Editor:
Cherry Azaria
Demes Chornelia Martantiningtyas
Susan Irawati Ie
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Copyright @2021, Irna Permanasari Gani, dr., SpKJ; Ade Kurnia S., dr., SpKJ;
Adrian Suhendra, dr., SpPK (K)., M.Kes; Andy Soemara, dr., SpKJ.
Bing Haryono, dr., SpS; Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes; Lusiana Darsono, dr., M.Kes.
Harry T. Hadi, dr., SpKJ; Hilda, dr., SpKJ.
ISBN: 978-623-97057-5-6
Editor:
Cherry Azaria
Demes Chornelia Martantiningtyas
Susan Irawati Ie
Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku Perilaku dan Kesehatan Jiwa.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras
untuk menyusun buku ini, baik para penulis seluruhnya, para editor, maupun pihak-pihak
lain yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
Besar harapan saya bahwa buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh segenap
penggunanya. Demikianlah kata sambutan saya. Selamat belajar, semoga sukses, dan
senantiasa diberkati Tuhan.
ii
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA iii
iv PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-
Nya Buku Perilaku dan Kesehatan Jiwa ini dapat diselesaikan.
Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun
Praktikum dalam pelaksanaannya masih perlu disempurnakan. Oleh karenanya, saran dan
kritik untuk perbaikan diharapkan dari berbagai kalangan. Dengan revisi dan terbitnya seri
Puji syukur kepada Tuhan YME, atas selesainya penyusunan dan penerbitan buku
Perilaku dan Kesehatan Jiwa ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekanat
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, para kontributor, dan semua pihak
yang telah bekerja keras dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.
Buku ini disusun untuk menjadi referensi Mahasiswa Kedokteran yang sedang
mempelajari Perilaku dan Kesehatan Jiwa. Para penulis buku ini berasal dari berbagai
bidang ilmu, antara lain Farmakologi, Patologi Klinik, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan
Neurologi. Mahasiswa diharapkan dapat mempelajarinya dengan baik agar dapat
menunjang pengetahuan dan tahap pembelajaran selanjutnya.
Kami memohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penyusunan dan
penerbitan buku ini. Besar harapan kami, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
segenap penggunanya.
vi
DAFTAR ISI
vii
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA ix
x PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 1
SIKLUS KEHIDUPAN MANUSIA
Hilda Puspa Indah
Terdapat 6 tahapan pada siklus Kehidupan Manusia dan Proses Tumbuh Kembang:
a. Kehamilan
1. Pada tahapan ini mulai terjadi perubahan biologis yang bersifat fisiologis. Terjadi
pula perubahan dari segi psikologis.
2. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah sikap terhadap kandungan yang sedang
berjalan apakah direncanakan dan dikehendaki
3. Pada tahapan ini yang juga penting adalah kualitas hubungan dengan pasangan
menikah, usia, riwayat kehamilan, identitas diri, respons terhadap masa menjadi
ibu
4. Berbagai kelainan secara psikologis yang dapat terjadi pada masa kehamilan antara
lain:
- Pica
- Pseudocyesis (kehamilan palsu)
- Hiperemesis gravidarum
1
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 1
5. Pada tahapan ini juga dapat terjadi suatu kondisi yang tidak diinginkan, berupa
kematian perinatal dan kehamilan resiko tinggi.
b. Persalinan
Pada tahapan ini, selama proses dapat terjadi berbagai kondisi, yaitu konsultasi genetik
maupun persalinan diinduksi dan proses kelahiran. Setelah persalinan terjadi, seorang
wanita dihadapkan pada berbagai pilihan kontrasepsi juga adanya kemungkinan
terjadi gangguan secara psikologis dalam bentuk depresi postpartum atau
psikosis postpartum.
2
2 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
- Perkembangan seksual
- Kendali sphincter dan pengaturan tidur
- Pengasuhan orang tua.
e. Remaja
Pada periode awal – tengah, dan akhir masa remaja/ pubertas ini, onset usia berperan.
Pada tahapan ini mulai terjadi perubahan hormonal. Selain itu proses perkembangan
psikoseksual dan kepribadian serta pengenalan lingkungan sangat penting. Dengan
banyaknya teman sebaya (peer group) juga perlu diperhatikan hubungan parentalnya.
Dengan mulai berkembangnya moralitas individu pada tahapan ini, maka penting
untuk mempertimbangkan mengenai pemilihan kerja dan berbagai perilaku berisiko.
Tidak menutup kemungkinan juga terjadinya krisis identitas maupun berbagai
keadaan seperti kehamilan pranikah – aborsi, dan prostitusi. Pada beberapa individu,
tahapan ini membuka kemungkinan untuk meninggalkan rumah dan hidup mandiri.
f. Dewasa
Tahap ini terbagi menjadi dewasa awal dan dewasa tengah. Pada dewasa awal kisaran
usia antara 17-45 tahun dengan masa transisi pada usia 17-22 tahun. Pada tahap ini,
poin penting yang dititikberatkan adalah mengenai pekerjaan, pernikahan, dan proses
menjadi orang tua. Namun dalam proses tersebut, selalu ada kemungkinan menjadi
single parent.
Pada dewasa tengah, permasalahan yang terjadi mulai beragam, antara lain mengenai
perceraian dan perpisahan, berbagai masalah secara psikologis, legal, ekonomik,
3
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 3
kehidupan bermasyarakat, koparental, berbagi hak asuh, maupun hubungan
ekstramarital.
g. Lanjut usia
Termasuk di dalamnya adalah masa dewasa lanjut yang dimulai pada usia 60- 65
tahun. Standar usia ini dapat berbeda secara demografis. Pada tahap ini terjadi
berbagai perubahan, antara lain:
- Biologis: menentukan seberapa panjang usia dan life expectancy (harapan
hidup) meski mulai terjadi penurunan fungsi tubuh
- Perkembangan: berdasarkan Erikson (akan dibahas di bagian terakhir bab
ini), mencakup kemampuan untuk bertahan dan mempertahankan hidup serta
harga diri
- Psikososial: berbagai kondisi seperti menjadi sepuh, counter transference,
peribahan sosioekonomi, tahap pensiun, perubahan aktivitas seksual, dan
berbagai perawatan tambahan yang diperlukan sesuai dengan kondisi fisik
maupun mental
- Emosional: adanya kemungkinan terjadinya kedukaan (grief), depresi, dan
bunuh diri.
Psikoanalisis sehubungan dengan siklus hidup manusia telah banyak dilakukan oleh
para ahli, yaitu
- Sigmund Freud - Karl abraham - Franz Alexander
(classic) - Alfred Adler - Gordon Alport
4
4 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
- Eric Berne - Raymond cattl - Carl Gustaf Jung
- Wilfred Bion - Ronald Fairbairn - Abraham Maslow
- Otto Kernberg - Sandor Ferenczi - Adolf Meyer
- Melanie Klein - Erick Fromm - Henry Muray
- Jacques Lacan - Kurt Goldstein - Frederick Perl
- Kurt Lewin - Karen Horney
- BF.Skinner - Edith jacobson
Namun, dari kesemuanya itu, yang paling banyak dijadikan tolak ukur adalah berbagai
psikoanalisis berikut:
- Classic Psychoanalysis Sigmund Freud (1856)
- Kasus Anna O-Hypnosis (1887)
- The Interpretation of Dream (1900)
- Condensation
- Displacement
- Symbolic representation
- Secondary revision
- Affect in dream
- Anxiety dream
- Punishment dream
B. Topografi Jiwa
Topographic teory pertama kali dikemukan oleh Freud dalam “The Interpretation of
Dreams” (1900) yang menhjelaskan bahwa aparat mental dapat dibedakan kedalam
sistem-sitem kesadaran, yaitu Conscious (sistem sadar), Pre-conscious (sistem Prasadar),
dan Unconscious (sistem Asadar).
5
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 5
Teori ini menjelaskan mengenai topografi dan komponen-komponen struktur jiwa,
yang menyebutkan bahwa kesadaran hanya bagian yang muncul di atas gunung es.
Selebihnya, terdapat bagian-bagian lain yang menjadi suatu struktur jiwa, yaitu:
1. Ego : Ruang geraknya preconscious, (conscious)
Membuat keputusan mengenai kesenangan yang akan ditempuh pada permintaan
Id itu, persyaratan keselamatan seseorang, dan perintah moral superego yang akan
diikuti pula
2. Superego : Ruang geraknya unconscious
Mengacu pada nilai-nilai moral individu belajar standar-standar dari orangtua
dan sosial Baik dan buruk, benar dan salah
3. Id : Ruang geraknya unconscious
Pada prinsip kesenangan, merupakan kepuasan segera dari keinginan dan kebutuan
sendiri Egois, kekanak-kanakan, kepribadian dengan tidak memiliki
kemampuan untuk menunda kepuasan
Istilah ini biasa digunakan dalam kondisi kejiwaan yang sedang dalam keadaan yang
bermasalah, yaitu antara ID (dorongan insting nafsu), rambu-rambu nilai yang dituntut
Superego dan lingkungan (nilai-nilai, peraturan-peraturan, adat istiadat/ kepercayaan/
agama), serta penyesuaian terhadap kondisi dunia luar.
Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia dan bila terjadi ancaman
terhadap ego, hal ini merupakan ancaman eksistensi manusia. Manusia secara bertahap
belajar menghadapi mekanisme pembelaan egonya, seandainya ada ancaman terhadap
keutuhan integritas pribadinya. Mekanisme ini normal terjadi, kecuali bila sudah
sedemikian lanjut sehingga menganggu integrtias pribadinya.
Mekanisme yang demikian ini penting untuk :
1. Memperlunak kegagalan
2. Mengurangi kecemasan
3. Mengurangi perasaan yang menyakitkan
6
6 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Mempertahankan perasaan layak dan harga diri.
Pada mekanisme ini ada kondisi khas yang dapat ditemukan, yaitu:
1. Pertahanan Neurotic
Biasa digunakan pada pasien obsesif kompulsif dan pasien histerikal, serta pada
orang dewasa yang berada pada keadaan stres.
2. Pertahanan matur (matang)
Merupakan mekanisme adaptasi yang normal dan sehat pada kehidupan dewasa.
Denial
Secara tanpa sadar menolak menerima fakta penuh atau sebagian untuk
meminimalkan atau mencegah kecemasan yang dinyatakan tak terelakkan atau
perasaan yang tidak menyenangkan (seperti kemarahan, rasa bersalah, malu, frustasi)
Fantasi
Membayangkan peristiwa yang belum terjadi/ keadaan saat melakukan yang tak ada
seolah-olah mereka lakukan, atau telah melakukan. Sangat umum pada anak-anak dan
pada orang dewasa (yaitu, orang-orang yang masih berperilaku lebih seperti anak-
anak) dan skizofrenia. Setiap pemikiran yang sebagian besar didominasi oleh fantasi
(imajinasi) digambarkan sebagai autistik. Ini menyampaikan gambar seseorang yang
hidup di dunia yang sama sekali tidak nyata dan pribadi sendiri.
Somatization
Setiap emosi kuat yang tak menyenangkan (kecemasan, ketakutan, kemarahan, rasa
bersalah, dll) disertai dengan perasaan tidak nyaman tubuh seperti ketegangan umum,
sakit kepala, palpitasi, sesak di dada dan leher dan tenggorokan, kesemutan di perut,
kelelahan, berkeringat, dan lain-lain. Hal ini terjadi ketika seseorang kemudian
8
8 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
berkonsentrasi seluruh perhatian mereka pada perasaan tubuh ini, keluhan-keluhan
dari mereka, menjadi somatisasi (masalah).
Displacement
Pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu
yang kurang berbahaya dibanding individu semula. Tindakan atau perasaan tetap
persis sama, tetapi sasaran diganti, sebenarnya dimaksudkan untuk mengurangi stres.
Rasionalisasi
Menunjuk kepada upaya individu memutar balikkan kenyataan. Dalam hal ini
kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal
(contoh : untuk menghindari rasa malu).
Pembentukan reaksi
Upaya mengatasi kecemasan karena individu memiliki dorongan yang bertentangan
dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya. Bila seseorang dihinggapi dua
perasaan yang berlawanan (misalnya cinta dan kebencian) terhadap seseorang atau
sesuatu, ia secara alami mengalami kecemasan atau rasa bersalah atau emosi tidak
nyaman lainnya sehubungan dengan kurang terpuji dari dua perasaan yang
berlawanan.
Regresi
Merupakan upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai
dengan tingkat perkembangannya
Represi
Adalah mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan kecemasan dengan cara
menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam
ketidaksadaran. Dengan mendorong realitas yang menyedihkan sepenuhnya ke alam
bawah sadar, sehingga menyebabkan diri benar-benar melupakan hal-hal yang tidak
membawa ketenangan pikiran.
Suppression
Adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan
kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif dan hal yang
menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan
bahkan dihargai oleh masyarakat.
9
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 9
Kompensasi
Apabila seseorang merasa rendah (kecil) atas beberapa atribut pribadi (fisik, sosial
atau karakteristik lain) mereka mungkin mengkompensasi dengan mengembangkan
beberapa kualitas atau atribut yang akan membuatnya lebih nyaman
10
10 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Inisiatif, mencoba hal-hal baru, perilaku kuat, imajinatif dan intrusive,
perkembangan perasaan bersalah dan identifikasi dengan orangtua yang
berjenis kelamin sama.
Pembatasan → mencegah anak dari perkembangan inisiatif. Contoh dampaknya
adalah kemungkinan munuculnya rasa bersalah saat melakukan aktivitas yang
berlawanan dengan orangtua. Namun yang perlu diingat adalah bahwa anak
perlu belajar untuk memulai aktivitas tanpa merusak hak-hak orang lain.
11
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 11
Identity vs role confusion remaja (12-18 tahun)
Indikator positif: Menghubungkan sesuatu dengan perasaan diri, merencakan
aktualisasi diri
Indikator negatif: Kebingungan, ragu-ragu, tidak mampu menemukan identitas
diri
Individu mengembangkan penyatuan rasa “diri sendiri”
Teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadapa perilaku
Kegagalan untuk mengembangkan rasa identitas dapat menyebabkan
kebingungan peran, yang sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi dan
keraguan-raguan.
12
12 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Generativity vs stagnation dewasa tengah (45-65 tahun)
Indikator positif: Kreatifitas, produktivitas dan perhatian dengan orang lain
Indikator negatif: Perhatian terhadap diri sendiri, kurang merasa nyaman
Orang dewasa bimbingan untuk generasi selanjutnya, mengekspresikan
kepedulian pada dunia di masa yang akan datang.
Absorpsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan
peningkatan materi. Dan dengan dilakukannya perenungan diri sendiri, maka
akan mengarah pada stagnasi kehidupan.
13
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 13
o Mengotori (membuat kotor) merupakan aktivitas umum yang dilakukan oleh
individu pada tahap ini.
o Gangguan pada tahap ini dapat menimbulkan kepribadian obsesif-kompulsif
seperti keras kepala, kikir, kejam dan temper tantrum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry. 10th
ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI
14
14 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 2
SYMTOMATOLOGY
Hilda Puspa Indah
A. Kesadaran (Consciousness)
15
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 15
B. Atensi (Perhatian)
Atensi adalah kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas dan
untuk berkonsentrasi.
1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi
kepada stimuli eksternal yang tidak penting / tidak relevan.
2. Inatensi selektif: hambatan hanya terbatas pada hal-hal yang menimbulkan
kecemasan.
3. Hipervigilensi: atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli internal
dan eksternal (delusional / paranoid)
4. Trance: atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah: hipnosis, gangguan
disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.
C. Emosi (Emotion)
16
16 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
14. Kecemasan: perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang mungkin
berasal dari dalam atau luar.
15. Kecemasan yang mengambang (free-floating anxiety): rasa takut yang meresap dan
tidak terpusatkan, yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan.
16. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar dan
realistik.
17. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motorik.
18. Ketegangan(tension): peningkatan aktivitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
19. Panik: serangan kecemasan yang akut, episodik, dan kuat disertai dengan perasaan
ketakutan dan pelepasan gejala dari sistem saraf otonom.
20. Apati: irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan (detachment) /
ketidakacuhan.
21. Ambivalensi: terdapatnya secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan terhadap
hal yang sama, pada satu orang yang sama, dan pada waktu yang sama.
22. Abreaksional: pelepasan atau pelimpahan emosional setelah mengingat pengalaman
yang menakutkan.
23. Rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri.
24. Rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.
Afek
1. Afek yang sesuai (appropriate affect) : kondisi dimana irama emosional serasi dengan
gagasan, pikiran / pembicaraan yang menyertai
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect) : ketidakserasian antara irama perasaan
emosional dengan gagasan, pikiran / pembicaraan yang menyertainya
3. Afek yang tumpul (blunted affect) : penurunan yang berat pada intensitas irama
perasaan yang diungkapkan ke luar
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect) : penurunan intensitas irama
perasaan yang kurang parah daripada afek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar (flat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi
afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba,
yang tidak berhubungan dengan stimuli ekstemal.
17
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 17
D. Perilaku Motorik (motor behavior / conation)
Perilaku motorik (motor behavior/ conation) aspek mental yang meliputi impuls,
motivasi, harapan, dorongan, insting, dan keingingan, seperti yang diekspresikan oleh
perilaku atau aktivitas motorik seseorang.
1. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
2. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan non-organik
a) Katalepsi: suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus-menerus.
b) Furor katatonik (Catatonic excitement): aktivitas motorik yang teragitasi. tidak
bertujuan, dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
c) Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik
imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d) Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang usaha
untuk digerakkan.
e) Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau aneh yang disadari,
biasanya di pertahankan dalam waktu yang lama.
f) Cerea flexibilitas (Fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam suatu posisi
yang kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh
pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
g) Akinesia: berkurangnya pergerakan fisik -> Skizofrenia katatonik, extrapiramidal
akibat pemberian obat anti psikotik.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk digerakkan atau
semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan oleh
berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik / bicara yang terfiksasi dan berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari yang mendarah daging dan kebiasaan.
7. Otomatisme (Automatism) : tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili
suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah (Command Automatism) : otomatisme mengikuti sugesti
9. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
10. Overaktivitas:
a) Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya
tidak produktif dan sebagai respons dari ketegangan dari dalam (inner tension).
b) Hiperaktivitas (Hiperkinesis): kegelisahan, agresif, aktivitas destruktif, seringkali
berkaitan dengan patologi otak yang mendasarinya.
18
18 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
c) Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d) Tidur berjalan / Somnambulisme: aktivitas motorik saat tertidur.
e) Akathisia: perasaan subyektif tentang ketegangan motorik sekunder dari medikasi
antipsikotik atau medikasi lain, 𑰀kegelisahan, melangkah bolak-balik, duduk dan
berdiri berulang-ulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f) Kompulsi: impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara
berulang-ulang.
- Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
- Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
- Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang
wanita.
- Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-
laki.
- Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambutnya.
- Ritual: aktivitas natural yang dilakukan secara otomatis dan kompulsif dalam
usahanya untuk mengurangi sumber kecemasan.
g) Ataksia: kegagalan koordinasi otot; iregularitas gerakan otot.
11. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
12. Tremor: perubahan irama pada pergerakan, yang biasanya lebih cepat satu hentakan
perdetik; tremor akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur, dan akan
meningkat selama periode kemarahan dan peningkatan ketegangan
13. Hipoaktivitas (Hipokinesis): penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada
retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, pembicaraan, dan pergerakan yang dapat
terlihat.
14. Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak
15. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan bertujuan yang mungkin verbal atau fisik;
bagian motorik dari afek kekasaran, kemarahan, atau permusuhan.
16. Memerankan (Acting Out: ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dihidupkan secara impulsif dalam perilaku.
17. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan disertai dengan ketidak acuhan tentang
akibat tindakan yang biasanya berkaitan dengan defisit neurologis.
18. Anergia: berkurangnya energi (anergy).
19. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan dalam suatu gaya yang
normal, sekalipun gerakan kaki yang normal dapat dilakukan dalam keadaan duduk
atau posisi berbaring. Gaya berjalan terkesan aneh dan tidak terkesan adanya suatu lesi
organik yang spesifik; dapat dijumpai pada gangguan konversi.
19
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 19
20. Coprophagia: memakan kotoran / sampah atau feses.
21. Dyskinesia: kesulitan untuk melakukan suatu gerakan volunter, dapat dijumpai pada
gangguan extra piramidal.
22. Muscle rigidity (Kekakuan otot): keadaan dimana otot bertahan / menetap, yang tidak
dapat digerakan / dipindahkan
23. Twirling: suatu tanda yang dapat ditemukan pada anak autisme, yang secara terus
menerus memutar kepalanya menurut arah ke mana kepala tersebut ditolehkan.
24. Bradykinesia: perlambatan aktivitas motorik sertai dengan suatu penurunan gerakan
spontan yang normal.
25. Chorea: pergerakan yang cepat, menyentak dan tidak bertujuan yang terjadi dengan
sendirinya / tanpa sengaja (involuntary).
26. Konvulsi: kontraksi otot yang hebat atau spasme, yang terjadi secara involunter.
27. klonik: konvulsi dimana otot berkontraksi dan berelaksasi secara berubah-ubah.
28. tonik: konvulsi di mana kontraksi otot dipertahankan.
29. Dystonia: kontraksi dari batang tubuh atau anggota tubuh yang lambat dan
dipertahankan -> pada medication-induced dystonia.
E. Berpikir (Thinking)
Berpikir adalah aliran dari suatu gagasan, simbol, dan asosiasi yang bertujuan
dimulai dengan suatu gagasan masalah atau suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan
berorientasi kenyataan; ketika suatu urutan logi terjadi maka bisa dikatakan normal.
Berpikir abstrak adalah kemampuan untuk mengambil inti dari seluruh permasalahan,
dapat membagi seluruh permasalahan menjadi bagian-bagiannya dan membedakan
masing-masing bagian tersebut.
Bentuk pikiran
1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan keanehan psikologis.
2. Word salad (gado-gado kata): campuran kata dan frasa yang inkoheren.
3. Sirkumstansial: bicara tidak langsung yang lambat dalam mencapai tujuan tetapi
akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai dengan adanya
perincian-perincian dan tanda-tanda kutip yang berlebihan.
4. Tangensial: ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang bertujuan;
pasien tidak pernah berangkat dari titik awal menuju tujuan yang diinginkan.
20
20 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
5. Inkoherensia (Incoherence): pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti; berjalan
bersama pikiran atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata
bahasa, yang menyebabkan disorganisasi.
6. Perseverasi: respons terhadap stimuli sebelumnya yang menetap setelah suatu stimulus
yang baru telah diberikan, sering berkaitan dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai
arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek
atau intonasi terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang
ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan atau tidak memperhatikan pertanyaan).
11. Asosiasi longgar (loosening of assosiations): aliran pikiran dimana gagasan-gagasan
bergeser dari satu subyek ke subyek lain dalam cara yang sama sekali tidak
berhubungan; jika berat, pembicaraan dapat menjadi inkoherensia.
12. Keluar dari jalur (derailment) = asosiasi longgar.
13. Loncat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain;
ide-ide cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah seorang
pendengar mungkin masih mampu untuk mengikutinya.
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi
berbeda artinya; kata-kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk sajak dan
permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum suatu
pikiran atau gagasan diselesaikan; setelah suatu periode penghentian singkat, orang
tersebut tampaknya tidak dapat mengingat apa yang telah dikatakan atau apa yang akan
dikatakan
16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang dilakukan oleh seseorang dengan kesukariaan
yang gaduh melalui kata-kata yang tidak dapat dipahami (juga dikenal sebagai bicara
pada lidah (speaking in tongues)); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika
berkaitan dengan praktek keagamaan Pantekosta tertentu.
Isi pikiran
1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada
pengertian, pengulangan kosong, atau frasa yang tidak jelas.
21
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 21
2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan,
yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.
3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.
a) Waham aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan sama
sekali tidak masuk akal orang dari angkasa luar telah menanamkan suatu
elektroda pada otak pasien.
b) Waham tersistematisasi: keyakinan palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal pasien merasa yakin sedang dimata-matai oleh suatu agen
rahasia yang dikirim oleh atasannya dimana ia bekerja, setelah ia menerima sepucuk
surat peringatan.
c) Waham yang sejalan dengan mood: waham dengan isi yang sesuai dengan mood
seorang pasien depresi percaya bahwa ia bertanggungjawab untuk penghancuran
dunia.
d) Waham yang tidak sejalan dengan mood: waham dengan isi yang tidak mempunyai
hubungan dengan mood atau merupakan mood netral pasien depresi mempunyai
waham kontrol pikiran atau siar pikiran).
e) Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain, dan dunia adalah tidak
ada atau akan berakhir.
f) Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan terampas
semua harta miliknya.
g) Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien- keyakinan
bahwa otak pasien adalah berakar atau mencair
h) Waham paranoid:
- Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu,
atau disiksa; sering ditemukan pada seorang pasien yang senang menuntut yang
mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan hukum karena
penganiayaan yang dibayangkan.
- Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas seseorang
yang berlebihan.
- Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada
dirinya; bahwa peristiwa, benda-benda, atau orang lain mempunyai
kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negatif;
diturunkan dari idea referensi, di mana seseorang secara salah merasa bahwa ia
22
22 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
sedang dibicarakan oleh orang lain -> percaya bahwa orang di televisi atau
radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya
i) Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu tentang penyesalan yang
dalam dan bersalah.
j) Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran, atau perasaan
pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.
Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran pasien
dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain.
Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran ditanam dalam
pikiran pasien oleh orang lain atau tenaga lain.
Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa pikiran pasien dapat
didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan ke udara.
Pengendalian pikiran (thought control): waham bahwa pikiran pasien
dikendalikan oleh orang lain atau tenaga lain.
k) Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang didapatkan dari
kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien tidak jujur.
l) Erotomania: keyakinan waham, wanita laki-laki, bahwa seseorang sangat
mencintai dirinya
m) Pseudologiaphantastica: suatu jenis kebohongan, dimana seseorang tampaknya
percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan; berkaitan
dengan sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai
dengan irama afektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau preokupasi
tentang bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi pada diri sendiri yang patologis.
6. Monomania: preokupasi dengan suatu obyek tunggal.
7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan
bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistik
terhadap tanda atau sensasi fisik sebagai yang abnormal.
8. Obsesi: ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat
ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika; berkaitan
dengan kecemasan.
9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang, jika ditahan,
menyebabkan kecemasan; perilaku berulang terjadi sebagai respons terhadap suatu
obsesi atau dilakukan menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang jelas, yang sebenarnya
dilakukan untuk mencegah sesuatu bakal terjadi di masa depan.
23
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 23
10. Koprolalia: pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata yang cabul.
11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang
memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti.
a. Fobia spesifik: rasa takut yang jelas terhadap obyek atau situasi yang jelas
seperti rasa takut terhadap laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: rasa takut akan keramaian umum seperti rasa takut berbicara di
depan publik, tampil di depan umum atau khalayak ramai, atau makan di
tempat-tempat umum.
c. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
d. Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka.
1l. Needle phobia: ketakutan yang menetap, semakin bertambah tegang, yang bersifat
patologis saat mendapatkan suntikan.
12. Noesis: suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan
perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
13.Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan
kekuatan yang tidak terbatas; tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran jika
sejalan dengan keyakinan pasien atau lingkungan kultural.
F. Pembicaraan (Speech)
24
24 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
9. Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang
sering, menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering (kekusutan/kekacauan): bicara yang berpindah-pindah dan disritmik,
yang mengandung semburan yang cepat dan menyentak.
11. Aculalia: pembicaraan yang tidak masuk akal dan ditandai dengan gangguan pada
pemahaman yang jelas.
12. Bradylalia: pembicaraan lambat yang abnormal.
13. Dysphonia: kesulitan atau rasa nyeri saat bicara.
G. Persepsi (Perception)
25
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 25
a) H. Hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan tertidur;
biasanya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.
b) H. Hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur; biasanya
dianggap tidak patologis.
c) H. dengar (auditorik): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi dapat juga
bunyi-bunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang paling sering pada
gangguan psikiatrik.
d) H. Visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk (m/
orang) dan citra yang tidak berbentuk (m/ kilatan cahaya, gangguan organik)
e) H. cium (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada gangguan
organik.
f) H. kecap (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti rasa kecap
yang tidak menyenangkan, yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada
gangguan organik.
g) H. raba (taktil; haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan,
seperti sensasi dari suatu tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi adanya
gerakan pada kulit atau di bawah kulit (formication).
h) H. Somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam tubuh atau
terhadap tubuh, paling sering berasal dari organ visceral
i) H. Liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukurannya
(mikropsia).
j) Halusinasi yang sejalan dengan mood (moodcongruent hallucination): Halusinasi
di mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang depresi atau pasien yang
mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang
yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan, dan pengetahuan yang tinggi
k) Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent hallucination):
halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang depresi atau manik
pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah,
penghukuman yang layak diterima, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi
tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi
2. Trailing phenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah
dan tidak kontinu.
3. Command hallucination: persepsi perintah yang palsu di mana seseorang dapat merasa
patuh terhadap perintah atau tidak mampu untuk menolak / menentang.
26
26 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Ilusi: persepsi yang salah (misperception) atau interpretasi persepsi yang salah
(misinterpretation) terhadap suatu stimulus sensorik eksternal yang nyata.
Daya ingat (memory) adalah fungsi dimana informasi disimpan di otak dan
selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.
27
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 27
2.Paramnesia: pemalsuan ingatan akibat distorsi pengingatan.
a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.
b. Pemalsuan retrospektif: ingatan menjadi terdistorsi secara tidak diharapkan (tidak
disadari) saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan pengalaman seorang
individu saat ini.
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman
yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai seseorang tetapi tidak
mempunyai dasar kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi organik.
d. Deja vu: ilusi pengenalan visual di mana suatu situasi yang bau secara keliru
dianggap sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.
f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai suatu pikiran yang
sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan.
g. Jamais vu: perasan palsu tentang ketidakkenalan terhadap suatu situasi nyata yang
sesungguhnya telah dialami oleh seseorang.
h. Memory yang salah (false Memory): rekoleksi dan kepercayaan dari seorang individu
terhadap suatu peristiwa yang sesungguhnya tidak nyata terjadi.
3.Hipermnesia: peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.
4.Blackout: amnesia terhadap perilaku yang telah mereka lakukan (dialami oleh peminum
alkohol)
I. Inteligensia (Intelligence)
28
28 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
1. Retardasi mental: kurangnya intelegensia sampai derajat dimana terdapat gangguan
pada kinerja sosial dan pekerjaan:
a) ringan (IQ 50 atau 55 sampai kira-kira 70),
b) sedang (IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55),
c) berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau
d) sangat berat (lQ di bawah 20 atau 25);
e) istilah yang lama :
f) idiot (usia mental kurang dari 3 tahun),
g) imbesil (usia mental 3 sampai 7 tahun), dan
h) moron (usia mental kira-kira 8 tahun).
2. Demensia: pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan
kesadaran.
a) Diskalkulia (akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan suatu
hitungan; tidak disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi.
b) Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang
kursif; hilangnya kemampuan untuk menuangkan struktur kata.
c) Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; tidak
disebabkan oleh gangguan ketajaman penglihatan.
3. Pseudodemensia: gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak
disebabkan oleh suatu kondisi organik; paling sering disebabkan oleh depresi
(sindroma demensia pada depresi).
4. Berpikir konkret: cara berpikir yang sangat bersifat harafiah; penggunaan kiasan
yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti; pikiran satu-dimensional.
5. Berpikir abstrak: kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir
multidimensional dengan kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis secara
tepat.
J. Tilikan (Insight)
Tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit.
Tingkat Tilikan
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka adalah sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam
waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.
29
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 29
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, pada
faktor eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
5. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan
dalam penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan
tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk
pengalaman di masa depan.
6. Tilikan emosional sesungguhnya: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di
dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat
menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku.
K. Daya Nilai
1. Kemampuan menilai situasi secara benar dan berperilaku sesuai dengan situasi
tersebut.
2. Critical judgement: kemampuan untuk menilai, membedakan dan memilih dari
berbagai pilihan dalam suatu situasi.
3. Automatic judgement: reflex performance dari suatu tindakan.
4. Daya nilai terganggu (impaired judgement): terganggunya kemampuan memahami
situasi secara benar dan berperilaku secara sesuai.
5. Daya nilai Sosial: Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya.
6. Uji daya nilai: pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan
situasi tsb. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien dengan perangko, alamat surat
yang dia temukan dijalan.
7. Penilaian Realitas: kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry. 10th
ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI
30
30 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 3
PEMERIKSAAN KLINIS PADA PASIEN PSIKIATRIK
Harry Tribowo Hadi
A. Wawancara Psikiatrik
Untuk mengobati pasien psikiatrik secara efektif apakah dengan medikasi, manipulasi
lingkungan, atau psikoterapi psikodinamika- dokter psikiatrik harus membuat diagnosis yang
akurat dan dapat dipercaya. Untuk menyusun diagnosis tcrscbut, dokter psikiatrik harus belajar
mengenai pengaruh-pengaruh genetika, temperamen, biologi, perkembangan, sosialkultural, dan
psikologi. Dokter psikiatrik harus mampu untuk menyampaikan keprihatinan, empati, rasa
hormat, dan kemampuan untuk rnenciptakan suatu rapport yang baik, dan kepercayaan yang
memungkinkan pasien dapat berbicara secara jujur dan akrab. Dokter psikiatrik harus
rnengembangkan ketrampilan dan teknik wawancara yang paling efektif yang memungkinkan
membantu pasien berbicara, menggambarkan tanda-tanda dan gejala penyakitnya selengkap dan
sejelas mungkin. Pasien-pasien psikiatrik terentang mulai dari mereka yang pandai bicara
dengan jelas dan kooperatif sampai mereka yang mengalami gangguan berpikir, paranoid,
gangguan perhatian karena berespon terhadap stimuli internal dan sampai yang sangat kacau
karena mengalami disorganisasi yang berat. Wawancara itu sendiri mungkin dapat bervariasi,
tergantung tantangan spesifik yang ditemukan pada tiap- tiap pasien.
