Anda di halaman 1dari 252

Diktat Kuliah

Kelenjar Endoktrin

Editor :

Ludovicus Edwinanto, dr., M.Kes, Jo Suherman dr.,MS.,AIF


Abram Pratama T., dr., DPCP,

Kontributor :

A. Adipurnama, dr., SpA.


Dr. Fen Tih, dr., M.Kes.
Hartini Tiono, dr., M.Kes.
Prof. Dr. H.R Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K).
Dr. Iwan Budiman, dr., MS, MM, M.Kes., AIF.
Jo Suherman, dr., MS, AIF.
July Ivone, dr., MKK, MPd Ked.
Lisawaty Sadeli, dr., M.Kes.
Lusiana Darsono, dr., M.Kes.
Penny Setyawati, dr., SpPK, M.Kes.
Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes.

Bagian Keterampilan Klinik


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Bandung

Untuk kalangan sendiri

i
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan Pengasih, sumber segala ilmu dan
pengetahuan atas berkatNya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha dapat
terus menerbitkan buku-buku Materi Pengetahuan, Ketrampilan Klinik dan Penuntun
Praktikum yang khusus untuk dipergunakan bagi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.

Buku-buku tersebut ditulis dan disusun oleh para Staf Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha, untuk itu kami Pimpinan sangat menghargai dan
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua kontributor dan editor.

Semoga buku-buku ajar ini dapat dimanfaatkan dalam menunjang, meningkatkan


pengetahuan bagi para mahasiswa/i peserta didik dalam menuju terciptanya dokter yang
profesional dan kompeten (Five Star Doctor).

Namun tentunya tidaklah cukup jika hanya mengandalkan buku-buku ajar ini saja,
untuk itu para peserta didik harus tetap melengkapi dari sumber lain dan mengikuti
pengetahuan kedokteran yang terus berkembangan dengan pesat.

Akhir kata, Pimpinan dan seluruh Pendidik Fakultas Kedokteran mengucapkan


Selamat Belajar.

Tuhan memberkati.

“Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan,


tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”
(Amsal 1:7)

Studio est Orare


Integrity, Care and Excellence (ICE)

Bandung, Juni 2018


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

Lusiana Darsono, dr.,M.Kes

iii
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku penunjang pembelajaran
di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang merujuk kepada Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam penerapan KKNI, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha menggunakan metode pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).

Melalui sistem pembelajaran PBL mahasiswa dituntut aktif, mandiri dan belajar sepanjang
hayat. Metode-metode pembelajaran diarahkan untuk memancing keingintahuan,
memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri, melatih untuk berpikir kritis yang
berguna baik pada saat berkuliah maupun ketika mahasiswa sudah terjun di masyarakat
sebagai dokter. Pembelajaran ini akan berhasil apabila mahasiswa aktif dalam mencari
materi pengetahuan dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dengan demikian
melalui pembelajaran mandiri mahasiswa akan lebih mengingat apa yang telah mereka
pelajari dan menguasai keahlian untuk belajar.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha menerbitkan panduan belajar berupa


buku dengan maksud menjembatani tujuan pembelajaran dengan materi dunia kedokteran
yang sangat banyak, dinamis, dan kompleks. Tidak ada buku yang dapat menjelaskan
kompleksitas dan pengembangannya hanya seorang pembelajar yang dapat menjawab
tantangan ini di masa depan. Isi buku ini hanya mencakup panduan umum dari materi
yang harus dipelajari oleh mahasiswa secara individual. Mahasiswa wajib mencari sumber
pustaka lain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mereka. Melalui buku ini
diharapkan mahasiswa dapat lebih terarah dan termotivasi untuk mempelajari lebih dalam
lagi berbagai topik baik materi pengetahuan, praktikum, dan ketrampilan klinik.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini.

Bandung, Juli 2018


Ketua MEU Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked

v
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasihnya, maka
Buku Penuntun Ketrampilan Klinis Tahun Kedua ini dapat diselesaikan.

Kami mengucapkan banyak terimakasih atas kerja keras dan kontribusi seluruh rekan-
rekan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, sehingga buku ini
dapat tersusun. Tentu saja masih banyak didapatkan kekurangan, sehingga buku ini akan
terus menerus diperbaiki ke depannya.

Kepada adik-adik mahasiswa, kami berharap agar buku ini dapat membantu adik-adik
dalam mempelajari aneka keterampilan klinik yang amat penting dikuasai, apabila ingin
menjadi seorang dokter. Ingatlah, bahwa “keterampilan” adalah suatu hal yang
“bisa karena biasa”. Artinya, tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak bisa
melakukan keterampilan apapun bila ia berlatih, berlatih, dan terus berlatih.

Giatlah berlatih, maka kita pasti bisa!

Sukses terus untuk adik-adik!

Editor.

vii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................................. ix
Histologi : Kelenjar endokrin.....................................................................................1
Gizi : Diabetes Mellitus ...........................................................................................37
Faal : Endokrin Pankreas .........................................................................................48
PK : Diabetes Mellitus .............................................................................................96
Farmako : Obat Anti Diabetik Insulin....................................................................109
Biokimia : Sistem Endokrin ...................................................................................139
PK : Thyroid, P.thyroid, Adrenal ...........................................................................157
Farmako : Thyroid dan Obat Antitiroid .................................................................169
Farmako : Kortikosteroid .......................................................................................184
Farko : Pengantar Otonom .....................................................................................195
IKM : Promosi Kesehatan......................................................................................207
IKA : Sistem Endokrin Anak .................................................................................217

ix
Endokrin
dr. Hartini Tiono

BAB I
PENDAHULUAN

Systema endocrinae mengatur aktivitas metabolisme dalam organ tertentu dan


jaringan tubuh, sehingga tercipta keadaan homeostasis. Systema nervosum autonomicum
(sistem syaraf otonom) turut mengatur keadaan ini, melalui impuls yang diawali dengan
pelepasan substansi neurotransmitter, sehingga terjadi respon cepat pada jaringan tubuh.
Jadi keduanya saling bekerja sama dalam mempengaruhi, koordinasi, dan integrasi fungsi
fisiologik tubuh sehingga tercipta keadaan homeostasis.1
Systema endocrinae adalah glandulae (kelenjar-kelenjar) yang tidak memiliki ductus
(saluran keluar), sehingga mengeluarkan hasil sekresinya ke dalam celah-celah textus
connectivus (jaringan ikat), selanjutnya masuk ke dalam vas sanguineum (pembuluh darah),
jadi vaskularisasi glandulae endocrinae sangat kaya. Pada umumnya endocrinocytus
(sel endokrin) sangat dekat dengan vas capillare (kapiler) untuk keperluan mendistribusikan
hasil sekresinya.1,2
Struktur umum glandulae endocrinae terdiri dari kelompokan sel-sel yang tidak
teratur yang dikelilingi oleh banyak rete capillare (anyaman kapiler) kecuali glandula
thyroidea yang membentuk folliculi (folikel-folikel), di bagian tengahnya terdapat rongga
untuk menampung hasil sekresi thyrocytus T (sel folikel). Selain membentuk glandulae
endocrinae, ada juga endocrinocytus (sel endokrin) yang terisolir dalam bagian tubuh
tertentu seperti pada tractus digestorium (saluran pencernaan), misalnya enteroendocrine
cells/ diffuse neuroendocrine system cells (DNES).2
Hasil sekresi glandulae endocrinae atau endocrinocytus disebut hormon. Hormon
adalah bahan kimiawi organik dengan berat molekul rendah yang dihantarkan oleh vas
sanguineum menuju sel target atau organ target. Glandulae endocrinae juga bisa menjadi
organ target. Hormon bekerja pada sel-sel yang memiliki reseptor spesifik untuk mengenal
dan memberi respon terhadap hormon. Hormon dikeluarkan pada saat-saat tertentu dalam
jumlah sedikit, kecuali glandula thyroidea dikeluarkan dalam jumlah besar. Pengaturan
sekresi hormon diatur melalui mekanisme umpan balik (feedback mechanism), sehingga
kadar normal hormon dalam darah tetap terjaga.2

1
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

BAB II
GLANDULA PITUITARIA (HYPOPHYSIS)

II.1. DEFINISI
Glandula pituitaria/ hypophysis adalah glandulae endocrinae yang menghasilkan
berbagai hormon yang bertanggung jawab untuk mengatur pertumbuhan, reproduksi dan
metabolisme.

II.2. LETAK DAN UKURAN


Glandula pituitaria berbentuk oval berada di bawah hypothalamus yang berhubungan
dengan bagian inferior diencephalon.1 Terletak pada fossa hypophysialis dari sella turcica
os sphenoidale.2 Letaknya sangat terlindung dan glandula ini dibungkus oleh duramater
dan sebagian duramater ini di bagian atas sella turcica membentuk diaphragma sellae.1
Glandula pituitaria menempel pada hypothalamus melalui infundibulum. Pada manusia,
glandula pituitaria memiliki ukuran normal sekitar 1 cm (panjang) x 1-1,5 cm (lebar) x
0,5 cm (tinggi), berat sekitar 0,5 gr. 1 Glandula pituitaria berhubungan dengan bagian lain,
yaitu pada bagian:
• Superior: diaphragma sellae yang memisahkan lobus anterior dari chiasma opticum
• Inferior: corpus os sphenoidale dengan sinus sphenoidalis
• Lateral: sinus cavernosus dan isinya
• Posterior: dorsum sellae, arteria basilaris, dan pons

2
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 1. : Letak Glandula Pituitaria 3


Ket.: PP= posterior pituitary, Ap= anterior pituitary, S= stalk pituitary, H=hypothalamus,
V= ventricle III, O = optic chiasma

II.3. KOORDINASI SYSTEMA ENDOCRINAE DAN SYSTEMA NERVOSUM


Glandula pituitaria dihubungkan ke encephalon (otak) melalui jalur syaraf, kaya
akan vaskularisasi yang berasal dari vas sanguineum yang memperdarahi encephalon.
Interkoordinasi dari systema nervosum dan systema endocrinae mempertahankan
keseimbangan fisiologis. Sekresi hormon glandula pituitaria dikontrol oleh hormon atau
sinyal syaraf dari hypothalamus. Hypothalamus juga menerima informasi dari berbagai area
pada systema nervosum centrale (misal: kadar elektrolit dan hormon dalam plasma darah)
dan kontrol systema nervosum autonomicum (sistem syaraf otonom). Jadi encephalon
untuk menjaga homeostasis.1

II.4. EMBRIOGENESIS GLANDULA PITUITARIA


Selama embriogenesis, glandula pituitaria berkembang dari ectoderm mulut dan
jaringan syaraf. Komponen syaraf berkembang dari evaginasi dasar diencephalon, tumbuh
ke arah caudalis sebagai sebuah tangkai yang tidak terpisah dari encephalon yang akan
membentuk neurohypophysis, sedangkan dari ectoderm mulut tumbuh rongga ke arah
cranialis yang disebut Rathke’s pouch akan membentuk adenohypophysis. Rathke’s pouch
adalah suatu diverticulum dari ectoderm mulut. Terjadi konstriksi bagian basal kantong
yang akan memisahkannya dari cavitas oris (rongga mulut). Pada saat bersamaan, dinding

3
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

anterior kantong menebal, sehingga mengurangi lumen kantong maka terbentuklah fissura
kecil.1,2
Jadi berdasarkan asal embriogenesisnya, glandula pituitaria terdiri dari : 2
1. Neurohypophysis (Posterior pituitary)
- Pars nervosa/ lobus posterior (bagian besar)
- Infundibulum atau neural stalk (bagian kecil), terdiri dari: stem dan
eminentia mediana
2. Adenohypophysis (Anterior pituitary)
- Pars distalis / lobus anterior (bagian besar)
- Pars tuberalis (bagian kranial yang mengelilingi neural stalk)
- Pars intermedia

Gambar 2. : Perkembangan adenohypophysis dan neurohypophysis dari ectoderm mulut


dan dasar diencephalon.2

II.5. VASKULARISASI
Perlu diketahui vaskularisasi glandula pituitaria untuk memahami fungsinya.
Vaskularisasi dari glandula pituitaria disediakan dari 2 pasang vas sanguineum yang berasal
dari arteria carotis interna yaitu arteria hypophysialis superior dan arteria hypophysialis
inferior. Arteria hypophysialis superior bagian sinistra dan dextra yang memperdarahi
pars tuberalis dan infundibulum, arteria ini dalam eminentia mediana membentuk anyaman
vas capillare fenestrata yaitu plexus capillaris primarium. Arteria hypophysialis inferior
bagian sinistra dan dextra terutama memperdarahi lobus posterior, beberapa cabang
juga memperdarahi lobus anterior. Venae portales hypophysiales mengalirkan darah dari
plexus capillaris primarium dalam eminentia mediana ke plexus capillaris secundarium
yang terletak di pars distalis.1 Venaenya menuju sinus cavernosus.
4
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Systema portal hypophysialis sangat penting karena membawa neurohormon dari


eminentia mediana ke adenohypophysis yang akan mengatur fungsi dari cellulae
adenohypophysis.1,2

Gambar 3. : Diagram skematik dari subdivisi, vaskularisasi, dan persyarafan dari


glandula pituitaria dan hypothalamus

II.6. SYSTEMA HYPOTHALAMOHYPOPHYSIALIS


Menurut asal embriogenesis, glandula pituitaria dihubungkan dengan hypothalamus
pada dasar encephalon. Hal ini memberikan hubungan yang penting secara anatomis dan
fungsional.2
Hormon-hormon neurosecretoria dibuat dalam hypothalamus dan disimpan dalam
eminentia mediana, masuk ke plexus capillaris primarium dan disalurkan oleh venae
portales hypophysiales, yang berjalan melalui infundibulum dan menghubungkannya
ke plexus capillaris secundarium dalam lobus anterior/ pars distalis. Pada pars distalis,
hormon-hormon neurosecretoria meninggalkan darah untuk merangsang atau menghambat
5
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

cellulae parenchyma. Dengan demikian systema portales hypophysealis adalah sistem


vaskular yang digunakan untuk pengaturan hormon dari pars distalis oleh hypothalamus. 1
Axon-axon dari neuron yang berasal dalam berbagai bagian dari hypothalamus berakhir
di sekitar plexus capillaris ini. Akhiran axon-axon ini berbeda dengan axon lain dari
tubuh, karena selain mengirim sinyal ke sel lain, juga melepaskan releasing hormones
atau inhibiting hormones secara langsung ke dalam plexus capillaris primarium. Hormon-
hormon ini diambil oleh systema portales hypophysealis dan di kirim ke plexus capillaris
secundarium pada pars distalis, dimana hormon tersebut akan mengatur sekresi dari
berbagai hormon glandula pituitaria anterior (adenohypophysis).1
Dalam systema hypothalamohypohysialis terdapat 3 tempat produksi hormon yang
melepaskan 3 kelompok hormon, yaitu:
1. Kelompok pertama, hormon-hormon peptida yang dihasilkan oleh nuclei (kumpulan
inti) dari neurosecretoria (neuron sekretoris) dalam hypothalamus, yaitu nuclei
supraopticus dan nuclei paraventricularis. Hormon-hormon tersebut dibawa
sepanjang axon dari neurosecretoria tersebut dan berkumpul dalam akhiran axon
yang terletak pada neurohypophysis.
2. Kelompok kedua, hormon-hormon peptida yang dihasilkan oleh neuron-neuron
dari dorsomedialis, ventromedialis, dan nuclei infundibularis dari hypothalamus.
Hormon-hormon ini dibawa sepanjang axon sampai berakhir dalam eminentia
mediana, di sini hormon disimpan dan dilepaskan. Hormon-hormon ini masuk
ke plexus capillaris primarium dan diangkut ke adenohypophysis melalui jalur
pertama systema portales hypophysialis.
3. Kelompok ketiga, hormon-hormon protein dan glikoprotein yang dihasilkan oleh
cellulae dari pars distalis dan dibebaskan ke dalam vas capillare dari jalur kedua
systema portales hypophysialis. Vas capillares ini mengelilingi sel-sel sekretori
dan mendistribusikan hormon tersebut ke sirkulasi umum.2

6
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 4. : Systema hypothalamohypophysialis dengan vaskularisasi dan tempat produksi,


penyimpanan, dan pelepasan hormon2

II.7. RELEASING DAN INHIBITORY HORMONES (FACTORS) 1


1. Thyroid-stimulating hormone-releasing hormone (Thyrotropin-releasing hormone
[TRH] merangsang pelepasan TSH
2. Corticotropin-releasing hormone [CRH] merangsang pelepasan adrenocorticotropin
3. Somatotropin-releasing hormone [SRH] merangsang pelepasan somatotropin
(Growth hormone)
4. Gonadotropin-releasing hormone [GnRH] merangsang pelepasan luteinizing
hormone [LH] dan follicle stimulating hormone [FSH]
5. Prolactin-releasing hormone [PRH] merangsang pelepasan prolactin
6. Prolactin –inhibitory factor [PIF] menghambat sekresi prolactin
7. Somatostatin menghambat sekresi growth hormone
7
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Tabel 1. Efek Fisiologis dari Hormon-hormon Glandula Pituitaria1

II.8. ADENOHYPOPHYSIS
Adenohypophysis adalah glandula pituitaria anterior yang berkembang dari
kantong Rathke’s, terdiri dari pars distalis , pars intermedia, dan pars tuberalis 1

8
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

II.8.1. Pars Distalis


Pars distalis atau lobus anterior merupakan bagian terbesar dari glandula pituitaria
(75%), dibungkus oleh capsula fibrosa.2 Komponen utama pars distalis adalah
endocrinocytus yang tersusun dalam chorda yang dikelilingi oleh fibra reticularis (serabut
retikuler) dan rete capillare sinusoideum dari plexus capillaris secundarium. Jenis endotel
vas capillare sinusoideum adalah endothelium fenestratum untuk difusi dari releasing
factors ke endocrinocytus dan sekresi hormon.1
Berdasarkan affinitas terhadap pewarnaan, dibedakan 3 tipe cellulae: 2
I. Endocrinocytus chromophobus (sel kromophob)
II. Endocrinocytus chromophilus (sel kromofil), terdapat 2 tipe cellulae yaitu
A. Endocrinocytus acidophilus (sel asidofil)
B. Endocrinocytus basophilus (sel basofil)
I. Endocrinocytus chromophobus (Greek: chroma, warna; phobo, takut)
Endocrinocytus chromophobus memiliki affinitas rendah terhadap pewarnaan rutin,
karena memiliki sedikit cytoplasma, sehingga tidak mudah dalam mengambil warna.
Sel-sel membentuk kelompok kecil.1 Dengan mikroskop elektron, terdapat 2 populasi
sel, yaitu:
a. Sel yang memiliki sedikit granulum secretorium (granula sekretoris)
b. Sel yang tidak memiliki granulum secretorium, yaitu:
- Undifferentiated cells
- Cellula follicularis chromophoba
Cellula follicularis chromophoba memiliki processus panjang yang bercabang-cabang
membentuk suatu textus sustinentes (jaringan penyokong) untuk sel-sel lain.2 Diduga
endocrinocytus chromophobus merupakan endocrinocytus chromophilus yang mengalami
degranulasi parsial.1
Tanda-tanda histologis endocrinocytus chromophobus:
- Ukurannya lebih kecil dari endocrinocytus chromophilus
- Mempunyai cytoplasma yang lebih sedikit dari endocrinocytus chromophilus
- Sering tampak bergerombol sebagai kumpulan sel yang nucleusnya berdekatan

9
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

II. Endocrinocytus chromophilus (Greek: Chroma, warna; philein, suka)2


Endocrinocytus chromophilus memiliki granulum secretorium dalam cytoplasmanya
yang mempunyai affinitas kuat terhadap zat warna pada pewarnaan rutin, yaitu
endocrinocytus acidophilus affinitas kuat terhadap zat warna asam dan endocrinocytus
basophilus affinitas kuat terhadap zat warna basa.1,2
A. Endocrinocytus acidophilus 1
Endocrinocytus acidophilus memiliki granulum secretorium yang cukup besar, sehingga
terlihat dengan mikroskop cahaya dan terwarna oranye hingga merah dengan eosin. Sel
terbanyak. Berdasarkan hormon yang dihasilkan, dibagi menjadi 2 varietas yaitu:
1. Endocrinocytus somatotropicus
Endocrinocytus somatotropicus memiliki nucleus di central, complexus golgiensis
(kompleks Golgi) sedang, mitochondrion (mitokondria) berbentuk batang kecil, banyak
reticulum endoplasmicum granulosum (rough endoplasmic reticulum =RER), banyak
granulum secretorium (diameter 300 – 400 nm). Sel ini mensekresikan growth hormone/
somatotropin. Sekresi somatotropin dirangsang oleh SRH dan dihambat oleh somatostatin.1
Somatotropin memiliki efek dalam meningkatkan kecepatan metabolisme sel. Hormon
ini juga menginduksi hepatocytus (sel hati) untuk menghasilkan somatomedin (insulin-
like growth factors I and II), yang akan merangsang kecepatan mitosis chondrocytus dari
lempeng epiphysialis yang akan memperpanjang tulang sehingga terjadilah pertumbuhan.1
2. Endocrinocytus prolactinicus
Endocrinocytus prolactinicus (sel prolaktin) berbentuk cellula polyhedralis, sel kecil,
jarang berkelompok, selama laktasi complexus golgiensis menjadi sebesar nucleus. Sel ini
mudah dibedakan karena granulum secretoriumnya besar (diameter granula 600nm) yang
dibentuk dari persatuan granula-granula kecil. Granula mengandung hormon prolactin.
Hormon prolactin untuk perkembangan glandula mammaria selama hamil dan laktasi
setelah melahirkan.1
Selama hamil, estrogen dan progesteron dalam sirkulasi darah ibu menghambat sekresi
hormon prolactin. Setelah lahir, estrogen dan progesteron menurun sehingga prolactin
disekresikan. Jumlah endocrinocytus prolactinicus meningkat setelah melahirkan. Bila
masa menyusui sudah berakhir, maka terjadi degradasi granula dan regresi endocrinocytus
prolactinicus yang berlebih. Pelepasan prolaktin dari endocrinocytus

10
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

prolactinicus dirangsang oleh PRH dan oksitosin terutama saat menyusui, dan dihambat
oleh PIF.1
B. Endocrinocytus basophilus
Endocrinocytus basophilus memiliki granula yang berwarna biru dengan pewarna basa
terutama dengan reagen periodic acid-Schiff (PAS). Endocrinocytus basophilus biasanya
terletak di bagian perifer.
Berdasarkan hormon yang dihasilkan, dibagi menjadi 3 varietas yaitu:
1. Endocrinocytus corticotropicus (kortikotrof)
Cellula spheroidea dan cellula ovoidea, nucleus eksentrik, organella relatif sedikit,
sel tersebar. Diameter granulum secretorium 250 – 400 nm. Hormon yang disekresikan
adalah adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan lipotropic hormone (LPH). Sekresi
hormon ini dirangsang oleh CRH. ACTH merangsang sel-sel cortex suprarenalis untuk
mengeluarkan hasil produksinya.1
2. Endocrinocytus thyrotropicus (tirotrof)
Sel berkelompok seperti chorda, terletak jauh dari vas sinusoideum. Sel ini mudah
dibedakan karena granulum secretorium nya kecil (diameter 150nm). Granula mengandung
TSH/ thyrotropin. Sekresi hormon dirangsang oleh TRH, dihambat oleh kadar thyroxine
(T4) dan triiodothyronine (T3) dalam darah.1
3. Endocrinocytus gonadotropicus (gonadotrof)
Cellula spheroidea, complexus golgiensis berkembang baik, banyak RER, banyak
mitochondrion, memiliki granulum secretorium (diameter 200 – 400 nm), terletak dekat
vas sinusoideum. Granulum secretorium mengandung FSH dan LH. Kadang – kadang LH
disebut interstitial cell-stimulating hormone (ICSH), karena merangsang produksi hormon
steroid oleh endocrinocytus interstitialis (sel interstitial pada testis). Tidak jelas apakah
terdapat 2 subpopulasi endocrinocytus gonadotropicus yang masing-masing mengeluarkan
FSH dan LH atau kedua hormon dihasilkan oleh satu sel namun berbeda fase dari siklus
sekretori nya. Sekresi hormon dirangsang oleh GnRH/ luteinizing hormone releasing
hormone (LHRH), dihambat oleh berbagai hormon yang dihasilkan oleh ovarium dan
testis.1

11
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 5. : Glandula pituitaria pars anterior/ pars distalis6

Tabel 2. : Sel-sel Sekretori dari Pars Distalis Glandula Pituitaria2

12
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

II.8.2. Pars Intermedia


Terletak antara pars distalis dan pars nervosa. Karakteristik pars intermedia adalah
kista berisi colloidum yang dibatasi oleh epitheliocytus cuboideus (kista Rathke), yang
merupakan sisa ectoderm dari evaginasi kantung Rathke.
Pars intermedia kadang-kadang terdapat kelompokan endocrinocytus basophilus
(sel basofil) yang membentuk chorda sepanjang rete capillare (anyaman kapiler).
Endocrinocytus basophilus membuat prohormon yaitu proopiomelanocortin (POMC)
melalui proses translasi membentuk melanocyte-stimulating hormone (a-MSH),
corticotropin, -lipotropin dan -endorphin. Diduga POMC dihasilkan oleh sel
endocrinocytus corticotropicus dari lobus anterior, karena pada manusia lobus/ zona
intermedia rudimenter. Pada binatang rendah a-MSH merangsang produksi melanin,
sedangkan pada manusia mungkin merangsang pelepasan prolactin, sehingga lebih tepat
disebut prolactin-releasing factor.1

Gambar 6. : Glandula pituitaria Pars Intermedia3 , Pewarnaan Isamine blue/ eosin


PP : pars posterior PA : pars anterior

13
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

II.8.3. Pars Tuberalis


Bentuk seperti corong mengelilingi tangkai hypophysealis (infundibulum), namun
jarang ditemukan di bagian posterior. Lapisan tipis dari pia arachnoid memisahkan pars
tuberalis dari truncus infundibularis (tangkai infundibulum). Sangat vaskular, banyak
arteria dan systema portales hypophysealis.
Epitheliocytus cuboideus sampai epitheliocytus columnaris rendah membentuk chorda
longitudinal yang berada sepanjang vas sanguineum. Cytoplasma endocrinocytus
basophilus mengandung granula padat kecil, guttula adipis (tetes lemak), tetes colloidum
yang menyebar, dan glikogen. Walaupun tidak ada hormon spesifik yang disekresikan,
banyak endocrinocytus pars tuberalis mengeluarkan hormon gonadotropin (FSH dan
LH).1,2

II.9. NEUROHYPOPHYSIS
Glandula pituitaria posterior yang berkembang dari hypothalamus yang bertumbuh ke
bagian caudalis. Neurohypophysis terdiri dari eminentia mediana, infundibulum (lanjutan
dari hypothalamus), dan pars nervosa.1 Neurohypophysis tidak memiliki endocrinocytus
(sel-sel endokrin/sekretoris).2 Neurohypophysis tersusun dari axon descendens dari nucleus
supraopticus dan nucleus paraventricularis.

II.9.1. Tractus Hypothalamohypophysialis


Sel-sel neurosecretoria yang berada dalam nuclei supraopticus dan paraventricularis
hypothalami memiliki axon-axon tak bermyelin (sekitar 100.000 axon) yang memasuki
neurohypophysis untuk berakhir di sekitar vas capillare.1,2 Axon-axon ini membentuk
tractus hypothalamohypophysialis dan merupakan bagian utama dari neurohypophysis.
Sel-sel neurosecretoria ini membuat 2 jenis hormon yaitu vasopressin (ADH = antidiuretic
hormone) dan oxytocin.1 Neurosecretoria memiliki karakteristik neuron, yaitu memiliki
kemampuan menghantarkan potensial aksi, namun memiliki nissl bodies yang lebih
berkembang untuk produksi dari substansia neurosecretoria.2 Neurophysin adalah suatu
protein pembawa yang dihasilkan oleh sel-sel neurosecretoria dari nuclei supraopticus dan
paraventricularis hypothalami. Neurophysin mengikat setiap hormon untuk dilepaskan
pada axon terminal yang ada di neurohypophysis ke dalam sirkulasi.1

14
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

II.9.2. Pars Nervosa


Sebenarnya pars nervosa dari glandula pituitaria posterior bukan suatu glandulae
endocrinae, tapi merupakan tempat axon terminal dari tractus hypothalamohypophysialis
dan penyimpanan neurosekresi yang diproduksi oleh corpusculum neurosecretorium
(badan sel neurosekresi) yang terdapat di hypothalamus.1 Granula neurosecretoria diangkut
sepanjang axon dan berkumpul pada terminal axon dalam pars nervosa. Herring bodies
adalah kumpulan granula neurosecretoria pada terminal axon, terlihat biru kehitaman
dengan pewarnaan Gomori’s chrome hematoxylin.2 Bila ada rangsangan syaraf, maka
terjadi pelepasan granula neurosecretoria ke dalam ruang perivaskular dekat vas capillare
fenestrata dari plexus capillaries, selanjutnya ke sirkulasi umum.1
Substansia neurosecretoria terdiri dari 2 buah hormon. Hormon tersebut adalah:
Arginine vasopressin (Antidiuretic Hormone/ ADH) dan Oxytocin.
Neurohypophysis mengandung terutama axon-axon dari neuron hypothalamus dan
pituicytus (25%).1,2 Pituicytus mirip sel neuroglia, mengandung guttula adipis, pigmen
lipochrome, filamen intermediat. Pituicytus banyak tonjolan cytoplasma yang saling
berhubungan dan membentuk gap junction. 1 Fungsi pituicytus adalah:
1. Sebagai sel penyokong untuk axon-axon di pars nervosa
2. Berperan dalam fungsi tropik untuk bekerjanya neurosecretoria axon terminal dan
neurohypophysis secara normal. Banyak fungsi lain yang belum bisa dijelaskan.1
Dengan mikroskop cahaya hanya terlihat nuclei pituicytus, sedangkan dengan
mikroskop elektron tampak axon yang mengandung granula neurosecretoria vasopressin
dan oxytocin (diameter 100-200 nm).1,2
Organ target vasopressin (ADH) adalah ductuli colligentes di medulla renalis. Vasopressin
disekresikan bila tekanan osmotik darah meningkat, sehingga sel osmoreceptor dalam
hypothalamus bagian anterior akan merangsang sekresi dari hormon neuron supraopticus
tersebut.
Organ target oxytocin adalah myometrium uterus. Oxytocin dilepaskan pada fase akhir
kehamilan. 1

15
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 7: Glandula Pituitaria Posterior / Glandula Pituitaria pars Nervosa dengan pewarnaan
H.E.3

Tabel 3. : Hormon-hormon dari Neurohypophysis2

Gambar 8. : Efek dari berbagai hormon hipofiseal pada target organ dan mekanisme umpan balik
yang mengatur sekresi hormon.2

16
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 8. : Efek dari berbagai hormon hipofiseal pada target organ dan mekanisme
umpan balikyang mengatur sekresi hormon.2

17
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

BAB III
GLANDULA THYROIDEA

III.1. Struktur Anatomis & Embriologis


Glandula thyroidea terletak di collum anterior (leher bagian depan) setinggi
vertebrae cervicales V (CV) sampai vertebrae thoracicae I (TI), profundus terhadap
m.sternothyroideus dan m.sternohyoideus, anterolateralis terhadap trachea. Glandula
thyroidea terletak inferior dari larynx, anterior pada hubungan cartilago thyroidea dan
cricoidea.1 Glandula thyroidea terdiri dari lobus dexter dan sinister yang dihubungkan
oleh isthmus glandulae thyroideae yang relatif tipis pada bagian medial, biasanya
anterior terhadap cincin trachea ke-2 dan ke-3, tampak seperti kupu-kupu.1,3 Letak
isthmus di depan trachea di bawah cartilago cricoidea. Pada beberapa orang, terdapat
lobus pyramidalis akibat peninggian dari isthmus bagian kiri. Berat masing-masing
glandula 25 – 40 gram. Lobus pyramidalis merupakan sisa embriologis saat turunnya
thyroidea primordium dari tempat asalnya pada saat pembentukan lingua melalui ductus
thyroglossus.1
Sebagian besar glandula berkembang dari pertumbuhan ke bawah epitheliocytus lingua
foetus (sel epitel lidah fetus), sedangkan sel-sel yang menghasilkan calcitonin berasal dari
elemen ultimobranchial dari kantong branchial ke empat.3
Glandula thyroidea yang sangat vaskular disuplai oleh arteria thyroidea superior dan
arteria thyroidea inferior. Arteria thyroidea superior cabang a. carotis externa menyuplai
terutama aspek anterosuperior glandula. Arteria thyroidea inferior cabang terbesar
dari truncus thyrocervicalis untuk menyuplai aspek posterior glandula thyroidea.
A.thyroidea ima untuk menyuplai isthmus. Tiga pasang venae (Vv) thyroideae biasanya
membentuk plexus venosus thyroideus pada permukaan anterior glandula thyroidea dan
anterior terhadap trachea.

III.2. Struktur Histologis


Glandula thyroidea memiliki capsula fibrosa tipis, terdiri dari jaringan ikat padat
kolagen irregular yang masuk ke dalam parenchyma glandula membentuk septa sehingga
membagi glandula ke dalam lobuli. Septa merupakan textus connectivus (jaringan ikat)
yang kaya vas sanguineum, vas lymphaticum (pembuluh limfe), dan neurofibrae (serabut
18
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

syaraf).1,3 Textus connectivus compactus melekatkan capsula pada cartilago cricoidea


dan cincin trachea superior. Di luar capsula, didapatkan suatu sarung (sheath) longgar
yang dibentuk oleh lamina pretrachealis dari fascia cervicalis. Pada umumnya glandulae
endocrinae terdiri dari kelompokan sel, sedangkan glandula thyroidea terdiri dari folliculi
.1,3

Gambar 9. : Skematik Glandulae Thyroidea Gambar 10.: Glandulae Thyroidea & Para-
dan Parathyroidea1 thyroidea (H.E.)1

III.2.1. Folliculus thyroidea


Folliculus thyroidea merupakan unit struktural dan fungsional dari glandula thyroidea.
Glandula thyroidea menyimpan hasil sekresinya ke dalam lumen folliculus, sedangkan
glandulae endocrinae yang lain menyimpan hasil sekresinya di dalam sel-sel parenchyma.1
Folliculus terdiri dari epithelium cuboideum simplex (epitel selapis kubus) yang
mengelilingi lumen berisi colloidum (koloid), suatu substansi gelatinous. Setiap folliculus
dibatasi oleh membrana basalis. Dekat membrana basalis terdapat vas capillare fenestrata.
Pada jaringan ikat interfollikular terdapat mastocytus (sel mast). Setiap folliculus dapat
menyimpan hormon dalam colloidum selama beberapa minggu.
19
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Setiap folliculus dikelilingi oleh jaringan ikat tipis yang terdiri dari fibra reticularis (serabut
retikuler) dan plexus capillaris. Setiap folliculus memiliki thyrocytus T (sel folikel) dan
thyrocytus C (sel parafolikel) yang dipisahkan dari jaringan ikat oleh lamina basalis.
Kadang-kadang thyrocytus T dari folliculus lain yang berdekatan dapat saling berhubungan
dan mengganggu kontinuitas lamina basalis.1

III.2.2. Cellulae follicular (Cellulae Principal)


Ukuran folliculus dan thyrocytus T bervariasi tergantung aktivitas glandula. Bentuk
thyrocytus T bervariasi dari cellula squamosa (sel gepeng) sampai cellula columnaris
rendah (sel silindris). Bila glandula thyroidea kurang aktif, maka ukuran folliculus besar,
thyrocytus T squamosa, dan lumen folliculus mengandung banyak colloidum. Bila glandula
thyroidea aktif, maka ukuran folliculus kecil dan thyrocytus T berbentuk cellula cuboidea
tinggi atau columnaris.3 Jadi saat dirangsang sel meninggi. Thyrocytus T memiliki nucleus
sphericus (inti sphericus) atau nucleus ovoideus (inti oval) dengan 2 nucleoli, cytoplasma
basophylus. Mikroskop elektron memperlihatkan reticulum endoplasmicum granulosum
(rough endoplasmic reticulum=RER) berkembang, banyak lysosoma (lisosom) di daerah
apex, mitochondrion (mitokondria) berbentuk batang, complexus golgiensis (kompleks
Golgi) supranuclear dan banyak microvillus (mikrovili) pendek yang masuk ke dalam
colloidum, banyak vesicula/ vesicula cytoplasmica (vesicula) kecil yang mengandung
thyroglobulin yang dikemas dalam complexus golgiensis dan dipersiapkan untuk
eksositosis ke lumen folliculus.1 Microvillus berperan dalam eksositosis thyroglobulin dan
endositosis kompleks hormon-thyroglobulin.3

III.2.3. Thyrocytus C (Clear cell, C cell, sel parafolikel)


Thyrocytus C ditemukan di daerah perifer folliculus, sendirian atau dalam kelompok
kecil, tidak mencapai lumen. Jumlah hanya 0,1% dari jumlah sel pada epitel folliculus.1
Thyrocytus C terletak di antara thyrocytus T , antara thyrocytus T dan membrana basalis,
atau antara folliculus . Thyrocytus C ini hanya ditemukan pada 1/3 lobus lateral glandula
thyroidea.3 Sel ini terwarna pucat, dalam cytoplasma terdapat granulum secretorium
pucat, besar 2-3 x thyrocytus T, 1,3 Cytoplasma sel ini tidak terwarna sehingga disebut C
cells/clear cells.3 Mikroskop elektron memperlihatkan sebuah nucleus sphericus, RER
sedang, mitochondrion memanjang, complexus golgiensis berkembang baik, di daerah
basal tampak granulum secretorium kecil (diameter 0,1 – 0,4 mm).1
20
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Pada pewarnaan haematoxylin–eosin (HE), sulit membedakan thyrocytus T dan thyrocytus


C.3
Granulum secretorium mengandung calcitonin (thyrocalcitonin) suatu hormon
polipeptida.1 Calcitonin bersama-sama dengan hormon paratiroid mengatur kadar kalsium
(Ca) darah. Calcitonin menurunkan kadar Ca darah dengan cara menghambat kecepatan
dekalsifikasi (resorpsi) tulang oleh osteoclastus (osteoclas) dan merangsang aktivitas
osteoblastus (osteoblas). Kontrol sekresi calcitonin hanya tergantung pada kadar Ca darah
dan tidak tergantung pada glandula pituitaria ataupun kadar hormon paratiroid. 3

Gambar 11. : Folliculus Gld. Thyroidea3 Gambar 12. : Thyrocytus C Gld. Thyroidea3

III.3. Hormon-hormon Glandula thyroidea


Glandula thyroidea menghasilkan 2 tipe hormon, yaitu:
1. Tri-iodothyronine (T3) dan Tetra-iodothyronine (thyroxine, T4)
Sekresi hormon ini diatur oleh TSH yang disekresikan oleh glandula pituitaria
anterior.
2. Calcitonin

21
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 13.: Hubungan antara Hypothalamus, Hypophysis, dan Glandula Thyroidea.2


Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) mengatur sekresi Thyrotropin (TSH). TSH akan mengatur sekresi
hormon T3 dan T4. Melalui negative- feedback mechanism, hormon tiroid akan mengatur sekresi TSH dari
pars distalis dan TRH dari hypothalamus.

Gambar 14. : Lobulus Glandula Thyroidea6 Gambar 15. : Thyrocytus T Gld. Thyroidea6

22
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

BAB IV
GLANDULA(E) PARATHYROIDEA(E)

IV.1. Struktur Anatomis & Embriologis


Glandulae parathyroideae berbentuk oval, biasanya terletak di luar capsula thyroidea
pada permukaan posterior glandula thyroidea. Glandula parathyroidea terletak pada
superior dan inferior dari lobus sinister dan dexter glandula thyroidea.1Glandula
parathyroidea superior biasanya terletak 1 cm lebih sedikit di sebelah atas titik masuk
arteria thyroidea inferior ke dalam glandula thyroidea, biasanya lebih konstan setinggi
batas bawah cartilago cricoidea. Glandula parathyroidea inferior biasanya terletak 1
cm lebih sedikit di bawah titik masuk arteria thyroidea inferior, letak lebih bervariasi,
biasanya pada ujung inferior glandula thyroidea, 1-5 % populasi terletak pada bagian
profundus mediastinum superius. Glandulae parathyroideae biasanya terdapat 4 buah,
sekitar 5% bisa lebih 5 atau 6 buah, kadang-kadang hanya 2 buah.1,3
Selama embriogenesis glandulae parathyroideae berkembang dari kantung
pharyngealis ketiga dan keempat. Glandulae parathyroideae yang berkembang dalam
kantung pharyngealis ketiga turun bersama thymus (thymus juga berkembang dalam
kantung pharyngealis ketiga) untuk menjadi glandulae parathyroideae inferior,
sedangkan glandulae parathyroideae yang berkembang dalam kantung pharyngealis
keempat menjadi glandulae parathyroideae superior.1 Bisa terjadi supernumerary glands
dengan lokasi sepanjang jalur turunnya glandulae parathyroideae, bahkan bisa terdapat
dalam mediastinum, di samping thymus.1,2 Pertumbuhan glandulae parathyroideae lambat,
mencapai ukuran dewasa pada usia 20 tahun.1
Arteria thyroidea inferior merupakan penyuplai utama aspek posterior glandula
thyroidea. Venae parathyroidea mengalir ke dalam plexus thyroideus dari glandula
thyroidea dan trachea.

23
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gb. 16. : Glandulae Parathyroideae Manusia2 Gb. 17. : Glandula Parathyroidea3


P : Parathyrocytus principalis, O : Parathyrocytus oxyphilicus C: Vas capillare

IV.2. Struktur histologis


Setiap glandula parathyroidea kecil berbentuk oval, berukuran panjang 5 mm, lebar 4
mm, tebal 2 mm dan berat 25 – 50 mg. Tiap glandula dilapisi capsula yang merupakan textus
connectivus collagenus (jaringan pengikat kolagen) tipis, masuk ke dalam parenchyma
glandula sebagai septa / trabeculae.4 Septa terdiri dari kelompokan epitheliocytus (sel
epitel) yang dikelilingi textus reticularis (jaringan ikat retikuler), kaya rete capillare
(anyaman kapiler), di dalam septa ditemukan vas sanguineum, vas lymphaticum dan
nervi. Septa membagi parenchyma ke dalam noduli.3 Glandula thyroidea terpisahkan
dengan glandulae parathyroideae oleh capsula tipis, namun sesungguhnya sangat dekat.4
Stroma jaringan ikat glandulae parathyroideae pada orang tua ternyata hampir 60%
terisi oleh sel-sel lemak.1 Kadang-kadang bisa ditemukan folliculus berisi colloidum.5
memiliki 2 tipe cellulae endocrinae, yaitu parathyrocytus endocrinus (chief cell) dan
parathyrocytus oxyphilicus (sel oxyphil) .1,2

24
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

IV.2.1. Parathyrocytus endocrinus (Parathyrocytus principalis/ chief cell )


Parathyrocytus endocrinus merupakan sel parenchyma fungsional utama. Sel kecil
dengan diameter 5 – 8 mm.1 Bentuk cellula polyhedralis; nucleus vesicularis terwarna
pucat, bentuk sphericus, besar, terletak central; cytoplasma sedikit asidofilik/eosinofilik,
jadi tampak jernih1,3,4 Kekuatan pewarnaan tergantung aktivitas sel mensekresi PTH,
dimana sel aktif banyak sekali mengandung RER sehingga terwarna kuat disebut
parathyrocytus endocrinus densus (dense principal cell), sedangkan sel inaktif memiliki
cytoplasma pucat disebut parathyrocytus endocrinus lucidus (pale principal cell), sekitar
80% parathyrocytus principalis dalam keadaan istirahat.3 Dengan mikroskop elektron (ME)
tampak cytoplasma memiliki granulum secretorium yang berbentuk irregular (diameter
200-400nm), granula ini mengandung parathyroid hormone (PTH), suatu polipeptida
aktif 1,2; juga menyebar granula pigmen lipofuscin; sebuah juxtanuclear Golgi complex;
mitochondrion; banyak sekali RER. Terdapat sebuah cilium menjulur sampai ke spatium
intercellulare (ruang antar sel). Pada sel inaktif, complexus golgiensis kecil; granulum
secretorium sedikit; glikogen dalam jumlah besar.1 Parathyrocytus principalis tersusun
dalam chorda.
Hormon preproparathyroid, suatu precursor yang disintesis pada ribosoma dari RER,
dengan cepat dipecah selanjutnya diangkut ke lumen RER untuk membentuk hormon
proparathyroid dan sebuah polipeptida. Pada complexus golgiensis, hormon proparathyroid
dipecah lagi menjadi PTH dan sebuah polipeptida kecil. PTH dikemas ke dalam granulum
secretorium dan dilepaskan dari permukaan sel secara eksositosis.1
Dengan meningkatnya usia, maka parathyrocytus principalis banyak digantikan oleh
sel lemak.2 Sel lemak ini mulai berakumulasi setelah pubertas.3 Sel lemak ini mengisi
50 – 60 % glandulae pada orang tua.1,2

IV.2.2. Parathyrocytus oxyphilicus (sel Oxyphil)


Populasi jauh lebih sedikit daripada parathyrocytus principalis. Sel lebih besar (diameter
6 – 10 µm); bentuk cellula polyhedralis; cytoplasma mengandung banyak mitochondrion
asidophylus dengan banyak cristae, sehingga tampak sangat eosinofilik.1,5 Sel ini tersebar
sendiri atau berkelompok. Dengan ME: memiliki lebih banyak mitochondrion dibandingkan
parathyrocytus principalis, apparatus golgiensis kecil, RER sedikit, terdapat glikogen
dalam cytosol/ matrix cytoplasmica yang dikelilingi oleh mitochondrion.1 Membrana
cellularis sel lebih jelas daripada parathyrocytus principalis.4
25
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Fungsi sel ini tidak diketahui.1,2 Parathyrocytus oxyphilicus dipercaya sebagai


parathyrocytus endocrinus lucidus (sel inaktif)1 Parathyrocytus oxyphilicus meningkat
jumlahnya dengan pertambahan usia.3

BAB V
GLANDULAE SUPRARENALES

V.1. Struktur Anatomis dan Embriologis


Glandula suprarenalis berwarna kekuningan, ada sepasang, terletak retroperitoneale
di antara aspek superomedialis ren dan diaphragma, dikelilingi jaringan ikat yang
mengandung banyak capsula adiposa (perinephric fat). Kutub superior ren tertanam dalam
textus adiposus (jaringan lemak). Bentuk glandula suprarenalis sinister dan dexter tidak
mirip. Glandula suprarenalis dexter berbentuk pyramidalis, lebih apical dibandingkan
yang kiri, terletak di anterolateral crus dextrum diaphragmatis dan berhubungan dengan
vena cava inferior di anteromedial dan hepar di anterolateral. Glandula suprarenalis
sinister berbentuk crescent (sabit), terletak pada batas medial ren sinister dari hilus
sampai kutub superior, berhubungan dengan splen, gaster, pancreas, dan crus sinistrum
diaphragmatis.
Ukuran tebal sekitar 1 cm, lebar apex 2 cm dan lebar basal sampai 5 cm. Berat setiap
glandula suprarenalis 7 – 10 gram.1 Berat dan ukuran bervariasi tergantung usia dan
kondisi fisiologik.2
Pada manusia dan beberapa hewan, glandula suprarenalis dari bayi baru lahir secara
proporsional lebih besar daripada dewasa. Saat janin dalam kandungan , ada sebuah lapisan
yang dikenal sebagai cortex fetus atau provisional cortex. Cortex fetus terletak antara
medulla dan cortex permanen yang tipis, merupakan lapisan yang cukup tebal dan sel-sel
tersusun dalam chorda. Setelah lahir, cortex fetus involusi , sedangkan cortex permanen
merupakan lapisan tipis yang kemudian berkembang dan berdifferensiasi membentuk 3
zona.2
Glandulae suprarenales terdiri dari bagian cortex dan medulla yang berbeda asal
embriologik dan fungsinya, dibentuk dari 2 lapisan germinal yang berbeda. Cortex
suprarenalis mempunyai asal embriologis yang sama dengan kelenjar gonad,3 yaitu berasal
dari coelomic intermediate mesoderm. Medulla suprarenalis memiliki asal
26
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

embriologis yang sama dengan systema nervosum sympathicum, yaitu berasal dari neural
crest (neuroectoderm) 2,3,4

Gambar 18. : Glandula Suprarenalis Manusia2


Ket. : Letak Glandula suprarenalis di superior ren. Medulla terwarna gelap
Kadang-kadang ditemukan ekstra adrenal dari cortex dan medulla

V.2. Struktur Histologis


Glandulae suprarenales dibungkus oleh capsula jaringan ikat yang banyak mengandung
textus adiposus. Setiap glandula memiliki capsula textus connectivus compactus collageni
yang masuk ke dalam parenchyma glandula sebagai septa tipis yang disebut trabeculae
, bersama-sama vas sanguineum dan nervi.1,2 Gambaran histologik umum dari glandula
suprarenalis seperti glandula endocrinae dimana sel-sel pada cortex dan medulla
membentuk kelompokan seperti chorda sepanjang vas capillare.2 Stroma glandula
terutama merupakan rete fibra reticularis yang mendukung sel-sel sekretoris.2

