
Pembunuhan mikroba oleh reactive oxygen species dan reactive nitrogen species
terutama NO (nitric oxide), debri yang difagositosis dihancurkan oleh enzim lisosom.
Pembunuhan dan penghancuran tsb terjadi didalam netrofil dan makrofag setelah
mengalami aktifasi.

Mediator Inflamasi
Mediator inflamasi yaitu substansi yang menginisiasi dan mengatur reaksi inflamasi.
Mediator terpenting pada inflamasi akut adalah amin vasoaktif (Histamin, Serotonin),
produk lipid (prostaglandin dan leukotrien), sitokin (termasuk kemokin) dan produk
aktifasi komplemen.
Mediator dapat disekresikan oleh sel atau dibentuk dari protein plasma. Mediator aktif
dihasilkan hanya sebagai respon terhadap berbagai stimuli. Kebanyakan mediator berumur
pendek dan satu mediator dapat menstimulasi pelepasan mediator lainnya.

Radang 91
RADANG

Histamin yang dihasilkan oleh sel-sel mast, basofil, platelet menyebabkan


vasodilatasi,peningkatan permiabilitas, aktivasi endotel.
Prostaglandin, dihasilkan oleh sel-sel mast dan lekosit dapat menyebabkan vasodilatasi,
nyeri dan demam.
Leukotrien yang dihasilkan oleh sel mast dan lekosit akan meningkatkan permiabilitas
vaskuler, kemotaksis, adesi dan aktivasi lekosit.
Sitokin (TNF, IL-1, IL-6) dihasilkan oleh makrofag, sel endotel, sel mast secara lokal
dapat mengaktivasi endotel secara dan secara sistemik menyebabkan demam, abnormalitas
metabolik, hipotensi.
Kemokin yang dihasilkan oleh lekosit , makrofag aktif dapat menyebabkan kemotaksis
dan mengaktivasi lekosit.
PAF (Platelete Activating Factor), dihasilkan oleh lekosit dan sel mast. Mediator ini
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permiabilitas vaskuler,adesi lekosit, kemotaksis,
degranulasi, oxidative burst/
Komplemen yang dihasilkan di hati dan beredar dalam plasma menyebabkan kemotaksis
dan aktivasi lekosit. Mediator ini akam menstimulasi sel mast yang berakibat vasodilatasi.
Kinin juga dihasilkan di hati dan beredar dalam plasma menyebabkan peningkatan
permiabilitas vaskuler, kontraksi otot polos, vasodilatasi, nyeri.

Morfologi Inflamasi Akut


Reaksi inflamasi akut ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah kecil, akumulasi
lekosit dan cairan di ekstravaskuler. Selain tanda-tanda umum tsb, tergantung pada
beratnya reaksi, penyebab spesifiknya, jaringan yang terkena dapat mengalami inflamasi
serous, inflamasi fibrinous, inflamasi purulent, abses dan ulkus

Perjalanan Inflamasi Akut


Resolusi lengkap, sembuh dengan digantikan oleh jaringan penyambung (scaar,
fibrosis), atau berlanjut menjadi inflamasi kronis

Inflamasi Kronis
Inflamasi kronis terjadi dalam waktu yang lebih panjang dan bertahan lebih lama dari
inflamasi akut. Disini cedera jaringan bersamaan dengan penyembuhan dalam berbagai
kombinasi. Keadaan ini dapat mengikuti inflamasi akut atau inflamasi akut yang terjadi
berulang dan terakhir dimana sejak awal kelainan bersifat kronis.

92
Radang
RADANG

Morfologi Inflamasi Kronis


Pada inflamasi kronis terlihat
- Infiltrasi sel-sel mononuklear termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma.
- Kerusakan jaringan akibat induksi persisten agen penyebab atau oleh sel inflamasi.
- Penyembuhan yaitu penggantian jaringan rusak dengan fibrosis, angiogenesis.
Inflamasi granulomatosa adalah gambaran spesifik dari respon inflamasi kronis yang
ditandai dengan agregasi makrofag aktif disekitar fokus-fokus inflamasi.

Perbaikan Jaringan
Perbaikan, disebut juga penyembuhan yaitu pengembalian arsitektur dan fungsi jaringan
karena cedera yang mengakibatkan kematian sel.
Proses penyembuhan ini terdiri dari tipe reaksi yaitu regenerasi dengan adanya
proliferasi dari sel-sel sama yang masih hidup dan maturasi dari sel stem di jaringan, serta
deposit jaringan penyambung untuk membentuk jaringan parut (skar).

Regenerasi
Sebagian jaringan mampu untuk mengembalikan komponen jaringan yang rusak
kembali normal seperti semula, disebut proses regenerasi. Disini terjadi proliferasi sel
yang masih bertahan dan tetap mempunyai kapasitas untuk berproliferasi.
Regenerasi sel-sel dan jaringan rusak dipacu oleh growth factor, serta sangat tergantung
pada keutuhan matriks ekstraseluler dan juga oleh perkembangan sel matang dari sel stem.
Kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri sangat terbatas, a.l pada kapasitas
proliferasi intrinsiknya. Ada tiga kelompok jaringan didalam tubuh, yaitu jaringan labil,
jaringan stabil dan jaringan permanen.
Jaringan labil terdiri dari sel-sel yang terus menerus membelah diri. Sel-sel dari jaringan
ini secara terus menerus hilang dan digantikan oleh maturasi sel-sel stem dan proliferasi
sel matang. Contohnya sel-sel hematopoitik di sumsum tulang, sel-sel epitel permukaan
seperti sel epitel berlapis gepeng dikulit, rongga mulut, vagina, serviks; epitel kubus
saluran keluar organ-organ eksokrin seperti kelenjar ludah, pankreas, traktus biliaris;
epitel kolumner saluran cerna, uterus, tuba falopi; epitel transisional saluran kemih. Sel
yang cedera segera digantikan dengan proliferasi dari sel sel yang tersisa dan diferensiasi
sel stem jaringan. Kehilangan sel darah dikoreksi dengan proliferasi sel stem hematopoitik
di sumsum tulang dan jaringan lainnya.
Jaringan stabil terdiri dari sel-sel yang berada pada Go siklus sel dan mempunyai
kemampuan minimal untuk berproliferasi. Sel-sel tsb dapat membelah diri sebagai respon
terhadap cedera atau hilangnya jaringan. Sel stabil pada parenkim jaringan padat seperti
hati, ginjal, pankreas; meliputi juga sel-sel endotel, fibroblast, sel otot polos yang berperan
penting pada penyembuhan luka. Jaringan stabil mempunyai kemampuan terbatas untuk
beregenerasi, kecuali sel hati.
Jaringan permanen terdiri dari sel yang telah selesai berdiferensi tidak lagi berproliferasi
setelah lahir. Contohnya sel-sel saraf dan sel otot jantung.

Radang 93
RADANG

Penyembuhan dengan Deposit Jaringan Penyambung.


Bila penyembuhan tidak dapat dicapai hanya dengan regenerasi, sel-sel yang rusak
digantikan dengan jaringan penyambung dan membentuk jaringan parut (skar). Selain itu
dapat juga dengan kombinasi regenerasi sisa sel-sel dan pembentukan skar. Skar terbentuk
pada cedera jaringan yang berat atau kronik. Penyembuhan dengan deposit jaringan
penyambung melalui serangkaian proses yaitu angiogenesis, pembentukan jaringan
granulasi, remodelling jaringan penyambung.
Angiogenesis yaitu pembentukan pembuluh darah baru yang akan mensuplai nutrisi
dan oksigen yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Migrasi dan proliferasi fibroblast, deposit jaringan penyambung longgar, pembuluh
darah dan lekosit membentuk jaringan granulasi. Jaringan ini berwarna pink, lembut dan
granuler yang terletak dibawah scab pada luka di kulit.
Maturasi dan reorganisasi jaringan penyambung (remodelling) menghasilkan jaringan
parut fibrous yang stabil.
Makrofag berperan penting pada penyembuhan dengan penghilangkan penyebab dan
jaringan mati, menghasilkan growth factor untuk proliferasi bermacam-macam sel dan
menghasilkan sitokin yang menstimulasi proliferasi fibroblast dan sintesa serta deposit
dari jaringan penyambung.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan perubahan pada proses penyembuhan, sering
terjadi penurunan kualitas atau proses perbaikan yang tidak tepat. Faktor ekstrinsik seperti
infeksi atau faktor intrinsik terhadap jaringan mati dan faktor lokal maupun sistemik
seperti: infeksi, diabetes, status nutrisi, faktor mekanis, perfusi yg kurang baik, adanya
benda asing, tipe jaringan dan luasnya jaringan yang cedera serta lokasi cedera.

Abnormalitas Penyembuhan Luka


- Inadekuatnya pembentukan jaringan granulasi atau pembentukan jaringan parut dapat
menyebabkan komplikasi seperti rupturnya luka insisi paska operasi abdomen atau
terbentuknya ulkus pada daerah yang vaskularisasinya tidak baik.
- Skar hipertrofik dan keloid, akumulasi berlebih dari kolagen akan membentuk skar
hipertrofik. Bila jaringan parut terbentuk melebihi batas luka dan tidak mengecil
dinamakan keloid.
- Granulasi yang berlebihan yang dapat menghambat epitelisasi.
- Kontraksi luka dapat menimbulkan kontraktur yang menyebabkan deformitas. Sering
terjadi paska luka bakar.

94
Radang
ADAPTASI, JEJAS, DAN KEMATIAN SEL
Mariska Elisabeth

Pendahuluan
Patologi adalah ilmu (logos) yang mempelajari penyakit (pathos) terutama mengenai
mengapa timbul penyakit dan apa yang terjadi pada penyakit.
Secara lebih spesifik, patologi mempelajari perubahan-perubahan struktural maupun
fungsional sebagai akibat suatu jejas yang merusak sel, jaringan, organ, maupun organisme.
Terdapat empat aspek dari penyakit :
1. Etiologi
2. Patogenesis
3. Perubahan morfologi (makroskopis dan mikroskopis)
4. Gejala klinik

Etiologi atau Kausa (Penyebab)


A. Genetik, menetap pada tubuh kita melalui gen-gen.
B. Acquired, bisa disebabkan oleh:
• Hipoksia/Anoksia : kekurangan oksigen.
• Infeksi, karena masuknya mikroorganisme, misalnya virus dan bakteri.
• Nutrisi, karena kekurangan ataupun kelebihan zat makanan tertentu.
• Kimia, karena zat-zat kimia termasuk yang sering kita makan.
• Fisik, karena trauma, mekanik, dan lain-lain.

Patogenesis atau Mekanisme Terjadi Penyakit


Merupakan rangkaian kejadian sebagai respon sel, jaringan, maupun organisme terhadap
etiologinya, dengan perkataan lain adalah perjalanan penyakit dari mulai etiologinya
sampai timbul manifestasi klinis (tanda dan gejala klinis) dan dapat berakhir dengan
kesembuhan, kecacatan/disabilitas, atau kematian.

Perubahan Morfologik
Perubahan morfologik, menunjukkan perubahan struktural secara makrosopis (kasat
mata) maupun secara mikroskopis (dengan menggunakan mikroskop) dan fungsional pada
sel maupun jaringan. Perubahan ini biasanya inemberikan gambaran khas dari penyakit
atau diagnostik terhadap proses etiologinya.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 95


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Misal penyakit TBC, akan memberikan gambaran:


• Makroskopis : Caverne
• Mikrokopis : Peningkatan jumlah limfosit

Hal ini dapat menyebabkan kelainan fungsional berupa manifestasi klinis seperti:
• Caverne, akan menyebabkan bunyi respirasi yang berlainan.
• Febris, batuk darah, berat badan menurun.

Manifestasi Klinik
Merupakan perubahan morfologis maupun histologis dan distribusi pada berbagai
organ atau jaringan, yang akan mempengaruhi fungsi normal organ atau jaringan tersebut,
sehingga memberikan gejala klinik dalam bentuk keluhan (gejala klinis) maupun kelainan
fisik (tanda klinis).
Manifestasi klinis dari penyakit yang berlainan dapat menimbukan komplikasi yang
lain dan dapat menimbulkan prognosis atau ramalan mengenai perkembangan penyakit
yang berbeda.

