Anda di halaman 1dari 254

PERILAKU

DAN KESEHATAN JIWA


Penulis:
Irna Permanasari Gani, dr., SpKJ., DKK

Editor:
Cherry Azaria
Demes Chornelia Martantiningtyas
Susan Irawati Ie
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Copyright @2021, Irna Permanasari Gani, dr., SpKJ; Ade Kurnia S., dr., SpKJ;
Adrian Suhendra, dr., SpPK (K)., M.Kes; Andy Soemara, dr., SpKJ.
Bing Haryono, dr., SpS; Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes; Lusiana Darsono, dr., M.Kes.
Harry T. Hadi, dr., SpKJ; Hilda, dr., SpKJ.

ISBN: 978-623-97057-5-6

Cetakan Pertama, September 2021

Editor:
Cherry Azaria
Demes Chornelia Martantiningtyas
Susan Irawati Ie

Desain Sampul dan Tata Letak:


Dani R. Hasanudin

Diterbitkan oleh CV Balatin Putera Puteri


Jln. Sukagalih No. 39, RT 04/ RW 04, Kel. Sukabungah,
Kec. Sukajadi, Kota Bandung - Indonesia 40162
balatinputeraputeri@gmail.com

Dicetak oleh CV Artik Jaya Grafika


Kota Bandung
Email: artik.grafika2018@gmail.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku Perilaku dan Kesehatan Jiwa.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras
untuk menyusun buku ini, baik para penulis seluruhnya, para editor, maupun pihak-pihak
lain yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini.

Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha


harus selalu memperbaharui materi pembelajaran sesuai standar yang berlaku. Bidang ilmu
kejiwaan adalah salah satu bagian dari ilmu kedokteran. Sebagai calon dokter, mahasiswa
perlu memahami berbagai hal tentang perilaku dan kesehatan jiwa, serta beragam
permasalahan yang terkait dan penanganannya. Buku ini berisi berbagai ilmu terbaru
mengenai topik tersebut dan dapat menjadi buku penuntun bagi para mahasiswa sebagai
bekal ilmu di kemudian hari.

Besar harapan saya bahwa buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh segenap
penggunanya. Demikianlah kata sambutan saya. Selamat belajar, semoga sukses, dan
senantiasa diberkati Tuhan.

Bandung, Agustus 2021

Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M Kes.


Dekan FK Universitas Kristen Maranatha

ii
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA iii
iv PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-
Nya Buku Perilaku dan Kesehatan Jiwa ini dapat diselesaikan.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha sejak Tahun Akademik 2006


telah melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu Kurikulum Inti Pendidikan
Dokter Indonesia (KIPDI) III, Dokter Pelayanan Primer/Dokter Keluarga. Seiring
perjalanan waktu, perkembangan kurikulum pendidikan dokter semakin meningkat dengan
pesat dengan adanya Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012 dan kini menuju
Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia tahun 2019. Karenanya, lulusan
dokter semakin dituntut untuk memiliki pengetahuan yang senantiasa terbarukan dan
keterampilan yang baik sehingga dapat tercapai 5 star doctor yang dapat melayani
masyarakat dan diharapkan dapat meningkatkan taraf kesehatan di Indonesia.

Dengan perubahan kurikulum ini, mahasiswa yang selanjutnya dipersiapkan untuk


menjadi dokter diharapkan dapat menguasai area kompetensi teknis (komunikasi efektif,
keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan), kompetensi intelektual-analitik-
kreativitas (literasi sains/ landasan ilmiah dan teknologi informasi dan digital), juga
kompetensi personal dan profesional (mawas diri dan pengembangan diri, kolaborasi dan
kerjasama, keselamatan pasien dan mutu pelayanan kesehatan, serta profesionalitas yang
luhur).

Perubahan pembelajaran dari teacher centered learning ke student centered


learning kini menjadi suatu paradigma yang mau tidak mau harus diwujudkan. Proses
Belajar Mengajar mengacu pada belajar mandiri, active learning, dan integrated learning.
Pembelajaran konvensional yang ditandai classical/large group learning, berubah dengan
situasi pembelajaran small group learning/tutorial. Sesuai program kerja tim Medical
Educational Unit (MEU) FK-UKM, maka perlu dilakukan revisi materi pembelajaran
KBK. Revisi ini dilaksanakan mengingat ilmu kedokteran senantiasa memerlukan
pembaharuan setiap waktu, dan sumber pembelajaran bukan terbatas pada textbook saja.

Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun
Praktikum dalam pelaksanaannya masih perlu disempurnakan. Oleh karenanya, saran dan
kritik untuk perbaikan diharapkan dari berbagai kalangan. Dengan revisi dan terbitnya seri

iii PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA v


buku materi terbaru, kami berharap dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di FK
UKM. Namun diharapkan pada mahasiswa pun senantiasa dengan giat mencari informasi
yang terbaru dari sumber-sumber lain yang berbasis bukti ilmiah, baik jurnal maupun
konsensus yang terkini.

Bandung, Agustus 2021

Heddy Herdiman, dr., M.Kes


Ketua Medical Education Unit (MEU) FK-UKM

vi PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA


iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, atas selesainya penyusunan dan penerbitan buku
Perilaku dan Kesehatan Jiwa ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekanat
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, para kontributor, dan semua pihak
yang telah bekerja keras dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.

Buku ini disusun untuk menjadi referensi Mahasiswa Kedokteran yang sedang
mempelajari Perilaku dan Kesehatan Jiwa. Para penulis buku ini berasal dari berbagai
bidang ilmu, antara lain Farmakologi, Patologi Klinik, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan
Neurologi. Mahasiswa diharapkan dapat mempelajarinya dengan baik agar dapat
menunjang pengetahuan dan tahap pembelajaran selanjutnya.

Kami memohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penyusunan dan
penerbitan buku ini. Besar harapan kami, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
segenap penggunanya.

Bandung, Agustus 2021


Tim Editor

v PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA vii


DAFTAR KONTRIBUTOR

Irna Permanasari Gani, dr., SpKJ.


Ade Kurnia S., dr., SpKJ.
Adrian Suhendra, dr., SpPK (K)., M.Kes.
Andy Soemara, dr.,SpKJ.
Bing Haryono, dr., SpS.
Dr. Sugiarto Puradisastra, dr.,M.Kes.
Lusiana Darsono, dr., M.Kes
Harry T. Hadi, dr., SpKJ.
Hilda, dr., SpKJ.

viii PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA SAMBUTAN ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR KONTRIBUTOR ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vii
BAB 1 SIKLUS KEHIDUPAN MANUSIA ..................................................................... 1
BAB 2 SYMTOMATOLOGY ........................................................................................... 15
BAB 3 PEMERIKSAAN KLINIS PADA PASIEN PSIKIATRIK ................................ 31
BAB 4 PENGHANTAR PSIKIATRI .............................................................................. 40
BAB 5 SKIZOFRENIA ................................................................................................... 54
BAB 6 PSIKOTROPIK ................................................................................................... 76
BAB 7 FARMAKO: OBAT-OBAT ANTIDEPRESI .................................................... 89
BAB 8 OBAT-OBAT ANSIOLITIK ............................................................................. 99
BAB 9 OTAK DAN PERILAKU .................................................................................. 112
BAB 10 GANGGUAN MENTAL ORGANIK ............................................................. 119
BAB 11 GANGGUAN AFEKTIF ................................................................................. 137
BAB 12 GANGGUAN CEMAS ................................................................................... 153
BAB 13 POLA TIDUR ................................................................................................. 164
BAB 14 GANGGUAN TIDUR ..................................................................................... 169
BAB 15 GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI .......................................... 177
BAB 16 GANGGUAN SOMATOFORM ..................................................................... 188
BAB 17 FUNGSI SEKSUAL DAN DISFUNGSI SEKSUAL ..................................... 195
BAB 18 PSIKIATRI ANAK-GERIATRI ..................................................................... 206
BAB 19 GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF (P.P.D.G.J.III-1993) ............................................................. 214
BAB 20 LAB PEMERIKSAAN NAPZA ..................................................................... 228

vii
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA ix
x PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 1
SIKLUS KEHIDUPAN MANUSIA
Hilda Puspa Indah

A. Siklus Kehidupan Manusia

Siklus Kehidupan Manusian merupakan suatu proses perubahan sepanjang tahun-


tahun kehidupan, yaitu suatu progresi dari bayi sampai usia lanjut. Perubahan – perubahan
yang terjadi dalam kebutuhan dan fungsi manusia mencakup aspek:
1. Perkembangan fisik
2. Perkembangan psikosexual
3. Perkembangan psikososial
4. Perkembangan kognitif
5. Perkembangan moral
Berbagai faktor yang berpengaruh pada proses tersebut terbagi menjadi 2 faktor
utama, yaitu:
1. Intrinsik: genetik/ disposisi
2. Extrinsik: Lingkungan, Masyarakat, Budaya

Terdapat 6 tahapan pada siklus Kehidupan Manusia dan Proses Tumbuh Kembang:
a. Kehamilan
1. Pada tahapan ini mulai terjadi perubahan biologis yang bersifat fisiologis. Terjadi
pula perubahan dari segi psikologis.
2. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah sikap terhadap kandungan yang sedang
berjalan apakah direncanakan dan dikehendaki
3. Pada tahapan ini yang juga penting adalah kualitas hubungan dengan pasangan
menikah, usia, riwayat kehamilan, identitas diri, respons terhadap masa menjadi
ibu
4. Berbagai kelainan secara psikologis yang dapat terjadi pada masa kehamilan antara
lain:
- Pica
- Pseudocyesis (kehamilan palsu)
- Hiperemesis gravidarum

1
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 1
5. Pada tahapan ini juga dapat terjadi suatu kondisi yang tidak diinginkan, berupa
kematian perinatal dan kehamilan resiko tinggi.

b. Persalinan
Pada tahapan ini, selama proses dapat terjadi berbagai kondisi, yaitu konsultasi genetik
maupun persalinan diinduksi dan proses kelahiran. Setelah persalinan terjadi, seorang
wanita dihadapkan pada berbagai pilihan kontrasepsi juga adanya kemungkinan
terjadi gangguan secara psikologis dalam bentuk depresi postpartum atau
psikosis postpartum.

c. Perinatal, masa bayi dan masa anak


1. Perinatal, pada tahapan ini yang perlu diperhatikan yaitu keadaan fetus dan
diagnosis prenatal.
Keadaan fetus
- Perilaku fetus-gerakan 16-20 minggu,
- Stimulasi permukaan kulit 14 minggu,
- Membau dan rasa, pendengaran
- Denyut jantung
- Perkembangan SSP, kortek serebri, transmisi stres ibu
Diagnosis prenatal, terutama ditujukan untuk ibu usia lebih dari 35 tahun
- Gangguan X-link
- Gangguan kromosom
- Inborn error metabolism
2. Masa Bayi
Pada masa ini, beberapa kejadian yang mungkin muncul dan menjadi tahapan
penting yaitu:
- Small fetus, prematur, postmatur
- Tumbuh kembang, refleks lahir dan survival (nafas, isap, menelan,
sirkulasi dan suhu)
- Perkembangan bahasa dan pengenalan
- Perkembangan emosi dan sosialisasi
- Perkembangan temperamen
3. Masa Anak (tahun kedua)
Pada masa ini, berbagai proses tumbuh kembang yang terjadi mencakup:
- Perkembangan bahasa dan pengenalan lingkungan
- Perkembangan emosi dan sosial

2
2 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
- Perkembangan seksual
- Kendali sphincter dan pengaturan tidur
- Pengasuhan orang tua.

d. Prasekolah, terbagi menjadi masa prasekolah dan masa sekolah


Pada masa prasekolah (batita-balita), hal-hal yang ditentukan adalah sehubungan
dengan bahasa dan pengenalan lingkungan, emosi dan perilaku sosial-masa-phalic-
genital area, Oedipus complex-Electra complex, Castration anxiety. Pada masa ini
juga mulai muncul tahap inisiatif dan rasa bersalah. Masa ini merupakan masa bermain
dan memungkinkan adanya imaginary companion. Pada masa sekolah (sekolah dasar),
pengenalan Bahasa dan lingkungan semakin terfokus. Juga terjadi perkembangan
emosi dan perilaku sosial-identik dengan ibu. Terkadang dapat terjadi kondisi school
refusal. Tahapan lain yang perlu diperhatikan pada masa ini adalah
perkembangan seksual anak, proses tidur dan mimpi sehubungan dengan
perkembangan tersebut. Pada masa ini dapat mulai dipertimbangkan j arak antar anak,
kelahiran adik

e. Remaja
Pada periode awal – tengah, dan akhir masa remaja/ pubertas ini, onset usia berperan.
Pada tahapan ini mulai terjadi perubahan hormonal. Selain itu proses perkembangan
psikoseksual dan kepribadian serta pengenalan lingkungan sangat penting. Dengan
banyaknya teman sebaya (peer group) juga perlu diperhatikan hubungan parentalnya.
Dengan mulai berkembangnya moralitas individu pada tahapan ini, maka penting
untuk mempertimbangkan mengenai pemilihan kerja dan berbagai perilaku berisiko.
Tidak menutup kemungkinan juga terjadinya krisis identitas maupun berbagai
keadaan seperti kehamilan pranikah – aborsi, dan prostitusi. Pada beberapa individu,
tahapan ini membuka kemungkinan untuk meninggalkan rumah dan hidup mandiri.

f. Dewasa
Tahap ini terbagi menjadi dewasa awal dan dewasa tengah. Pada dewasa awal kisaran
usia antara 17-45 tahun dengan masa transisi pada usia 17-22 tahun. Pada tahap ini,
poin penting yang dititikberatkan adalah mengenai pekerjaan, pernikahan, dan proses
menjadi orang tua. Namun dalam proses tersebut, selalu ada kemungkinan menjadi
single parent.
Pada dewasa tengah, permasalahan yang terjadi mulai beragam, antara lain mengenai
perceraian dan perpisahan, berbagai masalah secara psikologis, legal, ekonomik,
3
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 3
kehidupan bermasyarakat, koparental, berbagi hak asuh, maupun hubungan
ekstramarital.

g. Lanjut usia
Termasuk di dalamnya adalah masa dewasa lanjut yang dimulai pada usia 60- 65
tahun. Standar usia ini dapat berbeda secara demografis. Pada tahap ini terjadi
berbagai perubahan, antara lain:
- Biologis: menentukan seberapa panjang usia dan life expectancy (harapan
hidup) meski mulai terjadi penurunan fungsi tubuh
- Perkembangan: berdasarkan Erikson (akan dibahas di bagian terakhir bab
ini), mencakup kemampuan untuk bertahan dan mempertahankan hidup serta
harga diri
- Psikososial: berbagai kondisi seperti menjadi sepuh, counter transference,
peribahan sosioekonomi, tahap pensiun, perubahan aktivitas seksual, dan
berbagai perawatan tambahan yang diperlukan sesuai dengan kondisi fisik
maupun mental
- Emosional: adanya kemungkinan terjadinya kedukaan (grief), depresi, dan
bunuh diri.

h. Kematian dan Duka Cita, meliputi:


 Arti kematian
 Kematian mendadak  coroner-MI, psychogenic
 Aspek legal  alami, kecelakaan, pembunuhan  autopsy
 Reaksi terhadap kematian (Elizabeth Kubler Ross)
- Stadium shock dan penolakan
- Stadium marah
- Stadium Tawar menawar
- Stadium Depresi
- Stadium akseptasi (menerima)
 Euthanasia
 Hospice care

Psikoanalisis sehubungan dengan siklus hidup manusia telah banyak dilakukan oleh
para ahli, yaitu
- Sigmund Freud - Karl abraham - Franz Alexander
(classic) - Alfred Adler - Gordon Alport
4
4 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
- Eric Berne - Raymond cattl - Carl Gustaf Jung
- Wilfred Bion - Ronald Fairbairn - Abraham Maslow
- Otto Kernberg - Sandor Ferenczi - Adolf Meyer
- Melanie Klein - Erick Fromm - Henry Muray
- Jacques Lacan - Kurt Goldstein - Frederick Perl
- Kurt Lewin - Karen Horney
- BF.Skinner - Edith jacobson

Namun, dari kesemuanya itu, yang paling banyak dijadikan tolak ukur adalah berbagai
psikoanalisis berikut:
- Classic Psychoanalysis Sigmund Freud (1856)
- Kasus Anna O-Hypnosis (1887)
- The Interpretation of Dream (1900)
- Condensation
- Displacement
- Symbolic representation
- Secondary revision
- Affect in dream
- Anxiety dream
- Punishment dream

Ada pula teori Insting / Dorongan (Drive), yaitu mengenai:


 Libido
 Ego insting-”Narcissism”
 Agresi
 Insting eros dan thanathos

B. Topografi Jiwa

Topographic teory pertama kali dikemukan oleh Freud dalam “The Interpretation of
Dreams” (1900) yang menhjelaskan bahwa aparat mental dapat dibedakan kedalam
sistem-sitem kesadaran, yaitu Conscious (sistem sadar), Pre-conscious (sistem Prasadar),
dan Unconscious (sistem Asadar).

5
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 5
Teori ini menjelaskan mengenai topografi dan komponen-komponen struktur jiwa,
yang menyebutkan bahwa kesadaran hanya bagian yang muncul di atas gunung es.
Selebihnya, terdapat bagian-bagian lain yang menjadi suatu struktur jiwa, yaitu:
1. Ego : Ruang geraknya preconscious, (conscious)
Membuat keputusan mengenai kesenangan yang akan ditempuh pada permintaan
Id itu, persyaratan keselamatan seseorang, dan perintah moral superego yang akan
diikuti pula
2. Superego : Ruang geraknya unconscious
Mengacu pada nilai-nilai moral individu  belajar standar-standar dari orangtua
dan sosial  Baik dan buruk, benar dan salah
3. Id : Ruang geraknya unconscious
Pada prinsip kesenangan, merupakan kepuasan segera dari keinginan dan kebutuan
sendiri  Egois, kekanak-kanakan, kepribadian dengan tidak memiliki
kemampuan untuk menunda kepuasan

Isi Lapisan-Lapisan Kesadaran pun terbagi menjadi 3 poin:


 Asadar  Energi-energi jiwa yang tak bisa disadari kecuali dengan teknik khusus
seperti psikoanalisis.
 Bawah sadar  Energi-energi jiwa yang tak bisa disadari, tetapi masih bisa di recall
 Sadar  Energi-energi jiwa yang disadari dalam keadaan normal

C. Mekanisme Pertahanan Mental

Istilah ini biasa digunakan dalam kondisi kejiwaan yang sedang dalam keadaan yang
bermasalah, yaitu antara ID (dorongan insting nafsu), rambu-rambu nilai yang dituntut
Superego dan lingkungan (nilai-nilai, peraturan-peraturan, adat istiadat/ kepercayaan/
agama), serta penyesuaian terhadap kondisi dunia luar.
Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia dan bila terjadi ancaman
terhadap ego, hal ini merupakan ancaman eksistensi manusia. Manusia secara bertahap
belajar menghadapi mekanisme pembelaan egonya, seandainya ada ancaman terhadap
keutuhan integritas pribadinya. Mekanisme ini normal terjadi, kecuali bila sudah
sedemikian lanjut sehingga menganggu integrtias pribadinya.
Mekanisme yang demikian ini penting untuk :
1. Memperlunak kegagalan
2. Mengurangi kecemasan
3. Mengurangi perasaan yang menyakitkan

6
6 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Mempertahankan perasaan layak dan harga diri.

Namun, mekanisme pertahanan tersebut bersifat :


1. Kurang realistik
2. Tidak berorientasi kepada tugas
3. Mengandung penipuan diri
4. Sebagian besar bekerja secara tidak disadari sehingga sukar untuk dinilai dan
dievaluasi secara sadar.

Pada mekanisme ini ada kondisi khas yang dapat ditemukan, yaitu:
1. Pertahanan Neurotic
Biasa digunakan pada pasien obsesif kompulsif dan pasien histerikal, serta pada
orang dewasa yang berada pada keadaan stres.
2. Pertahanan matur (matang)
Merupakan mekanisme adaptasi yang normal dan sehat pada kehidupan dewasa.

Bentuk/Jenis-Jenis Defence Mechanism dibagi menjadi beberapa tingkat:


Pathological
Delusional projection
Level 1 Denial
Distortion
Extreme projection
Splitting
Immature
Acting out
Level 2 Fantasy
Idealization
Projection
Projective identification
Somatization
Neurotic
Displacement
Dissociation
Hypochondriasis
Level 3 Isolation
Intellectualization
Rationalization (making excuses)
Reaction formation
7
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 7
Regression
Repression
Undoing
Mature
Level 4 Altruism
Anticipation
Humor
Identification
Introjection
Sublimation (Thought Supression)

Berbagai istilah yang dapat ditemukan pada proses ini yaitu:


 Projection
Merupakan pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan
kecemasan, kepada orang lain. Hal ini dalam satu atau cara lain untuk menyalahkan
kekurangan seseorang ke orang atau hal lain, sehingga untuk mencioba untuk
menghindari perasaan kecemasan atau rasa bersalah atau rendah diri.

 Denial
Secara tanpa sadar menolak menerima fakta penuh atau sebagian untuk
meminimalkan atau mencegah kecemasan yang dinyatakan tak terelakkan atau
perasaan yang tidak menyenangkan (seperti kemarahan, rasa bersalah, malu, frustasi)

 Fantasi
Membayangkan peristiwa yang belum terjadi/ keadaan saat melakukan yang tak ada
seolah-olah mereka lakukan, atau telah melakukan. Sangat umum pada anak-anak dan
pada orang dewasa (yaitu, orang-orang yang masih berperilaku lebih seperti anak-
anak) dan skizofrenia. Setiap pemikiran yang sebagian besar didominasi oleh fantasi
(imajinasi) digambarkan sebagai autistik. Ini menyampaikan gambar seseorang yang
hidup di dunia yang sama sekali tidak nyata dan pribadi sendiri.

 Somatization
Setiap emosi kuat yang tak menyenangkan (kecemasan, ketakutan, kemarahan, rasa
bersalah, dll) disertai dengan perasaan tidak nyaman tubuh seperti ketegangan umum,
sakit kepala, palpitasi, sesak di dada dan leher dan tenggorokan, kesemutan di perut,
kelelahan, berkeringat, dan lain-lain. Hal ini terjadi ketika seseorang kemudian
8
8 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
berkonsentrasi seluruh perhatian mereka pada perasaan tubuh ini, keluhan-keluhan
dari mereka, menjadi somatisasi (masalah).

 Displacement
Pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu
yang kurang berbahaya dibanding individu semula. Tindakan atau perasaan tetap
persis sama, tetapi sasaran diganti, sebenarnya dimaksudkan untuk mengurangi stres.
Rasionalisasi
Menunjuk kepada upaya individu memutar balikkan kenyataan. Dalam hal ini
kenyataan yang mengancam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal
(contoh : untuk menghindari rasa malu).

 Pembentukan reaksi
Upaya mengatasi kecemasan karena individu memiliki dorongan yang bertentangan
dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya. Bila seseorang dihinggapi dua
perasaan yang berlawanan (misalnya cinta dan kebencian) terhadap seseorang atau
sesuatu, ia secara alami mengalami kecemasan atau rasa bersalah atau emosi tidak
nyaman lainnya sehubungan dengan kurang terpuji dari dua perasaan yang
berlawanan.

 Regresi
Merupakan upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai
dengan tingkat perkembangannya

 Represi
Adalah mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan kecemasan dengan cara
menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam
ketidaksadaran. Dengan mendorong realitas yang menyedihkan sepenuhnya ke alam
bawah sadar, sehingga menyebabkan diri benar-benar melupakan hal-hal yang tidak
membawa ketenangan pikiran.

 Suppression
Adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan
kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif dan hal yang
menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan
bahkan dihargai oleh masyarakat.

9
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 9
 Kompensasi
Apabila seseorang merasa rendah (kecil) atas beberapa atribut pribadi (fisik, sosial
atau karakteristik lain) mereka mungkin mengkompensasi dengan mengembangkan
beberapa kualitas atau atribut yang akan membuatnya lebih nyaman

Epigenesis Erick Erickson

Teori Perkembangan Psikososial (Erick H Erickson)


 Trust vs Mistrust  bayi (0-18 bulan)
 Indikator positif: Belajar percaya pada orang lain
 Indikator negatif: Tidak percaya, menarik diri dari lingkungan masyarakat,
pengasingan.
 Ini adalah awal mula dari perkembangan individu.
 Pemenuhan kepuasan untuk makan & mengisap, rasa hangat & nyaman, cinta &
rasa aman → menghasilkan kepercayaan
 Pada saat kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekuat → bayi menjadi curiga,
penuh rasa takut & tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku makan, tidur
dan eliminasi yang buruk

 Autonomy vs shame & doubt  toddler (18 bulan-3 tahun)


 Indikator positif : Kontrol diri tanpa kehilangan harga diri
 Indikator negatif: Terpaksa membatasi diri atau terpaksa mengalah
 Anak mulai mengembangkan kemandirian, membuka dan memakai baju,
berjalan, mengambil, makan sendiri dan ke toilet. Mulai terbentuk kontrol diri.
 Jika kemandirian toddler tidak didukung oleh orangtua, mungkin anak memiliki
kepribadian yang ragu-ragu.
 Jika anak dibuat merasa buruk pada saat melakukan kegagalan, anak akan menjadi
pemalu.

 Initiative vs Guilt  pra sekolah (3-6 tahun)


 Indikator positif: Mempelajari tingkat ketegasan dan tujuan memengaruhi
lingkungan. Mulai mengevaluasi kebiasaan (perilaku) diri sendiri
 Indikator negatif: Kurang percaya diri, pesimis, takut salah. Pembatasan dan
kontrol yang berlebihan terhadap aktivitas pribadi.

10
10 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Inisiatif, mencoba hal-hal baru, perilaku kuat, imajinatif dan intrusive,
perkembangan perasaan bersalah dan identifikasi dengan orangtua yang
berjenis kelamin sama.
 Pembatasan → mencegah anak dari perkembangan inisiatif. Contoh dampaknya
adalah kemungkinan munuculnya rasa bersalah saat melakukan aktivitas yang
berlawanan dengan orangtua. Namun yang perlu diingat adalah bahwa anak
perlu belajar untuk memulai aktivitas tanpa merusak hak-hak orang lain.

 Industry vs inferiority  usia sekolah (6-12 tahun)


 Indikator positif: Mulai kreatif, berkembang, manipulasi. Membangun rasa
bersaing dan ketekunan
 Indikator negatif: Hilang harapan, merasa cukup, menarik diri dari sekolah dan
teman sebaya
 Anak mendapatkan pengenalan melalui demonstrasi ketrampilan dan produksi
benda-benda serta mengembangkan harga diri melalui pencapain
 Anak dipengaruhi oleh guru dan sekolah
 Perasaan inferior → terjadi pada saat orang dewasa memandang usaha anak
untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui manipulasi adalah sesuatu
yang bodoh/ merupakan masalah. Apabila berkelanjutan, maka ada
kemungkinan ketidaksuksesan di sekolah, ketidaksuksesan dalam
perkembangan ketrampilan fisik dan mencari teman.

Gambar 1. Tahapan perkembangan psikologis

11
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 11
 Identity vs role confusion  remaja (12-18 tahun)
 Indikator positif: Menghubungkan sesuatu dengan perasaan diri, merencakan
aktualisasi diri
 Indikator negatif: Kebingungan, ragu-ragu, tidak mampu menemukan identitas
diri
 Individu mengembangkan penyatuan rasa “diri sendiri”
 Teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadapa perilaku
 Kegagalan untuk mengembangkan rasa identitas dapat menyebabkan
kebingungan peran, yang sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi dan
keraguan-raguan.

 Intimacy vs isolation  dewasa muda (18-25 tahun)


 Indikator positif: Berhubungan intim dengan orang lain. Mempunyai komitmen
dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain
 Indikator negatif: Menghindari suatu hubungan, komitmen gaya hidup atau karir
 Individu mengembangkan kedekatan dan berbagi hubungan dengan orang lain,
yang mungkin termasuk pasangan seksual
 Ketidakpastian individu menangani diri sendiri akan mempunyai kesulitan
mengembangkan keintiman. Selain itu, bila seseorang tidak bersedia/ tidak
mampu berbagi mengenai diri sendiri, akan merasa sendiri.

Tabel 1. Tahapan psikososial menurut Erikson’s

12
12 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Generativity vs stagnation  dewasa tengah (45-65 tahun)
 Indikator positif: Kreatifitas, produktivitas dan perhatian dengan orang lain
 Indikator negatif: Perhatian terhadap diri sendiri, kurang merasa nyaman
 Orang dewasa  bimbingan untuk generasi selanjutnya, mengekspresikan
kepedulian pada dunia di masa yang akan datang.
 Absorpsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan
peningkatan materi. Dan dengan dilakukannya perenungan diri sendiri, maka
akan mengarah pada stagnasi kehidupan.

 Integrity vs despair  dewasa akhir (65 tahun keatas)


 Indikator positif: Penerimaan kehidupan pribadi sebagai sesuatu yang berharga
dan unik. Siap menerima kematian
 Indikator negatif: Perasaan kehilangan, jijik terhadap orang lain
 Masa lansia dapat melihat ke belakang dengan rasa puas dan penerimaan hidup
dan kematian
 Resolusi (pencapaian) yang tidak berhasil dalam krisis ini bisa menghasilkan
perasaan putus asa karena individu melihat kehidupan sebagai bagian dari
ketidakberuntungan, kekecewaan, dan kegagalan.

Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud), terdiri atas tahapan-tahapan


sebagai berikut:
1. Tahap oral-sensori (lahir sampai usia 12 bulan)
Karakteristik tahapan ini yaitu:
o Aktivitas melibatkan mulut (sumber utama kenyamanan)
o Perasaan dependen (bergantung pada orang lain)
o Gangguan pada tahap ini akan mengakibatkan kesulitan mempercayai orang lain,
menunjukkan perilaku seperti menggigit kuku, mengunyah permen karet,
merokok, menyalahgunakan obat, minum alkohol, makan terlalu banyak,
overdependen.

2. Tahap anal-muskular (usia 1-3 tahun/toddler).


Karakteristik tahapan ini yaitu:
o Organ anus dan rektum merupakan sumber kenyamanan
o Masa “toilet training” , yang sangat mungkin terjadi konflik

13
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 13
o Mengotori (membuat kotor) merupakan aktivitas umum yang dilakukan oleh
individu pada tahap ini.
o Gangguan pada tahap ini dapat menimbulkan kepribadian obsesif-kompulsif
seperti keras kepala, kikir, kejam dan temper tantrum.

3. Tahap falik (3-6 tahun/pra sekolah).


Karakteristik tahapan ini yaitu:
o Organ genital sebagai sumber kenyamanan
o Proses masturbasi dimulai dan keingintahuan seksual menjadi terbukti
o Dapat mengalami kompleks Oedipus atau kompleks Elektra
o Hambatan pada tahap ini dapat menyebabkan kesulitan dalam identitas seksual
dan bermasalah dengan otoritas, ekspresi malu, dan takut.

4. Tahap Latensi (6-12 tahun/ masa sekolah).


Karakteristik tahapan ini yaitu:
o Energi digunakan untuk aktivitas fisik dan intelektual
o Ini adalah periode tenang, dimana kegiatan seksual tidak muncul (tidur)
o Anak mungkin terikat dalam aktivitas erogenous (perasaan erotik) dengan teman
sebaya yang sama jenis kelaminnya
o Penggunaan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu ini
o Konflik yang tidak teratasi pada masa ini dapat menyebabkan obsesif dan kurang
motivasi diri

5. Genital (13 tahun keatas/pubertas atau remaja sampai dewasa).


Karakteristik tahapan ini yaitu:
o Genital menjadi pusat dari tekanan dan kesenangan seksual
o Produksi hormon seksual menstimulasi perkembangan heteroseksual
o Energi ditujukan untuk mencapai hubungan seksual matur
o Pada awal fase sering terjadi emosi yang belum matang, kemudian mulai
berkembang kemampuan untuk menerima dan memberi cinta

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry. 10th
ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI

14
14 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 2
SYMTOMATOLOGY
Hilda Puspa Indah

A. Kesadaran (Consciousness)

Kesadaran diartikan juga sebagai sensorium merupakan suatau keadaan fungsional


dari individu untuk mengadakan realasi terhadap dunia sekitarnya. Sensorium yang baik
adalah jika ia dapat mengenal, mengerti dan mengetahui keadaan tentang dirinya atau
keadaaan sekitaranya. Gangguan kesadaran paling sering adalah kerusakan otak (brain
pathology).
1. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat/ orang.
2. Kesadaran berkabut: kejernihan pikiran yang tidak penuh, dengan gangguan persepsi
dan sikap.
3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.
4. Delirium: kebingungan, gelisah, reaksi disorientasi yang disertai dengan rasa takut dan
halusinasi.
5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
6. Koma vigil: koma di mana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat dibangunkan
(mutisme akinetik).
7. Keadaan temaram (twilight state): gangguan kesadaran dengan halusinasi.
8. Keadaan seperti mimpi (dreamlike state): = kejang parsial kompleks / epilepsi
psikomotor.
9. Somnolen: mengantuk yang abnormal.
10. Confusion (Kebingungan): gangguan kesadaran yang ditandai dengan tidak sesuainya
reaksi terhadap stimulus lingkungan; dimanifestasikan dengan adanya gangguan
orientasi waktu, tempat, dan orang.
11. Drowsiness (Mengantuk): suatu keadaan gangguan kesadaran yang berkaitan dengan
suatu keinginan/ kecenderungan untuk tidur.
12. Sundowning: sindroma pada lanjut usia, biasanya terjadi pada malam hari yang
ditandai dengan adanya gejala drowsiness, confusion, ataxia, dan terjatuh sebagai
akibat pemberian medikasi yang mencetuskan rasa kantuk yang berlebihan
(Sundowner's Syndrome).

15
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 15
B. Atensi (Perhatian)
Atensi adalah kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas dan
untuk berkonsentrasi.
1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi
kepada stimuli eksternal yang tidak penting / tidak relevan.
2. Inatensi selektif: hambatan hanya terbatas pada hal-hal yang menimbulkan
kecemasan.
3. Hipervigilensi: atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli internal
dan eksternal (delusional / paranoid)
4. Trance: atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah: hipnosis, gangguan
disosiatif, dan pengalaman religius yang luar biasa.

C. Emosi (Emotion)

Emosi mood dan afek.


Mood
1. Disforik: mood yang tidak menyenangkan.
2. Eutimik: mood dalam rentang normal
3. Meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang tanpa pembatasan,
seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna
seseorang.
4. Iritabel: mood yang dengan mudah diganggu atau dibuat marah.
5. Labil: pergeseran / perubahan yang cepat dan tiba-tiba antara euforia dan depresi atau
kecemasan.
6. Meninggi (elevated mood): suasana kepercayaan diri dan kesenangan yang tinggi;
mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Elasi: perasaan senang, euforia, kemenangan, peningkatan kepuasan diri, atau optimis.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang patologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat dan menarik diri terhadap semua aktivitas rutin dan
aktivitas yang menyenangkan
11. Duka cita/berkabung: kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan / menyadari
emosi /mood seseorang.
13. Ide bunuh diri: pikiran-pikiran / tindakan untuk mengakhiri hidupnya.

16
16 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
14. Kecemasan: perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang mungkin
berasal dari dalam atau luar.
15. Kecemasan yang mengambang (free-floating anxiety): rasa takut yang meresap dan
tidak terpusatkan, yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan.
16. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar dan
realistik.
17. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motorik.
18. Ketegangan(tension): peningkatan aktivitas motorik dan psikologis yang tidak
menyenangkan.
19. Panik: serangan kecemasan yang akut, episodik, dan kuat disertai dengan perasaan
ketakutan dan pelepasan gejala dari sistem saraf otonom.
20. Apati: irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan (detachment) /
ketidakacuhan.
21. Ambivalensi: terdapatnya secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan terhadap
hal yang sama, pada satu orang yang sama, dan pada waktu yang sama.
22. Abreaksional: pelepasan atau pelimpahan emosional setelah mengingat pengalaman
yang menakutkan.
23. Rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri.
24. Rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.

Afek
1. Afek yang sesuai (appropriate affect) : kondisi dimana irama emosional serasi dengan
gagasan, pikiran / pembicaraan yang menyertai
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect) : ketidakserasian antara irama perasaan
emosional dengan gagasan, pikiran / pembicaraan yang menyertainya
3. Afek yang tumpul (blunted affect) : penurunan yang berat pada intensitas irama
perasaan yang diungkapkan ke luar
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect) : penurunan intensitas irama
perasaan yang kurang parah daripada afek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar (flat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi
afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba,
yang tidak berhubungan dengan stimuli ekstemal.

17
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 17
D. Perilaku Motorik (motor behavior / conation)

Perilaku motorik (motor behavior/ conation) aspek mental yang meliputi impuls,
motivasi, harapan, dorongan, insting, dan keingingan, seperti yang diekspresikan oleh
perilaku atau aktivitas motorik seseorang.
1. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
2. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan non-organik
a) Katalepsi: suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus-menerus.
b) Furor katatonik (Catatonic excitement): aktivitas motorik yang teragitasi. tidak
bertujuan, dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
c) Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik
imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d) Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang usaha
untuk digerakkan.
e) Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau aneh yang disadari,
biasanya di pertahankan dalam waktu yang lama.
f) Cerea flexibilitas (Fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur dalam suatu posisi
yang kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh
pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
g) Akinesia: berkurangnya pergerakan fisik -> Skizofrenia katatonik, extrapiramidal
akibat pemberian obat anti psikotik.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk digerakkan atau
semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan oleh
berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik / bicara yang terfiksasi dan berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari yang mendarah daging dan kebiasaan.
7. Otomatisme (Automatism) : tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili
suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah (Command Automatism) : otomatisme mengikuti sugesti
9. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
10. Overaktivitas:
a) Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya
tidak produktif dan sebagai respons dari ketegangan dari dalam (inner tension).
b) Hiperaktivitas (Hiperkinesis): kegelisahan, agresif, aktivitas destruktif, seringkali
berkaitan dengan patologi otak yang mendasarinya.

18
18 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
c) Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d) Tidur berjalan / Somnambulisme: aktivitas motorik saat tertidur.
e) Akathisia: perasaan subyektif tentang ketegangan motorik sekunder dari medikasi
antipsikotik atau medikasi lain, 𑰀kegelisahan, melangkah bolak-balik, duduk dan
berdiri berulang-ulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.
f) Kompulsi: impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara
berulang-ulang.
- Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.
- Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
- Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang
wanita.
- Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-
laki.
- Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambutnya.
- Ritual: aktivitas natural yang dilakukan secara otomatis dan kompulsif dalam
usahanya untuk mengurangi sumber kecemasan.
g) Ataksia: kegagalan koordinasi otot; iregularitas gerakan otot.
11. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
12. Tremor: perubahan irama pada pergerakan, yang biasanya lebih cepat satu hentakan
perdetik; tremor akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur, dan akan
meningkat selama periode kemarahan dan peningkatan ketegangan
13. Hipoaktivitas (Hipokinesis): penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada
retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, pembicaraan, dan pergerakan yang dapat
terlihat.
14. Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak
15. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan bertujuan yang mungkin verbal atau fisik;
bagian motorik dari afek kekasaran, kemarahan, atau permusuhan.
16. Memerankan (Acting Out: ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dihidupkan secara impulsif dalam perilaku.
17. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan disertai dengan ketidak acuhan tentang
akibat tindakan yang biasanya berkaitan dengan defisit neurologis.
18. Anergia: berkurangnya energi (anergy).
19. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan dalam suatu gaya yang
normal, sekalipun gerakan kaki yang normal dapat dilakukan dalam keadaan duduk
atau posisi berbaring. Gaya berjalan terkesan aneh dan tidak terkesan adanya suatu lesi
organik yang spesifik; dapat dijumpai pada gangguan konversi.

19
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 19
20. Coprophagia: memakan kotoran / sampah atau feses.
21. Dyskinesia: kesulitan untuk melakukan suatu gerakan volunter, dapat dijumpai pada
gangguan extra piramidal.
22. Muscle rigidity (Kekakuan otot): keadaan dimana otot bertahan / menetap, yang tidak
dapat digerakan / dipindahkan
23. Twirling: suatu tanda yang dapat ditemukan pada anak autisme, yang secara terus
menerus memutar kepalanya menurut arah ke mana kepala tersebut ditolehkan.
24. Bradykinesia: perlambatan aktivitas motorik sertai dengan suatu penurunan gerakan
spontan yang normal.
25. Chorea: pergerakan yang cepat, menyentak dan tidak bertujuan yang terjadi dengan
sendirinya / tanpa sengaja (involuntary).
26. Konvulsi: kontraksi otot yang hebat atau spasme, yang terjadi secara involunter.
27. klonik: konvulsi dimana otot berkontraksi dan berelaksasi secara berubah-ubah.
28. tonik: konvulsi di mana kontraksi otot dipertahankan.
29. Dystonia: kontraksi dari batang tubuh atau anggota tubuh yang lambat dan
dipertahankan -> pada medication-induced dystonia.

E. Berpikir (Thinking)

Berpikir adalah aliran dari suatu gagasan, simbol, dan asosiasi yang bertujuan
dimulai dengan suatu gagasan masalah atau suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan
berorientasi kenyataan; ketika suatu urutan logi terjadi maka bisa dikatakan normal.
Berpikir abstrak adalah kemampuan untuk mengambil inti dari seluruh permasalahan,
dapat membagi seluruh permasalahan menjadi bagian-bagiannya dan membedakan
masing-masing bagian tersebut.

Bentuk pikiran
1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan keanehan psikologis.
2. Word salad (gado-gado kata): campuran kata dan frasa yang inkoheren.
3. Sirkumstansial: bicara tidak langsung yang lambat dalam mencapai tujuan tetapi
akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai dengan adanya
perincian-perincian dan tanda-tanda kutip yang berlebihan.
4. Tangensial: ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang bertujuan;
pasien tidak pernah berangkat dari titik awal menuju tujuan yang diinginkan.

20
20 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
5. Inkoherensia (Incoherence): pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti; berjalan
bersama pikiran atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata
bahasa, yang menyebabkan disorganisasi.
6. Perseverasi: respons terhadap stimuli sebelumnya yang menetap setelah suatu stimulus
yang baru telah diberikan, sering berkaitan dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai
arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek
atau intonasi terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang
ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan atau tidak memperhatikan pertanyaan).
11. Asosiasi longgar (loosening of assosiations): aliran pikiran dimana gagasan-gagasan
bergeser dari satu subyek ke subyek lain dalam cara yang sama sekali tidak
berhubungan; jika berat, pembicaraan dapat menjadi inkoherensia.
12. Keluar dari jalur (derailment) = asosiasi longgar.
13. Loncat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain;
ide-ide cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah seorang
pendengar mungkin masih mampu untuk mengikutinya.
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi
berbeda artinya; kata-kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk sajak dan
permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum suatu
pikiran atau gagasan diselesaikan; setelah suatu periode penghentian singkat, orang
tersebut tampaknya tidak dapat mengingat apa yang telah dikatakan atau apa yang akan
dikatakan
16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang dilakukan oleh seseorang dengan kesukariaan
yang gaduh melalui kata-kata yang tidak dapat dipahami (juga dikenal sebagai bicara
pada lidah (speaking in tongues)); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika
berkaitan dengan praktek keagamaan Pantekosta tertentu.

Isi pikiran
1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada
pengertian, pengulangan kosong, atau frasa yang tidak jelas.

21
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 21
2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan,
yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.
3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.
a) Waham aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan sama
sekali tidak masuk akal  orang dari angkasa luar telah menanamkan suatu
elektroda pada otak pasien.
b) Waham tersistematisasi: keyakinan palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal  pasien merasa yakin sedang dimata-matai oleh suatu agen
rahasia yang dikirim oleh atasannya dimana ia bekerja, setelah ia menerima sepucuk
surat peringatan.
c) Waham yang sejalan dengan mood: waham dengan isi yang sesuai dengan mood 
seorang pasien depresi percaya bahwa ia bertanggungjawab untuk penghancuran
dunia.
d) Waham yang tidak sejalan dengan mood: waham dengan isi yang tidak mempunyai
hubungan dengan mood atau merupakan mood netral pasien depresi mempunyai
waham kontrol pikiran atau siar pikiran).
e) Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain, dan dunia adalah tidak
ada atau akan berakhir.
f) Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan terampas
semua harta miliknya.
g) Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien- keyakinan
bahwa otak pasien adalah berakar atau mencair
h) Waham paranoid:
- Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu,
atau disiksa; sering ditemukan pada seorang pasien yang senang menuntut yang
mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan hukum karena
penganiayaan yang dibayangkan.
- Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas seseorang
yang berlebihan.
- Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada
dirinya; bahwa peristiwa, benda-benda, atau orang lain mempunyai
kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negatif;
diturunkan dari idea referensi, di mana seseorang secara salah merasa bahwa ia

22
22 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
sedang dibicarakan oleh orang lain -> percaya bahwa orang di televisi atau
radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya
i) Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu tentang penyesalan yang
dalam dan bersalah.
j) Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran, atau perasaan
pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.
 Penarikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran pasien
dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain.
 Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran ditanam dalam
pikiran pasien oleh orang lain atau tenaga lain.
 Siar pikiran (thought broadcasting): waham bahwa pikiran pasien dapat
didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan ke udara.
 Pengendalian pikiran (thought control): waham bahwa pikiran pasien
dikendalikan oleh orang lain atau tenaga lain.
k) Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang didapatkan dari
kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien tidak jujur.
l) Erotomania: keyakinan waham, wanita  laki-laki, bahwa seseorang sangat
mencintai dirinya
m) Pseudologiaphantastica: suatu jenis kebohongan, dimana seseorang tampaknya
percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan; berkaitan
dengan sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai
dengan irama afektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau preokupasi
tentang bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi pada diri sendiri yang patologis.
6. Monomania: preokupasi dengan suatu obyek tunggal.
7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan
bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistik
terhadap tanda atau sensasi fisik sebagai yang abnormal.
8. Obsesi: ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat
ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika; berkaitan
dengan kecemasan.
9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang, jika ditahan,
menyebabkan kecemasan; perilaku berulang terjadi sebagai respons terhadap suatu
obsesi atau dilakukan menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang jelas, yang sebenarnya
dilakukan untuk mencegah sesuatu bakal terjadi di masa depan.

23
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 23
10. Koprolalia: pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata yang cabul.
11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang
memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti.
a. Fobia spesifik: rasa takut yang jelas terhadap obyek atau situasi yang jelas
seperti rasa takut terhadap laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: rasa takut akan keramaian umum seperti rasa takut berbicara di
depan publik, tampil di depan umum atau khalayak ramai, atau makan di
tempat-tempat umum.
c. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
d. Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka.
1l. Needle phobia: ketakutan yang menetap, semakin bertambah tegang, yang bersifat
patologis saat mendapatkan suntikan.
12. Noesis: suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan
perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
13.Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan
kekuatan yang tidak terbatas; tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran jika
sejalan dengan keyakinan pasien atau lingkungan kultural.

F. Pembicaraan (Speech)

Pembicaraan adalah gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa.


Bicara
1. Tekanan bicara (pressure of speech): bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan
kesulitan untuk memutus pembicaraan.
2. Bicara banyak (logorrhea): bicara yang banyak sekali, koheren, dan logis.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): Pembatasan jumlah bicara yang digunakan;
jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan: respons verbal yang diberikan hanya jika ditanya atau
dibicarakan secara langsung; tidak ada inisiatif bicara yang dimulai dari diri sendiri.
5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan
sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan, atau frasa yang stereotipik.
6. Diprosodi: hilangnya irama bicara yang normal (irama bicara disebut prosodi).
7. Disartria: kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya volume bicara normal
seperti psikosis, depresi, ketulian.

24
24 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
9. Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang
sering, menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering (kekusutan/kekacauan): bicara yang berpindah-pindah dan disritmik,
yang mengandung semburan yang cepat dan menyentak.
11. Aculalia: pembicaraan yang tidak masuk akal dan ditandai dengan gangguan pada
pemahaman yang jelas.
12. Bradylalia: pembicaraan lambat yang abnormal.
13. Dysphonia: kesulitan atau rasa nyeri saat bicara.

Gangguan dalam pengeluaran bahasa


1. Afasia motorik / afasia Broca, afasia tidak fasih, dan afasia ekspresif: gangguan
bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif di mana pengertian tetap ada tetapi
kemampuan untuk bicara sangat terganggu; bicara terhenti-henti, susah payah, dan
tidak akurat
2. Afasia sensorik/afasia Wernicke, afasia fasih & afasia reseptif: kehilangan
kemampuan organik untuk mengerti arti kata-kata; bicara lancar dan spontan, tetapi
membingungkan dan yang bukan-bukan
3. Afasia nominal/ afasia anomia dan afasia amnestik: kesulitan untuk menemukan
nama yang tepat untuk suatu benda
4. Syntactical aphasia: ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan
yang tepat.
5. Jargon aphasia: kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik; kata-kata yang
bukan-bukan diulangi dengan berbagai intonasi dan nada suara.
6. Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang berat.
7. Alogia: ketidakmampuan untuk berbicara karena adanya suatu defisit mental atau
suatu episode dari dementia.
8. Coprophrasia: penggunaan bahasa secara vulgar atau cabul yang tidak disadari;
dapat ditemukan pada gangguan Tourette' s dan beberapa kasus pada skizofrenia.

G. Persepsi (Perception)

Persepsi (Perception) adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi


psikologis; proses mental dimana stimulai sensoris dibawa ke kesadaran.
1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli eksternal
yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham tentang
pengalaman halusinasi.

25
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 25
a) H. Hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan tertidur;
biasanya dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.
b) H. Hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur; biasanya
dianggap tidak patologis.
c) H. dengar (auditorik): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi dapat juga
bunyi-bunyi lain, seperti musik; merupakan halusinasi yang paling sering pada
gangguan psikiatrik.
d) H. Visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk (m/
orang) dan citra yang tidak berbentuk (m/ kilatan cahaya, gangguan organik)
e) H. cium (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada gangguan
organik.
f) H. kecap (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti rasa kecap
yang tidak menyenangkan, yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada
gangguan organik.
g) H. raba (taktil; haptik): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan,
seperti sensasi dari suatu tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi adanya
gerakan pada kulit atau di bawah kulit (formication).
h) H. Somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam tubuh atau
terhadap tubuh, paling sering berasal dari organ visceral
i) H. Liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukurannya
(mikropsia).
j) Halusinasi yang sejalan dengan mood (moodcongruent hallucination): Halusinasi
di mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang depresi atau pasien yang
mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang
yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien
memiliki harga diri, kekuatan, dan pengetahuan yang tinggi
k) Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent hallucination):
halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang depresi atau manik 
pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah,
penghukuman yang layak diterima, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi
tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi
2. Trailing phenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah
dan tidak kontinu.
3. Command hallucination: persepsi perintah yang palsu di mana seseorang dapat merasa
patuh terhadap perintah atau tidak mampu untuk menolak / menentang.

26
26 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Ilusi: persepsi yang salah (misperception) atau interpretasi persepsi yang salah
(misinterpretation) terhadap suatu stimulus sensorik eksternal yang nyata.

Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif:


1. Agnosia: ketidakmampuan mengenali dan menginterpretasi pengalaman sensorik
yang nyata.
2. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit) : ketidakmampuan untuk mengenali
suatu defek neurologis yang terjadi pada dirinya.
3. Somatopagnosia (ketidaktahuan tentang tubuh): ketidakmampuan untuk mengenali
suatu bagian tubuh sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut sebagai
autotopagnosia).
4. Agnosia visual: ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atau orang.
5. Astereognosis: ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan.
6. Prosopagnosia: ketidakmampuan mengenali wajah.
7. Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu yang spesifik.
8. Simultagnosia: ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen pandangan
visual pada suatu waktu atau untuk mengintegrasikan bagian-bagian menjadi
keseluruhan.
9. Adiadokokinesia: ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang berubah
dengan cepat.
10. Aura: sensasi peringatan seperti automatisms, rasa penuh pada lambung,
kemerahan pada wajah, dan perubahan dalam pernafasan, sensasi kognitif, dan
keadaan afektif, yang biasanya dialami sebelum suatu serangan kejang; suatu
sensoris prodromal yang mendahului suatu sakit kepala/migrain yang klasik.

H. Daya Ingat (Memory)

Daya ingat (memory) adalah fungsi dimana informasi disimpan di otak dan
selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.

1. Amnesia: ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau keseluruhan pengalaman


masa lalu; mungkin berasal dari organik atau emosional.
a. Anterograd (Anterograde): amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik
waktu.
b. Retrograd (Retrograde): amnesia untuk peristiwa yang terjadi sebelum suatu titik
waktu.

27
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 27
2.Paramnesia: pemalsuan ingatan akibat distorsi pengingatan.
a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.
b. Pemalsuan retrospektif: ingatan menjadi terdistorsi secara tidak diharapkan (tidak
disadari) saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan pengalaman seorang
individu saat ini.
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman
yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai seseorang tetapi tidak
mempunyai dasar kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi organik.
d. Deja vu: ilusi pengenalan visual di mana suatu situasi yang bau secara keliru
dianggap sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.
f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai suatu pikiran yang
sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan.
g. Jamais vu: perasan palsu tentang ketidakkenalan terhadap suatu situasi nyata yang
sesungguhnya telah dialami oleh seseorang.
h. Memory yang salah (false Memory): rekoleksi dan kepercayaan dari seorang individu
terhadap suatu peristiwa yang sesungguhnya tidak nyata terjadi.
3.Hipermnesia: peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.
4.Blackout: amnesia terhadap perilaku yang telah mereka lakukan (dialami oleh peminum
alkohol)

Tingkat daya ingat


1. Segera (immediate): reproduksi atau pengingatan hal-hal yang ditangkap dalam
beberapa detik sampai menit.
2. Baru saja (recent): pengingatan peristiwa terhadap hal-hal yang telah lewat beberapa
hari
3. Agak lama (recent past): pengingatan peristiwa terhadap hal-hal yang telah lewat
selama beberapa bulan.
4. Jangka lama (remote): pengingatan peristiwa terhadap hal-hal yang telah lama terjadi.

I. Inteligensia (Intelligence)

Inteligensia (Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat,


menggerakkan, dan menyatukan secara konstruktif terhadap hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya dalam menghadapi suatu situasi yang baru.

28
28 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
1. Retardasi mental: kurangnya intelegensia sampai derajat dimana terdapat gangguan
pada kinerja sosial dan pekerjaan:
a) ringan (IQ 50 atau 55 sampai kira-kira 70),
b) sedang (IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55),
c) berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau
d) sangat berat (lQ di bawah 20 atau 25);
e) istilah yang lama :
f) idiot (usia mental kurang dari 3 tahun),
g) imbesil (usia mental 3 sampai 7 tahun), dan
h) moron (usia mental kira-kira 8 tahun).
2. Demensia: pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan
kesadaran.
a) Diskalkulia (akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan suatu
hitungan; tidak disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi.
b) Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang
kursif; hilangnya kemampuan untuk menuangkan struktur kata.
c) Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; tidak
disebabkan oleh gangguan ketajaman penglihatan.
3. Pseudodemensia: gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak
disebabkan oleh suatu kondisi organik; paling sering disebabkan oleh depresi
(sindroma demensia pada depresi).
4. Berpikir konkret: cara berpikir yang sangat bersifat harafiah; penggunaan kiasan
yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti; pikiran satu-dimensional.
5. Berpikir abstrak: kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir
multidimensional dengan kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis secara
tepat.

J. Tilikan (Insight)

Tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit.

Tingkat Tilikan
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka adalah sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam
waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.

29
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 29
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, pada
faktor eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
5. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan
dalam penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan
tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk
pengalaman di masa depan.
6. Tilikan emosional sesungguhnya: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di
dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat
menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku.