32
32 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Penatalaksanaan waktu
Konsultasi awal biasanya berlangsung 30 menit sampai satu jam, tergantung pada
keadaan. Wawancara dengan pasien psikotik atau dengan pasien yang sakit berat biasanya Jebih
singkat karena pasien mungkin bisa merasa bahwa wawancara bisa memberatkan atau
menegangkan. Wawancara biasanya dilakukan dengan perjanjian dahulu baik dari segi waktu,
tempat dan lamanya. Baik pasien maupun dokter harus berusaha untuk menepati perjanjian
tersebut. Kesembronoan dokter tentang waktu dapat diartikan sebagai tidak adanya perhatian
pada pasien.
Membuat catatan
Untuk alasan legal dan medis suatu catatan tertulis yang adekuat tentang tiap- tiap pasien
harus dibuat. Tiap klinisi harus membuat suatu sistim penyimpanan catatan dan memutuskan
informasi mana yang akan dicatat. Pada pertemuan awal, biasanya para klinisi berusaha banyak
membuat catatan dalam rangka mengumpulkan informasi yang lengkap. Pertemuan selanjutnya
dapat digunakan untuk melengkapi hal- hal yang penting. Sebagian dokter psikiatrik ada yang
menganjurkan untuk tidak membuat catatan terlalu banyak selama satu sesi wawancara, karena
menulis dapat menurunkan kemampuan untuk mendengarkan. Tetapi beberapa pasien dapat
marah jika dokter tidak menulis catatan sama sekali selama wawancara, mereka mungkin merasa
takut jika komentar mereka dinilai tidak cukup penting untuk dicatat atau bahkan berpikir dokter
psikiatrik tak tertarik pada masalah dirinya atau bahkan merasa tidak ditangani secara serius.
33
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 33
Melakukan wawancara situasi
Setiap diagnosis psikiatrik yang berdeda biasanya membutuhkan wawancara spesifik
dengan tehnik pendekatan dan situasi yang berbeda juga. Dokterpsikiatrikharus bersikap
fleksibel dalammemodifikasi gaya wawancaranya untuk mengikuti situasi tertentu. Pasien
depresi seringkali tidak mampu untuk bercerita secara spontan dan adekuat mengenai
penyakitnya karena faktor- faktor tertentu seperti retardasi psikomotor dan keputusasaan. Dokter
psikiatrik harus sabar dan bersikap spesifik dalam bertanya karena seringkali pasien depresi bisa
tidak menyadari misalnya mimpi buruk, tidur berjalan atau meningkatnya keluhan somatik
adalah berhubungan dengan gangguan depresinya. Secara rutin perlu ditanyakan dengan hati-
hati adanya ide atau keinginan bunuh diri pada pasien depresi berat. Yakinkan bahwa keluhan
depresinya tidak akan menetap selamanya, masih ada harapan dan dokter akan menolong.
Menentramkan pasien terlalu cepat juga kurang baik, pasien bisa merasa dokter menganggap
terlalu remeh masalahnya, hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pasien. Bila risiko
bunuh dirinya besar usahakan segera pasien dapat perawatan di rumah sakit.
Pasien yang kasar, yang kemungkinan bisa melakukan tindak kekerasan harus dihadapi
dengan sikap dan tehnik yang hati-hati pula. Yakinkan bahwa dokter mampu dan sudah
membiasakan diri dengan hal- hal yang kurang menyenangkan, pikirkan bahwa hal ini sudah
merupakan bagian dari tugas dokter untuk membantu pasiennya sambil memastikan baik dokter,
pasien dan orang lain tidak akan mengalami Iuka. Pengekangan fisik selama wawancara dapat
dilakukan pada pasien yan terlalu kasar. Dengan atau tanpa pengekangan pasien yang kasar tidak
boleh diwawancarai sendirian, sekurangnya ada satu orang lain yang bisa membantu, bila perlu
minta bantuan petugas keamanan. Konfrontasi dengan pasien yang kasar, juga tiap perilaku yang
dapat ditafsirkan sebagai merendahklan pasicn sedapat mungkin harus dihindari. Dalam batas
keamanan pewawancara harus tetap menghormati pasien namun tetap menunjukan sikap yang
tegas. Dokter juga harus bisa menentukan dalam kondisi spesifik yang bagaimana pasien
biasanya berusaha melakukan tindak kekerasan. Bukti- bukti yang menguatkan merupakan
aspek penting dari riwayat pasien, hal ini harus didapatkan dari teman dan anggota keluarga.
B. Riwayat Psikiatrik
Riwayat psikiatrik adalah catatan kehidupan pasien yang memungkinkan dokter psikiatrik
untuk mengerti siapa pasiennya, darimana pasien berasal, dan kemana pasien kemungkinan
pergi dimasa mendatang. Riwayat adalah cerita kehidupan yang diceritakan kepada dokter dalam
kata-kata pasien dan dari sudut pandang pasien sendiri. Riwayat dapat juga termasuk informasi
tentang pasien yang didapatkan dari sumber- sumber lain, seperti orang tua atau pasangan hidup
pasien. Mendapatkan riwayat yang lengkap dari pasien dan jika diperlukan dari sumber yang
terpercaya adalah penting untuk membuat diagnosis yang tepat dan menyusun rencana
pengobatan yang efektif dan spesifik. Riwayat psikiatrik agak berbeda dari riwayat yang digali
didalam kedokteran dan bedah. Disamping menggali data yang kongkrit dan aktual. tentang
kronologi pembentukan gejala dan riwayat psikiatrik dan medis yang lalu, dokter psikiatrik
berusaha untuk mendapatkan gambaran yang sukar ditangkap mengenai riwayat karakteristik
kepribadian pasien, termasuk kekuatan dan kelemahan pasien.
35
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 35
Riwayat psikiatrik memberikan wawasan tentang interaksi dan sifat hubungan dengan
orang yang paling dekat dengan pasien termasuk semua orang yang penting dalam kehidupan
pasien dimasa lalu dan saat ini. Gambaran perkembangan pasien yang menyeluruh dan tepat dari
tahun- tahun pertumbuhan dan perkembangan yang paling awal sampai sekarang ini, juga bisa
didapat. Tehnik yang paling penting dalam mendapatkan riwayat psikiatrik adalah membiarkan
pasien menceritakan ceritanya sendiri dengan kata-katanya sendiri dan membiarkan mereka
merasa penting.
Melakukan pemeriksaan Fisik Diagnostik. Tujuan melakukan pemeriksaan kondisi medis fisik
diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui apakah gangguan psikiatriknya termasuk gangguan mental
organik atau fungsional/ psikogen,
2. Untuk mengetahui adakah penyakit fisik yang meyertai gangguan psikiatriknya
(Aksis III), 3. Untuk bahan pertimbangan rencana pemilihan obat yang akan
digunakan
3. Untuk follow up terapi (apakah ada efek samping obat).
E. Pemerksaan Laboratorium.
38
38 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Aksis I : terdiri dari semua sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin
merupakan pusat perhatian.
Aksis II : terdiri dari gangguan kepribadian dan mental retardasi.
Aksis III : terdiri dari tiap penyakit medis (fisik)
Aksis IV : masalah psikososial dan lingkungan yang relevan dengan penyakitnya
Aksis V : berhubungan dengan penilaian fungsi secara global yang ditunjukkan
pasien. Dinilai dengan menggunakan skala GAF
DAFTAR PUSTAKA
1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics
(Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10 th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.
39
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 39
40 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 4
PENGHANTAR PSIKIATRI
Ade Kurnia Surawijaya
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya
psikiatri semakin pesat dalam kurun waktu seratus tahun terakhir. Berbagai konsep-konsep
baru dalam memahami diri dan lingkungan manusia, fungsi otak dan pengaruh dalam
perilaku, korelasi fungsi otak dan emosi yang ditimbulkan, daya neuroplastisitas dari
syaraf, fungsi penyampai pesan (neurotransmiter) dalam timbulnya gangguan jiwa, obat-
obatan psikiatri yang bertambah efektif dan efisien, hubungan psikiatri dan budaya serta
masyarakat, dan sebagainya. Misteri mengenai otak semakin terbuka perlahan dengan
berbagai penelitian-penelitian yang bersifat sporadis dan mencakup hampir seluruh dunia
dari tingkat sel sampai tingkat masyarakat pada umumnya, menuju pada penurunan
stigmatisasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, hingga pada akhirnya seluruh manusia
dapat memahami arti dari berbagi dan peduli terhadap sesama.
A. Definisi
Psikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala hal yang
berhubungan dengan gangguan jiwa; yaitu pengenalan, pengobatan, rehabilitasi, dan
pencegahan serta juga dalam hal pembinaan dan peningkatan kesehatan jiwa.
Kata psikiatri berasal bahasa Yunani yaitu “psyche” dan “iatros”; psyche yang berarti
“jiwa” atau “pikiran” dan iatros yang berarti penyembuh. Dalam mitologi Yunani, Psyche
adalah wanita biasa yang diberikan hidup abadi oleh Zeus.
B. Cabang Psikiatri
a) Psikiatri anak dan remaja: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari gangguan jiwa pada
anak dan remaja (di bawah 18 tahun).
40
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 41
b) Psikiatri geriatri: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari gangguan jiwa pada orang
lanjut usia. Tujuannya adalah mempertahankan kehidupan sosial orang lanjut usia
dalam komunitasnya selama mungkin serta menyediakan perawatan yang dibutuhkan.
c) Psikiatri Komunitas: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari strategi, efektivitas, serta
efisiensi penyaluran program pelayanan kesehatan jiwa dalam populasi/komunitas
tertentu.
d) Psikiatri forensik: cabang ilmu psikiatri yang berhubungan dengan aspek legal/hukum;
termasuk kriminologi, penologi, hukuman untuk penderita gangguan jiwa, peran
psikiater dalam kasus kompensasi, serta saksi ahli dalam suatu persidangan.
e) Psikiatri sosial: dalam psikiatri, stres berasal dari pengaruh lingkungan dan dampak
suatu grup sosial pada suatu individu, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan
penatalaksanaan gangguan jiwa.
f) Psikiatri kultural: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari pengaruh lingkungan budaya
pada kesehatan jiwa dalam suatu populasi budaya tertentu. Bila fokusnya lebih dari satu
budaya biasanya digunakan istilah Psikiatri Transkultural.
C. Konsep Normalitas
Normality: a state of complete physical, mental and social well-being (WHO), atau suatu
pola perilaku atau ciri kepribadian yang tipikal atau memenuhi standar berperilaku yang
layak dan cara-cara yang dapat diterima secara umum.
D. Konsep Sehat
Sehat adalah
• keadaan sehat yang paripurna secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
• Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU Kesehatan no 36 Tahun 2009).
• tujuan pengobatan bukan sekedar penyembuhan atau mengurangi gejala/penyakit
meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin (meskipun misalnya terbatas
oleh adanya kecacatan atau disabilitas).
41
42 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Sehat Jiwa adalah
• … a state of well-being in which the individual realizes his or her own abilities, can
cope with the normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is
able to make a contribution to his or her community (WHO, 2008).
• “Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.” (UU Kesehatan no 36 tahun 2009
tentang Kesehatan Jiwa pasal 144 ayat 1).
Ciri-ciri orang sehat jiwa adalah (Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa, 2008):
• Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya
• Mampu menghadapi stres kehidupan yang wajar
• Mampu bekerja secara produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya
• Dapat berperan serta dalam lingkungan hidup
• Menerima baik dengan apa yang ada pada dirinya
• Merasa nyaman bersama orang lain
Gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor dalam kehidupan yang saling
memengaruhi satu dengan yang lain. Dalam psikiatri perlu adanya pendekatan diagnosis
yang bersifat eklektik dan holistik, dilihat dari sisi organo-biologis, psikologis, serta sosial.
42
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 43
Seperti halnya pepatah mengatakan bila seseorang sudah jatuh, tertimpa tangga –
dalam satu waktu akan menyebabkan perasaan yang tidak nyaman bagi setiap orang.
Bilamana semua faktor-faktor penyebab gangguan jiwa terjadi dalam satu waktu, maka
dalam kurun waktu tertentu akan menyebabkan gejala gangguan jiwa yang nyata.
Dalam hal mengenal etiologi gangguan jiwa, kita perlu mengenal kata predisposisi
dan presipitasi. Predisposisi adalah suatu kondisi kerentanan individu terhadap gangguan
atau berisiko tinggi untuk mendapatkan gangguan. Sedangkan presipitasi atau pencetus
adalah kondisi situasi yang menyebabkan timbulnya suatu gangguan jiwa.
Oleh karena penyebab yang multikausalitas, dalam psikiatri dikenal ilmu yang
menggambarkan serta mempelajari interaksi antara faktor kepribadian, mental mekanisme
dan sebab-akibat gangguan jiwa yang disebut dengan psikodinamika.
G. Etiologi
Secara garis besar penyebab gangguan jiwa bisa kita ketahui menurut beberapa
golongan penyebab:
1. Golongan penyebab konstitusional (atau endogen)
Penyebab bersifat konstitusional karena terikat pada sifat individual: yakni sifat yang
diturunkan secara genetik. Gangguan terletak pada watak dasar individu yang
bersangkutan, biasanya bersifat periodik-siklik (bila dalam tekanan tinggi akan
memunculkan gejala gangguan) dan mempunyai gejala gangguan afektif yang menonjol
seperti dysthimia, hyperthimia dan sebagainya.
Gangguan yang mempunyai sifat herediter yang kuat adalah gangguan skizofrenia,
gangguan afektif, gangguan kecemasan, dan lain sebagainya.
2. Golongan penyebab organo-biologis (atau eksogen)
Penyebab dalam hal ini terikat pada organ atau biologis (kondisi medik tertentu) yang
mengalami suatu gangguan, seperti adanya infeksi, trauma, kelainan pembuluh darah,
keganasan tumor, kurang gizi, dan lain sebagainya.
Gangguan jiwa organik ini terbagi dalam :
a. Golongan gangguan jiwa simtomatik.
Golongan gangguan jiwa simtomatik adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
adanya gangguan fisik (kondisi medik tertentu), tanpa terjadinya kerusakan organ
pada substansi otak.
Contoh keadaan ini yaitu adanya suatu infeksi, intoksikasi, atau keadaan kelelahan
(exhaustion). Gejala yang khas pada keadaan ini adanya kesadaran yang berubah atau
menurun yang disebut dengan keadaan delirium. Contoh lainnya adalah keadaan
intoksikasi seperti misalnya pada gagal ginjal akut atau kronis, koma hepatikum,
43
44 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
koma diabetes, hipertiroid, maupun adanya gangguan-gangguan fisik yang menahun
seperti penyakit keganasan lainnya.
Gangguan jiwa yang disebabkan karena suatu kondisi medik tertentu, sesuai dengan
diagnosis dalam psikiatri yang menggunakan lima aksis, maka aksis ketiga diisi
dengan kondisi medik tersebut. Beberapa gangguan jiwa yang sering menyertai
(comorbid) adalah akibat penyakit malaria, thypoid, covid-19, dan lain sebagainya.
b. Golongan gangguan jiwa organik.
Gangguan ini terjadi bilamana ada suatu proses perubahan dalam substansi otak,
contohnya gangguan peredaran darah, atau pembuluh darah, kelainan berdasarkan
infeksi seperti ensefalitis, demensia Lewy-body, gangguan sifilis, HIV-AIDS, trauma
kapitis, stroke hemoragik, dan intoksikasi akibat zat-zat adiktif lainnya.
3. Golongan penyebab yang berhubungan dengan interaksi psikososial (Psikogen)
Faktor penyebab adalah trauma psikologis yang tidak bisa diatasi secara baik oleh
suatu individu, sehingga trauma tersebut menjadi patogen yang suatu saat akan
menimbulkan menimbulkan gangguan. Contohnya adalah gangguan seperti obsesif-
kompulsif, kecemasan, panik, dissosiatif, fobia, dan lain sebagainya.
4. Neuro-psikiatri.
Neuropsikiatri merupakan disiplin ilmu yang memelajari tingkah laku individu yang
normal atau yang terganggu berdasarkan gambaran dan fungsi susunan saraf pusat (otak).
Contohnya adalah suatu gangguan neurologis seperti pada kecelakaan pada pembuluh
darah otak atau adanya lesi otak mempunyai kaitan erat dengan gangguan kognisi, alam
perasaan, dan perilaku.
Adapun dalam psikatri, kita mengenal istilah Psikiatri Biologi, yaitu subspesialisasi
psikiatri yang memelajari gangguan perilaku yang mencari penyebabnya berdasarkan
neuro-anatomi maupun neuro-kimiawi dari otak, yang didapat dari berbagai penelitian
dengan menggunakan magnetoencehalography seperti PET-scan (positron emission
tomography) atau SPECT (single photon tomography), yang dapat menggambarkan suatu
pola fungsi saraf yang berkaitan dengan emosi yang spesifik, kemampuan kognisi, dan
kondisi perilaku serta aktivitas otak.
Adapun salah satu yang memengaruhi otak adalah neurotransmitter.
Neurotransmiter ini tersebar dalam substansi otak (neuro-transmiter, neuro-
modulator), yang dibagi dalam empat klasifikasi besar:
1. Monoamin
2. Asam amino
3. Neurotransmiter peptide, dan
4. Neurotropin atau neurotropik.
44
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 45
Adapun 2 neurotransmiter lainnya tidak termasuk klasifikasi ini, seperti:
- gas nitric oxide, dan
- neurotransmiter yang berkaitan dengan purin adenosin dan adenosinetriphospat
(ATP).
45
46 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
atau abnormal, motivasi-motivasi, tipe kepribadian individu, serta reaksi yang diberikan
individu pada saat menghadapi kondisi tertentu. Metode yang digunakan adalah observasi,
membentuk suatu hipotesa, serta memberikan kesimpulan.
Pemeriksaan psikiatri yang secara karakteristik memperhatikan perilaku individu
baik normal atau abnormal, seringkali juga disebut ilmu tingkah laku abnormal (science of
abnormal behaviour). Prinsipnya tiap tindakan atau perilaku individu mempunyai motivasi
dan selalu terpengaruh oleh proses-proses dalam kejiwaannya.
Penjelmaan tindakan atau perilaku individu umumnya terjadi bila ada rangsangan
atau stimuli yang mengenai individu tersebut. Bilamana individu tersebut tinggal dalam
suatu lingkungan tertentu, maka individu tersebut akan selalu terangsang oleh hal-hal yang
berada dalam lingkungan tersebut, baik dengan individu lain atau benda-benda, disamping
terpengaruh juga akan berusaha memengaruhi lingkungannya, hal ini dikenal dengan
interaksi.
Jadi pengaruh lingkungan atas individu disebut sebagai stimulus (rangsangan), dan
individu bereaksi (memberikan respon) terhadap stimulus itu, yang dapat ditafsirkan ikhtiar
individu untuk memengaruhi lingkungan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.
S I R
(S = stimulus) (I = Individu) (R = response/reaksi)
Proses jiwa yang terjadi: Bilamana terjadi perubahan situasi (dikenal sebagai rangsangan),
individu akan bersikap diam, memberikan respons untuk adaptasi (menyesuaikan diri),
maupun memberikan respons untuk memengaruhi (mengubah) lingkungan.
Sebelum memberikan suatu respons/tindakan, dikenal suatu fase pre-respons yaitu saat
individu mempersiapkan diri baik yang dikenal dengan persiapan mental (psikis) dan fisik.
a. Persiapan psikis: yang dilakukan antara lain terjadi peningkatan daya konsentrasi
proses pikir, menampakkan emosi yang sesuai, dan lain sebagainya, sehingga
membentuk tujuan yang hendak dicapai, kemudian muncul alasan atau motif
mengapa harus bertindak. Bilamana suatu respons terjadi tanpa motif hal tersebut
dapat dikatakan terjadi secara refleks. Dalam hal ini motif tidak sama dengan
stimulus, biasanya sudah ada sesuai dengan dorongan kebutuhan individu tersebut,
misalnya rasa haus menimbulkan motif untuk minum, walaupun belum ada
rangsangan dalam bentuk air.
b. Persiapan fisik: Terjadinya suatu perubahan dari berbagai proses biokimiawi dan
sekresi kelenjar-kelenjar eksokrin maupun endokrin, misalnya adrenalin bilamana
46
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 47
diperbanyak maka terjadi peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan
kadar gula darah, peningkatan pernapasan, perubahan tonus otot kerangka (lebih
tegang), peningkatan daya tangkap pancaindera (waspada), dan lain sebagainya.
Adapun tujuan proses tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam
pergerakan/tindakan. Sebaliknya proses lain yang tidak langsung berhubungan dengan
tindakan dihentikan atau dikurangi.
Hal tersebut merupakan proses katabolik, sehingga terbentuk energi yang banyak.
Bila tindakan telah dilakukan, maka proses-proses tersebut kembali kepada keadaan
semula yaitu proses relaksasi/tenang (sebelum adanya stimulus dan niat untuk bertindak).
Pada keadaan tenang ini dapat dikatakan sebagai proses anabolik.
Bilamana tindakan terlaksana sesuai dengan tujuan, motif, dan stimulus yang
dikehendaki, maka akan terjadi fase tenang kembali. Bilamana tindakan belum terlaksana
atau terdapat hambatan, maka proses pra tindakan akan berlangsung terus menerus, dan
sudah jelas akan memerlukan energi serta kewaspadaan. Keadaan pra tindakan ini bilamana
berlangsung lama akan menimbulkan suatu keadaan ketegangan, apalagi bila tujuan tidak
tercapai, maka akan menimbulkan kekecewan (frustrasi), dan akan berubah menjadi tanda
dan gejala secara klinis.
Keadaan tidak terpenuhinya kepuasan atau frustasi pada dasarnya merupakan awal
dari gangguan, bisa sebagai predisposisi ataupun pencetus suatu gangguan. Berbagai
gangguan tersebut dapat muncul dalam bentuk gangguan fisiologis suatu organ, yang
dikenal sebagai gangguan psikofisiologis; dan bila gejala somatik yang menonjol seperti
kelumpuhan dikenal sebagai gejala konversi. Adapun gejala mental emosional yang
menonjol dikenal dengan gangguan mental emosional, dapat bersifat ringan maupun berat.
Kadang motif dan tujuan pada pasien umumnya tidak disadari oleh pasien itu sendiri.
Demikian juga dengan frustrasi yang dialaminya kadang tidak disadari, oleh karena itu
pasien akan jatuh sakit atau terganggu jiwanya.
47
48 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pandangan psikodinamik mengemukakan:
Situasi yang menekan akan menimbulkan kecemasan, rasa gelisah dan kecemasan
(anxiety). Menurut teori ini motif dan tujuan sering kali tidak disadari oleh individu, atau
bisa juga motif dan tujuan diketahui oleh pasien, namun suatu saat timbul pertentangan
yang mengganggu individu, hal ini dikenal dengan kontra-motif. Oleh karena adanya
pertentangan, maka individu akan berusaha untuk menghalau motif tersebut, sehingga
terdapat di alam tidak sadar. Penghalauan ini dikenal dengan mental mekanisme yang
disebut represi. Represi akan menimbulkan kecemasan, yang merupakan tanda adanya
proses tertentu dalam kejiwaan. Individu akan berusaha untuk menghilangkan kecemasan
tersebut, bilamana ia berhasil maka ia akan sehat kembali, namun bila tidak berhasil akan
terjadi gangguan.
Motif Tujuan
Hambatan/rintangan
Individu berusaha untuk mencapai tujuan yang didorong oleh motif tertentu, namun
bila ada hambatan yang kuat, dan motif masih tetap ada, maka individu akan tetap berusaha
untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan perkataan lain individu akan berusaha untuk
mengatasi keadaan menekan tersebut, dan usaha ini kita kenal dengan mekanisme
pertahanan mental.
Mekanisme pertahanan mental merupakan salah satu fungsi kejiwaan yang bertujuan
untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan. Kita mengenal adanya daya tahan tubuh
(imunitas), yang merupakan fungsi pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Contoh,
bila ada bakteri menyerang tubuh seseorang, maka tubuh akan bereaksi dengan
memberikan tanda demam, nyeri dan sebagainya. Selain tanda dan gejala tertentu, terjadi
suatu proses fisiologis, sel-sel darah putih meningkat dan berusaha untuk memakan atau
mengeluarkan bakteri tersebut, dan akan menjaga agar tubuh tetap sehat.
Demikian juga dengan mekanisme pertahanan mental, kita mempunyai berbagai
macam mekanisme pertahanan (mental mechanism atau adjustment mechanism). Pada
dasarnya mekanisme pertahanan mental tersebut berupa: melawan (fight) atau
menghindar/lari (flight) dari masalah yang dihadapinya (perubahan yang terjadi). Namun
karena ada pengaruh dorongan kehendak, lingkungan, dan budaya, maka fight atau flight
48
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 49
tersebut mengalami perubahan atau modifikasi seperti proyeksi, introyeksi, kompensasi,
intelektualisasi, simbolisasi, sublimasi, dan lain sebagainya.
Menurut Freud, mekanisme represi adalah mekanisme pertahanan yang paling sering
digunakan, sedangkan anaknya, Anna Freud dalam tulisannya: The Ego and The
mechanism of Defense; setiap orang baik yang normal maupun terjadi gangguan
menggunakan mekanisme pertahanan yang tertentu dan berulang.
Mekanisme pertahanan mental dapat dikelompokkan menurut derajat kematangan
kepribadian individu, contohnya mekanisme pertahanan mental narsisistik digunakan oleh
anak-anak dan orang yang mengalami psikotik; pertahanan immature terdapat pada remaja
dan gangguan non psikotik. Oleh karena adanya dorongan motif yang terus menerus ada,
dan adanya kehendak mencapai tujuannya, seorang individu akan berusaha mendapatkan
tujuannya itu dengan berbagai cara, agar kecemasannya hilang.
Adapun hambatan yang sering menimbulkan gangguan jiwa adalah yang bersifat
masalah dalam kehidupan dan konflik yang dihadapi individu. Masalah yang dihadapi
individu bersifat pribadi. Masalah yang sama bagi individu tertentu belum tentu jadi suatu
masalah untuk individu lainnya. Jadi hambatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai
penyebab gangguan namun hanya sebagai pencetus saja (precipitating factor).
Apakah yang menyebabkan dua individu yang mengalami masalah atau hambatan
yang sama tapi individu yang satu mendapat gangguan namun yang lainnya tetap sehat?
Setiap individu yang mendapat gangguan memiliki faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hambatan dalam menyelesaikan suatu masalah, yang kita sebut faktor
predisposisi.
49
50 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor predisposisi ini ditentukan oleh:
a. Keadaan fisik individu yang bersifat diturunkan secara genetik serta sebab yang
didapat selama pertumbuhan fisik.
b. Faktor pengalaman selama perkembangan mental dalam kehidupannya.
Formulasi Psikodinamika
Sikap lembut dan penuh kasih atau menimbulkan suatu kondisi yang nyaman dari
orang tua atau pengasuh, akan memberikan respons yang bersifat subyektif. Suatu
rangsangan tertentu akan direspons secara individual, dan akan mungkin berbeda dari
individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga dalam proses tumbuh kembang
50
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 51
kepribadian, orang tua atau pengasuh diharapkan dapat menentukan suatu sikap yang cocok
untuk seorang individu. Dengan demikian dalam praktek atau proses psikoterapi
diperlukan interpretasi pasien tersendiri oleh terapis, sehingga psikodinamika memegang
peranan yang penting dalam proses psikoterapi.
I. Stres
Stres adalah suatu bentuk ketegangan yang terjadi pada fungsi tubuh, secara
fisiologis maupun psikologis. Kita mengenal istilah eustres yakni ketegangan yang masih
dapat diterima secara fisik maupun mental emosional; individu tersebut masih dapat
bertindak secara optimal. Selain itu kita juga perlu mengenal istilah distres, yaitu
ketegangan yang mengakibatkan individu tersebut tidak dapat bertindak secara optimal,
atau bahkan menunjukkan gejala-gejala psikopatologi.
Stresor merupakan rangsangan yang menimbulkan stres, terdapat dalam bentuk fisik
seperti kondisi lingkungan yang penuh polusi, suara yang keras, dan lain sebagainya, atau
bentuk emosi yang muncul karena imajinasi yang negatif. Pada dasarnya stresor merupakan
51
52 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
suatu perubahan. Dalam kehidupan penuh stres tidak dapat dihindarkan, yang menjadi
masalah adalah cara hidup dengan stres tanpa adanya distres.
Proses terjadinya stres, bila kita menghadapi suatu perubahan fisik maupun psikis,
secara sadar atau tidak, tubuh kita akan mengadakan antisipasi, dan selama terjadi
antisipasi tersebut, terjadi suatu perubahan pada sistem saraf, sistem endokrin, sistem
pencernaan, sistem kardiovaskuler, dan sebagainya. Adapun sikap ini bisa berhasil atau
tidak berhasil, serta berbeda dari individu yang satu ke yang lainnya.
Berdasarkan antisipasi tersebut muncul beberapa tahapan dari stres:
Tahap I:
Suatu situasi individu tersebut merasa mempunyai kemampuan yang meningkat, panca
indera menjadi lebih tajam, serta semangat yang meningkat, yang biasanya dapat
berlangsung berbulan-bulan sampai satu-dua tahun. Tahapan ini biasanya menyenangkan
namun tanpa disadarinya bahwa energinya mulai berkurang.
Tahap II:
Dalam tahapan ini, hal yang menyenangkan mulai hilang dan timbul keluhan karena
cadangan energi mulai tidak cukup lagi untuk sepanjang hari dan keluhan yang sering
dikemukakan adalah:
Merasa letih dan lelah sepanjang hari.
Terkadang adanya gangguan dalan sistem pencernaan berupa diare ringan,
perut kembung, tidak nyaman di perut atau disertai jantung yang berdebar,
dan napas mulai terasa sesak.
Tahap ke III, gejala menjadi lebih menonjol:
Sakit perut, mules sering ingin ke toilet.
Otot-otot menjadi terasa lebih tegang.
Perasaan ketegangan semakin meningkat.
Biasanya disertai adanya gangguan tidur.
Badan terasa goyang dengan perasaan seperti mau pingsan.
Tahap ke IV
Tahapan ini menunjukkan keadaan yang lebih buruk lagi yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
Merasa sulit bertahan sepanjang hari.
Hilang minat.
Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi; pergaulan sosial dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
Kesulitan tidur yang berat dan berhari-hari.
52
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 53
Kesulitan fokus.
Perasaan takut dan cemas yang sulit dijelaskan sebabnya.
Tahap ke V.
Tahap ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahap ke IV:
Keletihan dan kelelahan yang berat.
Melakukan pekerjaan yang sederhana saja kurang mampu.
Perasaan takut menjadi panik.
Tahap ke VI.
Tahapan ini biasanya merupakan tahapan puncak dengan gejala yang sangat mengganggu:
Jantung berdebar terasa amat keras.
Napas menjadi sesak dan megap-megap.
Badan gemetar.
Tubuh terasa dingin.
Keringat banyak.
Kadang-kadang terjadi pingsan.
Tak jarang pada tahapan ini yang bersangkutan dibawa ke instalasi gawat
darurat.
Bila kita lihat secara menyeluruh tahapan-tahapan ini menunjukkan gejala-gejala fisik dan
psikis. Pada fisik berupa kelelahan dan psikis berupa gejala depresi dan kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar UI
2. Pedoman Penggolongan Diagnosis gangguan Jiwa III
3. Kaplan Sadock edisi IX
53
54 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 5
SKIZOFRENIA
Irna Permanasari Gani
A. Skizofrenia
Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan menilai realitas.
Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham
menetap, bipolar dengan ciri psikotik, depresi dengan ciri (Sadock et al., 2019).
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Skizofrenia
merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan munculnya disorganisasi, distorsi realita
dan kemiskinan psikomotor. Data epidemiologi menunjukkan bahwa hampir 1% penduduk
dunia menderita skizofrenia, gejala skizofrenia biasanya muncul pada remaja akhir atau
dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara usia 15–25 tahun dan pada perempuan
antara usia 25–35 tahun. Prognosis pada laki-laki lebih buruk bila dibandingkan dengan
perempuan. Setelah umur 40 tahun jarang terjadi skizofrenia (Indonesia, 2018).
Gangguan ini mempunyai prevalensi yang kecil dibandingkan gangguan jiwa
lainnya bahkan dengan penyakit fisik, tetapi mempunyai beban penyakit yang cukup tinggi
dengan perhitungan years of life lost to disability (YLD). Perhitungan YLD tahun 2016,
skizofrenia menempati rangking ke-15, dengan demikian gangguan ini menimbulkan
beban ekonomi kesehatan. Perhitungan YLD biasanya dinilai untuk menghitung global
burden of diseases (GBD). Pada tahun 2017, skizofrenia tidak tercantum dalam rangking
yang tinggi sebagai penyebab beban penyakit, tetapi tetap dinilai sebagai salah satu
penyakit di bidang kesehatan jiwa yang menimbulkan beban ekonomi. Prevalensi psikosis
1,8 per 1000 penduduk menurut Riskesdas 2018 sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil
Riskesdas 2013 yang menyebutkan pevalensi psikosis 1,7 per 1000 penduduk (dengan
metode sama seperti yang disebut di atas 1,5 per 1000 penduduk) (Sri dkk, 2019).
Pedoman untuk menegakkan diagnosis skizorenia adalah DSM-5 (diagnostic and
statistical manual-V). Pada DSM-5 terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk
mendefinisikan skizofrenia. Sampai saat ini belum ada penemuan patognomonik
(pemeriksaan penunjang) untuk skizofrenia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau
deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom (APA, 2013).