Pembagian Patologi
Patologi dibagi menjadi patologi anatomi, patologi klinik, dan patologi forensik.
Patologi anatomi : ilmu yang mempelajari jaringan yang berada dalam keadaan sakit,
tidak hanya mempelajari fisiologinya, tetapi juga mempelajari kerusakan jaringannya.
Ilmu Patologi Anatomi meliputi ilmu histopatologi (patologi jaringan) dan sitopatologi
(patologi sel). Jaringan dapat diwarnai dengan zat-zat kimia (histokimia) ataupun diwarnai
dengan bantuan antibodi (imunohistokimia).
Patologi klinik : ilmu yang mempelajari kelainan-kelainan cairan tubuh dan benda-
benda yang terdapat di dalamnya, misalnya sel darah merah, getah lambung, empedu, air
liur, dan sebagainya.
Patologi forensik : ilmu yang mempelajari jaringan tubuh untuk kepentingan hukum,
terutama untuk kasus-kasus yang berhubungan dengan kepentingan hukum, misalnya
pembunuhan, keracunan, kecelakaan, dan lain-lain.

96 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Hubungan Patologi Anatomi dengan Bidang Ilmu Lainnya


Ilmu Kedokteran Klinik:
Patologi anatomi dapat dikatakan sebagai ilmu penunjang atau paraklinik (patological
basis of disease). Gambaran-gambaran patologi akan memberikan gambaran yang khas
dari suatu penyakit, disebut sebagai “pathognomonik”. Baik pemeriksaan patologik
maupun fisik biasanya diagnosis paling akhir adalah patologi anatomi sehingga harus
diadakan pembedahan mayat, jadi patologi mempunyai hubungan yang erat dengan
penyakit-penyakit di klinik.

Ilmu Bedah:
Patologi anatomi digunakan untuk memeriksa jaringan tubuh yang abnormal.
Mekanisme pemeriksaan histopatologik dalam ilmu bedah dilakukan dengan pembedahan
yaitu pengangkatan jaringan secara operatif (jaringan diambil dalam ukuran relatif
besar) atau secara biopsi (pengambilan sebagian kecil jaringan), jaringan ini kemudian
diperiksa di patologi anatomi. Biopsi dapat dilakukan pada jaringan di permukaan maupun
di dalam tubuh.
Kegunaan autopsi:
Autopsi Forensik untuk menyelidiki kasus pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan lain-lain untuk kepentingan dalam bidang hukum.
Autopsi klinik dilakukan untuk tujuan-tujuan diagnostik sesudah orang meninggal,
untuk kepentingan ilmu kedokteran.

Cara pembuatan sediaan untuk pemeriksaan histopatologik:


A. Cara pengambilan bahan:
Jaringan/Histopatologi
1. Biopsi : mengangkat sebagian jaringan tubuh.
FNAB ( fine needle aspiration biopsi) : biopsi dengan menggunakan jarum halus,
sehingga hanya sel-sel (bukan jaringan) yang dapat dilihat di
bawah mikroskop.
2. Ekstirpasi : pengambilan seluruh jaringan yang ada pada permukaan tubuh.
3. Ekskokhleasi : pengangkatan jaringan dengan dikerok.
4. Enukleasi : pengeluaran jaringan seutuhnya atau total, khususnya pengangkatan
mata.
5. Operatif : pengeluaran jaringan seutuhnya.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 97


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Sitopatologi/Sel
1. Sitologi eksfoliatif : sel-sel yg terlepas dari berbagai tempat
contoh : dahak, urine, Smear dari forniks posterior
2. Sitologi abrasi : sel langsung berasal dari kerok oleh scraper/spatula, balon esofageal
Contoh : pap Smear
3. Sitologi washing/Lavage (pembilasan): bronchial lavage
4. Sitologi intraoperatif

B. Fiksasi :
Biasanya dengan formalin 10 – 30%, jaringan direndam dalam suatu wadah dengan
ukuran minimal tiga kali volume jaringan untuk menghindari perubahan bentuk jaringan.

C. Pemotongan jaringan dan pembuatan preparat


Pada umumnya jaringan berukuran 5-8mm x 10-20 mm x 10-40 mm, kemudian
dimasukan ke dalam coupe, difiksasi dalam alkohol 90 % kemudan jaringan dimasukan
dalam parafin cair untuk dibuat parafin blok.
Setelah terbentuk parafin blok, jaringan dipotong dengan menggunakan microtome
dengan ketebalan 4-10 µm, kemudian dilekatkan pada kaca objek dengan menggunakan
perekat albumin, lalu sediaan tersebut dipanaskan di atas hot plate. Selanjutnya proses
menghilangkan parafin (deparafinisasi) dengan cara merendam kembali sediaan dalam
xylol, rehidrasi dengan alkohol 90%, 80%, dan 70%, dan dalam air. Terakhir sediaan
diwarnai, pada umumnya digunakan pulasan standar hematoxylin-eosin (HE).
NB : setiap laboratorium akan memiliki proses pembuatan preparat yang sedikit berbeda

D. Diagnostik
Preparat jaringan (histopatologi) dan preparat sel (sitologi) kemudian di buat apusan
pada kaca objek lalu difiksasi dengan alkohol absolut, dan diwarnai. dapat pula dibuat
diagnostik

98 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Kelainan Retrogresif
I. Kematian Somatis
Kematian somatis adalah kematian dari semua sel tubuh dari suatu organisme.
Perubahan yang terjadi pada kematian somatis:
1. Pada saat kematian
- Denyut jantung telah berhenti
- Pernafasan telah berhenti (untuk Indonesia)
- Fungsi otak telah berhenti yaitu dengan berhentinya gelombang-gelombang otak
pada EEG (untuk Barat).
Mati suri : tanda-tanda kehidupan tidak ada, tetapi beberapa saat kemudian orang
tersebut dapat hidup lagi (kemungkinan EEG-nya masih bagus), disebabkan otak
masih bekerja.
2. Kelainan Post Mortem
Penting berhubungan dengan keadaan Medicolegal (Kedokteran kehakiman)
terutama dari jarak waktu kematian sampai pemeriksaan. Perubahan-perubahan
ini ditentukan oleh keadaan tubuh sebelum kematian atau keadaan-keadaan di
sekitarnya.

A. Algor mortis
Suatu proses penurunan suhu tubuh setelah kematian. Suhu maksimum adalah
suhu waktu hidup, sedangkan suhu minimum adalah suhu yang sama dengan
sekitarnya. Keadaan yang mempengaruhi algor mortis:
1). Keadaan temperatur sekitarnya.
2). Penutup tubuh.
3). Suhu tubuh sebelum mati, tergantung kerja fisik atau penyakit orang tersebut.

B. Rigor mortis (kaku mayat)


Terjadi karena koagulasi protein-protein otot terutama myosin (trophomyosin).
Biasanya kekakuan pada tubuh orang mati dimulai dari bagian atas (dari otot-otot
tak sadar ke otot-otot sadar), yaitu dari otot-otot di daerah kepala (mandibula,
leher) dan otot-otot paling akhir adalah otot-otot tungkai. Rigor mortis mulai
terjadi 2-3 jam setelah kematian dan biasanya hilang setelah 2-3 hari.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 99


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Pengaruh-pengaruh terhadap terjadinya rigor:


1. Mempercepat:
a. Aktivitas tubuh sebelum kematian, karena suatu proses gerak sebelumnya
dari otot-otot, misal aktivitas yang berlebihan sebelum mati.
b. Karena keracunan strichnin, menyebabkan kontraksi-kontraksi tonus
(kejang-kejang) pada tubuh.
c. Karena penyakit tetanus.
d. Suhu yang tinggi sebelum kematian (febris).

2. Memperlambat:
a. Penyakit-penyakit kronik dan keadaan cahecxia/kelaparan/kurang gizi/
kurang nutrisi, pada puasa yang lama.
b. Penyakit-penyakit yang bersifat kronik dan progresif menyebabkan
hilangnya masa-masa otot.

C. Livor mortis
Perubahan warna pada tubuh yang sudah mati, pada bagian yang terletak di
bawah menjadi merah kebiru-biruan (Livide), karena terletak lebih bawah sering
disebut “Dependent Lividity”. Perubahan warna tersebut karena terjadi hemolisis
pada darah, komponen-komponen darah ini akan mengendap di bagian yang lebih
bawah. Dalam Kedokteran Forensik dikatakan sebagai lembam mayat.

D. Pembekuan darah
Dapat terjadi pada saat orang meninggal, beberapa saat setelah meninggal,
atau sebelum meninggal (pada saat melepaskan nafas orang akan meregang dan
disebut “Agonal clots”).
Pembekuan darah terjadi karena pengendapan sel darah merah sehingga terpisah
dari plasma. Pada suatu post mortem thrombi (thrombus yang terjadi setelah
mati), bekuan darah yang terjadi berwarna kemerah-merahan karena terdiri atas
sel-sel darah merah, disebut “Currant Yelly”. Di bagian lebih atas bekuan plasma
berwarna kuning dan disebut “Chicken Fat Clot”.
Pembekuan yang ante mortem (sebelum mati) biasanya tidak bersedimen,
terlihat presipitasi fibrin yang ireguler dan elemen-elemen darah terikat di
dalamnya, biasanya rapuh dan bergranula. Bekuan ante mortem tidak mengikuti
bentuk pembuluh darah, dan konsistensinya kenyal seperti karet. Harus dibedakan
dengan bekuan post mortem yang sesuai dengan bentuk pembuluh darah.

100 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

E. Putrefaction (pembusukan)
Terjadi karena pengaruh enzim-enzim dalam tubuh sehingga jaringan mengalami
auto-digestion, terutama pada jaringan-jaringan tertentu seperti pada traktus
digestivus (lambung, duodenum, hepar, vesica fellea). Hal ini karena terdapat
bakteri-bakteri saprofitik dan enzim-enzim yang diproduksi organ tersebut yang
memudahkan terjadinya pembusukan. Auto-digestion dapat pula terjadi pada
ginjal dan otak. Bila terjadi pada daerah usus dan terdapat kuman-kuman tertentu,
misal Clostridium welchii yang memproduksi gas, pada organ yang terkena
akan terlihat gelembung-gelembung gas. Biasanya terjadi pada hepar, pada
penampang melintang hepar tampak jaringan seperti spons. Khusus pada usus
ditemukan banyak kuman-kuman saprofitik, pembusukan akan mengeluarkan
H2S sehingga mengeluarkan bau khas dan berwarna hijau. Untuk mencegah
terjadinya pembusukan, digunakan zat-zat pengawet formalin atau phenol.

II. Jejas/Injury
Sel normal berada pada suatu keadaan yang mana struktur maupun fungsi diatur
melalui program genetik, diferensiasi, spesialisasi sel, oleh batasan dari sel-sel
sekelilingnya maupun tersedia substrat metabolik. Sel dapat mengatasi keadaan-keadaan
yang membutuhkan perubahan fisiologik normal dan dapat mempertahankan keadaan
“steady state” yaitu keadaan “homeostasis”. Beban fisiologik yang berat atau suatu jejas
patologik dapat menimbulkan adaptasi seluler baik fisiologik maupun morfologik, di
mana sel akan mencapai suatu keadaan “steady state” yang berubah atau baru, tetapi dapat
mempertahankan viabilitas sel, dan mengubah fungsi-fungsinya sewaktu sel tersebut
merespons terhadap jejas.
Respons adaptasi dapat berupa penambahan jumlah sel/hiperplasia atau penambahan
besar sel/hipertrofi. Sebaliknya atrofi merupakan respons adaptif yang mana terdapat
pengurangan baik besar maupun fungsi sel.
Bila batasan respons adaptif ini terliwat, umpamanya bila sel mendapat stimuli dari
suatu agen atau stres, maka akan timbul suatu keadaan jejas pada sel.

Umum
1. Penyebab gangguan fungsi pada sel ada beberapa, yang paling utama adalah iskemia,
jejas kimiawi, dan jejas yang disebabkan oleh infeksi.
2. Ada empat sistem intraseluler yang mudah diserang, sehingga dapat terjadi gangguan
fungsi yaitu:
a. Respirasi aerobik, termasuk fosforilasi oksidatif dan produksi ATP.
b. Mempertahankan intergritas membran sel, pada manusia tergantung homeostasis
ion dan osmotik sel dan organel.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 101


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

c. Sintesis dari protein enzim dan protein struktur.


d. Preservasi dan intergritas aparat genetik dan sel.