27
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Parenchyma glandula suprarenalis terbagi ke dalam dua lapisan konsentris yang


berbeda asal, histologik, dan fungsi nya, yaitu:
• Cortex suprarenalis : bagian perifer, berwarna kekuningan, menempati 80% -
90% glandula.1,2
• Medulla suprarenalis : bagian central, berwarna coklat kemerahan.1,2
Sel-sel cortex suprarenalis tidak menyimpan hormonnya, namun langsung disekresikan
dan diproduksi sesuai kebutuhan, sedangkan medulla suprarenalis mengakumulasi dan
menyimpan hormon-hormon yang akan disekresikan dalam granulum secretorium.2

Gambar 19. : Struktur Umum dan Sirkulasi Darah dari Glandula Suprarenalis2

V.2.1. Cortex Suprarenalis


Sel-sel cortex suprarenalis memiliki ultrastruktur seperti sel-sel yang mensekresikan
steroid, yaitu banyak organella reticulum endoplasmicum non granulosum (smooth
endoplasmic reticulum=SER) dan banyak guttula adipis (tetes lemak).2 Steroid adalah
molekul dengan berat molekul rendah yang mudah larut dalam lemak, sehingga dapat
berdiffusi dengan bebas melalui membran plasma, tanpa melalui proses exocytosis untuk
melepaskan hormon steroid ini.2
Terdapat 3 zona yang tersusun konsentris dengan batas tidak jelas, yaitu: zona
glomerulosa corticis, zona fasciculata, zona reticularis
28
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

V.2.1.1. Zona Glomerulosa Corticis


Terletak tepat di bawah capsula glandula suprarenalis. Menempati sekitar 13% -
15% dari volume total glandula suprarenalis.1,2 Sel-sel kecil berbentuk columnaris atau
pyramidalis yang tersusun berkelompok melingkar atau seperti chorda yang melengkung
dikelilingi oleh vas capillare 1,2,4; nucleus terwarna gelap mengandung satu atau dua
nucleoli; cytoplasma asidophylus mengandung banyak sekali SER, banyak mitochondrion,
complexus golgiensis yang sangat berkembang, banyak RER, dan ribosoma bebas, juga
tersebar beberapa guttula adipis (tetes lemak).1,3 Kadang-kadang desmosomes dan gap
junction kecil menggabungkan sel-sel, beberapa sel memiliki microvillus pendek.1

V.2.1.2. Zona Fasciculata


Zona fasciculata terletak antara zona glomerulosa corticis dan zona reticularis,
merupakan lapisan terbesar, mengisi sampai 65%-80% dari total volume glandula. Zona
fasciculata mengandung vas capillare sinusoideum yang tersusun longitudinal antara
columna sel-sel parenchyma. Sel-sel tersusun secara radial dengan ketebalan satu atau
dua lapis sel, membentuk chorda yang lurus (fasciculata). Bentuk cellula polihidralis1,2;
lebih besar dari sel-sel pada zona glomerulosa corticis; cytoplasma terwarna sedikit
asidofilik, di dalamnya banyak guttula adipis, banyak mitochondrion dengan cristae
vesicular dan tubular, banyak SER, beberapa RER, lysosoma, dan granula-granula pigmen
lipofuscin.1,3 Pada pembuatan preparat histologik, lemak dikeluarkan sehingga sel-sel
tampak bervakuola sehingga disebut spongiocytus.1,2

V.2.1.3. Zona Reticularis


Lapisan terdalam dari cortex suprarenalis, terletak antara zona fasciculata dan medulla
suprarenalis, menempati sekitar 7% dari total volume glandula.1,2 Sel-sel tersusun dalam
bentuk chorda irregular yang saling beranastomose, sel paling kecil di antara sel-sel pada
cortex suprarenalis yang lain.2 Sel mirip spongiocytus pada zona fasciculata tapi lebih
kecil dan guttula adipis lebih sedikit; bentuk sel irregular;1,2 cytoplasma asidophylus
mengandung banyak granula-granula pigmen lipofuscin besar yang terwarna coklat
dengan pewarnaan H.E.3 Beberapa sel yang dekat medulla suprarenalis terwarna gelap
dengan pyknotic nuclei , karena itu diduga zona reticularis mengandung sel-sel yang
berdegenerasi.1,2

29
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

V.2.2. Medulla Suprarenalis


Terletak di bagian central glandula suprarenalis. Dalam parenchyma medulla terdapat
2 jenis sel, yaitu: endocrinocytus medullaris (sel kromafin) dan neuron multipolare
autonomicum (sel ganglion simpatis). 1
A. Endocrinocytus medullaris
Endocrinocytus medullaris tersusun irregular membentuk chorda pendek4, disokong rete
fibra reticularis (anyaman serabut retikuler), banyak vas capillare, juga terdapat beberapa
cellulae ganglion parasympathicum.2 Bentuk sel polihidral; nucleus besar; dalam
cytoplasma RER & SER hanya sedikit, tidak memiliki guttula adipis, terdapat granulum
secretorium berdiameter 150–350 nm yang terwarna coklat dengan garam chromium
karena mengandung catecholamines, suatu transmitter yang dihasilkan oleh cellulae
postganglionicae dari systema nervosum sympathicum.1,3,4 Jadi sel-sel parenchyma medulla
suprarenal dianggap sebagai modifikasi ganglion sympathicum yang memiliki cellulae
sympathicum postganglionicae yang kehilangan dendrit dan axon saat perkembangan
embriologis dan menjadi sel-sel sekretoris. 1,2
Catecholamine adalah transmitter sympathicum epinephrine (adrenaline) dan
norepinephrine (noradrenaline). Catecholamine diproduksi oleh endocrinocytus
medullaris sebagai respon rangsangan nervi splanchnici sympathica (cholinergicae)
preganglionicae.1
Berdasarkan pemeriksaan histokimia terdapat 2 tipe endocrinocytus medullaris, yaitu:
a. adrenalocytus/ epinephrocytus/ endocrinocytus lucidus (epinephrine-secreting cells)
b. noradrenalocytus/ norepinephrocytus/ endocrinocytus densus (norepinephrine-
secreting cells).
Granula-granula penyimpan norepinephrine terletak eksentrik, lebih besar, dan padat;
sedangkan granula-granula penyimpan epinephrine lebih kecil, lebih homogen, dan kurang
padat. 1,2
Endocrinocytus medullaris pada primata memiliki juxtanuclear Golgi complex yang
berkembang baik, beberapa RER, banyak mitochondrion, granula-granula padat.1 Sekitar
20% granula-granula ini mengandung satu atau lebih catecholamine,yaitu epinephrine dan/
atau norepinephrine; sisa granula lainnya mengandung adenosine triphosphate (ATP),
dopamine beta-hydroxylase (enzim yang mengubah dopamine menjadi norepinephrine),2
enkephalins (suatu peptida opioid untuk mengontrol nyeri)3 dan chromagranins {protein
yang dipercaya mengikat catecholamine (epinephrine dan norepinephrine)}.1,2
30
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Sekitar 80% catecholamine yang dikeluarkan melalui vena suprarenalis adalah


epinephrine, 2 sebagian besar sintesis epinephrine oleh penambahan kelompok N-methyl
ke norepinephrine.3
Sel-sel medulla suprarenalis ditemukan juga dalam paraganglia, dimana kumpulan
catecholamine-secreting cells tersebut berkumpul dekat ganglia autonomicum.2

V.3. Vaskularisasi
Setiap glandula suprarenalis disuplai oleh 3 arteriae yang asalnya berbeda, yaitu:
1. Arteriae suprarenales superiores, cabang dari arteriae phrenicae inferiores.
2. Arteriae suprarenales mediales, cabang dari aorta abdominalis.
3. Arteriae suprarenales inferiores, berasal dari arteriae renales
Cabang-cabang arteriae melewati capsula dan membentuk plexus subcapsularis 1

31
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Gambar 20. : Diagram Skematik dari Glandula Suprarenalis dan Tipe Sel1

32
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

BAB VI
INSULA PANCREATICA

VI.1. Struktur Anatomis dan Embriologis


Pancreas merupakan kelenjar pencernaan accessoria yang memanjang, terletak
retroperitoneal di sebelah depan corpora vertebrae LI dan LII (setinggi planum
transpyloricum) pada dinding abdomen posterior. Pancreas terletak di sebelah posterior
gaster, di antara duodenum di kanan dan splen/ lien di kiri. Mesocolon transversum melekat
pada margo anterior pancreas. Pancreas memiliki 4 regio, yaitu: processus uncinatus,
caput pancreatis, corpus pancreatis, dan cauda pancreatis.. Ukuran panjang 25 cm, lebar
5 cm, tebal 1-2 cm, dan berat +150 gram.1
Epithelium embryonic dari ductus pancreaticus terdiri dari pancreatocytus exocrinus
(sel eksokrin) dan pancreatocytus endocrinus (sel endokrin). Selama perkembangan,
pancreatocytus endocrinus bermigrasi dari sistem ductus dan beragregrasi sekitar vas
capillare membentuk kelompokan sel yang terisolir, di kenal sebagai insula pancreatica,
tersebar pada jaringan glandulae exocrinae.3
VI. 2. Struktur Histologis
Glandula pancreas memiliki capsula jaringan ikat tipis yang membentuk septa masuk
ke dalam parenchyma glandula, membagi glandula dalam lobuli. Persyarafan dan
vaskularisasi berjalan dalam jaringan ikat, mensuplai pancreas dan sistem ductus.1
Insulae pancreaticae adalah pulau-pulau berbentuk bulat dalam pancreas, tampak pucat
bila dibandingkan bagian eksokrin, melekat pada bagian eksokrin.2 Kebanyakan diameter
pulau adalah 100 – 200 mm.2 Setiap pulau dikelilingi capsula yang halus.3 di Dalam setiap
pulau berisi kelompokan sekitar 3000 epitheliocytus (sel epitel). Pada pancreas manusia
terdapat sekitar 1 juta insulae pancreaticae.1 Jumlah terbesar insula pancreatica terdapat
pada cauda pancreatis.1,2 Jumlah total insulae pancreaticae 1,5 % dari seluruh pancreas.
Setiap pulau dikelilingi oleh fibra reticularis (serabut retikuler) dan rete capillare.1
Pada pewarnaan rutin atau pewarnaan trichome, bisa dikenali 2 macam sel, yaitu sel
endocrinocytus A/ glucagonocytus (sel alpha) dan endocrinocytus B / insulinocytus (sel
beta)2
v Endocrinocytus A/ glucagonocytus
Sel memiliki granula-granula regular dengan nucleus padat dikelilingi oleh daerah jernih,
dibatasi oleh sebuah membran.
33
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

v Endocrinocytus B / insulinocytus
Sel memiliki granula irregular dengan sebuah nucleus yang dibentuk dari kompleks
kristal-kristal insulin irregular dengan zinc.2
Dengan pemeriksaan imunohistokimia, pada insula pancreatica dapat dibedakan 5 tipe
sel, yaitu: Endocrinocytus A/ glucagonocytus (sel a), endocrinocytus B/ insulinocytus
(sel b), endocrinocytus D/ somatostatinocytus (sel d), endocrinocytus PP (sel polipeptida
pankreatik), endocrinocytus G pancreaticus (sel G Pankreatik/ pancreatic gastrin cell)
Sel-sel tersebut tidak dapat dibedakan secara pemeriksaan histologik rutin. Dengan
mikroskop elektron terlihat perbedaan gambaran berbagai sel-sel, terutama ukuran dan
densitas elektron dari granula-granulanya.1 Gambaran ultrastruktur sel-sel mirip sel
pembuat polipeptida.2
Setiap pulau terdiri dari cellula polyhedralis atau sphericus, tersusun dalam bentuk
chorda yang dipisahkan oleh rete capillare. Jumlah masing-masing sel tidak sama, jumlah
bervariasi tergantung lokasi insula pancreatica.2

Gambar 21. : Insulae pancreaticae3


VI.4. Vaskularisasi
Suplai darah berasal terutama dari cabang arteria splenica/arteria lienalis, juga cabang-
cabang arteria gastroduodenalis dan arteria mesenterica superior yang membentuk
beberapa arcade. Setiap insula pancreatica disuplai oleh 3 arteriole yang sangat
bercabang-cabang sebagai rete capillare fenestrata. Venae dari pancreas berjalan terutama
menuju vena splenica, juga vena mesenterica superior. Insulae pancreaticae dialiri sekitar
6 venulae yang berjalan di antara acini exocrinae menuju venae interlobularis.3

34
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

Tabel 4. : Hormon dan Fungsi dari G. Thyroidea, Parathyroidea, Suprarenalis, Pinealis 1

35
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN

DAFTAR PUSTAKA

1. Gartner L. P., Hiatt J.L. 2007. Color Textbook of Histology, 3rd ed. Saunders,
Philadelphia, page 303 – 325, page 420 – 422.
2. Junquiera L.C., Carneiro J. 2003. Basic Histology, 10th ed. Lange, New York, page
403 – 428.
3. Young B., Health J.W. 2014. Wheather’s Functional Histology, 6th ed. Churchill
Livingstone, Edinburgh, page 318 – 336
4. Gartner L. P., Hiatt J.L. 2001. Color Atlas of Histology, 4th ed. Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia, page 193 – 215
5. Eroschenko V.P.2005. diFiore’s Atlas of Histology,10th ed.Lippincott Williams &
Wilkins, Baltimore, page 328 – 349
6. The Department of Anatomy & Human Biology, UWA, Australia

36
HISTOLOGI KELENJAR ENDOKRIN
ASPEK GIZI PADA
DIABETES MELLITUS TIPE 2
Iwan Budiman

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan gangguan metab-
olisme kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin, baik absolut maupun relatif, atau akibat insulin tidak atau kurang efektif.
Sasaran terapi nutrisi medis untuk DM2 ditekankan pada peran dari gaya hidup dalam
memperbaiki kontrol kadar glukosa darah dan profil lipid. Perbaikan kesehatan melalui
pemilihan makanan dan aktivitas fisik merupakan rekomendasi dasar nutrisi untuk pengo-
batan dan pencegahan DM.
Strategi gaya hidup yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah adalah menurunkan
asupan energi, memonitor porsi karbohidrat, pembatasan konsumsi lemak jenuh, dan pen-
ingkatan aktivitas fisik
Prinsip pengaturan makan pada DM2 hampir sama dengan anjuran makan untuk
orang normal, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada DM2 perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang meng-
gunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


KARBOHIDRAT
- 55 – 65% total asupan kalori
- Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat yang berserat
tinggi
- Sukrosa (gula pasir) tidak boleh lebih dari 10% total asupan kalori
- High Fructose Corn Syrup (HFCS) < 40 g = 160 kkal dalam soft drink
- Boleh menggunakan pemanis buatan seperti aspartam yang zero kalori
- Makan 3 kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari
- Polisakarida seperti whole grains, legumes, vegetables lebih baik
- Mono and disakarida digunakan sesedikit mungkin

37
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

LEMAK
- Asupan lemak sekitar 20 – 25% atau ≤ 30% total kebutuhan kalori
- Diusahakan lemak MUFA, batasi PUFA dan SAFA
- SAFA < 7 - 10% total asupan kalori
- PUFA < 10%
- MUFA 12 – 15%
- Makanan yang perlu dibatasi adalah makanan yang banyak mengandung
SAFA dan TUFA
- Konsumsi kolesterol < 300 mg/hari

SAFA = SAturated Fatty AcidTUFA = Trans Unsaturated Fatty Acid MUFA


= Mono Unsaturated Fatty Acid PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid

PROTEIN
- Protein 15 – 20% total asupan kalori
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu tanpa lemak (skim milk), kacang-kacangan
(leguminosa), tahu tempe, kacang
- Pada pasien dengan nephropati protein cukup 0.8 g/kg BB atau 10% total
asupan kalori dan 65% dari
protein dengan nilai biologis tinggi

SERAT
- Konsumsi serat dari kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran, karbohidrat
yang tinggi serat
- Serat 25 - 50 g/hari, terutama serat yang larut air

GARAM
- Sehari tidak lebih dari 3000 mg atau 6-7 g atau 1 sendok teh
- Batasi natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6 g garam dapur atau 1
sendok teh
- Sumber natrium adalah garam dapur, sodium glutamat, soda, kecap asin,
kecap manis

38
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

PEMANIS
- Pemanis bergizi seperti gula alkohol dan fruktosa
- High Fructose Corn Syrup (HFCS) < 40 g = 160 kkal, dalam soft drink,
12 0z (360 ml) Cola = 200 kkal
- Gula alkohol seperti sorbitol, xylitol, mannitol, maltitol, lactitol dan iso-
malt mengandung 2 kkal/g
- Batasi penggunaan pemanis bergizi, dalam penggunaannya
harus memperhitungkan kandungan kalorinya sebagai ba-
gian kebutuhan kalori sehari.
- Fruktosa tidak dianjurkan karena efeknya pada peningkatan lipid plasma
- Pemanis tak bergizi seperti Aspartame (Equal, Tropicana
Slim), Acesulfame (Sunett, Sweet One), Neotame (Nutras-
weet), Saccharin, Sucralose (Splenda, Thermolyte) boleh
digunakan secukupnya.
- Pemanis aman digunakan selama tidak melebihi batas aman

NUTRIENT lain:
- Chromium sampai 1000 mg
- Kalium
- Magnesium

Perhitungan kalori dengan memakai rumus Harris Benedict Equation (1919)

Terminologi BEE = Basal Energy Expenditure = Kebutuhan kalori basal


(per hari)

Pria BEE = 66,5 + (13,75 x BBkg) + (5 x TBcm) – (6,76 x Age)


Wanita BEE = 65,5 + (9,56 x BBkg) + (1,85 x TBcm) –(4,68 x Age)

Atau disederhanakan menurut PERKENI 2015 sebagai berikut:


Pria BEE = 30 kalori/kgBB
Wanita BEE = 25 kalori/kgBB

39
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

Cara Menghitung Kebutuhan Energi


1. Tentukan BB (kg), TB (cm), Umur (tahun), Jenis kelamin
2. Hitung BEE
3. Tentukan faktor-faktor yg menentukan kebutuhan energiTEF,Activity Factor,
Exercise Factor.
4. Jumlahkan %ase faktor-faktor tersebut = 100% (BEE) + TEF % + Activ-
ity % + Exercise %
5. Kalikan total %ase faktor tersebut dg BEE didapat TEE
6. Defisit kalori 500 – 1000 kkal atau 15% - 20% TEE pd Obesitas
7. Tambahkan kalori 500 – 1000 kkal atau 15% - 20% TEE pada Under-
weight

Applying the Harris-Benedict Principle = Exercise Factor


• Little to no Exercise
Daily calories needed = BMR x 1.2 = Exercise Factor = 20%
• Light Exercise (1–3 days per week)
Daily calories needed = BMR x 1.375
• Moderate Exercise (3–5 days per week)
Daily calories needed = BMR x 1.55
• Heavy Exercise (6–7days per week)
Daily calories needed = BMR x 1.725
• Very Heavy Exercise (twice per day, extra heavy workouts)
Daily calories needed = BMR x 1.9

Jumlah kalori itu dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan:


~ Pagi 20%
~ Siang 30%
~ Sore 25%
~ 2- 3 porsi makanan ringan 10 – 15%

40
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

PIRAMIDA MAKANAN DM
1. Sumber KH dikonsumsi 3 – 7 porsi (penukar) per hari
2. Sumber vitamin dan mineral → sayur 2 – 3 porsi dan buah 2 – 4 porsi per
hari
3. Sumber protein → lauk hewani 3 porsi dan protein nabati 2 – 3 porsi per
hari
4. Batasi konsumsi gula, minyak, lemak dan garam

Pada tabel Kebutuhan Bahan Makanan Sehari Dalam Satuan Penukar terdapat tabel
Kebutuhan Kalor dari 1300 – 2300 kkal dengan interval 200 kkal.
Setelah dihitung TEE dalam kkal, selanjutnya untuk menentukan porsi KH, Protein dan
Lemak lihat tabel Kebutuhan Bahan Makanan Sehari Dalam Satuan Penukar, cari jum-
lah kalori yg sesuai dengan TEE.

Tabel Kebutuhan Bahan Makanan Sehari Dalam Satuan Penukar


Tabel Kebutuhan Kalori

41
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

42
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

43
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

44
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

45
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

46
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2

47
GIZI DIABETES MELLITUS TIPE 2
FISIOLOGI ENDOKRIN

PENDAHULUAN
Claude Bernard (1813 –1878) menyatakan bahwa sistim endokrin meregulasi milieu
interiur seekor binatang. “Sekresi internal” dibebaskan oleh satu bagian dari tubuh dan
mejelajah melalui aliaran darah menuju sel target yang jauh.
Ernest Henry Starling (1866 – 1927) yang pertama kali menggunakan istilah HORMON
Sistim endokrin memelihara keadaan homeostasis. Sekresi hormon ditimbulkan oleh suatu
perubahan mileu dalam tubuh dan efeknya pada sel target mengakibatkan mileu normal
kembali. Sistim endokrin dan sistim saraf bersama-sama memelihara homeostasis.
Kedua sistim ini sangat baik koordinasinya dan erat hubungannya satu sama lian.
Pengendalian sistim saraf bersifat point to point, melalui sel saraf dengan axon
dan dendritnya sebagaimana halnya dengan telepon konvensional. Sistim endokrin
menyampaikan pesan melalui hormon yang dikeluarkan kelenjar endokrin ke dalam
aliran darah dan cairan extra sellular . Seperti siaran radio/tv yang memerlukan penerima
siaran. Jadi sel target harus memiliki reseptor untuk hormon yang bersangkutan sehingga
terjadi respon fisiologis yang dikehendaki pada dirinya.

SISTIM ENDOKRIN SISTIM SARAF

Gambar 1. Perbedaan sistim hormonal dan sistim saraf

48
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Jadi fungsi dari sistim endokrin adalah mengkoordinasi dan integrasi aktivitas sellular
dalam tubuh dengan meregulasi fungsi sellular dan organ sepanjang hidup dan memelihara
HOMEOSTASIS (lingkungan yang stabil dalam sel atau organ ) supaya fungsi sellular
berlangsung sebagaimana mestinya untuk hidup normal.
Sistim endokrin berbeda dari sistim eksokrin. Sistim eksokrin mempunyai saluran untuk
menyalurkan produknya sedangkan hormon yang dihasilkan kelenjar endokrin masuk ke
peredaran darah untuk mencapai jaringan atau sel target.

FUNGSI SISTIM ENDOKRIN


Beberapa fungsi penting sistim endokrin adalah sebagai berikut:
1. Memelihara milieu interiur
Mengatur substrat, cofactor, enzim dan kondisi optimal untuk proses biokimiawi tubuh
2. Regulasi keseimbang Na dan H2O dan mengendalikan volume dan tekanan darah
3. Regulasi keseimbangan kalsium dan fosfat sehingga kadarnya dalam cairan extra
sellular dipelihara untuk integritas membrane sel serta sistim signal intrasel.
4. Regulasi keseimbangan sistim energi dan mengendalikan menyaluran, pemakaian dan
menimbunan bahan bakar sehingga kebutuhan metabolisme sellular terpenuhi.
5. Menghadapi/bereaksi terhadap kebutuhan mendadak atau stress seperti
Kelaparan, infeksi dan lain lain
6. Berperan pada pertumbuhan - perkembangan tubuh
7. Berperan pada proses reproduksi
Gametogenesis, coitus, fertilisasi, nutrisi janin dan bayi

KOMPONEN DASAR SISTIM ENDOKRIN


1. Kelenjar endokrin
Kelenjar ini tidak ada saluran dan mengsekresi produknya (hormon) ke ruangan
interstitial dan terus masuk dalam sirkulasi. Antar kelenjar satu dengan yang lain tidak
ada hubungan anatomis dan tersebar di seluruh tubuh seperti tampak dalam gambar
berikut.
Satu kelenjar endokrin ada yang menghasilkan > 1 macam hormon
Misalnya Hipofise anterior mengeluarkan 6 macam hormon

49
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 2. Sistim endokrin manusia


2. Hormon
Hormon adalah substansi kimia yang dilepas dari sel yang menimbulkan efek
biologis pada sel target. Hormon dapat dihasilkan oleh kelenjar endokrin,
hipotalamus, jantung, hati, ginjal, jaringan lemak .
Satu macam hormon memiliki lebih dari satu macam sel target sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu efek. Misalnya glukagon berikatan dengan sel lemak
menimbulkan lipolisis, sedangkan pada sel hepar menimbulkan glikogenolisis dan
pada sel B pancreas menyebabkan sekresi insulin
Satu macam hormon dapat dihasilkan oleh >1 kelenjar endokrin. Misalnya
somatostatin dikeluarkan oleh hipotalamus & pancreas
50
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

3. Organ target
Organ target terdiri dari sel-sel yang mengekspresikan reseptor spesifik untuk
hormone dan yang memberikan response biologik pada saat terjadi ikatan hormon
dengan reseptor tadi.
Satu macam sel target dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu macam hormon
Misalnya sel hepar dapat berikatan dengan insulin, glukagon, dan
menghasilkan respon sel hati yang sesuai dengan hormon yang terikat.

Gambar 3. Hormon dan reseptor pada sel-sel target

Efek hormon berdasarkan lokasi sel target


1. Endokrin: hormon dilepas ke sirkulasi darah dan menimbulkan efek pada sel
target yang jauh dari kelenjar endokrin tadi
2. Parakrin : hormon berefek lokal pada sel tetangga dalam jaringan atau organ
yang sama.
3. Autokrin : hormon berefek pada sel yang sama yang menghasilkan hormon tadi.

Gambar 4. Skema lokasi sel target

51
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

STRUKTUR HORMON
1. Peptida
Sebagian besar hormon berstruktur peptide termasuk hormon dari hipotalamus,
hipofise, sel C tiroid, paratiroid, jantung, pancreas, hati, dan ginjal.
2. Amine
Derivat asam amino tyrosin yang membentuk hormon dari tiroid, dan medulla
adrenal
3. Steroid
Hormon dari korteks adrenal, gonad dan plasenta adalah derivat kholesterol.
Dan bersifat lipophilik (lipid soluble)

52
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

53
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 5. Kelenjar endokrin dan fungsi hormonnya

TRANSPORT HORMON
Sekali disekresikan hormon akan masuk dalam peredaran darah. Hormon peptide yang
hidrophilik (water soluble) beredar bebas larut dalam darah sampai berikatan dengan
reseptor jaringan target. Yang lain beredar dalam darah berikatan dengan protein pembawa
termasuk hormon steroid yang lipophilik, hormon tiroid, insulin-like growth factor I dan
II (IGF I dan IGF II),dan GH
Beredar dalam bentuk ikatan dengan protein pembawa ada manfaatnya yaitu
1. Tersedia cadangan hormon dalam darah sehingga mengurangi fluktusi konsentrasi
hormon
2. Memperpanjang waktu paruh hormon dalam sirkulasi
Contoh: Hampir 99,99 % T4 beredar berikatan dengan protein pembawa. Waktu
paruhnya sekitar 7 -8 hari sedangkan waktu paruh T4 bebas hanya beberapa menit.

54
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

METABOLISME HORMON DAN EKSRESI


Konsentrasi hormon dalam plasma tergantung pada
1. Kecepatan sekresi oleh kelenjar endokrin
2. kecepatan pembersihan (clearance) hormon dari darah
Klearens ini terjadi melalui ekskresi atau transformasi (dimetabolisir ) oleh hati dan ginjal.
Sel target sendiri juga dapat mengdegradasi hormon oleh lysosom.
Hormon yang berikatan dengan protein pembawa dibersihkan dari darah lebih lambat dan
berada beberapa jam atau beberapa hari dalam sirkulasi. Volume plasma yang dibersihkan
per unit waktu disebut Metabolic clearance rate.

PEMERIKSAAN KADAR HORMON


1. Radioimmunoassay (RIA)
Hormon berlabel radioaktif (radioactive ligand) dan hormon yang tak berlabel (berasal
dari sample darah) akan berkompetisi dalam hal berikatan dengan antibodi untuk hormon
tersebut yang dicampurkan kemudian.
Makin banyak hormon yang tidak berlabel maka akan makin sedikit jumlah yang radioaktif.

Gambar 6. Radioimmunoassay (RIA)

55
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Jumlah insulin meningkat

Gambar 7. Contoh Radioimmunoassay (RIA) insulin

2. Immunoradiometric assay
Variasi dari RIA yaitu menggunakan antibody yang berlabel.

3. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

Ab1 = Antibodi specifik untuk


hormon yang diperiksa
AB2 = hormon specific antibody
ke-2
Ab3 = Antibodi yang berikatan
dengan Ab2 dan enzim yang
dapat mengkonversi substrat
menjadi produk yang berwarna
atau fluorescent sehingga dapat
diperiksa dengan metoda optical
S= substrat
P= produk

Gambar 8. ELISA

56
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

RESEPTOR HORMON PADA SEL TARGET


1. RESEPTOR PADA MEMBRANE SEL
Berikatan dengan hormon hidrofilik/water soluble.
2. RESEPTOR INTRASEL (SITOSOL & INTI)
Berikatan dengan hormon lipofilik/lipid soluble karena hormone ini dapat berdiffusi
melewati membrane sel .

REGULASI RESEPTOR
Interaksi kompleks hormon dan resptor berperan penting dalam regulasi reseptor
Pemaparan sel target pada kadar hormon yang tinggi dan lama dapat menyebabkan
desentisasi biologik melalui berkurangnya jumlah reseptor = regulasi ke bawah ( down
regulation )

MEKANISME KERJA HORMON


1. Mengaktifkan reseptor pada membrane sel target sehingga terbentuk cAMP sebagai
second messenger yang mengakibatkan respon fisiologik sel target yang diaktifkan

HORMON yang kerjanya dengan


mekanisme ini :

ACTH, TSH, LH
FSH, ADH, PTH
GLUKAGON
KATEKHOLAMINE
SEKRETIN
HYPOTHALAMIC RH

Gambar 9. Mekanisme cyclic AMP

57
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Sistim Second Mesengger :


• Adenilsiklase mengkatalisir konversi ATP menjadi siklik AMP
• Guanilatsiklase mengkatalisir konversi GMP menjadi siklik GMP
• Kalsium dan Calmodulin, fosfoilipase C mengkatalisir phosphotidyl-4,5-biphosphate
menjadi diacylglyserol (DAG) dan inositol triphosphate (IP3)
Reseptor hormone berpasangan dengan protein G dapat mengaktifkan adenil siklase,
fosfolipase C atau fosfolipase A2 tergantung macam hormonnya

Gambar 10. Mekanisme kerja hormon dengan mengaktifkan adenylate cyclase,


phospholipase C dan PDE

58
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Tabel 1. Hormon – reseptor – enzim dan second mesengger yang terkait

Hormon Reseptor Enzim Second mesengger


PTH pasangan dengan Adenil siklase cAMP
Gas
ANG II pasangan dengan Adenil siklase cAMP
Gai
AVP, ANG pasangan dengan Fosfolipase C IP3 dan DAG
II,TRH Gaq
ANG II pasangan dengan PLA2 Metabolit
Gi/Go as. arachidonik
ANP Guanil siklase Guanil siklase cGMP
Insulin, IGF-I, Tyrosine kinase Tyrosine kinase phosphoprotein
IGF-II
EGF,PDGF
GH, Berhubungan Famili JAK/ phosphoprotein
Eritropoietin,LIF dengan tyrosisne STAT dari
kinase tyrosisn kinase

2. Mengaktifkan reseptor dalam sel target (sitosol/inti) sehingga terbentuk hormon


reseptor kompleks yang akan mengaktifkan transkripsi gen dan pada gilirannya terjadi
sintesa protein

59
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 11. Mekanisme kerja hormon yang receptornya ada dalam ini sel

REGULASI SEKRESI HORMON


1.Mekanisme umpan balik (feedback)
a. Mekanisme umpan balik negatif
Guna mempertahankan kadar hormon, mencegah hipersekresi dan aktifitas berlebih
dari jaringan target. Misalnya pada keadaan stress, ACTH dari hipofese anterior akan
disekresi ke dalam darah dan merangsang sekresi kortisol oleh kortek adrenal untuk
mengatasi stress. Setelah stress dapat diatasi maka kortisol tidak diperlukan lagi
maka kortisol akan memberi feedback ke hipofise anterior untuk tidak mengeluarkan
ACTH
b. Mekanisme umpan balik positif
Pada keadaan tertentu dapat terjadi umpan balik positif, misalnya pada saat sebelum
ovulasi, estrogen dari ovarium merangsang hipofise anterior untuk mengeluarkan LH
dan LH akan merangsang follikel ovarium membentuk estrogen, yang selanjutnya
60
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

estrogen menyebabkan lebih banyak lagi LH yang disekresi sampai kadar LH cukup untuk
menyebabkan terjadinya ovulasi.

Gambar 12. Mekanisme umpan balik negative

HIPOTALAMUS
Hipotalamus adalah bagian otak yang terlibat dalam mengatur respons fisiologis berbagai
organ yang bersama-sama memelihara keadan homeostasis. Hipotalamus berfungsi dalam
banyak aspek termasuk asupan makanan, penggunaan energi, berat badan, asupan dan
keseimbanangan air, tekanan darah, rasa haus, temperatur tubuh dan siklus tidur. Banyak
fungsi tersebut dimediasi melalui pengendalian hipotalamus terhadap fungsi hipofise.
Pengendalian hipotalamus terhadap hipofise melalui 2 mekanisme :
1. Pelepasan neuropeptide yang disintesa di dalam nuclei-nuclei hipotalamik dan
ditranspor ke hipofise posterior melalui traktus hipotalamo-hipofiseal.
Antidiuretic hormon (ADH) disebut juga vasopressin disintesa terutama di dalam
nuclei supra optic dan oxytocin terutama disintesa di dalam nuclei paraventricilar
2. Pengendalian neuroendokrin hipofise anterior melalui pelepasan peptide (releasing/
inhibitory hormon) yang sampai di hipofise anterior melalui pembuluh darah portal
hipotalamo-hipofiseal.

61
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 13. Anatomi kelenjar hipofise dan hubungannya dengan hipotalamus

Hormon-hormon hipotalamus ada 2 golongan yaitu


1. Releasing Hormone (RH) yang merangsang sintesa dan sekresi satu atau lebih
hormone dari hipofise anterior
Ø Thyrotropic Releasing Hormon (TRH ), menstimulasi pelepasan TSH dan
prolactin
Ø Corticotropin Releasing Hormon (CRH ), menstimulasi pelepasan ACTH
Ø Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH ), menstimulasi pelepasan FSH dan
LH (gonadotropin)
Ø Growth Hormon Releasing Hormon (GHRH ), menstimulasi pelepasan GH
Ø Prolactin Releasing Hormon (PRH ), menstimulasi pelepasan Prolactin
2. Inhibitory Hormone (IH) yang menghambat sintesa dan sekresi hormone dari
hipofise anterior
• Growth Hormon Inhibiting Hormon (GHIH ), menghambat pelepasan GH dan
TSH
• Prolactin Inhibiting Hormon (PIH ), menghambat pelepasan Prolactin
62
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

HIPOFISE

Kelenjar Hipofise berdiameter lebih kurang 1 cm dan berat 0.5 –1 gr, terletak didalam
sella turcica terdiri dari 2 bagian fungsional
1. Hipofise anterior ( adenohipofise) yang menghasilkan 6 macam tropic hormon :
o Growth Hormon (GH)
GH merangsang pertumbuhan dan replikasi semua sel dengan mempercepat
sintesa protein. Khusus sel otot dan khondrosit lebih sensitive terhadap
GH. Mekanisme kerjanya melalui pembentukan somatomedin atau insulin
like growth factors (IGFs)
o ACTH (Corticotropin)
ACTH menstimulasi pelepasan hormon steroid dari korteks adrenal
khususnya glukokortikoid
o Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
TSH menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensintesa dan melepaskan
hormon tiroid.
o Follicle Stimulating Hormon (FSH)
FSH dan LH disebut gonadotropin sebab mengatur aktifitas gonad.
Pada wanita, FSH menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan follikel
dalam ovarium dan bersama dengan LH menstimulasi sekresi estrogen
Pada pria, FSH mnstimuasi spermatogenesis dalam testis
o Luteinizing Hormon (LH) (Interstitial Cell Stimulating Hormon)
Pada wanita menginduksi ovulasi, luteinasi dan mempertahankan fungsi
korpus luteum
Pada pria, disebut juga ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormon)
menstimulasi sel Leydig dalam testis menghasilkan testosteron
o Prolactin (PRL)
PRL menstimulasi produksi ASI oleh kelenjar mammae pada wanita yang
menyusui dan berefek anabolik

63
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

2. Hipofise posterior menyalurkan 2 macam hormon


v ADH
Fungsi Utama pada duktus koligentes & tubulus distalis yaitu
Meningkatkan permeabilitas thd air sehingga reabsorpsi air meningkat.
Efek lain (dosis besar) menyebabkan :
* Vasokontriksi
* Kontraksi otot polos : uterus
* Sekresi ACTH
* Hepar : meningkatkan glikogenolisis dan menurunkan sintesa asam
lemak

v Oxytocin
+ Meningkatkan frekuensi & kekuatan kontraksi uterus yang aktif (pada
akhir kehamilan dan waktu partus)
+ Pengeluaran ASI (milk ejection) pada masa laktasi
+ Kemungkinan besar membantu meningkatkan fertilisasi
+ Mempunyai efek antidiuretik lemah

64
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 14. Hubungan Hipotalamus-Hipofise-Kelenjar Target

65
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid berperan penting dalam memelihara homeostasis energi. Kelenjar ini
terletak di leher bagian anterior di depan trachea. Beratnya 10 –25 gr terdiri dari lobus
kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus.
Komponen sellular :
o Sel follikel yang membuat hormon tiroid
o Sel endotel yang membatasi kapiler
o Sel parafollicular ( Sel C) yang menghasilkan hormon calcitonin
o Fibroblast, limfosit dan adiposit

Gambar 15. Anatomi dan histologis kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid sebagian besar terdiri dari follikel-follikel yang berisi koloid.
Sel follikel memproduksi tiroglobulin dan disekresikan ke dalam koloid. Tiroglubulin
ini penting untuk sintesa dan penyimpanan hormon tiroid di dalam koloid. Tiroglobulin
adalah glikoprotein yang banyak mengandung asam amino tyrosine, bahan untuk sintesa
hormone tiroid.
66
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Pembentukan Hormon Tiroid


Iodium dari darah masuk ke dalam sel folikel dengan pompa iodide (sodium-iodide
symporter) di dalam sitisol mengalami oksidasi oleh thyroid peroksidase menjadi
iodium yang dapat berikatan dengan molekul tyrosin dari thyroglobulin membentuk
monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). MIT berikatan dengan DIT
membentuk Triiodothyronine (T3).
DIT dan DIT membentuk Thyroxine (T4).
T3 dan T4 masih terikat pada molekul tirogobulin dan disekresikan oleh sel follikel ke
dalam folikel . Setiap molekul tiroglobulin dapat memiliki 4 – 8 molekul T3 atau T4 atau
kedua-duanya.

Gambar 16. Proses pembentukkan T4

67
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Sekresi Hormon Tiroid


Dibawah pengaruh TSH terjadi peningkatan pompa iodide, sintesa tiroglobulin dan
sintesa hormon tiroid serta pelepasan hormone tiroid.

Gambar 17. Proses sekresi hormon tiroid

Hormon tiroid yang terikat dengan tiroglobulin di dalam folikel akan mengalami
endositosis ke dalam sel folikel dan terbentuk pinocytic vesicle. Pinocytic vesicle ini
akan bergabung dengan lisosom sehingga terjadi digestive vesicle. Didalam digestive
vesicle T3 dan T4 dilepaskan dari molekul tiroglobulin untuk selanjutnya masuk dalam
sitosol dan disekresikan keluar sel folikel masuk dalam peredaran darah (lihat gambar
16). Hampir 90% hormon tiroid yang disekresikan dlam bentuk T4 , tetapi efek T3 empat
kali lebih poten dari T4. 80 % T3 yang edar merupakan hasil deiodinasi T4 di hati dan
ginjal. Segera setelah disekresikan ke dalam sirkulasi darah hormon tiroid berikatan
dengan thyroxine binding globulin ( 65% T3 dan 55% T4), albumin (35% T3 dan 10%
T4) dan thyroxine binding prealbumin ( 35% T4). Kurang dari 1 % T3 dan kurang dari
0.1% T4 dalam bentuk bebas. T4 berikatan lebih kuat dengan protein pembawa sehingga
metabolic clearance rate lebih rendah dan mempunyai waktu paruh 7 hari dibanding
T3 (1 hari). Kapasitas pengikatan hormon oleh protein pembawa dipengaruhi oleh
penyakit dan perubahan hormonal. Misalnya Penyakit hati menyebabkan berkurangnya
sintesa protein pembawa, sedangkan kadar estrogen tinggi (misalnya waktu hamil)
meningkatkan sintesa protein pembawa. Pada saat protein pembawa berkurang maka
hormon tiroid yang bebas meningkat dan akan menghambat pelepasan TSH sehingga
68
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

sintesa dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid berkurang. Umpan balik negatif ini
penting untuk menjaga keadaan homeostasis dan terjadi hipersekresi hormon tiroid.

METABOLISM HORMON TIROID


Dalam hati dan ginjal lebih kurang 40% dari T4 diubah menjadi T3 dengan bantuan
enzim 5’-deiodinase. Selain itu T4 dikonversi menjadi reverse T3 (r T3) yang tidak aktif
dan lebih cepat dieliminasi dari darah daripada T3. r T3 kemudian dikonversikan menjadi
T2 dan akhirnya T1.

Efek Hormon Tiroid


Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin dan anak dan
mengatur kecepatan metabolisme hampir semua organ tubuh kecuali otak, retina, limpa,
testis & paru
1. Pada tulang, hormon tiroid meningkatkan aktifitas osteoblast dan osteoclast sehingga
terjadi pertumbuhan dan perkembangan tulang.
Kekurangan hormon sewaktu janin dapat menyebabkan cretinism
2. Pada saluran cerna, meningkatkan sekresi & motilitasi GIT karena nafsu makan yang
meningkat. Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan diare.
3. Pada jantung, berefek inotropik dan khronotropik positif, meningkatkan curah jantung
yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah. Selain itu karena hormone tiroid
menyebabkan jantung lebih sensitif terhadap stimulasi simpatis maka dapat terjadi atrial
fibrilasi. Pada pembuluh darah terjadi vasodilatasi sehingga aliran darah ke organ-organ
meningkat.
4. Pada kelenjar endokrin lain, meningkatkan aktifitasnya
5. Kecepatan metabolisme meningkat sehingga konsumsi oksigen dan energi meningkat;
pada anak menyebabkan suhu tubuhnya lebih tinggi dari pada dewasa.
6. Pada jaringan lemak. meningkatkan proses lipolisis. Peningkatkan hormon tiroid
menyebabkan penurunan kadar kholesterol dan trigliserida. Jadi terjadi perbandingan
terbalik antara kadar hormon tiroid dangan kadar kholesterol dan trigliserida darah
7. Pada susunan saraf pusat, kelebihan dan kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi
keadaan mental seseorang.Kelebihan menyebabkan nervous , irritabilitas, emosional
tidak stabil, susah tidur walaupun lelah. Kekurangan menyebabkan berkurangnya

69
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

inisiatif, fungsi mental melambat, gangguan memori dan somnolence


Kekurangan hormon sewaktu janin dapat menyebabkan retardasi mental
Retardasi mental terjadi karena kurangnya stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
axon dan dendrite, myelinisasi dan synaptogenesis dalam otak.
8 Pada sistim reproduksi, memelihara fungsi normal dari sistim reproduksi. Kekurang
hormon tiroid menyebabkan fungsi seksual berkurang dan umumnya berdampak pada
infertilitas.
9. Pada Otot Skeletal, kelebihan hormon tiroid menyebabkan katabolisme protein
sehingga timbul kelemahan otot (Thyrotoxic myopathy). Kekurang hormon tiroid
menimbulkan kelemahan otot, kram dan kekakuan.

PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID

Gambar 18. Skema pengaturan sekresi hormon tiroid

70
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

EVALUASI AXIS HIPOTALAMUS-HIPOFISE- TIROID

Test fungsi tiroid penting untuk diagnosa penyakit kelenjar tiroid dan follow-up terapi.
Untuk evaluasi axis hipotalamus-hipofise-tiroid dapat dilakukan test-test sbb:
1. Kadar TSH dan Hormon tiroid
Kadar normal TSH rata-rata 0.4 –4.5 mU/ml, perubahan kadar T3, T4 bebas sedikit
saja menyebabkan perubahan besar dari kadar TSH.
Kadar normal total T3 : 5 –12 mg/dL dan T4 :60 –180 ng/dL Perubahan
kadar protein pembawa mempengaruhi kadar T4 total saja. Pada penderita
hipertiroidism kadar T3 meningkat sebelum peningatan T4. Pada penderita
hipotirodism, T3 biasanya normal walaupun kadar T4 rendah.
2. Kadar T3 dan T4 bebas
Kadar hormon bebas tergantng pada berapa banyak yang terikat pada protein
pembawa.
Estrogen dan penyakit hati akut meningkatkan kapasitas pengikatan hormo tiroid
sedangkan androgen, steroid, penyakit hati khronis dan penyakit berat menurunkan
kapasitas pengikatan
3. Resin T3 (T4) Uptake ( normal 24 – 37%)
Test ini menentukan kapasitas pengikatan hormon dalam serum.
Contoh : penderita dengan kadar T4 total yang tinggi dapat disebabkan oleh
kelebihan produksi hormon tiroid atau karena kelebihan protein pembawa
Bila penyebabnya kelebihan protein pembawa maka resin T4 uptake berkurang.
Pada penderita hipertiroid hasil test Resin T4 uptake lebih dari normal.
4. Reverse T3
Kadar rT3 seringkali meningkat pada penderita euthyroid sick syndrome
5. Kadar Antibody
Kadar antithyroid microsomal antibody biasanya menngkat pada penderita
dengan penyakit autoimmune thyroiditis (Hashimoto thyroiditis)
Kadar antithyroglobulin antibody mungkin meningkat pada penderita
autoimmune thyroiditis
Kadar thyroid stimulating immunoglobulin meningkat pada Penyakit Graves

71
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

6. Thyroid Scan
Dengan pemberian radioisotop 123I atau 99Tc dapat diperoleh gambaran bagian
kelenjar tiroid yang berfungsi normal (mampu menyerap radioisotp).
Bila penyerapan radioisotop berlebih pada daerah tertentu maka disebut sebagai
hot nodule. Pada cold nodule, penyerapannya berkurang dan pada kebanyak
tumor thyroid yang ganas memberi gambaran cold nodule.

Cold Nodule Thyroid multinodule Thyroid scan hot nodule


Gambar 19. Gambar-gambar Thyroid Scan

72
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

7. USG Tiroid

Gambar 20. Sonogram of the neck in the transverse plane showing a normal right thyroid
lobe and isthmus. L=small thyroid lobe in a patient who is taking suppressive amounts of
L-thyroxine, I=isthmus, T=tracheal ring ( dense white arc is calcification, distal to it is artefact),
C=carotid artery ( note the enhanced echoes deep to the fluid-filled blood vessel), J=jugular vein,
S=Sternocleidomastoid muscle, m=strap muscle.

KELAINAN FUNGSI HORMON TIROID


Ada tiga factor yang menyebabkan disfungsi tiroid :
1. Perubahan kadar hormon tiroid dalam sirkulasi
2. kelainan metabolisme hormon tiroid di perifer
3. resisten tehadap efek hormon tiroid pada jaringan
Fungsi tiroid normal maka disebut keadaan euthyroid
Fungsi tiroid kurang mengakibatkan hipotoroidism dan fungsi yang berlebih
menimbulkan hipertiroidism. Penyebabnya kelainan genetik, kelainan di dapat dan
durasinya bisa sementara atau permanen.

73
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

HIPOTIROIDISM

Presentasi klinik:

1. Dalam kandungan
Cretinism, retardasi mental dan pertumbuhan
2. Pada saat dewasa
Letargi, tidak tahan dingin, konstipasi,penurunan nafsu makan, menstruasi
abnormal, rambut rontok, kuku rapuh, kulit kering dan kasar, suara serak
3. Kronik
Myxedema, nonpitting oedema, kontraksi dan relaksasi otot lambat, jantung
membesar, isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung berkurang juga
curah jantung. Fungsi mental lambat, gangguan memori , bicara lambat,
somnolence dan hipotermia.
Kadar TSH lebih, sama atau kurang dari normal tergantung penyebabnya.

Gambar 21. Penderita myxedema Gambar 22. Pretibial myxedema

74
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

HIPERTIROIDISM
Presentasi klinik:
Kelenjar tiroid membesar, opthalmopathy, nervous, irritabilitas meningkat, hiperaktif,
emosi tidak stabil, tidak tahan panas, berat badan berkurang, rambut tipis, kulit hangat
dan basah karena banyak berkeringat, palpitasi, takhikardia, atrial fibrilasi, tekanan nadi
melebar, peristaltik usus meningkat kadang-kadang diare, otot proximal lemah, tremor
halus.