54
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 55
B. Tanda dan Gejala
55
56 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
8. Ekolalia : penderita skizofrenia mengulang kalimat-kalimat atau kata-kata
yang baru saja diucapkan seseorang.
9. Asosiasi bunyi (clang association) : penderita skizofrenia memilih kata-kata
mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi
pikirannya.
10. Konkretisasi : pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, memilki
kemampuan berpikir abstraknya yang sangat buruk.
11. Alogia : pasien berbicara sangat sedikit yang tidak disebabkan oleh resistensi
yang disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah
normal tetapi sangat sedikit ide yang dapat disampaikan (miskin isi
pembicaraan)
b. Gangguan Persepsi
Gangguan persepsi ditandai dengan gejala:
1. Halusinasi : paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk pengelihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran (paling
sering suara satu atau beberapa orang) dapat pula berupa komentar tentang pasien atau
peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk
ancaman atau perintah-perintah yang langsung ditunjukkan pada pasien (halusinasi
komando). Suara-suara sering (tetapi tidak selalu) diterima pasien sebagai sesuatu yang
berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-
pikiran mereka sendiri berbicara keras (sering memalukannya atau suara yang
memalukan). Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali fase awal skizofrenia.
2. Ilusi dan depersonalisasi : ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indra terhadap
objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealiasasi
yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat
tidak nyata.
56
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 57
c. Gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering:
1. Afek tumpul atau datar : ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek
tersebut seharusnya diekspresikan, pasien tidak menunjukkan kehangatan.
2. Afek tak serasi : afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan
pikiran dan pembicaraan pasien.
3. Afek labil : dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.
4. Kedangkalan respons emosi sampai anhedonia
57
58 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
e. Gangguan Motivasi
Aktivitas yang disadari sering menurun atau hilang pada orang dengan skizofrenia. Gejala-
gejala gangguan motivasi diantaranya, tidak berkegiatan, hilangnya kehendak, dan
disorganisasi.
f. Gangguan Neurokognitif
Defisit neurokognitif atau intelektual adalah gambaran utama dari gangguan skizofrenia.
Gejala-gejala yang menyertai adalah kurangnya dalam atensi dan performa, fungsi eksekutif,
penurunan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, dan gangguan dalam memori
(termasuk spasial dan verbal) (Ayuningtyas dkk, 2018).
Terdapat dua atau lebih gejala berikut, terjadi secara signifikan dalam kurun waktu
satu bulan (atau kurang bila berhasil diobati). Setidaknya harus terdapat salah satu
gejala dari (1), (2), atau (3):
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Kemampuan bicara kacau (disorganized speech). Contoh: inkoheren atau
frequent derailment/flight of ideas
4. Perilaku katatonik atau grossly disorganized
Selama kurun waktu yang signifikan sejak munculnya gejala, terdapat satu atau
lebih gangguan fungsi di bidang utama seperti pekerjaan, relasi interpersonal,
perawatan diri, jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum terjadinya onset (bila
onset terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja, terdapat kegagalan dalam
mencapai tingkat yang diharapkan dalam interpersonal, akademis, atau fungsi
pekerjaan)
Gejala gangguan yang terjadi terus menerus selama 6 bulan. Selama periode 6 bulan
setidaknya memiliki minimal 1 bulan gejala (atau kurang bila berhasil diobati) yang
memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mencakup periode prodromal atau
residual. Selama periode prodromal atau residual, gejala gangguan yang terjadi
58
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 59
adalah gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada kriteria A
(contoh: odd beliefs, unusual perceptual experiences)
Gangguan skizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan gejala psikotik
tidak dicantumkan karena:
1. Tidak ada episode depresi mayor atau manik yang muncul bersamaan dengan
gejala fase aktif
2. Bila episode mood muncul saat gejala fase aktif, durasi episode yang muncul
minimal daripada total durasi periode aktif dan residual
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misal: penyalahgunaan
obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya
Bila terdapat riwayat gangguan autisme atau gangguan komunikasi saat masa
kanak-kanak, diagnosis tambahan skizofrenia ditegakkan bila terdapat delusi atau
halusinasi yang menonjol. Selain gejala skizofrenia lainnya harus hadir setidaknya
selama 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati) (American Psychiatric
Association, 2013)
D. Diagnosis Banding
E. Etiologi Skizofrenia
Belum ditemukan etiologi yang pasti tentang skizofrenia. Berikut beberapa hasil penelitian yang
dilaporkan;
1. Biologi
Tidak ditemukan gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik pada
penderita skizofrenia. Walaupun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat
(telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling
sering ditemukan adalah pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil dan
59
60 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
terkadang sudah terlihat sebelum munculny penyakit; atropi bilateral lobus
temporal medial dan lebih spesifik yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan
amigdala; disorientasi spasial sel piramid hipokampus; dan penurunan volume
korteks prefrontal dorsolateral. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa semua perubahan ini tampak statis dan merupakan bawaan sejak lahir (tidak
ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasi yang
menunjukkan adanya gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya,
gangguan hipokampus berhubungan dengan gangguan memori dan atropi lobus
temporal memiliki hubungan dengan gejala-gejala negatif pada skizofrenia.
Penemuan lainnya yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal
(CSS), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan transmisi dan pengurangan ukuran
korpus kalosum, limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), pengecilan vermis serebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat dengan
PET), sulit memusatkan perhatian, kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan
QEEG), dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan
benda.
Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden
komplikasi persalinan (prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), lahir pada masa
epidemi influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau
awal musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-
penemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar
biologik dan heterogenitas skizofrenia.(Stahl, Muntner and Grady, 2008)
2. Biokimia
Dua senyawa penting yang dibutuhkan dalam metabolisme otak adalah oksigen dan
glukosa. Sumber energi otak terutama didapatkan melalui proses reaksi glikolisis dan
siklus Kreb (Tri Citric Acid Cycle). Pada keadaan hipoglikemia, jalur utama untuk
memenuhi kebutuhan energi otak adalah TCC (asam glutamat -ketoglutarat). Kerja
banyak saraf diperantarai oleh zat kimia, yang disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter adalah suatu molekul kimiawi yang berfungsi dalam transportasi sinyal
antar sel-sel saraf, sehingga terjadi komunikasi di antara sel saraf dan antara sel saraf
dengan jaringan target. Transportasi sinyal tersebut, baik dari nukleus ke arah sinap
(anterograde transport/AT) maupun sebaliknya dari sinap menuju nukleus (retrograde
transport/RT) dimediasi oleh protein yang berbeda, yaitu kinesin (AT) dan dynein (RT).
Beberapa molekul juga berperan dalam komunikasi sel saraf, namun bukan suatu
neurotransmiter dan lebih tepat disebut suatu neuromodulator (contoh: NO, adenosin,
60
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 61
neurosteroid, poliamin). Berdasarkan komposisi kimianya, neurotransmiter dapat
diklasifikasikan dalam tabel 1 berikut ini (Indonesia, 2015)
2. Sistem Serotonergik
Serabut saraf serotonergik berasal dari nukleus rafe dorsalis batang otak menuju
korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basal, septum dan hipokampus. Di otak,
serabut serotonin atau 5-hydroxytryptamine (5-HT) mempunyai fungsi inhibisi dan fasilitasi.
Contoh banyak bukti yang menunjukkan bahwa 5-HT merupakan pengatur tidur yang
penting, perangsang nafsu makan, temperatur tubuh, metabolisme dan libido. Serotonin juga
menghambat tingkah laku agresif pada mamalia dan reptil. Serabut dari neuron serotonergik
yang menuju suprachiasmatic nucleus (SCN) membantu mengatur siklus sirkadian (siklus
tidur-terjaga, temperatur tubuh dan fungsi sumbu HPA). Serotonin juga memungkinkan atau
memfasilitasi gerakan yang bertujuan dan pelaksanaan tingkah laku berrsama dengan NE
dan dopaminergik (DA).
62
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 63
b) Terjadinya psikosis akut akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi
sukar dibedakan, secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga
memperburuk skizofrenia.
c) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumbens,
dan putamen pada skizofrenia.
63
64 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Gambar 3. Jaras Mesolimbik (Stahl et al., 2008)
64
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 65
Gambar 5. Jaras Mesokortikal Ventromedial Prefrontal Cortex (Stahl et al., 2013)
Penelitian reseptor D1, D5, dan D4, saat ini, tidak banyak memberikan hasil. Teori lain
yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan NE
di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah pemberian obat
65
66 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
yang bersifat antagonis terhadap neurotransmiter tersebut terjadi perbaikan klinik
skizofrenia.
4. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara siknifikan, kompleks
dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas),
skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam
keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada
penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih
sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian
adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia diadopsi, waktu lahir, oleh
keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut
diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia (lihat tabel 2).
5. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke
rumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang
ditempatkan di residensial. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal
bersama keluarga yang hostilitas, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan,
sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (disebut
ekspresi emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh
keluarganya.
66
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 67
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh
pada keluarga-keluarga skizofrenia. komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1956, Beston menggambarkan suatu
karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga
untuk merespons pesan yang bentuknya kontradiksi sehingga membingungkan.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin
disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia (Kartikadewi, 2015).
F. Penatalaksanaan
67
68 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakoterapi harus dilakukan/ ditegaskan dalam 5 tahun permulaan episoda psikosis,
karena pada saat tersebut terjadi pemburukan fungsi psikososial. Pada penggunaan obat
antipsikosis, tujuan yang ingin dicapai adalah “optimal response with minimal side effects”.
Target simptom yang efektif diatasi oleh obat antipsikotik antara lain: agitasi, penyerangan,
permusuhan, halusinasi, delusi, insomnia, anoreksia, kurang dalam pengurusan diri,
negativisme, kadang-kadang penarikan diri. Simptom yang lebih bervariasi atau lebih lambat
diatasi adalah perbaikan motivasi dan kognisi, termasuk insight, judgment, memori, orientasi dan
functional recovery. Hal penting dalam pengobatan adalah menyederhanakan pemberian obat,
efek samping obat dan memastikan bahwa pasien meminum obatnya.
Efek samping
Pengelompokan atas efek samping terbagi atas efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut meliputi akatisia, distonia akut parkinsonism dan
Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM) yang merupakan kondisi emergensi karena dapat
68
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 69
mengancam jiwa. Pada penggunaan APG-I dalam waktu yang lama dapat memungkinkan untuk
terjadinya tardive dyskinesia.
Akatisia: Keadaan yang dirasakan secara subjektif oleh penderita dengan gejala
gelisah, perasaan tidak nyaman, dan merasa harus selalu menggerak-gerakan
tungkai, terutama tungkai bawah.
Parkinsonisme: merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas muka topeng,
bradikinesia, tremor, fenomena roda gerigi, rigiditas, postur tubuh kaku, gaya jalan
seperti robot, dan drooling (tremor kasar tangan seperti sedang membuat pil)
Distonia Akut: munculnya kekakuan dan kontraksi otot secara tiba-tiba, biasanya
mengenai otot lidah, leher, punggung dan wajah.
Sindroma neuroleptik malignansi: merupakan reaksi idiosinkrasi yang sangat
berat dengan gejala utama berupa rigiditas, hiperpiretik, febris tinggi, gangguan
sistem saraf otonom, delirium, kejang-kejang dan koma.
Tabel 3. Beberapa obat untuk efek samping ekstrapiramidal (Amir dkk., 2012)
Nama generik Dosis Waktu paruh Target efek samping
(mg/hari) eliminasi ekstrapiramidal
(mg/hari)
Triheksifenidil 1-15 4 Akatisia, distonia,
hidroklorid parkinsonism
Amantadin 100-300 10-14 Akatisia,
parkinsonism
Propanolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia,
(oral/parenteral) parkinsonism
Penatalaksanaan
Dalam pengobatan skizofrenia terdapat 3 fase, yaitu:
1. Fase akut atau terapi inisial
70
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 71
Zotepin 75-150 tablet (25mg, 50mg)
Penatalaksanaan
Dalam pengobatan skizofrenia terdapat 3 fase, yaitu:
1. Fase akut atau terapi inisial
Dimukai dengan adanya gejala psikotik yang memerlukan penatalaksanaan segera.
70
Gejala fase akut muncul pada episode pertama atau ketika dalam keadaan relaps
skizofrenia. Tujuan terapi pada fase akut yaitu adalah menghilangkan gejala psikotik.
Terapi fase akut diberi segera setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian dosis dimulai
dari dosis anjuran kemudian dinaikkan secara perlahan dan bertahap selama 4-8
minggu, hingga dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala tercapai.
2. Terapi pengawasan atau fase stabilisasi
Setelah fase akut terkontrol, orang dengan skizofrenia (ODS) memasuki fase
stabilisasi. Risiko kekambuhan sangat tinggi pada fase ini, terutama bila obat
dihentikan atau ODS terpapar stresor. Selama fase stabilisasi, fokus terapi adalah
konsolidasi pencapaian terapetik. Dosis obat pada fase stabilisasi sama dengan pada
fase akut. Fase ini berlangsung paling sedikit enam bulan setelah pulihnya gejala akut.
Setelah dosis optimal diberikan, dosis dipertahankan selama 8–10 minggu. Setelah 8-
10 minggu, masuk ke tahap pemeliharaan.
3. Terapi pemeliharaan atau fase stabil
Penyakit pada fase ini dalam keadaan remisi. Target terapi pada fase ini adalah untuk
mencegah kekambuhan dan memperbaiki derajat fungsi Dalam tahap pemeliharaan ini
dosis dapat dipertimbangkan untuk mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh
dosis minimal yang masih dapat dipertahankan tanpa menimbulkan kekambuhan.
Biasanya berlangsung jangka panjang tergantung perjalanan penyakit, dapat sampai
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Diperoleh konsensus bahwa bila kondisi aku
pertama kali maka terapi diberikan sampai 2 tahun. Dan bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali kekambuhan makan terapi diberikan sampai 5 tahun. Bahkan
seumur hidup bila dijumpai riwayat agresifitas berlebihan, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain misalnya bunuh diri atau mencelakakan orang lain.
G. Intervensi Pemulihan
Tatalaksana skizofrenia yang optimal adalah kombinasi antara intervensi medis dengan
intervensi psikososial. Hasil penelitian menunjukkan adanya intervensi psikososial memiliki
manfaat dalam mengurangi kebutuhan rawat kembali di rumah sakit, meningkatkan kapasitas
fungsional, menurunkan frekuensi kekambuhan, mengurangi penderitaan akibat gejala-gejala
penyakitnya, memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan berkeluarga. Intervensi psikososial
melibatkan ODS dan keluarganya sedini mungkin. Namun, hendaknya disesuaikan dengan fase
perjalanan penyakitnya. ODS dan keluarga diajak untuk memahami perjalanan penyakit,
71
72 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
perkembangan gejala, dan menyusun harapan yang lebih realistik untuk kehidupan dan masa
depannya.
Intervensi psikososial adalah proses untuk memberikan kesempatan kepada individu
dalam meraih tingkat kemandiriannya secara optimal di komunitas. Sekarang ini intervensi
psikososial dikembangkan dengan cara mengadaptasi konsep dan pendekatan RECOVERY.
Pendekatan RECOVERY merupakan suatu metode pendekatan yang melihat proses pemulihan
sebagai sebuah perjalanan penyembuhan dan transformasi yang memampukan orang dengan
masalah kesehatan jiwa (ODGJ) untuk hidup secara bermakna di masyarakat berdasarkan
pilihannya dan mencapai potensi yang dimilikinya.
Sejak awal ODS dan keluarga diajak untuk bekerja sama dalam menyusun rencana
tatalaksana dan target pemulihan yang realistis dan mungkin dicapai. Berdasarkan tujuannya,
intervensi memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
Tabel 5. Kategori dan Nama Intervensi Pemulihan pada Pasien dengan Gangguan Jiwa
atau skizofrenia (Morin dan Franck, 2017)
Kategori Intervensi Nama Intervensi
Melatih adaptasi Hospitality
Terapi olahraga
Cognitive Adaptation Training (CAT)
Rekreasi Kemandirian melalui Akses Masyarakat dan
Navigasi (I-CAN)
Intervensi pemulihan pelatihan khusus yang
dipandu sesuai analisis sistematis dari seri
Merubah Pikiran dan Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Perilaku Treating Depression Downhill (TDD)
Seni Terapi seni
Tearpi musik kelompok
Kolaborasi Tim Illness Management and Recovery (IMR)
Kesehatan Jiwa Graduated Recovery Intervention Program
(GRIP)
Model perawatan kolaboratif yang dipimpin
oleh perawat
Perawatan kolaboratif berbasis komunitas
72
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 73
The Health and Recovery Peer
73
74 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
H. Prognosis
Skizofrenia merupakan gangguan kronis. Pasien secara berangsur-angsur menjadi
semakin menarik diri, kemudian menjadi tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien dapat
mempunyai waham dengan tingkatan ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas (samar-
samar). Seiring dengan berjalannya waktu, sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik
hilang dengan berjalannya waktu. Namun, pasien secara kronik membutuhkan perlindungan
atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun di dalam rumah sakit jiwa.
Keterlibatan dengan hukum akibat pelanggaran ringan kadang-kadang terjadi (misalnya,
menggelandang, mengganggu keamanan), sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat dan
sebagian kecil pasien menjadi demensia. Prognosis penderita skizofrenia secara keseluruhan
memiliki harapan hidupnya pendek, terutama akibat bunuh diri, kecelakaan, dan
ketidakmampuannya merawat diri.
Sebelumnya, skizofrenia dibedakan menjadi skizofrenia proses (terjadi secara perlahan
dan perjalanannya bersifat kronik deteriorasi) dan skizofrenia reaktif (memiliki onset yang cepat
dan prognosis yang lebih baik). Skizofrenia juga dibedakan menjadi gejala positif (waham,
perilaku aneh, halusinasi, dll) yang berefek terhadap pemberian antipsikotik konvensional, dan
gejala negatif (miskin pembicaraan, afek datar, penarikan diri dari sosial, anhedonia, dll) tidak
memiliki efek terhadap pemberian antipsikotik konvensional (memiliki respon yang lebih baik
terhadap obat antipsikotik baru)
Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi (hebefrenik) secara umum
mempunyai prognosis yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai
prognosis baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat atau hidup
dalam keluarga yang tidak harmonis.(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019)
Tabel 6. Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk skizofrenia (Sadock,
Sadock and Ruuiz, 2019)
Prognosis baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset yang jelas
Riwayat sosial seksual dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama gangguan Perilaku menarik diri, aufistik
depresif) Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
Menikah Riwayat keluarga skizofrenia
Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang buruk
Sistem pendukung yang baik Gejala negatif
74
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 75
Gejala positif Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. fifth edit, Principle-Based Stepped Care and Brief Psychotherapy for Integrated
Care Settings. fifth edit. doi: 10.1007/978-3-319-70539-2_23.
2. Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M. and Rayhani, M. (2018) ‘Analisis Situasi Kesehatan Mental
Pada Masyarakat Di Indonesia Dan Strategi Penanggulangannya’, Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(1), pp. 1–10. doi: 10.26553/jikm.2018.9.1.1-10.
3. Barch, D. (2006) ‘Cognitive and Affective Neuroscience of Psychopathology’. Available at:
https://books.google.co.uk/books?id=boyhMgAACAAJ.
4. Efendi, S. and Nugraha, M. A. (2019) ‘Intervensi Pemulihan Psikososial untuk Pasien dengan
Gangguan Jiwa atau Skizofrenia’, pp. 108–118.
5. Idaiani Sri, Yunita, I. and Tjandrarini, D. H. (2019) ‘Prevalensi Psikosis di Indonesia
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar The Prevalence of Psychosis in Indonesia based on Basic
Health Research’, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(1), pp. 9–
16.
6. Indonesia, F. K. U. (2018) Buku Ajar Psikiatri. Edisi keti. Edited by S. D. Elvira and G.
Hadisukanto. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Indonesia, M. K. R. (2015) ‘Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa’, 49(23–6).
8. Kartikadewi, A. (2015) Buku Ajar Sistem Neurobehaviour.
9. Maslim, R. (2013) Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III, Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5.
10. Parwita, D. O., Sukamto, A. S. and Nyoto, R. D. (2016) ‘Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Kejiwaan Skizofrenia Menggunakan Metode Tsukamoto’, Jurnal Sistem dan Teknologi
Informasi, 1(1), pp. 1–6.
11. Program Studi Pendidikan Dokter Udayana (2017) Buku Panduan Belajar Koas Ilmu
Kedokteran Jiwa.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/90e58bdb1609ff9f42d2f7f794397ab4
.pdf.
12. Rosalia Diah Indra Lasgita (2016) ‘Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia’, 2, pp. 9–22.
13. Sadock, B., Sadock, V. and Ruuiz, P. (2019) Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,
Journal of Chemical Information and Modeling. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
14. Stahl, S. M., Muntner, N. and Grady, M. M. (2008) StahFs Essential Psychopharmacolo
Neuroscientific Basis and.
15. World Health Organization (2016) ‘International statistical classification of diseases and
related health problems, 10th revision (ICD-10), Fifth version’, World Health Organization, 1,
pp. 332–345. Available at: http://www.who.int/classifications/icd/icdonlineversions/en/.
75
76 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 6
PSIKOTROPIK
Sugiarto Puradisastra
A. Definisi Psikotropik
Obat yang memengaruhi fungsi psikik tingkah laku dan pengalaman (WHO, 1966).
Yang termasuk psikotropika/psikoaktif adalah obat yang digunakan untuk terapi kelainan
psikiatrik dan zat psikotoksik. Zat psikotoksik antara lain:
Obat yang mudah disalahgunakan: opioid, sedatif, stimulan.
Produk alam yang populer di masyarakat: tembakau, mariyuana, halusinogen
(LSD).
Obat-obat dengan efek samping psikiatrik: anti hipertensi, sedatif, stimulan,
glikosida jantung.
Psikofarmakologi:
Khusus mempelajari psikofarmaka/psikotropik.
Berkembang sejak ditemukannya rawolfia dan klorpromazin yang efektif
mengobati kelainan psikiatrik.
76
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 77
1953 : Courvoisier: efek CPZ sebagai gangliolitik, adrenolitik, antifibrilasi, anti edem,
antipiretik, anti syok, antikonvulsi, dan antiemetik.
1954 : Berger: meprobamate sebagai anti ansietas.
1957 : Sternbach: klordiazepoxid.
Berger: meprobamate sebagai anti ansietas.
1957 : Sternbach: klordiazepoxid.
Pikiran / Thought
EGO
Tingkah Laku
Emosi/Mood / Behaviour
B. Kelainan Psikiatris
Neurose:
Dunia realitas masih ada, ∆ disharmoni
Yang dirasakan mengganggu: penderitaan dan ketidakmampuan
o Pikiran : obsesi, ketakutan irasional
o Emosi : ansietas, panik, depresi
o Tingkah laku : kompulsi, histeri
Psikosis: ∆ disintegrasi
Adalah sejumlah gangguan mental yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk
membedakan antara realitas dan bukan, ditandai dengan adanya delusi (keyakinan yang
salah); halusinasi biasanya auditorik atau visual; dan disorganisasi dalam berpikir dengan
kesadaran yang tidak terganggu (Meyer, 2018).
77
78 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tidak ada insight terhadap penyakitnya/tidak merasa sakit dan mengalami keadaan delusi
dan halusinasi (Baldessarini dan Tarazi, 2001; Batista, 2018).
.
Gambar 2. Bagan klasifikasi Psikosis (Baldessarini dan Tarazi, 2001).
Skizofrenia:
Etiologi tidak diketahui, ada peran genetik dan faktor luar/environment, termasuk
kelainan perkembangan saraf seperti defek proliferasi dan migrasi neuron, perubahan
ekspresi reseptor, dan kelainan mielinisasi.
Perubahan struktur yang terlihat adalah ventrikel otak membesar, korteks atrofi,
penurunan sinaps di korteks prefrontal, serta perubahan struktur neokortek, limbik, dan
subkortek. Cerebral blood flow dan penggunaan glukosa di korteks prefrontal menurun.
Penelitian menunjukkan terdapat perubahan ekspresi/ fungsi beberapa reseptor
seperti dopamin (DA), serotonin (5-HT), asetilkolin (ACh), dan glutamat (Baldessarini dan
Tarazi, 2001).
Hipotesis Dopamin:
Neurotransmiter dopamin berlebihan di forebrain (sistem limbik/korteks serebri).
Pemberian kronis amfetamin (meningkatkan pelepasan dopamin) dan L-dopa
(meningkatkan aktivitas dopaminergik) menginduksi perilaku psikosis. Antagonis
dopamin di daerah tertentu di otak menimbulkan berbagai efek/efek samping, antara lain
(Baldessarini dan Tarazi, 2001; Batista, 2018):
mesolimbik dan mesiofrontal : menimbulkan efek antipsikosis
nigrostriatal : efek samping parkinsonisme
78
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 79
tuberoinfundibular/ hipofisa : efek samping hiperprolaktinemia
medulari-periventrikuler : menimbulkan perilaku makan
Reseptor dopamin ada 5 jenis: D1 dan D5 merangsang adenilatsiklase, sedangkan D2, D3,
dan D4 menghambat adenilatsiklase. Efektivitas neuroleptik tipikal karena penghambatan
terhadap reseptor D2 di mesolimbik. Neuroleptik atipikal seperti Klozapin mempunyai
afinitas tinggi terhadap reseptor D4 sehingga efek samping ekstrapiramidalnya lebih
ringan (Baldessarini dan Tarazi, 2001).
Hipotesis Serotonin
Halusinogen lysergic acid diethylamide (LSD) dan mescaline merupakan agonis
serotonin. Perangsangan reseptor 5-HT2A dan mungkin 5HT2C menimbulkan efek
halusinogen tersebut. Penghambatan reseptor 5-HT2A merupakan dasar mekanisme kerja
obat antipsikotik generasi 2.
Perangsangan reseptor 5-HT2A menyebabkan pelepasan dopamin, norepinefrin,
glutamat, GABA, dan asetilkolin di korteks, area limbik, dan striatum (Batista, 2018).
79
80 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Klasifikasi Psikotropika
Tabel 1. Obat Antipsikotik dan jenis reseptor yang dihambat (Baldessarini dan Tarazi,
2001; Meyer, 2018; Rey, 2015)
Antipsikotik Penghambatan reseptor
Klorpromazin D2, 1, H1, M1 (1 = 5-HT2A > D2 >D1)
Haloperidol (D2 >1> D4>5-HT2A> D1>H1)
Klozapin D2, D1, D4, 5-HT2A, 5-HT6, 5-HT7, 1, 2, H1, M1 (D4>1>5-
HT2A > D2=D1)
Olanzapin D2, D1, D3, D4, 5-HT2A, 5-HT3, 5-HT6, , 1, H1, M1 (5-
HT2A>H1>D4>D2>1> D1)
Aripripazol (D2=5-HT2A > D4>1= H1>> D1)
Risperidon D2, 5-HT2A, 1, 2, H1
Quetiapin D2, 5-HT2A, 1, 2, H1 (H1>1> M1,3> D2>5-HT2A)
Sertindol D2, D1, 5-HT2A, 1,
Ziprazidon D2, 5-HT1A, 5-HT2A, 5-HT2C, 5-HT1D, 1
81
82 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Mekanisme kerja obat antipsikotik (Batista, 2018; Meyer, 2018; Rey, 2015):
1. Antagonisme dopamin
Semua obat antipsikotik yang efektif mempunyai aktivitas modulasi reseptor D2
dopamin. Penurunan transmisi dopaminergik terjadi melalui salah satu dari dua
mekanisme, yaitu antagonis D2 atau agonis parsial D2. Golongan tipikal bekerja antagonis
reseptor D2, sehingga pendudukan 78% reseptor D2 di striatum nenimbulkan efek samping
ekstrapiramidal (EPS). Golongan atipikal seperti Aripripazol berefek dua-duanya, yaitu
antagonis D2 dan parsial agonis D2, sehingga EPS baru timbul pada pendudukan reseptor
D2 di striatum sekitar 80-95%. Sifat intrinsik agonis ini memungkinkan berjalannya
impuls postsinaps di bawah ambang timbulnya EPS.
2. Aktivitas penghambatan reseptor serotonin
Sebagian besar obat antipsikotik generasi kedua bekerja melalui penghambatan
reseptor serotonin, terutama reseptor 5HT2A. Contohnya adalah klozapin yang mempunyai
efek antagonis lemah reseptor D2, tetapi efek antagonis kuat terhadap reseptor 5HT 2A.
C. Antipsikotik Tipikal
Klorpromazin (CPZ)
Prototipe
CPZ: 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin
Gambar 4. Struktur kimia Fenotiazin dan Klorpromazin (Baldessarini dan Tarazi, 2001).
82
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 83
Sedasi timbul pada permulaan pengobatan dan sering terjadi toleransi disertai sikap acuh
tak acuh terhadap rangsang/lingkungan.
2. Efek anti psikotik
Pemberian CPZ pada penderita psikosis menyebabkan:
Agitasi, sifat agresif/impulsif: menurun
Penarikan diri/Autisme: menurun, dan pasien menjadi lebih komunikatif dan
responsif.
Setelah beberapa hari: halusinasi, delusi, pikiran inkoheren, disorganisasi menurun
3. Efek antiansietas
a. Aktivitas motorik: aktivitas motorik spontan menurun
b. Efek terhadap proses tidur: menormalkan gangguan tidur
c. Terhadap C.N.S.:
Korteks: antagonis dopamin di daerah mesiofrontal dan temporal dalam korteks
serebri (limbik)
E.E.G.: sinkronisasi (frekuensi melambat, variasi menurun)
Gel α & β menurun, teta & delta meningkat
Ambang kejang menurun: terutama CPZ/fenotizin alifatik, sedangkan golongan
piperazin lebih aman
Ganglia basal: Hambatan transmisi dopamin menimbulkan gejala
extrapiramidal (parkinsonisme)
Hipotalamus: menghambat:
Prolactin release inhibiting hormone (PRIH), GH, dan CRH.
Penghambatan PRIH menyebabkan peningkatan Prolaktin yang menyebabkan
galactorrhea dan peningkatan risiko Ca. mammae.
Pada hipotalamus, CPZ juga berefek antipiretik/poikilothermic effect
Batang otak:
o Menekan refleks vasomotor: menyebabkan hipotensi
o Pada respirasi: efeknya hanya sedikit.
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), pada dosis rendah berefek anti emetik,
kecuali: Tioridazin
Medulla spinalis: efek depresi dapat diabaikan
Saraf perifer: berefek anestesi lokal
Susunan saraf otonom:
o Blokade kolinergik perifer CPZ: miosis, yang lain: midriasis
o Blokade α. Adrenergik konstipasi dan hambatan ejakulasi
(sering terjadi pada Tioridazin)
83
84 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
d. Sistem endokrin: menghambat
Prolaktin R.I.H: kecuali klozapin
Gonadotropin/estrogen dan progesteron: menstruasi, ovulasi
Kortikotropin
G.H
Hormon neurohipofisis
e. Ginjal: Efek diuretik lemah (menghambat ADH dan reabsorpsi air) dan
meningkatkan renal blood flow.
f. Terhadap kardiovaskuler, menyebabkan:
Hipotensi ortostatik: terutama CPZ dan Tioridazin
(Piperazin, Haloperidol, Loxapin, Molindon: kurang berefek hipotensi
ortostatik)
Inotropik (-)
Vasodilatasi
Anti aritmia/Quinidine like action
g. Hepar: Obstructive jaundice merupakan reaksi hipersensitif terhadap obat.
84
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 85
Gangguan ekstrapiramidal ada enam jenis: empat jenis terjadi sewaktu
minum obat, dan dua jenis lainnya terjadi setelah beberapa bulan/tahun.
Blood dyscrasia berupa leukositosis ringan, leukopeni, eosinofilia,
sedangkan agranulositosis jarang terjadi.
Adaptasi terhadap suhu menurun: mudah terjadi hipotermi/heat stroke
Jaundice
Reaksi kulit seperti urtikaria/dermatitis
Pigmentasi abnormal (blue-gray)
Kelainan mata:
- epithelial keratoplasty, kekeruhan kornea
- pigmentary retinopathy
Kelainan metabolik: kolesterol meningkat
Kontra Indikasi (Baldessarini dan Tarazi, 2001): Pemakaian untuk mengatasi withdrawal
barbiturat/nonbarbiturat/alkohol/opioid, dapat menimbulkan kejang.
Sediaan (Baldessarini dan Tarazi, 2001):
CPZ: tab 25 mg, lar. 25 mg/cc
Perfenazin: tab 2 dan 4 mg
Tioridazin: tab 25 mg
Flufenazin: tab 1 mg, DOA: 24 jam
85
86 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakodinamik:
SSP:
- menenangkan
- efek sedatif lebih ringan dibandingkan dengan CPZ
- E.E.G dan penurunan ambang kejang mirip CPZ
- Menghambat muntah, mirip dengan apomorfin
Kardiovaskuler: hipotensi lebih jarang dan lebih ringan
Sistem endokrin: seperti CPZ
Farmakokinetik:
Absorpsi oral baik, ekskresi lambat.
Efek samping:
reaksi ekstrapiramidal, depresi, kelainan darah seperti leukopenia,
agranulositosis
ikterus jarang terjadi
Indikasi:
Psikosis dalam keadaan mania yang tidak dapat diberi CPZ
Sindroma Gilles de La Tourette.
D. Antipsikotik Atipikal
86
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 87
Klozapin (Baldessarini dan Tarazi, 2001; Meyer, 2018)
Klozapin adalah antipsikotik atipikal pertama yang merupakan derivat dibenzodiazepin.