K. Daya Nilai

1. Kemampuan menilai situasi secara benar dan berperilaku sesuai dengan situasi
tersebut.
2. Critical judgement: kemampuan untuk menilai, membedakan dan memilih dari
berbagai pilihan dalam suatu situasi.
3. Automatic judgement: reflex performance dari suatu tindakan.
4. Daya nilai terganggu (impaired judgement): terganggunya kemampuan memahami
situasi secara benar dan berperilaku secara sesuai.
5. Daya nilai Sosial: Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya.
6. Uji daya nilai: pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan
situasi tsb. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien dengan perangko, alamat surat
yang dia temukan dijalan.
7. Penilaian Realitas: kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry. 10th
ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI

30
30 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 3
PEMERIKSAAN KLINIS PADA PASIEN PSIKIATRIK
Harry Tribowo Hadi

Pemeriksaan Klinis pada pasien Psikiatrik pada dasarnya terdiri dari :


A. Wawancara Psikiatrik
B. Membuat Riwayat penyakit
C. Pemeriksaan Status Mental
D. Pemeriksaan Medis fisik
E. Pemeriksaan laboratorium
Untuk dapat melakukan pemeriksaan ini, pemeriksa minimal harus telah mememiliki
pemahaman tentang konsep Pendekatan " Eklektik Holistik " dibidang psikiatri, memahami
"Simtomatologi”, memahami Hubungan dokter­pasien, dan dapat melakukan pemeriksaan fisik
medik umum. Pendekatan Eklektik Holistik dibidang psikiatri; adalah pendekatan model
"BIOPSIKOSOSIAL". George Engel telah menjadi pendukung utama dari model
biopsikososial ini, ia menekankan suatu pendekatan terintegrasi kepada perilaku dan penyakit
manusia. Model biopsikososial diturunkan dari teori sistem umum.
Sistem biologis menekankan substrat anatomik, struktural dan molekular dari penyakit
dan efeknya pada fungsi biologis pasien. Sistem psikologis menekankan efek faktor
psikodinamik, motivasi, dan kepribadian (personalitas) pada terjadinya penyakit, pengalaman
sakit dan reaksi terhadap penyakit. Sistern sosial menekankan pengaruh kultural, lingkungan dan
keluarga pada ekspresi dan pengalaman sakit. Engel mendalilkan bahwa masing- masing sistem
saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tiap sistem lainnya.
Model Engel tidak menyatakan bahwa penyakit medis adalah sebagai hasil langsung. dari
susunan psikologis atau sisiokultural seseorang, tetapi mendorong juga pemahaman yang
menyeluruh termasuk sisi biologik mengenai terjadinya penyakit dan pengobatannya. Contoh
yang dramatis dari konsep Engel mengenai biopsikososial adalah penelitiannya di tahun 1971
mengenai hubungan antara kematian mendadak dan faktor psikologis. Setelah meneliti 170
kasus kematian mendadak selama enam tahun, ia mengamati bahwa penyakit serius atau bahkan
kematian mungkin berhubungan dengan stres psikologis atau trauma. Diantara peristiwa
pencetus (trigger) potensial yang ditulis oleh Engel adalah seperti berikut ini: kematian teman
dekat, dukacita, reaksi ulang tahun (anniversary reaction), kehilangan harga diri, bahaya atau
ancaman pribadi dan kekecewaan setelah ancaman lewat dll. Hubungan dokter dan pasien adalah
komponen yang penting dari model biopsikososial. Semua dokter harus hanya mempunyai
31
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 31
pengetahuan mengenai status medis pasien tetapijuga hams mengenali bagaimana lingkungan
psikologi dan sosiokultural pasien yang dapat mempengaruhi keadaan medis, respon ernosional
terhadap kondisi tersebut dan terhadap keterlibatan dokter.

A. Wawancara Psikiatrik

Untuk mengobati pasien psikiatrik secara efektif apakah dengan medikasi, manipulasi
lingkungan, atau psikoterapi psikodinamika- dokter psikiatrik harus membuat diagnosis yang
akurat dan dapat dipercaya. Untuk menyusun diagnosis tcrscbut, dokter psikiatrik harus belajar
mengenai pengaruh-pengaruh genetika, temperamen, biologi, perkembangan, sosialkultural, dan
psikologi. Dokter psikiatrik harus mampu untuk menyampaikan keprihatinan, empati, rasa
hormat, dan kemampuan untuk rnenciptakan suatu rapport yang baik, dan kepercayaan yang
memungkinkan pasien dapat berbicara secara jujur dan akrab. Dokter psikiatrik harus
rnengembangkan ketrampilan dan teknik wawancara yang paling efektif yang memungkinkan
membantu pasien berbicara, menggambarkan tanda-tanda dan gejala penyakitnya selengkap dan
sejelas mungkin. Pasien-pasien psikiatrik terentang mulai dari mereka yang pandai bicara
dengan jelas dan kooperatif sampai mereka yang mengalami gangguan berpikir, paranoid,
gangguan perhatian karena berespon terhadap stimuli internal dan sampai yang sangat kacau
karena mengalami disorganisasi yang berat. Wawancara itu sendiri mungkin dapat bervariasi,
tergantung tantangan spesifik yang ditemukan pada tiap- tiap pasien.

Teknik Wawancara yang umum:


1. Mendapatkan rapport seawal mungkin pada wawancara.
2. Tentukan keluhan utama pasien.
3. Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan DD/ sementara.
4. Singkirkan atau masukan berbagai kemungkinan diagnosis dengan menggunakan
pertanyaan yang terpusat dan terinci.
5. lkuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan gigih untuk menentukan
dengan akurat jawaban pertanyaan.
6. Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas untuk mengamati bagaimana
kuatnya pikiran yang berkaitan.
7. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup.
8. Jangan takut menanyakan tentang topik yang anda atau pasien merasa sulit untuk
mengutarakannya atau memalukan.
9. Tanyakan tentang pikiran/ ide bunuh diri.
10. Berikan pasien kesempatan untuk bertanya pada akhir wawancara.
11. Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan rasa kepercayaan dari pasien
danjika mungkin dapat mengembangkan harapan.

32
32 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Penatalaksanaan waktu
Konsultasi awal biasanya berlangsung 30 menit sampai satu jam, tergantung pada
keadaan. Wawancara dengan pasien psikotik atau dengan pasien yang sakit berat biasanya Jebih
singkat karena pasien mungkin bisa merasa bahwa wawancara bisa memberatkan atau
menegangkan. Wawancara biasanya dilakukan dengan perjanjian dahulu baik dari segi waktu,
tempat dan lamanya. Baik pasien maupun dokter harus berusaha untuk menepati perjanjian
tersebut. Kesembronoan dokter tentang waktu dapat diartikan sebagai tidak adanya perhatian
pada pasien.

Tempat periksa dokter psikiatrik.


Tempat periksa dokter psikiatrik dapat mengatakan kepada pasiennya sesuatu yang baik
tentang kepribadian doktemya. Jadi aturlah tempat periksa sebaik, senyaman dan seaman
mungkin.

Susunan tempat duduk.


Cara menyusun_ kursi ditempat periksa dokter psikiatrik dapat mempengaruhi
wawancara. Kedua kursi seharusnya kira- kira sama tingginya, sehingga tidak ada orang yang
melihat keatas atau kebawah untuk melihat yang lainnya. Sebagian besar dokter psikiatrik lebih
suka menyusun kursi tanpa ada perabot lain diantara dokter dan pasiennya. Jika pasien yang
diwawancara adalah seorang yang kemungkinan berbahaya, pintu ruangan wawancara harus
dibiarkan terbuka, dokter harus duduk ditempat yang paling dekat dengan pintu, jika diperkukan
harus ada orang ketiga yang berdiri diluar atau menemani didalam untuk: berjaga- jaga jika
terdapat masalah.

Membuat catatan
Untuk alasan legal dan medis suatu catatan tertulis yang adekuat tentang tiap- tiap pasien
harus dibuat. Tiap klinisi harus membuat suatu sistim penyimpanan catatan dan memutuskan
informasi mana yang akan dicatat. Pada pertemuan awal, biasanya para klinisi berusaha banyak
membuat catatan dalam rangka mengumpulkan informasi yang lengkap. Pertemuan selanjutnya
dapat digunakan untuk melengkapi hal- hal yang penting. Sebagian dokter psikiatrik ada yang
menganjurkan untuk tidak membuat catatan terlalu banyak selama satu sesi wawancara, karena
menulis dapat menurunkan kemampuan untuk mendengarkan. Tetapi beberapa pasien dapat
marah jika dokter tidak menulis catatan sama sekali selama wawancara, mereka mungkin merasa
takut jika komentar mereka dinilai tidak cukup penting untuk dicatat atau bahkan berpikir dokter
psikiatrik tak tertarik pada masalah dirinya atau bahkan merasa tidak ditangani secara serius.

33
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 33
Melakukan wawancara situasi
Setiap diagnosis psikiatrik yang berdeda biasanya membutuhkan wawancara spesifik
dengan tehnik pendekatan dan situasi yang berbeda juga. Dokterpsikiatrikharus bersikap
fleksibel dalammemodifikasi gaya wawancaranya untuk mengikuti situasi tertentu. Pasien
depresi seringkali tidak mampu untuk bercerita secara spontan dan adekuat mengenai
penyakitnya karena faktor- faktor tertentu seperti retardasi psikomotor dan keputusasaan. Dokter
psikiatrik harus sabar dan bersikap spesifik dalam bertanya karena seringkali pasien depresi bisa
tidak menyadari misalnya mimpi buruk, tidur berjalan atau meningkatnya keluhan somatik
adalah berhubungan dengan gangguan depresinya. Secara rutin perlu ditanyakan dengan hati-
hati adanya ide atau keinginan bunuh diri pada pasien depresi berat. Yakinkan bahwa keluhan
depresinya tidak akan menetap selamanya, masih ada harapan dan dokter akan menolong.
Menentramkan pasien terlalu cepat juga kurang baik, pasien bisa merasa dokter menganggap
terlalu remeh masalahnya, hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pasien. Bila risiko
bunuh dirinya besar usahakan segera pasien dapat perawatan di rumah sakit.
Pasien yang kasar, yang kemungkinan bisa melakukan tindak kekerasan harus dihadapi
dengan sikap dan tehnik yang hati-hati pula. Yakinkan bahwa dokter mampu dan sudah
membiasakan diri dengan hal- hal yang kurang menyenangkan, pikirkan bahwa hal ini sudah
merupakan bagian dari tugas dokter untuk membantu pasiennya sambil memastikan baik dokter,
pasien dan orang lain tidak akan mengalami Iuka. Pengekangan fisik selama wawancara dapat
dilakukan pada pasien yan terlalu kasar. Dengan atau tanpa pengekangan pasien yang kasar tidak
boleh diwawancarai sendirian, sekurangnya ada satu orang lain yang bisa membantu, bila perlu
minta bantuan petugas keamanan. Konfrontasi dengan pasien yang kasar, juga tiap perilaku yang
dapat ditafsirkan sebagai merendahklan pasicn sedapat mungkin harus dihindari. Dalam batas
keamanan pewawancara harus tetap menghormati pasien namun tetap menunjukan sikap yang
tegas. Dokter juga harus bisa menentukan dalam kondisi spesifik yang bagaimana pasien
biasanya berusaha melakukan tindak kekerasan. Bukti- bukti yang menguatkan merupakan
aspek penting dari riwayat pasien, hal ini harus didapatkan dari teman dan anggota keluarga.

Pasien dengan waham


Waham dari seorang pasien tidak boleh ditantang secara langsung. Waham mungkin
merupakan pikiran sebagai suatu strategi pertahanan dan perlindungan diri pasien, walau
maladaptif, untuk melawan ancaman kecemasan, penurunan harga diri dan kebingungan.
Menantang waham dengan rnenegaskan bahwa hal itu tidak benar atau tidak mungkin hanya
meningkatkan kecemasan pasien dan sering kali menyebabkan pasien semakin merasa terancam
lalu mempertahankan keyakinannya bahkan secara lebih mati- matian. Tetapi tidak dianjurkan
34

34 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA


juga untuk pura- pura mempercayai_ waham pasien. Sering kali, suatu pendekatan yang sangat
membantu adalah untuk menyatakan bahwa dokter mengerti keyakinan pasien akan wahamnya
adalah benar tetapi dokter tidak mempunyai keyakinan yang sama dengan pasien. Semakin besar
'pasien merasa bahwa dokter psikiatrik menghormati, mengerti, dan mendengarkan pasien,
semakin besar pula kemungkinan pasien berbicara tentang dirinya sendiri, bukan tentang
wahamnya.

Mewawancarai sanak saudara dan orang terdekat


Wawancara tentang pasienyang dilakukan kepada keluarga atau orang terdekat dengan
pasien disebut juga melakukan Heteroanamnesa. Walaupun tidak mudah, wawancara ini
sangatlah penting. Wawancara dengan anggota keluarga dapat dipandang sebagai upaya mencari
sumber lain atau mencari sudut pandang yang lain tentang diri pasien. Dengan melakukan
kroscek yang baik diharapkan dokter bisa mendapatkan data seobjektif mungkin ten tang diri
pasien. Semakin banyak fakta yang diberikan kepada dokter, akan semakin memudahkan dokter
untuk menyusun diagnosis, prognosis dan penanganannya. Tetapi dokter harus sangat peka dan
berhati- hati dalam berdiskusi dengan keluarga pasien; jika tidak dijaga dengan baik biasanya
dokter akan kehilangan kepercayaan pasien lalu hubungan dokter dengan pasien menjadi rusak.
Mengkhianati suatu kepercayan dapat membuat pengobatan pasien menjadi tidak mungkin.
Tetapi jika masalahnya adalah tentang ide bunuh diri atau membunuh, pasien harus mengerti
bahwa informasi ini tidak dapat seluruhnya dirahasiakan, ini untuk perlindungan pasien dan
orang lain.

B. Riwayat Psikiatrik

Riwayat psikiatrik adalah catatan kehidupan pasien yang memungkinkan dokter psikiatrik
untuk mengerti siapa pasiennya, darimana pasien berasal, dan kemana pasien kemungkinan
pergi dimasa mendatang. Riwayat adalah cerita kehidupan yang diceritakan kepada dokter dalam
kata-kata pasien dan dari sudut pandang pasien sendiri. Riwayat dapat juga termasuk informasi
tentang pasien yang didapatkan dari sumber- sumber lain, seperti orang tua atau pasangan hidup
pasien. Mendapatkan riwayat yang lengkap dari pasien dan jika diperlukan dari sumber yang
terpercaya adalah penting untuk membuat diagnosis yang tepat dan menyusun rencana
pengobatan yang efektif dan spesifik. Riwayat psikiatrik agak berbeda dari riwayat yang digali
didalam kedokteran dan bedah. Disamping menggali data yang kongkrit dan aktual. tentang
kronologi pembentukan gejala dan riwayat psikiatrik dan medis yang lalu, dokter psikiatrik
berusaha untuk mendapatkan gambaran yang sukar ditangkap mengenai riwayat karakteristik
kepribadian pasien, termasuk kekuatan dan kelemahan pasien.

35
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 35
Riwayat psikiatrik memberikan wawasan tentang interaksi dan sifat hubungan dengan
orang yang paling dekat dengan pasien termasuk semua orang yang penting dalam kehidupan
pasien dimasa lalu dan saat ini. Gambaran perkembangan pasien yang menyeluruh dan tepat dari
tahun- tahun pertumbuhan dan perkembangan yang paling awal sampai sekarang ini, juga bisa
didapat. Tehnik yang paling penting dalam mendapatkan riwayat psikiatrik adalah membiarkan
pasien menceritakan ceritanya sendiri dengan kata-katanya sendiri dan membiarkan mereka
merasa penting.

Riwayat psikiatrik terdiri dari:


1. Data identifikasi.
Ringkasan demografik tentang nama, usia, status perkawinan, jenis kelamin, pekcrjaan,
agama, latar belakang etnis dan keadaan kehidupan sekarang ini. Dapat terrnasuk juga
menggarnbarkan tempat dan situasi wawancara, tingkat kepercayaan sumber informasi, dan
apakah gangguan sekarang ini merupakan episode pertama bagi pasien, apakah pasien datang
atas kemauan sendiri, dirujuk atau dibawa orang lain. Data identifikasi adalah alat untuk
memberikan sketsa ringkas tentang karakteristik pasien yang dapat mempengaruhi diagnosis,
pengobatan, prognosis dan kepatuhan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang benar- benar telah menyebabkan pasien harus datang
atau dibawa untuk segera mendapatkan penanganan. Biasanya disampaikan dengan bahasa
pasien sendiri. Keluhan ini hams dicatat bahkan jika pasien tidak mampu untuk berbicara dan
suatu gambaran tentang orang yang memberikan informasi harus dicatat juga.
3. Riwayat Penyakit sekarang.
Bagian ini memberikan gambaran yang lengkap kronologis tentang penyakit yang terjadi
saat ini. Bagian yang kemungkinan paling bisa membantu dalam membuat diagnosis. Pada
pasien yang masih kooperatif riwayat penyakit yang dirasakan sekarang ini dapat disampaikan
sendiri, tetapi pada pasien yang terlalu terdisorganisasi biasanya informasi disampaikan oleh
orang terdekatnya (Heteroanamnesa). Perjalanan penyakit merupakan' perkembangan gejala
yang harus digambarkan dan diringkaskan dengan cara yang tersususun dan sistematis. Gejala
hams digambarkan dengan jelas dan terperinci. Gejala yang tidak tampak juga hams
digambarkan, adakah faktor yang menjadi pencetusnya, adakah penyakit lain yang
mendasarinya, seberapa besar pengaruh penyakitnya pada kehidupan pribadi, orang lain dan
lingkungan saat ini, upaya yang sudah dilakukan dll.
4. Riwayat penyakit sebelumnya.
Berisi catatan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya atau menyertai, baik
penyakit psikiatrik atau medis fisik lainnya. Bila ada, perlu dicatat kapan kejadiannya, berapa
kali, seperti apa gejalanya, apa faktor pencetusnya waktu itu, intervensi yang telah dilakukan,
36
36 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
bagaimana hasilnya dll. Dari catatan riwayat penyakit dahulu ini kita dapat mengetahui apakah
penyakit sekarang ini ada kaitannya dengan penyakit dahulu atau tidak.
5. Riwayat Keluarga.
Pada riwayat keluarga yang paling penting adalah kita mencoba mencari adakah faktor
predisposisi didalam keluarga. Faktor predisposisi yang dicari adalah: dari segi biologi ; adakah
penyakit serupa yang diturunkan dalam keluarga. Dari segi psikologi; bagaimana pola asuh
orang tuanya, siapa yang punya pengaruh dominan, bagaimana interaksi anggota keluarga,
struktur keluarga yang tinggal serumah, urutan kelahiran, bagaimana " home asmosfer " di
keluarga ini, adakah peristiwa penting/ traumatik didalam keluarga. Dari segi sosialkultural
menggambarkan status sosial ekonomi orang tua/ keluarga, suku/ etnis, agama, adat istiadat
kebiasaan, tata nilai norma yang berlaku didalam keluarga, lingkungan tempat tinggal dll.
6. Riwayat Hidup Pasien.
Riwayat hidup pasien pada dasarnya memuat catatan perkembangan pasien mulai dari
sejak dikandung hingga pasien dewasa saat ini. Disini kita dapat melihat selain tumbuh kembang
pasien, juga melihat seluruh sejarah perjalanan hidupnya termasuk sifat, kepribadian, keinginan,
cita- cita, angan- angan/ fantasi, peristiwa yang dialami, trauma dan prestasi didalam hidupnya,
cara mengatasi masalah, kebiasaannya, kesenangan/ hobi, pertahanan mentalnya dll. Untuk bisa
memahami dengan baik bagian ini, sebaiknya dokter telah menguasai pengetahuan tentang
tahapan- tahapan psikologi perkembangan manusia secara utuh.
 Riwayat prenatal dan perinatal.
Ketika dikandung apakah termasuk anak yang dikehendaki, ketika ibunya
mengandung apakah sehat secara fisik dan psikologik, bagaimana proses
kelahirannya, spontan atau tidak spontan, adakah cacat/ trauma persalinan,
bagaimana berat badan lahimya dll.
 Masa anak- anak awal (sejak lahir sampai usia 3 tahun)
Memuat tentang kualitas interaksi ibu- anak saat usia dini. Termasuk masalah
pemberian ASI/ susu botol, masalah makan, perkembangan awal berjalan, bicara,
gigi, bahasa, motorik, pola tidur, kecemasan, pengasuh lain, toilet training, gejala
masalah perilaku, kepribadian saat anak- anak, mimpi atau fantasinya.
 Masa anak- anak pertengahan (usia 3 tahun sampai 11 tahun)
Memuat identifikasi jenis kelamin, hukuman, disiplin, kata hati awal, pengalaman
sekolah, persahabatan, teman, kelompok, ketegasan, impulsivitas, agresifitas,
pasivitas, kecemasan, pekembangan intelektual, belajar, mimpi, fobia, masturbasi
dll
 Masa anak- anak akhir (pubertas sampai masa remaja)
Menyangkut masalah hubungan sosial, riwayat sekolah, perkembangan kognitif
dam motorik, masalah emosional dan fisik, seksualitas.
37
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 37
 Masa Dewasa.
Menyangkut masalah riwayat pendidikan, pekerjaan, perkawinan, persahabatan,
aktivitas sosial situasi hidup sekarang, masalah hukum, ketentaraan, masalah
psikoseksual, keluarga, mimpi dan fantasi, kesenangan/ hobi, tentang nilai- nilai
dll.

C. Pemeriksaan Status Mental

Gambaran umum: tentang penampilan, perilaku dan aktivitas psikomotor


Mood dan afek: ten tang mood, afek dan kesesuaiannya.
Bicara: tentang kecepatan bicara, isi pembicaraan, kualitas
Gangguan persepsi: tentang halusinasi dan ilusi
Pikiran: tentang bentuk, jalan dan isi pikiran
Sensorium dan kognisi: tentang kesadaran, memori, daya ingat, konsentrasi dan perhatian,
berpikir abstrak.
Pengendalian impuls:
Pertimbangan dan tilikan:

D. Pemeriksaan Medis Fisik

Melakukan pemeriksaan Fisik Diagnostik. Tujuan melakukan pemeriksaan kondisi medis fisik
diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui apakah gangguan psikiatriknya termasuk gangguan mental
organik atau fungsional/ psikogen,
2. Untuk mengetahui adakah penyakit fisik yang meyertai gangguan psikiatriknya
(Aksis III), 3. Untuk bahan pertimbangan rencana pemilihan obat yang akan
digunakan
3. Untuk follow up terapi (apakah ada efek samping obat).

E. Pemerksaan Laboratorium.

Melakukan pemerikaan laboratorium penunjang.


Diagnosis
Klasifikasi diagnostik dibuat menurut DSM IV dan PPDGJ III.
DSM IV menggunakan suatu skema klasifikasi multiaksial yang terdiri dari lima aksis, masing
masing hams dicantumkan dalam diagnosis.

38
38 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Aksis I : terdiri dari semua sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin
merupakan pusat perhatian.
 Aksis II : terdiri dari gangguan kepribadian dan mental retardasi.
 Aksis III : terdiri dari tiap penyakit medis (fisik)
 Aksis IV : masalah psikososial dan lingkungan yang relevan dengan penyakitnya
 Aksis V : berhubungan dengan penilaian fungsi secara global yang ditunjukkan
pasien. Dinilai dengan menggunakan skala GAF

DAFTAR PUSTAKA
1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics
(Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10 th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.

39
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 39
40 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 4
PENGHANTAR PSIKIATRI
Ade Kurnia Surawijaya

Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya
psikiatri semakin pesat dalam kurun waktu seratus tahun terakhir. Berbagai konsep-konsep
baru dalam memahami diri dan lingkungan manusia, fungsi otak dan pengaruh dalam
perilaku, korelasi fungsi otak dan emosi yang ditimbulkan, daya neuroplastisitas dari
syaraf, fungsi penyampai pesan (neurotransmiter) dalam timbulnya gangguan jiwa, obat-
obatan psikiatri yang bertambah efektif dan efisien, hubungan psikiatri dan budaya serta
masyarakat, dan sebagainya. Misteri mengenai otak semakin terbuka perlahan dengan
berbagai penelitian-penelitian yang bersifat sporadis dan mencakup hampir seluruh dunia
dari tingkat sel sampai tingkat masyarakat pada umumnya, menuju pada penurunan
stigmatisasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, hingga pada akhirnya seluruh manusia
dapat memahami arti dari berbagi dan peduli terhadap sesama.

A. Definisi

Psikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala hal yang
berhubungan dengan gangguan jiwa; yaitu pengenalan, pengobatan, rehabilitasi, dan
pencegahan serta juga dalam hal pembinaan dan peningkatan kesehatan jiwa.
Kata psikiatri berasal bahasa Yunani yaitu “psyche” dan “iatros”; psyche yang berarti
“jiwa” atau “pikiran” dan iatros yang berarti penyembuh. Dalam mitologi Yunani, Psyche
adalah wanita biasa yang diberikan hidup abadi oleh Zeus.

B. Cabang Psikiatri

a) Psikiatri anak dan remaja: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari gangguan jiwa pada
anak dan remaja (di bawah 18 tahun).

40
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 41
b) Psikiatri geriatri: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari gangguan jiwa pada orang
lanjut usia. Tujuannya adalah mempertahankan kehidupan sosial orang lanjut usia
dalam komunitasnya selama mungkin serta menyediakan perawatan yang dibutuhkan.
c) Psikiatri Komunitas: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari strategi, efektivitas, serta
efisiensi penyaluran program pelayanan kesehatan jiwa dalam populasi/komunitas
tertentu.
d) Psikiatri forensik: cabang ilmu psikiatri yang berhubungan dengan aspek legal/hukum;
termasuk kriminologi, penologi, hukuman untuk penderita gangguan jiwa, peran
psikiater dalam kasus kompensasi, serta saksi ahli dalam suatu persidangan.
e) Psikiatri sosial: dalam psikiatri, stres berasal dari pengaruh lingkungan dan dampak
suatu grup sosial pada suatu individu, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan
penatalaksanaan gangguan jiwa.
f) Psikiatri kultural: cabang ilmu psikiatri yang mempelajari pengaruh lingkungan budaya
pada kesehatan jiwa dalam suatu populasi budaya tertentu. Bila fokusnya lebih dari satu
budaya biasanya digunakan istilah Psikiatri Transkultural.

C. Konsep Normalitas

Normality: a state of complete physical, mental and social well-being (WHO), atau suatu
pola perilaku atau ciri kepribadian yang tipikal atau memenuhi standar berperilaku yang
layak dan cara-cara yang dapat diterima secara umum.

D. Konsep Sehat
Sehat adalah
• keadaan sehat yang paripurna secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
• Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU Kesehatan no 36 Tahun 2009).
• tujuan pengobatan bukan sekedar penyembuhan atau mengurangi gejala/penyakit
 meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin (meskipun misalnya terbatas
oleh adanya kecacatan atau disabilitas).

41
42 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Sehat Jiwa adalah
• … a state of well-being in which the individual realizes his or her own abilities, can
cope with the normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is
able to make a contribution to his or her community (WHO, 2008).
• “Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.” (UU Kesehatan no 36 tahun 2009
tentang Kesehatan Jiwa pasal 144 ayat 1).

Ciri-ciri orang sehat jiwa adalah (Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa, 2008):
• Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya
• Mampu menghadapi stres kehidupan yang wajar
• Mampu bekerja secara produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya
• Dapat berperan serta dalam lingkungan hidup
• Menerima baik dengan apa yang ada pada dirinya
• Merasa nyaman bersama orang lain

E. Konsep Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah


• A behavioral or psychological syndrome or pattern associated with distress, or with
a significantly increased risk of suffering, death, pain, disability, or an important
loss of freedom
 NOT MERELY AN EXPECTED AND CULTURALLY
SANCTIONED RESPONSE TO A PARTICULAR EVENT
• Psychiatric illness or disease whose manifestations are primarily characterized by
behavior or psychological impairment of function, measured in terms of deviation
from some normative concept. (DSM IV - Sadock, Sadock, Kaplan, and Sadock’s
Synopsis of Psychiatry).

F. Penyebab Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor dalam kehidupan yang saling
memengaruhi satu dengan yang lain. Dalam psikiatri perlu adanya pendekatan diagnosis
yang bersifat eklektik dan holistik, dilihat dari sisi organo-biologis, psikologis, serta sosial.

42
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 43
Seperti halnya pepatah mengatakan bila seseorang sudah jatuh, tertimpa tangga –
dalam satu waktu akan menyebabkan perasaan yang tidak nyaman bagi setiap orang.
Bilamana semua faktor-faktor penyebab gangguan jiwa terjadi dalam satu waktu, maka
dalam kurun waktu tertentu akan menyebabkan gejala gangguan jiwa yang nyata.
Dalam hal mengenal etiologi gangguan jiwa, kita perlu mengenal kata predisposisi
dan presipitasi. Predisposisi adalah suatu kondisi kerentanan individu terhadap gangguan
atau berisiko tinggi untuk mendapatkan gangguan. Sedangkan presipitasi atau pencetus
adalah kondisi situasi yang menyebabkan timbulnya suatu gangguan jiwa.
Oleh karena penyebab yang multikausalitas, dalam psikiatri dikenal ilmu yang
menggambarkan serta mempelajari interaksi antara faktor kepribadian, mental mekanisme
dan sebab-akibat gangguan jiwa yang disebut dengan psikodinamika.

G. Etiologi
Secara garis besar penyebab gangguan jiwa bisa kita ketahui menurut beberapa
golongan penyebab:
1. Golongan penyebab konstitusional (atau endogen)
Penyebab bersifat konstitusional karena terikat pada sifat individual: yakni sifat yang
diturunkan secara genetik. Gangguan terletak pada watak dasar individu yang
bersangkutan, biasanya bersifat periodik-siklik (bila dalam tekanan tinggi akan
memunculkan gejala gangguan) dan mempunyai gejala gangguan afektif yang menonjol
seperti dysthimia, hyperthimia dan sebagainya.
Gangguan yang mempunyai sifat herediter yang kuat adalah gangguan skizofrenia,
gangguan afektif, gangguan kecemasan, dan lain sebagainya.
2. Golongan penyebab organo-biologis (atau eksogen)
Penyebab dalam hal ini terikat pada organ atau biologis (kondisi medik tertentu) yang
mengalami suatu gangguan, seperti adanya infeksi, trauma, kelainan pembuluh darah,
keganasan tumor, kurang gizi, dan lain sebagainya.
Gangguan jiwa organik ini terbagi dalam :
a. Golongan gangguan jiwa simtomatik.
Golongan gangguan jiwa simtomatik adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
adanya gangguan fisik (kondisi medik tertentu), tanpa terjadinya kerusakan organ
pada substansi otak.
Contoh keadaan ini yaitu adanya suatu infeksi, intoksikasi, atau keadaan kelelahan
(exhaustion). Gejala yang khas pada keadaan ini adanya kesadaran yang berubah atau
menurun yang disebut dengan keadaan delirium. Contoh lainnya adalah keadaan
intoksikasi seperti misalnya pada gagal ginjal akut atau kronis, koma hepatikum,

43
44 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
koma diabetes, hipertiroid, maupun adanya gangguan-gangguan fisik yang menahun
seperti penyakit keganasan lainnya.
Gangguan jiwa yang disebabkan karena suatu kondisi medik tertentu, sesuai dengan
diagnosis dalam psikiatri yang menggunakan lima aksis, maka aksis ketiga diisi
dengan kondisi medik tersebut. Beberapa gangguan jiwa yang sering menyertai
(comorbid) adalah akibat penyakit malaria, thypoid, covid-19, dan lain sebagainya.
b. Golongan gangguan jiwa organik.
Gangguan ini terjadi bilamana ada suatu proses perubahan dalam substansi otak,
contohnya gangguan peredaran darah, atau pembuluh darah, kelainan berdasarkan
infeksi seperti ensefalitis, demensia Lewy-body, gangguan sifilis, HIV-AIDS, trauma
kapitis, stroke hemoragik, dan intoksikasi akibat zat-zat adiktif lainnya.
3. Golongan penyebab yang berhubungan dengan interaksi psikososial (Psikogen)
Faktor penyebab adalah trauma psikologis yang tidak bisa diatasi secara baik oleh
suatu individu, sehingga trauma tersebut menjadi patogen yang suatu saat akan
menimbulkan menimbulkan gangguan. Contohnya adalah gangguan seperti obsesif-
kompulsif, kecemasan, panik, dissosiatif, fobia, dan lain sebagainya.
4. Neuro-psikiatri.
Neuropsikiatri merupakan disiplin ilmu yang memelajari tingkah laku individu yang
normal atau yang terganggu berdasarkan gambaran dan fungsi susunan saraf pusat (otak).
Contohnya adalah suatu gangguan neurologis seperti pada kecelakaan pada pembuluh
darah otak atau adanya lesi otak mempunyai kaitan erat dengan gangguan kognisi, alam
perasaan, dan perilaku.
Adapun dalam psikatri, kita mengenal istilah Psikiatri Biologi, yaitu subspesialisasi
psikiatri yang memelajari gangguan perilaku yang mencari penyebabnya berdasarkan
neuro-anatomi maupun neuro-kimiawi dari otak, yang didapat dari berbagai penelitian
dengan menggunakan magnetoencehalography seperti PET-scan (positron emission
tomography) atau SPECT (single photon tomography), yang dapat menggambarkan suatu
pola fungsi saraf yang berkaitan dengan emosi yang spesifik, kemampuan kognisi, dan
kondisi perilaku serta aktivitas otak.
Adapun salah satu yang memengaruhi otak adalah neurotransmitter.
Neurotransmiter ini tersebar dalam substansi otak (neuro-transmiter, neuro-
modulator), yang dibagi dalam empat klasifikasi besar:
1. Monoamin
2. Asam amino
3. Neurotransmiter peptide, dan
4. Neurotropin atau neurotropik.

44
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 45
Adapun 2 neurotransmiter lainnya tidak termasuk klasifikasi ini, seperti:
- gas nitric oxide, dan
- neurotransmiter yang berkaitan dengan purin adenosin dan adenosinetriphospat
(ATP).

Neurotransmiter monoamin mempunyai lima tipe serotonin serta tiga tipe


cathecholamine (epinephrine, nor-epinephrine dan dopamin), asetilkolin, dan
histamin.Neurotransmiter monoamin ini diproduksi oleh sel otak dan terdapat dalam sinaps
dan cabang-cabang neuron yang mempunyai fungsi yang kompleks, karena mempunyai
proyeksi cabang-cabang yang padat sehingga dapat memengaruhi setiap bagian dari
susunan otak.
Adapun struktur mental yang mampu menggambarkan diri sendiri dan lingkungan
adalah kognisi dari asal kata cognition yang berarti pengamatan. Kognisi merupakan
kemampuan individu untuk menggambarkan keadaan lingkungan atau diri sendiri;
merupakan jaringan neuro-anatomi yang terorganisir secara kompleks. Struktur tersebut
berfungsi menerima rangsangan, kemudian bagian proses pikir memroses serta
mengorganisir. Hal ini disebut sebagai dasar tindakan/perilaku.
Proses psikologis dari perilaku individu secara keseluruhan akan menjadi selaras atau
tidak selaras tergantung dari kemampuan kognisi individu tersebut. Individu yang
mengalami gangguan kognisi secara klinis memperlihatkan adanya suatu perlambatan
gerakan psikomotor, hilangnya memori, rasa bingung, sulit membuat keputusan, dan lain
sebagainya. Kemampuan kognisi diatur oleh neuro-modulator yang dikenal dengan
neurotransmiter. Oleh karena itu, pengobatan gangguan perilaku dapat mempergunakan
obat psikotropika yang dapat memengaruhi keseimbangan neurotransmiter dalam otak.

H. Pengenalan Psikodinamika Dan Mekanisme Mental

Psikopatologi adalah suatu pengetahuan yang sistematis tentang etiologi,


perkembangan, pembagian dari suatu gangguan dalam hal ini khususnya mengenai jiwa
atau tingkah laku individu, dan meliputi berbagai konsep teori yang dianutnya.
Psikodinamika adalah suatu pengetahuan tentang hal yang mengawali dorongan
kehendak (motivasi) dalam proses psikis sehingga menjadi suatu tanda klinis, gejala klinis,
maupun tingkah laku individu (tindakan individu).
Psikodinamika merupakan suatu ilmu psikiatri dan psikologi yang dianut oleh Adolf
Meyer dan para pakar lainnya, meliputi penafsiran tingkah laku manusia atas dasar normal

45
46 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
atau abnormal, motivasi-motivasi, tipe kepribadian individu, serta reaksi yang diberikan
individu pada saat menghadapi kondisi tertentu. Metode yang digunakan adalah observasi,
membentuk suatu hipotesa, serta memberikan kesimpulan.
Pemeriksaan psikiatri yang secara karakteristik memperhatikan perilaku individu
baik normal atau abnormal, seringkali juga disebut ilmu tingkah laku abnormal (science of
abnormal behaviour). Prinsipnya tiap tindakan atau perilaku individu mempunyai motivasi
dan selalu terpengaruh oleh proses-proses dalam kejiwaannya.
Penjelmaan tindakan atau perilaku individu umumnya terjadi bila ada rangsangan
atau stimuli yang mengenai individu tersebut. Bilamana individu tersebut tinggal dalam
suatu lingkungan tertentu, maka individu tersebut akan selalu terangsang oleh hal-hal yang
berada dalam lingkungan tersebut, baik dengan individu lain atau benda-benda, disamping
terpengaruh juga akan berusaha memengaruhi lingkungannya, hal ini dikenal dengan
interaksi.
Jadi pengaruh lingkungan atas individu disebut sebagai stimulus (rangsangan), dan
individu bereaksi (memberikan respon) terhadap stimulus itu, yang dapat ditafsirkan ikhtiar
individu untuk memengaruhi lingkungan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.

S I R
(S = stimulus) (I = Individu) (R = response/reaksi)

Proses jiwa yang terjadi: Bilamana terjadi perubahan situasi (dikenal sebagai rangsangan),
individu akan bersikap diam, memberikan respons untuk adaptasi (menyesuaikan diri),
maupun memberikan respons untuk memengaruhi (mengubah) lingkungan.
Sebelum memberikan suatu respons/tindakan, dikenal suatu fase pre-respons yaitu saat
individu mempersiapkan diri baik yang dikenal dengan persiapan mental (psikis) dan fisik.
a. Persiapan psikis: yang dilakukan antara lain terjadi peningkatan daya konsentrasi
proses pikir, menampakkan emosi yang sesuai, dan lain sebagainya, sehingga
membentuk tujuan yang hendak dicapai, kemudian muncul alasan atau motif
mengapa harus bertindak. Bilamana suatu respons terjadi tanpa motif hal tersebut
dapat dikatakan terjadi secara refleks. Dalam hal ini motif tidak sama dengan
stimulus, biasanya sudah ada sesuai dengan dorongan kebutuhan individu tersebut,
misalnya rasa haus menimbulkan motif untuk minum, walaupun belum ada
rangsangan dalam bentuk air.
b. Persiapan fisik: Terjadinya suatu perubahan dari berbagai proses biokimiawi dan
sekresi kelenjar-kelenjar eksokrin maupun endokrin, misalnya adrenalin bilamana

46
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 47
diperbanyak maka terjadi peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan
kadar gula darah, peningkatan pernapasan, perubahan tonus otot kerangka (lebih
tegang), peningkatan daya tangkap pancaindera (waspada), dan lain sebagainya.
Adapun tujuan proses tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam
pergerakan/tindakan. Sebaliknya proses lain yang tidak langsung berhubungan dengan
tindakan dihentikan atau dikurangi.

Hal tersebut merupakan proses katabolik, sehingga terbentuk energi yang banyak.
Bila tindakan telah dilakukan, maka proses-proses tersebut kembali kepada keadaan
semula yaitu proses relaksasi/tenang (sebelum adanya stimulus dan niat untuk bertindak).
Pada keadaan tenang ini dapat dikatakan sebagai proses anabolik.

Situasi repons/reaksi atau tindakan dapat digambarkan sebagai berikut:

Stimulus Individu Pra tindakan (persiapan sebelum tindakan) Tindakan.

Bilamana tindakan terlaksana sesuai dengan tujuan, motif, dan stimulus yang
dikehendaki, maka akan terjadi fase tenang kembali. Bilamana tindakan belum terlaksana
atau terdapat hambatan, maka proses pra tindakan akan berlangsung terus menerus, dan
sudah jelas akan memerlukan energi serta kewaspadaan. Keadaan pra tindakan ini bilamana
berlangsung lama akan menimbulkan suatu keadaan ketegangan, apalagi bila tujuan tidak
tercapai, maka akan menimbulkan kekecewan (frustrasi), dan akan berubah menjadi tanda
dan gejala secara klinis.
Keadaan tidak terpenuhinya kepuasan atau frustasi pada dasarnya merupakan awal
dari gangguan, bisa sebagai predisposisi ataupun pencetus suatu gangguan. Berbagai
gangguan tersebut dapat muncul dalam bentuk gangguan fisiologis suatu organ, yang
dikenal sebagai gangguan psikofisiologis; dan bila gejala somatik yang menonjol seperti
kelumpuhan dikenal sebagai gejala konversi. Adapun gejala mental emosional yang
menonjol dikenal dengan gangguan mental emosional, dapat bersifat ringan maupun berat.
Kadang motif dan tujuan pada pasien umumnya tidak disadari oleh pasien itu sendiri.
Demikian juga dengan frustrasi yang dialaminya kadang tidak disadari, oleh karena itu
pasien akan jatuh sakit atau terganggu jiwanya.

47
48 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pandangan psikodinamik mengemukakan:
Situasi yang menekan akan menimbulkan kecemasan, rasa gelisah dan kecemasan
(anxiety). Menurut teori ini motif dan tujuan sering kali tidak disadari oleh individu, atau
bisa juga motif dan tujuan diketahui oleh pasien, namun suatu saat timbul pertentangan
yang mengganggu individu, hal ini dikenal dengan kontra-motif. Oleh karena adanya
pertentangan, maka individu akan berusaha untuk menghalau motif tersebut, sehingga
terdapat di alam tidak sadar. Penghalauan ini dikenal dengan mental mekanisme yang
disebut represi. Represi akan menimbulkan kecemasan, yang merupakan tanda adanya
proses tertentu dalam kejiwaan. Individu akan berusaha untuk menghilangkan kecemasan
tersebut, bilamana ia berhasil maka ia akan sehat kembali, namun bila tidak berhasil akan
terjadi gangguan.

Keadaan frustrasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Motif Tujuan

Hambatan/rintangan

Individu berusaha untuk mencapai tujuan yang didorong oleh motif tertentu, namun
bila ada hambatan yang kuat, dan motif masih tetap ada, maka individu akan tetap berusaha
untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan perkataan lain individu akan berusaha untuk
mengatasi keadaan menekan tersebut, dan usaha ini kita kenal dengan mekanisme
pertahanan mental.
Mekanisme pertahanan mental merupakan salah satu fungsi kejiwaan yang bertujuan
untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan. Kita mengenal adanya daya tahan tubuh
(imunitas), yang merupakan fungsi pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Contoh,
bila ada bakteri menyerang tubuh seseorang, maka tubuh akan bereaksi dengan
memberikan tanda demam, nyeri dan sebagainya. Selain tanda dan gejala tertentu, terjadi
suatu proses fisiologis, sel-sel darah putih meningkat dan berusaha untuk memakan atau
mengeluarkan bakteri tersebut, dan akan menjaga agar tubuh tetap sehat.
Demikian juga dengan mekanisme pertahanan mental, kita mempunyai berbagai
macam mekanisme pertahanan (mental mechanism atau adjustment mechanism). Pada
dasarnya mekanisme pertahanan mental tersebut berupa: melawan (fight) atau
menghindar/lari (flight) dari masalah yang dihadapinya (perubahan yang terjadi). Namun
karena ada pengaruh dorongan kehendak, lingkungan, dan budaya, maka fight atau flight

48
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 49
tersebut mengalami perubahan atau modifikasi seperti proyeksi, introyeksi, kompensasi,
intelektualisasi, simbolisasi, sublimasi, dan lain sebagainya.
Menurut Freud, mekanisme represi adalah mekanisme pertahanan yang paling sering
digunakan, sedangkan anaknya, Anna Freud dalam tulisannya: The Ego and The
mechanism of Defense; setiap orang baik yang normal maupun terjadi gangguan
menggunakan mekanisme pertahanan yang tertentu dan berulang.
Mekanisme pertahanan mental dapat dikelompokkan menurut derajat kematangan
kepribadian individu, contohnya mekanisme pertahanan mental narsisistik digunakan oleh
anak-anak dan orang yang mengalami psikotik; pertahanan immature terdapat pada remaja
dan gangguan non psikotik. Oleh karena adanya dorongan motif yang terus menerus ada,
dan adanya kehendak mencapai tujuannya, seorang individu akan berusaha mendapatkan
tujuannya itu dengan berbagai cara, agar kecemasannya hilang.

Hirarki mekanisme pertahanan mental individu:


- Narsistik: penyangkalan, distorsi, proyeksi, dan lain sebagainya.
- Imatur: memerankan, penghambatan, hipokhondriasis, identifikasi, perilaku
pasif agresif, introyeksi, somatisasi, regresi, khayalan skizoid, dan lain
sebagainya.
- Neurotik: pengalihan, pengendalian, disosiasi, eksternalisasi, inhibisi,
intelektualisasi, isolasi, pembentukan reaksi, rasionalisasi, represi, dan
sebagainya.
- Matur: altruisme, humor, sublimasi, antisipasi, humor, dan supresi.

Adapun hambatan yang sering menimbulkan gangguan jiwa adalah yang bersifat
masalah dalam kehidupan dan konflik yang dihadapi individu. Masalah yang dihadapi
individu bersifat pribadi. Masalah yang sama bagi individu tertentu belum tentu jadi suatu
masalah untuk individu lainnya. Jadi hambatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai
penyebab gangguan namun hanya sebagai pencetus saja (precipitating factor).
Apakah yang menyebabkan dua individu yang mengalami masalah atau hambatan
yang sama tapi individu yang satu mendapat gangguan namun yang lainnya tetap sehat?
Setiap individu yang mendapat gangguan memiliki faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hambatan dalam menyelesaikan suatu masalah, yang kita sebut faktor
predisposisi.

49
50 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor predisposisi ini ditentukan oleh:
a. Keadaan fisik individu yang bersifat diturunkan secara genetik serta sebab yang
didapat selama pertumbuhan fisik.
b. Faktor pengalaman selama perkembangan mental dalam kehidupannya.

Faktor kepribadian sebagian besar ditentukan akibat proses belajar sebelumnya.


Semenjak lahir, seorang individu perlu belajar cara menghadapi berbagai masalah yang
dihadapinya. Demikian juga dalam hal fisik kita dihadapkan dalam masalah baru seperti
makanan yang lebih keras atau invasi bakteri dan virus, yang oleh organ fisik perlu dicerna
atau diselesaikan dengan baik, sehingga fisik akan sehat dan tahan terhadap hambatan
maupun gangguan. Demikian juga dalam hal psikis, sehingga muncul suatu kepribadian
yang matang.
“Rasa nyaman” adalah salah satu unsur yang memegang peranan dalam
perkembangan kepribadian, yang diperoleh dalam bentuk kasih sayang dari pengasuhnya
atau lingkungannya. Dengan adanya rasa nyaman maka anak dapat belajar dengan baik,
tekun dan sabar terutama bila ia dihadapkan dalam berbagai masalah dalam kehidupan,
sehingga ia dapat menyelesaikannya dengan wajar.
Dalam psikiatri, rasa diri yang nyaman merupakan salah satu faktor yang utama.
Bagaimana bila terjadi hal yang sebaliknya? Keadaan yang menegangkan atau rasa diri
yang tidak nyaman, terutama bila berlangsung lama, akan mengakibatkan hal-hal yang
buruk. Keadaan tidak nyaman akan mengakibatkan suatu kekecewaan atau frustrasi pada
seorang individu (anak). Ia secara terus menerus akan merasa cemas, gelisah, khawatir,
takut, dan tidak tenang. Oleh karena itu, anak akan berusaha mengatasinya dengan segala
upaya dan energinya, untuk mengatasinya. Hal ini merupakan suatu situasi hidup yang
tidak efektif dan efisien yang seolah-olah terjadi pemborosan energi kreatif yang ada.
Apabila semua energi telah dikeluarkan untuk mengatasi ketegangan yang ada, lalu apalagi
yang tertinggal untuk belajar yang lainnya?
Oleh sebab itu makin besar dan makin lamanya frustrasi terjadi, makin besar
pula kemungkinan untuk timbulnya gangguan jiwa pada individu tersebut.

Formulasi Psikodinamika

Sikap lembut dan penuh kasih atau menimbulkan suatu kondisi yang nyaman dari
orang tua atau pengasuh, akan memberikan respons yang bersifat subyektif. Suatu
rangsangan tertentu akan direspons secara individual, dan akan mungkin berbeda dari
individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga dalam proses tumbuh kembang

50
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 51
kepribadian, orang tua atau pengasuh diharapkan dapat menentukan suatu sikap yang cocok
untuk seorang individu. Dengan demikian dalam praktek atau proses psikoterapi
diperlukan interpretasi pasien tersendiri oleh terapis, sehingga psikodinamika memegang
peranan yang penting dalam proses psikoterapi.

Adapun isi dari formulasi psikodinamika:


- Jenis stresor:
– Presipitasi
– Predisposisi
- Jenis kepribadian:
– Riwayat perkembangan
– Pengalaman sebelumnya
– Pendidikan dan yang lainnya
- Mekanisme mental saat adaptasi
- Diagnosis

Merupakan interpretasi terapis.


Kesimpulan:
Penyebab gangguan jiwa adalah hal-hal yang menyebabkan terganggunya :
1. Sistem biologik
2. Sistem psikologik
3. Sistem sosial
4. Gejala klinis yang merupakan mekanisme pertahanan mental akibat interaksi
individu dengan rangsangan lingkungan atau dari dalam dirinya

I. Stres

Stres adalah suatu bentuk ketegangan yang terjadi pada fungsi tubuh, secara
fisiologis maupun psikologis. Kita mengenal istilah eustres yakni ketegangan yang masih
dapat diterima secara fisik maupun mental emosional; individu tersebut masih dapat
bertindak secara optimal. Selain itu kita juga perlu mengenal istilah distres, yaitu
ketegangan yang mengakibatkan individu tersebut tidak dapat bertindak secara optimal,
atau bahkan menunjukkan gejala-gejala psikopatologi.
Stresor merupakan rangsangan yang menimbulkan stres, terdapat dalam bentuk fisik
seperti kondisi lingkungan yang penuh polusi, suara yang keras, dan lain sebagainya, atau
bentuk emosi yang muncul karena imajinasi yang negatif. Pada dasarnya stresor merupakan

51
52 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
suatu perubahan. Dalam kehidupan penuh stres tidak dapat dihindarkan, yang menjadi
masalah adalah cara hidup dengan stres tanpa adanya distres.
Proses terjadinya stres, bila kita menghadapi suatu perubahan fisik maupun psikis,
secara sadar atau tidak, tubuh kita akan mengadakan antisipasi, dan selama terjadi
antisipasi tersebut, terjadi suatu perubahan pada sistem saraf, sistem endokrin, sistem
pencernaan, sistem kardiovaskuler, dan sebagainya. Adapun sikap ini bisa berhasil atau
tidak berhasil, serta berbeda dari individu yang satu ke yang lainnya.
Berdasarkan antisipasi tersebut muncul beberapa tahapan dari stres:
Tahap I:
Suatu situasi individu tersebut merasa mempunyai kemampuan yang meningkat, panca
indera menjadi lebih tajam, serta semangat yang meningkat, yang biasanya dapat
berlangsung berbulan-bulan sampai satu-dua tahun. Tahapan ini biasanya menyenangkan
namun tanpa disadarinya bahwa energinya mulai berkurang.

Tahap II:
Dalam tahapan ini, hal yang menyenangkan mulai hilang dan timbul keluhan karena
cadangan energi mulai tidak cukup lagi untuk sepanjang hari dan keluhan yang sering
dikemukakan adalah:
 Merasa letih dan lelah sepanjang hari.
 Terkadang adanya gangguan dalan sistem pencernaan berupa diare ringan,
perut kembung, tidak nyaman di perut atau disertai jantung yang berdebar,
dan napas mulai terasa sesak.
Tahap ke III, gejala menjadi lebih menonjol:
 Sakit perut, mules sering ingin ke toilet.
 Otot-otot menjadi terasa lebih tegang.
 Perasaan ketegangan semakin meningkat.
 Biasanya disertai adanya gangguan tidur.
 Badan terasa goyang dengan perasaan seperti mau pingsan.
Tahap ke IV
Tahapan ini menunjukkan keadaan yang lebih buruk lagi yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
 Merasa sulit bertahan sepanjang hari.
 Hilang minat.
 Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi; pergaulan sosial dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
 Kesulitan tidur yang berat dan berhari-hari.

52
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 53
 Kesulitan fokus.
 Perasaan takut dan cemas yang sulit dijelaskan sebabnya.
Tahap ke V.
Tahap ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahap ke IV:
 Keletihan dan kelelahan yang berat.
 Melakukan pekerjaan yang sederhana saja kurang mampu.
 Perasaan takut menjadi panik.
Tahap ke VI.
Tahapan ini biasanya merupakan tahapan puncak dengan gejala yang sangat mengganggu:
 Jantung berdebar terasa amat keras.
 Napas menjadi sesak dan megap-megap.
 Badan gemetar.
 Tubuh terasa dingin.
 Keringat banyak.
 Kadang-kadang terjadi pingsan.
 Tak jarang pada tahapan ini yang bersangkutan dibawa ke instalasi gawat
darurat.

Bila kita lihat secara menyeluruh tahapan-tahapan ini menunjukkan gejala-gejala fisik dan
psikis. Pada fisik berupa kelelahan dan psikis berupa gejala depresi dan kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar UI
2. Pedoman Penggolongan Diagnosis gangguan Jiwa III
3. Kaplan Sadock edisi IX

53
54 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 5
SKIZOFRENIA
Irna Permanasari Gani

A. Skizofrenia

Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan menilai realitas.
Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham
menetap, bipolar dengan ciri psikotik, depresi dengan ciri (Sadock et al., 2019).
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Skizofrenia
merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan munculnya disorganisasi, distorsi realita
dan kemiskinan psikomotor. Data epidemiologi menunjukkan bahwa hampir 1% penduduk
dunia menderita skizofrenia, gejala skizofrenia biasanya muncul pada remaja akhir atau
dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara usia 15–25 tahun dan pada perempuan
antara usia 25–35 tahun. Prognosis pada laki-laki lebih buruk bila dibandingkan dengan
perempuan. Setelah umur 40 tahun jarang terjadi skizofrenia (Indonesia, 2018).
Gangguan ini mempunyai prevalensi yang kecil dibandingkan gangguan jiwa
lainnya bahkan dengan penyakit fisik, tetapi mempunyai beban penyakit yang cukup tinggi
dengan perhitungan years of life lost to disability (YLD). Perhitungan YLD tahun 2016,
skizofrenia menempati rangking ke-15, dengan demikian gangguan ini menimbulkan
beban ekonomi kesehatan. Perhitungan YLD biasanya dinilai untuk menghitung global
burden of diseases (GBD). Pada tahun 2017, skizofrenia tidak tercantum dalam rangking
yang tinggi sebagai penyebab beban penyakit, tetapi tetap dinilai sebagai salah satu
penyakit di bidang kesehatan jiwa yang menimbulkan beban ekonomi. Prevalensi psikosis
1,8 per 1000 penduduk menurut Riskesdas 2018 sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil
Riskesdas 2013 yang menyebutkan pevalensi psikosis 1,7 per 1000 penduduk (dengan
metode sama seperti yang disebut di atas 1,5 per 1000 penduduk) (Sri dkk, 2019).
Pedoman untuk menegakkan diagnosis skizorenia adalah DSM-5 (diagnostic and
statistical manual-V). Pada DSM-5 terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk
mendefinisikan skizofrenia. Sampai saat ini belum ada penemuan patognomonik
(pemeriksaan penunjang) untuk skizofrenia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau
deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom (APA, 2013).