Gambar 23. Goiter Gambar 24. Exophthalmos

ENDOKRIN PANKREAS
Pankreas adalah kelenjar campuran eksokrin dan endokrin yang berperan dalam
proses pencernaan dan pengaturan metabolisme, penggunaan dan penyimpanan bahan
untuk energi. Pankreas berfungsi mengatur homeostasis glukosa dalam tubuh dengan
hormone yang dihasilkannya yaitu insulin dan glukagon.
Pankreas adalah organ retroperitoneal dekat duodenum. Sebagian besar pankreas
terdiri dari kelenjar eksokrin yang mengeluarkan cairan alkalis yang banyak
mengandung enzim-enzim pencernaan yang disalurkan ke dalam duodenum melalui
ductus pancreaticus. Sebagaian kecil jaringan pancreas terdiri dari pulau-pulau
Langerhans yang terdiri dari 2 macam sel yang dominant yaitu 20 % sel A (a) yang

75
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

menghasilkan hormone glukagon dan 75% sel B (b) yang menghasilkan insulin. 3-5%
dari pulau Langerhans terdiri dari sel D (d) yang menghasilkan Somatostatin dan < 2%
sel F yang menghasilkan Pancreatic polypeptida

Gambar 25. Anatomi pankreas dan gambar histologi pulau Langerhans

HORMON PANKREAS

INSULIN
Insulin tadalah protein sederhana terdiri dari 2 rantai asam amino (A&B) yang
dihubungkan dengan 2 ikatan disulfide. Insulin babi beda 1 asam amino dengan insulin
manusia, sedangkan insulin sapi beda 3 asam amino. Insulin manusia recombinant
menggantikan insulin hewan untuk mencegah terjadinya antibodi terhadap insulin
hewan.

INSULIN
Insulin dibentuk dari proinsulin setelah C-peptide lepas dari rantai a dan b. Insulin
dan C-peptide disimpan dalam granula sel b, hanya 5% granula ini yang siap melepaskan
insulin dan C peptide. 95% graula lainnya bertindak sebagai cadangan yang memerlukan
76
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

pengolahan lebih lanjut sebelum siap dilepaskan. Jadi hanya sedikit insulin yang
dibebaskan walaupun dirangsang secara maksimal.

Struktur Molekul Insulin

Gambar 26. Struktur Molekul Proinsulin Gambar 27. Struktur Molekul Insulin

Insulin bersirkulasi dalam darah dengan waktu paruh 3 - 8 menit. kadarnya rata-rata
6 - 26 mU/mL pada keadaan puasa. Insulin terutama didegradasi dalam hati, juga dalam
ginjal dan jaringan target.

C-peptide dianggap tidak berefek biologis, sekarang ada bukti yang menunjukkan bahwa
pemberian c-peptide pada penderita DM tipe 1 memperbaiki fungsi ginjal dan saraf.
Waktu paruhnya 35 menit dan didegradasi dalam hati. Pelepasanya dapat digunakan
sebagai indicator kapasitas sekresi dari endokrin pancreas.

PENGATURAN SEKRESI INSULIN


Pelepasan insulin dari pankreas selama sehari bersifat pulsatile dan ritmik. Pelepasan
insulin terjadi setelah makan sebagai respon terhadap meningkatnya kadar glukosa dan
asam amino. Sel b juga melepas insulin setelah mendapat signal dari hormon (insulin,
glukagon like peptide I) dan nerutransmitter (norepinefrin dan asetilkholin). Sel b sendiri
memiliki reseptor insulin sehingga insulin dapat mengatur sekresi insulin melalui proses
autokrin (insulin -induced insulin release)
Efek glukosa terhadap sekresi insulin di tingkatkan oleh kholesistokinin, gastrointestinal
peptide yang terjadi dalam proses pencernaan makanan.
77
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Respon sekresi insulin karena stimulasi oleh glukosa bersifat biphasic. Peningkatan
kadar glukosa darah diikuti dengan pelepasan yang cepat dari kadar insulin hingga
puncak kemudian turun tajam hingga pelepasan yang lambat yang dikenal sebagai ‘first-
phase secretion”. Kemudian diikuti dengan “ second-phase secretion” yang memberi
gambaran pelepasan insulin secara gradual sampai kadar tingkat yang stabil. Fase
pertama berlangsung beberapa menit sedangkan fase kedua berlangsung satu jam atau
lebih.
Gambar 28. Sekresi Insulin yang pulsetile

Keadaan basal Setelah makan

78
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

EFEK PHYSIOLOGIS INSULIN


Secara umum efek insulin pada jaringan target adalah anabolik dan meningkatkan
sintesa karbohidrat, lemak dan protein.
Efek Insulin Pada Metabolik Karbohidrat
Ø Meningkatkan transport glukosa ke sel target terutama hati dan otot
Ø Meningkatkan sintesa glikogen dalam hati,otot dan jaringan lemak
Ø Meningkatkan glikolisis dalam otot dan lemak
Ø Menghambat glikogenolisis dalam otot dan hati
Ø Menghambat glukoneogenesis dalam hati
Efek Insulin Pada Metabolism Lemak
Ø Meningkatkan pengambilan trigliserida dari dalam darah dan sintesa trigliserida
dalam jaringan lemak
Ø Menghambat lipolisis dalam jaringan lemak
Ø Menghambat oksidasi asam lemak dalam otot dan hati
Ø Menghambat ketogenesis
Efek Insulin Pada Metabolik Protein
Ø Meningkatkan transport asam amino ke dalam jaringan
Ø Meningkatkan sintesa protein dalam otot, jaringan lemak, hati dll
Ø Menghambat degradasi protein dalam otot
Ø Menghambat pembentukan urea

Reseptor Insulin
Ikatan insulin dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target akan
merekrut glucose transporter-4 (GLUT 4) yang terdapat dalam sitosol menuju membran
sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk selajutnya diproses menjadi
glikogen, piruvat dan asam lemak

79
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 29. Mekanisme kerja insulin

GLUT 4 berbeda dari GLUT lain karena berada dalam sitosol bila tidak ada rangsangan
insulin atau olah raga. Olah raga membantu menurunkan kadar glukosa darah karena saat
olah raga terjadi perekrutan Glut 4 seperti oleh insulin.

Jumlah reseptor insuin dimodulasi oleh Olah raga, diet, insulin, dan hormon lain.
Pemaparan kronis terhadap kadar insulin tinggi, obesitas, dan kelebihan GH menimbulkan
down regulation reseptor insulin.
Pada binatang percobaaan aktivasi kronik reseptor insulin berefek mitogenik dan
pemebntukan tumor,sehingga diperkirakan hiperinsulinism mungkin berkaitan dengan
kanker colon, mammae, endometrium, pancreas dan hati.

GLUKAGON
Hormon ini terdiri dari 29 asam amino (polipeptida) disekresikan oleh sel a pulau
langerhans, berefek antagonistik terhadap efek insulin.
Waktu paruhnya 5 – 10 menit dan didegradasi sebagian besar di dalam hati. Kadarnya
dalam plasma 50 100 ng/mL
Sekresi glukagon dirangsang oleh keadaan hipoglikemia dan dihambat oleh keadaan
hiperglikemia, somatostatin.
80
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Efek Glukagon
Jaringan target glukagon adalah hati dan jaringan lemak. Fungsi utamanya adalah
meningkatkan kadar glukosa darah dengan jalan meningkatkan glikogenoslisis dan
glukonegenesis di dalam hati.
Dalam jaringan lemak mengaktifkan hormone-sensitive lipase sehingga terjadi pemecahan
trigliserida menjadi dicylglyserol dan asam lemak bebas untuk selanjutnya dilepas ke
dalam sirkulasi darah. Asam lemak dalam hati mengalami b oksidasi dan dikonversikan
menjadi benda-benda keton.
Ketogenesis dikendalikan oleh keseimbangan antara insulin dan glukagon. Pada keadaan
kekurangan insulin dan kelebihan glukagon (diabetes yang tidak terkendali) dapat
menimbulkan keadaan ketosis.

Efek Glukagon Pada Sel Hati

Gambar 30. Efek Glukagon pada sel hati

81
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

SOMATOSTATIN
Somatostatin suatu peptide terdiri dari 14 asam amino dihasilkan oleh sel d pancreas.
Sekresinya dirangsang oleh makanan tinggi lemak, karbohidrat dan terutam tinggi
protein dan dihambat oleh insulin.. Somatostatin menghambat sekresi Glukagon, Insulin,
GH Gastrin, Sekretin.
Waktu paruh < 2 menit

KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal terletak diatas ginjal, terdiri dari 2 bagian yang berbeda secara
embriologik: bagian korteks berasal dari mesoderm (90%) dan medulla (10%) yang berasal
dari neural crest.

Gambar 31. Kelenjar Adrenal

82
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Korteks Adrenal terdiri dari 3 zona yaitu


1. Zona glomerulosa menghasilkan hormone mineralokortikoid aldosteron
2. Zona fasciculata menghasilkan glukokortikoid (kortisol, kortikosteron) dan hormon
seks (dehydroepiandrosterone = DHEA)
3. Zona retikularis yang berkembang setelah lahir dan tampak sekitar pada umur 3 tahun,
menghasilkan glukokortikoid dan androgen
Hormon dari korteks adrenal termasuk hormone steroid yang disintensa dari cholesterol
dan bersifat lipophilic

Medulla Adrenal
Bagian tengah kelenjar adrenal ini sangat vaskular dan terdiri dari 2 jenis sel pheochromocyte
yang menghasilkan norepinefrin dan yang menghasilkan epinefrin. Epinefrin disekresikan
lebih banyak dari norepinefrin. Sumber norepinefrin dalam sirkulasi berasal dari terminal
saraf.
Epinefrin dan norepinefrin termasuk golongan katekolamin yang disintesa dari asam
amino tyrosine.

HORMON KORTEKS ADRENAL


1. GLUKOKORTIKOID
Aktifitas hormon glukokortikoid dikerjakan oleh kortisol (95%), sisanya oleh kortikosteron
dan krotison. Dalam darah kortisol berikatan dengan glucocorticoid-binding a2-globulin
(transcortin atau cortisol-binding globulin). Sintesa transcortin di dalam hepar distimulasi
oleh estrogen dan berkurang pada penyakit hati. Kadar normal rata-rata transcortin 3-4
mg/dL dan jenuh terikat pada kadar kortisol 28mg/dL. Kortisol juga terikat juga albumin
plasma sekitar 20 - 50 %. Kortisol bebas yang berefek biologis sedangkan yang terikat
protein pembawa sebagai cadangan yang akan membebaskan korisol dari ikatan bila kadar
yang bebas berkurang.
Kortisol mempunyai waktu paruh 79 - 90 menit, dimetabolism di hati dan sebagian kecil di
ginjal. Metabolitnya adalah 17 hydroxycorticosteroids. Penentuan kadarnya dalam urine
yang dikumpulkan selama 24 jam dapat mengetahui fungsi produksi steroid adrenal.

83
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Efek Kortisol
v Pada Metabolism
Ø Meningkatkan glukoneogenesis dan kadar glukosa darah (Diabetes adrenal)
Ø Meningkatkan sintesa glikogen hati
Ø Meningkatkan mobilisasi lemak dan meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sel
(energi)
Ø Degradasi protein otot dan meningkatkan ekskresi nitrogen
Ø Menurunkan penggunaan glukosa oleh sel (efek anti-insulin)
v Pada Hemodinamik
- Memelihara integritas dan reaktivitas pembuluh darah
- Memelihara tetap respons terhadap cathecholamine pressor effects
v Pada Fungsi Imun
ü Meningkatkan produksi cytokine anti-inflamsi
ü Mengurangi produksi cytokine proinflamsi
ü Mengurangi inflamsi dengan menghambat produksi prostaglandin dan leukotriene
ü Menghambat efek inflamasi brdykinin dan serotonin
ü Mengurang jumlah eosinofil, basofil dan limfosit yang beredar
ü Menurunkan immunitas sellular
ü Meningkatkan jumlah neutrofil, thrombosit dan eritrosit.
v Pada Sistim Saraf Pusat
- Memoulasi persepsi dan emosi
- Mengurangi pelepasan CRH dan ACTH (umpan balik negatif)
v Pada Sistim Pencernaan
* Meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsin
Pada orang tua penggunaan obat glukokortikoid sintetik harus hati-hati.
Kelebihan glukokortikoid dapat menimbulkan hiperglikemia, penurunan fungsi imun,
tukak lambung, gangguan perilaku.

Pada keadaan stress sekresi kortisol meningkat, stress berat seperti pada luka bakar dapat
menimbulkan tukak lambung / Stress ulcers

84
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Pengaturan Sekresi Glukokortikoid

Gambar 32. Pengaturan sekresi korisol dan efek fisiologisnya

2. MINERALOKORTIKOID
Aldosteron terutama yang berperan, sedangkan deoksikotikosteron hanya menunjukkan
3% dari aktifitas aldosteron.
Fungsi aldosteron adalah mengatur reabsorpsi natrium oleh ginjal. Aldosteron berikatan
dengan reseptor pada sel tubulus distalis dan duktus koligentes nefron sehingga terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium. Efek lain adalah meningkatkan
resorpsi natrium dalam kelenjar keringat dan kelenjar liur, meningkatkan ekskresi kalium
dari usus besar dan efek inotropik positif pada jantung. Belakangan ini diketahui aldosteron
mempercepat hipertropi dan fibrosis jantung.

Pengaturan Sekresi Aldosteron


Sintesa dan pelepasan aldosteron diatur oleh angiotensin II, kadar K+ ekstrasellular,
kadar Na+ dalam plasma dan ACTH.
Aldosteron adalah bagian dari sistim renin-angiotensin-aldosteron yang penting dalam
pengaturan homeostasis sirkulasi pada keadaan kehilangan air dan garam (misalnya.
muntah dan diare). Angiotensin II dan ion K+ menstimulasi pelepasan aldosteron melalui
85
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

meningkatkan kadar Ca2+ intrasellular. Angiotensin II berikatan dengan reseptor AT2


sehingga terjadi serentetan reaksi yang berakhir dengan pelepasan kalsium dari depot
dalam sel sehingga kadar Ca2+ intrasellular meningkat. Ion K+ meningkatkan kadar Ca2+
intrasellular dengan terjadinya influx Ca2+ ekstrasellular melalui voltage-gated L- and T
type Ca2+ channels
Rangsangan fisiologik untuk pelepasan aldosteron adalah berkurangnya volume darah
efektif, yang menyebabkan turunnya tekanan perfusi ginjal. Hal tersebut terdeteksi oleh
apparatus juxtaglomerulus sehingga menyebabkan dikeluarkannya renin dari sel macula
densa dalam tubulus distal ginjal. Pelepasan renin juga diatur oleh konsentrasi NaCl dalam
macula densa, kadar elektrolit plasma, kadar angiotensin II dan tonus simpatis. Renin yang
dilepaskan akan mengkatalisir konversi angiotensinogen (produk hati) menjadi angiotensin
I. Angiotensin I yang beredar oleh sel endotel paru diubah menjadi angiontensin II dengan
angiotensin converting enzim (ACE), Angiotensin II berefek vasokontrisi arteriol dan
menyebabkan pelepasan aldosteron.
Aldosteron penting dalam memelihara homeostasis kalium dalam tubuh. Aldosteron
meningkatkan ekskresi kalium ke dalam urine, feces, keringat dan saliva untuk mencegah
terjadinya hiperkalemia karena pemasukan makanan dengan kalium berlebih atau pada
saat olah raga berat banyak kalium yang dilepaskan dari otot.
Hiperkalemia dapat mengganggu fungsi kontraksi jantung, oleh karena ini penting
mempertahankan kadar kalium yang normal.

86
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 33. Sistim Renin-Angiotensin-Aldosteron

3. HORMON SEKS
Korteks adrenal laki-laki maupun wanita menghasilkan androgen dan estrogen yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan efek maskulinisasi atau feminisasi. DHEA adalah
androgen dari adrenal yang berfungsi anabolik pada percepatan pertumbuhan pubertas
seorang wanita dan pertumbuhan rambut axial dan pubis serta memelihara dorongan
sexual. Kadar DHEA rendah berkaitan dengan penyakit kardiovaskular pada laki-laki dan
meningkatkan risiko carcinoma mammae dan ovarium pada wanita premenopause. Kadar
DHEA tinggi pada wanita postmenopause meningkatkan risiko carcinoma mammae.
Pemberian DHEA pada orang tua meningkatkan kadar beberapa hormone antara lain
insulin like growth factor-1, testosterone, dihidrotestosteron dan estradiol.
87
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

MEDULLA ADRENAL
Tanpa medulla adrenal masih hidup tetapi tidak mampu menghadapi stress.
Katekolamin disintesa oleh medulla adrenal, sel kromafin ekstra adrenal, sistim saraf
pusat, ujung saraf simpatis.

Gambar 34. Sintesa Epinefrin dan Norepinefrin

Perangsangan saraf simpatis pada medulla adrenal akan melepaskan katekolamin.


Dalam darah 50-60% katekolamin berikatan dengan albumin dengan afinitas rendah..
Waktu paruh dalam sirkulasi 10 detik - 1,7 menit. Kecepatan eliminasi tergantung tempat
pelepasannya. Katekolamin dari sel saraf dan kelenjar adrenal didegrdasi oleh catechol-
O-methyltransferase (COMT) pada sel target, sedangkan katekolamin yang bersirkulasi
akan didegrdasi terutama dalam hati oleh COMT atau monoamino oxidase membentuk
metabolit metanefrin dan normetanefrin untuk selanjutnya membentuk vanillylmandelic
acid untuk dikeluarkan bersama urine.

Efek Katekolamin
Efek katekolamin dari medulla adrenal pada jaringan di luar otak karena katekolamin
tidak mudah meliwati sawar otak (blood brain barrier). Katekolamin akan berikatan
dengan reseptor adrenergic. Ada 2 macam reseptor adrenergic yaitu reseptor a (a 1A, a 1B,
a 1Cdan a 2A, a 2B, a 2C) dan yang lebih berefek stimuasi dan reseptor b (b1,b2 dan b3)
yang lebih berefek inhibisi

88
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Tabel 2. Efek Fisiologik Katekolamin


Stimulasi a adrenergik reseptor Stimulasi b adrenergic reseptor
vasokontriksi vasodilatasi
dilatasi pupil memacu jantung
relaksasi intestinal meningkatkan kekuatan kontraksi jantung
kontraksi sphincter intestinal relaksasi intestinal dan vesica urinaria
kontraksi pilomotor relaksasi uterus
kontraksi sphincter vesica urinaria bronkhodilatasi
bronkhokontriksi kalorigenesis
kontraksi otot polos uterus glikogenolisis
kontraksi jantung lipolisis
produksi glukosa hati

Obat b2 agonist dipakai untuk mengobati penderita asma dan b1 antagonist untuk terapi
hipertensi, penyakit jantung koroner dan lainnya.

Pelepasan katekolamin terjadi sebagai respon terhadap stress fisik atau psikologis
seperti perdarahan hebat, penurunan kadar glukosa darah, jejas traumatic, intervensi
tindakan bedah, ketakutan.

89
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

90
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

KELENJAR PARATIROID
SEL UTAMA

Gambar 35. Anatomi Kelenjar Paratiroid Gambar 36. Histologi Kelenjar Paratiroid

Kelenjar Paratiroid:
Makroskopis : lemak coklat tua
Mikroskopis : 1. Sel Utama (Chief Cell) yang menghasilkan hormone paratiroid
2. Sel Oksifil (Chief Cell tua ?)

HORMON PARATIROID (PTH)


Struktur : Protein, 84 AA, BM 9500
Efek : meningkatkan [Ca++] dan menurunkan [P] dalam cairan Ekstrasellular dengan cara:
1.PTH berefek langsung pada tulang mengaktifkan sel osteoclast sehingga terjadi resorpsi
tulang
2. PTH meningkatkan reabsorpsi Ca2+ oleh tubulus distal ginjal
3. PTH menurunkan reabsorpsi fosfat oleh tubulus distal ginjal
4. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi Ca2+ di usus oleh 1,25 DHC yang
pembentukannya di dalam ginjal dikendalikan oleh PTH.

Vitamin D berperan dalam absorpsi Kalsium . 7 dehydrocholesterol yang berada di


kulit bila kena sinar ultraviolet akan berubah menjadi Cholecalciferol. Di dalam hati
Cholecalciferol diubah menjadi 25- Hydroxycholecalciferol, yang kemudian dibawa ke
ginjal untuk diubah menjadi 1.25-Dihydroxycholecalciferol (1,25 DHC) dibawah pengaruh
PTH. Selanjutnya 1,25 DHC meningkatkan pembentukan protein pengikat pada epitl usus,
91
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

juga enzim calcium stimulated ATPase dan Alkaline phospatase sehingga absorpsi kalsium
dan phosphat meningkat.

Gambar 37. Efek Vit D3 dan hormon paratiroid pada penyerapan kalsium di usus

1.25 DHC juga berperan pada osteoblast dalam memompakan kalsium dari cairan tulang
ke cairan ekstra sellular. Pemberian Vit. D dalam jumlah besar menyebabkan absorpsi
seperti pemberian PTH.
Bila Tidak ada Vit D. efek PTH pada absorpsi tulang jadi sangat berkurang

Pengaturan sekresi PTH : KADAR KALSIUM DARAH


PTH mulai disekresi pada saat kadar kalsium darah turun

92
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 38. Peran PTH pada keadaan hipokalsemia

Pada keadaan kadar kalsium plasma menurun kelenjar paratiroid mengsekresi PTH dan
menghambat sekresi calcitonin dari sel C dalam kelenjar tiroid.
Pada keadaan kadar plasma kalsium meningkat sel C mengsekresi calcitonin untuk
menurunkan kadar kalsium plasma dan menghambat sekresi PTH.

93
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

Gambar 39. Homeostasis kalsium plasma

Calcitonin menurunkan kadar plasma kalsium dengan


1. menghambat aktifitas osteoclast
2. mengurangi pembentukan osteoclast baru.
3. efeknya pada ginjal minimal.

94
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2000.Textbook of Medical Physiology, 10th ed.W.B. Saunders,
Philadelphia. P 836-914

2. Tortora GJ, Grabowski SR. 2000. Principles of Anatomy and Physiology, 9th ed. John
Wiley & Son, NewYork. P567-592

3. Widmaier EP, Raff H,Strang KT. 2006. Vander’s Human Physiology. The
Mechanisms of Body Function, 10th ed. McGraw Hill, Boston. P343-385

4. Sherwood L. 2000. Human Physiology from Cell to Systems, 4th ed. Brooks/Cole,
Pacific Grove. P 634-712

5. RhoadesRA,Tanner GA. 2003. Medical Physiology, 2nd ed. Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia. P 567-579

6. Molina PE. 2004. Endocrine Physiology, 1st ed . McGraw Hill,New York, p 1-26
7. Costanzo LS. 2014. Physiology, 5th ed. Saunders Elsevier. Philadelphia.P 383-446

95
FAAL : ENDOKRIN PANKREAS
Pemeriksaan Skrining & Evaluasi Penderita
Diabetes Mellitus (DM)
Penny Setyawati Martioso

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia
akibat gangguan kerja insulin (insulin resistance), sekresi insulin, atau kedua-duanya.
Hiperglikemia yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan
organ jangka panjang, hingga mengakibatkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ,
khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung, serta pembuluh darah.
Berdasarkan definisi dan sifat penyakit DM diatas, penting untuk diingat tujuan
dilakukannya pemeriksaan penunjang pada penyakit Diabetes Mellitus adalah sebagai
berikut:
1. Menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus sedetail mungkin (termasuk tipe bahkan sampai
subtipe nya, kalau memungkinkan).

2. Menyingkirkan diagnosis banding, bila ada.

3. Evaluasi fungsi organ (evaluasi komplikasi) pada saat pertama kali pasien didiagnosis
DM, dan monitoring pada kunjungan-kunjungan selanjutnya.

4. Skrining faktor risiko pada populasi yang berisiko (meskipun mungkin masih non-diabetik
pada saat dilakukan pemeriksaan), sesuai konsensus terkini yang berlaku.

Sebetulnya daftar tersebut dapat diberlakukan secara umum pada sebagian besar
penyakit, dan bukan hanya untuk DM saja.

Klasifikasi Diabetes mellitus (DM) (Permenkes no 5 tahun 2014 ; PERKENI, 2015; ADA, 2018)
v DM tipe 1: * DM pada usia muda < 30 tahun
* Insulin dependent karena destruksi sel-sel b pankreas akibat proses autoimunitas
(Immune-mediated) atau idiopatik.
v DM tipe 2: - DM pada usia > 40 tahun akibat resistensi insulin, defisiensi insulin relatif, hingga
defek sekresi insulin akibat destruksi sel-sel b pankreas disertai resistensi insulin.
v Tipe lain akibat:

© Defek genetik pada fungsi sel β

© Defek genetik pada kerja insulin

© Penyakit eksokrin pankreas

© Endokrinopati

© Akibat obat atau zat kimia tertentu: vacor, pentamidine, nicotinic acid, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxide, agonis adrenergik, thiazid, phenytoin, interferon, protease
inhibitors, clozapine, dilantin, dan lain-lain.

© Infeksi Rubella kongenital, Cytomegalovirus, Enterovirus, dan lain-lain.

© Bentuk immune mediated DM lain.

© Sindrom genetik berkaitan dengan DM : Maturity-onset diabetes of the young (MODY)

96
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

adalah hiperglikemia onset usia < 25 tahun akibat defek genetik sel-sel b pankreas,
diturunkan secara autosomal dominan, tidak berkaitan dengan resistensi insulin.

v DM gestasional (DMG)
adalah gangguan toleransi karbohidrat (TGT, GDPT, DM) yang timbul atau diketahui pertama
kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.

Diabetes mellitus (DM) diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 (DMT-1), DM tipe 2


(DMT-2), DM Gestasional yang timbul pada saat masa kehamilan karena kerusakan sel b
sehingga mengakibatkan defisiensi insulin absolut, dan DM tipe 2 (DMT-2) akibat berbagai
faktor yang menyebabkan gangguan pada kerja insulin akibat resistensi reseptor insulin
pada permukaan berbagai sel-sel jaringan maka, defisiensi insulin relatif, dan gangguan
sekresi insulin.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah suatu kondisi dimana terdapat
peningkatan kadar glukosa darah tetapi belum mencapai kriteria diagnosis DM. Diagnosis
TGT ditegakkan apabila pada pemeriksaan OGTT (Oral Gluco-Test Tolerance) didapatkan
kadar glukosa darah 2 jam pasca pembebanan 75 g glukosa anhidrous dalam 250 mL
air (2JOGTT) > 140 mg/dL tetapi masih < 200 mg/dL dengan/tanpa toleransi glukosa
darah puasa terganggu (TGPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Toleransi glukosa
dikatakan terganggu, bila kadar glukosa darah puasa seseorang ≥ 100 mg/dL tetapi masih
< 126 mg/dL. Kondisi TGT hampir selalu disertai sindrom resistensi insulin atau sindrom
metabolik yaitu bila ditemukan adanya obesitas sentral dengan ukuran lingkar perut orang
Indonesia, laki-laki > 90 cm dan perempuan > 80 cm disertai ≥ 2 kondisi berikut, yaitu:
Kadar Trigliserida ≥ 150 mg/dL; Kadar Kolesterol-HDL rendah, dimana laki-laki < 40
mg/dL dan perempuan < 50 mg/dL; Glukosa Darah Puasa ≥ 100 mg/dL; Tekanan darah ≥
130/85 mmHg, dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan laboratorium DM ditujukan untuk skrining deteksi dini DM, pengendalian
atau kontrol glikemik untuk mengatasi gejala DM dan mencegah komplikasi kronis akibat
DM. Indikasi pemeriksaan laboratorium untuk skrining DM yaitu bila terdapat sekurang-
kurangnya satu faktor risiko berikut: Usia > 45 tahun; Obesitas dengan berat badan >120%
BB ideal; tekanan darah tinggi > 140/90 mmHg; Riwayat keluarga DM; Riwayat kehamilan
dengan BB lahir bayi > 4000 g; Riwayat DM Gestasional; Dislipidemia (Kolesterol HDL <
35 mg/dL dan atau Trigliserida > 250 mg/dL); pernah mengalami TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu).
Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah kondisi intoleransi glukosa atau DM yang
timbul pertama kali saat usia kehamilan antara 24-28 minggu akibat intoleransi glukosa
karena disfungsi sel-sel b dan resistensi post-receptor insulin kronik masa pra kehamilan
pada wanita yang belum pernah didiagnosis DM, umumnya berkaitan dengan faktor
predisposisi obesitas dan genetik DM. Pemeriksaan skrining DMG perlu dilakukan sejak
kunjungan pertama pemeriksaan kehamilan bagi kelompok berisiko DMG yaitu ibu hamil
riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya atau toleransi glukosa terganggua (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT); Riwayat keluarga dengan diabetes; Obesitas berat
(>120% BB ideal); Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau
97
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

berat badan lahir (BBL) > 4000 g; Riwayat abortus berulang; Riwayat Polycistic Ovarial
Syndrome (PCOS); Riwayat pre-eklampsia; Riwayat Glukosuria; Riwayat infeksi saluran
kemih (ISK) berulang atau kandidiasis. Pemeriksaan ulang skrining DM perlu dilakukan
bagi ibu hamil dengan risiko tinggi DMG yang pada pemeriksaan awal belum ditemukan
adanya hiperglikemia, yaitu pada saat minggu ke 24-28 kehamilan. Diagnosis GDM dapat
ditegakkan bila pada pemeriksaan OGTT pasca pembebanan 75 g Glukosa dalam 250
cc air yang dihabiskan dalam 5 menit, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah (GD)
GD puasa ≥ 95 mg/dL ; 1 J OGTT ≥ 180 mg/dL ; 2 J OGTT ≥ 155 mg/dL ; 3 J OGTT
≥ 140 mg/dL. Penderita DMG di kemudian hari berisiko menderita DM Tipe 2 (DMT-2)
Diabetes mellitus gestasional meningkatkan risiko preeklamsia dan ketonemia pada
ibu hamil, risiko DMT2 3-5% atau 7 kali kemudian hari; morbiditas neonatus akibat
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, makrosomia dengan BBL bayi ≥ 4 Kg akibat efek
hiperglikemia ibu DM terhadap janin menstimulasi pertumbuhan bayi dan hipersekresi
insulin masa janin, serta risiko dystocia bahu saat melewati jalan lahir dan mengakibatkan
Erb’s palsies C5-6 atau fraktur clavicula.

PEMERIKSAAN SKRINING, PENUNJANG DIAGNOSIS DAN KRITERIA


DIAGNOSIS DIABETES MELITUS, SERTA EVALUASI PENGENDALIAN/
KONTROL GLIKEMIK DM.
Penegakan diagnosis DM, selain berdasarkan Gejala Klasik DM yaitu Polifagi (sering
dan banyak makan karena mudah merasa lapar), Poliuri (sering kencing dalam jumlah
banyak), Polidipsi (sering minum karena merasa haus), Parestesia (kesemutan), dan/atau
Pruritus (gatal-gatal) yang biasa dikenal dengan 5 P, serta sering disertai gelaja lain seperti
lemah badan (malaise), mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita. Pemeriksaan laboratorium DM berdasarkan tujuan pemeriksaan dibedakan
untuk skrining guna deteksi dini DM dan penegakan diagnosis DM, serta pengendalian
DM yaitu untuk evaluasi kontrol glikemik penderita Diabetes mellitus (DM). Pemeriksaan
laboratorium skrining DM yang biasa diusulkan yaitu pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa (GDP) dan 2 jam post-prandial (2Jpp) atau glukosa sewaktu (GDS) disertai reduksi
urine untuk deteksi adanya glukosuria.
Tahap pra-analitik sebelum pemeriksaan laboratorium perlu diperhatikan agar
diperoleh hasil yang adekuat, komunikasi antar dokter kepada pasien dan keluarganya,
serta paramedis di rumah sakit sangatlah penting. Ketentuan tahap pra-analitik yang perlu
dan harus dipatuhi pasien/tersangka DM, serta alasannya, yaitu :
Ø Pasien sebelum puasa tidak diet berlebihan dan asupan karbohidrat selama 3 hari
pra-analisis harus cukup, minimal 150 g/hari. Bila asupan karbohidrat kurang maka
pasien akan kelaparan dapat mengalami lipolisis.
Ø Makanan dapat meningkatkan kadar glukosa, lipid, Fe, ureum, asam urat darah dll.
Ø Minuman kopi dapat meningkatkan glikolisis dan lipolisis, susu meningkatkan kadar
lemak, dan gula dapat meningkatkan kadar glukosa darah pasien. Pasien selama

98
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

puasa hanya boleh minum air putih secukupnya.


Ø Olahraga, pasien tidak melakukan aktivitas berlebihan seperti olahraga sebelum
pemeriksaan laboratorium, karena kadar glukosa pasien akan turun akibat terpakai
sebagai energi. Demikian pula saat menunggu pemeriksaan 2 jam post-prandial
(2Jpp) pasien juga perlu puasa dan tidak melakukan aktivitas berlebihan.
Ø Merokok meningkatkan kadar glukosa dan laktat, serta menurunkan kadar kreatinin,
ureum, dan B12 darah.
Ø Obat-obatan, sebaiknya stop minum obat 4-24 jam pra-analisis kecuali obat-obat
yang dianjurkan oleh dokter.
Ø Waktu pengambilan bahan pemeriksaan, sebaiknya antara pukul 07.00-09.00 pagi.
Ø Waktu lamanya puasa sebelum pemeriksaan glukosa darah antara 8-12 jam, tidak
melebihi 12 jam karena bila > 12 jam sudah masuk fase kelaparan maka mengakibatkan
lipolisis dan aktivasi glukagon dan counter regulatory hormone akibat stress fisik.

Hal yang perlu diperhatikan saat sampling yaitu BP darah tidak hemolisis dan
pemeriksaan sesegera mungkin. Sampel (BP) untuk pemeriksaan kadar glukosa dianjurkan
menggunakan Plasma Natrium Fluorida (NaF) untuk menjaga stabilitas kadar glukosa,
dimana akan stabil selama kurun waktu ± 2 jam. Natrium florida (NaF) bekerja sebagai
antiglikolisis. Urinalisis untuk pemeriksaan glukosuria harus menggunakan BP mid-
stream urine dan baru.

PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH


Diagnosis definitif DM selain berdasarkan hasil pemeriksaan kadar HbA1c≥ 6,5%,
juga berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa plasma darah vena NaF dengan metode
enzimatik Hexokinase (gold standard pemeriksaan glukosa) atau Glukosa Oksidase
(GOD-PAP) bukan berdasarkan temuan glukosuria. Swamonitor glukosa dengan
Glucometer hanya untuk tujuan pemantauan terapi saja bukan diagnostik dengan
sampel darah vena atau kapiler.
Pemeriksaan Laboratorium untuk membantu penegakan diagnosis DM yaitu pemeriksaan
kadar GDP ≥ 126 mg/dL atau kadar GDS ≥ 200 mg/dL. Bila hasilnya meragukan maka
akan diusulkan pemeriksaan Oral Gluco-Test Tolerance (OGTT). Penegakan diagnosis
DM selain berdasarkan kadar GDP ≥ 126 mg/dL, juga dapat ditegakkan bila kadar glukosa
darah 2 jam pasca pembebanan 75 g glukosa anhidrous dalam 250 mL air atau kadar
glukosa darah 2 jam pasca OGTT (GD-2JOGTT) ≥ 200 mg/dL. Diagnosis DM juga dapat
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin terglikosilasi/glycosilated
hemoglobin atau HbA1c ≥ 6,5%.

99
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Kriteria Diagnosis DM, TGT, dan Kontrol Glikemik (Kontrol-GK) berdasarkan


Kadar HbA1c dan Glukosa Darah

Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)


Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah
metode yang dianjurkan oleh WHO untuk evaluasi kasus-kasus DM yang meragukan
(borderline). Tujuan pemeriksaaan OGTT adalah mengukur metabolisme karbohidrat
pasca pembebanan 75 g glukosa-anhidrus. Pengambilan sampel cukup 2 kali yaitu sampel
plasma NaF setelah puasa semalaman selama 8-12 jam dan setelah puasa 2 jam pasca
pembebanan glukosa kecuali untuk ibu hamil pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3
kali, yaitu puasa, 1 jam dan 2 jam pasca pembebanan 75 g glukosa dalam 250 mL air yang
dihabiskan dalam waktu 5 menit bila perlu dan dianjurkan oleh dokter maka diperiksa
sampel pada jam ke-3. Jumlah pembebanan glukosa anhirus untuk pasien anak-anak
adalah 50 g. Pemeriksaan OGTT selain memeriksa kadar glukosa darah juga diperiksa
reduksi urine saat pengambilan sampel darah di waktu yang sama. Pemeriksaan OGTT
tidak dianjurkan bagi penderita yang sudah terdiagnosis sebagai penderita DM.

PEMERIKSAAN GLYCATED HEMOGLOBIN (HbA1c)


Hemoglobin terglikosilasi (Glycosilated Hemoglobin) atau Glycated Hemoglobin
atau HbA1c adalah hemoglobin yaitu HbA1 yang berikatan secara spesifik dengan
glukosa atau karbohidrat lain pada gugus amino yaitu pada N-terminal valin dari rantai
b, kemudian membentuk pre-HbA1c yang bersifat tidak stabil (basa schiff), selanjutnya
melalui penyusunan kembali dengan reaksi ’Amadori’ membentuk HbA1c (ketoamin)
yang stabil. Hemoglobin orang dewasa 95-100% terdiri dari HbA1, 2-3% HbA2, dan HbF
sebanyak < 1%. HbA terdiri dari HbAo dan HbA1. HbAo adalah fraksi HbA yang tidak
mengalami glikosilasi yaitu sebanyak 92-94,5% dan HbA1c 5,5-8,0%. HbA1 ada 3 varian
yaitu HbA1a, HbA1b, HbA1c. HbA1c adalah varian HbA yang terbanyak yaitu 80% HbA1
total dalam eritrosit.

100
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Pemeriksaan HbA1c dapat untuk tujuan skrining dan penegakan diagnosis DM, serta
pemantauan status kontrol glikemik penderita DM. Nilai Rujukan normal HbA1c
4,2-5,6% ; Fase Pra-Diabetik kadar HbA1c 5,7-6,4% ; Diagnosis DM ditegakkan bila
HbA1c≥ 6,5%. American Diabetes Association (ADA) sejak tahun 2011 hingga saat
ini dan Konsensus Pengelolaan DM Tipe 2 PERKENI 2015, serta ADA menggunakan
kriteria HbA1c< 7% sebagai DM terkontrol dan ≥ 7% DM tidak terkontrol. Kriteria
DM terkontrol atau tidak dengan batasan HbA1c 7% digunakan secara umum, tetapi tidak
berlaku bagi pasien DM manula atau DM dengan komplikasi penyakit kardiovaskuler,
batasan HbA1c untuk kelompok ini yaitu 7-8%, dengan tujuan untuk mencegah keadaan
hipoglikemia. Target kontrol glikemik penderita DM usia muda dengan kontrol
glikemik yang baik penurunan kadar HbA1c boleh hingga 6,5% (ADA, 2016). Evaluasi
pemeriksaan HbA1c dilakukan 2-3 bulan sekali sesuai dengan umur eritrosit yaitu 100-
120 hari, dan minimal 2 kali dalam setahun.
Kadar HbA1c Pengendalian DM termasuk kriteria Baik : 4-5,9% ; Sedang : 6-8% ; Buruk
> 8%.

PEMERIKSAAN C-PEPTIDA
C-Peptida adalah rantai penghubung insulin-a dan insulin-b dari pro-insulin endogen
yang diproduksi oleh sel-sel b-pankreas. Pemeriksaan C-peptide digunakan untuk
pemantauan produksi insulin endogen dalam tubuh yang umum diusulkan untuk penderita
DM Tipe 1, tetapi pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk membedakan Dm Tipe 1
dan DM Tipe 2. Pemeriksaan C-Peptide juga diindikasikan bagi penderita dengan gejala-
gejala hipoglikemia yaitu hiperhidrosis, palpitasi, rasa lapar yang berlebihan, gelisah dan
irritable, confuse (kebingungan), penglihatan kabur, pingsan, kejang dan/atau kehilangan
kesadaran. Batasan kadar glukosa darah untuk penderita hipoglikemia secara umum yaitu
< 70 mg/dL dan untuk kelompok usia manula ≥ 60 tahun adalah < 90 mg/dL.
Persiapan pra-analituk penderita sebelum pemeriksaan C-peptida perlu puasa 12 jam,
tidak makan atau minum berkalori, hanya boleh minum air putih. Hasil pemeriksaan
C-Peptide rendah disertai kadar glukosa tinggi dapat dijumpai pada penderita DM Tipe
1, sedangkan kadar C-Peptide rendah disertai kadar glukosa darah rendah dapat dijumpai
pada penderita penyakit hati berat, infeksi berat (sepsis), atau penyakit Addison. Hasil
pemeriksaan C-Peptide tinggi dengan kadar glukosa tinggi dapat dijumpai pada penderita
DM Tipe 2 atau penyakit Cushing yang menunjukkan adanya resistensi insulin. Kadar
C-Peptida rendah disertai kadar glukosa rendah dapat menunjukkan adanya insulinoma
atau dapat pula dijumpai pada penderita DM Tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemik
(OHO) golongan Sulfonilurea. Nilai Rujukan normal C-Peptida 0,51-2,72 ng/mL atau
0,17-0,90 nmol/L (nanomol per liter).

101
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

PEMERIKSAAN GLYCATED ALBUMIN (ALBUMIN GLIKAT)


Albumin Glikat adalah hasil reaksi non-enzimatik antara glukosa dan albumin pada
keadaan hiperglikemia. Albumin Glikat mempunyai manfaat seperti HbA1c tetapi dipantau
setiap 2-4 minggu sekali sehingga mempunyai kelebihan dalam hal evaluasi terapi lebih
cepat, maka dapat lebih cepat untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Pengukuran
Albumin Glikat dipengaruhi oleh kadar Albumin dalam serum, tetapi tidak dipengaruhi
oleh keadaan hemolisis seperti HbA1c. Saat hiperglikemia akan terbentuk cincin almidin
yang bersifat labil, tetapi bila hiperglikemia berlangsung berkelanjutan maka akan terjadi
perubahan amadori menjadi ketamin yang bersifat stabil. Pembentukan ikatan silang
akan menyebabkan terbentuknya produk akhir glikasi lanjut yaitu Advanced Glycation
End-products (AGEs). AGEs merupakan zat biokimiawi abnormal pencetus reaksi
inflamasi umum yang berperan dalam patogenesis makroangiopati dan mikroangiopati.
Pembentukan AGEs dipicu oleh keadaan hiperglikemia dan stres oksidatif. AGEs dan
kolagen akan memperangkap protein plasma, melemahkan keaktifan nitrit oksida (NO),dan
mengakibatkan produksi spesies oksigen reaktif yang akan berinteraksi dengan reseptor
spesifik RANGE untuk memodulasi banyak sifat seluler. Adanya AGEs akan menginisiasi
reaksi NO yang memicu pembentukan oxidized-LDL lalu berinteraksi dengan endotel,
mengakibatkan reaksi inflamasi, serta mengaktivasi makrofag dalam pembentukan foam-
cell pada proses aterosklerosis pembuluh darah, serta menyebabkan migrasi otot polos
pembuluh darah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMANTAUAN DM


Pemeriksaan laboratorium lain yang rutin dilakukan pada pemantauan pasien DM
yaitu profil lipid lengkap, mikroalbuminuria (MAU) atau ACR (albumine creatinine
ratio) dianjurkan pakai sampel urin pagi atau pemeriksaan MAU kuantitatif pakai sampel
urin 24 jam untuk deteksi dini nefropati diabetika, pemeriksaan ureum dan kreatinin, serta
cystatin C atau Klirens Kreatinin dan estimated Glomerulo Filtration Rate (eGFR) untuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal, pemantauan komplikasi DM kronis lainnya yaitu
risiko penyakit jantung koroner dan stroke seperti profil lemak lengkap (Kolesterol Total,
Kolesterol HDL, Kolesterol LDL, dan Trigliserida), hsCRP, Lp(a), atau small-dense
LDL, EKG, serta memantau komplikasi terapi obat atau fatty liver yaitu fungsi hepar
melalui pemeriksaan SGOT, SGPT, dan Gamma-GT. Bila kadar Trigliserida penderita
DM ≥ 400 mg/dL (PERKENI)/≥ 450 mg/dL (ADA, 2016) maka perlu pemantauan dini
adanya komplikasi pankreatitis, yaitu enzim amilase dan lipase pankreas. Pemeriksaan
hematologi dan urinalisis rutin untuk mengetahui komplikasi DM infeksi saluran kemih,
ketosis dan nefropati DM, kontrol GD puasa dan 2Jpp secara periodik, ke dokter gigi untuk
deteksi komplikasi DM rongga mulut. Bila didapatkan manifestasi keto-asidosis diabetic,
maka perlu diusulkan Analisis Gas Darah (AGD) untuk identifikasi Asidosis Metabolik.
Penderita DM juga perlu diedukasi untuk melakukan perawatan dan pengamatan
terhadap kakinya untuk deteksi dini diabetic foot, kontrol ke dokter mata untuk deteksi
102
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

retinopati diabetik, kontrol tekanan darah secara rutin, serta melakukan olah raga secara
teratur.

PEMERIKSAAN MIKROALBUMINURIA (MAU)


Mikroalbuminuria (Microalbuminuria) atau biasa dikenal sebagai MAU atau Micral
adalah penanda adanya komplikasi nephropathy diabetica atau diabetic kidney disease
yang paling sensitif untuk mendeteksi kebocoran protein yang terjadi tidak terdeteksi
dengan pemeriksaan albuminuria secara makro yaitu pada urinalisis rutin. Diabetic
kidney disease (DKD) adalah komplikasi DM yang sering dijumpai, ditandai oleh adanya
proteinuria persisten > 0,5 g/24 jam, disertai dengan adanya retinopathy dan hipertensi
tanpa adanya kelainan ginjal primer (infeksi atau kelainan ginjal lainnya) dan gagal
jantung. Prevalensinya DKD di Indonesia ± 17-20%.
Mikroalbuminuria (MAU) adalah ekskresi albuminuria 30-300 mg/24 jam sampel
urin 24 jam atau 20-200 μg/menit atau 30-300 mg/g Kreatinin sampel urin pagi.
Pemeriksaan MAU dianjurkan segera diperiksa setelah penegakan diagnosis DMT2
atau 5 tahun setelah diangosis DMT1 ditegakkan untuk deteksi dini DKD. Peningkatan
albumin excretion rate (AER) yang melebihi 300 mg/urin 24 jam atau > 200 μg/menit
atau > 300 mg/g Kreatinin urin pagi adalah prediktor penurunan fungsi ginjal.
Diabetic Kidney Disease (DKD) adalah sindrom klinik pada penderita diabetes
melitus (DM), ditandai oleh adanya albuminuria menetap yaitu MAU > 300 mg/24
jam atau ACR > 200 μg/menit urin sewaktu atau > 300 mg/g kreatinin urin sewaktu,
dijumpai pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan disertai penurunan
glomerulo filtration rate (GFR).
Diabetic Kidney Disease (DKD) merupakan komplikasi utama DM, khususnya DM
Tipe 2 (DMT2). Insidensi DKD cederung terus meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya insidensi DMT2 dan obesitas. Kondisi hiperglikemia kronik tidak terkontrol
dengan rentang kadar glukosa puasa >140-160mg/dL atau kadar HbA1c >7-8% akan
memicu proses inflamasi endotel vaskuler. Resistensi insulin pada penderita DMT2 dan
obesitas tidak terkontrol akan cenderung semakin meningkat. Kondisi glukotoksisitas
akibat hiperglikemia kronik akan diperberat oleh lipotoksisitas akibat dislipidemia pada
penderita DMT2 tidak terkontrol, faktor tersebut adalah pencetus DKD khususnya terutama
pada penderita dengan faktor predisposisi genetik penyakit ginjal.

103
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Tingkat kerusakan ginjal berdasarkan ekskresi albumin diklasifikasikan sbb:


Laju Ekskresi Albumin (AER) ACR
Kondisi Urin 24jam Urin Sewaktu Urin Pagi
(mg/hari) (μg/menit) (mg/g Kreatinin)
Normoalbuminuria < 30 < 20 < 30

Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300 (s/d 299 )

Makroalbuminuria >300 >200 >300

Indikasi pemeriksaan mikroalbuminuria kualitatif yaitu:


1. DM type-1 pubertas atau 5 th didiagnosis DM tanpa proteiuria
2. DM type-2 setelah 1 th didiagnosis DM

Pemeriksaan untuk menilai fungsi ginjal pasien dapat diusulkan pemeriksaan bersihan/
kliren kreatinin atau ureum yang merupakan gabungan hasil pemeriksaan kadar kreatinin
artau ureum dari sampel darah dan urin kumpulan, kadar Cystatin C serum, atau perkiraan
rerata laju filtrasi glomerulus (eGFR) berdasarkan kadar kreatinin darah. Pemeriksaan
kadar Cystatin C darah dianggap lebih baik untuk menggambarkan fungsi ginjal serta dapat
memperkirakan nilai GFR. Upaya pemantauan komplikasi kronis pada ginjal penderita
Diabetes mellitus dan hipertensi sering diusulkan pemeriksaan laju ekskresi albumin urin,
yaitu mikroalbuminuria (MAU) dengan sampel urine 24 jam atau rasio albumin/kreatinin
(ACR) dengan menggunakan sampel urin sewaktu, dianjurkan urin pagi. Urin pagi adalah
urin yang dikemihkan pertama kali setelah bangun tidur, merupakan sampel urin terbaik
karena relatif pekat.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penyakit ginjal kronis akibat penurunan fungsi
ginjal secara progresif dari waktu ke waktu, yang dipantau berdasarkan penurunan GFR
dan Bersihan Kreatinin ginjal dalam kurun waktu ≥ 3 bulan disertai gambaran klinik
kerusakan ginjal seperti albuminuria atau hasil biopsi ginjal abnormal atau GFR <60 mL/
min/1.73 m2. Peningkatan laju ekskresi albumin atau albumin excretion rate (AER)
dapat dijumpai pada penderita DKD stadium dini, bila proses berlanjut akan ditemukan
proteinuria pada urinalisis rutin disertai penurunan laju filtrasi glomerulus/glomerulo
filtration rate (GFR). Penderita DKD stadium awal bila ditalaksana adekuat maka fungsi
ginjal masih mungkin kembali normal, tetapi bila diagnosis terlambat maka perjalanan
penyakit DKD akan cenderung progresif hingga mencapai stadium terminal atau end stage
renal disease (ESRD) Chronic Kidney Disease (CKD) yang perlu terapi hemodialisis
dengan kecenderungan semakin sering hemolisis, hingga perlu terapi ginjal pengganti
(transplantasi ginjal).