Farmakodinamik:
Mekanisme kerja: Klozapin mempunyai efek antagonis lemah reseptor D2,
tetapi efek antagonis kuat terhadap reseptor 5HT 2A. Penghambatan reseptor
5HT2A memungkinkan pelepasan dopamin di mesokortikal dan nigrostriatal.
Klozapin dan metabolitnya desmetil klozapin juga memengaruhi banyak
reseptor lain, seperti antagonis dan agonis terhadap subtipe reseptor
muskarinik dan antagonis terhadap reseptor D4. Olanzapin dan Quetiapin
juga menunjukkan selektivitas yang sama. Olanzapin, risperidon dan
ziprasidon menghambat reseptor D4, 5-HT2C dan 5-HT2A.
Klozapin dan olanzapin meningkatkan aliran darah regional di korteks serebri
sehingga memperbaiki fungsi kognitif seperti memori kerja dan perhatian.
tidur tipe REM meningkat
meningkatkan turn over rate dopamin
reaksi ekstrapiramidal sangat ringan, kadar prolaktin tetap normal
Farmakokinetik:
Absorpsi per oral sangat baik dan cepat, ekskresi melalui urin dan feses
Efek samping:
terutama agranulositosis (6-18 minggu setelah pengobatan), sehingga terapi
tidak boleh diberikan lebih dari 6 minggu
lain-lain: hipotermia, takikardi, sedasi, pusing, hipersalivasi.
Indikasi:
1. Psikosis dan schizofren yang disertai gejala +/iritabilitas maupun -/social
disinterest
2. Refrakter pada obat lain. Pada kasus skizofren yang refrakter, respon
kesembuhan antipsikotik tipikal 0%, obat baru 10%, klozapin sekitar 60%.
3. Penderita yang mengalami gejala ekstrapiramidal berat dengan obat lain,
tetapi hati-hati terhadap agranulositosis.
87
88 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
E. Efek Samping Obat Antipsikotik (Baldessarini dan Tarazi, 2001)
Antipsikotik tipikal
Gejala ekstrapiramidal dan tarditive dyskenesia
Hiperprolaktinemia
Sedasi
Berat badan meningkat sedang
Sindroma neuroleptik maligna
QT interval memanjang, risiko aritmia ventrikel (Tioridazin)
Antipsikotik atipikal
DM (semua, terutama olanzapin dan klozapin)
Hiperkolesterolemia (olanzapin, sedikit quetiapin)
Sedasi
Kejang dan agranulositosis (klozapin)
Hiperprolaktinemia (risperidon)
Berat badan meningkat sedang sampai berat (klozapin, olanzapin)
QT interval memanjang, risiko aritmia ventrikel (ziprasidon)
DAFTAR PUSTAKA
1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10 th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.
88
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 89
90 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 7
FARMAKO: OBAT-OBAT ANTIDEPRESI
Sugiarto Puradisastra
A. Depresi
Pada penduduk Amerika, depresi merupakan gangguan serius yang dialami oleh 14 juta
orang setiap tahun. Angka kejadian depresi di Amerika sekitar 16% (21% pada perempuan dan
13% pada laki-laki), atau lebih dari 32 juta orang. Kemurungan merupakan masalah yang tidak
dapat dihindarkan. Perasaan murung/sedih merupakan reaksi normal setelah kita kehilangan
sesuatu / mengalami kejadian buruk, namun kalau perasaan murung berlangsung terus menerus
/ sering timbul, hal ini merupakan gejala depresi (Baldessarini and Tarazi, 2001).
Gangguan depresi mayor dapat didiagnosis bila depresi mood dialami hampir sepanjang
waktu, minimal selama 2 minggu. Gejala lainnya adalah gangguan tidur, penurunan nafsu makan
dan penurunan fungsi kognitif serta kehilangan energi (Batista, 2018).
Gejala depresi mayor:
1. Tidak gembira, perasaan sedih / murung tiap hari
2. Mudah menangis
3. Proses mental melambat / konsentrasi hilang atau susah berkonsentrasi, mengingat
/ membuat keputusan
4. Pesimis, cemas, agitasi
5. Perubahan fisik: gangguan tidur: insomnia/ tidur terlalu banyak, nafsu makan:
hilang/ anoreksia makan terlalu banyak, berat badan menurun, penurunan tenaga
dan libido, rasa lelah, lemah, siklus sirkardian hormon berubah
6. Niat bunuh diri, 15% melakukan usaha bunuh diri
7. Kehilangan semangat beraktivitas apapun juga hobi
8. Tidak ada gairah untuk kumpul dengan teman-teman
9. Merasa tidak berguna, bersalah, tidak berdaya / putus asa
10. Gelisah dan tidak tenang
11. Kadang-kadang disertai gejala fisik lain: sakit kepala, sakit perut, sakit punggung,
kalau tidak ada sebab lain, maka merupakan depresi (terselubung) (Baldessarini and
Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Patofisiologi depresi major sebelumnya adalah penurunan fungsi atau jumlah
neurotransmiter monoamin (hipotesis monoamin). Saat ini, yang berperan utama
89
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 91
adalah faktor neurotropik dan endokrin (hipotesis neurotropik), yaitu penurunan brain-
derived neurotrophic factor (BDNF) di daerah korteks seperti hipokampus (Batista,
2018). Pemberian obat antidepresi menyebabkan berkurangnya keadaan depresi a.l.
perbaikan suasana hati seperti aktivitas fisik meningkat, kewaspadaan mental,
perbaikan nafsu makan, dan perbaikan pola tidur (Baldessarini and Tarazi, 2001).
B. Farmakoterapi Depresi
90
92 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors (SSRIs)
Mekanisme kerja:
SSRI menghambat ambilan kembali serotonin sel syaraf, menurunkan transporter
serotonin (SERT) yang akan meningkatkan kadar serotonin dalam celah sinaps (5HT1A,
5HT7 di nucleus raphe, 5HT1D di terminal serotonin) sehingga meningkatkan aktivitas
neuron paska sinaps.. Reseptor 5HT2A paska sinaps menurun dan berefek antidepresan.
Obat antidepresan termasuk SSRI memerlukan waktu 2 minggu untuk perbaikan mood dan
diperlukan 12 minggu atau lebih untuk mencapai hasil maksimal. Pada orang normal obat
ini tidak menyebabkan perangsangan SSP atau meningkatkan mood (Baldessarini and
Tarazi, 2001;Donnel et al., 2018).
Farmakokinetik
SSRI diabsorbsi dengan baik pada pemberian secara oral dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Sertralin mengalami metabolisme lintas pertama, sedangkan yang lain tidak.
SSRI mempunyai waktu paruh antara 16-36 jam, dengan Fluoxetine yang paling panjang
(50 jam). Metabolisme oleh CYP2D6 dan konyugasi glukuronat dan sulfat. Ekskresi
tgerutama melalui ginjal, paroxetine dan sertraline, juga melalui feses.Pada orang tua,
metabolisme Escitalopram dan Citalopram oleh CYP menurun, sehingga dosis
pemberiannya harus diperhatikan mood (Baldessarini and Tarazi, 2001;Donnel et al.,
2018).
91
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 93
Indikasi
Indikasi utama SSRI adalah depresi, sedangkan indikasi lain adalah untuk gangguan
obsesi kompulsi, gangguan dengan panik, ansietas umum, disforia premenstruasi dan
bulimia nervosa.
Efek Samping
Meskipun efek samping SSRI lebih sedikit dibandingkan dengan ADT atau
penghambat MAO, tetapi dapat terjadi gangguan GIT (5HT3), insomnia (kecuali
paroxetine: sedatif), ansietas meningkat, iritabilitas, kelemahan (5HT2), disfungsi seksual
dan interaksi obat. Disfungsi seksual yang terjadi (5HT2 spinal) adalah hilangnya libido,
ejakulasi tertunda dan anorgasme, terutama paroxetine. Terapi disfungsi seksual akibat
SSRI adalah mengganti obat dengan Bupropion atau Mirtazapine, mengurangi dosis, atau
diberi sildenafil, vardenafil atau tadalafil. Penggunaan pada anak-anak dan dewasa muda
harus hati-hati karena dapat memperberat gejala depresi sampai usaha bunuh diri.
Overdosis fluoksetin dapat menimbulkan kejang, tetapi tidak menimbulkan aritmia
jantung. Semua SSRI berpotensi menimbulkan sindrom serotonin yang ditandai dengan
hipertermia, rigiditas otot, mioklonus dan perubahan mental serta tanda vital bila
digunakan bersama dengan penghambat MAO mood (Baldessarini and Tarazi,
2001;Donnel et al., 2018).
SNRI efektif untuk pengobatan depresi yang tidak berhasil dengan SSRI, dengan
menghmbat reuptake 5HT dan NE menurunkan ekspresi SERT & NET, juga untuk
gangguan anxietas. Depresi juga sering diikuti dengan nyeri neuropatik seperti nyeri
punggung dan nyeri otot yang tidak efektif diobati dengan SSRI. Di dalam SSP, nyeri ini
sebagian dimodulasi oleh serotonin dan norepinefrin. SNRI dan ADT efektif untuk
menghilangkan nyeri neuropatik, tetapi SNRI tidak bekerja pada reseptor adrenergic,
muskarinik dan histamine, sehingga efek sampingnya lebih sedikit. Golongan ini
mencakup Venlafaxine, Desvenlafaxine, Duloxetine, Milnacipran dan Levimilnacipran.
Cara kerja sama, meningkatkan 5HT1A dan 5HT1D, menurunkan reseptor 5HT2A, paska
sinaps. Pada noradrenergic menurunkan ekspresi gen yang mempengaruhi BDNF dan
TRK-B (tyrosine receptor kinase-B) mood (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al.,
2018).
92
94 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
a. Venlafaxine
Venlafaxine merupakan inhibitor poten reuptake serotonin dan inhibitor terhadap
reauptake dopamine ringan. Pada dosis tinggi juga menghambat reuptake norepinefrin.
Kecepatan remisinya sedikit lebih baik dari SSRI. Hambatan Venlafaxine terhadap enzim
sitokrom P-450 minimal, waktu paruh sekitar 11 jam. Efek samping yang sering adalah
nausea, dizziness, insomnia, sedasi dan konstipasi. Pada dosis tinggi dapat meningkatkan
tekanan darah. Penggunaan off-label adalah untuk mengatasi autism, hot flashes, sindroma
nyeri, gangguan disforik premenstruasi dan PTSD mood (Baldessarini and Tarazi, 2001;
Donnel et al., 2018).
b. Duloxetine
Duloxetine menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin pada semua dosis.
Absorbsi obat terganggu oleh adanya makanan. Dalam darah terikat kuat oleh protein
plasma. Metabolisme terjadi di hepar, dan Duloxetine tidak boleh diberikan bila terdapat
insuffisiensi hepar. Ekskresi melalui ginjal sehingga tidak dianjurkan pada penyakit ginjal
stadium akhir. Waaktu paruh 12-15 jam, diberikan sekali sehari. Efek samping paling
sering adalah nausea, mulut kering dan konstipasi, dapat terjadi insomnia, dizziness,
ngantuk berkeringat, serta disfungsi seksual, jarang diare dan vomiting. Duloxetine
dianjurkan untukdepresi dengan anxietas, fibromyalgia dan nyeri neuropatikMilnacipran
dan levomilnacipran pada pemberian oral absorbsinya baik, eksresinya sebagian besar
dalam bentuk tidak berubah (Baldessarini and Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
Golongan ini merupakan kelompok campuran yang bekerja pada beberapa tempat.
Kelompok ini antara lain trazodon, nefazodon, bupropion, mirtazapin, dan mianserin. Obat
ini tidak lebih efektif dibandingkan dengan anti depresan trisiklik (ADT) atau SSRI, tetapi
mempunyai profil efek samping yang berbeda (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et
al., 2018).
93
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 95
mendapat peringatan dari FDA karena hepatotoksik yang dapat fatal (Baldessarini and
Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
b. Mirtazapine dan Mianserin
Obat bekerja dengan menghambat reseptor 5-HT2 dan α2 adrenergik serta berefek
sedatif karena aktivitas antihistamin poten (menghambat reseptor H1) sehingga
menguntungkan untuk pasien depresi dengan insomnia. Mitazapine tidak berefek
antimuskarinik seperti ADT atau menimbulkan gangguan fungsi seksual seperti SSRI,
hanya meningkatkan nafsu makan dan menambah berat badan (Baldessarini and Tarazi,
2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
c. Bupropion
Bupropion sruktur mirip amfetamin yang bekerja merangsang neurotransmisi
noradrenergik dan dopaminergik melalui penghambatan NET dan DAT. Waktu paruh
singkat sehingga diperlukan pemberian dosis lebih dari satu kali. Sifat unik adalah
bupoprion dapat mengurangi adiksi terhadap nikotin pada perokok. Efek samping pada
dosis tinggi adalah mulut kering, berkeringat, tremor dan kejang (Baldessarini and Tarazi,
2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
Golongan antidepresan pertama yang disintesis pada tahun 1940 adalah imipramin, dan
pada tahun 1948 digunakan sebagai anti depresi. Saat ini ADT tidak digunakan sebagai lini
pertama terapi depresi mengingat banyaknya efek samping yang serius. ADT digunakan hanya
bila SSRI atau SNRI tidak berefek (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Obat-obat anti depresi trisiklik berbeda dalam potensi dan selektivitas hambatan
ambilan kembali amin biogenik, sehingga efeknya berbeda: terhadap dopamin berefek
stimulasi, terhadap 5-HT berefek sedatif dan anti depresi, sedangkan terhadap norepinefrin
berefek anti depresi (Baldessarini and Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
94
96 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakodinamik Anti Depresan Trisiklik
Mekanisme Kerja Anti Depresi Trisiklik terutama menghambat ambilan kembali
amin biogenik / neurotransmiter di terminal saraf / di otak (antagonis SERT dan NET),
sehingga terjadi potensiasi amin (norepinefrin, serotonin). ADT juga menghambat reseptor
histamine H1, 5HT2, α1 adrenergik, dan reseptor muskarinik, yang menyebabkan
terjadinya efek samping (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Sebagian efek anti depresi ADT mirip promazin, dengan prototipe adalah
Imipramin. Pengaruh pada SSP, pada orang normal menimbulkan rasa ngantuk, lelah,
perasaan tidak bahagia, perasaan tidak menyenangkan, meningkatkan rasa cemas, sukar
berkonsentrasi dan berpikir (mirip CPZ). Sebaliknya pada orang depresi Proses tidur
menjadi normal karena adanya efek sedatif (terutama amitriptilin, klomipramin), bangun
malam menurun, waktu fase 4 meningkat, waktu REM menurun dan peningkatan mood
setelah 2-3 minggu. Pada susunan syaraf otonom karena hambatan transport norepinefrin
dan antagonis muskarinik serta α1 adrenergik, maka akan timbul mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi dan retensi urin, yang terkuat adalah amitriptilin, sedangkan yang
terlemah adalah maprotilin dan trazodon. Pada kardiovaskuler menyebabkan hipotensi
postural, aritmia, sinus takikardia dan depresi konduksi jantung (trazodon minimal)
(Baldessarini and Tarazi, 2001).
Farmakokinetik:
Absorpsi baik sekali, terikat kuat pada protein plasma dan jaringan, metabolisme
di hepar, dengan oksidasi dan konjugasi, dan ekskresi melalui urin sampai 1 minggu
setelah obat dihentikan. Waktu paruh panjang, dapat diberikan dengan dosis sau kali sehari
(Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Indikasi
Saat ini ADT digunakan dengan hati-hati karena dapat menginduksi terjadinya
aritmia dan masalah kardiovaskuler serius. Amin tersier seperti amitriptilin dan doxepin
pada dosis rendah sering digunakan untuk terapi insomnia dan beberapa kondisi nyeri,
terutama amitriptilin digunakan untuk mengobati nyeri kronik (nyeri neuropatik) dengan
penyebab yang tidak jelas (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Efek Samping
Hambatan anti muskarinik: penurunan kognitif, pandangan kabur, mulut kering,
konstipasi, retensi urin, memperberat glaukoma dan epilepsi. Efek anti histaminergik
(reseptor H1): sedasi pada beberapa minggu pertama pengobatan. Peningkatan
95
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 97
katekolamin akibat efek simpatomimetik menyebabkan overstimulasi jantung yang
membahayakan. Efek simpatolitik menyebabkan hipotensi postural dan takikardia yang
sering merupakan masalah serius pada orang tua. ADT sering menyebabkan penambahan
berat badan. Pada beberapa orang dapat terjadi gangguan seksual seperti disfungsi ereksi
pada laki-laki atau anorgasme pada perempuan. ADT mempunyai indeks terapi sempit,
misalnya 5-6x dosis maksimal imipramin dapat fatal (Baldessarini and Tarazi, 2001;
Donnel et al., 2018).
Sediaan:
Amitriptilin tablet dan Imipramin tablet 10, 25 mg, dosis 75-100 mg/hari (Baldessarini and
Tarazi, 2001).
MAOI menghambat organ yang dipengaruhi amin simpatomimetik dan 5HT. Efek
samping M.A.O.I. adalah perangsangan SSP berlebihan, dapat merusak sel hepar dan dapat
96
98 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
terjadi MAOI dan SSRI tidak boleh diberikan secara bersamaan karena meningkatkan
risiko timbulnya sindroma serotonin yang membahayakan jiwa Juga bersama
fenilpropanolamin, amfetamin, obat anti hipertensi, dan levo-dopa Fenomena Tiramin,
yaitu terjadinya krisis hipertensi pada pasien yang diobati dengan MAOI tidak selektif
makan keju (mengandung banyak tiramin). Efek samping lain adalah mengantuk, hipotensi
ortostatik, pandangan kabur, mulut kering, disuria dan konstipasi (Baldessarini and Tarazi,
2001; Donnel et al., 2018).
Mania merupakan kebalikan dari keadaan depresi, yang ditandai dengan rasa
antusias dan rasa percaya diri yang tinggi, pola pikir dan bicara menjadi cepat, dan
gangguan judgment/ penilaian. (Catatan: Depresi dan mania berbeda dengan schizofrenia,
yang mempunyai gejala gangguan pikiran). Garam litium digunakan untuk profilaksis pada
pengobatan pasien manis depresif dan untuk pengobatan serangan mania. Obat ini 70-80%
efektif untuk pengobatan pasien mania dan hipomania. Litium tidak menimbulkan efek
pada orang normal, dan tidak bersifat sedatif, euforian atau depresan.
Mekanisme kerja menghambat inositol monofosfatase (IP-ase) dalam jalur PI
(fosfatidil inositol bifosfat) yang akan meningktkan IP3, mobilisasi Ca 2+, aktivasi PKC
(melalui jalur Gq-PLC-IP3-Ca2+) dan deplesi inositol intrasel. Penurunan inositol juga
terjadi pada asam valproat dan karbamazepin yang mempunyai efek mood stabilizer.
Garam litium diberikan secara oral dan hanya diekskresi oleh ginjal. Obat ini sangat toksik
dan mempunyai faktor keamanan dan indeks terapi yang sangat rendah, sebanding dengan
digitalis.
97
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 99
DAFTAR PUSTAKA
1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.
98
100 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 8
OBAT ANSIOLITIK
Lusiana Darsono
PENDAHULUAN
Meprobamate
derivat propil alkohol (propanediol carbamate)
Dulu sering digunakan sebagai anti ansietas
Sekarang perannya banyak digantikan oleh benzodiazepin
Farmakokinetik
Absorbsi : baik via GIT
Kadar puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam
100
102 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Metabolisme : liver, metabolit inaktif
Ekskresi : ginjal
Farmakologis
Depresan SSP yang bersifat short acting ; sama dengan barbiturat (fenobarbital :
long acting)
Meningkatkan tidur, tapi menurunkan fase REM
Pelemas otot skelet
Efek samping
Mengantuk, sering terjadi terutama dosis penuh
Diskrasi darah : purpura, tapi jarang
Habituasi dan ketergantungan fisik pada pemberian jangka panjang, bisa
menimbulkan gejala withdrawal, oleh sebab itu penghentian harus dengan cara
penurunan dosis secara graduil
101
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 103
Absorbsi: berdasarkan onset
Cepat : diazepam, flurazepam, clorazepam
Intermediate : triazolam, midazolam, aprazolam, clonazepam
Lambat : oxazepam, prazepam, temazepam
102
104 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Metabolisme beberapa benzodiazepine
Ekskresi: metabolit bersifat larut air melalui ginjal via ginjal !! bergantung pada HL
(HalfLife) eliminasi
Menurut lama kerjanya dibagi dalam 4 golongan:
- Senyawa yang bekerja sangat cepat
- Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem, zolpiklon
- Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam, temazepam
- Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam, diazepam, quazepam
Farmakodinamik
Benzodiazepin bekerja selektif pada reseptor GABA (Rang et al., 2016). Ada dua jenis
reseptor GABA, yaitu GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida
kompleks) terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan γ2.
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik subunit γ 2 sehingga pengikatan ini
menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam
103
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 105
sel menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan
sel sukar tereksitasi.
Efek utama:yg ditimbulkan benzodiazepin :sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan.
Efek perifernya: vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan blokade neuromuskular
(pada pemberian dosis tinggi).
Diazepam
Onset cepat
HL panjang
Hangover
Potential abuse (DEA)
Dis-kontinua tidak boleh tiba-tiba , bisa timbul withdrawal symptom
104
106 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Antegrade amnesia
Penggunaan terapi:
Terapi ansietas akut, insomnia
Sebagai hipnotik sedative ( dosis tinggi)
Premedikasi anestetik: midazolam (parenteral)
Sebagai amnestik (pada cardioversion)
Penanganan kejang
Terapi sindroma withdrawal alkohol
Pelemas otot skelet sentral
Terapi night terror
Serangan panic (aprazolam)
Klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau suntikan diulan 2-4 jam dengan dosis
25-100 mg/hari dalam 2-4 pemberian.
Dosis diazepam 2-20 mg/hari; pemberian suntikan diulang 3-4 jam.
Klorazepat diberikan secara oral 30 mg/hari dalam dosis terbagi.
Efek samping
Efek toksis akibat overdosis akut
Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping a.l lemas, sakit kepala,
pandangan kabur, vertigo, mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada
dan inkontinensia.
Penggunaan kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya toleransi dan
ketergantungan/dependensi serta penyalahgunaan. Untuk menghindari efek tsb disarankan
pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala putus obat berupa insomnia dan ansietas.
Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul disforia, mudah tersinggung,
berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta pusing kepala. Oleh karena itu
penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.
105
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 107
Confusi (reversible) terutama orang tua
Iregularitas menstruasi, anovulasi
* Overdosis : kadang fatal sampai dialisis
*Withdrawal simptom; influenza-like muscle aches, nausea
*Efek khusus lain :
Triazolam : rebound insomnia
Lorazepam, triazolam : induksi antegrade amnesia
Flurazepam: residu sedasi pada siang hari (dosis tinggi 30 mg)
Non Benzodiazepine
* Zolpidem, zaleplon, eszopiclone
Interaksi dengan GABA reseptor
Tidak menimbulkan toleransi
Onset cepat
Durasi : 4 jam
Ideal untuk penderita yang bangun di tengah malam dan tidak dapat tidur lagi
Tidak menyebabkan hangover (John W Dailey, 2004)
106
108 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Azapirones : Buspirone ( Buspar ) (Goodman&Gilmans’s, 2008)
Suatu anti ansietas, yang tidak berhubungan baik secara kimia, farmakologi dengan
benzodiazepine, barbiturat, sedatif dan antiansietas lain
Efektif untuk terapi GAD (Generalised Anxiety Disorder), tapi bukan phobia (Rang et
al., 2016)
Mekanisme kerja : terbatas sebagai antidopaminergik (in Vivo), Buspirone mengikat
reseptor dopamin dan serotonin
Merupakan suatu partial Agonist selektif reseptor serotonin postsinaps 5-HT1A , full
agonis presinaps 5-HT1A di hipokampus
Tidak berikatan dengan reseptor benzodiazepine
Tidak digunakan sebagai pelemas otot , anti konvulsan maupun hipnotik
Tidak menginduksi efek ektrapiramidal
Tidak menimbulkan toleransi dan withdrawal
Farmakokinetik
Absorpsi : cepat dan sempurna via GIT
Melalui first pass effect,
Metabolisme : dengan cara Hidroksilasi menjadi metabolit aktif
Ikatan protein tinggi
Ekskresi melalui urine , HL : 4.8 jam
Respon lambat sampai 2 minggu
Penggunaan terapi:
Terapi singkat untuk ansietas umum , 1-2 minggu
Efek samping : nausea, dizziness, headache, nervousness, Sweating, dry mouth (James M
Ritter, Lewis and Timothy G K Mant, 1999)
107
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 109
Kontra indikasi
Kehamilan dan Laktasi
Gangguan hati dan ginjal berat
Epilepsi
Interaksi obat :
Alkohol
CNS depresan lain (James M Ritter, Lewis and Timothy G K Mant, 1999)
108
110 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Clorazepate (Tranxene) : po 15 mg/hari dapat ditingkatkan maks 60 mg/hari dosis
terbagi.
Halazepam (Paxipam): po 20-40 mg/hari tid
Lorazepam (Ativan) : po 2-6 mg/hari dosis terbagi ( maks 10 mg)
Oxazepam ( Serax) : po 10-30 mg/hari tid
Obat2 tesebut hanya digunakan untuk short term.
Hydroxyzine
Hydroxyzine (Atarax) suatu antihistamin kuno, yang disetujui penggunaan klinik oleh
FDA tahun 1956. Selain sifat antihistamin, juga mempunyai sifat ansiolitik sehingga dapat
digunakan sebagai terapiansietas dan tension, juga digunakan sebagai premedikasi
anestesia karena sifat sedativnya atau untuk induksi sedasi setelah anestesi. Menunjukkan
efektiftas sama seperti benzodiazepines pada terapi gangguan ansietas umum dengan efek
samping yang lebih sedikit (John W Dailey, 2004).
109
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 111
Chlorpheniramine and Diphenhydramine (Benadryl) dilaporkan juga memiliki sifat
ansiolitik sedang (off-label use). Obat ini disetujui FDA untuk allergies, rhinitis, and
urticaria.
Terapi Herbal
Herbal tertentu seperti St. John's wort, valerian roots (Valeriana officinalis), Melatonin,
kava (Kava Kava), chamomile, Kratom, Blue Lotus extracts, Sceletium tortuosum (kanna),
Common Skullcap and bacopa monniera dikenal mempunyai efek ansiolitik
Peneliti dari Brazil menemukan bahwa cannabidiol (suatu bahan penyusun dari marijuana;
disebut sebagai CBD) menjadi anti-psychotic dan anxiolytic efektif
Pineapple sage, or salvia elegans, digunakan sebagai terapi ansietas pada orang Mexico
traditional (Kester et al., 2007) (Leland Norman Holland and Michael patrick Adams,
2003)
Terapi lain
Psychotherapy (e.g. cognitive or behavior therapy) sering bermanfaat sebagai terapi
tambahan / pembantu atau alternatif terapi’
DAFTAR PUSTAKA
111
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 113
114 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 9
OTAK DAN PERILAKU
Hilda Puspa Indah
Otak manusia terdiri dari struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar
1.350cc dan terdiri dari 100 juta sel saraf atau neuron. Otak memiliki fungsi mengatur dan
mengkoordinasikan sebagian besar, gerakan, sifat dan fungsi tubuh homeostasis seperti
denyut pada jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan dan suhu tubuh. Otak juga
bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik
dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak terbentuk dari dua jenis sel: glia dan neuron.
112
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 115
Gambar 1. Struktur otak manusia
a) Serebrum
Seringkali dikenal dengan otak besar merupakan pusat dari beberapa kegiatan yang
terpusat pada beberapa lobus
Lobus Frontal Berpikir, perencanaan, penyusunan
Lobus Parietal Berpikir dan pengaturan memori
Lobus Temporal persepsi suara dan bunyi
Lobus Occipital membantu koordinasi penglihatan
b) Talamus
Menyalurkan informasi yang masuk ke bagian-bagian penting dalam otak.
misalnya: Ketika membaca info melewati Talamus dahulu sebelum sampai pada kulit
otak. Lalu Talamus menyalurkannya pada bagian otak yang kompeten Ada kalanya
Talamus langsung menyampaikan informasi pada amigdala sehingga informasi itu
ditanggapi secara cepat dan emosional.
c) Hipotalamus
Merupakan bagian dari otak yang merupakan pusat lapar, kenyang, perilaku seksual,
pengatur keseimbangan tubuh: suhu, tekanan darah dan detak jantung. Juga berperan
penting dalam emosi dan respons terhadap stress, mengingat peran khususnya dalam
memobilisasi tubuh untuk bereaksi terhadap stress. Kerusakan pada salah satu nuclei yang
terdapat dalam hipotalamus akan menyebabkan gangguan pada perilaku yang berkaitan
dengan motivasi, misalnya : makan, minum, pengaturan suhu tubuh, perilaku seksual atau
tingkat aktivitas tubuh
113
116 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
d) Sistem Limbik
Atau limbus yang dalam Bahasa Latin berarti “batas” Berperan penting khususnya
untuk pengaturan motivasi dan emosi, contohnya seperti makan, minum, aktivitas seksual,
kegelisahan dan perilaku kasar
Sistem limbik terdiri dari : struktur bulbus olfaktori, hipotalamus, hipokampus, amigdala,
dan girus singulat korteks serebrum
114
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 117
Neuron
Unit fungsional dasar dan system saraf. Otak mengandung kira-kira 1011 neuron. Neuron
terdiri dari :
Badan sel atau soma
Akson
Dendrit
Sinaps
Gambar 2. Neuron
Neuron merupakan bagian otak yang berperan terhadap kemampuan belajar dan
berfungsinya mental individu. Neuron merupakan tempat emosi, intelegensi, dan afeksi
individu. Segala aktifitas mental yang dilakukan oleh individu, seperti merekam,
mengingat, berpikir, persepsi, problem solving, dan aktifitas mental lainnya, sangat
ditentukan oleh berfungsi tidaknya neuron ini (terjadi tidaknya hubungan antar neuron
yang mengantarkan neurotransmitter). Jumlah sel neuron tidak akan bertambah bahkan
akan berkurang seiring bertambahnya usia individu. Jika terjadi kerusakan sel-sel neuron,
maka tidak dapat diperbarui karena sifatnya yang degeneratif atau irreversibel.
Glia merupakan tempatnya melekatnya neuron. Neuron jumlahnya jutaan pada otak
dan terdiri dari dua bagian, yaitu: dendrit dan akson. Dendrit yang jumlahnya 200-300 di
setiap neuron, berfungsi menerima neurotransmitter (zat-zat kimia dalam otak yang
berperan dalam pembentukan perilaku) dari sebuah neuron untuk diteruskan ke neuron
yang lain melalui akson. Hubungan antar beribu-beribu neuron dalam otak kemudian
disebut dengan sistem syaraf. Pada manusia, untuk memproduksi sel syaraf dalam jumlah
yang besar dan mencapai puncak perkembangan otak yang sempurna diperlukan
setidaknya 250.000 neuron baru setiap detiknya.
115
118 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Glia
Sel neuron di dalam system saraf pusat glia (sel glia, neuroglia, makroglia)
Tipe sel glia di system saraf pusat :
1. Astrosit
2. Oligodendrosit
3. Sel epindemal
4. Mikroglia
Banyak penelitian jaringan otak postmortem pada pasien skizofrenia korelasi antara
jaringan parut sel glia.
Fungsi sel Glia : menunjang dan melingungi neuron
Fungsi sel neuron: membawa informasi dalam bentuk impuls listrik yang di kenal
sebagai potensial aksi.
Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan
berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini
dikirimkan pada celah yang di kenal sebagi sinapsis.
Neuron paling banyak ditemukan pada korteks serebri atau otak besar. Korteks
serebri atau otak besar memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap bagian otak yang
lain dan juga terhadap perilaku-perilaku individu. Korteks serebri berfungsi sebagai
pemproses informasi yang berasal dari reseptor panca indera, reseptor gerak pada tulang,
sendi dan otot gerak, serta informasi yang berasal dari thalamus, sistem limbik, basal
ganglia, dan serebelum. Korteks serebri terdiri dari korteks somatosensoris, korteks
motoris, korteks berpikir, dan korteks limbik.
Lingkungan diyakini memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perkembangan otak (kematangan syaraf). Pengalaman individu merupakan aspek
lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan otak individu.
Pengalaman akan membantu aktifitas hubungan antar neuron. Chemoaffinity
hypothesis merupakan sebuah konsep yang menjelaskan jika sel-sel syaraf atau akson dan
dendrit (neuron) akan memberikan sinyal atau perintah bagi otak tentang arah mana yang
benar dan seharusnya dituju oleh individu, dan hal ini dibentuk oleh pengalaman. Selain
itu, budaya sebagai bagian dari lingkungan manusia, juga membantu perkembangan otak
manusia.
Luka yang terjadi pada otak dapat pula mempengaruhi perkembangan otak.
Beberapa jenis luka pada otak yang terjadi pada awal masa pertumbuhan diyakini menjadi
penyebab terjadinya gangguan perilaku yang kronis seperti retardasi mental atau serebral
palsy. Misalnya, seorang anak yang jatuh dari tempat tidur maka besar kemampuan
116
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 119
kognitifnya akan berkurang, perilakunya terganggu, dan keadan tersebut akan dibawanya
hingga dewasa.
117
120 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Brain plasticity = Neuroplastisitas
Kemampuan otak untuk berubah dan menyesuaikan sebagai akibat dari pengalaman
Pada penelitian modern menunjukkan bahwa otak terus membuat jalur neuron baru
dan berubah setiap mendapatkan pengalaman baru, belajar informasi baru, dan
menciptakan memori baru. Hormon dalam tubuh juga menentukan bagaimana neuron
berkembang dan bekerja.
Sebagai contoh, hormon testosterone bisa mengubah struktur sel-sel syaraf di banyak
lokasi korteks, yang kemudian mempengaruhi bagaimana proses kognitif seseorang.