54
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 55
B. Tanda dan Gejala

Psikotik merupakan kumpulan gejala. Gejala-gejala tersebut dapat berkaitan dengan


banyak gangguan psikotik (termasuk skizofrenia). Gejala psikotik ditandai dengan munculnya
abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran, emosi, motivasi, neurokognitif, persepsi, serta
aktivitas motorik. Gejala pada skizofrenia dikenal dengan gejala positf dan gejala negatif. Gejala
positif meliputi halusinasi, gangguan pikiran formal, dan waham. Gejala negatif menunjukkan
tidak adanya fungsi pada kebanyakan orang. Tampil dalam bentuk penumpulan dan pendataran
afek, anhedonia, kemiskinan pembicaraan, penarikan diri secara sosial, berkurangnya atensi, dan
kurangnya inisiatif atau motivasi.
Gejala-gejala pada skizofrenia:
a. Gangguan Pikiran:
Gangguan proses pikir
Gejala-gejala yang menunjukkan gangguan proses pikir. Pikiran pasien sering tidak
dapat dimengerti oleh orang lain dan terdengar tidak logis. Tanda-tanda diantaranya:
1. Asosiasi longgar : ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut dapat
melompat dari satu topik ke topik lain yang berhubungan sehingga
membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya
dipertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.
2. Inkoherensi : pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti; berjalan bersama
pikiran atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata
bahasa, yang menyebabkan disorganisasi.
3. Tangensial : ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang
bertujuan; pasien tidak pernah berangkat dari titik awal menuju tujuan yang
diinginkan.
4. Stereotipik verbal : pola tindakan bicara yang terfiksasi dan berulang.
5. Neologisme : pasien menciptakan kata-kata baru (bagi penderita skizofrenia
mungkin memiliki arti simbolik)
6. Terhambat (Blocking) : pembicaraan tiba-tiba terhenti (sering pada
pertengahan kalimat) dan disambung kembali beberapa saat (atau beberapa
menit) kemudian, biasanya dengan topik yang lain. Hal ini menunjukkan
adanya interupsi. Biasanya pikiran-pikiran lain masuk ke dalam ide pasien.
Perhatian pasien sangat mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat.
7. Mutisme : ketidakmampuan berbicara disebabkan resistensi yang
disengaja/tidak bersuara tanpa kelainan struktural

55
56 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
8. Ekolalia : penderita skizofrenia mengulang kalimat-kalimat atau kata-kata
yang baru saja diucapkan seseorang.
9. Asosiasi bunyi (clang association) : penderita skizofrenia memilih kata-kata
mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi
pikirannya.
10. Konkretisasi : pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, memilki
kemampuan berpikir abstraknya yang sangat buruk.
11. Alogia : pasien berbicara sangat sedikit yang tidak disebabkan oleh resistensi
yang disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah
normal tetapi sangat sedikit ide yang dapat disampaikan (miskin isi
pembicaraan)

Gangguan isi pikir


Gejala-gejala yang termasuk dalam gangguan isi pikir pada skizofrenia adalah adanya
waham. Semakin akut skizofrenia, semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham
tidak sistematis seperti waham kejar, waham kebesaran, waham dikendalikan, waham nihilistik,
waham cemburu, erotomania, waham somatik, waham rujukan, waham penyiaran pikiran,
waham penyisipan pikiran. Pada kelompok dengan predominan gejala negatif akan tampak
gejala-gejala seperti alogia dan miskin ide.

b. Gangguan Persepsi
Gangguan persepsi ditandai dengan gejala:
1. Halusinasi : paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga
berbentuk pengelihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran (paling
sering suara satu atau beberapa orang) dapat pula berupa komentar tentang pasien atau
peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk
ancaman atau perintah-perintah yang langsung ditunjukkan pada pasien (halusinasi
komando). Suara-suara sering (tetapi tidak selalu) diterima pasien sebagai sesuatu yang
berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-
pikiran mereka sendiri berbicara keras (sering memalukannya atau suara yang
memalukan). Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali fase awal skizofrenia.
2. Ilusi dan depersonalisasi : ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indra terhadap
objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealiasasi
yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat
tidak nyata.

56
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 57
c. Gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering:
1. Afek tumpul atau datar : ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek
tersebut seharusnya diekspresikan, pasien tidak menunjukkan kehangatan.
2. Afek tak serasi : afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan
pikiran dan pembicaraan pasien.
3. Afek labil : dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.
4. Kedangkalan respons emosi sampai anhedonia

d. Gangguan penampilan dan perilaku umum


Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas untuk skizofrenia. Beberapa bahkan dapat
tampil dan berperilaku sama dnegan kebanyakan orang. Gejala-gejala yang mungkin ditemui
dalam kelompok gangguan perilaku diantaranya :
1. Penelantaran penampilan
2. Gerakan tubuh yang aneh dan wajah yang menyeringai
3. Menarik diri secara sosial
4. Perilaku ritual
5. Agresif
6. Sangat ketolol-tololan
7. Perilaku seksual yang tidak pantas
8. Gejala katatonik (stupor atau gaduh gelisah)
9. Fleksibilitas serea : seseorang dapat diatur dalam suatu posisi yang kemudian
dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakan anggota tubuh pasien, anggota
tubuh tersebut akan dipertahankan pasien (terasa seakan-akan terbuat dari lilin)
10. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan
terus-menerus.
11. Stereotipik dan mannerism
12. Negativisme : tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk digerakan atau
tahanan tanpa motivasi terhadap semua instruksi.
13. Automatisme perintah (command automatism) : tindakan otomatis yang mengikuti
sugesti
14. Echolalia : Pengulangan kata atau frase orang lain atau lawan bicara. Dapat
ditemukan pada episode manik dan skizofrenia
15. Echopraxia : peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.

57
58 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
e. Gangguan Motivasi
Aktivitas yang disadari sering menurun atau hilang pada orang dengan skizofrenia. Gejala-
gejala gangguan motivasi diantaranya, tidak berkegiatan, hilangnya kehendak, dan
disorganisasi.

f. Gangguan Neurokognitif
Defisit neurokognitif atau intelektual adalah gambaran utama dari gangguan skizofrenia.
Gejala-gejala yang menyertai adalah kurangnya dalam atensi dan performa, fungsi eksekutif,
penurunan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, dan gangguan dalam memori
(termasuk spasial dan verbal) (Ayuningtyas dkk, 2018).

C. Kriteria Diagnosis Berdasarkan Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders


Fifth Edition (DSM-5)

 Terdapat dua atau lebih gejala berikut, terjadi secara signifikan dalam kurun waktu
satu bulan (atau kurang bila berhasil diobati). Setidaknya harus terdapat salah satu
gejala dari (1), (2), atau (3):
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Kemampuan bicara kacau (disorganized speech). Contoh: inkoheren atau
frequent derailment/flight of ideas
4. Perilaku katatonik atau grossly disorganized
 Selama kurun waktu yang signifikan sejak munculnya gejala, terdapat satu atau
lebih gangguan fungsi di bidang utama seperti pekerjaan, relasi interpersonal,
perawatan diri, jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum terjadinya onset (bila
onset terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja, terdapat kegagalan dalam
mencapai tingkat yang diharapkan dalam interpersonal, akademis, atau fungsi
pekerjaan)
 Gejala gangguan yang terjadi terus menerus selama 6 bulan. Selama periode 6 bulan
setidaknya memiliki minimal 1 bulan gejala (atau kurang bila berhasil diobati) yang
memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mencakup periode prodromal atau
residual. Selama periode prodromal atau residual, gejala gangguan yang terjadi

58
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 59
adalah gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada kriteria A
(contoh: odd beliefs, unusual perceptual experiences)
 Gangguan skizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan gejala psikotik
tidak dicantumkan karena:
1. Tidak ada episode depresi mayor atau manik yang muncul bersamaan dengan
gejala fase aktif
2. Bila episode mood muncul saat gejala fase aktif, durasi episode yang muncul
minimal daripada total durasi periode aktif dan residual
 Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misal: penyalahgunaan
obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya
 Bila terdapat riwayat gangguan autisme atau gangguan komunikasi saat masa
kanak-kanak, diagnosis tambahan skizofrenia ditegakkan bila terdapat delusi atau
halusinasi yang menonjol. Selain gejala skizofrenia lainnya harus hadir setidaknya
selama 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati) (American Psychiatric
Association, 2013)

D. Diagnosis Banding

Diagnosis-diagnosis yang juga memiliki gejala psikosis aktif diantaranya :


a. Gangguan kondisi medis umum misalnya epilepsi lobus temporalis, tumor lobus
temporalis atau frontalis, stadium awal sklerosis multipel dan sindrom lupus
erimatosus, b. Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif, c. Gangguan skizoafektif,
d. Gangguan afektif berat, e. Gangguan waham, f. Gangguan perkembangan pervasif,
g. Gangguan kepribadian skizotipal, h. Gangguan kepribadian skizoid, i. Gangguan
kepribadian paranoid (Parwita dkk, 2016).

E. Etiologi Skizofrenia
Belum ditemukan etiologi yang pasti tentang skizofrenia. Berikut beberapa hasil penelitian yang
dilaporkan;
1. Biologi
Tidak ditemukan gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik pada
penderita skizofrenia. Walaupun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat
(telah direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling
sering ditemukan adalah pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil dan
59
60 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
terkadang sudah terlihat sebelum munculny penyakit; atropi bilateral lobus
temporal medial dan lebih spesifik yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan
amigdala; disorientasi spasial sel piramid hipokampus; dan penurunan volume
korteks prefrontal dorsolateral. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa semua perubahan ini tampak statis dan merupakan bawaan sejak lahir (tidak
ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasi yang
menunjukkan adanya gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya,
gangguan hipokampus berhubungan dengan gangguan memori dan atropi lobus
temporal memiliki hubungan dengan gejala-gejala negatif pada skizofrenia.
Penemuan lainnya yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal
(CSS), gangguan fungsi hemisfer kiri, gangguan transmisi dan pengurangan ukuran
korpus kalosum, limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), pengecilan vermis serebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat dengan
PET), sulit memusatkan perhatian, kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan
QEEG), dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan
benda.
Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden
komplikasi persalinan (prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), lahir pada masa
epidemi influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau
awal musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-
penemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar
biologik dan heterogenitas skizofrenia.(Stahl, Muntner and Grady, 2008)

2. Biokimia
Dua senyawa penting yang dibutuhkan dalam metabolisme otak adalah oksigen dan
glukosa. Sumber energi otak terutama didapatkan melalui proses reaksi glikolisis dan
siklus Kreb (Tri Citric Acid Cycle). Pada keadaan hipoglikemia, jalur utama untuk
memenuhi kebutuhan energi otak adalah TCC (asam glutamat  -ketoglutarat). Kerja
banyak saraf diperantarai oleh zat kimia, yang disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter adalah suatu molekul kimiawi yang berfungsi dalam transportasi sinyal
antar sel-sel saraf, sehingga terjadi komunikasi di antara sel saraf dan antara sel saraf
dengan jaringan target. Transportasi sinyal tersebut, baik dari nukleus ke arah sinap
(anterograde transport/AT) maupun sebaliknya dari sinap menuju nukleus (retrograde
transport/RT) dimediasi oleh protein yang berbeda, yaitu kinesin (AT) dan dynein (RT).
Beberapa molekul juga berperan dalam komunikasi sel saraf, namun bukan suatu
neurotransmiter dan lebih tepat disebut suatu neuromodulator (contoh: NO, adenosin,

60
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 61
neurosteroid, poliamin). Berdasarkan komposisi kimianya, neurotransmiter dapat
diklasifikasikan dalam tabel 1 berikut ini (Indonesia, 2015)

Tabel 1. Komposisi Kimia Neurotransmiter


Grup Contoh Sumber Tempat produksi
Miscelaneous Asetilkolin Kolin Saraf parasimpatis, CNS
Amin/derivat Norepinefiin Tirosin Saraf simpatis, CNS
asam
amino Epinefrin Tirosin Medula spinalis, CNS
Dopamin Tirosin CNS
5-HT Triptofan CNS, enterokromafin sel usus
Histamin Histidin Hipitalamus
GABA Glutamat CNS
Asam amino Glutamat CNS
Aspartat CNS
Glisin Medula spinalis
Purin ATP Sensoris, pencernaan, saraf
simpatis
Adenosin ATP CNS, saraf perifer
Gas Nitrik oksida (NO) Arginin Traktus urogenital, CNS
Peptida Endorfin
Tachykinin

Beberapa contoh sintesis neurotransmiter:


1) Tirosin  DOPA  Dopamin  Norepinefrin  Epinefiin
2) Triptofan  5 OH–triptofan  5–OH–triptamin (Serotonin)
3) Histidin  Histamin
4). Kolin  Asetilkolin
5) Glutamat  GABA

Beberapa neurotransmiter di otak


1. Sistem Noradrenergik
Badan sel neuron noradrenergik terletak di lokus seruleus batang otak, serabutnya
kemudian ke rostral menuju hipotalamus, ganglia basal, sistem limbik dan korteks serebri.
Distribusi yang luas ini karena norepinrefrin (NE) berperan untuk memulai dan memelihara
sistem limbik dan korteks serebri dalam keadaan terjaga, dan memodulasi sistem saraf lain.
Serabut noradrenergik menuju amigdala dan hipokampus berperan dalam respon ingatan
61
62 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
emosional dan tingkah laku terhadap stres. Pengaktivan lokus seruleus jangka lama berperan
dalam pembentukan rasa putus asa atau keadaan tanpa harapan.

2. Sistem Serotonergik
Serabut saraf serotonergik berasal dari nukleus rafe dorsalis batang otak menuju
korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basal, septum dan hipokampus. Di otak,
serabut serotonin atau 5-hydroxytryptamine (5-HT) mempunyai fungsi inhibisi dan fasilitasi.
Contoh banyak bukti yang menunjukkan bahwa 5-HT merupakan pengatur tidur yang
penting, perangsang nafsu makan, temperatur tubuh, metabolisme dan libido. Serotonin juga
menghambat tingkah laku agresif pada mamalia dan reptil. Serabut dari neuron serotonergik
yang menuju suprachiasmatic nucleus (SCN) membantu mengatur siklus sirkadian (siklus
tidur-terjaga, temperatur tubuh dan fungsi sumbu HPA). Serotonin juga memungkinkan atau
memfasilitasi gerakan yang bertujuan dan pelaksanaan tingkah laku berrsama dengan NE
dan dopaminergik (DA).

3. Sistem Dopaminergik (DA)


Transmisi DA di otak ditemukan melalui 4 jalur. Sistem tuberoinfundibular berasal
dari badan sel di hipotalamus menuju hipofisis, bekerja menghambat sekresi prolaktin.
Sistem nigrostriatal berasal dari badan sel di substansia nigra menuju ganglia basal, mengatur
aktivitas motorik involunter. Sistem mesolimbik berasal dari tegmentum ventralis menuju
nucleus accumbens, amigdala, hipokampus, nukleus talamus medial dorsal dan gyrus
cingulate. Jalur ini mengatur ekspresi emosi, proses belajar dan reinforcement serta hedonic
capacity. Jalur ke-4 berasal dari tegmentum ventralis juga yaitu jalur mesokortikal menuju
orbitofrontal dan daerah kortek prefrontal. Jalur ini membantu mengatur motivasi,
konsentrasi dan untuk memulai keaktifan kognitif kompleks dan terarah (Barch, 2006).
Antagonis dopamin di daerah tertentu di otak menimbulkan berbagai efek samping,
antara lain, mesolimbik dan mesiofrontal: menimbulkan efek antipsikosis,
nigrostriatal: efek samping parkinsonisme terutama pada antipsikotik generasi 1,
hipofisis: efek samping hiperprolaktinemia, dan medulari periventrikuler:
menimbulkan perilaku makan (Stahl et al., 2008).
Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu
terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini
dibuat berdasarkan tiga penemuan utama:
a) Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia
bekerja memblokade reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D 2).

62
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 63
b) Terjadinya psikosis akut akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi
sukar dibedakan, secara klinik dengan psikosis skizofrenia paranoid akut.
Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga
memperburuk skizofrenia.
c) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumbens,
dan putamen pada skizofrenia.

Gambar 1. Gejala Berdasarkan Pembagian Regio Otak (Stahl et al., 2008)

Gambar 2. Jaras Dopamin dan Regio Otak. (Stahl et al., 2008)

63
64 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Gambar 3. Jaras Mesolimbik (Stahl et al., 2008)

Gambar 4. Jaras Mesokortikal Dorsolateral Prefrontal Cortex (DLPFC) (Stahl et al.,


2008)

64
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 65
Gambar 5. Jaras Mesokortikal Ventromedial Prefrontal Cortex (Stahl et al., 2013)

Gambar 6. Integrasi Hipotesis Dopamin pada skizofrenia (Stahl et al., 2013)

Penelitian reseptor D1, D5, dan D4, saat ini, tidak banyak memberikan hasil. Teori lain
yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan NE
di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah pemberian obat

65
66 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
yang bersifat antagonis terhadap neurotransmiter tersebut terjadi perbaikan klinik
skizofrenia.

4. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara siknifikan, kompleks
dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas),
skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam
keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada
penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih
sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian
adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia diadopsi, waktu lahir, oleh
keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut
diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia (lihat tabel 2).

Tabel 2. Risiko terjadinya skizofrenia selama kehidupan (Sadock et al., 2019)


Populasi umum 1%
Kembar monozigot* 40 – 50%
Kembar dizigot 10%
Saudara kandung skizofrenia 10%
Orang tua 5%
Anak dari salah satu orang tua skizofrenia 10-15%
Anak dari kedua orang tua skizofrenia 30-40%
*catatan bahwa 50% kembar monozigot tidak keduanya menderita skizofrenia; sehingga jelaslah bahwa faktor
lingkungan juga memegang peranan. Terjadinya penyakit merefleksikan adanya faktor bawaan dan
pengasuhan.
Frekuensi kejadian gangguan non psikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan
dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan spektrum skizofrenia), gangguan obsesif-
kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.

5. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke
rumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang
ditempatkan di residensial. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal
bersama keluarga yang hostilitas, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan,
sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (disebut
ekspresi emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh
keluarganya.
66
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 67
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh
pada keluarga-keluarga skizofrenia. komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1956, Beston menggambarkan suatu
karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga
untuk merespons pesan yang bentuknya kontradiksi sehingga membingungkan.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin
disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia (Kartikadewi, 2015).

F. Penatalaksanaan

Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat


mempertimbangkan pengobatan gangguan. Pertama, terlepas dari penyebabnya, skizofrenia
terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial psikologis yang
unik. Pendekatan pengobatan harus disusun sesuai bagaimana pasien tertentu telah terpengaruhi
oleh gangguan dan bagaimana pasien tertentu akan tertolong oleh pengobatan. Kedua, kenyataan
bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah 50 persen telah
diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa faktor lingkungan dan
psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah berperan dalam
perkembangan gangguan. Jadi, seperti agen farmakologis digunakan untuk menjawab
ketidakseimbangan kimiawi yang diperkirakan, strategi nonfarmakologis harus menjawab
masalah nonbiologis. Ketiga, skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap
pendekatan terapetik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan
yang memiliki berbagai segi.
Penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan
klinis, walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia. Modalitas
psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus
mendukung regimen tersebut. Mayorita penderita skizofrenia mendapatkan manfaat dari
pemakaian kombinasi non-farmakoterapi dan farmakoterapi.
Setelah menyingkirkan kemungkinan organik, penatalaksanaan skizofrenia diteruskan secara
menyeluruh.
a) Psikoterapi: psikoedukasi dan psikoterapi suportif individual
b) Konseling keluarga atau penjelasan mengenai penyakit untuk memudahkan keluarga
dalam penanganan setelah pulang rawat jalan atau rawat inap
c) Psikofarmakoterapi atau antipsikotik: Haloperidol 0,5/1,5/5 mg; Klorpromazin 100 mg;
Risperidon 1/2/3 mg; Klozapin 25/100 mg

67
68 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakoterapi harus dilakukan/ ditegaskan dalam 5 tahun permulaan episoda psikosis,
karena pada saat tersebut terjadi pemburukan fungsi psikososial. Pada penggunaan obat
antipsikosis, tujuan yang ingin dicapai adalah “optimal response with minimal side effects”.
Target simptom yang efektif diatasi oleh obat antipsikotik antara lain: agitasi, penyerangan,
permusuhan, halusinasi, delusi, insomnia, anoreksia, kurang dalam pengurusan diri,
negativisme, kadang-kadang penarikan diri. Simptom yang lebih bervariasi atau lebih lambat
diatasi adalah perbaikan motivasi dan kognisi, termasuk insight, judgment, memori, orientasi dan
functional recovery. Hal penting dalam pengobatan adalah menyederhanakan pemberian obat,
efek samping obat dan memastikan bahwa pasien meminum obatnya.

1. Obat antipsikotik generasi I (APG-I)


Berdasarkan rumus kimianya, APG-I dibagi menjadi golongan nonfenotiazin
(contohnya, haloperidol) dan golongan fenotiazin (misalnya klorpromazin). Berdasarkan cara
kerjanya terhadap reseptor dopamin, APG-I disebut Dopamin reseptor Antagonist (DA).
Golongan fenotiazin disebut sebagai obat-obat berpotensi rendah (low potency), sedangkan
golongan nonfenotiazin disebut obat-obat potensi tinggi (high potency) karena hanya
memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan klorpromazin 100mg.
Obat-obat APG-I terutama bekerja di otak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.
Sistem dopamin yang terlibat adalah sistem nigrostriatal, tuberoinfundibuler, dan
mesolimbokortikal. Gejala yang terjadi berhubungan dengan hambatan berlebihan pada sistem-
sistem tersebut. Bila terjadi hambatan pada sistem nigrostriatal secara berlebihan, gangguan
terutama terjadi pada aktivitas motorik, sedangkan bila terjadi hambatan pada sistem
mesolimbokortikal, hambatan dapat memengaruhi fungsi kognitif. Munculnya hambatan
berlebih pada sistem tuberoinfundibuler akan mengakibatkan gangguan endokrin.
Injeksi APG-I sering digunakan dalam mengatasi agitasi akut pada skizofrenia. APG-I
bekerja dengan sangat cepat. Walaupun demikian, ada beberapa efek samping yang sering
dikaitkan dengan injeksi APG-I, seperti distonia akut dan pemanjangan corrected interval
(QTc). Efek samping ini dapat menyebabkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan. (Program
Studi Pendidikan Dokter Udayana, 2017)

Efek samping
Pengelompokan atas efek samping terbagi atas efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut meliputi akatisia, distonia akut parkinsonism dan
Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM) yang merupakan kondisi emergensi karena dapat

68
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 69
mengancam jiwa. Pada penggunaan APG-I dalam waktu yang lama dapat memungkinkan untuk
terjadinya tardive dyskinesia.
 Akatisia: Keadaan yang dirasakan secara subjektif oleh penderita dengan gejala
gelisah, perasaan tidak nyaman, dan merasa harus selalu menggerak-gerakan
tungkai, terutama tungkai bawah.
 Parkinsonisme: merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas muka topeng,
bradikinesia, tremor, fenomena roda gerigi, rigiditas, postur tubuh kaku, gaya jalan
seperti robot, dan drooling (tremor kasar tangan seperti sedang membuat pil)
 Distonia Akut: munculnya kekakuan dan kontraksi otot secara tiba-tiba, biasanya
mengenai otot lidah, leher, punggung dan wajah.
 Sindroma neuroleptik malignansi: merupakan reaksi idiosinkrasi yang sangat
berat dengan gejala utama berupa rigiditas, hiperpiretik, febris tinggi, gangguan
sistem saraf otonom, delirium, kejang-kejang dan koma.

Tabel 3. Beberapa obat untuk efek samping ekstrapiramidal (Amir dkk., 2012)
Nama generik Dosis Waktu paruh Target efek samping
(mg/hari) eliminasi ekstrapiramidal
(mg/hari)
Triheksifenidil 1-15 4 Akatisia, distonia,
hidroklorid parkinsonism
Amantadin 100-300 10-14 Akatisia,
parkinsonism
Propanolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia,
(oral/parenteral) parkinsonism

2. Obat antipsikotik generasi II (APG-II)


APG-II memiliki dosis efektif dalam mengatasi gejala skizofrenia sehingga tidak
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. APG-II bekerja sebagai antagonis reseptor
serotonin dan dopamin. APG-II mempunyai efek terapetik yang lebih luas dibanding APG-I
terutama terhadap gejala negatif. Banyak penderita skizofrenia yang gagal dengan APG-I,
menunjukkan perbaikan signifikan dengan APG-II.
Obat APG-II, dengan pemberian secara injeksi atau oral memiliki manfaat dalam
mengendalikan agitasi pada fase akut skizofrenia. APG-II juga lebih baik dalam tolerabilitas dan
keamanannya bila dibadingkan dengan APG-I. Penelitian menunjukkan bahwa APG-II injeksi
69
70 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
jangka pendek, misalnya, aripiprazole, olanzapine, dan ziprasidone berhasil mengontrol agitasi
pada fase akut skizofrenia. Risperidon dimasukkan dalam obat antipsikotik lini pertama,
sedangkan klozapin dicadangkan untuk penderita skizofrenia berat yang refrakter pada
pengobatan tradisional, karena menekan sumsum tulang atau agranulositosis berat dan gangguan
kardiovaskuler (Indonesia, 2015).

Tabel 4. Daftar Obat Antipsikotika, Dosis dan Sediannya (Rosalia, 2016)


Obat antipsikotika Dosis Anjuran (mg/hari) Bentuk Sediaan
Antipsikotik Generasi I
(APG-I)
Klorpromazin 300-1000 tablet (25mg, 100mg)
Perfenazin 16-64 tablet (4mg)
Trifluoperazin 15-50 tablet (1mg, 5mg)
Haloperidol 5-20 tablet (0.5mg, 1mg, 1.5mg,
2mg, 5mg); injeksi short acting
(5mg/mL), tetes (2mg/5mL),
long acting (50mg/mL)
Fluphenazine decanoate 12.5-25 long acting (25mg/mL)
Antipsikotik Generasi II
(APG-II)
Aripiprazol 10-30 tablet (5mg, 10mg, 15mg), tetes
(1mg/mL), discmelt (10mg,
15mg), injeksi (9.75mg/mL)
Klozapin 150-600 tablet (25mg, 100mg)
Olanzapin 10-30 tablet (5mg, 10mg), zydis (5mg,
10mg), injeksi (10mg/mL)
Quetiapin 300-800 tablet IR (25mg, 100mg,
200mg, 300mg), tablet XR
(50mg, 300mg, 400mg)
Risperidon 2-8 Tablet (1mg, 2mg, 3mg), tetes
1mg/mL), injeksi Long acting
(25mg, 37.5mg, 50mg)
Paliperidon 3-9 tablet (3mg, 6mg, 9mg)
Zotepin 75-150 tablet (25mg, 50mg)

Penatalaksanaan
Dalam pengobatan skizofrenia terdapat 3 fase, yaitu:
1. Fase akut atau terapi inisial
70
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 71
Zotepin 75-150 tablet (25mg, 50mg)

Penatalaksanaan
Dalam pengobatan skizofrenia terdapat 3 fase, yaitu:
1. Fase akut atau terapi inisial
Dimukai dengan adanya gejala psikotik yang memerlukan penatalaksanaan segera.
70
Gejala fase akut muncul pada episode pertama atau ketika dalam keadaan relaps
skizofrenia. Tujuan terapi pada fase akut yaitu adalah menghilangkan gejala psikotik.
Terapi fase akut diberi segera setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian dosis dimulai
dari dosis anjuran kemudian dinaikkan secara perlahan dan bertahap selama 4-8
minggu, hingga dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala tercapai.
2. Terapi pengawasan atau fase stabilisasi
Setelah fase akut terkontrol, orang dengan skizofrenia (ODS) memasuki fase
stabilisasi. Risiko kekambuhan sangat tinggi pada fase ini, terutama bila obat
dihentikan atau ODS terpapar stresor. Selama fase stabilisasi, fokus terapi adalah
konsolidasi pencapaian terapetik. Dosis obat pada fase stabilisasi sama dengan pada
fase akut. Fase ini berlangsung paling sedikit enam bulan setelah pulihnya gejala akut.
Setelah dosis optimal diberikan, dosis dipertahankan selama 8–10 minggu. Setelah 8-
10 minggu, masuk ke tahap pemeliharaan.
3. Terapi pemeliharaan atau fase stabil
Penyakit pada fase ini dalam keadaan remisi. Target terapi pada fase ini adalah untuk
mencegah kekambuhan dan memperbaiki derajat fungsi Dalam tahap pemeliharaan ini
dosis dapat dipertimbangkan untuk mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh
dosis minimal yang masih dapat dipertahankan tanpa menimbulkan kekambuhan.
Biasanya berlangsung jangka panjang tergantung perjalanan penyakit, dapat sampai
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Diperoleh konsensus bahwa bila kondisi aku
pertama kali maka terapi diberikan sampai 2 tahun. Dan bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali kekambuhan makan terapi diberikan sampai 5 tahun. Bahkan
seumur hidup bila dijumpai riwayat agresifitas berlebihan, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain misalnya bunuh diri atau mencelakakan orang lain.

G. Intervensi Pemulihan
Tatalaksana skizofrenia yang optimal adalah kombinasi antara intervensi medis dengan
intervensi psikososial. Hasil penelitian menunjukkan adanya intervensi psikososial memiliki
manfaat dalam mengurangi kebutuhan rawat kembali di rumah sakit, meningkatkan kapasitas
fungsional, menurunkan frekuensi kekambuhan, mengurangi penderitaan akibat gejala-gejala
penyakitnya, memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan berkeluarga. Intervensi psikososial
melibatkan ODS dan keluarganya sedini mungkin. Namun, hendaknya disesuaikan dengan fase
perjalanan penyakitnya. ODS dan keluarga diajak untuk memahami perjalanan penyakit,

71
72 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
perkembangan gejala, dan menyusun harapan yang lebih realistik untuk kehidupan dan masa
depannya.
Intervensi psikososial adalah proses untuk memberikan kesempatan kepada individu
dalam meraih tingkat kemandiriannya secara optimal di komunitas. Sekarang ini intervensi
psikososial dikembangkan dengan cara mengadaptasi konsep dan pendekatan RECOVERY.
Pendekatan RECOVERY merupakan suatu metode pendekatan yang melihat proses pemulihan
sebagai sebuah perjalanan penyembuhan dan transformasi yang memampukan orang dengan
masalah kesehatan jiwa (ODGJ) untuk hidup secara bermakna di masyarakat berdasarkan
pilihannya dan mencapai potensi yang dimilikinya.
Sejak awal ODS dan keluarga diajak untuk bekerja sama dalam menyusun rencana
tatalaksana dan target pemulihan yang realistis dan mungkin dicapai. Berdasarkan tujuannya,
intervensi memiliki ruang lingkup sebagai berikut:

Tabel 5. Kategori dan Nama Intervensi Pemulihan pada Pasien dengan Gangguan Jiwa
atau skizofrenia (Morin dan Franck, 2017)
Kategori Intervensi Nama Intervensi
Melatih adaptasi  Hospitality
 Terapi olahraga
 Cognitive Adaptation Training (CAT)
Rekreasi  Kemandirian melalui Akses Masyarakat dan
Navigasi (I-CAN)
 Intervensi pemulihan pelatihan khusus yang
dipandu sesuai analisis sistematis dari seri
Merubah Pikiran dan  Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Perilaku  Treating Depression Downhill (TDD)
Seni  Terapi seni
 Tearpi musik kelompok
Kolaborasi Tim  Illness Management and Recovery (IMR)
Kesehatan Jiwa  Graduated Recovery Intervention Program
(GRIP)
 Model perawatan kolaboratif yang dipimpin
oleh perawat
 Perawatan kolaboratif berbasis komunitas

72
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 73
 The Health and Recovery Peer

Mengatur Perasaan  Yongin-Emotion Management Training (Y-


dan Emosi EMT)
 Intervensi The Mindfulness Intervention for
Rehabilitation and Recovery in Schizophrenia
(MIRRORS)
Pemberdayaan Pasien  Intervensi pemberdayaan pasien
 The health and recovery peer (HARP)

Pemulihan Kesehatan  Wellness Recovery Action Planning (WRAP)

Kognitif dan Sosial  Social Cognition and Interaction Training


(SCIT)
 Quality of Life Enhancement Programme
(QOLEP)
 Terapi holtikultura
 Intervensi pemulihan sosial
Peningkatan  Guided Self-Determination (GSD)
Pengetahuan  Intervensi psikoedukasi

Strategi dalam melakukan intervensi psikososial dapat dilakukan di tingkat individu


maupun komunitas. Strategi yang dapat dijalankan di tingkat individu berupa latihan
keterampilan sosial dan keterampilan hidup dasar, penatalaksanaan farmakologis, dukungan
psikologis bagi ODS dan keluarga, perumahan, jaringan dukungan sosial, rehabilitasi
vokasional, dan pemanfaatan waktu luang. Intervensi yang dapat diberikan di tingkat komunitas
ditujukan untuk menggalang opini dan sikap yang lebih positif.
Pendekatan psikososial diterapkan secara individu sesuai dengan kebutuhan spesifik dari
masing-masing orang dan harus berbasis bukti serta dilaksanakan oleh petugas yang terlatih.
(Efendi and Nugraha, 2019)

73
74 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
H. Prognosis
Skizofrenia merupakan gangguan kronis. Pasien secara berangsur-angsur menjadi
semakin menarik diri, kemudian menjadi tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien dapat
mempunyai waham dengan tingkatan ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas (samar-
samar). Seiring dengan berjalannya waktu, sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik
hilang dengan berjalannya waktu. Namun, pasien secara kronik membutuhkan perlindungan
atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun di dalam rumah sakit jiwa.
Keterlibatan dengan hukum akibat pelanggaran ringan kadang-kadang terjadi (misalnya,
menggelandang, mengganggu keamanan), sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat dan
sebagian kecil pasien menjadi demensia. Prognosis penderita skizofrenia secara keseluruhan
memiliki harapan hidupnya pendek, terutama akibat bunuh diri, kecelakaan, dan
ketidakmampuannya merawat diri.
Sebelumnya, skizofrenia dibedakan menjadi skizofrenia proses (terjadi secara perlahan
dan perjalanannya bersifat kronik deteriorasi) dan skizofrenia reaktif (memiliki onset yang cepat
dan prognosis yang lebih baik). Skizofrenia juga dibedakan menjadi gejala positif (waham,
perilaku aneh, halusinasi, dll) yang berefek terhadap pemberian antipsikotik konvensional, dan
gejala negatif (miskin pembicaraan, afek datar, penarikan diri dari sosial, anhedonia, dll) tidak
memiliki efek terhadap pemberian antipsikotik konvensional (memiliki respon yang lebih baik
terhadap obat antipsikotik baru)
Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi (hebefrenik) secara umum
mempunyai prognosis yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai
prognosis baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat atau hidup
dalam keluarga yang tidak harmonis.(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019)

Tabel 6. Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk skizofrenia (Sadock,
Sadock and Ruuiz, 2019)
Prognosis baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset yang jelas
Riwayat sosial seksual dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama gangguan Perilaku menarik diri, aufistik
depresif) Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
Menikah Riwayat keluarga skizofrenia
Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang buruk
Sistem pendukung yang baik Gejala negatif

74
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 75
Gejala positif Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. fifth edit, Principle-Based Stepped Care and Brief Psychotherapy for Integrated
Care Settings. fifth edit. doi: 10.1007/978-3-319-70539-2_23.
2. Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M. and Rayhani, M. (2018) ‘Analisis Situasi Kesehatan Mental
Pada Masyarakat Di Indonesia Dan Strategi Penanggulangannya’, Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(1), pp. 1–10. doi: 10.26553/jikm.2018.9.1.1-10.
3. Barch, D. (2006) ‘Cognitive and Affective Neuroscience of Psychopathology’. Available at:
https://books.google.co.uk/books?id=boyhMgAACAAJ.
4. Efendi, S. and Nugraha, M. A. (2019) ‘Intervensi Pemulihan Psikososial untuk Pasien dengan
Gangguan Jiwa atau Skizofrenia’, pp. 108–118.
5. Idaiani Sri, Yunita, I. and Tjandrarini, D. H. (2019) ‘Prevalensi Psikosis di Indonesia
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar The Prevalence of Psychosis in Indonesia based on Basic
Health Research’, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(1), pp. 9–
16.
6. Indonesia, F. K. U. (2018) Buku Ajar Psikiatri. Edisi keti. Edited by S. D. Elvira and G.
Hadisukanto. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Indonesia, M. K. R. (2015) ‘Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa’, 49(23–6).
8. Kartikadewi, A. (2015) Buku Ajar Sistem Neurobehaviour.
9. Maslim, R. (2013) Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III, Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5.
10. Parwita, D. O., Sukamto, A. S. and Nyoto, R. D. (2016) ‘Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Kejiwaan Skizofrenia Menggunakan Metode Tsukamoto’, Jurnal Sistem dan Teknologi
Informasi, 1(1), pp. 1–6.
11. Program Studi Pendidikan Dokter Udayana (2017) Buku Panduan Belajar Koas Ilmu
Kedokteran Jiwa.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/90e58bdb1609ff9f42d2f7f794397ab4
.pdf.
12. Rosalia Diah Indra Lasgita (2016) ‘Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia’, 2, pp. 9–22.
13. Sadock, B., Sadock, V. and Ruuiz, P. (2019) Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,
Journal of Chemical Information and Modeling. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
14. Stahl, S. M., Muntner, N. and Grady, M. M. (2008) StahFs Essential Psychopharmacolo
Neuroscientific Basis and.
15. World Health Organization (2016) ‘International statistical classification of diseases and
related health problems, 10th revision (ICD-10), Fifth version’, World Health Organization, 1,
pp. 332–345. Available at: http://www.who.int/classifications/icd/icdonlineversions/en/.

75
76 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 6
PSIKOTROPIK
Sugiarto Puradisastra

A. Definisi Psikotropik
Obat yang memengaruhi fungsi psikik tingkah laku dan pengalaman (WHO, 1966).
Yang termasuk psikotropika/psikoaktif adalah obat yang digunakan untuk terapi kelainan
psikiatrik dan zat psikotoksik. Zat psikotoksik antara lain:
 Obat yang mudah disalahgunakan: opioid, sedatif, stimulan.
 Produk alam yang populer di masyarakat: tembakau, mariyuana, halusinogen
(LSD).
 Obat-obat dengan efek samping psikiatrik: anti hipertensi, sedatif, stimulan,
glikosida jantung.
Psikofarmakologi:
 Khusus mempelajari psikofarmaka/psikotropik.
 Berkembang sejak ditemukannya rawolfia dan klorpromazin yang efektif
mengobati kelainan psikiatrik.

Perbedaan pengobatan psikotropik dengan pengobatan biasa adalah (Baldessarini


dan Tarazi, 2001): Antibiotik bersifat kausal, sedangkan psikotropik bersifat simptomatik
dan berdasarkan empirik, yaitu agar pasien lebih kooperatif dan dapat menerima
psikoterapi.

Sejarah (Baldessarini dan Tarazi, 2001)

1845 : Moreau: intoksikasi hashish sebagai model psikosis.


1931 : Sen dan Bose: pemakaian rawolfia serpentina untuk psikosis.
1949 : Cade: terapi mania dengan litium.
1950 : Charpentier (Perancis): menyintesis CPZ.
1952 : Delay dan Deniker: memakai CPZ pada kelainan psikiatris. Dari saat itu dimulai
era psikofarmakologi modern.
1950 : Yonkman: istilah tranquilizer yang merupakan efek psikik dari reserpin.

76
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 77
1953 : Courvoisier: efek CPZ sebagai gangliolitik, adrenolitik, antifibrilasi, anti edem,
antipiretik, anti syok, antikonvulsi, dan antiemetik.
1954 : Berger: meprobamate sebagai anti ansietas.
1957 : Sternbach: klordiazepoxid.
Berger: meprobamate sebagai anti ansietas.
1957 : Sternbach: klordiazepoxid.

Pikiran / Thought

EGO

Tingkah Laku
Emosi/Mood / Behaviour

Gambar 1. Bagan ego dan komponen yang dipengaruhinya

B. Kelainan Psikiatris
Neurose:
 Dunia realitas masih ada, ∆ disharmoni
 Yang dirasakan mengganggu: penderitaan dan ketidakmampuan
o Pikiran : obsesi, ketakutan irasional
o Emosi : ansietas, panik, depresi
o Tingkah laku : kompulsi, histeri

Psikosis: ∆ disintegrasi
Adalah sejumlah gangguan mental yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk
membedakan antara realitas dan bukan, ditandai dengan adanya delusi (keyakinan yang
salah); halusinasi biasanya auditorik atau visual; dan disorganisasi dalam berpikir dengan
kesadaran yang tidak terganggu (Meyer, 2018).

o Penilaian realitas terganggu/realitas tidak ada


o Jalan pikiran: inkoheren

77
78 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tidak ada insight terhadap penyakitnya/tidak merasa sakit dan mengalami keadaan delusi
dan halusinasi (Baldessarini dan Tarazi, 2001; Batista, 2018).

.
Gambar 2. Bagan klasifikasi Psikosis (Baldessarini dan Tarazi, 2001).

Skizofrenia:
Etiologi tidak diketahui, ada peran genetik dan faktor luar/environment, termasuk
kelainan perkembangan saraf seperti defek proliferasi dan migrasi neuron, perubahan
ekspresi reseptor, dan kelainan mielinisasi.
Perubahan struktur yang terlihat adalah ventrikel otak membesar, korteks atrofi,
penurunan sinaps di korteks prefrontal, serta perubahan struktur neokortek, limbik, dan
subkortek. Cerebral blood flow dan penggunaan glukosa di korteks prefrontal menurun.
Penelitian menunjukkan terdapat perubahan ekspresi/ fungsi beberapa reseptor
seperti dopamin (DA), serotonin (5-HT), asetilkolin (ACh), dan glutamat (Baldessarini dan
Tarazi, 2001).
Hipotesis Dopamin:
Neurotransmiter dopamin berlebihan di forebrain (sistem limbik/korteks serebri).
Pemberian kronis amfetamin (meningkatkan pelepasan dopamin) dan L-dopa
(meningkatkan aktivitas dopaminergik) menginduksi perilaku psikosis. Antagonis
dopamin di daerah tertentu di otak menimbulkan berbagai efek/efek samping, antara lain
(Baldessarini dan Tarazi, 2001; Batista, 2018):
mesolimbik dan mesiofrontal : menimbulkan efek antipsikosis
nigrostriatal : efek samping parkinsonisme

78
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 79
tuberoinfundibular/ hipofisa : efek samping hiperprolaktinemia
medulari-periventrikuler : menimbulkan perilaku makan

Gambar 3. Kerja obat Antipsikotik melalui penghambatan Dopamin (Rey, 2015).

Reseptor dopamin ada 5 jenis: D1 dan D5 merangsang adenilatsiklase, sedangkan D2, D3,
dan D4 menghambat adenilatsiklase. Efektivitas neuroleptik tipikal karena penghambatan
terhadap reseptor D2 di mesolimbik. Neuroleptik atipikal seperti Klozapin mempunyai
afinitas tinggi terhadap reseptor D4 sehingga efek samping ekstrapiramidalnya lebih
ringan (Baldessarini dan Tarazi, 2001).
Hipotesis Serotonin
Halusinogen lysergic acid diethylamide (LSD) dan mescaline merupakan agonis
serotonin. Perangsangan reseptor 5-HT2A dan mungkin 5HT2C menimbulkan efek
halusinogen tersebut. Penghambatan reseptor 5-HT2A merupakan dasar mekanisme kerja
obat antipsikotik generasi 2.
Perangsangan reseptor 5-HT2A menyebabkan pelepasan dopamin, norepinefrin,
glutamat, GABA, dan asetilkolin di korteks, area limbik, dan striatum (Batista, 2018).

Hipotesis Hipofungsi Glutamat


Penelitian obat baru menunjukkan bahwa agonis reseptor glutamat efektif terhadap
skizofrenia (Batista, 2018).

79
80 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Klasifikasi Psikotropika

Psikotropika dikelompokkan menjadi (Baldessarini dan Tarazi, 2001):


1. Anti psikotik = neuroleptik = major tranquilizer
2. Anti neurotik = anti ansietas = minor tranquilizer
3. Anti depresi/mood elevating agents dan mood stabilizing drugs
4. Psikotogenik = psikotomimetik = psikodisleptik = halusinogenik: meskalin,
dietilamid asam lisergat, mariyuana (ganja).
Ciri-ciri Obat Neuroleptik (Baldessarini dan Tarazi, 2001):
1. Mempunyai efek anti psikotik, untuk mengatasi psikosis agresif hiperaktif atau
labisitas
2. Dosis besar tidak menyebabkan koma dalam atau anestesi
3. Menimbulkan gejala/reaksi extrapiramidal (reversibel/irevesibel)
4. Tidak menyebabkan ketergantungan psikik dan fisik (tidak ada adiksi).

Obat Anti Psikotik:


a. Derivat Fenotiazin
1. Senyawa Dimetilamino Propil:
Klorpromazin Triflu Promazin
Promazin
2. Senyawa Piperidil:
Mepazin Tioridazin
3. Senyawa Pirerazin:
Asetofenazin Perfenazin Tiopropazat
Karfenazin Proklorperazin
Flufenazin Trifluoperazin
b. Derivat Tioxanten
Tiotixen Klorprotriksin
c. Derivat Butirofenon
Haloperidol

Penggolongan obat antipsikotik dapat disederhanakan sebagai berikut (Baldessarini dan


Tarazi, 2001; Batista, 2018):
1. Neuroleptik/antipsikotik tipikal (potensi rendah)
Klorpromazin Tioridazin (Melleril®)
Proklorperazin
80
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 81
2. Neuroleptik/antipsikotik tipikal (potensi tinggi)
Flufenazin (Anatensol®) Pimozid (Orap®)
Haloperidol (Haldol®) Tiotixen (Navane®)
3. Neuroleptik/antipsikotik atipikal/generasi kedua
Klozapin (Clozaril®) Paliperidon
Olanzapin (Zyprexa®) Ziprazidon (Geodon®)
Asenapin Aripripazol (Abilify®)
Quetiapin ( Serouel®) Brexiprazol
Zotepin Sertindol
Risperidon ( Risperdal®) Cariprazin.

Perbedaan Antipsikotik Tipikal dan Atipikal


a) Antipsikotik Tipikal
Menghilangkan simptom positif
Mengikat dan menghambat 70-80% reseptor D2
b) Antipsikotik Atipikal/ generasi kedua
Menghilangkan simptom positif dan negatif
Mengikat dan menghambat 40-60% reseptor D2, 70-90% reseptor 5-HT2A

Tabel 1. Obat Antipsikotik dan jenis reseptor yang dihambat (Baldessarini dan Tarazi,
2001; Meyer, 2018; Rey, 2015)
Antipsikotik Penghambatan reseptor
Klorpromazin D2, 1, H1, M1 (1 = 5-HT2A > D2 >D1)
Haloperidol (D2 >1> D4>5-HT2A> D1>H1)
Klozapin D2, D1, D4, 5-HT2A, 5-HT6, 5-HT7, 1, 2, H1, M1 (D4>1>5-
HT2A > D2=D1)
Olanzapin D2, D1, D3, D4, 5-HT2A, 5-HT3, 5-HT6, , 1, H1, M1 (5-
HT2A>H1>D4>D2>1> D1)
Aripripazol (D2=5-HT2A > D4>1= H1>> D1)
Risperidon D2, 5-HT2A, 1, 2, H1
Quetiapin D2, 5-HT2A, 1, 2, H1 (H1>1> M1,3> D2>5-HT2A)
Sertindol D2, D1, 5-HT2A, 1,
Ziprazidon D2, 5-HT1A, 5-HT2A, 5-HT2C, 5-HT1D, 1

81
82 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Mekanisme kerja obat antipsikotik (Batista, 2018; Meyer, 2018; Rey, 2015):
1. Antagonisme dopamin
Semua obat antipsikotik yang efektif mempunyai aktivitas modulasi reseptor D2
dopamin. Penurunan transmisi dopaminergik terjadi melalui salah satu dari dua
mekanisme, yaitu antagonis D2 atau agonis parsial D2. Golongan tipikal bekerja antagonis
reseptor D2, sehingga pendudukan 78% reseptor D2 di striatum nenimbulkan efek samping
ekstrapiramidal (EPS). Golongan atipikal seperti Aripripazol berefek dua-duanya, yaitu
antagonis D2 dan parsial agonis D2, sehingga EPS baru timbul pada pendudukan reseptor
D2 di striatum sekitar 80-95%. Sifat intrinsik agonis ini memungkinkan berjalannya
impuls postsinaps di bawah ambang timbulnya EPS.
2. Aktivitas penghambatan reseptor serotonin
Sebagian besar obat antipsikotik generasi kedua bekerja melalui penghambatan
reseptor serotonin, terutama reseptor 5HT2A. Contohnya adalah klozapin yang mempunyai
efek antagonis lemah reseptor D2, tetapi efek antagonis kuat terhadap reseptor 5HT 2A.

C. Antipsikotik Tipikal
Klorpromazin (CPZ)
Prototipe
CPZ: 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin

Gambar 4. Struktur kimia Fenotiazin dan Klorpromazin (Baldessarini dan Tarazi, 2001).

Farmakodinamik (Baldessarini dan Tarazi, 2001; Batista, 2018):


Efek CPZ sangat luas sehingga dinamakan Largactil (large action), antara lain:
1. Efek sedasi

82
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 83
Sedasi timbul pada permulaan pengobatan dan sering terjadi toleransi disertai sikap acuh
tak acuh terhadap rangsang/lingkungan.
2. Efek anti psikotik
Pemberian CPZ pada penderita psikosis menyebabkan:
 Agitasi, sifat agresif/impulsif: menurun
 Penarikan diri/Autisme: menurun, dan pasien menjadi lebih komunikatif dan
responsif.
 Setelah beberapa hari: halusinasi, delusi, pikiran inkoheren, disorganisasi menurun
3. Efek antiansietas
a. Aktivitas motorik: aktivitas motorik spontan menurun
b. Efek terhadap proses tidur: menormalkan gangguan tidur
c. Terhadap C.N.S.:
 Korteks: antagonis dopamin di daerah mesiofrontal dan temporal dalam korteks
serebri (limbik)
 E.E.G.: sinkronisasi (frekuensi melambat, variasi menurun)
 Gel α & β menurun, teta & delta meningkat
 Ambang kejang menurun: terutama CPZ/fenotizin alifatik, sedangkan golongan
piperazin lebih aman
 Ganglia basal: Hambatan transmisi dopamin menimbulkan gejala
extrapiramidal (parkinsonisme)
 Hipotalamus: menghambat:
Prolactin release inhibiting hormone (PRIH), GH, dan CRH.
Penghambatan PRIH menyebabkan peningkatan Prolaktin yang menyebabkan
galactorrhea dan peningkatan risiko Ca. mammae.
Pada hipotalamus, CPZ juga berefek antipiretik/poikilothermic effect
 Batang otak:
o Menekan refleks vasomotor: menyebabkan hipotensi
o Pada respirasi: efeknya hanya sedikit.
 Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), pada dosis rendah berefek anti emetik,
kecuali: Tioridazin
 Medulla spinalis: efek depresi dapat diabaikan
 Saraf perifer: berefek anestesi lokal
 Susunan saraf otonom:
o Blokade kolinergik perifer CPZ: miosis, yang lain: midriasis
o Blokade α. Adrenergik konstipasi dan hambatan ejakulasi
(sering terjadi pada Tioridazin)
83
84 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
d. Sistem endokrin: menghambat
 Prolaktin R.I.H: kecuali klozapin
 Gonadotropin/estrogen dan progesteron: menstruasi, ovulasi
 Kortikotropin
 G.H
 Hormon neurohipofisis
e. Ginjal: Efek diuretik lemah (menghambat ADH dan reabsorpsi air) dan
meningkatkan renal blood flow.
f. Terhadap kardiovaskuler, menyebabkan:
 Hipotensi ortostatik: terutama CPZ dan Tioridazin
(Piperazin, Haloperidol, Loxapin, Molindon: kurang berefek hipotensi
ortostatik)
 Inotropik (-)
 Vasodilatasi
 Anti aritmia/Quinidine like action
g. Hepar: Obstructive jaundice merupakan reaksi hipersensitif terhadap obat.

Farmakokinetik (Baldessarini dan Tarazi, 2001):


 Absorbsi: baik (sangat lipofilik).
 Distribusi luas, ditimbun di otak, paru-paru, hati, kelenjar supra renal, dan
limpa; obat dapat menembus plasenta.
 Half life 20-40jam.
 Metabolisme: terjadi di hepar dengan oksidasi dan konjugasi, sebagian
diubah menjadi sulfoksid.
 Ekskresi: lambat (lebih lambat dari anti Parkinson), melalui urin dan feses.

Toleransi dan adiksi (Baldessarini dan Tarazi, 2001):


 tidak ada adiksi
 toleransi terhadap efek sedatif (terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu)
 withdrawal diskinesia/choreoatetosis.

Efek samping (Baldessarini dan Tarazi, 2001):


Sangat aman (indeks terapi terendah pada Tioridazin)

84
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 85
 Gangguan ekstrapiramidal ada enam jenis: empat jenis terjadi sewaktu
minum obat, dan dua jenis lainnya terjadi setelah beberapa bulan/tahun.
 Blood dyscrasia berupa leukositosis ringan, leukopeni, eosinofilia,
sedangkan agranulositosis jarang terjadi.
 Adaptasi terhadap suhu menurun: mudah terjadi hipotermi/heat stroke
 Jaundice
 Reaksi kulit seperti urtikaria/dermatitis
 Pigmentasi abnormal (blue-gray)
 Kelainan mata:
- epithelial keratoplasty, kekeruhan kornea
- pigmentary retinopathy
 Kelainan metabolik: kolesterol meningkat

Indikasi (Baldessarini dan Tarazi, 2001):


 psikosis hiperaktif (psikosis depresif tidak bermanfaat)
 antiemetik (merupakan efek sentral)
 hiccup: CPZ terpilih
 pruritus
 halusinosis alkohol (psikosis pada alkoholisme kronis)
 kelainan neuropsikiatris lain (kelainan pergerakan), Gille’s de La Tourette’s
Syndrome, Huntington’s disease

Kontra Indikasi (Baldessarini dan Tarazi, 2001): Pemakaian untuk mengatasi withdrawal
barbiturat/nonbarbiturat/alkohol/opioid, dapat menimbulkan kejang.
Sediaan (Baldessarini dan Tarazi, 2001):
 CPZ: tab 25 mg, lar. 25 mg/cc
 Perfenazin: tab 2 dan 4 mg
 Tioridazin: tab 25 mg
 Flufenazin: tab 1 mg, DOA: 24 jam

Haloperidol (Baldessarini dan Tarazi, 2001)


Struktur berbeda karena merupakan derivat Butirofenon. Sifat farmakologi mirip
fenotiazin/derivat piperazin, tetapi berbeda secara kualitatif:
 menghambat efek dopamin
 meningkatkan turn over dopamin

85
86 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakodinamik:
 SSP:
- menenangkan
- efek sedatif lebih ringan dibandingkan dengan CPZ
- E.E.G dan penurunan ambang kejang mirip CPZ
- Menghambat muntah, mirip dengan apomorfin
 Kardiovaskuler: hipotensi lebih jarang dan lebih ringan
 Sistem endokrin: seperti CPZ

Farmakokinetik:
Absorpsi oral baik, ekskresi lambat.

Efek samping:
 reaksi ekstrapiramidal, depresi, kelainan darah seperti leukopenia,
agranulositosis
 ikterus jarang terjadi

Indikasi:
 Psikosis dalam keadaan mania yang tidak dapat diberi CPZ
 Sindroma Gilles de La Tourette.

D. Antipsikotik Atipikal

Antipsikotik atipikal merupakan generasi kedua. Keuntungannya adalah


menunjukkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih sedikit dibandingkan generasi
pertama, tetapi mempunyai efek samping metabolik yang lebih banyak seperti diabetes,
hiperkolesterolemia, dan peningkatan berat badan. Banyak penderita schizofren yang gagal
dengan antipsikotik tipikal, menunjukkan perbaikan signifikan dengan antispikotik
atipikal seperti klozapin dan risperidon. Keduanya lebih superior dibandingkan dengan
haloperidol dan CPZ, terutama terhadap simptom negatif. Risperidon dimasukkan dalam
obat antipsikotik lini pertama, sedangkan klozapin dicadangkan untuk penderita schizofren
berat yang refrakter pada pengobatan tradisional, karena menekan sumsum
tulang/agranulositosis berat dan gangguan kardiovaskuler (Baldessarini dan Tarazi, 2001;
Rey, 2015).

86
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 87
Klozapin (Baldessarini dan Tarazi, 2001; Meyer, 2018)
Klozapin adalah antipsikotik atipikal pertama yang merupakan derivat dibenzodiazepin.

Farmakodinamik:
 Mekanisme kerja: Klozapin mempunyai efek antagonis lemah reseptor D2,
tetapi efek antagonis kuat terhadap reseptor 5HT 2A. Penghambatan reseptor
5HT2A memungkinkan pelepasan dopamin di mesokortikal dan nigrostriatal.
Klozapin dan metabolitnya desmetil klozapin juga memengaruhi banyak
reseptor lain, seperti antagonis dan agonis terhadap subtipe reseptor
muskarinik dan antagonis terhadap reseptor D4. Olanzapin dan Quetiapin
juga menunjukkan selektivitas yang sama. Olanzapin, risperidon dan
ziprasidon menghambat reseptor D4, 5-HT2C dan 5-HT2A.
 Klozapin dan olanzapin meningkatkan aliran darah regional di korteks serebri
sehingga memperbaiki fungsi kognitif seperti memori kerja dan perhatian.
 tidur tipe REM meningkat
 meningkatkan turn over rate dopamin
 reaksi ekstrapiramidal sangat ringan, kadar prolaktin tetap normal

Farmakokinetik:
 Absorpsi per oral sangat baik dan cepat, ekskresi melalui urin dan feses

Efek samping:
 terutama agranulositosis (6-18 minggu setelah pengobatan), sehingga terapi
tidak boleh diberikan lebih dari 6 minggu
 lain-lain: hipotermia, takikardi, sedasi, pusing, hipersalivasi.