104
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) dan PERNEFRI merekomendasikan


penentuan estimated glomerulo filtration rate (eGFR) sebagai prediktor penurunan fungsi
ginjal. Estimated glomerulo filtration rate (eGFR) adalah perkiraan rerata laju filtrasi
glomerulus (LFG) atau glomerulo filtration rate (GFR) per menit. Nilai eGFR ditentukan
berdasarkan perhitungan dengan menggunakan kadar kreatinin serum dan rumus Cockcroft
Gault dengan dikalikan faktor konstanta 1 untuk laki-laki dan perempuan 0,85. Rumus
Cockcroft Gault yaitu CCT = [(140 – Usia (th)) x BB (kg)] / [72 x kadar kreatinin darah
(mg/dL)]. Penentuan eGFR selain dengan rumus Cockcroft Gault (CG) juga dapat
menggunakan rumus Modification of Diet in Renal Disease (MDRD), Chronic Kidney
Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI), atau Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (KDOQI) untuk kelompok dewasa dan Caunahan-Barratt untuk anak. Penurunan
fungsi ginjal diketahui bila nilai eGFR < 60 mL/menit.
Stadium Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease ada 5 stadium
yang dibedakan berdasarkan nilai eGFR, yaitu :

Stadium Kerusakan Ginjal GFR


2
(mL/min/1.73
CKD & m)
1 GFR normal atau ↑ 90
2 GFR sedikit 60-89

3 GFR 30-59

4 GFR sangat 15-29

Gagal ginjal < 15
5
terminal (ESRD) (perlu dialisis)

Uji bersihan (Clearance = Klirens) dan GFR


Nilai GFR 120 mL/menit ditafsirkan sebagai normal. Penilaian GFR seseorang
dilakukan uji bersihan atau klirens suatu zat yang terdiri dari kadar zat dalam darah, kadar
zat dalam urin kumpulan dan volume urin kumpulan serta data luas permukaan tubuh pasien
berdasarkan tinggi dan berat badan. Klirens suatu zat didefinisikan sebagai banyaknya
plasma darah yang dibersihkan dari zat tersebut dalam 1 menit dengan pembakuan luas
permukaan tubuh (LPT) 1,73 m2. Rumus perhitungan Klirens adalah:
GFR = (kadar dalam urin/kadar plasma) x (Volum urin/menit) x (1,73/ LPT).
Faktor koreksi LPT dapat dicari dengan menggunakan nomogram berdasarkan data
tinggi dan berat badan. Nomogram untuk mencari faktor koreksi usia anak dan dewasa
dipergunakan nomogram yang berbeda.
Nilai Bersihan Inulin dianggap paling sesuai dengan GFR karena Inulin adalah zat
eksogen yang hanya difiltrasi oleh glomeruli tanpa direabsorpsi maupun disekresi oleh
tubuli, dan tidak berbahaya bagi tubuh. Namun prosedur pemeriksaan bersihan inulin tidak
mudah sehingga tidak dilakukan secara rutin. Ureum dan kreatinin adalah zat endogen
maka kurang dapat menggambarkan GFR secara tepat. Ureum difiltrasi oleh glomeruli,
105
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

sebagian direabsorpsi oleh tubuli, sehingga nilai bersihan ureum lebih rendah dari nilai
GFR sedangkan kreatinin difiltrasi dan disekresi di tubuli maka nilai bersihan kreatinin
lebih besar daripada GFR. Ekskresi kreatinin melalui urin laki-laki sekitar 19-26 mg/
KgBB/Hari dan perempuan 14-21 mg/KgBB/Hari.
Uji Bersihan Ureum (Urea Clearance test = UCT) menggunakan sampel urin
kumpulan selama 2 jam Bila diuresis yaitu volum urin per menit > 2 mL/menit atau
volume total urin > 240 mL maka dianggap Uji Bersihan ureum maksimum (UCTmax),
nilai rujukan 75 mL/menit ≈100%. Rumusnya adalah sbb. :
UCT max = (Kadar Ureum urin/ kadar Ureum plasma) x (Volum Urin /120) x
1,73/LPT.
Bila diuresis 0,5 -2 mL/menit atau jumlah urin 60 – 240 mL maka dianggap Uji Bersihan
ureum standard (UCTstd) dengan nilai rujukan 54 mL/menit sebagai 100 %. Rumus
UCTstd adalah :
UCT std = (kadar Ureum urin/kadar Ureum plasma) x (Volum urin/120) x
(1,73/LPT)
Bila diuresis < 0,5 mL atau jumlah urin < 60 mL maka uji dianggap tidak sah, tidak dapat
dinilai.
Uji bersihan kreatinin (Creatinine clearance test = CCT) adalah yang paling sering
dikerjakan. Pengumpulan urin dilakukan selama 24 jam. Rumusnya CCT adalah sbb:
Bersihan kreatinin (CCT) = ([Kreatinin urin] / [Kreatinin plasma]) x (Volum urin /
1440) x (1,73/ LPT).
Syarat pemeriksaan CCT adalah dalam keadaan steady state. Bila hasilnya masih
meragukan maka disarankan dilakukan pengulangan uji bersihan kreatinin setelah 24 jam,
lalu diambil rerata dari kedua hasil tersebut; bila terdapat perbedaan yang besar maka
berarti suatu keadaan yang tidak stabil. Kelemahan uji bersihan kreatinin adalah pada
ketepatan pengumpulan urin, karena sering tidak tertampung semuanya. Pengumpulan
urin 24 jam sebaiknya pakai zat pengawet thymol atau toluen, agar kreatinin urin tidak
rusak.
Bila nilai bersihan kratinin dikhawatirkan tinggi palsu maka untuk mendapatkan GFR
yang mendekati sebenarnya maka dapat digunakan rerata hasil uji bersihan dari kreatinin
dan ureum.
Cystatin-C adalah protein kecil dengan BM 13 kDa yang dihasilkan oleh sel-sel berinti,
dengan laju kecepatan tetap sehingga kadar Cystatin-C plasma relatif konstan. Cystatin-C
difiltrasi di glomeruli, sedikit direabsorpsi di tubuli tetapi langsung dikatabolisis sehingga
tidak ada yang kembali ke sirkulasi darah, dan tidak disekresi oleh tubuli ginjal. Kelebihan
Cystatin-C lain yaitu tidak dipengaruhi oleh asupan protein dan usia maka nilainya
lebih menggambarkan nilai GFR. Kelemahan Cystatin-C adalah menggunakan metoda
nefelometri yang memerlukan alat analyzer khusus sehingga tidak tersedia di semua
laboratorium.

106
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Pemeriksaan Antibodi petanda adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic
antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase
(anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas
sehingga mengakibatkan kerusakan sel-sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah DM Tipe 1. Enzim GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk
memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10
tahun sebelum onset klinis DMT-1. Jadi, 3 petanda tersebut dapat digunakan sebagai uji saring
sebelum gejala DM muncul.

Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk membedakan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2.


Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk
memantau respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat
pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Rencanakan pemeriksaan pemantauan dan Komplikasi DM secara berkala


- Kadar Glukosa darah dan urine puasa serta 2 Jpp 1 x / Bulan àPemantauan & rencana
talaksana lanjut.
- Kadar HbA1c 8-12 minggu sekali untuk mengetahui status kontrol glikemik
penderita DM
- Kontrol Profil Lipid 1 bulan sekali untuk mematau dan kontrol Dislipidemia
- Mikroalbuminuria untuk deteksi dini dan pemantauan Diabetic Kidney Disease
- Periksa Fungsi Ginjal Ureum atau BUN dan Kreatinin setiap tahun sekali.
- Pemeriksaan mata 1 x / 6-12 Bulan untuk pemantauan retinopati DM
- Röntgen Thorax untuk pemantauan risiko TB paru dan gangguan jantung
- Periksa Ankle Brachial Index tiap 6 bulan untuk pemantauan periferal arterial disease
(PAD)
- Pemeriksaan tekanan darah sesering mungkin.

107
PK : DIABETES MELLITUS
PK : DIABETES MELLITUS

Daftar Pustaka:

1. ADA. Standards of Medical Care in Diabetes 2018. Diabetic Care. 2018; Supl.I.
2. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015. Indonesia: PB PERKENI; 2015.
3. Kurniawan LB. 2016. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes
Melitus Gestasional. CKD-246/vol.43 no.11.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
5. MODY. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_223CME-Maturity onset Diabetes of
the Young.pdf
6. Eckel RH. The Metabolic Syndrome. In: JL Jameson. Harrison’s Endocrinology. 4th
Ed. New York: Mc Graw Hill Ed 2017;272-9.
7. Power A. Chapter 23: Diabetes Mellitus: Diagnosis, Classification, and Pathophysiology.
In: JL Jameson(Ed.). Harrison’s Endocrinology. 4th Edition. New York: Mc Graw Hill
Education. 2017;280-92.

108
PK : DIABETES MELLITUS
FARMAKOLOGI
Obat Anti Diabetik
Lusiana Darsono

Berdasarkan jenisnya Obat anti Diabetik secara farmakologis dibagi 2 :


I. Enteral :
Disebut Obat Hipoglikemik Oral (OHO) /
Obat Antihiperglikemia Oral (OAO) /
Oral Anti Diabetic (OAD)
II. Parenteral :
Disebut Obat Hipoglikemik Suntik (OHS) /
Obat Antihiperglikemia Suntik (OAS) /
Injectable Anti Diabetic (IAD)
Yakni : Insulin, Agonis GLP-1, serta kombinasi Insulin dan Agonis GLP-1

I. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO) /OAD


Klasifikasi berdasarkan cara kerja dibagi menjadi 5 golongan :
1. Pemicu/perangsang sekresi Insulin ( insulin secretagogue) :
a. Derivat Sulfonilurea
b. Glinid
2. Penambah/meningkatkan sensitivitas insulin :
a. derv Biguanida,
b. Tiazolidindion
3. Penghambat absorbsi glukosa : penghambat alfa glukosidase / acarbose
4. DPP-IV inhibitor
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Pemicu/perangsang sekresi Insulin ( insulin secretagogue)


1A. SULFONILUREA
Generasi
I . Tolbutamide
Asetoheksamide
Tolazamide
Chlorpropamide
II . Gliburide (glibenclamide)
Glipizide
Gliclazide
Gliquidone
III.Glimepiride (terbaru)

Mekanisme kerja :
§ Merangsang sekresi insulin dari pankreas
§ Mensensitasi sel β pankreas terhadap glukosa
§ Induksi aktivitas reseptor insulin perifer
109
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

§ Meningkatkan afinitas reseptor


§ Meningkatkan kadar insulin (klirens hati
§ Reduksi sekresi glukagon
§ Menekan glukoneogenesis

Obat ini tidak bermanfaat pada kerusakan sel β pankreas; minimal 30 % pankreas normal
Pada keadaan Normal dapat menyebabkan hipoglikemi

Farmakokinetik
Absorpsi melalui usus .
Terganggu oleh adanuya makanan & keadaan hiperglikemi
Waktu paruh pendek
Kadar plasma puncak dicapai dalam 2-4 jam
Pemberian paling efektif adalah : 30 menit a.c
Distribusi ke seluruh cairan ekstrasel,
Terikat pd Protein Plasma/PP (albumin 70-90%)
Metabolisme : hati
Ekskresi : melalui urine
Dapat melewati sawar plasenta
Mula kerja tiap sediaan dari golongan ini berbeda.

Absorbsi oral cepat, ekskresi cepat via urin

Efek samping sulfonilurea , jarang terjadi (5 %).


Efek samping yang paling kecil : tolbutamide.
Efek samping yang terjadi dapat berupa :
§ Hipoglikemi : dewasa/ orang tua, penyakit hati, ginjal
§ Alergi/ reaksi kulit : rash, fotosensitif
§ Gangguan Saluran cerna: nausea, vomitus
110
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

§ Hematologik : leukopeni, agranulositosis, trombositopeni, pansitopeni, an


hemolitik
§ Inapropriate sekresi ADH - hiponatremia
§ SSP
Gejala lain yang jarang terjadi : (terutama Chlorpropamide) :
§ hipertiroidi, ikterus obstruksi (transien)
§ Inapropriate sekresi ADH - hiponatremia
§ Disulfiram like reaction

Indikasi obat sulfonilurea


DM yang timbul diatas usia 40 tahun

Yang paling penting harus diperhatikan : monitoring keadaan fisik dan laboratorium.

Kontraindikasi sulfonilurea :
1. Sebagai obat tunggal pd DM juvenile/ tipe 1
2. Penderita dengan kebutuhan insulin yang tidak stabil
3. DM berat
4. Kehamilan
5. Laktasi
6. Keadaan gawat
7. Gangguan hati dan ginjal berat

Hati-hati pada
§ Gangguan fungsi hati dan ginjal
§ insufisiensi endokrin (adrenal, hipofisis)
§ gizi buruk
§ penderita yang mendapat obat tertentu
§ alkoholisme akut,
§ pemberian bersama diuretik tiazid

Interaksi obat yang dapat bersifat Potensiasi adalah dengan :


Ø NSAID (Fenil-Oksifenbutazon, azopropazon, Salisilat)
Ø Coumarin (Dikumarol)
Ø Urikosurik ( sulfipirazon)
Ø Alkohol (menurunkan toleransi thd alkohol)
Ø Penghambat MAO
Ø Antibakteri (Kloramfenikol , Sulfonamid, trimethoprim)
Ø Antifungi ( mikonazol,flukonazol)
Ø Fenformin
Ø Insulin
111
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Ø Probenesid
Ø Guanetidin
Ø Steroid anabolik
Ø Fenfluramin
Ø Klofibrat
Ø Propanolol (menutupi rx hipoglikemi: takikardi,kringat,tremor)
Ø Penghambat adrenoseptor β

Interaksi yang dapat menurunkan efek sulfonilurea/antagonis )


* Diuretik (tiazid & loop)
* Kortikosteroid

1B. Glinid / Meglitinide


cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Merangsang secara endogen lebih cepat.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

* Repaglinid (derivat as benzoat) : Novonorm ®


Dosis 500 mcq ac 30 menit.
Onset < ½ jam Durasi 3 jam

* Nateglinid (Derivat fenilalanin)


Dosis 60 -180 mg tid ac.
Onset < 1 jam Durasi : 1-4 jam

1. Penambah/meningkatkan sensitivitas insulin :


2A. BIGUANID
§ Terdiri dari 2 molekul guanetidin dengan kehilangan 1 molekul amonia.
§ Sediaan Biguanid :
1. Metformin (Glukophage®, Diabex ®)
1. Fenformin
1. Buformin

112
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Mekanisme kerja langsung pada organ sasaran/perifer dengan meningkatkan ambilan


glukosa dalam otot rangka

Pengaruh lain :
§ Menurunkan BB (pada DM gemuk)
§ Tidak menurunkan BB & kadar GDarah pd gemuk non DM
§ Tidak menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas
§ Tidak menyebabkan hipoglikemi
§ Tidak menimbulkan perubahan ILA (Insulin-like activity)
§ Tidak menimbulkan perubahan sel pankreas secara fisik
§ Tidak merangsang/ menghambat glukosa menjadi lemak
§ Tidak menyebabkan sekresi glukagon,kortisol,GH,Somatostatin
§ Pada orang normal tidak menurunkan kadar gula darah
§ Mempunyai efek potensiasi dengan insulin
§ Merangsang glikolisis anaerob (in vitro)

Penurunan kadar gula darah terjadi karena :


§ peningkatan kerja insulin pada jaringan perifer
§ pengurangan pengeluaran glukosa hati karena hambatan glukoneogenesis
§ mengurangi absorpsi glukosa di usus

Farmakokinetik
§ Absorpsi baik dalam usus
§ Bersifat stabil, tidak berikatan dengan protein plasma
§ Ekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urine

* Dapat digunakan bersama dengan insulin atau sulfonilurea

Gejala Intoksikasi / efek samping Obat :


§ nausea, vomitus, anoreksia, diare,
§ kecap rasa logam (metallic taste), jika timbul dapat ditangani dengan menurunkan
dosisnya.
§ Ketosis tanpa/tidak disertai hiperglikemik (starvation ketosis)
§ Peninggian kadar asam laktat darah - laktik asidosis, pada penderita gangguan
fungsi ginjal atau sistem kardiovaskuler
§ Penggunaan metformin kronis akan mengganggu penyerapan vit B 12 dan asam
folat

113
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Efek samping dapat dikurangi dengan menaikkan dosis secara perlahan dan diberikan
bersama makanan

Pengobatan harus dihentikan jika :


§ Kadar asam laktat dalam plasma > 3 mM
§ Penurunan fungsi hati atau ginjal
§ Miokard infark
§ Septikemi

Indikasi biguanida
§ 1.DM dewasa
§ 2.NIDDM obese

Kontraindikasi:
§ penyakit hati berat
§ penyakit ginjal dengan uremia
§ penyakit jantung kongestif
§ keadaan gawat
§ kehamilan

Metformin (Glucophage®, Diabex®,


§ TU pasien over obese
§ Efek menekan nafsu makan, tidak menaikkan Berat Badan
§ Menghambat glukoneogenesis
§ Menghambat pelepasan glukosa oleh hati
§ Menurunkan kolesterol/ LDL, TG
Asidosis fatal ----- kombinasi dg sulfonilurea
Absorbsi usus tidak lengkap. Terikat pada protein plasma : rendah . t½ 3-6 jam
Metabolisme kurang . Ekskresi utuh melalui urin

Hati -hati pada


• manula jangan sebagai terapi awal
• Hamil & laktasi

Dosis 3 dd 500mg / 2 dd 850mg dc/ pc ---- 3 dd 1g

Kontraindikasi Metformin
§ Gagal renal
§ Alkoholik
§ Cirrhosis hati
§ Penyakit paru kronik
114
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
§ Gagal Jantung FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
§ Miopati miokondrial
§ Miokard infark akut

Obat baru yang dikembangkan adalah Kombinasi : Biguanida-Sulfonilurea II


§ Metformin - glibenclamide
§ (Glucovance ®)
§ Preparat 250 mg/ 1,25 mg dan 500 mg/ 2,5 mg
Keunggulannya : Mengurangi Gangguan GIT, menurunkan insiden hipoglikemi

2B. THIAZOLIDINDION / glitazon


Ikatan pada peroxisome proliferator receptor gamma (PPAR γ)
Ciglitazon.
§ Ciglitazon menurunkan kadar glukosa, insulin dan lipid plasma
§ Menurunkan resistensi insulin, meningkatkan ambilan glukosa di perifer (hati,
otot rangka, jar. Lemak)
§ Tidak menyebabkan hipoglikemi pada DM /orang N
§ Kontra indikasi : penyakit jantung

Pioglitazon
Dosis 15-30 mg/hr dengan atau tanpa makanan
Onset 2 jam Durasi 24 jam
Rosiglitazon (Avandia ( ® )
Dosis 4 mg /hr.dengan atau tanpa makanan
Onset 1 jam Durasi masih belum dapat dipastikan
Kombinasi :
§ Rosiglitazon + Metformin (Avandamet ® )

2. Penghambat absorbsi glukosa :


α-glucosidase inhibitor :
Acarbose (Glucobay ®)
Kerja : penghambat α -glucosidase intestinal [ maltase, sukrase, glukomaltase] di
duodenum dan α amilase (pankreas)
Mengurangi digesti dan absorbsi KH
Indikasi DM tipe 2 (NIDDM) obese yang tidak terkontrol oleh diet atau obat lain.
Farmakokinetik
Absorbsi : di usus tidak baik ( 2-35 %)
Ekskresi : cepat melalui urin

Efek samping yang sering timbul : flatulensi, kejang usus, diare


Interaksi yang dapat mengurangi efek acarbose : antasida, enzim pencernaan, adsorben,
laksansia, kolestiramin

115
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Dosis 3 dd 50 mg dc - 3 dd 100 mg
Dosis : 150-600 mg /hr dc I

Miglitol (Diastabol®) hampir sama dengan acarbose,


Absorbsi lebih baik dari acarbose ( 60-90 %)
Dosis : 3 dd 50 mg ac--- 3 dd 100 mg

Kerja :
§ Menghambat absorpsi KH, dekstrin, disakarida -- brush border usus
§ Mengurangi peningkatan glukosa darah postprandial
§ Menghambat secara kompetitif glukoamylase dan sucrase sehingga absorpsi
sangat sulit

Efek samping : flatulensi, diare, nyeri abdominal


Dosis : 50-100 mg dc

Mekanisme kerja dan efek samping berbagai obat OHO:


Brand Name (Generic
Class Action Side Effects
Name)
Sulfonylureas* Stimulates Low blood glucose, Amarly (glimepiride)
pancreas to upset stomach, skin DiaBeta (glyburide)
make more rash or itching, weight Diabinese
insulin and gain (chlorpropamide)
helps body use Dymelor
insulin more (acetohexamise)
effectively Glucotrol (glipizide)
Glucotrol XL (glipizide)
Glynase PresTab
(glyburide)
Micronase (glyburide)
Orinase (tolbutamide)
Tolinase (tolazamide)
Biguanide Decreases Some initial weight
glucose loss, lower cholesterol/ Glucophage
production triglyceride levels. (metformin)
by liver and Weakness, dizziness,
lowers amount aggravation of kidney
of insulin in problems, metallic taste
body in mouth, interactions
with alcohol

116
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Alpha - glucosidase Blocks enzymes Stomach problems (gas,


inhibitors that digest bloating, and diarrhea) Glyset (miglitol)
starches, - usually go away after Precose (acarbose)
slowing the adjustment period
absorption of
glucose and
rise in blood
glucose levels

Thiazolidinediones Makes cells A small number of


more sensitive people may develop Rezulin (troglitazone)
to insulin liver problems - regular
tests on liver function
are important. May
make birth control
pills less effective in
preventing pregnancy.

Meglitinides Stimulates Low blood glucose and


pancreas to weight gain. Prandin (repaglinide)
make more
insulin after
meals

3. DPP-IV inhibitor (Dipeptidyl peptidase four inhibitor)


§ DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan
termasuk sel imun.
§ DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP
yaitu meningkatkan “glucose- mediated insulin secretion” dan mensupres sekresi
glukagon.
§ Penelitian klinik :DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %.
§ Gol obat ini tidak menimbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.

117
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Incretin sistem
Normal , makan è release peptida GI spt :
§ GLP ( glucagon like peptide) oleh L sel di usus halus dan gaster
§ GIP ( gastric inhibitor peptide)
GLP 1 akan merangsang sekresi insulin
è Incretin efect
DM : hal itu terganggu
GLP 1 mempunyai 4 mknm dalam menurunkan glukosa darah :
1. Merangsang sekresi insulin
2. Inhibisi sekresi glukagon
3. Inhibisi gastric emptying
4. Inhibisi appetide

§ Setelah sekresi , GLP-1 cepat dimetabolisme oleh enz DPP-4 (dipeptidyl


peptidase-4) di liver.
§ The plasma half-life of GLP-1 : 1- 2 minutes. DPP-IV inhibitors (sitagliptin)
inhibisi pemecahan GLP-1 by DPP-4.
§ DPP-IV inhibitors hanya diproduksi saat gula darah meningkat , yg
menyebabkan release GLP-1 dari usus halus.
§ GLP-1 agonists (exenatide & liraglutide) menghasilkan stimulasi 5x lebih tinggi
dibandingkan kadar puncak fisiologis GLP-1.
§ Sebaliknya DPP-4 inhibition hanya menghasilkan 2x peningkatan GLP-1,
§ DPP-4 inhibitors tidak menginhibisi gastric emptying, sedangkan GLP-1 agonist
menginhibisi gastric emptying
§ GLP-1 agonists meningkatkan satiety ; Menurunkan intake makanan ,
menurunkan lemak dan KH pada animal models sedangkan DPP-4 inhibitors
tidak .

Agonis GLP-1
§ Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam homeostasis glukosa.
§ Yang berperanan dalam hal ini adalah hormon inkretin yang terdiri dari
§ GLP-1 ( glucagon like peptides) dan
§ GIP/ Glucose-dependent Insulinotropic Poplypeptide).
(Gastric inhibitory Peptide

Pada DM tipe 2
§ sekresi GIP setelah makan hanya sedikit terganggu,
§ sementara sekresi GLP-1 terganggu secara nyata.
§ GLP-1 cepat didegradasi oleh enzim DPP-4. Untuk mengatasi hal ini,
dikembangkan agonis reseptor GLP-1 yang memperpanjang masa kerja GLP-1
endogen dan melawan efek enzim DPP-4.
118
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Pemberian agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja GLP-1 (menurunkan
kadar gula darah, mengurangi sekresi glukagon, menurunkan berat badan, menimbulkan
rasa cepat kenyang, memperlambat pengosongan lambung).
Walaupun tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tata laksana DM tipe 2, beberapa
uji klinis menunjukkan bahwa pada penggunaan agonis reseptor GLP-1 terjadi
penurunan HbA1C sebesar 0,5-1,5 %.15

5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)


Obat antidiabetes oral jenis baru.
Mekanisme kerja : menghambat penyerapan kembali glukosa pada tubuli distal ginjal,
dengan cara menghambat kerja transporter glukosa SGLT-2.
Contoh : Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

119
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Perbandingan berbagai OHO

120
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

OHO yang beredar di Indonesia

121
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

122
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

II. Parenteral :
Obat Antihiperglikemia Suntik, yaitu
Ø insulin,
Ø agonis GLP-1
Ø kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
Ø HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
Ø Penurunan berat badan yang cepat
Ø Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ø Krisis Hiperglikemia
Ø Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Ø Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
Ø Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Ø Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Ø Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Ø Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi
menjadi 5 jenis, yakni :
1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)

Insulin endogen
Disintesis oleh : sel β pulau Langerhans dari Pancreas
Pulau Langerhans Pancreas terdiri dari 4 macam sel
§ Sel (β) B menghasilkan insulin
§ Sel (α) A menghasilkan glukagon
§ Sel (δ) D menghasilkan somatostatin
§ Sel F menghasilkan Pancreaetic Polypeptide (PP)

123
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Insulin adalah suatu polipeptida dengan BM 6000 (5808) ; terdiri dari 51 asam amino,
dengan 2 rantai :
§ rantai A terdiri dari 21 asam amino
§ rantai B terdiri dari 30 asam amino
Kedua rantai dihubungkan oleh jembatan disulfide

§ Sintesis dari bentuk proinsulin (polipeptida) berupa rantai tunggal dengan 86 asam
amino.
§ Proinsulin diubah menjadi insulin dan peptida penghubung (C-peptide atau
connecting peptide)
§ Proinsulin (prohormon) disintesis dari poliribosom retikulum endoplasmik sel β
pankreas, kemudian di transfer ke sisterna retikulum endoplasmik kemudian ke
kompleks golgi, di sini proinsulin diubah menjadi insulin.
§ Granula yang mengandung insulin, proinsulin (kecil) dan peptida-C baru lepas dari
apparatus golgi

Sekresi insulin sehari kira-kira 30-40 unit (25 % dari total isi insulin pankreas)

Insulin dapat di ekstraksi dari pankreas


* Ekstraksi pertama kali dilakukan oleh Banting dan Best pada tahun 1921 dari pankreas
babi atau sapi, karena insulin babi mirip dengan manusia, berupa kristal putih dan tidak
berbau.
* Ekstraksi dari manusia dilakukan dengan teknik rekombinan DNA (1980) terdapat 4
bentuk : enzym modify, DNA recombinant, bacterial insulin, prb & pyr . Sifat antigenik
rekombinan lebih kecil dibandingkan dar babi atau sapi.

Perangsangan glukosa akan menyebabkan sekresi insulin yang bersifat bifasik :


§ Fase 1, mencapai puncak sesudah 1-2 menit dan masa kerja pendek
§ Fase 2, mula kerja lambat tetapi masa kerja panjang
§ Distribusi insulin : ke seluruh tubuh, melalui cairan ekstrasel
§ Waktu paruh insulin,pada pemberian iv : < 9 menit (manusia) : 3-5 menit
124
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

§ Eliminasi normal melalui hati (60 %) ; ginjal (35-40 %),


Pemberian Insulin secara subkutan, eliminasi melalui ginjal 60 % dan hati
30-40 %

Kadar insulin basal manusia N : 5-15 μU/ml (30-90 pmol/L)


Kadar insulin puncak : 60-90 μU/ml ( 360-540pmol/L) selama makan

Mekanisme kerja insulin


Tempat kerja insulin adalah pada permukaan luar membran sel (terutama liver, otot,
lemak)
Insulin berinteraksi dengan reseptor khusus dan mengikuti pola up-down regulation
Insulin berikatan pada suatu glycoprotein receptor pada permukaan target sel.
Ikatan ini akan mengaktifkan enzim yang mengatur efek insulin pada metabolisme sel.

Kerja Insulin
I . Mempengaruhi transport zat pada membran sel yaitu glukosa, monosakarida,
asam amino, ion K +, fosfat organik, nukleotida.
Insulin mempengaruhi penyerapan glukosa : pada otot skelet, otot jantung, otot
polos, jaringan lemak, leukosit, lensa mata, humor aqueous, hipofisis
Penyerapan glukosa yang tidak dipengaruhi oleh insulin ialah pada otak, ginjal,
mukosa intestinal, eritrosit, hati.

II. Mempengaruhi aktifitas enzim dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak


Efek Insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
§ Merangsang glikolisis dengan mengaktifkan enzim : glukokinase,
fosfofruktokinase, piruvat kinase
§ Merangsang glikogenesis dengan mengaktifkan glikogen sintetase
§ Menghambat glukoneogenesis dengan menghambat enzim : glukosa 6 fosfatase,
fruktosa difosfatase, fosfoenolpiruvatkinase, piruvat karboksilase
Defisiensi insulin menyebabkan glukoneogenesis lebih aktif

Efek Insulin terhadap metabolisme lemak :


I mengurangi asam lemak bebas dalam sirkulasi
I meningkatkan simpanan trigliserida dalam jaringan lemak melalui mekanisme :
I induksi lipoprotein lipase yang menghidrolisis lipoprotein jadi trigliserida
I transpor glukosa ke dalam sel untuk membentuk gliserofosfat
I mengurangi lipolisis intraselular dari trigliserida simpanan

125
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Efek insulin terhadap metabolisme protein :


o mempermudah transport asam amino melewati membran sel
o merangsang pembentukan poliribosom penggabungan asam amino menjadi
protein
o menghambat proteolitik,
o Defisiensi insulin menyebabkan katabolisme protein

Efek insulin pada metabolisme Karbohidrat, Lemak dan protein dalam hati,
otot,adiposa

Jenis
Metabolisme Sel Hati Lemak Otot
KH ↓Glukoneogenesis ↑ up take Glukosa ↑ up take Glukosa
↓Glikogenolisis ↑ sintesis Gliserol ↑ Glikolisis
↑ Glikolisis ↑ Glikogenesis
↑ Glikogenesis
↑ sintesis
LEMAK ↑ Lipogenesis trigliserida
↓ Lipolisis ↑ sintesis fatty acid
↓ Lipolisis

PROTEIN ↓ protein breakdown ↑ up take Asam Amino


↑ sintesisprotein

Efek terhadap hati :


1.Menghambat glikogenolisis
2.Menghambat konversi asam lemak dan Asam Amino menjadi asam keton
3.Menghambat konversi Asam Amino menjadi glukosa
4.Meningkatkan cadangan glikogen
5.Meningkatkan sintesis trigliserida dan VLDL

Efek terhadap otot :


A. Meningkatkan sintesis protein :
1.Meningkatkan transpor asam amino
2.Meningkatkan sintesis protein ribosomal
B. Meningkatkan sintesis glikogen :
1.Meningkatkan transpor glukosa
2.Menginduksi glikogen sintetase dan menghambat fosforilase

126
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Efek terhadap jaringan lemak :


Meningkatkan simpanan trigliserida dengan cara
1.Insulin menginduksi dan aktivasi lipoprotein lipase untuk menghidrolisis lipoprotein
jadi trigliserida
2.Transpor glukosa ke dalam sel menyebabkan gliserol fosfat melakukan esterifikasi
asam lemak yang disuplai oleh tranpor lipoprotein
3.Insulin menghambat lipase intraseluler

Preparat Insulin
Karakteristik insulin dibedakan berdasarkan :
§ spesies asal,
§ jenis ,
§ waktu mula & lama kerja,
§ kemurnian,
§ konsentrasi,
§ kelarutan dsb.

Spesies asal insulin


1. Insulin babi / sapi : insulin sapi berbeda 3 Asam Amino, insulin babi berbeda 1 AA
2. Insulin manusia : rekombinan DNA, dengan menambahkan gen cDNA proinsulin
manusia ke dalam E coli atau ragi dan mengambil inti proinsulin membentuk molekul
insulin manusia

Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
1. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:


• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

127
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:


§ Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
§ Insulin kerja pendek (short acting insulin)
§ Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
§ Insulin kerja panjang (long acting insulin)
§ Insulin masa kerja ultra panjang ( ultra long acting)

Jenis dan lama kerja Insulin :

1.Masa kerja singkat, mula kerja cepat : reguler insulin, zinc insulin
2.Masa kerja sedang : lente.semilente, NPH
3.Masa kerja lama, mulai kerja lambat : ultralente

Insulin Masa kerja singkat :


Insulin reguler (RI) short-acting insulin or soluble insulin : suatu kristalin seng insulin
(CZI/ Crystalline Zinc Insulin)
Mula kerja pada pemberian subkutan : 15 menit, dengan masa kerja 5-7 jam
Cara pemberian RI : Intravena, infus dan subkutan

Indikasi penggunaan Insulin kerja singkat adalah pada keadaan


¡ diabetik ketoasidosis, emergensi
¡ kebutuhan insulin besar yang cepat seperti pada operasi, infeksi akut.

Protamine Zinc Insulin : penambahan basis protamin pada Crystalline zinc insulin,
berupa kristal besar dan sukar larut, sehingga absorpsi ke dalam darah lambat.
128
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Aktifitas puncak terjadi dalam 16 -18 jam, masa kerja dapat sampai 36 jam
Hal tsb menyulitkan jika digunakan untuk mengontrol hiperglikemi karena masa kerja
lama.

Insulin lente dan Ultralente


Insulin lente adalah campuran
§ 30 % insulin semilente (insulin presipitat amorf dengan ion seng dalam buffer asetat
dengan mula kerja relatif cepat) dan
§ 70 % insulin ultralente ( larutan kristal insulin yang kurang larut, mula kerja lambat,
masa kerja lebih lama)
Sehingga absorpsi relatif cepat dan masa kerja lama
Insulin lente paling banyak digunakan terutama kombinasi dengan insulin reguler.

Insulin ultra lente


Bersifat mula kerja sangat lambat, masa kerja lebih lama, sehingga jumlah pemberian 1-2
kali sehari.
§ Kadang di kombinasi dengan insulin reguler untuk DM tipe 1

Insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn / isophane )


§ Campuran insulin dengan protamin (10:1).
§ Penambahan Protamin adalah untuk memperlambat absorpsi insulin
§ Mula kerja tipe ini adalah lambat
§ Masa kerja sedang ≈ insulin lente.
§ Biasa dicampur dengan insulin reguler
§ Penggunaan untuk DM tipe 1 , 2 x sehari

Insulin campuran
Insulin masa kerja sedang ( NPH, lente ) dan Insulin reguler preprandial.
Dengan NPH lebih baik
Dengan lente memperlambat kerja insulin reguler, seng akan mengendapkan insulin
reguler sehingga absorpsi dan efek biologis insulin reguler terhambat.
Pemberian : subkutan, ante coenam pagi dan malam

Jenis Cara pemberian Insulin adalah secara :


§ konvensional : subkutan (abdomen, bokong, paha depan,lengan dorsal)
§ Suntikan pen portabel ( portable Pen Injection) : Novo Pen, Novolin Pen,
: cartrige U 100 insulin + jarum, dapat ditarik kembali. Novolin R Penfill, Novolin
N Penfill, Novolin 70/30 Penfill
§ Sistem Closed-Loop : sistem infus insulin-kontrol gula darah ; untuk keadaan akut
( ketoasidosis, dosis pemeliharaan preoperatif)

129
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

§ Sistem Open -Loop (Pompa insulin) : insulin dengan pompa terprogram ; SC, IV,
atau IP
§ Melalui hidung sebagai aerosol : insulin + deterjen ;
kadar efektif insulin yang mencapai sirkulasi hampir secepat pemberian intravena.

Komplikasi pemberian insulin :


A. Hipogkilemi
Penyebabnya adalah : terlambat makan, gerak badan berlebihan atau dosis insulin terlalu
besar
Gejala insulin berlebihan adalah bingung, tingkah laku aneh dan dapat sampai koma.
Gejala hipoglikemi merupakan hiperaktif otonom :
§ parasimpatis akan menyebabkan mual, lapar
§ simpatis menyebabkan takikardi, palpitasi, berkeringat, tremor/ gemetar ; tekanan
darah meningkat, lemah
Pada batas normal jika terjadi hipoglikemi maka tubuh akan merespon dengan
membentuk GH, ACTH, glukagon dan epinefrin untuk mengimbangi, jika tidak berhasil
dapat terjadi konvulsi dan koma.

Penanganan hipoglikemi adalah dengan pemberian : glukosa / sari jeruk / gula


Untuk penderita tidak sadar diberi : 20 - 50 ml glukosa 50 %, iv, 2-3 menit atau / 1 mg
glukagon sc atau im jika tetap tidak tertangani.

B. Imunopatologi
1. Alergi insulin berupa urtikaria lokal
Penanganan dengan : antihistamin, kortikosteroid, dan desensitasi.
2. Resistensi imun insulin ~ reseptor
karena terbentuk antibodi anti-insulin IgG
Pada keadaan ini kebutuhan insulin yang sangat tinggi (>200 U/hr)

Untuk mengurangi resistensi dapat dilakukan beberapa hal yaitu :


mengganti dengan insulin murni yang kurang antigenik (babi atau manusia) atau
insulin sapi sulfat (modifikasi kimia insulin sapi)
imunosupresi dengan kortikosteroid

C. Lipodistropi pada tempat suntikan :


Dapat berupa :
→ atropi jaringan lemak subkutan .
→ hipertropi jaringan lemak subkutan
Jadi sebaiknya suntikan dilakukan dengan berpindah-pindah.

130
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Besarnya dosis insulin bergantung pada :


1. Aktifitas fisik
2. Asupan kalori
3. Aktifitas hormonal
4. Adanya infeksi
5. Resistensi insulin

Faktor yang mempengaruhi absorpsi insulin :


§ Diet
§ Aktifitas

Kecepatan absorpsi bergantung pada :


1. Cara Pemberian : subkutan
2. Tempat suntikan (lengan atas kana kiri - dinding abdomen-bokong-paha)
3. Tipe insulin
4. Aliran darah subkutan (massage, air panas, latihan yang meningkat /↑)
5. Aktifitas otot setempat (tempat suntikan)
6. Volume dan konsentrasi insulin
7. Dalamnya suntikan ( im > cepat )

Interaksi insulin
1. Hormon pertumbuhan (GH), kortikotropin, tiroid, estrogen, progestin dan
glukagon
2. Adrenalin : menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis
3. Guanetidin : menurunkan gula darah
4. Obat : antibiotik (kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat, fenilbutason :
meningkatkan kadar insulin dalam plasma
5. Penghambat adrenoseptor β
6. Penghambat MAO, steroid anabolik, fenfluramin potensiasi hipoglikemi

Regimen injeksi :
Untuk insulin campuran rapid acting and long acting, insulin diberikan 30-45 min
antecoenam breakfast
Atau untuk campuran rapid and long acting insulin diberikan 30 min a.c dinner

Untuk insulin rapid acting , insulin diberikan pada 5-15 menit a.c.

131
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Strategi penentuan regimen insulin pada DMT1:

132
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Strategi penentuan regimen insulin pada DMT2:

133
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Dosis Insulin Secara Umum Pada Penderita DM :


Dosis initial penderita DM muda : 0,7-1,5 U/ KgBB total per hari
Dewasa kurus : 8-10 U, 20-30 menit a.c pagi dan 4-5 menit ac malam
Dewasa gemuk : 20 U pagi dan 10 U malam

Dosis ditingkatkan atau diturunkan secara bertahap sesuai kadar gula darah
dengan sasaran sebagai berikut:

Perbandingan berbagai Insulin

134
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk


pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan
pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-
1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide,
dan Lixisenatide.

135
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak
April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat
dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang
diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8
mg tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali
sehari secara subkutan.
Terapi Farmakologis harus diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).

136
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

137
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Stephen N. Davis, Daryl K. Granner.2001. Insulin, Oral Hypoglycemic Agent,


and The Pharmacology of The Endocrine Pancreas. Goodman & Gilman’s
Pharmacological Basis of Therapeutics. Tenth edition.p 1679-1711

2. John H.Karam. 1998. Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs ( Bertram


G.Katzung, Eds). Basic & Clinical Pharmacology. Seventh Edition . p 684- 705.

3. Leland Norman Holland, Michael Patrick Adams. 2003. Insulin and Glucagon are
secreted by the pancreas. Core concepts In Pharmacology. Prentice Hall. Chap
28. p 447- 451

4. Mary J Mycek, Sheldon B Gertner, Maria Menna Perper. 1992. Insulin and Oral
Hypoglycemic Drugs. Pharmacology Lippincott”s Illustrated Reviews. Richard A
Harvey, Pamela C Champe Eds. Chapter 26. p 235- 242

5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2004. Sidartawan Soegondo, Pradana


Soewondo, Imam Subekti , Eds . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

6. James M Ritter, Lionel D Lewis & Timothy G K Mant. 1999. Diabetes Mellitus.
A Textbook of Clinical Pharmacology. Fourth edition.chap 36. p 417 - 427

7. Chris J. van Boxtel. 2001. Hormones and Hormone Antagonists. Drug Benefits
and Risk International Textbook of Clinical Pharmacology . Chapter 24. p 365-
369

8. Perkeni. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di


Indonesia 2015.

138
FARMAKOLOGI OBAT ANTI DIABETIK
SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin bersama sistem saraf melaksanakan komunikasi antarsel di seluruh
tubuh untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, homeostasis, respon
terhadap stimuli, dan lain-lain. Kata “hormon” berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
membangkitkan untuk beraktivitas. Hormon adalah suatu zat yang disintesis di satu organ
dan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk bekerja di jaringan lain (endokrin). Hormon juga
dapat bekerja pada sel-sel di sekitarnya (parakrin) dan pada sel tempat hormon berasal
(autokrin) tanpa perlu masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Masing-masing hormon memiliki
mekanisme kerja, biosintesis, penyimpanan, sekresi, pengangkutan, dan metabolisme
tersendiri untuk menghasilkan respon homeostasis.
Hampir semua sel pada tubuh manusia merupakan target dari 1 atau lebih dari 50
hormon yang diketahui, tetapi hanya sebagian kecil yang menghasilkan hormon. Suatu
hormon dapat memengaruhi beberapa jenis sel, lebih dari 1 hormon dapat memengaruhi 1
jenis sel, dan hormon dapat menimbulkan berbagai efek pada 1 atau berbagai sel.

KLASIFIKASI HORMON

Hormon dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, sebagai berikut:

Tabel 1 Gambaran Umum Kelompok Hormon

Kelompok I Kelompok II
Tipe Steroid, iodotironin, Polipeptida, protein, glikoprotein,
kalsitriol, retinoid katekolamin
Kelarutan Lipofilik Hidrofilik

Protein Ya Tidak
pengangkut
Waktu paruh Lama (jam-hari) Singkat (menit)
plasma
Reseptor Intrasel Membran plasma
Mediator Kompleks hormon- cAMP, cGMP, Ca2+, metabolit kompleks,
reseptor fosfoinositol, kaskade kinase

139
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Berdasarkan mekanisme kerja, hormon diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Hormon yang berikatan dengan reseptor intrasel

Contoh: androgen, estrogen, kalsitriol, tiroid


2. Hormon yang berikatan dengan reseptor di permukaan sel dan memerlukan second
messenger berupa:

a. cAMP, contoh: glukagon, hormon paratiroid, hormon antidiuretik


b. cGMP, contoh: nitrik oksida, atrial natriuretic factor
c. Kalsium atau fosfatidilinositol (atau keduanya), contoh: angiotensin II, oksitosin,
gastrin
d. Kaskade kinase atau fosfatase, contoh: eritropoietin, hormon pertumbuhan,
insulin

Target hormon adalah semua sel tempat hormon (ligan) berikatan dengan reseptornya,
termasuk reseptor hormon spesifik intrasel dan di permukaan sel, baik yang respon
biokimia maupun fisiologisnya sudah diketahui maupun yang belum.

Faktor yang menentukan respon sel target terhadap hormon dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu:
1. Faktor yang memengaruhi konsentrasi hormon di sel target
• Laju sintesis dan sekresi hormon
• Kedekatan letak sel target dengan sumber hormon (efek pengenceran)
• Konstanta disosiasi hormon dengan protein pengangkut spesifik di plasma
(jika ada)
• Perubahan bentuk inaktif atau aktif suboptimal hormon menjadi bentuk aktif
penuh
• Laju bersihan/clearance rate hormon dari plasma oleh jaringan lain atau
melalui proses pencernaan, metabolisme, atau ekskresi
2. Faktor yang memengaruhi respon sebenarnya sel target terhadap hormon
• Jumlah, aktivitas relatif, dan ditempati atau tidaknya reseptor spesifik di
membran plasma atau sitoplasma atau nukleus
• Metabolisme (aktivasi atau inaktivasi) hormon di sel target
• Adanya faktor lain di dalam sel yang diperlukan untuk respon hormon
• Peningkatan (up-regulation) atau penekanan (down-regulation) reseptor
sebagai konsekuensi interaksinya dengan ligan
• Desensitasi sel setelah pengikatan hormon dengan reseptornya, termasuk
down-regulation reseptor

140
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Interaksi hormon-reseptor harus memiliki ciri biokimiawi tertentu agar respon yang
terjadi bersifat fisiologis, ciri-ciri tersebut mencakup:
1. Pengikatan harus spesifik, yaitu dapat digeser oleh agonis atau antagonis
2. Pengikatan harus dapat menjadi jenuh
3. Pengikatan harus terjadi dalam rentang konsentrasi dari respon biologis yang diharapkan

Reseptor hormon memiliki sedikitnya 2 domain fungsional, yaitu:


1. Domain pengenal (recognition domain): mengikat ligan hormon
2. Domain penggabung (coupling domain): menghasilkan sinyal yang menggabungkan
atau menghubungkan pengenalan hormon ke beberapa fungsi intrasel.

Penggabungan dilakukan melalui 2 cara umum yaitu:


1) Hormon berikatan dengan reseptor yang ada di membran plasma lalu menghasilkan
sinyal yang mengatur berbagai fungsi intrasel, sering dengan mengubah aktivitas
suatu enzim. Contoh: hormon protein, polipeptida, dan katekolamin.
2) Hormon berinteraksi dengan reseptor intrasel membentuk kompleks reseptor-ligan
yang secara langsung menghasilkan sinyal yang umumnya memengaruhi laju
transkripsi gen-gen tertentu. Contoh: hormon steroid, retinoid, dan tiroid.

SINTESIS HORMON
Tempat sintesis hormon:
1. Organ spesifik, contoh: tiroid (triiodotironin), adrenal (glukokortikoid), hipofisis
(prolaktin)
2. Organ yang memiliki fungsi lain, contoh: ovarium menghasilkan oosit dan hormon
estradiol
3. Sel khusus dalam organ lain, contoh: angiotensin II disintesis dalam ginjal
4. Sel parenkim dari beberapa organ, contoh: kulit, hati, dan ginjal diperlukan untuk
sintesis kalsitriol

Hormon disintesis dari berbagai bahan dasar kimiawi, yaitu:


1. Kolesterol, misal: glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen, progestin, kalsitriol
2. Asam amino, misal: tirosin sebagai bahan dasar hormon tiroid
3. Polipeptida atau glikoprotein, misal: hormon pertumbuhan, insulin, hormon
paratiroid

Hormon dapat disintesis dalam bentuk akhir dan segera disekresikan, terutama hormon
yang berasal dari kolesterol. Sebagian hormon disintesis dalam bentuk akhir dan disimpan
di sel penghasil, misalnya katekolamin. Hormon lain disintesis dari molekul prekursor di
sel penghasil, kemudian diproses dan disekresikan saat terdapat rangsang fisiologis,
141
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

misalnya insulin dikeluarkan saat terdapat peningkatan konsentrasi glukosa plasma.