Berikut ini beberapa gangguan psikologi yang terjadi karena adanya gangguan pada otak:
• Cerebral Palsy: terjadi gangguan perkembangan sistem syaraf yang menyebabkan
gangguan pada kerja motorik
• Romanian Orphans: gangguan perkembangan otak yang menyebabkan gangguan
intelektual dan sosial skill
• Schizophrenia: gangguan pada kerja neuron yang menyebabkan gangguan pada
kerja emosi, afeksi, dan psikomotorik. Ditemukan pula jika lobus frontalis
penderita schizophrenia jauh lebih kecil dibanding orang normal (kerja neuron
terhambat)
• Mental Retardation: gangguan intelektual yang disebabkan oleh perkembangan
otak yang terhambat. Penderita MR lebih sedikit aktifitas konseksi neuronnya
dibanding orang normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Sadock, Textbook of Psychiatry
2. Stahl, Essential Psychopharmacology
3. Buku Psikiatri UI
118
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 121
122 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 10
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Hilda Puspa Indah
A. Gangguan Kognitif
Seluruh kelainan yang masuk dalam klasifikasi ini antara lain delirium, demensia,
dan gangguan amnesia. Semua gangguan ini memberikan gejala adanya gangguan pada
daya ingat, bahasa, dan perhatian; atau terjadi gangguan kognitif.
1. Delirium
Gambaran klinis gangguan delirium adalah gangguan kesadaran yang onsetnya tiba-
tiba (dalam hitungan jam atau hari) yang secara perkembangan gangguannya fluktuatif dan
perburukannya sangat cepat. Delirium adalah sebuah gejala dan bukan merupakan
penyakit. Penyebabnya beragam, baik sentral maupun sistemik, ada tingkat penurunan
119
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 123
kesadaran tertentu, sindroma gangguan otak yang akut, ensepalopati metabolik, psikosis
toksik, dan kegagalan otak yang akut.
Pada tingkat klinik dibutuhkan ketelitian identifikasi dan perbaikan penyebab yang
mendasari gangguan, serta diperlukan hubungan antara perkembangan delirium yang
berhubungan dengan komplikasi lainnya seperti, kecelakaan yang menyebabkan trauma
otak sehingga menyebabkan kesadaran berkabut atau gangguan koordinasi atau
ketidakperluan dalam penggunaan fiksasi fisik. Ketelitian ini sangat penting agar
kesalahan diagnosis yang dapat berakibat fatal bagi pasien dapat dihindari
Epidemiologi
Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit; diduga sekitar 10-15%
pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15-25% pasien rawat medik umum
pernah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit. Juga diperkirakan sekitar 30%
pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah mengalami delirium. Yang tertinggi
yaitu 90% ditemukan pada pasien post cardiotomy. Pada anak biasanya disebabkan karena
trauma otak, penggunaan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris, dan malnutrisi.
Biasanya adanya delirium merupakan tanda bahwa prognosis gangguan akan buruk.
Etiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat (misalnya epilepsi),
penyekit sistemik (misalnya gagal jantung), dan intoksikasi atau withdrawal obat-obatan
atau zat toksik. Oleh karena itu ketika mengevaluasi pasien yang delirium, setiap klinisi
berasumsi bahwa setiap obat yang masuk sebelum pasien delirium dapat menjadi penyebab
delirium. Terdapat berbagai hipotesis yang menjelaskan mengenai kondisi ini, namun yang
terutama adalah hipotesis mengenai peranan neurotransmitter. Pada delirium, ternyata
terjadi penurunan asetilkolin yang memengaruhi formatio reticularis. Selain asetilkolin,
diketahui juga bahwa serotonin dan glutamate berperan pada kejadian delirium.
Penyebab lain adalah toksisitas obat, terutama pemicu antikolinergik (contohnya
amitriptilin, doksepin, imipramin, thioridazin, dan klorpromazin) yang sering digunakan
dalam psikiatri.
Berbagai penyebab spesifik terjadinya delirium antara lain:
Efek atau interaksi obat Intoksikasi atau Putus Zat
Infeksi
Cedera kepala
120
124 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Metabolic disarray, contohnya:
- Keseimbangan asam basa - Abnormalitas kadar gula darah
- Dehidrasi - Narkosis Karbondioksida
- Malnutrisi - Environmental factors; intensive
- Ketidakseimbangan elektrolit care unit psychosis
- Ensepalopati uremik - Anemia berat
- Ensepalopati Hepatik - Endocrine dysfunction
- Hipovolemi - Sleep deprivation
Cerebrovascular insufficiency:
- Congestive heart failure
- Arithmia
- Transient iskemia
- Acute CVA
- Postperative states; postcardiotomy delirium
121
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 125
Klasifikasi Delirium yaitu:
a. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya)
122
126 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Klasifikasi Delirium yaitu:
b. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya.
123
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 127
Klasifikasi Delirium yaitu:
c. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya)
Kelainan pada paru, seperti PPOK, hipoksia, atau ketidakseimbangan asam basa
Kelainan pada jantung, seperti gagal jantung, aritmia, infark jantung, atau akibat
tindakan pembedahan jantung
Kelainan pada hepar, kondisi infeksi maupun fungsional
Kelainan pada ginjal, seperti gagal ginjal hingga kondisi uremia
Kelainan endokrin, contohnya gangguan pada kelenjar adrenal, kelenjar tiroid, dan
kelenjar paratiroid
Kelainan darah, seperti anemia, leukemia, atau diskrasia
124
128 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
bahwa hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
membuktikan gangguan kesadaran dan kognisi terjadi selama atau segera
setelah putus zat
Gambaran Klinis
Keluhan utama biasanya berupa kesadaran yang berkabut, terjadi akut, dan sebagian besar
diawali perubahan pola tidur, kelelahan yang sulit dijelaskan (gejala prodromal), mood
yang berfluktuasi, fobia terhadap tidur, gelisah, cemas, dan mimpi buruk yang sering
muncul.
Keluhan lain yang muncul berupa:
Gejala prodromal, berupa rasa lelah, cemas, iritabel, kesulitan tidur
Hiperaktivitas (terutama berhubungan dengan sindrom putus zat, gejala yang
muncul berupa flushing, berkeringat, takikardia, nausea, hipertimia dan lain-lain)
atau hipoaktivitas (kondisi dan gejala menyerupai kondisi depresi, terjadi
penurunan aktivitas)
Kesulitan mempertahankan, memusatkan dan mengalihkan perhatian.
Gangguan orientasi (disorientasi), bila ringan biasa hanya terkait waktu. Bila berat
bisa terjadi disorientasi tempat dan orang juga.
Gangguan dalam berbahasa atau inkoheren saat bercakap-cakap. Bahkan terkadang
disertai dengan penurunan daya ingat dan fungsi kognitif
Seringkali disertai halusinasi visual dan halusinasi auditorik
125
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 129
Gangguan emosi dalam bentuk rasa marah, rasa takut yang tidak beralasan,
mengamuk. Gangguan emosi/ mood ini dapat berubah-ubah sepanjang hari
Gangguan pola tidur, biasa yang dikeluhkan adalah agitasi pada malam hari dan
masalah perilaku pada saat waktu tidur. Kondisi ini dikenal sebagai Sundowning.
Gangguan bidang neurologi berupa disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan
inkontinentia urie.
Diagnosis banding
Kondisi delirium biasa didiagnosis banding dengan:
- Demensia Perbedaan utama adalah pada awitan dan jenis gangguan kognitif yang
terjadi.
- Skizofrenia halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih
terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium
- Depresi sulit dibedakan, biasa dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti EEG
Prognosis
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut
mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat
dihilangkan maka gejala-gejalanya akan menghilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang
seluruhnya dalam waktu dua minggu.
Terapi
Dalam mengobati delirium, hal yang paling utama adalah mencari dan mengobati
penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang
yang adekuat, meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah, fungsi
hati, dan fungsi ginjal, serta EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi disfungsi otak).
Setelah itu memastikan keamanan pasien, lalu mengobati gangguan perilaku terkait dengan
delirium, misalnya agitasi psikomotor.
Non farmakoterapi, biasa dilakukan dalam bentuk psikoterapi suportif.
Tujuan: memunculkan rasa aman dalam diri pasien, sehingga pasien mampu
menghadapi rasa frustasi dan kebingungan berkaitan dengan fungsi memorinya
Dalam pelaksanaannya memerlukan reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam
besar untuk membantu mengatasi disorientasi waktu.
Yang terpenting adalah juga memberi edukasi kepada keluarga agar keluarga dapat
mendukung pasien.
Fiksasi (restrain) adalah pilihan terakhir karena dapat menyebabkan semakin beratnya
agitasi
126
130 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakoterapi ditujukan terutama untuk kondisi psikosis dan insomnia.
- Antipsikotik (haloperidol 2 – 10 mg IM) diberikan bila didapatkan halusinasi,
waham atau sangat agitatif (verbal atau fisik) yang berisiko bagi pasien
maupun sekitar pasien. Dosis disesuaikan dengan usia, berat badan, serta
kondisi umum. Pengulangan dosis dapat dilakukan selang 1 jam.
Dosis Haloperidol injeksi 2-5 mg IM/IV dapat diulang setiap 30 menit
(maksimal 20 mg/hari) dengan efek tambahan parkinsonisme dan akatisia.
Pemantauan dengan EKG (pemanjangan interval QTc dan adanya disritmia
jantung) dilakukan pada pemberian IV.
Perubahan terapi menjadi PO bila kondisi pasien sudah tenang dengan
pengaturan 1,5 kali lipat dosis IM/IV, diberikan terbagi atas dua dosis
(sepertiga di pagi hari dan dua pertiga sebelum tidur).
Dosis efektif haloperidol pada penderita delirium berkisar antara 5-50 mg.
Pemberian golongan fenotiazine, sebaiknya dihindari karena dihubungkan
dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
- Golongan benzodiazepine (contoh. lorazepam 1-2 mg PO) diberikan untuk
mengatasi insomnia karena waktu paruh pendek atau menengah sebelum tidur.
Obat ini bisa juga digunakan sebagai tambahan untuk pasien agitasi dengan
kontraindikasi antipsikotik (contoh Syndrom Neuroleptic Malignance).
Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gangguan pernafasan.
Yang perlu diperhatikan sehubungan dengan farmakoterapi ini adalah:
- Tidak menambah obat lain selain yang sudah dikonsumsi, kecuali ada alasan
kuat (contoh terjadi agitasi/ psikotik), karena rentan terjadi interaksi obat
- Pisostigmin salisilat 1-2 mg IV/ IM diberikan pada pasien dengan etiologi
toksisitas antikolinergik. Pemberiannya bisa diulang 15-30 menit bila
diperlukan
- Tidak disarankan menggunakan terapi kejang listrik (ECT) meski secara klinis
diketahui dapat memperbaiki delirium
- Opioid dapat dipertimbangkan bila pasien juga mengalami nyeri berat atau
sesak napas.
- Sebaiknya menghindari penggunaan obat antikolinergik (contoh
triheksilfenidil) karena akan memperberat delirium
2. DEMENSIA
Merupakan suatu kondisi penurunan fungsi kognisi yang kronik dan progresif, yang
disebabkan oleh penyakit organik difus pada hemisfer serebri atau kelainan struktural
subkortikal. Contoh gangguan fungsi kortikal yaitu gangguan memori, gangguan proses
127
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 131
berpikir, gangguan orientasi, gangguan mengolah hal secara komprehensif, gangguan
berhitung, gangguan belajar (kapasitas), gangguan berbahasa/komunikasi, dan gangguan
penilaian secara umum.
Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena
adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur
multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan.
Pada demensia, meski terjadi gangguan fungsi kognitif multipel (penurunan memori,
afasia, apraksia, agnosia, penurunan fungsi eksekutif) yang disertai dengan perburukan
kontrol emosi, perilaku dan motivasi, fungsi kesadaran tidak terganggu sama sekali.
Namun terkadang dapat juga ditemukan gangguan psikologik dan perilaku.
Manifestasi Klinis
• Gejala dini muncul dalam bentuk kesulitan mempelajari informasi baru dan mudah
lupa terhadap kejadian yang baru dialami.
• Gejala lanjut muncul dalam bentuk gangguan fungsi kognitif kompleks disertai
gangguan perilaku, yaitu:
- Disorientasi waktu dan tempat;
- Kesulitan melakukan pekerjaan sehari hari;
- Tidak mampu membuat keputusan;
- Kesulitan berbahasa;
- Kehilangan motivasi dan inisiatif;
- Gangguan pengendalian emosi;
- Daya nilai sosial terganggu; dan
- Berbagai perubahan perilaku dan psikologis lainnya (agresif-impulsif,
halusinasi, waham).
• Gejala Psikologis pada Demensia
o Gejala Mood depresi, apati, kecemasan
128
132 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
o Gejala Psikotik
Waham Manifestasi psikosis mencakup gejala positif (waham, halusinasi,
gangguan komunikasi, aktivitas motorik yang abnormal) dan gejala negatif
(avolition, kemiskinan isi pikiran, afek datar). Lima tipe waham terlihat pada
demensia(terutama demensia tipeAlzheimer), yaitu:
- Barang kepunyaannya telah dicuri
- Rumah bukan kepunyaannya (misidentifikasi)
- Pasangan (atau pengasuh lainnya) adalah seorang penipu (Sindrom
Capgras)
- Pengabaian/Ditinggalkan
- Ketidaksetiaan
Halusinasi
- halusinasi visual paling sering gambaran halusinasi berupa orang atau
hewan,
- halusinasi dengar
- Halusinasi lain jarang
Misidentifikasi
- Kehadiran orang-orang di rumah pasien sendiri (Boarder Phantom
Syndrome)
- Kesalahan identifikasi diri pasien sendiri (tidak mengenali bayangan diri
sendiri di cermin)
- Kesalahan identifikasi orang lain
- Kesalahan identifikasi peristiwa di televisi (pasien meng-imajinasikan
peristiwa tersebut terjadi secara nyata)
129
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 133
- Penyakit saluran kemih, contohnya ensefalopati uremik kronik atau progresif
(dikenal dengan istilah demensia dialysis)
- Penyakit kardiovaskuler, contohnya hipoksia atau anoksia serebral, demensia
multi – infark, Aritmia kardiak, atau penyakit radang pembuluh darah
- Penyakit paru–paru, contohnya pada :
o ensefalopati respiratorik
o defisiensi sianokobalamin atau asam folat
o Penggunaan obat dan toksin
o Tumor intracranial dan trauma serebri
o Gangguan terkait dengan virus immunodefisiensi human (HIV)
o Proses Infeksi
o Penyakit Creutzfeldt-Jakob
o Meningitis kriptokok
o Neurisifilis
o Tuberkulosis dan meningitis fungi
o Ensefalitis virus
130
134 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tabel 1. Perbedaan antara delirium dan demensia
Delirium Demensia
Gangguan daya ingat +++ +++
Gangguan proses pikir ++ +++
Gangguan daya nilai +++ +++
Gangguan kognitif fluktuatif stabil
Kesadaran berkabut +++ -
Major attention defisits +++ +
Disorientasi +++ ++
Gangguan persepsi jelas ++ -
Inkoherensi ++ +
Gangguan siklus tidur-bangun ++ +
Eksaserbasi nokturnal ++ +
Insight/ tilikan ++ +
Awitan akut/subakut ++ (tiba-tiba) - (lambat)
Alat ukur
• Mini Mental State Examination (MMSE)
• MOCA
Diagnosis Banding
• Delirium
• Depresi
• Gangguan Buatan
• Skizofrenia
Penyulit gejala demensia dapat diperburuk atau semakin parah bila disertai kecemasan
atau depresi.
Prognosis
Perburukan terjadi secara bertahap selama 5 sampai 10 tahun hingga akhirnya
menyebabkan kematian. Yang perlu diperhatikan adalah onset dini berhubungan dengan
cepatnya perjalanan penyakit yang terjadi.
Terkait dengan demensia, ada kondisi yang dikenal dengan istilah behavioral and
psychological symptoms of dementia (BPSD)
Kondisi ini digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala yang dikaitkan dengan proses
perburukan pada pasien demensia. Biasa terjadi pada 90% pasien demensia.
Penatalaksanaannya sama seperti pada Demensia pada umumnya, yaitu menggunakan
penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis.
132
136 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Manifestasi Klinik dapat ditemukan:
Disinhibisi
- Berperilaku impulsif,
- Menjadi mudah terganggu,
- Emosi tidak stabil,
- Memiliki wawasan yang kurang sehingga sering menghakimi,
- Tidak mampu mempertahankan tingkat perilaku sosial sebelumnya.
- Menangis, euforia,
- Agresi verbal, agresifisik terhadap orang lain dan benda-benda,
- Perilaku melukai diri sendiri,
- Disinhibisi seksual,
- Agitasi motorik,
- Mengembara.
Agitasi dalam bentuk aktivitas yang tidak pantas, baik secara verbal, vokal, atau
motor.
Wandering
- Memeriksa(berulang kali mencari keberadaan caregiver)
- Menguntit
- Berjalan tanpa tujuan
- Berjalan waktu malam
- Aktivitas yang berlebihan
- Mengembara, tidak bisa menemukan jalan pulang
- Berulang kali mencoba untuk meninggalkan rumah.
Reaksi Ledakan Amarah/ Katastrofik
Merupakan suatu gangguan daya ingat jangka pendek/ panjang dengan daya ingat
segera yang relatif masih baik. Pada keadaan ini, kemampuan belajar materi baru dirasakan
terganggu, terjadinya amnesia anterograde maupun retrograde serta adanya disorientasi.
Fungsi persepi dan kogntif masih dalam taraf normal.
Pedoman diagnostik:
- Hendaya daya ingat jangka pendek, amnesia anterograd & retrograd, daya ingat
menurun, terbalik menurut kejadiannya
- Riwayat atau nyata cedera otak, terutama di daerah diensefalon & temporal medial
bilateral
133
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 137
- Daya ingat segera baik, perhatian & kesadaran baik, tidak ada hendaya intelektual
secara umum
Penatalaksanaan
Singkirkan/jauhkan pasien dari paparan zat yang menyebabkan gangguan
Secara aktif diberikan terapi pada Penyakit yang mendasarinya
Intervensi psikofarmakologi :
- Berikan antipsikotik dengan efek samping ekstra pyramidal yang minimal
(risperidone, quetiapine)
- Hindari pemberian antikolinergik menurunkan kognitif
- Bila kesulitan oral injeksi haloperidol i.m
- Psikoterapi suportif dan psikoedukasi
- Meningkatkan mekanisme koping untuk mengatasi keterbatasan social dan
pekerjaan dikarenakan kondisi medis
- Edukasi tentang gejala Penyakit dan pentingnya pengobatan
- Pastikan keamanan pasien dan keluarga gejala psikotik
135
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 139
Penatalaksanaan
• Atasi penyebab utamanya dengan adekuat
• Farmakoterapi untuk mengatasi gejala mood dengan meminimalkan interaksi
dengan obat yang ada
• Bila disertai depresi dapat dipertimbangkan pemberian antidepresan (sertraline,
citalopram)
• Bila pasien dalam kondisi manik dapat diberikan divalproat, lithium
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Sadock, Textbook of Psychiatry
2. Stahl, Essential Psychopharmacology
3. Buku Psikiatri UI
136
140 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 11
GANGGUAN AFEKTIF
Irna Permanasari Gani
A. Definisi
Bipolar adalah gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala
manik, hipomanik, depresi atau campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung
seumur hidup. Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama sekitar 6 bulan jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut (Sadock and Ruuiz, 2019).
Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood) merupakan sekelompok
gambaran klinis yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kontrol emosi dan
pengendalian diri. Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada
keseluruhan tingkat aktivitas kehidupan dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder
terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
Gangguan afektif dapat berupa depresi, manik atau campuran keduanya (bipolar). Pada
beberapa pasien gejala-gejalanya dapat disertai dengan ciri psikotik (Furi, 2014).
Gangguan afektif bipolar dapat diartikan sebagai gangguan mood yang kronis dan berat,
ditandai dengan episode mania, hipomanik, campuran, dan depresi. Sebelumnya gangguan
bipolar disebut dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar, atau gangguan spektrum
bipolar. Gangguan Bipolar I didefinisikan sebagai terjadinya setidaknya satu episode
manik atau campuran (mania penuh dan depresi penuh secara simultan). Pasien dengan
gangguan bipolar I biasanya mengalami episode depresi mayor juga, meskipun ini tidak
diperlukan untuk diagnosis bipolar I (Stahl and Grady, 2008).
137
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 141
Gambar 1. Gangguan Afektif Bipolar I (Stahl and Grady, 2008)
Gangguan Bipolar II. Gangguan Bipolar II didefinisikan sebagai penyakit yang terdiri dari
satu atau lebih episode depresi mayor dan setidaknya satu episode hipomanik.
138
142 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Usia paling umum dalam onset gangguan bipolar adalah 17-21 tahun sehingga
gangguan bipolar sering disebut sebagai highly disabling illness, bahkan sebuah studi yang
dilakukan oleh WHO mengidentifikasikan gangguan bipolar sebagai penyebab utama ke-
6 kecacatan di seluruh dunia pada kelompok usia 15- 44 tahun.
Individu dengan gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi terkait dengan
mortalitas dan morbiditas untuk melakukan tindakan bunuh diri. Sekitar 25% hingga 50%
dari total individu dengan gangguan bipolar akan melakukan percobaan bunuh diri. Risiko
bunuh diri pada individu dengan gangguan bipolar paling tinggi selama episode depresi,
diikuti episode campuran, keadaan psikotik, dan manik.(Syafwan and Asterina, 2014)
C. Etiologi
Etiologi dari gangguan afektif bipolar ini sendiri masih belum diketahui dengan pasti.
1. Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan apabila salah satu orang tua menderita gangguan mood, maka
anaknya mempunyai risiko menderita gangguan mood sebesar 10 – 25%. Pada kasus kedua
orang tua menderita bipolar, maka anaknya mempunyai risiko yang tinggi. Pada saudara
kembar, angka kejadian bipolar 1 pada kedua saudara kembar monozigot sebesar 33% -
90% dan untuk gangguan depresi berat sebesar 50%. Pada kembar dizigot sebesar 5%-
25% risiko untuk menderita bipolar I dan 10% - 25% untuk menderita depresi berat
(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Sebanyak 80%-90% penderita bipolar memiliki
riwayat keluarga yang menderita gangguan mood (misal, gangguan bipolar, depresi,
siklotimia atau distimia). Pada keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan bipolar
memiliki prevalensi sebesar 15%-35% berawal dari gangguan mood dan 5%-10%
memiliki risiko langsung mengalami gangguan bipolar (Han and goleman, daniel;
boyatzis, Richard; Mckee, 2019)
2. Faktor Biokimia
Patofisiologi dari gangguan mood melibatkan banyak neurotransmitter, kana tetapi ada dua
neurotransmitter yang paling banyak diyakinin terlibat dalam gangguan mood adalah
norepinefrin dan serotonin. Banyak penelitian telah melaporkan kelainan biologis pada
pasien dengan gangguan mood.
Sampai saat ini, monoamin neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin, dan
histamin adalah fokus utama dari teori dan penelitian tentang etiologi gangguan ini.
Pergeseran progresif telah terjadi dari berfokus pada gangguan sistem neurotransmitter
tunggal yang mendukung mempelajari sistem neurobehavioral, sirkuit neural, dan
139
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 143
mekanisme neuroregulasi yang lebih rumit. Sistem monoaminergik, dengan demikian,
sekarang dipandang sebagai sistem neuromodulator yang lebih luas, dan gangguan-
gangguan kemungkinan besar merupakan efek sekunder atau epifenomenal karena secara
langsung atau kausal berhubungan dengan etiologi dan patogenesis amin Biogenik. Amina
biogenik, norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmiter yang paling terlibat dalam
patofisiologi gangguan mood (Stahl, Muntner and Grady, 2008). Ketidakseimbangan
hormonal dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat dalam
homeostatis dan respon stres juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis gangguan
bipolar (Strakowski et al., 2012).
Serotonin adalah neurotransmiter yang paling sering dikaitkan dengan depresi, pada
penelitian didapatkan beberapa subtipe serotonin dapat meningkatkan mood. Sehingga
pada penderita depresi di berikan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin
telah menjadi neurotransmiter yang selalu dikaitkan dengan depresi. Pada penelitian lebih
lanjut, dilakukan indentifikasi pada subtype serotonin yang bertujuan untuk
mengembangkan pengobatan depresi yang lebih sepesifik. SSRI dan antidepresan
serotonergik lainnya memberikan hasil yang efektif dalam pengobatan depresi. Pada
penelitian lain menunjukkan bahwa serotonin merupakan kunci dalam patofisiologi
depresi. Penurunan kadar serotonin dapat menyebabkan depresi (Sadock, Sadock and
Ruuiz, 2019).
Selain serotonin terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa aktivitas dopamine
mempunyai pernana pennting dalam meregulasi mood. Apabila kadar dopamine dikurangi
dapat mengakibatkan depresi dan apabila kadar dopamine meningkat dapat mengakibatkan
mania. Pada pendeirta bipolar apabila terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode mania.
Pada beberapa kasus kesehatan, terlihat pada penderita depresi terjadi penurunan jumlah
neurotransmiter tertentu seperti norepinefrin. Terdapat hubungan penting antara
downregulation atau penurunan sensitivitas reseptor β-adrenergik dan antidepresan klinis
yang menunjukkan peran langsung untuk sistem noradrenergik pada penderita depresi.
Bukti lain juga menerapkan presinaptik β2- reseptor pada penderita depresi karena aktivasi
reseptor ini menghasilkan penurunan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor presinaptik
β2 yang terletak pada neuron serotonergik berfungsi untuk meregulasi jumlah serotonin
yang dilepaskan (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019).
3. Faktor Psikososial
Terdapat hubungan antara stress dengan episode suasana hati yang pertama telah
dilaporkan pada kedua pasien yang menderitta depresi mayor dan pasien dengan gangguan
140
144 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
bipolar I (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Kejadian hamil merupakan salah satu
pencetus stres yang biasanya menyerang wanita dengan riwayat mania dan depresi bahkan
dapat terjadi psikosis postpartum (S, 2015)
Satu teori yang diusulkan untuk menjelaskan pengamatan ini adalah bahwa stres yang
menyertai episode pertama menghasilkan perubahan-perubahan jangka panjang dalam
biologi otak. Perubahan-perubahan yang tahan lama ini dapat mengubah keadaan
neurotransmiter dan dalam sistem pensinyalan aneuronal, perubahan yang bahkan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan pengurangan berlebihan pada kontak sinaptik.
Akibatnya, seseorang memiliki risiko tinggi mengalami episode selanjutnya dari gangguan
mood, bahkan tanpa stresor eksternal (Stahl, Muntner and Grady, 2008). Terdapat teori
yang dapat menjelaskan kejadian ini adalah stress yang menyertai episode pertama
menghasilkan perubahan jangka panjang di otak. Perubahan-perubahan pada otak ini
mengakibatkan perubahan keadaan fungsional Neurotransmiter dan sistem pensinyalan
intraneuronal, perubahan yang mungkin terjadi adalah kehilangan neuron dan pengurangan
dalam portal sinaptik. Yang pada akhri membuat seseorang mempunyai risiko lebih tinggi
mengalami episode gangguan mood berikutnya(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019).
4. Faktor Pencetus
a) Peristiwa-peristiwa stres berat (seperti kehilangan pekerjaan, bercerai atau putus
dengan pacar, kesulitan keuangan, adanya penyakit kronik)
b) Perubahan jadwal atau shift kerja, bepergian melewati zona waktu
c) Kurang tidur dan gangguan tidur
d) Penyalahgunaan zat psikoaktif
e) Perubahan iklim
141
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 145
D. Kriteria Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar berdasarkan PPDGJ-III (Maslim,
2013)
142
146 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
serta saat ini memperlihatkan gejala campuran atau perubahan cepat gejala manik
dan depresi.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat Ini Remisi\Pasien sekurangnya mengalami
satu riwayat episode afektif hipomanik, manik, depresi atau campuran, serta satu
episode afektif (hipomanik, manik, depresi atau campuran) tapi saat ini tidak
menderita gangguan mood yang nyata selama beberapa bulan terakhir. Periode
remisi selama profilaksis harus diberi kode.
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
YA
Sekunder terhadap Gangguan mood organik atau
kondisi medis atau zat gangguan mood karena induksi zat
psikoaktif
TIDAK
Terjadi bersamaan
YA Gangguan skizoafektif
dengan gejala-gejala
mirip skizofrenia
YA
Gangguan
Depresi
Berulang
143
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 147
Gangguan Afektif Bipolar Tipe I
a. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, selama dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini
harus ada yaitu (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
Mood depresi yang berlangsung hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
yang dibuktikan baik oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau
144
148 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat
menangis).
Menurunnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh
laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
Penurunan berat badan bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan
berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan)
atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
perasaan menjadi lamban).
Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan yang tidak wajar (mungkin
berupa waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada
dalam keadaan sakit).
Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain).
Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya
ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri
atau rencana sepsifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan bermakna atau terjadi hendaya sosial,
pekerjaan atau, fungsi penting lainnya.
c. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat) atau kondisi medik umum.
1) Mood elasi, ekspansif atau iritabel, meningkatnya aktivitas dan energi yang jelas
terlihat berbeda dan mentap, paling sedikit 4 hari dan terjadi hampir sepanjang waktu,
setiap hari
145
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 149
2) Selama periode gangguan mood dan, dan peningkatan energi serta aktivitas, tiga (atau
lebih) gejala berikut yang menetap (empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat
berat yang cukup bermakna:
a) Meningkatnya kepercayaan diri atau grandiositas
b) Kebutuhan tidur lebih sedikit (merasa segar dengan hanya tidur 3 jam)
c) Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap berbicara
d) Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya berlomba
e) Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang tidak
relevan atau tidak penting)
f) Meningkatnya aktivitas yang bertujuan (sosial, pekerjaan, sekolah, seksual) atau
agitasi psikomotor
g) Melakukan aktivitas menyenangkan yang berlebih dengan potensi merugikan
(terlalu boros, hubungan seksual yang sembrono, investasi bisnis yang kurang
perhitungan)
3) Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas dalam fungsi yang tidak
khas bagi orang tersebut ketika ia sedang tidak ada gejala
4) Perubahan mood dan fungsi tersbut dapat terlihat oleh orang lain
5) Episode yang terjadi cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas dalam fungsi
sosial atau pekerjaan, atau tidak memerlukan rawat inap, tidak gambaran psikotik
6) Episode gejala yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung penggunaan
zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi medis)
146
150 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
e) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
perasaan menjadi lamban)
f) Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
g) Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan yang tidak sesuai (mungkin
berupa waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada
dalam keadaan sakit)
h) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain)
i) Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya ide-
ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri atau
rencana sepsifik untuk melakukan bunuh diri
2. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan bermakna atau terjadi hendaya sosial,
pekerjaan atau, fungsi penting lainnya.
3. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat) atau kondisi medik umum (American Psychiatric Association,
2013).
Diagnosis Banding
1. Gangguan psikotik akibat kondisi medik umum
2. Gangguan psikotik akibat zat
3. Skizofrenia
4. Gangguan skizoafektif
5. Gangguan waham
Gambar 4. Dimensi Gejala Epiosode Manik (Stahl, Muntner and Grady, 2008)
147
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 151
Gambar 5. Dimensi Gejala Epiosode Depresi (Stahl, Muntner and Grady, 2008)
G. Pemeriksaan Tambahan
1. Pemeriksaan berat badan (BB), tinggi badan (TB), Body Mass Index (BMI), lingkaran
pinggang, tekanan darah (TD)
2. Pemeriksaan laboratorium, darah perifer lengkap (DPL), fungsi liver, profil lipid,
fungsi ginjal, glukosa darah sewaktu, kadar litium plasma
3. Instrumen psikometrik : Young Mania Rating Scale (YMRS), Montgomery Asberg
Depression Rating Scale (MADRS), Mood Disorder Questionnaire (MDQ), Positive
and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC) (Amir N dkk, 2012)
Farmakoterapi
1. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Agitasi Akut
Injeksi :
a. Lini I :
1. Injeksi intramuscular (IM) aripiprazole, dosis 9.75mg/mL injeksi,
maksimum 29.25mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan interval 2 jam)
148
152 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
2. Injeksi IM olanzapine dosis 10mg/kali injeksi, maksimum 30mg/hari.
Interval pengulangan injeksi 2 jam
b. Lini II :
1. Injeksi IM haloperidol 5mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit.
Dosis maksimum adalah 15mg/hari
2. Injeksi IM diazepam 10mg/kali injeksi. Dosis 20-30mg/hari. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi IM haloperidol. Jangan dicampur
dalam 1 jarum suntik
2. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Episode Mania Akut
Oral :
a. Lini I : litium, divalproat, oalnzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol
b. Lini II : karbamazepin, atau terapi kejang listrik (TKL), litium + divalproat,
paliperidon
c. Lini III : haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat + haloperidol, litium
dan karbamazepin, klozapin
Tidak direkomendasikan : gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon +
karbamazepin, olanzapin + karbamazepin
3. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Episode Depresi Akut
Oral :
a. Lini I :l itium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat +
SSRI, olanzapin + SSRI, litium + divalproat
b. Lini II : quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
c. Lini III : karbamazepin, olanzapine, litium + karbamazepin, litium atau
divalproat + venlafaksin, litium + monoamin oksidase inhibitor (MAOI), TKL,
litium atau divalproat atau AA + antidepresan trisiklik (TCA), litium atau
divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak direkomendasikan: gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi
4. Terapi Rumatan pada Gangguan Afektif Bipolar I
a. Lini I : litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium
atau divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka Panjang (RIJP),
penambahan RIJP, aripiprazol
b. Lini II : karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigine, olanzapin +
fluoksetin
149
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 153
c. Lini III : penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan TKL,
penambahan topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan
okskarbazepin
Tidak direkomendasikan: gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi
5. Terapi Gangguan Afektif Bipolar II, Episode Depresi Akut
a. Lini I: quetiapin
b. Lini II: Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan,
litium + divalproat, antipsikotik atipikal+ antidepresan
c. Lini III: antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami episode hipomanik)
6. Terapi Rumatan Gangguan Afektif Bipolar II
a. Lini I: litium, lamotrigin
b. Lini II: divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotik atipikal +
antidepresan, kombinasi 2 dari : litium, lamotrigin, divalproat, arau antipsikotik
atipikal
c. Lini III : karbamazepin, antipsikotik atipikal, TKL
Tidak direkomendasikan : gabapentin
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial yang dapat dilaksanakan pada gangguan bipolar yaitu pskoedukasi,
cognitive behavioural therapy (CBT), family focused therapy (FFT), terapi ritme sosial
dan interpersonal (Mayberg et all, 2004). Intervensi psikososial sangat diperlukan untuk
mempertahankan kedaan remisi. (Amir N dkk, 2012).