3. Elemen struktural dan biokimia dari sel mempunyai jalinan yang sangat berhubungan,
sehingga kerusakan pada bagian yang manapun selalu memberi akibat pada bagian
lainnya.
4. Perubahan morfologik dan gangguan fungsi sel baru terlihat sesudah sistem biokimia
tertentu dalam sel terganggu.
5. Reaksi sel terhadap jejas bergantung bukan saja pada jenis jejas tetapi juga terhadap
lama dan kekuatan jejas.
6. Akibat dari jejas juga bergantung dari tipe, keadaan, dan kemampuan adaptasi sel.

Jejas yang menyebabkan gangguan fungsi yang reversible maupun irreversible


pada sel
Jejas adalah setiap keadaan yang dapat mengganggu kemampuan sel untuk
mempertahankan keadaan homeostasis yang normal.

1. Hipoksia dan anoksia


Hipoksia atau kurang oksigen mungkin merupakan mekanisme utama dari
kerusakan yang ditimbulkan oleh jejas-jejas lainnya seperti jejas fisik, kimiawi, atau
biologik.
Pembagian penyebab hipoksia:
a. Kurangnya oksigenasi paru-paru karena penyebab ekstrinsik:
- Kurangnya oksigen atmosfir
- Hipoventilasi (gangguan neuromuskuler)

102 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

b. Penyakit paru-paru:
- Hipoventilasi karena tahanan jalan masuk yang bertambah atau compliance paru-
paru yang berkurang
- Ratio perfusi-ventilasi alveolar terganggu
- Difusi membran respirasi berkurangn
c. Shunt vena arterial.
d. Terganggunya transport dan penyerahan oksigen:
- Anemia
- Gangguan sirkulasi umum
- Gangguan sirkulasi lokal (perifer, serebral, koroner)
e. Terganggunya oksigenasi jaringan akan kemampuan menggunakan oksigen
(histotoksik hipoksia):
- Edema jaringan
- Kebutuhan jaringan akan oksigen yang abnormal
- Keracunan dari enzim-enzim seluler (Cyanida)
Pada akhirnya semua gangguan-gangguan ini akan mengganggu respirasi aerobik,
fosforilasi oksidatif, dan sintesis ATP.

2. Jejas fisik
a. Trauma mekanis, menyebabkan ruptura dari sel dan juga dislokasi intraseluler,
mekanismenya belum difahami.
b. Perubahan temperatur, terjadi kerusakan seluler, juga terjadinya vasodilatasi dan
reaksi inflamasi, yang selanjutnya akan menambah hipoksia. Luka bakar dapat
menyebabkan kerusakan.
c. Perubahan pada tekanan atmosfir, menyebabkan gejala melalui efek gas-gas yang
terlarut dalam darah. Pada penyelam atau pada pesawat terbang, perubahan tekanan
dari tekanan tinggi tiba-tiba menjadi tekanan rendah akan menyebabkan gas-gas yang
terlarut membentuk gelembung gas di dalam pembuluh darah dan sendi. Gangguan
fungsi pada sel berupa hipoksia yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah.
d. Radiasi, berupa sinar matahari, ultraviolet, sinar X, dan radiasi bom atom maupun
isotop, dapat menyebabkan gangguan fungsi maupun kematian pada sel.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 103


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

3. Jejas kimiawi
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan jejas makin lama makin bertambah banyak.
Glukosa dan garam-garam dalam larutan hiper­tonis dapat menyebabkan jejas, karena
mengganggu homeostasis cairan dan elektrolit.
Oksigen dalam konsentrasi tinggi juga merupakan zat toksik. Beberapa zat kimia
seperti arsen, cyanida, garam mercury, memang merupakan racun, karena dalam
jumlah tertentu akan merusak sel. Banyak zat-zat kimia lainnya merupakan polusi
lingkungan seperti insektisida, herbisida, karbonmonoksida, karbon tetrachlorida, asbes,
dan silica. Malah alkohol dan narkotik dan juga obat-obatan merupakan zat-zat yang
menyebabkan penyakit.

4. Agen biologik
Agen biologik sejak dahulu kala sudah merupakan penyebab utama dalam
gangguan fungsi dan kematian sel. Agen biologik termasuk virus, rickettsia, bakteri,
fungi, dan parasit.
Bakteri menyebabkan jejas dengan berbagai mekanisme, terutama dengan toksinnya,
ada bakteri yang mengeluarkan eksotoksin yang menginhibisi proses oksidasi dan sintesis
protein sel. Bakteri lain menyebabkan jejas dengan melepaskan endotoksin, terutama yang
dalam traktus gastrointestinal, dan toksin ini menyebabkan perubahan-perubahan dalam
pembuluh darah dan pembekuan darah. Demikian juga dengan efek adanya reaksi imun
tubuh terhadap bakteri.
Virus menyebabkan jejas karena hidup intraseluler, rnereka mengubah metabolisme
host untuk kepentingan mereka, sehingga kebutuhan metabolisme host akan terganggu,
demikian juga virus sendiri merupakan protein toksik bagi host.

5. Reaksi imunologik
Reaksi imunologik merupakan pertahanan tubuh, tetapi beberapa reaksi imun dapat
menimbulkan gangguan fungsi sel maupun kematian sel. Contohnya adalah reaksi
anafilaktik terhadap obat, demikian juga beberapa jenis penyalit autoimun.

6. Faktor genetik
Merupakan jejas yang berasal dari dalam organisme, dapat berupa suatu malformasi
kongenital seperti Sindrom Down, maupun berupa perubahan pada hemoglobin
seperti pada “Sickle cell anemia”. Juga banyak “inborn errors of metabolism” yang terjadi
karena kurang salah satu enzim, disebabkan karena perubahan yang terjadi pada sistem
kode DNA.

104 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

7. Gangguan nutrisi
Defisiensi protein kalori merupakan penyebab kematian yang tinggi terutama di
negara-negara berkembang, demikian juga avitaminosis, masih merupakan suatu keadaan
yang malah dapat dijumpai di daerah yang cukup makmur, mungkin disebabkan oleh
ketidaktahuan atau tabu. Malah di negara maju kelebihan nutrisi sudah merupakan
penyebab gangguan sel dan kematian sel, umpamanya karena kelebihan kalori, karbohidrat,
lipid yang merupakan predisposisi aterosklerosis. Obesitas disebabkan oleh overload sel
dengan lipid, dan obesitas ini sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, hipertensi,
dan penyakit jantung.

III. Respon Selluler Terhadap Stres/ Adaptasi


A. Kelainan retrogresif
1. Atrophy (atrofi)
Yaitu suatu kemunduran/retrogresif yang terjadi pada suatu organ atau jaringan
yang telah terbentuk sempurna. Organ yang telah dewasa dan normal akan mengalami
kemunduran dan menjadi lebih kecil. Atrofi ini dapat mengenai sel-sel parenkhim
(sel yang melakukan fungsi pada suatu organ), tapi dapat juga mengenai stroma atau
jaringan penunjang suatu organ.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 105


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Etiologi:
a. Paling sering disebabkan karena gangguan nutrisi dan dapat terjadi karena:
1). Aliran darah ke daerah tersebut kurang.
2). Kekurangan/gangguan pada sirkulasi limfatik ke daerah tersebut.
3). Peningkatan aktivitas metabolik dari suatu organ atau jaringan tanpa diimbangi
suplai darah yang cukup.

b. Adaptasi suatu organ terhadap beban yang berkurang atau karena organ tersebut
jarang dipergunakan, misalnya pada kaki yang terkena polio.
c. Kehilangan stimulasi endokrin.

Jenis-jenis atrofi:
1. Atrofi fisiologik
Terjadi pada beberapa organ manusia karena suatu proses penuaan (involusi)/
proses yang berlangsung secara fisiologik. Contoh:
- thymus yang besar pada bayi akan mengecil pada usia akil-baliq.
- jaringan limfoid mengecil pada pubertas.
- proses penuaan pada otak dengan bertambah umur setelah melewati
usia pertengahan.
- organ seksual akan mengecil pada usia kira-kira di atas 50 tahun.
2. Atrofi patologik, menurut penyebabnya, secara klinik dibagi atas:
a. Atrofi inaktivasi/disuse atrophy
Terdapat pengurangan besar organ karena berkurangnya fungsi dari organ
tersebut. Contoh pada otot tungkai yang patah dan poliomyelitis. Diduga organ
akan mengecil karena penyempitan pembuluh darah dan kekurangan nutrisi.
b. Atrofi karena desakan
Apabila organ mengalami desakan dari pertumbuhan di sekelilingnya, organ
akan mengalami atrofi. Desakan dapat terjadi secara langsung yang akan menekan
sel-selnya, dapat juga terjadi secara tidak langsung karena tekanan pada
pembuluh darahnya. Kausa daripada desakan ini dapat berupa:
- pertumbuhan tumor jinak atau ganas
- akumulasi substansi-substansi yang abnormal
- tekanan dari luar badan

106 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

c. Atrofi gangguan endokrin


Di sini atrofi terjadi karena hilang atau berkurang stimulasi hormon-hormon
tertentu. Seperti diketahui bahwa organ-organ tubuh dalam aktivitasnya
dirangsang secara hormonal dan bila oleh sebab-sebab tertentu hormon-hormon
ini berkurang, aktivitasnya juga akan berkurang dan terjadi atrofi.
Hormon-hormon yang menstimulasi disebut hormon-hormon trophic yang
diproduksi oleh hypophyse. Bila hormon trophic ini berkurang, beberapa kelenjar
akan mengecil, misalnya kelenjar adrenal, thyroid, dan gonad. Akibat atrofi
kelenjar-kelenjar ini, organ-organ assesori yang diaturnya juga akan rnengalami
atrofi, misal organ-organ seks.
Atrofi pada organ-organ tertentu:
 Atrofi pada jantung
Atrofi ini akan mengenai otot-otot jantung. Sering terjadi pada proses penuaan,
pada sel-sel otot jantung akan ditemukan pigmen-pigmen penuaan, disebut juga
pigmen metabolik atau “Wear and Tear” pigment. Biasanya pigmen tersebut adalah
lipofuchsin, merupakan suatu residual body yang berwarna kuning kecoklatan
berbentuk granula.
Mekanisme terjadi pigmen ini adalah sebagai berikut:
Apabila terjadi suatu jejas karena kelelahan dan keausan dari suatu sel, organel-
organel di dalam sel akan dipisahkan dari sisa-sisa yang vital dari sel tersebut. Organ-
organ yang mengalami iskemi ini akan dibungkus oleh suatu rnembran yang berasal
dari retikulum endoplasma, terjadi vacuole autophagic, yang kemudian akan berdifusi
dengan lisosom menghasilkan fagolisosom. Jaringan yang terdapat dalam vakuola
ini akan mengalami degradasi oleh enzim lisosom. Sering ditemukan sisa-sisa yang
tidak tercerna/residu yang biasanya terdiri atas organel-organel yang telah mengalami
polimerisasi karena aksi peroksidase lipid akibat proses dari free radical oxygen
(oksigen yang lebih aktif daripada oksigen biasa, termasuk Ozon). Free radical oxygen
banyak dijumpai pada makanan-makanan yang telah diawetkan. Terbentuknya suatu
residual body bukan berarti kematian suatu sel tetapi merupakan mekanisme protektif yang
dapat membantu survival dari sel walaupun mengalami jejas intraseluler.
Pada jantung pigmen ini ditemukan pada sel-sel otot terutama pada kedua kutub
nukleus dan tersebar sebagai massa granuler kecil-kecil di sekitar ini.
 Atrofi pada hepar dapat ditemukan juga pigmen-pigmen lipofuchsin, biasanya granula
ini tersebar di seluruh sitoplasma sel dan apabila akumulasi pigmen ini cukup banyak,
terutama pada hepar yang mengalami atrofi, maka akan memberi warna kecoklatan,
disebut “Brown Atrophy”.
 Atrofi pada intestinum dapat mengganggu pencernaan.
 Atrofi juga dapat terjadi pada pankreas, atrofi ini akan mengganggu fungsi penyerapan.
Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 107
ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

B. Kelainan Progresif
Mekanisme adaptasi sel/jaringan terhadap lingkungan yang kurang akan menyebabkan
pertambahan berat atau besar suatu organ.