Indikasi:
1. Psikosis dan schizofren yang disertai gejala +/iritabilitas maupun -/social
disinterest
2. Refrakter pada obat lain. Pada kasus skizofren yang refrakter, respon
kesembuhan antipsikotik tipikal 0%, obat baru 10%, klozapin sekitar 60%.
3. Penderita yang mengalami gejala ekstrapiramidal berat dengan obat lain,
tetapi hati-hati terhadap agranulositosis.

87
88 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
E. Efek Samping Obat Antipsikotik (Baldessarini dan Tarazi, 2001)
Antipsikotik tipikal
Gejala ekstrapiramidal dan tarditive dyskenesia
Hiperprolaktinemia
Sedasi
Berat badan meningkat sedang
Sindroma neuroleptik maligna
QT interval memanjang, risiko aritmia ventrikel (Tioridazin)

Antipsikotik atipikal
DM (semua, terutama olanzapin dan klozapin)
Hiperkolesterolemia (olanzapin, sedikit quetiapin)
Sedasi
Kejang dan agranulositosis (klozapin)
Hiperprolaktinemia (risperidon)
Berat badan meningkat sedang sampai berat (klozapin, olanzapin)
QT interval memanjang, risiko aritmia ventrikel (ziprasidon)

DAFTAR PUSTAKA
1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10 th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.

88
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 89
90 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 7
FARMAKO: OBAT-OBAT ANTIDEPRESI
Sugiarto Puradisastra

A. Depresi

Pada penduduk Amerika, depresi merupakan gangguan serius yang dialami oleh 14 juta
orang setiap tahun. Angka kejadian depresi di Amerika sekitar 16% (21% pada perempuan dan
13% pada laki-laki), atau lebih dari 32 juta orang. Kemurungan merupakan masalah yang tidak
dapat dihindarkan. Perasaan murung/sedih merupakan reaksi normal setelah kita kehilangan
sesuatu / mengalami kejadian buruk, namun kalau perasaan murung berlangsung terus menerus
/ sering timbul, hal ini merupakan gejala depresi (Baldessarini and Tarazi, 2001).
Gangguan depresi mayor dapat didiagnosis bila depresi mood dialami hampir sepanjang
waktu, minimal selama 2 minggu. Gejala lainnya adalah gangguan tidur, penurunan nafsu makan
dan penurunan fungsi kognitif serta kehilangan energi (Batista, 2018).
Gejala depresi mayor:
1. Tidak gembira, perasaan sedih / murung tiap hari
2. Mudah menangis
3. Proses mental melambat / konsentrasi hilang atau susah berkonsentrasi, mengingat
/ membuat keputusan
4. Pesimis, cemas, agitasi
5. Perubahan fisik: gangguan tidur: insomnia/ tidur terlalu banyak, nafsu makan:
hilang/ anoreksia makan terlalu banyak, berat badan menurun, penurunan tenaga
dan libido, rasa lelah, lemah, siklus sirkardian hormon berubah
6. Niat bunuh diri, 15% melakukan usaha bunuh diri
7. Kehilangan semangat beraktivitas apapun juga hobi
8. Tidak ada gairah untuk kumpul dengan teman-teman
9. Merasa tidak berguna, bersalah, tidak berdaya / putus asa
10. Gelisah dan tidak tenang
11. Kadang-kadang disertai gejala fisik lain: sakit kepala, sakit perut, sakit punggung,
kalau tidak ada sebab lain, maka merupakan depresi (terselubung) (Baldessarini and
Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Patofisiologi depresi major sebelumnya adalah penurunan fungsi atau jumlah
neurotransmiter monoamin (hipotesis monoamin). Saat ini, yang berperan utama
89
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 91
adalah faktor neurotropik dan endokrin (hipotesis neurotropik), yaitu penurunan brain-
derived neurotrophic factor (BDNF) di daerah korteks seperti hipokampus (Batista,
2018). Pemberian obat antidepresi menyebabkan berkurangnya keadaan depresi a.l.
perbaikan suasana hati seperti aktivitas fisik meningkat, kewaspadaan mental,
perbaikan nafsu makan, dan perbaikan pola tidur (Baldessarini and Tarazi, 2001).

B. Farmakoterapi Depresi

Obat antidepresi merangsang transmisi serotonergik atau noradrenergik. Pada sistem


monoamin terjadi reuptake neurotransmiter oleh protein transporter di presinaps.
Penghambatan protein transporter akan meningkatkan neurotransmisi. Reuptake inhibitor
menghambat transporter serotonin dan atau norepinefrin. TCA menghambat reuptake
serotonin dan norepinefrin melalui transporter serotonin dan norepinefrin. MAOI
menghambat metabolisme monoamin. Pemberian obat antidepresan jangka panjang
menghambat kerapatan reseptor serotonin dan norepinefrin, menginduksi faktor
neurotropik dan meningkatkan neurogenesis di hipokampus. Perangsangan serotonin dan
norepinefrin yang terus menerus akan meningkatkan ekspresi produk gen spesifik,
terutama BDNF yang mempengaruhi pembentukan dendrit, sinaptogenesis dan
neurogenesis. Penelitian baru dengan target reseptor NMDA dari glutamat menghasilkan
perbaikan depresi yang lebih cepat. FDA mengeluarkan peringatan untuk penggunaan
SSRI pada anak-anak dan dewasa muda karena hubungannya dengan suicide (Batista,
2018).

Penggolongan Obat Anti Depresi

1. Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors: Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,


Fluvoxamine (Luvox®), Paroxetine (Seroxat®), dan Sertraline (Zoloft®).
2. Serotonin/ Norepinephrine Re-uptake Inhibitors: Vanlafaxine dan Duloxetine
3. Serotonin receptor antagonist: Trazodone, Nefazodone, Mirtazapine dan Mianserin
4. Bupropion
5. AntiDepresan Trisiklik (ADT): Amitriptiline, Nortriptiline, Protriptiline, Imipramine,
Desipramine, Trimipramine, Maprotilin, Amoksapin, dan Doxepin.,
6. Penghambat MAO: isokarboksazid, fenelzin, tranilsipromin
7. Obat untuk menatasi mania: Karbamazepin, garam litium, asam valproate
(Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

90
92 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors (SSRIs)

Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors (SSRIs) yang juga berefek anxiolitik,


merupakan kelompok obat antidepresan unik karena 300-3000 kali lebih selektif terhadap
transporter serotonin dibandingkan dengan epinefrin maupun dopamin. SSRI juga hanya
mempunyai keaktifan kecil terhadap penghambatan reseptor muskarinik, α-adrenergik, dan
histamin H1. Jadi efek samping ADT seperti hipotensi ortostatik, sedasi, mulut kering dan
pandangan kabur tidak terjadi., sehingga SSRI telah menggantikan ADT dan penghambat MAO
untuk pengobatan depresi. Fluoxetine merupakan salah obat yang paling sering diresepkan
dokter di AS. Ada enam obat SSRI, yaitu Fluoxetine, Sertraline, Citalopram, Paroxecetine,
Fluvoksamine dan Escitalopram. Popularitas SSRI karena mudah digunakan, aman pada
overdosis, toleransi baik, relatif murah karena semua ada generiknya di AS. Sertralin dan
Paroxetin juga dihunakan unuk terapi PTSD, premenstrual dysphoric syndrome dan pencegahan
keluhan vasovagal pada postmenopause (Baldessarini and Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel
et al., 2018).

Mekanisme kerja:
SSRI menghambat ambilan kembali serotonin sel syaraf, menurunkan transporter
serotonin (SERT) yang akan meningkatkan kadar serotonin dalam celah sinaps (5HT1A,
5HT7 di nucleus raphe, 5HT1D di terminal serotonin) sehingga meningkatkan aktivitas
neuron paska sinaps.. Reseptor 5HT2A paska sinaps menurun dan berefek antidepresan.
Obat antidepresan termasuk SSRI memerlukan waktu 2 minggu untuk perbaikan mood dan
diperlukan 12 minggu atau lebih untuk mencapai hasil maksimal. Pada orang normal obat
ini tidak menyebabkan perangsangan SSP atau meningkatkan mood (Baldessarini and
Tarazi, 2001;Donnel et al., 2018).

Farmakokinetik
SSRI diabsorbsi dengan baik pada pemberian secara oral dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Sertralin mengalami metabolisme lintas pertama, sedangkan yang lain tidak.
SSRI mempunyai waktu paruh antara 16-36 jam, dengan Fluoxetine yang paling panjang
(50 jam). Metabolisme oleh CYP2D6 dan konyugasi glukuronat dan sulfat. Ekskresi
tgerutama melalui ginjal, paroxetine dan sertraline, juga melalui feses.Pada orang tua,
metabolisme Escitalopram dan Citalopram oleh CYP menurun, sehingga dosis
pemberiannya harus diperhatikan mood (Baldessarini and Tarazi, 2001;Donnel et al.,
2018).

91
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 93
Indikasi
Indikasi utama SSRI adalah depresi, sedangkan indikasi lain adalah untuk gangguan
obsesi kompulsi, gangguan dengan panik, ansietas umum, disforia premenstruasi dan
bulimia nervosa.

Efek Samping
Meskipun efek samping SSRI lebih sedikit dibandingkan dengan ADT atau
penghambat MAO, tetapi dapat terjadi gangguan GIT (5HT3), insomnia (kecuali
paroxetine: sedatif), ansietas meningkat, iritabilitas, kelemahan (5HT2), disfungsi seksual
dan interaksi obat. Disfungsi seksual yang terjadi (5HT2 spinal) adalah hilangnya libido,
ejakulasi tertunda dan anorgasme, terutama paroxetine. Terapi disfungsi seksual akibat
SSRI adalah mengganti obat dengan Bupropion atau Mirtazapine, mengurangi dosis, atau
diberi sildenafil, vardenafil atau tadalafil. Penggunaan pada anak-anak dan dewasa muda
harus hati-hati karena dapat memperberat gejala depresi sampai usaha bunuh diri.
Overdosis fluoksetin dapat menimbulkan kejang, tetapi tidak menimbulkan aritmia
jantung. Semua SSRI berpotensi menimbulkan sindrom serotonin yang ditandai dengan
hipertermia, rigiditas otot, mioklonus dan perubahan mental serta tanda vital bila
digunakan bersama dengan penghambat MAO mood (Baldessarini and Tarazi,
2001;Donnel et al., 2018).

Serotonin/Norepinephrin Re-uptake Inhibitors (SNRIs)

SNRI efektif untuk pengobatan depresi yang tidak berhasil dengan SSRI, dengan
menghmbat reuptake 5HT dan NE menurunkan ekspresi SERT & NET, juga untuk
gangguan anxietas. Depresi juga sering diikuti dengan nyeri neuropatik seperti nyeri
punggung dan nyeri otot yang tidak efektif diobati dengan SSRI. Di dalam SSP, nyeri ini
sebagian dimodulasi oleh serotonin dan norepinefrin. SNRI dan ADT efektif untuk
menghilangkan nyeri neuropatik, tetapi SNRI tidak bekerja pada reseptor adrenergic,
muskarinik dan histamine, sehingga efek sampingnya lebih sedikit. Golongan ini
mencakup Venlafaxine, Desvenlafaxine, Duloxetine, Milnacipran dan Levimilnacipran.
Cara kerja sama, meningkatkan 5HT1A dan 5HT1D, menurunkan reseptor 5HT2A, paska
sinaps. Pada noradrenergic menurunkan ekspresi gen yang mempengaruhi BDNF dan
TRK-B (tyrosine receptor kinase-B) mood (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al.,
2018).

92
94 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
a. Venlafaxine
Venlafaxine merupakan inhibitor poten reuptake serotonin dan inhibitor terhadap
reauptake dopamine ringan. Pada dosis tinggi juga menghambat reuptake norepinefrin.
Kecepatan remisinya sedikit lebih baik dari SSRI. Hambatan Venlafaxine terhadap enzim
sitokrom P-450 minimal, waktu paruh sekitar 11 jam. Efek samping yang sering adalah
nausea, dizziness, insomnia, sedasi dan konstipasi. Pada dosis tinggi dapat meningkatkan
tekanan darah. Penggunaan off-label adalah untuk mengatasi autism, hot flashes, sindroma
nyeri, gangguan disforik premenstruasi dan PTSD mood (Baldessarini and Tarazi, 2001;
Donnel et al., 2018).

b. Duloxetine
Duloxetine menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin pada semua dosis.
Absorbsi obat terganggu oleh adanya makanan. Dalam darah terikat kuat oleh protein
plasma. Metabolisme terjadi di hepar, dan Duloxetine tidak boleh diberikan bila terdapat
insuffisiensi hepar. Ekskresi melalui ginjal sehingga tidak dianjurkan pada penyakit ginjal
stadium akhir. Waaktu paruh 12-15 jam, diberikan sekali sehari. Efek samping paling
sering adalah nausea, mulut kering dan konstipasi, dapat terjadi insomnia, dizziness,
ngantuk berkeringat, serta disfungsi seksual, jarang diare dan vomiting. Duloxetine
dianjurkan untukdepresi dengan anxietas, fibromyalgia dan nyeri neuropatikMilnacipran
dan levomilnacipran pada pemberian oral absorbsinya baik, eksresinya sebagian besar
dalam bentuk tidak berubah (Baldessarini and Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).

Serotonin Receptor Antagonist

Golongan ini merupakan kelompok campuran yang bekerja pada beberapa tempat.
Kelompok ini antara lain trazodon, nefazodon, bupropion, mirtazapin, dan mianserin. Obat
ini tidak lebih efektif dibandingkan dengan anti depresan trisiklik (ADT) atau SSRI, tetapi
mempunyai profil efek samping yang berbeda (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et
al., 2018).

a. Trazodone dan Nefazodone


Trazodone menghambat reseptor 5HT2 dan reseptor α1 adrenergik, sehingga
meningkatkan pelepasan serotonin. Nefazodone menghambat reseptor 5HT2. Kedua obat
berefek sedatif karena menghambat reseptor H1, dan trazodone dihubungkan dengan
priapisme. Trazodone tidak menimbulkan toleransi atau ketergantungan, Nefazodone

93
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 95
mendapat peringatan dari FDA karena hepatotoksik yang dapat fatal (Baldessarini and
Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
b. Mirtazapine dan Mianserin
Obat bekerja dengan menghambat reseptor 5-HT2 dan α2 adrenergik serta berefek
sedatif karena aktivitas antihistamin poten (menghambat reseptor H1) sehingga
menguntungkan untuk pasien depresi dengan insomnia. Mitazapine tidak berefek
antimuskarinik seperti ADT atau menimbulkan gangguan fungsi seksual seperti SSRI,
hanya meningkatkan nafsu makan dan menambah berat badan (Baldessarini and Tarazi,
2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).
c. Bupropion
Bupropion sruktur mirip amfetamin yang bekerja merangsang neurotransmisi
noradrenergik dan dopaminergik melalui penghambatan NET dan DAT. Waktu paruh
singkat sehingga diperlukan pemberian dosis lebih dari satu kali. Sifat unik adalah
bupoprion dapat mengurangi adiksi terhadap nikotin pada perokok. Efek samping pada
dosis tinggi adalah mulut kering, berkeringat, tremor dan kejang (Baldessarini and Tarazi,
2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).

C. Anti Depresan Trisiklik (ADT)

Golongan antidepresan pertama yang disintesis pada tahun 1940 adalah imipramin, dan
pada tahun 1948 digunakan sebagai anti depresi. Saat ini ADT tidak digunakan sebagai lini
pertama terapi depresi mengingat banyaknya efek samping yang serius. ADT digunakan hanya
bila SSRI atau SNRI tidak berefek (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Obat-obat anti depresi trisiklik berbeda dalam potensi dan selektivitas hambatan
ambilan kembali amin biogenik, sehingga efeknya berbeda: terhadap dopamin berefek
stimulasi, terhadap 5-HT berefek sedatif dan anti depresi, sedangkan terhadap norepinefrin
berefek anti depresi (Baldessarini and Tarazi, 2001; Batista, 2018; Donnel et al., 2018).

Penggolongan Anti Depresi Trisiklik


a) Amin sekunder: menghambat ambilan norepinefrin (NET), contohnya: desipramin,
nortriptilin, protriptilin, amoksapin dan maprotilin (Ludiomil®).
b) Amin tersier: menghambat ambilan serotonin, contohnya: imipramin (tofranil®),
amitriptilin, klomipramin, trimipramin, dan doksepin (Baldessarini and Tarazi, 2001).

94
96 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Farmakodinamik Anti Depresan Trisiklik
Mekanisme Kerja Anti Depresi Trisiklik terutama menghambat ambilan kembali
amin biogenik / neurotransmiter di terminal saraf / di otak (antagonis SERT dan NET),
sehingga terjadi potensiasi amin (norepinefrin, serotonin). ADT juga menghambat reseptor
histamine H1, 5HT2, α1 adrenergik, dan reseptor muskarinik, yang menyebabkan
terjadinya efek samping (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).
Sebagian efek anti depresi ADT mirip promazin, dengan prototipe adalah
Imipramin. Pengaruh pada SSP, pada orang normal menimbulkan rasa ngantuk, lelah,
perasaan tidak bahagia, perasaan tidak menyenangkan, meningkatkan rasa cemas, sukar
berkonsentrasi dan berpikir (mirip CPZ). Sebaliknya pada orang depresi Proses tidur
menjadi normal karena adanya efek sedatif (terutama amitriptilin, klomipramin), bangun
malam menurun, waktu fase 4 meningkat, waktu REM menurun dan peningkatan mood
setelah 2-3 minggu. Pada susunan syaraf otonom karena hambatan transport norepinefrin
dan antagonis muskarinik serta α1 adrenergik, maka akan timbul mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi dan retensi urin, yang terkuat adalah amitriptilin, sedangkan yang
terlemah adalah maprotilin dan trazodon. Pada kardiovaskuler menyebabkan hipotensi
postural, aritmia, sinus takikardia dan depresi konduksi jantung (trazodon minimal)
(Baldessarini and Tarazi, 2001).

Farmakokinetik:
Absorpsi baik sekali, terikat kuat pada protein plasma dan jaringan, metabolisme
di hepar, dengan oksidasi dan konjugasi, dan ekskresi melalui urin sampai 1 minggu
setelah obat dihentikan. Waktu paruh panjang, dapat diberikan dengan dosis sau kali sehari
(Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

Indikasi
Saat ini ADT digunakan dengan hati-hati karena dapat menginduksi terjadinya
aritmia dan masalah kardiovaskuler serius. Amin tersier seperti amitriptilin dan doxepin
pada dosis rendah sering digunakan untuk terapi insomnia dan beberapa kondisi nyeri,
terutama amitriptilin digunakan untuk mengobati nyeri kronik (nyeri neuropatik) dengan
penyebab yang tidak jelas (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

Efek Samping
Hambatan anti muskarinik: penurunan kognitif, pandangan kabur, mulut kering,
konstipasi, retensi urin, memperberat glaukoma dan epilepsi. Efek anti histaminergik
(reseptor H1): sedasi pada beberapa minggu pertama pengobatan. Peningkatan

95
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 97
katekolamin akibat efek simpatomimetik menyebabkan overstimulasi jantung yang
membahayakan. Efek simpatolitik menyebabkan hipotensi postural dan takikardia yang
sering merupakan masalah serius pada orang tua. ADT sering menyebabkan penambahan
berat badan. Pada beberapa orang dapat terjadi gangguan seksual seperti disfungsi ereksi
pada laki-laki atau anorgasme pada perempuan. ADT mempunyai indeks terapi sempit,
misalnya 5-6x dosis maksimal imipramin dapat fatal (Baldessarini and Tarazi, 2001;
Donnel et al., 2018).

Sediaan:
Amitriptilin tablet dan Imipramin tablet 10, 25 mg, dosis 75-100 mg/hari (Baldessarini and
Tarazi, 2001).

Penghambat M.A.O. / M.A.O.I.


MAO: MAO A dan B adalah enzim untuk proses deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria (proses degradasi) jaringan syaraf, usus dan hepar (terutama MAOA untuk
melindungi tubuh dari amin biogenic yang ada dalam makanan) . Dalam neuron yang
sedang istirahat, MAO berfungsi sebagai katup pengaman terhadap kelebihan
neurotransmitter. Penghambatan MAO oleh MAO inhibitor (MAOI) menyebabkan
epinefrin, norepinefrin, 5HT di otak meningkat dan terjadi stimulasi psikis. MAO A
terutama memetabolisme 5HT dan NE, tetapi juga dapat pada DA, sedangkan MAO B
efektif terhadap 5HT dan DA Penggunaan di bidang psikiatri sangat terbatas karena toksik
dan memerlukan banyak pembatasan makanan yang dikonsumsi (mengandung banyak
tiramin) (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

a. MAOI non selektif:


 pada MAOA dan MAOB secara irreversibel
 Derivat hidrazid: fenelzin, isokarboxazid
 Derivat non hidrazid: tranilsipromin
b. MAOI selektif:
 Moklobemid: pada MAOA , reversibel
 Selegiline: pada dan irreversibel, MAOA di sauran cerna tidak terganggu sehingga
kurang menimbulkan interaksi. Selegiline tersedia dalam bentuk transdermal untuk
terapi depresi (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

MAOI menghambat organ yang dipengaruhi amin simpatomimetik dan 5HT. Efek
samping M.A.O.I. adalah perangsangan SSP berlebihan, dapat merusak sel hepar dan dapat
96
98 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
terjadi MAOI dan SSRI tidak boleh diberikan secara bersamaan karena meningkatkan
risiko timbulnya sindroma serotonin yang membahayakan jiwa Juga bersama
fenilpropanolamin, amfetamin, obat anti hipertensi, dan levo-dopa Fenomena Tiramin,
yaitu terjadinya krisis hipertensi pada pasien yang diobati dengan MAOI tidak selektif
makan keju (mengandung banyak tiramin). Efek samping lain adalah mengantuk, hipotensi
ortostatik, pandangan kabur, mulut kering, disuria dan konstipasi (Baldessarini and Tarazi,
2001; Donnel et al., 2018).

D. Terapi Mania dan Gangguan Bipolar

Mania merupakan kebalikan dari keadaan depresi, yang ditandai dengan rasa
antusias dan rasa percaya diri yang tinggi, pola pikir dan bicara menjadi cepat, dan
gangguan judgment/ penilaian. (Catatan: Depresi dan mania berbeda dengan schizofrenia,
yang mempunyai gejala gangguan pikiran). Garam litium digunakan untuk profilaksis pada
pengobatan pasien manis depresif dan untuk pengobatan serangan mania. Obat ini 70-80%
efektif untuk pengobatan pasien mania dan hipomania. Litium tidak menimbulkan efek
pada orang normal, dan tidak bersifat sedatif, euforian atau depresan.
Mekanisme kerja menghambat inositol monofosfatase (IP-ase) dalam jalur PI
(fosfatidil inositol bifosfat) yang akan meningktkan IP3, mobilisasi Ca 2+, aktivasi PKC
(melalui jalur Gq-PLC-IP3-Ca2+) dan deplesi inositol intrasel. Penurunan inositol juga
terjadi pada asam valproat dan karbamazepin yang mempunyai efek mood stabilizer.
Garam litium diberikan secara oral dan hanya diekskresi oleh ginjal. Obat ini sangat toksik
dan mempunyai faktor keamanan dan indeks terapi yang sangat rendah, sebanding dengan
digitalis.

Efek samping dan toksisitas:


- toksik pada tiroid , SSP dan ginjal
- rasa capai , kelemahan otot , ataxia, tremor halus, dapat konvulsi
- nausea, vomit, diare
- Poliuria, polidipsia (rasa haus), dapat nephrogenik diabetes insipidus
- diffuse nontoxic goiter
- leukositosis
- reaksi allergi: dermatitis /vaskulitis.
Beberapa obat antiepilepsi seperti karbamazepin dan asam valproat dapat menghilangkan
beberapa gejala mania (Baldessarini and Tarazi, 2001; Donnel et al., 2018).

97
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 99
DAFTAR PUSTAKA

1. Baldessarini RJ; Tarazi FI. 2001. Drugs and Treatment of Psychiatric Disorders. Depression
and Anxiety Disorders. in Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics (Hardman J.G. & Limbird L.E.: editors). 10th edition. New York: McGraw Hill.
2. Batista CD. 2018. Antidepressant Agents. In Basic and Cliinical Pharmacology.14 th edition.
New York: McGraw Hill.
3. Donnel JMO, Bies RR, Shelton RC. 2018.Drug Therapy of Depression and Anxiety Disorders.
In Goodman & Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. (Brunton LL, Dandan
RH, Knollman BC: editors).13th ed. New York: McGraw Hill.

98
100 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 8
OBAT ANSIOLITIK
Lusiana Darsono

PENDAHULUAN

Ansietas merupakan keadaan jiwa di mana terjadi kecemasan, ketakutan, atau


kekhawatiran. Masalah ansietas dapat menyebabkan gangguan tidur dan fungsi lainnya.
Ansietas dapat terjadi tanpa penyebab spesifik, atau berdasarkan kepada realita tertentu
namun diekspektasi secara berlebihan sehingga menimbulkan kecemasan yang tidak
semestinya. Ansietas berat dapat berdampak serius pada kehidupan sehari-hari.
Penggunaan obat ansiolitik saat ini semakin meningkat karena kehidupan sosialitas
masyarakat semakin kompleks dengan permasalahannya.
Tujuan penggunaan obat ansiolitik : untuk terapi ansietas atau neurosis; sebagai anti
ansietas atau disebut juga tranquilizer minor.
Ansietas merupakan simptom dari psychiatric disorder; psikoneurosis
Simptom ansietas umumnya berhubungan dengan : depresi, panik, phobia, obsesi
kompulsif, eating disorder dan gangguan personaliti lain. Kadang penyakit primernya
tidak ditemukan. (Goodman&Gilmans’s, 2008)
Tetapi Obat ansiolitik tidak ditujukan untuk terapi psikosis
Ansiolitik digunakan untuk mengurangi ansietas
Sedativa berefek menurunkan aktivitas, memberikan efek tenang
Hipnotik untuk menginduksi tidur

Sifat umum Anti ansietas


 Memiliki sifat/efek hipnotik-sedatif
 Memiliki aktifitas pelemas otot sentral (beberapa obat)
 Berdampak menyebabkan habituasi dan ketergantungan fisik.
 Efek samping lebih ringan daripada obat anti psikotik

Golongan obat yang dapat digunakan sebagai terapi ansietas:


 Barbiturat
 Benzodiazepine
 Non Benzodiazepine: zolpidem,zaleplon,eszopiclone
99
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 101
 SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) anti depresan (fluoxetine,
paroxetine, sertraline)
 SNRI ( Serotonin/noradrenalin Reuptake inhibitor (venlafaxine, duloxetine) (Rang
et al., 2016)

Mekanisme Kerja obat ansiolitik


 mengaktifkan GABA (Gamma Amino Butyric Acid), adalah reseptor modulator :
inhibitor neurotransmiter umum di otak GABA,:
 menenangkan keadaan overaktivitas
 GABA  reseptor suatu pentameric ligand-gated chloride channel memperpanjang
frekuen opening Chloride channel

Golongan Barbiturat (Trevor and Walter L Way, 1998)


 Prototipe dari golongan ini adalah: Phenobarbital dan secobarbital
 Berikatan dengan reseptor GABA  pada sisi lain.
 Meningkatkan kerja GABA dengan memfasilitasi durasi /panjangnya pembukaan
chloride channel.
 Berpotensi menimbulkan abuse, overdosis sehingga kurang digunakan sebagai
ansiolitik
 Para ahli menilai sebagai obat kuno untuk terapi ansietas tetapi dapat bermakna untuk
terapi jangka pendek insomnia berat (short-term treatment of severe insomnia), tetapi
hanya jika setelah terapi dengan benzodiazepines or non-benzodiazepines gagal.
 Sekarang sudah jarang di resepkan lagi .
 Obat ini lebih berarti untuk seizure disorders
 Dosis rendah-medium akan mengurangi ansietas, dosis besar merangsang tidur bahkan
menginduksi anestesi. Terapi dengan barbiturate harus jangka pendek karena berisiko
dependensi psikologik dan fisikal (Leland Norman Holland and Michael patrick
Adams, 2003)

Meprobamate
 derivat propil alkohol (propanediol carbamate)
 Dulu sering digunakan sebagai anti ansietas
 Sekarang perannya banyak digantikan oleh benzodiazepin
Farmakokinetik
 Absorbsi : baik via GIT
 Kadar puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam

100
102 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Metabolisme : liver, metabolit inaktif
 Ekskresi : ginjal
Farmakologis
 Depresan SSP yang bersifat short acting ; sama dengan barbiturat (fenobarbital :
long acting)
 Meningkatkan tidur, tapi menurunkan fase REM
 Pelemas otot skelet
Efek samping
 Mengantuk, sering terjadi terutama dosis penuh
 Diskrasi darah : purpura, tapi jarang
 Habituasi dan ketergantungan fisik pada pemberian jangka panjang, bisa
menimbulkan gejala withdrawal, oleh sebab itu penghentian harus dengan cara
penurunan dosis secara graduil

Golongan Benzodiazepin (Trevor and Walter L Way, 1998)


Prototipe golongan ini adalah : diazepam
 Merupakan DOC untuk : ansietas, dengan indeks theurapeutik tinggi
 Pertama : Chlordiazepoxide (Librium )
 Diazepam (Valium )
 Clonazepam (Klonopin )
 Lorazepam (Ativan )
 Oxazepam (Serax )
 Clorazepate (Tranxene )
 Halozepam (Paxipam )
 Prazepam (Centrax )
 Alprazolam (Xanax)
 Midazolam (Versed )(anestetik)
 Flurazepam (Dalmane ), Triazolam( Halcion ), temazepam (Restoril ) ( Hipnotik
sedatif)

Farmakokinetik (Trevor and Walter L Way, 1998)


Benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna kecuali klorazepat (klorazepat baru diabsorpsi
sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil diazepam
(nordazepam).

101
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 103
Absorbsi: berdasarkan onset
 Cepat : diazepam, flurazepam, clorazepam
 Intermediate : triazolam, midazolam, aprazolam, clonazepam
 Lambat : oxazepam, prazepam, temazepam

Distribusi: bergantung aliran darah, tingkat konsentrasi, permeabilitas


Lipid soluble, melewati Blood Brain Barier. Kadar dalam plasma =kadar dalam otak CSF
Diazepam, triazolam lebih lipid solubel,sehingga onset lebih cepat
Ikatan protein plasma tinggi (albumin) (60-95 %); 70% (alprazolam) hingga 99%
(diazepam) bergantung dengan sifat lipofiliknya.
Vd (volume of distribution) benzodiazepin besar.
Pada pemberian IV atau per oral, ambilan benzodiazepin ke otak dan organ dengan perfusi
tinggi lainnya sangat cepat dibandingkan pada organ dengan perfusi rendah (seperti otot
dan lemak). Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan disekresi ke dalam ASI.

Metabolisme: melalui dealkilasi (fase 1) dan konjugasi (fase 2).


Di liver melalui enzim CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa membentuk metabolit yang aktif
sehingga waktu paruh lebih panjang
CYP3A4 dihambat oleh a.l. eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol, ketokonazol,
nefazodon dan sari buah grapefruit.
Benzodiazepin tertentu seperti oksazepam langsung dikonjugasi tanpa dimetabolisme
sitokrom P.
Secara garis besar, metabolisme benzodiazepin terbagi dalam tiga tahap: desalkilasi,
hidroksilasi, dan konjugasi glukoronid
Metabolisme di hati menghasilkan metabolit aktif yang memiliki waktu paruh lebih
panjang dibanding parent drug. Misalnya diazepam (t1/2 20-80 jam) setelah dimetabolisme
menjadi N-desmetil dengan waktu paruh eliminasi 200 jam.

102
104 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Metabolisme beberapa benzodiazepine

Gambar 1. Metabolisme Benzodiazepin


Sumber: (Trevor and Walter L Way, 1998)

Ekskresi: metabolit bersifat larut air melalui ginjal via ginjal !! bergantung pada HL
(HalfLife) eliminasi
Menurut lama kerjanya dibagi dalam 4 golongan:
- Senyawa yang bekerja sangat cepat
- Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem, zolpiklon
- Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam, temazepam
- Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam, diazepam, quazepam

Farmakodinamik
Benzodiazepin bekerja selektif pada reseptor GABA (Rang et al., 2016). Ada dua jenis
reseptor GABA, yaitu GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida
kompleks) terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan γ2.
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik subunit γ 2 sehingga pengikatan ini
menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam
103
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 105
sel menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan
sel sukar tereksitasi.
Efek utama:yg ditimbulkan benzodiazepin :sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan.
Efek perifernya: vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan blokade neuromuskular
(pada pemberian dosis tinggi).

Diazepam
 Onset cepat
 HL panjang
 Hangover
 Potential abuse (DEA)
 Dis-kontinua tidak boleh tiba-tiba , bisa timbul withdrawal symptom

Efek samping =CNS depresan=Respirasi tract


 Antidotum overdosis : Flumazenil
 Benzodiazepin lebih aman , CNS depresi lebih datar (grafik) dibandingkan dengan
barbiturat

Mekanisme kerja (Rang et al., 2016)


 Bekerja secara selektif pada reseptor GABAA
 Mengikat reseptor dekat GABA, yang merupakan mayor inhibitor neurotransmitter
 Dan meningkatkan afinitas GABA pada reseptor
 Meningkatkan respon GABA dengan fasilitasi frekuensi pembukaan channel chloride
 Mengatur masuknya chlorida ke dalam sel postsinaptik
 Peningkatan Chlorida akan menambah hiperpolarisasi  menghambat transmisi
sinaptik
 Memberi efek  clam/ tenang

Farmakologis (Rang et al., 2016)


 Efek SSP : berikatan dengan reseptor GABA, tetapi mekanisme belum jelas
Meningkatkan ambang kejang sehingga digunakan sebagai anti konvulsan,
terutama diazepam untuk status epileptikus
dan sebagai hipnotik : menginduksi tidur
 Efek terhadap jantung : minimal
 Efek pelemas otot sentral : mengurangi tonus otot

104
106 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Antegrade amnesia

Penggunaan terapi:
 Terapi ansietas akut, insomnia
 Sebagai hipnotik sedative ( dosis tinggi)
 Premedikasi anestetik: midazolam (parenteral)
 Sebagai amnestik (pada cardioversion)
 Penanganan kejang
 Terapi sindroma withdrawal alkohol
 Pelemas otot skelet sentral
 Terapi night terror
 Serangan panic (aprazolam)

Klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau suntikan diulan 2-4 jam dengan dosis
25-100 mg/hari dalam 2-4 pemberian.
Dosis diazepam 2-20 mg/hari; pemberian suntikan diulang 3-4 jam.
Klorazepat diberikan secara oral 30 mg/hari dalam dosis terbagi.

Efek samping
Efek toksis akibat overdosis akut
Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping a.l lemas, sakit kepala,
pandangan kabur, vertigo, mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada
dan inkontinensia.
Penggunaan kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya toleransi dan
ketergantungan/dependensi serta penyalahgunaan. Untuk menghindari efek tsb disarankan
pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala putus obat berupa insomnia dan ansietas.
Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul disforia, mudah tersinggung,
berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta pusing kepala. Oleh karena itu
penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.

Efek samping bergantung usia dan dosis : dapat terjadi.


 kepala ringan , lamban, inkoordinasi motorik, ataxia, drowsiness (ngantuk), sedasi
 Paradoks/ sebaliknya meningkatkan ansietas, psikosis terutama dosis tinggi
 gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung,
disartria, amnesia anterogard.

105
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 107
 Confusi (reversible) terutama orang tua
 Iregularitas menstruasi, anovulasi
* Overdosis : kadang fatal sampai dialisis
*Withdrawal simptom; influenza-like muscle aches, nausea
*Efek khusus lain :
 Triazolam : rebound insomnia
 Lorazepam, triazolam : induksi antegrade amnesia
 Flurazepam: residu sedasi pada siang hari (dosis tinggi 30 mg)

Penggunaan kronis berisiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan.


Untuk menghindari efek tsb disarankan pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu.
Gejala putus obat berupa insomnia dan ansietas.
Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul disforia, mudah tersinggung,
berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta pusing kepala.
Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.
Interaksi dengan
 Obat yang kerjanya dimetabolisme di Cytochrom P 450 (CYP)
 Enzim CYP dihambat oleh
 Jus grape ;
 Obat: ketokenazol, itraconazole, nefazodone, erythromycin,
 memperpanjang efek benzodiazepin, prolong efek
 Obat –obat yang menginduksi enzim CYP : rifampisin, carbamazepin, phenetoin
 pemberian bersama akan menurunkan efek
Benzodiazepin antagonis yg bersifat kompetitif misalnya Flumazenil digunakan untuk
antidotum overdosis benzodiazepine
Flumazenil bekerja dengan cepat dan efektif diberikan secara injeksi tetapi efeknya
berkahir hanya dalam 2 jam (Rang et al., 2016).

Non Benzodiazepine
* Zolpidem, zaleplon, eszopiclone
 Interaksi dengan GABA  reseptor
 Tidak menimbulkan toleransi
 Onset cepat
 Durasi : 4 jam
Ideal untuk penderita yang bangun di tengah malam dan tidak dapat tidur lagi
Tidak menyebabkan hangover (John W Dailey, 2004)

106
108 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Azapirones : Buspirone ( Buspar ) (Goodman&Gilmans’s, 2008)
 Suatu anti ansietas, yang tidak berhubungan baik secara kimia, farmakologi dengan
benzodiazepine, barbiturat, sedatif dan antiansietas lain
 Efektif untuk terapi GAD (Generalised Anxiety Disorder), tapi bukan phobia (Rang et
al., 2016)
 Mekanisme kerja : terbatas sebagai antidopaminergik (in Vivo), Buspirone mengikat
reseptor dopamin dan serotonin
 Merupakan suatu partial Agonist selektif reseptor serotonin postsinaps 5-HT1A , full
agonis presinaps 5-HT1A di hipokampus
 Tidak berikatan dengan reseptor benzodiazepine
 Tidak digunakan sebagai pelemas otot , anti konvulsan maupun hipnotik
 Tidak menginduksi efek ektrapiramidal
 Tidak menimbulkan toleransi dan withdrawal

Farmakokinetik
 Absorpsi : cepat dan sempurna via GIT
 Melalui first pass effect,
 Metabolisme : dengan cara Hidroksilasi menjadi metabolit aktif
 Ikatan protein tinggi
 Ekskresi melalui urine , HL : 4.8 jam
 Respon lambat sampai 2 minggu

Penggunaan terapi:
Terapi singkat untuk ansietas umum , 1-2 minggu
Efek samping : nausea, dizziness, headache, nervousness, Sweating, dry mouth (James M
Ritter, Lewis and Timothy G K Mant, 1999)

Efek samping lain jarang : palpitasi, takikardi, nyeri dada


Dosis besar menyebabkan : confusion , fatique/kelelahan, disforia
Potensi abuse: kecil
Dosis buspiron dapat diberikan 15 mg/hari dibagi 2 dosis. Dapat ditingkatkan 5 mg/hari
dengan selang interval 2-3 hari.
Buspar kurang menyebabkan sedasi dan dependensi. Kurang efektif dibandingkan dengan
benzodiazepin pada penderita yang sebelumnya diterapi dengan benzodiazepin.

107
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 109
Kontra indikasi
 Kehamilan dan Laktasi
 Gangguan hati dan ginjal berat
 Epilepsi
Interaksi obat :
 Alkohol
 CNS depresan lain (James M Ritter, Lewis and Timothy G K Mant, 1999)

Tabel 1. Farmakokinetik Benzodiazepin


OBAT DURATION KECEPATAN METABLIT ELIMINASI
OF ACTION ABSORPSI GIT ACTIF HALF-LIFE
(jam)
MIDAZOLAM Pendek Menengah Tidak 2.5
TRIAZOLAM Pendek Menengah Tidak 3
APLEZOLAM Menengah Menengah Tidak 14
LORAZEPAM Menengah Menengah Tidak 15
OXAZEPAM Menengah Lambat Tidak 10
TEMAZEPAM Menengah Lambat Tidak 15
CHLORDIAZEPOXIDE Panjang Menengah Ya 2-4
CLONAZEPAM Panjang Menengah Ya 2-3
CLORAZEPATE Panjang Cepat Ya 2-4
DIAZEPAM Panjang Cepat Ya 2-4
FLURAZEPAM Panjang Menengah Ya 2-3
HALAZEPAM Panjang Lambat Ya 2-4
PRAZEPAM Panjang Lambat Ya 2-4

Obat-obat untuk terapi ansietas umum dan/atau serangan panik


 Diazepam (valium): per oral 2-10 mg bid; 2-10 mg IM/IV, dapat diulang 3-4 jam
jika dibutuhkan.
 Aprazolam (Xanax) : ansietas po 0.25-0.5 mg tid; untuk seragan panic 1-2 mg tid.
 Buspiron (Buspar) : po 7.5-15 mg dosis terbagi, jika diperlukan dapat ditingkatkan
sampai 5 mg/hari tiap 2-3 hari ( maks 60 mg/hari)
 Chlordiazepoxide (Librium) : ansietas ringan : po 5-10 mg tid, IM/IV 50-100 mg
sebelum prosedur medik. Ansietas berat 20-25 mg tid, IM/IV 50-100 mg diikuti 25-
50 mg tid
 Clonazepam ( Klonopin): 5-10 mg/hari dosis terbagi (maks 4 mg/hr)

108
110 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Clorazepate (Tranxene) : po 15 mg/hari dapat ditingkatkan maks 60 mg/hari dosis
terbagi.
 Halazepam (Paxipam): po 20-40 mg/hari tid
 Lorazepam (Ativan) : po 2-6 mg/hari dosis terbagi ( maks 10 mg)
 Oxazepam ( Serax) : po 10-30 mg/hari tid
 Obat2 tesebut hanya digunakan untuk short term.

Obat-obat yang digunakan untuk terapi insomnia (hipnotik)


 Benzodiazepine : short acting (lorazepam, Temazepam) ; long acting (diazepam)
untuk insomnia yang berhubungan dengan ansietas harian
 Zaleplon, zolpidem, zopiclone : short acting hipnotik
 Chlormethiazole : modulator GABA
 Melantonin reseptor agonis : Melantonin dan Ramelteon suatu agonis reseptor
MT1 dan MT2, efektif untuk insomnia pada dewasa dan anak autistik
 Orexin reseptor antagonis : Suvorexant , antagonis reseptor OX1 dan OX2,
berperan pada siklus diurnal, Orexin tinggi pada siang hari dan rendah pada malam
hari sehingga mengurangi kelemahan.
 Antihistamin (difenhidramin, prometasin) , menginduksi tidur; Dopexine ( suatu
SNRI anti depresan), antigonis reseptor H1 dan H2 juga dapat digunakan untuk
terapi insomnia (Rang et al., 2016)

Obat lain yang digunakan sebagai ansiolitik


-adrenoceptor antagonis :
 propanolol mengurangi manifestasi otonom seperti takhikardi, tidak bekerja
sentral
 Barbiturat  efek sedasi tapi tidak digunakan jangka panjang karena letal efek
dari overdosis, induksi toleransi dan dependensi (John W Dailey, 2004)

Hydroxyzine
Hydroxyzine (Atarax) suatu antihistamin kuno, yang disetujui penggunaan klinik oleh
FDA tahun 1956. Selain sifat antihistamin, juga mempunyai sifat ansiolitik sehingga dapat
digunakan sebagai terapiansietas dan tension, juga digunakan sebagai premedikasi
anestesia karena sifat sedativnya atau untuk induksi sedasi setelah anestesi. Menunjukkan
efektiftas sama seperti benzodiazepines pada terapi gangguan ansietas umum dengan efek
samping yang lebih sedikit (John W Dailey, 2004).
109
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 111
Chlorpheniramine and Diphenhydramine (Benadryl) dilaporkan juga memiliki sifat
ansiolitik sedang (off-label use). Obat ini disetujui FDA untuk allergies, rhinitis, and
urticaria.

Terapi Herbal
Herbal tertentu seperti St. John's wort, valerian roots (Valeriana officinalis), Melatonin,
kava (Kava Kava), chamomile, Kratom, Blue Lotus extracts, Sceletium tortuosum (kanna),
Common Skullcap and bacopa monniera dikenal mempunyai efek ansiolitik
Peneliti dari Brazil menemukan bahwa cannabidiol (suatu bahan penyusun dari marijuana;
disebut sebagai CBD) menjadi anti-psychotic dan anxiolytic efektif
Pineapple sage, or salvia elegans, digunakan sebagai terapi ansietas pada orang Mexico
traditional (Kester et al., 2007) (Leland Norman Holland and Michael patrick Adams,
2003)

Terapi lain
Psychotherapy (e.g. cognitive or behavior therapy) sering bermanfaat sebagai terapi
tambahan / pembantu atau alternatif terapi’

Beberapa contoh Preparat anti ansietas yang beredar di Indonesia :


 Alprazolam: oral : 0.25 ; 0.5 ; 1; 2 mg ( Xanax, zypras )
 Chlordiazepoxide ( libriumcetabrium, dll)
oral 5 ;10;25 mg tablet, capsul .
parenteral : 100 mg powder untuk injeksi
 Clorazepate (Tranxene)
Oral : 3,75 ; 7,5 ; 15 mg tab, capsul
Oral sustain release : 11,25 ; 22,5 mg tab
 Clonazepam ( Klonopin)
Oral : 0,5 ; 1 ;2 mg tab
 Diazepam ( generik, valium, stesolid, valisanbe dll)
Oral : 2 ; 5 ;10 mg , 5mg/5 ml , 5 mg / ml
Oral sustain realease : 15 mg capsul
Parenteral : 5 mg/ml
 Clobazam (frisium),
Oral ; 10 mg
 Lorazepam ( Ativan )
Oral : 0,5 ; 1 ; 2 ; mg
110
112 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Bromazepam : 1,5 ; 3 ; 6 mg (Lexotan
 Oxazolam ( serenal 10 ) : 10 mg
 Midazolam ( Versed) parenteral 1.5 mg/ml (1,2,5,10 ml) vial
 Buspirone 10 mg: Trans –Q ; Xiety :
 Benzodiazepin antagonis : Flumazenil parenteral 0.1 mg/ml,IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Goodman&Gilmans’s (2008) Manual of Pharmacology and Therapeutics. Drug


therapy of depression and anxiety disorders. Edited by L. L.Brunton and K.
L.Parker. USA: McGrawHill Medical.
2. James M Ritter, Lewis, L. D. and Timothy G K Mant (1999) A Textbook of clinical
Pharmacology. Anxiolytics. Fourth. London: Arnold.Hodder Headline Group.
3. John W Dailey (2004) Modern Pharmacology with Clinical Applications. Sixth.
Edited by Charles R. Craig and R. E. Stitzel. Lippincott Willisms &Wilkins.
4. Kester, M. et al. (2007) Elsevier’s Integrated Pharmacology. China:
Elsevier”s.Mosby.
5. Leland Norman Holland and Michael patrick Adams (2003) Core Concepts in
Pharmacology .Central Nervous system. depressants. New Jersey: Prentice Hall.
6. Rang, H. . et al. (2016) Pharmacology. eight.
7. Trevor, A. J. and Walter L Way (1998) Basic & Clinical Pharmacology. Seventh.
Edited by Bertram G Katzung. USA: Appleton & Lange Prentice Hall.

111
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 113
114 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 9
OTAK DAN PERILAKU
Hilda Puspa Indah

Otak manusia terdiri dari struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar
1.350cc dan terdiri dari 100 juta sel saraf atau neuron. Otak memiliki fungsi mengatur dan
mengkoordinasikan sebagian besar, gerakan, sifat dan fungsi tubuh homeostasis seperti
denyut pada jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan dan suhu tubuh. Otak juga
bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik
dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak terbentuk dari dua jenis sel: glia dan neuron.

Sistem Saraf Utama


Sistem saraf pusat: Terdiri atas :
 Otak
 Sumsum tulang belakang
 Sistem saraf tepi
 Tersusun atas penerima dan penyalur pesan sensoris dari organ sensoris ke otak
dan tulang belakang dan penyalur pesan dari otak atau tulang belakang ke otot
maupun kelenjar
Bagian Sistem Saraf Pusat
• Batang Otak:
a) Medula
b) Pons
c) Serebelum
• Bagian Tengah: terdapat Sistem Aktiviasi Retikuler
• Bagian Depan:
a) Serebrum
b) Thalamus
c) Hipotalamus
d) Sistem Limbik

112
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 115
Gambar 1. Struktur otak manusia

a) Serebrum
Seringkali dikenal dengan otak besar merupakan pusat dari beberapa kegiatan yang
terpusat pada beberapa lobus
 Lobus Frontal  Berpikir, perencanaan, penyusunan
 Lobus Parietal  Berpikir dan pengaturan memori
 Lobus Temporal  persepsi suara dan bunyi
 Lobus Occipital  membantu koordinasi penglihatan

b) Talamus
Menyalurkan informasi yang masuk ke bagian-bagian penting dalam otak.
misalnya: Ketika membaca  info melewati Talamus dahulu sebelum sampai pada kulit
otak. Lalu Talamus menyalurkannya pada bagian otak yang kompeten Ada kalanya
Talamus langsung menyampaikan informasi pada amigdala sehingga informasi itu
ditanggapi secara cepat dan emosional.
c) Hipotalamus
Merupakan bagian dari otak yang merupakan pusat lapar, kenyang, perilaku seksual,
pengatur keseimbangan tubuh: suhu, tekanan darah dan detak jantung. Juga berperan
penting dalam emosi dan respons terhadap stress, mengingat peran khususnya dalam
memobilisasi tubuh untuk bereaksi terhadap stress. Kerusakan pada salah satu nuclei yang
terdapat dalam hipotalamus akan menyebabkan gangguan pada perilaku yang berkaitan
dengan motivasi, misalnya : makan, minum, pengaturan suhu tubuh, perilaku seksual atau
tingkat aktivitas tubuh

113
116 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
d) Sistem Limbik
Atau limbus yang dalam Bahasa Latin berarti “batas” Berperan penting khususnya
untuk pengaturan motivasi dan emosi, contohnya seperti makan, minum, aktivitas seksual,
kegelisahan dan perilaku kasar
Sistem limbik terdiri dari : struktur bulbus olfaktori, hipotalamus, hipokampus, amigdala,
dan girus singulat korteks serebrum

Bagian Sistem Saraf Tepi


Merupakan system saraf yang menghubungkan otak dengan dunia luar. Terdapat 2
bagian utama dari system saraf tepi :
1. Sistem Saraf Somatik
2. Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf somatik


Menyalurkan pesan-pesan tentang penglihatan, suara, bau, suhu, posisi tubuh dan
lain-lain ke otak. Pesan-pesan dari otak dan tulang belakang pada system saraf somatic,
mengatur gerakan tubuh yang bertujuan, seperti : mengangkat lengan, berkedip, berjalan,
bernapas dan gerakan-gerakan halus yang menjaga postur dan keseimbangan tubuh. Saraf
sensorik dari system somatic mengirimkan informasi tentang stimuli eksternal dari
kulit,otot, dan sendi ke system saraf pusat. Dengan demikian, seseorang bisa menyadari
adanya nyeri, tekanan dan variasi temperature

Sistem saraf otonom


Terdiri dari neuron-neuron yang menerima dan mengirimkan informasi dari dan ke
jantung, usus, dan organ-organ lain. Sistem saraf otonom tersusun atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem saraf simpatis yang mengendalikan respon reflek “fIght or flight” agar tubuh
dipersiapkan memberi respons pada lingkungan yang berbahaya dan tiba-tiba
2. Sistem saraf parasimpatis yang mengembalikan tubuh ke kondisi semula setelah
refleks fight or flight
Sistem saraf simpatis lebih banyak terlibat dalam memberikan respons emosional.
Sedangkan saraf parasimpatis seringkali merupakan kebalikan dari saraf simpatis
Saraf simpatis lebih banyak terlibat dalam proses memobilisasi sumber daya dalam
tubuh pada saat stress, seperti mengambil energi dari sumber penyimpanan untuk
mempersiapkan seseorang menghadapi ancaman / bahaya yg besar

114
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 117
Neuron
Unit fungsional dasar dan system saraf. Otak mengandung kira-kira 1011 neuron. Neuron
terdiri dari :
 Badan sel atau soma
 Akson
 Dendrit
 Sinaps

Gambar 2. Neuron

Neuron merupakan bagian otak yang berperan terhadap kemampuan belajar dan
berfungsinya mental individu. Neuron merupakan tempat emosi, intelegensi, dan afeksi
individu. Segala aktifitas mental yang dilakukan oleh individu, seperti merekam,
mengingat, berpikir, persepsi, problem solving, dan aktifitas mental lainnya, sangat
ditentukan oleh berfungsi tidaknya neuron ini (terjadi tidaknya hubungan antar neuron
yang mengantarkan neurotransmitter). Jumlah sel neuron tidak akan bertambah bahkan
akan berkurang seiring bertambahnya usia individu. Jika terjadi kerusakan sel-sel neuron,
maka tidak dapat diperbarui karena sifatnya yang degeneratif atau irreversibel.
Glia merupakan tempatnya melekatnya neuron. Neuron jumlahnya jutaan pada otak
dan terdiri dari dua bagian, yaitu: dendrit dan akson. Dendrit yang jumlahnya 200-300 di
setiap neuron, berfungsi menerima neurotransmitter (zat-zat kimia dalam otak yang
berperan dalam pembentukan perilaku) dari sebuah neuron untuk diteruskan ke neuron
yang lain melalui akson. Hubungan antar beribu-beribu neuron dalam otak kemudian
disebut dengan sistem syaraf. Pada manusia, untuk memproduksi sel syaraf dalam jumlah
yang besar dan mencapai puncak perkembangan otak yang sempurna diperlukan
setidaknya 250.000 neuron baru setiap detiknya.
115
118 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Glia
Sel neuron di dalam system saraf pusat  glia (sel glia, neuroglia, makroglia)
Tipe sel glia di system saraf pusat :
1. Astrosit
2. Oligodendrosit
3. Sel epindemal
4. Mikroglia
Banyak penelitian jaringan otak postmortem pada pasien skizofrenia  korelasi antara
jaringan parut sel glia.
 Fungsi sel Glia : menunjang dan melingungi neuron
 Fungsi sel neuron: membawa informasi dalam bentuk impuls listrik yang di kenal
sebagai potensial aksi.
Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan
berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini
dikirimkan pada celah yang di kenal sebagi sinapsis.

Neuron paling banyak ditemukan pada korteks serebri atau otak besar. Korteks
serebri atau otak besar memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap bagian otak yang
lain dan juga terhadap perilaku-perilaku individu. Korteks serebri berfungsi sebagai
pemproses informasi yang berasal dari reseptor panca indera, reseptor gerak pada tulang,
sendi dan otot gerak, serta informasi yang berasal dari thalamus, sistem limbik, basal
ganglia, dan serebelum. Korteks serebri terdiri dari korteks somatosensoris, korteks
motoris, korteks berpikir, dan korteks limbik.
Lingkungan diyakini memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perkembangan otak (kematangan syaraf). Pengalaman individu merupakan aspek
lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan otak individu.
Pengalaman akan membantu aktifitas hubungan antar neuron. Chemoaffinity
hypothesis merupakan sebuah konsep yang menjelaskan jika sel-sel syaraf atau akson dan
dendrit (neuron) akan memberikan sinyal atau perintah bagi otak tentang arah mana yang
benar dan seharusnya dituju oleh individu, dan hal ini dibentuk oleh pengalaman. Selain
itu, budaya sebagai bagian dari lingkungan manusia, juga membantu perkembangan otak
manusia.
Luka yang terjadi pada otak dapat pula mempengaruhi perkembangan otak.
Beberapa jenis luka pada otak yang terjadi pada awal masa pertumbuhan diyakini menjadi
penyebab terjadinya gangguan perilaku yang kronis seperti retardasi mental atau serebral
palsy. Misalnya, seorang anak yang jatuh dari tempat tidur maka besar kemampuan

116
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 119
kognitifnya akan berkurang, perilakunya terganggu, dan keadan tersebut akan dibawanya
hingga dewasa.

Komunikasi antar sel


1. Sinyal elektrik
2. Neurotransmitter
3. Hormon

Neurotransmitter = The brain’s chemical messenger

 Asetilkolin, terkait dengan memori, konstraksi otot dan proses pembelajaran


(kognitif). Kurangnya asetilkolin di otak dapat menimbulkan Penyakit Alzheimer
 Endorfin, terkait dengan pembentukan emosi dan persepsi nyeri. Tubuh
menghasilkan endorphin sebagai respons terhadap ketakutan atau trauma. Senyawa
messenger ini menyerupai opium seperti morfin bahkan lebih kuat efeknya.
Endorfin adalah Pereda nyeri (pain killers) alami pada tubuh
 Dopamin, terkait dengan pola piker (thought), “energizer” alami otak dan rasa
senang. Defisit dopamine terkait dengan munculnya Penyakit Parkinson,
sedangkan Skizofrenia terkait dengan kelebihan dopamine
 Norepinefrin, merupakan neurotransmitter yang menstimulasi penyediaan energi
mental dan fisik dapat juga menciptakan kecemasan.
 Epinefrin, merupakan suatu neurotransmitter eksitasi yang berperan dalam keadaan
kesiagaan dan kemampuan berkonsentrasi
 Serotonin, membuat pikiran relaks dan menjaga emosi agar terkendali, dan juga
untuk mengatasi migraine, kecemasan dan insomnia
 Gamma Amino Butyric Acid (GABA), merupakan neurotransmitter penghambat
utama. Kekurangan GABA dapat menyebabkan kecemasan dan tremor
 Glutamat, merupakan neurotransmitter eksitasi terbanyak dalam otak. Salah satu
fungsi glutamate terkait dengan Penyakit Parkinson dan Alzheimer.
 Feniletilamina (PEA), merupakan neurotransmitter yang terkait dengan naik-
turunnya energi dan suasana hati. Dalam kadar rendah terkait ADD dan ADHD,
sedangkan pada kadar tinggi terkait dengan Skizofrenia

117
120 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Brain plasticity = Neuroplastisitas
Kemampuan otak untuk berubah dan menyesuaikan sebagai akibat dari pengalaman
Pada penelitian modern menunjukkan bahwa otak terus membuat jalur neuron baru
dan berubah setiap mendapatkan pengalaman baru, belajar informasi baru, dan
menciptakan memori baru. Hormon dalam tubuh juga menentukan bagaimana neuron
berkembang dan bekerja.
Sebagai contoh, hormon testosterone bisa mengubah struktur sel-sel syaraf di banyak
lokasi korteks, yang kemudian mempengaruhi bagaimana proses kognitif seseorang.
Berikut ini beberapa gangguan psikologi yang terjadi karena adanya gangguan pada otak:
• Cerebral Palsy: terjadi gangguan perkembangan sistem syaraf yang menyebabkan
gangguan pada kerja motorik
• Romanian Orphans: gangguan perkembangan otak yang menyebabkan gangguan
intelektual dan sosial skill
• Schizophrenia: gangguan pada kerja neuron yang menyebabkan gangguan pada
kerja emosi, afeksi, dan psikomotorik. Ditemukan pula jika lobus frontalis
penderita schizophrenia jauh lebih kecil dibanding orang normal (kerja neuron
terhambat)
• Mental Retardation: gangguan intelektual yang disebabkan oleh perkembangan
otak yang terhambat. Penderita MR lebih sedikit aktifitas konseksi neuronnya
dibanding orang normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Sadock, Textbook of Psychiatry
2. Stahl, Essential Psychopharmacology
3. Buku Psikiatri UI

118
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 121
122 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 10
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Hilda Puspa Indah

Pada awal perkembangan psikiatri, gangguan organik dipisahkan dengan gangguan


fungsional (non-organik). Neurologi bersinggungan dengan gangguan organik sedangkan
psikiatri akan bersinggungan dengan gangguan fungsional.
Pengetahuan tentang gangguan mental organik berkembang terus hingga kini. Dalam
DSM IV gangguan mental organik diubah menjadi gangguan kognitif, pada DSM V
gangguan kognitif diganti dengan gangguan neurokognitif. Alasan penggantian ini karena
pada gangguan fungsional masih mungkin ditemukan adanya kelainan biologis yang
diketahui dengan adanya kelainan neurotransmitter. Kelainan ini ditemukan dengan
dilakukannya pemeriksaan neurodiagnostik. Oleh karena itu sangatlah sulit memisahkan
antara organik dan fungsional murni. Sebagai contoh: pada setiap gangguan fungsional
mempunyai kelainan pada komponen biologis, dibuktikan dengan semakin majunya
berbagai pemeriksaan dan pengetahuan mengenai neurologi dasar yang menunjukkan
adanya kelainan secara molekuler pada gangguan fungsional.
Dari penjabaran tersebut, dapat ditarik simpulan gangguan non organik termasuk
gangguan jiwa aka nada kelainan struktural yang mendasarinya, yang muncul dalam
bentuk kelainan fungsi atau regulasi tubuh.

A. Gangguan Kognitif
Seluruh kelainan yang masuk dalam klasifikasi ini antara lain delirium, demensia,
dan gangguan amnesia. Semua gangguan ini memberikan gejala adanya gangguan pada
daya ingat, bahasa, dan perhatian; atau terjadi gangguan kognitif.

1. Delirium
Gambaran klinis gangguan delirium adalah gangguan kesadaran yang onsetnya tiba-
tiba (dalam hitungan jam atau hari) yang secara perkembangan gangguannya fluktuatif dan
perburukannya sangat cepat. Delirium adalah sebuah gejala dan bukan merupakan
penyakit. Penyebabnya beragam, baik sentral maupun sistemik, ada tingkat penurunan

119
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 123
kesadaran tertentu, sindroma gangguan otak yang akut, ensepalopati metabolik, psikosis
toksik, dan kegagalan otak yang akut.

Pada tingkat klinik dibutuhkan ketelitian identifikasi dan perbaikan penyebab yang
mendasari gangguan, serta diperlukan hubungan antara perkembangan delirium yang
berhubungan dengan komplikasi lainnya seperti, kecelakaan yang menyebabkan trauma
otak sehingga menyebabkan kesadaran berkabut atau gangguan koordinasi atau
ketidakperluan dalam penggunaan fiksasi fisik. Ketelitian ini sangat penting agar
kesalahan diagnosis yang dapat berakibat fatal bagi pasien dapat dihindari

Epidemiologi
Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit; diduga sekitar 10-15%
pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15-25% pasien rawat medik umum
pernah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit. Juga diperkirakan sekitar 30%
pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah mengalami delirium. Yang tertinggi
yaitu 90% ditemukan pada pasien post cardiotomy. Pada anak biasanya disebabkan karena
trauma otak, penggunaan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris, dan malnutrisi.
Biasanya adanya delirium merupakan tanda bahwa prognosis gangguan akan buruk.

Etiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat (misalnya epilepsi),
penyekit sistemik (misalnya gagal jantung), dan intoksikasi atau withdrawal obat-obatan
atau zat toksik. Oleh karena itu ketika mengevaluasi pasien yang delirium, setiap klinisi
berasumsi bahwa setiap obat yang masuk sebelum pasien delirium dapat menjadi penyebab
delirium. Terdapat berbagai hipotesis yang menjelaskan mengenai kondisi ini, namun yang
terutama adalah hipotesis mengenai peranan neurotransmitter. Pada delirium, ternyata
terjadi penurunan asetilkolin yang memengaruhi formatio reticularis. Selain asetilkolin,
diketahui juga bahwa serotonin dan glutamate berperan pada kejadian delirium.
Penyebab lain adalah toksisitas obat, terutama pemicu antikolinergik (contohnya
amitriptilin, doksepin, imipramin, thioridazin, dan klorpromazin) yang sering digunakan
dalam psikiatri.
Berbagai penyebab spesifik terjadinya delirium antara lain:
 Efek atau interaksi obat  Intoksikasi atau Putus Zat
 Infeksi
 Cedera kepala

120
124 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Metabolic disarray, contohnya:
- Keseimbangan asam basa - Abnormalitas kadar gula darah
- Dehidrasi - Narkosis Karbondioksida
- Malnutrisi - Environmental factors; intensive
- Ketidakseimbangan elektrolit care unit psychosis
- Ensepalopati uremik - Anemia berat
- Ensepalopati Hepatik - Endocrine dysfunction
- Hipovolemi - Sleep deprivation

 Cerebrovascular insufficiency:
- Congestive heart failure
- Arithmia
- Transient iskemia
- Acute CVA
- Postperative states; postcardiotomy delirium

Kriteria Diagnosis (menurut ICD X + PPDGJ III)


 Adanya gangguan kesadaran, dalam bentuk penurunan kewaspadaan di lingkungan.
Individu biasanya akan mengalami gangguan perhatian dalam bentuk sulit fokus, sulit
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
 Adanya defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa, atau gangguan persepsi
yang sesuai dengan gangguan kognitif yang tidak disebabkan oleh keadaan demensia.
 Adanya hipoaktivitas atau hiperaktivitas. Kondisi ini menunjukkan gangguan pada
psikomotor. Gejala yang muncul pada dalam bentuk mudah beralihnya aktivitas yang
sedang dikerjakan tanpa dapat diduga, terjadi penambahan atau pengurangan arus
pembicaraan, atau mudah terkejut untuk berbagai hal.
 Adanya keluhan sulit tidur (insomnia) atau bahkan tidak tidur sama sekali. Pada
beberapa individu didapatkan siklus tidur yang berlawanan dengan orang normal
(mengantuk siang hari). Kondisi ini biasanya memburuk di malam hari karena keluhan
mimpi buruk dan terkadang berlanjut menjadi halusinasi saat bangun.
 Adanya gejala depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia, apatis dan rasa kehilangan
akal, yang menunjukkan kelainan emosi.

121
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 125
Klasifikasi Delirium yaitu:
a. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
 Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
 Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
 Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
 Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya)

Kriteria Diagnosis (menurut ICD X + PPDGJ III)


 Adanya gangguan kesadaran, dalam bentuk penurunan kewaspadaan di lingkungan.
Individu biasanya akan mengalami gangguan perhatian dalam bentuk sulit fokus, sulit
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
 Adanya defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa, atau gangguan persepsi
yang sesuai dengan gangguan kognitif yang tidak disebabkan oleh keadaan demensia.
 Adanya hipoaktivitas atau hiperaktivitas. Kondisi ini menunjukkan gangguan pada
psikomotor. Gejala yang muncul pada dalam bentuk mudah beralihnya aktivitas yang
sedang dikerjakan tanpa dapat diduga, terjadi penambahan atau pengurangan arus
pembicaraan, atau mudah terkejut untuk berbagai hal.
 Adanya keluhan sulit tidur (insomnia) atau bahkan tidak tidur sama sekali. Pada
beberapa individu didapatkan siklus tidur yang berlawanan dengan orang normal
(mengantuk siang hari). Kondisi ini biasanya memburuk di malam hari karena keluhan
mimpi buruk dan terkadang berlanjut menjadi halusinasi saat bangun.
 Adanya gejala depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia, apatis dan rasa kehilangan
akal, yang menunjukkan kelainan emosi.

122
126 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Klasifikasi Delirium yaitu:
b. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
 Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
 Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
 Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya.

Kriteria Diagnosis (menurut ICD X + PPDGJ III)


 Adanya gangguan kesadaran, dalam bentuk penurunan kewaspadaan di lingkungan.
Individu biasanya akan mengalami gangguan perhatian dalam bentuk sulit fokus, sulit
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
 Adanya defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa, atau gangguan persepsi
yang sesuai dengan gangguan kognitif yang tidak disebabkan oleh keadaan demensia.
 Adanya hipoaktivitas atau hiperaktivitas. Kondisi ini menunjukkan gangguan pada
psikomotor. Gejala yang muncul pada dalam bentuk mudah beralihnya aktivitas yang
sedang dikerjakan tanpa dapat diduga, terjadi penambahan atau pengurangan arus
pembicaraan, atau mudah terkejut untuk berbagai hal.
 Adanya keluhan sulit tidur (insomnia) atau bahkan tidak tidur sama sekali. Pada
beberapa individu didapatkan siklus tidur yang berlawanan dengan orang normal
(mengantuk siang hari). Kondisi ini biasanya memburuk di malam hari karena keluhan
mimpi buruk dan terkadang berlanjut menjadi halusinasi saat bangun.
 Adanya gejala depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia, apatis dan rasa kehilangan
akal, yang menunjukkan kelainan emosi.

123
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 127
Klasifikasi Delirium yaitu:
c. Akibat Kondisi Medis Umum (KMU).
Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Selain itu, yang paling penting adalah adanya bukti riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kelainan fisiologik
langsung.
Kondisi yang mendasari tersebut dapat bersifat fokal atau sistemik, misalnya:
 Penyakit pada sistem syaraf pusat, seperti trauma kepala, tumor, pendarahan,
hematoma, abses, nonhemoragik stroke, transien iskemia, kejang, migrain, dan lain
sebagainya
 Penyakit sistemik, meliputi infeksi, ketidakseimbangan cairan (termasuk yang
disebabkan oleh luka bakar), defisiensi nutrisi, nyeri tidak terkontrol, heat stroke,
atau kondisi yang timbul akibat perbedaan ketinggian (> 5000 meter)
 Kelainan metabolik, mencakup kadar elektrolit dan glukosa darah
 Penggunaan obat-obat tertentu (contoh steroid, terapi untuk jantung, antihipertensi,
antineoplasma, antikolinergik, SNM, sindrom serotonin, dan lain sebagainya)
 Kelainan pada paru, seperti PPOK, hipoksia, atau ketidakseimbangan asam basa
 Kelainan pada jantung, seperti gagal jantung, aritmia, infark jantung, atau akibat
tindakan pembedahan jantung
 Kelainan pada hepar, kondisi infeksi maupun fungsional
 Kelainan pada ginjal, seperti gagal ginjal hingga kondisi uremia
 Kelainan endokrin, contohnya gangguan pada kelenjar adrenal, kelenjar tiroid, dan
kelenjar paratiroid
 Kelainan darah, seperti anemia, leukemia, atau diskrasia

d. Akibat penggunaan Zat, terbagi atas:


 Akibat Intoksikasi Zat  kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan
kesadaran sesuai kriteria diagnosis di atas dan gangguan kognisi yang
berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi dalam satu hari. Yang
terpenting adalah bahwa etiologi kondisi ini adalah berhubungan dengan zat,
juga gangguan kesadaran dan kognisi tersebut terjadi selama intoksikasi zat/
penggunaan medikasi.
 Akibat Putus Zat  kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran
sesuai kriteria diagnosis di atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam
periode singkat juga berfluktuasi dalam satu hari. Yang terpenting adalah

124
128 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
bahwa hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
membuktikan gangguan kesadaran dan kognisi terjadi selama atau segera
setelah putus zat

e. Akibat Etiologi Beragam


Kondisi ini memperlihatkan adanya gangguan kesadaran sesuai kriteria diagnosis di
atas dan gangguan kognisi yang berkembang dalam periode singkat juga berfluktuasi
dalam satu hari. Yang terpenting adalah bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh
gabungan beberapa etiologi, contoh dua kondisi medis umum, satu kondisi medis
umum disertai intoksikasi zat, atau satu kondisi umum disertai efek samping obat.

f. Delirium yang tidak dapat Dispesifikasi


Diagnosis ini digunakan untuk menjelaskan kondisi menyerupai delirium, namun
kriteria diagnosisnya tidak terpenuhi. Contohnya apabila kemungkinan etiologic
akibat kondisi medis umum atau penyalahgunaan zat namun tidak cukup bukti untuk
menegakkan etiologi spesifiknya. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah kondisi yang
disebut dengan deprovasi sensorik.

Gambaran Klinis
Keluhan utama biasanya berupa kesadaran yang berkabut, terjadi akut, dan sebagian besar
diawali perubahan pola tidur, kelelahan yang sulit dijelaskan (gejala prodromal), mood
yang berfluktuasi, fobia terhadap tidur, gelisah, cemas, dan mimpi buruk yang sering
muncul.
Keluhan lain yang muncul berupa:
 Gejala prodromal, berupa rasa lelah, cemas, iritabel, kesulitan tidur
 Hiperaktivitas (terutama berhubungan dengan sindrom putus zat, gejala yang
muncul berupa flushing, berkeringat, takikardia, nausea, hipertimia dan lain-lain)
atau hipoaktivitas (kondisi dan gejala menyerupai kondisi depresi, terjadi
penurunan aktivitas)
 Kesulitan mempertahankan, memusatkan dan mengalihkan perhatian.
 Gangguan orientasi (disorientasi), bila ringan biasa hanya terkait waktu. Bila berat
bisa terjadi disorientasi tempat dan orang juga.
 Gangguan dalam berbahasa atau inkoheren saat bercakap-cakap. Bahkan terkadang
disertai dengan penurunan daya ingat dan fungsi kognitif
 Seringkali disertai halusinasi visual dan halusinasi auditorik

125
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 129
 Gangguan emosi dalam bentuk rasa marah, rasa takut yang tidak beralasan,
mengamuk. Gangguan emosi/ mood ini dapat berubah-ubah sepanjang hari
 Gangguan pola tidur, biasa yang dikeluhkan adalah agitasi pada malam hari dan
masalah perilaku pada saat waktu tidur. Kondisi ini dikenal sebagai Sundowning.
 Gangguan bidang neurologi berupa disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan
inkontinentia urie.

Diagnosis banding
Kondisi delirium biasa didiagnosis banding dengan:
- Demensia  Perbedaan utama adalah pada awitan dan jenis gangguan kognitif yang
terjadi.
- Skizofrenia  halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih
terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium
- Depresi  sulit dibedakan, biasa dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti EEG

Prognosis
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut
mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat
dihilangkan maka gejala-gejalanya akan menghilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang
seluruhnya dalam waktu dua minggu.

Terapi
Dalam mengobati delirium, hal yang paling utama adalah mencari dan mengobati
penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang
yang adekuat, meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis gas darah, fungsi
hati, dan fungsi ginjal, serta EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi disfungsi otak).
Setelah itu memastikan keamanan pasien, lalu mengobati gangguan perilaku terkait dengan
delirium, misalnya agitasi psikomotor.
 Non farmakoterapi, biasa dilakukan dalam bentuk psikoterapi suportif.
Tujuan: memunculkan rasa aman dalam diri pasien, sehingga pasien mampu
menghadapi rasa frustasi dan kebingungan berkaitan dengan fungsi memorinya
Dalam pelaksanaannya memerlukan reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam
besar untuk membantu mengatasi disorientasi waktu.
Yang terpenting adalah juga memberi edukasi kepada keluarga agar keluarga dapat
mendukung pasien.
Fiksasi (restrain) adalah pilihan terakhir karena dapat menyebabkan semakin beratnya
agitasi
126
130 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 Farmakoterapi  ditujukan terutama untuk kondisi psikosis dan insomnia.
- Antipsikotik (haloperidol 2 – 10 mg IM) diberikan bila didapatkan halusinasi,
waham atau sangat agitatif (verbal atau fisik) yang berisiko bagi pasien
maupun sekitar pasien. Dosis disesuaikan dengan usia, berat badan, serta
kondisi umum. Pengulangan dosis dapat dilakukan selang 1 jam.
Dosis Haloperidol injeksi 2-5 mg IM/IV dapat diulang setiap 30 menit
(maksimal 20 mg/hari) dengan efek tambahan parkinsonisme dan akatisia.
Pemantauan dengan EKG (pemanjangan interval QTc dan adanya disritmia
jantung) dilakukan pada pemberian IV.
Perubahan terapi menjadi PO bila kondisi pasien sudah tenang dengan
pengaturan 1,5 kali lipat dosis IM/IV, diberikan terbagi atas dua dosis
(sepertiga di pagi hari dan dua pertiga sebelum tidur).
Dosis efektif haloperidol pada penderita delirium berkisar antara 5-50 mg.
Pemberian golongan fenotiazine, sebaiknya dihindari karena dihubungkan
dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
- Golongan benzodiazepine (contoh. lorazepam 1-2 mg PO) diberikan untuk
mengatasi insomnia karena waktu paruh pendek atau menengah sebelum tidur.
Obat ini bisa juga digunakan sebagai tambahan untuk pasien agitasi dengan
kontraindikasi antipsikotik (contoh Syndrom Neuroleptic Malignance).
Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan gangguan pernafasan.
Yang perlu diperhatikan sehubungan dengan farmakoterapi ini adalah:
- Tidak menambah obat lain selain yang sudah dikonsumsi, kecuali ada alasan
kuat (contoh terjadi agitasi/ psikotik), karena rentan terjadi interaksi obat
- Pisostigmin salisilat 1-2 mg IV/ IM diberikan pada pasien dengan etiologi
toksisitas antikolinergik. Pemberiannya bisa diulang 15-30 menit bila
diperlukan
- Tidak disarankan menggunakan terapi kejang listrik (ECT) meski secara klinis
diketahui dapat memperbaiki delirium
- Opioid dapat dipertimbangkan bila pasien juga mengalami nyeri berat atau
sesak napas.
- Sebaiknya menghindari penggunaan obat antikolinergik (contoh
triheksilfenidil) karena akan memperberat delirium

2. DEMENSIA
Merupakan suatu kondisi penurunan fungsi kognisi yang kronik dan progresif, yang
disebabkan oleh penyakit organik difus pada hemisfer serebri atau kelainan struktural
subkortikal. Contoh gangguan fungsi kortikal yaitu gangguan memori, gangguan proses
127
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 131
berpikir, gangguan orientasi, gangguan mengolah hal secara komprehensif, gangguan
berhitung, gangguan belajar (kapasitas), gangguan berbahasa/komunikasi, dan gangguan
penilaian secara umum.
Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena
adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur
multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan.
Pada demensia, meski terjadi gangguan fungsi kognitif multipel (penurunan memori,
afasia, apraksia, agnosia, penurunan fungsi eksekutif) yang disertai dengan perburukan
kontrol emosi, perilaku dan motivasi, fungsi kesadaran tidak terganggu sama sekali.
Namun terkadang dapat juga ditemukan gangguan psikologik dan perilaku.

Klasifikasi berdasarkan etiologi:


• Demensia pada Penyakit Alzheimer (prevalensi 50 – 60%)
• Demensia Vaskular (prevalensi 20 – 30 %)
• Demensia pada Penyakit Pick
• Demensia pada Penyakit Creutfeld-Jacob
• Demensia pada penyakit Huntington
• Demensia pada Penyakit Parkinson
• Demensia pada Penyakit HIV/AIDS

Manifestasi Klinis
• Gejala dini muncul dalam bentuk kesulitan mempelajari informasi baru dan mudah
lupa terhadap kejadian yang baru dialami.
• Gejala lanjut muncul dalam bentuk gangguan fungsi kognitif kompleks disertai
gangguan perilaku, yaitu:
- Disorientasi waktu dan tempat;
- Kesulitan melakukan pekerjaan sehari hari;
- Tidak mampu membuat keputusan;
- Kesulitan berbahasa;
- Kehilangan motivasi dan inisiatif;
- Gangguan pengendalian emosi;
- Daya nilai sosial terganggu; dan
- Berbagai perubahan perilaku dan psikologis lainnya (agresif-impulsif,
halusinasi, waham).
• Gejala Psikologis pada Demensia
o Gejala Mood  depresi, apati, kecemasan
128
132 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
o Gejala Psikotik
 Waham  Manifestasi psikosis mencakup gejala positif (waham, halusinasi,
gangguan komunikasi, aktivitas motorik yang abnormal) dan gejala negatif
(avolition, kemiskinan isi pikiran, afek datar). Lima tipe waham terlihat pada
demensia(terutama demensia tipeAlzheimer), yaitu:
- Barang kepunyaannya telah dicuri
- Rumah bukan kepunyaannya (misidentifikasi)
- Pasangan (atau pengasuh lainnya) adalah seorang penipu (Sindrom
Capgras)
- Pengabaian/Ditinggalkan
- Ketidaksetiaan
 Halusinasi
- halusinasi visual paling sering  gambaran halusinasi berupa orang atau
hewan,
- halusinasi dengar
- Halusinasi lain jarang
 Misidentifikasi
- Kehadiran orang-orang di rumah pasien sendiri (Boarder Phantom
Syndrome)
- Kesalahan identifikasi diri pasien sendiri (tidak mengenali bayangan diri
sendiri di cermin)
- Kesalahan identifikasi orang lain
- Kesalahan identifikasi peristiwa di televisi (pasien meng-imajinasikan
peristiwa tersebut terjadi secara nyata)

Etiologi, berhubungan dengan berbagai penyakit yaitu:


 Penyakit parenkim otak
- Penyakit Alzheimer (demensia degeneratif primer)
- Penyakit Pick (demensia degeneratif primer)
- Korea Huntington
- Penyakit Parkinson
- Sklerosis multiple
 Gangguan sistemik
- Gangguan endokrin dan metabolik (tiroid, paratiroid, hipofisis, adrenal, maupun
kondisi pasca hipoglikemia)
- Penyakit hati (contoh ensefalopati hepatik kronik progesif)

129
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 133
- Penyakit saluran kemih, contohnya ensefalopati uremik kronik atau progresif
(dikenal dengan istilah demensia dialysis)
- Penyakit kardiovaskuler, contohnya hipoksia atau anoksia serebral, demensia
multi – infark, Aritmia kardiak, atau penyakit radang pembuluh darah
- Penyakit paru–paru, contohnya pada :
o ensefalopati respiratorik
o defisiensi sianokobalamin atau asam folat
o Penggunaan obat dan toksin
o Tumor intracranial dan trauma serebri
o Gangguan terkait dengan virus immunodefisiensi human (HIV)
o Proses Infeksi
o Penyakit Creutzfeldt-Jakob
o Meningitis kriptokok
o Neurisifilis
o Tuberkulosis dan meningitis fungi
o Ensefalitis virus

Kriteria Diagnosis menurut ICD-10 + PPDGJ III Demensia (F00-F03):


• Sindroma disebabkan oleh gangguan di otak, umumnya berlangsung kronis atau
progresif.
• Ditandai oleh beragam gangguan fungsi luhur, termasuk memori, orientasi,
pemahaman, kalkulasi dan kapasitas belajar, bahasa dan pertimbangan.
• Kesadaran tidak berkabut dan gangguan fungsi kognitif biasanya disertai oleh
deteriorasi kontrol emosi, perilaku sosial atau motivasi
• Dapat ditemukan pada penyakit Alzheimer, penyakit serebrovaskuler, dan kondisi
lain yang memengaruhi otak secara primer atau sekunder.
• Syarat utama: adanya penurunan kemampuan, baik dalam daya ingat maupun daya
pikir seseorang sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari. Hendaya daya ingat
secara khas memengaruhi proses registrasi, penyimpanan dan memperoleh kembali
informasi baru, tetapi ingatan yang biasa dan sudah dipelajari sebelumnya dapat
juga hilang, khususnya dalam stadium akhir.
• Gejala dan hendaya tersebut harus sudah nyata untuk setidak-tidaknya 6 (enam)
bulan untuk menegakkan diagnosis.

130
134 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tabel 1. Perbedaan antara delirium dan demensia
Delirium Demensia
Gangguan daya ingat +++ +++
Gangguan proses pikir ++ +++
Gangguan daya nilai +++ +++
Gangguan kognitif fluktuatif stabil
Kesadaran berkabut +++ -
Major attention defisits +++ +
Disorientasi +++ ++
Gangguan persepsi jelas ++ -
Inkoherensi ++ +
Gangguan siklus tidur-bangun ++ +
Eksaserbasi nokturnal ++ +
Insight/ tilikan ++ +
Awitan akut/subakut ++ (tiba-tiba) - (lambat)

Alat ukur
• Mini Mental State Examination (MMSE)
• MOCA
Diagnosis Banding
• Delirium
• Depresi
• Gangguan Buatan
• Skizofrenia

Gambar 1. Perbandingan antara delirium, demensia, dan depresi


131
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 135
Penatalaksanaan
• Non farmakoterapi, mencakup:
- Psikososial bertujuan untuk mempertahankan kemampuan penderita yang masih
tersisa, menghambat progresivitas penyakit khususnya segi kognitif, dan
pengelolaan gangguan psikologik dan perilaku..
- Latihan memori sederhana, latihan orientasi realitas, dan senam otak, dapat
membanu menghambat kemunduran fungsi kognitif.
- Psikoedukasi terhadap keluarga/ caregiver menjadi bagian yang sangat penting
dalam tata laksana pasien
• Farmakoterapi
• Golongan inhibitor enzim asetilkolineseterase (donepezil, rivagstigmine,
galantamin). Meski tidak mengembalikan fungsi otak yang telah rusak, namun
mampu menghambat kemunduran fungsi kognitif pada demensia ringan sampai
sedang, namun tidak dianjurkan untuk Demensia berat.
• Antipsikotik dosis rendah (haloperidol 0,5-1 mg/hari atau Risperidon 0,5-1
mg/hari) diberikan untuk mengendalikan perilaku agresif.
• Antidepresan (Sertralin 25mg/hari) diberikan untuk mengatasi gejala Depresi
• Obat golongan antagonis reseptor NMDA (memantine) diberikan untuk
memperlambat deteriorasi demensia gejala sedang hingga berat.

Penyulit gejala demensia dapat diperburuk atau semakin parah bila disertai kecemasan
atau depresi.

Prognosis
Perburukan terjadi secara bertahap selama 5 sampai 10 tahun hingga akhirnya
menyebabkan kematian. Yang perlu diperhatikan adalah onset dini berhubungan dengan
cepatnya perjalanan penyakit yang terjadi.

Terkait dengan demensia, ada kondisi yang dikenal dengan istilah behavioral and
psychological symptoms of dementia (BPSD)
Kondisi ini digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala yang dikaitkan dengan proses
perburukan pada pasien demensia. Biasa terjadi pada 90% pasien demensia.
Penatalaksanaannya sama seperti pada Demensia pada umumnya, yaitu menggunakan
penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis.

132
136 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Manifestasi Klinik dapat ditemukan:
 Disinhibisi
- Berperilaku impulsif,
- Menjadi mudah terganggu,
- Emosi tidak stabil,
- Memiliki wawasan yang kurang sehingga sering menghakimi,
- Tidak mampu mempertahankan tingkat perilaku sosial sebelumnya.
- Menangis, euforia,
- Agresi verbal, agresifisik terhadap orang lain dan benda-benda,
- Perilaku melukai diri sendiri,
- Disinhibisi seksual,
- Agitasi motorik,
- Mengembara.
 Agitasi  dalam bentuk aktivitas yang tidak pantas, baik secara verbal, vokal, atau
motor.
 Wandering
- Memeriksa(berulang kali mencari keberadaan caregiver)
- Menguntit
- Berjalan tanpa tujuan
- Berjalan waktu malam
- Aktivitas yang berlebihan
- Mengembara, tidak bisa menemukan jalan pulang
- Berulang kali mencoba untuk meninggalkan rumah.
 Reaksi Ledakan Amarah/ Katastrofik

B. Sindrom Amnesik Organik

Merupakan suatu gangguan daya ingat jangka pendek/ panjang dengan daya ingat
segera yang relatif masih baik. Pada keadaan ini, kemampuan belajar materi baru dirasakan
terganggu, terjadinya amnesia anterograde maupun retrograde serta adanya disorientasi.
Fungsi persepi dan kogntif masih dalam taraf normal.
Pedoman diagnostik:
- Hendaya daya ingat jangka pendek, amnesia anterograd & retrograd, daya ingat
menurun, terbalik menurut kejadiannya
- Riwayat atau nyata cedera otak, terutama di daerah diensefalon & temporal medial
bilateral
133
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 137
- Daya ingat segera baik, perhatian & kesadaran baik, tidak ada hendaya intelektual
secara umum

C. Gangguan Mental Organik Lainnya

Mencakup berbagai sindrom/ gangguan yang menyebabkan disfungsi otak.


Penyebab dapat akibat penyakit otak primer maupun sekunder, tidak mengarah ke
demensia, delirium, ataupun sindrom amnesik organik.
Pedoman diagnostik:
- Ada penyakit, kerusakan ataupun disfungsi otak, penyakit sistemik yang diketahui
berhubungan dengan salah satu sindrom mental tercakup
- Adanya hubungan waktu (minggu sampai bulan) perkembangan antara penyebab &
timbulnya sindrom mental
- Kesembuhan tejadi setelah perbaikan/dihilangkannya penyebab yang mendasari
- Tidak ada bukti penyebab lain seperti pengaruh kuat keluarga atau pengaruh stres
sebagai pencetus
1. Halusinosis Organik
Pedoman Diagnostik :
 Halusinasi segala bentuk (biasanya visual atau auditorik) menetap atau berulang
 Kesadaran penuh (mungkin disadari/tidak oleh yang bersangkutan)  tidak ada
kesadaran berkabut
 Tidak ada penurunan fungsi intelektual
 Tidak ada gangguan afektif menonjol
 Tidak jelas adanya waham (sering tilikan masih utuh)

2. Gangguan Waham Organik (Lir Skizofrenia)


Pedoman Diagnostik
• Waham yang menetap atau berulang (waham kejar, tubuh berubah, cemburu,
Penyakit, kematian dirinya/orang lain)
• Halusinasi, gangguan proses pikir, atau fenomena katatonik tersendiri mungkin
ada
• Kesadaran & daya ingat tidak terganggu
• Harus ada penyebab organik
Diagnosis banding kondisi ini:
• Gangguan psikotik akut dan sementara
• Gangguan psikotik akibat obat
134
138 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
• Gangguan waham menetap
• Skizofrenia

Penatalaksanaan
 Singkirkan/jauhkan pasien dari paparan zat yang menyebabkan gangguan
 Secara aktif diberikan terapi pada Penyakit yang mendasarinya
 Intervensi psikofarmakologi :
- Berikan antipsikotik dengan efek samping ekstra pyramidal yang minimal
(risperidone, quetiapine)
- Hindari pemberian antikolinergik  menurunkan kognitif
- Bila kesulitan oral  injeksi haloperidol i.m
- Psikoterapi suportif dan psikoedukasi
- Meningkatkan mekanisme koping untuk mengatasi keterbatasan social dan
pekerjaan dikarenakan kondisi medis
- Edukasi tentang gejala Penyakit dan pentingnya pengobatan
- Pastikan keamanan pasien dan keluarga  gejala psikotik

3. Gangguan Katatonik Organik


Pedoman diagnostik menggunakan kriteria F06 disertai salah satu gejala:
 Stupor (berkurang/hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme
parsial/total, negativisme, posisi tubuh kaku)
 Gaduh gelisah dengan /tanpa kecenderungan menyerang
 Keduanya berganti secara cepat & tak terduga
 Fenomena katatonik lain : stereotipik, felx. Cerea, tindakan impulsif)
Penatalaksanaan
 Memerlukan perawatan di RS bila pasien tidak mampu merawat diri dengan baik
 Bila gelisah namun tidak ada pengawasan maka berisiko membahayakan orang
lain
 Intake cairan dan makanan harus diperhatikan (IV, NGT)
 ECT

4. Gangguan Afektif Organik


Pedoman Diagnostik
Disertai kondisi yang sesuai dengan salah satu diagnosis yang tercakup di dalam
kelompok gangguan suasana perasaan

135
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 139
Penatalaksanaan
• Atasi penyebab utamanya dengan adekuat
• Farmakoterapi untuk mengatasi gejala mood dengan meminimalkan interaksi
dengan obat yang ada
• Bila disertai depresi dapat dipertimbangkan pemberian antidepresan (sertraline,
citalopram)
• Bila pasien dalam kondisi manik dapat diberikan divalproat, lithium

5. Gangguan Cemas (Ansietas) Organik


Pedoman Diagnostik
 Gambaran utama gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik ataupun campuran
keduanya
 Gangguan ini sering dijumpai pada epilepsi lobus temporalis, tirotoksikosis dan
feokromositoma
Penatalaksanaan
• Gangguan cemas akibat kondisi umum  fluktuatif
• Benzodiazepine  menurunkan kecemasan  kerja pendek  lorazepam
• Bisa kombinasi dengan antidepresan

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Sadock, Textbook of Psychiatry
2. Stahl, Essential Psychopharmacology
3. Buku Psikiatri UI

136
140 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 11
GANGGUAN AFEKTIF
Irna Permanasari Gani

A. Definisi

Bipolar adalah gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala
manik, hipomanik, depresi atau campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung
seumur hidup. Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama sekitar 6 bulan jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut (Sadock and Ruuiz, 2019).
Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood) merupakan sekelompok
gambaran klinis yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kontrol emosi dan
pengendalian diri. Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada
keseluruhan tingkat aktivitas kehidupan dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder
terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
Gangguan afektif dapat berupa depresi, manik atau campuran keduanya (bipolar). Pada
beberapa pasien gejala-gejalanya dapat disertai dengan ciri psikotik (Furi, 2014).
Gangguan afektif bipolar dapat diartikan sebagai gangguan mood yang kronis dan berat,
ditandai dengan episode mania, hipomanik, campuran, dan depresi. Sebelumnya gangguan
bipolar disebut dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar, atau gangguan spektrum
bipolar. Gangguan Bipolar I didefinisikan sebagai terjadinya setidaknya satu episode
manik atau campuran (mania penuh dan depresi penuh secara simultan). Pasien dengan
gangguan bipolar I biasanya mengalami episode depresi mayor juga, meskipun ini tidak
diperlukan untuk diagnosis bipolar I (Stahl and Grady, 2008).

137
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 141
Gambar 1. Gangguan Afektif Bipolar I (Stahl and Grady, 2008)

Gangguan Bipolar II. Gangguan Bipolar II didefinisikan sebagai penyakit yang terdiri dari
satu atau lebih episode depresi mayor dan setidaknya satu episode hipomanik.

Gambar 2. Gangguan Afektif Bipolar II (Stahl and Grady, 2008)

B. Insidensi dan Epidemiologi

Perbandingan kejadian bipolar antara perempuan dengan laki-laki adalah 2:1.


Onset usia penyakit ini sering muncul antara usia 15 – 19 tahun, namun dapat pula terjadi
pada masa anak – anak usia 5 atau 6 tahun, atau bahkan lebih lanjut pada usia 30 tahun.
Menurut Ketter 2010, jumlah kejadian setiap tahun dari gangguan bipolar dalam populasi
diperkirakan antara 10-15 per 100000 di antara manusia. Angka ini lebih tinggi di kalangan
wanita dan bahkan dapat mencapai 30 per 100000. Kondisi ini dapat memengaruhi orang
dari hampir semua usia, dari anak-anak sampai usia lanjut. Prevalensi serupa terjadi pada
pria maupun wanita.

138
142 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Usia paling umum dalam onset gangguan bipolar adalah 17-21 tahun sehingga
gangguan bipolar sering disebut sebagai highly disabling illness, bahkan sebuah studi yang
dilakukan oleh WHO mengidentifikasikan gangguan bipolar sebagai penyebab utama ke-
6 kecacatan di seluruh dunia pada kelompok usia 15- 44 tahun.
Individu dengan gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi terkait dengan
mortalitas dan morbiditas untuk melakukan tindakan bunuh diri. Sekitar 25% hingga 50%
dari total individu dengan gangguan bipolar akan melakukan percobaan bunuh diri. Risiko
bunuh diri pada individu dengan gangguan bipolar paling tinggi selama episode depresi,
diikuti episode campuran, keadaan psikotik, dan manik.(Syafwan and Asterina, 2014)

C. Etiologi
Etiologi dari gangguan afektif bipolar ini sendiri masih belum diketahui dengan pasti.

1. Faktor Genetik
Penelitian menunjukkan apabila salah satu orang tua menderita gangguan mood, maka
anaknya mempunyai risiko menderita gangguan mood sebesar 10 – 25%. Pada kasus kedua
orang tua menderita bipolar, maka anaknya mempunyai risiko yang tinggi. Pada saudara
kembar, angka kejadian bipolar 1 pada kedua saudara kembar monozigot sebesar 33% -
90% dan untuk gangguan depresi berat sebesar 50%. Pada kembar dizigot sebesar 5%-
25% risiko untuk menderita bipolar I dan 10% - 25% untuk menderita depresi berat
(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Sebanyak 80%-90% penderita bipolar memiliki
riwayat keluarga yang menderita gangguan mood (misal, gangguan bipolar, depresi,
siklotimia atau distimia). Pada keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan bipolar
memiliki prevalensi sebesar 15%-35% berawal dari gangguan mood dan 5%-10%
memiliki risiko langsung mengalami gangguan bipolar (Han and goleman, daniel;
boyatzis, Richard; Mckee, 2019)

2. Faktor Biokimia
Patofisiologi dari gangguan mood melibatkan banyak neurotransmitter, kana tetapi ada dua
neurotransmitter yang paling banyak diyakinin terlibat dalam gangguan mood adalah
norepinefrin dan serotonin. Banyak penelitian telah melaporkan kelainan biologis pada
pasien dengan gangguan mood.
Sampai saat ini, monoamin neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin, dan
histamin adalah fokus utama dari teori dan penelitian tentang etiologi gangguan ini.
Pergeseran progresif telah terjadi dari berfokus pada gangguan sistem neurotransmitter
tunggal yang mendukung mempelajari sistem neurobehavioral, sirkuit neural, dan
139
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 143
mekanisme neuroregulasi yang lebih rumit. Sistem monoaminergik, dengan demikian,
sekarang dipandang sebagai sistem neuromodulator yang lebih luas, dan gangguan-
gangguan kemungkinan besar merupakan efek sekunder atau epifenomenal karena secara
langsung atau kausal berhubungan dengan etiologi dan patogenesis amin Biogenik. Amina
biogenik, norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmiter yang paling terlibat dalam
patofisiologi gangguan mood (Stahl, Muntner and Grady, 2008). Ketidakseimbangan
hormonal dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat dalam
homeostatis dan respon stres juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis gangguan
bipolar (Strakowski et al., 2012).
Serotonin adalah neurotransmiter yang paling sering dikaitkan dengan depresi, pada
penelitian didapatkan beberapa subtipe serotonin dapat meningkatkan mood. Sehingga
pada penderita depresi di berikan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin
telah menjadi neurotransmiter yang selalu dikaitkan dengan depresi. Pada penelitian lebih
lanjut, dilakukan indentifikasi pada subtype serotonin yang bertujuan untuk
mengembangkan pengobatan depresi yang lebih sepesifik. SSRI dan antidepresan
serotonergik lainnya memberikan hasil yang efektif dalam pengobatan depresi. Pada
penelitian lain menunjukkan bahwa serotonin merupakan kunci dalam patofisiologi
depresi. Penurunan kadar serotonin dapat menyebabkan depresi (Sadock, Sadock and
Ruuiz, 2019).
Selain serotonin terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa aktivitas dopamine
mempunyai pernana pennting dalam meregulasi mood. Apabila kadar dopamine dikurangi
dapat mengakibatkan depresi dan apabila kadar dopamine meningkat dapat mengakibatkan
mania. Pada pendeirta bipolar apabila terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode mania.
Pada beberapa kasus kesehatan, terlihat pada penderita depresi terjadi penurunan jumlah
neurotransmiter tertentu seperti norepinefrin. Terdapat hubungan penting antara
downregulation atau penurunan sensitivitas reseptor β-adrenergik dan antidepresan klinis
yang menunjukkan peran langsung untuk sistem noradrenergik pada penderita depresi.
Bukti lain juga menerapkan presinaptik β2- reseptor pada penderita depresi karena aktivasi
reseptor ini menghasilkan penurunan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor presinaptik
β2 yang terletak pada neuron serotonergik berfungsi untuk meregulasi jumlah serotonin
yang dilepaskan (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019).

3. Faktor Psikososial
Terdapat hubungan antara stress dengan episode suasana hati yang pertama telah
dilaporkan pada kedua pasien yang menderitta depresi mayor dan pasien dengan gangguan
140
144 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
bipolar I (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Kejadian hamil merupakan salah satu
pencetus stres yang biasanya menyerang wanita dengan riwayat mania dan depresi bahkan
dapat terjadi psikosis postpartum (S, 2015)
Satu teori yang diusulkan untuk menjelaskan pengamatan ini adalah bahwa stres yang
menyertai episode pertama menghasilkan perubahan-perubahan jangka panjang dalam
biologi otak. Perubahan-perubahan yang tahan lama ini dapat mengubah keadaan
neurotransmiter dan dalam sistem pensinyalan aneuronal, perubahan yang bahkan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan pengurangan berlebihan pada kontak sinaptik.
Akibatnya, seseorang memiliki risiko tinggi mengalami episode selanjutnya dari gangguan
mood, bahkan tanpa stresor eksternal (Stahl, Muntner and Grady, 2008). Terdapat teori
yang dapat menjelaskan kejadian ini adalah stress yang menyertai episode pertama
menghasilkan perubahan jangka panjang di otak. Perubahan-perubahan pada otak ini
mengakibatkan perubahan keadaan fungsional Neurotransmiter dan sistem pensinyalan
intraneuronal, perubahan yang mungkin terjadi adalah kehilangan neuron dan pengurangan
dalam portal sinaptik. Yang pada akhri membuat seseorang mempunyai risiko lebih tinggi
mengalami episode gangguan mood berikutnya(Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019).

4. Faktor Pencetus
a) Peristiwa-peristiwa stres berat (seperti kehilangan pekerjaan, bercerai atau putus
dengan pacar, kesulitan keuangan, adanya penyakit kronik)
b) Perubahan jadwal atau shift kerja, bepergian melewati zona waktu
c) Kurang tidur dan gangguan tidur
d) Penyalahgunaan zat psikoaktif
e) Perubahan iklim

Gambar 3. Gambaran episode-episode mood (Stahl, Muntner and Grady, 2008)

141
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 145
D. Kriteria Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar berdasarkan PPDGJ-III (Maslim,
2013)

 F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini ditandai oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) yaitu afek
pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi an aktivitas (mania atau hipomania) dan pada
waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Episode berulang hanya hipomania atau mania digolongkan sebagai gangguan bipolar.
Episode manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai
4-5 bulan (rata-rata sekitar 4 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau
trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
Termasuk : Gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk : Gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30)
 F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Pasien saat ini hipomanik, dan mengalami sekurangnya satu riwayat episode afektif
(hipomanik, manik, depresi atau campuran).
 F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Pasien saat ini manik, tanpa gejala psikotik dan memiliki sekurangnya satu riwayat episode
afektif (hipomanik, depresi atau campuran).
 F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik
Pasien saat ini manik, dengan gejala psikotik dan memiliki sekurangnya satu riwayat
episode afektif (hipomanik, depresi atau campuran).
 F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Ringan Atau Sedang
Pasien saat ini depresi, dengan derajat ringan atau sedang, serta sekurangnya satu riwayat
episode afektif hipomanik, manik atau campuran.
 F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
Pasien saat ini depresi berat tanpa gejala psikotik, dan mengalami sekurangnya satu
riwayat episode afektif hipomanik, manik atau campuran.
 F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Dengan Gejala
Psikotik. Pasien saat ini depresi berat dengan gejala psikotik, dan mengalami
sekurangnya satu riwayat episode afektif hipomanik, manik atau campuran.
 F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran\Pasien sekurangnya
mengalami satu riwayat episode afektif hipomanik, manik, depresi atau campuran,

142
146 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
serta saat ini memperlihatkan gejala campuran atau perubahan cepat gejala manik
dan depresi.
 F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat Ini Remisi\Pasien sekurangnya mengalami
satu riwayat episode afektif hipomanik, manik, depresi atau campuran, serta satu
episode afektif (hipomanik, manik, depresi atau campuran) tapi saat ini tidak
menderita gangguan mood yang nyata selama beberapa bulan terakhir. Periode
remisi selama profilaksis harus diberi kode.
 F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
 F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

E. Algoritma Diagnosis Gangguan-Gangguan Mood (Almasyur, 2018)


1.1 Algortima Diagnosis Gangguan-Gangguan Mood (Almasyur, 2018)

Mood depresi, elevasi


atau iritabel

YA
Sekunder terhadap Gangguan mood organik atau
kondisi medis atau zat gangguan mood karena induksi zat
psikoaktif
TIDAK
Terjadi bersamaan
YA Gangguan skizoafektif
dengan gejala-gejala
mirip skizofrenia

Apakah sifat mood sekarang?

Episode Episode Episode Episode Depresi kronik


Depresi Hipomanik Manik Afektif derajat rendah
Campuran atau siklus dari
elasi ringan dan
Pernahkah depresi ringan
terdapat
episode
Pernahkah terdapat episode depresi,
hipomanik,
hipomanik, manik, atau campuran
manik atau
campuran sebelumnya
sebelumnya?
YA
TIDAK Distimia
Pernahkah atau
terdapat
episode Siklotimia
Gangguan Afektif
depresi
Bipolar
sebelumnya

YA
Gangguan
Depresi
Berulang

F. Kriteria Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar berdasarkan Diagnostic and


Statistical Manual of Mental Disorder 5th Edition (DSM-5)

143
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 147
Gangguan Afektif Bipolar Tipe I

Kriteria Diagnostik Episode Mania :


a. Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap hampir setiap hari, meningkatnya
aktivitas yang bertujuan atau energi, pada waktu atau periode tertentu, yang
berdurasi paling sedikit satu minggu (atau pada kasus dirawat inap kurang dari
seminggu)
b. Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di bawah ini
menetap dengan derajat yang bermakna :
 Meningkatnya kepercayaan diri (grandiositas)
 Menurunnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur 3 jam)
 Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya keinginan untuk terus
menerus bicara
 Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya berlomba
 Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang
tidak relevan atau tidak penting)
 Peningkatan aktivitas yang bertujuan (sosial, pekerjaan, sekolah, seksual)
atau agitasi psikomotor
 Melakukan aktivitas menyenangkan yang berlebih dengan potensi
merugikan (terlalu boros, hubungan seksual yang sembrono, investasi
bisnis yang kurang perhitungan)
c. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang jelas dalam
fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan, hubungan dengan orang
lain, atau memerlukan perawatan untuk menghindari melukai diri sendiri atau
orang lain, atau dengan gambaran psikotik
d. Episode gejala ini tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung penggunaan zat
(misalnya penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik umum

Kriteria Diagnostik Episode Depresi Mayor :

a. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, selama dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini
harus ada yaitu (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
 Mood depresi yang berlangsung hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
yang dibuktikan baik oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau

144
148 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat
menangis).
 Menurunnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh
laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
 Penurunan berat badan bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan
berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan)
atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
 Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
 Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
perasaan menjadi lamban).
 Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
 Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan yang tidak wajar (mungkin
berupa waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada
dalam keadaan sakit).
 Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain).
 Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya
ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri
atau rencana sepsifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan bermakna atau terjadi hendaya sosial,
pekerjaan atau, fungsi penting lainnya.
c. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat) atau kondisi medik umum.

Gangguan Afektif Bipolar Tipe II

Kriteria Diagnostik Episode Hipomania:

1) Mood elasi, ekspansif atau iritabel, meningkatnya aktivitas dan energi yang jelas
terlihat berbeda dan mentap, paling sedikit 4 hari dan terjadi hampir sepanjang waktu,
setiap hari

145
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 149
2) Selama periode gangguan mood dan, dan peningkatan energi serta aktivitas, tiga (atau
lebih) gejala berikut yang menetap (empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat
berat yang cukup bermakna:
a) Meningkatnya kepercayaan diri atau grandiositas
b) Kebutuhan tidur lebih sedikit (merasa segar dengan hanya tidur 3 jam)
c) Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap berbicara
d) Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya berlomba
e) Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang tidak
relevan atau tidak penting)
f) Meningkatnya aktivitas yang bertujuan (sosial, pekerjaan, sekolah, seksual) atau
agitasi psikomotor
g) Melakukan aktivitas menyenangkan yang berlebih dengan potensi merugikan
(terlalu boros, hubungan seksual yang sembrono, investasi bisnis yang kurang
perhitungan)
3) Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas dalam fungsi yang tidak
khas bagi orang tersebut ketika ia sedang tidak ada gejala
4) Perubahan mood dan fungsi tersbut dapat terlihat oleh orang lain
5) Episode yang terjadi cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas dalam fungsi
sosial atau pekerjaan, atau tidak memerlukan rawat inap, tidak gambaran psikotik
6) Episode gejala yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung penggunaan
zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi medis)

Kriteria Diagnostik Episode Depresi Mayor :


1. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus
ada yaitu (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
a) Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau hampa),
atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis)
b) Menurunnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh
laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain)
c) Penurunan berat badan bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan berat
badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau
peningkatan nafsu makan hampir setiap hari
d) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

146
150 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
e) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau
perasaan menjadi lamban)
f) Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari
g) Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan yang tidak sesuai (mungkin
berupa waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada
dalam keadaan sakit)
h) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang
lain)
i) Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya ide-
ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri atau
rencana sepsifik untuk melakukan bunuh diri
2. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan bermakna atau terjadi hendaya sosial,
pekerjaan atau, fungsi penting lainnya.
3. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat) atau kondisi medik umum (American Psychiatric Association,
2013).

Diagnosis Banding
1. Gangguan psikotik akibat kondisi medik umum
2. Gangguan psikotik akibat zat
3. Skizofrenia
4. Gangguan skizoafektif
5. Gangguan waham

Gambar 4. Dimensi Gejala Epiosode Manik (Stahl, Muntner and Grady, 2008)
147
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 151
Gambar 5. Dimensi Gejala Epiosode Depresi (Stahl, Muntner and Grady, 2008)

G. Pemeriksaan Tambahan

1. Pemeriksaan berat badan (BB), tinggi badan (TB), Body Mass Index (BMI), lingkaran
pinggang, tekanan darah (TD)
2. Pemeriksaan laboratorium, darah perifer lengkap (DPL), fungsi liver, profil lipid,
fungsi ginjal, glukosa darah sewaktu, kadar litium plasma
3. Instrumen psikometrik : Young Mania Rating Scale (YMRS), Montgomery Asberg
Depression Rating Scale (MADRS), Mood Disorder Questionnaire (MDQ), Positive
and Negative Syndrome Scale-Excited Component (PANSS-EC) (Amir N dkk, 2012)

H. Penatalaksanaan (Miklowitz and Johnson, 2006)


Dalam melaksanakan terapi gangguan bipolar khususnya episode manik, seorang klinisi
harus memastikan diagnosis dengan melakukan penilaian awal. Pada stadium awal
algoritme menggunakan terapi yang sederhana (monoterapi) karena mempertimbangkan
keamanan, tolerabilitas, kemudahan dalam penggunaan, dan profil efek samping
sedangkan pada stadium akhir menggunakan beberapa obat. Terapi gangguan bipolar
efektif jika dilakukan secara komprehensif. Terapi komprehensif meliputi farmakoterapi
dan intervensi psikososial (Fithriyah and Margono, 2018).

Farmakoterapi
1. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Agitasi Akut
Injeksi :
a. Lini I :
1. Injeksi intramuscular (IM) aripiprazole, dosis 9.75mg/mL injeksi,
maksimum 29.25mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan interval 2 jam)
148
152 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
2. Injeksi IM olanzapine dosis 10mg/kali injeksi, maksimum 30mg/hari.
Interval pengulangan injeksi 2 jam
b. Lini II :
1. Injeksi IM haloperidol 5mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit.
Dosis maksimum adalah 15mg/hari
2. Injeksi IM diazepam 10mg/kali injeksi. Dosis 20-30mg/hari. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi IM haloperidol. Jangan dicampur
dalam 1 jarum suntik
2. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Episode Mania Akut
Oral :
a. Lini I : litium, divalproat, oalnzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol
b. Lini II : karbamazepin, atau terapi kejang listrik (TKL), litium + divalproat,
paliperidon
c. Lini III : haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat + haloperidol, litium
dan karbamazepin, klozapin
Tidak direkomendasikan : gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon +
karbamazepin, olanzapin + karbamazepin
3. Terapi Gangguan Afektif Bipolar, Episode Depresi Akut
Oral :
a. Lini I :l itium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat +
SSRI, olanzapin + SSRI, litium + divalproat
b. Lini II : quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
c. Lini III : karbamazepin, olanzapine, litium + karbamazepin, litium atau
divalproat + venlafaksin, litium + monoamin oksidase inhibitor (MAOI), TKL,
litium atau divalproat atau AA + antidepresan trisiklik (TCA), litium atau
divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak direkomendasikan: gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi
4. Terapi Rumatan pada Gangguan Afektif Bipolar I
a. Lini I : litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium
atau divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka Panjang (RIJP),
penambahan RIJP, aripiprazol
b. Lini II : karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigine, olanzapin +
fluoksetin
149
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 153
c. Lini III : penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan TKL,
penambahan topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan
okskarbazepin
Tidak direkomendasikan: gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi
5. Terapi Gangguan Afektif Bipolar II, Episode Depresi Akut
a. Lini I: quetiapin
b. Lini II: Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan,
litium + divalproat, antipsikotik atipikal+ antidepresan
c. Lini III: antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami episode hipomanik)
6. Terapi Rumatan Gangguan Afektif Bipolar II
a. Lini I: litium, lamotrigin
b. Lini II: divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotik atipikal +
antidepresan, kombinasi 2 dari : litium, lamotrigin, divalproat, arau antipsikotik
atipikal
c. Lini III : karbamazepin, antipsikotik atipikal, TKL
Tidak direkomendasikan : gabapentin

Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial yang dapat dilaksanakan pada gangguan bipolar yaitu pskoedukasi,
cognitive behavioural therapy (CBT), family focused therapy (FFT), terapi ritme sosial
dan interpersonal (Mayberg et all, 2004). Intervensi psikososial sangat diperlukan untuk
mempertahankan kedaan remisi. (Amir N dkk, 2012).