Pencegahan
Secara spesifik tidak ada pencegahan untuk gangguan bipolar, namun yang ada hanya
tindakan untuk mencegah perburukan antara lain menghindari penggunaan alkohol atau
obat-obatan tertentu, hindari pemberhentian obat tanpa pengawasan dokter dan melatih
keluarga untuk memperhatikan tanda-tanda episode bipolar ataupun pemicunya.
Komplikasi
Gangguan afektif bipolar cenderung dapat menyebabkan penderitanya terjerat masalah
hukum, memiliki gangguan dalam prestasi atau kinerjanya sehingga dapat mempengaruhi
masalah finansial juga. Pasien bipolar dapat menjadi memiliki risiko untuk terjerat drug
abuse dan ingin bunuh diri. Penderita bipolar menjadi memiliki kesulitan dalam berelasi
dan cenderung mengisolasi diri (Safira, 2014).
150
154 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Prognosis
Prognosis gangguan bipolar sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor yang
mempengaruhi. Makin muda pasien mulai sakit, makin besar kemungkinan untuk
mendapat serangan lagi. Prognosis lebih baik jika tidak ada gangguan kepribadian, episode
ringan atau tanpa psikotik, hanya dirawat sebentar di rumah sakit dan riwayat psikososial
baik. Sedangkan prognosis menjadi kurang baik jika memakai narkoba, memiliki
gangguan jiwa lain, ada riwayat episode depresi lebih dari 1 atau memiliki gangguan
depresi berkepanjangan (distimik). Pada penderita Bipolar I memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40-
50% dari pasien mengalami serangan mania. Pada pasien bipolar I yang mendapat litium
hanya sekitar 50-60% dapat mengontrol gejala manik. Sekitar 7% dari pasien tersebut
mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode lebih dari satu dan
40% terus memiliki gangguan persisten. Sering kali, pergantian antara episode depresi dan
mania dipercepat dengan usia (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Faktor yang
memperburuk prognosis : riwayat pekerjaan yang buruk atau kemiskinan, disertai dengan
penyalahgunaan alkohol, disertai dengan gejala psikotik, gejala depresi lebih menonjol
(Strakowski et al., 2012)
DAFTAR PUSTAKA
1. Almasyur, A. (2018) ‘Pasien dengan Mood Elevasi atau Iritabel dalam Crash Course’.
2. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. fifth edit, Principle-Based Stepped Care and Brief Psychotherapy for Integrated
Care Settings. fifth edit. doi: 10.1007/978-3-319-70539-2_23.
3. Fithriyah, I. and Margono, H. (2018) ‘Tinjauan Kepustakaan Gangguan Afektif Bipolar
Episode Manik dengan Gejala Psikotik Fokus pada Penatalaksanaan’, Unair, p. TINJAUAN
TEORI DAN KONSEP-TERAPI MUSIK KLASIK. (.
4. Furi, L. M. (2014) ‘Bipolar Affective Disorder and Manic Episode With Psychotic Symptoms
in a 39 Years Old Man’, J Agromed Unila, 1(3), pp. 211–215.
5. Han, E. S. and goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019) ‘Tinjauan Pustaka
Gangguan Bipolar’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.
6. Maslim, R. (2013) Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III, Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5.
7. Miklowitz, D. J. and Johnson, S. L. (2006) ‘The Psychopathology and Treatment of Bipolar
Disorder’, 23(1), pp. 1–7. doi: 10.1146/annurev.clinpsy.2.022305.095332.The.
8. S, H. G. S. A. P. (2015) ‘Gangguan Afektif Bipolar Mania Dengan Psikotik: Sebuah Laporan
Kasus’, e-Jurnal Medika Udayana, 3(4), pp. 470–478.
9. Sadock, B., Sadock, V. and Ruuiz, P. (2019) Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,
Journal of Chemical Information and Modeling. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
151
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 155
10. Safira, F. (2014) ‘Hubungan antara Gangguan Bipolar dengan Risiko Bunuh Diri pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Pontianak Tahun 2014’.
11. Stahl, S. M., Muntner, N. and Grady, M. M. (2008) StahFs Essential Psychopharmacolo
Neuroscientific Basis and.
12. Strakowski, S. M. et al. (2012) ‘The Functional Neuroanatomy of Bipolar Disorder: A
Consensus Model’, Bone, 23(1), pp. 1–7. doi: 10.1111/j.1399-5618.2012.01022.x.The.
13. Syafwan, A. F., Sedjahtera, K. and Asterina, A. (2014) ‘Gambaran Peningkatan Angka
Kejadian Gangguan Afektif dengan Gejala Psikotik pada Pasien Rawat Inap di RSJ Prof. Dr.
HB. Sa’anin Padang pada Tahun 2010 - 2011’, Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), pp. 106–109.
doi: 10.25077/jka.v3i2.39.
152
156 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 12
GANGGUAN CEMAS
Ade Kurnia Surawijaya
A. Definisi Kecemasan
B. Batasan kecemasan.
153
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 157
waktu lama karena selalu merasa gelisah. Biasanya penyebabnya tak jelas dan kebanyakan
berupa konflik internal. Kumpulan gejala tersebut bervariasi antar individu.
Kecemasan perlu dibedakan dengan perasaan takut. Ketakutan adalah respon
individu terhadap ancaman jelas yang diketahui, sifatnya eksternal (dari luar individu),
muncul tiba-tiba dan membahayakan. Kecemasan dan ketakutan dianggap sinyal atau
pertanda/peringatan, dan merupakan reaksi emosi yang sama.
Dengan adanya kecemasan, maka individu secara tidak langsung mendapat
peringatan adanya bahaya internal maupun eksternal. Tujuannya untuk menyelamatkan
hidup agar seseorang melakukan suatu tindakan tertentu untuk mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diinginkan atau merugikan. Kondisi ini dapat disebut sebagai fungsi
adaptif individu.
Beberapa konsep teori yang dapat menjelaskan mengenai etiologi kecemasan patologis
yaitu:
1. Teori psikoanalitik: berhubungan dengan masa perkembangan, dan merupakan konflik
bawah sadar yang tidak terpecahkan.
i. Kecemasan id atau impuls: dasar teori ini berhubungan dengan ketidaknyamanan
primitif (dorongan kehendak yang tak terpuaskan), adanya ketakutan terjadi
penghancuran atau melebur dengan orang lain.
ii. Kecemasan perpisahan, biasa muncul karena rasa takut kehilangan cinta dan
diabaikan oleh orang tua atau ada perpisahan dari obyek yang dicintai.
iii. Kecemasan kastrasi (pemotongan organ kelamin laki-laki) pada masa odipal
(fantasi kastrasi pada masa odipal).
iv. Kecemasan superego, muncul sebagai akibat langsung dari perkembangan akhir
superego datangnya latensi pra odipal. Ketakutan mengecewakan gagasan dan nilai
sendiri, yang didapatkan dari orang tua sebagai proses internalisasi.
2. Teori perilaku atau teori belajar:
i. Respon yang dibiasakan terhadap stimulus-stimulus lingkungan yang spesifik akan
menimbulkan kecemasan.
ii. Peniruan respon kecemasan yang dialami orang tua.(teori belajar sosial)
3. Dalam pendekatan kognitif, kecemasan yang bukan fobia merupakan pola pikir yang
salah atau terdistorsi atau tidak produktif. Ketidakakuratan tersebut terjadi akibat dari
penilaian negatif di dalam lingkungan atau distorsi dalam kemampuan seseorang untuk
menilai.
154
158 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Teori ekstensial, menjelaskan bahwa adanya kesadaran individu mengenai kehampaan
di dalam diri dan menonjol. Perasaan ini lebih mengganggu daripada pemahaman
bahwa tidak dapat menghindari kematian.
5. Teori biologis merupakan teori neuro-psikiatrik yang saat ini dikembangkan. Pada teori
ini diterangkan adanya perubahan biologis pada pasien yang mengalami gangguan
kecemasan akibat adanya konflik psikologis. Berdasarkan penelitian, ada tiga neuro-
transmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan, yaitu serotonin, nor-epinefrin
dan gama aminobutyric acid (GABA).
Beberapa penelitian lain menunjukkan abnormalitas hemisphere kanan pada pencitraan
otak. Hasil ini membuktikan adanya asimetris hemisphere serebral yang mungkin berperan
penting dalam perkembangan gangguan kecemasan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
kelainan di korteks frontalis, oksipitalis dan temporalis pada pemeriksaan dengan emisi
positron tomografi (PET), emisi foton tunggal (SPECT) dan elektro-encephalografi.
D. Gangguan kecemasan.
1. Adanya gejala-gejala kecemasan primer yang berlangsung hampir setiap hari selama
beberapa minggu bahkan bulan.
2. Adanya rasa cemas terhadap masa depan atau rasa kuatir mengalami nasib buruk.
3. Adanya ketegangan motorik (contohnya sakit kepala, tidak dapat santai, tremor, dan
lain sebagainya).
4. Adanya gejala hiperaktivitas syaraf otonom (kepala terasa ringan, berkeringat,
palpitasi, napas lebih cepat, mulut terasa kering, keluhan di daerah epigastrium, dan
sebagainya).
155
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 159
Dalam kelompok gangguan kecemasan ini kita mengenal adanya istilah:
Ansietas Fobik merupakan kondisi kecemasan/ ansietas yang dicetuskan adanya situasi
atau obyek yang jelas dari luar individu itu sendiri yang secara umum tidak
membahayakan.
Termasuk di dalam kategori ini antara lain:
a. Agora fobia:
b. Fobia sosial.
c. Fobia khas:
d. Ansietas kondisi medik umum.
Pada tahun 1980 DSM.III (Diagnostic and Statistical Manual of mental disorders)
mengenalkan kategori diagnosis baru, yang sebelumnya dikategorikan sebagai neurosis
kecemasan, sekarang disebut: GAD (Generalized Anxiety Disorder) atau Gangguan
Kecemasan Menyeluruh, yang merupakan suatu kesatuan diagnosis terpisah.
156
160 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
F. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung suatu zat atau gangguan lainnya.
Secara umum, gambaran klinis utama dari kecemasan menyeluruh adalah adanya
ketegangan motorik hiperaktivitas otonomik disertai kewaspadaan kognitif selain
ditemukannya kecemasan.
Yang menganggu kualitas hidup pasien adalah sifat kecemasan berlebihan.
Gejala adanya ketegangan motorik berupa gemetaran, nyeri kepala, sesak napas,
keringat berlebih, jantung berdebar, dan berbagai gejala gastrointestinal (contoh mual,
nyeri epigastrium dan lain-lain).
Kewaspadaan kognitif mucul dalam bentuk kewaspadaan yang berlebih, mudah
tersinggung, serta mudah terkejut.
1. Psikofarmaka.
Pengobatan kecemasan yang cukup efektif dan rasional dalam pengobatan jangka pendek
(sekitar 4 minggu) adalah ansiolitik.
Penggunaan jangka panjang memerlukan analisis ketat baik secara:
a. individual dengan segala risikonya
b. disabilitas akibat ansietasnya
c. umur pasien dan lain sebagainya.
Dari tinjauan literatur, benzodiazepin merupakan obat pilihan yang utama, baik untuk dosis
inisiasi, pemeliharan maupun terapi jangka panjang dengan segala resikonya yang berupa
toleransi, ketergantungan, disalahgunakan maupun adanya gejala-gejala putus zat
(withdrawal) saat dihentikan pengobatan. Pada mereka yang menggunakan benzodiazepin
berkelanjutan dengan dosis rendah, perlu dipertimbangkan bahwa mereka bukan
diakibatkan karena adiksi atau ketergantungan.
157
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 161
2. Psikoterapi.
Psikoterapi supportif.
Terapi Perilaku.
Terapi Kognisi Perilaku (TPK) atau Cognitive Behavioural Therapy.
Contohnya:
Lakukan konseling dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan, tentang gejala dan riwayat gejala
Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis, termasuk
bagaimana faktor perilaku, psikologik dan emosi berpengaruh mengeksaserbasi
gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik.
Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan tindak lanjut, bagaimana
menghadapi gejala, dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal.
Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas lambat).
Dalam keadaan panik atau cemas, maka bernafas akan lebih cepat. Belajar
mengendalikan pernafasan dengan bernafas lambat akan membantu kita merasa
lebih tenang dan rileks.
Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta
menerapkan perilaku hidup sehat.
Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan baik.
Gangguan ansietas kadang-kadang memerlukan terapi yang cukup lama,
diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan saran
terapi dengan benar.
158
162 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
H. Gangguan Kecemasan Karena Kondisi Medik
Etiologi
Gangguan medis berupa hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme dan defisiensi
vit B12. Pada kondisi feokromositoma terjadi pengeluaran epinephrine berlebihan
sehingga dapat menyebabkan kecemasan paroksimal. Kondisi hipoglikemi, sindroma
karsinoid, kegananasan sistemik, post encephalitis dan lesi tertentu pada otak juga
diketahui dapat memberikan gejala menyerupai kecemasan.
Terkadang, pada keadaan ini dapat muncul gangguan panik karena aritmia kordis, yang
tejadi akibat gangguan fisiologik sistem adrenergik dan efek sistem serotonin.
Pada individu yang mengalami gangguan kecemasan kronis maupun paroksismal yang
disertai penyakit fisik perlu dipertimbangkan mengalami kondisi ini. Biasa muncul serupa
dengan gangguan panik.
Keterangan diagnosis tambahan yang perlu disebutkan apabila ditemukan ciri khas
utama:
Kecemasan umum berlebihan mengenai sejumlah kejadian atau aktivasi.
Serangan panik.
Gejala obsesi–kompulsif.
159
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 163
I. Gangguan Panik
Merupakan periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya
kurang dari satu tahun) ditandai yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi
dan takipnoe. Biasa muncul dalam bentuk serangan panik spontan dan tidak dapat
diperkirakan. Kondisi-kondisi yang dapat menyertai kelainan ini antara lain agorafobia
(ketakutan berada sendiri di tempat-tempat keramaian atau area publik). Pertama kali
diidentifikasi oleh Jacob Mendes Da Costa sehingga disebut sebagai sindroma Da costa.
Epidemiologi
Dari penelitian di Amerika, untuk prevalensi seumur hidup untuk gangguan panik ada 1,5
– 3% dan untuk serangan panik adalah 3 – 4%. Wanita dua sampai tiga kali lebih sering
terkena dari pada laki-laki. Gangguan paling sering pada dewasa muda, namun dapat juga
terjadi pada setiap usia.
161
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 165
Kriteria untuk Agorafobia.
Biasa pada diagnosis kerja ditulis sebagai gangguan panik dengan agorafobia atau
agorafobia tanpa riwayat panik.
Didiagnosis apabila ditemukan keadaan sebagai berikut:
Rasa cemas muncul bila berada di suatu tempat atau situasi yang kemungkinan lolos
atau mendapat pertolongan kecil bila terjadi serangan panik atau gejala mirip panik
yang tidak diharapkan.
Pada berbagai situasi tertentu yang khas (contoh. Sendiri di luar rumah, berada di tempat
ramai, berdiri di sebuah barisan, berada di atas jembatan, bepergian dengan sarana
angkutan publik) biasanya memunculkan rasa takut agorafobik. Khusus pada
penghindaran terhadap satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika
terbatas pada situasi sosial maka diagnosis kerja dapat dibuat sebagai fobia spesifik
Individu tersebut menghindari beberapa kondisi/ situasi (misalnya jarang bepergian
sendiri dan memilih bersama teman). Atau terkadang bila dipaksakan akan
memunculkan tampilan seperti mengalami penderitaan yang jelas atau dengan
kecemasan hingga panik.
Kondisi cemas/ fobia bukan diakibatkan gangguan mental lain.
J. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Kondisi ini ditandai dengan adanya pikiran obsesif atau tindakan kompulsif (tindakan
berulang-ulang). Bentuk pikiran obsesif muncul dalam bentuk berbagai ide atau gagasan,
bayangan pikiran atau impuls yang muncul berulang dan sulit dihilangkan sehingga dirasa
mengganggu. Bentuk pikiran tersebut biasa bersifat negatif, seperti tindak kekerasan,
pikiran kotor, atau hal sehari-hari yang sepele.
Tindakan kompulsif muncul dalam bentuk tindakan khas (stereotipik) yang berulang
kali dilakukan namun tidak memberi manfaat dengan pengulangan tindakan tersebut. Biasa
tidak disadari individu dan meski disadari pun sulit untuk dicegah. Pada kasus kronis,
resistensi individu sudah minimal. Kondisi ini sering menunjukkan gejala otonomik dari
ansietas (dalam bentuk perasaan tertekan dan tegang) atau tanpa disertai gejala otonomik
yang jelas. Individu dengan gejala obsesi kompulsif sering menunjukkan gejala depresi
dan individu dengan gangguan depresi dapat mengembangkan pikiran-pikiran obsesi. Hal
ini menunjukkan keterkaitan antara obsesional dan depresi.Secara epidemiologi, gangguan
obsesi-kompulsif umumnya seimbang antara laki-laki dan wanita, dan sering
dilatarbelakangi oleh pikiran anankastik yang menonjol. Onset biasanya pada masa anak-
anak dan dewasa muda. Perjalanan penyakit penyakitnya cenderung menjadi kronis bila
tidak ada gejala depresi yang nyata.
162
166 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pedoman diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif dan tindakan kompulsif harus ada
sumber distres atau gangguan aktivitas. Gejala-gejala obsesif mempunyai ciri-ciri:
1. Harus dikenal atau disadari impuls dari individu sendiri.
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak bisa dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan penderita.
3. Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberikan kepuasan atau kesenangan. (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau perasaan ansietas tidak dianggap sebagai kesenangan)
4. Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry.
10th ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Psikiatri
163
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 167
168 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 13
POLA TIDUR
Bing Haryono
Kira-kira sepertiga bagian dari kehidupan manusia dilewatkan dengan tidur, tetapi
tidur jarang sekali dipersoalkan dan baru dirasakan kepentingannya oleh orang-orang yang
mengalami gangguan tidur. Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Tidur merupakan salah satu kebutuhan
pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan
keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan
cadangan energi normal. Tidur disertai oleh berbagai perubahan fungsi tubuh normal,
termasuk di dalamnya pernapasan, jantung, otot, suhu badan, hormonal dan tekanan darah.
Sebenarnya tidur adalah suatu keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah
dibalikkan (dibangunkan) yang ditandai oleh keadaan tubuh yang relatif tidak bergerak
dan "kurang responsif" (ambang respon tubuh meningkat) dibandingkan waktu terjaga.
Saat seseorang jatuh tertidur, gelombang otaknya mengalami perubahan
karakteristik tertentu yang dapat dicatat melalui suatu alat yang dikenal dengan nama
Elektroensefalografi (EEG). Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, yaitu tidur dengan
gerakan mata tidak cepat (NREM) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM). Pada
orang normal, tidur NREM adalah keadaan yang relatif tenang tidak terjaga, kecepatan
denyut jantung biasanya lebih lambat 5 sampai 10 menit di bawah tingkat terjaga penuh
dan sangat teratur. Frekuensi pernapasan dan tekanan darah juga mengalami penurunan.
Sedangkan pada periode REM, pencatatan EEG mirip dengan pola saat terjaga dan
cenderung tidak beraturan. Pola REM ini akan tercatat pada saat orang yang bersangkutan
sedang bermimpi. Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang. Pada masa bayi baru
lahir (neonatal), tidur REM mewakili lebih dari 50% waktu tidur total dimana bayi tidur
kira-kira 16 jam sehari dengan periode terjaga yang singkat. Pada usia 4 bulan, pola
berubah sehingga presentasi total tidur REM turun sampai kurang dari 40%. Pada stadium
dewasa muda, stadium tidur berubah dengan proporsi REM 25% dan NREM 75%.
164
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 169
B. Stadium Tidur Normal Pada Dewasa
a) Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase
ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase
mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
b) Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1
NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total
waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa
menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan
teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
c) Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas
teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah
gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu
gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat,
frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot
rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai
tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
d) Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,
amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada
gerakan bola mata.
e) Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini
menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga
awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang
mengalami deprivasi tidur.
Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium
1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon
melemah atau hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat. Pada pria terjadi ereksi penis.
Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu
tidur. Latensi REM sekitar 70-100 menit pada subyek normal tetapi pada penderita depresi,
gangguan makan, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan
alkohol durasinya lebih pendek. Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal
165
170 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi. Tidur REM dan NREM
berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-
mimpi sedangkan tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada
tidur REM tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM.
Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian
kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90
menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM biasanya berlangsung 90
menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin
dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang
dari enam jam setiap malan dan yang berfungsi secara adekuat. Periode kekurangan tidur
yang lama kadang-kadang menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi bahkan waham.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud
disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang dewasa tidur
sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap,
rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang
membentuk siklus 24 jam. Gangguan Tidur Gangguan tidur merupakan suatu
permasalahan yang banyak dialami, terutama di negara-negara maju yang kaya akan
rutinitas. Gejala utama yang menandai gangguan tidur adalah insomnia, hipersomnia dan
parasomnia.
166
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 171
2. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena
gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan
tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari
gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait
aksis I atau II.
E. Kesimpulan
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat
berfungsi dengan baik. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi
empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental
lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh
zat. RLS dan PLM adalah salah satu gangguan tidur yang sering terjadi di bidang ilmu
penyakit saraf dan dapat diobati.
168
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 173
174 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 14
GANGGUAN TIDUR
Harry Tribowo Hadi
Sekitar 12-15 % dari seluruh populasi AS, atau hampir 35 J uta orang mengeluhkan
gangguan tidur. Dalam kepustakaan, Mendelson mendapatkan bahwa gangguan tidur lebih
banyak diderita oleh wanita dibanding pria, dan jumlahnya akan terus bertambah seiring
dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur juga lebih banyak ditemukan pada golongan
sosial menengah kebawah. Pada suatu survey yang dilakukan terhadap pasien- pasien
psikiatri, ditemukan 63-72 % dari pasien yang rawat jalan, dan 80 % dari seluruh pasien
rawat inap menderita gangguan tidur. Oleh karena itu jelas sekali gangguan tidur
merupakan salah satu gejala utama yang turut diperhitungkan dalarn penegakan diagnosis
gangguan- gangguan psikiatrik.
A. Tidur Normal
Ditemukan fase "Rapid Eye Movement"(REM) pada individu yang tengah tidur
dihubungkan dengan keadaan bcrmimpi rnaupun pada perubahan gelombang otak dan hal
ini menyebabkan timbulnya keingintahuan dan penelitian-penelitian terhadap proses tidur
itu sendiri. Dan sejak itu pula beberapa pusat penelitian telah mendokumentasikan pola
dasar dari proses tidur. Hingga kini, dikenal dua tipe tidur yang berbeda, yaitu: (I) non-
rapid eye movement sleep (NREM) dan (2) rapid eye movement sleep (REM) atau yang
juga dikenal sebagai D-state. NREM dibagi 4 tahapan yaitu, tahap pertama mewakili fase
transisi antara keadaan bangun dan tidur, tahap ke-II tidur dalam menengah (medium deep
sleep) rnengisi hampir 50 % dari keseluruhan waktu. tidur, tahap ke-III dan ke- IV terdiri
atas tidur dengan gelombang delta (δ) yang berlangsung terus menerus atau disebut juga
sebagai tidur dalam (deep sleep).
Setelah melampaui fase tidur I dan II, seseorang akan memasuki tahap delta (tidur
terdalam dalam satu malam), sekitar Yz-1 jam setelah onset tidur. Pada tidur yang
berlangsung terns, waktu untuk tidur tahap II (tidur dalam menengah) akan semakin
panjang dan waktu untuk tidur dalam akan semakin berkurang. Selama periode istirahat
pada saat tidur, frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi respirasi akan
berkurang dan frekuensi gelombang otak pun melambat secara ritmis. Setiap siklus tidur
NREM akan berlangsung sekitar 90 menit, dan rata-rata setiap tidur malam seseorang akan
169
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 175
mengalami 4-5 siklus tidur NREM. Sepanjang malam, setiap siklus tidur NREM akan
terinterupsi oleh pola-pola gelombang otak yang terdesinkronisasi dengan tegangan yang
rendah; dan pada saat ini, frekuensi denyut jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen dan
pergerakan tubuh akan meningkat secara drastis, dan kemudian fase bermimpi akan
dimulai. Selama proses otomatis ini berlangsung, mata yang berada dibawah kelopak mata
akan bergerak dengan cepat dan oleh karena itu fase ini dikenal dengan tidur REM.
Menurut Hobson, siklus tidur- bangun- bermimpi bergantung pada keseimbangan
sistim neurokimia dan neuroanatomis (neurochemical – neuroanatomical systems).
Keadaan terjaga dipertahankan oleh Formatio reticularis ascendens, namun, barbiturat
dapat mempengaruhi sistem aktivasi Formatio reticularis ascendens dan menyebabkan
terjadinya keadaan tidur. Selain itu tidur juga dapat diakibatkan karena meningkatnya
aktivitas sistem raphe-serotoninergik (raphe- serotonergic system); dimana kondisi tidur
yang normal dipengaruhi oleh predominasi relatif dari sistem serotoninergik yang berpusat
pada kompleks pontine-raphe (pontine- raphe complex); sedangkan keadaan tidur REM
dipertahankan oleh sistem norepinephrin yang berpusat pada pons pada tingkat yang lebih
tinggi. Ketiga sistem anatomis- kimiawi saling berhubungan dan memberikan efek saling
menghambat. Monotony, boredom dan barbiturat dapat menurunkan aktivitas sistem
Formatio reticularis ascendens dan menyebabkan terjadinya keadaan tidur. Tidur juga
dapat diakibatkan oleh karena meningkatnya aktivitas sistem raphe-serotoninergik.
Hartmann dkk. Membuktikan bahwa tryptophan, suatu prekursor serotonin alami yang
terdapat dalam susu dan produk makanan lainnya dapat menginduksi terjadinya tidur. Pada
umumnya agen-agen hipnotik, sedatif, stimulan, antidepresan, dan antihistamin akan
meningkatkan jumlah norepinephrine dalam susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan
menurunnya jumlah tidur REM.
Kebutuhan tidur
Waktu tidur rata-rata orang dewasa muda adalah 7 jam 45 menit, sedangkanwaktu
minimal yang dibutuhkan untuk tidur setiap malam adalah 4-5 jam. Seiring dengan
bertambahnya usia, maka efisiensi tidur, total waktu tidur dan jumlah tidur REM akan
berkurang. Stres fisik dan emosi, kehamilan dan depresi ringan agaknya dapat
meningkatkan kebutuhan tidur. Kebutuhan tidur agaknya juga berhubungan dengan
kepribadian seseorang. Hartmann melaporkan bahwa individu- individu yang
membutuhkan tidur kurang dari 6 jam sehari merupakan individu- individu yang " tidak
khawatir " yang sudah merasa cukup dan puas akan kehidupannya. lndividu- individu yang
merupakan individu- individu yang "pengkhawatir" yang selalu memandang suatu masalah
170
176 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
secara serius berlebihan dan memiliki berbagai keluhan tentang dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya membutuhkan tidur lebih dari 9 jam sehari.
Agar dapat menegakkan diagnosis gangguan tidur dengan benar, dokter harus dapat
melakukan anamnesa riwayat tidur dari seorang pasien. Dalam pangambilan riwayat tidur,
dokter akan menentukan onset terjadinya kelainan, perjalanan penyakit dan karakteristik
dari kelainan yang terjadi. Dilakukan evaluasi terhadap pola tidur/ bangun yang terjadi
dalam 24 jam. Dilakukan pula penelusuran terhadap kelainan-kelainnan tidur yang
mungkin terjadi dalam keluarga, juga dilakukan pengambilan data dari teman tidur pasien.
Efek gangguan tidur pada kehidupan pasien dinilai, selain itu juga dilakukan penilaian
sikap pasien dan keluarganya terhadap kelainan tidur yang diderita.
Hubungan antara onset dan perjalanan penyakit dari suatu kelainan tidur dengan stres
yang dialami sehari-hari dan gangguan emosional dapat membantu dalam mengetahui
etiologi dari suatu kelainan tidur yang diderita. Contoh, onset terjadinya kelainan berupa
berjalan sambil tidur pada masa kanak- kanak atau pada masa remaja awal mengarah pada
terjadinya gangguan perkembangan, sedangkan onset yang timbul pada saat seseorang
telah dewasa mengarah pada terjadinya keadaan patologis organik. Insomnia dan mimpi-
mimpi buruk dapat terjadi pada usia berapapun dan pada umumnya berhubungan dengan
stres emosional. Sebagian besar pasien yang menderita insomnia dan mengalami mimpi
buruk telah mengalami keluhan- keluhan tersebut selama lebih dari lima tahun sebelum
akhirnya pasien-pasien tersebut menemui dokter untuk memeriksakan keluhannya
tersebut.
Partner tidur pasien biasanya dapat memberikan informasi yang berharga dan sangat
penting dalam proses penegakan diagnosis. Sebagai contoh, partner tidur harus ditanyakan
mengenai kemungkinan pasien mendengkur dengan hebat pada saat tidur. Dengkuran
periodik yang diselingi dengan adanya periode apnea yang berlangsung lebih dari 10-15
detik mengindikasikan kemungkinan terjadinya obstructive sleep apnea. Pamer tidur dari
pasien- pasien yang menderita central sleep apnea dapat melaporkan bahwa selama tidur
malam, pasien beberapa kali tersedak dan seperti tercekik.
Myoclonus nocturnal ditandai dengan adanya gerakan-gerakan mengejang pada kaki
yang terjadi secara periodik beberapa kali selama tidur, dan biasanya hal ini dirasakan oleh
partner tidur. Gerakan- gerakan mengejang ini mungkin dapat dirasakan sangat
mengganggu dan akhirnya partner tidur lebih memilih untuk tidur ditempat terpisah.
Akhirnya pada kasus-kasus berjalan sambil tidur ataupun pada kasus- kasus dimana pasien
menderita night terrors dapat diidentifikasi berdasarkan deskripsi- deskripsi yang
disampaikan oleh partner tidur.
172
178 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Menilai kelainan- kelainan medis dan psikiatris
Bagi pasien-pasien yang belum dapat didiagnosis dengan pasti meskipun telah
menjalani anamnesis dan pemeriksaan rnedis lengkap, harus dilakukan perujukan dan
pemeriksaan dipusat evaluasi tidur. Ditempat ini secara umum pasien akan dianamnesis
yang detail dan pemeriksaan fisik lengkap juga meliputi evaluasi neurologis menyeluruh
dan wawancara psikiatris. Pasien mengisi catatan tidur harian secara lengkap. Beberapa
pusat penelitian juga mengharuskan pasien mengisi Stanford Sleepiness Scale, Sleep
inventory, Minnesota Multiphasic Personality Inventory dan Cornell Medical Index.
Setelah informasi yang dibutuhkan dilengkapi, dibuat janji temu dengan pasien untuk
selanjutnya dilakukan evaluasi lebih lanjut di pusat evaluasi tidur. Pasien diharuskan
datang ke pusat evaluasi 1-2 jam sebelum waktu tidur malam. Prosedur selanjutnya pasien
akan dipasangi alat evaluasi tidur yang disebut “POLYSOMNOGRAFI”. Alat ini akan
173
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 179
secara terus menerus mencatat dan merekam hasil pemeriksaan EEG, aktivitas otot,
gerakan mata, ECG, dan aktivitas respirasi selama pasien tertidur.
B. Insomnia
Menurut DSM IV-TR ada dua diagnosis yaitu: Insomnia Primer dan Insomnia yang
terkait dengan Aksis I atau Aksis II. Kriteria DSM menekankan pada keluhan utama susah
masuk tidur atau tidur tak berkualitas memulihkan, berlangsung sedikitnya 1 bulan dan
mengakibatkan keluhan/ kegagalan dalam fungsi kehidupan sehari- hari.
Menurut ICSD-2 (The International Classification of Sleep Disorders -second edition) :
Gejala insomnia adalah sukarnya jatuh tidur/ masuk tidur yang menetap,
terbangun tengah malam, kualitas tidur yang buruk atau lamanya tidur yang tak
cukup, menyebabkan distres atau kegagalan dalam fungsi kehidupan sehari-
hari, padahal kesempatan tidurnya cukup .
Epidemiologi:
Prevalensi gejala insomnia adalah 30-40 % dari populasi. Prevalensi gangguan insomnia
5-10 %.
174
180 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor risiko:
Jenis kelamin, usia lanjut, tidak memiliki pekerjaan, menyertai suatu penyakit genetik,
stres psikososial, dan kebiasaan tidur yang kontra produktif/ buruk.
Patofisiologi:
Model fisiologi mengarahkan bahwa insomnia adalah gangguan peningkatan rangsang.