1. Hipertrofi
Hipertrofi adalah pertambahan volume/isi dari jaringan/organ karena membesarnya
masing-masing sel dan tidak ditemukan penambahan jumlah sel. Sel-sel membesar
karena lebih banyak komponen struktur ultra yang disintesis sehingga seluruh organ/
jaringan akan membesar. Hipertrofi merupakan mekanisme adaptasi di mana terjadi
sintesis enzim mitochondria, retikulum endoplasma, dan mikrofilamen sehingga dicapai
suatu keseimbangan antara kebutuhan, suplai, dan aktivitas metabolik dalam sel dan dapat
berjalan normal.
Hipertrofi banyak ditemukan pada sel otot baik sel otot seran lintang maupun sel otot
jantung misalnya karena tekanan darah tinggi. Hipertrofi dapat mengenai sel-sel lain
misal pada sel-sel hepar, apabila ada stimulasi akan terjadi penambahan beban. Atau pada
sel-sel epitel tubulus ginjal, biasanya karena stimulasi yang merangsang perkembangan
aktivitas metabolisme dari sel-sel tersebut. Dapat juga karena proses fisiologik misalnya
pada uterus yang mengalami kehamilan. Hipertrofi dapat juga mengenai organ-organ yang
berpasangan, sebagai hipertrofi kompensatorik, seperti pada paru-paru dan ren.

2. Hiperplasia
Terdapat pembesaran organ atau jaringan karena pembentukan sel-sel baru, jumlah sel
bertambah sedangkan ukuran sel-selnya dapat mengecil atau tetap. Sering terjadi bahwa
pembentukan sel-sel baru ini merupakan permulaan suatu proses neoplastik. Hiperplasia
dapat ditemukan bersama-sama dengan hipertrofi, misal pada hipertrofi prostat.
Hiperplasia dapat berupa:
 Hiperplasia fisiologik:
a. Hormonal
- Pembesaran mammae pada wanita pubertas. Pembesaran terutama pada glandula
mammae di mana epitel mengalami hiperplasia.
- Hiperplasia uterus pada kehamilan.
b. Kompensatorik
- Terutama terjadi pada hepar, bila sebagian dari hepar diangkat, akan terjadi
regenerasi pada bagian yang sisa.
- Kulit yang rnengalami luka lecet, epidermisnya akan mengalami hiperplasi. Apabila
lapisan superficial kulit hilang maka sel-sel lapisan basalis akan mengalami mitosis
dan terjadi regenerasi pada lapisan superficial tadi.
108 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel
ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

 Hiperplasia Patologik
Terjadi karena penambahan sel-sel yang mensintesis DNA, misalnya pada hepatektomi,
penambahan DNA terjadi 12 jam setelah pengangkatan dan mencapai puncak pada 1-2
hari setelah pengangkatan, lebih kurang 10% sel berperan pada sintesis DNA. Dalam 2
minggu regenerasi telah sempurna.
Regenerasi hiperplasia diduga karena terdapat suatu zat humoral sebagai substansi
pengatur yang akan menstimulasi pertumbuhan sel-sel. Pada hiperplasia patologik terjadi
suatu stimulasi berlebihan secara hormonal pada sel target.
Contoh Hiperplasia Adenomatosa Endometrium, pada keadaan normal, setiap
menstruasi diikuti aktivitas proliferasi dari endometrium. Proliferasi ini dikontrol oleh
hormon dari hipofise dan ovarium. Peningkatan kadar estrogen akan merangsang terjadi
hiperplasia, bila kadar berkurang, hiperplasia akan berhenti, sedangkan bila hormon ini
bertambah terus, hiperplasia akan terus terjadi. Setiap hiperplasia patologik kemungkinan
untuk berkembang menjadi proliferasi yang neoplastik/ganas.

3. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan satu jenis sel dewasa (biasanya epitel/mesenkim) diganti
oleh jenis sel dewasa yang lain.
Keadaan ini juga merupakan suatu mekanisme adaptasi sel di mana sel-sel pengganti
merupakan jenis yang lebih tahan terhadap keadaan yang lebih buruk. Jadi metaplasia
terjadi apabila terdapat suatu jejas, terutama jejas yang kronik. Jejas ini dapat berupa
trauma mekanik atau defisiensi vitamin (terutama vitamin A).
Contoh: perubahan metaplasia yang terjadi pada :
- Saluran pernapasan
- Paru-paru
- Epitel duktus ekskretorius
- Kelenjar mukosa endocervix
- Tuba falopii
- Duktus ekskretorius (kelenjar liur)
- Epitel kandung kemih
- Epitel kandung empedu
Epitel torak yang bersekresi akan diganti dengan epitel gepeng berlapis yang tidak
bersekresi, akan tetapi mempunyai daya protektif yang lebih resisten daripada epitel torak.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 109


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Pada saluran pernapasan, terutama oleh rangsangan asap rokok yang terus-menerus,
epitel torak yang bersilia pada trachea dan bronkhus akan diganti epitel berlapis gepeng.
Pada glandula-glandula, kandung kemih dan empedu, bila terdapat batu akan
menyebabkan epitel torak diganti oleh lapisan epitel gepeng. Metaplasia yang terus-
menerus dapat merangsang transformasi neoplastik pada epitel. Malah sering neoplasma
di daerah traktus respiratorius adalah jenis sel gepeng.
Metaplasia pada mesenkim juga merupakan respon dari adaptasi. Di sini fibroblas
akan diubah menjadi osteoblas dan khondroblas sehingga terdapat tulang atau rawan pada
tempat-tempat yang abnormal.
Metaplasia paling sering terjadi pada jaringan lunak, terutama setelah suatu proses yang
merupakan suatu bentuk diferensiasi yang divergen. Jadi mekanisme metaplasia merupakan
mekanisme proteksi walaupun bersifat kurang rnenguntungkan karena kehilangan sifat-
sifat tertentu, misal sekresi mukus.

C. Kelainan Retrogresif-Progresif ke arah Keganasan


(Tidak Termasuk Proses Adaptasi)
1. Displasia
Displasia merupakan perubahan yang bersifat kemunduran pada sel yang telah dewasa,
terlihat pada bentuk, besar, dan organi­sasinya. Sel-sel yang terkena juga jenis epitel dan
mesenkim. Sel-sel karena suatu stimulus, berupa iritasi kronik/inflamasi, mengadakan
respon sehingga berubah menjadi bentuk yang atipik dan ireguler.
Pada displasia inti akan menjadi :
- ireguler, susunannya menjadi tidak teratur, ada sel yang membesar dan mengecil
- inti tampak lebih gelap dan besarnya berbeda-beda.
- ditemukan mitosis walaupun masih mitosis normal. Lapisan basal akan memper-
lihatkan hiperplasia dan terlihat bertumpuk-tumpuk, sedangkan pada kelenjar,
orientasi daripada sel-sel torak akan menghilang dan menjadi tidak teratur.
Pada cervix dan traktus respiratorius apabila ditemukan displasia, kemungkinan besar
disebabkan neoplasma dan perubahan displasia ini sering ditemukan berdekatan dengan
pusat-pusat transformasi neoplasmik, walaupun displasia sendiri belum tentu akan berubah
menjadi neoplasma karena displasia merupakan perubahan yang bersifat reversibel, bila
iritasi dapat dihilangkan, displasia dapat menghilang.
2. Anaplasia
Anaplasia adalah kemunduran sel-sel dewasa berubah menjadi sel yang lebih primitif.
Anaplasia merupakan perubahan yang tidak reversibel, dan menyimpang jauh dari keadaan
normal. Perubahan terjadi pada bentuk, ukuran, kualitas kromatin, jumlah mitosis, dan
organisasi sel.

110 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Kadang-kadang sel dapat menjadi 3 – 4 kali dari normal dan menjadi sel datia /giant
cell, timbul variasi ukuran-ukuran dan bentuk sel yang disebut polymorphy/pleomorphy,
perbandingan inti/sitoplasma yang 1:4 atau1:6 menjadi 1:2 atau kadang-kadang seluruh
sel diisi inti atau sejumlah besar inti, lebih kurang 30-40-100 inti dalam sel dapat di jumpai
pada giant cell. Nukleusnya pun biasanya membesar dan gambaran kromatinnya akan
mengalami hiperkromasi. Sehubungan dengan anaplasia ini ada sarana diagnostik yang
disebut “Sitologi Exfoliative”.
Metode diagnostik untuk melihat keganasan didasarkan atas dua hal:
1. Perubahan patologi pada sel-sel yang malignan (ganas), biasanya berbentuk anaplasia
sehingga dapat dideferensiasi dari sel normal.
2. Sel-sel dalam tumor yang malignan (ganas) biasanya kurang sifat kohesinya dan
mudah desquamasi (dilepas), oleh karena itu dapat ditemukan pada cairan di sekitar
proses keganasan tersebut.
Sarana ini ditemukan oleh Dr. Georgeous Papanicoulou (1933) yang pertama memeriksa
apus vagina yang diambil pada waktu siklus menstruasi dan pada kondisi-kondisi fisiologik
tertentu, ternyata memperlihatkan perubahan-perubahan sel sesuai dengan proses yang
terjadi. Pada tahun 1943, Dr. G. Papauicoulou dan Dr. Traut memberikan gambaran yang
lebih jelas dari sel-sel fisiologik yang anaplastik. Mereka memberikan gambaran mengenai
perubahan-perubahan yang terjadi pada sitologi sel yang diambil dari apus cervix.
Sekarang pemeriksaan sitologi exfoliative telah merupakan sarana diagnostik rutin pada
wanita berumur di atas 37 tahun dan merupakan skrining terhadap karsinoma cervix uteri
dan telah dikembangkan untuk mendiagnosis neoplasma yang terdapat pada :
- Traktus respiratorius
- Traktus urinarius
- Traktus gastrointestinal
- Prostat
- Mammae
- Thyroid
- Hepar
- Ginjal
Cara melakukan pulasan:
Mula-mula sekret diambil dengan pipet yang ujungnya dimasukkan ke fornix vagina.
Sekret ini kemudian diteteskan pada kaca objek. Selain dengan pipet juga dapat dilakukan
dengan spatel, apusan diambil bukan hanya dari fornix, tetapi juga dari dinding vagina dan
dari dalam cervix. Kemudisn kaca objek difiksasi dengan alkohol 90 % atau eter. Setelah
kering, diwarnai dengan metode Papanicoulou, kemudian dievaluasi terutama terhadap
perubahan-penubahan seluler, apakah menunjukkan perubahan-perubahan neoplastik.
Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 111
ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Apabila terdapat dugaan perubahan neoplastik baru dilakukan biopsi.


Keuntungan metode ini :
a. Sel-sel ganas yang melepaskan diri dari permukaan suatu pertumbuhan yang ganas
dapat ditemukan pada apusan sebelum tumor itu bermanifestasi secara klinis.
b. Sekresi dari organ meliputi permukaan yang luas dari epitel sehingga perubahan
neoplastik pada salah satu bagian akan memberikan sel-sel yang dapat ditemukan
pada apusan.
c. Teknik ini tidak membutuhkau pembedahan.
d. Mudah dikerjakan.
e. Dapat dilakukan sebagai follow-up.
Kerugian metode ini:
a. Untuk diagnosis dibutuhkan tenaga spesialis.
b. Dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk menskrining apusan.
c. Sarana ini tidak dapat melokalisasikan secara tepat tempat terjadi neoplasma.
Hanya dapat menjelaskan perubahan neoplastik pada salah satu tempat sekresi
itu berasal, sehingga diagnosisnya merupakan suatu diagnosis permulaan suatu
karsinoma.

IV. Respons Seluler Terhadap Jejas


1. Jejas Reversibel
a. Cloudy Swelling / bengkak keruh.
Pada permulaan jejas (sublethal), sel tampak lebih besar dan sitoplasma lebih
bergranuler disebut Celluler Swelling atau Cloudy Swelling.
Morfologisnya organ tampak pucat, turgor meningkat, dan terjadi penambahan berat.
Histologik terlihat penekanan pada mikrovaskulatur. Misalnya pada hepar, spatium
Disse akan menyempit juga terdapat kehilangan glikogen.
Proses pembengkakan sel karena gangguan-gangguan mekanisme regulasi dari sel,
gangguan metabolisme energi (pada suplai energi yaitu ATP) sehingga mekanisme
energi transport aktif Na (“sodium pump”) terganggu dan terjadi peninggian volume
intraseluler dan tekanan hidrostatik dalam sel. Akan terjadi isoosmotic swelling dan
selanjutnya mengganggu permeabilitas membran dan mengganggu sintesis protein
dalam membran sehingga lebih memperburuk keadaan.

112 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

b. Degenerasi Lemak/ fatty change


terdapatnya akumulasi lemak intrasitoplasmik sebagai respon terhadap jejas
reversibel.

c. Hydrophic Change (degenerasi vakuoler)


Di sini akumulasi air akan bertambah sehingga timbul vakuola-vakuola dalam
sitoplasma. Vakuola-vakuola ini adalah segmen-segmen retikulum endoplasma yang
akan rnembengkak dan dilepaskan. Hydrophic change ini sering ditemukan pada sel-sel
tubulus kontortus proksimal di ginjal. Pada keracunan CHCl3, terutama pada hepar dan
jantung, dapat ditemukan beberapa jenis infeksi, panas yang tinggi, dan hipokalemia.
Pembengkakan ini bersifat reversibel dan kadang-kadang tanpa gangguan fungsi yang
berarti dan merupakan indikator dari suatu jejas/injury yang ringan.

2. Nekrosis / Kematian Sel


Proses kematian sel disebut nekrosis. Kematian yang terutama terjadi pada sel-sel
secara individuil maupun secara kelompok. Sebelum terjadi proses kematian biasanya
didahului oleh perubahan-perubahan ultra struktural yaitu perubahan-perubahan
morfologik sel karena jejas.
Nekrobiosis adalah kematian yang terjadi pada sel secara fisiologik. Misal kematian
pada sel epidermis, pada pertumbuhan yang normal sel-sel kulit akan tumbuh dewasa
kemudian mati dan kulit akan mengalami desquamasi, juga pada lapisan-lapisan tubuh
yang biasanya kontak dengan dunia luar, misal mukosa traktus digestivus dan traktus
urinarius, lapisan menjadi aus dan diganti dengan yang baru.
Etiologi nekrosis:
1. Iskemia (anoksia)
2. Agen fisik
3. Agen kimia
4. Agen biologik

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 113


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Perubahan-perubahan pada sel:


1. Pada inti sel
Pada inti terlihat perubahan-perubahan yang lebih menonjol daripada sitoplasma.
Perubahan-perubahan pada inti dapat ditemukan baik pada keadaan sublethal (hampir
mati) maupun sel yang mati. Perubahan yang terjadi berupa:
- hilangnya gambaran vesikuler dan penggumpalan kromatin. Pada yang sublethal
penggumpalan ini bersifat reversibel. Terjadi pengikatan dari gumpalan ini pada
membran nukleus dan nukleolus.
- Nukleus menciut dan permukaan menjadi lebih rata dan gelap, nukleus menjadi
kecil, padat, membentuk massa yang berkeriput dari kromatin-kromatin yang
tersusun padat.
- Akhirnya terjadi gambaran piknosis.
- Membran nukleus dapat mengalami pemecahan dan kromatin akan mengalami
resolusi.
Dapat terjadi 2 peristiwa:
a. Setelah piknosis terjadi proses aksi sel hidrolitis dari DNA karena proses-proses
lisosom sehingga terjadi resolusi kromatin, disebut karyolisis.
b. Inti mengalami pemecahan menjadi gumpalan-gumpalan dan terjadi proses
karyorhexis.
Akhirnya kedua jalur tersebut akan menyebabkan nukleus hilang dan dikenal sebagai
nekrosis pada sel.
2. Pada Sitoplasma
Dengan mikroskop cahaya tampak perubahan-perubahan seperti pada jejas reversibel,
yaitu: Cloudy Swelling / bengkak keruh dan Hydrophic Change (degenerasi vakuoler).
Kerusakan lebih lanjut menyebabkan sitoplasma menjadi lebih asidofilik, keruh,
dan lebih opague, timbul granulasi. Selanjutnya menjadi lebih terpecah-pecah dan
terjadi fragmentasi.
Apabila terjadi nekrosis, membran nukleus hilang dan bersatu dengan sitoplasma,
juga dapat ditemukan bintik-bintik lemak pada sitoplasma. Pada proses lebih lanjut sel
akan hilang.

114 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Jenis-jenis nekrosis
Di luar jenis-jenis yang ada terdapat gambaran pola nekrosis yang histologik. Apostosis
biasanya melibatkan satu sel atau sejumlah sel yang berkelompok yang pada pewarnaan
H.E. terlihat sebagai massa yang bulat/oval dengan sitoplasma yang sangat eosinofilik,
biasanya dengan fragmen-fragmen inti yang piknotik. Diduga karena adanya perubahan-
perubahan yang mana terjadi kondensasi cepat pada nukleus atau sitoplasma. Dapat
ditemukan pada beberapa keadaan fisiologik atau pada hepar yang terkena hepatitis. Pada
hepar bangunan ini terlihat sebagai “councilman bodies”.
a. Necrosis Coagulative
Kematian sel tidak selamanya diikuti langsung oleh disolusi sel, bergantung dari
penyebabnya terdapat beberapa jalan terjadinya proteolisis sehingga ditemukan beberapa
tipe morfologik dari nekrosis.
Pada necrosis coagulative, sitoplasma dari sel akan mati dan menjadi opague, disebabkan
karena koagulasi dari protein. Koagulasi sel yang terjadi akan berbentuk massa yang terus
masih ada walaupun gambaran intraselulernya telah hilang. Etiologi nekrosis ini biasanya
suatu iskemi yang berat yang terjadi tiba-tiba, terjadi pada organ-organ ginjal, jantung,
glandula adrenal, juga pada jejas kimiawi, misalnya keracunan HgCl pada tubulus renal
proksimal. Dasar koagulasi mungkin karena adanya denaturasi albumin atau protein-
protein lainnya.
Morfologik : daerah destruksi lebih padat, berbatas jelas dengan daerah sekitarnya dan
biasanya lebih asidofilik.
Histologik : sitoplasma lebih pekat, granuler merah dan lebih opague (kabur), nukleus
piknotik atau malah tidak ditemukan.
Contohnya:
1. Karena toksin bakteri pada organ-organ yang diserang oleh penyakit dengan demam
yang tinggi, misal typhus, diphteri, infeksi streptococcus.
2. Degenerasi Zenker/hyalin pada otot seran lintang. Sel otot seran lintang mengalami
piknosis dan terjadi koagulasi sitoplasma yang nekrosis tetapi sel tetap mempertahankan
bentuk luar. Degenerasi Zenker disebabkan karena jejas yang reversibel dan ditemukan
pada musculus rectus abdominis dan diaphragma.
Histologik : Terdapat daerah nekrosis dan normal selang-seling.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 115


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

b. Necrosis colliguativa/nekrosis pencairan/liquefaction necrosis


Di sini terjadi disolusi enzimatik yang berlangsung cepat dan total pada sel dengan
akibat terjadi destruksi yang total/komplit di seluruh sel. Keadaan ini paling sering terdapat
di otak, juga ditemukan pada suatu abses (pembentukan pernanahan karena suatu infeksi,
terbentuk suatu rongga yang berisi pus). Pada abses terjadi proses autolisis /heterolisis, di
mana akibat lokal dari bakteri terjadi akumulasi dari lekosit, dan akumulasi ini terdiri atas
leukosit yang sudah mati yaitu berupa pus.
Pada pankreatitis akut pemecahan ini tidak mencapai membran sel, karena membran
sel tetap utuh sedangkan isi sel yang mengandung lipid akan mengalami hidrolisis dan
dilepaskan, maka contour dari sel masih terlihat walaupun sel sendiri hanya terlihat sebagai
bayangan. Di dalam usus, enzim lipase akan dilepaskan ke jaringan sekelilingnya dan
akan memecahkan lemak-lemak netral yang terdapat dalam sel-sel lipid. Dari pemecahan
lipid akan dihasilkan asam lemak (fatty acid) yang akan bereaksi dengan garam-garam
alkalis yang banyak terdapat dan merupakan produk dari pankreas, dan akan membentuk
penyabunan, akan tampak sebagai presipitasi berwarna putih seperti kapur dan tersebar
di jaringan yang terkena. Beberapa bagian dari lemak yang tidak terpecahkan tetapi
terlepas dari jaringan akan dilepaskan dan mengambang bebas dalam eksudat atau cairan
peritoneum, ini disebut sebagai gambaran “Chicken Broth appearance”.

c. Necrosis caseosa
Merupakan variasi tertentu dari nekrosis koagulativa yang disebabkan infeksi kuman
Tuberculosa. Disebut caseosa kerena sesuai dengan gambaran morfologiknya, isi dari
nekrosisnya terlihat berwarna putih kuning seperti keju.
Histologik: daerah nekrosis tampak sebagai suatu debris (sisa-sisa penghancuran)
berupa bentuk yang amorf, granuler, yang dibentuk oleh sel-sel yang telah mengalami
koagulasi dengan suatu pinggir yang tegas berupa jaringan inflamasi dengan gambaran
yang khas karena reaksi granulamatosa.

d. Nekrosis gangrenosa
Nekrosis ini biasanya disebabkan oleh suatu proses iskemia dan bisa diikuti invasi
bakteri. Nekrosis ini biasanya terjadi pada anggota tubuh, paling sering anggota gerak
bawah. Mula-mula terjadi suatu nekrosis koagulativa karena hipoksia dan iskemia,
kemudian akan diikuti suatu reaksi liquifaksi karena enzim-enzim yang dikeluarkan
bakteri atau leukosit yang telah memasuki jaringan nekrosis. Apabila pola koagulasi yang
menonjol, disebut juga sebagai gangren kering, sedangkan apabila pola invasi bakteri
yang menonjol dan terjadi liquifaksi, disebut gangren basah. Walaupun sering terjadi pada
anggota gerak bawah, organ-organ dalam rongga abdomen seperti appendix, vesica falea,
usus bisa mengalaminya. Di dalam visera terjadi reaksi inflamasi dan eksudasi yang akan
memperhebat gangguan pada suplai darah.
116 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel
ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

e. Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini sering terjadi pada pembuluh darah, biasanya mengikuti suatu proses
autoimun.

V. Gangguan / Keabnormalan Perkembangan


1. Aplasia dan Agenesis
Perkembangan yang kurang dari normal dimana organ/jaringan akan mengalami
kelainan retrogresif dan jenis pertama ini disebut sebagai aplasia. Biasanya disebut
bersama-sama dengan agenesis walaupun terdapat perbedaan antara keduanya. Aplasia
adalah kegagalan perkembangan dari suatu organ, sedangkan agenesis adalah tidak
terbentuknya sama sekali suatu organ. Aplasia hanya dapat ditemukan apabila organ
yang terkena adalah organ non vital atau organ yang terdapat berpasangan, kadang-
kadang pada aplasia akan terbentuk struktur yang berbentuk rudimenter misalnya
tangan yang hanya terbentuk sebagai satu tonjolan.

2. Hipoplasia
Hipoplasia adalah kegagalan suatu organ untuk mencapai ukuran dewasa karena
perkembangan yang tidak komplit, akan dibentuk suatu organ yang abnormal, lebih
kecil dari organ dewasanya.
Pada hipoplasia walaupun terjadi pada organ vital, masih dapat hidup apabila cukup
parenkim yang tersedia sehingga dapat mempertahankan fungsinya. Contoh, ren yang
mengalami hipoplasia menjadi lebih kecil, 2-3 cm saja dengan berat beberapa persen di
bawah normal.

3. Atrophy (atrofi)

VI. Degenerasi Dan Inflltrasi


Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologi akibat jejas nonfatal. Perubahan-
perubahan tersebut masih reversibel, akan tetapi apabila berjalan cukup lama dengan
derajat lebih tinggi, akan terjadi kematian sel sehingga mengakibatkan nekrosis.
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang bersifat sistemik, mengenai sel-sel yang
semula sehat, disebabkan oleh metabolik-metabolik yang menumpuk dalam jumlah
besar/berlebihan.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 117


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

1. Degenerasi lemak/fatty change


Sebetulnya meliputi degenerasi maupun infiltrasi, menunjukkan proses kemunduran sel
parenkhim, terdapat pengumpulan lemak secara abnormal.

2. Degenerasi Hyalin
Secara histologik merupakan tanda jejas dari sel, hyalin menunjukkan adanya jejas
intrasel/ekstrasel, tampak berwarna merah muda dan homogen dengan pewarnaan H.E..
Kebanyakan hyalin merupakan derivat protein, biasanya dibentuk oleh jaringan ikat
maupun epitel, ditemuukan pada jaringan parut, misalnya pada:
- Simpai Limpa
- Pleura yang mengalami radang akut
- Pembuluh darah yang mengalami aterotik
- Organ yang mengalami atrofi
- Bekuan darah
- Fibrin
- Kelompok sel nekrotik
- Terdapat juga pada lumen:
- Kelenjar prostat berupa suatu corpus amilaceum
- Sel epitel tubulus ginjal berupa butir-butir bulat
- Sitoplasma sel hati berupa suatu sirosis disebut sebagai “Jisim Mallory”
- Pada Hepatosit yang terkena Yellow Fever disebut “Jisim Councilman”

3. Degenerasi Amyloid
Amyloid adalah bahan yang bersifat seperti hyalin walaupun berbeda dengan pewarnaan
zat tertentu. Disebut amyloid karena menyerupai amilum, sifat kimianya mungkin
merupakan glikoprotein. Bila amyloid dipulas dengan yodium akan berwarna coklat, bila
ditambah asam sulfat 1 % berubah menjadi biru. Amyloid dapat dipulas dengan Methyl
Violet, Congo Red, atau Gentian Red.
Congo Red dapat digunakan dalam diagnosis klinik karena dapat diserap jaringan
hidup. Pada amyloidosis, congo red akan hilang dari darah karena diabsorbsi oleh amyloid,
absorbsi yang lebih dari 50 % menunjukkan amyloidosis.

118 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Amyloidosis dapat dibagi atas:


1. Amyloidosis sekunder, penyebabnya infeksi atau radang kronis.
2. Amyloidosis primer/idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
3. Amyloidosis yang terdapat pada multiple myeloma.
4. Amyloidosis herediter.

a. Degenerasi amyloid pada limpa


Terdapat dalam dua bentuk yaitu fokal dan difus.
1). Bentuk yang disebut “limpa sagu”
Dengan pulasan HE terlihat pulpa putih yang biasanya berwarna biru tua berubah
menjadi berwarna merah muda, berbercak-bercak kira-kira sebesar jarum pentul
atau sesuai dengan besarnya folikel limfoid yang semula. Pada pemeriksaan
mikroskopik terlihat bercak-bercak tersebut adalah suatu arteriol di dalam
pusatnya, yang merupakan bukti bahwa yang mengalami perubahan memang
adalah folikel. Substansi warna merah muda ini bersifat homogen, terdapat
fibrosit dan monosit yang besar. Endapan substansi amyloid dapat ditemukan
pada dinding pembuluh darah, jaringan ikat trabekel, dan simpai limpa.
2). Bentuk difus “limpa babi” (pork spleen)
Folikel-folikel limfoid tidak mengalami pengendapan amyloid. Perubahan
terutama terletak pada pulpa merah, khususnya dinding sinusoid dan anyaman
retikulin. Dinding sinus menjadi tebal tapi la­ pisan sel-sel endotelnya masih
tampak jelas. Serabut retikulin tampak lebih jelas dan kasar, sel-sel retikulumnya
mengecil dan atrofik.

b. Amyloidosis pada hati


Terdapat distorsi hebat dari hati, walaupun susunan lobuler parenkim masih tampak
di sana-sini, sinusoid-sinusoid tampak terbendung terutama di bagian yang banyak
terdapat endapan amiloid. Endapan amiloid ini menimbulkan kekurangan zat makanan
pada sel hati, sehingga dapat ditemukan proses bengkak keruh, degenerasi lemak,
sampai atrofi pada jaringan hati.

c. Amyloidosis pada ginjal


Pada amyloidosis yang lanjut akan terdapat endapan amyloid di mana-mana seperti
dalam membrana basalis glomerulus, tubulus, tunica media pembuluh darah, jaringan
ikat interstitial.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 119


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Pada glomerulus selain pada membrana basalis juga di antara sel-sel endotel kapiler
darah dan sel-sel epitel, ini akan menyebabkan penyempitan dan akhirnya penyumbatan
lumen kapiler.
Perubahan serupa tampak pada tunica media arteriole dan arteri.
Dalam tubulus, amyloid diendapkan di antara membran basalis dan sel-sel epitel
tubulus, sehingga menyempitkan rongga tubulus dan terjadilah bengkak keruh sampai
degenerasi lemak sel-sel epitel tubulus.

4. Degenerasi Mucin
Mucin adalah suatu bahan yang jernih dan lengket, disekresi oleh epitel yang melapisi
mukosa, terdiri atas karbohidrat dan protein, bersifat asam lemah. Pada pewarnaan
mucin berwarna kebiruan.
Mucin meningkat pada radang, misal pilek. Mucin juga dibentuk oleh tumor ganas
yaitu Adeno Carcinoma Mucynosum, sel-sel yang membentuk lendir akan mendesak
inti ke perifer sehiugga sel berbentuk seperti cincin yang disebut sebagai: “Signet Ring
Cell”.
Degenerasi mukoid bisa ditemukan pada :
- Defisiensi thyroid
- Cystadenoma ovarii
- Fibrosistik disease pada asthma bronchiale
- Tracheobronchitis

VII. Kelainan Akibat Penimbunan Pigmen


Pigmen adalah zat berwarna, dalam tubuh terdapat sebagai berikut:
1. Pigmen yang merupakan bagian normal dari sel, seperti melanin dan hemosiderin.
2. Pigmen yang merupakan zat abnormal yang pada keadaan tertentu berkumpul dalam
sel, dan malah bila terdapat secara berlebihan dapat mengganggu fungsi dari sel,
umpamanya hemochromatosis.

Berdasarkan asalnya, pigmen dapat dibagi:


1. Pigmen endogen
Disintesis oleh tubuh sendiri, pigmen ini hampir semuanya berasal dan hemoglobin dan
terdiri atas hemosiderin, hematoidin, dan hematin.

120 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

2. Pigmen eksogen
Berasal dan luar, pigmen eksogen akan dibahas di patologi lingkungan. Tatoo, pigmen
yang dimasukkan ke dalam kulit, biasanya tidak menimbulkan gangguan. Pigmen dapat
ditemukan pada jaringan ikat kulit dan pada makrofaga di corium. Pigmen tatoo dapat
merupakan dasar identifikasi mayat. Kadang-kadang pigmen yang berwarna merah, dibuat
dari derivat mercury/Hg, dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi alergik dan
inflamasi pada kulit sekitarnya.

Pigmen endogen:
Yang bukan merupakan derivat hemoglobin :
1. Lipofuchsin
Jaringan berwarna kuning kecoklatan, merupakan pigmen yang tidak larut dalam air,
disebut juga sebagai lipochrome, ceroid, “wear and tear”, atau pigmen menua. Merupakan
tanda terdapat jejas akibat radikal bebas dan/atau peroksidasi lipid. Berasal dari bahasa
Latin, fuscus (kuning), karena berwarna pigmen kuning coklat sebagai granula halus intra-
sitoplasmik. Terutama ditemukan pada sel-sel yang mengalami perubahan retrogresif
pelan, seperti pada atrofi yang mengikuti usia tua atau jejas kronik, seperti pada hepar,
jantung, dan otak.
Lipofuchsin merupakan residu yang tak tercerna dari autophagic vacuole yang dibentuk
pada proses penuaan atau atrofi. Pigmen ini terdiri atas polimer lipid dan fosfolipid yang
berikatan dengan protein, berasal dari lipid peroksidasi bagian membran subseluler yang
terdiri atas lipid tidak jenuh. Lipofuchsin sendiri tidak merusak sel maupun fungsiya.
Suatu pigmen yang sukar dibedakan dari lipofuchsin, yang merupakan suatu varian
yaitu ceroid. Pigmen ini dapat mengalami transformasi sehingga menjadi autofluorescen
dan positif dengan pulasan acid fast. Ceroid ini dapat dihasilkan secara eksperimental,
dengan defisiensi antioksidan vitamin E.

2. Melanin
Berasal dari derivat hemoglobin. Merupakan pigmen endogen sitoplasma berwarna
coklat hitam. Pada keadaan normal disintesis di dalam melanosit, dari tyrosin menjadi
dihydroxyphenylalanin dengan perantaraan tyrosinase. Di dalam sel, dopa akan diagregasi
dan di polimerisasi di dalam aparatus Golgi, dan diikat di dalam organel berupa melanosom.
Melanosom inilah yang tampak sebagai pigmen.
Pembentukan melanin dipengaruhi oleh MSH (melanocyt stimulating hormon) yang
terutama dibentuk di pars intermedia hypophysis. Hormon ini merupakan antagonis dari
steroid yang dibentuk korteks adrenal, sehingga bila terjadi hiperfungsi kelenjar adrenal,
akan terjadi depigmentasi, sedangkan bila terjadi hipofungsi atau insuficiency kelenjar
adrenal, seperti pada Addison’s disease, akan terjadi hiperpigmentasi.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 121


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Dikenal pula beberapa penyakit dengan hiperpigmentasi yang berlebihan. Pada


hemachromatosis, hiperpigmentasi kulit tidak hanya disebabkan oleh hemosiderin, tetapi
juga oleh melanin. Hiperpigmentasi kulit yang tampak sebagai bercak-bercak, juga
terdapat pada poliposis kolon kongenital dan neurofibromatosis sistemik (penyakit von
Recklinghausen).
Pembentukan melanin juga terjadi pada nevus dan melanocarcinoma. Pada penyakit-
penyakit ini melanin terdapat pada sel tumor, fibroblas, atau melanofor.
Albino merupakan penyakit herediter akibat tidak terdapat tyrosinase, sehingga tidak
mampu mensintesis melanin. Karena tidak mempunyai perlindungan pigmen terhadap
sinar matahari, orang albino sangat sensitif terhadap sinar matahari dan mudah terbakar
oleh sinar matahari, visuil juga sangat sensitif terhadap sinar terang. Juga mudah menderita
kanker kulit. Albino diduga diturunkan secara resesif autosomal, tetapi pada beberapa
keadaan malah secara dominan ataupun “X linked”.

Pigmen-pigmen yang merupakan derivat hemoglobin:


3. Hemosiderin
Berupa granula kuning coklat, berisi sat besi yang kimia aktif (Ferro). Dapat dilihat
dengan pulasan biru Turnbull, pigmen tampak sebagai granula warna biru. Sebetulnya
merupakan kumpulan dari bagian-bagian yang lebih kecil yaitu ferritin yang tidak dapat
dilihat dengan mikroskop biasa.
Hemosiderosis adalah suatu keadaan bila pigmen hemosiderin ditemukan di dalam sel
dan jaringan sebagai pigmentasi yang sistemik atau lokal, umpamanya karena pemecahan
berlebihan dari sel darah merah akibat anemia hemolitik, sickle cell anemia, atau transfusi
berulangkali. Hemosiderin terdapat pada sistem retikuloendotelial, karena itu dapat
ditemukan dalam sel Kupfer hati, sumsum tulang, limpa, kelenjar getah bening, dan dalam
makrofaga pada semua alat tubuh seperti kulit, pankreas, dan ginjal. Hemosiderosis yang
demikian disebut hemosiderosis sistemik. Pada hemosiderosis lokal, biasanya terjadi
akibat perdarahan setempat, menyebabkan destruksi eritrosit sehingga terjadi pigmentasi
setempat, misalnya pada trauma tumpul.
Pigmen mula-mula terdapat di dalam sitoplasma, berbentuk butir-butir kuning coklat.
Apabila penimbunan dalam sel banyak sekali, sel akan rusak dan pecah, sehingga pigmen
dilepaskan dan ditemukan di dalam rongga-rongga antar sel. Penimbunan pigmen pada
limpa dan kelenjar limfe, mula-mula akan terdapat pada endotel sinus, dapat menimbulkan
fibrosis yang biasanya di kelilingi jaringan padat berkolagen (jaringan parut). Jaringan
parut ini disebut “siderotic nodules”.
Pada paru-paru yang kongestif karena payah jantung, ditemukan makrofaga-makrofaga
berisi pigmen hemosiderin di dalam rongga alveolus yang disebut juga sebagai sel
payah jantung.

122 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Pada infark hemoragik dan perdarahan akan ditemukan warna kekuning-kuningan


karena adanya hemosiderin. Pada hemosiderosis sistemik, karena pengendapan berlebihan
secara sistemik dari zat besi, pigmen hemosiderin dapat dijumpai hampir pada semua
jaringan tubuh, maka disebut sebagai hemochromatosis.

Hemochromatosis
Hemochromatosis ditandai dengan deposit berlebih dari ferritin maupun hemosiderin
dalam hepatosit pada hati, dan hemosiderosis pada sel-sel parenkim organ-organ lainnya
seperti pankreas, jantung, kelenjar endokrin, dan sendi, sehingga menimbulkan gangguan
fungsional sampai kerusakan organ-organ tersebut.
“Trias Hemochromatosis” terdiri atas diabetes mellitus, pigmentasi kulit, dan sirosis
hati. Karena gejala-gejala DM dan pigmentasi kulit disebut juga sebagai “Diabetes bronze”.
Sirosis yang terjadi dapat menimbulkan karsinoma hepar.
Hemochromatosis dapat dibagi dalam dua jenis:
1. Primer, klasik atau idiopathic hemochromatosis, merupakan kelainan genetik dari
metabolisme besi yang ditandai dengan absorbsi berlebih dari besi walaupun terdapat
penimbunan abnormal dari besi. Kadar besi total dalam badan dapat mencapai 40 g
(normal 5 g).
2. Sekunder hemochromatosis
a. Overload besi dapat terjadi pada anemia, terutama pada anemia hemolitik dan
anemia karena gangguan pada erythropoiesis, Hb yang rendah akan merangsang
absorbsi zat besi yang berlebihan, apabila terjadi terus-menerus akan menimbulkan
hemo-chromatosis. Anemia yang disebabkan kerena erythropoiesis yang defektif
adalah thalassemia, anemia perniciousa (anemia megaloblastik), dan anemia
sideroblastik.
b. Pada penyakit hati yang difus dan kronik, dapat terjadi absorbsi berlebih zat besi,
terutama terjadi pada sirosis.
c. Overload besi yang terjadi karena kadar zat besi dalam makanan yang sangat
tinggi. Terjadi di Afrika Selatan pada suku Bantu yang membuat minuman keras
dalam gentong besi.
d. Pemberian zat besi secara parenteral, terutama pada penderita anemia aplastik akan
menimbulkan overload dari zat besi, agaknya terdapat bypass dari barrier mukosa
(pada keadaan normal mukosa duodenum mengabsorbsi 1,5 mg besi per hari).

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 123


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Penimbunan terutama akan terjadi di dalam hati, pankreas, thyroid, limpa, RES, sumsum
tulang, hypophyse, kelenjar liur, dan myocardium.
Pada hati, hati akan menjadi 1,5 - 3 kg beratnya, berwarna coklat, dengan permukaan
noduler. Mikroskopik tampak banyak jaringan ikat masuk membentuk pseudo­lobulus-
pseudolobulus, sehingga arsitektur hati akan berubah. Tampak pigmen hemosiderin dalam
sitoplasma sel, pigmen ini tampak pada daerah perifer, sel Kupfer, jaringan ikat lebih
banyak periportal, flbroblas dan seringnya ekstraseluler. Pigmen ini tampak sebagai butir-
butir coklat kuning.
Pada pankreas, pigmen akan ditemukan di dalam stroma, sel-sel acini kelenjar
ekskretorik, sel torak duktus, dan pada sel-sel Langerhans. Akibatnya akan terjadi disfungsi
pankreas karena terjadi fibrosis dan hyalinisasi, sehingga timbul Diabetes Mellitus.
Pada limpa dan RES, ditemukan dalam sel-sel, organ ini akan mengalami perubahan
warna menjadi coklat, terdapat juga fibrosis dan pembentukan cicatrix/parut.
Pada kulit, pigmen akan terikat dalam fibroblas-fibroblas corium, terutama sekitar
appendages kulit. Warna kulit akan seperti tembaga, akibat pembentukan berlebihan
melanin pada sel-sel basal epidermis yang disebabkan kerusakan cortex adrenal akibat
hemochromatosis, dan bersama dengan pigmen hemosiderin dan ikterus akan memberikan
warna khas seperti bronz.

4. Hematin
Terjadi bila hemoglobin bereaksi dengan asam atau basa keras. Bisa terjadi pada suatu
krisis hemolitik yang masif, umpamanya pada reaksi transfusi darah yang hebat akibat
salah golongan darahnya atau pada malaria. Zat besi ditemukan terikat dalam bentuk
kompleks organik, karena itu tidak akan memberikan reaksi biru Turnbull. Mungkin
pigmen ini identik dengan pigmen malaria.

5. Porfirin
Hematoporfirin dapat ditemukan dalam air kemih. Jumlah porfirin yang berlebihan dapat
ditemukan pada penyakit idiopatik yang bersifat herediter karena gangguan metabolisme
porfirin. Urin biasanya berwarna merah tua. Pigmen ini dapat ditemukan dalam jumlah
yang tinggi pada tulang dan gigi.

6. Bilirubin
Merupakan hasil pemecahan hemoglobin. Di dalam RES cincin-cincin porfirin dalam
molekul hemoglobin akan terbuka sehingga terbentuk ferohemoglobin (suatu konyugasi
besi + bilirubin + verdin). Besi kemudian dipisahkan dari biliverdin globin, diangkut
oleh darah dan berubah menjadi siderofilin. Dengan dilepaskan globin akan terbentuklah
124 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel
ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

bilirubin, yaitu hemoglobin melepaskan globin sehingga tinggal heme, kemudian dengan
cara oksidasi dipecah oleh heme oksigenase yang berasal dari mikrosom menjadi biliverdin,
yang seterusnya diubah oleh biliverdin reduktase menjadi bilirubin IX yang akan masuk ke
dalam plasma. Bilirubin ini akan diikat oleh albumin. Bilirubin yang belum terkonyugasi
ini tidak larut dalam air, larut dalam lemak dan toksik. Bilirubin ini dapat melewati “blood
brain barrier”, terutama pada bayi, lebih-lebih lagi bila barrier itu lebih permeabel karena
hipoksia sistemik yang juga mengganggu pengikatan albumin.
Bila terjadi peningkatan kadar bilirubin yang unconyugated seperti pada penyakit
hemolitik pada bayi atau hiperbilirubinemia lainnya, akan terjadi kerusakan pada struktur-
struktur yang kaya myelin pada otak yang dikenal sebagai “kern icterus”. Bilirubin yang
unconyugated ini pada pemeriksaan laboratorium memberikan reaksi Heyman van den
Berg indirek yang positif. Bilirubin ini kemudian masuk ke dalam hepatosit dan akan
mengalami proses konyugasi di dalam retikulum endoplasma halus yang akan mengubah
bilirubin menjadi zat nontoksik yang dapat disekresi oleh hepatosit. Mula-mula dihasilkan
suatu bilirubin monoglucuronide dengann bantuan glucuronic acid dan enzim bilirubin
gtucuronyl transferase, selanjutnya diubah menjadi bilirubin diglucuronide.
Bilirubin yang terkonyugasi memberikan reaksi Heymans van den Berg direk positif.
Bilirubin ini akan disekresi ke dalam empedu dan selanjutnya akan masuk ke dalam
usus. Di dalam usus oleh flora usus sebagian terbesar akan diubah menjadi urobilinogen,
sebagian kecil akan diekskresi melalui faeces berupa stercobilin, tapi sebagian besar akan
diabsorbsi lagi dan melalui darah portal akan kembali ke hati, untuk diekskresi kembali ke
dalam empedu, ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik. Selama sirkulasi enterohepatik
sebagian kecil akan diekskresi melalui urin berupa urobilin.
Apabila terjadi obstruksi post hepatic, bilirubin yang sudah terkonyugasi akan
memberikan warna seperti teh pada urin, sehingga ikterus yang terjadi disebut juga sebagai
icterus choluric. Sebaliknya bila bilirubin yang belum terkonyugasi yang meninggi
kadarnya, karena bilirubin ini berikatan kuat dengan albumin, maka tidak akan diekskresi
melalui glomerulus, ikterus yang terjadi merupakan icterus acholuric.

7. Hematoidin
Secara kimiawi identik dengan bilirubin, biasamya dibentuk oleh jaringan setempat
bila kadar oksigen rendah. Karenanya banyak ditemukan pada jaringan parut, jaringan
nekrotik, dan sarang-sarang infark hemorrhagik. Tampak sebagai kristal-kristal yang
panjang tersusun dalam berkas-berkas sejajar. Tidak memberikan reaksi biru Turnbull.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 125


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

VIII. Kelainan Kalsifikasi


Kalsifikasi dapat terjadi pada jaringan yang sudah mati, mau mati, atau masih normal.
Di sini terjadi pengendapan garam-garam kalsium, diikuti sejumlah garam-garam lainnya
yaitu Mg, Fe, dan mineral lain dalam jumlah yang lebih sedikit. Apabila pengendapam
garam kalsium terjadi pada jaringan yang sudah mati selain dalam proses kematian, disebut
sebagai “dystrophic calcification”.
Pengendapan kalsium dapat juga terjadi walaupun serum darah kalsium normal dan
tidak ditemukan gangguan intrinsik pada metabolisme kalsium. Penimbunan kalsium pada
jaringan yang masih vital atau malah masih normal, disebut “metastatic calcification”.

1. Dystrophic calcification
Biasanya ditemukan pada daerah nekrosis, baik koagulativa, colllquativa, maupun
caseosa, serta nekrosis enzymatk dan lemak, terutama bila proses nekrosis ini terdapat
dalam jangka waktu lama.
Kaksifikasi jenis ini ditemukan pada tuberkulosa baik pada paru-paru maupun
kelenjar getah bening. Pada kelenjar getah bening biasanya terdapat penebalan
simpai, sisa jaringan limfoid biasanya terletak di bawah simpai ini, sedangkan bagian
tengahnya telah mengalami nekrosis yang tampak sebagai suatu substansi yang asidofil
dan berbutir-butir halus dan kasar. Di dalam substansi yang nekrotis, butir-butir garam
kalsium itu diendapkan dan tampak sebagai butir-butir yang berwarna biru, besar dan
kecil, tanpa suatu susunan tertentu.
Kalsifikasi terdapat pada katup-katup jantung yang rusak, pada atheroma pembuluh
darah yang mengalami atherosklerosis, pada arteria coronaria. Garam-garam kalsium
ini mengendap di dalam tunica intima yang menebal kerena degenerasi hyalin pada
jaringan ikatnya.
Pada sediaan HE, garam kalsium tampak sebagai kumpulan butir-butir halus dan kasar
yang berwarna biru di dalam substansi hyalin yang membatasi tunica media dan intima
yang telah fibrotik. Gumpalan kalsium yang lebih besar biasanya tidak mempunyai
bentuk teratur kerena pemotongan dengau mikrotome (alat pemrosesan PA).
Kalsifikasi dapat terjadi pada tumor-tumor, terutama pada bagian tengahnya yang
biasanya mengalami anoksia, seperti pada fibromyoma uteri, pada jaringan fetus yang
sudah meninggal. Kalsifikasi juga ditemukan pada pusat-pusat infark yang besar.

126 Adaptasi Jejas dan Kematian Sel


ADAPTASI JEJAS DAN KEMATIAN SEL

Secara histopatologik, tampak garam-garam kalsium warna basofilik granuler,


kadang-kadang berkelompok. Tampak pembentukan tulang dalam fokus kalsifikasi,
kadang-kadang dalam sel yang nekrosis akan membentuk inti kristal dan kemudian
mengalami kalsifikasi karena mengumpulkan deposit mineral. Penambahan berkala
dari mineral pada bagian lunak akan memberikan gambaran “configurasi lamellae”,
gambaran keseluruhan disebut sebagai “psammoma bodies” karena bentuknya yang
seperti gambar butir pasir. Sel-sel nekrosis yang dilepaskan pada ruangan-ruangan
tertentu dari badan dapat mengumpulkan kalsium, membentuk batu yang besar. Ini
dapat terjadi pada vesica urinaria, calyces renis, paru-paru pada asbestosis pulmonum.
Patogenesis kalsifikasi jenis ini adalah disintegrasi sel-sel yang mati menyebabkan
pemecahan protein yang denaturasi. Protein ini dapat mengikat fosfat yang terdapat di
dalam sel yang selanjutnya akan membentuk inti presipitasi kalsium, biasanya presipitasi
ini dapat berbentuk amorf atau kristalin. Deposit yang terjadi dapat berupa garam-garam
kalsium fosfat, karbonat, atau oksalat, kadang-kadang juga berbentuk garam besi. Pada
pembuluh darah mekanismenya berbeda, terjadi perubahan mukopolisakharida dari
substansi dasar yang akan mengikat ion-ion kalsium. Umumnya kalsifikasi jenis ini
terbentuk perlahan-lahan dan biasanya membentuk batu-batu yang besar.

2. Metastatic calcification
Terjadi pada jaringan yang normal, biasanya menggambarkan gangguan metabolisme
kalsium dan hiperkalsemia. Hiperkalsinemia disebabkan oleh hiperparathyroid dan
intoksikasi vitamin D, sistemik sarcoidosis, milk alkali syndrome, hiper­thyroidi, infant
idiopathic hypercalcemia, penyakit Addison, multiple myeloma, metastatic cancer,
leukemia, immobilisasi yang lama, gagal ginjal yang lama, dan retensi fosfat. Metastatic
calcification dapat terjadi pada seluruh tubuh, terutama pada jaringan interstitiel,
pembuluh darah, ginja1, paru-paru dan mukosa gaster.
Gambaran deposit garam kalsium gambaran dystrophic calcification, walaupun
dengan jumlah yang lebih sedikit, lebih halus dan jarang memberikan batu-batu besar.
Presipitasi yang terjadi diduga disebabkan kerena ekskresi garam asam pada tempat itu,
sehingga terdapat kebasaan lokal yang menjurus kepada pengumpulan garam kalsium.
Pada ginjal kelainan terutama terbatas pada tubulus. Butir-butir garam kalsium tampak
di dalam sel-sel epitel tubulus ginjal dan lambat laun sel-sel epitel akan membengkak,
sedangkan sitoplasmanya berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya seluruh sel akan
terisi endapan kalsium. Walaupun demikian batas-batas sel umumnya masih cukup jelas
untuk sementara waktu sampai sel itu pecah dan mengeluarkan isinya ke dalam lumen
tubulus. Kadang-kadang perkapuran ini juga mengenai glomerulus dan stroma jaringan
ikat parenkhim ginjal sendiri.

Adaptasi Jejas dan Kematian Sel 127


NEOPLASIA
Laella Kinghua Liana

Neoplasia memiliki arti pertumbuhan baru (new growth). Sel-sel neoplasia mengalami
transformasi, karena selalu bereplikasi, dan tidak mengikuti regulasi yang mengontrol
pertumbuhan sel normal.
Neoplasma memiliki autonomi sendiri dan bertumbuh besar bagaimanapun keadaan
lingkungan sekitarnya. Semua neoplasma bergantung kepada host/inangnya untuk
kebutuhan suplai darah dan nutrisi.
Dalam bahasa medis, neoplasma disebut sebagai tumor. Ilmu yang mempelajari tumor
disebut sebagai onkologi. Onkos berarti tumor, logos berarti ilmu.
Neoplasma dibagi menjadi dua bagian, benign/jinak dan malignant/ganas. Pembagian
ini didasarkan atas gambaran klinis tumor.
Tumor disebut jinak, apabila gambaran mikroskopis dan makroskopisnya terlokalisir,
dan setelah operasi pengangkatan tumor, pasiennya sembuh. Akan tetapi, ada beberapa
jenis tumor jinak yang tidak terlokalisir dan dapat menyebabkan penyakit serius.
Tumor yang ganas biasanya disebut juga sebagai kanker. Kanker berasal dari kata cancers,
bahasa latin dari kepiting. Malignant, berarti dapat menginvasi dan menghancurkan serta
menyebar ke tempat yang jauh (metastasis) dan menyebabkan kematian. Akan tetapi, tidak
semua kanker menyebabkan kematian, bahkan beberapa kanker yang paling agresif adalah
yang paling mudah disembuhkan.
Semua tumor, baik jinak maupun ganas, memiliki dua komponen yang utama:
1. parenkim, terdiri dari sel-sel neoplastik, menentukan perilaku biologis tumor.
2. stroma, jaringan ikat penunjang, pembuluh darah, dan sel-sel radang. Stroma berpengaruh
terhadap pertumbuhan neoplasma, karena membawa suplai darah dan memberikan
dukungan untuk pertumbuhan sel-sel parenkim.

Benign Tumor
Secara umum, tumor jinak memiliki akhiran -oma. Tumor jinak dari jaringan fibrosa
disebut fibroma, tumor jinak tulang rawan disebut chondroma, tumor jinak jaringan
lemak disebut lipoma. Penamaan untuk tumor jinak dari jaringan epitel lebih kompleks,
diklasifikasikan sebagian atas gambaran mikroskopisnya, sebagian didasarkan atas
gambaran makroskopisnya, dan sebagian lagi didasarkan atas asal/origin selnya. Contohnya
adalah adenoma, papilloma, dan polip.
Kecuali untuk limfoma, mesothelioma, seminoma, dan melanoma, yang merupakan
tumor ganas.
128
Neoplasia
NEOPLASIA

Malignant Tumor
Neoplasma malignant yang berasal dari jaringan mesenkimal, disebut sebagai sarcoma.
Kanker dai jaringan fibrosa disebut sebagai fibrosarcoma, tumor ganas tulang rawan
disebut chondrosarcoma, dan tumor ganas jaringan lemak disebut sebagai liposarcoma.
Neoplasma malignant dari sel-sel mesenkimal darah disebut leukemia atau limfoma.
Tumor ganas dari jaringan epitelial disebut sebagai carcinoma. Carcinoma dibagi lagi
berdasarkan gambaran mikroskopisnya. Carcinoma yang tumbuh menyusun struktur
glandular disebut sebagai adenocarcinoma. Carcinoma yang memproduksi sel-sel
squamous disebut sebagai squamous cell carcinoma. Pada beberapa carcinoma, organ atau
jaringan asalnya bisa diidentifikasi, seperti renal cell carcinoma.
Sel-sel neoplasma, baik jinak ataupun ganas seringkali mirip satu sama lainnya, terutama
pada tumor dengan origin monoclonal. Pada beberapa tumor, didapatkan diferensiasi yang
divergen, sehingga disebut sebagai mixed tumor. Contohnya pada pleomorphic adenoma,
tumor kelenjar liur yang terdiri dari komponen epitelial, komponen stroma fibromyxoid,
dan komponen cartilago atau tulang. Demikian pula dengan Fibroadenoma mammae,
terdiri dari komponen adenoma dan fibroma.
Teratoma, merupakan mixed tumor yang special, karena secara mikrokopis dapat dite-
mukan gambaran jaringan mature/immature dengan lebih dari satu komponen germ cell.
Terdapat beberapa istilah yang membingungkan, seperti :
− Hamartoma: massa yang terdiri dari jaringan normal, ditemukan di tempat yang tidak
seharusnya. Contohnya: jaringan cartilage dalam paru-paru.
− Choristoma: kelainan kongenital yang terdiri dari heterotopia cell. Contohnya: nodul
kecil jaringan pankreas bisa ditemukan pada lapisan submucosa gaster, duodenum,
ataupun usus halus.

Terdapat empat gambaran terpenting untuk membedakan tumor jinak dengan tumor
ganas, yaitu : differensiasi dan anaplasia, kecepatan pertumbuhan, invasi lokal, dan
metastasis.
Tumor jinak menyerupai jaringan asalnya, well differentiated. Tumor ganas memiliki
gambaran poorly differentiated atau undifferentiated/anaplastic. Tumor jinak tumbuh
lambat, tumor ganas tumbuh cepat. Tumor jinak berbatas tegas dan berkapsul, tumor
ganas tidak berbatas tegas dan menginvasi jaringan normal disekitarnya. Tumor jinak
terlokalisir pada lokasi asalnya, sedangkan tumor ganas invasif dan bermetastasis
ke tempat yang jauh.

Neoplasia 129
NEOPLASIA

Epidemiologi kanker dapat untuk menentukan asal/origin dari kanker, seperti


contohnya saat ini merokok diketahui sebagai penyebab kanker paru, asalnya adalah dari
studi epidemiologi.
Data insidensi nasional dan data mortalitas menunjukkan angka persentasi kemung-
kinan seseorang terkena kanker.
Faktor lingkungan merupakan penyebab dominan yang paling sering ditemukan
pada kanker sporadik. Frekuensi terkena kanker akan meningkat sesuai bertambahnya
usia. Kanker merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi DNA, diturunkan/
herediter.

Acquired Preneoplastic Lesion/Preneoplastic Lesion/Precancer


Pada beberapa kasus didapatkan adanya lesi prekursor untuk keganasan, seperti
misalnya inflamasi ataupun injury jaringan yang kronik. Beberapa lesi prekursor yang
seringkali ditemukan adalah:
− Metaplasia skuamosa dan displasia pada mukosa bronchus merupakan faktor
resiko untuk kanker paru-paru.
− Hiperplasia endometrium dan dsplasia merupakan faktor resiko untuk carcinoma
endometrium.
− Leukoplakia mukosa oral, vulva, peinis, dapat berlanjut menjadi squamous cell
carcinoma.
− Villous adenoma colon merupakan resiko tinggi untuk terjadinya colorectal carcinoma.

Carcinogenesis
Terdapat empat gen yang berperan dalam regulasi sel-sel yang normal:
− growth-promotingn proto-oncogenes
− growth-inihibiting tumor suppressor genes
− genes that regulate programmed cell death (apoptosis0
− genes involved ini DNA repair

130
Neoplasia
NEOPLASIA

Merupakan target dari kerusakan genetik.


Hallmarks of cancer:
− self-sufficiency in growth signals
− nsensitivity to growth inhibitory signals
− evasion of cell death
− limitless replicative potential
− development of sustained angiogenesis
− ability to invade and metastasize

Protooncogens: gen normal yang menyebabkan proliferasi sel.


Oncogenes: protoonkogen yang mengalami mutase/overekpresi, berfungsi autonom, tanpa
membutuhkan growth promoting signal yang normal.
Tumor suppressor genes mengkode protein yang menghambat proliferasi sel dengan
meregulasi siklus sel.
Etiologi kanker disebut sebagai agen karsinogenik, terdiri dari bahan kimia, radiasi, dan
mikroba.

Gambaran klinik dari neoplasia tergantung dari:


− Lokasi timbulnya neoplasia
− Aktifitas fungsional yang terganggu, seperti hormone atau timbulnya sindrom pre-
neoplastik.
− Perdarahan/infeksi apabila tumor menyebabkan ulcerasi
− Gejala yang timbul akibat ruptur/infark
− Cachexia/wasting

Grading dan Staging dari Kanker


Grading untuk menentukan tingkat agresifitas atau level keganasan dari sel-sel tumor,
berdasarkan dari diferensiasi sel secara mikroskopis dan jumlah mitosis. Biasanya terdapat
grade I, II, III, dan IV.
Staging berdasarkan ukuran tumor, invasi ke kelenjar getah bening, dan ada atau tidaknya
metastasis. Staging biasanya didasarkan atas TNM (T, tumor primer; N, kelenjar getah
bening regional; M, metastasis) system atau AJC (American Joint Committee) system.

Neoplasia 131
NEOPLASIA

Diagnosis Laboratorium untuk Kanker


− Data klinik dan radiologi sangat penting untuk menentukan diagnosis patologi
yang tepat. Sample jaringan harus berjumlah cukup, representatif, dan diperlakukan
dengan benar.
− Beberapa cara pengambilan sampel jaringan, diantaranya adalah dengan biopsi eksisi,
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy), dan sitologi.
− Pemeriksaan frozen section juga umum dilakukan untuk mengevaluasi hasil biopsi
dalam hitungan menit.
− Pemeriksaan imunohistokimia pada beberapa kasus diperlukan untuk menentukan
diagnosis yang pasti.
− Beberapa tumor marker dengan sampel yang diambil dari darah tidak dapat memberikan
diagnosis yang definitif, tetapi sangat berguna untuk skrining.
− Pemeriksaan molekular sekarang ini, selain digunakan untuk diagnosis kanker, juga
untuk menentukan prognosis, serta melihat ada atau tidaknya predisposisi kanker
herediter.

132
Neoplasia
133
134

Anda mungkin juga menyukai