Pencegahan
Secara spesifik tidak ada pencegahan untuk gangguan bipolar, namun yang ada hanya
tindakan untuk mencegah perburukan antara lain menghindari penggunaan alkohol atau
obat-obatan tertentu, hindari pemberhentian obat tanpa pengawasan dokter dan melatih
keluarga untuk memperhatikan tanda-tanda episode bipolar ataupun pemicunya.

Komplikasi
Gangguan afektif bipolar cenderung dapat menyebabkan penderitanya terjerat masalah
hukum, memiliki gangguan dalam prestasi atau kinerjanya sehingga dapat mempengaruhi
masalah finansial juga. Pasien bipolar dapat menjadi memiliki risiko untuk terjerat drug
abuse dan ingin bunuh diri. Penderita bipolar menjadi memiliki kesulitan dalam berelasi
dan cenderung mengisolasi diri (Safira, 2014).

150
154 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Prognosis
Prognosis gangguan bipolar sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor yang
mempengaruhi. Makin muda pasien mulai sakit, makin besar kemungkinan untuk
mendapat serangan lagi. Prognosis lebih baik jika tidak ada gangguan kepribadian, episode
ringan atau tanpa psikotik, hanya dirawat sebentar di rumah sakit dan riwayat psikososial
baik. Sedangkan prognosis menjadi kurang baik jika memakai narkoba, memiliki
gangguan jiwa lain, ada riwayat episode depresi lebih dari 1 atau memiliki gangguan
depresi berkepanjangan (distimik). Pada penderita Bipolar I memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40-
50% dari pasien mengalami serangan mania. Pada pasien bipolar I yang mendapat litium
hanya sekitar 50-60% dapat mengontrol gejala manik. Sekitar 7% dari pasien tersebut
mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode lebih dari satu dan
40% terus memiliki gangguan persisten. Sering kali, pergantian antara episode depresi dan
mania dipercepat dengan usia (Sadock, Sadock and Ruuiz, 2019). Faktor yang
memperburuk prognosis : riwayat pekerjaan yang buruk atau kemiskinan, disertai dengan
penyalahgunaan alkohol, disertai dengan gejala psikotik, gejala depresi lebih menonjol
(Strakowski et al., 2012)

DAFTAR PUSTAKA

1. Almasyur, A. (2018) ‘Pasien dengan Mood Elevasi atau Iritabel dalam Crash Course’.
2. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. fifth edit, Principle-Based Stepped Care and Brief Psychotherapy for Integrated
Care Settings. fifth edit. doi: 10.1007/978-3-319-70539-2_23.
3. Fithriyah, I. and Margono, H. (2018) ‘Tinjauan Kepustakaan Gangguan Afektif Bipolar
Episode Manik dengan Gejala Psikotik Fokus pada Penatalaksanaan’, Unair, p. TINJAUAN
TEORI DAN KONSEP-TERAPI MUSIK KLASIK. (.
4. Furi, L. M. (2014) ‘Bipolar Affective Disorder and Manic Episode With Psychotic Symptoms
in a 39 Years Old Man’, J Agromed Unila, 1(3), pp. 211–215.
5. Han, E. S. and goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019) ‘Tinjauan Pustaka
Gangguan Bipolar’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.
6. Maslim, R. (2013) Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III, Diagnosis
Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5.
7. Miklowitz, D. J. and Johnson, S. L. (2006) ‘The Psychopathology and Treatment of Bipolar
Disorder’, 23(1), pp. 1–7. doi: 10.1146/annurev.clinpsy.2.022305.095332.The.
8. S, H. G. S. A. P. (2015) ‘Gangguan Afektif Bipolar Mania Dengan Psikotik: Sebuah Laporan
Kasus’, e-Jurnal Medika Udayana, 3(4), pp. 470–478.
9. Sadock, B., Sadock, V. and Ruuiz, P. (2019) Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry,
Journal of Chemical Information and Modeling. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

151
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 155
10. Safira, F. (2014) ‘Hubungan antara Gangguan Bipolar dengan Risiko Bunuh Diri pada Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Pontianak Tahun 2014’.
11. Stahl, S. M., Muntner, N. and Grady, M. M. (2008) StahFs Essential Psychopharmacolo
Neuroscientific Basis and.
12. Strakowski, S. M. et al. (2012) ‘The Functional Neuroanatomy of Bipolar Disorder: A
Consensus Model’, Bone, 23(1), pp. 1–7. doi: 10.1111/j.1399-5618.2012.01022.x.The.
13. Syafwan, A. F., Sedjahtera, K. and Asterina, A. (2014) ‘Gambaran Peningkatan Angka
Kejadian Gangguan Afektif dengan Gejala Psikotik pada Pasien Rawat Inap di RSJ Prof. Dr.
HB. Sa’anin Padang pada Tahun 2010 - 2011’, Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), pp. 106–109.
doi: 10.25077/jka.v3i2.39.

152
156 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 12
GANGGUAN CEMAS
Ade Kurnia Surawijaya

A. Definisi Kecemasan

Kecemasan dialami hampir semua individu. Rasa cemas dapat digambarkan


sebagai perasaan ketakutan dan tidak menyenangkan. Sifatnya samar-samar dan seringnya
muncul bersama dengan gejala-gejala fisik-otonom (nyeri kepala, gangguan lambung
ringan, rasa jantung berdebar, keringat banyak, napas lebih cepat, dada terasa tertekan).
Saat seseorang mengalami kecemasan, dapat terlihat gelisah, tampak tidak bisa duduk atau
berdiri dalam kurun waktu lama. Namun gejala ini bervariasi antar individu.
Kecemasan merupakan gangguan yang sering terjadi dalam psikiatri, demikian
juga gangguan depresi, kedua gangguan ini sering muncul dalam layanan kesehatan dasar
(Puskesmas atau Klinik Pratama). Yang perlu disimpulkan dari pemeriksaan gangguan
kecemasan adalah apakah hal tersebut berupa kecemasan normal, primer atau sekunder.
Yang temasuk dalam kecemasan normal adalah kecemasan akibat pertumbuhan,
perubahan, dan seiring dengan adanya pengalaman-pengalaman baru dalam kehidupan.
Sifat, intensitas, dan durasinya singkat. Contohnya terjadi pada perpisahan sementara
antara anak dan orang tuanya, saat pertama kali anak masuk sekolah, atau sedang
mengalami penyakit.
Pada kecemasan sekunder, biasa gangguan kecemasan sering komorbid dengan
kelainan depresi, obsesi atau fobia. Sifat kecemasan ini ringan dan durasinya singkat, dan
akan hilang seiring dengan gangguan yang menyertainya hilang. Kondisi kecemasan
patologis merupakan respons individu yang tidak sesuai dengan stimulus yang ada. Sifat
dan intensitasnya berat, juga biasa durasinya lama (≥ 2 minggu) atau lebih.

B. Batasan kecemasan.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, kecemasan adalah suatu perasaan yang


menyebar, bersifat samar-samar dan tidak menyenangkan dan sering disertai gejala
otonom. Tidak jarang individu yang sedang cemas tidak mampu berdiri dan duduk dalam

153
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 157
waktu lama karena selalu merasa gelisah. Biasanya penyebabnya tak jelas dan kebanyakan
berupa konflik internal. Kumpulan gejala tersebut bervariasi antar individu.
Kecemasan perlu dibedakan dengan perasaan takut. Ketakutan adalah respon
individu terhadap ancaman jelas yang diketahui, sifatnya eksternal (dari luar individu),
muncul tiba-tiba dan membahayakan. Kecemasan dan ketakutan dianggap sinyal atau
pertanda/peringatan, dan merupakan reaksi emosi yang sama.
Dengan adanya kecemasan, maka individu secara tidak langsung mendapat
peringatan adanya bahaya internal maupun eksternal. Tujuannya untuk menyelamatkan
hidup agar seseorang melakukan suatu tindakan tertentu untuk mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diinginkan atau merugikan. Kondisi ini dapat disebut sebagai fungsi
adaptif individu.

C. Penyebab kecemasan patologis.

Beberapa konsep teori yang dapat menjelaskan mengenai etiologi kecemasan patologis
yaitu:
1. Teori psikoanalitik: berhubungan dengan masa perkembangan, dan merupakan konflik
bawah sadar yang tidak terpecahkan.
i. Kecemasan id atau impuls: dasar teori ini berhubungan dengan ketidaknyamanan
primitif (dorongan kehendak yang tak terpuaskan), adanya ketakutan terjadi
penghancuran atau melebur dengan orang lain.
ii. Kecemasan perpisahan, biasa muncul karena rasa takut kehilangan cinta dan
diabaikan oleh orang tua atau ada perpisahan dari obyek yang dicintai.
iii. Kecemasan kastrasi (pemotongan organ kelamin laki-laki) pada masa odipal
(fantasi kastrasi pada masa odipal).
iv. Kecemasan superego, muncul sebagai akibat langsung dari perkembangan akhir
superego datangnya latensi pra odipal. Ketakutan mengecewakan gagasan dan nilai
sendiri, yang didapatkan dari orang tua sebagai proses internalisasi.
2. Teori perilaku atau teori belajar:
i. Respon yang dibiasakan terhadap stimulus-stimulus lingkungan yang spesifik akan
menimbulkan kecemasan.
ii. Peniruan respon kecemasan yang dialami orang tua.(teori belajar sosial)
3. Dalam pendekatan kognitif, kecemasan yang bukan fobia merupakan pola pikir yang
salah atau terdistorsi atau tidak produktif. Ketidakakuratan tersebut terjadi akibat dari
penilaian negatif di dalam lingkungan atau distorsi dalam kemampuan seseorang untuk
menilai.

154
158 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
4. Teori ekstensial, menjelaskan bahwa adanya kesadaran individu mengenai kehampaan
di dalam diri dan menonjol. Perasaan ini lebih mengganggu daripada pemahaman
bahwa tidak dapat menghindari kematian.
5. Teori biologis merupakan teori neuro-psikiatrik yang saat ini dikembangkan. Pada teori
ini diterangkan adanya perubahan biologis pada pasien yang mengalami gangguan
kecemasan akibat adanya konflik psikologis. Berdasarkan penelitian, ada tiga neuro-
transmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan, yaitu serotonin, nor-epinefrin
dan gama aminobutyric acid (GABA).
Beberapa penelitian lain menunjukkan abnormalitas hemisphere kanan pada pencitraan
otak. Hasil ini membuktikan adanya asimetris hemisphere serebral yang mungkin berperan
penting dalam perkembangan gangguan kecemasan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
kelainan di korteks frontalis, oksipitalis dan temporalis pada pemeriksaan dengan emisi
positron tomografi (PET), emisi foton tunggal (SPECT) dan elektro-encephalografi.

D. Gangguan kecemasan.

Pasien dengan gangguan kecemasan memberikan gejala kgas berupa kecemasan


yang menyeluruh dan bertahan lama. Meski gejla utama tiap individu sangat bervariasi,
keluhan yang paling sering dijumpai antara lain ketegangan berkepanjangan, gemetar,
ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, jantung berdebar dan keluhan
epigastrik. Saat dianamnesis, pasien biasa mengeluhkan ketakutan dirinya atau anggota
keluarganya akan kematian, menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu dekat. Biasa
lebih banyak terjadi pada wanita dan berkaitan dengan stres lingkungan yang
berkepanjangan. Perjalanan penyakitnya cenderung berfluktuasi dan kronis.

E. Pedoman yang dapat digunakan untuk mendiagnosis:

1. Adanya gejala-gejala kecemasan primer yang berlangsung hampir setiap hari selama
beberapa minggu bahkan bulan.
2. Adanya rasa cemas terhadap masa depan atau rasa kuatir mengalami nasib buruk.
3. Adanya ketegangan motorik (contohnya sakit kepala, tidak dapat santai, tremor, dan
lain sebagainya).
4. Adanya gejala hiperaktivitas syaraf otonom (kepala terasa ringan, berkeringat,
palpitasi, napas lebih cepat, mulut terasa kering, keluhan di daerah epigastrium, dan
sebagainya).

155
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 159
Dalam kelompok gangguan kecemasan ini kita mengenal adanya istilah:
Ansietas Fobik  merupakan kondisi kecemasan/ ansietas yang dicetuskan adanya situasi
atau obyek yang jelas dari luar individu itu sendiri yang secara umum tidak
membahayakan.
Termasuk di dalam kategori ini antara lain:
a. Agora fobia:
b. Fobia sosial.
c. Fobia khas:
d. Ansietas kondisi medik umum.

Pada tahun 1980 DSM.III (Diagnostic and Statistical Manual of mental disorders)
mengenalkan kategori diagnosis baru, yang sebelumnya dikategorikan sebagai neurosis
kecemasan, sekarang disebut: GAD (Generalized Anxiety Disorder) atau Gangguan
Kecemasan Menyeluruh, yang merupakan suatu kesatuan diagnosis terpisah.

F. Gangguan kecemasan menyeluruh.

Kriteria Diagnostik (DSM-IV).


A. Kecemasan atau kekuatiran yang berlebih tentang sejumlah kejadian atau aktivitas
seperti pekerjaan atau prestasi sekolah yang sekurang-kurangnya berlangsung selama
6 bulan atau lebih.
B. Orang merasa sulit mengendalikan perilakunya.
C. Kecemasan daan kekuatiran disertai paling sedikit tiga atau lebih dari gejala ini:
1. Kegelisahan atau perasaan bersemangat .
2. Merasa mudah lelah.
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong.
4. Irritabilitas.
5. ketegangan otot.
6. Gangguan tidur.
D. Fokus kecemasan dan kekuatiran tidak terfokus pada aksis I. misalnya bukan karena
serangan panik, atau malu di depan publik atau merasa terkontaminasi/kotor dan tidak
terjadi semata-mata karena stres paska trauma.
E. Kecemasan atau kekhawatiran atau gejala fisik menyebabkan penderitaan bermakna
secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya yang
penting.

156
160 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
F. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung suatu zat atau gangguan lainnya.
Secara umum, gambaran klinis utama dari kecemasan menyeluruh adalah adanya
ketegangan motorik hiperaktivitas otonomik disertai kewaspadaan kognitif selain
ditemukannya kecemasan.
Yang menganggu kualitas hidup pasien adalah sifat kecemasan berlebihan.
Gejala adanya ketegangan motorik berupa gemetaran, nyeri kepala, sesak napas,
keringat berlebih, jantung berdebar, dan berbagai gejala gastrointestinal (contoh mual,
nyeri epigastrium dan lain-lain).
Kewaspadaan kognitif mucul dalam bentuk kewaspadaan yang berlebih, mudah
tersinggung, serta mudah terkejut.

G. Pengobatan gangguan kecemasan.

1. Psikofarmaka.
Pengobatan kecemasan yang cukup efektif dan rasional dalam pengobatan jangka pendek
(sekitar 4 minggu) adalah ansiolitik.
Penggunaan jangka panjang memerlukan analisis ketat baik secara:
a. individual dengan segala risikonya
b. disabilitas akibat ansietasnya
c. umur pasien dan lain sebagainya.
Dari tinjauan literatur, benzodiazepin merupakan obat pilihan yang utama, baik untuk dosis
inisiasi, pemeliharan maupun terapi jangka panjang dengan segala resikonya yang berupa
toleransi, ketergantungan, disalahgunakan maupun adanya gejala-gejala putus zat
(withdrawal) saat dihentikan pengobatan. Pada mereka yang menggunakan benzodiazepin
berkelanjutan dengan dosis rendah, perlu dipertimbangkan bahwa mereka bukan
diakibatkan karena adiksi atau ketergantungan.

Tabel 1. Jenis Ansiolitik:


JENIS OBAT DOSIS RATA-RATA DOSIS MAKSIMAL HALF-LIFE(JAM)
MG/HARI DEWASA(mg/Hari)
1.Diazepam 6 30 32(21-50)
2.Alprazolam 1 3 14(6-20)
3.Bromazepam 9 18-60 16(9-20)
4.Lorazepam. 4 4 12(8-25)
5.Chlordiazepoxide 30 100 12(6-30)
6.Clobazam. 30 60 18(9-77)
7.Propanolol 80 120 2(1-2)

157
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 161
2. Psikoterapi.
 Psikoterapi supportif.
 Terapi Perilaku.
 Terapi Kognisi Perilaku (TPK) atau Cognitive Behavioural Therapy.

Contohnya:
 Lakukan konseling dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan, tentang gejala dan riwayat gejala
 Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis, termasuk
bagaimana faktor perilaku, psikologik dan emosi berpengaruh mengeksaserbasi
gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik.
 Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan tindak lanjut, bagaimana
menghadapi gejala, dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal.
 Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas lambat).
 Dalam keadaan panik atau cemas, maka bernafas akan lebih cepat. Belajar
mengendalikan pernafasan dengan bernafas lambat akan membantu kita merasa
lebih tenang dan rileks.
 Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta
menerapkan perilaku hidup sehat.
 Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan baik.
 Gangguan ansietas kadang-kadang memerlukan terapi yang cukup lama,
diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan saran
terapi dengan benar.

Relaksasi dan Teknik Nafas Lambat


1. Bernafas dalam, lambat, tenang dari perut.
2. Duduklah dengan nyaman dan punggung tegak
3. Tarik nafas melalui hidung dan hitung sampai 3 dengan perlahan
4. Tahan nafas hingga hitungan 3 dengan perlahan
5. Hembuskan nafas melalui mulut dan hitung hingga 3 dengan perlahan, lepaskan
sebanyak mungkin udara saat mengontraksi otot perut, dan katakan rileks.
6. Tarik nafas kembali, ulangi dari awal hingga merasa rileks
7. Berlatihlah 2 x 5-10 menit setiap hari walaupun tidak sedang cemas, berlatih hingga
terbiasa mengendalikan cemas dan merasa nyaman

158
162 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
H. Gangguan Kecemasan Karena Kondisi Medik

Kondisi ini diklasifikasikan sebagai sindroma kecemasan organik. Gangguan ini


biasa berhubungan dengan kondisi medic atau gangguan dari kondisi fisik. Insidensinya
bervariasi untuk masing-masing keadaan medik. Kebanyakan pasien dengan kelainan ini
jarang berobat karena kecemasannya, meski pada dasarnya kecemasan diketahui
memperlambat prnyembuhan kondisi medik mendasar.

Etiologi
Gangguan medis berupa hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme dan defisiensi
vit B12. Pada kondisi feokromositoma terjadi pengeluaran epinephrine berlebihan
sehingga dapat menyebabkan kecemasan paroksimal. Kondisi hipoglikemi, sindroma
karsinoid, kegananasan sistemik, post encephalitis dan lesi tertentu pada otak juga
diketahui dapat memberikan gejala menyerupai kecemasan.
Terkadang, pada keadaan ini dapat muncul gangguan panik karena aritmia kordis, yang
tejadi akibat gangguan fisiologik sistem adrenergik dan efek sistem serotonin.
Pada individu yang mengalami gangguan kecemasan kronis maupun paroksismal yang
disertai penyakit fisik perlu dipertimbangkan mengalami kondisi ini. Biasa muncul serupa
dengan gangguan panik.

Kriteria diagnostik yang digunakan:


 Terutama ditemukan kecemasan yang menonjol, serangan panik atau obsesi
kompulsif.
 Pada anamnesis didapatkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium yang mendasari gangguan fisiologis langsung.
 Gangguan tidak dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mental lain (contoh.
gangguan penyesuaian dengan kecemasan, adanya stressor sebagai penyebab
kondisi)
 Tidak berhubungan atau bukan merupakan gejala awal dari delirium.
 Mengakibatkan munculnya penderitaan klinis yang bermakna atau gangguan
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

Keterangan diagnosis tambahan yang perlu disebutkan apabila ditemukan ciri khas
utama:
 Kecemasan umum berlebihan mengenai sejumlah kejadian atau aktivasi.
 Serangan panik.
 Gejala obsesi–kompulsif.
159
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 163
I. Gangguan Panik

Merupakan periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya
kurang dari satu tahun) ditandai yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi
dan takipnoe. Biasa muncul dalam bentuk serangan panik spontan dan tidak dapat
diperkirakan. Kondisi-kondisi yang dapat menyertai kelainan ini antara lain agorafobia
(ketakutan berada sendiri di tempat-tempat keramaian atau area publik). Pertama kali
diidentifikasi oleh Jacob Mendes Da Costa sehingga disebut sebagai sindroma Da costa.

Epidemiologi
Dari penelitian di Amerika, untuk prevalensi seumur hidup untuk gangguan panik ada 1,5
– 3% dan untuk serangan panik adalah 3 – 4%. Wanita dua sampai tiga kali lebih sering
terkena dari pada laki-laki. Gangguan paling sering pada dewasa muda, namun dapat juga
terjadi pada setiap usia.

Etiologi, terdiri dari beberapa faktor:


 Faktor biologis
Terjadi disregulasi sistem saraf perifer dan pusat akibat adanya kelainan biologis di dalam
struktur dan fungsi jaringan otak. Konsep ini memperkirakanh sistem neuro-transmiter
utama yang terlibat adalah: nor-epinephrine, serotonin dan gamma aminobutyric acid
(GABA). Penelitian-penelitian yang dilakukan memfokuskan pada keadaan batang otak,
khususnya nor-adrenergik di lokus sereleus dan serotonin di nukleus raphe medialis.
Sistem limbik diketahui berperan pada terjadinya kecemasan (dikenal sebagai
anticipatory-anxiety) sementara korteks pre frontal bertanggung jawab untuk terjadinya
penghindaran pada fobia. Dari teori tersebut, dengan dilakukannya MRI (magnetic
resonance imaging) memperlihatkan kelainan di lobus temporal khususnya hipokampus.
Pada PET-scan (positron emission tomography) ditemukan adanya disregulasi aliran darah
serebral dan vasokonstriksi serebral. Semua kelaianan ini yang menyebabkan gejala
susunan saraf pusat (nyeri kepala) dan gejala sistem saraf perifer (hiperventilasi dan
hipokapnia).
 Faktor Genetik.
Risiko terjadinya gangguan ini pada sanak saudara sederajat adalah sebesar empat sampai
delapan kali lipat.
 Faktor Psikososial.
Pada konsep ini dipertimbangkan mengenai peranan teori kognitif perilaku, yang secara
tidak langsung merupakan dampak dari proses pembelajaran/ modeling orang tua atau
melalui pembiasaan klasik.
160
164 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Kriteria diagnostik serangan panik (sesuai tabel DSM-IV):
Bila diketahui ada periode tertentu individu secara tiba-tiba (dan mencapai puncak dalam
waktu 10 menit) mengalami rasa takut atau tidak nyaman disertai minimal empat dari
gejala berikut:
1. Jantung berdebar atau kecepatan detak jantung bertambah (palpitasi).
2. Keringat.
3. Gemetar atau perasaan bergoncang.
4. Rasa sesak napas atau perasaan nafas yang tertahan.
5. Perasaan tercekik.
6. Rasa tidak nyaman di dada hingga nyeri.
7. Rasa mual atau berbagai gangguan di perut.
8. Pusing, perasaan bergoyang atau melayang, kadang hingga pingsan.
9. Derealisasi atau depersonalisasi (memiliki perasaan tidak sesuai dengan realitas atau
bukan seperti dirinya yang biasa)
10. Rasa takut hilang kendali atau menjadi gila.
11. Rasa takut mati.
12. Parestesi (mati rasa atau sensasi geli)
13. Menggigil atau perasaan panas.

Kriteria gangguan panik tanpa Agorafobia.


A. Baik (1) dan (2).
1. serangan panik rekuren yang tidak diharapkan.
2. sekurang-kurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurang-kurangnya 1 bulan
Atau lebih berikut ini:
a. kekuatiran menetap akan mengalami serangan tambahan.
b. ketakutan tentang arti serangan atau atau akibatnya. Misalnya
kehilangan kendali, menjadi gila atau menderita serangan jantung.
c. perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan.
B. tidak terdapat agoraphobia.
C. serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya obat yang
disalah gunakan, atau medikasi atau dari kondisi medis umum misalnya hipertiroidism.
D. serangan panik bukan disebabkan oleh gangguan mental lain (fobia spesifik,situasi
sosial yang ditakuti, gangguan stres paska trauma, gangguan obsesi kompulsi,.

161
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 165
Kriteria untuk Agorafobia.
Biasa pada diagnosis kerja ditulis sebagai gangguan panik dengan agorafobia atau
agorafobia tanpa riwayat panik.
Didiagnosis apabila ditemukan keadaan sebagai berikut:
 Rasa cemas muncul bila berada di suatu tempat atau situasi yang kemungkinan lolos
atau mendapat pertolongan kecil bila terjadi serangan panik atau gejala mirip panik
yang tidak diharapkan.
Pada berbagai situasi tertentu yang khas (contoh. Sendiri di luar rumah, berada di tempat
ramai, berdiri di sebuah barisan, berada di atas jembatan, bepergian dengan sarana
angkutan publik) biasanya memunculkan rasa takut agorafobik. Khusus pada
penghindaran terhadap satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika
terbatas pada situasi sosial maka diagnosis kerja dapat dibuat sebagai fobia spesifik
 Individu tersebut menghindari beberapa kondisi/ situasi (misalnya jarang bepergian
sendiri dan memilih bersama teman). Atau terkadang bila dipaksakan akan
memunculkan tampilan seperti mengalami penderitaan yang jelas atau dengan
kecemasan hingga panik.
 Kondisi cemas/ fobia bukan diakibatkan gangguan mental lain.

J. Gangguan Obsesif-Kompulsif

Kondisi ini ditandai dengan adanya pikiran obsesif atau tindakan kompulsif (tindakan
berulang-ulang). Bentuk pikiran obsesif muncul dalam bentuk berbagai ide atau gagasan,
bayangan pikiran atau impuls yang muncul berulang dan sulit dihilangkan sehingga dirasa
mengganggu. Bentuk pikiran tersebut biasa bersifat negatif, seperti tindak kekerasan,
pikiran kotor, atau hal sehari-hari yang sepele.
Tindakan kompulsif muncul dalam bentuk tindakan khas (stereotipik) yang berulang
kali dilakukan namun tidak memberi manfaat dengan pengulangan tindakan tersebut. Biasa
tidak disadari individu dan meski disadari pun sulit untuk dicegah. Pada kasus kronis,
resistensi individu sudah minimal. Kondisi ini sering menunjukkan gejala otonomik dari
ansietas (dalam bentuk perasaan tertekan dan tegang) atau tanpa disertai gejala otonomik
yang jelas. Individu dengan gejala obsesi kompulsif sering menunjukkan gejala depresi
dan individu dengan gangguan depresi dapat mengembangkan pikiran-pikiran obsesi. Hal
ini menunjukkan keterkaitan antara obsesional dan depresi.Secara epidemiologi, gangguan
obsesi-kompulsif umumnya seimbang antara laki-laki dan wanita, dan sering
dilatarbelakangi oleh pikiran anankastik yang menonjol. Onset biasanya pada masa anak-
anak dan dewasa muda. Perjalanan penyakit penyakitnya cenderung menjadi kronis bila
tidak ada gejala depresi yang nyata.
162
166 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pedoman diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif dan tindakan kompulsif harus ada
sumber distres atau gangguan aktivitas. Gejala-gejala obsesif mempunyai ciri-ciri:
1. Harus dikenal atau disadari impuls dari individu sendiri.
2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak bisa dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan penderita.
3. Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberikan kepuasan atau kesenangan. (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau perasaan ansietas tidak dianggap sebagai kesenangan)
4. Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry.
10th ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI
3. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Psikiatri

163
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 167
168 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 13
POLA TIDUR
Bing Haryono

A. Mengenal Proses Tidur

Kira-kira sepertiga bagian dari kehidupan manusia dilewatkan dengan tidur, tetapi
tidur jarang sekali dipersoalkan dan baru dirasakan kepentingannya oleh orang-orang yang
mengalami gangguan tidur. Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Tidur merupakan salah satu kebutuhan
pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan
keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan
cadangan energi normal. Tidur disertai oleh berbagai perubahan fungsi tubuh normal,
termasuk di dalamnya pernapasan, jantung, otot, suhu badan, hormonal dan tekanan darah.
Sebenarnya tidur adalah suatu keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah
dibalikkan (dibangunkan) yang ditandai oleh keadaan tubuh yang relatif tidak bergerak
dan "kurang responsif" (ambang respon tubuh meningkat) dibandingkan waktu terjaga.
Saat seseorang jatuh tertidur, gelombang otaknya mengalami perubahan
karakteristik tertentu yang dapat dicatat melalui suatu alat yang dikenal dengan nama
Elektroensefalografi (EEG). Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, yaitu tidur dengan
gerakan mata tidak cepat (NREM) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM). Pada
orang normal, tidur NREM adalah keadaan yang relatif tenang tidak terjaga, kecepatan
denyut jantung biasanya lebih lambat 5 sampai 10 menit di bawah tingkat terjaga penuh
dan sangat teratur. Frekuensi pernapasan dan tekanan darah juga mengalami penurunan.
Sedangkan pada periode REM, pencatatan EEG mirip dengan pola saat terjaga dan
cenderung tidak beraturan. Pola REM ini akan tercatat pada saat orang yang bersangkutan
sedang bermimpi. Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang. Pada masa bayi baru
lahir (neonatal), tidur REM mewakili lebih dari 50% waktu tidur total dimana bayi tidur
kira-kira 16 jam sehari dengan periode terjaga yang singkat. Pada usia 4 bulan, pola
berubah sehingga presentasi total tidur REM turun sampai kurang dari 40%. Pada stadium
dewasa muda, stadium tidur berubah dengan proporsi REM 25% dan NREM 75%.

164
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 169
B. Stadium Tidur Normal Pada Dewasa

a) Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase
ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase
mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
b) Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1
NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total
waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa
menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan
teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
c) Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas
teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah
gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu
gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat,
frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot
rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai
tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
d) Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,
amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada
gerakan bola mata.
e) Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini
menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga
awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang
mengalami deprivasi tidur.

Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium
1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon
melemah atau hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat. Pada pria terjadi ereksi penis.
Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu
tidur. Latensi REM sekitar 70-100 menit pada subyek normal tetapi pada penderita depresi,
gangguan makan, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan
alkohol durasinya lebih pendek. Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal
165
170 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi. Tidur REM dan NREM
berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-
mimpi sedangkan tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada
tidur REM tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM.
Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian
kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90
menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM biasanya berlangsung 90
menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin
dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang
dari enam jam setiap malan dan yang berfungsi secara adekuat. Periode kekurangan tidur
yang lama kadang-kadang menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi bahkan waham.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud
disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang dewasa tidur
sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap,
rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang
membentuk siklus 24 jam. Gangguan Tidur Gangguan tidur merupakan suatu
permasalahan yang banyak dialami, terutama di negara-negara maju yang kaya akan
rutinitas. Gejala utama yang menandai gangguan tidur adalah insomnia, hipersomnia dan
parasomnia.

C. Klasifikasi Gangguan Tidur

1. Gangguan tidur primer


Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh gangguan
mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu
disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas,
dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa fisiologis
yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-bangun.
Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan
tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian tidur, dan
disomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi
buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak dapat
diklasifikasikan.

166
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 171
2. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena
gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan
tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari
gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait
aksis I atau II.

3. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum


Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
terhadap siklus tidur-bangun.

4. Gangguan tidur akibat zat


Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi).

D. Restless Leg Syndrome (RLS) dan Periodic Leg Movement (PLM)

Orang dapat mengalami disfungsi neuromuskular yang berkaitan dengan tidur.


Restless Leg Syndrome disebut juga sindrom Ekbom. Sindrom ini ditandai dengan adanya
dorongan yang kuat untuk memindah-mindahkan kaki dengan cepat ketika mau jatuh tidur.
Gerakan-gerakan kaki sering bersamaan dengan apnea tidur. Pasien sering mengeluh
adanya rasa sakit atau parestesia yang menjalar. Kadang-kadang ada sensasi seperti semut
atau cacing menjalar di tungkai. Gagal ginjal, diabetes, anemia kronik, dan gangguan saraf
perifer sering dihubungkan dengan RLS. Restless leg syndrome dapat pula diinduksi oleh
neuroleptik, antidepresan, lithium, diuretik, dan narkotik. Agonis dopamin dapat
mengurangi RLS. Narkotik juga efektif tetapi harus hati-hati karena dapat menimbulkan
resistensi. Untuk gangguan ini belum ada terapi yang ideal. Benzodiazepin (clonazepam)
dan temazepam dapat mengurangi frekuensi terbangun tetapi kurang bermanfaat terhadap
gerakan-gerakan kaki. Selain itu, obat ini dapat menyebabkan sedasi di siang hari. Obat-
obat seperti opioid, dan levodopa, serta carbamazepine, juga cukup bermanfaat.
Periodic Leg Movement disebut juga mioklonus nokturnal yaitu gerakan kaki
berulang, stereotipi, dan durasinya pendek. Gerakan berupa fleksi cepat dan periodik
tungkai dan telapak kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan terbangun berulang kali
167
172 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
sepanjang malam. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Gangguan ini
dihubungkan dengan sebab-sebab metabolik, vaskuler, anemia, defisiensi asam folat, dan
gangguan neurologik. Apnea tidur dan gerakan kaki periodik juga sering pada lansia.
Prevalensinya berkisar antara 25%-60%. Individu dengan gerakan kaki periodik memiliki
waktu tidur satu jam lebih kurang bila dibandingkan dengan kontrol normal.

E. Kesimpulan
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat
berfungsi dengan baik. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi
empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental
lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh
zat. RLS dan PLM adalah salah satu gangguan tidur yang sering terjadi di bidang ilmu
penyakit saraf dan dapat diobati.

168
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 173
174 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 14
GANGGUAN TIDUR
Harry Tribowo Hadi

Sekitar 12-15 % dari seluruh populasi AS, atau hampir 35 J uta orang mengeluhkan
gangguan tidur. Dalam kepustakaan, Mendelson mendapatkan bahwa gangguan tidur lebih
banyak diderita oleh wanita dibanding pria, dan jumlahnya akan terus bertambah seiring
dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur juga lebih banyak ditemukan pada golongan
sosial menengah kebawah. Pada suatu survey yang dilakukan terhadap pasien- pasien
psikiatri, ditemukan 63-72 % dari pasien yang rawat jalan, dan 80 % dari seluruh pasien
rawat inap menderita gangguan tidur. Oleh karena itu jelas sekali gangguan tidur
merupakan salah satu gejala utama yang turut diperhitungkan dalarn penegakan diagnosis
gangguan- gangguan psikiatrik.

A. Tidur Normal

Ditemukan fase "Rapid Eye Movement"(REM) pada individu yang tengah tidur
dihubungkan dengan keadaan bcrmimpi rnaupun pada perubahan gelombang otak dan hal
ini menyebabkan timbulnya keingintahuan dan penelitian-penelitian terhadap proses tidur
itu sendiri. Dan sejak itu pula beberapa pusat penelitian telah mendokumentasikan pola
dasar dari proses tidur. Hingga kini, dikenal dua tipe tidur yang berbeda, yaitu: (I) non-
rapid eye movement sleep (NREM) dan (2) rapid eye movement sleep (REM) atau yang
juga dikenal sebagai D-state. NREM dibagi 4 tahapan yaitu, tahap pertama mewakili fase
transisi antara keadaan bangun dan tidur, tahap ke-II tidur dalam menengah (medium deep
sleep) rnengisi hampir 50 % dari keseluruhan waktu. tidur, tahap ke-III dan ke- IV terdiri
atas tidur dengan gelombang delta (δ) yang berlangsung terus menerus atau disebut juga
sebagai tidur dalam (deep sleep).
Setelah melampaui fase tidur I dan II, seseorang akan memasuki tahap delta (tidur
terdalam dalam satu malam), sekitar Yz-1 jam setelah onset tidur. Pada tidur yang
berlangsung terns, waktu untuk tidur tahap II (tidur dalam menengah) akan semakin
panjang dan waktu untuk tidur dalam akan semakin berkurang. Selama periode istirahat
pada saat tidur, frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi respirasi akan
berkurang dan frekuensi gelombang otak pun melambat secara ritmis. Setiap siklus tidur
NREM akan berlangsung sekitar 90 menit, dan rata-rata setiap tidur malam seseorang akan
169
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 175
mengalami 4-5 siklus tidur NREM. Sepanjang malam, setiap siklus tidur NREM akan
terinterupsi oleh pola-pola gelombang otak yang terdesinkronisasi dengan tegangan yang
rendah; dan pada saat ini, frekuensi denyut jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen dan
pergerakan tubuh akan meningkat secara drastis, dan kemudian fase bermimpi akan
dimulai. Selama proses otomatis ini berlangsung, mata yang berada dibawah kelopak mata
akan bergerak dengan cepat dan oleh karena itu fase ini dikenal dengan tidur REM.
Menurut Hobson, siklus tidur- bangun- bermimpi bergantung pada keseimbangan
sistim neurokimia dan neuroanatomis (neurochemical – neuroanatomical systems).
Keadaan terjaga dipertahankan oleh Formatio reticularis ascendens, namun, barbiturat
dapat mempengaruhi sistem aktivasi Formatio reticularis ascendens dan menyebabkan
terjadinya keadaan tidur. Selain itu tidur juga dapat diakibatkan karena meningkatnya
aktivitas sistem raphe-serotoninergik (raphe- serotonergic system); dimana kondisi tidur
yang normal dipengaruhi oleh predominasi relatif dari sistem serotoninergik yang berpusat
pada kompleks pontine-raphe (pontine- raphe complex); sedangkan keadaan tidur REM
dipertahankan oleh sistem norepinephrin yang berpusat pada pons pada tingkat yang lebih
tinggi. Ketiga sistem anatomis- kimiawi saling berhubungan dan memberikan efek saling
menghambat. Monotony, boredom dan barbiturat dapat menurunkan aktivitas sistem
Formatio reticularis ascendens dan menyebabkan terjadinya keadaan tidur. Tidur juga
dapat diakibatkan oleh karena meningkatnya aktivitas sistem raphe-serotoninergik.
Hartmann dkk. Membuktikan bahwa tryptophan, suatu prekursor serotonin alami yang
terdapat dalam susu dan produk makanan lainnya dapat menginduksi terjadinya tidur. Pada
umumnya agen-agen hipnotik, sedatif, stimulan, antidepresan, dan antihistamin akan
meningkatkan jumlah norepinephrine dalam susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan
menurunnya jumlah tidur REM.

Kebutuhan tidur

Waktu tidur rata-rata orang dewasa muda adalah 7 jam 45 menit, sedangkanwaktu
minimal yang dibutuhkan untuk tidur setiap malam adalah 4-5 jam. Seiring dengan
bertambahnya usia, maka efisiensi tidur, total waktu tidur dan jumlah tidur REM akan
berkurang. Stres fisik dan emosi, kehamilan dan depresi ringan agaknya dapat
meningkatkan kebutuhan tidur. Kebutuhan tidur agaknya juga berhubungan dengan
kepribadian seseorang. Hartmann melaporkan bahwa individu- individu yang
membutuhkan tidur kurang dari 6 jam sehari merupakan individu- individu yang " tidak
khawatir " yang sudah merasa cukup dan puas akan kehidupannya. lndividu- individu yang
merupakan individu- individu yang "pengkhawatir" yang selalu memandang suatu masalah
170
176 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
secara serius berlebihan dan memiliki berbagai keluhan tentang dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya membutuhkan tidur lebih dari 9 jam sehari.

Pengambilan riwayat tidur

Agar dapat menegakkan diagnosis gangguan tidur dengan benar, dokter harus dapat
melakukan anamnesa riwayat tidur dari seorang pasien. Dalam pangambilan riwayat tidur,
dokter akan menentukan onset terjadinya kelainan, perjalanan penyakit dan karakteristik
dari kelainan yang terjadi. Dilakukan evaluasi terhadap pola tidur/ bangun yang terjadi
dalam 24 jam. Dilakukan pula penelusuran terhadap kelainan-kelainnan tidur yang
mungkin terjadi dalam keluarga, juga dilakukan pengambilan data dari teman tidur pasien.
Efek gangguan tidur pada kehidupan pasien dinilai, selain itu juga dilakukan penilaian
sikap pasien dan keluarganya terhadap kelainan tidur yang diderita.

Menetapkan kelaian tidur spesifik

Dokter harus mengumpulkan informasi secara objektif mengenai keluhan-keluhan


pasien yang terkadang samar. Misalnya keluhan rasa lelah, harus diperjelas apakah rasa
lelah yang dikeluhkan berartifatigue, waekness, exhaustion atau sleepiness. Apakah
kelainan tersebut disebabkan oleh suatu kelainan medis umum atau karena gangguan
emosi. Rasa ngantuk yang berkepanjangan disiang hari bisa disebabkan karena insomnia
atau dapat terjadi sekunder karena suatu kelainan berupa waktu tidur yang berlebih seperti
pada narcolepsy.
Jika pasien menyampaikan keluhan mengenai insomnia, perjalanan penyakit yang
dikeluhkan pasien harus diperjelas. Bagaimana kualitas tidurnya?, apakah pasien merasa
dapat beristirahat dan dapat terjaga sepenuhnya saat bangun tidur dipagi hari, atau justru
merasa lelah dan lesu?, apa kegiatan yang biasa dilakukan pasien sebelum tidur (presleep
routine)?, apa yang biasanya dipikirkan oleh pasien pada saat ia berusaha tidur?. Jika
pasien mengalami kesulitan untuk mempertahankan tidurnya, mungkin harus
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya gangguan medis.
Bangun tidur yang terlalu cepat biasanya berhubungan dengan depresi, oleh karena
itu harus dicari gejala-gejala depresi lainnya, seperti berkurangnyan nafsu makan,
penurunen berat badan, penurunan libido, berkurangnya energi, dan pikiran yang
rriengarah pada tindakan bunuh diri. Keluhan mengenai mimpi buruk yang menakutkan
harus dievaluasi dan dinilai untuk menentukan apakah terdapat persepsi- persepsi
tersembunyi mengenai pengalaman yang menakutkan, seperti pada kasus- kasus sleep
terror, atau recall mimpi yang sangat jelas seperti pada kasus- kasus nightmare.
171
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 177
Mimpi-mimpi yang aneh yang timbul pada saat tidur dimulai harus mengingatkan kita
akan kemungkinan terjadinya halusinasi hipnagogik yang mengindikasikan kemungkinan
diagnosis yang mengarah pada diagnosis narkolepsi.

Penilaian keadaan klinis

Hubungan antara onset dan perjalanan penyakit dari suatu kelainan tidur dengan stres
yang dialami sehari-hari dan gangguan emosional dapat membantu dalam mengetahui
etiologi dari suatu kelainan tidur yang diderita. Contoh, onset terjadinya kelainan berupa
berjalan sambil tidur pada masa kanak- kanak atau pada masa remaja awal mengarah pada
terjadinya gangguan perkembangan, sedangkan onset yang timbul pada saat seseorang
telah dewasa mengarah pada terjadinya keadaan patologis organik. Insomnia dan mimpi-
mimpi buruk dapat terjadi pada usia berapapun dan pada umumnya berhubungan dengan
stres emosional. Sebagian besar pasien yang menderita insomnia dan mengalami mimpi
buruk telah mengalami keluhan- keluhan tersebut selama lebih dari lima tahun sebelum
akhirnya pasien-pasien tersebut menemui dokter untuk memeriksakan keluhannya
tersebut.

Pertanyaan bagi partner tidur

Partner tidur pasien biasanya dapat memberikan informasi yang berharga dan sangat
penting dalam proses penegakan diagnosis. Sebagai contoh, partner tidur harus ditanyakan
mengenai kemungkinan pasien mendengkur dengan hebat pada saat tidur. Dengkuran
periodik yang diselingi dengan adanya periode apnea yang berlangsung lebih dari 10-15
detik mengindikasikan kemungkinan terjadinya obstructive sleep apnea. Pamer tidur dari
pasien- pasien yang menderita central sleep apnea dapat melaporkan bahwa selama tidur
malam, pasien beberapa kali tersedak dan seperti tercekik.
Myoclonus nocturnal ditandai dengan adanya gerakan-gerakan mengejang pada kaki
yang terjadi secara periodik beberapa kali selama tidur, dan biasanya hal ini dirasakan oleh
partner tidur. Gerakan- gerakan mengejang ini mungkin dapat dirasakan sangat
mengganggu dan akhirnya partner tidur lebih memilih untuk tidur ditempat terpisah.
Akhirnya pada kasus-kasus berjalan sambil tidur ataupun pada kasus- kasus dimana pasien
menderita night terrors dapat diidentifikasi berdasarkan deskripsi- deskripsi yang
disampaikan oleh partner tidur.

172
178 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Menilai kelainan- kelainan medis dan psikiatris

Setiap kelainan medis yang menyebabkan nyeri ataupun menimbulken perasaan


takut akan kematian dapat menyebabkan terjadinya insomnia. Pasien yang menderita
penyakit serius deapat menderita sukar tidur karena rasa takut kematian, penderita asma
atau decompensatio cordis akan menderita gangguan tidur sekunder akibat episode-
episode dispnea yang diderita. Enuresis dapat disebabkan oleh adanya malformasi pada
Tractus urogenital, Diabetes melitus ataupun oleh karena infeksi pada Tractus urogenital.
Malformasi orofaring dapat menyebabkan terjadinya obstructive sleep apnea, sedangkan
patologi pada CNS dapat menyebabkan terjadinya central sleep apnea. Berjalan sarnbil
tidur ataupun night terrors dapat disebabkan oleh terjadinya penyakit- penyakit yang
disertai dengan febris.
Kelainan psikiatris dapat rnenyebabkan terjadinya gangguan tidur. Anxietas dapat
menyebabkan pasien sukar masuk tidur, depresi biasanya berhubungan dengan bangun
tidur yang terlalu cepat di pagi hari. Pasien-pasien yang kompulsif dapat sangat gelisah
dan terganggu dengan usahanya untuk tidur, sedang pasien yang rnenderita skizofrenia dan
pasien- pasien yang menderita stres justru akan terganggu oleh rnimpi-mimpi buruk.
Pasien- pasien yang mengalami kelainan seksual dan agresif seringkali mengalami
gangguan dalam pola tidur. Obat-obat stimulan, steroid ataupun obat-obat beta-adrenergic
blocker dapat memperparah insomnia yang diderita, selain itu kopi dan rninuman cola pun
dapat rnempengaruhi pola tidur normal yang ada. Penghentian obat- bobat hipnotik sedatif
ataupun obat-obat minor tranquilizer dapat menyebabkan terjadinya reboun insomnia.
Obat-obat depresan pada CNS dapat menimbulkan efek mengantuk di siang hari.

Pusat evaluasi tidur

Bagi pasien-pasien yang belum dapat didiagnosis dengan pasti meskipun telah
menjalani anamnesis dan pemeriksaan rnedis lengkap, harus dilakukan perujukan dan
pemeriksaan dipusat evaluasi tidur. Ditempat ini secara umum pasien akan dianamnesis
yang detail dan pemeriksaan fisik lengkap juga meliputi evaluasi neurologis menyeluruh
dan wawancara psikiatris. Pasien mengisi catatan tidur harian secara lengkap. Beberapa
pusat penelitian juga mengharuskan pasien mengisi Stanford Sleepiness Scale, Sleep
inventory, Minnesota Multiphasic Personality Inventory dan Cornell Medical Index.
Setelah informasi yang dibutuhkan dilengkapi, dibuat janji temu dengan pasien untuk
selanjutnya dilakukan evaluasi lebih lanjut di pusat evaluasi tidur. Pasien diharuskan
datang ke pusat evaluasi 1-2 jam sebelum waktu tidur malam. Prosedur selanjutnya pasien
akan dipasangi alat evaluasi tidur yang disebut “POLYSOMNOGRAFI”. Alat ini akan
173
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 179
secara terus menerus mencatat dan merekam hasil pemeriksaan EEG, aktivitas otot,
gerakan mata, ECG, dan aktivitas respirasi selama pasien tertidur.

Klasifikasi gangguan tidur

DSM IV mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostik klinik


dan perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM IV adalah:
1. Gangguan tidur primer,
2. Gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain dan Gangguan
tidur lainnya, khususnya,
3. Gangguan tidur karena kondisi medis umum atau disebabkan oleh penggunaan zat.
Dua gangguan tidur primer adalah Dissomnia dan Parasomnia. Dissomnia adalah
kelornpok gangguan tidur yang heterogen, terdiri dari: Insomnia primer, hipersomnia
primer, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan, gangguan tidur irama
sirkardian (gangguan jadwal tidur bangun), dan dissomnia yang tidak ditentukan (NOS;
not otherwise specified)
Parasomnia adalah termasuk gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder),
gangguan kecemasan mimpi (dream anxiety disorder), gangguan teror tidur, gangguan
tidur berjalan, dan parasomnia yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified).

B. Insomnia

Menurut DSM IV-TR ada dua diagnosis yaitu: Insomnia Primer dan Insomnia yang
terkait dengan Aksis I atau Aksis II. Kriteria DSM menekankan pada keluhan utama susah
masuk tidur atau tidur tak berkualitas memulihkan, berlangsung sedikitnya 1 bulan dan
mengakibatkan keluhan/ kegagalan dalam fungsi kehidupan sehari- hari.
Menurut ICSD-2 (The International Classification of Sleep Disorders -second edition) :
Gejala insomnia adalah sukarnya jatuh tidur/ masuk tidur yang menetap,
terbangun tengah malam, kualitas tidur yang buruk atau lamanya tidur yang tak
cukup, menyebabkan distres atau kegagalan dalam fungsi kehidupan sehari-
hari, padahal kesempatan tidurnya cukup .

Epidemiologi:
Prevalensi gejala insomnia adalah 30-40 % dari populasi. Prevalensi gangguan insomnia
5-10 %.
174
180 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor risiko:
Jenis kelamin, usia lanjut, tidak memiliki pekerjaan, menyertai suatu penyakit genetik,
stres psikososial, dan kebiasaan tidur yang kontra produktif/ buruk.

Patofisiologi:
Model fisiologi mengarahkan bahwa insomnia adalah gangguan peningkatan rangsang.
Model perilaku mengatakan bahwa insomnia timbul akibat interaksi dari faktor
predisposisi tertentu, faktor presipitasi ekstemal dan faktor perilaku yang menetap/
kebiasaan.

Konsekuensi:
Insomnia adalah faktor risiko untuk timbulnya depresi, cemas dan gangguan
penyalahgunaan zat. Insomnia dihubungkan dengan kecelakaan, bolos/absen kerja dan
berkurangnya kualitas hidup.

Pemeriksaan klinis dan diagnosis:


Pemeriksaan klinis didasarkan pada anamnesa yang teliti. Perjalanan penyakitnya, gejala
yang jelas, faktor pencetusnya, faktor yang memperberat dan perawatan sebelumnya yang
sudah dilakukan. Riwayat atau waktu tidur- bangun, keteraturan jadwal tidur- bangun,
kegiatan atau aktivitas sehari- hari. Evaluasi adanya gangguan psikiatrik I gangguan
kondisi medik umum yang melatarbelakangi. Adanya riwayat penggunaan medikasi atau
penyalahgunaan zat. Catatan tidur harian, dan pemeriksaan penunjang polisomnografi.

Diferensial diagnosis:
Insomnia primer mengarah pada gangguan dimana keluhan utamanya adalah insomnia
tanpa ada kaitannya dengan gangguan/ penyebab lainnya. Insomnia sekunder timbul dari
penyebab lain termasuk beberapa gangguan psikiatrik, penyakit/ kondisi medis umum
seperti CHF, COPD, Stroke, Penyakit Parkinson, CRF, DM, Hiperthiroid, Artritis,
fibromyalgia. Insomnia karena menggunakan zat termasuk alkohol, cafein, nikotin,
stimulan lainnya. Insomnia karena obat anti depresan, dekongestan, kortikosteroid, statin
dll.

Pengobatan Insomnia:
Farmakoterapi berfokus pada pemberian anti insomnia jangka pendek (2-4 minggu) lalu
dosis diturunkan secara bertahap. Untuk Insomnia primer pilihan pertamanya adalah short
acting benzodiazepine reseptor agonist, seperti Zolpidem, eszopliclone, atau zoleplon.
Antidepresan yang bersifat sedasi seperti doxepine dan amitriptilin dapat digunakan.
175
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 181
Pilihan ketiga dapat menggunakan gabapentin atau tiagabine. Terapi psikologis dan terapi
perilaku mungkin perlu dilakukan bila menggunakan terapi medikasi jangka panjang.
Terapi restriksi tidur dapat memaksimalkan efisiensi tidur. Terapi kontrol stimulus
mendukung hubungan antara tidur clan lingkungan tidur. Pasien disarankan untuk
menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan kegiatan seksual dan masuk kamar tidur
hanya ketika mengantuk. Jika masih terjaga setelah 20 menit pasien hams meninggalkan
kamar tidur sampai mengantuk Jagi. Terapi kognitif menggunakan metode psikologis dan
mengubah miskonsepsi dari tidur dan sulit tidur. Mengunakan suatu kombinasi dari terapi
perilaku dan teknik kognitif.

DAFTAR PUSTAKA
1. David J Kupfer, Michelle S. Horner et all, Oxford American Hand Book of Psychiatry, 2008;
Oxford University Press, New York
2. John C.M Brust, Current Diagnosis & Treatment in Neurology, Mc. Graw Hill, New York
3. J. Ingram Waker and Jesse O. Cavenar, Jr, Sleep Disorders, ....
4. Harold I. Kaplan and Benjamin J. Sadock, Synopsis of Psychiatry, 8th. Ed,1998, Williams and
Wilkins, Baltimore, Maryland, USA

176
182 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 15
GANGGUAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
Hilda Puspa Indah

Neurodevelopmental disorder merupakan


sekelompok kondisi yang terjadi dalam masa perkembangan. Gangguan ini biasanya
terdiagnosis di awal pengembangan, sebelum anak memasuki sekolah dasar, dan ditandai
dengan defisit perkembangan yang menimbulkan gangguan fungsi personal, sosial,
akademik, atau pekerjaan. Yang termasuk ke dalam gangguan ini yaitu:
o Disabilitas Intelektual (Intellectual Disabilities)
o Gangguan komunikasi (Communication Disorders)
o Autism Spectrum Disorders
o Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder)
o Gangguan belajar spesifik (Specific Learning Disorders)
o Gangguan motorik (Motor Disorders)
o Gangguan tic (Tic Disorders)

A. Disabillitas Intelektual (Intellectual Disabilities)

Disebut juga mental retardasi (mental retardation). Pada keadaan ini ditemukan
kecerdasan atau kemampuan mental di bawah rata-rata dan kurangnya keterampilan yang
diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Individu dengan kondisi ini masih dapat dan
mempelajari keterampilan baru, tetapi lebih lambat. Derajat ketidakmampuan dari ringan
sampai berat.
Individu dengan kondisi ini memiliki keterbatasan dalam dua bidang, yaitu:
 Fungsi Intelektual  IQ, mengacu pada kemampuan seseorang untuk belajar,
bernalar, membuat keputusan dan memecahkan masalah
 Perilaku adaptif  keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari,
seperti mampu berkomunikasi secara efektif, berinteraksi dengan orang lain dan menjaga
diri sendiri

177
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 183
Tanda disabilitas intelektual pada anak-anak dapat muncul pada berbagai usia, terkadang
muncul selama masa bayi namun terkadang baru muncul saat seorang anak berusia
sekolah. Hal ini seringkali tergantung pada tingkat disabilitasnya.
Tanda-tanda disabilitas intelektual adalah:
 Tahapan berguling, duduk, merangkak atau berjalan yang terlambat
 Bicara terlambat atau kesulitan bicara
 Lambat menguasai hal-hal seperti latihan pup (BAB), berpakaian dan makan
sendiri
 Kesulitan untuk mengingat sesuatu
 Ketidakmampuan dalam menghubungkan tindakan dengan kosekuensi.
 Gangguan perilaku seperti amukan yang meledak-ledak (tantrum)
 Kesulitan dalam memecahkan masalah atau pemikiran logis

Etiologi, mencakup:
 Genetik : contohnya pada sindroma Down, fragile X syndrome
 Permasalahan selama kehamilan, contohnya gangguan perkembangan otak janin
akibat penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan, malnutrisi, infeksi
tertentu, atau preeklamsia.
 Permasalahan saat persalinan, biasa muncul apabila selama proses persalinan
terjadi hipoksia atau kondisi bayi sangat premature.
 Penyakit atau cedera, terutama disebabkan oleh infeksi (meningitis, batuk rejan,
atau campak) dan trauma kepala berat (kondisi hampir tenggelam, malnutrisi
berat, infeksi otak, paparan racun seperti timbal, dan pengabaian atau
penyiksaan (abuse)).
 Dan ada dua pertiga anak dengan disabilitas intelektual tidak diketahui
penyebabnya.

Diagnosis, terutama memerhatikan 3 faktor utama:


 Wawancara dengan orang tua
 Observasi anak (klien)
 Pemeriksaan intelegensia dan perilaku adaptif

Setelah mendiagnosis gangguan disabilitas intelektual, tim profesional akan menilai


khusus kelebihan dan kekurangan dari anak tersebut. Dengan begitu, maka dapat
ditentukan jenis dan seberapa banyak dukungan yang anak tersebut butuhkan untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka di rumah, sekolah dan komunitas.
178
184 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Alat ukur
 IQ (Intelligence Quotient)/ Tes IQ. Rata-rata IQ indiviru adalah 100, dengan
mayoritas di antara 85 dan 115. Seseorang dengan IQ < 70 – 75 dianggap
memiliki gangguan disabilitas intelektual.
 Observasi kemampuan anak dan perbandingan kemampuan anak tersebut dengan
anak lain di usia yang sama yang dilakukan oleh seorang spesialis dapat
membantu mengukur perilaku adaptif anak. Contoh observasi yang dilakukan
antara lain kegiatan sehari-hari seperti seberapa baik anak dapat makan atau
berpakaian sendiri, seberapa baik anak dalam berkomunikasi dan memahami
orang lain, dan proses interaksi anak dengan keluarga, teman dan anak lain pada
usia yang sama.

Beberapa tipe disabilitas intelektual pada DSM-V


o Ringan (IQ 50-55 sampai 70)
Domain konseptual: secara ringan memengaruhi pemikiran abstrak,
kemampuan fungsional, fleksibilitas kognitif, dan memori jangka
pendek
Domain sosial: Interaksi sosial yang imatur, yang membuat mereka berisiko
dimanipulasi.
Domain Praktis: membutuhkan pengawasan, bimbingan dan bantuan saat
menjalankan tugas sehari-hari. Bantuan ini sangat dibutuhkan dalam
situasi yang stres.

Sebanyak 85% dari penyandang disabilitas gangguan intelektual memiliki


disabilitas ringan. Pada umumnya mereka tidak berbeda dengan anak
sebayanya sampai mereka dewasa.

o Sedang (IQ 35-40 sampai 50-55)


Domain konseptual: membutuhkan bantuan berkelanjutan untuk
menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Kadang-kadang bahkan perlu
orang lain untuk mengambil alih tanggung jawab mereka. Dengan
pengawasan yang moderat, mereka dapat belajar keterampilan yang
berhubungan dengan perawatan diri mereka. Mereka dapat
mengerjakan pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian atau
sedikit membutuhkan keahlian, tapi selalu dengan pengawasan.
179
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 185
Domain sosial: Ketika berkomunikasi secara verbal, bahasa mereka kurang
kompleks dibandingkan orang tanpa disabilitas. Ini berarti mereka
tidak mampu menafsirkan seluk-beluk sosial dengan baik dan
mereka dapat kesulitan dalam menjalin hubungan baru.
Domain praktis: dengan dukungan dan instruksi berkelanjutan mereka dapat
mengembangkan keterampilan dan kemampuan tertentu.

o Berat (IQ 20-25 sampai 35-40)


Domain konseptual: sangat terbatas, terutama dengan konsep angka. Mereka
membutuhkan dukungan yang terus menerus di banyak bidang
Domain sosial: Bahasa lisan mereka sangat dasar, kalimat mereka sederhana
secara tata bahasa dan kosa kata mereka terbatas. Mereka
berkomunikasi dengan sangat sederhana dan terbatas pada saat ini.
Domain praktis: membutuhkan pengawasan konstan untuk semua tugas sehari-
hari.
Sebanyak 3-4% dari penyandang disabilitas intelektual memiliki disabilitas
berat.

o Sangat berat (IQ 20-25)


Domain konseptual: terkena dampak yang jelas. Mereka hanya berpikir dunia
fisik dan proses non simbolik. Dengan instruksi, mereka dapat
memperoleh keterampilan tertentu seperti menunjuk. Kesulitan
motorik dan sensorik terkait menghalangi pengunaan fungsional
dari suatu benda atau obyek.
Domain sosial: pemahaman yang sangat sederhana dari komunikasi verbal dan
gestural. Mereka mengekspresikan diri dengan cara yang sangat
sederhana, mendasar dan kebanyakan non verbal.
Domain praktis: mereka secara total bergantung orang lain di semua bidang.
Bila mereka tidak mempunyai gangguan motorik dan sensorik,
mereka dapat berpartisipasi dalam aktivitas dasar tertentu.
Meskipun minoritas (1-2%), Sebagian besar terkait dengan penyakit
neurologis yang telah teridentifikasi.

180
186 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
B. Autism Spectrum Disorders

Merupakan gangguan perkembangan yang memengaruhi komunikasi dan


perilaku. Gejalanya muncul pada umumnya dua tahun pertama kehidupan, namun
diagnosis dapat ditegakkan pada usia berapapun.
Berdasarkan DSM V, tanda dan gejala untuk mendiagnosis kondisi ini antara lain:
 Adanya kesulitan berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama
 Keterbatasan untuk memiliki minat tertentu dan memiliki perilaku repetisi yang
aneh.
 Kurangnya kemampuan berfungsi dengan baik di sekolah, tempat kerja, maupun di
bidang lain.
 Autism  “spectrum” disorder “  ada variasi yang luas pada tipe dan keparahan
gejala dari tiap penyandang autisme.
 Dapat ditemukan di berbagai etnis, ras dan grup ekonomi.
 Menjadi gangguan seumur hidup, namun kualitas hidup dan fungsional hidup
bersosialisasi dapat ditingkatkan dengan perawatan dan penatalaksanaan yang baik

Komunikasi sosial/ perilaku interaksi dapat meliputi::


 Sedikit dan inkonsisten dalam melakukan kontak mata
 Cenderung tidak melihat atau mendengarkan seseorang
 Jarang berbagi kesenangan terhadap benda atau aktivitas dengan menunjukkan
atau memperlihatkan benda ke orang lain
 Gagal atau lambat dalam menanggapi seseorang yang memanggil namanya atau
upaya verbal lain untuk mendapatkan perhatiannya.
 Mengalami kesulitan dalam memutar balikkan percakapan.
 Sering berbicara panjang lebar mengenai subyek favorit tanpa menyadari respon
ketertarikan orang lain terhadap subjek tersebut sehingga seringkali tidak
memberi kesempatan orang lain untuk menanggapi.
 Ekspresi wajah, gerakan, maupun gerak tubuh yang biasanya tidak sesuai dengan
yang dibicarakan.
 Nada suara saat berbicara tidak biasa yang mungkin terdengar seperti nyanyian
atau datar seperti robot.
 Kesulitan dalam memahami pandangan seseorang atau tidak memilik
kemampuan untuk memperkirakan atau memahami tindakan orang lain.

Individu dengan kondisi ini juga memiliki perilaku restriktif / repetitif seperti:
 Kata atau frasa tertentu maupun perilaku yang tidak biasa, yang disebut ekolalia.
181
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 187
 Minat kuat pada topik tertentu seperti angka atau detail informasi dan fakta
tertentu.
 Minat yang terfokus pada benda bergerak atau bagian-bagian tertentu suatu
benda.
 Marah karena sedikit perubahan dalam rutinitas.
 Memiliki kekurangan/ kelebihan sensitivitas terhadap sensor indera seperti
cahaya, suara, jenis bahan pakaian, atau suhu dibandingkan orang lain.
 Gangguan tidur dan kegelisahan.
 Memiliki berbagai kelebihan disbanding orang lain:
o Dapat mempelajari secara detail mengenai berbagai hal dan mengingat
berbagai informasi tersebut untuk periode lama
o Lebih mampu mempelajari hal secara visual dan auditori
o Unggul dalam bidang yang berhubungan dengan angka (seperti matematika,
ilmu pengetahuan sistematis, musik dan kesenian).

Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti, namun berbagai penelitian
menunjukkan adanya keterlibatan bersama antara genetik dan pengaruh lingkungan
yang memengaruhi perkembangan sedemikian hingga yang mengarah ke ASD.

Faktor risiko meliputi:


 Genetik (contoh. saudara kandung dengan kelainan serupa)
 Memiliki orang tua yang terpaut jauh usianya dengan individu
 Memiliki kondisi genetik tertentu (contoh sindrom Down, fragile X syndrome,
dan sindrom Rett)
 Berat badan saat lahir sangat rendah

Penatalaksanaan
Harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Yang terpenting adalah
perawatan tepat sedini mungkin agar dapat mengurangi kesulitan individu dalam
menjalankan fungsinya. Selain itu juga sangat penting membantu mereka dalam
proses belajar berbagai keterampilan baru dan memaksimalkan kekuatan mereka.
Diharapkan dengan berbagai tindakan dan pengobatan secara holistik akan dapat
mengurangi berbagai masalah yang dihadapi orang dengan ASD.

182
188 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Pengobatan
Terapi farmakologis yang diberikan oleh dokter dapat mengatasi beberapa gejala
(seperti iritabilitas, agresi, perilaku aneh yang repetitif, hiperaktiviras, kesulitan
memusatkan perhatian, kecemasan, dan depresi).
Terapi non farmakologis mencakup terapi perilaku, konsultasi untuk terapi psikologis,
dan terapi bidang pendidikan dalam bentuk pengembangan keterampilan.
Program yang dijalankan oleh dokter dengan spesialisasi terapi perilaku biasanya
sangat terstruktur dan intensif. Dalam program ini juga keterlibatan orang tua, saudara
kandung, dan anggota keluarga lainnya sangat penting sehingga individu dengan ASD
mampu untuk:
 Mempelajari berbagai hal yang diperlukan untuk hidup mandiri
 Mengurangi perilaku yang menantang
 Meningkatkan atau membangun kekuatan dalam menghadapi hidup
 Mempelajari berbagai keterampilan sosial, komunikasi, dan bahasa

C. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan otak yang


memengaruhi cara seseorang memperhatikan, duduk diam, dan mengontrol perilaku. Biasa
terjadi pada anak-anak dan remaja yang dapat berlanjut hingga dewasa. Insidensi lebih
banyak pada anak-anak dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Kondisi ini
biasanya terlihat selama tahun-tahun awal sekolah, ketika seorang anak mulai memiliki
masalah dalam memperhatikan.

Gejala ADHD pada anak-anak antara lain:


 Lalai
 Mudah teralihkan
 Tidak mengikuti petunjuk atau menyelesaikan tugas
 Sepertinya tidak mendengarkan
 Tidak memperhatikan dan membuat kesalahan yang ceroboh
 Lupa tentang aktivitas sehari-hari
 Memiliki masalah dalam mengatur tugas sehari-hari
 Tidak suka melakukan hal-hal yang mengharuskan duduk diam
 Sering kehilangan barang
 Cenderung melamun

183
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 189
Pada keadaan hiperaktif- impulsif, muncul dalam bentuk:
 Sering menggeliat, gelisah, atau memantul saat duduk
 Tidak tetap duduk
 Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
 Selalu bergerak, seperti berlari atau memanjat sesuatu (Pada remaja dan dewasa,
ini lebih sering digambarkan sebagai kegelisahan.)
 Berbicara berlebihan
 Kesulitan menunggu giliran
 Mengaburkan jawaban
 Mengganggu orang lain

Penyebab, mencakup:
 Genetik
 Bahan Kimia
 Perubahan otak, ditemukan area otak yang mengontrol perhatian kurang aktif pada
anak-anak dengan ADHD.
 Gizi buruk, infeksi, merokok, minum, dan penyalahgunaan zat selama kehamilan
 Racun
 Cedera otak atau kelainan otak  lobus frontal, dapat menyebabkan masalah
pengendalian impuls dan emosi

Pengobatan ADHD meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Untuk terapi
farmakologis biasa menggunakan:
 Amfetamin
 Dexymethylphenidate
 Dextroamphetamine
 Lisdexamfetamine
 Methylphenidate

Untuk terapi nonfarmakologis meliputi:


 Perawatan yang berfokus pada perubahan perilaku.
 Pendidikan khusus membantu anak belajar di sekolah. Hal ini penting karena memiliki
struktur dan rutinitas dapat sangat membantu anak-anak dengan ADHD.
 Modifikasi perilaku dengan tujuan mengajarkan cara untuk mengganti perilaku buruk
dengan yang baik.
 Psikoterapi (konseling) dapat membantu penderita ADHD mempelajari cara-cara
yang lebih baik untuk menangani emosi dan frustrasinya. Itu bisa membantu
184
190 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
meningkatkan harga diri mereka. Konseling juga dapat membantu anggota keluarga
lebih memahami anak atau orang dewasa dengan ADHD.
 Pelatihan keterampilan sosial dapat mengajarkan perilaku, seperti bergiliran dan
berbagi.

D. TIC Disorders

Merupakan gerakan yang tiba-tiba dan cepat dari berbagai kelompok otot dengan
atau tanpa ucapan vokal, yang terjadi tanpa disengaja. Biasa terjadi secara singkat,
berulang, tidak berirama.
Dapat diklasifikasikan menurut derajat kompeksitasnya,
yaitu single atau kompleks serta kualitasnya yaitu motor atau vokal.

Tik motorik Tik Vokal


Mengedipkan mata Batuk
Memutar bola mata Membersihkan tenggorokan
Menyeringai Menghirup
Menggelengkan kepala Bersiul
Menyentakan bahu Mendengkur
Menyentakan badan dan panggul Suara binatang
Menyentakan perut Mengucapkan suku kata
Menggerakan tangan dan lengan Mengucapkan kata
Menggerakan kaki dan tungkai Berteriak-teriak

Kriteria diagnosis menurut DSM V


 Catatan : tik itu tiba-tiba, cepat, berulang, gerakan motorik dan vokalisasi nonritmik.
 Tourette’s Disorder 307.23 (F95.2)
o Ada kedua jenis tik motorik dan ≥ 1 tik vokal yang ada bersama-sama selama
sakit, walaupun tidak selalu bersamaan.
o Tik mungkin bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi menetap untuk lebih
dari 1 tahun sejak onset tik pertama kali.
o Onset sebelum 18 tahun
o Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misal kokain)
atau kondisi medis lainnya (misal Huntington’s disease, postviral encephalitis)

 Persistent (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder (F95.1 )


o Tik vokal atau motorik single atau multiple yang ada selama sakit, tapi
tidak keduanya motorik dan vokal.
185
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 191
o Tik mungkin bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi menetap untuk lebih
dari 1 tahun sejak onset tik pertama kali.
o Onset sebelum 18 tahun
o Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misal
kokain) atau kondisi medis lainnya (misal Huntington’s disease, postviral
encephalitis).
o Kriteria tidak pernah memenuhi Tourette disorder.
o Spesifikasi jika :
 Dengan hanya tik motorik
 Dengan hanya tik vokal

 Provisional Tic Disorder (F95.0)


o Tik vokal dan/ atau motorik single atau multiple
o Tik mungkin bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi menetap untuk lebih
dari 1 tahun sejak onset tik pertama kali.
o Onset sebelum 18 tahun
o Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misal
kokain) atau kondisi medis lainnya (misal Huntington’s disease, postviral
encephalitis).
o Kriteria tidak pernah memenuhi Tourette disorder atau persistent (chronic)
motor or vocal tic disorder

Gangguan psikiatri yang sering dikaitkan dengan gangguan Tik :


Gangguan komorbid %
ADHD 40-60
OCD 40-70
Gangguan cemas 25-40
Gejala depresi Sekitar 50
Gangguan tidur 12-44

Penatalaksanaan, meliputi:
o Farmakoterapi :
 Sebelum diberikan obat dlakukan pemeriksaan : tes fungsi hepar, level prolaktin,
EKG, EEG pemeriksaan fisik dan neurologis.
 Haloperidol satu-satunya obat resmi yang disetujui untuk pengobatan gangguan
tik di Eropa (dari usia tiga tahun). Haloperidol memiliki anti dopaminergik kuat
dan hasil dalam pengurangan tik di sekitar 80% dari kasus. Namun efek samping
186
192 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
seperti sindrom ekstrapiramidal cukup sering terjadi, sehingga haloperidol tidak
menjadi pengobatan pilihan yang pertama.
 Risperidone sebagai SGA dengan afinitas tinggi terhadap reseptor D2 dan 5-
HT2. Efikasinya hampir setara dengan haloperidol namun efek samping yang
lebih sedikit
 Aripiprazole biasa diberikan pada pasien yang tidak berespon terhadap obat lain.
 Terapi untuk TIK dengan komorbid
 ADHD :
o Psikostimulan (metilfenidat)
o Atomoxetin dan klonidin
o Risperdione
o Risperidon+metilfenidat
 Gangguan emosional diberikan Sulpiride
 OCD diberikan SSRI
 Tik yang berat diberikan SSRI + antipsikotik

o Nonfarmakoterapi, mencakup:
 Psikoedukasi
Psikoedukasi yang diberikan biasanya meliputi orangtua dan guru.
Informasi yang diberikan yaitu tentang gangguannya dan pilihan pengobatan.
Informasi yang diberikan guru dapat sebagai rekomendasi bila anak ujian
diperbolehkan ujian sendiri atau boleh meninggalkan kelas untuk waktu yang
singkat untuk melepaskan tik nya.
 Psikoterapi
o Metode cognitive behavioral merupakan terapi paling efektif untuk
intervensi psikoterapi.
o Latihan relaksasi dapat membantu mengurangi tik karena intensitas tik
sering meningkat ketika stres dan cemas. Latihan relaksasi meliputi
relaksasi otot, pernapasan dalam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ., Sadock, V.A., Ruiz P. (2017). Kaplan Sadock: textbook of psychiatry.
10th ed. LWW
2. Elvira, S.D. (2013). Buku Ajar Psikiatri UI edisi 2. UI

187
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 193
194 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 16
GANGGUAN SOMATOFORM
Ade Kurnia Surawijaya

Manifestasi gangguan psikiatri umumnya menunjukkan gejala-gejala badaniah,


seperti pada gangguan panik nampak tremor, palpitasi dan hyperpnea; pada depresi adanya
konstipasi, mulut kering disertai beraSt badan menurun. Secara umum hal ini diketahui
pasien dan dokternya bahwa gejala-gejala badaniah dan psikologik ini selalu
berdampingan, yang kadang-kadang menyulitkan proses diagnosis. Apakah gangguan fisik
atau gangguan psikiatrik yang utama?
Dalam hal ini perlu kita ingat bila pasien telah datang berulang-ulang dengan
keluhan badaniah apalagi telah mengunjungi beberapa dokter, bergantian untuk
konsultasi dan pengobatan, maka perlu dipikirkan faktor mental emosional memegang
peran yang dominan.
Pada kelompok gangguan ini umumnya gejala somatik (berbagai organ tubuh) cukup
serius, namun tidak ditemukan penjelasan medik yang jelas, tetapi mengakibatkan
penderitaan pasien serta mempengaruhi peran sosial dan pekerjaannya.
Dalam gangguan somatoform ini kita mengenal:
1. Gangguan somatisasi.
2. Gangguan konversi.
3. Gangguan nyeri.
4. Gangguan hipokhondriasis.
5. Gangguan dismorfik tubuh.
Dan juga adanya gangguan residual yang tidak spesifik :
1. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan.
2. Gangguan somatoform tak spesifik.
Gambaran klinik utama:
1. Keluhan somatik yang serius namun tidak adanya gejala klinis atau laboratoris
yang adekuat.
2. Faktor mental emosional dan konflik memegang peranan dalam terjadinya onset,
eksaserbasi dan berlanjutnya gangguan tersebut.
3. Gejala dan gangguan kesehatan ini tidak disadari oleh pasien.
Oleh karena pasien yakin bahwa ia mengalami suatu gangguan fisik yang serius. Gangguan
ini tidak termasuk gangguan buatan atau pura-pura (malingenering). Pada pemeriksaan
fisik dan laboratorium tidak ditemukan gangguan yang bermakna sesuai keluhannya.
188
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 195
Gangguan somatisasi
- Adanya riwayat mengeluh sakit organ-organ tubuh yang multiple selama kurang
lebih 2 tahun, tanpa adanya gejala klinis atau laboratorik yang bermakna.
Seandainya pada pemeriksaan klinis ditemukan adanya kelainan fisik, biasanya
keluhannya tidak sebanding dengan berat ringannya gangguan tersebut dan tak ada
kaitannya dengan keadaan yang sebenarnya.
- Karena preokupasi terhadap gejalanya, pasien mengalami distress dan cenderung
mencari pertolongan terhadap dokter spesialis (tiga atau lebih). Bila pasien tak
mempunyai biaya atau tidak adanya pelayanan medik. Ia akan berusaha mencari
pertolongan yang bersifat non medik.
- Pasien tidak akan menerima keterangan atau nasihat yang diberikan oleh
dokternya, bahwa ia tidak mengalami penyakit walaupun hasil pemeriksaan
laboratorium tidak menunjukkan hasil yang menunjang ke arah penyakit tersebut.
Atau hanya menerima sementara, beberapa minggu kemudian ia akan mengalami
gejala penyakit tersebut.
- Paling sedikit harus mengeluh adanya 6 gejala atau lebih dari daftar berikut:
A. Gejala gastrointestinal:
(1) abdominal pain;
(2) nausea;
(3) perut kembung penuh udara;
(4) rasa tak nyaman dalam mulut, atau lidah terasa tebal;
(5) Keluhan muntah dan regurgitasi makanan.;
(6) Mengeluh sering buang air besar atau pergerakan usus berlebih dan keluar
lendir dari anus
B. Gejala kardiovaskuler:
(1) kesulitan bernafas tanpa adanya kegiatan fisik. (pengerahan tenaga).
(2) nyeri dada;
C. Genitourinary symptoms
(1) tidak nyaman saat B.A.K atau mengeluh sering B.A.K ;
(2) Sensai yang kurang nyaman sekitar genital.;
(3) Mengeluh keluarnya cairan dari vagina;
D. Skin and pain symptoms
(1) bisul-bisul kecil dan perubahan warna kulit.;
(2) Nyeri tungkai bawah,ekstrimitas atau persendian;
(3) perasaan numbness or tingling sensations.
E. Gejala tersebut tidak terjadi gangguan skizofrenia atau yang berkaitan, pada
gangguan afektif, atau gangguan panik.
189
196 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan.
A. Ditemukan kriteria A, C, dan E untuk gangguan somatisasi.dan durasi dari
penyakitnya paling sedikit berlangsung enam bulan.
B. Salah satu dari kriteria B dan D untuk gangguan ditemukan tidak lengkap.

Gangguan hipokondriasis

Arti hipokondrium adalah: dibawah tulang rusuk, hipokondriasis mencerminkan keluhan


dibawah tulang rusuk yakni daerah abdomen.
Penyebab gangguan hipokondriasis adalah akibat interpretasi penderita yang tidak realistik
dan akurat terhadap gejala atau sensasi fisik, hal ini mengakibatkan preokupasi dan
ketakutan mereka menderita penyakit yang serius. Preokupasi ini menyebabkan
penderitaan yang bermakna bagi pasien sehingga terganggunya kemampuan pasien dalam
hubungan interpersonal, sosial maupun pekerjaannya

Epidemiologi:
Dari penelitian ditemukan 4 – 6% pada populasi medik umum, Laki-laki dan wanita sama
banyaknya dan onset gejala bisa terjadi pada segala usia, onset paling sering adalah umur
20-30 tahun. Posisi sosial, tingkat pendidikan dan status perkawinan tidak mempengaruhi
diagnosis.

Etiologi:
Penyebab hipokondriasi menurut DSM IV adalah misinterpretasi gejala-gejala dalam
tubuh. Orang-orang yang hipokondriakal sensasi somatiknya dibesar-besarkan atau
ditingkatkan, mereka memiliki ambang toleransi yang lebih rendah dibandingkan pada
umumnya. Misalnya pada orang yang normal merasakan tekanan dalam abdomen, tetapi
pada orang hipokondriakal dirasakan sebagai rasa nyeri, hal ini diakibatkan karena sensasi
kognitif yang salah.
Menurut konsep belajar sosial; hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit sebagai seseorang yang menghadapai masalah yang berat atau
tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit ini menawarkan suatu jalan keluar mengingat pasien
yang sakit dibiarkan menghindari kewajibannya.
Konsep lain mengatakan bahwa hipokondriasis ini merupakan variasi dari gangguan
mental lainnya seperti depresi atau kecemasan. Dari segi psikodinamika; dikatakan bahwa
harapan agresif terhadap orang lain di represi atau dialihkan kepada keluhan fisik.
Kemarahan pasien hipokondriakal adalah akibat kekecewaan, kehilangan dan penolakan

190
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 197
dimasa lalu, tetapi pasien mengekspresikan masa kini kepada orang lain dengan meminta
pertolongan dan perhatian.

Diagnosis:
A. Salah satu dari hal ini harus ada:
1. Keyakinan yang menetap adanya satu atau dua penyakit fisik yang serius,paling
sedikit telah berlangsung selama enam bulan atau lebih.
2. Keyakinan yang menetap bahwa tubuhnya terjadi deformitas atau tak serasi.
B. Adanya preokupasi bahwa gejalanya mengakibatkan stress atau menganggu aktivitas
sehari-hari dimana pasien mempunyai kecenderungan untuk mencari pertolongan
secara medik.
C. Secara persisten ia menolak keterangan dokternya bahwa yang bersangkutan tidak
memiliki gangguan kesehatan,atau dalam jangka pendek ia menerima keterangan
tersebut misalnya untuk beberapa minggu.
D. Gejala tersebut bukan diakibatkan oleh skizofrenia atau gangguan lainnya.

Gangguan somatoform dengan disfungsi sistem otonomik


A. Pasien mengeluh serangan sistem otonom seperti:
1. sistem kardiovaskuler.
2. sistem gastrointestinal bagian atas (oesophagus atau lambung)
3. sistem gastrointestinal bawah.
4. sistem pernapasan.
5. sistem saluran kemih.
B. Harus ada dua gejala atau lebih dari sistem otonomik dibawah ini:
1. palpitasi.
2. Berkeringat.
3. mulut kering
4. muka kemerah-merahan.
5. rasa tidak nyaman di epigastrium.
C. Harus ada satu atau lebih tanda-tanda klinik dibawah ini:
1. Nyeri dada atau rasa tak nyaman sekitar pericardium.
2. sesak napas atau hiperventilasi.
3. aktivitas fisik ringan mengakibatkan kelelahan berlebih.
4. hiccough,kembung didaerah epigastrik.
5. peristaltik usus berlebihan.
6. sering b.a.k nyeri saat b.a.k.
7. terasa kembung atau teregang.
191
198 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
D. Tidak adanya gangguan organ yang sesuai dengan yang dikeluhkan pasien.

Gangguan nyeri somatoform yang menetap.


1. Adanya rasa nyeri yang berlangsung paling sedikit enam bulan dan berlangsung
tiap hari tanpa adanya kelainan fisiologik atau organik.
2. Gangguan ini bukan akibat gangguan skizofrenia,atau selama serangan gangguan
afektif.

Gangguan konversi.

Definisi:
Gangguan konversi merupakan suatu gangguan pada fungsi organ tubuh yang tidak sesuai
dengan anatomi atau fisiologi dari organ tersebut,yang secara karakteristik disebabkan oleh
stres atau ketegangan.

Epidemiology
Insiden tahunan,adalah 22 orang dari 100.000 penduduk,wanita :laki-laki 2:1
Umumnya dicetuskan oleh mereka yang mengalami gangguan neurologis seperti stroke.

Etiology
Biological Factors:
1. hipofungsi pada sistem hemisper yang dominan
2. hyperaktif pada hemisfer non dominan bersifat disfungsi.
3. hunbungan yang abnormal antara kedua hemispher.

Diagnosis dan gambaran klinis


Gambaran klinis yang paling sering adalah kelumpuhan, mutism dan kebutaan.
Gangguan ini paling sering berhubungan dengan kepribadian: dependen, antisosial, pasif
agresif dan histrionik. Seringkali adanya komorbiditas dengan depresi dan gangguan
kecemasan dan mempunyai risiko untuk bunuh diri.
Gejala klinis yang sering timbul biasanya berupa: Gangguan sensorik berupa anastesia
dan parestesia sering ditemukan khususnya pada anggota gerak, biasanya tidak konsisten
dan tidak sesuai dengan penyakit neurologis central maupun perifer. Dapat ditemukan
anestesia glove dan stocking atau hemiestesi tubuh yang mulai dibagian tengah. Mungkin
juga pada indera spesifik ketulian, kebutaan dan penglihatan terowongan, bisa bersifat

192
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 199
unilateral atau bilateral. Pada kebutaan reaksi pupil normal, dapat berjalan keliling tanpa
tertabrak.
Gejala motorik, kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan dan paralisis. Paresis
dan paralisis pada salah satu atau kedua ektrimitas, distribusi tidak sesuai dengan jalur
neural. Refleks normal tidak nampak fasikulasi atau atropi. Gejala kejang, sulit dibedakan
dengan kejang asli, refleks pupil dan batuk dipertahankan setelah kejang semu. Ciri lain

DSM-IV.Kriteria Diagnosis gangguan Konversi.


1. Adanya satu atau lebih gejala neurologik seperti kelainan motorik atau sensoris.
2. Adanya faktor psikologik seperti konflik atau stresor,yang diduga mengakibatkan
timbulnya gangguan tersebut.
3. Bukan diakibatkan karena malingering (pura-pura).
4. Gejala klinis klinik yang timbul tidak serasi dengan kondisi medik yang ada,dan bukan
akibat zat-zat tertentu.
5. Gejala klinik tersebut mengakibatkan penderitaan, atau disfungsi sosial, pekerjaan atau
bagian lainnya.
6. Gejala klinik tidak terbatas pada gejala seksual atau rasa nyeri, dan bukan disebabkan
oleh gangguan mental lainnya.

Gejala gejala spesifik :


Gangguan motorik.
Gangguan sensoris
Dengan kejang-kejang atau kombinasi antaranya.
Perjalanan penyakit dan prognosis.

Prognosis
Prognosis yang baik pada gangguan konversi berkaitan dengan onset yang akut; setiap
peristiwa yang membuat stres bisa dikenal; keadaan premorbid baik tanpa adanya
komorbiditas gangguan psikiatri lainnya, atau gangguan medik maupun gangguan
neurologis dan tidak adanya maksud untuk mencari keuntungan dari gejala penyakitnya.
Pada penelitian retrospektif di Amerika serikat pasien dengan gangguan konversi tanpa
adanya komorbiditas gangguan saraf 90-100%, dengan berjalannya waktu, dapat pulih
dengan sempurna setelah keluar dari rumah sakit. Pasien dengan gangguan konversi yang
kronis mempunyai prognosa kurang baik. Di Inggris pada pasien yang di rawat jalan dari
56 pasien yang rawat inap, 30 membaik tanpa gejala, 11 orang mempunyai gangguan saraf
yang kronis, sementara yang lain diduga mempunyai gangguan konversi.

193
200 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
DAFTAR PUSTAKA.
1. D.S.M.IV,TR.
2. Kaplan dan Sadock,Comphrehensive Text book of Psychiatry VII edition.
3. Pedoman Pengolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III.Departemen
Kesehatan R.I.Direktorat Jendral Pelayanan Medik 1993.

194
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 201
202 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 17
FUNGSI SEKSUAL DAN DISFUNGSI SEKSUAL
Harry Tribowo Hadi

A. Fungsi Seksual yang Normal

Tidak ada pedoman mengenai fungsi seksual normal yang diterima secara luas.
Fungsi normal akan berubah sesuai dengan pengalaman, umur, adanya pasangan yang
cocok serta harapan dan standar yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial, budaya, etnik
dan atau agama individu tersebut. Seksualitas seseorang sangat terjalin erat dengan
kepribadian secara keseluruhan. Dengan demikian istilah "Psikoseksual" digunakan untuk
mengesankan perkembangan dan fungsi kepribadian sebagai sesuatu yang dipengaruhi
oleh seksualitas seseorang. Seksualitas seseorang adalah tergantung pada empat faktor
yang saling berhubungan, yaitu: identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi
seksual, dan perilaku seksual. Faktor-faktor tersebut mempengarnhi pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi kepribadian. Keseluruhannya itu dinamakan "faktor
psikoseksual ".

Identitas seksual adalah karakteristik seksual biologis seseorang krornosorn, genitalia


ekstemal, genitalia internal, kornposisi hormon, gonad, dan karakteristik seks sekunder.
Dalam perkembangan normal mereka membentuk suatu pola yang terpadu sehingga
seseorang tidak merniliki keraguan tentang seksnya.

ldentitas jenis kelamin (gender identity) adalah rasa seseorang tentang kelaki- akian atau
kewanitaan."Saya laki-laki" atau "Saya perempuan". MenurutRobert Stoller,
"mengandung arti aspek psikologis dari perilaku yang berhubungan dengan maskulinitas
dan feminitas".

Orientasi seksual digambarkan sebagai objek impuls seksual seseorang: heteroseksual


(jenis kelamin berlawanan), homoseksual (jenis kelamin sama), atau biseksual (kedua jenis
kelamin).

Perilaku seksual, biasanya ditandai dengan respon fisiologis. Respon seksual adalah suatu
pengalaman psikofisiologis yang sesungguhnya. Rangsangan dicetuskan oleh stimuli
psikologis dan fisik, tingkat ketegangan secara fisiologis dan emosional dan pada orgasme.
195
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 203
Secara normal hal ini akan menimbulkan persepsi subjektif puncak reaksi dan pelepasan
secara fisik. Pekembangan psikoseksual, sikap psikologis terhadap seksualitas, dan sikap
terhadap pasangan seksual akan secara langsung sangat mempengarnhi fisiologi respon
seksual seseorang.

B. Disfungsi Seksual

Kriteria diagnosis disfungsi seksual termasuk:


• Tidak mampu berpartisipasi dalam hubungan seksual yang diinginkannya.
• Disfungsi seksual terjadi hampir dalam semua keadaan.
• Durasi minimal selama 6 bulan.
• Jelas terdapat stres atau kesulitan interpersonal.
• Tidak termasuk disfungsi seksual akibat kelainan fisik, penggunaan atau terapi
obat, atau kelainan mental atau perilaku lainnya.
• Disfungsi seksual hanya akan menjadi masalah bila pasien dan pasangannya
menganggap bahwa disfungsi seksual tersebut mengganggu.
• Frekuensi: 43% pada wanita, 31 % pada pria. 50% pasangan kewarganegaraan
Amerika memiliki beberapa tipe disfungsi seksual.
Disfungsi seksual umum terjadi, biasanya terjadi pada prevalensi dewasa muda
seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah.

Tabel 1. Prevalensi disfungsi seksual


Permasalahan Pria Wanita
Libido menurun 30% 40%
Sulit terangsang 50% 60%
Orgasme terlalu dini 15% 10%
Gagal mencapai orgasme 2% 35%
Dispareunia 5% 15%

Faktor psikologis (baik secara individual maupun dalam suatu hubungan),


merupakan etiologi yang umum mengakibatkan disfungsi seksual. Hal ini dapat terjadi
bersamaan dengan kelainan medis, efek samping dari pengobatan dan penyalahgunaan
obat-obatan. Semua tahapan dalam siklus respon seksual dan kegiatan seksual seperti
perangsangan secara seksual dan intercourse saling berhubungan. Sehingga, fungsi dalam
satu fase biasanya memerlukan fungsi dari fase-fase sebelumnya. Adanya masalah pada
fase akhir dapat mengakibatkan masalah pada fase yang lebih awal. Meskipun seseorang

196
204 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
dapat menerima lebih dari satu diagnosis kelainan seksual menurut DSM IV, sebenarnya
semua diagnosis tersebut sering berasal dari satu masalah saja.

C. Fase Respon Seksual Menurut Masters dan Johnson

Fase respon seksual dipublikasikan oleh Masters dan Johnson sekitar tahun 1960-an.
Kemudian telah dipelajari lebih lanjut (misalnya: sekarang telah diketahui bahwa fase-fase
respon seksual pada wanita sering tumpang tindih dan tidak selalu berurutan). Pengetahuan
mengenai fase-fase dasar dapat membantu pembahasan tentang fungsi seksual dan
disfungsi seksual.
1. Fase Keinginan/ hasrat/ dorongan seksual: fantasi mengenai kegiatan seksual dan
keinginan untuk melakukan kegiatan seksual.
2. Fase Perangsangan seksual: disebabkan oleh stimulasi psikologis (khayalan atau
adanya objek cinta), atau stimulasi fisik (membelai atau mencium) atau kombinasi
keduanya. Akan menimbulkan perasaan subjektif dari rangsangan seksual dan
kenikmatan yang diikuti oleh perubahan fisiologis.
• Wanita: kongesti pembuluh darah pelvis, lubrikasi vagina, pembengkakan
genitalia eksterna.
• Pria: pembengkakan penis dan ereksi.
3. Fase Orgasme: suatu puncak dari kenikmatan seksual disertai kontraksi ritmis dan
pelepasan tekanan seksual.
• Wanita: kontraksi vagina. Dapat disertai dengan pengeluaran cairan.
• Pria: sensasi ejakulasi tidak dapat dihindari, diikuti ejakulasi dari semen.

4. Fase Resolusi: terjadinya perasaan relaksasi dan relaksasi dari otot-otot.


• Wanita: masih dapat langsung rnerespon rangsangan tambahan diikuti dengan orgasme
selanjutnya.
• Pria: memiliki masa refrakter yang fisiologis terhadap ereksi dan orgasme selanjutnya.
Periode refrakter tersebut memiliki durasi yang sangat bervariasi (dari hitungan detik
hingga jam). Tidak terdapat kelainan DSM IV yang berhubungan dengan fase ini.

D. Anamesa Riwayat Seksual

Riwayat seksual adalah bagian yang penting dari setiap riwayat medis. Karena
disfungsi seksual melibatkan pasangan, idealnya anamnesis mengenai riwayat seksual
dilakukan terhadap kedua pasangan secara bersama-sama, kernudian barn dilakukan secara
terpisah.
197
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 205
Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan tercipta perasaan aman dalam
membuka persoalan pribadi, penanya haruslah berusaha untuk:
• Bersikap empati, melakukan pendekatan yang tidak bersifat "menyalahkan"
• Memberikan dukungan dan dorongan
• Menghindari pertanyaan yang bersifat memimpin
• Memberi pertanyaan yang pertanyaan umum dan luas, dilanjutkan dengan pertanyaan
yang lebih detail dan spesifik.
• Meminta klarifikasi dengan pertanyaan 1angsung
• Menyatakan alasan mengenai pertanyaan yang diberikan
• Tidak membuat asumsi apapun (terutama mengenai pengalaman, pandangan, praktek,
dan jumlah pasangan)
• Jika sesuai, beritahukan bahwa masalah seksual bisa menjadi topic yang sulit untuk
dibicarakan dan/atau masalah seksual itu adalah hal yang biasa terjadi dan pada
umumnya dapat diatasi.

Halangan yang umum didapatkan saat membicarakan masalah seksual


• Perasaan malu dari pasien dan/atau penanya
• Terminologi: Jelaskan istilah-istilah yang digunakan, dan/atau gunakan istilah yang
lebih sederhana. Jika istilah yang digunakan pasien tidak jelas, mintalah · klarifikasi.
Dengan persetujuan pasien, gambar dari anatomi kelamin wanita dan pria dapat
digunakan.
• Perbedaan dari pasien dan penanya dalam hal budaya, social ekonomi, tingakatan,
gender, umur, dan/atau ras yang bisa menyebabkan rasa malu dan/atau kesulitan lebih
dalam mendiskusikan masalah seksual ini.
• Kebutuhan privasi, atau kurangnya pengetahuan pasien mengenai aturan kerahasiaan.
• Jika pasien tidak melihat seksualitas sebagai masalah psikiatrik, mereka mungkin
enggan untuk mendiskusikan masalah seksualnya dengan psikiater.

Pemicu masalah seksual yang umum

Psikologis: masalah hubungan; stressor dalam hidup; kecemasan/depresi; rendah


diri; kecemasan dalam penampilan seksual; perasaan bersalah; takut untuk hamil;
pengetahuan yang kurang mengenai seksual yang "normal"; pengalaman yang buruk di
masa lalu.
Lingkungan: ketakutan terhadap gangguan atau ketidaknyamanan fisik.
Fisik: obat-obatan/alkohol/efek samping obat; rasa sakit atau tidak nyaman akibat
penyakit; merasa lelah; baru melahirkan.
198
206 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor yang berhubungan dengan pasangan: atraktivitas seksual (gender,
karakteristikfisik); pasangan barn; bukti-bukti ketidaktertarikan; ketidakmampuan
menanggulangi kesulitan (terutama masalah seksual); tidak punya pengalaman seksual
atau teknik yang buruk.

Anamesa riwayat seksual untuk diagnosis gangguan seksual

Pertanyaan dan permasalahan untuk pasangan atau individu:


1. Mengutarakan permasalahan dengan kata-kata sendiri
2. Mengapa mencari pertolongan saat ini?
3. Apakah permasalahannya terns menurus ada disetiap waktu?
4. Jika ada beberapa masalah, manakah yang paling mengganggu? yang mana
5. yang anda ingin dahulukan?
6. Telusuri dengan seksama keintiman emosi pasangan, derajat komunikasi seksual, dan
aktivitas seksual utama, kapan dan climana pasangan seksual aktif? (diantaranya
privasi dan tingkat kelelahan), pengetahuan seksual, harapan kesuburan dan keterangan
KB yang digunakan (jenis, kearnanan, kepuasan akan metode), risiko penyakit menular
seksual.
7. Bagaimana reaksi seksual utama anda terhadap masalah? apa yang terjadi jika masalah
tidak ada?
8. Bagaimana anda menghadapinya? (secara seksual, tingkah laku, dan emosi)
9. Pernahkan anda mencari pertolongan untuk masalah ini sebelumnya? Jika tidak, apa
yang menghalangi? Jika iya, adakah saran-saran tertentu? apakah anda mencobanya?
Berhasilkah?

Pertanyaan yang diaj ukan un tuk prtbadi masing-masing jika memungkinkan


1. Menurut anda apa penyebabnya?
2. Apakah anda terangsang jika masturbasi? dengan fantasi seks atau pikiran seks?
3. Bagaimana pengalaman seksual anda? Apa yang anda suka dan tidak suka?
4. Adakah orang yang berhubungan dekat dengan anda sejak kecil? Apakah anda
diperlakukan dengan kasih sayang, hormat, dan afek fisik? pernahkan
5. kehilangan atau trauma? Pernahkah anda mengalami kekerasan seksual ketika kecil?
atau setelah dewasa?
6. Pernahkah anda merasakan disakiti atau terancarn pada hubungan sekarang? Jika iya,
maukah anda menceritakanya?
7. Bagaimana kesehatan anda? Adakah kecapaian, gangguan gerak, atau gambaran diri?

199
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 207
8. Tanyakan obat-obatan yang sedang digunakan, apakah ada obat yang menyebabkan
efek samping seksual seperti SSRis, beta-bloker, anti androgen, GnRH agonists,
OCPs.
9. Bagaimana suasana hati anda mempengaruhi masalah seksual anda?

E. Disfungsi seksual (1)- Fase Keinginan/Hasrat/Dorongan dan Rangsangan

Gangguan dorongan seksual hipoaktif (DSM-IV-TR)

Kelainan ini dicirikan dengan defisiensi menetap a tau berulang a tau hi langnya
fantasi seksual dan keinginan untuk aktivitas seksual. Para klinikus berpendapat bahwa
kelainan ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi seksual
seperti umur dan gaya hidup. The American Urological Association (AUA)
mendefinisikan sebagai kekurangan "responsive desire" misalnya keinginan yang dipicu
oleh rangsangan seksual. Data menunjukkan bahwa wanita didalam kepuasan seksual,
menunjukkan hubungan yang tidak memerlukan keinginan dalam memulai aktivitas
seksual.

Gangguan keengganan seksual

Perasaan negatif yang kuat, ketakutan, atau kecemasan yang timbul berkaitan dengan
interaksi seksual. Perubahan ini sering difokuskan pada aspek utama dari pengalaman
seksual (misalnya penetrasi ke vagina, sekresi cairan genital). Bagaimanapun, ada
beberapa pengalaman individu yang menyebabkan keengganan dalam aktivitas seksual.
Ketika kesempatan seksual timbul, individu tersebut merasa bersalah, menjijikan dan/atau
timbul kecemasan.

Gangguan rangsang/ berkurangnya pemuasan subjektif (AUA, tidak di DSM-IV)

• Kelainan pemuasan kombinasi: dicirikan dengan hilangnya atau berkurangnya


perasaan dari pemuasan seksual dari bermacam-rnasam rangsangan. Refleks pemuasan
alat genital (pembengkakan vulva dan lubrikasi) juga hilang atau berkurang.
• Kelainan pemuasan subjektif: dicirikan dengan hilang atau berkurangnya perasaan dari
pemuasan seksual dari berrnacam-masam rangsangan. Bagaimanapun, refleks
pemuasan alat genital (pembengkakan vulva dan lubrikasi) juga hilang atau berkurang
dan orang tersebut takut akan hal ini.

200
208 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Gangguan pemuasan rangsang seksual wanita (DSM-IV-TR)

Merupakan ketidakmampuan menetap atau berulang untuk mencapai, atau untuk


mempertahankan sampai selesai aktivitas seksual yaitu respon lubrication-swelling yang
adekuat dari kepuasan seksual. AUA menambahkan bahwa pemuasan subjektif dapat
dicapai dari rangsangan nongenital (ciuman, erotik, merangsang pasangan dan lain-lain).
Kelainan ini dicirikan dengan hilang atau kegagalan dalarn pemuasan nafsu seksual
terutamandalam hal rangsangan genital.

Kelainan ereksi laki-laki (DSM-IV-TR)

Hal ini terjadi ketika laki-laki tidak dapat mencapai atau mempertahankan ereksi ·
yang adekuat untuk penetrasi dan/atau hubungan. Hal ini dapat terjadi pada berbagai
tingkat seksual: dari ketidakmampuan untuk ereksi, kehilangan kemampuan ereksi ketika
hendak penetrasi, atau selama penetrasi. Beberapa laki-laki hanya dapat ereksi ketika
masturbasi atau pada waktu tidur. Jika orang tersebut tidak ereksi selarna masturbasi atau
waktu bangun, mungkin penyebabnya dari kondisi medik, efek samping obat atau
penyalahgunaan obat. Beberapa tipe yang spesifik:
• Tipe lifelong atau tipe didapat
• Tipe umurn atau tipe situasional
• Berhubungan dengan faktor psikologi atau berhubungan dengan faktor kornbinasi

F. Disfungsi seksual (2)- Fase Orgasme dan Hubungan Intim

Gangguan orgasme pada perempuan (DSM-TV-TR)

Gangguan ini ditandai oleh penundaan yang berulang atau menetap atau tidak adanya
orgasme setelah fase arousal seksual yang norrnal. Hal tersebut masih kontroversial karena
kesalahan konsep mengenai frekuensi dan tipe dari orgasme wanita. Wanita rnempunyai
variasi yang luas dalam kapasitas dan tipe orgasrme dan intensitas dari rangsangan yang
rnernicu orgasme. Diagnosis tersebut hanya diberikan jika fungsi orgasme kurang dari
yang diharapkan usia individu, pengalaman, derajat rangsangan, dan sebagainya. Catatan:
kapasitas orgasme perempuan cenderung meningkat dengan usia dan pengalaman seksual.
Penting untuk membedakan ini dengan gangguan arousal seperti wanita dengan gangguan
arousal jarang atau tidak pernah mengalami orgasine dan sering salah diagnosis dengan
gangguan orgasme. Gangguan arousal adalah subjektif dan sulit untuk ditentukau
prevalensinya.
201
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 209
Gangguan orgasme pada pria (DSM-IV-TR)

Didefinisikan sebagai penundaan yang persisten atau berulang atau tidak adanya
orgasmc yang diikuti fase rangsangan seksual yang normal. Gangguan ini dapat sesuai
situasi dimana ejakulasi bias terjadi hanya sebagai respon terhadap rangsangan yang
spesifik. Ini terrnasuk penundaan yang panjang dimana ejakulasi terjadi selama hubungan
intim tetapi hanya setelah aktivitas non koitus yang sangat lama dan intensif. Diagnosis ini
harus dibuat jika fungsi orgasme kurang dari yang diharapkan rangsangan dan usia
individu. Tidak seperti wanita, dalam kapasitas orgasme cenderung menurun dengan usia.

Ejakulasi dini (DSM-IV-TR)

Didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam mengontrol ejakulasi secara cukup


untuk memberikan pasangannya dalam menikmati interaksi seksual. Ejakulasi dapat
terjadi sebelum atau segera setelah penetrasi, atau tidak adanya ereksi. Ini paling sering
pada usia muda dan laki-laki yang tidak mempunyai pengalaman seksual. Ini
mempengaruhi durasi dari fase kenikmatan, situasi baru dan partner seksual, dan berapa
lama sejak orgasme terakhir. Stressor psikologikal dan gangguan organik (seperti nyeri)
dapat menyebabkan terjadinya ejakulasi dini. Ini sering pada laki-laki dengan gangguan
ini untuk mempunyai control yang besar sepanjang ejakulasi selama masturbasi sendiri
daripada selama hubungan intim.

Dyspareunia (DSM-IV-TR)

Didefinisikan sebagai nyeri selama hubungan seksual (tidak berhubungan dengan


suatu kondisi medis umum). Hal ini dapat timbul pada pria maupun wanita. Pada wanita
rasa nyeri dapat dirasakan secara dangkal (pada bagian luar) atau dalam di dalam vagina.
Rujuk kepada ginekolog atau dokter umum untuk suatu pemeriksaan fisik untuk
menyingkirkan penyebab fisik dari nyerinya seperti infeksi, nyeri bekas Iuka episiotomi,
endometriosis, clan obstruksi vagina dari pertumbuhan atau hymen. Nyeri selama
hubungan seksual pada pria biasanya memiliki penycbab fisik (contohnya infeksi uretra,
bekas Iuka parut sekunder terhadap STD, preputium yang rapat) dan seharusnya dievaluasi
oleh urolog atau ginekolog Dimana nyeri dalam dialami setelah hubungan seksual baik
pada pria atau wanita, hal ini mungkin berhubungan dengan sindroma kongesti pelvis (
dengan gejala fisik mirip dengan sindroma premenstruasi) disebabkan oleh akumulasi
darah selama rangsangan seksual tan pa timbulnya orgasme. Tercapainya orgasme (oleh
202
210 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
hubungan seksual, masturbasi, atau penggunaan vibra tor) dapat membantu untuk
meredakan kongesti ini.

Vaginismus (DSM-IV-TR)

Didefinisikan sebagai konstriksi involunter dari otot-otot sepertiga luar dari vagina
yang terstimulasi oleh hubungan seksual, suatu pemeriksaan ginekologis, atau penyebab
ketidaknyamanan fisik (tidak berhubungan dengan suatu kondisi medis umum). Pada
kebanyakan kasus, hubungan seksual adalah mungkin tapi sangat nyeri I tidak nyaman.
Wanita biasanya tidak waspada terhadap spasme vagina. Keluhan-keluhan
ketidaknyamanan fisik selama hubungan seksual adalah biasa terjadi. Diagnosis ini tidak
ditegakkan ketika hal itu secara eksklusif disebabkan oleh faktor-faktor organik atau ketika
hal itu gejala dari gangguan mental Axis I lainnya. Vaginismus biasanya berhubungan
dengan kecemasan atau pikiran ketakutan seperti takut nyeri saat penetrasi, serangan
seksual sebelumnya, percaya bahwa seks aclalah salah atau penuh dosa, rasa takut akan
nyeri pada hubungan seksual yang pertama kali yang bersifat antisipasi, dan atau rasa takut
hamil. Sejak vaginismus dapat menyebabkan nyeri saat hubungan seksual, hal itu dapat
menguatkan kepercayaan-kepercayaan itu. Hal itu dapat juga suatu bentuk ketidaksadaran
dari protes nonverbal ketika seorang wanita rnerasa dianiaya atau diperlakukan kejam oleh
partnernya.

Terapi

Biasanya dianjurkan untuk dirujuk kepada seorang spesialis untuk edukasi strategi
yang spesifik untuk mencapai penctrasi (contohnya merangsang diri sendiri, Jatihan Kegel,
menggunakan pelatih bersertifikat, latihan fokus sensasi, keterlibatan partner, percobaan
yang bertahap pada hubungan seksual, jaminan untuk partner).
G. Disfungsi Seksual (3)- evaluasi dan Penatalaksanaannya

Evaluasi psikiatrik terhadap disfungsi seksual dilakukan melalui riwayat seksual


yang lengkap. Pemeriksaan fisik juga merupakan bagian dari evaluasi dari semua disfungsi
seksual. Bila pasien tidak mempunyai hasil pemeriksaan yang cukup untuk menyimpulkan
bahwa disfungsi seksualnya disebabkan masalah psikiatri, sebaiknya dirujuk ke PCP,
ginekolog, atau urolog untuk rnendapat penanganan.

Penatalaksanaan
Intervensi psikologis pada pria dan wanita:
203
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 211
1. Terapi kognitif clan tingkah laku: tempi ini difokuskan untukmengidentifikasikan
faktor-faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan disfungsi seksual (scperti
harapan yang tidak masuk akal, pikiran-pikiran maladaptif, stimulasi genital clan non
genital yang kurang adckuat, dan tingkah laku tertentu yang dapat menurunkan daya
tarik dan atau kepercayaan pasangannya). Cara-cara memodifikasi faktor-faktor ini
disarankan dan diuji coba.
2. Tempi seks pasangan: tempi ini difokuskan untuk tujuan yang sama dengan terapi
kognitif dan tingkah laku dan termasuk teknik perangsangan yang dimulai dengan
sentuhan fisik non seksual lalu dilanjutkan dengan sentuhan seksual. Pasangan diminta
untuk mendiskusikan sentuhan mana yang menyenangkan. Hal ini terntama membantu
jika tujuan orgasme diprioritaskan. Kombinasi terapi kognitif dan tingkah laku dan
terapi seks biasanya berlangsung tiga hingga enam sesi juga dapat dilakukan.

Pendidikan
Pendidikan seks secara umum termasuk perangsangan dan stimulasi fisik (termasuk jangka
waktu normal sampai terjadinya ejakulasi), untuk menghindari mitos-mitos, mengerti
fisiologi normal, dan mengetahui efek dari alkohol terhadap seks, dan untuk mengurangi
kecemasan akan performa seks, mernpclajari variasi posisi berhubungan, teknik relaksasi
dan teknik Kegel. Dapat menggunakan petunjuk atau latihan.

Latihan Spesifik untuk disfungsi seksual


"Sensitisasi fokus". Beberapa rangkaian latihan untuk pasangan (terutama penting bagi
yang mengalami desensitisasi in vivo untuk mengurangi kecemasan seksual) dimulai
dengan mengajak pasangan secara bergantian memperhatikan sensasi yang dirasakannya.
Teknik "berhenti-mulai" (teknik Seman). Teknik ini meningkatkan ambang rangsang
sensorik dari penis dan efektif pada 90% kasus ejakulasi dini. Teknik "memeras". Bila
kendali tidak berhasil didapatkan dengan teknik"berhenti-mulai", teknik ini dapat
digunakan untuk menghambat refleks ejakulasi.

F. Pengobatan Farmakologi dan Mekanik

Wanita
Satu-satunya pengobatan yang disetujui oleh FDA untuk mengobati disfungsi
seksual pada wanita adalah terapi estrogen. Terapi ini dapat mengobati dispareunia yang
berhubungan dengan atrofi genitourinarius. Banyak obat tanpa label digunakan untuk
pengobatan. Tetapi data yang ada masih minimal mengenai keefektifan dari obat-obat
204
212 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
tersebut. Obat-obat ini termasuk sildenafil, bupropion, dan berbagai sediaan hormonal.
Ada beberapa bukti bahwa pada wanita yang mengalami menopause akibat pembedahan
dan mendapat penggantian estrogen, penambahan testosteron clapat meningkatkan nafsu
dan respon seksual, dan mengurangi distress. Hal ini hanya merupakan terapi penelitian.
Tidak ada bukti mengenai keamanan atau keefektifan pemakaian androgen dalam waktu
yang lama. Estrogen oral dan transdermal pada wanita postmenopausc tidak terbukti
efektif untuk disfungsi seksual, dan dihubungkan dengan faktor resiko yang lain.
Penggunaan antidepresant yang berhubungan dengan disfungsi seksual pada wanita
sekitar 20-60%. SSRI mempunyai angka yang paling tinggi dan bupropion yang paling
rendah. Penambahan bupropion pada SSRI mungkin menguntungkan. Libur obat
(menghentikan penggunaan SSRI kerja singkat pada akhir minggu) mungkin
menguntungkan, tetapi tidak direkomendasikan karena kemungkinan berkurangnya
pemenuhan kebutuhan dan gejala putus obat. Alat penghisap clitoris, alat terapi clitoris
EROS, disetujui oleh FDA untuk mengatasi kelainan gairah seksual pada wanita. Alat ini
bekerja dengan mengalirkan darah ke clitoris untuk memicu gairah seksual dan untuk
menambah orgasme. Alat ini hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.

Laki-laki
Sildenafil; menggunakan papaverin atau prostaglandin El pada pems sebelum
berhubungan seksual; rnenggunakan alat konstriksi vakum. Untuk semua disfungsi
seksual, pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis, khususnya pada kasus yang kompleks
seperti pasien dengan gejala yang tidak jelas atau intermiten, berhubungan dengan masalah
seksual sekunder atau psikiatri, atau ketika terapi awal tidak berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

David J. Kupfer, Michelle S. Horner.et all, Oxford /American Handbook of Psychiatry, 2008 :
Oxford University Press., New York

205
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 213
214 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 18
PSIKIATRI ANAK-GERIATRI
Andy Soemara

A. Psikiatri anak
Menurut data WHO, insidensi gangguan psikiatri pada anak di masyarakat umum
memiliki survival rate sebesar 0,2-0,8% dan mortality rate sebesar 1-3%.
Pada anak-anak usia 3-15 tahun bahkan diketahui angka kejadian gangguan jiwa persisten
sebesar 5-15%. Jumlah anak-anak usia <15 tahun di negara maju mencapai 25% dari total
jumlah penduduk. Di Indonesia, total jumlah anak kurang lebih sebanyak 88 juta jiwa (40%
dari 220 juta jiwa). Sebanyak 5%-nya diperkirakan mengalami gangguan jiwa, yaitu
sekitar 4,4 juta jiwa. Mengingat anak adalah generasi masa depan suatu bangsa, jumlah ini
cukup besar dan menjadi suatu masalah nasional. Di bidang psikiatri pun kini ada jenjang
sub-spesialisasi khusus untuk bidang kedokteran jiwa anak.
Psikiater anak, berbeda dengan psikolog, memiliki berbagai peran, yaitu:
• Pencegahan sekaligus promosi kesehatan jiwa anak
• Sebagai pendidik/ penasihat
• Mendiagnosis adanya gangguan kejiwaan, serta bekerja sama dengan dokter lain,
paramedis, psikolog, pekerja sosial, maupun masyarakat luas
• Melakukan pengobatan hingga proses rehabilitasi yang ditujukan untuk
perorangan, keluarga pasien, masyarakat, sekolah, maupun badan sosial

Anak adalah individu yang sedang dalam proses bertumbuh dan berkembang.
Bertumbuh memiliki arti pertambahan secara somatik – psikologik menjadi lebih besar,
sedangkan berkembang memiliki makna secara mental dan adanya perubahan dalam ciri-
ciri fisiknya.
Gangguan jiwa pada anak terjadi atau timbul pada waktu kepribadian anak sedang
berkembang dan menunjukkan / menjadi refleksi terjadinya penyimpangan dalam proses
perkembangan tersebut.

Dalam mendiagnosis gangguan jiwa pada anak, digunakan tolok ukur seperti gangguan
jiwa pada umumnya. Berikut adalah kategori yang digunakan untuk mendiagnosis
gangguan jiwa pada anak menurut PPDGJ III:

206
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 215
 F70 – F79 retardasi mental
o F70 retardasi mental ringan
o F71 retardasi mental sedang
o F72 retardasi mental berat
o F73 retardasi mental sangat berat
o F78 retardasi mental lainnya
o F79 retardasi mental yang tidak tergolongkan

 F80 – F89 gangguan perkembangan psikologis


Tanda atau gejala untuk kategori diagnostik ini meliputi:
– Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
– Adanya hendaya/kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan
erat dengan kematangan biologis dari sistem syaraf pusat
– Berlangsung secara terus menerus tanpa ada remisi dan kekambuhan yang khas
bagi banyak gangguan jiwa
– Pada sebagian besar kasus, fungsi-fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa,
keterampilan “visuo-spatial” dan/atau koordinasi motorik
– Memiliki kekhasan hendayanya berkurang secara progresif seiring dengan
bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering menetap
sampai masa dewasa)

Diagnosis tersebut ditegakkan berdasar klasifikasi berikut:


o F80 gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa
- .0 gangguan artikulasi berbicara khas
- .1 gangguan berbahasa ekspresif
- .2 gangguan berbahasa reseptif
- .3 afasia didapat dengan epilepsi (sindrom Landau Kleffner)
- .8 gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya
- .9 gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa yang tidak
tergolongkan
o F81 gangguan perkembangan belajar khas
- .0 gangguan membaca khas
- .1 gangguan mengeja khas
- .2 gangguan berhitung khas
- .3 gangguan belajar campuran
- .8 gangguan perkembangan belajar lainnya
- .9 gangguan perkembangan belajar yang tidak tergolongkan
207
216 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
o F82 gangguan perkembangan motorik khas
o F83 gangguan perkembangan khas campuran
o F84 gangguan perkembangan pervasif
- .0 autisme masa anak
- .1 autisme tak khas
- .2 sindrom Rett
- .3 gangguan disintegratif masa kanak lainnya
- .4 gangguan aktivitas berlebih yang berhubungan dengan retardasi
mental dan gerakan stereotipik
- .5 sindrom Asperger
- .8 gangguan perkembangan pervasif lainnya
- .9 gangguan perkembangan pervasif yang tidak tergolongkan
o F88 gangguan perkembangan psikologis lainnya
o F89 gangguan perkembangan psikologis yang tidak tergolongkan

 F 90 – F 98 gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak
dan remaja
o F90 gangguan hiperkinetik
- .0 gangguan aktivitas dan perhatian
- .1 gangguan tingkah laku hiperkinetik
- .8 gangguan hiperkinetik lainnya
- .9 gangguan hiperkinetik yang tidak tergolongkan
o F91 gangguan tingkah laku
- .0 gangguan tingkah laku yang terbatas pada lingkungan keluarga
- .1 gangguan tingkah laku tak berkelompok
- .2 gangguan tingkah laku berkelompok
- .3 gangguan sikap menentang (membangkang)
- .8 gangguan tingkah laku lainnya
- .9 gangguan tingkah laku yang tidak tergolongkan
o F92 gangguan campuran tingkah dan emosi
- .0 gangguan tingkah laku depresif
- .8 gangguan campuran tingkah laku dan emosi lainnya
- .9 gangguan campuran tingkah laku dan emosi yang tidak
tergolongkan
o F93 gangguan emosional dengan onset khas pada masa kanak
- .0 gangguan ansietas perpisahan masa kanak
- .1 gangguan ansietas fobik masa kanak
208
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 217
- .2 gangguan ansietas sosial masa kanak
- .3 gangguan persaingan antar saudara
- .8 gangguan emosional masa kanak lainnya
- .9 gangguan emosional masa kanak yang tidak tergolongkan
o F94 gangguan fungsi sosial dengan onset khas pada masa kanak dan remaja
- .0 mutisme elektif
- .1 gangguan kelekatan reaktif masa kanak
- .2 gangguan kelekatan tak terkendali masa kanak
- .8 gangguan fungsi sosial masa kanak lainnya
- .9 gangguan fungsi sosial masa kanak yang tidak tergolongkan
o F95 gangguan ”tic”
- .0 gangguan ”tic” sementara
- .1 gangguan ”tic” motorik dan vokal kronik
- .2 gangguan kombinasi ”tic” vokal dan motorik multipel (sindrom de
la Tourette)
- .8 gangguan ”tic” lainnya
- .9 gangguan ”tic” yang tidak tergolongkan
o F98 gangguan perilaku dan emosional lainnya dengan onset biasanya pada masa
kanak dan remaja
- .0 enuresis non-organik
- .1 enkoperesis non-organik
- .2 gangguan makan masa bayi dan kanak
- .3 pika masa bayi dan kanak
- .4 gangguan gerakan stereotipik
- .5 gagap (stuttering / stammering)
- .6 berbicara cepat dan tersendat (cluttering)
- .8 gangguan perilaku dan emosional lain yang spesifik dengan onset
biasanya pada masa kanak dan remaja
- .9 gangguan perilaku dan emosional lainnya yang tidak tergolongkan
(unspecified) dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja
o F99 gangguan mental yang tidak tergolongkan

B. Psikiatri Geriatrik
Merupakan bidang dalam psikiatri yang berkembang paling cepat, kemungkinan
berhubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk usia lanjut.

209
218 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Berdasarkan sensus di Amerika Serikat saja, pada tahun 1990 diketahui terjadi peningkatan
jumlah penduduk berusia ≥ 85 tahun (oldest old).
Bidang ilmu ini diharapkan dapat diterapkan agar kualitas hidup usia lanjut dapat terjaga,
sesuai dengan istilah “not only to add years to life, but also to add life to years”. Jadi
diharapkan bukan hanya memperpanjang usia hidup, namun juga mampu untuk
menghidupkan umur panjang itu. Dasar inilah yang digunakan di bidang psikiatri geriatrik
dan bidang kedokteran lain yang berhubungan dengan geriatrik.

Beberapa istilah yang banyak digunakan pada bidang ini:


• Gerontologi  merupakan bidang ilmu yang mempelajari semua masalah kesehatan
dan gangguan kesehatan pada lansia.
• Geriatri  merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan masalah penyakit
pada lansia.
• Psikiatri geriatrik  merupakan bidang ilmu yang mempelajari masalah penyakit/
gangguan jiwa pada lansia.
• Psikiatri gerontologik / geropsikiatri  dibedakan dari psikiatri geriatric; bidang ilmu
ini mempelajari semua masalah kesehatan jiwa, mencakup juga gangguan
kesehatan jiwa pada lansia.

Definisi lengkap dari psikiatri geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik serta psikologik
pada lansia dengan tujuan meningkatkan umur harapan hidup.
Bidang ini oleh American Board of Psychiatry and Neurology (ABPN) diresmikan sebagai
subspesialisasi pada tahun 1989. Berdasarkan program ECA (Epidemiological Catchment
Area) dari National Institute of Mental Health USA, diketahui gangguan mental yang
paling sering pada lansia antara lain adalah gangguan depresif, gangguan kognitif
(termasuk delirium dan demensia), fobia, dan gangguan pemakaian alkohol.

Pada kenyataannya, lansia memiliki risiko tinggi untuk bunuh diri maupun mengalami
berbagai gejala psikiatrik akibat medikasi/obat-obatan. Gangguan mental ini
sesungguhnya dapat dicegah dan dipulihkan bahkan dihilangkan.
Salah satu hal yang dipelajari dalam bidang ilmu ini adalah bahwa individu lanjut usia
memiliki faktor risiko psikososial yang menjadi predisposisi timbulnya gangguan mental.
Faktor risiko tersebut adalah:
• hilangnya otonomi
• hilangnya peranan sosial
• kematian teman / sanak keluarga
210
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 219
• keterbatasan finansial
• peningkatan isolasi
• penurunan kesehatan dan fungsi kognitif

Medikasi/obat-obatan yang biasa digunakan oleh lansia pun dapat menimbulkan gejala
psikiatrik. Alasannya yaitu:
• adanya perubahan absorpsi obat
• adanya perubahan kepekaan
• dosis obat dalam resep terlalu besar
• regimen berbeda dari beberapa dokter yang dikunjungi
• tidak mengikuti petunjuk pemakaian sehingga berlebihan

Ada beberapa keadaan khusus pada lansia yang perlu dipertimbangkan oleh masyarakat
pada umumnya dan keluarga lansia yang bersangkutan, yaitu:
• Cara hidup keluarga besar (extended family) dengan sifat gotong royong disertai
nilai-nilai dan norma-norma keluarga sangat membantu anggota keluarga yang
lansia.
• Cara hidup keluarga inti (nuclear family) seperti pada masyarakat industri dengan
sifat individualistik disertai perubahan nilai norma keluarga akan menimbulkan
masalah bagi anggota keluarga yang lansia (kesehatan fisik-mental, hubungan antar
manusia, sosial-ekonomi).
• Perubahan-perubahan fisik akibat proses menua secara alamiah mencakup:
– Penurunan ketajaman panca indra
– Penurunan kekuatan motorik
– Penurunan penampilan fisik
– Penurunan status ekonomi & sosial
– Penurunan SSP dan efisiensi integratif (minat, ingatan, intelegensi
menurun)
• Munculnya penyakit fisik yang juga dapat merubah tampilan fisik. Contohnya
adalah penyakit diabetes melitus, hipertensi, glaukoma, serta gangguan pembuluh
darah jantung dan otak.

Keseluruhan faktor tersebut akan mengancam dan membatasi hidup lansia, juga
menimbulkan munculnya berbagai reaksi seperti rasa takut, amarah, depresi, maupun
ansietas. Adanya berbagai reaksi emosional tersebut juga bahkan dapat berdampak pada
penyakit fisik yang diderita oleh lansia.

211
220 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Secara umum, berbagai masalah khusus yang timbul pada lansia meliputi:
 Kehilangan dalam bidang sosial-ekonomi, yang akan menurunkan rasa aman pada
diri lansia dan bila tidak diatasi ada kemungkinan menimbulkan depresi.
 kehilangan keluarga / teman karib
 kehilangan kedudukan sosial
 kehilangan pekerjaan-penghasilan
 kehilangan rumah tinggal
 Kehidupan seks pada lansia
o Bila pada masa muda kehidupan seksual sehat-aktif dapat dilanjutkan
sampai usia 80 tahun
o Libido dan dorongan seksual masih penting pada lansia tapi biasanya ada
rasa malu dan bingung karena dianggap tabu dan tidak wajar

Pengobatan lansia dengan gangguan psikiatrik


Tujuan umumnya adalah:
- Mengurangi penderitaan dengan menurunkan keluhan-keluhan yang dialami
- Memperbaiki perilaku yang diharapkan dapat menurunkan dan mengurangi keluhan
dari lingkungan lansia akibat perilakunya
- Meningkatkan kemampuan mencari/mempertahankan teman
- Menunjukkan perilaku seksual yang dapat diterima masyarakat
- Mengembalikan ke pekerjaan/kesibukan sebelumnya sesuai dengan batas
kemampuannya
- Membangkitkan keinginan untuk berbuat sesuatu yang produktif maupun kreatif
secara optimal

Penatalaksanaan tersebut mencakup:


 Psikoterapi suportif/psikoterapi kelompok
 Bimbingan – konseling
 Terapi obat-obatan yang lebih bersifat simptomatik.
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah mengenai dosis, kontraindikasi, dan
efek samping obat, khususnya jenis neuroleptik agar gejala sindroma
ekstrapiramidal dapat dihindari.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah obat antidepresan maupun obat-obatan
yang dapat meningkatkan mikrosirkulasi dan metabolism sel otak. Pada beberapa
lansia, dapat ditemukan malnutrisi dan defisiensi vitamin. Oleh karena itu, perlu
dipertimbangkan juga pemberian suplemen untuk meningkatkan keadaan umum

212
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 221
kesehatan lansia. Khusus untuk obat ansiolitik harus sangat berhati-hati untuk
pemberiannya.

213
222 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 19
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT
PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF (P.P.D.G.J.III-1993)
Andy Soemara

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (Substances Related
Disorders) menurut DSM V tahun 2013 disebabkan oleh penggunaan berlebihan berbagai
bahan. Bahan-bahan tersebut dikelompokkan menjadi 10, yaitu:
- Alkohol
- Kafein
- Ganja/ cannabis
- Halusinogen (kecuali zat phencyclidine dan jenis halusinogen lain)
- Zat per inhalasi
- Opioid
- Sedatif, hipnotik, dan ansiolitik
- Stimulan (termasuk zat-zat tipe amfetamin, kokain, dan stimulan lain)
- Tembakau
- Bahan/ zat lain yang tidak diketahui.
Belakangan dimasukkan juga ke dalam golongan penyakit ini adalah kegiatan perjudian.

Keseluruhan obat-obatan tersebut saat digunakan berlebihan maka akan mengaktifkan


langsung “the Brain Reward System (BRS)” yang berhubungan dengan “reinforcement of
behaviours and the production of memories”. Dengan teraktivasinya BRS, maka akan
dihasilkan perasaan bahagia/ senang/ pleasure (“high”) terutama pada individu yang
kurang mampu mengontrol dirinya sendiri, dan menunjukkan adanya ketidaksesuaian
mekanisme inhibisi otak. Individu jenis ini yang menjadi predisposisi timbulnya kelainan
gangguan mental akibat penggunaan zat psikoaktif.
Seharusnya setelah BRS teraktivasi, akan dihasilkan perilaku adaptif/ adaptive behaviour,
namun ternyata penggunaan zat-zat ini mengakibatkan aktivitas normal menjadi
terabaikan.

214
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 223
Menurut DSM-IV-TR (2000) dan DSM tahun 2013, gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif dikategorikan menjadi:
1. Substance use Disorders/ Gangguan.penggunaan zat (Substance dependence and
Substance abuse)/ Ketergantungan zat dan Penyalahgunaan zat)
2. Substance induced Disorders (contohnya Sindroma Intoksikasi, sindroma
Withdrawal, Gangguan Psikotik, Gangguan Mood)

Di Indonesia digunakan istilah ketergantungan narkotika dan zat adiktif. Menurut BNN
(Badan Narkotika Nasional) tahun 2005 diperkirakan terdapat 3,2 juta pengguna / pemakai
(kira-kira 1,5 % penduduk Indonesia). Dari total jumlah tersebut diketahui dalam 1 tahun
80% pengguna tersebut berusia 19-21 tahun dan sebanyak 15.000 pengguna meninggal.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan kelainan ini adalah:


 Zat Adiktif/ Psikoaktif
Merupakan zat/ bahan kimia yang berpengaruh pada tubuh/ sistem saraf pusat (SSP)
sehingga menimbulkan perubahan mental emosional serta perubahan perilaku dan
dapat menyebabkan ketergantungan/ adiksi.
Contoh zat ini adalah obat golongan Stimulansia (Amfetamin, XTC, Metamfetamin,
“Shabu”, Kokain)
 Narkotika
Merupakan zat/ obat yang berasal dari tanaman maupun bukan, sintetis/ semi-sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, berkurangnya/
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan / adiksi
Contoh zat ini adalah Morfin serta turunannya misal Pethidin, Heroin (putauw), dan
lain sebagainya.
 Psikotropika
Merupakan zat / obat (baik alamiah maupun sintetis) yang tidak termasuk narkotika,
dan berkhasiat Psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
Contoh zat ini adalah Gol. Benzodiasepin (Valium, Diazepam, Nitrazepam,
MG/mogadon, pil BK, atau pil Koplo).

 NAPZA
merupakan akronim dari NARKOTIKA – ALKOHOL – PSIKOTROPIKA - ZAT
ADIKTIF LAINNYA.

215
224 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Faktor predisposisi (faktor yang memudahkan terjadinya kelainan) untuk diagnosis dibagi
menjadi 2 kelompok:
1. Faktor individu, meliputi:
o Mengurangi rasa tidak enak, ingin meningkatkan prestasi
o Penilaian diri yang negatif / Low Self Esteem seperti merasa kurang mampu dalam
pelajaran, pergaulan, penampilan diri atau tingkat/ status sosial ekonomi yang
rendah
o Pernyataan diri kurang dewasa
o Rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba
o Rasa kurang percaya diri (Low Self Confidence)
o Sikap memberontak terhadap peraturan / tata tertib
o Tidak bersikap tegas terhadap tawaran / pengaruh teman sebaya
o Tidak tekun dan cepat jenuh

2. Faktor lingkungan, meliputi:


o Ada orang tua / anggota keluarga lainnya sebagai pengguna
o Ancaman fisik dari teman sebaya / pengedar
o Berteman dengan pengguna NAPZA
o Hubungan antar orang tua (ayah-ibu) kurang harmonis
o Komunikasi anak dengan orang tua yang kurang efektif
o Lingkungan keluarga terlalu permisif/ sebaliknya
o Lingkungan sekolah yang tidak memberi fasilitas untuk penyaluran minat dan
bakat para siswanya
o Lingkungan sekolah yang tidak tertib
o Mudah diperolehnya zat NAPZA
o Orang tua yang otoriter atau dominan
o Tekanan kelompok sebaya yang sangat kuat
o Terlalu ketat dalam disiplin

Tahapan penyalahgunaan zat adiktif adalah sebagai berikut:


1. Pemakaian coba-coba (Experimental use)
Pada tahapan ini, individu hanya mencoba untuk memenuhi rasa ingin tahu. Setelah
mencoba, sebagian individu tersebut berhenti namun sebagian lainnya terus
sebagai pengguna.
2. Pemakaian sosial (Social use)
Pada tahapan ini, tujuan individu menggunakan adalah hanya untuk bersenang-
senang (saat rekreasi/santai).
216
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 225
3. Pemakaian situasional (Situational use)
Pada tahapan ini, tujuan individu menggunakan adalah menghilangkan perasaan
pada keadaan tertentu (contoh ketegangan, kesedihan, kekecewaan).
4. Pemakaian berlebihan / penyalahgunaan (Intensified use / abuse)
Pada tahapan ini, pemakaian zat sudah memiliki suatu pola yang bersifat patologis
/ menyimpang. Biasanya individu digolongkan pada tahap ini bila telah
menggunakan selama minimal satu bulan dan telah terjadi gangguan fungsi
kehidupan.
5. Ketergantungan (Compulsive dependent use)
Pada tahap ini, telah terjadi toleransi dan gejala putus zat bila pemakaian zat
dihentikan / dikurangi atau tidak ditambah dosisnya.

Dalam proses menegakkan diagnosis individu dengan kelainan ini dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
o Hetero anamnesis (wawancara keluarga)  cara ini agak sulit, dikarenakan justru orang
tua bahkan keluarga terdekat seringkali tidak mengetahui kondisi individu
bersangkutan.
o Auto anamnesis (wawancara langsung pasien)  yang perlu diperhatikan dari proses
ini adalah hasil yang didapat selama prosesnya tidak selalu benar dan
100% dapat dipercaya.
o Pemeriksaan penunjang laboratorium  pemeriksaan yang paling lazim dilakukan
adalah menggunakan bahan pemeriksaan urin dan darah, bergantung pada
jenis bahan yang akan diselidiki.
o Pemeriksaan psikiatris  pemeriksaan ini terutama lebih ditujukan untuk mendeteksi
adanya gangguan kejiwaan yang menjadi faktor risiko atau faktor
predisposisi. Jadi dilakukan kepada individu sebelum diketahui sebagai
pengguna.
o Evaluasi psikologik  biasa dilakukan sebagai kelanjutan dari pemeriksaan psikiatris
maupun dilakukan bersamaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lebih mendalam mengenai kepribadian seorang individu,
bertujuan untuk menentukan prognosis quo ad sanationam. Cara yang
paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan MMPI (Minnesota
Multiphasic Personality Inventory).
o Pemeriksaan lain  dapat juga menggunakan EEG, EKG, dan lainnya, untuk
menentukan prognosis quo ad functionam.

217
226 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Untuk mendiagnosis individu dengan kelainan ini, ada beberapa gejala dini/ tanda yang
dapat dijadikan pegangan, yaitu:
 Prestasi disekolah menurun secara tiba-tiba
 Pola tidur berubah
 Selera makan berkurang
 Mengurung diri dan menghindari pertemuan keluarga
 Bersikap lebih kasar terhadap anggota keluarga dibandingkan dengan sebelumnya
 Kadang-kadang dijumpai dalam keadaan mabuk, bicara cadel dan jalan sempoyongan

Setelah ditegakkan diagnosis, maka untuk individu dengan gangguan ini amatlah penting
untuk diberikan penanganan secara komprehensif/ holistik. Penanganan tersebut meliputi:
1. Terapi keadaan intoksikasi akut
2. Terapi keadaan putus zat / withdrawal syndrome
3. Terapi komplikasi medis
4. Terapi rehabilitasi / stabilisasi, meliputi aspek :
 Fisik
 Psikologi
 Religi
 Sosiokultural
 Edukasional
 Vokasional
5. Mengurangi dampak buruk/ harm reduction  tujuan penanganan ini adalah pada
pencegahan penularan penyakit yang diakibatkan proses penggunaan zat (contohnya :
penggunaan alat suntik, penggunaan sarung tangan, maupun methadone replacement
therapy)

Kesulitan yang muncul pada pasien-pasien dengan gangguan penggunaan zat ini adalah
kemungkinan komplikasi yang terjadi. Hal-hal ini pula yang perlu dipertimbangkan saat
kita menangani pasien. Komplikasi yang timbul dapat berupa:
 Overdosis yang dapat mengakibatkan kematian.
 Intoksikasi / keracunan.
 Infeksi (HIV, hepatitis, infeksi katup jantung, dan lain sebagainya), terutama
berhubungan dengan proses penggunaan zat.
 Gangguan kesehatan umum (berbagai penyakit fisik sehubungan dengan proses
maupun kelainan fisik asal), contohnya kurang gizi maupun penyakit lainnya.

218
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 227
 Gangguan psikiatrik, contohnya sindroma otak organik, gangguan psikotik, atau
depresi.
 Gangguan psikologik, contohnya adalah gangguan kepribadian.
 Pelanggaran hukum/ dari segi legalitas, contohnya adalah pencurian maupun hal
lain yang berhubungan dengan proses ketersediaan zat.
 Gangguan sosial, yang banyak terjadi adalah kesulitan dalam pergaulan, kesulitan
saat mencari pekerjaan, maupun kesulitan dalam proses bersekolah.

Prognosis pasien dengan gangguan penggunaan zat tergantung pada beberapa faktor:
1. Mudah tidaknya NAPZA didapat di lingkungannya
2. Lingkungan pergaulan
3. Hubungan antar anggota dalam keluarga
4. Faktor kepribadian

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif


Merupakan gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (mulai dari
intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik
yang jelas dan demensia), tapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan minimal 1
atau lebih zat psikoaktif (dengan / tanpa resep dokter).
Proses identifikasi zat psikoaktif pada pasien-pasien dapat dilakukan melalui:
- Data laporan individu.
- Analisis objektif dari pemeriksaan penunjang spesimen urin maupun darah.
- Bukti lain mencakup adanya sampel obat/zat yang ditemukan, tanda dan gejala
klinis atau dari laporan pihak ketiga.
Sehubungan dengan hal tersebut, selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan
lebih dari 1 sumber yang berkaitan dengan penggunaan zat. Dan yang terpenting adalah
analisis objektif yang memberikan bukti paling dapat diandalkan tentang riwayat
penggunaan zat akhir-akhir ini atau saat ini. Namun kekurangannya adalah proses analisis
objektif ini tidak dapat menentukan riwayat penggunaan zat dimasa lalu atau tingkat
penggunaan saat ini. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah sangat jarang pasien
hanya menggunakan satu (1) jenis zat saja. Namun bila memungkinkan, penegakkan
diagnosis diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yang paling penting menyebabkan
gangguan yang nyata pada pasien.

Secara spesifik, penegakkan diagnosis Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat psikoaktif (f10-f19) dapat dilihat sebagai berikut:
 F10. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
219
228 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 F11. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opioida
 F12. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida
 F13. - gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa/ hipnotika
 F14. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
 F15. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain termasuk
kafein
 F16. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogenika
 F17. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
 F18. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap
 F19. – gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan
zat psikoaktif lainnya

Kode F19 hanya digunakan bila pola penggunaan zat pada pasien benar-benar kacau dan
sembarangan atau berbagai zat bercampur baur. Untuk penyalahgunaan zat selain zat
psikoaktif seperti pencahar atau aspirin, diagnosisnya menggunakan kode F55
(penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan).

Dari diagnosis tersebut, selanjutnya ditentukan kondisi klinis menggunakan kode 4 dan 5
karakter sebagai berikut:
 F1x.0 intoksikasi akut
 .00 tanpa komplikasi
 .01 dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
 .02 dengan komplikasi medis lainnya (misal: hematemesis, inhalasi muntahan)
 .03 dengan delirium
 .04 dengan distorsi persepsi
 .05 dengan koma
 .06 dengan konvulsi
 .07 dengan intoksikasi patologis  untuk jenis diagnosis ini, ditegakkan bila
memenuhi keadaan/ kondisi berikut :
- Hanya pada penggunaan alkohol.
- Onset tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak
kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut saat bebas alkohol.
- Timbul segera setelah minum alkohol yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan intoksikasi.

220
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 229
 F1x.1 penggunaan yang merugikan (harmful use)
Penegakkan diagnosis ini adalah untuk keadaan/ kondisi berikut:
- Ada pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat
berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui
suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi
sekunder) karena konsumsi berat alkohol
- Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan
seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan
- Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau
bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat/
alkohol
 F1x.2 sindrom ketergantungan
Penegakkan diagnosis ini adalah apabila ditemukan ≥ 3 gejala/ kondisi berikut:
- Adanya keinginan kuat/ dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk
menggunakan zat psikoaktif
- Kesulitan mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya
usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
- Adanya keadaan putus zat secara fisiologis ketika penggunaan zat dihentikan/
dikurangi, yang terbukti dengan timbulnya gejala-gejala putus zat/ withdrawal
yang khas atau penggunaan ulang zat tersebut dengan tujuan menghilangkan/
menghindari terjadinya gejala putus zat
- Adanya toleransi terhadap zat, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan untuk memperoleh efek sama dengan efek yang biasa diperoleh
dengan dosis lebih rendah
- Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan/ minat lain selain
menggunanakan zat tersebut. Juga adanya peningkatan jumlah waktu yang
digunakan untuk memperoleh/ menggunakan / untuk pulih dari akibat zat.
- Tetap menggunakan zat tersebut meski yang bersangkutan menyadari bahaya/
akibat merugikan untuk kesehatannya (contoh gangguan fungsi hati karena
minum alkohol berlebihan, depresi, atau hendaya kognitif berkaitan dengan
penggunaan zat).
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
 .20 kini abstinen
 .21 kini abstinen tapi dalam lingkungan terlindung (contohnya di rumah sakit/
komunitas terapeutik/ lembaga permasyarakatan)

221
230 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 .22 kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan / dengan
pengobatan zat pengganti (ketergantungan terkendali)  contohnya adalah
dengan metadhon, atau nicotine gum, nicotine patch, dan lain sebagainya.
 .23 kini abstinen tapi sedang dalam terapi dengan obat aversif / penyekat
(contohnya adalah naltrekson atau disulfiram)
 .24 kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
 .25 penggunaan berkelanjutan
 .26 penggunaan episodik (dipsomania)
 F1x.3 keadaan putus zat
Pedoman diagnosis untuk kategori ini adalah:
- Merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan diagnosis
sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan
- Hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan
rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus
- Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan, dapat berupa
gangguan psikologis (gangguan tidur, ansietas, depresi) yang merupakan
gambaran umum dari keadaan putus zat. Yang khas adalah bahwa pasien
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan
penggunaan zat
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
 .30 tanpa komplikasi
 .31 dengan konvulsi
 F1x.4 keadaan putus zat dengan delirium
Pedoman diagnosis untuk kategori ini adalah:
- Termasuk “delirium tremens” yang merupakan akibat dari putus alkohol
secara absolut/ relatif pada pengguna dengan ketergantungan berat serta
riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol.
Ditandai dengan adanya keadaan gaduh gelisah toksik (toxic confusional state)
yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa, dan
disertai gangguan somatik
- Gejala prodromal khas berupa insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat
didahului oleh kejang setelah putus zat. Trias klasik dari gejalanya adalah:
 Kesadaran berkabut dan kebingungan
 Halusinasi dan ilusi yang hidup/ nyata (vivid), yang mengenai salah satu
pancaindra (sensory modality)
 Tremor berat
222
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 231
Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, atau siklus tidur yang terbalik dan
aktivitas otonomik yang berlebihan
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
 .40 tanpa konvulsi
 .41 dengan konvulsi
 F1x.5 gangguan psikotik
Merupakan sekelompok fenomena psikotik yang terjadi selama/ segera sesudah
penggunaan zat psikoaktif, dan ditandai oleh halusinasi nyata (khasnya auditorik, tetapi
sering lebih dari 1 gangguan modalitas sensorik), kekeliruan identifikasi, waham, dan
atau gangguan yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference - sering berupa
paranoid/ waham kejar), gangguan psikomotor (excitement/ stupor dan afek yang
abnormal; ketakutan, biasa pada penggunaan ekstasi). Pada umumnya kesadaran jernih
kecuali adanya kesadaran berkabut (meski tidak sampai tahap sangat bingung) dan
durasi terjadinya selama 1-6 bulan.
Pedoman diagnostik yang digunakan untuk ini adalah:
- Gangguan psikotik yang terjadi selama/ segera sesudah penggunaan zat
psikoaktif (biasanya dalam waktu 48 jam), bukan merupakan manifestasi
dari keadaan dengan delirium/ suatu onset lambat. Untuk gangguan psikotik
dengan onset lambat (lebih dari 2 minggu setelah penggunaan zat ) dimasukkan
dalam F1x.75
- Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan
pola gejala yang bervariasi. Variasi ini tergantung jenis zat yang digunakan
dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan stimulant (contoh kokain dan
amfetamin), gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya
berhubungan erat dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang
berkepanjangan
- Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi
persepsi atau pengalaman halusinasi. Bila zat yang digunakan ialah
halusinogenika primer (misalnya LSD, meskalin, ganja dosis tinggi) perlu
dipertimbangkan kemungkinan dianosis intoksikasi akut (f1x.0)
Pada kondisi lanjutan, dapat didiagnosis banding dengan gangguan mental lain yang
dicetuskan/ diperberat oleh penggunaan zat psikoaktif misalnya skizofrenia (f20.-),
gangguan mood (f30-f39), atau gangguan kepribadian paranoid (f60.0, f60.1).
Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter
berikut:
 .50 lir-skizofrenia (schizophrenia like)
223
232 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 .51 predominan waham
 .52 predominan halusinasi (termasuk halusinasi alkoholik)
 .53 predominan polimorfik
 .54 predominan gejala depresi
 .55 predominan gejala manik
 .56 campuran
 F1x.6 sindrom amnestik
Merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan kendala/ gangguan daya ingat
jangka pendek yang menonjol, kadang gangguan daya ingat jangka panjang sedangkan
daya ingat segera masih baik. Gangguan daya nilai dengan berjalannya waktu dan
urutan peristiwa biasanya menonjol (contoh adanya kesulitan mempelajari hal baru,
kadang ada konfabulasi)
Pedoman diagnosis untuk kondisi ini berdasarkan:
- Gangguan daya ingat jangka pendek (sulit belajar hal baru), dapat berupa
gangguan sensasi waktu/ “time sense”  gangguan dalam menyusun kembali
kronologi suatu kejadian, gangguan dalam meninjau kejadian yang berulang
menjadi satu peristiwa.
- Tak ada gangguan daya ingat segera
- Tak ada gangguan kesadaran
- Tak ada gangguan kognitif secara umum
- Ada bukti objektif / riwayat dari penggunaan alkohol/ zat kronis (terutama
dengan dosis tinggi )
- Perubahan kepribadian yang sering disertai keadaan apatis dan hilangnya
inisiatif yang nyata
Diagnosis banding untuk kondisi ini berupa:
 Sindrom amnestik organik non-alkoholik (F04)
 Sindrom organik lain yang meliputi gangguan
 Daya ingat yang jelas (F00-F03; F05)
 Gangguan depresi ( F31-F33 )
 F1x.7 gangguan psikotik residual/ onset lambat
Merupakan suatu gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau perilaku yang
disebabkan alkohol atau zat psikoaktif dan berlangsung melampaui jangka waktu
khasiat psikoaktifnya.
Pedoman diagnosis untuk kondisi ini berdasarkan:
- Onset gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol/
zat psikoaktif. Bila onset pertama berjarak jauh sesudah episode penggunaan

224
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 233
maka harus ada bukti jelas dan kuat bahwa kejadian ini sebagai efek residual
zat tersebut.
- Ada perubahan/ peningkatan nyata dari fungsi yang sebelumnya normal
- Gangguan harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu yang dianggap
sebagai efek langsung zat tersebut (lihat F1x.0). Untuk keadaan demensia yang
disebabkan oleh alkohol/ zat psikoaktif tidak selalu bersifat ireversibel, jadi
sesudah periode yang cukup lama dari abstinensia total maka fungsi intelek
dan daya ingatnya pulih kembali.
- Gangguan harus dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan peristiwa
putus zat (F1x.3-F1x.4), pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu.
Fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari/ minggu sesudah zat dihentikan
pemakaiannya.
Diagnosis banding untuk kondisi ini berupa:
 Gangguan mental yang sudah ada terselubung oleh penggunaan zat dan yang
muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut menghilang (misalnya:
gangguan fobia, gangguan depresi, gangguan skizofrenia/ gangguan skizotipal)
 Gangguan psikotik akut dan sementara (F23)
 Cedera organik dan retardasi mental ringan / sedang (F70-F71) yang terdapat
bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif

Setelah ditegakkan kondisinya, dapat dilanjutkan menggunakan kode 5 karakter


berikut:
 .70 kilas balik (flashback)
Kondisi ini dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat
episodiknya, sering berlangsung dalam waktu sangat singkat (detik atau menit)
dan oleh gambaran duplikasi dari pengalaman sebelumnya yang berhubungan
dengan penggunaan zat.
 .71 gangguan kepribadian / perilaku  apabila memenuhi kriteria untuk
gangguan kepribadian organik
 .72 gangguan afektif residual  apabila memenuhi kriteria untuk gangguan
kepribadian organik (F1x.73)
 .73 demensia  apabila memenuhi kriteria sesuai F00-F09.
 .74 hendaya kognitif lainnya  digunakan sebagai kategori residual untuk
gangguan dengan kendala kognitif yang menetap, tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk sindrom amnestik yang disebabkan zat psikoaktif (F1x.6) atau demensia
(F1x.73)
 .75 gangguan psikotik onset lambat
225
234 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
 F1x.8 gangguan mental dan perilaku lainnya
Digunakan untuk mendiagnosis semua gangguan sebagai akibat penggunaan zat
psikoaktif yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada gangguan tersebut, tetapi
tidak memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam salah satu gangguan yang telah
disebutkan sebelumnya.
 F1x.9 gangguan mental dan perilaku yang tidak tergolongkan

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai diagnosis F1x.0 Intoksikasi Akut.


Diagnosis ini digunakan untuk menjelaskan mengenai suatu kondisi peralihan yang timbul
akibat memakai alkohol/ zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek dan perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
Diagnosis ini ditegakkan sebagai diagnosis utama hanya pada kasus intoksikasi yang
terjadi tanpa berkaitan dengan alkohol atau pemakaian zat yang lebih menetap.
Yang dapat dijadikan pedoman untuk menegakkan diagnosis ini adalah:
o Sering dikaitkan dengan jumlah dosis yang dipakai (dose-dependent), kecuali pada
individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (contoh pada pasien
dengan insufisiensi ginjal/ hati) yang dalam dosis kecil dapat timbul efek intoksikasi
berat yang tidak proporsional.
o Perlu dipertimbangkan disinhibisi sosial (misal penyimpangan perilaku yang masih
dapat diterima masyarakat pada pesta atau upacara keagamaan.
o Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian individu kembali
ke kondisi semula kecuali bila ada kerusakan jaringan atau komplikasi lain
Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat, misalnya:
 Intoksikasi antidepresan dapat menimbulkan gejala agitasi / hiperaktifitas
 Intoksikasi stimulansia justru menimbulkan efek penarikan diri secara sosial/
perilaku introvert
 Intoksikasi ganja + halusinogen efeknya mungkin sulit diramalkan
 Intoksikasi alkohol :
- dosis kecil berefek stimulan pada perilaku
- dosis besar berefek agitasi dan agresif
- dosis sangat besar berefek sedasi

Contoh intoksikasi antara lain:


Alkohol memberikan tanda/ gejala dalam bentuk mabuk akut
Zat halusinogenik memberikan tanda/ gejala dalam bentuk “bad trips”
Oleh karena itu dikenal istilah “drunkennes not otherwise spesified”
226
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 235
Diagnosis banding untuk keadaan intoksikasi tersebut antara lain adalah cedera kepala
akut, hipoglikemia, maupun intoksikasi akibat penggunaan zat campuran.

227
236 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
BAB 20
LAB PEMERIKSAAN NAPZA
Adrian Suhendra

Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif sudah menjadi masalah global. Hampir
seluruh negara di dunia berusaha menanggulangi pemakaian dan peredaran zat terlarang
ini. Walaupun demikian jumlah penyalahguna dari tahun ke tahun semakin meningkat
dengan sasaran utamanya adalah para remaja.
Kata narkotika berasal dari bahasa Inggris yaitu narcotic yang berarti obat bius,
dalam bahasa Yunani disebut narcose yang berarti menidurkan. Oleh karena itu yang
disebut dengan narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan gangguan susunan
syaraf pusat dan menimbulkan ketergantungan. Sedangkan zat adiktif adalah bahan lain
bukan narkotika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Beberapa jenis narkotika dan
zat adiktif yang saat ini banyak disalahgunakan adalah ganja, amfetamin/metamfetamin
(shabu-shabu, ecstacy), heroin (putaw), kokain, barbiturat, dan benzodiazepin.
Pemeriksaan laboratorium pada narkotika dan zat adiktif dapat dilakukan untuk
tujuan penapisan, diagnosis pada keadaan emergensi, pementauan detoksikasi, dan untuk
kepentingan forensik.

A. Jenis-jenis Narkotika dan Zat Adiktif


1. Opioida
Opioida adalah nama sekelompok zat adiktif, yang terdiri dari zat alamiah seperti
opium, morfin, dan kodein atau semisintetik seperti heroin dan hidromorfon atau
sintetik seperti meperidin, metadon, dan propoksipen. Opium atau candu berasal dari
getah Papaver soniferum yang telah dikeringkan. Khasiat golongan opioida adalah
analgesik, hipnotik, dan euphoria. Pada pemakaian berulang dapat mengakibatkan
toleransi dan ketergantungan, dan terdapat toleransi silang diantara beberapa jenis
opiat.
Morfin merupakan prototip analgetika yang kuat, berupa kristal putih yang lama
kelamaan berubah menjadi kecoklatan, tidak berbau, dan rasanya pahit. Perubahan
pada gugus hidroksi di karbon 3* (fenolik) akan mengurangi daya analgetika,
sedangkan perubahan pada gugus hidroksi di karbon 6* (alkoholik) akan
meningkatkan daya analgetika.
228
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 237
Heroin adalah opioida semisintetik yang diturunkan dari morfin. Pada mulanya
dimaksudkan sebagai obat ketergantungan morfin, tetapi kemudian terbukti bahwa
kecanduan heroin justru lebih berat dan sulit diatasi dibandingkan kecanduan morfin.
Heroin murni disebut juga dengan putaw, bentuknya berupa bubuk putih yang rasanya
pahit, akan tetapi di pasaran warna dan teksturnya dapat bervariasi tergantung bahan
pencampurnya. Potensi heroin lebih kuat dari morfin karena daya tembus pada blood
brain barrier lebih baik. Struktur kimia golongan opioida dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan struktur kimia berbagai jenis opioida


Nama Obat 3* 6* 17*
Morfin -OH -OH -CH3
Kodein -OCH3 -OH -CH3
Heroin -OCOCH3 -OCOCH3 -CH3
Hidromorfon -OH =O -CH3
Oksimorfon -OH =O -CH3 gugus OH
ditambahkan
pada C14

2. Cannabinoid/ Kanabis
Kanabis/mariyuana atau lebih dikenal dengan sebutan ganja, diperoleh dari resin
yang berasal dari pucuk tanaman Canabis sativa atau Canabis indica yang sedang
berbunga, juga dari daun dan rantingnya. Biokimia kanabis sangat kompleks dan
belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Diduga bahan aktif dari tanaman ini adalah zat
psikoaktif delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), cannabidiol (CBD), dan cannabinol
(CBN) yang merupakan 3 jenis kanabinoid alami yang paling banyak didapat.
Berdasarkan cara pembuatan dan potensi yang dihasilkan, ada 3 macam sediaan yang
didapat yaitu yang termurah dan terendah potensinya adalah bhang yang diperoleh
dari pemotongan pucuk tanaman yang tidak dipelihara dengan baik atau dari
daun/bunga kering dengan resin kadar rendah. Berikutnya yang menghasilkan resin
berkualitas adalah ganja yang diperoleh dari pucuk tanaman berbunga dan daun-daun
yang dipilih dari tanaman yang terpelihara dengan baik, dan yang terakhir dengan
derajat paling tinggi adalah charas (hashish) yang terbuat dari resin itu sendiri yang
diperoleh dari pucuk tanaman yang kemudian dikeringkan dan dimampatkan menjadi
betuk lempengan. Konsentrasi THC pada ganja adalah 1-3% dan pada hashish adalah
3-5%, bahkan pada saat ini telah dapat dihasilkan minyak hashish dengan kadar THC
15-60%. Dalam bidang kedokteran, pada mulanya penggunaan THC bertujuan untuk
229
238 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
mengobati neuralgia, depresi, reumatik, gout, batuk, asma, migrain, dismenorrhoea,
serta mengatasi rasa mual dan muntah pada kemoterapi pasien kanker. Akan tetapi
terapi dengan penggunaan THC ini tidak terlalu memuaskan, bahkan dapat
menyebabkan ketergantungan obat.

3. Depresan Susunan Syaraf Pusat


Berbagai jenis yang termasuk ke dalam depresan SSP yaitu:
a. Barbiturat
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat
sendiri tidak menyebabkan depresi susunan syaraf pusat (SSP). Efek depresi dimiliki
oleh derivatnya yang didapat melalui perubahan-perubahan gugus samping pada asam
barbiturat sehingga dapat menghasilkan bermacam-macam obat SSP yang aktif. Jenis
barbiturat yang banyak dipakai secara medis, perubahan gugus samping, waktu paruh,
dan dosis hipnotiknya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Berbagai jenis barbiturat berdasarkan perbedaan struktur


Barbiturat R1 R2 R3 X Waktu Dosis
Paruh Hipnotik
(jam) (gram)
Amobarbital -etil isoamil H O 8 - 42 0,05-0,2
Heksobarbital -metil sikloheksenil CH3 O 2,7 - 7 -
Pentobarbital -etil 1-metil-butil H O 15 – 48 0,05-0,1
Fenobarbital -etil fenil H O 24– 0,1-0,2
140
Sekobarbital -etil 1-metil-butil H O 19 - 34 0,1-0,2

Berdasarkan onset dan lama kerjanya, barbiturat dapat dibagi dalam 4 golongan, yaitu:
 Ultra Short acting Barbiturates
Contohnya heksobarbital, metpheksital, tiamilal, dan thiopental.
Onset kerjanya sangat cepat, anestesi sudah terjadi sesudah satu menit
penyuntikkan intra vena. Efeknya yang cepat dan kerjanya yang singkat
menyebabkan jenis ini paling jarang disalahgunakan.
 Short acting Barbiturates
Contohnya sandoptal, sekobarbital/sekonal, siklobarbital, dan heptabarbital.

230
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 239
Masa kerjanya pendek, secara medis digunakan untuk menginduksi sedasi/tidur
dan dengan penggunaan oral mulai bekerja 20-40 menit setelah pemakaian dan
efeknya berlangsung 4-6 jam.
 Intermediate Acting Barbiturates
Contohnya metabarbital, probarbital, apobarbital/alurat, asam dialibarbiturat/dial,
butabarbital, amobarbital/amital, dan pentobarbital/nembutal.
Masa kerjanya sedang, secara medis digunakan untuk menginduksi sedasi/tidur.
Barbiturat kelompok 2 dan 3 terutama sekonal, amital, dan nembutal adalah obat
depresan SSP yang paling banyak disalahgunakan. Oleh kalangan awam dikenal
dengan sebutan pil koplo.
 Long acting Barbiturates
Contohnya barbital/veronal, fenobarbital/luminal, dan mefobarbital/mebaral.
Onsetnya mulai sekitar satu jam setelah pemakaian dan efeknya berlangsung
hingga 16 jam. Di bidang kedokteran, jenis ini digunakan sebagai sedatif,
hipnotik, dan sebagai obat anti konvulsi. Jenis ini jarang disalahgunakan karena
onsetnya yang lambat.

b. Benzodiazepin
Struktur benzodiazepin terdiri dari cincin benzen dengan tujuh sisi cincin
diazepin. Pada umumnya preparat benzodiazepin mengandung 5-aril substituen dan
cincin 1,4 diazepin Saat ini telah dapat disintesis berbagai jenis derivat benzodiazepin
dengan aktivitas yang mirip satu sama lain tetapi dengan farmakokinetik dan
farmakodinamik yang berbeda.
Benzodiazepin digunakan untuk mengobati insomnia, ansietas, kaku otot, dan
medikasi preanestesi. Daya benzodiazepin untuk menyebabkan ketergantungan lebih
kecil dari alkohol maupun barbiturat. Hal ini diduga karena benzodiazepin kurang
mempunyai efek psikotropik berupa perubahan emosi dan euforia serta toleransinya
relatif rendah.
Data tentang farmakokinetik berbagai derivat benzodiazepin dapat dilihat pada
tabel 3.

231
240 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Tabel 3. Farmakokinetik benzodiazepin
Absorpsi Metabolit Rerata Volume Bersihan
Tmax (jam) aktif waktu distribus (mL/min
paruh i (L/kg) /kg)
I. Gol yg memp met
aktif
Klordiazepoksid 0.5-4 Klordiazepoksid 9,9 (8-24) 0,3±0,03 0,37±0,0
(sedang) Desmetilklordiazep 24-96 6
oksid
Klorazepat 1-2 (cepat) Desmetildiazepam 50-100 0,3±0,17 1,8±0,2
Diazepam 1,5-2 Diazepam 27-37 0,95-2 0,38±0,0
(cepat) Desmetildiazepam 50-100 0,93-1,27 6
Flurazepam 0,5-2 Desalkilflurazepam 74-160 3,4 4,5±2,3
(cepat)
Halazepam 1-3 Halazepam 14
(sedang) Desmetildiazepam 50-100 0,93-1,27
Prazepam 6 (lambat) Desmetildiazepam 50-100 14,4±5,1 140±100

4. Stimulan Susunan Syaraf Pusat


Sejak ribuan tahun yang lalu stimulan telah digunakan oleh sebagian besar
manusia. Dua jenis stimulan SSP yang terkenal adalah nikotin dan kafein. Stimulan
alami yang paling kuat dan sering disalahgunakan adalah kokain yang diekstraksi dari
daun tanaman Erythroxylon coca. Obat-obat stimulan SSP ini umumnya
menyebabkan euforia, mengurangi kelelahan dan kebutuhan tidur, peningkatan libido,
penurunan selera makan tetapi energi meningkat, tremor, gelisah, dan takikardi.

a. Amfetamin/Metamfetamin
Obat ini dikenal sebagai zat simpatomimetik, mempunyai struktur dasar β-
feniletilamin yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin benzen dan etil amin.
Substansi dapat dilakukan pada cincin benzen maupun pada atom C-α, atom C-β, dan
gugus amino dari etil amin. Penyalahgunaan obat ini dapat dikonsumsi dalam bentuk
tablet yang berwarna-warni dan dikenal sebagai ecstacy atau dibakar lalu asapnya
dihirup dan di masyarakat dikenal sebagai shabu-shabu, jenis ini juga dapat diberikan
intra vena.

b. Kokain
Kokain murni merupakan kristal putih, digunakan sebagai obat anestesi lokal
dan vasokonstriktor, terutama di bidang THT dan mata. Kokain yang disalahgunakan

232
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 241
dan dijual dalam bentuk bubuk kristal putih yang biasanya dicampur dengan laktosa
atau lidokain.

B. Pemeriksaan Laboratorium Narkotika dan Zat Adiktif


Pemeriksaan laboratorium untuk narkotika dan zat adiktif dapat dilakukan untuk
tujuan penapisan, diagnosis pada keadaan emergensi, pemantauan detoksikasi, dan
kepentingan forensik. Untuk pemeriksaan penapisan digunakan metode Enzyme Mediated
Immunologic Technique (EMIT), Fluorescence Polarization Immunoassay (FPIA), Thin
Layer Chromatography (TLC), dan Visually Read Competitive Binding
Immunochromatographic Assay. Untuk pemeriksaan penapisan pada umumnya
menggunakan bahan pemeriksaan urin, karena non-invasif dan mempunyai nilai
sensitivitas tinggi. Sedangkan untuk kepentingan keadaan emergensi dan pemantauan
detoksikasi, digunakan juga metode EMIT, FPIA, dan TLC tetapi bahan pemeriksaan yang
digunakan pada umumnya adalah serum karena diharapkan dapat menggambarkan kadar
obat/zat pada saat itu. Untuk kepentingan forensik, selain menggunakan pemeriksaan di
atas juga dilakukan pemeriksaan konfirmasi dengan menggunakan metode Gas
Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Hal yang penting untuk pemeriksaan
forensik adalah pada saat pengumpulan bahan pemeriksaan terutama untuk urin,
pengawasan harus ketat (bekerja sama dengan polisi).
Apabila bahan pemeriksaan urin sulit dipercaya dapat juga digunakan bahan
pemeriksaan menggunakan saliva atau rambut. Rambut dapat diperiksa dengan metode
GC-MS dan dapat mendeteksi riwayat penggunaan zat/obat dalam 90 hari.
Pemeriksaan dengan menggunakan metode GC-MS biasa digunakan sebagai uji
baku bagi metode yang lain karena metode ini dapat mendeteksi kadar zat/obat dalam
jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan metode lain yang ada saat ini. Atas dasar
tersebut, kadar zat/obat yang terdeteksi oleh metode GC-MS digunakan sebagai dasar
penentuan cut off untuk metode lain yang bersifat kualitatif.
Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan untuk deteksi narkotika dan
zat adiktif adalah pemeriksaan Drug-Strip Immunochromatographic Assay dengan
menggunakan bahan pemeriksaan urin.

C. Drug-Strip Immunochromatographic Assay


Pemeriksaan ini bersifat kualitatif, mudah, cepat, dan hasilnya dapat dibaca secara
visual tanpa alat khusus. Metode ini banyak digunakan sebagai pemeriksaan penapisan.
Terdapat beberapa produk yang menggunakan metode ini. Ada yang hanya memeriksa satu
jenis zat/obat dan ada juga yang berupa panel multi drug.

233
242 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA
Prinsip pemeriksaan ini adalah bila konsentrasi zat/obat bebas sama atau lebih besar dari
cut off yang telah ditentukan maka drug free akan berikatan dengan anti drug antibody.
Ikatan ini akan menghambat timbulnya pita warna merah pada membran yang
menunjukkan hasil positif. Sedagkan bila tidak ada zat/obat bebas maka anti drug antibody
akan bereaksi dengan antigen conjugated dan menghasilkan pita berwarna merah pada
membran yang menunjukkan hasil negatif.
Pada umumnya produk drug strip yang dibuat mempunyai nilai cut off sebagai
batasan sensitivitas yang merujuk pada metode GC-MS. Batasan sensitivitas mengacu
pada National Institute on Drug Abuse (NIDA) dan US Department of Health and Human
Service.
Cara penyimpanan drug strip juga perlu diperhatikan, kit akan stabil bila disimpan
pada suhu 4-30°C dan tidak boleh disimpan dalam freezer.
Demikian juga dengan bahan pemeriksaan, urin ditampung dalam wadah plastik atau
gelas yang bersih dan kering tanpa pengawet. Urin masih dapat diperiksa sampai 48
jam bila disimpan pada suhu 2-8°C dan harus dibiarkan dalam suhu kamar sebelum
dilakukan pemeriksaan.
Interpretasi hasil pada pemeriksaan drug strip adalah sebagai berikut:
 Positif : Bila hanya terdapat satu garis berwarna merah/merah muda pada daerah
kontrol (C) dan tidak terdapat garis pada daerah pemeriksaan (T). Hasil
positif menunjukkan adanya kadar narkotika/zat adiktif yang sesuai atau
lebih dari nilai cut off.
 Negatif : Bila terdapat dua garis berwarna merah/merah muda pada daerah
kontrol (C) dan daerah pemeriksaan (T). Hasil negatif menunjukkan
narkotika/zat adiktif tidak ditemukan atau kadarnya lebih rendah dari
nilai cut off.
 Invalid : Bila tidak tampak garis merah pada daerah kontrol (C). Pada kasus
seperti ini, pemeriksaan sebaiknya diulang. Bila tetap invalid dapat
dicurigai adanya kerusakan pada kit/reagen

234
PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA 243
244 PERILAKU DAN KESEHATAN JIWA

Anda mungkin juga menyukai