Model perilaku mengatakan bahwa insomnia timbul akibat interaksi dari faktor
predisposisi tertentu, faktor presipitasi ekstemal dan faktor perilaku yang menetap/
kebiasaan.
Konsekuensi:
Insomnia adalah faktor risiko untuk timbulnya depresi, cemas dan gangguan
penyalahgunaan zat. Insomnia dihubungkan dengan kecelakaan, bolos/absen kerja dan
berkurangnya kualitas hidup.
Diferensial diagnosis:
Insomnia primer mengarah pada gangguan dimana keluhan utamanya adalah insomnia
tanpa ada kaitannya dengan gangguan/ penyebab lainnya. Insomnia sekunder timbul dari
penyebab lain termasuk beberapa gangguan psikiatrik, penyakit/ kondisi medis umum
seperti CHF, COPD, Stroke, Penyakit Parkinson, CRF, DM, Hiperthiroid, Artritis,
fibromyalgia. Insomnia karena menggunakan zat termasuk alkohol, cafein, nikotin,
stimulan lainnya. Insomnia karena obat anti depresan, dekongestan, kortikosteroid, statin
dll.
Pengobatan Insomnia:
Farmakoterapi berfokus pada pemberian anti insomnia jangka pendek (2-4 minggu) lalu
dosis diturunkan secara bertahap. Untuk Insomnia primer pilihan pertamanya adalah short
acting benzodiazepine reseptor agonist, seperti Zolpidem, eszopliclone, atau zoleplon.
Antidepresan yang bersifat sedasi seperti doxepine dan amitriptilin dapat digunakan.
175
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 181
Pilihan ketiga dapat menggunakan gabapentin atau tiagabine. Terapi psikologis dan terapi
perilaku mungkin perlu dilakukan bila menggunakan terapi medikasi jangka panjang.
Terapi restriksi tidur dapat memaksimalkan efisiensi tidur. Terapi kontrol stimulus
mendukung hubungan antara tidur clan lingkungan tidur. Pasien disarankan untuk
menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan kegiatan seksual dan masuk kamar tidur
hanya ketika mengantuk. Jika masih terjaga setelah 20 menit pasien hams meninggalkan
kamar tidur sampai mengantuk Jagi. Terapi kognitif menggunakan metode psikologis dan
mengubah miskonsepsi dari tidur dan sulit tidur. Mengunakan suatu kombinasi dari terapi
perilaku dan teknik kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
1. David J Kupfer, Michelle S. Horner et all, Oxford American Hand Book of Psychiatry, 2008;
Oxford University Press, New York
2. John C.M Brust, Current Diagnosis & Treatment in Neurology, Mc. Graw Hill, New York
3. J. Ingram Waker and Jesse O. Cavenar, Jr, Sleep Disorders, ....
4. Harold I. Kaplan and Benjamin J. Sadock, Synopsis of Psychiatry, 8th. Ed,1998, Williams and
Wilkins, Baltimore, Maryland, USA
176
182 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 15
GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
Hilda Puspa Indah
Disebut juga mental retardasi (mental retardation). Pada keadaan ini ditemukan
kecerdasan atau kemampuan mental di bawah rata-rata dan kurangnya keterampilan yang
diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Individu dengan kondisi ini masih dapat dan
mempelajari keterampilan baru, tetapi lebih lambat. Derajat ketidakmampuan dari ringan
sampai berat.
Individu dengan kondisi ini memiliki keterbatasan dalam dua bidang, yaitu:
Fungsi Intelektual IQ, mengacu pada kemampuan seseorang untuk belajar,
bernalar, membuat keputusan dan memecahkan masalah
Perilaku adaptif keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari,
seperti mampu berkomunikasi secara efektif, berinteraksi dengan orang lain dan menjaga
diri sendiri
177
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 183
Tanda disabilitas intelektual pada anak-anak dapat muncul pada berbagai usia, terkadang
muncul selama masa bayi namun terkadang baru muncul saat seorang anak berusia
sekolah. Hal ini seringkali tergantung pada tingkat disabilitasnya.
Tanda-tanda disabilitas intelektual adalah:
Tahapan berguling, duduk, merangkak atau berjalan yang terlambat
Bicara terlambat atau kesulitan bicara
Lambat menguasai hal-hal seperti latihan pup (BAB), berpakaian dan makan
sendiri
Kesulitan untuk mengingat sesuatu
Ketidakmampuan dalam menghubungkan tindakan dengan kosekuensi.
Gangguan perilaku seperti amukan yang meledak-ledak (tantrum)
Kesulitan dalam memecahkan masalah atau pemikiran logis
Etiologi, mencakup:
Genetik : contohnya pada sindroma Down, fragile X syndrome
Permasalahan selama kehamilan, contohnya gangguan perkembangan otak janin
akibat penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan, malnutrisi, infeksi
tertentu, atau preeklamsia.
Permasalahan saat persalinan, biasa muncul apabila selama proses persalinan
terjadi hipoksia atau kondisi bayi sangat premature.
Penyakit atau cedera, terutama disebabkan oleh infeksi (meningitis, batuk rejan,
atau campak) dan trauma kepala berat (kondisi hampir tenggelam, malnutrisi
berat, infeksi otak, paparan racun seperti timbal, dan pengabaian atau
penyiksaan (abuse)).
Dan ada dua pertiga anak dengan disabilitas intelektual tidak diketahui
penyebabnya.
180
186 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
B. Autism Spectrum Disorders
Individu dengan kondisi ini juga memiliki perilaku restriktif / repetitif seperti:
Kata atau frasa tertentu maupun perilaku yang tidak biasa, yang disebut ekolalia.
181
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 187
Minat kuat pada topik tertentu seperti angka atau detail informasi dan fakta
tertentu.
Minat yang terfokus pada benda bergerak atau bagian-bagian tertentu suatu
benda.
Marah karena sedikit perubahan dalam rutinitas.
Memiliki kekurangan/ kelebihan sensitivitas terhadap sensor indera seperti
cahaya, suara, jenis bahan pakaian, atau suhu dibandingkan orang lain.
Gangguan tidur dan kegelisahan.
Memiliki berbagai kelebihan disbanding orang lain:
o Dapat mempelajari secara detail mengenai berbagai hal dan mengingat
berbagai informasi tersebut untuk periode lama
o Lebih mampu mempelajari hal secara visual dan auditori
o Unggul dalam bidang yang berhubungan dengan angka (seperti matematika,
ilmu pengetahuan sistematis, musik dan kesenian).
Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti, namun berbagai penelitian
menunjukkan adanya keterlibatan bersama antara genetik dan pengaruh lingkungan
yang memengaruhi perkembangan sedemikian hingga yang mengarah ke ASD.
Penatalaksanaan
Harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Yang terpenting adalah
perawatan tepat sedini mungkin agar dapat mengurangi kesulitan individu dalam
menjalankan fungsinya. Selain itu juga sangat penting membantu mereka dalam
proses belajar berbagai keterampilan baru dan memaksimalkan kekuatan mereka.
Diharapkan dengan berbagai tindakan dan pengobatan secara holistik akan dapat
mengurangi berbagai masalah yang dihadapi orang dengan ASD.
182
188 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pengobatan
Terapi farmakologis yang diberikan oleh dokter dapat mengatasi beberapa gejala
(seperti iritabilitas, agresi, perilaku aneh yang repetitif, hiperaktiviras, kesulitan
memusatkan perhatian, kecemasan, dan depresi).
Terapi non farmakologis mencakup terapi perilaku, konsultasi untuk terapi psikologis,
dan terapi bidang pendidikan dalam bentuk pengembangan keterampilan.
Program yang dijalankan oleh dokter dengan spesialisasi terapi perilaku biasanya
sangat terstruktur dan intensif. Dalam program ini juga keterlibatan orang tua, saudara
kandung, dan anggota keluarga lainnya sangat penting sehingga individu dengan ASD
mampu untuk:
Mempelajari berbagai hal yang diperlukan untuk hidup mandiri
Mengurangi perilaku yang menantang
Meningkatkan atau membangun kekuatan dalam menghadapi hidup
Mempelajari berbagai keterampilan sosial, komunikasi, dan bahasa
183
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 189
Pada keadaan hiperaktif- impulsif, muncul dalam bentuk:
Sering menggeliat, gelisah, atau memantul saat duduk
Tidak tetap duduk
Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
Selalu bergerak, seperti berlari atau memanjat sesuatu (Pada remaja dan dewasa,
ini lebih sering digambarkan sebagai kegelisahan.)
Berbicara berlebihan
Kesulitan menunggu giliran
Mengaburkan jawaban
Mengganggu orang lain
Penyebab, mencakup:
Genetik
Bahan Kimia
Perubahan otak, ditemukan area otak yang mengontrol perhatian kurang aktif pada
anak-anak dengan ADHD.
Gizi buruk, infeksi, merokok, minum, dan penyalahgunaan zat selama kehamilan
Racun
Cedera otak atau kelainan otak lobus frontal, dapat menyebabkan masalah
pengendalian impuls dan emosi
Pengobatan ADHD meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Untuk terapi
farmakologis biasa menggunakan:
Amfetamin
Dexymethylphenidate
Dextroamphetamine
Lisdexamfetamine
Methylphenidate
D. TIC Disorders
Merupakan gerakan yang tiba-tiba dan cepat dari berbagai kelompok otot dengan
atau tanpa ucapan vokal, yang terjadi tanpa disengaja. Biasa terjadi secara singkat,
berulang, tidak berirama.
Dapat diklasifikasikan menurut derajat kompeksitasnya,
yaitu single atau kompleks serta kualitasnya yaitu motor atau vokal.
Penatalaksanaan, meliputi:
o Farmakoterapi :
Sebelum diberikan obat dlakukan pemeriksaan : tes fungsi hepar, level prolaktin,
EKG, EEG pemeriksaan fisik dan neurologis.
Haloperidol satu-satunya obat resmi yang disetujui untuk pengobatan gangguan
tik di Eropa (dari usia tiga tahun). Haloperidol memiliki anti dopaminergik kuat
dan hasil dalam pengurangan tik di sekitar 80% dari kasus. Namun efek samping
186
192 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
seperti sindrom ekstrapiramidal cukup sering terjadi, sehingga haloperidol tidak
menjadi pengobatan pilihan yang pertama.
Risperidone sebagai SGA dengan afinitas tinggi terhadap reseptor D2 dan 5-
HT2. Efikasinya hampir setara dengan haloperidol namun efek samping yang
lebih sedikit
Aripiprazole biasa diberikan pada pasien yang tidak berespon terhadap obat lain.
Terapi untuk TIK dengan komorbid
ADHD :
o Psikostimulan (metilfenidat)
o Atomoxetin dan klonidin
o Risperdione
o Risperidon+metilfenidat
Gangguan emosional diberikan Sulpiride
OCD diberikan SSRI
Tik yang berat diberikan SSRI + antipsikotik
o Nonfarmakoterapi, mencakup:
Psikoedukasi
Psikoedukasi yang diberikan biasanya meliputi orangtua dan guru.
Informasi yang diberikan yaitu tentang gangguannya dan pilihan pengobatan.
Informasi yang diberikan guru dapat sebagai rekomendasi bila anak ujian
diperbolehkan ujian sendiri atau boleh meninggalkan kelas untuk waktu yang
singkat untuk melepaskan tik nya.
Psikoterapi
o Metode cognitive behavioral merupakan terapi paling efektif untuk
intervensi psikoterapi.
o Latihan relaksasi dapat membantu mengurangi tik karena intensitas tik
sering meningkat ketika stres dan cemas. Latihan relaksasi meliputi
relaksasi otot, pernapasan dalam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry.
10th ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI
187
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 193
194 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 16
GANGGUAN SOMATOFORM
Ade Kurnia Surawijaya
Gangguan hipokondriasis
Epidemiologi:
Dari penelitian ditemukan 4 – 6% pada populasi medik umum, Laki-laki dan wanita sama
banyaknya dan onset gejala bisa terjadi pada segala usia, onset paling sering adalah umur
20-30 tahun. Posisi sosial, tingkat pendidikan dan status perkawinan tidak mempengaruhi
diagnosis.
Etiologi:
Penyebab hipokondriasi menurut DSM IV adalah misinterpretasi gejala-gejala dalam
tubuh. Orang-orang yang hipokondriakal sensasi somatiknya dibesar-besarkan atau
ditingkatkan, mereka memiliki ambang toleransi yang lebih rendah dibandingkan pada
umumnya. Misalnya pada orang yang normal merasakan tekanan dalam abdomen, tetapi
pada orang hipokondriakal dirasakan sebagai rasa nyeri, hal ini diakibatkan karena sensasi
kognitif yang salah.
Menurut konsep belajar sosial; hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit sebagai seseorang yang menghadapai masalah yang berat atau
tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit ini menawarkan suatu jalan keluar mengingat pasien
yang sakit dibiarkan menghindari kewajibannya.
Konsep lain mengatakan bahwa hipokondriasis ini merupakan variasi dari gangguan
mental lainnya seperti depresi atau kecemasan. Dari segi psikodinamika; dikatakan bahwa
harapan agresif terhadap orang lain di represi atau dialihkan kepada keluhan fisik.
Kemarahan pasien hipokondriakal adalah akibat kekecewaan, kehilangan dan penolakan
190
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 197
dimasa lalu, tetapi pasien mengekspresikan masa kini kepada orang lain dengan meminta
pertolongan dan perhatian.
Diagnosis:
A. Salah satu dari hal ini harus ada:
1. Keyakinan yang menetap adanya satu atau dua penyakit fisik yang serius,paling
sedikit telah berlangsung selama enam bulan atau lebih.
2. Keyakinan yang menetap bahwa tubuhnya terjadi deformitas atau tak serasi.
B. Adanya preokupasi bahwa gejalanya mengakibatkan stress atau menganggu aktivitas
sehari-hari dimana pasien mempunyai kecenderungan untuk mencari pertolongan
secara medik.
C. Secara persisten ia menolak keterangan dokternya bahwa yang bersangkutan tidak
memiliki gangguan kesehatan,atau dalam jangka pendek ia menerima keterangan
tersebut misalnya untuk beberapa minggu.
D. Gejala tersebut bukan diakibatkan oleh skizofrenia atau gangguan lainnya.
Gangguan konversi.
Definisi:
Gangguan konversi merupakan suatu gangguan pada fungsi organ tubuh yang tidak sesuai
dengan anatomi atau fisiologi dari organ tersebut,yang secara karakteristik disebabkan oleh
stres atau ketegangan.
Epidemiology
Insiden tahunan,adalah 22 orang dari 100.000 penduduk,wanita :laki-laki 2:1
Umumnya dicetuskan oleh mereka yang mengalami gangguan neurologis seperti stroke.
Etiology
Biological Factors:
1. hipofungsi pada sistem hemisper yang dominan
2. hyperaktif pada hemisfer non dominan bersifat disfungsi.
3. hunbungan yang abnormal antara kedua hemispher.
192
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 199
unilateral atau bilateral. Pada kebutaan reaksi pupil normal, dapat berjalan keliling tanpa
tertabrak.
Gejala motorik, kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan dan paralisis. Paresis
dan paralisis pada salah satu atau kedua ektrimitas, distribusi tidak sesuai dengan jalur
neural. Refleks normal tidak nampak fasikulasi atau atropi. Gejala kejang, sulit dibedakan
dengan kejang asli, refleks pupil dan batuk dipertahankan setelah kejang semu. Ciri lain
Prognosis
Prognosis yang baik pada gangguan konversi berkaitan dengan onset yang akut; setiap
peristiwa yang membuat stres bisa dikenal; keadaan premorbid baik tanpa adanya
komorbiditas gangguan psikiatri lainnya, atau gangguan medik maupun gangguan
neurologis dan tidak adanya maksud untuk mencari keuntungan dari gejala penyakitnya.
Pada penelitian retrospektif di Amerika serikat pasien dengan gangguan konversi tanpa
adanya komorbiditas gangguan saraf 90-100%, dengan berjalannya waktu, dapat pulih
dengan sempurna setelah keluar dari rumah sakit. Pasien dengan gangguan konversi yang
kronis mempunyai prognosa kurang baik. Di Inggris pada pasien yang di rawat jalan dari
56 pasien yang rawat inap, 30 membaik tanpa gejala, 11 orang mempunyai gangguan saraf
yang kronis, sementara yang lain diduga mempunyai gangguan konversi.
193
200 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
DAFTAR PUSTAKA.
1. D.S.M.IV,TR.
2. Kaplan dan Sadock,Comphrehensive Text book of Psychiatry VII edition.
3. Pedoman Pengolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III.Departemen
Kesehatan R.I.Direktorat Jendral Pelayanan Medik 1993.
194
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 201
202 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 17
FUNGSI SEKSUAL DAN DISFUNGSI SEKSUAL
Harry Tribowo Hadi
Tidak ada pedoman mengenai fungsi seksual normal yang diterima secara luas.
Fungsi normal akan berubah sesuai dengan pengalaman, umur, adanya pasangan yang
cocok serta harapan dan standar yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial, budaya, etnik
dan atau agama individu tersebut. Seksualitas seseorang sangat terjalin erat dengan
kepribadian secara keseluruhan. Dengan demikian istilah "Psikoseksual" digunakan untuk
mengesankan perkembangan dan fungsi kepribadian sebagai sesuatu yang dipengaruhi
oleh seksualitas seseorang. Seksualitas seseorang adalah tergantung pada empat faktor
yang saling berhubungan, yaitu: identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi
seksual, dan perilaku seksual. Faktor-faktor tersebut mempengarnhi pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi kepribadian. Keseluruhannya itu dinamakan "faktor
psikoseksual ".
ldentitas jenis kelamin (gender identity) adalah rasa seseorang tentang kelaki- akian atau
kewanitaan."Saya laki-laki" atau "Saya perempuan". MenurutRobert Stoller,
"mengandung arti aspek psikologis dari perilaku yang berhubungan dengan maskulinitas
dan feminitas".
Perilaku seksual, biasanya ditandai dengan respon fisiologis. Respon seksual adalah suatu
pengalaman psikofisiologis yang sesungguhnya. Rangsangan dicetuskan oleh stimuli
psikologis dan fisik, tingkat ketegangan secara fisiologis dan emosional dan pada orgasme.
195
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 203
Secara normal hal ini akan menimbulkan persepsi subjektif puncak reaksi dan pelepasan
secara fisik. Pekembangan psikoseksual, sikap psikologis terhadap seksualitas, dan sikap
terhadap pasangan seksual akan secara langsung sangat mempengarnhi fisiologi respon
seksual seseorang.
B. Disfungsi Seksual
196
204 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
dapat menerima lebih dari satu diagnosis kelainan seksual menurut DSM IV, sebenarnya
semua diagnosis tersebut sering berasal dari satu masalah saja.
Fase respon seksual dipublikasikan oleh Masters dan Johnson sekitar tahun 1960-an.
Kemudian telah dipelajari lebih lanjut (misalnya: sekarang telah diketahui bahwa fase-fase
respon seksual pada wanita sering tumpang tindih dan tidak selalu berurutan). Pengetahuan
mengenai fase-fase dasar dapat membantu pembahasan tentang fungsi seksual dan
disfungsi seksual.
1. Fase Keinginan/ hasrat/ dorongan seksual: fantasi mengenai kegiatan seksual dan
keinginan untuk melakukan kegiatan seksual.
2. Fase Perangsangan seksual: disebabkan oleh stimulasi psikologis (khayalan atau
adanya objek cinta), atau stimulasi fisik (membelai atau mencium) atau kombinasi
keduanya. Akan menimbulkan perasaan subjektif dari rangsangan seksual dan
kenikmatan yang diikuti oleh perubahan fisiologis.
• Wanita: kongesti pembuluh darah pelvis, lubrikasi vagina, pembengkakan
genitalia eksterna.
• Pria: pembengkakan penis dan ereksi.
3. Fase Orgasme: suatu puncak dari kenikmatan seksual disertai kontraksi ritmis dan
pelepasan tekanan seksual.
• Wanita: kontraksi vagina. Dapat disertai dengan pengeluaran cairan.
• Pria: sensasi ejakulasi tidak dapat dihindari, diikuti ejakulasi dari semen.
Riwayat seksual adalah bagian yang penting dari setiap riwayat medis. Karena
disfungsi seksual melibatkan pasangan, idealnya anamnesis mengenai riwayat seksual
dilakukan terhadap kedua pasangan secara bersama-sama, kernudian barn dilakukan secara
terpisah.
197
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 205
Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan tercipta perasaan aman dalam
membuka persoalan pribadi, penanya haruslah berusaha untuk:
• Bersikap empati, melakukan pendekatan yang tidak bersifat "menyalahkan"
• Memberikan dukungan dan dorongan
• Menghindari pertanyaan yang bersifat memimpin
• Memberi pertanyaan yang pertanyaan umum dan luas, dilanjutkan dengan pertanyaan
yang lebih detail dan spesifik.
• Meminta klarifikasi dengan pertanyaan 1angsung
• Menyatakan alasan mengenai pertanyaan yang diberikan
• Tidak membuat asumsi apapun (terutama mengenai pengalaman, pandangan, praktek,
dan jumlah pasangan)
• Jika sesuai, beritahukan bahwa masalah seksual bisa menjadi topic yang sulit untuk
dibicarakan dan/atau masalah seksual itu adalah hal yang biasa terjadi dan pada
umumnya dapat diatasi.
199
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 207
8. Tanyakan obat-obatan yang sedang digunakan, apakah ada obat yang menyebabkan
efek samping seksual seperti SSRis, beta-bloker, anti androgen, GnRH agonists,
OCPs.
9. Bagaimana suasana hati anda mempengaruhi masalah seksual anda?
Kelainan ini dicirikan dengan defisiensi menetap a tau berulang a tau hi langnya
fantasi seksual dan keinginan untuk aktivitas seksual. Para klinikus berpendapat bahwa
kelainan ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi seksual
seperti umur dan gaya hidup. The American Urological Association (AUA)
mendefinisikan sebagai kekurangan "responsive desire" misalnya keinginan yang dipicu
oleh rangsangan seksual. Data menunjukkan bahwa wanita didalam kepuasan seksual,
menunjukkan hubungan yang tidak memerlukan keinginan dalam memulai aktivitas
seksual.
Perasaan negatif yang kuat, ketakutan, atau kecemasan yang timbul berkaitan dengan
interaksi seksual. Perubahan ini sering difokuskan pada aspek utama dari pengalaman
seksual (misalnya penetrasi ke vagina, sekresi cairan genital). Bagaimanapun, ada
beberapa pengalaman individu yang menyebabkan keengganan dalam aktivitas seksual.
Ketika kesempatan seksual timbul, individu tersebut merasa bersalah, menjijikan dan/atau
timbul kecemasan.
200
208 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Gangguan pemuasan rangsang seksual wanita (DSM-IV-TR)
Hal ini terjadi ketika laki-laki tidak dapat mencapai atau mempertahankan ereksi ·
yang adekuat untuk penetrasi dan/atau hubungan. Hal ini dapat terjadi pada berbagai
tingkat seksual: dari ketidakmampuan untuk ereksi, kehilangan kemampuan ereksi ketika
hendak penetrasi, atau selama penetrasi. Beberapa laki-laki hanya dapat ereksi ketika
masturbasi atau pada waktu tidur. Jika orang tersebut tidak ereksi selarna masturbasi atau
waktu bangun, mungkin penyebabnya dari kondisi medik, efek samping obat atau
penyalahgunaan obat. Beberapa tipe yang spesifik:
• Tipe lifelong atau tipe didapat
• Tipe umurn atau tipe situasional
• Berhubungan dengan faktor psikologi atau berhubungan dengan faktor kornbinasi
Gangguan ini ditandai oleh penundaan yang berulang atau menetap atau tidak adanya
orgasme setelah fase arousal seksual yang norrnal. Hal tersebut masih kontroversial karena
kesalahan konsep mengenai frekuensi dan tipe dari orgasme wanita. Wanita rnempunyai
variasi yang luas dalam kapasitas dan tipe orgasrme dan intensitas dari rangsangan yang
rnernicu orgasme. Diagnosis tersebut hanya diberikan jika fungsi orgasme kurang dari
yang diharapkan usia individu, pengalaman, derajat rangsangan, dan sebagainya. Catatan:
kapasitas orgasme perempuan cenderung meningkat dengan usia dan pengalaman seksual.
Penting untuk membedakan ini dengan gangguan arousal seperti wanita dengan gangguan
arousal jarang atau tidak pernah mengalami orgasine dan sering salah diagnosis dengan
gangguan orgasme. Gangguan arousal adalah subjektif dan sulit untuk ditentukau
prevalensinya.
201
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 209
Gangguan orgasme pada pria (DSM-IV-TR)
Didefinisikan sebagai penundaan yang persisten atau berulang atau tidak adanya
orgasmc yang diikuti fase rangsangan seksual yang normal. Gangguan ini dapat sesuai
situasi dimana ejakulasi bias terjadi hanya sebagai respon terhadap rangsangan yang
spesifik. Ini terrnasuk penundaan yang panjang dimana ejakulasi terjadi selama hubungan
intim tetapi hanya setelah aktivitas non koitus yang sangat lama dan intensif. Diagnosis ini
harus dibuat jika fungsi orgasme kurang dari yang diharapkan rangsangan dan usia
individu. Tidak seperti wanita, dalam kapasitas orgasme cenderung menurun dengan usia.
Dyspareunia (DSM-IV-TR)
Vaginismus (DSM-IV-TR)
Didefinisikan sebagai konstriksi involunter dari otot-otot sepertiga luar dari vagina
yang terstimulasi oleh hubungan seksual, suatu pemeriksaan ginekologis, atau penyebab
ketidaknyamanan fisik (tidak berhubungan dengan suatu kondisi medis umum). Pada
kebanyakan kasus, hubungan seksual adalah mungkin tapi sangat nyeri I tidak nyaman.
Wanita biasanya tidak waspada terhadap spasme vagina. Keluhan-keluhan
ketidaknyamanan fisik selama hubungan seksual adalah biasa terjadi. Diagnosis ini tidak
ditegakkan ketika hal itu secara eksklusif disebabkan oleh faktor-faktor organik atau ketika
hal itu gejala dari gangguan mental Axis I lainnya. Vaginismus biasanya berhubungan
dengan kecemasan atau pikiran ketakutan seperti takut nyeri saat penetrasi, serangan
seksual sebelumnya, percaya bahwa seks aclalah salah atau penuh dosa, rasa takut akan
nyeri pada hubungan seksual yang pertama kali yang bersifat antisipasi, dan atau rasa takut
hamil. Sejak vaginismus dapat menyebabkan nyeri saat hubungan seksual, hal itu dapat
menguatkan kepercayaan-kepercayaan itu. Hal itu dapat juga suatu bentuk ketidaksadaran
dari protes nonverbal ketika seorang wanita rnerasa dianiaya atau diperlakukan kejam oleh
partnernya.
Terapi
Biasanya dianjurkan untuk dirujuk kepada seorang spesialis untuk edukasi strategi
yang spesifik untuk mencapai penctrasi (contohnya merangsang diri sendiri, Jatihan Kegel,
menggunakan pelatih bersertifikat, latihan fokus sensasi, keterlibatan partner, percobaan
yang bertahap pada hubungan seksual, jaminan untuk partner).
G. Disfungsi Seksual (3)- evaluasi dan Penatalaksanaannya
Penatalaksanaan
Intervensi psikologis pada pria dan wanita:
203
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 211
1. Terapi kognitif clan tingkah laku: tempi ini difokuskan untukmengidentifikasikan
faktor-faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan disfungsi seksual (scperti
harapan yang tidak masuk akal, pikiran-pikiran maladaptif, stimulasi genital clan non
genital yang kurang adckuat, dan tingkah laku tertentu yang dapat menurunkan daya
tarik dan atau kepercayaan pasangannya). Cara-cara memodifikasi faktor-faktor ini
disarankan dan diuji coba.
2. Tempi seks pasangan: tempi ini difokuskan untuk tujuan yang sama dengan terapi
kognitif dan tingkah laku dan termasuk teknik perangsangan yang dimulai dengan
sentuhan fisik non seksual lalu dilanjutkan dengan sentuhan seksual. Pasangan diminta
untuk mendiskusikan sentuhan mana yang menyenangkan. Hal ini terntama membantu
jika tujuan orgasme diprioritaskan. Kombinasi terapi kognitif dan tingkah laku dan
terapi seks biasanya berlangsung tiga hingga enam sesi juga dapat dilakukan.
Pendidikan
Pendidikan seks secara umum termasuk perangsangan dan stimulasi fisik (termasuk jangka
waktu normal sampai terjadinya ejakulasi), untuk menghindari mitos-mitos, mengerti
fisiologi normal, dan mengetahui efek dari alkohol terhadap seks, dan untuk mengurangi
kecemasan akan performa seks, mernpclajari variasi posisi berhubungan, teknik relaksasi
dan teknik Kegel. Dapat menggunakan petunjuk atau latihan.
Wanita
Satu-satunya pengobatan yang disetujui oleh FDA untuk mengobati disfungsi
seksual pada wanita adalah terapi estrogen. Terapi ini dapat mengobati dispareunia yang
berhubungan dengan atrofi genitourinarius. Banyak obat tanpa label digunakan untuk
pengobatan. Tetapi data yang ada masih minimal mengenai keefektifan dari obat-obat
204
212 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
tersebut. Obat-obat ini termasuk sildenafil, bupropion, dan berbagai sediaan hormonal.
Ada beberapa bukti bahwa pada wanita yang mengalami menopause akibat pembedahan
dan mendapat penggantian estrogen, penambahan testosteron clapat meningkatkan nafsu
dan respon seksual, dan mengurangi distress. Hal ini hanya merupakan terapi penelitian.
Tidak ada bukti mengenai keamanan atau keefektifan pemakaian androgen dalam waktu
yang lama. Estrogen oral dan transdermal pada wanita postmenopausc tidak terbukti
efektif untuk disfungsi seksual, dan dihubungkan dengan faktor resiko yang lain.
Penggunaan antidepresant yang berhubungan dengan disfungsi seksual pada wanita
sekitar 20-60%. SSRI mempunyai angka yang paling tinggi dan bupropion yang paling
rendah. Penambahan bupropion pada SSRI mungkin menguntungkan. Libur obat
(menghentikan penggunaan SSRI kerja singkat pada akhir minggu) mungkin
menguntungkan, tetapi tidak direkomendasikan karena kemungkinan berkurangnya
pemenuhan kebutuhan dan gejala putus obat. Alat penghisap clitoris, alat terapi clitoris
EROS, disetujui oleh FDA untuk mengatasi kelainan gairah seksual pada wanita. Alat ini
bekerja dengan mengalirkan darah ke clitoris untuk memicu gairah seksual dan untuk
menambah orgasme. Alat ini hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
Laki-laki
Sildenafil; menggunakan papaverin atau prostaglandin El pada pems sebelum
berhubungan seksual; rnenggunakan alat konstriksi vakum. Untuk semua disfungsi
seksual, pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis, khususnya pada kasus yang kompleks
seperti pasien dengan gejala yang tidak jelas atau intermiten, berhubungan dengan masalah
seksual sekunder atau psikiatri, atau ketika terapi awal tidak berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
David J. Kupfer, Michelle S. Horner.et all, Oxford /American Handbook of Psychiatry, 2008 :
Oxford University Press., New York
205
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 213
214 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 18
PSIKIATRI ANAK-GERIATRI
Andy Soemara
A. Psikiatri anak
Menurut data WHO, insidensi gangguan psikiatri pada anak di masyarakat umum
memiliki survival rate sebesar 0,2-0,8% dan mortality rate sebesar 1-3%.
Pada anak-anak usia 3-15 tahun bahkan diketahui angka kejadian gangguan jiwa persisten
sebesar 5-15%. Jumlah anak-anak usia <15 tahun di negara maju mencapai 25% dari total
jumlah penduduk. Di Indonesia, total jumlah anak kurang lebih sebanyak 88 juta jiwa (40%
dari 220 juta jiwa). Sebanyak 5%-nya diperkirakan mengalami gangguan jiwa, yaitu
sekitar 4,4 juta jiwa. Mengingat anak adalah generasi masa depan suatu bangsa, jumlah ini
cukup besar dan menjadi suatu masalah nasional. Di bidang psikiatri pun kini ada jenjang
sub-spesialisasi khusus untuk bidang kedokteran jiwa anak.
Psikiater anak, berbeda dengan psikolog, memiliki berbagai peran, yaitu:
• Pencegahan sekaligus promosi kesehatan jiwa anak
• Sebagai pendidik/ penasihat
• Mendiagnosis adanya gangguan kejiwaan, serta bekerja sama dengan dokter lain,
paramedis, psikolog, pekerja sosial, maupun masyarakat luas
• Melakukan pengobatan hingga proses rehabilitasi yang ditujukan untuk
perorangan, keluarga pasien, masyarakat, sekolah, maupun badan sosial
Anak adalah individu yang sedang dalam proses bertumbuh dan berkembang.
Bertumbuh memiliki arti pertambahan secara somatik – psikologik menjadi lebih besar,
sedangkan berkembang memiliki makna secara mental dan adanya perubahan dalam ciri-
ciri fisiknya.
Gangguan jiwa pada anak terjadi atau timbul pada waktu kepribadian anak sedang
berkembang dan menunjukkan / menjadi refleksi terjadinya penyimpangan dalam proses
perkembangan tersebut.