Hormon lain yang diubah menjadi bentuk aktif dari molekul prekursor di perifer (contoh:
T3 dan dihidrotestosteron).

Steroidogenesis Adrenal
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolesterol yang terutama berasal dari plasma
dan sebagian kecil disintesis in situ dari asetil-koA. Kolesterol mengalami esterifikasi dan
disimpan dalam butiran lipid di sitoplasma.
Saat ada rangsangan dari adrenocorticotropic hormone (ACTH) akan terjadi aktivasi
esterase yang membebaskan kolesterol untuk dibawa ke mitokondria. Kolesterol
diubah menjadi pregnenolon oleh cholesterol side-chain cleavage enzyme (P450scc)
melalui hidroksilasi dan pemutusan rantai samping (pengeluaran fragmen 6 karbon
isokaproaldehida) untuk menghasilkan steroid 21-karbon. Semua hormon steroid mamalia
dibentuk dari kolesterol via pregnenolon melalui serangkaian reaksi yang terjadi di
mitokondria atau retikulum endoplasma sel pembentuk.

• Sintesis mineralokortikoid
Pembentukan aldosteron terjadi di zona glomerulosa. Pregnenolon diubah menjadi
progesteron oleh 2 enzim retikulum endoplasma (RE) halus, yaitu 3β-hidroksisteroid
dehidrogenase (3β-OHSD) dan Δ5,4-isomerase. Progesteron mengalami hidroksilasi di
posisi C21 membentuk mineralokortikoid 11-deoksikortikosteron (DOC) yang bersifat
retensi Na+. Hidroksilasi selanjutnya di C11 menghasilkan kortikosteron yang bersifat
glukokortikoid dan mineralokortikoid lemah (<5% kekuatan aldosteron). Enzim
18-hidroksilase (aldosteron sintase) bekerja pada kortikosteron sehingga menjadi
18-hidroksikortikosteron yang akan diubah menjadi aldosteron.

142
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

• Sintesis glukokortikoid
Sintesis kortisol melalui 3 tahap hidroksilasi (di posisi C17, C21, C11) yang terjadi di
zona fasikulata dan retikularis dari korteks adrenal. Enzim 17α-hidroksilase dari RE halus
mengubah progesteron atau pregnenolon menjadi 17α-hidroksiprogesteron. Selanjutnya
kerja enzim 21-hidroksilase dari RE halus membentuk 11-deoksikortisol, yang kemudian
menjadi kortisol oleh kerja 11β-hidroksilase dari mitokondria. Kortisol adalah hormon
glukokortikoid alami paling kuat dalam tubuh manusia.
• Sintesis androgen
Prekursor androgen utama yang dihasilkan oleh korteks adrenal adalah
dehidroepiandrosteron (DHEA). Sebagian kecil berasal dari 17-hidroksipregnenolon yang
mengalami pengeluaran rantai samping oleh kerja enzim 17,20-liase. Aktivitas enzim liase
ini merupakan bagian dari enzim yang mangatalisis 17α-hidroksilasi, sehingga protein
ini berfungsi ganda, akibatnya pembentukan androgen adrenal meningkat jika biosintesis
glukokortikoid dihambat.
DHEA adalah suatu prohormon yang oleh kerja 3β-OHSD dan Δ5,4-isomerase diubah
menjadi androstenedion yang lebih kuat. Sedikit androstenedion dibentuk di adrenal oleh
kerja liase pada 17α-hidroksiprogesteron. Sebagian kecil androstenedion direduksi pada
143
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

posisi C17 membentuk testosteron, yaitu androgen adrenal yang paling poten. Sebagian
besar konversi ini berlangsung di testis.

Steroidogenesis Testis
Androgen testis dibentuk oleh sel Leydig di jaringan interstitial. Kecepatan sintesis
ditentukan oleh penyaluran prekursor kolesterol ke membran dalam mitokondria oleh
protein pengangkut StAR. Rantai samping kolesterol diputus oleh P450scc menjadi
pregnenolon yang akan diubah menjadi testosteron oleh aktivitas 5 enzim yang terkandung
dalam 3 protein, yaitu:
1. 3β-OHSD) dan Δ5,4-isomerase
2. 17α-hidroksilase dan 17,20-liase
3. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (17β-OHSD)

Pregnelonon diubah menjadi testosteron melalui jalur progesteron/Δ4 atau jalur


dehidroepiandrosteron/Δ5 (paling sering).
Testosteron dimetabolisme melalui 2 jalur, yaitu:
1. Oksidasi di posisi 17
Terjadi terutama di jaringan, termasuk hati, dan menghasilkan 17-ketosteroid
yang bersifat inaktif atau kurang aktif.
2. Reduksi di ikatan rangkap cincin A dan 3-keton

144
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Terjadi terutama di jaringan target, termasuk prostat dan genitalia eksterna. Bersifat
kurang efisien tetapi menghasilkan metabolit poten dihidrotestosteron (DHT).
Sekitar 50-100 µg DHT disekresikan oleh testis. Sisanya diproduksi dari testosteron di
perifer dari reaksi yang dikatalisis oleh 5α-reduktase yang dependen-NADPH. Sebagian
testosteron mengalami aromatisasi di jaringan perifer membentuk estradiol, terutama pada
laki-laki.

Steroidogenesis Ovarium
Estrogen adalah suatu famili hormon yang terdiri dari:
1. 17β-estradiol yaitu estrogen primer yang berasal dari ovarium
2. Estron yang disintesis di banyak jaringan
3. Estriol dari plasenta

Jalur dan enzim-enzim yang berperan dalam tahap awal sintesis estradiol sama
dengan biosintesis androgen. Estrogen dibentuk oleh aromatisasi androgen dalam proses
kompleks yang melibatkan 3 tahap hidroksilasi yang memerlukan O2 dan NADPH. Enzim
yang bekerja adalah enzim aromatase yang termasuk dalam P450 mono-oksigenase.
Estradiol dibentuk bila substratnya adalah testosteron, estron dibentuk dari aromatisasi
androstenedion.
Sumber steroid ovarium adalah dari sel theca yang menghasilkan androstenedion dan
testosteron yang diubah oleh enzim aromatase di sel granulosa menjadi estron dan estradiol.
Progesteron sebagai prekursor semua hormon steroid diproduksi dan disekresikan oleh
korpus luteum. Sebagian estrogen dihasilkan melalui aromatisasi androgen di jaringan
perifer. Pada laki-laki, 80% produksi estradiol (E2) dibentuk dari aromatisasi perifer
testosteron. Pada perempuan hamil hampir 50% E2 yang diproduksi selama kehamilan
berasal dari aromatisasi androgen. Pada perempuan pascamenopause, sumber utama
estrogen adalah perubahan androstenedion menjadi estron.
145
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Aktivitas aromatase terdapat di sel adiposa, hati, kulit, dan jaringan lain. Peningkatan
aktivitas enzim ini dapat menyebabkan “estrogenisasi” yang menjadi gejala klinis pada
kelainan seperti sirosis hati, hipertiroidisme, penuaan, dan obesitas.

Sintesis Kalsitriol
Kalsitriol (1,25(OH)2-D3) dihasilkan oleh rangkaian reaksi enzimatik yang terjadi di
jaringan kulit, hati, dan ginjal. Prekursor hormon ini adalah vitamin D.
• Kulit
Sejumlah kecil prekursor terdapat dalam makanan (minyak hati ikan, kuning telur),
tetapi sebagian besar diproduksi oleh lapisan malphigi epidermis dari 7-dehidrokolesterol
dalam reaksi fotolisis nonenzimatik yang dibantu oleh sinar ultraviolet.

• Hati
Protein pengikat vitamin D mengikat vitamin D3 dan metabolitnya untuk dipindahkan
dari kulit atau usus ke hati. Vitamin D3 mengalami 25-hidroksilasi di retikulum
endoplasma dalam reaksi yang memerlukan magnesium, NADPH, oksigen, dan faktor
sitoplasma. Enzim yang terlibat adalah sitokrom P450 reduktase yang dependen-NADPH
dan sitokrom P450. Reaksi ini juga berlangsung di ginjal dan usus dengan tingkat efisiensi
yang rendah. 25(OH)2-D3 masuk ke dalam sirkulasi, tempat zat ini diubah menjadi bentuk
utama vitamin D yang terdapat dalam plasma, dan diangkut ke ginjal oleh protein pengikat
vitamin D.

146
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

• Ginjal
25(OH)2-D3 mengalami hidroksilasi di posisi C1 dalam mitokondria tubulus kontortus
proksimal ginjal oleh suatu reaksi mono-oksigenase yang memerlukan NADPH,
magnesium, oksigen dan 3 enzim, yaitu:
- Flavoprotein, feredoksin reduktase ginjal
- Protein besi-sulfur, feredoksin ginjal
- Sitokrom P450

Sistem ini menghasilkan 1,25(OH)2-D3 yang merupakan metabolit vitamin D alami


yang paling poten. Fungsi utama kalsitriol adalah stimulasi absorpsi Ca2+ dan fosfat dari
lumen usus melawan gradien konsentrasi.

Sintesis Katekolamin
Sel kromafin medula adrenal menghasilkan dopamin, norepinefrin, dan epinefrin dari
tirosin. Produk utama medula adrenal adalah epinefrin, senyawa ini membentuk sekitar
80% katekolamin di medula, dan tidak dibentuk di jaringan ekstramedula. Sebagian besar
norepinefrin yang terdapat di organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis dibentuk in situ
(sekitar 80% dari total), sebagian besar sisanya dibentuk di ujung saraf lain dan mencapai
target melalui sirkulasi. Epinefrin dan norepinefrin dapat diproduksi dan disimpan di sel
yang berbeda di medula adrenal dan jaringan kromafin lainnya.

147
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Perubahan tirosin menjadi epinefrin


melalui 4 tahap sebagai berikut:
1. Hidroksilasi cincin
Enzim tahap ini yaitu tirosin hidroksilase
adalah enzim penentu laju kecepatan
biosintesis katekolamin.
Enzim oksidoreduktase ini ditemukan
dalam bentuk larut dan terikat hanya
pada jaringan yang membentuk
katekolamin. Enzim ini mengubah
L-tirosin menjadi L-hidroksifenilalanin
(L-dopa) dengan kofaktor tetrahidropteridin.

2. Dekarboksilasi
Enzim dopa dekarboksilase
mengubah L-dopa menjadi 3,
4-dihidroksifeniletilamin (dopamin)
dengan kofaktor piridoksal fosfat.

3. Hidroksilasi rantai samping


untuk membentuk norepinefrin
Enzim dopamin β-hidroksilase (DBH)
mengatalisis perubahan dopamin menjadi
norepinefrin. Enzim ini termasuk golongan
mono-oksigenase yang memerlukan askorbat
sebagai donor elektron, Cu sebagai
active site, dan fumarat sebagai modulator.

4. N-metilasi untuk menghasilkan epinefrin


Enzim feniletanolamin-N-metil
transferase (PNMT) mengatalisis
N-metilasi norpepinefrin membentuk
epinefrin di medula adrenal. Sintesis PNMT diinduksi
oleh hormon glukokortikoid yang mencapai medula
melalui sistem porta intra-adrenal yang menciptakan
gradien konsentrasi 100 kali lipat dibandingkan
konsentrasi di darah arteri sistemik.

148
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Sintesis Hormon Tiroid


Hormon tiroid terdiri dari triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Kedua hormon
ini memerlukan iodium untuk dapat memiliki bioaktivitas. Hormon tiroid disintesis
sebagai bagian dari molekul prekursor yang sangat besar (tiroglobulin) dan disimpan
dalam reservoar intrasel (koloid). T4 dapat dikonversi menjadi T3 yang bersifat lebih aktif
di jaringan perifer.
Tiroglobulin merupakan suatu protein besar yang terglikosilasi (karbohidrat 8-10%)
dan teriodinasi (0,2-1%). Protein ini mengandung 115 residu tirosin yang berpotensi
mengalami iodinasi. Sekitar 70% iodida dalam tiroglobulin berada dalam bentuk prekursor
inaktif berupa monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT), 30% sisanya berada dalam
bentuk residu iodotironil.
Tiroglobulin disintesis di bagian basal sel dan berpindah ke lumen untuk menjadi
tempat penyimpanan T3 dan T4 di koloid. Dalam beberapa menit setelah stimulasi
tiroid oleh thyroid stimulating hormone (TSH), koloid masuk kembali ke dalam sel dan
terjadi peningkatan aktivitas fagolisosom. Enzim-enzim protease asam dan peptidase
menghidrolisis tiroglobulin menjadi asam amino-asam amino pembentuknya, termasuk
T3 dan T4 yang dikeluarkan ke ruang ekstra sel.
Tiroid dapat memekatkan I- dengan melawan gradien kimia melalui proses yang
membutuhkan energi dan terhubung dengan transporter I- yang dependen-Na+-K+-ATPase
di tiroid. Rasio iodida di tiroid:serum pada manusia dengan diet iodium normal adalah
sekitar 25:1. I- mengalami oksidasi dalam tiroid menjadi unsur dengan valensi yang
lebih tinggi. Proses ini terjadi pada permukaan lumen sel folikel dan melibatkan enzim
tiroperoksidase yang mengandung heme.
Penggabungan 2 molekul DIT membentuk T4, penggabungan MIT dan DIT membentuk
T3. Penggabungan ini merupakan proses oksidatif yang terjadi dalam molekul tiroglobulin
dengan bantuan enzim tiroperoksidase.
Hormon tiroid yang terbentuk tetap menjadi bagian integral dari tiroglobulin sampai
tiroglobulin terurai. Deiodinase mengeluarkan I- dari MIT atau DIT inaktif di tiroid.
Mekanisme ini menghasilkan I- yang digunakan dalam biosintesis T3 dan T4. Deiodinase
perifer terjadi di jaringan target seperti hipofisis, ginjal, dan hati yang secara selektif
mengeluarkan I- dari posisi 5’ T4 untuk menghasilkan T3 yang jauh lebih aktif.
Sekresi T3 dan T4 ke dalam sirkulasi memerlukan endositosis dari tiroglobulin dan
kerja enzim proteolisis dalam sel epitel folikular.

149
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Sintesis Insulin
Insulin disintesis sebagai suatu praprohormon berupa prototipe untuk peptida yang
diproses dari molekul prekursor yang lebih besar. Sekuens pra- atau leader yang hidrofobik
mengarahkan molekul ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan.
Proses ini menghasilkan molekul proinsulin yang membentuk konformasi yang diperlukan
untuk membuat jembatan disulfida yang sesuai. Molekul proinsulin kemudian mengalami
serangkaian pemutusan peptida yang menyebabkan terbentuknya insulin matur dan
c-peptida dalam jumlah molar yang setara. Insulin matur memiliki struktur heterodimer
AB dengan 1 jembatan disulfida intrachain dan 2 jembatan disulfida interchain.

150
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Sintesis Hormon Paratiroid


Prekursor yang merupakan produk gen primer adalah praproPTH yang akan dibentuk
menjadi proPTH melalui perpanjangan terminal amino heksapeptida. Biosintesis dan
sekresi selanjutnya diatur oleh konsentrasi Ca2+ plasma melalui suatu proses kompleks.
Penurunan mendadak Ca2+ plasma menyebabkan peningkatan laju sintesis dan sekresi
PTH.
Sekitar 80-90% proPTH yang disintesis tidak dapat disimpan sebagai PTH yang utuh
di dalam sel karena cepat terurai. Laju penguraian menurun jika konsentrasi Ca2+ rendah
dan meningkat bila konsentrasi Ca2+ tinggi. Efek ini diperantarai oleh reseptor Ca2+ pada
permukaan sel tiroid. Fragmen-fragmen PTH yang sangat spesifik dihasilkan melalui
proses proteolitik.
Penguraian PTH menjadi dipeptida dan tripeptida sebagian besar terjadi di kelenjar dan
hati melalui kerja enzim proteolitik seperti katepsin B dan D.

Sintesis Angiotensin II
Angiotensin II berperan dalam sistem renin-angiotensin yang mengatur tekanan darah
dan metabolisme elektrolit (melalui pembentukan aldosteron). Angiotensin II dibentuk
dari angiotensinogen, sebuah ⍺2-globulin besar yang disintesis di hati. Enzim renin yang
dihasilkan sel jukstaglomerulus arteriol aferen ginjal mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Sel jukstaglomerulus ini sensitif terhadap perubahan tekanan darah dan
perubahan konsentrasi Na+ dan Cl- di tubulus ginjal. Setiap faktor yang menurunkan
volume cairan (seperti dehidrasi, penurunan tekanan darah, kehilangan cairan atau darah)
atau mengurangi konsentrasi NaCl akan merangsang pembentukan renin.
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II melalui proses pengeluaran 2 asam amino
terminal karboksil dengan bantuan angiotensin-converting-enzyme (ACE). Angiotensin II
meningkatkan tekanan darah dengan menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan merupakan
zat vasoaktif yang sangat poten. Senyawa ini menghambat pelepasan renin dari sel
151
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

jukstaglomerulus dan merangsang pembentukan aldosteron, sehingga terjadi retensi Na+,


peningkatan volume dan tekanan darah.
Sebagian angiotensin II diubah menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III
diinaktifkan oleh angiotensinase membentuk produk penguraian.

Sintesis Famili Peptida Pro-Opiomelanocortin (POMC)


Famili POMC terdiri dari peptida-peptida yang bekerja sebagai hormon, yaitu:
• Adreno-cotico tropic hormone (ACTH)
• Lipotropine hormone (LPH)
• Melanocyte stimulating hormone (MSH)
• Senyawa endorfin yang dapat berfungsi sebagai neurotransmiter atau
neuromodulator
152
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

POMC disintesis sebagai molekul prekursor yang terdiri dari 285 asam amino dan
diproses secara berbeda-beda di berbagai bagian hipofisis.
Terdapat 3 kelompok peptida dasar, yaitu:
1. ACTH yang dapat menghasilkan α-MSH dan corticotrophin-like intermediate lobe
peptide/CLIP
2. β-lipotropin/β-LPH yang dapat menghasilkan ɣ-LPH, β-MSH, dan ⍺,β,ɣ-endorfin
3. Peptida terminal amino besar yang menghasilkan ɣ-MSH

Keragaman produk-produk ini karena banyak kelompok asam amino dibasic yang
berpotensi menjadi tempat pemutusan oleh enzim trypsin-like. Pada peptida ini terjadi
tambahan modifikasi spesifik-jaringan yang memengaruhi aktivitas peptida-peptida
tersebut. Modifikasi mencakup fosforilasi, asetilasi, glikosilasi, dan amidasi.

PENYIMPANAN & SEKRESI HORMON


Hormon steroid dan kalsitriol disekresikan dalam bentuk akhir yang aktif sehingga
tidak ada reservoir intrasel. Katekolamin disintesis dalam bentuk aktif kemudian disimpan
dalam granula di sel kromafin medula adrenal, dan baru akan dibebaskan saat terdapat
rangsang yang sesuai. PTH, insulin, hormon tiroid juga disimpan dan dibebaskan bila
diperlukan.

153
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

Tabel 2 Waktu Penyimpanan Hormon

Hormon Waktu penyimpanan dalam sel


Steroid dan kalsitriol Tidak ada
Katekolamin dan PTH Beberapa jam
Insulin Beberapa hari
T3 dan T4 Beberapa minggu

TRANSPOR HORMON
Hormon yang bersifat hidrofobik tidak terlalu larut dalam plasma sehingga memerlukan
protein pengangkut khusus untuk mengatasi masalah kelarutan dan sebagai reservoir
hormon dalam sirkulasi. Hormon yang terikat protein pengangkut memiliki waktu paruh
yang panjang. Hormon hidrofilik larut dalam plasma dan tidak memerlukan protein
pengangkut tetapi memiliki waktu paruh yang singkat. Sel yang menjadi target hormon
memiliki reseptor yang memiliki karakteristik khusus.
Sebagian besar hormon tiroid beredar dalam bentuk terikat dengan protein thyroxine
binding globulin (TBG). Kortisol beredar dalam bentuk bebas dan terikat oleh protein
transkortin/corticosteroid binding globulin (CBG). Hormon seks diangkut oleh sex
hormone binding globulin (SHBG) dengan tingkat afinitas yang berbeda-beda.

Tabel 3 Perbedaan Reseptor dengan Protein Pengangkut


Gambaran Reseptor Protein pengangkut

Konsentrasi Sangat rendah (ribuan/sel) Sangat tinggi (milyar/µL)


Afinitas ikatan Tinggi (pmol/L-nmol/L) Rendah (µmol/L)
Spesifitas ikatan Sangat tinggi Rendah
Saturabilitas Ya Tidak
Dapat terlepas/reversibilitas Ya Ya
Transduksi sinyal Ya Tidak

KERJA HORMON

1. Hormon kelompok I (lipofilik)


Hormon kelompok I ini berdifusi melalui membran plasma dan berikatan dengan
reseptor intrasel yang spesifik dan berafinitas tinggi pada sel target yang berfungsi sebagai
ligand-activated transcription factors (transactivator atau repressor). Reseptor terletak di
sitoplasma atau nukleus sel target. Kompleks hormon-reseptor mengalami reaksi aktivasi
untuk dapat memengaruhi transkripsi gen dan pembentukan mRNA target. Jumlah protein
yang terbentuk akan berubah dan proses metabolik akan terpengaruh. Semua reseptor
154
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

termasuk dalam steroid receptor supergene family yang memiliki sekuens yang homolog
mencakup C-terminal ligand-binding domains, DNA-binding domain, N-terminal
immunogenic domains.

• Hormon kelompok II (hidrofilik)


Hormon berinteraksi dengan reseptor membran sel kemudian transmisi sinyal melalui
second messenger yang dihasilkan intrasel. Internalisasi kompleks hormon-reseptor
memerlukan proses endositosis. Kompleks polipeptida-reseptor memasuki coated pits,
kemudian membentuk coated vesicle yang menjadi receptosomes. Reseptor dapat
dikembalikan ke membran sel oleh apparatus golgi atau didegradasi oleh lisosom.

Mekanisme kerja hormon kelompok ini menghasilkan sinyal intrasel, mencakup:


• cAMP (cyclic AMP) dan protein kinase A
• cGMP dan protein kinase G
• Ca2+
• Fosfatidilinositida 3,4,5-triphosphate (PIP3), inositoltrifosfat (IP3)
• Diasilgliserol dan Protein kinase C

Sintesis second messenger ini dipicu oleh keberadaan hormon primer yang mengikat
reseptornya. Second messenger dapat memengaruhi transkripsi gen dan beragam proses
biologis.

Sinyal yang dihasilkan hormon diterjemahkan menjadi tindakan yang memungkinkan


sel beradaptasi secara efektif melalui perubahan laju transkripsi gen-gen tertentu.

Cara hormon memengaruhi transkripsi:


1. Gen-gen yang aktif ditranskripsi terletak di regio yang rentan terhadap DNAse I
sehingga faktor transkripsi dapat mengakses DNA.
2. Gen memiliki regio regulatorik yang dapat berikatan dengan faktor transkripsi
untuk memodulasi frekuensi transkripsi.
3. Kompleks hormon-reseptor dapat menjadi faktor transkripsi. Sekuens DNA yang
diikat oleh faktor transkripsi disebut hormone response element (HRE).
4. Sinyal-sinyal lain yang dihasilkan hormon dapat memodifikasi lokasi, jumlah, atau
aktivitas faktor transkripsi sehingga memengaruhi HRE.
5. Anggota superfamili besar reseptor nukleus bekerja sama dengan atau seperti
reseptor hormone.
6. Reseptor nukleus berinteraksi dengan kelompok besar lain untuk memengaruhi
transkripsi gen.

155
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN

REGULASI HORMON
Sintesis dan sekresi beberapa hormon diatur oleh kelenjar hipotalamus dan hipofisis.
Hipofisis terbagi menjadi lobus anterior (adenohipofisis) dan posterior (neurohipofisis).
Lobus anterior merupakan organ target untuk hormon dari hipotalamus. Hormon-hormon
lobus posterior yang disintesis di nukleus supraoptik dan paraventrikular hipotalamus akan
ditrasportasikan ke hipofisis dalam bentuk granula melalui akson.
Lobus posterior mensekresi hormon oksitosin dan vasopresin/hormon anti diuretik.
Lobus anterior menghasilkan thyroid stimulating hormon/TSH, adrenocorticotropic
hormone (ACTH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan
growth hormone (GH).

Referensi:
1. Bolander FF. Biochemical Endocrinology. Dalam: Baynes JW, Dominiczak MH.
Medical Biochemistry. Philadelphia: Elsevier; 2005. Halaman 523-539.
2. Schmidt TJ, Litwack G. Biochemistry of Hormones. Dalam: Devlin TM. Textbook
of Biochemistry With Clinical Correlation. Edisi 6. Hoboken: Wiley-Liss. 2006.
Halaman 891-947.
3. Weil PA. Keragaman Sistem Endokrin. Dalam: Murray RK, Bender DA, Botham
KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta:
EGC; 2014. Halaman 540-561.
4. Weil PA. Kerja Hormon dan Transduksi Sinyal. Dalam: Murray RK, Bender DA,
Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Biokimia Harper. Edisi 29.
Jakarta: EGC; 2014. Halaman 562-578.
5. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks H. Endocrine and Reproductive
Physiology. Dalam: Ganong’s Review of Medical Physiology. Edisi 23. International:
McGraw-Hill Medical; 2009. Halaman 301-428

156
BIOKIMIA - SISTEM ENDORIN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DAN PENUNJANG PADA KELAINAN TIROID,
PARATIROID, DAN ADRENAL
Dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

KELENJAR TIROID
Pemeriksaan tang dilakukan untuk mengetahui fungsi tiroid dapat dibagi menjadi 5
golongan yaitu :
A. Tes untuk menentukan konsentrasi produk-produk sekresi kelenjar tiroid dalam
darah
B. Tes yang secara langsung menilai fungsi kelenjar tiroid
C. Tes yang menilai efek hormon tiroid pada jaringan-jaringan perifer
D. Tes yang menilai aksis hipotalamik-hipofise-tiroid
E. Tes yang mengidentifikasi dan mengukur substansi-substansi patologis yang
secara normal tidak ditemukan dalam darah

A. Tes untuk menetukan konsentrasi produk-produk sekresi kelenjar tiroid di dalam


darah
1.a. Hormon tiroid total (T4 dan T3 ), saat inio disebut TT4 dan TT3
Nilai normal T4 (Tiroksin) pada dewasa : 4,5 -11,7 µg/dl
Nilai normal T3 (Triiodotironin) pada dewasa : 0,8 -1,8 ng/ml
b. Hormon tiroid bebas (FT4 dan FT3) → Free T4 dan Free T3
Nilai normal FT4 (Free thyroxine) pada dewasa : 0,9 -1,9 ng/dl
Nilai normal FT3 (Free triiodothyronine) pada dewasa : 3,5 – 6,1 pg/ml
Kedua pemeriksaan ini merupakan immunological tests. FT4 dianjurkan
sebagai tes kedua.
2. Triiodothyronine (T3) Resin uptake (RT3U)
Kapasitas pengikatan T4 serum dinilai dari RT3U.
Prinsip : TBG mempunyai binding capacity. Pada keadaan normal tidak
semua TBG mengikat hormone tiroid (tidak saturated), tetapi ada free binding site.
3. FTI ( Thyroxine Index, Free)
Indeks ini didapat dari hasil perhitungan T4 resin uptakedan serum TT4.
B. Tes yang secara langsung menilai fungsi kelenjar tiroid.
1. Thyroid Uptake of Radioactive Iodine (RAIU)
Diberikan sejumlah tertentu I131 atau I123 (yodium radioaktif) secara oral dan kemudian
diukur uptake kelenjar tiroid pada interval waktu tertentu (mis. 2-6 jam dan setelah 24
jam).
Normal uptake : 9-19% dalam 1 jam , 7-25% dalam 6 jam , 5-30% dalam 24 jam.
Peningkatan > 12% didapatkan pada : Penyakit Graves, Goiter toksik multinoduler, dan
Adenoma toksik.
157
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

2. Sidik tiroid (Radionuclide Scan)


Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan besar kelenjar, lokalisasi kelainan yang dapat
dipalpasi serta fungsi suatu bagian tiroid (mis. Nodul) dengan tepat.
Radio-isotop yang paling sering dipakai adalah I131 , I131 , dan technetium -99 pertechnate.
Setelah pemberian I131 per oral, sidik dilakukan 24 jam kemudian dan dapat dinilai
transpor dan organifikasi yodium.
3. Ultrasonografi
Kegunaannya terutama untuk membedakan lesi tiroid kistik dan solid di mana keduanya
tampak “dingin pada sisik tiroid.

C. Tes yang menilai efek hormon tiroid pada jaringan-jaringan perifer.


1. Penentuan B.M.R. (Basal Metabolic Rate)
Merupakan cara indirek berdasarkan pengaruh hormon tiroid terhadap tubuh.
Cara ini berdasarkan atas pengukuran produksi panas dari penderita pada keadaan
istirahat dan pos absorpsi, jadi betul-betul dalam keadaan basal. Pengukuran ini secara
tidak langsung dengan kebutuhan oksigen per menit dengan spirometer. Hasil yang
didapat harusdikoreksi untuk luas permukaan badan, usia, dan jenis kelamin.
Bila hormon terlalu banyak, maka BMR meningkat.
Kesulitan pemeriksaan ini yaitu membuat penderita benar-benar dalam keadaan basal.
BMR dapat ditentukan secara kasar dengan formula dari Read :
BMR = (0,75 x nadi) + (0,74 x tekanan nadi) - 72
Menurut Du Bois, BMR normal berkisar antara -10 dan +15%.
Batas-batas untuk tirotoksikosis yang sedang beratnya antara +30 dan +60%.
2. Perubahan biokimiawi :
• Kadar kolesterol serum meningkat pada hipotirodi.
Kadar kolesterol serum menurun pada hipertiroidi
• Creatine phosphokinase (CPK) dan Laktat dehidrogenase (LDH) dapat meningkat pada
Hipotiroidi

D. Tes yang menilai aksis hipotalamik-hiopofise-tiroid.


1. TSH (tirotropin)
Saat ini pemeriksaan dengan Microparticle Enzym Immunoassay (MEIA) yang memiliki
sensitivitas fungsional yang lebih tinggi.
Nilai normal pada dewasa : 0,3 – 5,0 mU/L
Kemungkinan hipotiroidi : > 5,0 mU/L
Kemungkinan hipertiroidi : < 0,10 mU/L
Borderline : 0,10 – 0,29 mU/L
Terutama untuk membedakan hipotiroid primer dan sekunder.
Saat ini lebih banyak dipakai TSH sensitif (TSHs) bila dipakai sebagai tes pilihan
pertama.

158
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

2. Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) Stimulation Test.


Serum TSH diperiksa sebelum dan 20 menit setelah pemberian TRH 500 atau 200 µg.
Normal : Peningkatan signifikan dari batas bawah 1µU/mL menjadi 8 µU/mL dalam
waktu 20 menit dan kembali normal setelah 120 menit. Respon pada wanita biasanya
lebih tinggi daripada pria.
Hipotiroidi primer : Peningkatan yang berlebihan dari batas TSH yang memang
sudah tinggi.
Hipotiroidi sekunder (pituitari) : tidak ada peningkatan dari TSH yang memang
rendah.
Hipotiroidi hipotalamik : Serum T3, T4, dan TSH rendah dengan respon TRH dapat
berlebihan atau normal atau yang paling khas adanya “peak” yang berlangsung selama
45-60 menit.
Hipertiroidi : Pemberian TRH tidak menyebabkan peningkatan nyata serum TSH
seperti pada keadaan normal, peningkatan normal (>2µU/mL) jelas menunjukkan
bukan hipertiroidi. Tidak adanya respon dapat terjadi pada penyakit Graves dan Nodula
Goiter.

E. Tes yang mengidentifikasi dan mengukur substansi-subtansi patologis yang secara


normal tidak ditemukan di dalam darah.
1. Penentuan dengan reaksi serologi/imunologi (untuk etiologi)
∙ AMA : antibodi terhadap tiroid mikrosomal
∙ ATA : antibodi terhadap tiroid tiroglobulin
∙ TRAb : antibodi terhadap reseptor TSH/Tirotropin
2. Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), antara lain :
Pemeriksaan Long Acting Thyroid Stimulator (LATS) pada sat ini sudah tidak dipakai
lagi karena kurang sensitif dan kurang praktis untuk pemeriksaan rutin.
3. Tes khusus yang dipakai sebagai petanda tumor tiroid :
a. Tiroglobulin (Tg) untuk Papillary / Folicular Carcinoma
b. Calcitonin (CT) untuk Medullary Thyroid Carcinoma

HYPERFUNGSI KELENJAR TIROID


Terjadi akibat sekresi yang bertambah dari hormon tiroid.
Pemerksaan laboratorium yang didapatkan yaitu :
- Pemeriksaan TT3 (T3) dan FT3 pada pasien dengan penyakit Graves atau adenoma
toksik biasanya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan TT4 dan FT4.
Kadang-kadang pada T3-Tirotoksikosis (5% dari kasus hipertiroidi) kadar TT3 dan FT3
akan meningkat tanpa disertai kenaikan kadar TT4 dan FT4.
Pada Goiter toksik mulninoduler kenaikan TT4 dan FT4jauh lebih tinggi daripada
kenaikan TT3 dan FT3
- RAIU > 12%
- BMR meningkat
159
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

GRAVES’ DISEASE
Graves’ disease kemungkinan suatu penyakit autoimun.
Pada beberapa kasus ditemukan immunoglobulin (IgG) yang dikenal sebagai LATS (Long
Acting Thyroid Stimulator). Pemeriksaan LATS saat ini sudah tidak dipakai lagi karena
kurang sensitif dan kurang praktis untuk pemeriksaan rutin. Sebaiknya dipakai antibodi
terhadap reseptor TSH (TRAb), pada Graves’ disease mencapai 90 -100%.
Pemeriksan TSH memberi hasil normal.
Pemeriksaan serum TT3 dan FT3 biasanya meningkat lebih tinggi kenaikan kadar TT4 dan
FT4.

HIPOFUNGSI KELENJAR TIROID


Terjadi akibat sekresi yang berkurang dari hormon tiroid, contoh Primary Myxedema.
Pemeriksaan laboratorium yang didapatkan :
* BMR meurun
* RAIU < 3 %
* Ekskresi 17 ketosteroid dalam urin menurun
Penyakit yang disertai HIPOFUNGSI dari KELENJAR TIROID antara lain :
• Tiroiditis kronis : untuk menentukan etiologi penyakit dapat dilakukan pemeriksaan
tiroid antibodi yaitu AMA, ATA, dan TRAb.
Pada tiroiditis autoimun : hasil AMA dan / atau ATA 80 – 100%, sedangkan TRAb 0 – 5
%
• Tiroiditis Hashimoto : penyakit autoimun di mana dalam plasmanya terdapat antibodi
terhadap tiroglobulin. Pada stadium permulaan didapatkan keadaan hipertirodi yang
kemudian berubah menjadi hipotiroidi
Pemeriksaan laboratorium : antibodi terhadap mikrosomal antigen dan tiroglobulin
(AMA dan ATA)
• Post thyroidectomy atau pos therapi I131

KELENJAR PARATIROID
Menghasilkan paratormon yang mempunyai pengaruh menaikkan konsentrasi Ca dalam
plasma dan mempunyai dua direct actions terhadap Ca dan P dalam plasma :
1. Bekerja secara langsung pada osteoklas yaitu menambah resorpsi Ca dari tulang
sehingga meningkatkan kadar Ca dan P dalam plasma
2. Bekerja pada sel tubulus ginjal sehingga mengurangi reabsorpsi dari fosfat dari
filtrat glomerulus dengan akibat meningkatkan ekskresi P sehingga menurunkan
P dalam plasma dan sebagai akibatnya meningkatkan pelepasan P dan Ca dari
tulang.

160
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Kedua direct action ini disebut sebagai principal actions.


Di samping itu masih ada dua secondary actions yaitu :
1. Menambah absorpsi Ca dari tractus gastrointestinalis
2. Bekerja pada tubulus renalis menambah reabsorpsi Ca

Kadar Ca dalam darah dipengaruhi oleh :


1. Hormon tirokalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (sel parafolikuler = sel
C). Mengurangi perombakan tulang-tulang sehingga kadar Ca darah menurun dan
mempunyai efek fosfaturik
2. Vitamin D menambah absorpsi Ca dari usus sehingga kadar Ca darah meningkat dan
mempunyai efek fosfaturik
3. Hormon kelenjar paratiroid menambah perombakan tulang-tulang sehingga kadar
Ca darah meningkat

Sebagai ion Ca mempunyai fungsi penting terhadap :


1. Neuromuscular excitability berperan pada otot polos dan seran lintang
2. Pembekuan darah
3. Kerja enzim
4. Permeabilitas membran
Bila ditentukan kadar Ca total, maka sebaiknya disertai dengan penentuan kadar protein,
oleh karena ± 35 % Ca terikat pada protein maka kesalahan dapat diperkecil.
Ca dikeluarkan melalui urin.
Kadar normal : 30 – 150 mg / 24 jam
Ekskresi melalui urin ini dipengaruhi oleh diet.
Mekanisme umpan balik dalam keseimbangan kadar Ca :
Jika kadar Ca darah turun, maka sekresi tirokalsitonin menurun dan sekresi hormon
paratiroid bertambah sehingga kadar Ca darah meningkat.
Kadar Ca normal : 9 - 11 mg / dl dan terdapat dalam 3 bentuk :
** sebagai ion Ca : 55 - 60 %
** terikat sebagai kompleks : 5 - 10 %
** terikat pada protein : ± 35 %
Kadar Ca darah menurun ↓ didapatkan pada :
* Hipovitaminosis D mengakibatkan rickets & osteomalacia
* Hipoparatiroidi
* Gagal ginjal
* Hipoalbuminemia, misalnya malabsorpsi, steatorrhea
* Overhidrasi
* Pankreatitis akuta oleh karena lipase meningkat, terjadi peningkatan lipolisis, maka
FFA meningkat dan mengikat Ca sehingga Ca darah turun

161
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Metabolisme Fosfat
Metabolisme fosfat dipengaruhi oleh :
1. Hormon paratiroid me nambah ekskresi melalui ginjal
2. Vitamin D menambah absorpsi dari usus
3. Growth hormone
Kadar P dalam serum :
Normal 3,0 – 4,5 mg / dl (fosfat anorganik)
Dewasa : 2,5 – 4,8 mg / dl
Anak-anak : 4,0 – 6,5 mg / dl
Kadar P dalam darah meninkat didapatkan pada :
- Hipervitaminosis D
- Hipoparatiroidi
- Advanced renal failure
Kadar P dalam darah menurun pada :
* Hiperparatiroidi
* Ricket’s (pada anak) dan osteomalacia (pada dewasa) disebabkan hipovitaminosis D
* Sindroma Fanconi ® kelainan herediter yang ditandai dengan defek pada tubuli ginjal
dalam meresorpsi fosfat, glukosa, urat, dan asam amino, sehingga didapatkan glukosuria,
fosfaturia, dan aminoaciduria

Milkman’s syndrome :
Disebabkan kekurangan intake Ca / jumlah Ca yang inadekuat dalam sirkulasi
sehingga serum Ca menurun. Hal ini menyebabkan stimulasi pada kelenjar paratiroid,
sehingga terjadi Secondary physiologic hyperparathyroidism menyebabkan stimulasi
osteoklas meningkat, kemudian terjadi resorpsi Ca dari tulang-tulang.

Pada anak-anak : tulang memberi gambaran “moth-eaten” disebabkan kalsifikasi


irreguler pada epifise

Pada orang dewasa :


Garis persambungan tulang yang patah sebagian besar tidak terjadi kalsifikasi sehingga
tulang menjadi lunak dan melengkung, tetapi jarang patah dan memberi gambaran seperti
patah tulang disebut pseudo fracture bilateral dan simetris seperti incomplete fracture Ò
disebut Milkman’s syndrome.

MILK ALKALI SYNDROME


Hiperkalsemia pada penderita ulkus peptikum akibat diet susu yang mengandung
banyak kalsium dan obat-obat yang mengandung banyak alkali .
Alkali menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga ekskresi Ca terhambat dan terjadi
kalsifikasi ginjal.
162
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Pengobatan pada penderita ini :


• Diet rendah Ca
• Stop obat-obat yang mengandung alkali
Kerusakan ginjal bila sudah lanjut dan terlalu lama, tidak dapat kembali normal
sepenuhnya.
Pemeriksaan yang dilakukan pada kelainan kelenjar paratiroid :
“Ellsworth – Howard test”
Prinsip : Hormon paratiroid menambah ekskresi P dan mengurangi reabsorpsi P oleh
tubulus renalis, maka kadar fosfat urine meningkat
Prosedur “Ellsworth – Howard test” :
A. Pagi-pagi penderita dalam keadaan puasa dan basal
1. Kumpulkan urin selama 3 jam
2. Tentukan kadar P dan kadar kreatinin urin 3 jam
3. Tentukan kadar P serum dalam keadaan puasa
B. Penderita disuntik paratormon I.V. 200 unit:
1. Kumpulkan urin selama 3 jam pasca suntik
2. Tentukan kadar P urin 3 jam pasca suntik
3. Tentukan kadar P serum pasca suntik
Hasilnya : Jika tubulus renalis pasien berfungsi baik terhadap hormon paratiroid , maka
kadar P urin me 2 – 3 kali kadar basal dan kadar P serum me¯ ½ - 1 mg / dl
Pada hipoparatirodi :
- P dalam urin meningkat sampai 5 – 10 X
- P dalam serum menurun sekali (2mg / dl)
Pada pseudohipoparatiroidi : Tidak terjadi peningkatan kadar P dalam urin

Patofisiologi dari HIPERPARATIROIDI PRIMER :


Peningkatan dari hormon paratiroid menyebabkan aktivitas osteoblastik tulang
meningkat, sehingga terjadi pelepasan Ca & P , terjadi hiperkalsemia. Juga terjadi
absorpsi Ca dari traktus GI, dan terjadi reabsorpsi Ca dari tubulus renalis meningkat,
sehingga menekan reabsorpsi P dari tubulus mengakibatkan P dalam urin bertambah.
Akibat dari reciprocal action tersebut, P dalam serum yang turun menyebabkan
peningkatan Ca dalam serum.
Akibat dari perubahan kimia ini terjadi peningkatan serum Ca dan penurunan serum
P dengan peningkatan Ca dan P yang diekskresi melalui urin merupakan predisposisi
untuk pembentukan batu Ca fosfat dan Ca oksalat dan kadang-kadang terjadi
nefrokalsinosis.
Kira-kira 25% dari kasus hiperparatiroidi primer, secara klinis ditemukan kelainan
pada tulang yang ditandai dengan : - resorbsi tulang , - peningkatan aktivitas osteoblastik
, dan - peningkatan serum alkali fosfatase.

163
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada kelainan fungsi paratiroid:


- Kalsium dalam serum
- Fosfat dalam serum
- Alkali fosfatase
- Kalsium dalam urin
- Fosfat dalam urin
- Ureum darah

Pada hiperfungsi kelenjar paratiroid didapatkan :


- Ca darah meningkat
- P darah menurun
- Alkali fosfatase normal / meningkat
- Ca urin meningkat
- P urin meningkat

Pada hipofungsi kelenjar paratiroid didapatkan :


- Ca darah menurun
- P darah meningkat
- Alkali fosfatase normal
- Ca urin menurun
- P urin menurun ↓
- Ureum normal

KELENJAR ADRENAL
Dibagi menjadi dua bagian yaitu : • Medulla
• Cortex
Medulla Adrenal
Hormon yang dihasilkan yaitu : 1. Adrenalin (epinefrin)
2. Noradrenalin (norepinefrin)

Metabolisme dari hormon medulla adrenal :


Epinefrin dan norepinefrin merupakan katekolamin hanya sedikit yang dikeluarkan
dalam urin tanpa mengalami perubahan, sebagian besar mengalami metabolisme oleh
monoamine oksidase dan katekol-o-metiltransferase yang menginaktivasi katekolamin
yang bersirkulasi dan terutama menghasilkan metabolit urin yaitu vanillyimandelic acid
atau VMA, metanefrin, dan normetanefrin.
VMA diekskresi melalui ginjal dalam urin dan merupakan bentuk dalam jumlah terbanyak
dalam urin. VMA ini dapat dipakai untuk menentukan aktivitas dari medulla adrenal yaitu
ekskresi VMA dalam urin 24 jam. Normal VMA dalam urin pada orang dewasa sekitar 7,0
mg/24 jam.

164
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Pada pemeriksaan VMA perlu diperhatikan makanan tertentu yang dikonsumsi dalam
waktu 72 jam sebelum pemeriksan (contoh : the, kopi, coklat, vanili, pisang, dan obat-
obatan tertentu).

PHEOCHROMOCYTOMA
Merupakan tumor yang memproduksi katekolamin.
Pada keadaan ini maka sekresi dari kedua hormon meningkat.
Pada Pheochromocytoma didapatkan ekskresi VMA sangat tinggi.
Gejala yang didapatkan :
- hipertensi didapatkan pd 0,1-0,2 % populasi hipertensi di USA, 5% pasien
pheochromocytoma mempunyai tensi normal, hipertensi menetap pada 50 % kasus
- sakit kepala
- berkeringat banyak - palpitasi
- muntah-muntah - kelemahan badan dsb

CORTEX ADRENAL
Dibagi tiga bagian meghasilkan hormon yg berbeda-beda, yaitu :
1. Zona glomerulosa Ò mineralokortikoid yaitu aldosteron
2. Zona fasciculata Ò glukokortikoid yaitu kortisol / hidrokortison dan kortison
3. Zona reticularis Ò androgen / hormon seks
Peran dari hormon-hormon tersebut :
1. Aldosteron
- Mengatur elektrolit Ò metabolisme Na & K Ò pada tubulus renalis
Ò menyebabkan reabsorpsi Na & ekskresi dari K
- Meningkatkan tekanan darah melalui sistem rennin-angiotensin
- Efek minimal pada metabolisme karbohidrat
2. Kortisol / hidrokortison
- Mempengaruhi metabolisme karbohidrat
- Mengatur katabolisme protein
- Merangsang glukoneogenesis
- Menambah reabsorbsi dari matriks tulang
- Menekan inflamasi melalui kerja inhibisi pada jaringan ikat
- Menambah ekskresi Kalsium melalui ginjal
- Mengurangi produksi antibodi
- Anti-insulin
- Anti-ADH
- Merangsang sekresi lambung (HCl dan pepsin) dan mengurangi lapisan
mukus pada lambung
- Menambah neural excitability
- Pada darah menyebabkan eosinopenia, limfositopenia, dan signifikan neutrofilia
165
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

3. Androgen
- Anabolisme protein normal
- Untuk pertumbuhan & maturasi

Percobaan-percobaan yang dilakukan pada kelainan cortex adrenal :


1. Tes toleransi glukosa
Pada hiperfungsi cortex adrenal , maka kurva G.T.T.nya menyerupai kurva Diabetes
Mellitus

2. Thorn’s test
Penderita sebelumnya kita hitung jumlah eosinofil, kemudian disuntik 25 unit ACTH
I.M., setelah 4 jam hitung lagi eosinofilnya
Pd keadaan normal : ACTH merangsang cortex adrenal menyebabkan sekresi hormon ,
maka terjadi eosinopenia
Bila cortex adrenal kurang atau tidak berfungsi, setelah disuntik ACTH , maka tidak
terjadi eosinopenia.

3. Percobaan Keppler atau water loading test


Tes ini berdasarkan atas stimulasi kortisol pada filtrasi glomerulus
Percobaan sederhana dan dipakai sebagai skrining tes utk Insufisiensi cortex adrenal .
Dihitung diuresis penderita :
Pada Addison’s disease : <1000 cc / 5 jam
Percobaan ini diulang keesokan harinya, 2 jam sebelumnya penderita diberi 100 mg
kortisol per oral , bila didapatkan diuresis lebih dari 1000 cc / 5 jam, diagnosis pasti
Insufisiensi cortex adrenal

4. Ekskresi 17 ketosteroid dlm urin


17 ketosteroid merupakan hasil akhir metabolisme steroid
Pada hiperfungsi cortexadrenal , maka ekskresi 17 ketosteroid meningkat

5. Kadar elektrolit dalam serum


Normal rasio Na : K dalam serum = 30 : 1
Pada Hiperfungsi cortex adrenal , terjadi retensi Na dan ekskresi K , sehingga rasio
Na : K meningkat
Pada Hipofungsi (Addison’s disease) , maka Na/K = 22

6. Elektrokardiogram (EKG)
Dilihat kelainan akibat pengaruh K

166
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

HIPERFUNGSI CORTEX ADRENAL


• Primer disebakan tumor kelenjar yang berfungsi :
adenoma / karsinoma cortex adrenal
• Sekunder akibat peningkatan ACTH :
1. Dapat dengan atau/ tanpa tumor dari pituitari
2. Pada bronchogenic carcinoma
Primer :
Hiperfungsi cortex adrenal dikenal sebagai SINDROM CUSHING
Disebabkan produksi berlebihan : - glukokortikoid /
- glukokortikoid & androgen
Gejala klinik :
- moon face
- pendulous abdomen
- penumpukan lemak di pundak, lengan dan tungkai bawah kurus
- hirsutisme

Pemeriksaan lab. :
- Ekskresi 17 ketosteroid dan 17 hidroksi kortikoid dalam urin meningkat
- Hiperkalsiuria akibat osteoporosis yang disebabkan peningkatan kortisol
- Na dan Cl serum meningkat disebabkan retensi H2O
- Kadar K serum menurun
- GTT abnormal akibat terjadi diabetes
- Hipokalemik alkalosis
- Polisitemia dengan Hb meningkat
- Relatif limfopenia dan eosinopenia
- Plasma 17 hidroksi kortikoid meningkat
Pada orang tua osteoporosis yang terjadi tetap irevelsibel walaupun telah diberi terapi,
sedangkan pada anak-anak dapat terjadi rekalsifikasi.
Sekunder :
Cushing’s disease = pituitary Cushing’s syndrome
Yang paling umum terjadi karena kekurangan glukokortikoid sebagai akibat adanya
tumor pituitari yang mensekresi ACTH.
Pemeriksaan secara invasif dengan biaya mahal dan risiko tinggi yaitu pengambilan
darah dari sinus petrosus inferior yaitu konsentrasi ACTH dalam darah sinus petrosus
inferior harus melebihi 2 X konsentrasi dalam darah tepi.

HIPOFUNGSI CORTEX ADRENAL


• Primer
PRIMARY ADDISON’S disease disebabkan berkurangnya glukokortikoid dan
mineineralokortikoid

167
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL

Penyebab yang paling umum karena proses autoimun dan jarang akibat
proses tuberculosis.
Pemeriksaan laboratorium yang didapatkan : - Serum : - Na menurun
- Cl menurun
- K meningkat
- Urin : 17 ketosteroid menurun
• Sekunder
SECONDARY ADRENAL HYPOFUNCTION
Disebabkan kekurangan ACTH yang disekresi pituitary yang disebabkan oleh tumor
atau infark hipotalamus atau pituitari anterior. Biasanya kekurangan glukokortikoid
saja.

KRISIS ADDISON
Ò Kerusakan akut cortex adrenal dengan gejala-gejala :
- Hipotensi - Asidosis metabolik
- Syok, sianosis - Kadar ureum meningkat
- Dehidrasi akibat pelepasan H2O dari tubuh meningkat menyebabkan
volume plasma menurun

168
PK - THYROID, P.THYROID, ADRENAL
TIROID DAN OBAT ANTITIROID

1. Kelenjar tiroid
Karena anatominya yang menonjol, kelenjar tiroid merupakan satu dari kelenjar- kelenjar
endokrin pertama yang dihubungkan dengan keadaan klinis disebabkan oleh malfungsinya.
Kelenjar tiroid membentuk 2 jenis hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotitonin (T3)
yang berikatan dengan tiroglobulin, suatu protein penyusun koloid dalam folikel tiroid.
Hormon ini berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan energi yang
diperlukan tubuh.

1.1 Sintesa hormon tiroid


Sintesa hormon tiroid bersifat unik, kompleks dan tidak efisien. Tahap utama biosintesa,
penyimpanan, pelepasan dan interkonversi hormon tiroid adalah:
1. Uptake iodida oleh kelenjar tiroid
2. Oksidasi iodida dan iodinasi gugus tirosil dari TG
3. Coupling gugus iodotirosin dengan pengikatan yang membentuk ioditironin
4. Proteolisa tiroglobulin dan sekresi T4 dan T3 ke dalam darah
5. Perubahan T 4 menjadi T3 di jaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid

1.1.1 Uptake iodida oleh kelenjar tiroid atau iodide trapping


Iodium dalam makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk iodida. Pada keadaan normal,
kadar iodida dalam darah sangat rendah (0,2 - 0,4 μg/dL), tetapi kelenjar tiroid secara
efisien melakukan transport aktif iodida dengan bantuan sodium iodide symport (NIS).
Hal ini menyebabkan iodida mengalami pemekatan, sehingga rasio kadar iodida dalam
kelenjar dan plasma antara 20-50 kali, bahkan mencapai 100 bila terjadi perangsangan
kelenjar. Jaringan lain yang dapat memekatkan iodida karena mengandung NIS, adalah
kelenjar saliva, mukosa gaster, usus halus bagian tengah, pleksus koroid, kulit, kelenjar
mama dan plasenta.
Uptake iodida dihambat oleh iodida, tiosianat dan perklorat, dan dirangsang oleh TSH
dan kekurangan iodida.

1.1.2 Oksidasi dan iodinasi


Iodida akan dioksidasi oleh enzim tiroid peroksidase menjadi iodin melalui zat antara
asam hipoiodat (HOI) atau bentuk yang terikat enzim (EOI). Pembentukan iodin akan
diikuti dengan iodinasi residu tirosin dalam tiroglobulin menjadi monoiodotirosin (MIT)
dan diiodotirosin {DTT}. Reaksi oksidasi dirangsang oleh TSH (melalui perangsangan
sintesa IP3 dan peningkatan kalsium dalam sitosol, sehingga pembentukan H202
meningkat) dan dihambat oleh Tiourea, aminobenzen dan imidazol

1.1.3 Coupling gugus iodotirosin


Tahap sintesa berikutnya adalah coupling 2 molekul DIT menjadi tiroksin atau
monoiodotirosin dan diiodotirosin menjadi triiodotironin. Reaksi ini merupakan reaksi
oksidatf yang dikatalisa oleh tiroid peroksidase dan dipengaruhi oleh TSH dan tersedianya
169
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

iodida. Pada tikus, bila terjadi kekurangan iodium, rasio T4 terhadap T3 akan menurun
(dari 4/1 menjadi 1/3)

1.1.4 Sekresi hormon tiroid


Hormon disimpan dalam follikel tiroid, berikatan dengan tiroglobulin, kemudian dipecah
oleh protease yang merupakan bagian proses sekresi. Proses terjadi melalui endositosis
koloid dan penggabungan dengan lisozim. Endopeptidase secara selektif memecah
tiroglobulin menjadi hormon yang mengandung zat intermediat yang selanjutnya diproses
oleh exapeptidase. Pemecahan dirangsang oleh TSH dan keadaan dingin menjadi T4, T3,
juga dibebaskan DTT dan MIT yang akan cepat dihancurkan.

1.1.5 Perubahan tiroksin menjadi triiodotironin di jaringan perifer


Dalarn keadaan normal, kelenjar tiroid setiap hari memproduksi firoksin sebanyak 70
- 90 pg, dan triiodotironin sebanyak 15-30 [tg. Meskipun dibentuk oleh kelenjar tiroid,
titoksin mengalami metabolisme di jaringan perifer, yang mana 80% triiodotironin berasal
dari tiroksin. Enzim yang berperan pada perubahan firoksin menjadi triiodotironin adalah
5’ deiodinase = 5’D.I. terutama banyak terdapat di hepar. Pada keadaan normal, 41%
firoksin diubah menjadi triiodotironin, 38°1° menjadi reverse T3/rT3 dan sekitar 21%
mengalami konyugasi di hepar dan diekskresikan ke dalam empedu.

1.2 Transport hormon tiroid di dalam darah


Iodium dalam sirkulasi terdapat dalam beberapa bentuk yaitu 95% sebagai iodium
organik dan 5% sebagai iodida. Sebagian besar iodium organik merupakan tiroksin (90-
95%), sisanya sekitar 5% sebagai triiodotironin.
Dalam darah, hormon tersebut diikat oleh plasma protein. Triiodotironin praktis tidak
diikat oleh protein karena ikatannya dengan protein terlalu lemah sehingga mudah terurai
kembali. Hal ini menyebabkan T3 mempunyai mula kerja yang lebih cepat dan masa kerja
lebih singkat dari T4. Thyroxine-binding globulin (TBG) merupakan pembawa utama
hormon tiroid. Tiroksin, tetapi tidak triiodotironin juga terikat pada Thyroxine-binding
prealbumin (TBP) = transthyretin. Albumin dapat berperan sebagai pengikat hormon bila
kedua pembawa telah jenuh.
Tiroksin yang terikat dengan TBG berjumlah sekitar 85 %, sisanya terikat pada TBPA
dan hanya 1% dalam bentuk bebas yang akan berefek menghambat pada TSH. Kapasitas
pengikatan protein plasma terhadap hormon tiroid pada keadaan normal hanya terpakai
1/3 nya, sedangkan pada hipertiroid digunakan 1/2 nya.
Kadar TBG dipengaruhi oleh berbagai keadaan, misalnya kehamilan, terapi estrogen,
kontrasepsi oral dan sebagainya dapat meningkatkan kadar TBG. Keadaan ini menyebabkan
kadar hormon bebas menurun, yang akan mengurangi hambatan terhadap TSH sehingga
produksi dan sekresi hormon tiroid akan meningkat. Keadaan sebaliknya terjadi pada
penghambatan pengikatan TBG secara kompetitif oleh obat seperti aspirin, dilantin,
dinitrofenol, androgen atau steroid anabolik lain. Pada keadaan ini hormon bebas akan
170
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

meningkat, yang menyebabkan TSH menurun dan produksi serta sekresi hormon tiroid
menurun.

1.3 Pengendalian fungsi tiroid


Fungsi tiroid dikendalikan melalui:

A. Hubungan tiroid-hipofisis
Sel hipotalamus menyekresi hormon perilis tirotropin ( thyrothropin-releasing
hormone = TRH). TRH disekresi ke dalam kapiler dari sistem vena porta hipofisis,
dan dalam kelenjar hipofisis TRH kemudian berikatan dengan reseptor-protein G yang
akhirnya menstimulasi sintesis dan pelepasan hormon yang menstimulasi tiroid (TSH).
TSH kemudian menstimulasi suatu mekanisme adenilil siklase dan fosfolipase C dalam
sel tiroid untuk meningkatkan sintesis dan pelepasan T4 dan T3. Hormon tiroid tersebut
dengan suatu mekanisme umpan balik negatif bekerja dalam hipofisis untuk menghambat
aksi TRH. dengan mengurangi jumlah reseptor TRH serta mengurangi sekresi TSH. Di
dalam hipotalamus hormon tiroid akan menghambat sintesis dan sekresi TRH. Hormon
atau obat lainnya dapat pula mempengaruhi pelepasan TRH atau TSH.

B. Autoregulasi kelenjar tiroid


Kelenjar tiroid juga mengatur ambilan iodida dan sintesis hormon tiroid dengan
mekanisme intratiroid yang tidak bergantung pada TSH. Mekanisme tersebut terutama
berhubungan dengan kadar iodium di dalam darah. Dosis besar iodium akan menghambat
organifikasi iodida. Dalam kondisi penyakit tertentu ( seperti tiroiditis Hashimoto), keadaan
tersebut dapat menyebabkan hambatan sintesis hormon tiroid dan terjadi hipotiroidisme.

C. Stimulator tiroid yang tidak normal


Pada penyakit Grave, limfosit menyekresi antibodi yang merangsang reseptor TSH
(TSH receptor-stimulating antibody = TSH-R Ab {stim}, dan merupakan imunoglobulin
yang menstimulasi tiroid (thyroid-stimulating immunoglobulin = TSI). Imunoglobulin
tersebut berikatan pada reseptor TSH dan merangsang kelenjar dengan cara yang serupa
dengan TSH, namun mempunyai masa kerja yang jauh lebih lama.

1.4 Gangguan Fungsi


Hipotiroidi
Hipotiroidi adalah suatu sidroma yang disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid
dan sebagian besar dimanifestasikan dengan terjadinya suatu perlambatan fungsi seluruh
tubuh secara reversibel.

171
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

Penggolongan hipotiroidi
1. Kretinisme (hipotiroidisme bawaan)
a. Atiroid
b. Struma endemik
2. Miksudem pada anak (Juvenile myxedema)
3. Miksudem pada orang dewasa (penyakit Gull)
a. Hipotiroidisme primer (kelainan pada tiroid)
1. spontan
2. penyebab lain: pembedahan, iodium radioaktif, obat-obatan
dan sebagainya
b . Hipotiroidisme sekunder karena kelainan di hipofisis

Pada kretinisme pertumbuhan dan perkembangan terganggu sehingga terjadi kekerdilan


dan keterbelakangan mental yang irreversibel. Perut buncit karena tonus otot abdominal
menurun, dan lidah membesar. Gejala kretinisme sangat perlahan-lahan dan sulit dikenal
sebelum seluruh gejala timbul, kadang-kadang sampai anak berumur 2-3 tahun. Terapi
harus sedini mungkin yaitu segera setelah lahir, karena bila tidak dilakukan, gangguan
mental tidak dapat dihilangkan.
Pada juvenile myxedema pertumbuhan badan mula-mula normal dan tidak ada
gangguan mental meskipun kecepatan berfikir agak lambat.
Miksudem pada orang dewasa timbul perlahan-lahan dan merupakan gangguan
fungsi tiroid yang paling sering ditemukan. Di seluruh dunia, penyebab yang paling
sering adalah kekurangan iodium, sedangkan pada daerah nonendemis dengan iodium
mencukupi adalah tiroiditis otoimun kronis (tiroiditis Hashimoto) akibat antibodi
terhadap peroksidase tiroid dan sensitasi lomfosit terhadap antigen tiroid. Penyebab lain
destruksi tiroid adalah apoptosis karena interaksi Fas dan ligan Fas dalam sel kelenjar
tiroid.
Penderita tidak terhadap hawa dingin akibat penurunan BMR (basal metabolic rate).
Muka miksudem, pucat, kulit dingin, kering dan kekuningan (karotenemia), rambut
kurang bercahaya,kering, kasar, daya berfikir kurang dan lambat. Suara penderita besar
dan serak serta kurang lancar berbicara. Nafsu makan berkurang, motilitas usus berkurang
sehingga terjadi distensi abdomen dan konstipasi. Retensi urin, otot skelet lemah dan
lembek, jantuyng membesar dan curah jantung berkurang, edem, hidroperikardium,
hidrotoraks, asites, dan sering mengantuk. Kadar kolesterol dalam darah meningkat
disertai dengan anemia hiperkrom makrositer yang refrakter terhadap terapi.
Hipotiroidi dapat terjadi dengan atau tanpa pembesaran tiroid (goiter). Penegakan
diagnosis laboratorium hipotiroidi pada orang dewasa mudah dilakukan dengan terdapatnya
kombinasi thyroxine bebas yang rendah (atau indeks thyroxine bebas yang rendah) dan
TSH serum yang meningkat.

172
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

Hipertiroidi
Hipertiroidi (tirotoksikosis) adalah sindroma klinis yang terjadi apabila jaringan
terpapar pada kadar tinggi hormon tiroid.Hipertiroidi dibedakan menjadi penyakit Grave
(penyakit Basedow) dengan pembesaran tiroid difus dan ada gejala mata, serta penyakit
Plummer dengan pembesaran satu nodulus tanpa gejala mata.
Serum penderita penyakit Grave mengandung antibodi yang merangsang reseptor
TSH (TSH receptor-stimulating antibody = TSH-R Ab {stim}, yaitu imunoglobulin yang
menstimulasi tiroid (thyroid-stimulating immunoglobulin = TSI).
Semua gejala hipertiroidi terjadi karena pembentukan panas yang berlebihan, kepekaan
neuromuskuler yang meningkat dan aktivitas saraf simpatis yang bertambah yang
meningkatkan BMR. Penderita tidak tahan hawa panas, kulit merah, panas, basah, otot
lemah, tremor, nadi cepat denyut jntung lebih keras, nafsu makan meningkat, sukar tidur
dan penurunan berat badan.

2. FARMAKOLOGI DASAR OBAT TIROID DAN ANTITIROID


2.1 HORMON TIROID
2.1.1 Farmakokinetika
Absorbsi T4 paling baik di dalam duodenum dan ileum; Faktor intraluminal yang dapat
mempengaruhi absorbsi antara lain makanan, obat (contoh antasid yang mengandung
aluminium; beberapa sediaan kalsium; terutama garam karbonat, sukralfat; besi), dan
flora usus. Absorbsi oral dari sediaan L-thyroxine lama adalah sekitar 35%-65%; sediaan
yang lebih baru dapat diabsorbsi dengan lebih baik, yaitu rata-rata 84%. Sebaliknya, T3
diabsorbsi hampir lengkap (95%) dan kurang dipengaruhi oleh pengikat intraluminal.
Absorbsi T3 dan T4 tidak dipengaruhi oleh hipotiroidisme ringan tetapi dapat terganggu
pada miksedema parah dengan ileus. Faktor ini penting dipertimbangkan untuk mengubah
terapi oral menjadi terapi parenteral terutama melalui jalur intravena.
Pada pasien dengan hipertiroidi, klirens metabolik T3 dan T4 meningkat dan waktu
paruhnya lebih singkat, sedangkan pada pasien dengan hipotiroidi terjadi keadaan
sebaliknya. Obat yang menginduksi enzim mikrosomal hati (misalnya rifampin,
fenobarbital, karbamazepin, fenitoin) meningkatkan metabolisme T3 dan T4. Meskipun
terjadi perubahan dalam klirens , konsentrasi hormon normal tetap dipertahankan pada
keadaan eutiroid sebagai suatu hasil kompensasi dari hiperfungsi tiroid. Pada kehamilan,
pemberian estrogen atau obat kontrasepsi oral, TBG akan meningkat, sehingga terjadi
pergeseran hormon, dari bentuk bebas menjadi bentuk terikat yang menyebabkan
penurunan kecepatan eleminasinya sampai diperoleh kembali konsentrasi hormon yang
normal. Jadi, konsentrasi hormon total dan dalam bentuk terikat akan meningkat, tetapi
konsentrasi hormon bebas akan tetap normal. Keadaan yang sebaliknya terjadi apabila
pengikatan tiroid menurun.

173
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

2.1.2 Cara kerja


T4 dan T3 bentuk bebas memasuki sel dengan cara difusi atau mungkin dengan traspor
aktif. Di dalam sel, T4 dikonversikan menjadi T3 oleh 5’-deiodinase, dan T3 memasuki
nukleus, kemudian T3 berikatan dengan reseptor inti berafinitas tinggi dan selanjutnya
berikatan pada urutan DNA spesifik dari promotor atau daerah regulator gen yang akan
meningkatkan transkripsi gen. Reseptor tersebut merupakan anggota suatu famili reseptor
yang homolog dengan onkogen c-erb. Anggota lain famili tersebut termasuk reseptor
hormon steroid dan reseptor untuk vitamin A dan D. Reseptor T3 terdapat dalam dua
bentuk, alfa dan beta. Perbedaan konsentrasi bentuk reseptor dalam jaringan yang berbeda
diduga dapat menyebabkan berbagai macam efek T3.
Peningkatan transkripsi gen menyebabkan peningkatan pembentukan RNA dan sintesis
protein berikutnya. Sebagai contoh, peningkatan pembentukan protein Na+ /K+ ATPase
yang mengakibatkan peningkatan pertukaran ATP dan konsumsi oksigen, bertanggung
jawab terhadap beberapa efek kalorigenik hormon tiroid.
Sejumlah besar reseptor hormon tiroid didapatkan pada jaringan yang paling responsif
terhadap hormon tersebut (hipofisis, hati, ginjal, jantung, otot skelet, paru, dan usus),
sementara sejumlah kecil terdapat di jaringan yang tidak responsif terhadap hormon
(limpa, testis). Otak, yang tidak memiliki suatu respon anabolik terhadap T3, mengandung
sejumlah sedang reseptor. Sejalan dengan potensi biologisnya , afinitas reseptor untuk
T4 adalah sekitar sepuluh kali lebih rendah daripada reseptor untuk T3. Jumlah reseptor
inti dapat diubah untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Sebagai contoh, kelaparan
menurunkan baik sirkulasi hormon T3 maupun reseptor T3 seluler.

2.1.3 Efek hormon tiroid


Hormon tiroid berperan dalam pertumbuhan optimal, perkembangan, fungsi, dan
pemeliharaan seluruh jaringan tubuh.
Hormon tiroid mempunyai peranan yang kritis untuk perkembangan jaringan saraf,
skelet, dan jaringan reproduktif. Sebagian besar efek hormon tiroid berlangsung melalui
pengaturan sintesis DNA dan selanjutnya sintesis protein seperti pada potensiasi sekresi
dan aksi hormon pertumbuhan. Pada waktu terjadi neurogenesis di otak (sampai 6
bulan postpartum) mulai ditemukan adanya reseptor hormon tiroid. Bila sewaktu proses
neurogenesis hormon tiroid tidak ada, akan terjadi retardasi mental yang ireversibel dan
pertumbuhan kerdil yang merupakan gejala tipikal dari kongenital kretinisme. Hormon
tiroid juga mengatur gen yang memproduksi mielin saraf. Efek hormon tiroid pada
sintesis protein dan aktivitas enzim tidak terbatas pada otak saja, tetapi juga pada banyak
jaringan lain.
Efek kalorigenik: Respon hewan homeotermis terhadap hormon tiroid menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen pada sebagian besar jaringan seperti jantung, otot
skelet, hepar dan ginjal, kecuali otak, gonad dan limpa. Anggapan salah mekanisme
efek kalorigenik pada beberapa waktu lalu adalah adanya fosforilasi oksidatif yang
uncoupling. Saat ini, efek kalorigenik dianggap ada hubungannya lipogenesis yang mana
174
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

hormon tiroid akan menginduksi peningkatan enzim malat dan fatty acid synthetase.
Efek pada pertumbuhan dan kalorigenesis disertai dengan suatu pengaruh yang menyebar
pada metabolisme obat dan juga karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Banyak dari
perubahan tersebut bergantung pada atau dimodifikasi oleh aktivitas hormon lainnya.
Sebaliknya, laju sekresi dan degradasi dari hampir semua hormon lain, termasuk
katekolamin, kortisol, estrogen, testosteron, dan insulin, dipengaruhi oleh status tiroid.
Efek pada kardiovaskuler: Hormon tiroid berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung pada fungsi jantung. Efek langsung adalah melalui pengaturan ekspresi gen
miokard yaitu gen α myosin heavy chain dan gen yang mengkode myosin Ca-ATP-ase.
Efek tidak langsung adalah melalui peningkatan sensitifitas miosit terhadap katekolamin
dan perubahan hemodinamik. Banyak manifestasi dari hiperaktivitas hipertiroid yang
mentyerupai aktivitas berlebihan sistem saraf simpatis, meskipun kadar katekolamin
tidak meningkat. Kemungkinan penjelasannya mencakup suatu peningkatan dari jumlah
situs reseptor beta atau peningkatan amplifikasi sinyal reseptor beta tanpa disertai
peningkatan jumlah reseptor. Perubahan aktivitas adenil siklase karena stimulasi
katekolamin sebagaimana diukur dari kadar cAMP didapatkan pada perubahan aktivitas
tiroid. Efek yang paling jelas dari hiperaktivitas katekolamin tersebut dapat dilihat pada
sistem kardiovaskular. Efek terhadap pace maker merupakan efek langsung.
Efek metabolik: Hormon tiroid merangsang perubahan kolesterol menjadi asam
empedu dan meningkatkan jumlah reseptor LDL pada permukaan hepatosit sehingga
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Hormon tiroid meningkatkan respon lipolitik
sel lemak terhadap hormon lain. Efek ini tidak melalui siklik AMP tetapi melalui
pengaturan kapasitas hormon lain dalam merangsang akumulasi siklik AMP dengan
menurunkan aktivitas fosofdiesterase yang menghidrolisa siklik AMP.

2.1.4 Sediaan tiroid


Sediaan mungkin sintetis (levothyroxine, liothyronine, liotrix) atau yang berasal dari
hewan (tiroid yang diawetkan).
Levothyroxine sintetis merupakan sediaan pilihan untuk terapi pengganti tiroid karena
stabilitasnya, keseragaman kandungan, biaya yang murah, tidak terdapat protein asing
yang bersifat alergenik, pengukuran kadar serum laboratorium yang mudah, dan waktu
paruhnya yang panjang (7 hari), sehingga memungkinkan pemberian dosis satu kali
sehari. Pemberian T4 menghasilkan kedua hormon tersebut karena T4 dikonversi menjadi
T3 intraseluler.
Liothyronine tiga sampai empat kali lebih aktif daripada levothyroxine, tetapi tidak
dianjurkan untuk terapi pengganti yang digunakan secara rutin karena waktu paruhnya yang
lebih singkat (24jam), sehingga memerlukan pemberian beberapa kali dosis harian; biaya
yang lebih mahai; dan kesulitan yang lebih besar untuk memantau pertukaran dengan tes
laboratorium konvensional. Risiko toksisitas jantung lebih besar karena aktivitas hormon
yang lebih kuat , maka T3 seyogyanya dihindarkan pada pasien dengan penyakit jantung.
Obat tersebut paling baik digunakan untuk penekanan TSH jangka pendek. Pemberian T3
175
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

per oral tidak diperlukan sehingga penggunaan liotrix jarang dilakukan.


Penggunaan sediaan tiroid yang diawetkan jarang digunakan, karena antigenisitas
proteinnya yang merugikan, ketidakstabilan produk, konsentrasi hormon yang bervariasi,
dan kesulitan pemantauan laboratorium jauh melebihi keuntungan yang didapatkan dari
harganya yang murah. Sejumlah bermakna T3 yang didapatkan dari beberapa ekstrak tiroid
dan liotrix dapat menyebabkan peningkatan kadar T3 dan toksisitas yang bermakna. Dosis
yang ekuivalen adalah 100 μg (1,5 gr) tiroid yang diawetkan, 100 μg levothyroxine, dan
37,5 mg liothyronine.
2.2 OBAT ANTI TIROID DAN INHIBITOR TIROID LAIN
Sebagian besar obat anti tiroid bekerja dengan menghambat baik langsung maupun
tidak langsung sintesa, pelepasan dan kerja hormone tiroid. “Goitrogen” merupakan agen
yang menekan sekresi T3 dan T4 sedemikian sehingga kadarnya menjadi kurang dari
normal dan karenanya meningkatkan TSH. Sebaliknya. TSH menyebabkan pembesaran
kelenjar (goiter)
Inhibitor tiroid digolongkan dalam 4 kelompok:
1. Obat antitiroid yang mengganggu sintesis hormon secara langsung
2. Penghambat ion yang menghambat transport iodida
3. Iodida yang pada konsentrasi tinggi menghambat sintesis dan pelepasan hormon
4. Iodium radioaktif yang merusak kelenjar dengan radiasi ion

2.2.1 Obat Antitiroid


Obat antitiroid yang sering digunakan adalah senyawa thioureylene, yang merupakan
golongan tionamid. Prototipe golongan ini adalah propiltiourasil. Senyawa lain adalah
metirnazol yang mempunyai potensi kira-kira sepuluh kali lebih kuat dari propiltiourasil,
dan karbimazol yang di dalam tubuh diubah menjadi metimazol.
Mekanisme Kerja
Obat antitiroid menghambat sintesis hormon tiroid dengan menghambat:
1. pengikatan iodium ke dalam gugus tirosil dari tiroglobulin
2. Coupling gugus iodotirosil menjadi iodotironin
Keadaan ini terjadi dengan menghambat oksidasi iodida dan gugus iodotirosil melalui
penghambatan enzim peroksidase. Propiltiourasil mempunyai kelebihan lain, yaitu selain
menghambat sintesis hormon juga menghambat deiodinasi tiroksin menjadi triiodotironin
di jaringan perifer.
Farmakokinetik
Propiltiourasil diabsorbsi dengan cepat, kadar puncak serum dicapai setelah satu jam.
Bioavailibilitas Propiltiourasil sebesar 50-80%, ekskresi melalui urin sebagai glukoronid
yang tidak aktif dalam waktu 24 jam. Metimazol diabsorbsi secara lengkap tetapi pada
laju yang tidak sama. Ekskresi lebih lambat daripada propiltiourasil; 65-70% dari setiap
dosis didapatkan kembali dalam urin dalam waktu 48 jam.

176
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

Masa kerja obat anti tiroid umumnya pendek. Propiltiourasil mempunyai masa kerja
2-8 jam, sedangkan metimazol dosis 10-25 mg dapat menghambat sampai 24 jam. Kedua
tionamid dapat melewati plasenta, tetapi penggunaan pada masa kehamilan lebih disukai
propiltiourasil karena obat ini lebih kuat terikat pada protein sehingga tidak mudah
menembus plasenta. Propiltiourasil juga tidak disekresi dalam jumlah besar dalam ASI
sehingga tidak perlu menghentikan pemberian ASI.
Efek Samping
Insidensi efek samping relatif rendah antara 3-7%, dengan insidensi agranulositosis 0,2%
yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan pertama sehingga memerlukan
pemeriksaan jumlah lekosit secara rutin. Reaksi tersebut lazimnya bersifat reversibel
dengan cepat apabila obat dihentikan. Reaksi yang paling sering adalah rash urtikaria atau
papula. Reaksi yang agak jarang adalah nyeri sendi, nausea, sakit kepala, limfadenopati,
parestesi, pigmentasi kulit dan kerontokan rambut. Demam obat, hepatitis dan nefritis
lebih jarang terjadi. Gangguan fungsi hepar sering terjadi pada dosis tinggi propiltiourasil.
Indikasi
Penggunaan obat antitiroid adalah untuk:
1. Terapi definitif hipertiroidi sambil menunggu remisi spontan
2. Kombinasi dengan iodium radioaktif untuk mempercepat kesembuhan
3. Persiapan operasi untuk mengurangi gejala hipertiroid dan diberikan bersama
dengan iodium untuk mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan
Efek terapi baru terlihat setelah beberapa hari sampai 1-2 minggu. Keadaan eutiroid
umumnya tercapai setelah 12 minggu dan dosis obat antitiroid harus dikurangi. Hipertiroidi
yang terkendali umumnya disertai dengan pengecilan goiter. Goiter yang membesar selama
pengobatan disebabkan oleh hipotiroidi akibat terapi berlebihan.
Obat antitiroid merupakan obat terpilih untuk kehamilan dengan hipertiroid, meskipun
pada trimester ketiga dosis harus dikurangi untuk mencegah terjadinya hipotiroid pada
fetus.
Posologi
Propiltiourasil tablet 50 mg, dosis 3 kali 100 mg/ hari
Metimazol tablet 5 mg dan 10 mg, dosis 3 kali 5 – 10 mg/ hari
Karbimazol tablet 5 mg dan 10 mg, dosis 3 kali 5 – 10 mg/ hari
Metiltiourasil tablet 25 mg dan 50 mg, dosis 200 mg terbagi 2 atau 4 dosis/ hari

1.1.2 Penghambat ion iodida


Penghambat ion iodida adalah obat yang menghambat kompetitif transport aktif ion
iodida ke dalam kelenjar tiroid, umumnya merupakan anion monovalen.
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah: tiosianat (CNS-), perklorat (ClO4-), nitrat
(NO3-), fluoborat (BF4-), fluosulfonat (SO3F-), difluofosfat (PO2F2-). Perklorat mempunyai
kekuatan 10 kali kekuatan tiosianat, sedangkan tiosianat 30 kali kekuatan nitrat. Tiosianat
tidak ditimbun dalam kelenjar tiroid, berbeda dengan obat lainnya. Tiosianat terdapat
dalam berbagai makanan seperti sayuran kol dan dalam asap rokok. Tiosianat dianggap
177
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

merupakan penyebab terjadinya goiter endemik pada daerah tertentu di dunia terutama di
Afrika Tengah dengan asupan iodium yang rendah. Natrium dan kalium perklorat jarang
digunakan karena obat ini dapat menimbulkan anemi aplastik.

2.2.3. Iodida
Iodida telah dikenal sejak tahun 1920-an dan merupakan obat tertua yang digunakan
untuk mengobati hipertiroidi karena memiliki berbagai efek pada kelenjar tiroid.
Pada orang sehat dalam jumlah kecil diperlukan untuk sintesa hormon, dalam jumlah
besar menyebabkan goiter dan hipotiroid. Pada penderita hipertiroidi menekan fungsi
tiroid. Pada goiter akibat obat antitiroid, iodium yang diberikan bersama sediaan tiroid
justru memperbaiki fungsi tiroid. Peran iodida dalam kelenjar tiroid adalah:
(1) iodium diperlukan untuk sintesa hormon tiroid (2) iodium menghambat transport
aktifnya sendiri (3) kadar tinggi iodium intraseluler kelenjar tiroid menghambat secara
akut sintesis iodotirosin dan iodotironin ( Wolff-Chaikoff effect) selama 2 hari pertama,
selanjutnya terjadi ”escape”.
Penggunaan Terapetik Iodida
1. Persiapan sebelum operasi tiroid pada hipertiroidi, diberikan setelah gejala
hipertiroidi diatasi dahulu dengan obat antitiroid, baru kemudian diberikan
iodium/ larutan Lugol 3 kali 3-5 tetes/hari selama 7-10 hari sebelum operasi.
2. Pengobatan krisis tirotoksik dikombinasi dengan obat antitiroid dan propanolol.
3. Terapi pencegahan di daerah goiter endemik.
4. Melindungi kelenjar tiroid dari iodium radioaktif setelah kecelakaan reaktor
nuklir.
Penggunaan kroinis iodida pada kehamilan sebaiknya dihindari, karena iodida dapat
melewati plasenta dan dapat menyebabkan goiter pada janin.
Efek Samping
Kadang-kadang terjadi reaksi hipersensitif terhadap iodida atau senyawa iodium
organik intravena. Intoksikasi kronik iodida atau iodisme ditandai dengan rasa logam dan
terbakar di mulut, tenggorok, perangsangan selaput lendir dan peradangan faring, laring
serta tonsil. Kelainan kulit yang terjadi dapat ringan sampai akneform atau erupsi yang
fatal (ioderma). Gejala saluran cerna berupa iritasi lambung dan diare yang dapat disertai
perdarahan. Iodisme yang terjadi pada sebagian besar kasus bersifat reversibel apabila
obat dihentikan.

2.2.4 Iodium Radioaktif


Iodium mempunyai beberapa bentuk isotop radioaktif yaitu I123, I 125 dan I131, tetapi
yang paling sering digunakan adalah I131. Iodium radioaktif mengeluarkan emisi sinar γ
dan partikel β. Daya tembus sinar β hanya 2 mm, tetapi menimbulkan kerusakan setempat
sebesar 90%., sedangkan daya tembus sinar γ kuat dengan kerusakan yang ditimbulkan
hanya 10% dan digunakan untuk pengukuran jumlah isotop yang diserap tiroid. Dosis
178
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

terapi I131kecil sekali yaitu 0,03 mg. Distribusi radioisotop iodium sama dengan distribusi
iodium biasa. Pada hipertiroidi jumlah yang diserap tiroid sangat meningkat, sedangkan
pada hipotiroidi jumlahnya berkurang. Ekskresi dalam urin berbanding terbalik dengan
jumlah yang ditahan oleh tiroid.
Efek Terhadap Tiroid
Emisi sinar radioaktif mempengaruhi jaringan parenkim sekeliling folikel, sedangkan
jaringan di luar tiroid umumnya tidak terpengaruh. Dosis rendah sekali tidak mengganggu
fungsi tiroid. Pada dosis yang cukup besar timbul efek sitotoksik berupa piknosis dan
nekrosis folikel diikuti hilangnya koloid dan fibrosis kelenjar.
Indikasi
Radioisotop terutama digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme dan diagnosis
hipertiroid.
Kontra Indikasi
Kontra indikasi utama penggunaan I131 adalah kehamilan karena tiroid fetus akan
menyerap dan memekatkan isotop sehingga menimbulkan kerusakan.

2.3 Pemilihan Sediaan


Tujuan penggunaan penghambat tiroid adalah untuk mengurangi aktivitas kelenjar
tiroid. Cara lain yang dilakukan adalah dengan pemberian iodium radioaktif dan
pembedahan. Di klinik, pemilihan cara dan obat yang akan digunakan bergantung pada
penderita dan fasilitas yang ada.
Di Amerika, iodium radioaktif lebih sering digunakan daripada pembedahan. Obat
antitiroid digunakan bila dikehendaki penurunan fungsi tiroid secara cepat. Obat antitiroid
digunakan untuk mempersiapkan penderita yang akan dioperasi, terapi krisis tirotoksik,
terapi hipertiroidisme dengan gangguan mata, dan sebagai terapi tambahan sebelum atau
setelah terapi dengan iodium radioaktif. Efek penghambatan tiroid oleh iodium biasanya
tidak lama dan tidak sempurna.

KALSITONIN

Kalsitonin merupakan polipeptida yang dibentuk oleh sel C kelenjar tiroid yang terdiri
atas 32 asam amino. Kalsitonin bersama hormon paratiroid berperan dalam metabolisme
kalsium mempunyai masa paruh yang singkat yaitu selama 10 menit. Ekskresi hormon
ini tidak dipengaruhi oleh hipofisis dan ginjal.
Kalsitonin berfek hipokalsemik dan hipofosfatemik dan langsung menghambat
resorpsi tulang dengan cepat dan sementara. Kalsitonin telah diselidiki efeknya pada:
1. osteoporosis akibat usia lanjut, imobilisasi dan keadaan tanpa bobot
yang menyebabkan dekalsifikasi
2. hiperparatiroidisme
3. kanker dengan hiperkalsemia

179
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

4. Penyakit Paget: terjadi penurunan alkali fosfatase darah dan


hidroksiprolin dalam urin
Efek samping: karena bukan dari manusia, mungkin terjadi reaksi kepekaan dan
terbentuknya antibodi.
Sediaan: - kalsitonin dari babi: kurang murni
- kalsitonin dari ikan salmon: lebih poten
- kalsitonin dari manusia

HORMON PARATIROID

Hormon paratiroid (HPT) dibentuk oleh 4 kelenjar kecil diujung-ujung kelenjar tiroid,
yang merupakan polipeptida tunggal dengan 84 asam amino. Aktivitas biologisnya
ditentukan oleh 34 asam amino pertama.
Sintesis dan Sekresi
Hormon paratiroid disintesis dalam endoplasmic reticulum sebagai prohormon dengan
berat molekul 12.000 yang akan bergerak ke aparatus Golgi dan mengalami perubahan
menjadi hormon paratiroid. Hormon kemudian disimpan dalam granula, yang setelah
mengalami pematangan kemudian akan disekresikan. Di dalam darah atau di jaringan
hormon paratiroid akan dipecah antara asam amino ke-33 dan ke-34. Di dalam kelenjar
dapat terjadi proteolisis yang kemudian hormon dapat disekresikan.
Fisiologi
Hormon paratiroid terutama berfungsi mempertahankan kadar ion kalsium dalam cairan
ekstrasel agar tetap stabil. Kadar ion kalsium dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain: absorbsi dari saluran cerna, penyimpanan dan mobilisasi dalam tulang, serta ekskresi
melalui urin, keringat feses dan air susu.
Sekresi paratiroid meningkat pada keadaan hipokalsemia, yang akan merangsang
uptake asam amino, sintesa asam nukleat dan sintesa protein dan sekresi HPT. Ion kalsium
mengatur pertumbuhan kelenjar paratiroid, sintesa dan sekresi PTH.
Metabolisme Kalsium
Kalsium tubuh dipengaruhi oleh:
1. vitamin D, HPT dan kalsitonin
2. Growth hormone (GH), hormon seks, tiroksin, glukokortikoid, hormon
pankreas
3. Diit: fosfat anorganik, sitrat
Jumlah kalsium orang dewasa 1-1,2 kg: 99% berada di tulang .
Kalsium ekstrasel 54% terionisasi diikat fosfat/ sitrat, sisanya terikat albumin.
Fungsi kalsium adalah untuk pembekuan darah, kontraksi otot dan fungsi saraf. Penurunan
kadar ion kalsium ekstrasel akan menghambat fungsi hubungan otot saraf, tetapi diimbangi
oleh efek eksitasi terhadap saraf dan otot karena menurunnya kadar ion kalsium.

180
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

Penurunan kadar kalsium darah menyebabkan tetani yang antara lain terjadi pada
alkalosis (protein menjadi bermuatan negatif), absorbsi dari saluran cerna (di proksimal
usus halus) berkurang, ambilan kalsium dalam diit berkurang atau ekskresi kalsium dalam
urin meningkat (nefritis, defisiensi paratiroid). Absorbsi kalsium dari usus menurun bila
terdapat garam kalsium fosfat, kalsium oksalat atau suasana alkalis, dan akan meningkat
pada diit tinggi protein. Kelebihan kalsium di usus akan dikeluarkan melalui feses.
Efek Hormon Paratiroid
Saluran Cerna
HPT meningkatkan absorbsi kalsium di usus dengan bantuan vitamin D (mempercepat
perubahan 25-hidroksikolekalsiferol = 25-OH-D3 di ginjal menjadi 1,25 di-OH-D3 yang
akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus). HPT juga meningkatkan ambilan fosfat di
usus.
Tulang
HPT meningkatkan - kecepatan resorpsi kalsium dan fosfat dari bagian stabil tulang
- diferensiasi sel mesenkim menjadi osteoklas dan masa paruh
osteoklas
menurunkan - aktivitas osteoblas
- pembentukan kolagen matriks
Ginjal
HPT meningkatkan reabsorbsi kalsium dan ekskresi fosfat yang akan meningkatkan
kadar kalsium darah. Ekskresi magnesium dan ion H dihambat, sedangkan ekskresi air,
asam amino, sitrat, kalium, natrium, klorida, bikarbonat dan sulfat meningkat.
Gangguan Fungsi
Hipoparatiroidisme
Hipofungsi kelenjar paratiroid terjadi akibat:
- spontan
- tiroidektomi/ operasi di leher
- idiopatik/ penyakit kelenjar: jarang
- genetik: pseudohipoparatiroid, tidak bereaksi terhadap
pemberian PTH : jarang
Gejala akibat hipokalsemia dan penurunan ambang rangsang membran yang
terpolarisasi, berupa : tetani, peningkatan ambang rangsang hubungan otot-saraf, spame
laring, spasme otot dan konvulsi. Keadaan ini dapat terjadi akibat gangguan absorbsi/
defisiensi kalsium dan vitamin D dalam diit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kontraksi
otot skelet pada perangsangan mekanik saraf yang bersangkutan, dapat diikuti dengan
tetani, spasme karpopedal, otot polos: m. siliaris, iris, esofagus, intestinal, vesika urinaria
dan bronkus. Pada yang kronik, ektodermal berubah yaitu rambut rontok, kuku cekung,
mudah patah, gigi rusak, katarak dan gangguan psikis. Terapi adalah dengan vitamin D dan
pemberian kalsium.

181
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

Hiperparatiroidisme
Pemberian HPT jangka lama pada hewan menyebabkan dekalsifikasi tulang, terjadi
pembentukan kista , deformitas tulang dan fraktur spontan. Kelainan lain adalah terjadi
kalsifikasi metastatik di jaringan lunak seperti jaringan lemak, ginjal. Dinding lambung,
bronkus, tunika media arteriol, tidak enak makan, muntah diare, atonia otot. Kematian
disebabkan insuffsiensi ginjal, akibat nefrokalsinosis difus dan nefrolitiasis.
Hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh hipersekresi kelenjar paratiroid (hiperplasia,
adenoma/karsinoma) atau tumor dengan sekresi mirip HPT. Kadar kalsium plasma biasanya
meningkat, dapat normal dan fosfat menurun. Dalam urin didapatkan hiperkalsiuri dan
hiperfosfaturi yang menyebabkan pembentukan batu ginjal, bila berat dapat menimbulkan
nefrokalsinosis difus yang menyebabkan terjadinya insufisiensi ginjal.
Gejala klinik hiperparatiroidisme adalah hipotonia, kelemahan otot secara umum,
gangguan fungsi otot polos, konstipasi, gejala saluran cerna seperti anoreksi, nausea,
vomiting, gangguan jantung dan neuropsikiatri.
Hiperparatiroidisme sekunder terjadi akibat penurunan kadar kalsium plasma akibat
gangguan absorbsi dan gangguan ginjal/ nefritis kronis.
Hipersekresi HPT apapun sebabnya, menyebabkan beberapa kelainan, yaitu: 1/3 penderita
mengalami perubahan tulang yang hebat seperti Osteitis fibrosa generalisata atau penyakit
von Recklinghausen, 1/3 lainnya hanya mengalami dekalsifikasi ringan, dan 1/3 lainnya
tidak ditemukan resorpsi tulang akibat asupan kalsium yang cukup.
HPT hanya diberikan secara suntikan subkutan atau IV, dengan waktu paruh 20 menit,
akan terikat oleh α globulin plasma dan mengalami degradasi di hepar dan ginjal. Saat
ini HPT tidak digunakan lagi, cukup diberi kalsium dan vitamin D. HPT juga digunakan
untuk mendiagnosa pseudohipoparatiroid yang mana tidak meningkatkan kadar kalsium
plasma, ekskresi fosfat dan siklik AMP.

182
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID

DAFTAR PUSTAKA

Farwell, AP and Braverman, L.E.2001.Thyroid and Antithyroid Drugs. In Goodman


& Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics ( Hardman J.G, &
Limbird L.E.: editors). 10thedition. New York: McGraw-Hill, p.1563-15986

Marcus, R. 2001.Agents Affecting Calcification and Bone Turnover. In Goodman


& Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics ( Hardman J.G, &
Limbird L.E.: editors). 10thedition. New York: McGraw-Hill, p.1721-1725

Greenspan, FS. And Dong, BJ . 2001. Thyroid and Antithyroid Drugs. In Basic
Clinical Pharmacology (KatzungB.G.: editors). 8th edition New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill

S Wardhini BP dan B.Suharto. 1995. Hormon Tiroid dan Antitiroid.dalam


Farmakologi dan Terapi (Sulistia G.Ganiswarna:editor).edisi 4.Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas Indonesia

Suharti K. Suherman. 1995. Hormon Paratiroid dan Kalsitonin.dalam Farmakologi


dan Terapi (Sulistia G.Ganiswarna:editor).edisi 4.Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia

183
FARMAKO THYROID DAN OBAT ANTITHYROID
KORTIKOSTEROID

Pendahuluan

Hormon-hormon adrenokortikal alami merupakan molekul2 steroid yang dihasilkan dan


dirilis oleh korteks adrenal. Kortikosteroid berasal dari korteks adrenal. Korteks adrenal
dibagi menjadi 3 bagian: 1. Zona glomerulosa 2. Zonafasikulata dan 3. Zona retikularis.
Sekresi kortikosteroid dikontrol oleh ACTH dari kel. Pituitaria Korteks adrenal
mengeluarkan sejumlah besar steroid ke dalam sirkulasi . Zona glomerulosa menghasilkan
mineralokortikoid (aldosteron) yang bertanggungjawab terhadap regulasi metaboloisme
garam dan air. Produksi aldosteron sendiri diatur oleh sistem Renin Angiotensin
(RA). Zona fasiculata menghasilkan glukokortikoid (kortisol) yang berkaitan dengan
metabolisme normal dan resistence to stress. Zona retikularis menghasilkan androgen.
Secara kuantitatif, dehidroepiandrosteron (DHEA) dalam bentuk sulfat (DHEAS)
merupakan androgen adrenal utama, per hari disekresi 20 mg. Kerja hormon berdasarkan
“feed back mechanism”

Aksi Farmakologi
Steroid adrenal terikat pada reseptor intraseluler spesifik di target jaringan. Kompleks
Reseptor-Hormon ditransportasi ke dalam nukleus yang mana kompleks berinteraksi
dengan DNA, menyebabkan naiknya sintesis RNA. Sebagian besar efek glukokortikoid
terjadi melalui reseptor glukokortikoid yang tersebar luas. Protein protein tersebut
merupakan anggota reseptor inti yang meliputi steroid, sterol (vit D), tiroid, retinoic
acid, dan lain lain. Ligan dari banyak reseptor belum diketahui, oleh karena itu reseptor
tersebut dinamakan reseptor orphan. Tanpa ligan hormonal, reseptor glukokortikoid
terutama bersifat sitoplasmik dalam kompleks oligomerik dengan heat shock protein
(Hsp).Hormon bebas dari plasma dan cairan interstisiel memasuki sel dan terikat pada
receptor, à perubahan konformasi dengan akibat hormon terpisah dari Hsp. Kompleks
reseptor terikat—ligan kemudian ditranspor secara aktif ke dalam nucleus, tempat
reseptor tersebut berinteraksi dengan DNA dan protein inti. Sebagai suatu homodimer,
reseptor tersebut terikat pada elemen reseptor glukokortokoid (GRE) dalam promoter
gen gen yang responsif.

Farmakokinetika
Kortisol (hidrokortison) disekresi 10-20 mg/hr tanpa adanya stres. Tingkat sekresi
menurut irama sirkadian yang ditentukan oleh pulsa tak beraturan ACTH dan mencapai
puncak pada dini hari dan sesudah makan.. Pada plasma kortisol terikat pada protein
dalam sirkulasi. Corticosteroid binding globulin (CBG) suatu globulin α2 yang disintesis
oleh hati—mengikat 90% hormon dalam kondisi normal, sedangkan sisanya ± 5-10%
bersifat bebas terikat lemah pada albumin (± 5%) t½ kortisol 60-90 menit. T½ akan
meningkat bila diberikan dosis besar atau pada stres, hipotiroidisme atau penyakit hati.
Ekskresi 1% tak berubah di urin sebagai kortisol bebas, 20% kortisol diubah menjadi
184
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

kortison oleh 11- hidroksil dehidrogenase di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor
mineralokortikoid sebelum sampai ke hati. Sebagian besar kortisol diinktivasi di hati
dengan reduksi à tetrahidrokortisol dan tetrahidrokortison oleh 3-hidroksisteroid
dehidrogenase.

Glukokortikoid
a. Promote normal metabolism. Glukokortikoid menstimulasi glukoneogenesis dengan
dua cara: 1. meninggikan uptake asam amino melalui liver dan ginjal dan 2. meninggikan
aktivitas enzim glukoneogenik.
Menstimulasi katabolisme protein dan lipolisis, hal ini akan menghambat pertumbuhan
dan energi untuk sintesis glukosa. (Pada insufsiensi akan terjadi hipoglikemia seperti
pada stres dan puasa). Meskipun glukokortikoid menstimulasi sintesis protein dan RNA
di hati, glukokortikoid mempunyai efek katabolik di limfoid, jaringan2 pengikat, otot,
lemak dan kulit. Dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan kelemahan. Efek2
katabolik pada tulang merupakan penyebab osteoforosis dalam sindroma Cushing dan
menentukan pembatasan penggunaan terapi glukokortikoid jangka panjang
b. Meninggikan resistance to stress. Dengan meningginya level glukosa plasma, maka
tubuh menyediakan tenaga untuk melawan stres. Glukokortikoid dapat meninggikan
tekanan darah., dengan cara meningkatkan aksi vasokonstriksi rangsangan adrenergik
pada pembuluh darah kecil. (Individu dengan insufisiensi dalam keadaan stres berat
akan terjadi hipotensi).
c. Meninggikan level sel darah plasma. Menyebabkan berkurangnya eosinofil, basofil,
monosit, dan limposit, dan sebaliknya akan meninggikan level darah Hb, eri, PMN.
(Berkurangnya liposit dan makrofag akan terjadi berkurangnya kesanggupan
mengatasi infeksi).
d. Anti-inflamasi dan Imunosupresif. Berdasarkan menurunnya level limposit perifer
disertai dengan penghambatan enzim fosfolipase A2, suatu enzim yang mengeluarkan
asam arakhidonat suatu prekursor prostaglandin dan leukotriene. Glukokortikoid
menghambat fungsi makrofag dan sel penyebab antigen lainnya. Kemampuan
sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap
makrofag mengakibatkan membatasi kemampuan untuk memfagosit dan membunuh
mikroorganisme serta menghasilkan Tumor Nekrosis Factor-a, IL-1, metalloproteinase,
dan aktivator plasminogen. Makrofag dan lifosit memproduksi sedikit IL-12 dan
interferonγ—penginduksi aktivitas sel TH1 yang penting – dan imunitas seluler.
Glukokortikoid bila diberikan local akan terjadi vasokonstriksi, yang diduga menekan
degranulasi sel mast. Juga menurunkan permiabilitas kapiler dengan menurunkan
jumlah histamine yang dirilis oleh basofil dan sel mast.
Hormon bekerja secara “feed back mechanism” (lihat gambar di bawah)

185
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

Gb. 1. Regulasi sekresi Kortikosteroid

Kortikosteroid sintesis

Glukokortikoid, ACTH telah menjadi agen penting dalam pengobatan berbagai


inflamasi, alergi, hematologi, dan lain lain. Kenyataan tersebut , sejumlah kortikosteroid
sintetis untuk antiinflamasi dan imunosupresif.

A. Sumber: Steroid2 farmasetik biasanya disintesis dari cholic acid (dari hewan ternak)
atau steroid sapogenin dalam diosgenin dan hecopenin tertentu pada tumbuhan
family Liliaceae dan Dioscoreaceae.

B. Disposisi: Pada sebagian kasus KS sintesis diabsorpsi dengan baik per-oral.


Perubahan molekul glukokortikoid mempengaruhi afinitas untuk reseptor
glukokortikoid dan mineralokortikoid serta aktivitas ikatan protein.

186
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

Tabel 1. Beberapa kortikosteroid alami dan sintetis yang banyak dimanfaatkan


untuk penggunaan umum.

Aktivitas Dosis Oral/


Agen Retensi Sediaan
Anti-In Topikal mgr
Garam
Kerja singkat-sedang
Hidrokortison/Kortisol 1 1 1 20 Oral, inj., topikal
Kortison 0,8 0 0,8 25 Oral, inj., topikal
Prednison 4 0 0,3 5 Oral
Prednisolon 5 4 0,3 4 Oral, inj., topikal
Metilprednisolon 5 5 0 4 idem
Meprednison 5 0 4 Oral, inj.

Kerja Menengah
Triamsinolon 5 5 0 4 Oral,inj.,topikal
Parametason 10 0 2 Oral.,inj
Fluprednisolon 15 7 0 1,5 Oral
Kerja Lama
Betametason 25-40 10 0 0,6 Oral,inj.,topikal
Deksametasson 30 10 0 0,75 idem

Mineralokortikoid
Oral,inj.,topikal
Fludrokortison 10 10 250 2
Inj, pellet.
Desoksikortison asetat 0 0 20

Sumber: Katzung, 2002, 584

Farmakoterapi
Beberapa derivat semisintetik telah dikembangkan dengan berbagai efek anti-inflamasi
dan derajat retensi Na. Penggunaan terapi seperti:

a. Replacement therapy for primary adrenocortical insufficiency (Addison’s disease)


Hidrokortison sebagai pengganti insufisiensi. Pemberian dosis 2/3 pagi dan 1/3 siang
hari. Pemberian fludrokortison, suatu sintetik mineralokortikoid dengan aktivitas
glukokortikoid diperlukan.

b. Replacement therapy for secondary or tertiary adrenocortical insufficiency.


Sebab: defek produksi CRF (hipotalamus) atau ACTH (pituitaria). Hidrokortison
sebagai penganti.

187
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

c. Diagnosis of Cushing’s syndrom: disebabkan oleh hipersekresi glukokortikoid dapat


disebabkan karena sekresi ACTH berlebihan atau tumor adrenal. Untuk test D/
diberikan deksametason untuk supresi.

d. Replacement therapy for congenital adrenal hyperplasia. Penyakit ini disebabkan


gangguan dari enzim untuk sintesis satu atau lebih steroid..

e. Relief of inflammatory symptom: Glukokortikoid secara dramatis mengurangi gejala


inflmasi (rematoid, osteoartritis, radang kulit, termasuk kemerahan, bengkak, panas,
dan rasa panas yang terjadi pada tempat inflamasi. Mengurangi histamin dikeluarkan
oleh basofil dan menghambat aktivitas kinin.

f. Treatment of allergies: Sangat berguna dalam pengobatan alergi obat, serum, dan
reaksi transfusi, asma bronkiale, rinitis alergika; sifatnya kuratif.
Diperkenalkannya beklometason propionat sebagai aerosol untuk asma, secara topikal
pada dinding (mukosa) saluran nafas melalui inhalasi.

Klasifikasi Obat

1. Short Acting Glukokortikoid: hidrokortison, kortison


2. Intermediate Acting: Prednison, Prednisolon, Metilprednisolon dan Triamsinolon.
3. Long Acting: Betametason, Deksametason, Parametason.
4. Mineralocortikosteroid: Fludrokortison, Desoksikortikosteron.

Efek Samping Obat (ESO)

1. Osteoporosis, gangguan sintesis kolagen (à gangguan penyembuhan luka), miopati


(hasil dari katabolisme protein).
2. Edema, hipertensi, dan CHF à retensi Na dan H2O.
3. Gangguan SSP: eforia – psikose termasuk suicidal. Terjadi drug dependence.
4. Stimulasi ulkus peptikum
5. Dapat menyebabkan pertumbuhan Cushing’s, termasuk redistribusi lemak tubuh, muka
sembab, bertambahnya pertumbuhan rambut, jerawat, insomnia dan nafsu makan
bertambah.
6. Withdrawel (lepas obat): sangat berbahaya, karena supresi hipotalamik – pituitari –
adrenal yang menyebabkan akut adrenal insufisiensi sindrom, yang letal.bersamaan
dengan ini akan terjadi eksaserbasi.
7. Psikosis, Glikosuria, Hiperkoagulabilitas darah dengan terjading tromboemboli.

188
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

Mineralokortikoid
Mineralokortikoid yang penting adalah aldosteron, disamping desoksikortikosteron,dan
Fludrokortison.
Bekerja sebagai Homeostasis air dan elektrolit. Mengontrol volume air dan elektrolit
terutama Na dan K. Aldosteron bekerja pada tubulus ginjal, mereabsorpsi Na, HCO3, air
(H2O).Sebaliknya aldosteron mengurangi reabsorpsi K, keluar melalui urin. (Peninggian
aldosteron menyebabkan alkalosis dan hipokalemia, deisamping itu retensi air dan Na
menyebabkan naiknya volume darah dan tekanan darah).

1. Aldosteron
Aldosteron disintesis terutama di zona glomerulosa korteks adrenal. Aldosteron tak
kurang dari 1/3 efektivitas kortisol dalam menekan ACTH. Konsentrasi aldosteron tak cukup
untuk kontrol umpan balik sekresi ACTH. Efek fisiologis dengan sifat mineralokortikoid
memicu reabsorpsi Na+ dari tubulus proksimal dan tubul distalis digabungkan dengan ke
ekskresi K+ dan ion H+. Reabsorpsi Na+ pada kelenjar keringat dan ludah, mukosa saluran
cerna dan melalui membrane sel juga meningkat. Kadar aldosteron berlebih (tumor) atau
overdosis menyebabkan hipernatriemia, hipokalemia, alkalosis metabolic, peningkatan
volume plasma dan hipertensi.

Mekanisme kerja:
Terikat pada reseptor mineralokortikoid pada sitoplasma sel target, terutama sel uatama
dari tubulus proksimaldan distal. Kompleks reseptor – obat mengaktifkan serangkaian
seperti glukokortikoid. Perlu diperhatikan bahwa reseptor memiliki afinitas sama dengan
kortisol. Spesifikasi untuk mineralokortikoid pada situs tersebut diduga digabungkan
(sebagian), dengan terdapatnya enzin 11β-hydroxysteroid dehydrogenase yang mengubah
kortisol menjadi kortison. Kortison memp[unyai afinitas rendah terhadap reseptor dan
diinkatifasi sebagai suatu mineralokortikoid atau glukokortikoid.

Metabolisme
Aldosteron diekskresi 100-200 µg/hr pada orang normal. Kadar plasma pria: 0,007 µg/
dL, t½ 15-20 menit (suntikan) dan tak terikat kuat dengan serum protein. Ekskresi di urin
dalam bentuk tetrahidroaldosteron yang terkonjugasi. Sekitar 5-15 µg/24 jam diekskresi
bebas atau sebagai 3-oxo- glukuronida.

2. Desoksikortikosteron (DOC)
DOC berfungsi sebagai precursor aldosteron. Normal diekskresi ± 200 µg/hr. T½ saat
disuntikan kira2 70 menit. Pengendalian DOC oleh ACTH. Diet garam tak meningkatkan
sekresi DOC. Sekresi DOC meningkat pada karsinoma adrenokortikal dan hyperplasia
adrenal congenital dengan penurunan aktivitas P450c11 atau P450c17.

189
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

3. Fludrokortison
Senyawa ini dengan aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid, merupakan
mineralokortikoid yang paling banyak digunakan. Dosis 0,1 mg/2-7x seminggu mempunyai
aktivitas retensi garam yang kuat dalam pengobatan insufisiensi adrenokortikal yang
dikaitkan dengan defisiensi mineralokortikoid dan terlalu kecil mengharapkan sebagai
anti-inflamasi.

Antagonis Adrenokortikal

Penghambat sintesis dan antagonis Glukokortikoid

1. Metirapon
Merupakan penghambat sintesis steroid yang relative selektif. Senyawa tersebut
menghambat 11-hidroksilasi, mengganggu sintesis kortisal dan kortikosteron. Pada
kelenjar pituitari normal ada peningkatan kompensasi sekresi 11-deoksikortisol dan ini
merupakan ukuran kapasitas pituitary anterior unntuk memprodukasi ACTH

Toksisitas metirapon lebih rendah daripada mitotan. Obat ini dapat menimbulkan pusing
sementara dan gangguan saluran cerna.

Penggunaan terapi:
Belum luas untuk sindroma Cushing!s , dengan dosis 0,25 mg/2x/hr sampai 1 g 4x/hr
à dapat menurunkan kadar kortisolà normal.
Lazim digunakan untuk tes fungsi adrenal. Kadar darah 11-hidroksikortisol dan ekskresi
urin dari 17-hidroksikortikosteroid diukur sebelum dan sesudahnya. Normalnya: ada
pengkatan ekskresi urin 2x atau > dari 17-hidroksikortikoid.
Cara mengukur fungsi adrenal: berikan metirapon2-3 g per-oral tengah malam, kemudian
diukur kadar ACTH atau 11-deoksikortisol dalam daranya jam 8 pagi, atau membandingkan
kadar 17-hidroksikortikosteroid di urin dalam 24 jam.

ESO: retensi garam, dan air serta hirsutisme karena penyimpangan precursor
11-hidroksikortisol ke DOC dan sintesis androgen.

2. Aminoglutetimid
Menyekat konversi kolesterol ke pregnenolon dan menyebabkan penurunan semua
sintesis steroid. Obat tersebut digunakan bersama deksametason dan hidrokortison
untuk menurunkan atau menghilangkan produksi estrogen pada penderita Ca payu
dara, penggunaan telah digantikan dengan tamoksifen. Pada sindroma Cushing dapat
di berikan bersama metirapon atau ketokonazol untuk menurunkan kadar steroid.
Telah diduga aminoglutetimid meningkatkan kirens beberapa steroid dan terbukti
memperbesarmetabolisme deksametason, sehingga memperpendek T1/2 4-5 jam ke
190
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

2 jam. Dosis 1 g/hr ditoleransi dengan baik, dalam dosis yang lebih tinggi terjadi letargi
dan ruam kulit.

3. Ketokonazol
Sutu anti jamur turunan imidazol, meghambat sintesis steroid adrenal dan gonadal yang
agak nonselektif dan kuat. Senyawa tersebut menghambat pembelahan rantai samping
kolesterol, P450c17, C17,20 – liase, 3β hidroksisteroid dehidrogenase.
Telah digunakan untuk terapi sindroma Cushing, dosis 200 = 1200 mg/hr.

4. Mifepriston (RU 486)


Pencaraian antagonis glukokortikoid berhasil pada tahun 1980-an dengan adanya
pengembangan 11β-aminofenil-substituted 19 norsteroid yang disebut RU486. Yang
diberi nama mifepriston.. Senyawa ini mempunyai aktivitas antiprogestin kuat. Pada
awalnya diusulkan sebagai kontraseptof-kontragestif. Dosis tinggi mempunyai aktivitas
antiglukokortikoid yang menyekat reseptor glukokortikoid, yang mana mifepriston terikat
dengan kuat sehingga menyebabkan:
1. Stabilisaikompleks reseptor Hsp-glukokortikoid dan penghambatan disosiasi
reseptor glukokortikoid dari protein2 pengawal (chaperone) Hsp; dan
2. Perubahan interaksi reseptor glukokortikoid dengan koregulator, sehingga
mempermudah pembentukan kompleks yang tak aktif untuk transkripsi di inti sel.
Hasilnya: terhambatnya pengaktivan reseptor glukokortikoid.

5. Mitotan
Mempunyai sifat adrenolitik pada anjing, dan tingkatan yang < pada manusia.. Obat
diberikan 12 g/hr per-oral dengan dosis terbagi.. Pada 1/3 pasien dengan Ca adrenal à
pengecilan tumor. Pada 80% pasien efek toksisnya parah à penurunan dosis.

6. Trilostan
Suatu penghambat 3β-hidroksisteroid dehidrogenase yang mengganggu sintesis
hormone adrenal dan gonadal dan sebanding dengan aminoglutetimid.

Antagonis Mineralokortikoid
Selain obat mengganggu sintesis aldosteron, terdapat steroid yang bersaing dengan
aldosteron untuk mengikat situs dan menurunkan efek perifernya., dalam hal ini
progesterone bersifat sedikit aktif.

Spironolakton
Suatu 7α-asetiltiospironolakton. Mula kerja lambat, dan efeknya bertahan 2-3 hari
setelah penghentian obat.

191
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

Penggunaan terapi:
Untuk aldosteronism primer dengan dosis 50-100 mg/hr, dan dapat memperbaiki banyak
manifestasi aldosteronisme. Dapat untuk diagnosis atau penundaan operasi pengangkatan
adenoma.
Bila digunakan sebagai diagnostik untuk menditeksi aldosteronisme pada apsien dengan
hipokalemik dan hipertensi, dosis 400-500 mg/hr selama 4-8 hari bersama diet Na dan K.
Untuk persiapan operasi dosis 300-400 mg/hr selama 2 minggu tapi dapat menyebabkan
aritmia jantung (diduga).
Spironolakton adalah antiandrogen, dan dapat diberikan pada hirsutisme pada wanita.
Dosis 50-200 mg/hr akan menurunkan kepadatan, diameter, dan kecepatan pertumbuhan
rambut wajah pada pasien hirsutisme sekunder atau idiopatik terhadap androgen berlebih.

Kortikosteroid topikal
Lazimnya harus dibawah pengawasan ahli. Jangan diresepkan untuk “mata merah”
yang belum didiagnosis. Ada 2(dua) bahaya pemberian steroid topikal:

1. Mata merah dapat disebabkan oleh virus herpes simpleks yang menyebabkan ulkus
dendritik, steroid memperburuk kondisi yg mengakibatkan hilangnya penglihatan,
bahkan hilangnya mata.

2. Akibat dari formulasi tetes mata dapat timbul “glaukoma steroid” setelah pengobatan
bbrp minggu. Penggunaan produk kombinasi jarang dibenarkan. Kortikosteroid dapat
diberikan 2 hari sekali untuk minimali eso. Risiko menimbulkan glaukoma tidak besar,
tapi risiko katarak steroid sangat besar (75%), bila > 15 mg/hr selama beberapa tahun.

192
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

Indikasi Untuk Kelainan Non-adrenal

Tabel 2. Beberapa indikasi terapeutik untuk penggunaan glukokortikoid pada


kelainan non-adrenal.
Gangguan Contoh
Edema angioneurotik, asma, sengatan lebah, dermatitis kontak
Reaksi alergik
Reaksi obat, rinitis alergika, serum sickness, urtikaria
Arteritis sel raksasa, LE, Sindrom jaringan ikat campuran,
Kolagen-Vaskuler
polimiositis, rematik polimialgia, arteritis rematoid, arteritis temporal
Mata Uveitis akut, konjunctivitis alergika, koroiditis, neuritis optika
G-I tract Inflamasi usus besar, sprue nontropis, nekrosis hati akut.
Anemia hemolitik didapat, purpura alergika akut, leukemia, anemia
Hematologi
hemolitik, autoimun, purpura trombositopenik idiopatik, MM.
Infeksi Septikemia gram (-), menekan inflamasi berlebihan
Tulang dan Sendi Arteritis, Bursitis, tenosinovitis
Neurologik Edema serebri, MM

Transplantasi Organ Pencegahan dan pengobatan penolakan (imunosupresi)

Pneumonia aspirasi, asma bronkhial, pencegahan sindroma sesak


Paru
nafas bayi, sarkoidosis.
Ginjal sindroma nefrotik.

Dermatitis atopik, dermatosis, lichen simpleks kronis, mikosis


Kulit
fungoides, pemfigus, dermatitis seboroik, xerosis.

Eksoptalmus maligna, tiroiditis subakut.


Tiroid

Sumber Katzung 2002, p 589

193
FARMAKO KORTIKOSTEROID
FARMAKO KORTIKOSTEROID

REFERENCES

1. Chrouses G.P dan Margioris A.N (2002): Kortikosteroid Sintetis. Dalam :


Farmakologi Dasar dan Klinik (Katzung B.G Eds). Buku 2 Edisi 8. Penerjemah dan
weditor Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit
Salemba Medika. ,p. 584 – 594.

2. Mycek MJ,Gertner SB, Perper MM (1992): Steroid Hormons. Dalam :


Pharmacology. Lippincott’s Illustrated Reviews. (Harvey dan Champe, Eds).
p. 252 –258.

3. Suherman K (1995): Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetik


dan Antagonisnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmak9ologi
Fakultas Kedokteran universitas Indonesia. Edisi 4. Opencetakan Gaya Baru,
Jakarta. p. 482 – 500.

194
FARMAKO KORTIKOSTEROID
PENGANTAR OBAT OTONOM

SUSUNAN SARAF OTONOM

Anatomi
Koordinasi dan integrasi fungsi tubuh dilakukan melalui sistem saraf dan sistem
endokrin. Pelaksanaan melalui sistem saraf dilakukan melalui serabut saraf (axon) dan
melalui transmiter, sedangkan yang melalui sistem endokrin terjadi melalui hormon.
Sistem saraf terbagi dalam susunan saraf somatik dan susunan saraf otonom atau susunan
saraf gaib/ vegetatif. Susunan saraf somatik mempersarafi otot lurik/ otot rangka dan
berfungsi untuk melakukan pergerakan tubuh dan menentukan posisi tubuh. Hal ini berarti
susunan saraf somatik berada di bawah pengaruh kesadaran. Sebaliknya susunan saraf
otonom tidak dibawah pengaruh kesadaran atau kegiatannya berlangsung tanpa disadari,
seperti kegiatan otot polos, otot jantung dan kelenjar. Susunan saraf otonom berfungsi
untuk mengatur sirkulasi, denyut jantung, pernafasan, tonus otot polos dan sekresi kelenjar.
Lingkaran refleks susunan saraf otonom tersusun dari 6 bagian, yaitu reseptor, saerabut
saraf aferen, ganglion, pusat, serabut saraf eferen dan efektor. Reseptor saraf otonom
contohnya adalah presso-reseptor, kemoreseptor. Serabut aferen saraf otonom antara
lain N. Vagus, N. Pelvicus, N. Splanknikus dll. Serabut-serabut ini diteruskan melalui
ganglion atau sel dalam kolumna dorsalis ke kolumna intermedia. Pusat saraf otonom
terdapat di medula oblongata yang merupakan pusat pernafasan dan tekanan darah,
juga di hipotalamus yang mengandung pusat suhu tubuh, pusat keseimbangan air, pusat
metabolisme karbohidrat dan lemak, pusat tidur dll. Serabut eferen yang keluar dari
pusat otonom disalurkan melalui saraf praganglion, ganglion dan saraf paskaganglion
yang berakhir pada sel efektor. Serabut eferen ini dibedakan atas sistem simpatik dan
parasimpatik. Sistem simpatik disalurkan melalui serabut torakolumbal dari torakal I
sampai lumbal III . Sistem parasimpatik disalurkan melalui serabut craniosakral yaitu N.
III, N. VII, N. IX, N X dan N. Pelvicus yang berasal dari bagian sakral segemn 2, 3 dan 4.
Efektor contohnya adalah otot jantung.
Saraf otonom dan saraf somatik mempunyai 5 perbedaan utama, yaitu:
1. Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam badan kecuali otot rangka,
sedangkan saraf somatik mempersarafi otot rangka, kecuali otot jantung
2. Saraf otonom mempunyai sinaps pada ganglion yang berada di luar SSP, sedangkan
saraf somatik mnempunyai sinaps di dalam SSP.
3.
195
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

4. Saraf otonom mempunyai plexus yang berada di luar SSP, sedangkan saraf somatik
tidak mnempunyai plexus.
5. Serabut pascaganglion saraf otonom tidak bermyelin, sedangkan saraf somatik
bermyelin.
6. Pada denervasi saraf otonom, sel efektor bersifat otonom, karena masih dapat
bekerja tanpa persarafan, sedangkan pada denervasi saraf somatik sel efektor
mengalami paralisis.
Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik, sebaliknya perubahan pada saraf
somatik juga dapat mempengaruhi fungsi organ otonom.

Faal Susunan Saraf Otonom


Penghantaran pada sistem saraf terjadi melalui konduksi dan transmisi. Konduksi
adalah penghantaran impuls melalui serabut saraf (axon), sedangkan transmisi adalah
penghantaran impuls melalui celah saraf atau sinaps dilakukan melalui pelepasan zat kimia
yg disebut sebagai transmitor neurohormonal (transmiter).
Neurotransmiter untuk perpindahan impuls di serabut aferen belum sepenuhnya
dipahami, salah satunya adalah substansi P. Substansi P terdapat pada serabut sensoris
radix dorsalis dan cornu dorsalis medula spinalis, dan berfungsi untuk menghantarkan
sensasi nyeri ke pusat. Neurotransmiter lainnya adalah somatostatin, polipeptida vasoaktif
intestinal (vasoactive intestinal polypeptide, VIP), kolesistokinin dan enkefalin yang
memodulasi nyeri dengan menghambat pelepasan substansi P.
Neurotransmiter pada serabut eferen contohnya adalah neurotransmiter pada ganglion
dan sel efektor yaitu asetilkolin pada serabut kolinergik dan nor-adrenalin pada serabut
adrenergik. Neurotrnsmiter di SSP antara lain asetilkolin, GABA, dopamin dan serotonin
(5H.T.).
Konduksi dan transmisi dapat dipengaruhi oleh obat-obatan.Obat yang dapat mempengaruhi
konduksi hanya sedikit, antara lain :
- anestesi lokal
- reserpin
- guanetidin
Hampir semua serabut efferen S.S. otonom perifer yang meninggalkan SSP bersifat
kolinergik (mampu mensintesis dan melepaskan asetilkolin). Kecuali serabut post
ganglioner simpatis bersifat adrenergik (mampu mensintesis dan melepaskan nor-
196
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

adrenalin / nor-epinephrin). Saraf parasimpatis berperan dalam fungsi konservasi dan


reservasi yaitu melangsungkan fungsi vital / aktivitas sehari-hari. Saraf simpatis berperan
dalam pertahanan diri terhadap tantangan dari luar, jadi untuk menghadapi stress. Reaksi
yang terjadi adalah bertempur atau melarikan diri, yang dikenal sebagai fight or flight
reaction.

Pada umumnya sistem simpatis dan para simpatis dalam tubuh bekerja secara
antagonistik. Bila sistem simpatis memacu fungsi suatu organ, maka sistem parasimpatis
akan menghambatnya. Fungsi yang terlihat pada suatu organ merupakan hasil perimbangan
antara kedua sistem tersebut. Bila terjadi inhibisi pada salah satu sistem, maka fungsi
organ akan didominasi oleh sistem yang lain. Sifat antagonistik ini tidak terjadi pada
semua organ, misalnya pada sekresi kelenjar liur dirangsang oleh keduanya, tetapi sekret
yang dihasilkan berbeda kualitasnya. Perangsangan oleh saraf simpatis menghasilkan liur
yang kental, sedangkan perangsangan saraf parasimpatis menghasilkan liur yang encer.
Pada organ tertentu fungsinya dapat saling melengkapi, misalnya pada fungsi seksual,
rangsangan parasimpatis menyebabkan ereksi, sedangkan ejakulasi dilaksanakan oleh
saraf simpatis.
Sistem simpatis aktif secara terus menerus, meskipun berbeda intensitasnya dari waktu
ke waktu. Dalam keadaan darurat, sistem simpatoadrenal yaitu sistem simpatis dan medula
kelenjar adrenal bekerja sebagai satu kesatuan dan secara serentak. Sistem parasimpatis
197
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

fungsinya lebih terlokalisir yang terjadi sewaktu aktivitas organisme minimal dan tidak
perlu bekerja secara serentak. Aktivitasnya antara lain mempertahankan denyut jantung
dan tekanan darah, merangsang pencernaan seperti meningkatkan motilitas, sekresi getah
pencernaan, absorbsi makanan, proteksi retina terhadap cahaya berlebihan, mengosongkan
rektum dan kandung kemih.

TABEL KERJA PERANGSANGAN SIMPATIKUS DAN PARASIMPATIKUS


DALAM ORGAN VEGETATIF

ORGAN SIMPATIS PARASIMPATIS


JANTUNG
frekuensi meningkat menurun
kekuatan kontraksi meningkat menurun (hanya atrium)
PEMBULUH DARAH
koronaria vasodilatasi vasodilatasi
pembuluh darah kulit vasokonstriksi vasodilatasi
pembuluh darah paru-paru vasokonstriksi vasodilatasi
pembuluh darah otak vasokonstriksi lemah -
pembuluh darah otot skelet vasodilatasi -
organ dalam relaksasi -
PARU-PARU
Otot bronchus relaksasi kontraksi
KELENJAR LUDAH sekret kental banyak sekret encer
SALURAN CERNA
peristaltik relaksasi diperkuat
sfinkter kontraksi relaksasi
HATI glikogenolisis -
KANDUNG EMPEDU relaksasi kontraksi
KANDUNG KEMIH
periastaltik relaksasi kontraksi
detrusor kontraksi relaksasi
berbeda-beda tergantung berbeda-beda tergantung
UTERUS
siklus siklus

198
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

MATA
dilatator pupillae kontraksi -
sfinkter pupillae - kontraksi
KELENJAR AIR MATA - sekresi

Ringkasan Pengaruh Rangsang Simpatis dan Parasimpatis Pada Berbagai Organ

199
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

Transmisi Kolinergik
Pada tahun 1926, Otto Loewi merangsang ujung saraf N. Vagus ternyata dihasilkan zat
aktif Vagusstoff. Penelitian selanjutnya menunjukkan Vagusstoff identik dengan asetilkolin.
Asetilkolin disimpan dan disintesa pada ujung saraf kolinergik dalam gelembung sinaps
serta akan dilepaskan bila ada N.A.P (Potensial aksi saraf). Pada penelitian lain ditemukan

200
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

bermacam-macam esterkolin yang kerjanya mirip asetilkolin, antara lain urokanikolin ,


propionilkolin dan α-aminobutirikolin yang fungsinya tidak diketahui.
Dalam tubuh mahluk hidup terdapat 2 enzim yang berhubungan dengan asetilkolin
yaitu kolin asetilase dan kolinesterase. Kolinasetilase / Kolin asetiltransferase berfungsi
mengkatalisator sintesa asetilkolin dalam sitoplasma ujung saraf dengan memindahkan
gugus asetilkoenzim A ke molekul kolin. Asetil KoA disintesis dalam mitokondria ujung
saraf, sedangkan kolin diambil secara aktif ke dalam ujung saraf. Asetilkolin kemudian
ditranspor ke dalam gelembung sinaps yang merupakan tempat penyimpanan asetilkolin
dalam kadar tinggi. Setelah melakukan fungsinya sebagai transmiter, asetilkolin harus
segera dinonaktifkan karena bila tidak, maka transmisi sinaptik akan berlangsung terus
pada membran pascasinaps sehingga terjadi perangsangan berlebihan atau bahkan
terjadi blokade. Enzim berperan menghidrolisa asetilkolin menjadi kolin dan asetat
yang akan menghentikan transmisi kolinergik. Enzim pemecah asetilkolin ada 2 jenis
yaitu asetilkolinesterase yang bersifat “spesifik” karena hanya memecah asetilkolin dan
tersebar luas pada jaringan serta cairan tubuh. Enzim lainnya adalah butirilkolinesterase
yang bersifat “non spesifik” karena memecah butirilkolin dan suksinilkolin serta terutama
terdapat dalam plasma dan hati sehingga disebut serum esterase atau pseudokolinesterase.
Fungsi fisiologis butirilkolinesterase tidak diketahui.
Obat yang menghambat enzim asetilkolinesterase dinamakan antikolinesterase yang
terutama berdasarkan penghambatan pada asetilkolinesterase, bukan butirilkolinesterase.
Berdasarkan urutan kekuatan yang makin meningkat, contoh obat tersebut adalah
fisostigmin, prostigmin, diisopropilfluorofosfat dan berbagai insektisida organofosfat.
Pemberian obat ini menyebabkan terjadi seolah-olah perangsangan saraf kolinergik terus
menerus.

Asetilkolin dan Tempat Kerjanya


Transmisi kolinergik terdapat di berbagai tempat, antara lain di:
1. Otot rangka. Ikatan asetilkolin dengan reseptornya akan meningkatkan permiabilitas
membran pascasinaps terhadap ion Na+ dan K+. Proses ini mendasari terjadinya
potensial lempeng saraf yang akan merangsang membran otot di sekitarnya dan
menimbulkan potensial aksi otot.
2. Efektor otonom seperti di otot polos dan sistem konduksi di jantung. Ikatan
asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan depolarisasi parsial membran sel
melalui peningkatan konduktivitas terhadap ion Na+, mungkin ion Ca++. Kelenjar
201
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

3. keringat dipersarafi oleh saraf pascaganglion simpatis yang akan melepaskan


asetilkolin.
4. Ganglion otonom dan medula adrenal. Medula adrenal secara embriologis
berasal dari sel ganglion simpatis, yang setelah dirangsang oleh asetilkolin akan
melepaskan epinefrin.
5. Susunan saraf pusat. Asetilkolin bersama dengan dopamin, serotonin dan histamin
merupakan transmiter susunan saraf pusat.
Reseptor Kolinergik (Kolinoseptor)
Reseptor kolinergik dikenal ada 2 jenis, yaitu reseptor muskarinik dan reseptor
nikotinik. Reseptor nikotinik dibedakan atas reseptor nikotinik neuronal (Nn) yang
terdapat pada ganglion otonom, medula adrenal dan SSP. Reseptor nikotinik yang terdapat
pada sambungan saraf otot rangka (end plate) dinamakan reseptor nikotinik otot (nicotinic
muscle = Nm).
Reseptor muskarinik mempunyai 5 sub tipe, yaitu M1 di ganglia dan berbagai kelenjar,
M2 di jantung dan M3 di otot polos dan kelenjar. M4 mirip M2, sedangkan M5 mirip
M1, tetapi fungsinya tidak diketahui. SSP mengandung reseptor muskarinik dan nikotinik,
dengan otak relatif lebih banyak reseptor muskarinik sedangkan medula spinalis relatif
lebih banyak reseptor nikotinik.

Transmisi Adrenergik
Pada awal abad 20 ditemukan bahwa transmiter yang dilepaskan oleh ujung saraf
pasca ganglion simpatis adalah simpatin, yang identik dengan nor-epinephrin. Transmiter
adrenergik lainnya adalah dopamin yang terdapat di SSP terutama padfa sistem
ekstrapiramidal, dan epinephrin yang dihasilkan oleh medula adrenal. Ke-tiga transmiter
ini dikenal sebagai “katekolamin”.

202
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

Sintesis katekolamin adalah seperti diuraikan sebagai berikut:


Fenilalanin
hidroksilase
Tirosin
hidroksilase
Dopa
dekarboksilase
Dopamin
β-hidroksilase
Nor-epinefrin
N-metil transferase
Epinefrin

Reseptor Adrenergik (Adrenoseptor)


Pada tahun 1948 Ahlquist mengemukakan teori reseptor α dan reseptor β untuk sel
efektor adrenergik. Penggolongan ini berdasarkan respons terhadap zat agonis dan adanya
antagonis selektif untuk masing-masing reseptor. Efek yang terjadi akibat perangsangan
reseptor α pada otot polos umumnya adalah perangsangan. Efek pada reseptor β adalah
penghambatan, seperti pada otot polos usus, bronchus dan pembuluh darah otot rangka.
Kekecualian adalah pada otot polos usus, perangsangan kedua reseptor menimbulkan efek
penghambatan.
Reseptor α dibedakan atas reseptor α1 dan α2. Reseptor α1 terutama terdapat pada
otot polos pembuluh darah, saluran kemih & kelamin, usus dan otot jantung. Reseptor
α2 terdapat pada ujung saraf prasinaptik adrenergik, Pengaktivan reseptor α2 prasinaptik
menyebabkan hambatan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf adrenergik. Reseptor α2
juga terdapat di trombosit, otot polos pembuluh darah dan sel β pancreas.
Reseptor β dibedakan menjadi reseptor β1, β2, dan β3. Reseptor β1 terdapat di sel efektor
paska sinaps terutama otot jantung dan sel-sel juxtaglomeruler. Reseptor β2 terdapat pada
otot polos pembuluh darah, bronchus, saluran cerna, saluran kemih – kelamin, otot rangka
dan hati. Reseptor β3 terdapat di jaringan lemak untuk lipolisis lemak. Reseptor dopamin
terdapat di otak, otot polos vaskuler daerah splanchnikus dan ginjal.

203
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

Daftar Reseptor Adrenergik Pada berbagai Jaringan

Inaktivasi Transmiter
Inaktivasi asetilkolin dilakukan oleh enzim asetilkolin esterase menjadi kolin dan asam
asetat. Inaktivasi nor-epinephrine / nor-adrenalin dilakukan dengan penyerapan kembali
oleh ujung saraf (nerve uptake) dengan cara:
1. penghancuran oleh enzim COMT (Catekol O. Metil Transferase) menjadi nor-
metanefrin pada cairan ekstraseluler.
2. penghancuran oleh enzim MAO (Mono amine oxidase) secara deaminasi pada
sitoplasma sel saraf.
Produk degradasi sekitar 70% terdiri atas metanefrin, normetanefrin dan asam
vanilomandelat (VMA).

Cara Kerja dan Pembagian Obat Otonom


Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan memacu atau
menghambatnya. Cara kerja obat otonom adalah dengan:
1. hambatan sintesis dan penglepasan transmitter
2. mempermudah penglepasan transmitter
3. ikatan dengan reseptor
4. hambatan destruksi atau ambilan transmitter.

204
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

Berdasarkan efek utama, obat otonom dibagi dalam:


a. Parasimpatomimetik / Kolinergik / Agonis Kolinergik
b. Simpatomimetik / Adrenergik / Agonis Adrenergik
c. Parasimpatolitik / Anti-kolinergik / Penghambat Kolinergik / Antagonis
Kolinergik
d. Simpatolitik / Anti-adrenergik / Penghambat Adrenergik / Antagonis Adrenergik
e. Obat ganglion (stimulasi / depresi)
f . Obat pelumpuh otot

Contoh Obat-obatan Yang Mempengaruhi Sistem Saraf Otonom

Kolinergik
Pilocarpine (muscarinic agonist)
Cevimeline (cholinergic agonist selektif M3)
Cholinesterase inhibitors: Pyridostigmine (Mestinon), Neostigmine (Prostigmin),
Donepezil (Aricept)

Antikolinergik

Bukan Obat Otonom, Namun Berefek Antikolinergik

205
FARKO PENGANTAR OTONOM
FARKO PENGANTAR OTONOM

Agonis dan Antagonis Adrenergik

Antiadrenergik Golongan Khusus: Beta Bloker

206
FARKO PENGANTAR OTONOM
PROMOSI KESEHATAN
dr. July Ivone, MKK, MPdKed

KESEHATAN
Menurut Undang- Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik
(badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh batasan
kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas
dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan
seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan bersifat menyeluruh dan mengandung empat aspek. Perwujudan dari masing-
masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan
spiritual.
- Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
- Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
- Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana
ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari
praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah
keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan
agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa
(siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini
tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti,
misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan,
atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

207
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

Definisi menurut WHO sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental
dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau pun kelemahan.

LIMA TINGKATAN (FIVE LEVELS OF PREVENTION) DARI LEAVEL AND


CLARK:
1. Promosi kesehatan ( health promotion)
Dalam tingkat ini dilakukan pendidikan kesehatan, misalnya dalam peningkatan
gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah
tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene
perorangan, rekreasi, sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan
persiapan menopause.
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya.
Beberapa usaha di antaranya :
- Penyediaan makanan sehat cukup kwalitas maupun kwantitasnya.
- Perbaikan hygien dan sanitasi lingkungan,seperti : penyediaan air rumah
tangga yang baik,perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran dan air limbah
dan sebagainya.
- Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
- Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang baik.

2. Perlindungan khusus (specific protection)


Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus, pendidikan
kesehatan sangat diperlukan terutama di Negara-negara berkembang. Hal ini karena
kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap
penyakit pada dirinya maupun anak-anaknya masih rendah. Selain itu pendidikan
kesehatan diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditempat-
tempat umum maupun tempat kerja.
Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS, penggunaan sarung
tangan dan masker saat bekerja sebagai tenaga kesehatan
- Beberapa usaha lain di antaranya :
- Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu.
- Isolasi penderitaan penyakit menular .
- Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum maupun di
tempat kerja.

3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan
penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat.
Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati
penyakitnya. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan
kesehatn yang layak.
208
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam tahap ini.
Pemeriksaan pap smear, pemeriksaan IVA, sadari sebagai cara mendeteksi dini
penyakit kanker. Bila dengan deteksi ini ditemui kelainan maka segera dilakukan
pemeriksaan diagnostic untuk memastikan diagnosa seperti pemeriksaan biopsy,
USG atau mamografi atau kolposcopy
Tujuan utama dari usaha ini adalah :
- Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis
penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera.
- Pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular.
- Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan sesuatu penyakit.

Beberapa usaha deteksi dini di antaranya :


- Mencari penderita di dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan : misalnya
pemeriksaan darah, roentgent paru-paru dan sebagainya serta segera memberikan
pengobatan
- Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit yang
telah berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk
diawasi agar derita penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan dan
tindakan-tindakan lain yang perlu misalnya isolasi, desinfeksi dan sebagainya.
- Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat mengenal gejala
penyakit pada tingkat awal dan segera mencari pengobatan. Masyarakat perlu
menyadari bahwa berhasil atau tindaknya usaha pengobatan, tidak hanya
tergantung pada baiknya jenis obat serta keahlian tenaga kesehatannya, melainkan
juga tergantung pada kapan pengobatan itu diberikan.

Pengobatan yang terlambat akan menyebabkan :


- Usaha penyembuhan menjadi lebih sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi
misalnya pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat.
- Kemungkinan terjadinya kecacatan lebih besar.
- Penderitaan si sakit menjadi lebih lama.
- Biaya untuk perawatan dan pengobatan menjadi lebih besar.

4. Pembatasan cacat (disability limitation)


Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai
tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang
komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat
mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau ketidak mampuan. Oleh karena
itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.
Penanganan secara tuntas pada kasus-kasus infeksi organ reproduksi mencegah
terjadinya infertilitas.
209
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

5. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat,
untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan tertentu.
Oleh karena pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan
latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari
penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula
masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal.
Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang
cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat.
Pusat-pusat rehabilitasi bagi korban kekerasan, rehabilitasi PSK, dan korban narkoba.

PROMOSI KESEHATAN (PROMKES)


Promkes merupakan bagian dari tingkat pencegahan penyakit. Promkes adalah
memasarkan atau memperkenalkan pesan-pesan kesehatan atau upaya kesehatan sehingga
masyarakat menerima (perilaku kesehatan), yang akhirnya masyarakat mau berperilaku
hidup sehat. Dengan kata lain Promkes sebenarnya adalah pendidikan kesehatan (health
education).

Menurut WHO (1984), Promkes adalah proses membuat orang mampu meningkatkan
kontrol terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka. WHO merumuskan Promkes
sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna,
baik fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya,
kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.

Piagam Ottawa (1986) Promkes merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan


orang dalam mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan
sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi,
mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan. Promkes
bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan
perilaku.

Promkes sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya


tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Menurut Lawrence
Green, 1980, mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap
seseorang.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas yang
mendukung terjadinya perubahan perilaku.

210
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk
mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturanperaturan, surat
keputusan.

Promkes dapat dirumuskan: Masyarakat mau dan mampu memelihara dan


meningkatkan kesehatannya.

Empat Kata Kunci Visi Promkes:


1. Willingnes (Mau)
2. Ability (Mampu)
3. Memelihara Kesehatan: mau danmampu mencegah penyakit, melindungi diri dari
kesehatan dan mencari pertolongan pengobatan yang professional bila sakit.
4. Meningkatkan Kesehatan: mau dan mampu mencegah penyakit, kesehatan perlu
ditingkatkan bersifat dinamis.

Misi Promkes:
1. Advokat (advocate): Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat
kebijakan
2. Menjembatani (mediate): Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor
yang terkait dengan kesehatan
3. Memampukan (enable): agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan secara mandiri

Strategi Promkes (WHO, 1984)


1. Advokasi (advocacy): Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang
menguntungkan kesehatan
2. Dukungan Sosial (social support): Agar kegiatan Promkes mendapat dukungan dari
tokoh masyarakat.
3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment): Agar masyarakat mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan kesehatannya

Sasaran Promkes
1. Sasaran Primer: Sesuai misi pemberdayaan. Misal : kepala keluarga, ibu hamil/
menyusui, anak sekolah
2. Sasaran Sekunder: Sesuai misi dukungan sosial. Misal: Tokoh masyarakat, tokoh
adat, tokoh agama
3. Sasaran Tersier: Sesuai misi advokasi. Misal : Pembuat kebijakan mulai dari pusat
sampai ke daerah

211
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

Empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar mengubah perilakunya, yaitu:
a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya
menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat.
b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks
pengetahuan local.
c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama) setempat
menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang dianjurkan.
d. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk
membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi
yang di miliki.
Dimensi aspek sasaran pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Promkes pada Tingkat Promotif
Sasarannya adalah kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mampu meningkatkan
kesehatannya. Dalam suatu populasi 80% - 85% orang yang benar-benar sehat
(survei di negara berkembang) untuk memelihara kesehatannya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan.
2. Promkes pada Tingkat Preventif
Sasarannya adalah kelompok orang sehat dan kelompok high risk (bumil, bayi,
obesitas, PSK), dengan tujuan untuk mencegah kelompok tersebut agar tidak jatuh
sakit (Primary Prevention).
3. Promkes pada Tingkat Kuratif
Sasarannya adalah para penderita penyakit, utamanya penyakit kronis (DM, TBC,
Hipertensi), dengan tujuan untuk mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih
parah (Secondary Prevention).
4. Promkes pada Tingkat Rehabilitatif
Sasarannya adalah para penderita penyakit yang baru sembuh dari suatu penyakit,
dengan tujuan agar segera pulih kembali kesehatannya dan atau mengurangi
kecatatan seminimal mungkin (Tertiary Prevention).

METODE DAN MEDIA PROMKES


Metode dan media Promkes merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya
suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila digunakan secara
tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa metode promosi:
1. Metode individual (perorangan)
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang
telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku. Contoh: seorang ibu yang
baru saja menjadi akseptor KB karena baru menengarkan penyuluhan kesehatan.
Pedekatan individual dilakukan agar ibu tersebut mau menjadi akseptor KB lestari.
Dasar digunakannya penedekatan individual karena setiap orang mempunyai
masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku baru tersebut.
Bentuk pendekatannya, antara lain:
- Bimbingan atau penyuluhan (guidance and counceling)
- Wawancara (interview)
212
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

2. Metode kelompok
Dalam memilih harus mengingatkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat
pendidikan formal sasaran.
- Kelompok Besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok
besar ini antara lain adalah ceramah, demonstrasi dan seminar.
- Kelompok Kecil (kurang dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok
ini antara lain: diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming),
memainkan peran (roleplay).
- Metode massa: metode pendidikan kesehatan yang dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat
yang bersifat publik. Sasaran promosi bersifat umum, sehingga dapat
diterima oleh massa tersebut (untuk menggugah kesadaran masyarakat).
Contoh metode pendidikan kesehatan secara massal: ceramah umum,
pidato/diskusi tentang kesehatan melalui TV, simulasi, artikel atau
konsultasi kesehatan di koran satau majalah, bill board.

Macam-macam metode:
1. Ceramah
Ceramah merupakan suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran tanpa disertai tanya
jawab.
Ciri-ciri metode ceramah :
- Ada sekelompok sasaran yang telah dipersiapkan sebelumnya
- Ada ide
- Pengertian dan pesan tentang kesehatan yang akan disampaikan
- Tidak adanya kesempatan bertanya bagi sasaran
- Bila ada jumlahnya sangat dibatasi dan menggunakan alat peraga untuk
mempermudah pengertian.
Keuntungan metode ceramah:
- Murah dan mudah menggunakannya
- Waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh penyuluh
- Dapat diterima oleh sasaran yang tidak dapat membaca dan menulis
- Penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang penting.
Kerugian metode ceramah:
- Tidak dapat memberikan kesempatan kepada sasaran untuk berpartisipasi
secara pro aktif (sasaran bersifat pasif)
- Cepat membosankan jika ceramah yang disampaikan kurang menarik sasaran
- Pesan yang disampaikan mudah untuk dilupakan oleh sasaran
- Sering menimbulkan pengertian lain apabila sasaran kurang memperhatikan.
2. Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara untuk menujukkan pengertian, ide, dan prosedur tentang
sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana
cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode
ini dipergunakan pada kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

213
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

Ciri-ciri demonstrasi :
- Memperlihatkan pada kelompok bagaimana prosedur untuk membuat sesuatu
- Dapat meyakinkan peserta bahwa mereka dapat melakukannya dan dapat
meningkatkan minat sasaran untuk belajar.
Keuntungan demonstrasi:
- Kegiatan ini dapat memberikan suatu keterampilan tertentu kepada kelompok
sasaran
- Dapat memudahkan berbagai jenis penjelasankarena penggunaan bahasa yang
lebih terbatas
- Membantu sasaran untuk memahami dengan jelas jalannya suatu proses
prosedur yang dilakukan.
Kerugian demonstrasi:
- Tidak dapat dilihat oleh sasaran apabila alat yang digunakan terlalu kecil atau
penempatannya kurang pada tempatnya
- Uraian atau penjelasan yang disampaikan kurang jelas
- Waktu yang disediakan terbatas sehingga sasaran tidak dapat diikutsertakan

3. Praktik
Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan seseorang apakah sudah
sesuai dengan yang diinstruksikan. Untuk mengetahui ketrampilan murid dalam
menyikat gigi yang baik dan benar dilakukan praktik menyikat gigi secara bersama-
sama.

Media Promkes
Media Promkes adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak, eltronika,
dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat mengubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.

Tujuan media Promkes:


1. Mempermudah penyampaian informasi
2. Menghindari kesalahan persepsi
3. Memperjelas informasi
4. Mempermudah pengertian
5. Mengurangi komunikasi verbalistik
6. Memperlancar komunikasi

Menurut bentuknya media Promkes dibedakan atas :


1. Media visual : media yang sifatnya dapat dilihat (slide, transparansi)
2. Media audio : media yang sifatnya dapat didengar (radio).
3. Media audiovisual : media yang dapat didengar dan dilihat (televisi, film).
4. Media tempat memperagakan (papan tulis, papan tempel, OHP, papan planel).
5. Media pengalaman nyata atau media tiruan (simulasi, benda nyata).
6. Media cetakan (buku bacaan, leaflet, folder, poster, brosur).

214
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan aktivitas manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas baik yang dapat diamati langsung maupun tidak
langsung oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan
yang mempengaruhikesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Bloom
(1974) membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni : kognitif, afektif dan
psikomotor.
Menurut Notoatmodjo (2010), dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli
pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur
dari :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktuk organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
a. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
b. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek.

2. Sikap
Menurut Notoatmodjo sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang,setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb). Sikap belum merupakan
suatu tindakan, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap
relatif konstan dan agak sukar berubah sehingga jika ada perubahan dalam sikap berarti
adanya tekanan yang kuat.

215
PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN

Pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya pengalaman


pribadi, kebudayaan, orang yang berpengaruh, media massa, institusi pendidikan maupun
lembaga agama. Dengan perkataan lain, sikap merupakan perubahan yang meniru perilaku
orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya.

3. Praktik atau tindakan


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang sudah direalisasikan
dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi
yang memungkinkan. Dari pandangan biologis tindakan merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :


a. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respons terpimpin (guided response), yaitu tingkah laku yang dilakukan sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan yang telah dicontohkan.
c. Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
d. Adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, sudah
dimodifikasi tanpa mengurangikebenaran tindakan tersebut.

Rujukan
1. Notoatmodjo Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka
Cipta. 2003
2. Notoatmodjo Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. 2010
3. Notoatmodjo Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
2012
4. Purnama Jaka. Media Dan Metode Penyuluhan yang Efektif Bagi Penyuluh Kesehatan.
2013. http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=64
5. Purwaningsih. Konsep Promosi Kesehatan. http://www.ners.unair.ac.id/
materikuliah/promosi%20kesehatan2.pdf

216
PROMOSI KESEHATAN
SISTEM ENDOKRIN

Kelenjar-kelenjar endokrin mengeluarkan produknya yang disebut hormon langsung


ke dalam aliran darah. Dalam tubuh manusia terdapat kelenjar-kelenjar endokrin sebagai
berikut :
- Hipfise dan hipothalamus
- Tiroid dan paratiroid
- Suprarenal
- Gonad (testis dan ovarium)
- Prostat
- Pulau-pulau langerhans
Kelenjar hipofise dan hipotalamus merupakan kelenjar yang utama dan bertindak
sebagai pengatur homeostasis sistem endokrin dalam tubuh.

HIPOFISE DAN HIPOTALAMUS


Hipofise terdiri dari dua bagian yaiut : lobus posterior atau neurohipofise dan lobus
anterior. Lobus posterior berasal dari infundibulum diensefalon sedangkan lobus anterior
berasal dari celah rathke. Oleh karena itu lobus posterior mempunyai hubungan langsung
dengan hipotalamus melalui serabut saraf dengan bagian anteriorhipothalamus, sedangkan
lobus anterior dikontrol oleh hipothalamus melalui hormon hipothalamus dalam aliran
darah.

Lobus Anterior (Adenohipofise)


Dalam adenohipfise terdapat enam jenis kelompol sel yang menghasilan hormon.
Hormon ini bekerja terhadap kelenjar endoktrin lainnya dalam tubuh. Akan tetapi ada
pula hormon yang bekerja langsung terhadap organ tubuh lainnya yang bukan kelenjar
endokrin.
Hiipofise sendiri berada di bawah kontrol hipothalamus. Hormon yang dihasilkan
hipothalamus ada 2 jenis yaitu:
- Releasing hormone : merangsang sekresi hormon hipofise
- Inhibitory hormone : menghambat sekresi hormon hipofise
Sekresi hormon- hormaon lobus anterior seperti Growth hormone (GH), prolaktin dan
melanocyte Stimulating Hormone (MSH) memerlukan kontrol dari releasing hromone dan
inhibitory hormone hipothalamus. Untuk hormon-hormon seprti kortikotropin, Tirotropin,
Luteinizing hormone (LH) dan Follicele Stimulating hormone (FSH), hipothalamus hanya
mengeluarkan releasing hormone, sedangkan mekanisme penghambatan hormon-hormon
tersebut berasal dari kelenjar endokrin Targetnya yaitu Kortikosteroid, tiroksin dan
hormon sex steroid.

217
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Growth Hromone
Hormon ini merupakan protein dan “species-spesific’ serta belum dapat sintesa di
laboratorium
Releasing hormone untuk GH yang diproduksi hipothalamus (GH-RH) sudah dapat
diisolasi dari kelenjar hipofise tapi belum dapat disintesa sedangkan hormon yang
menghambatnya (GH-H) sudah dapat disintesa dan disebut somatostatin. Somatostatin
ini dipergunakan untuk mengobati penyakit akibat hipersekresi GH yaitu pada penyakit
gagintismus dan akromegali.
Obat L-Dopa dapat meningkatkan kadar dopamin hipothalamus dan ini akan merangsang
sekresi GH-RH sehingga kada GHpun akan meningkat.
Prolaktin
Hormon ini merangsang awal laktasi ibu yang menyusui serta memelihara produksi ASI
selajutnya selama periode menyusui. Sekresi prolaktin diatru oleh Prolactine Releasing
Factor (PRF) dan Prolactine Inhibitory Factor (PIF).
Chlorpromazin dan L-Dopa masing-masing meningkatkan dan menghambat sekresi
prolaktin melalui hipothalamus
Tirotropin (TSH)
Fungsi TSH ialah : meningkatkan “uptake” yodium dan “clearance” yodida dari plasma,
berperan dalam pembentukan yodotirosin dan yodotironin, proteolisis dari tiroglobulin
dan merangsang sekresi hormon tiroksin dan yodotironin.
Fefisinesi TSH menyebabkan inaktifitas dan atropi kelenjar tiroid, sedangkan kelebihan
TSH akan menyebabkan hipertropi dan hiperplasia kelenjar tiroid. TRH hipothalamus
yang merangsang sekresi TSH. Sedangkan penghambatannya diatur oleh hormon tiroid
dengan cara memblokir kerja TRH pada hipofise.
Kortikotropin (ACTH)
Hormon ini bekerja terhadap kelenjar suprarenal sehingga terjadi perubahan struktur,
komposisi kimia dan aktifitas enzim serta merangsang sekresi hormon steroid cortex
kelnjar adrenal.
Melanocyte Stimulating Hormone (MSH)
Ada dua MSH yaitu alfa dan beta- MSH , Beta MSH merupakan hormon yang utama
pada manusia yang berperan dalam mengatur pembentukan pigmen.
Gonadotropic Hormone
Hormon ini ada dua macam yaitu: LH dan FSH, FSH merangsang pembentukan dan
perkembangan folikel dalam ovarium pada wanita serta mengatur gametogenesis dalam
testis. LH berperang dalam Iuteinisasi ovarium dan faal sel leydig dalam testis.
Lobus Posterior (Nurohipofise)
Hormon yang dihasilkan dari lobus ini ada dua yaitu : Antidiuretic Hormone (ADH)
dan Oksitosin. Kedua hormon ini dibentuk melalui proses neurosekresi dalam uklei di
hipothalamus.

218
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

PITUITARY DWARFISM
Merupakan suatu sindrom klinik yang disebabkan defisinesi GH pada anka-anak .
Adapun etiologinya yaitu :
1. Kongenital . Terjadi aplasia atau hipoplasia hipofise tanpa kelainan tulang
tengkorak. Lebih sering terjadi bersamaan dengan kelainan otak sepreti anecephali,
holoprocephali, septo-optic dysolasia.
2. Adanya kerusakna pada lobus anterior atau hipothalamus. Yang paling sering
adalah akibat desakan tumorcraniopharyngioma, tumorhipothalamus, proses
TBC, tok soplasmosis dan aneurysma. Frakturbasis cranii, terikan kepala bayi saat
kelahiran, anoksia dan perdarahan dapat merusak hipofise dan hipothalamus
3. Idiopatik ini merupakan yang terbanyak dari penyebab pituitary dwarfism

Gejala klinik
A. Bila tidak dijumpai lesi pada hipofise. Biasanya berat dan panjang lahir normal.
Retardasi pertumbuhan dapat terjadi pada umur yang berbeda tapi kebanyakan pada
umur 1 tahun . Muka tampak lebar, kepala tampak bulat, tulang forntal menonjol
, hidung pesek bebentuk sadel. Mata menonjol, mandibula dan dagu kecil, gigi
geligi lambat pertumbuhannya dan bila tumbuh tampak bergerombol. Leher pedek
dengan laring yang kecil,. Suara bernada tinggi . Alat kelamit tidak berkembang
normal rambut pada ketiak dan pubis tidak tumbuh, tangan dan kaki kecil
B. Bila terdapat lesi pada hipofise. Mula-mula anak tampak normal pertumbuhannya.
Bila terjadi destruksi yang menyeluruh maka akan terjadi tanda-tanda insufisiensi
hipofise yang berat, selain tanda-tanda seperti diatas , bisa juga terjadi atopi korteks
adrenal, tiroid, dan gonad dengan masing-masing tanda kliniknya.

Laboratorium :
Kadar GH rendah atau tidak dijumpai GH dalam plasma. Kadar normal GH adalah 10 mg/
ml
Pemeriksaan rontgen tulang: tulang-tulang panjang tampak kecil dan kekurangan mineral,
pusat pertulangan terlambat epifise tetap terbuka. Fontanel tetap terubak pada umur 2
tahun, dan sella tursika kecil.

Diagnosa banding:
1. Sindroma Laron: disini GH normal atau tinggi tetapi kadar hormon somatomedin
rendah
2. Hipotiroidismus primer : disini TSH tinggi kadarnya dalam plasma.
3. Sindroma Turner: terjadi pada wanita , akibat kelainain kromosom
4. Emotional deprivation
5. Primordial dwarfism

219
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Pengobatan:
- Penyebab destruksi hipofise harus dihilangkan, misalnya tumor harus diangakt.
- Pemberian GH

DIABETES INSIPIDUS
Terjadi karena adanya defisiensi hromon lobus posteriorhipofise yaitu ADH, sehingga
terjadi poliuri atau polidipsi. Defisiensi ADH bisa total atau parsial, sehingga polidipsi dan
oliurinya dapat bervariasi.
Etiologi :
1. Tumor yang menekan/ merusak neurohipofise, misalnya craniopharyngioma, optic
glioma dan lain-lain. Tumor ganas retikuloendoteliosis sering bermetastase ke
hipotalamus dan hipofise.
2. Radang : seperti ensefalitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
3. Trauma daerah basis cranii
4. Herediter
Manifestasi klinis :
Adanya polidipsi dan oliuri, hipertermia, penurunan berat badan, muntah dan gagal
tumbuh. Tidak keluar keringat, kulit kering dan pucat , anoreksia.
Laboratorium:
- Produksi urin bisa mencapai 4-10 liter dalam sehari. Warna urine pucat, berat jenis
1,001 – 1, 005.
- Kadar ADH plasma rendah.
Diagnosis Banding:
1. Keadaan hiperkalsemi dan hipokalemi dimana terdapat juga polidipsi dan poliuri.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
3. Psikogenik plidipsi
4. Penyakit ginjal kronik dimana terjadi gangguan faal konsentrasi.

Terapi :
Faktor kausalnya harus diobati dahulu; misalnya tumor, radang, dsb. Pemberian ADH
misalnya Pitresin tannate oin oli (long acting ADH) yang diberikan lewat suntikan maupun
tetes hidung. Obat lainnya ialah Chlorpromazin.

220
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

SYNDROME OF INAPPROPRIATE ADH SECRETION (SIADH)


Pada sindrom ini kadar ADH dalam plasma normal tapi tidak cukup tinggi (inappropriate)
untuk osmolaritas dalam darah dan kadar ADH ini tidak berkurang dengan adanya
pengenceran cairan tubuh lebih lanjut.
Etiologi:
1. radang SSP, misalnya ensefalitis, meningitis
2. tumor, abses otak
3. perdarahan subarachnoid, trauma kepala
4. sindrom guillain-Barre
5. pneumonia, TBC paru
6. obat : vinkristin, dsb
Manifestasi Klinis :
Terjadi hipotonisitas cairan tubuh, kadar natrium kurang dari 120 mEq/L. nafsu makan
menurun, nausea dan muntah. Penderita mengalami perubahan mental, irritable dan
kehilangan orientasi, sampai menjadi stupor.
Kadar NaCl rendah, bikarbonat normal.

Terapi
• pengobatan terhadap penyakit primernya; misalnya meningitis, pneumonia, dsb.
• Pengobatan terhadap hyponatremia : dengan retriksi cairan.
• Pemberian natrium dengan memakai larutan hipertonis

HIPERFUNGSI KELENJAR HIPOFISIS


Hipersekresi hormone kelenjar hipofise normal terjadi bila ada hiposekresi kelenjar
keringat, misalnya bila ada hipofungsi kelenjar tiroid maka kurangnya hormone tirkosin
akan merangsang hipofise menghasilkan TSH. Bila keadaannya cukup berat maka kelenjar
hipofise akan mengalami hyperplasia sehingga ukurannya menjadi lebih besar, akan tetapi
hal ini bersifat reversible. Bila defisiensi tiroidnya diatasi maka kelenjar hipofise akan
menjadi normal kembali, baik dala fungsi maupun ukurannya.
Hiperfungsi primer dari kelenjar hipofise biasanya akibat tumor kelenjar hipofise. Ada
3 jenis sel dalam kelenjar hipofise, yaitu:
• Sel eosinofil membentuk GH. Tumornya disebut : eosinophilic adenoma
• Sel basofil membentuk ACTH. Tumornya disebut : basophilic adenoma
• Sel chromophobe membentuk prolaktin. Tumornya disebut : chromophobic adenoma

221
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

PUTUITARY GIGANTISM & ACROMEGALY


Bila hiperproduksi GH terjadi pada anak dimana lempeng epifise belum menutup maka
akan terjadi gigantismus. Bila terjadinya pada anak dengan lempeng epifise sudah tertutup
disebut acromegaly.
Etiologi :
• Eosinophilic adenoma
• Tumor hipotalamus

Manifestasi klinik :
Pada kebanyakan kasus. Pertumbuhan abnormal terjadi pada saat pubertas, tapi ada
pula pada usia 5 tahun. Penderita dapat mencapai tinggi 2,5 meter atau lebih. Akromegali
terjadi pada bagian-bagian distal tubuh. Lingkaran kepala bertambah, hidung melebar,
lidah besar, mandibular tumbuh secara cepat sehingga gigi geligi jaraknya berjauhan. Jari
tangan dan kaki tumbuh cepat sehingga tampak menebal. Penderita mudah lelah, maturase
seksual terlambat.
Laboratorium :
• Kadar GH meningkat sampai 400 ng/ml
• Foto cranium : sella tussica melebar dan sinus paranasal
Diagnosis banding :
1. Hereditary tall stature
2. Pertumbuhan abnormal pada anak gemuk pada masa preadolesens
3. Anak dengan pubertas precox
4. Penderita tirotoksikosis dan hypogonadism yang bertumbuh tinggi
5. Celebral gigantism
Pengobatan :
Pada umumnya sulit, bila ada tanda-tanda kenaikan tekanan intracranial yang tinggi,
dilakukan operasi atau radiasi. Pemberian L-Dopa atau Chlorpromazinde dapat dicoba
untuk mengurangi kadar GH.

CELEBRAL GIGANTISM
Seperti pituitary gigantism, pada celebral gigantism pun terjadi pertumbuhan cepat dan
mencapai ukuran raksasa akan tetapi kadar GH normal. Sebabnya kemungkinan karena
adanya defek serebral.
Berat dan panjang lahir di atas 90 persentil, ukuran kepala besar (makrokranial).
Pertumbuhan cepas biasanya sampai umur 5 tahun, kemudian pertumbuhan menjadi
normal kembali. Pubertas terjadi pada saat yang normal, lengan dan kaki tampak besar
disertai dengan penebalan jaringan subkutan, ukuran kepala besar, rahang bawah menonjol,
hipertelorism. Pegerakan anak biasanya lambaan, anak sulit melakukan olahraga, belajar
naik sepeda dan gerakan-gerakan yang memerlukan koordinasi.
222
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Anak juga biasanya mengalami retardasi mental. Etiologinya masih belum jelas, mungkin
karena adanya kelainan di hypothalamus.

PUBERTAS PRECOX
Pubertas pada seseorang wanita terjadipada saat umur 11 sampai 12 tahun, sedangkan
pada anak laki-laki terjadi 6 bulan sesudah umur pubertas anak perempuan.
Pubertas precox biasanya diartikan sebagai pubertas yang terjadi pada usia kurang dari
8,5 tahun pada anak perempuan dan kurang dari 10 tahun pada anak laki-laki. Pubertas
precox dibagi menjadi 2 yaitu :
1. pubertas precox yang sebenrnya; dimana selain tanda-tanda sex sekunder berkembang
lebih dini, juga ukuran dan aktifitas gonad bertambah. Pada kelainan ini, karakter
sex selalu bersifat isosexual.
2. Pseudopubertas precox; dimana gonadnya belum matang. Karakter sex bsia iso/
heterosexual

Keadaan-keadaan yang menyebabkan pubertas precox :


A. Pubertas precox yang sebenarnya

1. Lesi pada otak : tumor, post-ensefalitis, tuberous sclerosis, hydrocephalus,


hamartoma pada hypothalamus.
2. McCune-Albright syndrome
3. Hipotiroidisme yang tak diobati
4. Silver syndrome
5. Tumor-tumor penghasil gonadotropin : hepatoma, hepatoblastoma, teratoma,
chorionepithelioma.
6. Akibat pemberian gonadotropin.
7. Pengobatan virilizing adrenal hyperplasia
8. Idiopatic : sporadik atau familial (dominan pada pria)
B. Pseudopubertas precox
Wanita
- Isosexual (feminization) :
1. Tumor ovarium (granulosa cell tumor, theca cell tumor, teratoma)
2. McCune-Albright syndrome
3. Adrenocortical syndrome
4. Pemberian obat estrogen

223
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

- Heterosexual (virilization) :
1. Hyperplasia adrenal kongenital
2. Testosterone secreting tumor
3. Arrhenoblastoma
4. Androgen producing teratoma
5. Pemberian obat androgen
Pria
- Isosexual (masculinization) :
1. Hyperplasia adrenal kongenital
2. Adrenocortical tumor
3. Tumor sel leydig
4. Teratoma
5. Pemberian obat androgen
- Heterosexual (feminization) :
1. Adrenocortical tumor
2. Pemberian obat-obat estrogen
- Pubertas precox partial :
1. Premature adrenarche (pubarche)
2. Premature telrche
KRIPTORKISMUS
Definisi : testis tidak ada di dalam skrotum
Klasifikasi :
1. Descensus testiculorum : dimana testis tidak turun
2. Andescensus testis yang sebenarnya : proses turunnya testis berhenti di jalur yang
normal. Testis dibentuk intraabdominal melalu funiculus seminalis.
3. Retracted testis : testis kadang ada, kadang tidak (turun-naik)
4. Ectopic testis : testis sejak awal dibentuk tidak pada tempatnya, sehingga otomatis
penurunannya menyimpang dari jalur yang sebenarnya.
Menurut tempatnya, dapat dibagi menjadi :
1. Normal : dalam scrotum
2. Prescrotal (letak tinggi)
3. Dalam canalis inguinalis
4. Dalam rongga abdomen

224
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Etiologinya belum diketahui secara pasti, tapi berhubungan dengan kelainan mekanis
axis hypothalamus-hipofise.
Diagnosis :
- Anamnesa
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan kelenjar : bila testis tidak ada dalam scrotum, dicari dengan USG/
scanning
Terapi : operatif (pada usia 2 tahun) dan diberi gonadotropin.
Komplikasi :
1. Infertilitas
2. Kemungkinan keganasan
3. Masalah psikologik

HIPOTIROIDISMUS
Hipotiroidismus adalah kelainan fisik dan mental yang disebabkan oleh kelaianan
defisiensi kelenjar tiroid.
Manifestasi hipotiroidismus dapat terjadi pada neonatus (bayi muda) tetapi dapat
berlanjut kemudian (delayed). Hipotiroidismus pada neonatus merupakan hipotiroid
kongenital, sedangkan ‘delayed’ bisa karena hipotiroid kongenital yang terlambat atau
karena hipotiroid yang didapat.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroksi (T4) dan triiodotiroksin (T3). Aktifitas
metabolisme T3, 3-4x lebih besar dari T4.
Yodium penting didalam sintesa T3, T4. Kebutuhan tubuh akan yodium adalah 40-100
mikrogram sehari. Yodium masuk ke dalam tubuh sebagai iodide.

peroksidase

Idodide + tiroksin (as. Amino) T3 + T4

T3 + T4 diikat tiroglobulin (TG) didalam folikel tiroid dalam bentuk koloid.

peptidase

T3-TG + T4-TG T3 dan T4

225
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Hormon tiroid berperan dalam :


- Meningkatkan metabolisme (kalorigenik)
- Stimulasi sintesa protein
- Efek biokimia terhadap metabolisme terhadap karbohidrat, lemak dan
vitamin.
Dalam darah tiroid terikat dengan globulin disebut thyroid binding globuline (TBG),
Kelenjar tiroid fungsinya diatur oleh thyroid stimulating hormoneI (TSH) dari hipofise,
sedangkan produksi TSH diatur oleh thyroid releasing hormone (TRH) yang dihasilkan
oleh hipotalamus.
Bila tiroid berkurang maka TSH dan TRH produksinya akan meningkat dengan
demikian kelenjar tiroid akan mengalami hipertiroid dan hyperplasia. Sejalan dengan ini
akan lebih banyak yodium yang diikat oleh kelenjar tiroid dengan sintesa hormone tiroid
meningkat. Sebaliknya bila produksi hormone tiroid meningkat maka produksi TSH dan
TRH akan berkurang.
Untuk mendiagnosis hipotiroidi maka kadar hormon tiroud dalam darah harus diperiksa
yaitu dengan mengukur kadar PBI (protein bound iodine) antara lain dengan metode
RIA. Pengukuran TBG, kadar TSH dan TRH juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis
hipotiroidi. Juga cara thyroid scranning dapat dikerjakan dalam mendiagnosis hipotiroidi.

Klasifikasi hipotiroid
Hipotiroid terjadi akibat adanya gangguan pada salah satu tingkat dari aksis :

Hipotalamus

Hipofisis

Tiroid

‘End organ’
a. Defisiensi TRH
b. Defisiensi TSH
c. Defisiensi T3 dan T

226
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid (disgenesis)


Bisa disebabkan oleh pemberian yodium radioaktif pada ibu hamil dan penyakit
autoimun dari ibu.
1. Aplasia kelenjar tiroid
2. Hipoplasia kelenjar tiroid
3. Kelenjar tiroid ektopik
Gangguan dalam sintesa T3 dan T4 (Goitrus Hypotyroidism)
Bisa sebagai akibat gangguan dalam “iodide trapping” antara lain karena tidak ada
enzim perokidase, gangguan “ binding”, bisa juga akibat gangguandalam “coupling”.
Gangguan dalam deiodonisasi dan gangguan dalam sintesa tiroglobulin.
Defisiensi yodium (endemic cretinism)
Kerusakan kelenjar tiroid
a) Penyakit autoimun (lymfositic tiroiditis)
b) Cystinosis
Ibu hamil minum obat-obatan seperti yodida, obat-obatan hypertiroid seperti:
Propilitiourasil, Mestimasol
Iatrogenik
a) Tiroidektomi
b) Obat-obatan: yodida propilitiourasil, metimasol, PAS, dll.
End organ defect
1. TSH unresponsiveness
2. T3, T4 unresponsiveness
Hipotiroid bisa terjadi secara kongenital maupun didapat:

HIPOTIROIDI KONGENITAL
Hipotiroid kongenital disebut kretinismus. Gejala hipotiroid kongenital bisa berat dan
timbul pada minggu-minggu pertama kelahiran bayi. Bila ringan maka gejala timbul
setelah beberapa bulan kelahiran bayi atau beberapa tahun.
Hipotiroid kongenital sering disebabkan karena disgenesis kelenjar tiroid (aplasia,
hipoplasia , ektopik) bisa juga karena ibu diberi yodium radioaktif (yod 131). Etiologi
lainnya: defisiensi TSH, TRH, gangguan sintesa T3 dan T4 serta gangguan sintesa
triglobulin.
Manifestasi klinik:
• Lebih sering pada wanita dibandingkan pada laki-laki (3:1)
• Jarang terdiagnosa pada neonatus.
• Biasanya berat badan lebih besar dibanding bayi lain normal dengan umur kehamilan
yang sama

227
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

• Sering mengalami feeding problem, misalnya nafsu minum kurang sehingga harus
diberi susu personde. Berat badan tidak naik
• Sering mengalami kesulitan bernafas karena ukuran lidah besar, nafas bunyi,
sumbatan hidung, dan sering menderita apnoe
• Bayi tidak aktif, sering obstipasi, perut kembung, sering mengalami hipotemi,
ektremitas dingin, bradikardi
• Mungkin ada kardiomegali dan bising jantung
• Bayi kreatinismus lehernya tampak pendek, kelihatan gemuk, telapak tangan lebar,
jari-jari pendek
• Kulit kering bersisik, kurang berkeringat. Terdapat non pitting oedem (miksoedem)
pada kelopak mata, punggung tangan dan genital
• Pada kulit sering terdapat tanda-tanda karoten sebagai akibat karotemia, karoten ini
tidak diendapkan pada sclera mata sehingga sclera tetap putih
• Kulit kepala tampak tebal, tambut kasar dan kusam. Batas rambut tampak lebih
rendah
• Otot-otot hipotoni, suara kasar juga terjadi retardasi mental
• Maturasi seksual terhambat
• Enemia tidak dapat diobati dengan obat-obat antianemia
• Gejala-gejala timbul bertahap, oleh karena itu diagnosa sering terlambat
• Biasanya tanda retardasi pertumbuhan dan perkembangan baru jelas setelah bayi
berumur 3 – 6 bulan
• Bila defisiensi hormone tiroid ringan, maka gejala ringan dan tidak lengkap, lagipula
terjadinya lebih lambat. Anak yang menderita hipotiroidi mengalami perlambatan
pertumbuhan fisik, ekstremitas pendek, kepala relatif besar, fontanel terbuka lebar
• Jarak antara mata kiri dan mata kanan jauh, hidung pesek, kelopak mata tampak
sipit, mulut sering terbuka karena lidah lebar dan tebal dan menjulur keluar dan
pertumbuhan gigi terlambat
Laboratorium:
• Darah terdapat hiperkolesterolemia, bisa melebihi 400mg/dl. Terjadi Anemia
• Kadar T3 dan T4 menurun. Bila pada umur kurang dari 2 minggu kadar T4 kurang
dari 9,6 mikrogram/dl maka bayi sudah dapat dikatakan menderita hipotiroidi
• Bila pada umur 2 minggu kadar T4 kurang dari 8,2 mikrogram/dl, maka bayi tersebut
menderita hipotiroidi
• Bila hipotiroidi akibat gangguan primer pada kelenjar tiroid, maka TSH akan
meningkat. Kadar TSH pada umur bayi sampai dengan 72 jam adalah diatas 20
mikrogram/dl. Pada umur diatas 72 jam adalah sama atau lebih dari 100 mikrogram/
dl
• Bila kadar TSH dan TRH rendah pada seorang anak hipotiroidi maka ini berarti ada
gangguan di hipofise dan atau hipothalamus
• Diagnosis hipotiroidi juga bisa ditegakkan dengan metode ‘thynoid scanning.’

228
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

• Roentgen. Dari gambar beroentgen dapat terlihat tanda-tanda pertumbuhan pusat


pertulangan yang mengalami perlambatan, misalnya efipise tulang femur bagian
distal
• Dapat dijumpai pula deformitas vertebra T12 dan L2, fontanel yang lebar disertai
sutura yang juga melebar selia tursicca membesar bulat dan tipis
• Pertumbuhan gigi geligi tampak terlambat
Diagnosis banding:
Dengan penyakit-penyakit yang disertai gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental lainnya.

Progonosis:
Bila diagnosa dini, maka dengan pemberian terapi hormon tiroid prognosis baik.
Terapi:
Pemberian hormon tiroid yaitu Na-L tiroksin Dosis awal 50 mikrogram/hari selama
2-3 minggu. Kemudian 100 mikrogram/hari selama 1-2 th, kemudian dinaikkan 150-200
mikrogram/hari. Untuk anak yang lebih besar, dosis awal 100-150 mikrogram/hr

Hipotiroidi Didapat (Juvenile Hypothyroidisms)


Etiologi: seperti pada hipotiroidi congenital gejala klinik tergantung umur dan beratnya
defisiensi hormone tiroid.
Gejala-gejala yang selalu ada pada juvenile hipotiroidis adalah; miksoedema, obstipasi
dan gangguan mental.

GOITER
Setiap pembesaran kelenjar tiroid disebut goitter. Goitter bisa disertai dengan fungsi
kelenjar tiroid yang normal (Euthyroidismus), bisa disertai hipotiroidi tetapi bisa pula
disertai hiperitoidi. Goitter kongenital bisa pula didapat. Goitter bisa endemic maupun
sporadik.
Goitter Kongenital
Biasanya sporadic. Terjadi akibat pemberian obat antitiroid atau yodida pada ibu hamil.
Obat-obatan ini akan melewati plasenta ke janin dan akan menghambat sintesa hormon
tiroid janin. Bayi yang menderita congenital goitter kebanyakan euthyroidism bila disertai
dengan hipotiroidi harus diberi hormon tiroid.

Endemic Goitter
Etiologinya karena defisiensi yodium dalam diet sehari-hari bila terdapat keadaan
defisiensi yodium dalam tubuh maka diatasi dengan menambah sintesa hormon tiroid yang
lebih efisien.
Yodium yang dibebaskan dalam jaringan dengan cepat kembali ke kelenjar tiroid dan
terjadi resintesa hormone dengan kecepatan yang lebih tinggi dari normal. Hal ini dicapai
229
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

dengan terjadinya hiperplasi dan hipertrofi kelenjar tiroid. Bila defisiensi yodium berat
maka kompensasi tersebut diatas tidak berhasil dan akan terjadi hipotiroidi.
Endemic goitter terjadi di masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan dimana
sumber makanan kurang (defisiensi yodium). Untuk mencegah terjadinya “endemic
goitter”, masyarakat diwajibkan mengkonsumsi garam beryodium.
Sporadic Goitter
Etiologi paling sering ialah tiroiditis bisa juga karena defek biokimia dalam sintesa T3
dan T4. Penderita sporadic goitter bisa hipotiroidi tapi bisa juga euthyroidism.
Yang termasuk dalam sporadic goitter adalah;
1. Iodide goitter
Ini terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan yodium dalam jangka lama
2. Simple goitter = colloid goitter
Etiologi belum jelas. Simple goitter tidak disertai hipotiroidi ataupun hipertiroidi
jadi selalu euthyroidi. Insidennya lebih banyak pada wanita
3. Adenomatous goitter
Pembesaran kelenjar tiroid yang pada perabaan teraba keras dengan permukaan
yang lobulated dan sering pula teraba sebagai nodulus yang soliter.
Adenomatous goitter sering mengalami keganasan maka pengobatannya harus
segera dioperasi. Pada pemeriksaan PA tampak daerah-daerah kistik, daerah
perdarahan dan fibrosis. Folikel bervariasi dalam ukurannya, epitel gepeng atau
kuboid.
Setelah operasi diperlukan pemberian hormon tiroid
Sindroma Pendred
Penyakit hereditery otosomal resesif. Terdapat goitter serta tuli kongenital. Tuli timbul
segera setelah bayi lahir, sedangkan goitter baru timbul sesudah pubertas . Sindroma
pendred bisa eutiroid bisa pula hipotiroid.

HIPERTIROIDISMUS
Sindroma klinik yang disebabkan produksi hormon tiroid melebihi normal tiroid
melebihi normal. Etiologi:
• Penyakit Graves
• Toxic uninodular goitter (Plumer)
• Carcinoma thyroid
• Tiroiditis

230
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Penyakit Graves
Patogenesis: termasuk penyakit autoimun. Pada penyakit graves, organ-organ RES
menunjukkan aktivitas berlebihan. Imunglobulin mengikat reseptor untuk TSH dan ini
akan merangsang proses yang biasa dilakukan oleh TSH yang mengakibatkan tiroid
bekerja diluar kontrol hipofise, hipotalamus.
Imunoglobulin ada beberapa antara lain:
LATS (Long Acting Thyroid Stimulator)
LATS protector
Manifestasi Klinik :
5% terjadi dibawah umur 15 tahun. Terdapat hiperaktifitas motorik serta gangguan
emosi. Nafsu makan bertambah tetapi berat badan menurun. Kelenjar tiroid membesar,
eksoptalmus dengan tanda-tanda Graefe, Moebius, dan Stelwag. Kulit halus, kemerahan
dan banyak berkeringa, otot bisa hipotrofi. Terdapat takhiardi. Palpitasi yang disertai
sesak nafas. Jantung membesar (kardiomegali). Terdapat intoleransi terhadap panas. Anak
tampak tinggi dan sering mengalami kelambatan pubertas.
Laboratorium :
• Angka BMR meningkat
• T3 dan T4 meningkat sedangkan TSH menurun
Imunologis :
Terdapat antimikrosomal antibody (AMA) dan antitiroid tiroglobulin (ATT)
Tiroid scanning uptake yang homogen oleh seluruh jaringan tiroid. Umur tulang lebih
dari umur kronologis, ini disebabkan maturasi tulang yang cepat.
Diagnosis banding :
Phaeochromocytoma
Terapi :
1. Menghentikan sintesa hormone tiroid dengan obat antitiroid
2. Merusak jaringan tiroid dengan yodium radioaktif (Yodium 131)
3. Mengangkat jaringan tiroid dengan tiroidektomi subtotal
Pada permulaan terapi sebaiknya penderita dirawat, obat antitiroid yang dipergunakan
PTU (propitiourasil) dosis 3x100-150 mg/hari. Setelah ada perbaikan (biasanya 1-3bulan)
dosis dikurangi sampai dosis minimal sehingga terjadi keadaan eutiroid selama 2-3 tahun.
Sesudah itu dilakukan tapering off. Obat antitiroid lainnya metimazol dan karbimazol.
Yodium 131 untuk merusak jaringan tiroid, tapi pengobatan ini tidak dianjurkan pada
anak-anak.
Tiroidektomi subtotal dilakukan untuk :
• Tidak ada respon terhadap pemberian antitiroid selama 3 bulan
• Ada intoleransi terhadap antitiroid
• Penderita tidak kooperatif

231
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Plumenisasi
10-14 hari sebelum operasi diberikan larutan lugol 5 tetes 1-2x/hari untuk mengurangi
vaskularisasi kelenjar tiroid.

Supportif
Kebutuhan nutrisi ditingkatkan
Bila tejadi toksis diberikan propranolol 80 mg/m2/hari dalam 2-4 dosis
Bila ada tanda-tanda dekompensasikordis diberikan digitalisasi.

Pemantauan
Kontrol tiap 1,2 dan 6 bulan untuk pemeriksaan BMR, T3, T4 dan TSH. Efek samping
obat terutama Agranulositesis, juga periksa roentgen tulang untuk mengetahui pusat
pertulangan.

Thyroid Storm (thyroid crisis)


Merupakan gejala-gejala hipertiroidi berat yang akut. Jarang terjadi pada anak-anak.
Biasanya didahului oleh faktor pencetus misalnya infeksi akut, trauma atau operasi.
Terjadinya akut. Panas tinggi, kulit panas dan merah. Banyak keringat, takikardi, mual,
muntah, atau diare berat. Hepatomegaly disertai ikterus.
Penderita sangat lemah letargi, kesadaran menurun sampai koma dan bila tidak diobati
akan meninggal.

Pengobatan :
Infus NaCl 1-2 gram/hari
PTU 200-300 mg tiap 6 jam dan propranolol 4 mg/kgBB/hari
Dexametason 1-2 mg tiap 6 jam i.v.
Bila ada tanda dekompensasikordis diberi digitalis
Koreksi dehidrasi : suhu kamar yang dingin

DIABETES MELITUS PADA ANAK

DM merupakan penyakit kronis, biasanya bersifat herediter (kelainan genetic).


Etiologinya masih belum diketahui secara pasti. Kelainan genetic DM sejak dari masa
konsepsi, tapi manifestasi klinknya bisa pada masa anak-anak atau dewasa.
Orang Yunani kuno menamakan “Diabetes” (artinya : banyak kencing) sedangkan
orang romawi menambahkan kata “Melitus” karena urinnya seperti madu
Pada jaman pra-1914 (pra-insulin) anak DM biasanya meninggal dalam waktu 1 tahun
sejak timbulnya gejala. Sesudah tahun 1914, dengan dilakukannya terapi diet yang intensif,
232
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

masa hidup anak DM diperpanjang sampai kurang dari 2 tahun. Dengan ditemukannya
insulin, masa hidup anak DM diperpanjang beberapa kali lipat. Apalagi kemudian dengan
ditemukannya “Long acting insulin” (PZI) prognosis anak DM menjadi lebih baik lagi.
Prevalensi anak DM (usia <15 tahun) di USA = 40/100.000 atau ada 10.000 kasus DM
anak tiap tahunnya.
Etiologi :
Etiologi yang pasti belum diketahui. Kelainan-kelainan pada penyakit DM tidak
seluruhnya dapat diterangkan hanya karena defisiensi insulin.
Faktor-faktor etiologi lain :
• Sensitifitas jaringan otot dan lemak terhadap berkurangnya insulin.
• Adanya antagonis insulin atau antibodi spesifik terhadap insulin
• GH dan hormon dari korteks adrenal menyebabkan kebutuhan akan insulin meningkat
• Penebalan dinding pembuluh darah kecil di jaringan otot dan lainnya mengurangi
suplai insulin ke jaringan tersebut
• Dihasilkannya hormone pra-insulin yang dibebaskan ke dalam darah oleh pancreas,
dimana hormone ini tidak aktif seperti insulin
• Pankreatitis, post pankreotomi, keganasan

Patofisiologi :
Apapun etiologi DM, kelainan metabolic yang terjadi disebabkan oleh :
1. Gagal atau berkurangnya glukosa masuk ke dalam sel
2. Glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energy
3. Untuk sumber energi dipergunakan lemak dan protein

Perubahan metabolisme karbohidrat meliputi : akumulasi zat-zat KH yang dimakan


(hiperglikemi), berkurangnya glikogenesis dalam hepar, meningkatnya glikogenolisis, dan
bertambahnya gluconeogenesis dari asam amino.
Lemak merupakan sumber energi yang pertama digunakan bila ada gangguan
pembentukan energi dari KH. Dari metabolism lemak ini dihasilkan energi dan
juga:aseton, asam asetoasetat dan asam beta-hidroksibutirat (benda-benda keton). Dengan
adanya akumulasi benda keton ini terjadi penurunan pH darah. Benda-benda keton ini
diekskresikan sebagai garam Natrium oleh ginjal.
Hiperglikemi akan menyebabkan glukosuri dan ini akan mengakibatkan terjadinya
diuresis osmotic sehingga tubuh kehilangan air akibat poliuri.
Jadi pada DM sebagai akibat gangguan metabolisme KH terjadi Hiperglikemia –
glikosuri – ketonemia – asidemia – dehidrasi. Sebagai akibat oksidasi lemak terjadi pula
kenaikan kadar kolesterol dalam serum, trigliserida dan asam lemak.
Penggunaan protein untuk gluconeogenesis akan menyebabkan pasien menjadi kurus
dan mengalami gangguan pertumbuhan.

233
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Keadaan/penyakit DM sebenarnya sudah ada sejak bayi DM lahir. Tapi biasanya tidak
tampak gejala-gejala kliniknya. Usia paling muda dimana terlihat gejala-gejala adalah 6
bulan.

Tabel 1 : perbedaan DM pada anak dan pada orang dewasa

KRITERIA DM-ANAK DM-DEWASA


1. Onset timbul gejala Cepat Lambat
2. Faktor Kegemukan Tidak berperan Faktor predisposisi
3. Terapi diet Tidak cukup Bermanfaat : 1/3 kasus
4. Obat anti Diabetik Kontraindikasi Baik : 1/3 kasus
5. Insulin Obat satu-satunya Baik : 1/3 kasus
6. Hipoglikemi dan Biasa terjadi Jarang
ketoasidosis
7. Perubahan degenerative Hanya sesudah adolesens Sejak diagnosa
vaskuler

• DM pada anak disebut Juvenille DM atau Labile-form DM, dapat terjadi pada
semua umur, tapi biasanya jarang timbul setelah usia 30 tahun.
• Dm pada orang dewasa atau Stabile-form DM jarang timbul pada usia kurang dari
30 tahun.

Pembagian klinis DM :
1. Prediabetes (Diabetes subklinik)
Ialah periode sejak bayi DM lahir sampai ditemukannya kelainan metabolisme
KH yang pertama. Kadar gula dara, Glucose Tolerance Test (GTT) masih normal.
Kelainan berupa adanya aktifitas insulin yang meningkat dalam serum. Diabetes
subklinik : metabolisme KH abnormal dengan adanya faktor stress. Misalnya adanya
infeksi atau tindakan operasi.
2. Diabetes Latent
Kadar gula darah puasa masih normal tapi GTT abnormal.
3. Overt diabetes
Diabetes yang sudah nyata gejala poli dan laboratoriumnya

Pada tahun 1985 WHO membagi DM dalam 2 golongan besar yaitu :


1. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) biasa pada anak-anak
2. Tipe II : Non-insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM)

234
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Pada anak-anak terutama tipe I


Dasar Diagnosis :
• Kriteria klini : polidipsi, poliuri, penurunan berat badan, riwayat keluarga.
• Kriteria biokimia

Untuk IDDM : kadar gula darah sewaktu 200 mg/dl, glukosuri, ketonuri
NIDDM : kadar gula darah puasa 140 mg/dl, kadar setelah 2 jam OGTT 200 mg/dl

Diagnosis banding :
1. Renal glukosuri
2. Phaechromocytoma
3. Tumor hipofise dan hipotalamus (glukokortikoid meningkat)
Dasar pengobatan DM anak :
Pemberian insulin dan diet
Penderita harus dirawat untuk mendapatkan dosis insulin yang memadai. Juga
perawatan merupakan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan pada penderita
dan atau keluarganya.

Pemberian insulin
Pada pemulaan hanya diberikan regular insulin (RI-short acting insulin) 3x sehari, 1/2
jam sebelum makan pagi, makan siang dan makan malam. Dosis dimulai dengan 0,5 unit/
kgBB/hari subcutan.
Setelah 3-5 hari bisa diberikan campuran intermediate acting insulin (Neutral Protamine
Hagedon/NPH) dengan RI dalam satu semprit yaitu 2/3 bagian dosis total sehari diberikan
pagi hari sebelum makan pagi dan 1/3 bagian sebelum makan malam. Perbandingan NPH
: RI = 2 : 1 atau 3 : 1.

Algoritme Perubahan Dosis Insulin


1. Kadar glukosa darah sebelum makan siang
a. > 150 mg/dl, naikkan dosis pagi RI 1-2 unit
b. < 80 mg/dl, turunkan dosis pagi RI 1-2 unit
2. Kadar glukosa darah sebelum makan malam
a. > 150 mg/dl, naikkan dosis pagi NPH 1-3 unit
b. < 80 mg/dl, turunkan dosis sore RI 1-2 unit
3. Kadar gula darah sebelum waktu tidur
a. > 150 mg/dl, naikkan dosis sore RI 1-2 unit
b. < 80 mg/dl, turunkan dosis sore NPH 1-3 unit
4. Kadar glukosa darah sebelum makan pagi
a. > 150 mg/dl, naikkan dosis sore NPH 1-3 unit
b. < 80 mg/dl, turunkan dosis sore NPH 1-3 unit
235
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Pengaturan Diet
Kebutuhan kalori total sebaiknya ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh
kemudian disesuaikan dengan tabel. Kalori yang dibutuhkan sebaiknya terdiri dari 55%
KH, 30% lemak dan 15% protein.
20% kalori yang dibutuhkan diberikan saat sarapan pagi, 20% pada saat makan siang,
dan 30% pada makan malam. 30% sisa kebutuhan kalori diberikan berupa snack 3x sehari
tergantung dari aktifitas anak.
Pembagian kalori per hari :
20% makan pagi
-------------------------------10% snack I
20% makan siang
-------------------------------10% snack II
30% makan malam
-------------------------------10% snack III

Pendidikan
Agar tercapai kadar gula darah yang normal dan stabil selain dengan pengaturan dosis
insulin dan diet, perlu diberikan pendidikan kepada orang tua atau bila mungkin pada anak
DM tersebut, agar mereka mempunyai pengetahuan yang cukup tentang cara pengobatan
insulin (dosis, cara penyuntikan subcutan secara aseptic, dsb), pengaturan makanan,
monitor kadar glukosa darah dan urin, tanda-tanda hipoglikemia dan hiperglikemia.
Perlu juga dilakukan pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dll, sebab penyakit
penyerta ini akan mempengaruhi dosis insulin yang diberikan.

KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Ketoasidosis merupakan komplikasi DM dan merupakan keadaan darurat medik. Pada
ketoasidosis diabetikum terdapat TRIAS :
1. Hiperglikemi (kadar gula darah > 300mg%)
2. Ketonemia (kadar benda keton dalam darah > 3mMol/L)
3. Asidosis (pH < 15 mEQ/L)
Faktor pencetus terjadinya ketoasidosis diabetikum antara lain : infeksi, insulin kurang,
stres psikologik, dan lain-lain.
Hiperglikemi --- osmotic diuresis --- dehidrasi --- dehidrasi intraseluler. Kesadaran
menurun, takikardi, syok, dan tanda-tanda dehidrasi Ketonemia --- asidosis metabolic,
pernafasan Kusmaul, kesadaran menurun nafas bau aseton.

236
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Pengobatan :
Penderita ketoasidosis diabetikum harus dirawat di ICU.
Dasar pengobatan adalah koreksi terhadap dehidrasi, asidosis metabolic, gangguan
keseimbangan elektrolit (Na dan K) serta pemberian insulin. Juga harus mencari dan
mengobati faktor pencetus.

HIPOGLIKEMI PADA IDDM


Hipoglikemi = Kadar gula darah di bawah 60 mg/dl
Penyebabnya :
- kelebihan dosis insulin
- masukan makanan kurang
- latihan/olahraga tanpa makanan ekstra

Gejala :
Pucat, kulit dingin, berkeringat, rasa lapar, tremor, takikardi serta palpitasi. Cerebral
glucopenia : mengantuk, pusing, bingung, gangguan penglihatan, kesadaran menurun,
kejang dan koma.
• Hipoglikemi ringan : lemah, tremor, rasa cemas dan lapar.
• Hipoglikemi sedang seperti yang ringan ditambah kulit dingin, berkeringat, pucat,
nadi cepat, perubahan tingkah laku, penurunan kesadaran.
• Hipoglikemi berat gejala-gejalanya seperti di atas ditambah penderita tidak sadar
sampai koma.
Pengobatan :
• Hipoglikemi ringan : segera minum air gula atau sirop 1/2-1 gelas, atau makan tablet
glukosa (mengandung 10-15 gr).
• Hipoglikemi sedang : seperti pada yang ringan, bila tidak berhasil pengobatan
glukosa diulang.
• Hipoglikemi berat : beri larutan glukosa pekat dengan semprit 20 ml melalui pinggir
mulut. Bila dalam 5-10 menit tidak ada perbaikan beri glucagon (antagonis insulin)
dengan dosis pada anak kurang dari 6 tahun : 0,5 ml dan pada anak lebh dari
6 tahun : 1 ml.
Bila tidak ada perbaikan, penderita harus dirawat kemudian harus diperiksa gula darahnya.
Bila kadar gula darah <60mg% berikan 10 ml larutan glukosa 10% atau 20% IV, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian infus glukosa 10% : 1000ml/jam. Kadar gula darah diperiksa
setiap 15 menit sampai kadarnya normal dan stabil.

237
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK

Tabel 2: Daya Kerja Bermacam – macam Sediaan Insulin

Daya Kerja Macam Insulin Mulai Kerja Puncak Lamanya


(jam) (jam) (jam)
Cepat tapi RI 1
/2 2-4 6-8
sebentar Semilente 1
/2 2-4 10-12
Sedang tapi agak NPH 2 8-10 28-30
lama Lente 2 8-10 28-30
Lamban dan PZI 4-8 14-20 24-36
lama Ultra lento 4-8 14-24 >36

238
IKA : SISTEM ENDOKRIN ANAK
240

Anda mungkin juga menyukai