Dalam mendiagnosis gangguan jiwa pada anak, digunakan tolok ukur seperti gangguan
jiwa pada umumnya. Berikut adalah kategori yang digunakan untuk mendiagnosis
gangguan jiwa pada anak menurut PPDGJ III:
206
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 215
F70 – F79 retardasi mental
o F70 retardasi mental ringan
o F71 retardasi mental sedang
o F72 retardasi mental berat
o F73 retardasi mental sangat berat
o F78 retardasi mental lainnya
o F79 retardasi mental yang tidak tergolongkan
F 90 – F 98 gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak
dan remaja
o F90 gangguan hiperkinetik
- .0 gangguan aktivitas dan perhatian
- .1 gangguan tingkah laku hiperkinetik
- .8 gangguan hiperkinetik lainnya
- .9 gangguan hiperkinetik yang tidak tergolongkan
o F91 gangguan tingkah laku
- .0 gangguan tingkah laku yang terbatas pada lingkungan keluarga
- .1 gangguan tingkah laku tak berkelompok
- .2 gangguan tingkah laku berkelompok
- .3 gangguan sikap menentang (membangkang)
- .8 gangguan tingkah laku lainnya
- .9 gangguan tingkah laku yang tidak tergolongkan
o F92 gangguan campuran tingkah dan emosi
- .0 gangguan tingkah laku depresif
- .8 gangguan campuran tingkah laku dan emosi lainnya
- .9 gangguan campuran tingkah laku dan emosi yang tidak
tergolongkan
o F93 gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
- .0 gangguan ansietas perpisahan masa kanak
- .1 gangguan ansietas fobik masa kanak
208
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 217
- .2 gangguan ansietas sosial masa kanak
- .3 gangguan persaingan antar saudara
- .8 gangguan emosional masa kanak lainnya
- .9 gangguan emosional masa kanak yang tidak tergolongkan
o F94 gangguan fungsi sosial dengan onset khas pada masa kanak dan remaja
- .0 mutisme elektif
- .1 gangguan kelekatan reaktif masa kanak
- .2 gangguan kelekatan tak terkendali masa kanak
- .8 gangguan fungsi sosial masa kanak lainnya
- .9 gangguan fungsi sosial masa kanak yang tidak tergolongkan
o F95 gangguan ”tic”
- .0 gangguan ”tic” sementara
- .1 gangguan ”tic” motorik dan vokal kronik
- .2 gangguan kombinasi ”tic” vokal dan motorik multipel (sindrom de
la Tourette)
- .8 gangguan ”tic” lainnya
- .9 gangguan ”tic” yang tidak tergolongkan
o F98 gangguan perilaku dan emosional lainnya dengan onset biasanya pada masa
kanak dan remaja
- .0 enuresis non-organik
- .1 enkoperesis non-organik
- .2 gangguan makan masa bayi dan kanak
- .3 pika masa bayi dan kanak
- .4 gangguan gerakan stereotipik
- .5 gagap (stuttering / stammering)
- .6 berbicara cepat dan tersendat (cluttering)
- .8 gangguan perilaku dan emosional lain yang spesifik dengan onset
biasanya pada masa kanak dan remaja
- .9 gangguan perilaku dan emosional lainnya yang tidak tergolongkan
(unspecified) dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja
o F99 gangguan mental yang tidak tergolongkan
B. Psikiatri Geriatrik
Merupakan bidang dalam psikiatri yang berkembang paling cepat, kemungkinan
berhubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk usia lanjut.
209
218 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Berdasarkan sensus di Amerika Serikat saja, pada tahun 1990 diketahui terjadi peningkatan
jumlah penduduk berusia ≥ 85 tahun (oldest old).
Bidang ilmu ini diharapkan dapat diterapkan agar kualitas hidup usia lanjut dapat terjaga,
sesuai dengan istilah “not only to add years to life, but also to add life to years”. Jadi
diharapkan bukan hanya memperpanjang usia hidup, namun juga mampu untuk
menghidupkan umur panjang itu. Dasar inilah yang digunakan di bidang psikiatri geriatrik
dan bidang kedokteran lain yang berhubungan dengan geriatrik.
Definisi lengkap dari psikiatri geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik serta psikologik
pada lansia dengan tujuan meningkatkan umur harapan hidup.
Bidang ini oleh American Board of Psychiatry and Neurology (ABPN) diresmikan sebagai
subspesialisasi pada tahun 1989. Berdasarkan program ECA (Epidemiological Catchment
Area) dari National Institute of Mental Health USA, diketahui gangguan mental yang
paling sering pada lansia antara lain adalah gangguan depresif, gangguan kognitif
(termasuk delirium dan demensia), fobia, dan gangguan pemakaian alkohol.
Pada kenyataannya, lansia memiliki risiko tinggi untuk bunuh diri maupun mengalami
berbagai gejala psikiatrik akibat medikasi/obat-obatan. Gangguan mental ini
sesungguhnya dapat dicegah dan dipulihkan bahkan dihilangkan.
Salah satu hal yang dipelajari dalam bidang ilmu ini adalah bahwa individu lanjut usia
memiliki faktor risiko psikososial yang menjadi predisposisi timbulnya gangguan mental.
Faktor risiko tersebut adalah:
• hilangnya otonomi
• hilangnya peranan sosial
• kematian teman / sanak keluarga
210
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 219
• keterbatasan finansial
• peningkatan isolasi
• penurunan kesehatan dan fungsi kognitif
Medikasi/obat-obatan yang biasa digunakan oleh lansia pun dapat menimbulkan gejala
psikiatrik. Alasannya yaitu:
• adanya perubahan absorpsi obat
• adanya perubahan kepekaan
• dosis obat dalam resep terlalu besar
• regimen berbeda dari beberapa dokter yang dikunjungi
• tidak mengikuti petunjuk pemakaian sehingga berlebihan
Ada beberapa keadaan khusus pada lansia yang perlu dipertimbangkan oleh masyarakat
pada umumnya dan keluarga lansia yang bersangkutan, yaitu:
• Cara hidup keluarga besar (extended family) dengan sifat gotong royong disertai
nilai-nilai dan norma-norma keluarga sangat membantu anggota keluarga yang
lansia.
• Cara hidup keluarga inti (nuclear family) seperti pada masyarakat industri dengan
sifat individualistik disertai perubahan nilai norma keluarga akan menimbulkan
masalah bagi anggota keluarga yang lansia (kesehatan fisik-mental, hubungan antar
manusia, sosial-ekonomi).
• Perubahan-perubahan fisik akibat proses menua secara alamiah mencakup:
– Penurunan ketajaman panca indra
– Penurunan kekuatan motorik
– Penurunan penampilan fisik
– Penurunan status ekonomi & sosial
– Penurunan SSP dan efisiensi integratif (minat, ingatan, intelegensi
menurun)
• Munculnya penyakit fisik yang juga dapat merubah tampilan fisik. Contohnya
adalah penyakit diabetes melitus, hipertensi, glaukoma, serta gangguan pembuluh
darah jantung dan otak.
Keseluruhan faktor tersebut akan mengancam dan membatasi hidup lansia, juga
menimbulkan munculnya berbagai reaksi seperti rasa takut, amarah, depresi, maupun
ansietas. Adanya berbagai reaksi emosional tersebut juga bahkan dapat berdampak pada
penyakit fisik yang diderita oleh lansia.
211
220 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Secara umum, berbagai masalah khusus yang timbul pada lansia meliputi:
Kehilangan dalam bidang sosial-ekonomi, yang akan menurunkan rasa aman pada
diri lansia dan bila tidak diatasi ada kemungkinan menimbulkan depresi.
kehilangan keluarga / teman karib
kehilangan kedudukan sosial
kehilangan pekerjaan-penghasilan
kehilangan rumah tinggal
Kehidupan seks pada lansia
o Bila pada masa muda kehidupan seksual sehat-aktif dapat dilanjutkan
sampai usia 80 tahun
o Libido dan dorongan seksual masih penting pada lansia tapi biasanya ada
rasa malu dan bingung karena dianggap tabu dan tidak wajar
212
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 221
kesehatan lansia. Khusus untuk obat ansiolitik harus sangat berhati-hati untuk
pemberiannya.
213
222 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 19
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT
PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF (P.P.D.G.J.III-1993)
Andy Soemara
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (Substances Related
Disorders) menurut DSM V tahun 2013 disebabkan oleh penggunaan berlebihan berbagai
bahan. Bahan-bahan tersebut dikelompokkan menjadi 10, yaitu:
- Alkohol
- Kafein
- Ganja/ cannabis
- Halusinogen (kecuali zat phencyclidine dan jenis halusinogen lain)
- Zat per inhalasi
- Opioid
- Sedatif, hipnotik, dan ansiolitik
- Stimulan (termasuk zat-zat tipe amfetamin, kokain, dan stimulan lain)
- Tembakau
- Bahan/ zat lain yang tidak diketahui.
Belakangan dimasukkan juga ke dalam golongan penyakit ini adalah kegiatan perjudian.
214
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 223
Menurut DSM-IV-TR (2000) dan DSM tahun 2013, gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif dikategorikan menjadi:
1. Substance use Disorders/ Gangguan.penggunaan zat (Substance dependence and
Substance abuse)/ Ketergantungan zat dan Penyalahgunaan zat)
2. Substance induced Disorders (contohnya Sindroma Intoksikasi, sindroma
Withdrawal, Gangguan Psikotik, Gangguan Mood)
Di Indonesia digunakan istilah ketergantungan narkotika dan zat adiktif. Menurut BNN
(Badan Narkotika Nasional) tahun 2005 diperkirakan terdapat 3,2 juta pengguna / pemakai
(kira-kira 1,5 % penduduk Indonesia). Dari total jumlah tersebut diketahui dalam 1 tahun
80% pengguna tersebut berusia 19-21 tahun dan sebanyak 15.000 pengguna meninggal.
NAPZA
merupakan akronim dari NARKOTIKA – ALKOHOL – PSIKOTROPIKA - ZAT
ADIKTIF LAINNYA.
215
224 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor predisposisi (faktor yang memudahkan terjadinya kelainan) untuk diagnosis dibagi
menjadi 2 kelompok:
1. Faktor individu, meliputi:
o Mengurangi rasa tidak enak, ingin meningkatkan prestasi
o Penilaian diri yang negatif / Low Self Esteem seperti merasa kurang mampu dalam
pelajaran, pergaulan, penampilan diri atau tingkat/ status sosial ekonomi yang
rendah
o Pernyataan diri kurang dewasa
o Rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba
o Rasa kurang percaya diri (Low Self Confidence)
o Sikap memberontak terhadap peraturan / tata tertib
o Tidak bersikap tegas terhadap tawaran / pengaruh teman sebaya
o Tidak tekun dan cepat jenuh
Dalam proses menegakkan diagnosis individu dengan kelainan ini dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
o Hetero anamnesis (wawancara keluarga) cara ini agak sulit, dikarenakan justru orang
tua bahkan keluarga terdekat seringkali tidak mengetahui kondisi individu
bersangkutan.
o Auto anamnesis (wawancara langsung pasien) yang perlu diperhatikan dari proses
ini adalah hasil yang didapat selama prosesnya tidak selalu benar dan
100% dapat dipercaya.
o Pemeriksaan penunjang laboratorium pemeriksaan yang paling lazim dilakukan
adalah menggunakan bahan pemeriksaan urin dan darah, bergantung pada
jenis bahan yang akan diselidiki.
o Pemeriksaan psikiatris pemeriksaan ini terutama lebih ditujukan untuk mendeteksi
adanya gangguan kejiwaan yang menjadi faktor risiko atau faktor
predisposisi. Jadi dilakukan kepada individu sebelum diketahui sebagai
pengguna.
o Evaluasi psikologik biasa dilakukan sebagai kelanjutan dari pemeriksaan psikiatris
maupun dilakukan bersamaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lebih mendalam mengenai kepribadian seorang individu,
bertujuan untuk menentukan prognosis quo ad sanationam. Cara yang
paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan MMPI (Minnesota
Multiphasic Personality Inventory).
o Pemeriksaan lain dapat juga menggunakan EEG, EKG, dan lainnya, untuk
menentukan prognosis quo ad functionam.
217
226 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Untuk mendiagnosis individu dengan kelainan ini, ada beberapa gejala dini/ tanda yang
dapat dijadikan pegangan, yaitu:
Prestasi disekolah menurun secara tiba-tiba
Pola tidur berubah
Selera makan berkurang
Mengurung diri dan menghindari pertemuan keluarga
Bersikap lebih kasar terhadap anggota keluarga dibandingkan dengan sebelumnya
Kadang-kadang dijumpai dalam keadaan mabuk, bicara cadel dan jalan sempoyongan
Setelah ditegakkan diagnosis, maka untuk individu dengan gangguan ini amatlah penting
untuk diberikan penanganan secara komprehensif/ holistik. Penanganan tersebut meliputi:
1. Terapi keadaan intoksikasi akut
2. Terapi keadaan putus zat / withdrawal syndrome
3. Terapi komplikasi medis
4. Terapi rehabilitasi / stabilisasi, meliputi aspek :
Fisik
Psikologi
Religi
Sosiokultural
Edukasional
Vokasional
5. Mengurangi dampak buruk/ harm reduction tujuan penanganan ini adalah pada
pencegahan penularan penyakit yang diakibatkan proses penggunaan zat (contohnya :
penggunaan alat suntik, penggunaan sarung tangan, maupun methadone replacement
therapy)
Kesulitan yang muncul pada pasien-pasien dengan gangguan penggunaan zat ini adalah
kemungkinan komplikasi yang terjadi. Hal-hal ini pula yang perlu dipertimbangkan saat
kita menangani pasien. Komplikasi yang timbul dapat berupa:
Overdosis yang dapat mengakibatkan kematian.
Intoksikasi / keracunan.
Infeksi (HIV, hepatitis, infeksi katup jantung, dan lain sebagainya), terutama
berhubungan dengan proses penggunaan zat.
Gangguan kesehatan umum (berbagai penyakit fisik sehubungan dengan proses
maupun kelainan fisik asal), contohnya kurang gizi maupun penyakit lainnya.
218
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 227
Gangguan psikiatrik, contohnya sindroma otak organik, gangguan psikotik, atau
depresi.
Gangguan psikologik, contohnya adalah gangguan kepribadian.
Pelanggaran hukum/ dari segi legalitas, contohnya adalah pencurian maupun hal
lain yang berhubungan dengan proses ketersediaan zat.
Gangguan sosial, yang banyak terjadi adalah kesulitan dalam pergaulan, kesulitan
saat mencari pekerjaan, maupun kesulitan dalam proses bersekolah.
Prognosis pasien dengan gangguan penggunaan zat tergantung pada beberapa faktor:
1. Mudah tidaknya NAPZA didapat di lingkungannya
2. Lingkungan pergaulan
3. Hubungan antar anggota dalam keluarga
4. Faktor kepribadian
Secara spesifik, penegakkan diagnosis Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat psikoaktif (f10-f19) dapat dilihat sebagai berikut:
F10. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
219
228 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
F11. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida
F12. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida
F13. - gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa/ hipnotika
F14. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
F15. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain termasuk
kafein
F16. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika
F17. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap
F19. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan
zat psikoaktif lainnya
Kode F19 hanya digunakan bila pola penggunaan zat pada pasien benar-benar kacau dan
sembarangan atau berbagai zat bercampur baur. Untuk penyalahgunaan zat selain zat
psikoaktif seperti pencahar atau aspirin, diagnosisnya menggunakan kode F55
(penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan).
Dari diagnosis tersebut, selanjutnya ditentukan kondisi klinis menggunakan kode 4 dan 5
karakter sebagai berikut:
F1x.0 intoksikasi akut
.00 tanpa komplikasi
.01 dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
.02 dengan komplikasi medis lainnya (misal: hematemesis, inhalasi muntahan)
.03 dengan delirium
.04 dengan distorsi persepsi
.05 dengan koma
.06 dengan konvulsi
.07 dengan intoksikasi patologis untuk jenis diagnosis ini, ditegakkan bila
memenuhi keadaan/ kondisi berikut :
- Hanya pada penggunaan alkohol.
- Onset tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak
kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat bebas alkohol.
- Timbul segera setelah minum alkohol yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan intoksikasi.
220
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 229
F1x.1 penggunaan yang merugikan (harmful use)
Penegakkan diagnosis ini adalah untuk keadaan/ kondisi berikut:
- Ada pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat
berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui
suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi
sekunder) karena konsumsi berat alkohol
- Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan
seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan
- Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau
bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat/
alkohol
F1x.2 sindrom ketergantungan
Penegakkan diagnosis ini adalah apabila ditemukan ≥ 3 gejala/ kondisi berikut:
- Adanya keinginan kuat/ dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif
- Kesulitan mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya
usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
- Adanya keadaan putus zat secara fisiologis ketika penggunaan zat dihentikan/
dikurangi, yang terbukti dengan timbulnya gejala-gejala putus zat/ withdrawal
yang khas atau penggunaan ulang zat tersebut dengan tujuan menghilangkan/
menghindari terjadinya gejala putus zat
- Adanya toleransi terhadap zat, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan untuk memperoleh efek sama dengan efek yang biasa diperoleh
dengan dosis lebih rendah
- Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan/ minat lain selain
menggunanakan zat tersebut. Juga adanya peningkatan jumlah waktu yang
digunakan untuk memperoleh/ menggunakan / untuk pulih dari akibat zat.
- Tetap menggunakan zat tersebut meski yang bersangkutan menyadari bahaya/
akibat merugikan untuk kesehatannya (contoh gangguan fungsi hati karena
minum alkohol berlebihan, depresi, atau hendaya kognitif berkaitan dengan
penggunaan zat).
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
.20 kini abstinen
.21 kini abstinen tapi dalam lingkungan terlindung (contohnya di rumah sakit/
komunitas terapeutik/ lembaga permasyarakatan)
221
230 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
.22 kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan / dengan
pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali) contohnya adalah
dengan metadhon, atau nicotine gum, nicotine patch, dan lain sebagainya.
.23 kini abstinen tapi sedang dalam terapi dengan obat aversif / penyekat
(contohnya adalah naltrekson atau disulfiram)
.24 kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
.25 penggunaan berkelanjutan
.26 penggunaan episodik (dipsomania)
F1x.3 keadaan putus zat
Pedoman diagnosis untuk kategori ini adalah:
- Merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan diagnosis
sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan
- Hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan
rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus
- Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan, dapat berupa
gangguan psikologis (gangguan tidur, ansietas, depresi) yang merupakan
gambaran umum dari keadaan putus zat. Yang khas adalah bahwa pasien
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan
penggunaan zat
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
.30 tanpa komplikasi
.31 dengan konvulsi
F1x.4 keadaan putus zat dengan delirium
Pedoman diagnosis untuk kategori ini adalah:
- Termasuk “delirium tremens” yang merupakan akibat dari putus alkohol
secara absolut/ relatif pada pengguna dengan ketergantungan berat serta
riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol.
Ditandai dengan adanya keadaan gaduh gelisah toksik (toxic confusional state)
yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa, dan
disertai gangguan somatik
- Gejala prodromal khas berupa insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat
didahului oleh kejang setelah putus zat. Trias klasik dari gejalanya adalah:
Kesadaran berkabut dan kebingungan
Halusinasi dan ilusi yang hidup/ nyata (vivid), yang mengenai salah satu
pancaindra (sensory modality)
Tremor berat
222
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 231
Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, atau siklus tidur yang terbalik dan
aktivitas otonomik yang berlebihan
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
.40 tanpa konvulsi
.41 dengan konvulsi
F1x.5 gangguan psikotik
Merupakan sekelompok fenomena psikotik yang terjadi selama/ segera sesudah
penggunaan zat psikoaktif, dan ditandai oleh halusinasi nyata (khasnya auditorik, tetapi
sering lebih dari 1 gangguan modalitas sensorik), kekeliruan identifikasi, waham, dan
atau gangguan yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference - sering berupa
paranoid/ waham kejar), gangguan psikomotor (excitement/ stupor dan afek yang
abnormal; ketakutan, biasa pada penggunaan ekstasi). Pada umumnya kesadaran jernih
kecuali adanya kesadaran berkabut (meski tidak sampai tahap sangat bingung) dan
durasi terjadinya selama 1-6 bulan.
Pedoman diagnostik yang digunakan untuk ini adalah:
- Gangguan psikotik yang terjadi selama/ segera sesudah penggunaan zat
psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan merupakan manifestasi
dari keadaan dengan delirium/ suatu onset lambat. Untuk gangguan psikotik
dengan onset lambat (lebih dari 2 minggu setelah penggunaan zat ) dimasukkan
dalam F1x.75
- Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan
pola gejala yang bervariasi. Variasi ini tergantung jenis zat yang digunakan
dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan stimulant (contoh kokain dan
amfetamin), gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya
berhubungan erat dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang
berkepanjangan
- Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi
persepsi atau pengalaman halusinasi. Bila zat yang digunakan ialah
halusinogenika primer (misalnya LSD, meskalin, ganja dosis tinggi) perlu
dipertimbangkan kemungkinan dianosis intoksikasi akut (f1x.0)
Pada kondisi lanjutan, dapat didiagnosis banding dengan gangguan mental lain yang
dicetuskan/ diperberat oleh penggunaan zat psikoaktif misalnya skizofrenia (f20.-),
gangguan mood (f30-f39), atau gangguan kepribadian paranoid (f60.0, f60.1).
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
.50 lir-skizofrenia (schizophrenia like)
223
232 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
.51 predominan waham
.52 predominan halusinasi (termasuk halusinasi alkoholik)
.53 predominan polimorfik
.54 predominan gejala depresi
.55 predominan gejala manik
.56 campuran
F1x.6 sindrom amnestik
Merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan kendala/ gangguan daya ingat
jangka pendek yang menonjol, kadang gangguan daya ingat jangka panjang sedangkan
daya ingat segera masih baik. Gangguan daya nilai dengan berjalannya waktu dan
urutan peristiwa biasanya menonjol (contoh adanya kesulitan mempelajari hal baru,
kadang ada konfabulasi)
Pedoman diagnosis untuk kondisi ini berdasarkan:
- Gangguan daya ingat jangka pendek (sulit belajar hal baru), dapat berupa
gangguan sensasi waktu/ “time sense” gangguan dalam menyusun kembali
kronologi suatu kejadian, gangguan dalam meninjau kejadian yang berulang
menjadi satu peristiwa.
- Tak ada gangguan daya ingat segera
- Tak ada gangguan kesadaran
- Tak ada gangguan kognitif secara umum
- Ada bukti objektif / riwayat dari penggunaan alkohol/ zat kronis (terutama
dengan dosis tinggi )
- Perubahan kepribadian yang sering disertai keadaan apatis dan hilangnya
inisiatif yang nyata
Diagnosis banding untuk kondisi ini berupa:
Sindrom amnestik organik non-alkoholik (F04)
Sindrom organik lain yang meliputi gangguan
Daya ingat yang jelas (F00-F03; F05)
Gangguan depresi ( F31-F33 )
F1x.7 gangguan psikotik residual/ onset lambat
Merupakan suatu gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau perilaku yang
disebabkan alkohol atau zat psikoaktif dan berlangsung melampaui jangka waktu
khasiat psikoaktifnya.
Pedoman diagnosis untuk kondisi ini berdasarkan:
- Onset gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol/
zat psikoaktif. Bila onset pertama berjarak jauh sesudah episode penggunaan
224
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 233
maka harus ada bukti jelas dan kuat bahwa kejadian ini sebagai efek residual
zat tersebut.
- Ada perubahan/ peningkatan nyata dari fungsi yang sebelumnya normal
- Gangguan harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu yang dianggap
sebagai efek langsung zat tersebut (lihat F1x.0). Untuk keadaan demensia yang
disebabkan oleh alkohol/ zat psikoaktif tidak selalu bersifat ireversibel, jadi
sesudah periode yang cukup lama dari abstinensia total maka fungsi intelek
dan daya ingatnya pulih kembali.
- Gangguan harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan peristiwa
putus zat (F1x.3-F1x.4), pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu.
Fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari/ minggu sesudah zat dihentikan
pemakaiannya.
Diagnosis banding untuk kondisi ini berupa:
Gangguan mental yang sudah ada terselubung oleh penggunaan zat dan yang
muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut menghilang (misalnya:
gangguan fobia, gangguan depresi, gangguan skizofrenia/ gangguan skizotipal)
Gangguan psikotik akut dan sementara (F23)
Cedera organik dan retardasi mental ringan / sedang (F70-F71) yang terdapat
bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif
227
236 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 20
LAB PEMERIKSAAN NAPZA
Adrian Suhendra
Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif sudah menjadi masalah global. Hampir
seluruh negara di dunia berusaha menanggulangi pemakaian dan peredaran zat terlarang
ini. Walaupun demikian jumlah penyalahguna dari tahun ke tahun semakin meningkat
dengan sasaran utamanya adalah para remaja.
Kata narkotika berasal dari bahasa Inggris yaitu narcotic yang berarti obat bius,
dalam bahasa Yunani disebut narcose yang berarti menidurkan. Oleh karena itu yang
disebut dengan narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan gangguan susunan
syaraf pusat dan menimbulkan ketergantungan. Sedangkan zat adiktif adalah bahan lain
bukan narkotika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Beberapa jenis narkotika dan
zat adiktif yang saat ini banyak disalahgunakan adalah ganja, amfetamin/metamfetamin
(shabu-shabu, ecstacy), heroin (putaw), kokain, barbiturat, dan benzodiazepin.
Pemeriksaan laboratorium pada narkotika dan zat adiktif dapat dilakukan untuk
tujuan penapisan, diagnosis pada keadaan emergensi, pementauan detoksikasi, dan untuk
kepentingan forensik.
2. Cannabinoid/ Kanabis
Kanabis/mariyuana atau lebih dikenal dengan sebutan ganja, diperoleh dari resin
yang berasal dari pucuk tanaman Canabis sativa atau Canabis indica yang sedang
berbunga, juga dari daun dan rantingnya. Biokimia kanabis sangat kompleks dan
belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Diduga bahan aktif dari tanaman ini adalah zat
psikoaktif delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), cannabidiol (CBD), dan cannabinol
(CBN) yang merupakan 3 jenis kanabinoid alami yang paling banyak didapat.
Berdasarkan cara pembuatan dan potensi yang dihasilkan, ada 3 macam sediaan yang
didapat yaitu yang termurah dan terendah potensinya adalah bhang yang diperoleh
dari pemotongan pucuk tanaman yang tidak dipelihara dengan baik atau dari
daun/bunga kering dengan resin kadar rendah. Berikutnya yang menghasilkan resin
berkualitas adalah ganja yang diperoleh dari pucuk tanaman berbunga dan daun-daun
yang dipilih dari tanaman yang terpelihara dengan baik, dan yang terakhir dengan
derajat paling tinggi adalah charas (hashish) yang terbuat dari resin itu sendiri yang
diperoleh dari pucuk tanaman yang kemudian dikeringkan dan dimampatkan menjadi
betuk lempengan. Konsentrasi THC pada ganja adalah 1-3% dan pada hashish adalah
3-5%, bahkan pada saat ini telah dapat dihasilkan minyak hashish dengan kadar THC
15-60%. Dalam bidang kedokteran, pada mulanya penggunaan THC bertujuan untuk
229
238 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
mengobati neuralgia, depresi, reumatik, gout, batuk, asma, migrain, dismenorrhoea,
serta mengatasi rasa mual dan muntah pada kemoterapi pasien kanker. Akan tetapi
terapi dengan penggunaan THC ini tidak terlalu memuaskan, bahkan dapat
menyebabkan ketergantungan obat.
Berdasarkan onset dan lama kerjanya, barbiturat dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:
Ultra Short acting Barbiturates
Contohnya heksobarbital, metpheksital, tiamilal, dan thiopental.
Onset kerjanya sangat cepat, anestesi sudah terjadi sesudah satu menit
penyuntikkan intra vena. Efeknya yang cepat dan kerjanya yang singkat
menyebabkan jenis ini paling jarang disalahgunakan.
Short acting Barbiturates
Contohnya sandoptal, sekobarbital/sekonal, siklobarbital, dan heptabarbital.
230
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 239
Masa kerjanya pendek, secara medis digunakan untuk menginduksi sedasi/tidur
dan dengan penggunaan oral mulai bekerja 20-40 menit setelah pemakaian dan
efeknya berlangsung 4-6 jam.
Intermediate Acting Barbiturates
Contohnya metabarbital, probarbital, apobarbital/alurat, asam dialibarbiturat/dial,
butabarbital, amobarbital/amital, dan pentobarbital/nembutal.
Masa kerjanya sedang, secara medis digunakan untuk menginduksi sedasi/tidur.
Barbiturat kelompok 2 dan 3 terutama sekonal, amital, dan nembutal adalah obat
depresan SSP yang paling banyak disalahgunakan. Oleh kalangan awam dikenal
dengan sebutan pil koplo.
Long acting Barbiturates
Contohnya barbital/veronal, fenobarbital/luminal, dan mefobarbital/mebaral.
Onsetnya mulai sekitar satu jam setelah pemakaian dan efeknya berlangsung
hingga 16 jam. Di bidang kedokteran, jenis ini digunakan sebagai sedatif,
hipnotik, dan sebagai obat anti konvulsi. Jenis ini jarang disalahgunakan karena
onsetnya yang lambat.
b. Benzodiazepin
Struktur benzodiazepin terdiri dari cincin benzen dengan tujuh sisi cincin
diazepin. Pada umumnya preparat benzodiazepin mengandung 5-aril substituen dan
cincin 1,4 diazepin Saat ini telah dapat disintesis berbagai jenis derivat benzodiazepin
dengan aktivitas yang mirip satu sama lain tetapi dengan farmakokinetik dan
farmakodinamik yang berbeda.
Benzodiazepin digunakan untuk mengobati insomnia, ansietas, kaku otot, dan
medikasi preanestesi. Daya benzodiazepin untuk menyebabkan ketergantungan lebih
kecil dari alkohol maupun barbiturat. Hal ini diduga karena benzodiazepin kurang
mempunyai efek psikotropik berupa perubahan emosi dan euforia serta toleransinya
relatif rendah.
Data tentang farmakokinetik berbagai derivat benzodiazepin dapat dilihat pada
tabel 3.
231
240 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tabel 3. Farmakokinetik benzodiazepin
Absorpsi Metabolit Rerata Volume Bersihan
Tmax (jam) aktif waktu distribus (mL/min
paruh i (L/kg) /kg)
I. Gol yg memp met
aktif
Klordiazepoksid 0.5-4 Klordiazepoksid 9,9 (8-24) 0,3±0,03 0,37±0,0
(sedang) Desmetilklordiazep 24-96 6
oksid
Klorazepat 1-2 (cepat) Desmetildiazepam 50-100 0,3±0,17 1,8±0,2
Diazepam 1,5-2 Diazepam 27-37 0,95-2 0,38±0,0
(cepat) Desmetildiazepam 50-100 0,93-1,27 6
Flurazepam 0,5-2 Desalkilflurazepam 74-160 3,4 4,5±2,3
(cepat)
Halazepam 1-3 Halazepam 14
(sedang) Desmetildiazepam 50-100 0,93-1,27
Prazepam 6 (lambat) Desmetildiazepam 50-100 14,4±5,1 140±100
a. Amfetamin/Metamfetamin
Obat ini dikenal sebagai zat simpatomimetik, mempunyai struktur dasar β-
feniletilamin yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin benzen dan etil amin.
Substansi dapat dilakukan pada cincin benzen maupun pada atom C-α, atom C-β, dan
gugus amino dari etil amin. Penyalahgunaan obat ini dapat dikonsumsi dalam bentuk
tablet yang berwarna-warni dan dikenal sebagai ecstacy atau dibakar lalu asapnya
dihirup dan di masyarakat dikenal sebagai shabu-shabu, jenis ini juga dapat diberikan
intra vena.
b. Kokain
Kokain murni merupakan kristal putih, digunakan sebagai obat anestesi lokal
dan vasokonstriktor, terutama di bidang THT dan mata. Kokain yang disalahgunakan
232
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 241
dan dijual dalam bentuk bubuk kristal putih yang biasanya dicampur dengan laktosa
atau lidokain.
233
242 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Prinsip pemeriksaan ini adalah bila konsentrasi zat/obat bebas sama atau lebih besar dari
cut off yang telah ditentukan maka drug free akan berikatan dengan anti drug antibody.
Ikatan ini akan menghambat timbulnya pita warna merah pada membran yang
menunjukkan hasil positif. Sedagkan bila tidak ada zat/obat bebas maka anti drug antibody
akan bereaksi dengan antigen conjugated dan menghasilkan pita berwarna merah pada
membran yang menunjukkan hasil negatif.
Pada umumnya produk drug strip yang dibuat mempunyai nilai cut off sebagai
batasan sensitivitas yang merujuk pada metode GC-MS. Batasan sensitivitas mengacu
pada National Institute on Drug Abuse (NIDA) dan US Department of Health and Human
Service.
Cara penyimpanan drug strip juga perlu diperhatikan, kit akan stabil bila disimpan
pada suhu 4-30°C dan tidak boleh disimpan dalam freezer.
Demikian juga dengan bahan pemeriksaan, urin ditampung dalam wadah plastik atau
gelas yang bersih dan kering tanpa pengawet. Urin masih dapat diperiksa sampai 48
jam bila disimpan pada suhu 2-8°C dan harus dibiarkan dalam suhu kamar sebelum
dilakukan pemeriksaan.
Interpretasi hasil pada pemeriksaan drug strip adalah sebagai berikut:
Positif : Bila hanya terdapat satu garis berwarna merah/merah muda pada daerah
kontrol (C) dan tidak terdapat garis pada daerah pemeriksaan (T). Hasil
positif menunjukkan adanya kadar narkotika/zat adiktif yang sesuai atau
lebih dari nilai cut off.
Negatif : Bila terdapat dua garis berwarna merah/merah muda pada daerah
kontrol (C) dan daerah pemeriksaan (T). Hasil negatif menunjukkan
narkotika/zat adiktif tidak ditemukan atau kadarnya lebih rendah dari
nilai cut off.
Invalid : Bila tidak tampak garis merah pada daerah kontrol (C). Pada kasus
seperti ini, pemeriksaan sebaiknya diulang. Bila tetap invalid dapat
dicurigai adanya kerusakan pada kit/reagen
234
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 243
244 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA