Anda di halaman 1dari 220

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DAN KEDOKTERAN KELUARGA

EDITOR:
July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked
Dr. Julia Windi Gunadi, dr.,M.Kes.
Cindra Paskaria, dr.,M.K.M.
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Copyright @2021, Ade Kurnia S., dr., SpKJ.; Budi Widyarto L, dr., M.H.; Cindra Paskaria, dr., M.K.M;
Dani, dr., M.Kes; Decky Gunawan,dr.,M.Kes., AIFO; Irene Puradisastra, Dra., Psik;
July Ivone, dr., M.K.K., M.Pd.Ked.; Prof. Dr. H. R. Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K);
Dr. Pan Lindawati S. Sewu, SH, M.Hum; Peter Nugraha, dr., SpKK., MH.Kes;
Winsa Husin, dr., M.Sc., M.Kes; Yenni Limyati, dr., SpKFR., M.Kes.

ISBN: 978-623-97057-6-3

Cetakan Pertama, September 2021

Editor:
July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked
Dr. Julia Windi Gunadi, dr.,M.Kes.
Cindra Paskaria, dr.,M.K.M.

Desain Sampul dan Tata Letak:


Dani R. Hasanudin

Diterbitkan oleh CV Balatin Putera Puteri


Jln. Sukagalih No. 39, RT 04/ RW 04, Kel. Sukabungah,
Kec. Sukajadi, Kota Bandung - Indonesia 40162
balatinputeraputeri@gmail.com

Dicetak oleh CV Artik Jaya Grafika


Kota Bandung
Email: artik.grafika2018@gmail.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.


Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku ini. Buku ini yang memiliki
fokus pada topik ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga. Topik ilmu
kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga merupakan kompetensi diperlukan untuk
menjadi seorang dokter umum yang melayani masyarakat dan keluarga.
Buku ini merupakan kumpulan pengetahuan dari banyak sudut pandang mengenai
ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga. Pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dengan topik kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga kiranya dapat
terus dilakukan oleh semua ilmuan di bidang tersebut.
Saya mengucapkan banyak terima kasih bagi para editor dan semua kontributor
buku ini yang telah bekerja keras dalam menyusun buku ini. Harapan saya, semua pembaca
dapat memperoleh manfaat dari buku ini.

Bandung, Juni 2021

Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M Kes.


Dekan FK Universitas Kristen Maranatha

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA iii


iv ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya
Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun Praktikum ini
dapat diselesaikan.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha sejak tahun akademik 2006 telah
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia
(KIPDI) III, Dokter Pelayanan Primer/Dokter Keluarga. Seiring perjalanan waktu, perkembangan
kurikulum pendidikan dokter semakin meningkat dengan pesat dengan adanya Standar Kompetensi
Dokter Indonesia tahun 2012 dan kini menuju Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia tahun 2019, maka lulusan dokter semakin dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
senantiasa terbarukan dan keterampilan yang bagi sehingga dapat tercapai 5 star doctor yang dapat
melayani masyarakat dan diharapkan dapat meningkatkan taraf kesehatan di Indonesia.
Dengan perubahan kurikulum ini mahasiswa yang selanjutnya dipersiapkan untuk menjadi
dokter diharapkan dapat menguasai area kompetensi teknis (komunikasi efektif, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan), kompetensi intelektual-analitik-kreativitas (literasi
sains/landasan ilmiah dan teknologi informasi dan digital), juga kompetensi personal dan
profesional (mawas diri dan pengembangan diri, kolaborasi dan kerjasama, keselamatan pasien dan
mutu pelayanan kesehatan, dan profesionalitas yang luhur).
Perubahan pembelajaran dari teacher centered learning ke student centered learning kini
menjadi suatu paradigma yang mau tidak mau harus diwujudkan. Proses Belajar Mengajar
mengacu pada belajar mandiri, active learning, integrated learning. Pembelajaran konvensional
yang ditandai classical/ large group learning, berubah dengan situasi pembelajaran small group
learning/tutorial. Sesuai program kerja tim Medical Educational Unit (MEU) FK-UKM, maka
perlu dilakukan revisi materi pembelajaran KBK. Revisi ini dilaksanakan mengingat ilmu
kedokteran senantiasa memerlukan pembaharuan setiap waktu, dan sumber pembelajaran bukan
terbatas pada textbook saja.
Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun Praktikum
dalam pelaksanaannya masih perlu disempurnakan, oleh karenanya saran dan kritik untuk
perbaikan diharapkan dari berbagai kalangan. Dengan revisi dan terbitnya seri buku materi terbaru,
kami berharap dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di FK UKM. Namun diharapkan pada
mahasiswa pun senantiasa dengan giat mencari informasi yang terbaru dari sumber-sumber lain
yang berbasis bukti ilmiah, baik jurnal maupun konsensus yang terkini.

Bandung, Juni 2021

Heddy Herdiman, dr., M.Kes


Ketua Medical Education Unit FK-UKM

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA v


vi ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyusunan dan
penerbitan buku Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Edisi 4. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha, para kontributor, dan semua pihak yang telah bekerja keras dalam
penyusunan dan penerbitan buku ini.
Buku ini disusun untuk menjadi referensi Mahasiswa Kedokteran yang sedang
mempelajari kasus-kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga. Buku ini
membahas khususnya kasus-kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga,
yang wajib dikuasai oleh mahasiswa kedokteran umum sebagai bekal dasar untuk masa
depan. Mahasiswa diharapkan dapat mempelajarinya dengan baik agar dapat menunjang
pengetahuan dan tahap pembelajaran selanjutnya.
Kami memohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penyusunan dan
penerbitan buku ini. Besar harapan kami, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
segenap penggunanya.

Bandung, Juni 2021

Tim Editor

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA vii


DAFTAR KONTRIBUTOR

Ade Kurnia S., dr., SpKJ.


Budi Widyarto L, dr., M.H.
Cindra Paskaria, dr., M.K.M.
Dani, dr.,M.Kes.
Decky Gunawan,dr.,M.Kes.,AIFO.
Irene Puradisastra, Dra., Psik.
July Ivone, dr., M.K.K.,M.Pd.Ked.
Prof. Dr. H. R. Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K).
Dr. Pan Lindawati S. Sewu, SH, M.Hum.
Peter Nugraha, dr., SpKK., MH.Kes.
Winsa Husin, dr., M.Sc., M.Kes.
Yenni Limyati, dr.,SpKFR.,M.Kes.

viii ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ........................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii

DAFTAR KONTRIBUTOR .......................................................................................... viii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................ix

BAB I HUKUM DAN ETIK DALAM BIDANG KEDOKTERAN


SUATU TINJAUAN UMUM ...................................................................................1

BAB II KEDOKTERAN KELUARGA ............................................................................. 15

BAB III KESEHATAN PARIWISATA (TRAVEL MEDICINE) ....................................... 21

BAB IV PSIKOLOGI KELUARGA .................................................................................. 27

BAB V PENYAKIT AKIBAT KERJA .............................................................................. 45

BAB VI KESEHATAN REPRODUKSI ............................................................................ 51

BAB VII MALPRAKTIK MEDIS ..................................................................................... 57

BAB VIII PUSKESMAS ................................................................................................... 67

BAB IX MANAJEMEN PUSKESMAS............................................................................. 73

BAB X KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) ................................................. 79

BAB XI PERAN KELUARGA DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA ........... 85

BAB XII PROGRAM KESEHATAN DI INDONESIA .................................................. 103

BAB XIII KESEHATAN LINGKUNGAN ..................................................................... 109

BAB XIV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK .............................. 125

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA ix


BAB XV REHABILITASI BERSUMBERDAYA MASYARAKAT .............................. 145

BAB XVI DEMOGRAFI ................................................................................................. 153

BAB XVII PEMBIAYAAN KESEHATAN .................................................................... 159

BAB XVIII ANTHROPOLOGI MEDIK ......................................................................... 163

BAB XIX KEDOKTERAN OLAHRAGA ....................................................................... 183

BAB XX KEJADIAN LUAR BIASA .............................................................................. 189

BAB XXI PSIKIATRI KOMUNITAS ............................................................................. 197

x ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB I
Hukum Dan Etik Dalam Bidang Kedokteran
Suatu tinjauan umum
Budi Widyarto

Dalam kuliah ini akan dibahas secara umum, hukum dan etik dalam bidang kedokteran
yang terdiri atas, antara lain, malpraktek, standar profesi dan standar pelayanan medis.
Seorang dokter pada masa kini, perlu mengetahui tentang hukum, khususnya yang
berhubungan dengan kedokteran dan kesehatan, karena akhir-akhir ini tuntutan terhadap
dokter meningkat. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran hukum pasien yang
meningkat, kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien meningkat, serta munculnya
interpretasi yang salah bahwa kegagalan seorang dokter dalam mengobati pasiennya
adalah suatu malpraktek. Seorang dokter tidak dapat dipersalahkan apabila di dalam
menangani pasiennya, dokter tersebut melakukan tindakan yang sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
Seorang dokter tidak dapat dituntut apabila ia telah melakukan tindakannya secara
sungguh-sungguh, meringankan penderitaan pasien, tidak menelantarkan pasien, bekerja
secara tulus dan ikhlas dalam menggunakan ilmu dan keterampilannya secara maksimal
pada waktu ia berusaha menyelamatkan pasiennya, walaupun pada akhirnya pasiennya
cacat ataupun meninggal dunia, akan tetapi, adanya undang-undang praktek kedokteran
dan undang-undang kesehatan, membuat keadaan sedikit berbeda.
Dokter adalah seseorang yang telah tamat belajar di sebuah Fakultas Kedokteran
sehingga memiliki pengetahuan kedokteran yang lengkap,sehingga dapat melakukan
pertolongan medik serta mampu mempraktekkan ilmu & ketrampilannya kepada orang
sakit .
Menurut Undang-undang praktek kedokteran no 29 th 2004, seorang dokter harus
melengkapi syarat-syarat antara lain mengucapkan sumpah dokter & mematuhi etika
profesi, memiliki ljazah Dokter (Umum/Spesialis), memiliki Sertifikat Kompetensi
Kedokteran (SKK) dari Kolegium, memiliki STR (Surat tanda Registrasi) dari KKI, serta
memiliki SIP (Surat lzin Praktek), maksimal 3 tempat, dari Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten.
Seorang dokter juga mempunyai hak dan kewajiban. Hak dokter antara lain adalah
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar
profesi dan standar prosedur operasional. Kewajiban seorang dokter, terdapat dalam
kode etik kedokteran.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 1


Di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, seorang dokter diawasi oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang bertugas untuk
menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter.
Dokter yang melanggar disiplin akan :
- Diberikan peringatan tertulis
- Rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP
- Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu yang dibutuhkan
Contoh pelanggaran disiplin oleh dokter, tercantum dalam UU No.29 tentang Praktik
Kedokteran:
- Praktek tanpa STR (ps 75) dan atau SIP (ps 76)
- Bukan dokter tetapi bertindak seolah-olah dokter (ps 77 dan 78)
- Dokter praktek tidak membuat rekam medis, tidak memasang papan praktek
atau tidak memenuhi kewajiban dokter (ps 79)
- Pidana berat mempekerjakan dokter tanpa STR dan/atau SIP (ps 80)
Hak pasien adalah antara lain
- Memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan medis, yaitu manfaat,
alternatif, risiko, komplikasi dan prognosis
- Menyetujui atau menolak tindakan medis
- Mendapatkan rekam medik
Kewajiban dokter, dalam hal hubungan dokter – pasien, adalah antara lain :
Bertanggung jawab dalam melakukan tindakan (Responsibility dan Liability') dengan
berdasarkan pada prinsip moral profesi yaitu :
- Autonomy (menghormati hak-hak pasien)
- Beneficence (berorientasi kepada kebaikan pasien)
- Nonmaleficence (tidak mencelakakan/ memperburuk kondisi pasien)
- Justice (keadilan distribusi dan meniadakan diskriminasi)
Turunannya adalah :
- Veracity (kebenaran = thruthfull information)
- Fidelity (kesetiaan)
- Privacy dan Confidentiality (menjaga kerahasiaan)

Dalam praktek, tindakan seorang dokter haruslah sebagai berikut


• Sesuai standar dokter (IDI)
• Mempunyai "sikap profesional dokter"
• Long life learning (belajar seumur hidup) → CME, Pendidikan dokter
berkelanjutan
• Sesuai Aspek Hukum

2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Standar Profesi Dokter
Untuk bisa melaksanakan profesi kedokteran, maka seorang dokter harus memenuhi
beberapa hal yaitu :
– Standar Pendidikan : lulus pendidikan dari suatu Fakultas Kedokteran yang diakui.
– Standar Kompetensi : mempunyai kemampuan dasar yang minimal dan sesuai
dengan standar pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Pendidikan kedokteran
berkelanjutan.
– Standar profesi : mempunyai kemampuan dasar minimal yang sesuai standar profesi
dokter.
– Standar Prosedur Kerja (Standard Operasional Procedure= SOP) : melakukan
langkah-langkah kerja yang sesuai dengan standar yang telah diakui profesi.

Sikap Profesional Dokter


Sikap profesional seorang dokter, terdiri atas :
– Sikap pribadi : sikap yang sesuai etika profesi, baik kepribadian maupun tata karma
– Sikap bertanggung jawab pada :
o Pribadi/Tuhan --- sesuai sumpah dokter
o Masyarakat, yaitu pasien
o Pemerintah, dalam arti mematuhi dan melaksanakan Undang-undang
kesehatan yang berlaku.
– Sikap empati pada:
o Pasien , khususnya yang berobat pada kita dan menjadi tanggung jawab kita
o Sesama dokter – kolegialitas, tanpa melihat usia
o Guru , mantan guru ataupun yang berprofesi sebagai guru atau mantan guru
o Sikap altruism (rela berkorban). Mau berkorban waktu dan materi pada waktu
menjalankan profesinya
o Sikap disiplin - Bekerja sesuai dengan tempat & waktu yang sudah ditetapkan.

Long Life Learning


Seorang dokter, atau seorang menjadi dokter, harus terus belajar, menimba ilmu-ilmu
dan penemuan-penemuan baru, sampai suatu saat ia tidak mau menjadi dokter lagi, atau
wafat. .
Long life learning dilakukan di mana saja ?
1. Pendidikan di Fakultas Kedokteran :
• Pendidikan dasar kurikulum standar
• Pendidikan spesialisasi & Subspesialisasi
2. Pendidikan Lanjutan:
• Mengikuti seminar /simposium

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 3


• Diklat
• Workshop
• CME Continuing Medical Education

Malpraktek
Pengertian malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah "mal" mempunyai arti "salah" ,sedangkan "praktek" mempunyai
arti "pelaksanaan" atau "tindakan", sehingga malpraktek berarti "pelaksanaan atau
tindakan yang salah" dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.

Menurut WMA World Medical Association (WMA, 1992):


Medical malpractice involves the physician's failure to conform to the standard of care
for treatment of the patient's condition, or lack of skill or negligence in providing care
to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.

Seorang dokter disebut melakukan Malpraktek apabila:


•Tidak menggunakan standar pengobatan
• Melakukan kelalaian dalam menangani penderita
• Mengakibatkan kecacatan pasien

Dalam suatu profesi, terdapat dua norma, yaitu Norma etik dan Norma Hukum
Malpraktek dapat berupa pelanggaran Norma etik (ethical malpractice) ataupun
pelanggaran Norma hukum (yuridical malpractice), atau kedua-duanya.

Untuk menghindari terjadinya malpraktek medis, maka seorang dokter atau


tenaga kesehatan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
* Semua tindakan sesuai indikasi medis
* Bertindak secara hati-hati dan teliti
* Bekerja sesuai standar profesi
* Membuat informed consent
* Mencatat semua tindakan yang dilakukan (rekam medik)
* Konsultasikan dengan senior apabila terdapat keragu-raguan dalam bertindak
* Memperlakukan pasien secara manusiawi
* Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga pasien , maupun masyarakat
sekitar

4 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Sengketa Medik
Sengketa medik terjadi karena adanya ketidak-puasan pasien / keluarganya terhadap
pelayanan dokter .
Penyebab sengketa medik pada umumnya adalah :
1. Miskomunikasi
2. tidak ada atau tidak jelasnya Informed Consent

Penyelesaian sengketa medik tidak selalu harus diselesaikan lewat jalur hukum, tetapi
dapat melalui perdamaian (mediasi) dengan penjelasan yang memuaskan kedua belah
pihak. Apabila mediasi gagal disepakati, maka biasanya penyelesaian dilakukan melalui
jalur hukum di pengadilan.

Pemahaman Masyarakat Tentang Malpraktek


* Asumsi masyarakat tentang kesehatan yang menyimpang
* Anggapan bahwa layanan di RS harus selalu sempurna dan pasien harus sembuh ,
apabila pasien tidak sembuh, dokter dianggap melakukan malpraktek., karena seorang
dokter dianggap serba bisa .

Pelayanan Kedokteran:
Pelayanan kedokteran adalah suatu proses yang :
• Kompleks dan berjenjang
• Pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh hati-hati
• Berhubungan dengan manusia (HAM) .

Permasalahan yang sering timbul adalah :


• Pasien sering dibawa berobat dalam kondisi yang sudah terlambat
• Dokter yang multifungsi , mempunyai banyak jabatan & kerja yang berlebihan
(overload) sehingga kadang datang terlambat ke klinik sementara pasien sudah
menunggu.

Aspek Hukum Malpraktek


Malpraktek terjadi apabila terdapat :
1. Penyimpangan dari Standar Profesi Medis yang sudah ditentukan
2. Kesalahan yang dilakukan dokter yang dapat berupa :
• Kesengajaan (pelanggaran) atau • Kelalaian (tidak disengaja)
3. Tindakan medis yang salah, dapat menimbulkan kerugian materil atau non materil
dan kelainan mental pasien.
4. Sering terjadi karena kesalahan sarana Rumah Sakit

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 5


Unsur Malpraktek
Unsur-unsur dalam malpraktek dapat berupa :
1. Unsur kesengajaan (Intentional)
Professional misconducts (melakukan tindakan yang tidak benar)
2. Unsur Pelanggaran:
• Negligence (kelalaian)
• Malfeasance (pelanggaran jabatan)
• Misfeasance (Ketidak hati-hatian)
• Lack of skill (Kurang keahlian)

Profesional misconduct (salah Tindakan), bisa berupa :


- Menahan-nahan pasien yang dirawat di rumah sakit agar tidak cepat pulang
- Membuka rahasia kedokteran tanpa hak / tanpa ijin pasien
- Aborsi illegal
- Euthanasia (mempercepat kematian pasien)
- Memberikan keterangan palsu .
- Melakukan praktek tanpa izin

Negligence
Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien Misalnya:
• Kesalahan pemeriksaan
• Kekeliruan dalam memberikan penilaian penyakit
• Salah menulis dosis obat pada resep
• Kesalahan tindakan misalnya kesalahan operasi

Malfeasance (pelanggaran jabatan)


Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat & layak
Misalnya
• Melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang jelas
• Mengobati pasien dengan coba-coba tanpa dasar yang jelas

Misfeasance
Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
(improper performance)
Misalnya
• Melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur

6 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Lack of Skill
Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada
situasi kondisi sangat darurat.
Misalnya:
• Melakukan pembedahan oleh bukan dokter bedah
• Mengobati pasien diluar spesialisasinya atau keahliannya

Sanksi Malpraktek
Sanksi yang diberikan pada seorang yang melakukan malpraktek, terdapat dalam :
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)* pasal 359, 360, 361
2. UU Praktek Kedokteran : * Pasal 75, pasal 76, pasal 79

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 359 KUHP :


Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya 5th atau kurungan selama-lamanya 1 th.

Pasal 360 ayat 1 KUHP:


Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang Iuka berat dihukum penjara selama-
lamanya 5th atau hukuman kurungan selama-lamanya 1 th.

Pasal 360 ayat 2 KUHP :


Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak dapat
menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 9 bl atau hukuman kurungan selama-lamanya 6 bl atau
hukuman denda setinggi tingginya (Rp……… )

Undang –undang Praktek Kedokteran :


Pasal 75 ayat 1 -7 Setiap dr, drg yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki STR dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) th atau denda paling
banyak Seratus juta rupiah

Pasal 76 -7 Setiap dr, drg yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki SIP dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Seratus juta rupiah.

Pasal 79 -7 Setiap dr, drg yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, membuat

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 7


rekam medis dan tidak memenuhi kewajiban dapat dipidana dengan penjara paling lama
1 th atau denda paling banyak Lima puluh juta rupiah

Pencegahan Malpraktek
Untuk mencegah terjadinya malpraktek, maka seorang dokter harus :
1. Dokter harus pintar berkomunikasi
2. Bersikap empati
3. Harus selalu mengembangkan diri & ilmu

Sanksi Pelanggaran Disiplin dapat berupa :


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat lzin Praktik (SIP);
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi

Wewenang MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedoktern Indonesia)


1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh
dokter/dokter gigi
2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang
dinyatakan melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi
3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya
4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Standar Profesi
Definisi:
Standar Profesi adalah Kriteria kemampuan (pengetahuan, keterampilan teknis dan sikap
perilaku) minimal yang harus dikuasai oleh individu untuk dapat melakukan kegiatan
profesinya di masyarakat secara mandiri.
Mengandung pengertian:
1. Standar profesi merupakan batasan kemampuan minimal seorang dokter
2. Menguasai kemampuan (Knowledge, skill, prefessional attitude)
3. Merupakan syarat untuk melakukan kegiatan profesional
4. Dibuat oleh organisasi profesi (IDI)

Pasal 2 KODEKI
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi
Melakukan profesi kedokteran adalah sesuai dengan ukuran ilmu kedokteran mutakhir,

8 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama sesuai tingkat/jenjang pelayanan
kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.

Kegunaan Standar Profesi


* Standar Profesi Dokter, merupakan pedoman bagi para Dokter dalam menjalankan
profesinya untuk menjaga mutu pelayanan.
* Acuan yang dipakai dalam menyusun standar profesi adalah Katalog Pendidikan
Dokter.

Uraian Standar Profesi


Standar profesi yang disusun oleh IDI, meliputi
1. Standar kompetensi ( bidang pengetahuan dan kemampuan teknis.)
2. Standar perilaku
3. Standar catatan medik yang berorientasi masalah
4. Standar sarana
A.Standar Kompetensi:
* Standar kompetensi (kemampuan) dibuat dengan tujuan agar kemampuan profesi
dokter dapat diukur dengan jelas
* Institusi Pendidikan Dokter dituntut untuk menghasilkan lulusan yang :
1. mempunyai pengetahuan dalam bidangnya , mampu menanggulangi persoalan-
persoalan secara proporsional di Indonesia , baik secara sendiri maupun bekerja
sama disiplin lain yang terkait.
2. mampu mengembangkan sikap pribadi sesuai dengan pedoman etika keilmuan dan
profesi
3. Mampu melakukan penelitian dasar untuk memecahkan masalah dibidangnya
B. Standar Perilaku : dibahas dalam pedoman etik
C. Standar Catatan Medik yang berorientasi masalah dibahas dalam Standar
Pelayanan Medik
D. Standar Sarana dibahas dalam Standar Fasilitas Layanan Kesehatan

Standar Pelayanan Medis


Pelayanan Medis yang Bermutu
Pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, seorang dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib memberikan
pelayanan medis yang bermutu .

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 9


Upaya peningkatan mutu pelayanan medis
Upaya peningkatan mutu pelayanan medis, tidak dapat dipisahkan dengan upaya
standarisasi pelayanan medis. Setiap pelayanan medis di rumah sakit wajib mempunyai
standar pelayanan medis yang kemudian perlu ditindak lanjuti dengan penyusunan
standard operasional procedur (SOP). Tanpa ada standar ini, maka sulit untuk melakukan
pengukuran mutu pelayanan.

Peningkatan mutu pelayanan


Untuk melakukan monitoring dan peningkatan mutu pelayanan medis perlu dilakukan:
1. Audit medis
Dilakukan oleh staf medis dengan melihat diagnosis dan pengobatan yang
terdokumentasi dalam rekam medis apakah telah sesuai dengan standar (SOP) atau
belum .
2. Audit rekam medis
Dilakukan oleh sub komite rekam medis dan atau penanggung jawab unit kerja
rekam medis terkait dengan kelengkapan pengisian rekam medis

ETIK

Dalam kehidupan manusia, etik terbagi menjadi etik secara umum yang tidak tertulis,
dan etik secara khusus dan tertulis, sesuai profesi masing-masing. Dalam bidang
kedokteran, terdapat Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang terakhir kali disesuaikan pada
tahun 2012.

Kode Etik Kedokteran Indonesia Th 2012 (KODEKI)


Dalam KODEKI, terdapat 21 pasal yaitu :
- KEWAJIBAN UMUM :pasal 1-13
- KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN : pasal 14-17
- KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT pasal 18 – 19
- KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI pasal 20 - 21

KODEKI 2012
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau
janji dokter.
Pasal 2

10 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara
independen, dan mempertahankan perilaku professional dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
Pasal 6
Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan
atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien,teman sejawatnya, dan tenaga
kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan
aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif ), baik fisik
maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
sejati masyarakat.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 11


Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lain nya dan masyarakat, wajib saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau
penyelesaian masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat


Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri


Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan

12 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


DAFTAR PUSTAKA

1. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan . M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir
2. Peranan Informed consent dalam Transaksi terapeutik, Veronica Komalawati
3. Etika Kedokteran Indonesia, Ratna Suprapti Samil

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 13


14 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB II
Kedokteran Keluarga
July Ivone

Pendahuluan
Keadaan sehat adalah dambaan setiap manusia, sehat menurut Kementerian Kesehatan
yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 1992 adalah suatu keadaan normal dan sejahtera
anggota tubuh, sosial dan jiwa pada seseorang yang dapat melakukan aktifitas tanpa
gangguan yang berarti, terdapat kesinambungan antara kesehatan fisik, mental, dan sosial
seseorang yang dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar. Keadaan sehat ini
dapat terwujud apabila penyelenggara pelayanan kesehatan dapat dicapai, terjangkau,
berkesinambungan, komperhensif, terpadu, serta bermutu.
Pelayanan kesehatan mencakup banyak bidang, dapat diselenggarakan mandiri atau
bersama-sama yang bertujuan untuk meningkatkan pemeliharaan kesehatan, mencegah
dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat. Menurut Leavel and Clark, bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan
promotif dan preventif termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dengan sasaran
kelompok atau masyarakat, sedangkan bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan kuratif
dan promotif termasuk pelayanan kesehatan kedokteran dengan sasaran individu atau
keluarga (pelayanan kedokteran keluarga). (Prasetyawati AE, 2010)
Praktek dokter keluarga adalah praktek kedokteran dalam pelayanan primer secara
komperhensif, meliputi promosi kesehatan, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan
pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga
tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Pada keadaan tertentu apabila
dokter keluarga kurang mampu menangani pasien, maka dokter keluarga wajib merujuk.
(Kuswadji S, 1996)

Pentingnya Komunikasi yang Baik antara Dokter dan Pasien


Dalam menegakkan diagnosis, diperlukan komunikasi yang efektif antara doter dan
pasien. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan informasi yang benar dan dapat
membantu penegakan diagnosis. Banyak hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan
komunikasi, antara lain budaya, kepercayaan, dan sugesti pasien. (Claramita M, 2019)
Apabila hubungan dokter dan pasien yang baik memberikan banyak manfaat.
Diantaranya adalah dapat mengenal pasien lebih lengkap, sehingga penatalaksanaan dapat
dilakukan sebaik-baiknya, menjamin terselenggaranya pelayanan yang terus menerus dan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 15


berkesinambungan serta mempermudah penatalaksanaan, juga dapat memperkecil
kesalahpahaman antara dokter dan pasien.
Hubungan dokter-pasien akan berlangsung baik bila dilandaskan rasa saling percaya,
keinginan pasien untuk sembuh, juga perlu diperhatikan hak dan kewajiban pasien dan
dokter, yang dilakukan melalui komunikasi efektif.
Pemahaman dokter terhadap keadaan pasien merupakan peranan yang cukup penting,
antara lain adalah memahami kepribadian pasien (emosional, tertutup, sinis, dan lain-lain),
maksud kedatangan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan (membutuhkan surat
keterangan sehat, merasa kuatir, imunasi, dan lain-lain), kebutuhan kesehatan pasien
(untuk menghilangkan gejala, return to work, dan lain-lain), sikap dan perilaku pasien
(contoh: manipulatif, ketergantungan berlebihan). (McWhinney, 1997)

Pelayanan Kedokteran Keluarga


Pelayanan kedokteran keluarga adalah asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan
kedokteran terkini secara menyeluruh, paripurna, terpadu, dan berkesinambungan untuk
semua keluhan dimana pasien sebagai komponen dari keluarganya dengan tidak
memandang umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya, merujuk bila
tidak mampu (FKUI, 1996). Ruang lingkupnya adalah semua keluhan sistem tubuh, umur,
jenis kelamin, aspek fisik, mental psikologikal, dan sosial, serta bentuk pelayanan
promotif, preventif, deteksi dini, kuratif, rehabilitatif pada pelayanan kesehatan strata
pertama dan bila tidak mampu pasien akan dirujuk.
Seorang dokter keluarga harus memiliki 5 kompetensi utama (Five stars doctor), yaitu
sebagai pelaksana dari pelayanan kedokteran di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pengambil keputusan pada tindakan kedokteran, membantu keluarga dalam
pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan keluarga, sebagai pendidik, penyuluh
kesehatan, mediator keluarga dalam masalah kesehatan, dan mampu untuk bekerjasama
dalam penanganan masalah kesehatan keluarga.

Perawatan Medis Berkesinambungan


Menurut Carelli (2015), perawatan medis berkesinambungan adalah perawatan yang
berkelanjutan, secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu.
Dilakukan oleh dokter layanan primer, dengan berpusat pada pasien, perawatan
komprehensif, berorietasi komunitas, holistik, spesific problem solving, dan manajemen
pelayanan primer. Haggerty dkk (2003) mengemukan ada 3 tipe kesinambungan dalam
pelayanan kesehatan, yaitu kesinambungan informasi, pengelolaan, dan hubungan.
Pelayanan kesehatan berkesinambungan merupakan kontrak sikap dokter keluarga,
yang memiliki tanggung jawab terhadap perawatan pasien, bertanggung jawab untuk
perawatan pasien, dan menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarganya. Dokter

16 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


berpotensi mendapatkan kepercayaan dari pasien dan mendapatkan informasi lebih banyak
dari pasien, serta memberikan penatalaksanaan lebih tepat. Yang menjadi dasar
berkesinambungan dalam perawatan pasien di pelayanan kesehatan primer adalah siklus
kehidupan manusia, siklus keluarga, perjalanan alamiah penyakit, dan determinan
kesehatan. (Claramita M, 2019)
Manfaat penerapan perawatan pasien yang berkesinambungan menurut Walraven
adalah akan menurunkan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (perawatan dan
kunjungan ke rumah sakit), juga meningkatkan kepuasan pasien terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan.

Pengertian Keluarga
Defini keluarga menurut UU no. 10/1992 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri-dari suami, isteri, atau suami-isteri dan anaknya atau ayah dengan anaknya atau ibu
dengan anaknya.
Fungsi keluarga banyak macamnya, menurut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1994
dibedakan menjadi 8 fungsi, yaitu: keagamaan, budaya, kecintaan, melindungi, reproduksi,
sosialisasi, pendidikan, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.
Keluarga mempunyai pengaruh amat besar terhadap kesehatan keluarga, terhadap
penyakit herediter, perkembangan bayi, penyebaran penyakit, pola penyakit serta kematian
dan proses penyembuhan penyakit. Demikian pula pengaruh kesehatan terhadap keluarga.
(McWhinney, 1997)

Konsultasi dan Rujukan


Konsultasi berbeda dengan rujukan. Konsultasi merupakan upaya meminta bantuan
profesional penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter
kepada dokter lainnya yang lebih ahli. Sedangkan rujukan merupakan upaya pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani
oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
Jenis rujukan di Indonesia dibedakan atas:
1. Rujukan medis yang bertujuan untuk penyembuhan pasien (misalnya rujukan bahan
laboratorium)
2. Rujukan kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pencegahan
penyakit di masyarakat (contohnya: rujukan tenaga, sarana)
Konsultasi dan rujukan diperlukan dalam pelayanan kedokteran, karena adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kedokteran, keterbatasan dokter
keluarga, adanya perkembangan kebutuhan serta tuntutan kesehatan dan pemenuhan
kebutuhan pasien, juga bermanfaat dalam peningkatan pengetahuan serta keterampilan
dokter keluarga.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 17


Pembinaan Keluarga
Pembinaan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan dalam praktek dokter
keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan keluarganya,
serta meningkatnya partisipasi pasien dan keluarga dalam penatalaksanaan. Pembinaan
keluarga dapat dilakukan pada pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dan
memiliki masalah klinis, masalah mental dan sosial yang membutuhkan partisipasi
keluarga, pasien yang datang saat “medical check up” dan ditemukan masalah kesehatan,
pasien dan keluarga yang memerlukan usaha pengayoman untuk menciptakan partisipasi
penuh keluarga dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan keluarga tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembinaan keluarga adalah perlunya
mempelajari masalah kesehatan pasien dengan mempelajari kembali kepustakaan.
Pembinaan keluarga memerlukan persetujuan pasien atau keluarganya, dengan melakukan
kunjungan rumah untuk mengumpulkan sata demografis, karakteristik keluarga, serta
mengidentifikasi fungsi keluarga, masalah kesehatan, mengamati gaya hidup keluarga
terkait masalah kesehatan, dan lain-lain.

Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling merupakan komunikasi tatap muka yang terjadi karena adanya
hubungan dokter pasien yang baik, melalui komunikasi efektif dan berkualitas, untuk
membantu pasien agar dapat menetapkan pilihan atas dasar pemahaman. Manfaat dari
konseling adalah untuk memberikan dukungan sosial dan psikologis bagi pasien,
membantu pasien dalam menghadapi masalah kesehatan, membantu pasien untuk
mengubah perilaku dan menerima tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Konseling dapat dilakukan pada saat orang yang datang untuk melakukan pemeriksaan
dan pengobatan atau pasien yang dirawat di rumah sakit, serta saat memerlukan dukungan
dan bantuan, atau saat mencari informasi mengenai kesehatan.

Pesetujuan Tindakan Medik (Informed Consent)


Menurut Permenkes No. 585/1989, informed concent adalah suatu persetujuan dari
pasien, setelah pasien paham terhadap penjelasan yang diberikan oleh dokter secara
lengkap mengenai tindakan medis yang akan dilakukan padanya, agar tidak adanya
paksaan dokter kepada pasien. Informed concent diberikan oleh dokter keluarga kepada
pasien atau anggota keluarga yang bertanggung jawab melalui suatu media. Sasaran
informed concent adalah pasien dewasa yang sadar dan sehat mental, diharapkan pasien
mampu menetapkan persetujuannnya terhadap tindakan medik, setelah adanya
peningkatan pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap tindakan medik yang akan
dilakukan.

18 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Praktik Dokter Keluarga
Bentuk praktik dokter keluarga dapat berupa:
1. Hospital based
2. Family clinic
3. Family practice

Daftar Pustaka
1. Anggraini MT, Novitasari A, Setiawan R. Buku ajar Kedokteran Keluarga. Semarang.
2015.
2. Azwar A. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Cetakan kedua. Ikatan Dokter
Indonesia. 1997.
3. Claramita M. Kedokteran Keluarga di Layanan Primer. UGM. Yogyakarta. 2019.
4. Kuswadji S. Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga. Widya Medika. Jakarta.
1996.
5. Mc Whinney IR. A textbook of family medicine. 2 nd edition. Oxford university. New
York. 1997.
6. Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Jakarta. 2010

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 19


20 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB III
Kesehatan Pariwisata (Travel Medicine)
Dani

Salah Satu kebutuhan yang sangat dirasakan perlu pada jaman sekarang adalah
kebutuhan akan berwisata untuk berpariwisata. Arti Wisata sendiri adalah “bepergian
bersama-sama, sedangkan pariwisata adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan
perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme” (Kemendikbud, 2021) yang semuanya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertier yang sekarang menjadi kebutuhan sekunder
bahkan primer. Peraturan Pemerintah yang tertulis no 67 tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan, wisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian
dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut penjelasan ini, pariwisata bisa dikaitkan
dengan wisata berikut semua hal yang termasuk didalamnya, termasuk tujuan dan objek
wisata (Presiden RI, 1996). Penting bagi kita yang bergerak di dunia kesehatan untuk
mengerti ilmu pengetahuan dan praktik yang berhubungan dengan hal tersebut diatas
Kedokteran wisata atau travel medicine adalah bidang ilmu kedokteran yang
mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatan orang yang
bepergian (travellers). Bagian ilmu kesehatan pariwisata ini sangat diminati dan dipandang
sangat serius untuk menhadapi perkembangan jaman. World Tourism Organization dalam
laporannya menjelaskan jutaan orang berwisata setiap tahunnya dan diperkirakan akan
meningkat sampai milyaran pelancong baik local, nasional maupun manca negara (Pakasi,
2006).
Kesehatan pariwisata sendiri bisa diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan pelaku wisata, dan semua
hal yang terkait dengan usaha pariwisata. Pariwisata sehat adalah tujuan akhir dari
penerapan upaya- upaya kesehatan pariwisata (Wirawan, 2016).
Bidang-bidang yang terkait dengan Kesehatan Pariwisata
Kesehatan Masyarakat meliputi :
• Epidemiologi secara keseluruhan
• Bidang Demografi Kependudukan
• Pengambil dan pelaksana kebijakan kesehatan
• Sektor Kesehatan Kerja
• Bagian Keamanan Pangan
• Program Kesehaan Lingkungan
• Program Promosi Kesehatan
• Program KIA

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 21


Bidang kedokteran yang terkait langsung dengan Kedokteran Pariwisata ialah :
• Bagian Penyakit Infeksi dan Tropis
• Bagian Penyakit tidak menular atau kecelakaan
• Bagian Penyakit dengan kondisi lain di luar resiko wisata
• Kesehatan Reproduksi wanita dan pria
Bidang/bagian yang disebutkan diatas berpengaruh langsung dengan kondisi wisata
langsung.
SedangkanAdapun
beberapaspesifikasi terkait perjalanan
Faktor Pendukung dan: aktivitas wisata, Identifikasi Potensi
antara lain
Bahaya, Penilaian Resiko,
• Infrakstruktur objekmerupakan
wisata kajian utama dari bidang bidang tersebut di atas.
• Industri pendukung pariwisata
• Pariwisata selain objek wisata
• Kebijakan pemerintah terkait wisata

Bidang kedokteran yang terkait langsung dengan Kedokteran Pariwisata ialah :


• Bagian Penyakit Infeksi dan Tropis
• Bagian Penyakit tidak menular atau kecelakaan
• Bagian Penyakit dengan kondisi lain di luar resiko wisata

Bidang/bagian yang disebutkan diatas berpengaruh langsung dengan kondisi wisata


langsung. Adapun spesifikasi terkait perjalanan dan aktivitas wisata, Identifikasi Potensi
Bahaya,
GambarPenilaian Resiko,
4.1 Bidang yang merupakan
Berpengaruh kajian utamadengan
Langsung dari bidang bidang
Kondisi tersebut
Wisata di 2006)
(Pakasi, atas.

Kendala dan atau dampak yang bisa terjadi bila kita tidak memperhatikan hal hal diatas :
• Kesehatan wisatawan akan terganggu sehingga bisa merusak kenyamanan pelaku
wisata yang mengakibatkan berhentinya keinginan untuk melanjutkan maupun
mengulangi wisata kembali
• Kesehatan penduduk lokal akan terpengaruh sehingga pelayanan wisata menjadi
suatu kerugian yang harus ditanggung oleh penduduk sekitar objek wisata.
• Lingkungan daerah wisata akan menjadi tidak kondusif untuk di promosikan
akibatnya industry pariwisata di daerah tersebut akan mengalami kerugian yang
akan berdampak luas.
Solusi Pengendalian atas dampak dan kendala sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan diatas.Kerjasama lintas sektor dan lintas program beserta para pengambil
Gambar 4.1 Bidang yang Berpengaruh Langsung dengan Kondisi Wisata (Pakasi, 2006)
kebijakan akan menjadi kunci menuju pariwisata sehat dan maju.
Pariwisata yang sehat akan memberikan sisi positif terhadap industri pariwisata dan
Kendala dan atau dampak yang bisa terjadi bila kita tidak memperhatikan hal hal diatas :
masyarakat yang mengantungkan hidupya di sector ini. Memperhatikan pariwisata yang
• Kesehatan wisatawan akan terganggu sehingga bisa merusak kenyamanan pelaku
sehat digunakan semua negara di dunia sebagai sarana untuk mempromosikan pariwisata
wisata yang mengakibatkan berhentinya keinginan untuk melanjutkan maupun
di tempatnya masing masing (Wirawan, 2016).
mengulangi wisata kembali
Kesehatan pariwisata berawal dari melakukan pendekatan preventif serta promotif
• Kesehatan penduduk lokal akan terpengaruh sehingga pelayanan wisata menjadi
untuk mencegah adanya risiko saat sebelum dan saat berwisata. Mempertimbangkan
suatu kerugian yang harus ditanggung oleh penduduk sekitar objek wisata.
banyaknya risiko tersebut maka usaha pencegahan yang efektif dan efisien menjadi ilmu
yang menarik untuk dipelajari. Banyaknya kebutuhan akan tenaga medis yang kompeten
dan
22 memiliki kapabilitas yang bisa spesifik menangani kesehatan wisata menjadi salah
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
satu kendala dalam industry ini. Kerjasama lintas sektoral antara industri pariwisata dan
profesi kesehatan menjadi sangat penting, untuk dibicarakan bersama dengan pemerintah
kebijakan akan menjadi kunci menuju pariwisata sehat dan maju.
Pariwisata yang sehat akan memberikan sisi positif terhadap industri pariwisata dan
masyarakat yang mengantungkan hidupya di sector ini. Memperhatikan pariwisata yang
sehat digunakan semua negara di dunia sebagai sarana untuk mempromosikan pariwisata
di tempatnya masing masing (Wirawan, 2016).
Kesehatan pariwisata berawal dari melakukan pendekatan preventif serta promotif
untuk mencegah adanya risiko saat sebelum dan saat berwisata. Mempertimbangkan
banyaknya risiko tersebut maka usaha pencegahan yang efektif dan efisien menjadi ilmu
yang menarik untuk dipelajari. Banyaknya kebutuhan akan tenaga medis yang kompeten
dan memiliki kapabilitas yang bisa spesifik menangani kesehatan wisata menjadi salah
satu kendala dalam industry ini. Kerjasama lintas sektoral antara industri pariwisata dan
profesi kesehatan menjadi sangat penting, untuk dibicarakan bersama dengan pemerintah
dan semua pengambil kebijakan (Wirawan, 2016).
Dalam pelayanan kedokteran wisata, ada perbedaan bentuk komunikasi yang mendasar yang
penting dipahami oleh seluruh tenaga kesehatan. Dunia kedokteran sehari hari relasi dokter- pasien
harusnya adalah ketika dokter memberikan apa yang terbaik untuk si pasien. Kenyataanya, dalam
pelayanan kedokteran wisata, dokter dan klien mempunyai hubungan yang bersifat informative ,
interpretive dan deliberative (WHO, 2012).
Mengingat hal itu, maka dokter yang melayani kedokteran wisata perlu mempunyai
pengetahuan yang up-to-date karena dinamisnya pengetahuan tentang daerah berpotensi wabah
penyakit, khususnya emerging infectious diseases (WHO, 2012).
Tenaga kesehatan professional saat ini telah dilakukan standarisasi pengetahuan
kedokteran wisata secara internasional oleh organisasi International Society of Travel
Medicine (ISTM) dengan dilakukannya pembinaan untuk mendapatkan certificate of
knowledge in travel medicine (Pakasi, 2006) sebagai standar di dunia kesehatan pariwisata.

Pelayanan Kedokteran Parawisata


Kesehatan pariwisata dalam hal promotif dan preventif, semestinya pelayanan
kedokteran wisata bisa dilakukan saat seseorang belum melakukan perjalanan. Waktunya
sangat baik bila 1 bulan atau lebih sebelum perjalanan dimulai. Akan tetapi, bila terpaksa,
24 jam pra wisata juga masih dianjurkan. Wisatawan ada kemungkinan datang ke travel
clinic pasca wisata, apalagi bila terjadi ganguan akibat penyakit tertentu pasca wisata di
daerah berpotensi adanya ganguan kesehatan (Pakasi, 2006).
Pelayanan kedokteran wisata yang diperlukan antara lain :
• konsultasi sebelum wisata
• penjelasan/ pemberian imunisasi
• persiapan profilaksis sesuai kebutuhan,
• obat obatan
• perlengkapan P3K
• ruang penjelasan
• penanganan penyakit pascaperjalanan.
Selain itu pula setiap sarana kesehatan harus mengembangkan sistem pencatatan rekam
medik dan penunjang lainnya seperti informasi melalui telepon 24 jam, apotek 24 jam dan
tools pencegahan penyakit (Pakasi, 2006).ILMUHal ini semua
KESEHATAN dilakukan
MASYARAKAT untuk
DAN KEDOKTERAN menjamin
KELUARGA 23
kesehatan wisatawan serta kenyaman berwisata.
• persiapan profilaksis sesuai kebutuhan,
• obat obatan
• perlengkapan P3K
• ruang penjelasan
• penanganan penyakit pascaperjalanan.
Selain itu pula setiap sarana kesehatan harus mengembangkan sistem pencatatan rekam
medik dan penunjang lainnya seperti informasi melalui telepon 24 jam, apotek 24 jam dan
tools pencegahan penyakit (Pakasi, 2006). Hal ini semua dilakukan untuk menjamin
kesehatan wisatawan serta kenyaman berwisata.

Kompetensi
Dokter punya minat terjun dalam kesehatan pariwisata serta berpraktek kedokteran
wisata perlu mempunyai kompetensi, antara lain (Pakasi, 2006):
a. Analisa kesehatan awal, keterampilan ini meliputi evaluasi kondisi klinis medik
calon wisatawan dan analisa risiko wisata berdasarkan aspek perjalanan yang
hendak dilakukan, objek tujuan, transportasi perjalanan, kegiatan di daerah tujuan,
dan waktu tinggal. Semua Analisa ini harus berdasarkan perbedaan antara anak-
anak, usia dewasa orang tua, wanita dengan usia kehamilan, pasien dengan
penyakit kronik, pasien dengan imunodefisiensi, dan orang berkebutuhan khusus.
b. Rencana teknis untuk preventif, yang meliputi saran imunisasi dan tata perilaku
untuk tetap sehat
c. Teknis penatalaksanaan penyakit saat memulai wisata, yaitu alur yang perlu
dilakukan klien jika ia mengalami masalah kesehatan.
d. Evaluasi sesudah perjalanan, yaitu evaluasi resiko adanya masalah yang
berhubungan dengan wisata saat setelah klien pulang dan termasuk sistem rujukan
yang perlu dilakukan saat timbul masalah kesehatan.
e. Kecakapan komunikasi. Wisatawan hampir sebagian besar bukan pasien seperti
biasa, memerlukan tehnik pendekatan dengan cara berbeda. Wisatawan
diperkenankan membahas aspek kesehatannya bersama tenaga kesehatan, bukan
layaknya dokter yang sedang memberi perintah yang harus dilakukan pasien.
Sarana penunjang lain sangat bisa berarti seperti informasi dari media social.

Kesimpulan
Dokter yang menangani kesehatan pariwisata harus mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi resiko pengganggu pada kondisi medik calon wisatawan yang mungkin perlu
diatasi saat pra wisata. Prinsipnya, dokter mampu menyadari bahwa melakukan wisata
sehat bukan hanya sekedar pemberian imunisasi/kekebalan dan pemakaian obat obatan,
tapi perlu juga menyadarkan klien sebagai pengetahuan yang merupakan hal terpenting
untuk melindungi kesehatan dirinya
Dalam dunia kesehatan pariwisata, orang yang konsultasi hampir seluruhnya biasanya
sehat yang hanya memerlukan informasi secara menyeluruh. Bidang kedokteran wisata
intinya bersifat promotif dan preventif, tanpa mengenyampingkan kuratif serta rehabilitatif
namun seorang dokter harus mengerti bahwa wisata sehat bukan hanya tentang imunisasi
24 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
dan obat, tapi bagaimana klien bisa melindungi diri agar wisata yang dilakukan bisa
berlangsung sesuai dengan rencana dan punya keinginan untuk melakukannya lagi.
sehat bukan hanya sekedar pemberian imunisasi/kekebalan dan pemakaian obat obatan,
tapi perlu juga menyadarkan klien sebagai pengetahuan yang merupakan hal terpenting
untuk melindungi kesehatan dirinya
Dalam dunia kesehatan pariwisata, orang yang konsultasi hampir seluruhnya biasanya
sehat yang hanya memerlukan informasi secara menyeluruh. Bidang kedokteran wisata
intinya bersifat promotif dan preventif, tanpa mengenyampingkan kuratif serta rehabilitatif
namun seorang dokter harus mengerti bahwa wisata sehat bukan hanya tentang imunisasi
dan obat, tapi bagaimana klien bisa melindungi diri agar wisata yang dilakukan bisa
berlangsung sesuai dengan rencana dan punya keinginan untuk melakukannya lagi.

Daftar Pustaka

1. Kemdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus versi online/daring. [Online]


2021. [Cited: March 3, 2021.] http://kbbi.web.id/.
2. RI, Presiden. Peraturan Pemerintah No 67 tahun 1996 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan. Indonesia : s.n., 1996.
3. Pakasi, Levina. Pelayanan Kedokteran Wisata: Suatu Peluang. Cermin Dunia
Kedokteran, 2006, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 152.
4. Wirawan, I Made Ady. KESEHATAN PARIWISATA: ASPEK KESEHATAN
MASYARAKAT DI DAERAH TUJUAN WISATA. Arc. Com. Health, 2016, Vol. 3. ISSN:
2527-3620.
5. WHO. International Travel and Health. s.l. : World Health Organization , 2012. ISBN
978 92 4 158047 2.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 25


26 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB IV
Psikologi Keluarga
Irenewati Puradisastra

Pendahuluan
Bahasan mengenai Psikologi Keluarga, akan mengulas mengenai model konseptual
utama yang digunakan untuk memahami pola dan dinamika interaksional yang ada dalam
keluarga. Ini memberi gambaran umum tentang tugas-tugas dasar yang harus dilaksanakan
semua keluarga, terlepas dari komposisi khusus atau situasi kehidupan mereka, dan pada
saat yang sama memberikan gambaran tentang keragaman dan keunikan dalam cara di
mana setiap keluarga mengembangkan pola interaksinya.
Perspektif yang diambil dari konsep-konsep ini, adalah bahwa terlepas dari keragaman
bentuk keluarga yang ditemukan dalam masyarakat kontemporer, dimana keluarga berbagi
tugas umum yang harus mereka jalankan. Mereka juga harus mengembangkan pola
interaksi dan dinamika yang unik untuk mengelola tugas-tugas ini.
Uraian ini dipandu dengan asumsi bahwa semua keluarga adalah unik, dan keunikan ini
tercermin dalam pola interaksi yang ditemukan di dalamnya. Uraian konsep ini akan
berfokus pada sejumlah konsep inti yang membantu kita memahami pola interaksi unik
yang ditemukan di dalam keluarga. Untuk mencapai tujuan ini, keluarga ditinjau dari
perspektif perkembangan multigenerasi.
Uraian ini diperoleh melalui tambahan data yang relevan tentang perubahan karakter
keluarga kontemporer, menyajikan pula bagaimana keluarga mengatasi stress di periode
transisi perkembangan, dan memasukkan yang saat ini perlu mendapatkan perhatian
tentang keluarga fungsional dan disfungsional. Uraian selanjutnya adalah bagaimana
mencapai suatu pernikahan yang berhasil sehingga mencapai keluarga yang fungsional
dapat terus terpelihara.
Paparan ini akan menyentuh beberapa masalah paling umum yang dihadapi keluarga
saat mereka mengelola transisi perkembangan. Untuk itu kita mulai dengan merinci ciri-
ciri keluarga, ketika mereka dipahami sebagai sebuah sistem. Terlepas dari perubahan
dramatis yang dialami keluarga selama rentang hidup mereka, ada sejumlah tugas yang
dapat diprediksi dan diidentifikasi yang harus dihadapi semua sistem keluarga terlepas dari
bentuk spesifik yang diambil sebuah keluarga. Artinya, semua sistem keluarga, terlepas
dari siapa yang menjadi anggota keluarga, mau tidak mau harus memulai:
1. Menetapkan identitas yang jelas untuk keluarga secara keseluruhan dan untuk
setiap anggota individu

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 27


2. Mengembangkan batasan yang jelas antara keluarga dan dunia luar dan antara
anggota individu dalam keluarga
3. Mengelola rumah tangga keluarga (mengalokasikan tugas, menangani keuangan,
menyelesaikan, masalah, dll.)
4. Mengelola tuntuan emosional dalam kehidupan keluarga.
5. Menyesuaikan bagaimana keluarga melaksanakan tugas dalam menanggapi
tekanan normatif dan non-normatif yang dihadapi dari waktu ke waktu.

Pola interaksi yang dibangun keluarga untuk mengelola tugas-tugas dasar ini, tentunya
akan menghadapi perubahan yang tak terelakkan sepanjang perjalanan kehidupan
berkeluarga. Bilamana anggota keluarga menetapkan pola interaksi rutin dan kebiasaan
satu sama lain dari waktu ke waktu yang kemudian terus diubah selama perkembangan
keluarga. Pola-pola ini akan memberi identitas yang khas pada keluarga, dapat menentukan
batasan keluarga, serta menentukan bagaimana rumah tangga dapat dikelola seiring
perubahan yang dilakukan oleh para anggota keluarga, dan hal ini akan menentukan
kualitas perkembangan dan pengelolaan lingkungan emosional keluarga.
Strategi unik ini akan memengaruhi perkembangan pribadi dari setiap anggota keluarga
yaitu, strategi menentukan bagaimana kehidupan individu sebagai bagian dari keluarga,
akan memengaruhi pola pengasuhan dan dukungan yang diterima dan individu alami
dalam keluarganya, juga dengan nilai-nilai dan sikap dari keluarga yang individu terima,
dan akan menjadi warisan bagi periode perkembangannya, serta akan memengaruhi cara
individu mendekati dan mempertahankan hubungan intim selama hidupnya.

Pengertian Keluarga
Mendefinisikan keluarga bukanlah tugas yang sederhana, dan kesulitannya berasal dari
mitologi yang melingkupi konsep keluarga. Sebagian besar dari kita menganggapnya
sebagai kelompok yang stabil dan harmonis, sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi dan
membentuk kekuatan tunggan (bentuk monolitik), beroperasi berdasarkan prinsip
keharmonisan dan cinta. Umumnya kita menganggap keluarga terdiri dari pasangan yang
sudah menikah dan memiliki anak kandung.
Umumnya semua memiliki persepsi yang sama tentang keluarga, yaitu bahwa pasangan
yang menikah dan hidup dengan bahagia, anak-anak semua merasa diasuh dan didukung
oleh orang tua mereka, dan pengalaman setiap anggota keluarga tentang keluarga adalah
sama. Sebagian besar orang akan memiliki pandangan bahwa keluarga sebagai tempat
berlindung yang menyediakan kebutuhan fisik dan emosional setiap anggota, dimana ayah
bekerja sebagai pencari nafkah, dan didukung ibu di rumah tangga. Ini adalah citra ideal
dari rumah tangga keluarga multigenerasi yang utuh, namun pandangan ini dapat

28 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


mendistorsi keragaman dan ketidakstabilan yang selalu menjadi ciri yang muncul di
keluarga (Hareven, 2000).
Seiring berjalannya waktu, muncullah “keluarga postmodern” (Stacey, 1996), yang
ditandai dengan banyaknya struktur keluarga, yaitu ibu yang bekerja, sehingga
dalamrumah tangga terdapat dua orang yang mencari nafkah, menimbulkan banyak
perceraian, ditemukan banyak yang menjadi orang tua tunggal, kemudian menikah lagi
dan banyak keluarga yang mengadopsi anak, dan banyak ditemukan pasangan gay maupun
lesbian. Dalam jurun waktu tiga puluh tahun terakhir, tingkat perceraian meningkat secara
dramatis sebagai titik akhir dari suatu pernikahan, menggantikan tingkat kematian
(Sabatelli & Ripoll, 2003).
Para ahli demografi memprediksikan bahwa sekitar 25% dari pernikahan kontemporer
akan berpisah pada tahun ketujuh menikah, dan sekitar setengahnya (50%) akan berakhir
sebelum tahun kedua puluh pernikahan, (Bramlett & Moshe2001; Pinsoff, 2002). Dengan
demikian pergeseran angka perceraian ini melahirkan wacana sosial dan politik tentang
persoalan perceraian (sebagai akhir yang tidak diinginkan dari pernikahan), (Ahrons,
2004).
Banyak penelitian telah mendokumentasikan hasilnya, yaitu akan muncul efek jangka
pendek dan jangka panjang dari perceraian yang berdampak pada anak-anak dan orang
dewasa, lainnya, dimana perceraian telah dipandang sebagai gangguan sosial yang
frekuensinya mendekati proporsi epidemi dan perlu segera dikurangi (Gallagher, 1996;
Popenoe, 1996). Berakhirnya perkawinan diduga mengancam tatanan sosial, mengganggu
hubungan kekerabatan, menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, dan berpotensi
mengganggu kehidupan anak. Selain itu, gambaran khas keluarga telah mendistorsi
berbagai dinamika interpersonal yang ditemukan dalam keluarga kontemporer, yang
terkadang diiringi dengan memberi label keluarga yang berpotensi memunculkan
kekerasan (families as violent).
Survei Kekerasan terhadap Wanita di A.S. menemukan bahwa hampir 25% wanita dan
7,6% pria, diserang secara fisik oleh pasangan, mengalami pelecehan dan / atau
penelantaran anak (cases of child abuse and/or neglect), dll.
Pandangan tipikal keluarga diatas, yang mencakup beberapa mitos tentang keluarga,
dengan realitas yang diungkapkan para peneliti diatas, yaitu ditemukannya banyak
keragaman bentuk yang ditemukan di antara keluarga dan kompleksitas dinamika yang
ditemukan dalam keluarga. Oleh karena itu, ketika mendefinisikan keluarga, kita harus
bergerak melampaui citra mitologis keluarga dan membahas fitur-fitur dasar atau inti yang
mencakup semua keluarga, sementara tidak melupakan struktur dan dinamika yang
beragam dalam keluarga.
Secara historis (Andenson & Sabatelli), Keluarga didefinisikan sebagai "pasangan yang
menikah dan anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga". Namun seiring berjalannya

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 29


waktu, terlepas dari keragaman bentuk keluarga yang ditemukan dalam masyarakat
kontemporer, nampaknya tidak dapat diragukan telah terjadi pergeseran dalam definisi
masyarakat tentang keluarga, yaitu mulai memasukkan orang tua tunggal (single parents),
pasangan biracial, keluarga campuran (blended family), individu yang secara biologis
tidak terkait (biologically unrelated individuals), hidup secara kooperatif bersama, dan
pasangan gay dan lesbian.
Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan,
kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota keluarga
(Duvall, Eveyne M and Brent C Miller, 1984, copy right, 2015)
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau adposi dan mereka hidup dalam 1satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional, dan sosial dari tiap anggotanya (Friedman, Marilyn, 2010)
Keluarga adalah suatu unit sosial yang biasanya terdiri atas suami, istri dan anak-anak,
terkadang tanpa adanya salah satu enggota keluarga tersebut atau meliputi kakek-nenek,
sanak saudara lain, bahkan juga teman keluarga besar. Mereka saling berinteraksi dan
berkomunikasi dalam peran sosial yang timbal balik sebagai istri dan suami, ibu dan ayah,
anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan dan saudara laki-laki, serta
menciptakan dan memelihara suatu budaya yang sama.

Bentuk Keluarga

A. Keluarga Tradisional
1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak.
2. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambahkan dengan sanak
saudara. Misalnya: kakak, nenek, keponakan, dan lain-lain.
3. Keluarga Tanpa anak / Anaknya tidak tinggal serumah (The Dyad Family)
4. Keluarga Serial – Sambung - (Blended Family) adalah keluarga inti yang dibentuk
kembali (Remarried), dan membesarkan anak dari pernikahan sebelumnya (step
children).
5. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal (Single Parent Family) adalah keluarga yang
terjadi karena perceraian atau kematian.

30 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


B. Keluarga Non Tradisional – Contemporary Family – Modern Family
1. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
2. Keluarga Kohabitasi (Cahabitation) adalah dua orang tinggal satu atap, tanpa
ikatan pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
3. Keluarga Komuter (Commuter Family) adalah salah satu atau kedua orangtuanya
bekerja di kota yang berbeda,atau bertempat tinggal jauh dari tempatnya bekerja,
satu kota digunakan untuk tempat tinggal atau berkumpul para anggota keluarga
disaat weekend/akhir pekan.
4. The Unmarried Tennage Mother adalah keluarga yang terdiri dari ibu dengan
anak, dari relasi tanpa menikah.
5. Gay and Lesbian Family, dua orang yang memiliki jenis seks yang sama dan hidup
bersama sebagai marital partners.

Fungsi Keluarga
Keluarga adalah sekelompok individu yang saling bergantung yang memiliki
pemahaman sejarah yang sama, mengalami keterikatan secara emosional, dan menyusun
strategi untuk memenuhi kebutuhan individu sebagai anggotanya, dan kelompok secara
keseluruhan. Ada beberapa fungsi keluarga yang memiliki tujuan penting, yaitu: (Duvall
& Miller, 1985; Leslie & Korman, 1989 (dalam Fiedman, 2010))

A. Fungsi Psychological Health and Well being:


- Memberi Afeksi (Iklim Emosi – Kehangatan – Saling mencintai)
- Memberi Rasa aman dan Penghayatan diterima secara pribadi (Saling memahami
dan mendampingi saat susah – senang)
- Memberi kepuasan dan a sense of purpose (Figure Identifikasi menyediakan
pengalaman bagi Anak), saling menghargai.
- Memelihara, mendampingi dan merawat anggota keluarga ketika sakit.

B. Fungsi Sosialisasi :
Adalah fungsi yang universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup anggota keluarga menuju kehidupan bermasyarakat. Setiap
anggota keluarga akan memperoleh banyaknya pengalaman belajar yang
diberikan keluarga yang bertujuan mendidik anak-anaknya beradptasi dalam
lingkup keluarga dan lingkup luas yaitu masyarakat, sehingga mereka akan mudah
beradapatasi dan menyesuaikan diri di masyarakat.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 31


C. Fungsi Biologis :
Adalah fungsi reproduksi adalah fungsi dasar keluarga untuk menjamin
kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat, yaitu menyediakan anggota
baru untuk masyarkat. Juga memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

D. Fungsi Ekonomi :
Menyediakan dan mencari sumber penghasilan dari orangtua untuk mencukupi
kehidupan keluarga, alokasi atau pengaturan penggunaan penghasilan yang tepat
serta menabung atau menyisihkan penghasilan untuk kebutuhan di masa depan
dan proses pengambilan keputusan bersama.

Peran Keluarga (Turner Lynn & Richard West; Friedman, Marilyn M.)
Beberapa pakar psikologi keluarga mengungakapkan bahwa keluarga sebagai
kumpulan peran yang saling berinteraksi dan saling bergantung, yang berada dalam
keadaan keseimbangan dan harmoni yang dinamis.
Suatu peran didefenisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara relatif homogen,
dibatasi secara normatif, dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang
diberikan dalam keluarganya. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran
yang membatasi apa saja yang dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar
memenuhi pengharapan diri atau orang lain terhadap mereka.
Keluarga yang fungsional, yaitu orangtua menjalankan prinsip keseimbangan dalam hal
memberi perhatian terhadap anggota keluarga yang lain, menggunakan waktu untuk
kebersamaan, memiliki komunikasi timbal balik, memiliki kepedulian dan orientasi yang
tinggi terhadap kehidupan keagamannya serta dapat mengelola kehidupan emosi keluarga
(managing the family’s emotional climate) dengan positif, saat keluarga menghadapi
masalah, tantangan ataupun krisis, sehingga dapat terhindarikan munculnya perilaku
disfungsional.
Adapun peran keluarga adalah:
- Semua keluarga harus memfasilitasi perkembangan rasa identitas baik bagi
anggota keluarga sebagai individu maupun sebagai keluarga secara keseluruhan
- Memberikan love and care melalui pengasuhan yang dilakukan
- Berperan serta dalam pengembangan konsep diri anak
- Agen sosialiasi bagi anal
- Menanamkan kontrol dan pemahaman moral, nilai-nilai, etika, religi.

Keluarga Memiliki Kewajiban yang Harus Dijalankan (Andenson & Sabateli -2011).
Tugas-tugas yang harus dikelola oleh keluarga adalah ciri utama yang menentukan
kehidupan keluarga. Di antara para ahli teori sistem keluarga, tampaknya memiliki

32 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


konsensus bahwa semua sistem keluarga harus mengelola konstelasi tugas – kewajibannya,
yaitu semua keluarga harus memfasilitasi perkembangan rasa identitas baik bagi anggota
keluarga secara individu maupun keluarga secara keseluruhan. Dalam hal ini, ada tiga
tugas identitas yang saling terkait yang harus dijalankan oleh sistem keluarga:
1. Membangun tema keluarga
Tema keluarga adalah unsur-unsur pengalaman keluarga yang menjadi asas
pengorganisasian bagi kehidupan keluarga (Bagarozzi & Anderson, 1989).
Umumnya mencakup elemen sadar dan tidak sadar serta aspek intelektual (sikap,
kepercayaan, nilai) dan emosional.
Tema keluarga merupakan misi dan visi yang telah direncanakan untuk
mencapai goal, yang membantu menata identitas keluarga. Tema yang disusun
keluarga akan berkontribusi pada identitas pribadi anggota keluarga dengan
memengaruhi cara mereka menyesuaikan diri dengan orang lain di dalam dan di
luar keluarga.
Tema keluarga mungkin juga terkait dengan warisan etnis dan budaya.
Misalnya, menjadi orang Jawa atau Sunda atau lainnya, agama tertentu, dapat
menjadi tema keluarga dan memengaruhi orientasi serta perilaku anggota
keluarganya.
Tema-tema lain mencerminkan nilai-nilai dominan dari sistem tertentu.
Misalnya, anggota keluarga mungkin memiliki pandangan yang sama tentang diri
mereka sendiri sebagai pekerja keras/ulet, kompetisi, penyintas, pemenang, atau
pecundang, dan pandangan ini dapat disertai dengan perasaan potensial, gembira,
atau putus asa. Masing-masing orientasi atau nilai ini diterjemahkan ke dalam
tindakan ketika individu bertindak sesuai dengan tema.

2. Mensosialisasikan anggota keluarga terkait dengan masalah biologis dan


sosial seperti seksualitas dan gender
Keluarga wajib untuk memberikan pengalaman sosialisasi kepada individu,
yang akan berkontribusi pada pengembangan identitas pribadi setiap anggota
dengan memberikan informasi tambahan tentang diri. Melalui interaksi
berkelanjutan yang kontinu dan konsisten untuk memperoleh informasi tentang
bagaimana seharusnya bertindak sebagai pria atau sebagai wanita, artinya belajar
mengenai kualitas pribadi anggota keluarga mengenenai atribut fisik dan
seksualnya, mengenali apa kekuatan dan kelemahan dirinya serta belajar
membedakan perilaku benar dan salah, perilaku etika serta perilaku prososial
lainnya.
Atribut-atribut ini akan memengaruhi cara anggota keluarga berinteraksi dengan
orang lain dan cara mereka mengharapkan orang lain berinteraksi dengannya.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 33


Umumnya setiap keluarga berusaha untuk mencapai kesesuaian images/gambar
yang mencerminkan pandangan bersama yang dimiliki anggota keluarga satu sama
lain. Ketika keluarga memegang citra individu yang konsisten dengan citra
individu tentang dirinya sendiri, kesesuaian ini memfasilitasi interaksi social yang
memadai.

3. Membangun kesesuaian images yang memuaskan untuk individu dalam


keluarga
Kesesuaian ini memupuk identitas pribadi seseorang dengan menjalankan,
peran dan posisi seseorang yang sesuai dan diharapkan dalam keluarga. Citra
identitas kritis semacam itu sering bertahan selama bertahun-tahun, seperti
menganggap sebagai seorang yang cerdas, atletis, ramah, suka menolong atau
merasa diri tetap anak-anak, ini adalah gambaran keluarga yang dapat memiliki
pengaruh abadi atas bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain
selama bertahun-tahun.

Membangun images bagi tiap inidivdu dalam keluga, dapat menjadi mitos bagi diri
seseorang, bila sebuah keluarga yang memegang citra diri yang tidak sesuai dengan citra
yang dipegang oleh pihak luar, maka diasumsikan bahwa, tema keluarga mungkin tidak
konsisten dengan kemampuan keluarga, sehingga dapat menciptakan ketegangan antara
keluarga dan sistem luar lainnya. Contohnya adalah situasi di mana upaya sistem sekolah
untuk memberikan bantuan perbaikan kepada anak bertentangan dengan tema swasembada
keluarga. Hal semacam itu dapat mengakibatkan keluarga menolak intervensi sistem
sekolah, dengan konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi anak. Atau keluarga
mungkin menganggap salah satu anggotanya bodoh, padahal sebenarnya orang itu cukup
pintar.

Keluarga sebagai Sistem


Keluarga merupakan suatu sistem yang kompleks dan untuk itu perlu dilakukan analisis
mendalam tentang banyak kekuatan yang membentuk pola interaksi yang ditemukan
dalam keluarga. Mencapai tujuan ini juga membutuhkan pemahaman tentang bagaimana
pengalaman individu dalam keluarga mereka, yang membangun warisan yang
mempengaruhi nilai dan orientasi mereka, menentukan strategi mereka untuk menghadapi
orang dan peristiwa, dan, pada akhirnya, berfungsi sebagai landasan bagi banyak pilihan
yang individu buat tentang hidup mereka.
Keluarga sebagai suatu sistem, adalah seperangkat unit yang saling berinteraksi dan
saling berhubungan dan melakukan adaptasi saat terjadi perubahan-perubahan pada

34 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


anggota keluarga, baik relasi diantara mereka maupun dengan lingkungan eksternal
keluarga.
Relasi marital yang memuaskan sering dipandang sebagai landasan kokohnya sistem di
keluarga. Keluarga sebagai sistem maka setiap anggotanya akan:
1) Memiliki pemahaman sejarah yang sama;
2) Mengalami kekuatan derajat ikatan emosional; dan
3) Menyusun strategi untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga dan
kelompok secara keseluruhan.

Kehadiran anak dalam keluarga, maka akan memberikan dampak pada relasi marital,
yaitu terjadinya pergeseran peran maskulin dan feminine menjadi lebih tradisional.
Bilamana relasi marital orang tua penuh konflik, maka akan berdampak pada perasaan dan
perilaku negatif, gangguan kompetensi kognitif dan sosial pada anak. Dengan demikian
perilaku disfungsional/ psikopatologi pada anak, lebih merupakan produk relasi keluarga
yang penuh konflik darpada berasal dari daya dalam diri anak. Kesulitan menjalin relasi
dan dysfungsi perilaku anak, akan dapat dimengerti bila memerhatikan konsteks dimana
perilaku itu terjadi.

Karakteristik Sistem Keluarga


Untuk memahami keunikan keluarga, yaitu bagaimana hubungan yang terjadi di antara
anggota keluarga dengan berpegang pada seperangkat aturan unik yang mengatur pola
interaksi dalam keluarga, serta mengacu pada “urusan keluarga” seperti tanggung jawab
umum dan esensial yang mereka penuhi untuk anggota keluarga dan masyarakat pada
umumnya. Dalam hal ini perlu untuk mempertimbangan properti dalam sistem keluarga,
yaitu:

1. Organisasi
Organisasi mengacu pada fakta bahwa sistem keluarga terdiri dari berbagai unit
atau subsistem yang lebih kecil yang bersama-sama membentuk sistem keluarga
yang lebih besar (Minuchin, 1974). Setiap anggota keluarga dapat dianggap
sebagai subsistem. Demikian pula, subsistem dapat diatur berdasarkan gender,
dengan laki-laki dalam keluarga terdiri dari satu subsistem dan perempuan terdiri
dari subsistem lainnya, atau setiap generasi dapat dianggap sebagai subsistem
dalam keseluruhan.
Saat mempertimbangkan subsistem dalam hal generasi, tiga subsistem utama
umumnya ditekankan: perkawinan, orang tua, dan saudara kandung. Masing-
masing dibedakan oleh anggota keluarga yang terdiri dari mereka serta menurut
tugas utama yang dilakukan oleh masing-masing.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 35


Subsistem perkawinan, misalnya, mengajarkan anak-anak tentang hakikat
hubungan intim dan memberikan model transaksi antara laki-laki dan perempuan.
Subsistem orang tua terlibat dengan pengasuhan anak dan berfungsi seperti
pengasuhan, bimbingan, sosialisasi, dan kontrol. Istri dan suami mungkin
termasuk dalam subsistem orang tua; atau orang lain, seperti kakek-nenek atau
anak yang lebih tua, mungkin terlibat.
Subsistem saudara biasanya adalah kelompok teman sebaya pertama anak dan
menawarkan kesempatan untuk mempelajari pola negosiasi, kerja sama,
persaingan, dan pengungkapan pribadi.
Saat ini, penting untuk ditekankan bahwa konsep kompleksitas organisasi
membahas organisasi sistem keluarga secara keseluruhan dan hubungan antara
keseluruhan dan berbagai subsistemnya. Operasi dan efektivitas keseluruhan
sistem dipengaruhi oleh operasi dan efektivitas masing-masing subsistemnya.

2. Wholeness
Sistem keluarga dicirikan oleh sifat keutuhan (the property of wholeness), yaitu
sistem keluarga terdiri dari sekelompok individu yang bersama-sama membentuk
suatu kesatuan yang kompleks dan bersatu (Buckley, 1967; Whitchurch &
Constantine, 1993).
Keseluruhan secara jelas berbeda dari jumlah sederhana dari kontribusi anggota
individu, karena setiap sistem keluarga dicirikan oleh aturan struktural yang
menentukan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Untuk
memahami keunikan sistem keluarga, kita harus melampaui analisis individu yang
membentuk sistem tersebut. Dalam contoh Orangtua tunggal dan ketiga anaknya,
kita tidak akan dapat memahami keunikan sistem keluarga khusus ini dengan
mengetahui kepribadian individu dari setiap anggota keluarga.
Keunikan keluarga khusus ini hanya dapat dipahami melalui analisis aturan
yang menyusun bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain.
Wholeness menunjukkan bahwa ada keunikan pada setiap keluarga yang dapat
dipahami hanya dengan memahami aturan interaksional yang menyusun sistem.
Mengetahui siapa yang ada di sistem itu penting karena komposisi tempat keluarga
menuntut sistem dan memengaruhi pola interaksi. Pada saat yang sama, untuk
menganalisis keunikan setiap sistem, kita harus mempertimbangkan apa yang
menggabungkan individu-individu dalam sistem secara bersama-sama. Dengan
kata lain, aturan terkait di dalam sistem, menjadi jelas bahwa sistem lebih besar
daripada jumlah bagian-bagiannya (the system is greater than the sum of its parts.)

36 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


3. Interdependensi
Adalah individu dan subsistem yang menyusun keseluruhan sistem saling
bergantung dan saling memegaruhi dan dipengaruhi satu sama lain (Von
Bertalanffy, 1975; Whitchurch & Constantine, 1993).
Pengaruh timbal balik ini menunjukkan saling ketergantungan di antara
anggota sistem. Dalam konteks keluarga sistem, bahkan faktor yang tampaknya
memegaruhi hanya pada satu orang, namun akan berdampak pada semua orang di
keluarga tersebut.
Demikian pula, perubahan di satu bagian sistem keluarga bergema/bergaung di
seluruh sistem lainnya, misalnya perubahan perkembangan yang menyertai masa
remaja. Remaja perlu menetapkan identitas mereka sendiri saat mereka bersiap
membuat komitmen pada peran dan tanggung jawab sebagai orang dewasa.
Meskipun tuntutan perkembangan ini mungkin tampak memiliki konsekuensi
hanya bagi remaja, hal itu mempengaruhi seluruh sistem keluarga. Peningkatan
otonomi yang dibutuhkan oleh remaja memerlukan adanya perubahan pada
subsistem orang tua. Orang tua atau pengasuh lainnya harus menyesuaikan cara
mereka mengontrol remaja mereka, sama seperti remaja harus mengubah seberapa
besar mereka bergantung pada orang tua dan pengasuh lainnya.
Pada saat yang sama, perubahan hubungan orang tua atau pengasuh dengan
anak remaja mereka dapat berdampak pada hubungan perkawinan dan hubungan
lain dalam keluarga. Oleh karena itu, apa yang tampak sebagai perubahan bagi
salah satu anggota keluarga ternyata memiliki efek yang menggema di seluruh
sistem.
Konsep keutuhan, kompleksitas organisasi, dan saling ketergantungan
mendorong kita untuk menyadari banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi
bagaimana suatu sistem beroperasi. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat
bahwa sistem keluarga hanyalah satu subsistem di dalam sistem komunitas dan
masyarakat yang lebih luas. Agenda sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan etika
dari sistem sosial yang lebih luas ini juga memiliki dampak yang menggema pada
sistem keluarga dan individu di dalam keluarga.
Dengan kata lain, dinamika dan fungsi sistem keluarga akan dipengaruhi oleh
karakteristik dan fungsi sistem sosial yang lebih besar tersebut.

4. Strategi dan Aturan


Setiap keluarga memiliki strategi dan aturan yang unik, yang akan memegaruhi
pola interaksi di dalam keluarga. Strategi adalah metode dan prosedur spesifik
yang digunakan dalam keluarga untuk melakukan tugas-tugasnya, dan umumnya

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 37


di adposi oleh keluarga dengan mengikuti perkembangan zaman, warisan generasi,
kelas sosial, etnisitas,
Aturan adalah pola interaksi yang terus berulang, teratur dan menjadi prinsip
yang mengatur kehidupan keluarga, yang menentukan batas tentang perilaku yang
dapat diterima dan dipandang layak oleh keluarga.
Semua keluarga mengikuti aturan-aturan yang memungkinkan keluarga untuk
melakukan tugas di kehidupan sehari-harinya, seperti menerapkan kedisiplinan,
kejujuran, kesopanan, melatih kendali diri, dll. Aturan dapat dinyatakan secara
terbuka maupun tersirat.
Misalnya, pada keluarga dengan orang tua tunggal, jelas bahwa keluarga telah
mengembangkan serangkaian strategi untuk menghadapi jam sibuk pagi hari.
Strateginya adalah dengan melibatkan dan meminta anak perempuan yang lebih
tua, untuk mengambil tugas pengasuhan, sehingga memungkinkan ibunya dapat
bersiap-siap untuk pergi bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu cara untuk
memahami pola unik interaksi yang diamati dalam keluarga adalah dengan
menganggapnya sebagai strategi yang telah dikembangkan untuk mengelola
tuntutan atau tugasnya.
Dengan demikian semua keluarga menjadi unik bukan hanya karena mereka
terdiri dari kumpulan individu yang unik tetapi karena mereka mengembangkan
strategi dan aturan unik dalam upaya melaksanakan tugas-tugas penting mereka.
Struktur keluarga tercermin dalam strategi dan aturan unik yang diadopsi
keluarga untuk mengelola tuntutan atau tugasnya. Strategi tersebut menjadi pola
interaksi yang diamati dalam keluarga. Misalnya, bahwa semua keluarga
menjalankan salah satu tugas sosialisasi bagi anak. Untuk menyelesaikan tugas ini,
orang tua mengembangkan strategi dan aturan sosialisasi yang menentukan
bagaimana mereka secara sengaja berinteraksi dengan anak-anak mereka. Jika
orang tua percaya bahwa anak laki-laki harus maskulin dan anak perempuan harus
feminin, mereka akan berinteraksi secara berbeda dengan putra dan putri mereka.
Para putri dan putra akan didorong untuk terlibat dalam kegiatan yang berbeda.
Pola komunikasi dan interaksi antara orang tua dengan putra putri mereka juga
akan berbeda. Strategi dan aturan yang digunakan oleh orang tua menciptakan
konteks interaksional unik yang memiliki dampak yang mendalam pada proses
perkembangan setiap anak.
Aturan lebih lanjut berkontribusi pada pemeliharaan dan stabilitas sistem
keluarga. Aturan, dengan kata lain, dapat dianggap sebagai kebiasaan yang
ditemukan dalam keluarga yang mengatur pola interaksi yang ditemukan di
dalamnya sehingga dapat dikatakan bahwa setiap keluarga adalah unik.

38 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Misalnya ada keluarga yang memiliki seperangkat aturan unik yaitu tercermin
dalam cara pengelolaan makanan secara adat. Siapa yang bertanggung jawab atas
tugas waktu makan yang berbeda, di mana individu duduk di meja makan, apa
yang dilakukan anggota keluarga selama makan (misalnya, berbicara, membaca,
menonton TV), dan siapa yang bertanggung jawab untuk bersih-bersih setelah
makan (misalnya, ibu bersih-bersih sementara ayah menonton berita malam di TV)
adalah cerminan dari aturan unik yang telah diterapkan dalam keluarga.
Aturan mungkin terbuka atau terselubung (Rules may be overt or covert).
Aturan terbuka secara eksplisit dan terbuka. Aturan terselubung bersifat implisit,
artinya semua orang mengetahui aturan tersebut meskipun tidak ada yang secara
eksplisit menyatakannya. Tampaknya sebagian besar aturan dalam sistem keluarga
tertutup atau tersirat. Misalnya, waktu makan, disebagian besar keluarga setiap
orang memiliki kursi yang telah ditentukan di meja makan, meskipun penetapan
kursi belum dibahas secara eksplisit. Adanya aturan tempat duduk ini menjadi
terbuka hanya ketika seseorang melanggar aturan (misal pikirkan apa yang akan
terjadi dalam keluarga anda jika anda tiba-tiba memutuskan untuk tidak duduk di
kursi adat anda).

5. Boundaries
Semua keluarga memiliki salah satu tugas mengembangkan dan memelihara
boundaries. Boundaries menandai batas dari suatu sistem, dan boundaries
menggambarkan satu sistem dari sistem lain.
Demikian pula, boundaries menggambarkan satu subsistem dari subsistem
lainnya dalam sistem yang lebih besar. Konsep boundaries yang diterapkan pada
sistem keluarga sebagian besar bersifat metaforis, yang menunjukkan bahwa
informasi tentang boundaries keluarga tidak dapat diamati secara langsung tetapi
berasal dari kesan subjektif pengamat tentang bagaimana sistem dan subsistem
berhubungan dengan satu sistem lain. Dimana adanya aliran informasi antara dan
di dalam sistem memberikan wawasan tentang bagaimana sistem dan subsistem
digambarkan.
Ada dua jenis boundaries keluarga yaitu boundaries eksternal dan boundaries
internal. Boundaries eksternal membatasi keluarga dengan sistem lain (baik
keluarga lain maupun lembaga lain). Boundaries eksternal juga mengatur arus
informasi antara keluarga dan sistem sosial lainnya.
Boundaries internal mengatur aliran informasi antar subsistem dalam keluarga.
Selain itu juga akan memengaruhi tingkat otonomi dan individualitas yang diijnkan
dalam keluarga.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 39


Boundaries memiliki fungsi protektif maupun regulasi, serta menjaga agar
elemen-elemen di dalam sistem tetap lekat dan kohesif.

6. Homeostasis
Setiap keluarga yang memiliki system akan berusaha untuk mempertahankan
keadaan seimbang (Homeostatis), berupa kecenderungan suatu sistem untuk
memelihara keadaan ekuilibrium dan melakukan upaya-upaya untuk memulihkan
ekuilibrium ini manakala terganggu.
Homeostatis dalam keluarga mengacu pada proses-proses interaksi internal
yang berkelanjutan, yang terjadi di dalam keluarga dan menjaga kesimbangan
internal.
Para anggota keluarga harus beradaptasi saat menanggapi stress atau tuntutan
perubahan dari kebiasaan yang ada, artinya keluarga bertanggung jawab untuk
menyesuaikan strategi dan aturan yang terdapat dalam keluarga, sebagai
tanggapan atas informasi baru dan perubahan yang tidak dapat dihindari, seperti:
• Perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
• Berbagai tugas perkembangan yang dihadapi sepanjang daur kehidupan
keluarga
• Peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan
• Perubahan-perubahan system nilai social dan kelembagaan.

Adaptabiltas merupakan kriteria sentral bagi keluarga yang fungsional,


meskpiun keluarga yang fungsional tidak selalu memiliki masalah yang lebih
sedikit dari keluarga yang disfungsional atau distressed. Hanya keluarga yang
fungsional lebih mampu beradaptasi terhadap masalah, tantangan dan perubahan-
perubahan yang dijumpai.
Suatu sistem akan terus menerus berubah sejalan dengan masuknya beragam
informasi baru ke dalam sistem. Pemrosesan informasi merupakan hal yang
mendasar di dalam operasi setiap sistem. Bilamana pemrosesan informasi keliru,
maka sistem cenderung akan malfungsi,

7. Mengelola Iklim Emosi Keluarga


Sistem keluarga bertanggung jawab untuk mengelola atmosfir/suasana
emosional keluarga Managing the Family’s Emotional Climate adalah dengan
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis anggotanya
(Epstein et al., 2003). Sistem keluarga yang berfungsi maka menyediakan
kebutuhan anggota akan kedekatan, merasa dilibatkan, penerimaan, dan
pengasuhan.

40 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Pengelolaan suasana emosional, menuntut keluarga untuk menetapkan metode
menangani konflik dan mengubah pola kewenangan, pola kendali dalam keluarga.
Konflik tidak bisa dihindari di semua sistem yang sedang berjalan, namun
berpotensi mengganggu fungsi sistem secara serius. Untuk itu semua sistem harus
mengembangkan strategi untuk melakukan manajemen konflik. Selain itu, pola
otoritas yang berpengaruh dikeluarga melakukan kontrol, dan kewenangan,
memiliki kemampuan untuk mendorong atau menghambat, terjadinya hubungan
yang erat/kelekatan dan kerja sama dalam suatu sistem. Promosi kohesi dan kerja
sama adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman keintiman dan
kesehatan emosional dan psikologis anggota keluarga

Stres Kehidupan dan Krisis Keluarga


Stres adalah respons individu terhadap stressor, yaitu situasi dan peristiwa yang
mengancam mereka dan menuntut kemampuan koping mereka. Terdapat stressor yang
bersifat fisik, emosional dan psikososial. Beberapa stressor ada yang bersifat akut berupa
peristiwa atau stimuli yang terjadi secara tiba-tiba, misal teriris pisau. Ada stressor bersifat
kronis, yaitu memiliki jangka waktu yang lama, misal menderita penyakit hepar.
Stres dapat muncul saat individu menemui peristiwa hidup dan kerumitan sehari-hari,
kesibukan sehari-hari dan faktor sosial budaya, yang terkadang dapat bergulir menjadi
krisis kehidupan pada seseorang.
1. Macam Krisis
a. Krisis perkembangan
Yaitu krisis yang berhubungan dengan perkembangan anggota keluarga, misalnya
kelahiran anak, anak memasuki usia remaja, anak menikah, dll
b. Krisis situasional
Yaitu krsis yang terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya terkena PHK, anggota
keluarga yang hamil di luar nikah, keguguran, mengalami penyakit terminal, dll.

2. Dampak Stres
Stres memiliki gejala yang dapat memengaruhi tubuh, pikiran dan perasaan, serta
perilaku individu. Kemampuan individu mampu mengenali gejala stres yang umum,
maka akan dapat dapat membantu untuk mengelolanya. Stres yang dibiarkan dan
berlarut-larut, dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan fisik, seperti tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, dan diabetes. Maupun akan menemui beragam
masalah psikologis yang dihadapi keluarga.
Bagi keluarga yang memberi peluang anggotanya untuk melatih pengelolaan
suasana emosi saat berhadapan dengan life stress, maka akan mampu untuk

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 41


membentuk strategi coping yang adaptif, sehingga terhindar dari munculnya simptom
psikopatologi.
Bagi keluarga yang kurang atau tidak memiliki koping yang adapatif (misal
keluarga yang disengage dan boundaries yang kaku), maka keluarga menjadi
disfungsional, maka pola-pola copying menjadi tidak efektif, dan akan memunculkan
anak-anak dengan beragam masalah psikologis, misalnya:
- Gangguan Psikosomatis (mengidap asma, sakit kepala, nyeri dada, telapak tangan
berkeringat, dll)
- Conduct Disorder (anak/remaja menunjukkan perilaku kekerasan, sulit mengikuti
aturan di rumah, disekolah, merusak properti, membuat desas desus,
ketergantungan zat berbahaya, pergaulan bebas, dll)
- Anak menjadi scapegoating atas segala relasi yang terjadi dalam keluarga
- Kekerasan dalam keluarga terhadap istri atau anak, seperti melakukan pelecehan
seksual, pemerkosaan, penganiayaan, dll
- Penggunaan zat adiktif – alkohol, dll

Pernikahan yang Berhasil


Pernikahan membutuhkan wholeness, komitmen, love & care dan kerja sama, tetapi
juga membutuhkan rasa hormat agar benar-benar bahagia dan sukses. Pernikahan
berdasarkan love and care serta rasa hormat tidak terjadi begitu saja, namun kedua
pasangan harus melakukan untuk bersama mewujudkannya.
Di bawah ini adalah beberapa kunci penting untuk dikerjakan oleh pasangan setiap hari
agar pernikahan menjadi well being dan berbahagia. Kita memahami betapa sulitnya
menjaga hubungan pernikahan, yang membutuhkan banyak kerja keras kompromi,
toleransi, saling menghargai. Agar dapat mempertahankan dan membawa pernikahan yang
sukses sampai kematian yang memisahkannya.
Dari hasil penelitian ditemukan ada 12 karakteristik pernikahan yang berhasil:
1. Komitmen 10. Pertemanan
2. Kejujuran, kepercayaan dan 11. Kemampuan menangangi krisis dan
kesetiaan stress
3. Tanggung jawab 12. Spiritualitas, nilai-nilai
4. Adaptabilitias, fleksibilitas dan
toleran
5. Tidak mementingkan diri sendiri
6. Komunikasi
7. Empati, kepekaan
8. Menghormati, menghargai
9. Afeksi

42 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Daftar Pustaka

1. Anderson, Stephen A. & Ronald M. Sabatelli. (2011) Family Interaction, A


multigenerational Developmental Perspective. 5 th.Ed. The University of Connecticut,
Perason out of print, 2011
2. Day, Randal D., Kathleen R. Gilbert, Barbara H. Settles & Wesley R. Burr. (1995).
Research and Theory in Family Science. Pacific Grove: Brooks/Cole Publishing Co.
3. Duvall, Evelyn Millis. Brent C Miller. (1984.- 2015). Marriage and Family
Development. 6th Ed, Harpercollins College Div; Subsequent 6 th edition. -
PublishedPage.com
4. Friedman, Marilyn M., Elaine Jones & Vicky Bowden, (2003). Family Nursing:
research, Theory & Practice. 5 th Ed Published: -Upper Saddle River, N.J.. Prentice
Hall.
5. Goldenberg, Irene & Herbert Goldenberg. (2017). Family Therapy: An Overview. 9
th Ed. Publisher Cencage Learning.
6. Olson, David H. John DeFrain &Linda Skogrand. (2018). Marriages and families:
Intimacy, Diversity & Strengths. Ninth Edition-McGraw-Hill Higher Education.
7. Parke, Ross D, Mary Gauvain & Mark Schmuckier. (2013). Child Psychology, A
Contemporary Viewpoint. Burnaby B.C 3 th Ed. Univ of Simon Fraser, Canadian Ed.
8. Turner Lynn H. & Richard West. (2018). Perpectives on Family -Communication.
5th Ed, McGraw Hill eBook title.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 43


44 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB V
Penyakit Akibat Kerja
July Ivone
Pendahuluan
Menurut Suma’mur, Higiene Perusahaan ialah spesialisasi dalam ilmu higene yang mempelajari
faktor-faktor kualitatif dan kuantitatif dalam pekerjaan dan lingkungan kerja dan masyarakat
sekitarnya dan melakukan tindakan korektif dan preventif dalam pekerjaan dan lingkungan kerja
untuk melindungi pekerja dan masyarakat sekitar dari bahaya-bahaya akibat kerja dan
memungkinkan mereka mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sasarannya adalah
lingkungan kerja, dengan tindakan korektif berupa tehnis. (Suma’mur PK, 2020)
Tujuan utama dari higene perusahaan dan kesehatan kerja adalah: (Suma’mur PK, 2020)
1. Mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi pekerja, masyarakat pekerja, dan
masyarakat umum.
2. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan di tempat kerja.
3. Menyesuaikan pekerjaan agar serasi dengan status kesehatan tenaga kerja.
4. Mempertinggi produksi dengan jalan effisiensi kerja dan daya produktivitas faktor manusia
dalam produksi.
5. Sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan suatu negara.
6. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan kerja,
proses kerja atau lingkungan kerja. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab penyakit akibat
kerja, sebagai berikut:
1. Golongan fisik :
a. Suara, dapat menyebabkan gangguan pendengaran
b. Radiasi sinar Ro atau sinar radioaktif, dapat menyebabkan antara lain penyakit susunan
darah dan kelainan kulit.
c. Suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan “heat stoke” , sedangkan suhu yang terlalu rendah
dapat menyebabkan “frostbite”.
d. Tekanan udara yang terlalu tinggi dapat menyebakan “caisson disease”
e. Cahaya, penerangan lampu yang kurang baik, dapat menyebabkan gangguan penglihatan
dan memudahkan terjadinya kecelakaan.
f. Getaran, dapat menyebabkan “White Finger Vibration”
2. Golongan kimia:
a. Debu, dapat menyebabkan pneumokoniosis
b. Uap yang diantanya dapat menyebabkan “metal fume fever”
c. Gas, misalnya keracunan CO
d. Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis
e. Awan / kabut, misalnya racun serangga yang dapat menimbulkan keracunan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 45


3. Golongan infeksi: antraks, brucelosis
4. Golongan fisiologis (ergonomis)
5. Golongan mental psikologis

Mengapa Penyakit Akibat Kerja Pelu Diketahui ?


Perlunya mengetahui penyakit akibat kerja sangat penting, antara lain sebagai deteksi dini,
sehingga penyakit dapat dicegah agar tidak menjadi lebih parah. Sebagian besar penyakit akibat
kerja bersifat reversibel, sehingga bila diketahui lebih awal maka kerusakan lebih lanjut bisa
dicegah. Selain itu juga sebagai ganti rugi kepada pihak Jamsostek, apabila sudah terjadi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian.
Alat untuk pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan
antara 30 – 130 dB dan frekwensi 20 – 20.000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi
dengan Octave Band Analyzer dan Noise Dose Meter.
Pekerjaan yang menimbulkan bising dengan intensitas tinggi umumnya terdapat di pabrik tekstil
(weaving dan spinning), pabrik yang menggunakan generator sebagai pembangkit tenaga listrik,
pekerjaan pemotongan plat baja, pekerjaan bubut, gurinda, pengamplasan bahan logam, dan lain-
lain.
Nilai Ambang Batas (NAB) ialah kadar yang dapat dihadapi oleh pekerja tanpa menunjukkan
gangguan kesehatan atau timbulnya penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang
dianjurkan adalah 85 dB untuk 8 jam kerja.
Gejala awal dari gangguan pendengaran atau ketulian antara lain, lambat mengerti
pembicaraan, bicara dekat-dekat atau melihat gerak bibir lawan bicara, komplain teman tidak jelas
bicara dan tinitus. Jenis-jenis ketulian: tuli perseptif, tuli konduktif dan tuli campuran keduanya.
Jenis ketulian yang sering timbul akibat kebisingan adalah tuli perseptif.
Pengaruh kebisingan yang terutama adalah menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran
(ketulian akibat kebisingan = Noise Induce Hearing Loss). Selain itu kebisingan juga dapat:
- Mengurangi kenyamanan dan konsentrasi dalam bekerja.
- Gangguan fisiologis: Meningkat tensi dan nadi, pucat, gangguan sensorik,
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
- Gangguan komunikasi: masking effect, berteriak, meningkatkan kecelakaan kerja.
- Gangguan keseimbangan: rasa melayang, pusing, mual.
- Gangguan psikologis: gastritis, stres, lelah, psikosomatik.
Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebisingan, antara lain adalah:
1. Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan persuasi para pekerja untuk
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Pengendalian secara teknis:

46 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


− Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.
– Mengisolasikan mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
– Modifikasi mesin atau proses.
– Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik, sehingga dapat mengurangi suara
bising.
3. Pengendalian secara medis: Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal
masuk kerja, secara periodik, secara khusus dan akhir masa kerja.

Getaran
Getaran adalah gerakan ossilasi di sekitar sebuah titik. Getaran dapat mempengaruhi kesehatan,
kenyamanan dan hasil pekerjaan. Frekwensi yang umumnya menyebabkan gangguan kesehatan
berkisar antara 30 – 1.000 Hz.
Getaran dapat dihantarkan ke seluruh tubuh (getaran seluruh tubuh) atau hanya ke lengan yang
memegang alat yang sedang bergetar (getaran alat-lengan). Alat untuk mengukur getaran ialah
Vibrasi Meter.
Getaran seluruh badan biasanya dialami oleh pengemudi kendaraan, seperti truk, bus,
helikopter, bajaj, pada penggunaan alat-alat traktor pertanian. Selain itu getaran dari alat-alat berat
dapat pula dipindahkan keseluruh badan lewat getaran lantai melalui kaki. Getaran dapat dihindari
dengan meletakkan peredam di bawah benda yang bergetar, misalnya peredam pada tempat duduk
atau alat kaki.
Getaran alat-lengan terutama disebabkan oleh alat kerja yang bergetar, seperti gergaji listrik,
tukul, gerinda, pahat getar, bor kempa, dan lain-lain. Pekerjaan dalam industri, kehutanan,
pembangunan dan pertambangan, banyak menggunakan alat getar terus menerus.
Cara pengendalian getaran alat-lengan, dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Kurangi vibrasi dengan menggunakan Anti vibration handle.
2. Peningkatan pemeliharaan alat-alat.
3. Gunakan alat-alat vibrasi hanya bila memang diperlukan.
4. Gunakan pakaian sesuai dan gunakan sarung tangan pelindung.
5. Sebelum mulai bekeda panaskan tangan.
6. Kurangi merokok.
7. Bila ada tanda-tanda VWF segera periksa ke dokter.

Suhu/Cuaca Kerja
Lingkungan kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin merupakan beban tambahan pada
fisiologi tubuh pekerja. Efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja. Suhu nyaman bagi
orang Indonesia berkisar antara 24 oC – 26oC.
Metode pengukuran panas, diantaranya adalah Predicted Four-Sweat Rate (P4SR), yaitu
banyaknya keringat yang keluar selama 4 jam dan Heat Stress Index (HIS). Suhu panas
mengakibatkan penurunan prestasi berpikir, penurunan sangat hebat sesudah 32 oC. Suhu panas
mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta
memudahkan untuk dirangsang. NAB untuk cuaca kerja adalah 21 oC – 30 oC.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 47


Tempat kerja yang berisiko panas, antara lain peleburan (baja, besi, perak, timah, kaca, dan lain-
lain), industri keramik, pertambangan, dapur restoran, petani, nelayan, kuli bangunan, pembuatan
jalan, militer atau polisi dengan latihan lapangan, dan lain-lain
Kelainan atau gangguan yang dapat terjadi akibat suhu panas ialah: miliaria rubra (Heat Rash),
kejang Panas (Heat Cramps), kelelahan panas (Heat Exhaustion), sengatan panas (Heat Stoke / Sun
stroke / Heat pyrexia). Sebagai pencegahan penyakit-penyakit akibat suhu tinggi, yang terpenting
adalah aklimatisasi, yaitu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama minggu pertama
berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa pengaruh suhu panas. Di
ruang kerja yang bersuhu tinggi harus disediakan cukup air minum dan tablet-tablet NaCl. Selain
itu juga, dapat digunakan air conditioning.
Suhu yang sangat dingin (misalnya, pada pekerja di kamar dingin) pun dapat menimbulkan
penyakit. Kelainan atau gangguan yang mungkin timbul akibat suhu dingin ialah: trench foot,
Chilblain (Pernio), hypotermia, frostbit. Pencegahan penyakit akibat suhu dingin dapat digunakan
pakaian pelindung yang baik.

Penerangan
Penerangan di tempat kerja adalah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat
kerja. Penerangan dapat berasal dari cahaya alami (cahaya matahari) dan cahaya buatan (lampu).
Penerangan sangat penting untuk menghindari kecelakaan, selain itu penerangan yang memadai
memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan kerja yang
menyegarkan. Alat untuk mengukur intensitas penerangan adalah Luxmeter.
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seorang tenaga kerja melihat
pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. Penerangan yang baik, ditentukan oleh
pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna
penerangan dan panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
Penerangan yang buruk, bila memiliki intensitas penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan
yang sesuai, distribusi tidak merata, mengakibatkan kesilauan dan kurangnya kontras. Penerangan
yang buruk dapat menyebabkan : kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja,
memperpanjang waktu kerja, kelelahan mental, eluhan sakit kepala, kerusakan alat penglihatan,
meningkatnya kecelakaan kerja.

Radiasi
Radiasi merupakan energi yang dihantarkan, dipancarkan, dan diserap dalam bentuk partikel
atau gelombang. Efek radiasi pada jaringan hidup beraneka ragam, tetapi kemampuan energi ini
untuk mengionisasi jaringan sasaran membedakan dua bagian utama spektrum gelombang
elekromagnetik, yaitu radiasi pengion dan non pengion.

A. Radiasi pengion

48 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Radiasi pengion selalu merupakan bagian dari lingkungan alami manusia (sinar-sinar kosmik,
sinar gamma, sinar X). Sekarang, radiasi pengion yang dibuat manusia secara luas digunakan
dalam industri, pertanian, kedokteran dan riset alamiah.
Orang-orang yang berisiko terpajan radiasi pengion, antara lain adalah para penambang
uranium, pekerja reaktor nuklir dan proyek energi atom, petugas radiologi, riset yang menggunakan
bahan radioaktif, dan lain-lain.
Efek-efek radiasi yang berbahaya dapat bersifat somatik atau genetik. Efek somatik timbul
secara langsung pada individu yang teradiasi, sementara efek genetik tampak pada keturunannya.
Efek radiasi bagi kesehatan dapat dibagi menjadi:
1. Efek non stokastik
2. Efek stokastik

B. Radiasi non pengion


Radiasi non pengion adalah radiasi dengan energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron
atau molekul, tetapi energi tersebut tidak cukup untuk membentuk ion baru. Radiasi ini berupa
gelombang-gelombang elektromagnetik, seperti gelombang-gelombang mikro, sinar ultraviolet,
sinar infra merah dan sinar laser.

Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani; ERGOS yang artinya kerja dan NOMOS yang artinya
hukum atau ukuran. Ergonomi mempunyai peranan penting dalam industrialisasi. Tujuan utama
dari ergonomi adalah untuk menjamin kesehatan kerja, tetapi dengan itu produktivitas juga
ditingkatkan.
Menurut Clark dan Corlett, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari kemampuan dan
karakteristik manusia yang mempengaruhi rancangan peralatan, sistem kerja dan pekerjaan yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dan kesejahteraan
pekerja.
Tujuan penerapan konsep ergonomi adalah untuk keselamatan dan kesehatan kerja,
meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan, kepuasan kerja dan pengembangan
pribadi.

Dermatosis Akibat Kerja


Dermatosis akibat kerja adalah segala kelainan kulit yang timbul pada waktu bekerja atau
disebabkan oleh pekerjaan. Persentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja
sekitar 50 – 60%.
Dermatosis akibat kerja dapat disebabkan oleh fisik / mekanik, kimiawi, biologi atau psikis.
Cara menentukan penyakit kulit akibat kerja adalah dengan:
a. Anamnesa: perihal pekerjaan, perihal penyakit, penyakit alergi dalam keluarga, pernah sakit
kulit.
b. Pemeriksaan fisik: status generalis dan status dermatologis. Paling sering dermatitis kontak
akibat kerja mengenai tangan. Bila kontakan ada di udara (air borne) yang terkena muka dan
leher.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 49


c. Pemeriksaan pembantu: uji temple, biopsi, KOH, gram, dan lain-lain.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah hazard recognition dan hazard control, personal
protection , hygiene , regulation, education, screening.

Stres Kerja
Stres dapat melanda seluruh lapisan masyarakat dari berbagai jenis pekerjaan . Dalam lingkup
ketenaga-kerjaan stres merupakan masalah bagi kesehatan tenaga kerja yang banyak menimbulkan
kerugian materi .
Sebelum terjadi stres, perlu terdapat stressor (pemicu stres) yang cukup bermakna dan spesifik
untuk setiap individu. Penerimaan dan reaksi selanjutnya terhadap stres itu berbeda-beda pada
masing-masing individu dan bisa merupakan reaksi yang menyangkut segi fisiologis , psikologis
dan tingkah laku .
Faktor-faktor di lingkup pekerjaan berdasarkan penelitian yang lalu dapat menimbulkan stres,
dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Hurell dkk,1988)
1. Faktor Instrinsik Dalam Pekerjaan
2. Peran Individu Dalam Organisasi
a. Konflik Peran ( role conflict )
b. Ketaksaan Peran ( role ambiquity )
3. Pengembangan Karir
a. Ketidak Pastian pekerjaan ( job insecurity)
b. Promosi berlebihan / kurang (over / under promotion)
4. Hubungan Dalam Pekerjaan
5. Struktur dan Iklim Organisasi
6. Faktor Eksternal
7. Dukungan sosial (social-support)
Memanajemeni stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres
dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stres. Tujuannya adalah untuk mencegah
berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau kronis. Dalam
memanajemni stres dapat diusahakan untuk:
1. Mengubah faktor-fakor di lingkungan agar tidak merupakan pembangkit stres.
2. Mengubah faktor-faktor dalam individu.

Daftar Pustaka
1. B.Sugeng, Jusuf RMS, Pusparini A. Bunga rampai Hiperkes & KK . Semarang. 2003
2. Suma’mur PK. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. 2020.
3. Soemarko DS, Sulistomo AW, Wibowo S, dkk. Pedoman Klinis Diagnosis dan
Tatalaksana Kasus Penyakit Akibat Kerja. 2017

50 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB VI
Kesehatan Reproduksi
Dani

Pengertian Kesehatan Reproduksi


Kesehatan reproduksi diartikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental,serta sosial
secara utuh bukan hanya terbebas atas penyakit maupun kecacatan dalam suatu yang
berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Kesehatan Reproduksi ialah kondisi sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara
utuh termasuk seluruh bidang yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
reproduksi dan tidak semata mata terbebas dari penyakit juga kecacatan serta dibentuk
berdasarkan pernikahan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual serta material
yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME, spiritual yang memiliki hubungan yang serasi,
selaras serta seimbang antara anggota keluarga juga antara keluarga dengan masyarakat
serta lingkungannya (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Definisi Kesehatan Reproduksi yang dimaksud adalah suatu kondisi seseorang sehat
dalam artian menyeluruh yang meliputi sehat secara fisik, secara mental dan dalam
berkehidupan sosial yang mana berkaitan organ tubuh, fungsi dan proses reproduksi
dengan pemikiran bahwa kesehatan reproduksi bukan semata mata kondisi yang lepas
akan penyakit tetapi juga seseorang mempunyai kehidupan seksual yang aman juga
memuaskan pra, selama dan pasca perkawinan. (Prijatni dan Rahayu, 2016).

Tujuan Umum
Pelayanan untuk memastikan kesehatan reproduksi yang menyeluruh terhadap
perempuan dan laki laki agar bisa meningkatkan potensi dalam mengatur fungsi dan
proses reproduksinya menjadi lebih baik lagi (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Tujuan secara Khusus (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Menaikkan derajat kesehatan wanita dalam mengambil peran dan fungsi reproduksinya
sendiri.

Bagian Kesehatan Reproduksi


1. Kesejahteraan Ibu dan Anak
Peran ibu sebagai :
• Wakil pimpinan rumah tangga, mampu melakukan pemantauan sedari awal
agar dapat mengambil keputusan yang efektif dan efisien sebelum berlanjut
pada keadaan kondisi darurat

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 51


• Ibu dari anak-anak yang dilahirkan, merupakan awal pertama dari
paradigma baru pendekatan secara Continuum of Care yaitu sejak
kehamilan, persalinan, nifas, hari-hari dan tahun-tahun kehidupan keluarga.
• Istri dari suami, merupakan pendamping setara yang mungkin mempunyai
hak dan kewajiban sedikit berbeda tapi bertujuan akhir sama yaitu
terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera.
2. Keluarga Berencana
• Indonesia berada di 4 teratas dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
• Indonesia akan ada “bonus demografi“
• Program Peningkatan kesejahteraan Perempuan demi meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
• Keluarga Berencana adalah strategi penting dalam bidang kesehatan
keluarga
• Potensi ibu berkesempatan memelihara serta meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan dirinya.
• Pelayanan kesehatan Keluarga Berenyana yang berkualitas prima
3. Tatalaksana Penyakit Saluran Reproduksi dan Penyakit Menular Seksual bertujuan :
• Pencegahan serta penanganan penyakit
• Terdampak pada saluran reproduksi.
• Metode alat kontrasepsi dalam rahim/IUD
• Dampak terhadap perempuan dan lelaki bisa menurunkan kualitas hidup
reproduksinya.
4. Kesehatan Reproduksi Remaja (Rahayu, dkk., 2017)
• Promosi dan Edukasi mengenai perubahan dari masa anak, remaja menjadi
dewasa muda dan dewasa secara emosi
• Mengenalkan bentuk serta fungsi tubuh
• Memahami tanda seks sekunder yang terjadi
• Secara moral belum mampu bertanggung jawab atas tindakannya
• Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan
• Penyediaan sarana pelayanan kesehatan bidang reproduksi agar bisa
melakukan konseling atau pelayanan secara klinis untuk remaja
5. Komponen Usia Lanjut
o Berlanjutnya kehidupan berkeluarga dengan nyaman
o Peningkatan kualitas penduduk usia lanjut (menopouse/andropause).
o Deteksi dini keganasan organ reproduksi
o Informasi secara menyeluruh

52 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


• Secara moral belum mampu bertanggung jawab atas tindakannya
• Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan
• Penyediaan sarana pelayanan kesehatan bidang reproduksi agar bisa
melakukan konseling atau pelayanan secara klinis untuk remaja
5. Komponen Usia Lanjut
o Berlanjutnya kehidupan berkeluarga dengan nyaman
o Peningkatan kualitas penduduk usia lanjut (menopouse/andropause).
o Deteksi dini keganasan organ reproduksi
Gambar 7.1 Siklus Manusia Terkait Kesehatan Reproduksi (Kementrian Kesehatan
o Informasi secara menyeluruh
Republik Indonesia, 2018)

Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi


1. Faktor Demografis - Ekonomi
• Kemiskinan yang masih banyak,
• Tingkat pendidikan yang masih rendah
• Usia muda melakukan perilaku seksual, pernikahan dini, usia
mengalami hamil yang secara kesehatan belum siap
• Akses pada sarana pelayanan kesehatan
• Daerah perifer.
2. Faktor Budaya dan Lingkungan
• Kepercayaan/mitos banyak keturunan banyak membawa rejeki,
• Pemikiran yang keliru tentang fungsi alat reproduksi
• Perbedaan status kesetaraan perempuan,
• Paradigma masyarakat tentang stigma fungsi, hak dan tanggung
jawab reproduksi individu
• Komitmen dukungan politik.
3. Faktor Psikologis
• Rasa rendah diri
• Tekanan mental teman usia sebaya
• Pembullyan dirumah/ lingkungan terdekat d
• Harmonisasi hubungan orang tua dan remaja
• Kondisi ketidak seimbangan secara hormonal.
4. Faktor Biologis
• Keadaan yang kurang sempurna pada alat reproduksi atau cacat
• Terjangkitnya penyakit menular seksual
• Kondisi gizi buruk kronis,

Masa Pubertas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)


Masa pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan
pematangan fungsi seksual.
Karakteristik seksual primer yaitu pria mengalami mimpi basah dan wanita mengalami
menstruasi. Karakteristik seksual sekunder pada pria yaitu tubuh menjadi tegap, suara
pecah, tumbuh rambut disekitar ketiak, dada,ILMUkemaluan, tumbuhDANkumis.
KESEHATAN MASYARAKAT Sedangkan
KEDOKTERAN KELUARGA pada
53
wanita yaitu payudara membesar, pinggul membesar, tumbuh rambut disekitar ketiak dan
kemaluan.
• Kondisi ketidak seimbangan secara hormonal.
4. Faktor Biologis
• Keadaan yang kurang sempurna pada alat reproduksi atau cacat
• Terjangkitnya penyakit menular seksual
• Kondisi gizi buruk kronis,

Masa Pubertas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)


Masa pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan
pematangan fungsi seksual.
Karakteristik seksual primer yaitu pria mengalami mimpi basah dan wanita mengalami
menstruasi. Karakteristik seksual sekunder pada pria yaitu tubuh menjadi tegap, suara
pecah, tumbuh rambut disekitar ketiak, dada, kemaluan, tumbuh kumis. Sedangkan pada
wanita yaitu payudara membesar, pinggul membesar, tumbuh rambut disekitar ketiak dan
kemaluan.

Cara Menjaga Organ Reproduksi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)


Mencuci organ genital dengan air bersih dan mengalir
• Menggunakan handuk, bersih, dan berbahan katun.
• Menggunakan pakaian dalam berbahan penyerap keringat
• Berganti Pakaian dalam sekurangnya duakali sehari
• Untuk wanita, sehabis berkemih, dianjurkan cebok alat kelamin dilakukan dengan
arah depan ke belakang supaya bakteri dianus tidak bisa masuk ke vagina.
• Apabila menstruasi, ganti pembalut jangan terlalu lama
• Untuk lelaki, disarankan agar di sirkumsisi untuk menghindari penularan penyakit
menular seksual serta mengantisipasi risiko kanker penis.

Gambar 7.2 Menjaga Kesehatan Organ Reproduksi (Rahayu, dkk, 2017)

54 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Daftar Pustaka
1. Prijatni I, Rahayu S. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2016. p. 2-8.
2. Rahayu A, dkk. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Lansia. Surabaya: Airlangga
University Press. 2017. p. 5-6.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pentingnya Menjaga Alat Kebersihan
Reproduksi [Internet]. Kementrian Kesehatan. 2018 [cited 2021 April 6]. Available
from: https://promkes.kemkes.go.id/

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 55


56 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB VII
Malpraktik Medis
Peter Nugraha Soekmadji

Pendahuluan
Malpraktik adalah penyimpangan dalam menjalankan suatu profesi yang terjadi secara
sengaja atau merupakan suatu kelalaian. Malpraktik bisa terjadi dalam lapangan profesi
apapun, misalnya: dokter, advokat, akuntan, dll. Untuk pembahasan ini, maka istilah
malpraktik digunakan untuk malpraktik di bidang kedokteran.
Saat ini, terdapat pandangan masyarakat bahwa setiap pekerjaan profesional yang
menimbulkan kerugian adalah malpraktik. Hal ini timbul karena terjadinya perubahan
dalam pola hubungan antara dokter dengan pasien, yang awalnya bersifat paternalistik
(model aktif – pasif) menjadi semakin kooperatif (model partisipasi mutualisme).
Pasien memiliki pandangan bahwa malpraktik berawal dari akibat suatu tindakan, yaitu
bila akibatnya buruk atau menimbulkan suatu kerugian, maka cenderung dikatakan bahwa
profesional tersebut melakukan malpraktik. Sebenarnya, pandangan ini melebihi arti dari
kata malpraktik sendiri, yang lebih bertitik tolak pada wujud dari suatu tindakan, bukan
pada akibat dari tindakan itu sendiri. Ilmu kedokteran bukanlah ilmu pasti, karena manusia
adalah makhluk kompleks sehingga akibat atau hasil dari suatu tindakan tidak selalu sesuai
yang diharapkan.
Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien merupakan perikatan berdasarkan
ikhtiar/upaya (inspanningsverbintenis), yaitu dokter tidak diwajibkan memberikan hasil
seperti yang diinginkan pasien atau keluarganya mengingat hasil dari suatu tindakan medik
tidak dapat diperhitungkan secara matematik, karena dipengaruhi banyak faktor yang
berada di luar kendali dokter, misalnya: daya tahan tubuh, virulensi penyakit, kondisi fisik,
kepatuhan pasien, dan kualitas obat. Jika pasien tidak sembuh maka dokter tidak dapat
digugat sepanjang tindakan medik yang telah dilakukan sudah benar atau sesuai prosedur.
Hal ini berbeda dengan perikatan berdasarkan hasil (resultaatsverbintenis).
Hubungan dokter dengan pasien meliputi hubungan hukum, sehingga
pertanggungjawaban dokter bukanlah hanya pertanggungjawaban etik atau disiplin saja,
tetapi meliputi pertanggungjawaban hukum, yaitu: administrasi, perdata, dan pidana.
Tanggung jawab dokter meliputi perbuatan bawahan atau pegawainya, yang disebut
vicarious liability. Sebelum membahas mengenai malpraktik medis maka sebaiknya
memahami dahulu perbedaan etika, disiplin, dan hukum (Tabel 1). Pelanggaran dari
kewajiban-kewajiban dokter yang tertuang dalam berbagai peraturan tersebut merupakan
celah untuk terjadinya malpraktik.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 57


58
Tabel 1. Perbedaan Etika, Disiplin, dan Hukum Kedokteran
ETIKA KEDOKTERAN DISIPLIN KEDOKTERAN HUKUM KEDOKTERAN
Penyusun Organisasi profesi: IDI, PDGI KKI, yang terdiri dari organisasi profesi, Pemerintah dan DPR
elemen masyarakat, dan Pemerintah
Bentuk Kode Etik Kedokteran Peraturan Disiplin Kedokteran Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
Pengaturan Norma perilaku (disiplin internal) Norma disiplin profesi Norma hukum
Sanksi Moral, hati nurani, dan pengucilan profesi Teguran, reedukasi, pencabutan STR atau Pidana (penjara, denda), perdata (ganti
SIP rugi), administratif (pencabutan izin)
Lingkup Perilaku profesional Kompetensi, pelayanan medis, dan perilaku Peraturan hukum pelayanan kedokteran
profesional

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Yang mengadili Organisasi profesi: MKEK, MKEKG MKDKI dan pemeriksa (dokter, dokter gigi, Pengadilan
ahli hukum)
(IDI: Ikatan Dokter Indonesia; PDGI: Persatuan Dokter Gigi Indonesia, KKI: Konsil Kedokteran Indonesia; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; STR: Surat Tanda
Registrasi; SIP: Surat Izin Praktik; MKEK: Majelis Kehormatan Etik Kedokteran; MKEKG: Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi; MKDKI: Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)
Pengertian Malpraktik Medis
Secara etimologis, malpraktik berarti praktik yang buruk. Menurut pendapat Jusuf
Hanafiah, malpraktik medis merupakan “kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.” Amri Amir
menyatakan bahwa “malpraktik medis adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu
menjalankan praktik, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan
kehidupan pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi.” Selain itu,
makna malpraktik dapat ditemukan secara tersirat pada peraturan perundang-undangan
Indonesia, yaitu pada Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan yang telah diubah oleh UU No. 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan.
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana dan peraturan-peraturan perundang-undangan lain,
maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan
administratif dalam hal sebagai berikut:
a. melalaikan kewajiban;
b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun
mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang
ini.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-
unsur malpraktik adalah:
• Dokter memiliki kewajiban terhadap pasien (duty)
• Dokter gagal dalam memenuhi kewajibannya terhadap pasien (dereliction of duty)
• Terjadi kerugian pada pasien karena dokter gagal memenuhi kewajibannya (damage).
• Kegagalan dokter dalam memenuhi kewajiban adalah penyebab langsung dari
cedera yang timbul (direct causation).

Aspek Malpraktik Medis


Aspek yang harus diperhitungkan dalam pembahasan malpraktik kedokteran harus
meliputi: sikap batin pelaku, proses tindakan medis, dan akibat dari tindakan medis
tersebut.

Sikap Batin Pelaku


Berdasarkan aspek sikap batin pelakunya, malpraktik dapat dibagi menjadi:

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 59


• Malpraktik secara sengaja (dolus)
• Malpraktik karena kelalaian (culpa)

Menurut Guwandi, istilah malpraktik adalah berbeda dengan istilah kelalaian medis
(medical negligence). Kelalaian merupakan bagian dari malpraktik, tetapi di dalam
malpraktik tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Istilah kelalaian secara umum
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan.
Kelalaian medis dapat ditemukan pada kasus malpraktik dokter. Kelalaian medis terjadi
karena tidak adanya unsur hati-hati dan berjaga-jaga dari dokter ketika memberi suatu
pelayanan medis kepada pasien. Dalam pelaksanaannya, perlu dipikirkan prinsip hukum
“de minimis non curat lex”, yang berarti: hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap
sepele. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan jika tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Pada
kasus malpraktik medis perdata umumnya terjadi kelalaian ringan (culpa levis). Namun,
jika kelalaian itu mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain, maka dapat
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata). Kelalaian medis yang menimbulkan
kerugian atau hilangnya nyawa dari pasien memberikan hak kepada pasien atau
keluarganya untuk mengajukan gugatan. Tolak ukur suatu kelalaian disebut culpa lata
adalah:
• Bertentangan dengan hukum
• Akibatnya dapat dibayangkan
• Akibatnya dapat dihindarkan
• Perbuatannya dapat dipersalahkan

Proses Tindakan Medis


Tindakan malpraktik tidak hanya semata-mata dilihat dari akibatnya, tetapi dilihat dari
proses tindakan medis yang dapat diukur. Ukurannya adalah menggunakan prinsip umum
ilmu, standar, kode etik, dan perundang-undangan. Norma standar profesi dokter
dibuat berdasarkan ketelitian dan kehati-hatian menurut ukuran umum dari seorang
dokter dengan tingkat kepandaian yang rata-rata. Penjabaran lebih lanjut dapat
ditemukan pada peraturan-peraturan berikut, yaitu:
• Prinsip umum ilmu kedokteran
• Standar profesi kedokteran
• Standar prosedur operasional
• Standar pelayanan
• Hak dan kewajiban dokter dan pasien
• Kode etik kedokteran
• Peraturan disiplin profesional dokter

60 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


• Peraturan tentang rahasia kedokteran
• Peraturan tentang Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik
• Peraturan tentang persetujuan tindakan medis (informed consent)

Akibat Tindakan Medis


Aspek akibat harus merupakan akibat yang merugikan, baik mengenai kesehatan
psikis, fisik, atau nyawa pasien. Tiada kasus malpraktik tanpa akibat kerugian pasien,
sehingga dapat dikatakan bahwa aspek akibat merupakan pintu masuk terjadinya laporan
malpraktik.

Pertanggungjawaban Malpraktik
Berdasarkan lingkupnya, maka malpraktik dapat diklasifikasikan menjadi: malpraktik
pidana, malpraktik perdata, dan malpraktik administratif.

Malpraktik Pidana
Tindakan dokter dapat dimasukkan dalam malpraktik pidana atau kriminal adalah bila
memenuhi rumusan delik pidana, yaitu:
• Melakukan tindakan tercela, baik berupa positive act atau negative act
• Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea), yang meliputi kesengajaan
(intentional), kecerobohan (recklessness), atau kelalaian (negligence).
Kerugian yang ditimbulkan pada pasien merupakan kerugian yang besar dan juga
melanggar kepentingan umum, misalnya membahayakan kesehatan, menyebabkan luka,
atau menyebabkan kematian. Tindakan yang dilakukan termasuk kategori perbuatan
melawan hukum. Contoh malpraktik kriminal adalah: aborsi tanpa indikasi medis,
eutanasia aktif, atau kelalaian yang menyebabkan kematian. Kriteria perbuatan melawan
hukum adalah:
• Melanggar Undang-Undang
• Melanggar hak subjektif orang lain
• Bertentangan dengan kesusilaan
• Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat

Pasal – pasal yang berkaitan dengan malpraktik pidana adalah:


• Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
o Pasal 267, 268: surat keterangan palsu
o Pasal 341, 342, 346 , 347, 348, 349: aborsi
o Pasal 344, 345: eutanasia
o Pasal 351: penganiayaan, dapat diterapkan untuk tindakan medis tanpa persetujuan
pasien

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 61


o Pasal 359, 360, 361: kesalahan yang menyebabkan kematian
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 190: pertolongan pertama dalam
keadaan gawat darurat

Malpraktik Perdata
Malpraktik perdata timbul bila dokter melakukan wanprestasi, yaitu terdapat
pelanggaran janji terhadap kesepakatan untuk melaksanakan kewajibannya. Wanprestasi
baru terjadi bila terdapat perjanjian atau kesepakatan sebelumnya antara dokter dan pasien.
Tindakan yang termasuk wanprestasi adalah:
• Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
• Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tapi
terlambat
• Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna
• Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Selain wanprestasi, terdapat pula perbuatan melawan hukum dalam bidang perdata.
Secara umum, tindakan yang dilakukan bersifat melawan hukum tetapi tidak memenuhi
rumusan delik pidana.

Pasal – pasal yang berkaitan dengan malpraktik perdata adalah:


• Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
o Pasal 1243: wanprestasi
o Pasal 1320: syarat sahnya suatu perjanjian
o Pasal 1365: perbuatan melanggar hukum
o Pasal 1366: kelalaian
o Pasal 1367: vicarious liability
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 58: ganti rugi
• UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46: gugatan terhadap
pelaku usaha

Malpraktik Administratif
Secara umum, pelanggaran malpraktik administratif merupakan pelanggaran dalam
bidang perizinan, misalnya:
• Menjalankan praktik kedokteran tanpa izin
• Menjalankan tindakan medik yang tidak sesuai dengan izin yang dimiliki
• Melakukan praktik kedokteran dengan izin yang sudah kadaluwarsa

62 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


• Tidak membuat rekam medik

Pasal – pasal yang berkaitan dengan malpraktik perdata adalah:


• Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
o Pasal 1243: wanprestasi
o Pasal 1320: syarat sahnya suatu perjanjian
o Pasal 1365: perbuatan melanggar hukum
o Pasal 1366: kelalaian
o Pasal 1367: vicarious liability
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 58: ganti rugi

Risiko Medis
Malpraktik harus dibedakan dengan risiko medis, yaitu hasil yang tidak diharapkan
yang mungkin timbul pada saat diberikannya pelayanan medis yang sesuai standar.
Menurut Guwandi, risiko medis adalah suatu keadaan yang tidak dapat disangka
sebelumnya, atau satu keadaan yang secara medis sudah tidak dapat dilakukan langkah-
langkah pencegahan.
Menurut Ari Yunanto Helmi, dalam praktik kedokteran dapat terjadi hasil yang tidak
diharapkan karena:
• Hasil dari suatu perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit yang tidak ada
hubungannya dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.
• Hasil dari suatu risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu:
o Risiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable/untoward result):
risiko seperti ini mungkin terjadi dalam ilmu kedokteran karena sifat ilmu yang
empiris dan sifat tubuh manusia yang sangat bervariasi serta rentan terhadap
pengaruh eksternal.
o Risiko yang meskipun telah dapat diketahui sebelumnya, tetapi telah
diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui oleh pasien untuk dilakukan
(acceptable risk), yaitu:
▪ Risiko yang derajat probabilitasnya dan keparahannya cukup kecil, dapat
diantisipasi, diperhitungkan, atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping
dari obat, pendarahan, dan infeksi pada pembedahan dan lain-lain;
▪ Risiko yang derajat probabilitasnya dan tingkat keparahannya besar pada
keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medik yang berisiko tersebut harus
dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh, terutama
dalam keadaan gawat darurat.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 63


Di Indonesia, pengertian risiko medis tidak dirumuskan secara pasti dalam undang-
undang. Namun secara tersirat, risiko medis disebutkan dalam persetujuan tindakan
medis. Persetujuan tindakan medis baru mempunyai arti hukum setelah dokter
menginformasikan bentuk tindakan dan risiko yang akan terjadi, sehingga risiko medis
adalah sesuatu hal yang disadari oleh pasien. Risiko medis yang terjadi akan sangat sulit
dianggap sebagai kelalaian bila pasien sudah menyadari dan memberikan persetujuan
tindakan medis. Hal ini sesuai dengan doktrin hukum volenti non fit injuria (assumption
of risk), yaitu pasien telah mengetahui adanya risiko yang akan terjadi. Bila pasien telah
mendapat informasi mengenai risiko medis dan ia menyetujui tindakan tersebut, maka
dokter tidak dapat dipersalahkan. Oleh karena itu, dokter tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum terhadap risiko medis karena:
• Dokter telah melakukan tindakan medis sesuai standar profesi, standar prosedur
operasional, dan standar pelayanan.
• Ada persetujuan pasien setelah menerima informasi dari dokter, yang mencakup:
o Diagnosis
o Tata cara tindakan
o Tujuan tindakan
o Alternatif tindakan
o Risiko dan komplikasi tindakan yang mungkin terjadi
o Prognosis tindakan
o Perkiraan biaya
• Dokter memilih cara pengobatan yang telah diakui sebagian pakar kedokteran
(respectable minority rule). Antara dokter yang satu dengan dokter yang lain
cenderung terdapat perbedaan penanganan, tetapi hal tersebut masih diperbolehkan
sepanjang sesuai dengan pendapat pakar atau standar yang berlaku.
• Pasien turut melakukan kelalaian (contribution of negligence), misalnya: tidak mau
bekerja sama, tidak kooperatif, tidak jujur, atau tidak melaksanakan apa yang telah
disarankan dokter.

World Medical Association Statement on Medical Malpractice, yang diadaptasi pada


World Medical Assembly (Spanyol, 1992), yang dikutip oleh Herkutanto, menyebutkan
bahwa risiko medis atau lazim disebut sebagai untoward result adalah satu kejadian luka
atau risiko yang terjadi akibat dari tindakan medis yang oleh karena suatu hal yang tidak
dapat diperkirakan sebelumnya dan bukan akibat dari ketidakmampuan dan
ketidaktahuan dokter. Bila kerugian yang terjadi merupakan akibat dari tindakan yang
tidak sesuai standar, maka dokter tetap dapat digugat walau telah memperoleh persetujuan
tindakan medis.

64 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Daftar pustaka
1. Chazawi A 2007. Malpraktik kedokteran. Malang: Bayumedia Publishing.
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jakarta.
3. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi.
4. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 512 Tahun 2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 65


66 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB VIII
Puskesmas
Cindra Paskaria

Pendahuluan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif diwilayah kerjanya. Penyelenggaraan UKM dan UKP ditujukan untuk mencapai
standar pelayanan minimal (SPM) kabupaten atau kota di bidang kesehatan, program
Indonesia sehat, dan kinerja Puskesmas dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
Lambang Puskesmas dapat dilihat pada gambar 10.1. Lambang ini memiliki makna
keterpaduan yang terintegrasi dari enam prinsip penyelenggaraan Puskesma, pemerataan
pelayanan Puskesmas serta pertanggungjawaban wilayah Puskesmas. Dua buah lingkaran
yang beririsan melambangkan dua unsur pelayanan kesehatan yaitu UKM dan UKP
(Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Gambar 1. Lambang Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Puskesmas merupakan merupakan perpanjangan tangan Dinas Kesehatan dalam


melaksanakan kewajiban serta kewenangan Dinas Kesehatan. Puskesmas menjalankan
kebijakan kesehatan yang ditetapkan secara nasional maupun daerah, dan
bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan/ Pemerintahan Daerah (Kementrian PPN/
Bappenas, 2017).

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 67


Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan berdasarkan pada beberapa
prinsip sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2019):

A. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh stakeholder untuk ikut serta dalam upaya preventif
dan mengurangi risiko kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
B. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas berperan dalam menggerakkan dan bertanggung jawab atas
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Wilayah kerja Puskesmas merupakan
satu kecamatan, namun jika diperlukan dalam satu kecamatan dapat memiliki lebih
dari satu buah Puskesmas.
C. Kemandirian masyarakat
Puskesmas berperan mendorong individu, keluarga, dan masyarakat untuk mandiri
dalam menjalankan hidup sehat.
D. Ketersediaan akses pelayanan kesehatan
Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh
masyarakat yang ada di wilayah kerjanya dengan menerapkan prinsip keadilan,
tanpa membedakan agama, budaya, ekonomi, dan sosial.
E. Teknologi tepat guna
Puskesmas memanfaatkan teknologi yang mudah digunakan, sesuai dengan
kebutuhan, dan tidak memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan. Misalnya
penggunaan telemedicine untuk konsultasi dengan sarana kesehatan rujukan dan
pemanfaatan teknologi digital untuk pencatatan dan pelaporan kasus penyakit.
F. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh pelayanan UKM,
UKP, kerjasama lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem
rujukan.

Kategori Puskesmas
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas didasarkan pada kondisi dan
kebutuhan masyarakat, sehingga Puskesmas perlu dikategorikan berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan pelayanan yang dapat diberikan (Kementrian Kesehatan RI,
2019).
Berdasarkan karakteristik wilayah kerja, Puskesmas dikaterogikan sebagai:
A. Puskesmas kawasan perkotaan
B. Puskesmas kawasan pedesaan
C. Puskesmas kawasan terpencil

68 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


D. Puskesmas kawasan sangat terpencil
Berdasarkan kemampuan pelayanan, Puskesmas dikategorikan sebagai:
A. Puskesmas tanpa rawat inap
B. Puskesmas rawat inap

Upaya Kesehatan Masyarakat


Upaya kesehatan masyarakat adalah kegiatan untuk meningkatkan serta memelihara
kesehatan, dan juga mencegah serta menanggulangi masalah kesehatan. Sasaran UKM
adalah keluarga, kelompok, dan masyarakat. Kegiatan UKM biasanya diluar Gedung serta
bekerjasama dengan komponen kecamatan atau desa. Upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama yang dilaksanakan oleh Puskesmas teridiri dari UKM esensial dan UKM
pengembangan (Kementrian Kesehatan RI, 2019; Kementrian PPN/ Bappenas, 2017).
A. UKM esensial
a) Pelayanan promosi kesehatan
Kegiatan pelayanan promosi kesehatan diantaranya adalah penyuluhan,
pemberian edukasi dan konseling kepada masyarakat contohnya mengenai
masalah kesehatan dan upaya pencegahan penyakit. Puskesmas juga dapat
melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pembentukan dan pelatihan
kader kesehatan.
b) Pelayanan kesehatan lingkungan
Pelayanan kesehatan lingkungan dapat dilakukan melalui konseling terhadap
masyarakat yang mengalami penyakit yang berhubungan dengan masalah
lingkungan. Petugas kesehatan lingkungan juga perlu melaksanakan inspeksi
kesehatan lingkungan, uji laboratorium, analisis risiko akibat masalah
lingkungan, dan melakukan pembinaan terhadap pemukiman, tempat kerja,
tempat ibadah, dan tempat-tempat umum lainnya untuk memastikan kualitas
kesehatan lingkungan yang baik.
c) Pelayanan kesehatan keluarga
Pelayanan kesehatan keluarga ditujukan kepada ibu dan bayi baru lahir, balita,
anak sekolah, calon pengantin, pasangan usia subur, dan lansia.
d) Pelayanan gizi
Pelayanan gizi melakukan deteksi dini masalah gizi yang terjadi di masyarakat
dan memberikan asuhan keperawatan atas masalah gizi yang dialami
masyarakat. Pemantauan pertumbuhan balita serta suplementasi gizi juga
menjadi tugas dari pelayanan gizi.
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit, dibagi atas pelayanan
terhadap penyakit menular dan penyakit tidak menular (PTM). Pelayanan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 69


pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular difokuskan kepada upaya
pencegahan perilaku yang berisiko dan deteksi di kasus PTM. Pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit menular difokuskan kepada penyakit
menular yang memiliki angka kejadian yang tinggi di Indonesia seperti
filariasis, demam berdarah, tuberkulosis, HIV/AIDS, dan lain-lain.

B. UKM pengembangan
Pelayanan UKM pengembangan diantaranya adalah upaya kesehatan gigi
masyarakat, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, pelayanan kesehatan tradisional
komplementer, pelayanan kesehatan olahraga, dan lain-lain.

Upaya Kesehatan Perseorangan


Upaya kesehatan perseorangan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit, mengurangi
penderitaan akibat penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan. Pelayanan yang
diberikan oleh Puskesmas adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2019):
A. Rawat jalan (kunjungan pasien sakit maupun sehat)
B. Gawat darurat
C. Pelayanan persalinan normal
D. Home care
E. Rawat inap

Jejaring Pelayanan Puskesmas dan Jejaring Puskesmas


Pelayanan kesehatan sejatinya merupakan hak dari seluruh masyarakat. Puskesmas
perlu berupaya agar seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerjanya mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai yang didukung dengan adanya jejaring pelayanan
Puskesmas dan jejaring Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2019).
A. Jejaring pelayanan Puskesmas
− Puskesmas pembantu
− Puskesmas keliling
− Bidan desa
B. Jejaring Puskesmas
− Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM)
− Usaha kesehatan sekolah
− Klinik
− Rumah sakit
− Apotek

70 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


− Laboratorium
− Tempat praktik mandiri tenaga kesehatan

Sistem Informasi Puskesmas


Sistem informasi Puskesmas merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan
kabupaten atau kota. Melalui sistem ini, Puskesmas melaporkan kegiatan yang telah
dilaksanakannya secara berkala kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pelaporan ini
dapat menggunakan media elektronik maupun non elektronik. Sistem informasi
Puskesmas mencakup (Kementrian Kesehatan RI, 2019):
A. Pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya
B. Pencatatan dan pelaporan keuangan Puskesmas dan jaringannya
C. Survei lapangan
D. Laporan lintas sektor terkait
E. Laporan jejaring Puskesmas di wilayah kerjanya

Daftar Pustaka

1. Kementrian Kesehatan RI. (2019) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia


nomor 43 tahun 2019 tentang pusat kesehatan masyarakat. Jakarta.
2. Kementrian PPN/ Bappenas. (2017) Penguatan pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas. Jakarta: Direktorat kesehatan dan gizi masyarakat kedeputian
pembangunan manusia, masyarakat, dan kebudayaan kementrian PPN/ Bappenas.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 71


72 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB IX
Manajemen Puskesmas
Cindra Paskaria

Pendahuluan
Manajemen merupakan serangkaian tahapan yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan kontrol agar mencapai sasaran secara efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP), Puskesmas harus melaksanakan manajemen Puskesmas yang
dilaksanakan dengan rutin dalam siklus “Plan-Do-Check-Action” (PDCA). Tim
manajemen Puskesmas dibentuk untuk memastikan siklus PDCA dapat berjalan dengan
baik dan juga bertanggungjawab atas manajemen mutu di Puskesmas (Kementrian
Kesehatan RI, 2016; 2019).

Siklus Manajemen Puskesmas


Puskesmas menyusun rencana kegiatan untuk periode lima tahunan yang selanjutnya di
breakdown kedalam rencana tahunan Puskesmas dengan mengacu pada rencana lima
tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Kementrian Kesehatan. Gambar 11.1
menunjukkan contoh siklus manajemen Puskesmas yang baik (Kementrian Kesehatan RI,
2016).

Gambar 1. Siklus Manajemen Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2016)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 73


Perencanaan
Perencanaan disusun melalui analisis masalah yang tepat berdasarkan data yang akurat.
Melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang), perencanaan
Puskesmas diintegrasikan dengan sistem perencanaan daerah, karena pemerintahan daerah
memiliki peran yang besar dalam menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat.
Tahapan perencanaan adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2016;
Kementrian PPN/ Bappenas, 2017):
A. Menyusun Rencana Lima Tahunan
Rencana lima tahunan Puskesmas menjamin kelangsungan pelaksanaan kegiatan
pelayanan kesehatan di setiap tahunnya, sehingga walaupun terjadi pergantian
kepala Puskesmas atau pengelola program, kegiatan pelayanan kesehatan dapat
berjalan dengan baik sesuai rencana. Penyusunan rencana lima tahunan Puskesmas
melalui tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahapan ini kepala Puskesmas menentukan tim manajemen Puskesmas
yang terdiri dari tim pembina wilayah, tim pembina keluarga, tim sistem
informasi Puskesmas, dan tim akreditasi Puskesmas. Tim manajemen
Puskesmas diberikan penjelasan mengenai pedoman manajemen Puskesmas
supaya dapat menyusun perencanaan dengan tepat.
2. Analisis situasi
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dan keadaan
masyarakat yang dihadapi oleh Puskesmas. Analisis situasi dilaksanakan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pengumpulan data kinerja Puskesmas
Tim manajemen Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data
kinerja Puskesmas dan dan status kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya pada setiap desa/ kelurahan, dalam rentang waktu empat tahun,
dimulai dari tahun N-5 sampai dengan tahun N-2. Data yang
dikumpulkan terdiri dari;
- data dasar
- data UKM esensial
- data UKM pengembangan
- data UKP
- data keperawatan kesehatan
masyarakat
- data laboratorium
- data kefarmasian
- profil kesehatan keluarga

74 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


b. Analisis data
Analisis data Puskesmas dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya:
- Analisis deskriptif
- Analisis komparatif
- Analisis hubungan dalam program dan antar program
c. Analisis masalah dari sudut pandang masyarakat
Survei mawas diri dilakukan terhadap masyarakat untuk mengenali apa
saja masalah yang ada di masyarakat dan apa potensi yang dimiliki oleh
masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut. Masyarakat perlu
dilibatkan dalam analisis masalah kesehatan sehingga mereka dapat
berperan aktif dalam penyelesaian masalah sesuai dengan batas
kewenangannya.
3. Perumusan masalah
a. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dilakukan dengan membuat tabel daftar masalah
yang dikelompokan menurut jenis upaya, target, pencapaian, serta
masalah yang ditemukan seperti pada tabel 11.1.
Tabel 1. Contoh Tabel Identifikasi Masalah
No Upaya Kesehatan Target Pencapaian Masalah
1. UKM esensial
a. Promosi kesehatan
b. …..
2. UKM pengembangan

3. Upaya Kesehataan
Perseorangan (UKP)
b. Menetapkan urutan prioritas masalah
Terdapat bermacam-macam metode untuk menentukan prioritas
masalah, salah satunya dengan metode USG (Urgency, Seriousness,
Growth). Tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dinilai
dengan skala 1-5 atau 1-10. Masalah yang menjadi prioritas merupakan
masalah yang memiliki skor tertinggi.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 75


Tabel 2 .Contoh Tabel Penentuan Prioritas
dengan Metode USG
No Masalah U S G Total
1 Masalah X 5 5 4 14
2 Masalah Y 3 3 3 9
3 Masalah Z 3 5 4 12

Berdasarkan contoh pada tabel 11.2, maka masalah yang menjadi


prioritas adalah masalah X.
c. Mencari akar penyebab masalah
Akar penyebab masalah perlu dikonfirmasi dengan data yang diperoleh
Puskesmas. Terdapat beberapa cara penentuan akar penyebab masalah,
diantaranya diagram sebab akibat dari Ishikawa (diagram tulang ikan)
dan pohon masalah (problem trees).
d. Menetapkan cara pemecahan masalah
Langkah pemecahan masalah meliputi curah pendapat (brain storming),
kesepakan diantara anggota tim, namun apabila tidak terdapat
kesepakatan maka digunakan metode tabel cara pemecahan masalah.
4. Menyusun rencana lima tahunan
Tahapan ini merupakan proses penyusunan program kegiatan dan penetapan
target berdasarkan cara pemecahan masalah yang telah disepakati.
B. Menyusun Rencana Tahunan
Rencana tahunan Puskesmas dilengkapi dengan usulan pembiayaan untuk
kebutuhan rutin, operasional, sarana, dan prasarana Puskesmas. Rencana Usulan
Kegiatan untuk tahun yang akan datang (N+1) disusun pada bulan Januari pada
tahun berjalan (N) berdasarkan analisis pencapaian kegiatan di tahun sebelumnya
(N-1). Tahapan penyusunan rencana tahunan sama dengan penyusunan rencana
lima tahunan, yang terdiri dari:
1. Persiapan
2. Analisis situasi
3. Perumusan masalah
4. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
5. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)

Penggerakan dan Pelaksanaan


Penggerakan pelaksaan program dapat dilakukan melalui rapat dinas, pengarahan saat
apel pegawai, dan melalui forum lokakarya mini Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI,
2016).

76 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


A. Lokakarya Mini Bulanan
a. Lokakarya mini bulanan yang pertama
b. Lokakarya mini bulanan rutin
B. Lokakarya Mini Tribulanan
a. Lokakarya mini tribulanan yang pertama
b. Lokakarya mini tribulanan rutin

Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja


Pengawasan dan pengendalian perlu dilakukan agar target dan output dari setiap
kegiatan dapat dicapai dengan optimal. Hasil pengawasan dan pengendalian akan menjadi
penilaian kinerja Puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
A. Pengawasan dan Pengendalian
Kinerja Puskesmas diawasi baik oleh pihak internal (Kepala Puskesmas, tim audit
internal, pengelola program) maupun pihak eksternal (Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota atau instansi lain)
B. Penilaian Kinerja Puskesmas
Kinerja Puskesmas dinilai untuk menentukan efektifitas dan efisiensi pelayanan
Puskesmas sehingga menjadi masukan bagi perencanaan kegiatan di tahun
mendatang.

Standar Pelayanan Minimal


Salah satu indikator penilaian kinerja Puskesmas adalah Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang kesehatan . SPM kesehatan merupakan suatu ketentuan mengenai jenis dan
mutu pelayanan kesehatan dasar yang wajib diberikan oleh pemerintah dan merupakan hak
setiap warga negara secara minimal. Capaian kinerja yang berdasar pada SPM kesehatan
harus 100%. Berikut ini merupakan jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan
Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2019):
a) Pelayanan kesehatan ibu hamil
b) Pelayanan kesehatan ibu bersalin
c) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
d) Pelayanan kesehatan balita
e) Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
f) Pelayanan kesehatan pada usia produktif
g) Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
h) Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
i) Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus
j) Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
k) Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 77


l) Pelayanan kesehatan terhadap pasien dengan Human Immunodeficiency Virus

Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen Puskesmas. Jakarta.
2. Kementrian PPN/ Bappenas. (2017) Penguatan pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas. Jakarta: Direktorat kesehatan dan gizi masyarakat kedeputian
pembangunan manusia, masyarakat, dan kebudayaan kementrian PPN/ Bappenas.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2019) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada
standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Jakarta.
4. Kementrian Kesehatan RI. (2019) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 43 tahun 2019 tentang pusat kesehatan masyarakat. Jakarta.

78 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB X
Keselamatan Pasien (Patient Safety)
July Ivone
Primum, non nocere (First, do no harm) - Hiprocrates

Setiap pasien berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, oleh karena
itu keselamatan pasien merupakan hal yang sangat penting. Keselamatan pasien adalah
suatu sistem dalam pelayanan Kesehatan yang membuat asuhan pasien lebih aman.
Keselamatan pasien merupakan acuan dan prinsip utama dalam proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas pelayanan Kesehatan
diwajibkan memiliki manajemen keselamatan pasien untuk menjamin keselamatan dan
keamanan bagi seluruh pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa pelayanan
medis oleh tenaga Kesehatan yang bermutu, prima dan maksimal, sehingga tercipta
keselamatan bagi pasien. (Nunung R, 2018)
Menurut Burke dan Litwin, dalam mewujudkan keselamatan pasien harus terdapat
kombinasi antara pendekatan transaksional dan transformasional, yaitu:
1. Lingkungan eksternal
2. Kepemimpinan
3. Budaya organisasi
4. Praktek manajemen
5. Struktur dan sistem
6. Tugas dn keterampilan individu
7. Lingkungan kerja, kebutuhan individu, dan motivasi

Sasaran keselamatan pasien menurut Kemenkes (Kemenkes, 2011)


1. Ketepatan identitas pasien
2. Peningkatan komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, prosedur, dan pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan Kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di RS (WH0, 2007)


1. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (LASA)
2. Memastikan identifikasi pasien dengan benar (minimal nama, tanggal lahir, dan
nomor rekam medis)
3. Melakukan komunikasi secara benar saat serah terima pasien

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 79


4. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Mengendalikan cairan elektrolit pekat, penyimpan tersendiri
6. Memastikan keakurasian dalam pemberian obat pada pengalihan pelayanan (5
Benar)
7. Menghindari kesalahan dalam kateter dan kesalahan sambung slang
8. Menggunakan alat injeksi disposable
9. Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosocomial dengan
cara mencuci tangan (5 waktu)

Kesembilan solusi ini perlu menjadi perhatian para tenaga Kesehatan dalam melayani
pasien agar keselamatan pasien dapat terlaksana dengan baik.

Manajeman Keselamatan Pasien


Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaksanakan manajemen keselamatan
pasien. Keselamatan pasien dan peningkatan pelayanan kesehatan harus menjadi fokus
utama setiap petugas kesehatan. Manajemen keselamatan pasien dapat menjadi solusi
untuk mencegah dan meminimalisasi risiko cedera medis pada pasien.
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib berkomitmen dalam melaksanakan Langkah-
langkah manajemen keselamatan pasien, diantaranya adalah:
1. Pelaksanaan manajemen keselamatan pasien di rumah sakit, dilaksanakan oleh Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS). Diketuai oleh dokter, anggota dapat
terdiri dari dokter gigi, kefarmasian, perawat, dan lain-lain. Tim ini yang
melakukan pengembangan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
mengenai insiden, pelaporan bersifat rahasia.
2. Pelaksanaan manajemen keselamatan pasien di Kabupaten/kota, pada tingkat ini
dilakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di
wilayahnya, dilakukan pembinaan pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit.
3. Pelaksanaan manajemen keselamatan pasien di Puskesmas, dengan tujuan untuk
mengurangi risiko terjadinya insiden. Dimulai dengan identifikasi, praktik
manajemen risiko, dan sistem pencatatan serta pelaporan insiden.

Kerja Sama Tim dan Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif merupakan hal yang sangat penting di dunia medis. Komunikasi
antar petugas kesehatan dalam melayani pasien, pengalihan tanggung jawab, dapat secara
langsung misalnya penyampaian melalui tatap muka atau secara tidak langsung melalui
telepon, tulisan, dan sebagainya. Komunikasi berisikan informasi kesehatan pasien atau
masyarakat.

80 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Hambatan yang dapat terjadi dalam komunikasi di bidang kesehatan dapat terjadi
karena tidak memahami pasien, tidak mengetahui budaya pasien, petugas kesehatan tidak
melakukan evaluaai terkait respon proses komunikasi, tidak menjdai pendengar yang
baik,dan tidak memahami sarana komunikasi. Dengan terjalinnya komunikasi yang efektif
dapat mempengaruhi kesembuahn pasien, menurut Cahyono (2008).
Kerjasama tim memiliki karakteristik setiap individu mempunyai peran yang spesifik
untuk dilakukan dan berkoordinasi dengan anggota lain untuk mencapai tujuan yang sama,
terdapat ketergantunga antara alur kerja, tindakan, dan tujuan bersama. Anggota tim harus
terlibat dalam proses pengerjaan tugas dan kerja sama tim untuk mencapai tujuan bersama.
Suatu tim yang efektif terdiri dari:
1. Stuktur organisasi yang memiliki tujuan jelas, budaya dan tugas yang spesifik,
peran yang berbeda, kepemimpinan yang sesuai, anggota yang relevan, serta
sumber daya yang adekuat.
2. Kontribusi individu, berupa komitmen, pengetahuan, kepercyaan dan fleksibititas.
3. Proses tim, koordinasi, komunikasi, hubungan sosial, dan feedback terhadap
kinerja.

Faktor Manusia
Model “keju Swiss” terhadap timbulnya kecelakaan merupakan teori yang terbaik.
Tidak cukup hanya menyalahkan satu orang saja sebagai pelaku kesalahan, tetapi
sebaiknya dipahami faktor-faktor predisposisi yang akan selalu ada. Pandangan ini
membantu dalam pemahaman bahwa manusia bukanlah “penyebab” kecelakaan, akar
kecelakaan berasal dari organisasi, kecelakaan menjadi petunjuk untuk masalah-maslah
yang berada di dalam sistem, juga kecelakaan terjadi merupakan gabungan berbagai
masalah. (Panesar SS, 2017)

Beberapa Istilah yang Perlu Diketahui


1. Insiden keselamatan pasien adalah suatu keadaan yang tidak disengaja dan dapat
menyebabkan cedera berupa: Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kondisi Potensial Cedera
(KPC), dan Sentinel.
2. KTD adalah suatu kejadian yang menyebabkan cidera yang tidak disengaja.
Kerugian dapat berupa kerugian material, finansial, atau dalam bentuk lain. Hampir
50% KTD dapat dicegah. KTD merupakan salah satu faktor yang mendorong upaya
pembentukan dan pelaksanaan sistem keselamatan pasien.
3. KNC adalah insiden yang terjadi, tetapi belum sampai mencederai ke pasien.
KNC sering juga disebut sebagai near miss.
4. KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 81


5. KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden.
6. Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius.

Insiden Paparan Cedera


KTD ✓ ✓ ✓
KTC ✓ ✓ -
KNC ✓ - -
KPC - - -

Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien


Monitoring dan evaluasi keselamatan pasien merupakan suatu proses manjemen
keselamatan pasien. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kajian dari suatu pelayanan
kesehatan. Dari hasil yang didapat, maka akan dilakukan intervensi, yang dapat berupa
rekomendasi dan upaya tindak lanjut, seperti perbaikan sumber daya manusia (pelatihan,
peningkatan pengetahuan terkait keselamatan pasien, perbaikan atau penambahan fasilitas,
sarana prasaran untuk meningkatkan keselamatan pasien yang sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil monitoring dan evaluasi ini wajib
disampaikan kepada semua pihak yang terkait dengan program keselamatan pasien.
Keberhasilan program keselamatan pasien dinilai melalui indikator yang mengukur
kepatuhan terhadap prosedur yang telah ditetapkan, menurunnya angka KTD, KNC, dan
sentinel, juga melalui tidak terulangnya kejadian tersebut (Depkes, 2008).

Pencatatan dan Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien


Pencatatan dan pelaporan kejadian keselamatan pasien merupakan salah satu bagian
yang penting dalam manajemen keselamatan pasien. Mengakui kesalahan saat terjadi KTD
atau kesalahan apapun, tidaklah mudah. Budaya tidak saling menyalahkan dan penggantian
kerugian akibat kesalahan medis merupakan prinsip dasar.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah untuk menurunkan KTD, KNC, KTC, KPC,
dan kejadian sentinel. Harapannya, jika tujuan tersebut tercapai, maka budaya keselamatan
pasien dapat terlaksana dengan baik di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hal yang sering terjadi adalah petugas kesehatan merasa tidak bertanggung jawab untuk
melaporkan setiap kejadian. Hal tersebut dapat diatasi dengan edukasi dan informasi,
bahwa pelaporan insiden merupakan tanggung jawab semua petugas kesehatan. Dapat juga
karena underreport dan kurangnya dapat karena ketakutan saat hendak melaporkan.

82 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Alur pelaporan kejadian keselamatan pasien, pertama dilaporkan kepada Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) internal, setelah itu akan dilaporkan secara
eksterna ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melalui tahapan
investigasi, mencari akar permasalahan (Root Case Analysis), yang dilanjukan dengan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Tujuan mencari akar permasalahan adalah agar di
kejadian tidak terulang di kemudian hari, belajar dari kesalahan terdahulu.

Daftar Pustaka
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. WHO. Nine patient safety solutions. 2007.
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2007/pr22/en/
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
4. WHO. World Alliance For Patient Safety Forward Programme 2005. 2004
5. Rachmawati N, Harigustian Y. Manajemen Patient Safety. 2019
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien.
7. Panesar SS, Stevens AC. Kelamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan
Kesehatan. 2017

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 83


84 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB XI
Peran Keluarga Dalam Penyalahgunaan Narkotika
Muchtan Sujatno
BAB I
1.1 Pendahuluan
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil dan sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungan dengan perkembangan
individu sering dikenal sebagai: Primary Group. Kelompok Primary Group ini yang
melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadian masyarakat. Keluarga
bukan hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Perkembangan intelektual akan
kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan
dengan masalah keluarga. Hal inilah yang menimbulkan masalah sosial karena kehilangan
pijakan dan keluarga sering terlihat kehilangan perannya → perlu dikembalikan. Peran
keluarga yang terdiri dari suami, istri yang selalu menjaga rasa aman dan ketentraman
ketika menghadapi segala suka duka hidup dan eratnya ikatan luhur hidup bersama dengan
anak-anaknya. Anak-anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai dapat melihat serta
mengenal dirinya sendiri dan kemudian belajar melalui pengenalan itu dari sinilah peran
keluarga dapat membimbing anak-anaknya dalam pengenalan keluarga dan kemudian
masyarakat dan lingkungannya yang mempersiapkan pendidikan, ketrampilan, dan budi
pekerti yang dilandasi oleh agama.
a. Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara
langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung
secara individual di masyarakat. Yang perlu diperhatikan dalam peran keluarga adalah:
Keluarga hendaknya selalu menjaga dan memperhatikan cara pandang hidup terhadap
kebutuhan-kebutuhan pokoknya, baik bersifat organik maupun psikologis, sehingga
cara pemenuhan kebutuhan itu dapat berjalan pada batas-batas yang sesuai dengan
porsinya. Selalu menjaga dan memperhatikan cara pandang hidup terhadap kebutuhan-
kebutuhan pokoknya baik bersifat organik maupun psikologik, sehingga pertumbuhan
biologis dan psikologis tak menimbulkan kesan yang wajar.
b. Mempunyai tanggungjawab moral dalam pendidikan
c. Membina individual dijadikan pengembangan individu, pada tahap inilah keluarga
membina ke arah cita-cita dan menanamkan kebiasaan yang baik dan benar
d. Keluarga jadi “model” acuan yang baik untuk ditiru & menjadi kebanggan masyarakat.
Dalam perkembangan yang paling rawan dalam keluarga adalah masa remaja.
Sulastri pada tahun 1983 menyatakan bahwa remaja adalah usia antara 12 – 20 tahun,
sedangkan Sarwono pada tahun 1989, yang disebut remaja adalah usia antara 11 – 24
tahun. Menurut Mansyur pada tahun 1988, dalam tulisannya bahwa remaja mempunyai
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 85
sifat atau cirri ciri khusus dalam perilakunya. Peran keluarga dalam hal ini mempunyai
peran sangat penting karena menurut Setyonegoro dan Mansyur (1975), dalam
penelitiannya bahwa yang paling banyak menyalahgunakan narkoba adalah remaja.
Istilah penyalahgunaan obat (drug abuse) ditafsirkan sebagai penggunaan obat dengan
tujuan nonmedis (nonmedical drug use). Istilah ini jangan diartikan sebagai penggunaan
salah obat (drug misuse). Ketergantungan merupakan fenomena biologis yang sering
dikaitkan dengan penyalahgunaan obat. Ketergantungan psikologis dimanifestasikan oleh
dorongan perilaku abnormal yang mana individu menggunakan obat secara berulangkali
untuk kepuasan pibadi, misalnya merokok. Bila lama tak menggunakan rokok, maka
menghasilkan hasrat atau keinginan yang kuat untuk menggunakannya lagi (craving).
Ketergantungan psikologis terjadi ketika penggunaan ulang obat menghasilkan gejala
putus obat (withdrawal effect). Penyalahgunaan obat dapat menimbulkan efek
farmakologis: toleransi, habituasi, dan adiksi serta gejala putus obat (GPO).

1.2 Keluarga dan Remaja


Peran keluarga sangatlah penting bagi perkembangan selanjutnya khususnya para
remaja, dikutip oleh Ani Mardatil (2020) yang hampir sesuai dengan pendapat Mansyur
pada tahun 1988 mwngemukakan beberapa ciri khas remaja:
1. Perubahan peranan. Perubahan dari masa kanak ke remaja. Pada masa anak berperan
sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan bereaksi yang ingin selalu
bergantung dan dilindungi, sedang masa remaja ia berharap mampu mandiri, akibatnya
akan timbul kecemasan, kegelisahan yang mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia
mudah tersinggung, marah, kecewa, dan putus asa.
2. Dorongan untuk mendapatkan kebebasan. Hal ini menyebabkan pemberontakan
terhadap orang tua atau tokoh otoriter lainnya, untuk membuktikan pada dunia
sekelilingnya maupun pada dirinya bahwa ia benar benar mampu mandiri. Seringkali
ia menunjukkan kebebasannya itu dengan cara berlebihan, kadang kadang dengan
tingkahlaku antisosial, tingkah laku ganjil atau merugikan diri sendiri, keras kepala,
tak mau kalah, dan tidak mau apa yang diingini orang tua.
3. Kegoncangan emosional. Hal ini mengakibatkan reaksi emosional menjadi labil dan
sukar untuk diramalkan. Perubahan emosi dapat terjadi secara mendadak seperti dari
suatu keadaan gembira menjadi sedih atau marah.
4. Rasa ingin tahu yang menonjol. Hal ini menyebabkan remaja berusaha untuk
mencoba segala sesuatu yang belum diketahui. Ia ingin mencoba segala sesuatu yang
baru dan kadang kadang melakukan sesuatu tanpa disadari maksud dan tujuannya.
5. Daya fantasi yang berlebihan. Keterbatasan kemampuan yang ada pada dirinya
menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam keinginannya.
Untuk mernghindarkan kekecewaan yang mungkin dialaminya, ia mencari jalan keluar

86 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


dengan berkhayal dan berangan-angan. Suatu fantasi yang positif dapat mencetuskan
ide ide baru dan meningkatkan kreativitas.
6. Ikatan kelompok/sebaya yang kuat. Ketidak mampuan remaja dalam menyalurkan
segala keinginan dirinya menyebabkan timbul dorongan yang kuat untuk berkelompok.
Di dalam kelompok seluruh kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun menjadi suatu
kekuatan besar, sehingga dirinya akan merasa lebih aman dan terlindung, oleh karena
itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya. Rasa setiakawan begitu
eratnya sehingga ia rela berkorban untuk dirinya maupun orang lain.
7. Krisis identitas. Pada usia remaja, mereka mencari identitas diri, dengan terbentuknya
identitas diri, seorang individu sudah mampu memberikan jawaban tentang siapakah
saya, apakah saya dan dimanakah tempat saya. Untuk mengatasi krisis identitas
dibutuhkan tokoh identifikasi yang baik dan menjadi tokoh kebanggan dari remaja,
sehingga dapat mengambil alih nilai nilai atau norma norma tokoh tersebut untuk
dijadikan jati dirinya.
Pada bahasan mengenai remaja dapat disimpulkan bahwa remaja dengan kemungkinan
kepribadiannya yang masih labil merupakan kelompok usia dengan risiko cukup tinggi
dalam penyalahgunaan narkoba.

1.3 Faktor Lingkungan Sosial


Di dalam lingkungan sosial, keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam
kehidupan manusia. Masyarakat mempunyai kondisi sosial budaya tertentu dengan tata
nilai dan norma norma dalam tatanan kehidupannya, dengan demikian keadaan lingkungan
sosial dapat terjaga dengan baik karena ada tertib sosial, sehingga struktur, fungsi maupun
proses yang ada di masyarakat akan berjalan dengan baik.
Dengan adanya penyesuaian diri dan kontrol sosial, kita berharap melalui proses sosialisasi
akan terjadi integrasi dan bukan keretakan (disintegrasi)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 87


Sosial Budaya

Tertib Sosial

Integrasi Struktur Integrasi Fungsi Proses Interaksi

Penyesuaian dan kontrol Sosial

Sosialisasi

Keretakan Integrasi

Ossilasi
Gambar 1. Tertib Sosial
Sumber: Muchtan (1992). Disertasi

Masalah narkoba akan berpengaruh terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat, dalam


hal ini menyebabkan perubahan lingkungan sosial. Lingkungan sosial mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap individu-individu yang mempunyai kecenderungan untuk
menyalahgunakan narkoba. Mar`at pada tahun 1982 mengemukakan masalah sikap. Sikap
merupakan produk proses sosialisasi pada seseorang yang bereaksi sesuai dengan rangsang
yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada objek tertentu (dalam hal ini narkoba), berarti
ia akan menyesuaikan diri terhadap objek dan kesediaannya untuk menerima atau menolak
objek tersebut. Perubahan sosial mengakibatkan perubahan tata nilai dan norma-norma,
yang pada gilirannya menimbulkan perubahan struktur dan fungsi dalam masyarakat.
Lebih-lebih dengan kemajuan iptekdok, maka pengaruh global pada masyarakat sangat
cepat terjadi.
OBAT

MANUSIA LINGKUNGAN SOSIAL


Gambar 2. Skema Hubungan interaksi Obat, Manusia dan Lingkungan sosial
Sumber : Muchtan (1992). Disertasi

88 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


1.4 Faktor Manusia Penyalahguna Obat
Hawari dalam tahun 1991 dalam penelitiannya melaporkan bahwa penyalahguna obat
adalah proses mental adiktif, pada dasarnya penyalahguna adalah orang yang mengalami
gangguan jiwa, sedang penyalahgunaan obat adalah perkembangan lanjut pada gangguan
jiwa. Proses penyalahgunaan obat karena ada beberapa faktor:
1. Faktor predisposisi. Seseorang yang mempunyai gangguan kepribadian antisosial
dan merasa tidak puas pada dirinya maupun terhadap perilaku orang lain. Orang ini
tidak dapat mengatasi permasalahan secara wajar, baik di rumah atau dalam
pergaulan sosialnya, disamping itu terdapat rasa cemas atau depresif. Penderita ini
jalan keluarnya cenderung menggunakan narkoba.

2. Faktor Kontribusi Seseporang yang hidup dalam keluarga utuh akan lebih baik
daripada di dalam keluarga yang tak utuh (broken home), dengan demikian
keutuhan keluarga merupoakan salah satu faktor terjadi penyalahgunaan obat
(termasuk kesibukan orang tua, hubungan interpersonal kurang baik) menyebabkan
kecenderungan menggunakan narkoba.
3. Faktor presipitasi. Faktor ini mencakup dua aspek yaitu: a. Kelompok teman
sebaya, yang umumnya adalah usia remaja dan b. Faktor narkoba. Interaksi ketiga
faktor tersebut Gb 2 dan secara skematik dilihat pada Gb 3.

FAKTOR PREDISPOSISI FAKTOR KONTRIBUSI


1. Gangguan kepribadian Kondisi keluarga
antisosial Keutuhan keluarga
2. Kecemasan Kesibukan ortu
3. Depresi Hub. Interpersonal

FAKTOR PRESIPITASI
Pengaruh teman sebaya
Dan Narkoba

Penyalahguna Penyalahguna Penyalahguna

Ketergantungan narkoba
Gambar 3. Proses terjadinya penyalahgunaan narkoba
Sumber: Hawari (1991). Disertasi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 89


BAB II
2.1 Faktor Obat (Narkoba)
Narkoba sebagai obat terlarang dapat masuk dalam tubuh dengan beberapa cara.
Kemudian obat masuk dalam tubuh dan tubuh menyesuaikan untuk tingkat homeostasis
baru selama periode penggunaan obat dan memperlihatkan reaksi yang berlawanan ketika
keseimbangan yang baru terganggu. Adiksi sering diartikan sebagai keadaan
ketergantungan psikologi dan fisiologi, tapi sebenarnya kurang tepat.
Toleransi menunjukkan menurunnya respon terhadap pengaruh obat, mengharuskan
dosis lebih tinggi untuk mencapai efek yang sama. Toleransi lebih dekat kaitannya dengan
fenomena ketergantungan fisiologis. Hal tersebut sering mengubah respon tubuh terhadap
farmakodinamika obat, ada:
1. Toleransi metabolis yaitu peningkatan disposisi obat setelah penggunaan kronis
2. Toleransi perilaku merupakan kemampuan tubuh mengkompensasi efek obat dan ini
merupakan kemungkinan lain dari mekanisme ketahanan tubuh.
3. Toleransi fungsional yang kemungkinan tipe yang paling sering terjadi, yaitu akibat
perubahan yang bersifat kompensasi pada reseptor, enzim efektor, atau kerja
membrane terhadap obat.
Pertimbangan Budaya
Setiap masyarakat menerima obat obat tertentu sebagai yang digunakan dengan lazim
(licit) dan yang melanggar hukum (illicit). Di Timur Tengah cannabis dapat ditambahkan
pada daftar obat obat licit, tapi alkohol merupakan obat terlarang. Diantara rumpun
penduduk di Amerika, peyote suatu halusinogen dimasukan dalam kelompok licit untuk
tujuan keagamaan. Di Andes di Amerika Selatan, kokain digunakan untuk menghilangkan
lapar dan meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan yang sulit. Biaya sosial utama dari
pemindahan beberapa obat ke dalam kategori illicit adalah sering menimbulkan suatu
kejahatan, akibat penyuplai tergoda pada jalur illegal dengan peluang untuk mendapatkan
laba lebih besar meskipun pengguna yang ketergantungan mungkin melakukan pencurian,
prostitusi, dan jenis perilaku antisosial lainnya yang mendukung kebiasaan mereka. Biaya
kesehatan dan sosial yang dikaitkan dengan penyalahgunaan obat parentral menimbulkan
tingginya transmisi HIV dan virus hepatitis melalui penggunaan jarum suntik secara
bersama sama.
2.2 Sejarah
Kata opium berasal dari Greek untuk juice yang berasal dari Papaver somniferum.
Referensi poppy juice ditemukan pada tulisan Theophratus pda abad ke 3 B.C. Opium
digunakan sebagai obat oleh dokter Arab dan diperkenalkan oleh pedagang Arab ke
Oriental yang digunakan utamanya untuk disentri. Pada pertengahan abad ke 16 mulai
digunakan di Eropah. Pada tahun 1803, Serturner seorang ahli farmasi mengisolasi opium

90 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


yaitu alkaloid. Yang disebut morphine (dewa Morpheus = the Greek god of dreams).
Kemudian ditemukan alkaloid lainnya kodein (1832); papaverin (1848).

2.3 Masalah Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)


Penyalahgunaan obat terjadi pada obat-obat:
1. CNS depressant: alkohol, dan sedative
2. Nikotin dan Tembakau
3. Opioid
4. Psikostimulan : amfetamin dan kokain
5. Cannabinoids
6. Psikedelik
7. Inhalan (volatile solvents, nitrous oxide, dan ethyl ether).
Penyalahgunaan obat kombinasi biasa terjadi pada klasifikasi ini. Beberapa kombinasi
dilaporkan digunakan karena interaktif efeknya. Sebagai contoh kombinasi heroin dan
kokain yang disebut “speedball” atau alkohol dan kokain. Bila ditemukan pasien dengan
gejala overdose (OD) atau withdrawal, maka dokter harus hati hati pada keadaan
kombinasi ini, karena tiap obat mungkin membutuhkan pengobatan khusus. Contoh-
contoh drug abuse khususnya Narkoba:
2.3.1 Opioids
Obat opioids utama digunakan untuk rasa sakit (analgesik). Kerja SSP adalah
mengurangi rasa sakit dan juga menghasilkan rasa nyaman dan euforia.. Jadi obat ini
digunakan diluar jalur medis untuk mendapatkan efek pada mood. Opioids digunakan
untuk nyeri yang berat (severe pain) yang dikenal dengan analgetik narkotik dan untuk
yang ringan dapat diberikan obat non-steroidal antiinflamasi (NSAIDs).
Heroin adalah yang sering disalahgunakan. Tak ada jalur legal untuk heroin untuk
penggunaan klinik. Dijalanan (Amerika Setikat) sangat mudah didapatkan: setiap 100 mg
puyer heroin hanya mengandung 4 mg heroin (0-8 mg). Pada pertengahan tahun 1990-an
street heroin mencapai 45% - 75% kemurnian heroin, tapi ditemukan juga yang 90%. Ini
berarti ambang ketergantungan fisik diantara adiksi heroin relatif tinggi dan para pengguna
dengan yang menggunakan interrupt regular dosing akan mengalami gejala putus obat
yang berat. Penggunaan heroin biasanya injeksi I.V, dirokok atau per-nasales (snorted).
Kita tinjau beberapa efek Opioid dan turunannya
a. Mekanisme Toksisitas dan Manifestasi Gejala Klinik
Opioids mempunyai bermacam-macam derivat yang potensial untuk menghasilkan
toksisitas berat yang bergantung pada dosis dan cara pemberian. Mekanisme kerja obat
akan menghasilkan efek toksiknya adalah sama. Telah dinyatakan bahwa efek toksik ada
hubungan dengan aksi farmakologiknya.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 91


Tabel 1. Opioids receptors for possible toxic action
Receptors Narcotic Clinical effect
µ Morphine-like analgesics Analgesia
Euphoria
Respiratory depression
Miosis
κ Pentazocine Analgesia
Nalorphine Sedation
Cyclazocine Miosis
Levallorphan

σ Pentazocine Dysphoria
Cyclazocine Delusions
Nalorphine Hallucination
Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990). Principles of Clinical Toxicology.
2nd Ed, p272

Aksi farmakologiknya akan berbeda beda pada macam macam reseptornya. Respon
klinik analgesia, eforia, depresi respirasi, dan miosis disebabkan oleh µ reseptor, Tipe
analgesia yang berbeda juga dihasilkan oleh κ reseptor, dan efek psikogenik seperti
disforia, delusi, dan halusinasi dari σ reseptor (lihat Tabel1).
Karakteristik keracunan opioid dapat digambarkan pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Characteristics of opioid toxicity

CNS depression – coma Hypotension


Respiratory depression Decrase urinary output
Pulmonary edema decrase gastrointestinal motility
Hypothermia
Miosis
Bradycardia

Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990) : Principles of Clinical Toxicology
2nd Ed, p272

Tanda dan gejala yang berhubungan dengan opioid overdose akut, biasanya timbul mulai
20 – 30 menit sesudah pemberian per-oral atau dalam kurun waktu menit sesudah parentral.
Gejala yang nyata terhadap CNS merupakan gejala pertama yaitu nausea dan muntah.
Muntah disebabkan stimulasi kemoreseptor trigger zone (CTZ). Gejala yang berat dari

92 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


overdosis adalah depresi SSP, yang menyebabkan kondisi tertidur dan stupor, dan semua
ini bergantung jumlah dan cara pemberian.
Pada Tabel 3 berikut ini adalah gambaran tentang Farmakokinetik Opioids

Tabel 3. Comparison of Opioids


Narcotic Equianalgesic T1/2 Blood levels
dose (mg) Plasma Thera Toxic Lethal
(hr) peutic(µg%) µg% µg%
Morphine 10 2.5-3 1-7 10-100 >400
Codein 120 3-4 µg/dl
Heroin 3-4 2.5-3 1-12 20-50 >60µg/dl
Methadone 8-10 15 single +>
dose - 10-100 >400µg/dl
22-25 30-100 200 >400µg/dl
maintenance
Propoxyphene 240 12
Meperidine 80-100 3-4
Pentazocine 30-50 2-3 5-20 30-60 80-
Hydromorphone 1.5 2-4 200µg/dl
30-100 500 1-3
Oxycodone 15 - mg/dl
10-60 200-500 1-2
mg/dl
0. 1-3 10-200 >300µg/dl
1-10 20-500 -
Sumber : Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990), Principles of Clinical Toxicology
2nd Ed, p274

b. Masalah Toleransi
Toleransi yang berkembang adalah euforia. Toleransi juga berkembang terhadap efek
depresi pernafasan, analgesik, sedasi dan emetik. Heroin cenderung meninggikan dosis
harian, bergantung pada sumber keuangan dan ketersediaan obat. Bila tersedia, heroin
dosisnya dapat meningkat secara progresif 100 kali. Pengguna heroin biasanya diikuti
dengan infeksi bacterial → abses kulit, endokarditis, infeksi pulmonal, terutama TBC dan
infeksi virus: hepatitis, dan HIV.Seperti dengan para adiksi, stadium I adalah pengobatan
ketergantungan dan detoksifikasi. Opioid withdrawal syndrome tidak menyenangkan tapi
tak mengancam jiwa. Dimulai dalam waktu 6-12 jam setelah penggunaan dosis terakhir
pada yang akut dan dapat juga setelah 72-84 jam pengobatan terakhir. Lama dan intensitas
sindrom berkaitan dengan klirens obat.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 93


Gejala gejala klinik terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Characteristics of Opioid Withdrawal


Symptom Signs
Pupillary dilatation
REGULAR WITHDRAWAL Sweating
Craving for opioids Piloerection (gooseflesh)
Restlessness, irritability Tachycardia
Increased sensitivity to pain Vomiting, diarhoe
Nausea, cramps Increased blood pressure
Muscle aches Yawning
Dysphoric mood Fever
Insomnia, anxiety

PROTRACTED WITHDRAWAL
Anxiety Cyclic changes in wight, pupil size, respiratory
Insomnia center sensitivity
Drug craving
Sumber: Goodman & Gilman’s (2006) The Pharmacological Basis of Therapeutics 11 th Ed,
p619
c. Intervensi Farmakologik
Opioid withdrawal dapat diobati dengan 3 cara:
Cara 1: Biasanya diberikan atas dasar cros-tolerance yaitu dengan gradual dose
reduction. Detoksifikasi diberikan seperti tipe lain pada ketergantungan fisik. Perubahan
dari short acting opioid (heroin) ke long acting opioid seperti methadone. Dosis inisial
metadon adalah 20-30 mg. Total dosis per hari dapat dihitung bergantung respon dan
berkurang 20%/hari selama detoksifikasi.
Cara II: Penggunaan Clonidin, sebagai obat antihipertensi. Klonidin adalah α2 agonis
adrenergic yang menyebabkan berkurangnya neurotransmisi adrenergik dari lokus
cereleus. Banyak gejala otonomik oleh opioid seperti nausea, muntah, krams, berkeringat,
takikardia, dan hipertensi hasil dari hilangnya supresi opioid sistem lokus cereleus. Dosis
yang digunakan secara titrasi mulai dari 0,2 mg/oral. Efek samping postural hipotensi.
Cara III: Aktivasi endogenus system opioid tanpa obat, misalnya dengan akupunktur.
Dismping itu untuk detoksifikasi antagonis opioid presipitasi dengan anesthesia umum.
d. Long Term Management
Pada penderita yang pulang dari rumah sakit setelah pengobatan, akan memungkinkan
timbul kembali dengan cepat ke compulsive used. Adiksi adalah penyakit khronik
memerlukan long term treatment. Banyak faktor untuk terjadinya relaps. Satu faktor pada
withdrawal syndrome tidak berhenti selama 5- 7 hari. Ini gejala yang tak diketahui (lembut)
yang disebut: Protracted withdrawal syndrome.

94 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


e. Agonis dan Parsial Agonis.
Pasien yang mendapat metadon atau buprenorfin tidak akan mengalami gejala turun naik
seperti halnya heroin. Drug craving menurun dan dapat menghilang. Karena terjadi cross
tolerance (heroin → metadon), pasien yang menggunakan heroin jalanan akan menurun
dosisnya. Buprenorfin sebagai parsial agonist, mempunyai ceiling effect pada kira2 16 mg
sublingual tablet ekual tidak lebih dari 60 mg metadon. Pasien mulai toleran pada efek
sedatif metadon dan mulai dapat bersekolah atau kerja.
f. Antagonis
Opsi lain adalah dengan antagonis opioid. Naltrexone adalah antagonis dengan afinitas
tinggi untuk µ reseptor, akan kompetitif dengan heroin. Naltrexone tak ada efek agonis.

2.3.2 Ganja
Dikenal juga sebagai marijuana, hashis, pot, dope and grass, biasanya didapat pada
Cannabis sativa.
Penyalahgunaan Ganja
Canabis biasanya disalahgunakan, di beberapa Negara, digunakan setara dengan
alkohol atau tembakau. Penggunaannya dirasakan relaks dan membuat warna dan suara
lebih jernih dan keras (brighter and louder). Tanaman yang kering biasanya digunakan
sebagai rokok atau dengan pipa.
Tanda-Tanda dan Gejala
Efeknya dirasakan dalam 10 menit setelah merokok, dan dirasakan selama 2 – 3 jam.
Bila dimakan efeknya dimulai antara 30 – 60 menit dan berakhir 2 – 5 jam.
Efeknya:
- Biasanya nyaman, gembira dan ngantuk, tapi pada dosis tinggi menyebabkan takut,
panic dan bingung.
- Denyut nadi cepat
- Tak bisa berdiri tegak (tidak balans/imbang), halusinasi, mengantuk, gangguan
bicara, dan
- Batuk bila obat dihirup, atau waktu merokok.
Bila pemakaian dengan suntikan gejala lebih serius: sakit kepala hebat, pusing, pernafasan
tak teratur, demam, tekanan darah rendah dan tak sadar (unconsciousness).
Penanganan
Bila pasien tak sadar, letakan dalam posisi miring dalam posisi recovery. Periksa
pernafasan setiap 10 menit. Bila pasien cemas atau bingung diletakan pada kamar sunyi,
ruangan hangat.
Bila dimakan: Tak perlu diberi tindakan muntah. Bila pasien sadar penuh, pernafasan
normal dan tak muntah berikan activated charcoal (arang) dan beri minum.
Terapi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 95


Bila pasien dengan halusinasi , beri klorpromazin 50 – 100 mg, IM.
Bila pasien dengan suntikan: Monitor pernafasan, denyut nadi, tekanan darah, temperature.
Terapi suportif diberikan: Oksigen, ventilasi mekanik bila perlu. Bila disertai tekanan
darah rendah pasien dibaringkan dengan kaki lebih tinggi dari kepala.

2.3.3 Alkohol
Etanol adalah alkohol yang paling tua dan sering digunakan.
Farmakologi
Ia bersifat psikoaktif, dan suatu CNS depresan (depresi SSP) yang bekerja pada sistem
stimulai retikuler (reticular activating system) di Otak. Pada kenyataan ia mempunyai efek
seperti anestesi umum. Toksisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan methanol atau
isopropanol. Etanol sering mendatangkan keracunan
Penggunaan dan Penyalahgunaan Alkohol
Bila orang menyebut alkohol, biasanya adalah ethanol. Minuman beralkohol (bir,
anggur dan spirit) mengandung etanol. Etanol juga terkandung dalam obat cairan, obat
kumur, antiseptik, desinfektan, dan kosmetik seperti setelah bercukur, wangi2an dan
cologne.
Penyalahgunaan alkohol sering terjadi di masyarakat, yang cenderung menjadi khronis
dan ketergantungan.

Produk produk yang mengandung alkohol:

Distilled spirits 40 – 50% Gol A 1- 5% alkohol


Wine 10 – 20% Gol B 5 – 20% alkohol
Beers 2 – 10% Gol C 20 – 45%
Mouthwashes up to 75%
Colognes 40 -60%

Sumber : J. Henryand R. Wiseman (1997) Management of Poisoning p188.; dan diunduh


dari m.jitunews.com- dik tgl 25 feb 2021.

Alkohol dapat dalam bentuk Isopropanol (isopropyl alcohol or rubbing alcohol) dapat
digunakan sebagai agen sterilitas dan sebagai bahan tambahan antifreezes, car windscreen
washes, window cleaners, aftershaves dan desinfektan.
Kedua etanol dan isopropanol dengan lambat masuk ke otak menyebabkan tak sadar
(unconciousness) dan pernafasan dangkal.Isopropanol adalah iritan pada mata, hidung dan
tenggorokan dan jalan nafas.Peminum regular yang banyak menyebabkan keracunan
khronik, dan akan terjadi gangguan pada otak, hati dan jantung.

96 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Toksisitas
Keracunan akut dan khronis dapat menyebabkan sakit dan kematian. Dosis efek etanol
bergantung dari bagaimana peminum secara regular memakainya. Pada pengguna yang tak
biasa minum mempunyai efek yang buruk meskipun sedikit, dibandingkan seperti yang
diminum oleh orang secara regular. Pada anak anak akan terjadi keracunan berat
Keracunan isopropanol lebih berat dibandingkan dengan alkohol. Sebenarnya
mekanisme kerja belum jelas. CNS secara selektif dipengaruhi. Etanol bekerja langsung
pada membran neuron (neuronal membrane) dan tak pada sinap. Pada membran akan
mengganggu transport ion. In vitro terlihat akan menghambat Na+, K+, dan ATPase.
Konsentrasi 5 -10% menghambat neuron → impuls elektris. Keracunan etanol sebanding
dengan konsentrasinya dalam darah.
Gejala gejala klinik:
Keracunan akut
- pakaian dan nafas bau alkohol, bila isopropanol bau aseton,
- gangguan bicara, kesukaran menjalankan tugas yang ringan
- jalan sempoyongan (goyang)
- enek, muntah, dan rasa sakit di perut, dan lebih berat kalau minum isopranol
- ngantuk
- gangguan atau penglihatan dobel, tak sadar, tekanan darah rendah
- temperatur badan rendah, pernafasan dangkal
Keracunan kronis
- berat badan turun, kehilangan nafsu makan, diare karena kerusakan hati dan
pencernaan, pucat karena anemia
- gangguan/kehilangan memori, tremor, kehilangan kesanggupan mental.
-
Tabel 5. Range of Toxicity of Ethanol
CLINICAL SYMPTOMS BLOOD ALC CONSC BRAIN
Mild 0.05 -0.10% Frontal lobe
Decreased inhibitions
Slight visual impairment
Slowing of reaction time
Increase confidence

MODERATE 0.15 – 0.30% Parietal lobe


Ataxia, Slurred speech,
Decrease motor skills,
Decrease attention, Diplopia,
Altered perception, Altered Occipital lobe
equilibrium Cerebellum

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 97


SEVERE
Vision impairment, 0.3 – 0.5% Occipital lobe
Equillibrium, Cerebellum
Stupor Diencephalon

COMA 0.5%
Respiratory failure
Medulla
Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990). Principles of Clinical
Toxicology 2nd Ed, p 67.
Penanganan Keracunan Alkohol
Pada keracunan berat (severe), pasien dikondisikan dalam keadaan hangat, dan isi
lambung dikeluarkan. Jalan nafas harus dijaga dari aspirasi, dan bila perlu intubasi.
Analeptik tak perlu diberikan. Glukosa darah perlu di jaga dengan memberikan I.V
dekstrosa 10 – 50%. Bila ada ketoasidosis diberikan glukosa dan garam fisiologis untuk
mengkoreksi ketosis dan deplesi volume. Natrium bikorbanat diberikan untuk asidosis
laktat. Hemodialisis diperlukan bila pasien dengan gejala berat dan BAC > 0.4%.
Disamping itu pasien diberikan terapi simptomatis.

Keracunan akut
- Bila pernafasan berhenti: buka jalan nafas dan berikan respirasi mulut-mulut.
- Bila tak sadar atau “ngantuk” letakan pada posisi rekoveri. Periksa pernafasan 10
mt sekali dan pasien tetap hangat.
- Pasien segera ke rumah sakit bila: - anak anak
- keracunan berat
- menelan isopropanol
Catatan: Bila substansi kimia tertelan dan dilakukan 1 jam sebelumnya, pasiennya sadar
dan bernafas normal→ muntahkan, kecuali sebelumnya sudah muntah.
Glukosa darah mungkin rendah (anak-anak > dewasa), asidosis metabolik dan
gangguan elektrolit. Jangan lupa: Pemeriksaan yang teliti, karena mungkin ada
penyebab lain seperti trauma kepala.
Jaminan jalan nafas baik: pasien diletakan pada posisi rekoveri. Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan glukosa darah. Pengobatan penunjang: O2 dan ventilasi bila perlu.
Cairan dan gangguan elektrolit dan glukosa darah dikoreksi.

2.3.4 Stimulansia
Obat obat ini mempunyai efek merangsang Sususnan Saraf Pusat (SSP) seperti kofein,
nikotin, kokain dan amfetamin.

98 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


a. Kofein
Merupakan obat sosial yang paling luas digunakan. Dapat mendatangkan efek
insomnia dan gangguan ritme jantung. Karakteristik gejala putus obat: letargi, cepat
marah (iritabilitas), sakit kepala, bila penggunaan melebihi 600 mg/hari ( kira kira 6
cangkir).

b. Nikotin
Nikotin suatu zat yang sering digunakan. Saat ini dipertimbangakn untuk menjadi salah
satu zat adiktif dan toleransi yang sangat cepat dan sukar untuk menghentikannya.
Menyebabkan gangguan organ, sekitar 28% usia dewasa Amerika masih merokok dan
ketergantungan nikotin. Kematian secara langsung 20% dari seluruh kematian dan 30%
karena kanker. Diramalkan 90% kasus penyakit paru obstruktif menahun di AS
disebabkan merokok.
c. Kokain
Telah digunakan selama 1200 tahun dalam budaya mengunyah kokain pada suku
Andes di Amerika Selatan. Kokain pertamakali diekspor ke Eropah pada tahun 1580.
Sigmund Freud tergugah untuk meneliti sebagai obat, dan atusiasnya menghilang
karena koleganya menjadi ketergantungan. Kokain diisolasi bahan aktifnya tahun
1860. Bersifat anestesi, khususnya anestesi topical ditemukan tahun 1870 dan 1880.
d. Amfetamin
Disintesis pada akhir tahun 1920-an dan dikenalkan dalam praktek kedokteran
tahun 1936. d-Amfetamin adalah kelompok utama, kemudian banyak amfetamin lain
seperti metamfetamin (Methedrine, “speed”), fenmetrazin (Preludin), metilfenidat
(Ritalin). Jumlah analog amfetamin dengan efek psikoaktif terus bertambah. Kelompok
pertama dalam anggota terbaru adalah 2,5-dimethoxy-4-methylamphetamine (DOM,
“STP”), dan masuk daftar saat ini meliputi methylenedioxyamphetamine (MDA) dan
methylenedioxymetamphetamine (MDMA, Ectacy). Obat terakhir lebih banyak mirip
dengan amfetamin dibandingkan efek halusinogen. Penyalahgunaan sejak 1940.
Bekerja sentral dan meningkatkan rilis neurotransmitter katekolamin, termasuk
dopamine. Penghambat lemah aminoksidase. Ketergantungan psikologis sangat kuat
pada paradigma pemberian sendiri. Gejala putus obat: nafsu makan besar, kelelahan,
depresi mental. Sindroma berhenti setelah beberapa hari obat dihentikan. Toleransi
berkembang cepat.
Penyalahgunaan disebut “run” atau “lari”. Biasanya dilakukan dengan I.V untuk
mendapat “attack” atau “serangan” suatu rekasi sepert orgasmus. Diikuti dengan
kesiapsiagaan mental (alertness) dan euforia. Pernah dilaporkan dosis maksimal 4000
mg Setelah beberapa hari makan → menimbulkan paranoid schizofrenik. Gejala delusi,
dan mabuk diakhiri kelelahan akibat kurang tidur.Bentuk lain amfetamin: kristal (ice)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 99


dihisap, analog dengan penggunaan kokain “crack” Merokok seperti penggunaan I.V,
bolus masuk ke otak. Cara penggunaan ada 3 cara:
1. Menghisap (snuff) atau mendengus (snort) obat dengan menghirup “line”
(sejumlah obat ada dalam lipatan kertas digunakan pada hidung)
2. Atau mungkin merokok “free base”:
3. Suntikan i.v, terutama dengan ketergantungan heroin.
Kombinasi kokain dan heroin disebut “ speed ball”

Tabel 6 Dependence among Users 1990 – 1992 (Goodman & Gilman, 2006)
Agent Ever used Addiction (%) Risk of Addiction (%)
(%)
Tobacco 75.6 24.1 31.9
Alcohol 91.5 14.1 15.4
Illicit drugs 51.0 7.5 14.7
Cannabis 46.3 4.2 9.1
Cocaine 16.2 2.7 16.7
Stimulants 15.3 1.7 11.2
Anxiolytics 12.7 1.2 9.2
Analgesics 9.7 0.7 7.5
Psychedelics 10.6 0.5 4.9
Heroin 1.5 0.4 23.1
Inhalants 6.8 0.3 3.7
Sumber: Goodman & Gilman’s (2006). The Pharmacological Basis of Therapeutics 11 th Ed. p
609

2.3.5 Halusinogen
Lysergic Acid Diethylamide (LSD) . Obat obat seperti meskalin, psilosibin telah lama
digunakan oleh penduduk asli Amerika Utara dan Tengah yang bersifat magis.
Konsekuensi psikologis yang merugikan pada obat obat halusinogenik adalah biasa.
Reaksi panic (bad trips) mungkin dihubungkan dengan dosis berlebih
Mekanisme diperkirakan meninggikan aktivitas serotonin dan dopamine di otak. Efek
sentral dan perifer menstimulasi simpatik mengakibatkan cemas, psikosis, dilatasi pupil,
dan hipertermia.

BAB III
Kesimpulan
Peran serta fungsi keluarga dalam Drug Abse sangatlah penting karena posisi keluarga
merupan ujung tombak dalam pencegahan penyalahgunaan obat terutama oleh remaja.

100 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Disamping itu bila sudah menggunakan perlu tindakan medis, jadi penanggulangan
narkoba ini bisa berupa:
3.1 Secara Preventif atau pencegahan yaitu Peran Keluarga dalam mencegah
penyalahgunaan obat2 Narkoba KHUSUSNYA PARA REMAJA dan
3.2 Secara kuratif Secara Garis Besar dilakukan seperti : :.
(Kent R Olson (1994) : Poisoning & Drug Overdose . Opiate and Opioids p239).)
A. Emergensi dan suportif
Untuk pasien dengan “bad trips” atau reaksi panic, diletakan secara lembut
relaksasi di ruangan sunyi. Obati agitasi atau keadaan cemas berat dengan
diazepam atau midazolam. Butirofenon sperti haloperidol atau droperidol untuk
mengurangi kejang.
Pengobatan kejang, hipertermia, rhabdomiolisis, hipertensi dan aritmia kordis.
B. Obat spesifik dan antidotum: Tak ada spesifik antidot. Dosis sedasi diazepam (2
– 10 mg) meringankan cemas, dan hipnotik ( 10-20 mg) unt5uk induksi tidur.
C. Dekontaminasi: 1. Prehospital: berikan arang aktif,Umumnya jangan diinduksi
muntah, relative tak efektif dan adanya psikologik distress. 2. Hospital: Berikan
arang aktif dan katartik. Tak dibutuhkan lavage gastric, kecuali massive ingestion.
D. Mempertinggi eliminasi. Tak begitu berguna, meskipun pengasaman urin akan
meninggikan urinasi, tapi tak meninggikan total body elimination.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 101


Daftar Pustaka
1. Muchtan Sujatno, RH (1992): Pengaruh Penyalahgunaan Narkotik dan Bahan
berbahya Lainnya Terhadap Lingkungan Sosial. Desertasi.
2. Gossel A. Thomas and Bricker D.J (1990) : Principles of Clinical Toxicology.
Second Ed.,Raven Press New York, 266-274.
3. Henry J and Wiseman H (1997) . management of Poisoning. ® Handbook for health
care workers. Published by the WHO in collaboration with the UN Environment
Programme and th ILO, 1997.; 272-273;
4. Goodman and Gilman`s (2006). Drug Addiction and Drug Abuse oleh Jaffe H
Jerome. Dalam:The Pharmacological Basis of: Fherapeutics 11 th Ed p607-626.
5. D.Hawari (1972): Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat
(Narkoba/Naza). Disertasi
6. Ani Mardatila (2020): 10 ciri ciri Remaja dan Karakter yang Perlu Dipahami Orang
Tua. (https://m merdeka.com diunduh 8 Februari 2021).
7. Olson R.Kent. Ethanol. In: Poisoning & Drug Overdose. ® Lange clinical
manual.1994.160-161.
8. Plaa L. Gabriel. Toksikologi Dalam: farmakologi Dasar dan Klinik. *Katzung B,
eds). Penerjemah dan Editor: bagian farmakologi fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.Buku 3 Edisi 8.2004, 445-467.
9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman piñata Pelaksanaan Kearcunan2001.
10. Jaffe H.Jerome. drug Addiction and Drig abuse. In: The Pharmacological Basis of
Therapeutics (Goodman and Gilman, eds). Rleven Ed, MacMillan Publishing
Company, 2006., 607- 626.

102 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XII
Program Kesehatan di Indonesia
Cindra Paskaria

Pendahuluan
Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
kemampuan hidup sehat yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indonesia telah
mengalami transisi epidemiologi dimana terjadi peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, dan
diabetes. H.L. Bloem telah mengidentifikasi bahwa derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu; perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan
genetik. Faktor perilaku dan lingkungan memiliki peranan lebih dari 75% untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat, sehingga dikembangkan beberapa program dan
gerakan masyarakat sebagai upaya peningkatan perilaku kesehatan masyarakat.

A. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga


Pendahuluan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Tiga pilar utama Program Indonesia Sehat adalah penerapan
paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Konsep Pendekatan Keluarga


Pembangunan kesehatn perlu dilakukan mulai dari unit terkecil yang ada di masyarakat,
yaitu keluarga. Pendekatan keluarga merupakan cara Puskesmas untuk meningkatkan
akses pelayanan kesehatan dengan mendatangi keluarga. Pendekatan ini mengintegrasikan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) secara
berkesinambungan. Kunjungan Puskesmas kepada keluarga meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut (Kementrian Kesehatan RI, 2016):
a. Pendataan profil kesehatan keluarga dan updating data dasar yang dimiliki
Puskesmas.
b. Memberikan promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 103


c. Tindak lanjut dari pelayanan kesehatan di dalam gedung (Puskesmas)
d. Pemberdayaan masyarakat berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan
keluarga.

Pelaksanaan Pendekatan keluarga


Konsep keluarga yang digunakan adalah keluarga inti yan terdiri dari ayah, ibu, dan
anak. Jika didalam satu rumah terdapat kakek, nenek, paman atau bibi, maka di rumah
tersebut terdiri dari beberapa keluarga. Suatu keluarga dinyatakan sebagai keluarga sehat
berdasarkan 12 indikator yang terdiri dari:
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Berdasarkan 12 indikator ini, dilakukan perhitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS), dengan
rumus sebagai berikut :

IKS = Jumlah
jawaban “Ya”

12 – jumlah
“N”

Interpretasi nilai IKS : > 0,8 = keluarga sehat


0,5 – 0,8 = keluarga pra sehat
< 0,5 = keluarga tidak sehat

Instrumen yang digunakan dalam pendataan Keluarga Sehat terdiri dari:

104 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


1. Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga)
Prokesga berupa family folder untuk mencatat data keluarga dan individu anggota
keluarga.
2. Paket Informasi Keluarga (Pinkesga)
Pinkesga berupa selebaran, buku saku, atau bentuk lainnya yang berisi informasi
yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh keluarga tersebut.

B. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Pendahuluan
PHBS merupakan semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran yang
menjadikan individu, keluarga, masyarakat mampu mandiri dalam menjaga hidup sehat
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Masyarakat beraktifitas di
berbagai tempat atau tatanan, sehingga implementasi PHBS perlu disesuaikan dengan
masing-masing tatanan, yaitu di tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja,
tempat umum, dan fasilitas kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
PHBS di tatanan rumah tangga meliputi sepuluh hal, yaitu:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi
c. Penimbangan bayi dan balita setiap bulan
d. Penggunaan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik nyamuk dirumah
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok didalam rumah

Strategi Pembinaan PHBS


Pembinaan PHBS memerlukan strategi promosi kesehatan yang terdiri dari; 1)
Advokasi, 2) Bina suasana, 3) Pemberdayaan, seperti yang terlihat pada gambar 16.1.
Ketiga strategi ini dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:
a. Mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (supportive environment)
c. Memberdayakan masyarakat/ memperkuat gerakan masyarakat (community
action)
d. Meningkatkan kemampuan individu (personal skills)
e. Menata kembali orientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 105


ADVOKASI

KEMITRAAN PEMBERDAYAA
PHBS
N

BINA
SUASANA

Gambar 1. Strategi Promosi Kesehatan PHBS (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

C. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)


Germas merupakan suatu gerakan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat.
Pembiasaan pola hidup sehat di masyarakat diharapkan dapat mencegah berbagai masalah
kesehatan. Berikut ini tujuh langkah germas yang dapat menjadi panduan pola hidup sehat
(Kementrian Kesehatan RI, 2016):
1. Melakukan aktivitas fisik
2. Makan buah dan sayur
3. Tidak merokok
4. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol
5. Melakukan cek kesehatan berkala
6. Menjaga kebersihan lingkungan
7. Menggunakan jamban

Implementasi Germas perlu didukung oleh semua komponen negara seperti pemerintah
pusat maupun daerah, dunia pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan,
masyarakat, keluarga, dan individu. Peran dari masing-masing komponen dapat dilihat
pada kerangka konsep Germas di gambar 16.2.

106 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Gambar 2. Kerangka Konsep Germas (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

D. Pencegahan Penyakit Tidak Menular dengan “Cerdik”


Pencegahan penyakit tidak menular dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-
prinsip “CERDIK” pada masyarakat. “CERDIK” merupakan singkatan dari:
C – Cek kesehatan secara rutin
E – Enyahkan asap rokok
R – Rajin aktivitas fisik
D – Diet seimbang
I – Istirahat cukup
K – Kelola stress
Berikut ini merupakan implementasi dari “CERDIK”:
1. Cek kesehatan secara rutin
Cek kesehatan secara rutin mengingatkan masyarakat akan kondisi kesehatannya.
Cek kesehatan disarankan untuk dilakukan secara rutin minimal 1 kali dalam
setahun. Pemeriksaan yang paling umum dilakukan adalah; tekanan darah, kadar
gula darah, kadar kolesterol, pemantauan berat badan, pemeriksaan arus puncak

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 107


respirasi, deteksi dini kanker leher Rahim (Pap smear atau IVA), Sadari (Periksa
Payudara Sendiri).
2. Enyahkan asap rokok
Prinsip enyahkan asap rokok diterapkan melalui pengembangan kebijakan kawasan
tanpa rokok, promosi kesehatan mengenai bahaya rokok, peringatan bahaya rokok
dengan gambar pada bungkus rokok, dan pengembangan upaya berhenti merokok.
3. Rajin aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan semua gerakan tubuh yang disebabkan oleh kerja otot
rangka dan meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik disarankan untuk
dilakukan di rumah, tempat kerja, sekolah, tempat umum, maupun di perjalanan.
Aktivitas fisik dengan intensitas ringan sedang minimal dilakukan selama 10 menit
per hari, dan intensitas sedang minimal dilakukan selama 30 menit per hari.
4. Diet seimbang
Penerapan diet seimbang dapat disesuaikan dengan pedoman gizi seimbang atau
prinsip “Piring Makanku” yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat, dengan
memerhatikan empat pilar gizi seimbang, yaitu; mengonsumsi aneka ragam
pangan, membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, dan
mempertahankan serta memantau berat badan normal.
5. Istirahat cukup
Setiap kelompok usia memiliki kebutuhan tidur yang berbeda, waktu tidur yang
baik adalah sekitar 6-8 jam dengan tidur yang berkualitas.
6. Kelola stres
Stres dapat berdampak pada berbagai kondisi fisik seperti jantung berdebar, nafsu
makan berkurang atau berlebih, keluhan sakit kepala, dyspepsia, dan lain-lain.
Masyarakat perlu diedukasi mengenai pengelolaan stres dan cara mempertahankan
kesehatan jiwa.

Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan RI. (2011) Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
2. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
4. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Buku Panduan Germas.

108 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XIII
KESEHATAN LINGKUNGAN
July Ivone

Pendahuluan
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan, menurut Hendrik L. Blum ada 4
faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia, yaitu keturunan, lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan
adalah lingkungan (45%). (Sumantri A, 2015)
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan definisi menurut WHO
sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau pun kelemahan.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salahsatu unsur penentu atau determinan dalam
kesejahteraan penduduk, dimana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tetapi juga untuk kenyamanan hidup
dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.

Kesehatan Lingkungan
Definisi kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.
WHO merekomendasikan ruang lingkup kesehatan lingkungan mencakup 17 upaya,
yaitu : (Sumantri A, 2015)
1. Penyediaan/pengadaan air bersih
2. Pengendalian pencemaran air
3. Pengelolan air limbah
4. Pengelolaan sampah/limbah padat
5. Pengendalian vektor
6. Pengendalian hama terpadu
7. Pencegahan dan pengawasan pencemaran tanah oleh faktor lingkungan biologis dan
kimia, higiene dan sanitasi makanan
8. Pencegahan dan pengendalian pencemaran udara
9. Pencegahan dan pengendalian pencemaran radiasi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 109


10. Kesehatan kerja
11. Pengendalian kebisingan
12. Perbaikan perumahan dan sistem pemukiman
13. Perencanaan perkotaan dan pembangunan wilayah
14. Pengembangan aspek kesehatan lingkungan pola ekosistem udara, laut, dan lalu lintas
darat
15. Pencegahan kecelakaan
16. Pembinaan dan pengawasan lingkungan tempat rekreasi umum dan pariwisata, sanitasi
yang berkaitan dengan epidemi, kedaruratan, bencana alam, perpindahan penduduk,
dan lain-lain
17. Pengembangan sistem pengukuran dan standarisasi yang dibutuhkan untuk
memberikan jaminan informasi akan perlindungan lingkungan yang dapat dinyatakan
bebas dari segala risiko bagi kesehatan

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat 3,


UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu :
1. Penyehatan air dan Udara
2. Pengamanan limbah padat/sampah
3. Pengamanan limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
5. Pengamanan radiasi
6. Pengamanan kebisingan
7. Pengamanan vektor penyakit
8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

SUMBER DAYA AIR

Pendahuluan
Air merupakan salah satu kebutuhan dasar dan merupakan dasar bagi kehidupan di
bumi. Tiga per empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air. Dalam kehidupan sehari-
hari, air dipergunakan antara lain untuk keperluan minum, mandi, memasak, mencuci,
membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan industri. Juga digunakan
untuk pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. (Suyono,
2020)

Sumber Air Bersih dan Aman


Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih
dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain:

110 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Tidak berasa dan tidak berbau.
4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.
5. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO dan Departemen Kesehatan
RI.
Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, dan sampah atau limbah industri.

Pengaruh Air terhadap Kesehatan


Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung
maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai
waterborne disease atau water-related disease. Terjadinya suatu penyakit tentunya
memerlukan adanya agen dan terkadang vektor. Berikut beberapa contoh penyakit yang
dapat ditularkan melalui air berdasarkan tipe agen penyebabnya: (Suyono, 2020)
1. Penyakit viral, misalnya, hepatitis viral, poliomyelitis.
2. Penyakit bakterial, misalnya, kolera, disentri, tifoid, diare.
3. Penyakit protozoa, misalnya, amebiasis, giardiasis.
4. Penyakit helmentik, misalnya, askariasis, whip worm, hydatid disease.
5. Leptospiral, misalnya, Weil’s disease.

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi menurut
mekanisme penularannya, yaitu: (Sumantri A, 2015)
1. Waterborne mechanism
2. Waterwashed mechanism
3. Water-based mechanism
4. Water-related insect vector mechanism

Sumber air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi: (Suyono, 2020)
a. Air Angkasa (Hujan)
b. Air Permukaan
c. Air Tanah

Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri merupakan suatu
ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya, mulai dari proses

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 111


evaporasi, kondensasi uap air, presipitasi, penyebaran air di permukaan bumi, penyerapan
air ke dalam tanah, sampai berlangsungnya proses daur ulang. (Sumantri A, 2015)
Secara umum, pergerakan air di alam terdiri dari berbagai peristiwa, yaitu:
1. Penguapan air (evaporasi)
2. Pembentukan awan (kondensasi)
3. Peristiwa jatuhnya air ke bumi/hujan (presipitasi)
4. Aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah

Gambar 1. Siklus hidrologi air di alam (Sumantri A, 2015)

Purifikasi Air
Purifikasi air merupakan salah satu cara untuk menjernihkan sumber air baku guna
mendapatkan air bersih. Proses ini dapat digunakan baik dalam skala besar maupun skala
kecil. (Sumantri A, 2015)
A. Purifikasi Skala Besar
Dilakukan di daerah perkotaan. Proses ini biasa dilakukan di instalasi penjernihan
air (PAM) melalui tahap berikut ini:

1. Penyimpanan (Storage)
Air baku diisap atau dialirkan dari sumber seperi sungai, kali, dsb, ke dalam bak
penampungan alami atau buatan yang sudah dilindungi dari pencemaran. Air yang
disimpan tersebut akan mengalami proses purifikasi secara alami seperti ini;
a. Proses fisik
b. Proses kimiawi
c. Proses biologi

112 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


2. Penyaringan (filtration)
a. Slow Sand (Biological) Filter
b. Rapid Sand Filter

3. Klorinasi (chlorination)
Adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan
merupakan langkah yag maju dalam proses purifikasi air.

Prinsip-prinsip pemberian klorin:


a. Air harus jernih
b. Kebutuhan klorin harus dihitung secara cermat agar dapat efektif mengoksidasi bahan
organik dan dapat membunuh kuman pathogen dan meninggalkan sisa klorin bebas
dalam air.

Tujuan klorinisasi adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2mg/l yang
merupakan margin of safety di dalam air untuk membunuh kuman patogen.

Metode klorinasi
Pemberian klorin pada desinfesksi air dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu dengan
pemberian :
a. Gas Klorin
b. Kloramin
c. Perkloron

4. Ozon
Penggunaan ozon untuk proses purifikasi air telah dilakukan oleh beberapa negara.
Ozon memiliki kemampuan yang besar untuk mengoksidasi asam organik dalam skala
yang luas selain juga kemampuan untuk memecahkan dinding sel mikroorganisme.
Kemampuannya yang terakhir itu menyebabkan penggunaan ozon sangat efektif untuk
membunuh mikroorganisme dalam air. Kemampuannya itu menyebabkan ozon banyak
dimanfaatkan dalam instalasi pengolahan air.

B. Purifikasi Skala Kecil


1. Purifikasi Air di Rumah
Tiga metode yang sering digunakan, dapat digunakan secara sendiri maupun
kombinasi :
a. Pemasakan
b. Desinfeksi kimia

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 113


c. Filtrasi

2. Desinfeksi Air Sumur


Metode yang paling efektif dan paling murah untuk melakukan proses desinfeski
pada air sumur adalah dengan menggunakan bubuk pemutih (bleaching powder).

Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no.173/Menkes/VII/77, pencemaran air
adalah suatu peristiwa masuknya zat ke dalam air yang mengakibatkan kualitas (mutu) air
tersebut menurun sehingga dapat menganggu atau membahayakan kesehatan masyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah RI no.20 tahun 1990, pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
membahayakan, yang mengakibatkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya.
Berikut standar-standar utuk kelayakan air minum yang berlaku di Indonesia, menurut
Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1975.
1. Standar fisik : suhu, warna, rasa, bau, kekeruhan
2. Standar biologis : kuman parasit, patogen, bakteri golongan koli (sebagai patokan
adanya pencemaran tinja
3. Standar kimia : pH, jumlah zat padat, dan bahan kimia lain
4. Standar radioaktif : radioaktif yang mungkin dalam air

LIMBAH CAIR

Pendahuluan
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa
pengolahan ke dalam suatu badan air. Air limbah merupakan kombinasi dari cairan dan
sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri,
bersama dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada.

Sumber Air Limbah


1. Air Limbah Rumah Tangga (ALRT)
2. Air Limbah Industri (ALI)

114 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Tujuan Pengelolaan Air Limbah
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga.
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di air.
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan.
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.
5. Syarat pengelolaan air limbah.
6. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum.
7. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
8. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air.
9. Tidak dihinggapi oleh vektor.
10. Tidak terbuka dan harus tertutup.
11. Tidak menimbulkan bau tidak sedap.

Pengelolahan Air Limbah


Pengelolaan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan, dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah sebelum
dibuang ke perairan penerima.

1. Proses alamiah
Alam memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri, disebut self
purification.
2. Sistem pengolahan air limbah
a. Primary treatment: bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik.
1) Penyaringan (filtration)
2) Pengendapan (sedimentation)
b. Secondary treatment: bertujuan untuk mengkoagulasikan dan menghilangkan
koloid serta menstabilisasi zat organik dalam air limbah.
1) Proses aerobik
2) Proses anaerobik
c. Tertiary treatment
Pengolahan ini untuk menghilangkan nutria atau unsur hara khususnya nitrat dan
fosfat. Pada tahapan ini dilakukan pemusnahan mikroorganisme patogen dengan
penambahan chlor pada air limbah.

Dampak Buruk Air Limbah


1. Gangguan kesehatan
2. Penurunan kualitas lingkungan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 115


3. Gangguan terhadap keindahan
4. Gangguan terhadap kerusakan benda

Parameter dalam Air Limbah (Sumantri, 2015)


Parameter dalam menentukan kualitas dan karakteristik dari air limbah, diantaranya:
1. BOD520 (Biochemical Oxygen Demand)
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
3. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen= DO)
4. Kesalahan (Hardenss)
5. Settleable Solid
6. TSS (Total Suspended Solid)
7. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid )
8. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid )
9. Kekeruhan (Turbidity)

Metode Pembuangan Kotoran Manusia


1. Unsewered Areas
Merupakan metode yang tidak menggunakan saluran air dan tempat pengolahan air
kotor, antara lain:
a. Service Type (Conservancy System)
b. Non-Service Type of Latrines (sanitary Latrines)
- Bore Hole Latrine
- Dug Well Latrine
- Water Seal Type Latrine

Septic Tank
Mekanisme kerja septic tank
Terdiri dari 2 tahap
- Anaerobic digestion, yaitu benda padat diuraikan oleh bakteri anaerob dan jamur
→ senyama kimia yg sederhana, cairan yang keluar disebut affluent
- Anaerobic oxidation, yaitu affluent dioksidasi → nitrat dan air

Aqua privy (cubluk berair)

Chemical closet

2. Sewered areas

116 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Pada sistem pembuangan limbah cair yang menerapkan water carriage system atau
severage system, ekskreta dan air limbah disalurkan melalui jaringan pipa bawah
tanah(sewers) ke tempat pembuangan akhir, ada 2 tipe
– Sistem kombinasi = air permukaan dan air limbah dlm satu saluran
– Sistem terpisah = air permukaan tidak masuk

SAMPAH PADAT

Pendahuluan
Menurut American Public Health Association, sampah (waste) diartikan sebagai
sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang,
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Penggolongan Sampah Menurut Sumbernya:


1. Pemukiman Penduduk
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah
4. Industri Berat dan Ringan
5. Pertanian

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah


1. Jumlah penduduk
2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai
3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali
4. Faktor geografis
5. Faktor waktu
6. Faktor sosial ekonomi dan budaya
7. Faktor musim
8. Kebiasaan masyarakat
9. Kemajuan teknologi
10. Jenis sampah

Pengelolaan Sampah Padat


Tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik :
1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber
2. Tahap pengangkutan
3. Tahap pemusnahan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 117


a. Sanitary Landfill
b. Incineration
c. Composting
d. Hot feeding
e. Discharge to sewers
f. Dumping
g. Dumping in water
h. Individual incineration
i. Recycling
j. Reduction
k. Salvaging

Teknologi Pengolahan Sampah


1. Teknologi Pengolahan dengan Kompos
2. Teknologi Pengolahan dengan Gas Bio
3. Teknologi Pengolahan dengan Insinerator
4. Teknologi pengolahan dengan sanitary landfill

Ukuran Pengelolaan Sampah


1. Ukuran berat: yang sering dipakai ialah ton/hari atau kg/orang/hari.
2. Ukuran berat jenis: dipakai apabila ukuran berat tidak bisa dipakai.
3. Ukuran volume sering dipakai di negara berkembang

PENCEMARAN UDARA

Pendahuluan
Udara merupakan zat yang sangat penting di bumi ini. Peran udara bagi makhluk hidup
di bumi ialah memberikan kehidupan. Hal tersebut dikarenakan udara menyediakan
oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. Selain memberikan oksigen, udara juga
berfungsi sebagai alat penghantar suara, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat
menjadi media penyebaran penyakit pada manusia.
Komposisi normal udara terdiri dari gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan
karbondioksida 0,03%, selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium.
Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan.

Definisi
Polusi atau pencemaran udara adalah masuknya komponen lain ke dalam udara, baik
oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam,

118 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Setiap substansi yang
bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut polutan.

Sumber Pencemaran
Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sumber
alamiah dan akibat perbuatan manusia sebagai berikut:
1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam
Contoh: kegiatan gunung berapi, kebakaran hutan dan rawa – rawa.
2. Sumber pencemaran buatan manusia (yang berasal dari kegiatan manusia)
Contoh: sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor, limbah
industri, sisa pembakaran dari gas alam, sisa pertanian, hutan, sampah dan limbah
reaktor nuklir.

Pencemar atau polutan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (Sumantri, 2015)
1. Pencemar primer
2. Pencemar sekunder

Proses polutan yang satu bereaksi dengan polutan yang lain dan membentuk jenis
polutan baru yang lebih berbahaya ini disebut sebagai proses sinergistik.
Dengan menggunakan parameter konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya kontak
antara bahan pencemar atau polutan dan lingkungan (udara), WHO menetapkan empat
tingkatan pencemaran sebagai berikut: (Sumantri, 2015)
1. Pencemaran tingkat pertama: yaitu pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian
bagi manusia
2. Pencemaran tingkat kedua: yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan kerugian
bagi manusia seperti terjadinya iritasi pada indra kita.
3. Pencemaran tingkat ketiga: yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada faal
tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit yang kronis
4. Pencemaran tingkat keempat: yaitu pencemaran yang telah menimbulkan sakit
akut dan kematian bagi manusia maupun hewan dan tumbuh – tumbuhan.

Efek Pencemaran Udara


1. Efek terhadap ekosistem
2. Efek terhadap kesehatan
3. Efek terhadap tumbuhan dan hewan
4. Efek terhadap cuaca dan iklim
5. Efek terhadap sosial ekonomi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 119


Indikator Pencemaran Udara
Indikator paling baik untuk menentukan derajat suatu kasus pencemaran adalah dengan
cara mengukur atau memeriksa konsentrasi gas sulfurdioksida, indeks asap, serta partikel-
partikel debu di udara. Parameter lain untuk indikator pencemaran udara :
1. Karbon monoksida
2. Oksidan (O3)
3. Nitrogen dioksida
4. Timah hitam atau timbal

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian


Langkah-langkah yang diajukan dalam Research into Enviromental Pollution WHO
1968 yaitu :
1. Containment
2. Replacement
3. Dilution
4. Legislation

SANITASI MAKANAN

Pendahuluan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO,
yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state
or in manufactured or preparedform, which are part of human diet.” Batasan makanan
tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk
tujuan pengobatan. (Sumantri, 2015)
Kriteria makanan layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, di antaranya:
(Sumantri, 2015)
1. Dalam derajat kematangan yang dikehendaki.
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh
enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan
karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasite yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan
oleh makanan (food borne illness).

120 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar
tetap bersih, sehat dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh:
1. Faktor fisik
2. Faktor kimia
3. Faktor mikrobiologi

Gangguan Kesehatan akibat Makanan (Sumantri, 2015)


Gangguan kesehatan akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi 2 :
1. Keracunan makanan
2. Penyakit bawaan makanan (foodborne disease)

Penyakit Penyakit Gizi (Sumantri, 2015)


Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan
tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (mal-nutrition). Penyakit atau gangguan
kesehatan akibat kelebihan atau kekurangan gizi diantaranya :
1. Penyakit kurang kalori dan protein
2. Penyakit kegemukan (obesitas)
3. Anemia (kurang zat besi)
4. Xeropthalmia (defesiensi vitamin A)
5. Penyakit gondok endemis (kekurangan zat yodium)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) (Sumantri, 2015)


HACCP adalah suatu piranti yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan
sistem pengendalian untuk menjamin keamanan pangan. Semakin meningkatnya tuntutan
konsumen akan keamanan makanan yang akan mereka santap, maka perlu dilakukan upaya
untuk mengidentifikasi dan menganalisis HACCP dalam proses pengolahan makanan.

Tujuan HACCP
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mencegah atau mengurangi kasus
keracunan dan penyakit melalui makanan.
Tujuan khusus :
1. Mengevaluasi cara produksi makanan
2. Memperbaiki cara produksi makanan
3. Memantau dan mengevaluasu penanganan, pengolahan, sanitasi
4. Meningkatkan inspeksi mandiri

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 121


PENGENDALIAN VEKTOR

Pendahuluan
Di Indonesia penyakit ditularkan serangga dan masih merupakan masalah dalam
kesehatan masyarakan adalah malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, dan pes.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan – tingkatan dimana antara tingkatan yang
satu dan yang lainnya sangat jauh berbeda. (Sumantri, 2015)
Terdapat 3 jenis cara penularan pada arthropod-borne disease: (Sumantri, 2015)
1. Kontak langsung
2. Transmisi secara mekanis
3. Transmisi secara biologis. Ada 3 cara yaitu:
a. Propagative
b. Cyclo-propagative
c. Cyclo-developmental

Epidemiologi Vektor (Sumantri, 2015)


Ada beberapa faktor epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit,
di antaranya:
1. Cuaca
2. Vektor
3. Reservoir
4. Geografis
5. Perilaku Manusia

Strategi Pengendalian (Sumantri, 2015)


Dalam pengendalian artropoda ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam
penatalaksanaanya, antara lain:
1. Pengendalian Lingkungan
2. Pengendalian Biologi
3. Pengendalian Genetik
4. Pengendalian Kimia

Pengendalian Vektor dengan Non-Insektisida (Sumantri, 2015)


1. Modifikasi lingkungan
2. Manipulasi lingkungan
3. Mengurangi kontak antar vektor dan orang

Pengendalian Vektor dengan Insektisida

122 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Penggunaan insektisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pengendalian vektor. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengunaan insektisida adalah ketepatan dana penentuan juga pengukuran dosis. Dimana
dosis terlalu tinggi dapat menyebabkan pemborosan juga merusak lingkungan. Dosis yang
terlalu kecil dapat menyebabkan vektor tidak mati dan mempercepat timbulnya resistensi.
(Sumantri, 2015)

RUMAH SEHAT

Pendahuluan
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun
1992).

Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya
baik demi kesehatan keluarga dan individu.

Kriteria Rumah Sehat


Menurut WHO 1974
1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat
istirahat.
2. Mempunyai tempat – tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar
mandi.
3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari
gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi.

Kriteria Rumah Sehat Sederhana di Indonesia


1. Luas tanah antara 60 – 90 m2
2. Luas bangunan antara 21 – 36 m2
3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur
4. Berdinding batu bata dan di plester
5. Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit – langit dari triplek
6. Memiliki sumur atau air PAM

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 123


7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt
8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor

Selain kriteria – kriteria di atas, terdapat faktor – faktor kebutuhan yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari
bahaya kecelakaan atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.

Rumah dan Kesehatan


Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya
penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti :
1. Infeksi saluran nafas
2. Infeksi pada kulit
3. Infeksi akibat infestasi tikus
4. Arthropoda
5. Kecelakaan
6. Mental

Daftar Pustaka

1. Program Peningkatan Kualitas Pemukiman. 2010. Dikutip dari: Kementrian Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat. Tentang Rumah Sehat. 2010.
http://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=3049&catid=2&, diunduh 26 Agustus 2015.
2. Soemirat J. Kesehatan Lingkungan. Cetakan ke 8. Gadjah Mada University Press. 2011.
3. Sumantri A. Kesehatan Lingkungan. Edisi ke 3. Kencana Prenada Media Group. 2015.
4. Suyono. Kesehatan Lingkungan sebagai Lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat.
PT.Refika Aditama. 2020

124 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XIV
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK
(WIN-WIN SOLUTION BAGI PARA PIHAK)
Pan Lindawaty Suherman Sewu

Sifat dan tugas profesi dokter memiliki perbedaan dengan profesi lainnya. Profesi
dokter memiliki kekhasan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dokter dalam
menjalankan tugasnya menjalankan suatu bidang yang tidak sepenuhnya memiliki suatu
kejelasan. Oleh karena itu, di dalam menjalankan tugasnya harus dilakukan dengan suatu
adagium Per primum non Nocere (sedapat mungkin jangan sampai menyakiti), berusaha
sedapat mungkin jangan sampai menyakiti. 1
Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang utama bagi dokter dalam menjalankan
tugasnya (aegroti salus lex suprema) karena hal ini sudah merupakan suatu kewajiban
dokter dalam mengobati orang sakit, sesuai dengan Sumpah Hippocrates. (Catherine Tay
Swee Kian, 2001:28)
Setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sedangkan di pihak lain
dokter melalui profesi kedokteran berupaya untuk mengobati orang sakit.
Dokter merupakan seorang yang ahli di bidang medik, namun sebagai manusia yang
tidak sempurna, maka dokter tidak terhindar dari kesalahan. Berbuat kesalahan
merupakan suatu hal yang manusiawi (to err is human). Ilmu kedokteran bukan
merupakan ilmu yang eksak, terdapat risiko dan alternatif dapat setiap penegakan
diagnosis maupun terapi yang diberikan. Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran terus
berkembang. Pemberian terapi atas diagnosis yang dilakukan sesungguhnya mengandung
risiko. Dapat saja timbul suatu risiko yang tidak dikehendaki yang tidak terduga yang
mungkin bersifat negatif bagi pasien atas pengobatan yang dilakukan oleh dokter pada
pasien.

A. Hubungan Hukum Dokter dan Pasien


Dokter pada dasarnya berupaya dengan segenap kemampuan untuk mengupayakan
kesembuhan pasien nya, upaya ini dikenal dengan pelayanan medis. Seseorang yang

1
Primum non nocere berasal dari Bahasa Latin yang dalam Bahasa Inggris diartikan sebagai first, do no
harm. Prinsip ini dapat diartikan pula sebagai Non-maleficence. Non-maleficence, which is derived from the
maxim, is one of the principal precepts of bioethics that all students in healthcare are taught in school and
is a fundamental principle throughout the world. Another way to state it is that, "given an existing problem,
it may be better not to do something, or even to do nothing, than to risk causing more harm than good." It
reminds healthcare personnel to consider the possible harm that any intervention might do. It is invoked
when debating the use of an intervention that carries an obvious risk of harm but a less certain chance of
benefit.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 125


datang kepada dokter untuk meminta bantuan pada dokter untuk melakukan upaya
penyembuhan. Sehingga, dalam hal ini terjadi suatu hubungan hukum antara dokter dan
pasien yang disebut hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik termasuk dalam
hubungan hukum.
Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang pada akhirnya menimbulkan akibat
hukum. Apakah itu akibat hukum? Akibat hukum dapat diartikan secara sederhana adalah
hak dan kewajiban.
Hubungan hukum yang tidak menjanjikan sesuatu kesembuhan, atau kematian
semacam ini disebut inspanningsverbintenis (perikatan ikhtiar), hubungan semacam ini
berbeda dengan hubungan hukum yang berlaku dalam perjanjian pada umumnya, yakni
perjanjian yang menjanjikan suatu hasil yang pasti (risikoverbentenis /
resultaatsverbentenis). (Veronica Komalawati, 2004:20)
Hubungan hukum pada prinsipnya menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak,
dalam hal ini menimbulkan kewajiban bagi dokter dan pasien. Selain itu, tentunya
melahirkan pula pertanggungjawaban hukum masing-masing pihak.
Pada dasarnya isi dari perjanjian adalah prestasi / janji. Hubungan teurapetik
merupakan perjanjian yang khas karena prestasinya berupa upaya untuk penyembuhan
pasien.
Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya Kesehatan (Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).
Dokter dalam melakukan tindakan medik diharapkan tidak berbuat salah atau keliru,
tindakan medik ditujukan bagi kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hukum
yang mendasar dalam perjanjian dokter dan pasien / kontrak terapeutik. Praktik
Kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. (Pasal 39
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Sifat hubungan antara dokter dan pasien, memiliki 2 (dua) unsur:
1. Adanya persetujuan (consensual, agreement), atas dasar saling menyetujui dari
pihak dokter dan pasien tentang pemberian pelayanan pengobatan’
2. Adanya suatu kepercayaan (fiduciary relationship), karena hubungan kontrak
tersebut berdasarkan saling percaya mempercayai satu sama lain. (J. Guwandi
2006:29).
Pada praktiknya, hubungan hukum antara dokter dengan pasien memuat hak-hak dan
kewajiban hukum para pihak, namun secara umum hal ini seringkali dan bahkan tidak
dibuat secara tertulis ataupun secara formal.
Hubungan antara dokter dan pasien saat ini terdapat pergeseran, kedudukan pasien

126 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


yang semula lebih bersifat pihak yang lebih bergantung kepada dokter dalam menentukan
cara penyembuhan (terapi), namun saat ini telah terjadi pergeseran menjadi pihak yang
sederajat dengan dokter. Dokter harus memperhatikan pula pendapat, pertimbangan
pasien dalam memilih cara pengobatan, termasuk untuk menentukan perlunya atau
tidaknya suatu tindakan medik atas dirinya.
Era kemajuan teknologi saat ini, mengubah perilaku masyarakat, masyarakat semakin
kritis terhadap pelayanan medis yang diterimanya. Informasi yang begitu melimpah dan
tidak terbatas ruang dan waktu menyebabkan disparitas pengetahuan antara pasien dan
dokter semakin menipis, dan semakin terbukanya penilaian dan kritik terhadap pelayanan
kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
Baik dokter maupun pasien memiliki hak dan kewajiban yang dilindungi oleh undang-
undang. Oleh karena itu, kedudukan dokter dan pasien seimbang. Dokter memiliki
kewajiban untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan standar umum kedokteran atau
standar profesi medis dan standar operasional, dan kewenangan nya selaku dokter. Hal
ini perlu dijaga dengan baik oleh dokter saat melakukan pelayanan kesehatan/ profesi.
Kedudukan pasien yang semula hanya sebagai pihak bergantung kepada dokter dalam
menentukan cara penyembuhan (terapi) kini berubah menjadi pihak yang sederajat
dengan dokter. Dokter tidak boleh lagi mengabaikan pertimbangan pendapat pasien dalam
memilih cara pengobatan, termasuk untuk menentukan perlunya tindakan operasi atau
tidak.

B. Tanggung Jawab Hukum Dokter


Dokter dalam melaksanakan upaya penyembuhan kepada pasien tidak dapat
dilepaskan dengan faktor risiko. Risiko tersebut bukan hanya bagi pasien, tetapi ada risiko
pula bagi dokter. Bagi pasien, pelayanan dokter dapat membawa / menimbulkan kerugian
kesehatan atau bahkan mengancam nyawa pasien, sedangkan bagi dokter
pertanggungjawaban dapat berupa sanksi mulai dari yang ringan sampai berat, yang
bersifat moral kemasyarakatan, etika, bahkan hingga pertanggungjawaban hukum.
Tanggung jawab hukum yang dimaksud yaitu tanggung jawab hukum dokter,
khususnya dalam hubungan hukum yang ditimbulkan selama menjalankan profesinya.
Tanggung jawab hukum pada umumnya biasanya selalu dikaitkan dengan apakah terdapat
kesalahan ataupun kelalaian ataupun melampaui kewenangan dalam menjalankan
profesinya, atau terdapat akibat yang berdampak buruk bagi pasien, sehingga dokter harus
bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Di lain pihak, terdapat pula kemungkinan
pasien melalaikan kewajiban misalnya: tidak mematuhi petunjuk dan nasihat dokter,
pasien ataupun keluarga pasien tidak memberikan keterangan yang sesungguhnya tentang
penyakit.
Pada prinsipnya hubungan antara dokter dan pasien merupakan hubungan hukum

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 127


perdata, namun pada akhirnya tidak menutup kemungkinan pelayanan medis dokter
apabila tidak dilakukan sesuai standar profesi maka dapat dikategorikan dalam ranah
hukum pidana dan hukum administratif.
Perbuatan dalam pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter harus mengandung
perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum, jika
memenuhi unsur-unsur sifat melawan hukum. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata mengatur menyatakan bahwa Perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut.
Berdasarkan pengertian perbuatan melawan hukum, dapat diambil suatu kesimbulan
bahwa unsur dari perbuatan melawan hukum, antara lain:
1. Adanya perbuatan;
2. Perbuatan nya mengandung kesalahan / kelalaian;
3. Terdapat kerugian;
4. Terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang mengandung kesalahan /
kelalaian dengan kerugian yang ditimbulkan.

J. Guwandi membuat skema perbedaan-perbedaan yang terdapat antara bidang


ETIKA, DISIPLIN, dan HUKUM. (J. Guwandi, 2006:39)

SKEMA (J. Guwandi, 2006:39)

BIDANG SIFAT TUJUAN SANKSI


ETIKA Intern (self 1. Memelihara 1. Teguran
PROFESI imposed harkat martabat 2. Skorsing
regulation) profesi 3. Pemecatan sebagai
2. Menjaga mutu anggota
DISIPLIN Hukum Melindungi 1. Teguran
publik (ada masyarakat 2. Skorsing
unsur (termasuk 3. Pencabutan ijin
pemerintah anggota
dan awam) profesi)
HUKUM Berlaku Menjaga tata 1. Hukum perdata =
umum tertib ganti rugi
(sifat masyarakat 2. Hukum pidana =
memaksa) luas sanksi badan +
pencabutan ijin2

2
Penulis berpendapat untuk sanksi pencabutan ijin bukan termasuk ranah hukum pidana, namun termasuk
bidang hukum administrasi, yakni adanya pencabutan ijin.

128 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Terdapat beberapa kemungkinan yang terjadi di dalam pelayanan medis yang
dilakukan oleh dokter kepada pasien, misalnya: (Widodo Tresno Novianto, 2017: 3-4).
1. Dilanggarnya standar profesi kedokteran;
2. Dilanggarnya standar prosedur operasional;
3. Dilanggarnya hukum misalnya praktik tanpa STR atau SIP;
4. Dilanggarnya kode etik kedokteran;
5. Dilanggarnya prinsip-prinsip umum kedokteran;
6. Dilanggarnya kesusilaan umum;
7. Terapi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien dan;
8. Terapi tidak sesuai dengan informed consent dan sebagainya.

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di atas dapat dikuantifikasikan ke dalam


skema yang dibuat oleh J. Guwandi. Tindakan yang dilakukan oleh dokter dalam
melakukan pelayanan medis kepada pasien apakah termasuk dalam pelanggaran di bidang
etika profesi, ataukah melanggar disiplin, atau bahkan termasuk pelanggaran di bidang
hukum. Lebih lanjut, setelah dikuantifikasikan baru dapat dikategorikan sanksi apa yang
dapat diterapkan dalam suatu hubungan hukum antara dokter dengan pasien.
Oleh karena itu, dalam peristiwa malapraktik kedokteran apakah adanya/timbulnya
kerugian itu disebabkan akibat wanprestasi dokter atau perbuatan melawan hukum akan
sangat tergantung pada alasan gugatan/tuntutan yang diajukan oleh pasien. Hal ini
disebabkan karena pada intinya akibat yang ditimbulkan akan sampai pada satu titik yaitu
adanya penyimpangan pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter dalam praktik
kedokteran.
Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata suatu perbuatan dapat
dikategorikan melawan hukum, harus memenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur antara
lain: (a) Perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad),
(b) Harus ada kesalahan, (c) Harus ada kerugian yang ditimbulkan, (d) Adanya hubungan
kausal antara perbuatan dan kerugian.
Untuk menentukan unsur kesalahan dalam suatu perbuatan melawan hukum ditentukan
oleh tiga faktor sebagai berikut; (a) Keadaan batin orang yang melakukan, apakah pelaku
menyadari atau tidak menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan itu merupakan perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang; (b) Terdapat hubungan batin antara pelaku dan
perbuatan yang dilakukan baik berupa kesengajaan (dolus) atau kelalaian / kealpaan (Culpa
/ negligence) dan (c) Tidak adanya alasan pemaaf. (Wiryono Projodikoro, 2000:23).
Dokter adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dalam menjalankan
profesinya, baik yang dilakukan secara sengaja (dolus) maupun tidak sengaja (lalai, culpa
/ negligence). Sehingga, niat dari seorang dokter untuk sepenuh hati mengupayakan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 129


kesembuhan pasiennya kadangkala tidak berhasil dengan baik bahkan dapat saja terjadi
mengakibatkan cacat bahkan kematian.
Di lain pihak, masyarakat awam memiliki pengetahuan yang terbatas di bidang
kedoteran seringkali beranggapan bahwa setiap ketidakberhasilan praktik medik yang
terjadi merupakan akibat adanya dokter melakukan malapraktik medik atau akibat
kelalaian medis. Padahal hal ini seharusnya dibuktikan terlebih dahulu, namun karena
keawamam pasien / keluarga pasien maka seringkali pasien / keluarga pasien yang merasa
tidak puas dengan pelayanan medik yang diberikan dokter langsung mengadukan /
melaporkan kasus tersebut melalui jalur hukum.

C. Sengketa
Manusia di dalam berinteraksi kadangkala mengalami suatu perbedaan pendapat,
perselisihan, ataupun konflik. Merupakan hal yang lumrah apabila dalam kehidupan
bermasyarakat, saat dua orang atau lebih berinteraksi pada suatu peristiwa / situasi namun
mereka memiliki persepsi, kepentingan, dan keinginan yang berbeda terhadap peristiwa /
situasi tersebut. Jadi apabila disimpulkan secara sederhana sengketa adalah perbedaan
pendapat yang telah mencapai eskalasi tertentu atau mengemuka. Skema di bawah ini
mencoba menjelaskan proses interaksi antar manusia.

Interaksi → Komunikasi → Argumentasi → Debat→ Beda pendapat →


Perselisihan/konflik → Sengketa → Pertikaian

Pada awalnya terjadi interaksi, kemudian terjalinlah komunikasi dan karena komunikasi
tidak harmonis timbulah argumentasi antara kedua belah pihak. Apabila argumentasi tetap
dipertahankan tanpa adanya pihak yang mau menyesuaiakan maka terjadilah perdebatan,
perdebatan ini bila tidak terselesaikan menimbulkan beda bendapat yang pada akhirnya
memicu perselisihan atau konflik. Perselisihan/ konflik merupakan sumber timbulnya
sengketa yang dapat menimbulkan pertikaian.
Beberapa hal pemicu terjadinya suatu sengketa, antara lain: kesalahpahaman, perbedaan
penafsiran, ketidakjelasan pengaturan, ketidakpuasan, ketersinggungan, kecurigaan,
tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur, kesewenang-wenangan, terjadinya
keadaan-keadaan yang tidak terduga.
Di dalam bidang hukum kesehatan seringkali suatu sengketa muncul karena
kesalahpahaman pasien yang diakibatkan pemahaman pasien akan istilah medik yang tidak
dipahami, kesalahpahaman pasien akan tindakan medik yang dilakukan oleh dokter kepada
pasien akibat kurangnya pemahaman pasien selaku orang awam, ketidakpuasan pasien
akan pelayanan medik yang diberikan oleh dokter, ketersinggungan pasien terhadap dokter

130 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


yang memberikan pelayanan medik, kesewenang-wenangan dokter dalam menangani
pasien, serta terjadinya keadaan-keadaan yang tidak terduga diakibatkan reaksi yang
berbeda dari tubuh pasien terhadap tindakan medik serta obat yang diminum.
Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan
dalam menyelesaikan sengketa, perselisihan ataupun konflik yang sedang mereka hadapi.
Penyelesaian sengketa dapat saja dilakukan oleh kedua belah pihak secara kooperatif,
dibantu oleh orang lain atau pihak ketiga yang bersifat netral dan lain sebagainya.

D. Pengertian dan Bentuk-bentuk Perselisihan/ Konflik


Istilah konflik berasal dari kata bahasa Inggris conflict dan dispute, yang berarti
perselisihan atau percekcokan, atau pertentangan. Perselisihan atau percekcokan tentang
sesuatu terjadi antara dua orang atau lebih. Konflik hampir tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehingga menjadi sulit untuk membayangkan ada orang yang tidak
pernah terlibat dalam konflik apapun. Black’s Law Dicitonary menjelaskan bentuk-bentuk
konflik sebagai berikut:
1. Conflicting evident, Evidence offered by plaintiffs and defendant, or prosecutor and
defendant which is inconsistent and cannot be reconciled;
2. Conflict of authority, A decision between two or more courts (general courts of last
resort) on some legal principal or application of law. May also refer to disparity
between authorities on a subject. See choice of law, conflict of laws;
3. Conflict of interest, Term used in connection with public officials and fiduciaries
and their relationship to matters or privaete interrest of gain to them. Ethical
problems connected therewith are covered by statutes in most jurisdiction and by
statutes on the federal level. The code of Professional Responsibility and Model
Rules of Professional Conduct set forth standard for actual or potential conflict of
interest between attorney and client. Generally, when used to suggest
disqualification of a public official from performing his sworn duty, the term of
conflict of interest refers to a clash between public interest and the private
pecuniary interest of the individual concerned. A conflict of interest arises when a
government employees personal or financial interest conflict or appears to conflict
with his official responsibility.
4. Conflict of law, Inconsistency or difference between the laws of different state or
countries, arising in the case of person who have acquired right, incurred
obligation, injures or damaged, or made contracts, within the territory of two or
more jurisdiction.
5. Conflict of Personal law, Term used to describe conflict within a particular state
arising from application of general law to racial and religious groups with have
their own laws. (Henry Campbell Black, 1990:299-300).

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 131


Pengertian di atas dapat membantu untuk menarik suatu kesimpulan sederhana guna
mendapatkan pengertian kata konflik atau percekcokan adalah adanya pertentangan atau
ketidaksesuaian antara para pihak yang akan dan sedang mengadakan hubungan atau
kerjasama. Konflik pada umumnya timbul diakibatkan berbagai faktor, yaitu:
1. Konflik data
Konflik data terjadi karena adanya kekurangan informasi (lack of information),
kesalahan informasi (misinformation), adanya perbedaan pandangan, adanya
perbedaan idata, dan adanya perbedaan penafsiran terhadap prosedur. Data
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu persetujuan. Oleh karena itu,
akurasi data sangatlah penting untuk mencapai suatu kesepakatan yang baik.
2. Konflik kepentingan
Para pihak dalam melakukan suatu kegiatan memiliki kepentingan, tanpa adanya
kepentingan para pihak sulit untuk dapat mengadakan kerja sama. Timbulnya
konflik kepentingan adalah karena disebabkan beberapa hal, yaitu: ada perasaan
atau tindakan yang bersaing, ada kepentingan substansi dari para pihak, ada
kepentingan prosedural, ada kepentingan psikologi.
3. Konflik hubungan
Konflik hubungan dapat terjadi oleh adanya kadar emosi yang kuat, terjadi
kesalahan persepsi, miskin komunikasi, atau kesalahan komunikasi, dan tingkah
laku negatif yang berulang-ulang.
4. Konflik struktur
Konflik struktur akan terjadi karena adanya pola merusak perilaku atau interaksi,
kontrol yang tidak sama, kepemilikian atau distribusi sumber daya yang tidak sama,
adanya kekuasaan dan kekuatan, geografi, psikologi yang tidak sama, atau faktor-
faktor lingkungan yang menghalangi kerjasama, serta waktu yang sedikit.
5. Konflik nilai
Konflik nilai terjadi karena adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau
perilaku, adanya perbedaan pandangan hidup, ideologi, dan agama, adanya
penilaian sendiri tanpa memperhatikan penilaian orang lain.

Pada umumnya konflik dapat terjadi di mana saja, dan kapan saja dalam suatu interaksi
atau hubungan antara sesama manusia, baik hubungan antara individu dengan individu
maupun kelompok dengan kelompok. Deutsch (1973) dan lainnya (Folger, Pool, dan
Stutman, 1993; Hocker dan Wilmot, 1985) telah meneliti beberapa elemen yang
memperparah konflik, yaitu:
1. Competitive process
Dalam hal ini, para pihak berkompetisi satu sama lain karena mereka percaya

132 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


bahwa tujuan mereka berlawanan dan dua orang dari mereka tidak dapat menilai
secara objektif.
2. Misperception and byus (salah persepsi dan bias)
Suatu konflik meningkatkan persepsi kecenderungan berubah atau menyimpang.
Orang cenderung berpikir secara konsisten dengan persepsi mereka terhadap
konflik. Oleh karena itu, mereka cenderung menginterpretasi orang dan peristiwa.
Dengan kata lain, berpikiran dengan cara demikian cenderung menjadi stereotip
dan bias.
3. Emotionality (emosional)
Konflik cenderung membuat manusia menjadi emosionil, misalnya para pihak
menjadi khawatir, marah, dan frustasi. Oleh karena itu, emosi cenderung
mendominasi pikiran, dan para pihak dapat menjadi sangat emosional dan irasional
sehingga konflik semakin membesar.
4. Lack of communication (kurang komunikasi)
Dalam hal ini terjadi kemunduran komunikasi, di mana para pihak kurang
berkomunikasi dengan pihak yang tidak setuju dengan mereka, dan lebih-lebih
dengan orang yang sependapat.
5. Blurred issues (permasalahan kabur)
Dalam hal ini akar permasalahan dalam perselisihan menjadi kabur dan kurang
jelas. Para pihak tidak mengerti kapan perselisihan telah dimulai, apakah konflik
ini siap untuk diselesaikan, atau apa yang akan diselesaiakan? Kekaburan
permasalahan ini disebabkan oleh permasalahan yang tidak relevan.
6. Rigid commitment (komitmen yang kaku)
Dalam hal ini, para pihak berpendirian tetap pada posisinya, para pihak menjadi
lebih berkomitmen dengan pandangan mereka. Proses berpikir menjadi kaku, para
pihak cenderung melihat permasalahan sebagai sesuatu yang sederhana dan tidak
kompleks serta multidimensi.
7. Magnified differences, minimized similarities (memperbesar perbedaan,
meminimalkan persamaan)
Para pihak berpegang teguh pada komitmen mereka sehingga permasalahan
menjadi kabur. Mereka hanya melihat kedudukan satu sama lain sebagai oposisi
yang berlawanan. Semua faktor yang berbeda dan terpisah dari setiap pihak
semakin membesar dan menekan, sementara persamaan dan kebersamaan yang
mereka bagi menjadi lebih sederhana dan diminimalkan.
8. Escalation of the conflict (peningkatan konflik)
Konflik akan meningkat apabila para pihak bertahan dalam pandangannya, kurang
toleransi, kurang menerima pihak lain, kurang komunikasi, dan emosional.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 133


E. Sengketa Medik
Seseorang yang berobat kepada seorang dokter baik di tempat praktek pribadi ataupun
di Rumah Sakit disebut pasien. Sekalipun pasien tersebut sebagai pihak yang meminta/
memerlukan bantuan dari seorang dokter namun pasien tetap mempunyai hak. Oleh karena
itu, dokter yang merawat berkewajiban memperlakukan pasien dengan baik. Dahulu
hubungan antara dokter dengan pasiennya bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu
mengikuti petunjuk dokter tanpa bertanya. Tetapi sekarang hubungan itu sudah berubah,
karena dokter lebih bersifat sebagai mitra dari pasien, dan pasien mengharapkan penjelasan
dari dokter tentang keluhannya. Sedangkan menurut hukum kedudukan dokter dan pasien
adalah seimbang yaitu masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Hubungan
antara dokter dan pasien pun sekarang sudah bergeser dari hubungan yang paternalistik
menjadi hubungan yang seimbang dan saling mengisi. Masyarakat pun menjadi lebih
berani untuk menuntut pada dokter atau rumah sakit apabila merasa dirugikan. Kerbala
menyatakan:
“Pola paternasiltik ini untuk masa sekarang yang kesadaran hukum pasien
akan hak-haknya semakin meningkat, serta tingkat pengetahuan masyarakat
yang semakin tinggi sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.”
(Husein Kerbala, 1993:18)
Pada kenyataannya, dalam praktik kedokteran selalu mungkin terjadi suatu kejadian
yang tidak diharapkan. Kejadian yang tidak diharapkan tersebut bisa berupa
ketidaknyamanan, kecacatan, bahkan hingga menimbulkan kematian. Kejadian yang tidak
diharapkan ini pada umumnya tidak diketahui oleh pasien bahwa dokter sudah berupaya
untuk bertindak dan berikhtiar semampunya namun hasilnya tidak selalu sesuai dengan
yang diharapkan. Hal ini seringkali menimbulkan gugatan pasien kepada dokter. Hal
lainnya yang pada umumnya menimbulkan gugatan pasien kepada dokter, antara lain: hasil
pengobatan yang tidak memenuhi harapan, hubungan dokter dan pasien yang tidak / kurang
baik; pelayanan / ucapan yang kurang menyenangkan, dugaan terjadinya kelalaian / kurang
hati-hati, dugaan bahwa dokter tidak taat akan standar pelayanan, provokasi dari pihak
lainnya, dan masalah dana. Kazuto Inaba seorang pakar penyelesaian sengketa medik dari
Jepang menyatakan bahwa:
“Kesalahan dokter di dalam melakukan tindakan medik dapat dikategorikan
menjadi kasus kesalahan / kecerobohan dan kecelakaan pada kedokteran
yakni suatu kejadian yang terjadi pada pasien di luar dugaan dan berakibat
buruk bagi pasien”. (Kazuto Inaba, Perselisihan Kedokteran dan ADR,
2008)
Baik kasus kesalahan/ kecerobohan maupun kasus kecelakaan pada kedokteran dapat
menimbulkan perselisihan yang pada akhirnya menimbulkan tuntutan. Bentuk-bentuk
yang dapat terjadi dalam hubungan dokter dan pasien:

134 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


1. Terjadi perselisihan walaupun tidak terjadi kecelakaan;
2. Tidak semua perselisihan menjadi tuntutan hukum;
3. Tidak semua kecelakaan menyebabkan perselisihan;

Sengketa medik yang terjadi antara dokter dan pasien dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui jalur-jalur penyelesaian sengketa baik yang bersifat litigasi maupun non litigasi.
Proses penyelesaian perselisihan secara litigasi adalah suatu perselisihan diselesaikan
dengan suatu aturan dan proses yang telah ditetapkan, termasuk proses hearing dimana
kesaksian disampaikan dan pengakuan diajukan, dan berakhir pada suatu keputusan
mengikat oleh hakim. Sedangkan penyelesaian perselisihan di luar jalur pengadilan/
litigasi dinamakan alternatif penyelesaian sengketa (APS).

F. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Pada Umumnya


Pada masa dahulu saat masyarakat belum mengenal hukum tertulis, cara yang ditempuh
adalah berdasarkan kebiasaan setempat yang dikenal dengan hukum adat setempat,
kemudian berkembang ke cara-cara yang bersifat lebih formal melalui lembaga peradilan
berdasarkan hukum tertulis. Dalam perkembangannya masyarakat secara berangsur-angsur
beralih menggunakan cara penyelesaian sengketa yang dianggap lebih memeberikan
keadilan dan kepastian hukum. Demikian juga di Indonesia, hampir semua sengketa baik
yang bersifat pidana maupun perdata diselesaikan di pengadilan. Hal ini dapat dibuktikan
dengan begitu banyaknya kasus yang diselesaikan lewat pengadilan. Penyelesaian
sengketa lewat pengadilan ini dikenal dengan proses penyelesaian sengketa lewat jalur
litigasi.
Namun seiring dengan perkembangan jaman saat ini penyelesaian sengketa/ konflik
mulai mengarah kembali pada penyelesaian dengan cara yang dikenal dengan Alternative
Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Perkembangan
ADR ini dipicu karena masyarakat merasa mendapatkan kendala-kendala di dalam
memperoleh keadilan seperti jangka waktu yang lama, biaya yang cukup mahal, rahasia
tidak terjamin. Proses penyelesaian sengketa lewat jalur di luar pengadilan ini dikenal
dengan proses penyelesaian sengketa lewat jalur non litigasi.
Sebelum lebih lanjut membahas mengenai penyelesaian sengketa medik lewat jalur non
litigasi khususnya mediasi, maka akan dipaparkan terlebih dahulu secara umum
karakteristik penyelesaian sengketa lewat jalur litigasi dan non litigasi.
Karakteristik penyelesaian sengketa lewat jalur litigasi, antara lain:
a. Prosesnya sangat formal (artinya terikat pada hukum acara);
b. Para pihak berhadap-hadapan untuk saling melawan, terjadi saling adu argumentasi,
mengajukan alat bukti;
c. Pihak ketiga netralnya (hakim) tidak ditentukan oleh para pihak, dan keahliannya

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 135


bersifat umum;
d. Prosesnya bersifat terbuka/ transparan;
e. Hasil akhir berupa putusan yang didukung pertimbangan/ pandangan hakim.

Namun di samping kelebihan dari penyelesaian sengketa lewat jalur litigasi ini, tercatat
beberapa kekurangannya, antara lain:
a. Proses yang berlarut-larut atau lama untuk mendapatkan suatu putusan yang final dan
mengikat;
b. Menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan diantara para pihak;
c. Kemampuan dan pengetahuan hakim yang bersifat terbatas dan bersifat umum;
d. Tidak dapat diarahasiakan;
e. Kurang mampu mengakomodasi kepentingan pihak asing;
f. Sistem administrasi dan birokrasi peradilan yang lemah;
g. Putusan hakim mungkin tidak dapat diterima oleh salah satu pihak, karena memihak
salah satu pihak atau dirasa tidak adil.

Sedangkan karakterisik dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), antara lain:


a. Privat, sukarela dan konsensual (didasarkan atas kesepakatan para pihak);
b. Bersifat kooperatif, tidak agresif / bermusuhan;
c. Fleksibel dan tidak formal / baku;
d. Kreatif
e. Melibatkan partisipasi aktif para pihak dan sumber daya yang mereka miliki;
f. Bertujuan untuk mempertahankan hubungan baik.
Sehingga keuntungan dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), dapat disebutkan di
bawah ini:
a. Cepat dan murah;
b. Kontrol para pihak terhadap proses dan hasil;
c. Dapat menyelesaiakan sengketa secara tuntas dan holistik;
d. Meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan yang sesuai dengan keinginan para
pihak untuk menerimanya.

Priyatna Abdurrasyid menyimpulkan bentuk alternatif penyelesaian sengketa adalah


mediation, conciliation, disputers prevention, binding opinion, valuation appraisal,
sepcial matters, matters, ombudsmen, minitrial, private judges, summary jury trial,
qualitity arbitration atau arbitration (Priyatna A, 1996:12). Bentuk-bentuk Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) yang dapat ditempuh oleh para pihak untuk menyelesaikan
sengketa yang terlanjut terjadi cukup beragam, namun pada umumnya bentuk Aleternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) yang paling lajim digunakan adalah:

136 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


a. Negosiasi
Negosiasi adalah: “Komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesekapatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama
maupun berbeda”. (Getting To Yes: Negotiating an Agreement Without Giving In,
London Bussiness Book, 1991:XIII) (terjemahan bebas oleh penulis)
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia negosiasi adalah: “Negosiasi
adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima,
guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan
pihak (kelompok atau organisasi) lain”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989:661)
b. Mediasi
Pengertian mediasi berdasarkan Pasal 1 butir 7 Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
sebagai berikut: “Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.
Sedangkan Christopher W. Moore, menyatakan bahwa mediasi adalah: “The
intervention in a negotiation or a conflict of an acceptable third party who has limited
or no authoritative decision making power but who assists the involved parties in
voluntary reaching a mutually acceptable settlement of issues in dispute.” (The
Mediation Process and Practice)
c. Konsiliasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat bahwa arti konsiliasi adalah: “Sebagai
usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih utnuk pencapai persetujuan
dan menyelesaikan perselisihan”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989)
Sedangkan menurut Oppenheim, konsoliasi adalah: “Proses penyelesaian sengketa
dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk
menguraikan / menjelaskan fakta-fakta dan (biasanya setelah mendengar para pihak
dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan), membuat usulan-usulan
untuk suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat.” (Huala Adolf,
1994:186)
d. Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa Latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan (M. Husein & A. Supriyani,
tidak bertahun). Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa arbitrase adalah: “The
reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties to the dispute
who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued after hearing at which
both parties have an opportunity to be heard”.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor: 30 Tahun 1999
tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang dimaksud dengan arbitrase adalah:

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 137


“Cara penyelesaian satu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pra pihak yang bersengketa”.
Tulisan ini akan lebih menitikberatkan pada alternatif penyelesaian sengketa
khususnya alternatif penyelesaian sengketa medik melalui mediasi, oleh karena itu
pada bagian berikutnya secara khusus akan dipaparkan lebih lanjut mengenai aspek-
aspek dari mediasi.

G. Alternatif Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Jalur Mediasi


Mediasi dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Mediasi dapat
dilakukan di luar pengadilan artinya mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang dibantu
oleh mediator untuk menyelesaikan sengketa dilakukan oleh para pihak yang bersengketa
sebelum sengketa diteruskan ke pengadilan. Sedangkan proses mediasi di pengadilan
artinya mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang dibantu oleh mediator untuk
menyelesaikan sengketa dan dilakukan oleh para pihak yang bersengketa setelah sengketa
masuk dalam proses pengadilan.
Sengketa medik dapat diselesaikan melalui mediasi di luar pengadilan dengan cara
membuat suatu penengah kedokteran yang bertindak selaku mediator antara pihak pasien
ataupun keluarga pasien dengan pihak dokter atau rumah sakit. Jadi dapat dibuat suatu
lembaga mediator baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Sehingga,
masalah yang terjadi antara dokter dan pasien dapat segera diselesaikan oleh lembaga ini.
Model mediator baik di dalam maupun di luar rumah sakit ini perlu dipopulerkan agar
model ini membantu proses penyelesaian sengketa dengan cepat, tepat, dan memuaskan
para pihak yang bersengketa. Proses mediasi di luar pengadilan ini tidak terikat oleh tata
cara maupun hal-hal lain yang bersifat formal ataupun prosedural namun alangkah baiknya
agar proses mediasi dapat mengacu pada prosedur mediasi di pengadilan agar kesepakatan
yang terjadi antara para pihak merupakan kesepakatan yang memenuhi unsur-unsur yang
tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila
para mediator yang bertugas dalam proses mediasi di luar pengadilan pun memiliki
pengetahuan untuk dapat bertindak sebagai mediator yang baik.
Sedangkan, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan (untuk selanjutnya disingkat Perma 1/2016).
Lebih lanjut, Pasal 4 Perma 1/2016 menyatakan bahwa: “Semua sengketa perdata yang
diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan
perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu
diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung ini. Pasal 4 ayat ayat (2) Perma 1/2016 menyatakan bahwa: ”semua
sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu

138 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator, kecuali perkara
yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial,
keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, permohonan pembatalan
putusan arbitrase, keberatan atas putusan komisi informasi, penyelesaian perselisihan
partai politik, sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana, sengketa
lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiaannya
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. dan keberatan atas putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha”.
Sengketa medik yang terlanjur masuk dalam jalur litigasi atau masuk dalam proses
hukum dapat diselesaikan pula lewat jalur mediasi, karena prosedur mediasi wajib
ditempuh sebelum majelis hakim memeriksa pokok perkaranya, apabila tidak ditempuh
proses mediasi mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Pemerintah Indonesia cq Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam hal ini
menganggap bahwa alternatif penyelesian sengketa lewat mediasi penting untuk
dikembangkan tercermin dari diktum menimbang dalam 1/2016), yakni:
a. Bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat,
efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk
memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan;
b. Bahwa dalam rangka reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia
yang berorientasi pada visi terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung,
salah satu elemen pendukung adalah Mediasi sebagai instrument untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan sekaligus implementasi asas
penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan;
c. Bahwa ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, Pasal 154 Reglemen Hukum
Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Tot Regeling Van Het
Rechtwezen in De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227) dan
Pasal 130 Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch
Reglement, Staatsblad 1941:44) mendorong Para Pihak untuk menempuh proses
perdamaian yang dapat didayagunakan melalui Mediasi dengan
mengintegrasikannya ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan;
d. Bahwa Prosedur Mediasi di Pengadilan menjadi bagian hukum acara perdata dapat
memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian
sengketa;
e. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan belum optimal memenuhi kebutuhan
pelaksanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan
keberhasilan Mediasi di Pengadilan;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 139


huruf c, huruf d dan huruf e, perlu menyempurnakan Peraturan Mahkamah Agung
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Mediasi pertama kali disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor: 30


Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa yakni: “Alternatif penyelesaian
sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli”.
Selanjutnya pengaturan mengenai mediasi diakomodasi dalam Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 2Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
selanjutnya Peraturan Mahkamah Agung ini dinyatakan tidak berlaku dan diganti oleh
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan. Selanjutnya peraturan ini disempurnakan oleh Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Prosedu Mediasi di
Pengadilan, dan terakhir peraturan ini disempurnakan Kembali oleh Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan.
Pasal 1 butir 1 Perma 1/2016, menyatakan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator. Sedangkan jangka waktu mediasi diatur dalam Pasal 24 Perma
1/2016 diatur sebagai berikut:
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), Para Pihak dapat menyerahkan Resume Perkara
kepada pihak lain dan Mediator.
(2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan
perintah melakukan Mediasi.
(3) Atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi dapat diperpanjang paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Mediator atas permintaan Para Pihak mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Hakim Pemeriksa Perkara
disertai dengan alasannya.
Mediasi memiliki karakteristik-karakteristik baik yang diyakini dapat menyelesaiakan
permasalahan antara pihak yang bersengketa dengan memuaskan dan tuntas bagi para
pihak. Karakteristik baik tersebut antara lain:
1. Proses mediasi merupakan perpanjangan atau pengembangan dari proses negosiasi;
2. Terdapatnya intervensi dari pihak ketiga (mediator) yang netral dan dapat diterima
oleh kedua belah pihak;
3. Pihak ketiga (mediator) tidak berwenang membuat keputusan jadi dalam hal ini

140 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


yang membuat keputusan adalah pihak yang bermediasi;
4. Pihak ketiga (mediator) membantu para pihak untuk mencapai atau menghasilkan
kesepakatan yang dapat diterima para pihak;
5. Mediasi dapat membantu memperbaiki komunikasi antara para pihak yang
bersengketa;
6. Mediasi membantu melepaskan kemarahan terhadap pihak lawan;
7. Mediasi dapat meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan posisi
masing-masing pihak;
8. Mediasi membatu para pihak untuk dapat mengetahui hal-hal atau isu-isu yang
tersembunyi yang terkait dengan sengketa yang sebelumnya tidak disadari;
9. Mediasi membantu para pihak untuk mendapatkan ide yang kreatif dalam rangka
menyelesaikan sengketa.

Namun dalam praktiknya terdapat kendala dan tantangan dalam melakukan mediasi
yakni pengaturan Alternative Dispute Resolution (ADR) baru diatur dalam Undang-
undang Nomor: 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya
disingkat UU APS), sehingga pengaturan tentang ADR seperti mediasi masih dianggap
minim. Salah satu penyebabnya adalah UU APS ini hanya banyak mengakomodir
mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sedangkan penyelesaian sengketa
melalui mediasi, konsoliasi, dan lainnya tidak tercantum. Selain hal tersebut, masyarakat
masih meragukan pengakuan atau penghargaan terhadap kesepakatan yang diperoleh dari
proses mediasi.
Masyarakat merasakan kurang mendapatkan kepastian hukum apabila melakukan
penyelesaian sengketa lewat proses mediasi, karena seringkali setelah para pihak
menghabiskan waktu dan biaya untuk mencapai kata sepakat, akan tetapi kesepakatannya
tidak mendapatkan pengakuan sebagaimana mestinya. Masalahnya, seringkali pengadilan
masih melihat kesepakatan yang dibuat di luar pengadilan tidak bisa langsung dieksekusi
secara serta merta.
Kendala berikutnya yakni keraguan masyarakat akan kekuatan hukum perdamaian.
Namun tidak perlu dikhawatirkan, karena hasil mediasi apabila ditinjau dari kacamata
hukum, perdamaian yang dibuat secara sah akan mengikat. Pasal 1888 KUH Perdata
menyatakan bahwa kekuatan hukum perdamaian sama dengan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika pasal tersebut dianalogikan dengan perdamaian
hasil mediasi maka perdamaian hasil mediasi dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap artinya keputusan telah berkekuatan
hukum mutlak namun undang-undang berusaha pula membelikan perlindungan terhadap
hal-hal yang eksepsional (dikecualikan). Contoh: perdamaian yang dibuat berdasarkan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 141


mis-interpretasi, namun perkaranya sudah terlebih dahulu diputus. Suatu perdamaian yang
dibuat secara sah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan haruslah memiliki
kekuatan hukum yang mutlak. Namun, apabila terdapat cacat dalam pembuatan
perdamaian tersebut maka perjanjian perdamaian tentu saja dapat dibatalkan.

H. Penutup
Hubungan antara dokter dan pasien saat ini sudah mengalami perubahan dari hubungan
yang bersifat paternalistik menjadi suatu hubungan yang lebih bersifat sebagai mitra antara
dokter dengan pasien. Pasien mengharapkan penjelasan dari dokter tentang keluhannya,
mendapatkan penjelasan mengenai diagnosis dokter, dan mendapatkan penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan serta mendapatkan penjelasan mengenai
pengobatan yang akan dilakukan. Sedangkan menurut hukum kedudukan dokter dan
pasien adalah seimbang yaitu masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Hubungan antara dokter dan pasien pun sekarang sudah bergeser dari hubungan yang
paternalistik menjadi hubungan yang seimbang dan saling mengisi. Masyarakat pun
menjadi lebih berani untuk menuntut pada dokter atau rumah sakit apabila merasa
dirugikan. Perubahan hubungan dokter pasien ini pada gilirannya meningkatkan pula
sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien.
Sengketa medik sering timbul diakibatkan beberapa hal, antara lain: hasil pengobatan
yang tidak memenuhi harapan, hubungan dokter dan pasien yang tidak / kurang baik;
pelayanan / ucapan yang kurang menyenangkan, dugaan terjadinya kelalaian / kurang hati-
hati, dugaan bahwa dokter tidak taat akan standar pelayanan, provokasi dari pihak lainnya,
dan masalah dana.
Penyelesaian sengketa medik yang timbul dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni
menempuh jalur litigasi dan non litigasi. Beberapa bentuk alternatif penyelesaian sengketa
(APS) yang populer digunakan masyarakat, antara lain: negosiasi, mediasi, konsiliasi,
arbitrase.
Tulisan ini menyoroti alternatif penyelesaian sengketa (APS) melalui prosedur mediasi.
Prosedur mediasi ini dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Keunggulan proses mediasi ini adalah proses mediasi merupakan perpanjangan atau
pengembangan dari proses negosiasi;terdapatnya intervensi dari pihak ketiga (mediator)
yang netral dan dapat diterima oleh kedua belah pihak;pihak ketiga (mediator) tidak
berwenang membuat keputusan jadi dalam hal ini yang membuat keputusan adalah pihak
yang bermediasi; pihak ketiga (mediator) membantu para pihak untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima para pihak; mediasi dapat membantu
memperbaiki komunikasi antara para pihak yang bersengketa; mediasi membantu
melepaskan kemarahan terhadap pihak lawan; mediasi dapat meningkatkan kesadaran
akan kekuatan dan kelemahan posisi masing-masing pihak; mediasi membatu para pihak

142 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


untuk dapat mengetahui hal-hal atau isu-isu yang tersembunyi yang terkait dengan
sengketa yang sebelumnya tidak disadari; mediasi membantu para pihak untuk
mendapatkan ide yang kreatif dalam rangka menyelesaikan sengketa.
Mengingat banyak aspek positif yang didapat dalam suatu proses mediasi, maka penyaji
menyimpulkan proses alternatif penyelesaian sengketa (APS) melalui mediasi merupakan
suatu alternatif yang baik yang bersifat sangat membantu, holistik dan tuntas untuk dapat
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien.

Daftar Pustaka

Buku
1. Catherine Tay, Tien Sim Leng. (2010). Biomedial Ethics And Medical Law In Blood
Tranfusion Practice, Singapore: Armour Publishing Pte Ltd.
2. Huala Adolf. (1994). Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
3. Husein Kerbala. (1993). Segi-Segi Etis Dan Yuridis Informed Consent, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
4. Guwandi. (2006). Dugaan Malpraktik Medik dan Draft RP: Perjanjian Terapetik
Antara Dokter dan Pasien, Jakarta: FK UI.
5. Joseph P. Folger, Marshall Scott Poole, Randall K. Stutman. (2017). Working Through
Conflict: Strategies for Relationships, Groups, and Organizations 8th Edition.
6. Kazuto Inaba. (2008). Perselisihan Kedokteran dan ADR.
7. Priyatna Abdurrasyid. (2001). Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
Fikahati Aneka.
8. Roger Fisher and William Ury, Bruce Patton. (1991). Getting To Yes: Negotiating an
Agreement Without Giving In, United Kingdom: Penguin Group.
9. Veronica Komalawati. (2002). Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik
(Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Bandung: Citra Aditya Bakti.
10. Widodo Tresno Novianto. (2017). Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Surakarta:
UNS Press.
11. William W & Hocker, Joyce L. (2007). Interpersonal Conflict (ed 7th). New York:
McGraw-Hill.
12. Wiryono Prodjodikoro. (2000). Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju.

Peraturan
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 143


2. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
4. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
5. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
6. Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Tot
Regeling Van Het Rechtwezen in De Gewesten Buiten Java En Madura), Staatsblad
1927.
7. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement),
Staatsblad 1941.
8. Undang-undang Nomor: 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa.
9. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Kamus
1. Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary 11th edition, 2019.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://www.kbbi.kemdikbud.go.id

144 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XV
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat
Yenni Limyati

Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) merupakan bukti komitmen nyata dari


Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di bidang kesehatan dan peningkatan kualitas
hidup dari segala aspek kehidupan penyandang disabilitas (pedi). Hal ini seperti tertulis
pada pasal 26 perihal habilitasi dan rehabilitasi yang identik dengan filosofi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (IKFR) yang mengupayakan kemampuan fungsional
penyandang disabiltas untuk dapat mandiri penuh secara fisik, mental, sosial, dan
partisipasi di lingkungan bermasyarakat guna meningkatkan kualitas hidup. Layanan
rehabilitasi medik ini bersifat komprehensif, meliputi tahap promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif, serta bersifat multidisiplin, baik oleh tenaga medis maupun non
medis.(Wahyuni LK, 2012)
RBM merupakan pelayanan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas dengan
memberdayakan masyarakat setempat, termasuk para penyandang disabilitas. Tujuan
RBM ini adalah untuk mengangkat hak asasi penyandang disabilitas agar dapat hidup layak
dengan kualitas hidup yang baik.

Gambar 1. Matriks RBM (World Health Organization (WHO), 2010b)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 145


Matriks RBM: Komponen Kesehatan
Komponen kesehatan terdiri elemen promosi kesehatan atau penyuluhan, pencegahan,
pelayanan medis, rehabilitasi, dan alat bantu. (World Health Organization (WHO), 2010a;
2010b)

1. Penyuluhan dan Pencegahan


Penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan mengendalikan faktor
pendukung kesehatan lainnya. Penyuluhan ini berkaitan erat dengan elemen kedua,
yaitu pencegahan. Tingkat pencegahan terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
- Pencegahan primer yaitu tindakan pencegahan sebelum terjadi sakit penyakit yang
umumnya dengan pola hidup sehat
- Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah komplikasi dari suatu penyakit
dengan cara deteksi dan pengobatan dini
- Pencegahan tersier merupakan upaya pemulihan dari penyakit kronis yang sudah
tidak ada pengobatan lebih lanjut, dimana peran rehabilitasilah yang berperan
besar.

2. Pelayanan Medis
Pelayanan medis dalam konteks RBM ini memastikan bahwa penyandang
disabilitas memperoleh akses pelayanan medis yang adekuat berdasarkan kebutuhan
individu melalui deteksi, pencegahan, dan pengobatan dini, serta meminimalkan
dan/atau memperbaiki kondisi kesehatan dan kelemahan fungsinya dengan intervensi
medis. Seringkali staf medis merujuk pasien dengan disabilitas ke instalasi rehabilitasi
di rumah sakit umum daripada ditangani di fasilitas kesehatan primer. Tim RBM perlu
mengetahui perbedaan di tiap tingkat pelayanan kesehatan agar mampu memfasilitasi
para penyandang disabilitas dan keluarganya ditingkat pelayanan kesehatan yang
bersangkutan.
- Fasilitas kesehatan tingkat primer, seperti puskesmas dan klinik pratama, berfungsi
sebagai kontak pertama pasien dalam menangani kondisi akut dan manajemen rutin
untuk penyakit kronik, seperti lepra, epilepsi, tuberkulosis, dan diabetes. RBM di
tingkat komunitas beroperasi bersamaan dengan fasilitas kesehatan primer.
- Fasilitas kesehatan tingkat sekunder merupakan pelayanan medis oleh dokter
spesialis di klinik utama ataupun rumah sakit di kecamatan, dan biasanya menerima
rujukan dari fasilitas kesehatan primer.
- Fasilitas kesehatan tingkat tersier merupakan pelayanan spesialis yang lebih
spesifik dan dilengkapi oleh staf medis spesialistik, termasuk perawat dan

146 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


paramedik yang sudah dibekali dengan pelatihan atau keterampilan spesialistik dan
penggunaan peralatan teknologi tinggi. Contoh pelayanan di tingkat ini adalah
bedah otak, pelayanan paliatif onkologi, atau bedah ortopedi.

3. Rehabilitasi
Elemen rehabilitasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi peyandang disabilitas
agar kualitas hidupnya meningkat dan dapat berperan kembali di dalam lingkungan
hidupnya. RBM dalam elemen rehabilitasi ini berperan besar untuk mempublikasikan,
mendukung, dan mengimplementasikan kegiatan rehabilitasi di tingkat masyarakat,
serta memfasilitasi proses rujukan ke fasilitas pelayanan rehabilitasi spesialistik. RBM
diharapkan dapat memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk
mengakses layanan rehabilitasi dalam rangka inklusi, partisipasi, dan peningkatan
kesejahteraan mereka.
Kunci keberhasilan rehabilitasi terletak pada kerja sama dan hubungan yang solid
antara penyandang disabilitas, tenaga medis profesional di bidang rehabilitasi, dan tim
RBM lainnya. Oleh karena itu, penyusunan sebuah program rehabilitasi jangka panjang
bagi pasien haruslah realistis dan patient-centered. Program rehabilitasi bagi individu
pasien merupakan program jangka panjang. Agar dapat tercapai, program tersebut
sudah layaknya disesuaikan dengan jenis kelamin, usia, status sosioekonomi,
kepribadian, kemampuan, dan harapan pasien, serta lingkungan tinggal pasien. Selain
itu, konsultasi perlu dilakukan secara berkala dan ditunjang dengan inovasi pelayanan,
serta melibatkan pasien dalam penyusunan target jangka pendek dan panjang.
Pelayanan ini idealnya tersedia di berbagai fasilitas kesehatan, rumah, dan
masyarakat. Selain itu, agar pelayanan ini berlangsung secara berkesinambungan,
dapat dipertimbangkan untuk melakukan beberapa aktivitas, antara lain
mengidentifikasi kebutuhan penyandang disabilitas, memfasilitasi proses rujukan, dan
menindaklanjutinya secara aktif; memfasilitasi kegiatan rehabilitasi, seperti intervensi
dini untuk merangsang perkembangan anak, mendorong kemandirian secara
fungsional, memfasilitasi modifikasi fasilitas lingkungan, dan membantu menciptakan
kelompok swabantu; mengembangkan pusat informasi dan memperluas distribusi
informasi tersebut, sebagai contoh membuat buku panduan untuk tim RBM,
penyandang disabilitas, dan keluarganya, dengan materi menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan disesuaikan dengan budaya setempat, serta menempatkan buku
panduan tersebut di berbagai lokasi pemerintah daerah, puskesmas, fasilitas
pemerintah, fasilitas kesehatan, dan pusat penyandang disabilitas; dan memberikan
pelatihan bagi tim RBM agar dapat memberikan edukasi dan pelayanan tepat ke pasien
sesuai dengan keterampilan dan keahliannya, serta dapat mempertahankan pelayanan
RBM dengan baik.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 147


Secara keseluruhan, pelayanan rehabilitasi ini dapat berjalan dan dipertahankan
hanya dengan kerjasama antara sektor pemerintah, swasta, LSM, dan internal RBM.
RBM dengan cakupan bidang kesehatan, pendidikan, mata pencaharian, dan
kesejahteraan sosial juga harus dibangun dan dipertahankan. Sebagai contoh kasus,
pria paruh baya dengan stroke, hemiparesis, dan depresi, maka kegiatan rehabilitasi
yang dapat dilakukan pada konsep RBM adalah latihan penguatan ekstremitas yang
lemah (strengtheting exercise); latihan pola jalan (gait analysis); terapi fungsional
untuk menjalan kehidupan sehari-hari, seperti berpakaian, mandi, dan makan secara
mandiri; menyediakan alat bantu jalan untuk mengatasi masalah keseimbangan;
olahraga untuk mempercepat pemulihan wicara; konseling 1:1 untuk mengatasi
depresi; latihan relaksasi untuk menurunkan stres dan ansietas; sosialisasi melalui
support group; dan memberikan kesempatan untuk bekerja melalui terapi vokasional
agar dapat bekerja kembali, baik ke pekerjaan lama atau pekerjaan baru, dengan
penyesuaian kondisi terkininya.

4. Alat Bantu (Assistive Devices)


Elemen alat bantu dalam RBM memiliki peran untuk memfasilitasi akses alat bantu
yang adekuat dan berkualitas bagi penyandang disabilitas, yang dapat mempermudah
mereka untuk beraktivitas di dalam dan luar rumah serta berpartisipasi dalam
lingkungan masyarakat dan pekerjaan. Elemen ini penting untuk menurunkan tingkat
frustasi dan kondisi sekunder akibat ketidaknyamanan alat bantu, serta memutus
lingkaran kemiskinan dengan kembali aktif atau bekerjanya penyandang disabilitas.
Agar penyandang disabilitas dapat menjalani hidup mendekati kehidupan normal,
maka alat bantu didesain sesuai dengan kebutuhan.
- Dalam hal pengadaan dan pemilihan alat bantu, tim RBM dengan pendekatan
multidisiplin bekerjasama dengan penyandang disabilitas dan keluarganya, dimulai
dari pemeriksaan medis yang komprehensif yang disesuaikan dengan riwayat
medis, kemampuan fungsi saat ini, tujuan individu, serta evaluasi alat bantu yang
sedang digunakan.
- Dalam hal perbaikan, pergantian alat bantu akan dibantu oleh tim RBM.
Penting bagi pengguna untuk mendapat edukasi, pelayanan perbaikan, dan
penggantian modifikasi alat bantu bila bermasalah, dan pengguna juga perlu
dibantu untuk beradaptasi di lingkungan tempat tinggal dan kerja.
Agar penggunaan alat bantu dapat meningkatkan kemandirian penyandang
disabilitas, diperlukan faktor pendukung, antara lain diciptakannya lingkungan bebas
hambatan, adaptasi atau modifikasi fasilitas anak tangga dengan memasang ramp,
sistem pendukung lingkungan seperti perilaku masyarakat, serta desain peralatan dan

148 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


perabotan yang dapat digunakan oleh penyandang disabilitas dan non-disabilitas.
Untuk itu, perlu untuk melatih seniman lokal dan mempermudah akses alat bantu
dengan membangun industri kecil produksi alat bantu, serta memperluas jaringan
bisnis ataupun distribusi alat bantu. Tim RBM dapat bekerja sama dengan individu,
anggota keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat untuk mengatasi
hambatan lingkungan yang ada bagi pengguna alat bantu.

Tim RBM
Tim RBM dapat dibedakan berdasarkan peran dalam tim, yaitu peran utama, yang
meliputi penyandang disabilitas, keluarga penyandang disabilitas, kader, dan masyarakat
di wilayah binaan;dan peran pendukung, yang meliputi tim RBM kecamatan/kelurahan,
tim RBM DT II, dan tim RBM DT I. Tim mencakup unsur pemerintah dan non pemerintah
yang terkait dengan rehabilitasi kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan sosial.

1. Peran Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam RBM (SpKFR)
Dokter SpKFR bertugas di tingkat propinsi dan nasional, yaitu di rumah sakit kelas
B dan A, bersama tim rehabilitasi medik. Namun, diperlukan tenaga profesional pada
setiap tingkatan. Dokter SpKFR berperan dalam beberapa hal, yaitu menyusun konsep
dan pedoman pengembangan RBM; melakukan sosialisasi dan advokasi; memantau,
mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan program RBM; membina
komunikasi dengan berbagai tingkat pelayanan; memberikan pelayanan rehabilitasi
medik subspesialistik, yang mencakup layanan rehabilitasi medik muskuloskeletal,
neuromuskular, pediatrik, kardiorespirasi, dan geriatrik, dengan pelayanan yang
mencakup pemeriksaan dan analisis, penegakkan diagnosis medik dan fungsional,
prognostik, serta arahan dan evaluasi program rehabilitasi medik; bekerjasama dengan
tim rehabilitasi medik dalam memberikan layanan fisioterapi, okupasi terapi, terapi
wicara, ortotik-prostetik, psikologi, sosial medik, dan konseling persiapan vokasional;
serta melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di bidang KFR.

2. Peran Dokter Layanan Primer dalam RBM


Dokter layanan primer bertugas di tingkat kabupaten dan kecamatan, yaitu di
puskesmas dan rumah sakit kelas C atau D, bersama dengan fisioterapis, okupasi
terapis, dan perawat rehabilitasi medik. Dokter layanan primer berperan dalam
memberikan pelayanan rehabilitasi medik dasar, yaitu melakukan asesmen fungsi
sederhana pada penyakit dan tata laksana promotif dan preventif gangguan fungsi;
membina masyarakat; serta melaksanakan rujukan sesuai ketentuan yang berlaku.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 149


3. Peran Kader dalam RBM
Kader adalah tenaga sukarela yang berdomisili di RW binaan RBM setempat yang
telah diberikan pelatihan pencegahan kecacatan, deteksi, dan rehabilitasi penyandang
disabilitas.
Kader RBM berperan dalam menjembatani penyandang disabilitas, keluarga
penyandang disabilitas, profesional, dan tokoh masyarakat; melibatkan masyarakat;
melakukan kunjungan rumah untuk mendeteksi penyandang disabilitas; menentukan
penyandang disabilitas yang memerlukan latihan dan memilihkan paket latihan yang
sesuai; menentukan anggota keluarga atau masyarakat yang akan menjadi pelatih
penyandang disabilitas; memberikan latihan, membimbing, mengawasi, dan
memotivasi pelatih penyandang disabilitas atau anggota keluarga; mencatat dan
melaporkan kegiatan RBM; mengadakan kerja sama dengan guru; serta memilih dan
merujuk penyandang disabilitas yang memerlukan rujukan.

4. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat termasuk lurah/ kepala desa, guru, jajaran pemerintah terkait,
organisasi (PKK, LKMD, dan kelompok tani), dan pengusaha. Peran tokoh
masyarakat bagi penyandang disabilitas yaitu memberi kesempatan penyandang
disabilitas untuk berperan seperti anggota masyarakat lain, yakni bertanggung jawab
supaya penyandang disabilitas terlibat dalam kehidupan masyarakat dan kegiatan
sosial; mengunjungi keluarga penyandang disabilitas; menjadi orang tua asuh,
menyekolahkan, dan mencarikan pekerjaan; memberi bantuan dana, makanan,
pakaian, dan tempat tinggal bila diperlukan; membantu dalam kegiatan rumah tangga
dan pekerjaan (transportasi); serta mengusahakan kemudahan untuk fasilitas sosial
berupa bangunan/angkutan umum.
Peran tokoh masyarakat bagi kader yaitu mengadakan kader rehabilitasi di
wilayahnya, melaksanakan program pelatihan bersama kader, berdiskusi dengan kader
untuk mengetahui penyandang disabilitas dan permasalahannya,dan meminta kader
untuk menjelaskanmengenai penyandang disabilitas dan sebab kecatatan.

5. Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 adalah
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensoris
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif
dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam modul RBM, disebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah bayi, anak,
dewasa, atau usia lanjut di wilayah binaan RBM dengan gangguan kejang (ayan),

150 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


gangguan belajar, gangguan wicara, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan,
gangguan gerak, gangguan perkembangan, gangguan tingkah laku, gangguan mati
rasa, dan gangguan lainnya (sumbing, luka bakar, sesak, dan lain-lain).
Peran penyandang disabilitas yaitu bila penyandang disabilitas tidak memerlukan
latihan, penyandang disabilitas bertanggung jawab untuk mengorganisasi dan
menjalankan program dalam rangka memperbaiki kehidupan penyandang disabilitas
lain; bila penyandang disabilitas memerlukan latihan, kader bertanggung jawab
terhadap program latihan yang diperlukan untuk mencapai kemampuan seoptimal
mungkin, serta bekerja sama dengan keluarga dan masyarakat dalam menjalankan
program latihan; serta penyandang disabilitas berperan aktif membuat keputusan
sendiri dan berperan sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.

6. Keluarga Penyandang Disabilitas


Keluarga penyandang disabilitas adalah keluarga yang memiliki anggota yang cacat.
Keluarga penyandang disabilitas merupakan pelatih penyandang disabilitas
berdasarkan pedoman manual RBM yang telah dipilihkan oleh kader sesuai kondisi
penyandang disabilitas. Peran keluarga penyandang disabilitas yaitu melatih
penyandang disabilitas untuk meningkatkan fungsi seoptimal mungkin, memberikan
petunjuk pada penyandang disabilitas untuk membuat keputusan sendiri, membantu
penyandang disabilitas melakukan pekerjaan yang belum dapat dikerjakan,
merangsang peran penyandang disabilitas dalam keluarga, dan mengusahakan
komunikasi antara penyandang disabilitas dan masyarakat.

7. Masyarakat
Peran masyarakat di sekitar penyandang disabilitas yaitu memberikan kesempatan
pada penyandang disabilitas untuk berperan seperti anggota masyarakat lain, berdiskusi
dengan kader untuk mengetahui masalah penyandang disabilitas, mengunjungi
keluarga penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas untuk menanyakan
permasalahan dan membantu menyelesaikan masalah, menjadi orang tua asuh,
menyekolahkan, mencarikan pekerjaan, serta memberikan kemudahan untuk fasilitas
sosial berupa bangunan/angkutan umum.(Pandji et al., 2016)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 151


Daftar Pustaka
1. Pandji, T. D. et al. (2016) ‘Layanan Rehabilitasi di Rumah Sakit dan
Masyarakat’, in Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. PERDOSRI, pp. 1268–
87.
2. Wahyuni LK, T. A. (2012) White Book Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi:
Pedoman Layanan Rehabilitasi Medik. PERDOSRI.
3. World Health Organization (WHO) (2010a) Community based rehabilitation
guidelines — Health Component, WHO press.
4. World Health Organization (WHO) (2010b) Community based rehabilitation
guidelines — Introductory booklet., WHO press.

152 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XVI
Demografi
Cindra Paskaria

Pendahuluan
Demografi berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau
penduduk, dan grafein yang berarti menggambarkan atau menulis, sehingga demografi
didefinisikan sebagai gambaran atau tulisan mengenai penduduk. Ilmu demografi memiliki
manfaat sebagai berikut:
a. Mempelajari kuantitas, komposisi, dan distribusi penduduk dalam suatu daerah
beserta perubahannya.
b. Menjelaskan pertumbuhan penduduk di masa lampau dan memprediksi
pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang.
c. Menganalisis hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan
bebagai aspek pembanguan sosial, ekonomi, budaya, politik, lingkungan, dan
keamanan.
d. Mempelajari dan mengantisipasi kemungkinan konsekuensi pertumbuhan
penduduk pada masa yang akan datang.
Tiga fenomena yang merupakan bagian penting dari pertumbuhan penduduk adalah
dinamika kependudukan, komposisi penduduk, serta jumlah dan distribusi penduduk.

Sumber Data Kependudukan


Data kependudukan diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya:
A. Sensus Penduduk
Sensus penduduk dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Penduduk yang
memiliki tempat tinggal didata dengan pendekatan de jure, dimana mereka
dicatat sesuai dengan tempat tinggal secara formal. Penduduk yang tidak
memiliki tempat tinggal didata dengan pendekatan de facto dan dicatat dimana
mereka berada. Anggota kedutaan besar dan keluarganya tidak didata dalam
sensus. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk 2020
sebanyak 270,20 juta jiwa.
B. Survey Penduduk Antar Sensus
Survey penduduk antar sensus dilaksanakan di pertengahan periode antara dua
sensus penduduk. Dilakukan wawancara kepada rumah tangga terpilih untuk
memperoleh informasi mengenai kependudukan.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 153


C. Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia dan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia
Survei ini bertujuan untuk mengetahui data demografi khususnya kelahiran,
kematian, kesehatan, dan keluarga berencana.
D. Registrasi Penduduk
Data kependudukan diperoleh dari catatan administrasi perangkat desa.
Informasi yang dikumpulkan diantaranya adalah kelahiran, kematian, dan
migrasi. Registrasi ini dilakukan oleh kementrian dalam negeri dengan
menggunakan pendekatan de jure.

Komposisi Penduduk
Data komposisi penduduk yang utama dalam demografi adalah usia dan jenis kelamin.
Komposisi penduduk saat ini dapat mencerminkan pertumbuhan penduduk dimasa lalu dan
dan mengestimasi perkembangan penduduk dimasa yang akan datang melalui proses
kelahiran dan kematian.
Berdasarkan karakteristik sosial, komposisi penduduk dapat dikelompokkan
berdasarkan tingkat pendidikan, status perkawinan, kemampuan baca tulis. Berdasarkan
karakteristik ekonomi, komposisi penduduk dapat dikelompokkan berdasarkan jenis
pekerjaan dan status pekerjaan.
Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan komposisi penduduk
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasio ketergantungan (dependency ratio)
Rasio ketergantungan merupakan angka yang menyatakan perbandingan antara
jumlah penduduk usia nonproduktif (usia dibawah 15 tahun dan usia 65 tahun atau
lebih) dengan jumlah penduduk usia produktif (usia 15 sampai 64 tahun). Rasio
ketergantungan dapat menggambarkan banyaknya penduduk yang harus
ditanggung oleh penduduk usia kerja, meskipun data ini tidak akurat secara
ekonomi.
2. Rasio jenis kelamin (sex ratio)
Rasio jenis kelamin merupakan angka yang membandingkan jumlah penduduk
yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin
perempuan pada suatu daerah dan pada waktu tertentu. Rasio jenis kelamin
dinyatakan dalam jumlah penduduk laki-laki per 100 perempuan.
Komposisi penduduk dapat digambarkan dalam bentuk grafik yang disebut dengan
piramida penduduk. Gambar piramida penduduk Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat
pada gambar 22.1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat piramida
penduduk adalah:

154 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


a. Sumbu vertikal untuk usia penduduk, dapat menurut kelompok satu tahunan
atau lima tahunan.
b. Sumbu horizontal untuk jumlah penduduk, dapat menggunakan jumlah absolut
atau dalam bentuk persentase.
c. Dasar piramida dimulai dari usia termuda, dan dilanjutkan keatas untuk usia
yang lebih tua.
d. Puncak piramida untuk usia tertua dibuat dengan sistem umur terbuka (open
ended interval)
e. Bagian sebelah kiri piramida mewakili penduduk laki-laki, dan sebelah kanan
piramida mewakili penduduk perempuan.

Gambar 1. Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2010 (BPS RI)

Piramida penduduk dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu ekspansif, konstriktif, dan
stasioner. Berikut ini merupakan ciri-ciri ketiga piramida tersebut:
a. Ekspansif
Bagian dasar piramida lebar, menunjukkan proporsi penduduk muda yang
besar, dan proporsi penduduk tua yang kecil, serta pertumbuhan penduduk yang
tinggi.
b. Konstriktif
Bagian dasar piramida kecil, dan sebagian besar penduduk masih berada dalam
kelompok umur muda.
c. Stasioner

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 155


Bagian dasar piramida kecil, penduduk dalam tiap kelompok umur hampir
sama banyaknya dan mengecil pada usia tua.

Distribusi Penduduk
Distribusi penduduk merupakan kondisi sebaran penduduk secara keruangan. Distribusi
penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu persebaran penduduk secara geografis dan
berdasarkan administrasi pemerintahan. Secara global persebaran penduduk di dunia
secara geografis tidak merata, begitu juga dengan di Indonesia, sebagian besar penduduk
tinggal di Pulau Jawa. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alam, sosial, ekonomi, budaya,
dan politik. Persebaran penduduk berdasarkan administrasi pemerintahan di Indonesia
dibagi berdasarkan provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan.

Indeks Pembangunan Manusia


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang mengukur
keberhasilan upaya pembangunan kualitas hidup manusia atau masyarakat secara umum.
Tingkat pembangunan suatu wilayah ditentukan dengan IPM. Indeks ini juga
menunjukkan kinerja pemerintah dan merupakan indikator penentuan dana alokasi umum.
Indeks Pembangunan Manusia menggambarkan bagaimana penduduk dapat memiliki
akses terhadap hasil pembangunan untuk memperoleh penghasilan, kesehatan, pendidikan,
dan lain sebagainya. Pada tahun 2019 IPM Indonesia sebesar 71,92. Terdapat tiga dimensi
dasar yang membentuk IPM, yaitu (Nugroho, Clarisa, 2020):
1. Umur panjang dan hidup sehat
Dimensi umur panjang dan hidup sehat ditentukan oleh indikator harapan hidup
saat lahir. Umur harapan hidup saat lahir di Indonesia pada tahun 2019
mencapai 71,34, hal ini berarti bahwa bayi yang baru lahir dapat menjalani
hidup hingga usia 71-72 tahun.
2. Pengetahuan
Dimensi pengetahuan diukur dari harapan lama sekolah dan rata-rata lama
sekolah. Harapan lama sekolah merupakan kesempatan yang dimiliki
masyarakat untuk menempuh jenjang pendidikan formal, sedangkan rata-rata
lama sekolah merupakan stok modal manusia yang dimiliki oleh suatu wilayah.
Dimensi ini merupakan gambaran kemampuan masyarakat dalam mengakses
Pendidikan yang baik dan berkualitas, yang diperlukan untuk kehidupan
produktif dalam masyarakat modern. Penduduk Indonesia yang berusia 25
tahun keatas rata-rata sudah menjalani Pendidikan selama 8-9 tahun sekolah
atau telah menyelesaikan kelas VIII. Penduduk dengan usia 7 tahun yang mulai
bersekolah diperkirakan dapat menjalani Pendidikan hingga 12,95 tahun atau
tamat jenjang pendidikan menengah.

156 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


3. Standar hidup layak
Dimensi standar hidup layak diukur dengan menggunakan indikator
Pendapatan Nasional Bruto (PNB), namun tidak semua wilayah di Indonesia
memiliki indikator ini sehingga digunakan indikator lain yaitu pendapatan/
pengeluaran. Dimensi ini diperhitungkan dengan menggunakan logaritma
pengeluaran per kapita. Pada tahun 2019, pengeluaran perkapita di Indonesia
mencapai Rp. 11.299.000 per kapita per tahun.

Daftar Pustaka

1. BPS RI. (2013) Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. BPS. Jakarta


2. BPS RI. (2021) Potret Sensus Pensusuk 2020. BPS. Jakarta
3. BPS RI. https://www.bps.go.id/.
4. Nugroho, A., Clarissa, A. (2020) Indeks pembangunan manusia 2019. BPS.
Jakarta.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 157


158 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB XVII
Pembiayaan Kesehatan
Dani

Dana yang wajib disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Setyawan, 2015, Departemen Kesehatan RI, 2004).

Tujuan (Setyawan, 2015)


1) Setiap keluarga mampu menyediakan dana pembiayaan sepanjang waktu
2) Setiap keluarga mampu dengan tabungan pribadi menyediakan dana untuk jenis
pelayanan kesehatan
3) Besaran pengeluaran untuk pelayanan kesehatan tidak lebih besar dari pendapatan
sekalipun bagi orang kurang mampu
4) Status kesehatan yang baik menjadi tujuan akhir bagi semua orang

Sumber (Setyawan, 2015)


1. Uang negara.
2. Uang perorangan.
3. Hibah negara maupun negara lain
4. Patungan bersama

Model (Departemen Kesehatan RI, 2004)


1. Tanggung langsung oleh penerima manfaat setiap jenis pelayanan kesehatan pada
saatnya
2. Membayar semua jenis dan bentuk pelayanan secara umum maupun swasta
3. Titip simpan dana yang akan digunakan sewaktu waktu akan dipakai
4. Disesuaikan dengan jenis penggunaanya, baik resmi maupun tidak resmi
5. Jaminan oleh penyedia lembaga pembantu keuangan

Jaminan Kesehatan Nasional


JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah Jenis pelayanan bidang kesehatan program
dari pemerintah, Dikenal dengan nama BPJS (Jaminan Kesehatan Nasional, 2021).
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sendiri adalah badan atau perusahaan
asuransi yang sebelumnya bernama PT Askes yang menyelenggarakan perlindungan
kesehatan bagi para pesertanya (Humas BPJS, 2020).

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 159


Peserta (Humas BPJS, 2020).
1. Bukan penerima bantuan iuran:
- Pekerja penerima upah
a. Pekerja Negara
b. Tentara Nasional Indonesia
c. Polisi Republik Indonesia
d. Pejabat negara
e. Pekerja Negara kontrak
f. Pekerja swasta
g. Pekerjaan penerima gaji
- Pekerja penerima gaji langsung
a. Wiraswasta
b. Pengusaha
- Tidak bergaji :
a. Para penanam modal
b. Pembuat bidang kerja
c. Pensiunan
d. Pensiunan perang
e. Pejuang Kemerdekaan
f. kelurga inti yang ditinggalkan dari pejuang kemerdekaan
g. Wiraswasta sanggup/mampu membayar iuran
2. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
- Golongan Fakir miskin
- Golongan Orang tidak mampu

Manfaat yang diperoleh (Humas BPJS, 2019)


1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
• Puskesmas
• Dokter Praktik Mandiri
• Dokter Gigi Praktik Mandiri
• Klinik pertama TNI/Polri
• Rumah Sakit tipe D
• Fasilitas kesehatan Penunjang
2. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
1) Jenis Pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan:
a) Penyuluhan/Edukasi
b) Imunisasi Dasar
c) Pelayanan KB

160 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


d) Penapisan awal/Dini
e) Pelayanan penyakit kronis

2) Jenis pelayanan pengobatan dan rehabilitasi:


a) Pelayanan adminitrasi
b) Pelayanan periksa, obat-obatan dan penyuluhan kesehatan
c) Pelayanan intervensi kesehatan non lanjutan, seperti operasi atau bukan operasi
d) Pelayanan obat-obatan, alat medis serta bahan medis
e) Pelayanan periksa lanjutan seperti hasil laboratorium dasar.
3) Tipe layanan periksa, obat-obatan serta intervensi medis gigi dasar.
Proses pelaksanaan :
a. Pasien atau keluarga ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mendaftar
ikuti jalur layanan medis, tunjukkan KTP atau SIM atau KK dan kartu peserta
JKN-KIS/KIS Digital aktif
b. Pasien memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan tempat
terdaftar.
c. Jika pasien melakukan kunjungan tidak pada tempat terdaftar dengan alasan yang
bias diterima , atau kondisi khusus, maka pasien bisa dilayani oloh RJTP pada
fasilitas kesehatan bukan tempat terdaftar, sebanyak-banyaknya tiga kali
kedatangan dalam 1 bulan.
d. Setelah selesai dapat layanan, pasien atau keluarga harus tandatangan lembar bukti
layanan yang disediakan dari administrasi setempat.
e. Bila ada rujukan medis maka pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan, peserta akan dikonsulkan ke fasilitas yang lebih lengkap sesuai dengan
jalur yang ada.

3. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)


a. daftar serta administrasi;
b. keperluan rawatan menginap;
c. periksa, obat-obatan serta penyuluhan kesehatan
d. intervensi dasar serta lanjutan
e. layanan penyakit kandungan, serta penyakit anak
I. Partus normal
II. Partus dengan penyulit
III. Pelayanan ibu nifas dan bayi dengan penyulit
f. layanan obat-obatan dan bahan kesehatan
g. periksa diagnostik laboratorium tingkat dasar.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 161


4. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus,
yang diberikan oleh:
a. Klinik utama yang pelayanannya setara.
b. Rumah Sakit Umum Pemerintah atau non pemerintah
c. Rumah Sakit dengan kekhususan
d. Penunjang Fasilitas kesesehatan

5. Rawatan Jalan Lanjutan


a. biaya administrasi keperluan rawat jalan lanjutan
b. periksa, obat-obatan, dan konsultasi medis dasar di unit IGD
c. periksa, obat-obatan, dan konsultasi medis lanjutan
d. intervensi medis spesialistik, bedah atau non bedah
e. pelayanan obat, dan alat dan bahan kesehatan
f. pelayanan lanjutan diagnostik
g. rehabilitasi bentuk medis
h. penyediaan darah.

6. Rawatan Menginap Lanjutan


a. Rawat menginap
b. Rawat menginap ICU dan setara

Daftar Pustaka
1. Setyawan FEB. Sistem pembiayaan Kesehatan. 2015. Malang: Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Departemen Kesehatan RI. 2004. Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Sekretaris Negara, Republik Indonesia, Jakarta.
3. Jaminan Kesehatan Nasional. Cited: 3 March 2021. Available from:
http://www.jkn.kemkes.go.id/faq.php
4. Humas BPJS. Peserta. 2020. Cited: 3 March 2021. Available from: https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
5. Humas BPJS. Manfaat. 2019. Cited: 3 March 2021. Available from: https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/12

162 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XVII
ANTHROPOLOGI MEDIK
Winsa Husin

Pendahuluan
Anthropologi medik adalah disiplin ilmu yang mempelajari manusia dan perilakunya
ditinjau dari segi biologis dan sosiobudaya, korelasi timbal balik antara kedua aspek
tersebut dalam memengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia di sepanjang sejarah
kehidupan manusia, (~ Foster / Anderson, 1978).
Dari berbagai pendapat para anthropolog, dapat disimpulkan, bahwa anthropologi
medik adalah studi yang mempelajari kesehatan dan kesakitan manusia, dalam hal
pencegahan, pengobatan dan penyembuhan penyakit baik sepanjang sejarah kehidupan
manusia, ditinjau dari faktor fisik, kejiwaan dan sosial, serta berhubungan dengan
sosiobudaya dan biologis dengan melibatkan berbagai macam disiplin ilmu (antardisiplin).
Anthropolog medik dibagi atas dua kelompok umum: akademis dan terapan.
Anthropolog medik akademis bekerja dalam sistem universitas, menekuni penelitian,
penulisan, dan / atau pengajaran ; sering memiliki agenda penelitian yang lebih terbuka.
Sedangkan Anthropolog medik terapan seringkali bekerja di luar lingkungan universitas,
misalnya di rumah sakit, sekolah kedokteran, ikut dalam program kesehatan masyarakat,
organisasi nirlaba atau non-pemerintah internasional, sering merupakan bagian dari tim
yang mencoba memecahkan atau menghasilkan wawasan tentang masalah atau pertanyaan
tertentu.
Pada awalnya, kajian permasalahan kesehatan dan penyakit pada manusia ditinjau dari
sisi biologi dan sosiobudaya sejak dahulu kala sampai masa kini, dengan fokus dari sisi
biologi adalah: 1) Transisi demografik ; 2) Transisi epidemiologik, dan 3) Paleopathologi.
Sedangkan dari sisi sosiobudaya meliputi 1) Sistem pengobatan tradisional
(ethnomedicine), 2) Tenaga kesehatan dengan permasalahannya, 3) Perilaku saat sakit, 4)
Relasi dokter dan pasien, dan 5) Program memperkanalkan sistem pengobatan modern
kepada masyarakat tradisional (~ Foster/Anderson, 1986).
Saat ini, bidang penelitian utama meliputi teknologi medis, genetika dan genomik,
bioetika, studi kecacatan, wisata kesehatan, kekerasan berbasis gender, wabah penyakit
menular, penyalahgunaan zat, dan banyak lagi. Anthropolog medik mempelajari berbagai
masalah dan topik, konsep utamanya mencakup kesenjangan kesehatan, kesehatan global,
teknologi medis, dan bioetika.
Penelitian dalam Anthropologi medik merupakan interaksi socio-medical science.
Dalam bidang anthropologi dilaksanakan oleh anthropolog, menggunakan sistem kualitatif

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 163


(pengamatan), sedangkan bidang kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, dengan
sistem kuantitatif.

Pertimbangan Etik
Dalam melaksanakan penelitian, anthropolog akademik dan terapan menghadapi
pertimbangan etis serupa, yang biasanya diawasi oleh universitas, penyandang dana, atau
organisasi pemerintah lainnya. Dewan peninjau kelembagaan didirikan di Amerika Serikat
pada tahun 1970-an untuk memastikan kepatuhan etis untuk penelitian yang melibatkan
subjek manusia, yang mencakup sebagian besar proyek ethnografi. Pertimbangan etika
utama bagi anthropolog medis adalah:
• Persetujuan berdasarkan informasi: memastikan bahwa subjek penelitian
memahami segala risiko dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian.
• Privasi: melindungi status kesehatan pesertadan informasi pribadi
• Kerahasiaan: melindungi anonimitas (jika diinginkan) subjek penelitian, seringkali
dengan menggunakan nama samaran untuk peserta dan lokasi lokasi lapangan.

Anthropologi
Mempelajari insani manusia sebagai makhluk hidup bermasyarakat. Atensi ilmu
pengetahuan ini ditujukan pada sifat khusus ragawi, kebiasaan, dan nilai–nilai yang
membedakan manusia sebagai pribadi atau hidup berkelompok. Dalam pembahasannya,
banyak pula melibatkan disiplin ilmu lain, antara lain bidang sosiobudaya, ekologi,
biologi, psikologi, hukum, ekonomi dan politik.

Sosiobudaya
Dalam melaksanakan pelbagai kegiatan sosialnya, manusia sering melibatkan banyak
unsur-unsur budaya. Budaya adalah suatu warisan cara kehidupan sekelompok orang,
dengan berbagai unsur komplek di dalamnya, antara lain sistem agama, tradisi / adat
istiadat, bahasa, busana, konstruksi bangunan dan karya seni.
Melalui budaya, dapat diperoleh gambaran nilai hidup sehat dalam masyarakat, tentang
pengetahuan, keyakinan dan persepsinya tentang arti sehat, sakit hingga kematian, serta
perkembangan teori, cara dan teknologi pengobatan dalam masyarakat.
Manusia sebagai mahluk sosial, hidup berkelompok dalam relasi bermasyarakat,
memiliki keinginan untuk berkomunikasi, memerlukan manusia lain selain dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, juga untuk memperoleh pengalaman sebagai bagian dari
dinamika hidup dan perkembangan kepribadiannya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Manusia dalam konteks kesehatan, secara individu, memiliki 1) Sasaran untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam bidang biologi, psikososial dan spiritual. 2) Bio (=
fisik), psiko (= rohani), sosial dan spiritual sebagai suatu kesatuan aspek kehidupan

164 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


manusia yang holistik, tidak dapat dipisah-pisahkan, saling berkaitan dan saling
memengaruhi secara bersinambungan.

Sejarah Anthropologi Medik


Pada tahun 1948, World Health Organization (WHO) didirikan. Tahun 1953 pertama
kali timbulnya perhatian pada Anthropologi Medik karena adanya tulisan pada buku
“Applied Anthropology in Medicine” oleh Caudill. Pada tahun 1955 WHO mendukung
program nutrisi untuk anak-anak Guatemala, bersama Institute of nutrition of Central
Africa and Panama.
Selanjutnya, terjadi perkembangan makin pesat dalam penelitian dalam bidang
anthropologi medik, terutama dalam 6 subjek dasar, yaitu:
1) Perkembangan dalam sistem pengetahuan dan pelayanan medik
2) Relasi antara dokter dan pasien (etika kedokteran professionalisme)
3) Integrasi sistem pengobatan alternatif dalam berbagai lingkungan budaya
4) Interaksi faktor-faktor sosial, lingkungan dan biologik yang mempengaruhi kesehatan
maupun kesakitan, baik individu ataupun dalam komunitas
5) Analisis interaksi kritis antara pelayanan psychiatri dan populasi migran ("critical
ethnopsychiatry": Beneduce 2004, 2007)
6) Konsekuensi biomedicine dan teknologi biomedik dalam non-Western setting
(resistensi kultural terhadap inovasi dalam terapi dan pelayanan kesehatan)

Akar Anthropologi Medik


Ada empat akar dalam bidang Anthropologi medik, berturut-turut tersusun :
1) Anthropologi fisik; Physical Anthropologists mempelajari evolusi kehidupan manusia
dan caranya beradaptasi dalam lingkungan. Menaruh perhatian pada bidang kesehatan
dan penyakit yang berhubungan dengan fisik.
2) Ethnomedicine, ethnografik
3) Studi tentang kebudayaan dan kepribadian
4) Kesehatan Masyarakat Internasional

Untuk akar no 2 dan 3 dilakukan oleh Cultural Anthropologist, awalnya mempelajari


cara pengobatan indigenous (primitice medicine) antara lain yang berhubungan dengan
magic dan agama (contoh ritual), kemudian disusul dengan studi fenomena psychiatri
dalam budaya maupun individu. Dalam hal ini tampak perbedaan antara sistem
pengobatan tradisional dan biomedicine.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 165


Anthropologi Fisik/ Biologik
Menekankan pada penelitian evolusi manusia, variability, dan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Mempergunakan perspektif evolusi, memperlajari untuk bentuk
fisik manusia (tulang, otot, dan organ), kemampuan fungsi tubuh fisik manusia dalam
bertahan hidup dan sistem bereproduksi.
Perkembangan anthropologi fisik selanjutnya dalam disiplin ilmu:
a. Paleoanthropology ; Paleoprimatology ; Comparative primate morphology; Primate
behavior and ecology ; Paleopathology
b. Human variation (korelasi dengan Physical anatomy) ; Skeletal biology ; Molecular
anthropology (korelasi dengan Biology molecular) ; Blood group genetics and
disease ; Human adaptability and ecology ; Growth, physique, and aging (korelasi
dengan Geriatry) ; Nutritional anthropology ; Forensic anthropology

Aplikasi Anthropologi Fisik


* Constitutional anthropology / anthropometry
Anthropometry memperhatikan komposisi dan konstitusi tubuh individu, contoh
titik-titik anthropometri. Tahun 1400an, Leonardo da Vinci membuat sketsa “The
Vitruvian Man.” yang menggambarkan ekuivalensi antara berbagai ukuran pada tubuh
manusia. (Human is symmetrical and equally balanced).
Kegunaan pengukuran anthropometric dalam epidemiologi dan anthropologi medic,
e.g. untuk menentukan korelasi antara pengukuran pada berbagai bagian tubuh (tinggi
badan, berat badan, ketebalan lemak dsb) dan hasil pemeriksaan medis. Biasanya
bermanfaat dalam penentuan diagnosis status nutrisi.
* Anthroposcopy
Anthroposcopy menentukan karakteristik fisik melalui obervasi visual, contoh sidik
jari, warna iris.
* Industrial anthropometry/ industrial engineering
Relasi dengan pada desain industri, desain busana misalnya untuk astronout,
ergonomik.

Anthropologi Forensik
Mempelajari kondisi manusia dalam konteks forensik. Anthropolog forensik bekerja
sama dengan dokter forensik, menentukan: status legal sisa tubuh korban ; konstruksi
profil biologis jenazah (usia, jenis kelamin, tinggi badan) ; analisis skeletal yang
mengalami trauma ; interval postmortal ; Menyiapkan sample skeletal sisa tubuh korban
untuk pemeriksaan tes kimiawi dan molekul (e.g. analisis DNA), Analisis DNA diperlukan
dalam penentuan orang tua bila terjadi keraguan. Bekerja sama dengan seniman forensic,
antara lain membuat sketsa perkiraan wajah.

166 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Human adaptability and ecology= Medical ecology= Ecological / evolutional approach
Pemantauan evolusi populasi dalam interaksi antara sistem ekologi dan kesehatan ini
bersama Ethnomedical yang menganalisis sistem pengobatan dan parameter pengetahuan
mengenai penyakit berfokus pada budaya setempat ; dan Applied medical anthropology
yang mencari korelasi antara intervensi, prevensi berdasarkan issue policy, sosioekonomi
dan hal-hal lain yang mempengaruhi pelayanan, Ketiganya merupakan 3 orientasi major
anthropologi medik sejak pertengahan tahun 1960.

Pendekatan Ekologi/ evolusi adalah dasar pemecahan masalah-masalah dalam


epidemiologi, contoh: sehubungan adanya demografi (antara lain pertambahan penduduk),
maka manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya, kemudian menggunakan dan
eksploitasi sumber-sumber alam. Dengan demikian implikasi jangka pendek dan panjang,
perilaku individu dan kelompok yang merupakan interaksi faktor psikososial, budaya dan
lingkungan dan berperan dalam pencetusan penyakit.
Pada tahun 1960an, Medical ecologist meneliti tentang: a) pola pekerja dan nutrisi,
dengan contoh: profil kelompok pekerja agriculture dan pekerja bidang industri,
hubungan dengan lingkungan dan ekosistem, terutama sumber makanan ; b) pertumbuhan
dan perkembangan fisik anak ; c) angka kelahiran ; d) jumlah, densitas dan mobilitas
populasi ; e) penyakit kronik dan penyakit infeksi ; f) pola risiko terjadinya kecelakaan ;
g) demografik.
Penelitian terhadap populasi purbakala, melalui sisa skeletal, situs perumahan, pola
pemukiman dan ekologi saat itu. Para peneliti ekologi medik juga meneliti populasi yang
tinggal di pegunungan dan hutan tropis.
Sejak tahun 1980an, terjalin kerjasama human biologists dan medical ecologists, atensi
berkembang ke arah analisis hubungan: a) perubahan musim dengan kesehatan pada
populasi agriculture; b) lingkungan dan angka fertilitas ; c) migrasi dan perubahan status
kesehatan ; d) tingkat produktivitas pada populasi undernutrisi dan berpenyakit.

Epidemiologi,
Hasil pengamatan sejak era prasejarah hingga kini, terjadi transisi kesehatan sebagai
berikut: 1) Perkembangan agrikultur, dimulai kira-kira 10.000 tahun yang lalu, tampak
berkembangnya penyakit infeksi akut ; 2) Bangkitnya ekonomi industrial pada akhir abad
ke 18, penyakit kronis dan permasalahan-permasalahan perilaku bermunculan ; 3)
Globalisasi: dimulai pada dekade akhir abad 20, terjadi sinergis interaksi antar penyakit
yang disebut sebagai syndemics.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 167


Pandemi
Wabah dan pandemi mematikan sepanjang sejarah.
1. Wabah Antonine: Tahun 165-180
Wujudnya seperti penyakit cacar, dibawa para serdadu dari Roma ke Mesopotamia
di tahun 165. Wabah ini menewaskan lebih dari 5 juta orang pada masa kekaisaran
Romawi, dan mengakhiri Pax Romana (Perdamaian Romawi), yang merupakan masa
kejayaan Romawi yang telah berlangsung 27 SM – 180 M.
Walaupun awal munculnya wabah cacar tidak jelas diketahui, namun hasil
pelacakan jejak menunjukkan bahwa cacar pernah berjangkit di Mesir dan di Tiongkok
pada awal-awal abad sebelum masehi.
Sebelum vaksin untuk virus ditemukan pada tahun 1979, selama ribuan tahun,
ratusan juta manusia telah menjadi korban wabah cacar ini.

2. Wabah Justinian: (Plague of Justinion) (tahun 541- 542), sampai tahun 750
Penyakit pes ini menyerang pada masa jaya Kekaisaran Byzantium (Kaisar
Justinian), tepatnya di kota Konstatinopel (Istambul, Turki). Bakteri Yersinia pestis
diyakini disebabkan oleh tikus-tikus yang terbawa oleh kapal-kapal dagang menuju
Mesir, lalu terjadi penyebaran ke hampir seluruh daratan Eropa dan menewaskan ± 25
juta orang, hampir setengah populasi benua Eropa saat itu.
Setelah kemunculan tahun 541 M ini, wabah pes masih menyebar dan terus
bermunculan di Asia, Eropa, dan Afrika dari tahun ke tahun yang kemudian
menewaskan jutaan orang.

3. Pandemi Black Death (1346 – 1353)


Merupakan pandemi yang paling mengerikan dan paling mematikan. Bermula
tahun 1334 dari Hubei, menyebar hingga ke Eropa melalui jalur dagang yang dilalui
orang-orang Mongolia. Salah satu kota yang paling terdampak dari wabah ini adalah
Caffa di Laut Hitam ketika dikepung oleh bangsa Mongol. Para tentara Mongol
melemparkan jasad prajuritnya yang mati terkena wabah ke dalam kota Caffa.
Penyebabnya adalah bakteri senama yang pernah beraksi sebelumnya dan lebih
ganas daripada kasus yang terjadi pada tahun 500an Masehi, sehingga menewaskan
± 75 - 200 juta nyawa (di Eropa Asia, Afrika, Amerika).
Wabah ini telah mengubah wajah Eropa. Dengan kematian yang begitu besar,
pengangguran terjadi di mana-mana sehingga pekerja yang ada justru mendapat upah
yang lebih baik dan berakhirnya sistem perbudakan. Pekerja yang bertahan hidup
malah memiliki akses yang lebih baik terhadap daging dan roti yang kualitasnya lebih
baik. Minimnya tenaga buruh yang bisa dibayar murah justru mendorong lahirnya
berbagai inovasi teknologi.

168 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


4. Pandemi Kolera (1817 – Sekarang)
Merupakan pandemi yang penyebarannya terjadi dalam 7 gelombang, wabah
gelombang ke-6 merupakan pandemi kolera terlama (tahun 1899 – 1923).
John Snow seorang dokter berkebangsaan Inggris menemukan bahwa air yang
terkontaminasi penyakit adalah penyebab kolera.

5. Flu Spanyol: (Februari 1918 – April 1920)


Pertama kali muncul di sebuah rumah sakit tentara Inggris di kota Étaples Prancis,
pada tahun 1916 saat Perang Dunia I. Namun pandemi kasus pertama muncul pada
bulan Februari 1918, merupakan pandemi Influenza yang pertama dan terbesar di
dunia. Sepertiga populasi bumi, terinfeksi virus H 1N1, menewaskan > 50 juta jiwa,
menurut laporan National Library of Medicine National Institutes of Health termasuk
punahnya sejumlah penduduk asli di beberapa negara. Uniknya korban-korban yang
terjangkit adalah anak-anak muda sehat.
Penyebaran ke berbagai negara selama hampir dua tahun, dalam 4 gelombang
menjangkiti > 500 juta jiwa, paling parah pada gelombang ke-2. Saat wabah ini
berkembang, masyarakat diperintahkan untuk melakukan 3 M (memakai masker,
mencuci tangan, menjalankan social distancing).
Ada pendapat lain: awal penyebaran berasal dari Amerika Serikat, kemudian terjadi
di Afrika Barat dan Prancis. Penyebaran flu ini diperparah kondisi peperangan selama
Perang Dunia I. Meski namanya Flu Spanyol, tapi flu ini bukan berasal dari negara
itu. Spanyol adalah negara netral ketika Perang Dunia 1, diduga berita pertama tentang
flu ini diterbitkan di negara itu, sehingga dipercaya flu itu berasal dari Spanyol dan
diberilah nama Flu Spanyol.

6. HIV (Juni 1981 - sekarang)


Wabah ini diduga pada tahun 1920 berasal dari Kongo, virus penyebab ditularkan
dari simpanse ke manusia. Human Immunodeficiency Virus = HIV pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1980an. Pada 1981 ditemukan kasus HIV/AIDS di Amerika
Serikat yang diidap oleh pria gay dan pengguna heroin. Pada tahun 1984, virus ini
setidaknya menewaskan > 5.500 orang di AS. Tahun 2005 – 2012 merupakan puncak
wabah HIV/AIDS.
Menurut catatan WHO, sejauh ini HIV telah merenggut > 32 juta jiwa. Vaksin
HIV walau sudah ditemukan, memungkinkan para penderita dapat bertahan hidup,
namun penyebaran virus di beberapa negara masih berlangsung.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 169


7. Pandemik Flu H1N1= Flu Babi = swine flu (Januari 2009 – Agustus 2010)
Ditemukan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 2009, kemudian menyebar
dengan cepat. Sepanjang periode tahun 2009 hingga 2010 dilaporkan ada 61 juta
kasus.
Menurut CDC (Centers for Desease Control and Prevention), korban meninggal
virus ini hampir mencapai ± 150.000-550.000 orang di seantero dunia, terutama anak-
anak dan orang dewasa.

8. Pandemi Novel Corona Virus (Covid-19)


Kasus pertama kali teridentifikasi di Wuhan - Tiongkok. Pada hari terakhir 2019,
WHO untuk pertama kali mengkonfirmasi adanya Covid-19. Awalnya, penyakit ini
mengingatkan pada SARS yang pernah mewabah tahun 2002 dan MERS pada tahun
2012, namun ketiga penyakit ternyata berbeda satu sama lainnya, pada pertengahan
Januari 2020, pihak China dan WHO yakin bahwa virus penyerang adalah virus
corona. Awalnya virus corona baru dari Wuhan ini disebut 2019-nCoV, tetapi WHO
kemudian menggantinya menjadi SARS-CoV-2 pada tanggal 19 Februari 2020 ; dan
menyatakan wabah tersebut diberi identitas sebagai Covid-19 atau corona virus
disease.
Menurut data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), pada
tanggal 4 Feb 2020, pada 27 negara yang terdampak didapatkan Covid-19 positif
sejumlah 28.274 kasus, korban yang meninggal sejumlah 565 orang. Covid-19 cepat
meluas ke seluruh dunia, hingga ke kutub utara dilaporkan sejumlah korban.
Pada tanggal 11 Maret 2020, Covid-19 dinyatakan WHO sebagai pandemi, saat itu
virus sudah menyebar ke 184 negara dan kasus terdampak sebanyak 1.2 million di
seluruh dunia
Data setahun kemudian (tanggal 4 Februari 2021), menurut
www.covidvisualier.com di seluruh dunia didapatkan kasus terdampak positif
sebanyak 104.968.552, korban sembuh 76.865.841 (73.23%) kasus ; korban
meninggal sebanyak 2.280.368 (2.17%), dan penerima vaksinasi 107.340.447 orang
Di Indonesia, kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020, sejak saat itu, kasus
Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Data yang masuk pada hari Kamis 4 Februari
2021, total kasus Covid-19 mencapai 1.123.105 orang dengan kasus terdampak positif
sebanyak 174.798, diungkapkan bertambah 11.434 kasus dalam 24 jam. Kasus
sembuh sebanyak 917.306 ; korban meninggal 31.001 ; penerima vaksinasi sebanyak
717.647 orang.

170 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Perspektif Lintas Sosiobudaya terhadap Wabah
Awal wabah Covid-19, anthropologist berinisiasi untuk berpartisipasi dengan
mengemukakan perspektif lintas budaya anthropologi tentang epidemi sehingga panduan
tanggapan sosial dan budaya tersebut diharapkan dapat ikut mengatasi masalah.
Perspektif yang dikemukakan hasil pengamatan terhadap pandemi sebelumnya, yaitu
kolera, Ebola virus disease, influenza, SARS, HIV/AIDS, tuberkulosis, dan Zika.

1. Konstruksi budaya penyakit dan ketidaksetaraan


Menurut Nichter dari hasil pengamatan dari hal interpretasi budaya, menyatakan
adanya ketidakproporsional aspek sosial dan politik mempengaruhi masyarakat
sosioekonomi rendah. Penjelasan mengenai politik di sini, bagaimana fokus pemerintah
pada sumber penyakit.
Hasil intervensi kesehatan masyarakat menyatakan fokus pada model budaya lokal
serta ketidaksetaraan sosial lebih cenderung membangun kepercayaan, mendorong
partisipasi masyarakat dalam pengendalian penyakit, dan memberikan perawatan yang
berarti.

2. Stigma dan “lainnya” dalam epidemi


Stigma dan "lainnya" dapat menimbulkan masalah yang cukup serius selama
epidemik, karena ketakutan, ada kecenderungan manusia membagi masyarakat menjadi
"kita" dan "orang lain“, orang secara fisik menjauhkan diri dari sumber penularan
“tersangka”. Menyebut COVID-19 sebagai "virus China“, dapat berisiko terhadap
orang Asia, di lain pihak justru dapat menunda kesiapsiagaan darurat untuk populasi
umum. Selain itu, “mengasingkan” orang sakit, tenaga kesehatan di pusat karantina dan
perawatan juga dapat menimbulkan tekanan sosial.

3. Faktor penentu sosial kesehatan dan hotspot


Struktur dan ketidaksetaraan dapat terjadi dalam hal level sosioekonomi, etnis, ras,
dan jenis kelamin. Pengamatan terhadap tempat-tempat berisiko karena terjadi interaksi
sosial, misalnya di rumah sakit, rumah, pasar.

4. Respon politik, batasan, dan kesehatan masyarakat


Menurut Lowe (2010), respons terhadap flu burung H5N1 Asia Tenggara tahun 2003
berfokus pada penghentian penyakit "di negara asal" sebelum penyakit itu menyebar
dengan mengontrol izin masuk negara. Mengontrol perbatasan nasional dan perbatasan
domestik mungkin tidak banyak membantu menghentikan penyebaran penyakit, sudah

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 171


dikemukakan sejak awal dalam pedoman WHO untuk COVID-19. Sama hal stigma
yang terkait dengan pelintas batas / perbatasan domestik atau internasional — migran,
imigran, pengungsi, dan turis. Virus tidak mengenal batas, tetap bisa bereplikasi,
berpindah dari satu tubuh ke tubuh lain terlepas dari sisi perbatasan mana seseorang
berada.

5. Syndemics
Sindemi, melibatkan interaksi penyakit atau kondisi pemburukan kesehatan lainnya
misalnya, malnutrisi, penyalahgunaan zat, stress; akibat dari berbagai faktor risiko
kondisi sosial yang mengancam kesehatan. Dengan menggunakan pengetahuan tentang
epidemi sebelumnya, para anthropolog dapat mengantisipasi bahwa sindrom COVID-
19 akan melibatkan HIV, asma, diabetes, food insecurity dan ketidaksediaan air bersih,
terutama sosioekonomi rendah dan kelompok berisiko lainnya.

6. Komunikasi, informasi yang salah, dan kepatuhan


Komunikasi atau pelacakan data lewat telepon seluler menemui kendala karena
sedikit yang memiliki paket ponsel yang dapat dilacak dengan mudah. Data dari para
anthropolog dengan menghubungkan pola penularan dengan "hal-hal yang dikatakan,
dilakukan, dan dipikirkan di lapangan", antara lain mencuci tangan, menjaga jarak
secara fisik, dan membersihkan permukaan. Agar protokol kesehatan dapat dipatuhi
sepenuhnya, mis.untuk mencuci tangan, perlu disediakan air bersih terutama di daerah
pemukiman kaum sosioekonomi rendah.

7. Mempersiapkan untuk fase selanjutnya


Akan timbul kepercayaan pada penemuan vaksin dan alat biomedis lainnya untuk
melindungi orang dari COVID-19. Namun, anthropologi epidemi menunjukkan bahwa
pengenalan vaksin dan terapi baru dapat menimbulkan keprihatinan sosial baru,
termasuk keragu-raguan vaksin (Sobo 2016). Diperkirakan kekuatiran serupa serta
akses yang tidak setara ke vaksin akan muncul begitu vaksin COVID-19 muncul.

8. Penutup: Tanggapan yang berarti


Perspektif anthropologis dapat berkontribusi pada respons kemanusiaan yang
membatasi penderitaan akibat COVID-19. Virus dan manusia berinteraksi dalam
ekologi bersama, dan epidemi adalah bagian dari kondisi manusia. Perpekstif
anthropologis menegaskan kembali konsensus ilmiah bahwa manusia akan menghadapi
wabah penyakit menular serius yang berhubungan dengan perpindahan penduduk,
perubahan iklim, resistensi obat, dan ketidaksetaraan sosial yang mengakar.

172 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat kesehatan saat ini
dan di masa mendatang, para anthropolog dapat berkontribusi pada tindakan kesehatan
masyarakat, dengan a) menghilangkan stigma dan mengurangi ketidaksetaraan sosial ;
b) dapat mengidentifikasi praktik budaya yang berguna yang meningkatkan kesehatan,
solidaritas, serta komunikasi dan ritual yang bermakna di setiap tempat di mana para
anthropolog tinggal dan bekerja di seluruh dunia ; c) dapat beralih ke pengetahuan
anthropologis tentang epidemi masa lalu untuk menavigasi ketidakpastian dan
kompleksitas kehidupan setelah pandemi COVID-19 cukup diatasi.

New era, Adaptasi Hadapi Pandemi


Orang yang pesimistis protes adanya angin kencang, seorang yang optimis berharap
angin kencang berubah arah, seorang realistis menyesuaikan layar.” (~ William Arthurd)
Patuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid 19 dengan 3M: Memakai
masker; Mencuci tangan; Menjaga jarak, kemudian ditingkatkan menjadi 5 M, dengan
menambah Membatasi mobilitas dan interaksi dan Menghindari kerumunan. Pencegahan
lain dengan olah raga secara rutin dan jaga gizi seimbang dan baik untuk menjaga imunitas
tubuh. Selain 5M, perlu pula penerapan 3T (testing, tracing dan treatment)r daya dan 3 K
(Kaji informasi yang diterima, Kelola emosi dan Kembangkan sumber daya)

Ethnomedicine & Ethnografis


Anthropolog masa kini merancang studi ethnografis multi-lokasi, termasuk studi
perbandingan perawatan kesehatan di pedesaan versus perkotaan di negara yang sama, atau
menggabungkan kerja lapangan tatap muka tradisional yang tinggal di tempat tertentu
dengan penelitian digital komunitas media sosial. Beberapa antropolog bahkan
berkolaborasi global untuk satu proyek, dengan demikian bersama-sama membuka
kemungkinan baru untuk kerja di berbagai lapangan dan lokasi ini telah memperluas ruang
lingkup penelitian anthropologi, memungkinkan para sarjana untuk mempelajari
kehidupan dengan lebih baik di dunia global, antara lain: a) Kesenjangan kesehatan:
perbedaan dalam distribusi hasil kesehatan atau prevalensi penyakit antar kelompok ; b)
Kesehatan global: studi tentang kesehatan di seluruh dunia ; c) Ethnomedicine: studi
perbandingan praktek pengobatan tradisional dalam budaya yang berbeda ; d) Relativisme
budaya: teori bahwa semua budaya harus dipertimbangkan dengan istilah mereka sendiri,
bukan sebagai superior atau inferior dari yang lain.
Ethnomedicines adalah sistem pengobatan yang berdasarkan keyakinan dan
praktik-praktik hasil perkembangan kebudayaan penduduk asli setempat (~
Hughes, 1968). Ethnomedicines dapat pula dikatakan sebagai kesehatan dalam
bidang ethnografi yang mencakup kepercayaan / keyakinan, ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai kehidupan para praktisi ahli (specialists) dan masyarakat

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 173


umumnya, yang mempelajari: *Peran healers, pasien / klien dan anggota
keluarga ; *Cara implementasi, teknik dan pharma-copoeias oleh para praktisi
ahli ; *Aspek legal and ekonomi para praktisi kesehatan ; *Komponen simbolik
dan inter-personal, pemetaan penyakit secara empiris. Di sini, perlu dibedakan
pengertian personalistic explanation yang berbeda dengan naturalistic
explanation.
Metode ethnographic, terutama melalui orientasi (sistem kualitatif). Para
peneliti biasanya melaksanakan participant-observation, kadang-kadang
“magang” di tempat healers dan paraji. Sejak 1980, timbul atensi untuk
mengintegrasikan ethnomedicine dan ethnoecology, suatu studi tentang ilmu
pengetahuan penduduk indigenous dalam hal tanaman obat, serta pengobatan
dengan tanaman herbal dalam aplikasi klinik.
Dalam ethnografik, dikenal beberapa sistem medis yang bervariasi, dikenal
sebagai Medical pluralism, masyarakat, baik individu atau kelompok dapat
memilih salah satu sistem atau perpaduan sistem, sesuai dengan keyakinan dalam
mengobati penyakitnya, yaitu: 1) Traditional Medical System = Non
conventional medicine ; 2) Transitional Medical System yang tidak ada
“landasan ilmiah” ; 3) Modern Medical System = Conventional medicine.
Pemahaman masyarakat terhadap kondisi sehat dan sakit, dapat berbeda di
setiap tempat, bergantung pada kebudayaannya. Pada awal pertumbuhan sistem
pengobatan, untuk mencapai penyembuhan berbagai penyakit, masyarakat
menggunakan cara “trial dan error”, cara ini berisiko cukup tinggi terjadinya
kematian. Kemudian makin berkembangnya ilmu pengobatan, hasil paduan
antara pengalaman dan bukti empiris, serta kepercayaan / keyakinan dalam
konsep sosiobudaya, sehingga muncullah konsep sehat tradisional dalam aspek
pengobatan, ini terutama dapat diperhatikan perkembangannya terutama di
negara-negara yang memiliki sejarah kehidupan yang sudah berlangsung lama.
Definisi terapi tradisional menurut WHO, merupakan gabungan teori dan
praktik, yang berdasarkan pada keyakinan, dan pengalaman empirik kebudayaan
tertentu, baik yang dapat maupun yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah,
digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta pencegahan, diagnosis, perbaikan
atau pengobatan terhadap penyakit fisik dan mental.

Perbedaan Metode Sistem Pengobatan Tradisional dengan Pengobatan Modern


Metode sistem pengobatan modern / konventional berlandaskan pada kajian
pengetahuan dasar ilmu kedokteran, bukti klinis, prosedur pemeriksaan pendukung, dan
terus ditingkatkan seiring dengan kemajuan teknologi. Sedangkan metode sistem
pengobatan tradisional berdasarkan pada tradisi dari generasi ke generasi yang telah

174 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


berlangsung lama daripada pengobatan modern, dan boleh dikatakan merupakan bagian
dari sejarah, misalnya pengobatan Yunani kuno, pengobatan tradisional Korea, pengobatan
tradisional Cina (Chinese Traditional Medicine), pengobatan Arab (Avicenna),
Pengobatan India (Ayurveda) dan jamu.
Perbedaan paling mendasar antara kedua sistem pengobatan tersebut adalah
pada cara pemahaman terhadap suatu penyakit dan cara pengobatannya. Masing-
masing cara praktik sistem pengobatan dipengaruhi oleh tiga faktor yang berbeda,
yaitu kepercayaan dari masyarakat, keberhasilan praktisi dan adanya keyakinan
spiritual dan budaya masyarakat. Walaupun ada perbedaan antara kedua sistem
pengobatan, moderen maupun tradisional, namun keduanya bertujuan sama
untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Pengobatan Komplementer Tradisional – Alternatif di Indonesia


Sekalipun merupakan bagian dari pengobatan non konvensional, namun dalam
melakukan tugasnya praktisi terlebih dahulu harus melewati pendidikan dan
pelatihan terstruktur, berkualitas berdasarkan ilmu pengetahuan biomedik,
bertujuan mening-katkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif,
Jenis-jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif yang tercantum dalam
Permenkes RI tahun 2007 adalah : a) Intervensi terhadap jasmani dan pikiran, contoh: hipnoterapi,
meditasi ; b) Sistem pelayanan pengobatan alternatif , contoh: akupunktur, aroma-terapi ; c) Cara
teknik manual, contoh: khiropraksi, tuina, akupressur / shiatsu, pijat urut ; d) Pengobatan ramuan,
contoh: jamu, obat herbal ; e) Diit dan nutrisi untuk pencegahan & terapi, contoh: supplemen ; f)
Cara lain untuk mencapai diagnosis dan pengobatan: terapi ozon, hiperbarik.
Selanjutnya untuk Yankestrad (Pelayanan Kesehatan Tradisional) diatur dengan
UU tahun 2009, dan pada tahun 2017 dibentuk Yankestrad Integrasi, suatu bentuk
pelayanan kesehatan komplementer sebagai pelengkap atau pengganti yang
menggabungkan pelayanan kesehatan konvensional dengan pelayanan
kesehatan tradisional, dapat berupa pemberian ramuan atau melalui keterampilan
misalnya teknik manual ; atau kombinasi ramuan dan keterampilan.
Tenaga Yankestrad Integrasi adalah Nakestrad dan tenaga kesehatan (dokter),
yang wajib memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) & SIP (Surat Izin Praktik),
STR TKT (Tenaga Kesehatan Tradisional) & SIP TKT, melaksanakan tugas
berdasarkan standar profesi dokter, standar pelayanan kesehatan dan memenuhi
standard operational prosedure.
2 jenis pengobatan komplementer yang sering diintegrasikan ke dalam
pengobatan adalah:

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 175


1. Akupunktur medik, dengan cara kerja mengaktivasi sinyal molekular yang berperan
dalam komunikasi antar sel, misalnya pelepasan endorphin.
2. Terapi herbal medik, pemanfaatan obat bahan alam, dengan penggolongan:
a. Empirical based herbal medicine, contoh: jamu.
b. Scientific based herbal medicine / obat herbal terstandarisasi, contoh: obat dalam
bentuk ekstrak alam, selain mempunyai bukti empiris, juga melewati praklinik,
misalnya uji efektivitas dan toksisitas.
c. Clinical based herbal medicine / Fitofarmaka: mempunyai bukti empiris, juga telah
melewati uji praklinis dan uji klinis.

Strategi WHO untuk Pengobatan Tradisional (2014-2023)


Sasaran strategis:
1. Membangun basis pengetahuan untuk mengelola pengobatan tradisional dan
komplementer secara aktif melalui kebijakan nasional yang tepat;
2. Untuk memperkuat jaminan kualitas, keamanan, penggunaan yang tepat dan
efektivitas pengobatan tradisional dan komplementer dengan mengatur produk,
praktik, dan praktisi;
3. Untuk mempromosikan jaminan kesehatan universal dengan mengintegrasikan
layanan pengobatan tradisional dan komplementer ke dalam pelaksanaan
perawatan kesehatan dan perawatan kesehatan diri.

Studi tentang Kebudayaan dan Kepribadian


Sejak tahun 1940an, cultural anthropologists membantu pengertian para tenaga
kesehatan pentingnya pengaruh budaya yang beranekaragam dalam perilaku
ketika implementasi kesehatan.
Ada bidang yang bersinggungan dengan antropologi kedokteran dalam hal
metodologi penelitian dan produksi teoritis, seperti psikiatri budaya dan psikiatri
transkultural atau etnopsikiatri.
Culture bound syndrome, sebenarnya bukan suatu sindrom dalam arti klinis,
melainkan suatu pencetusan ketidakpuasan, contoh “amok”; atau adanya budaya
pencetusan berkomunikasi / kelakuan yang tidak dapat diketahui sebabnya,
misalnya: latah.

Kesehatan Masyarakat Internasional = Aplikasi Anthropologi Medik


Mempelajari teori perilaku kesehatan dalam pola sosiobudaya yang dapat diaplikasi di
semua area. Anthropolog beserta tenaga kesehatan masyakarat, bersama menilai dan
memperbaiki kesehatan masyarakat, berfokus pada populasi berisiko, misalnya di klinik
pelayanan terhadap populasi multicultural ; dalam program kesehatan ibu dan anak ;

176 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


penelitian terhadap respons komunitas terhadap risiko akibat perusakan lingkungan ;
program perencanaan dan evaluasi di rumah sakit psychiatri ; proyek prevensi terhadap
AIDS.
Metode penelitian dalam masyarakat yang melibatkan penduduk lokal setempat
diantaranya adalah:
1. Unilateral research model: penduduk lokal tidak terlibat, misalnya hanya
berfungsi pasif sebagai pencatat.
2. Collaborative model: penduduk lokal mulai terlibat, ikut memberi informasi
terkait.
3. Community based participatory research: penduduk lokal terlibat aktif
sepenuhnya.

Perilaku dalam Kesehatan

Pengertian Sehat
Menurut WHO: sehat atau health adalah suatu kondisi tubuh, baik fisik,
kejiwaan maupun sosial dalam keadaan optimal, tidak hanya bebas dari penyakit
dan/atau kecacatan.
Sehat dalam arti lain, memiliki kualitas hidup mencakup faktor sosial, emosional,
mental, spiritual dan biologi, serta mampu beradaptasi terhadap proses evolusi
lingkungan (Rene dubos, 2007).
- Disebut sehat jasmani, apabila tubuh dapat berfungsi dengan efektif, antara lain
memiliki daya tahan tubuh optimal.
- Sehat intelektual, apabila seseorang mampu belajar dan bereaksi secara efektif dan
efisien, terhadap perubahan lingkungan.
- Sehat emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan emosi dengan
bail.
- Sehat sosial apabila seseorang memiliki kemampuan untuk berinteraksi optimal dengan
sanak keluarga, teman / rekan kerja maupun dengan masyarakat umum.

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku individu akan kesehatan diantaranya


adalah:
- Faktor predisposisi, bergantung pada pengetahuannya tentang kesehatan; sikap dan
kepercayaan terhadap arti sehat, serta kebiasaan dan situasi lingkungan hidup.
- Faktor pendukung, bergantung pada sarana dan lokasi pelayanan kesehatan.
- Faktor pendorong, bergantung pada sikap dan perilaku tenaga kesehatan di lokasi
pelayanan kesehatan.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 177


Terdapat empat aspek perilaku manusia dalam menghadapi kesehatannya yaitu: Health
behavior; Illness behavior ; Sick role behavior dan Impaired role behavior,

Health behavior
Health behavior merupakan usaha tindakan perilaku pencegahan atau perilaku pada
saat sehat, untuk mempertahankan tetap sehat dan prevensi terhadap penyakit. Cara
pencegahan bergantung pada faktor: interpersonal, sosial dan budaya, anggota keluarga,
teman, atasan dan rekan sekerja. Untuk aspek selanjutnya sesudah terdapat gejala suatu
gangguan, terdapat faktor-faktor yang memengaruhi sikap mencari bantuan dalam
menanggapi adanya perubahan pada tubuh atau menampakkan adanya tanda / gejala,
antara lain: pengetahuan tentang organ atau fungsi normal tubuh, pengetahuan tentang
penyakit, berat ringannya gejala, jelas tidaknya perubanan dalam tubuh, kepekaan individu
terhadap perubahan tubuh, adakah mengganggu aktivitas sehari-hari / tidur, faktor
ekonomi, faktor keluarga dll.

Health Belief Model


Model yang menunjukkan kemampuan individu untuk berperilaku sehat dan
mempunyai niat untuk menuju ke arah sehat atau penyembuhan. Konsep utama dari health
belief model adalah persepsi akan adanya suatu permasalahan kesehatan pada dirinya,
namun merasa yakin dapat menghindari terjadinya pemburukan apabila perilaku sehat
dijalankan secara konsisten.

Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:


- Perceived sevety: persepsi adanya keparahan masalah kesehatan yang akan dihadapi.
- Perceived threat / susceptibility: percaya adanya kerentanan / ancaman yang dirasakan
atau diketahui mengenai permasalahan kesehatan misalnya setelah menerima diagnosis
penyakit
- Perceived benefit: percaya bahwa dengan mengubah perilaku, antara lain dalam hal
pola hidup, seseorang masih punya harapan untuk mengurangi ancaman.
- Perceived barriers: persepsi adanya hambatan-hambatan saat menjalankan perubahan
- Cue to action, adanya tanda awal untuk memulai tindakan, dapat dipengaruhi oleh berita
dari sosiomedia, dukungan orang lain serta faktor-faktor pendidikan, sosioekonomi dan
faktor lainnya.
- Self efficacy, persepsi akan kesanggupan diri dan percaya bahwa pasti ada keberhasilan.

Stages of (readiness to) Change model (~ menurut DiClemente and Prochaska, 1998)
Disebut juga sebagai: Transtheoretical Model

178 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


- Precontemplation = Prekontemplasi: tidak berniat untuk mengambil tindakan, biasanya
diambil patokan untuk 6 bulan berikutnya.
- Contemplation = Kontemplasi: berniat untuk melakukan perubahan dalam 6 bulan
mendatang
- Decision / preparation = Persiapan : berniat /berencana untuk bertindak dalam waktu
dekat
- Action = Aksi: telah membuat modifikasi gaya hidup mereka dalam 6 bulan terakhir
- Maintenance = Pemeliharaan : ada usaha untuk mempertahankan perubahan ini dan
mencegah tidak kembali ke perilaku sebelumnya, tahap yang diperkirakan terakhir,
dapat berlangsung dari 6 bulan sampai sekitar 5 tahun.

Sesudah tahap pemeliharaan, ada kemungkinan terjadi tahap terminasi, dalam 2 arti,
pertama, keberhasilan dan merasa tidak perlu lagi meneruskan perubahan, ada pula
kemungkinan kembali ke perilaku semula.
Model teori perubahan perilaku ini, cukup efektif sebagai usaha intervensi untuk
mengatasi kasus adiktif maupun non-adiktif, dengan memberi kesempatan kepada individu
menjalani perubahan perilaku yang baru. Model ini pernah diaplikasikan antara lain kepada
perokok berat, peminum alkohol pasien stress, juga bagi peminat mengontrol berat badan.

Social Cognitive Theory = Social Learning Theory = Teori Kognitif Sosial


- Reinforcement = Penguatan: konsekuensi positif atau negatif dari suatu perilaku
- Behavior capability = Kemampuan berperilaku: seseorang harus belajar perubahan
apa yang harus dilakukan, dan bagaimana melakukannya.
- Expectancies = Ekspektasi hasil = Harapan: penempatan nilai pada hasil yang
diharapkan (jika hasil akhir dianggap penting, maka hasil lebih mudah terealisasi).
- Self efficacy = Efikasi diri: keyakinan pada kemampuan seseorang untuk berhasil meng-
ubah perilaku seseorang.
- Reciprocal determinism = Determinan timbal balik: hubungan dinamis antara individu
dan lingkungan

Dasar Teori Kognisi Sosial


Manusia sebagai mahluk sosial yang ingin hidup dalam lingkungan yang sehat dan
nyaman, seyogyanya akan mampu belajar untuk mengubah perilaku, baik dari pengalaman
sendiri ataupun dengan mengamati cara kerja orang lain. Perubahan perilaku dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan faktor pengetahuan, sikap dan perilaku individu / kelompok
sosial.

Relasi Dokter dan Pasien

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 179


Sejak era Hippocrates, bapak kedokteran, yang hidup pada tahun 460 SM – 375 SM,
banyak karyanya yang merupakan refleksi filsafat, salah satu kata bijak yang pernah
diutarakan Hippocrates treat people, not their disease. Para ahli pengobatan hendaknya
tidak hanya berfokus pada penyakit pasiennya saja, sebaiknya juga memperhatikan
kepentingan pasien, memperlakukannya dengan baik, maka hasil pengobatan akan lebih
tampak nyata.
Awal tahun 1990an, ada pemikiran para dokter, karena memperhatikan sering adanya
kegagalan dalam penyembuhan penyakit, atau kurang efektifnya pengobatan pada para
pasiennya, merasa perlunya adanya perbaikan paradigma tentang hubungan antara dokter
dan pasien, terutama dalam hal berkomunikasi.
Mulainya transformasi pada 3 aspek yang terlibat:
1. Pasien, yang semula hanya berperan pasif, diberi hak sebagai pengambil keputusan atas
prosedur diagnostik dan pengobatan untuk dirinya,
2. Dokter, dari pengambil keputusan mutlak atas tindakan pada pasiennya, kini berfungsi
sebagai penasehat, antara lain memberi penjelasan atau edukasi akan pengetahuan yang
perlu diketahui oleh pasiennya.
3. Tata hubungan klinis, antara lain diarahkan untuk berkolaborasi dalam tim dengan
melibatkan profesional kesehatan lainnya.

3 tujuan utama komunikasi dokter-pasien saat ini:


a) Menciptakan hubungan interpersonal yang baik
b) Memfasilitasi pertukaran informasi
c) Mengikutsertakan pasien dalam pengambilan keputusan.

Dalam pelaksanaan dalam praktis kedokterdan, terdapat 4 model relasi dokter –pasien,
yang berhubungan dengan otonomi (~ Sadock, BJ dan Sadock, VA, 2003):
1. Paternalistik, suatu parent type: dokter memaparkan semua informasi yang menurutnya
terbaik bagi pasien, pasien tinggal mengikuti petunjuknya.
2. Informatif, dokter memaparkan semua informasi yang perlu diketahui, pasien
memutuskan pilihan sendiri, tanpa intervensi dokter.
3. Interpretif, dokter bertindak sebagai seorang konselor, selain memberikan informasi,
memberi saran, berdiskusi dengan pasien, memberi kesempatan berpikir pada pasien,
dan mendampingi pasien sampai dapat memutuskan pilihan sendiri.
4. Deliberatif, dokter bertindak sebagai seorang guru, selain memberikan informasi,
memberi saran, berdiskusi dengan pasien, memberi kesempatan pada pasien untuk
memutuskan pilihan sendiri, tanpa intervensi dokter.

180 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Ada pula model lain yang berhubungan dengan komunikasi antar dokter dan pasien,
yang semula dikemukakan oleh Szasz dan Hollender (1956) yang kemudian dimodifikasi
oleh Slikerveer dalam Pertemuan Konsil Kedokteran Indonesia (2006). Szas dan Holler
mengajukan 3 model sbb:
1. Activity – passivity, model ini umumnya terjadi pada kasus emergensi, pembedahan ;
dokter akan bertindak aktif, tegas, ambil inisitif, pasien bersikap pasif sepenuhnya.
2. Guidance – Cooperation, terjadi pada situasi pasien menderita penyakit yang tidak
terlalu akut, dokter memberikan pengarahan, pasien diharapkan berkooperatif dengan
mengikuti arahan tersebut.
3. Mutual – Participation, sering terjadi pada kasus penyakit kronis, dokter dan pasien
berdiskusi tentang penyakit pasien, dan pasien akan sepenuhnya bekerja sama untuk
tercapainya penyembuhan penyakitnya. Model ke 4 ditambahkan kemudian, yaitu:
4. Provider – Consumer, pasien sebagaimana layaknya konsumen, pihak dokter atau
instansi pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
konsumen. Pandangan dari sudut negatif, konsumen dapat menyalahgunakan haknya
dengan menekan dokter untuk ikuti kemauannya.

Aspek Etik Komunikasi dan Relasi Dokter-Pasien


Francoeur dalam bukunya Biomedical Ethics A Guide To Decision Making,
menyebutkan ada 6 prinsip etika:
1. Autonomy / Principle of Respect to the Patient: menghargai pendapat pasien
2. Veracity: Menyampaikan informasi dengan jujur.
3. Confidentiality: Melindungi informasi yang bersifat rahasia
4. Non maleficence; asas tidak merugikan / tidak menyakiti
5. Beneficence: asas manfaat
6. Justice; asas keadilan

Komunikasi dalam relasi dokter pasien, erat hubungan dengan 6 prinsip tersebut
terutama autonomy, non maleficence dan confidentiality. Hubungan dokter dan pasien
yang baik dapat terwujud, apabila ke 2 pihak menjalankan komunikasi efektif dengan
prinsip REACH yaitu singkatan dari Respect, Empathy, Audible, Clearly dan Humble.

Daftar Pustaka
1. Carol Eustice, 2003, Impacting the Success of Treatment,
https://www.verywellhealth.com/the-doctor-patient-relationship-188050
2. Foster GM, Anderson BG, 1986, Medical Anthropology, Penerbit Universitas
Indonesia< Jakarta ; Diterjemahkan oleh Priyanti Pakan Suryadarma & Meutia F.
Hatta Swasono.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 181


3. Goold, SD, Lipkin, M, 1999, The Doctor–Patient Relationship, Challenges,
Oppor-tunities, and Strategies.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1496871/
4. Ha, JF and Longnecker, 2010, Doctor-Patient Communication: A Review,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3096184/
5. Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Indonesia Edisi Kedua,
2012 Cetakan Pertama, Desember 2012 Perpustakaan Nasional ISBN 979-15546-
4-1 1. Kedokteran – Studi dan pengajaran 610.`71, Penerbit : Konsil Kedokteran
Indonesia, Jakarta Pusat.
http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf
6. Lazaro, J, D.Gracia, 2006, The doctor-patient relationship in history
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17308535/
7. Medical Anthropology, https://www.thoughtco.com/medical-anthropology-
4171750
8. Michael C. Ennis-McMillan and Kristin Hedges, 2020, Open Anthropology
Pandemic Perspectives: Responding to COVID-19 Volume 8, Number 1
April 2020, Michael C. Ennis-McMillan, Skidmore College, Kristin Hedges,
Grand Valley State University ;
https://www.americananthro.org/StayInformed/OAArticleDetail.aspx?ItemNumb
er=25631
9. Pattishall, Eban G, 1996, Behavioral Science: Pretest, Self-Assessment and
Review, 7/e, International Editions, McGraw-Hill Book Co, Singapore
10. Sajid Darmaputra, M. et al, 2008, Kajian Bioetik, edisi ke dua, Unit Bioetik dan
Humaniora Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
11. Sarwo Prasojo, AP, dkk, 2020, Potensi Pola Aliran Mudik pada Masa Pandemi
Covid-19.
12. Satria D, Complementary And Alternative Medicine (Cam): Fakta Atau Janji?
Comple-mentary and alternative medicine: A fact or promise? Darma Satria,
https://core.ac.uk/download/pdf/292076375.pdf
13. Utami, NA, Alawiya N, 2018, Perlindungan Hukum terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional di Indonesia, Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
14. Wibawa, SW, 2020, Health Belief Model Jelaskan Akar Masalah Pencegahan
Corona di Indonesia,

182 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XIX
KEDOKTERAN OLAHRAGA
Decky Gunawan

Pendahuluan
Menurut WHO terdapat beberapa istilah terkait dengan olahraga, yaitu aktivitas fisik
(physical activity), latihan fisik (exercise), dan sport. Aktivitas fisik adalah semua gerakan
tubuh yang dihasilkan kerja otot yang memerlukan energi. Sport adalah aktivitas fisik yang
dilaksanakan dengan aturan tertentu sebagai bagian dari kesenangan atau kompetisi.
Latihan fisik adalah subkategori dari aktivitas fisik, yaitu suatu bentuk aktivitas fisik yang
terencana, terstruktur, dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan
untuk meningkatkan atau mempertahankan komponen kebugaran jasmani. (WHO, 2020)
Untuk pembahasan selanjutnya latihan fisik akan menggunakan istilah olahraga. Olahraga
dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu olahraga prestasi, olahraga rekreasi, olahraga
kesehatan, dan olahraga pendidikan. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Olahraga kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan olahraga untuk tujuan kesehatan.
Olahraga kesehatan mampu memelihara dan/atau meningkatkan kemampuan fungsional
jasmaniah para pesertanya dengan pembebanan yang dapat diatur secara bertahap dalam
dosis-dosis. Olahraga kesehatan memiliki ciri-ciri umum yaitu:
a. Massal: mampu menampung sejumlah peserta secara bersam-sama.
b. Mudah: gerakannya mudah diikuti, dapat meningkatkan kemampuan gerak yang
diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
c. Murah: peralatan minim atau bahkan tanpa peralatan sama sekali.
d. Meriah: mampu membangkitkan kegembiraan dan tidak membosankan.
e. Manfaat dan aman: manfaatnya dapat dirasakan secara jelas dan aman dilaksanakan
oleh setiap peserta dengan tingkat usia dan derajat kesehatan yang berbeda. (Giriwijoyo
& Sidik, 2012)

Syarat manfaat dan aman menuntut adanya ciri-ciri khusus yaitu: intensitas homogen
dan submaksimal, tidak ada gerakan dengan beban/intensitas maksimal, dapat diatur
takaran (dosis)-nya, adekuat (ada batas minimal tertentu), dan bebas stres psikis.
(Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Sasaran olahraga kesehatan ada 3 tahapan, yaitu :
1. Sasaran Minimal: memelihara kemampuan gerak yang masih ada serta bila mungkin
mengusahakan meningkatkan kemampuan gerak.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 183


2. Sasaran Antara: memelihara kemampuan otot dan meningkatkan kemampuan geraknya
lebih lanjut, dilakukan secara dinamis (gerakan cepat, berulang, dan bersifat
antagonistik disertai sentakan) dan statis (kontraksi isometrik tetapi dengan pernafasan
biasa).
3. Sasaran Utama: memelihara kemampuan aerobik yang telah memadai dan
meningkatkan kapasitas aerobik untuk mencapai kategori minimal ‘sedang’. Ciri-ciri
olahraga aerobik ialah olahraga yang mengaktifkan otot-otot sekitar 40% atau lebih,
dilakukan secara serentak/simultan, dengan intensitas yang cukup dan sesuai umur,
secara kontinu dengan durasi adekuat. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)

Komponen Kebugaran Jasmani


Komponen kebugaran jasmani ada 11 yaitu:
1. Komposisi tubuh (body composition): kondisi otot, lemak, tulang dan organ vital.
2. Kapasitas aerobik/daya tahan kardiorespirasi (cardiorespiratory endurance):
kemampuan sistem sirkulasi dan respirasi menyediakan oksigen selama aktivitas fisik
berkelanjutan.
3. Kekuatan otot (muscle strength): kemampuan otot untuk menghasilkan gaya (force).
4. Daya tahan otot (muscle endurance): kemampuan otot untuk berkontraksi tanpa
mengalami kelelahan.
5. Kelentukan (flexibility): lingkup ruang pada sendi.
6. Kecepatan: kemamampuan menghasilkan gerakan dalam periode waktu yang singkat.
7. Kelincahan (agility): kemampuan mengubah posisi tubuh dengan cepat dan akurat.
8. Daya ledak otot (muscle power): kemampuan/kecepatan otot untuk menghasilkan
kerja.
9. Waktu reaksi: waktu antara stimulus sampai timbulnya reaksi.
10. Koordinasi: kemampuan menggunakan indera bersamaan dengan gerakan tubuh secara
lancar dan akurat.
11. Keseimbangan: kemampuan menahan posisi setimbang saat diam atau bergerak.

Nomor 1-5 dihubungkan dengan kesehatan (health-related) sedangkan nomor 6-11


dihubungkan dengan keterampilan (skill-related). (Pescatello et al, 2014)

Prinsip Olahraga
Olahraga dilakukan dengan prinsip Baik, Benar, Terukur, dan Teratur (BBTT) sesuai
kaidah kesehatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal:
a. Baik artinya disesuaikan dengan kondisi fisik dan kemampuan supaya tidak
menimbulkan dampak yang merugikan, dilakukan di lingkungan yang sehat, aman,
nyaman, tidak rawan cedera, menggunakan pakaian dan sepatu yang nyaman.

184 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


b. Benar artinya dilakukan secara bertahap dan dimulai dari latihan pemanasan, latihan
inti, dan latihan pendinginan.
c. Terukur artinya dilakukan dengan menakar intensitas dan waktu latihan.
d. Teratur artinya dilakukan secara teratur 3-5 kali alam seminggu dengan selang waktu
istirahat. (Kemkes, 2017)

Manfaat Olahraga
Manfaat olahraga kesehatan khususnya peningkatan kapasitas aerobik, bukanlah
sesuatu yang dapat diperoleh secara cepat namun memerlukan waktu 2-3 bulan setelah
dilakukan secara teratur dan kontinu. Olahraga kesehatan akan menghasilkan perubahan-
perubahan pada aspek jasmani, rohani, maupun sosial. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain:
a. Persendian: tidak kaku dan kelentukan/fleksibilitas lebih meningkat.
b. Otot dan tendo: kekuatan dan daya tahan lebih meningkat.
c. Susunan saraf: waktu reaksi lebih cepat dan kemampuan koordinasi gerak lebih baik.
d. Darah: peredaran darah lebih baik, pergantian eritrosit lebih cepat.
e. Jantung: serabut otot jantung lebih besar dan kuat.
f. Pembuluh darah: dinding pembuluh darah lebih kuat dan elastis, jumlah pembuluh
darah yang aktif lebih banyak.
g. Metabolisme: berperan dalam penurunan berat badan. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)

Keseluruhan perubahan-perubahan fisiologis tersebut akan menuju pada satu perubahan


menyeluruh, yaitu meningkatnya kemampuan fungsional individu yang terdiri dari:
a. Perubahan pada aspek jasmani: lebih mampu dan tahan bekerja, tidak mudah lelah,
cepat pulih dari kelelahan, berkurangnya risiko penyakit kardiovaskuler.
b. Perubahan pada aspek rohani: meningkatnya percaya diri.
c. Perubahan pada aspek sosial: olaharaga yang dilakukan bersama memungkinkan
terjadi hubungan sosoal yang lebih baik. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)

Dosis Olahraga
Anjuran olahraga harus diresepkan dengan menjelaskan 4 aspek dosis yaitu frekuensi,
intensitas, tipe/jenis, dan durasi/waktu. Contoh resep olahraga: frekuensi 3-5 x per minggu,
jenis olahraga aerobik/anaerobik, intensitas 65-80% DNM, durasi 30-60 menit per kali.
(Kemkes, 2017)
Dosis olahraga berkaitan dengan jumlah energi yang harus dihasilkan seseorang melalui
proses metabolisme dalam tubuh. Energi tersebut berbanding lurus dengan intensitas dan
durasi (Energi = Intensitas x Durasi). Artinya terdapat hubungan terbalik antara intensitas
dan durasi pelaksanaan olahraga, sehingga terdapat 3 cara mengatur dosis olahraga yaitu:

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 185


meningkatkan intensitas dengan durasi tetap, meningkatkan durasi dengan intensitas tetap,
dan meningkatkan keduanya. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Dosis olahraga kesehatan haruslah disesuaikan dengan kondisi kesehatan dinamis setiap
orang, agar dapat dilaksanakan secara aman namun tetap memberikan manfaat. Denyut
nadi dijadikan indikator intensitas olahraga yang sedang dilakukan. Agar aman, maka
frekuensi denyut nadinya tidak boleh mencapai maksimal, tetapi cukup submaksimal tetapi
berada dalam “daerah latihan” (training zone) agar dapat mencapai efek latihan (training
effect). (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Jadi dosis olahraga haruslah memenuhi syarat individual, submaksimal, dan adekuat.
Syarat lain adalah bahwa peningkatan intensitas maupun durasinya harus selalu bertahap.
Perhitungan denyut nadi submaksimal yang adekuat (DNSA) :

DNM = 220 – umur


DNSA=65-80% (220-umur)

Penentuan intensitas dengan cara yang lebih sederhana adalah dengan tes bicara (talk
test). Intensitas sedang ditandai dengan masih dapat bicara namun tidak dapat bernyanyi,
denyut jantung, dan frekuensi nafas meningkat, dan tubuh mengeluarkan cukup keringat.
(Kemkes, 2017)
Durasi olahraga kesehatan aerobik umumnya memerlukan waktu minimal 10 menit
sedangkan waktu maksimalnya ialah 20 menit. Dalam hal olahraga kesehatan juga
ditujukan untuk menurunkan berat badan, maka durasi harus lebih 30 menit. Hal ini
disebabkan bila durasinya kurang dari 30 menit maka sumber energi utamanya masih
berasal terutama dari karbohidrat, setelahnya kontribusi terbesar adalah dari cadangan
lemak. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Latihan olahraga haruslah selalu dimulai dengan Latihan Pendahuluan (pemanasan)
sebelum memasuki Latihan Inti dan sebaiknya ditutup Latihan Penutup (pendinginan)
setelahnya. Latihan pemanasan bertujuan memeriksa dan mempersiapkan seluruh
komponen, terdiri atas 3 tahap yaitu peregangan dan pelemasan, aktivasi otot (secara statis
dan dinamis), dan latihan koordinasi dasar (“mengingat kembali” gerakan). Latihan
pendinginan bertujuan memperlancar sirkulasi dengan mengaktifkan pompa vena.
Gerakannya kurang lebih sama dengan pemanasan tahap pertama. (Giriwijoyo & Sidik,
2012)

Risiko Olahraga
Risiko yang paling serius dari olahraga kesehatan ialah kematian mendadak. Sebuah
survai retrospektif menunjukkan kejadian kematian oleh serangan jantung mendadak kira-
kira 1 untuk setiap 887.000 jam-orang yang melakukan olahraga. Risiko itu adalah sangat

186 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


kecil bila dibandingkan dengan manfaatnya terhadap kesehatan. Risiko akan meningkat
pada orang-orang yang memiliki penyakit jantung. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Waspada apabila saat berolahraga terjadi hal-hal seperti sakit kepala, nyeri dada, seak
nafas, pusing/vertigo, keringat dingin, atau ada hal-hal yang tidak nyaman dan tidak biasa.
Olahraga sebaiknya ditunda apabila tekanan darah di atas 180/100 mmHg. Jika denyut nadi
pada 5 menit dan 10 menit setelah selesai olahraga tidak kembali ke denyut nadi awal
sebaiknya segera memeriksakan diri. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)

Skrining Sebelum Olahraga


Mengingat adanya risiko selama olahraga, maka perlu dilakukan skrining kesehatan.
Skrining tersebut dilakukan bertahap yaitu: (1) Skrining mandiri dengan kuesioner
Physical Activity Readiness Questionnaire (PAR-Q). (2) Penilaian risiko kardiovaskuler
oleh tenaga terlatih. (3) Evaluasi medis termasuk pemeriksaan fisik dan stress test oleh
tenaga kesehatan tersertifikasi. (Pescatello et al, 2014)
Kuesioner PAR-Q berisi 7 pertanyaan, dijawab Ya/Tidak, berlaku untuk usia 15-69
tahun, dengan pertanyaannya sebagai berikut :
1. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa anda menderita penyakit jantung?
2. Apakah anda sering mengalami nyeri dada atau nyeri di bagian dada sebelah kiri?
3. Apakah anda sering merasa akan pingsan atau mengeluh rasa pusing kepala yang agak
parah?
4. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa tekanan darah anda terlalu tinggi?
5. Apakah dokter pernah memberitahu bahwa anda mengidap masalah persendian atau
tulang?
6. Apakah anda selalu membawa obat-obatan berdasarkan resep doter untuk penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, dll.?
7. Apakah ada alasan tertentu yang belum disebutkan di atas yang menyatakan bahwa anda
tidak boleh mengikuti suatu program olahraga?

Apabila ada satu jawaban Ya maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.
(Pescatello et al, 2014)
Penilaian risiko kardiovaskuler berdasarkan 3 hal: (1)Adanya riwayat penyakit
kardiovaskular, paru-paru, dan metabolik. (2)Adanya gejala dan tanda mayor penyakit
kardiovaskular, paru-paru, dan metabolik: nyeri dada, sesak nafas, pusing, palpitasi, edema
tungkai, murmur jantung, klaudikasio intermiten. (3)Penilaian faktor risiko
kardiovaskular: usia, riwayat penyakit keluarga, kebiasaan merokok, gaya hidup sedenter,
obesitas, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan diabetes. (Pescatello et al, 2014)
Hasil penilaiannya adalah risiko rendah (asimtomatik dan memiliki <2 faktor risiko),
sedang (asimtomatik namun memiliki ≥2 faktor risiko), atau tinggi (simtomatik atau

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 187


memiliki riwayat). Subjek dengan risiko berat yang akan melakukan olahraga intensitas
sedang-berat, dan subjek dengan risiko sedang yang akan melakukan olahraga intensitas
berat memerlukan pemeriksaan medis terlebih dahulu. (Pescatello et al, 2014)
Exercise testing tidak rutin dilakukan kecuali pada individu yang memiliki risiko tinggi.
Tes ini bertujuan untuk menentukan dosis yang sesuai dan aman. Selama tes boleh
didampingi oleh tenaga kesehatan bukan dokter asal sudah terlatih. (Pescatello et al, 2014)

Daftar Pustaka

1. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorar


Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kemkes. 2017. Buku Saku Ayo
Bergerak. Tersedia dari http://p2ptm.kemkes.go.id/
2. Giriwijoyo, HYSS dan Sidik DZ. 2012. Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga).
Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk Kesehatan dan Prestasi. Edisi Ke-1.
PT. Remaja Rosdakarya
3. Pescatello, LS. Arena, R. Riebe, D. Thompson PD. 2014. ACSM’s Guidelines for
Exercise Testing and Prescription. Lippincot Williams & Wilkins.
4. WHO. 2020. Guidelines On Physical Activity and Sedentary Behaviour. Geneva.

188 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


BAB XX
Kejadian Luar Biasa
Dani

Definisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan/ atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah dan
perlu penanganan segera serta penanganan lintas sektoral. (Kementrian Kesehatan RI,
2004; 2010)

Kriteria/ Tolak Ukur KLB


Suatu wilayah bisa ditetapkan dalam kondisi KLB, bila terpenuhi salah satu tolak ukur
berikut : (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
a. Adanya penyakit menular yang sebelumnya tidak pernah ada / tidak pernah dikenal
pada suatu wilayah.
b. Adanya peningkatan kondisi timbulnya penyakit terus menerus selama tiga kurun
waktu berurutan sesuai jenis penyakitnya.
c. Adanya peningkatan durasi penyakit/kematian dua kali lipat/lebih dibanding
dengan jangka sebelumnya sesuai jenis penyakitnya.
d. Adanya jumlah pasien baru dalam satu bulan yang memperlihatkan kenaikan dua
kali lipat atau lebih jika dibandingkan dengan jumlah rata-rata perbulan dalam satu
tahun sebelumnya.
e. Adanya rerata jumlah penderita kesakitan tiap bulan dalam satu tahun
memperlihatkan jumlah kenaikan dua lipat/lebih dibandingkan dengan rerata
jumlah angka penderita kesakitan tiap bulan pada satu tahun sebelumnya.
f. Adanya angka kematian kasus penyakit (Case Fatality Rate) dalam satu periode
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam waktu periode yang sama.
g. Adanya jumlah proporsi (Proporsional Rate) penderita baru dalam 1 periode
menunjukkan kenaikkan dua kali lipat lebih dibandingkan periode sebelumnya
dalam periode waktu yang sama.

Beberapa Istilah yang Berkaitan


1. Endemi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 189


Keadaan atau karakteristik wilayah atau lingkungan tertentu dimana suatu masalah
kesehatan (umumnya penyakit) frekuensinya menetap dan dalam waktu yang lama.
Contoh: Malaria

2. Epidemi
Jika suatu kelompok masyarakat atau wilayah terkena penyakit menular dan
kejadiannya terjadi secara cepat.
Contoh : SARS
3. Pandemi
Wabah penyakit yang terjadi secara luas antar benua bahkan seluruh dunia.
Contoh : HIV/AIDS
4. Sporadik
Suatu kondisi dimana suatu masalah kesehatan (biasanya penyakit) timbul di suatu
saerah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan masa.

Gambar 1. Grafik Kasus pada Keadaan Endemi dan Epidemi

190 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Contoh Penyakit Menular yang dapat Menimbulkan KLB/ Wabah:
1. Kolera
2. Pes
3. Demam Berdarah Dengue
4. Campak
5. Polio
6. Difteri
7. Pertusis
8. Rabies
9. Malaria
10. Avian Influenza H5N1
11. Antraks
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza A baru (H1N1)
15. Meningitis
16. Yellow Fever
17. Chikungkunya

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 191


Tata Cara Penemuan Penyakit yang dapat Menimbulkan Wabah
A. Pasif
Melalui penerimaan laporan/ informasi kasus dari fasilitas pelayanan kesehatan
meliputi diagnosis secara klinis dan konfirmasi laboratorium.
B. Aktif

Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB/Wabah meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Investigasi epidemiologis
2. Tata laksana pasien yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan
isolasi penderita, termasuk tindakan karantina
3. Preventif serta pengebalan
4. Eradikasi penyebab penyakit
5. Tata laksana jenazah akibat wabah
6. Promosi kesehatan kepada masyarakat
7. Usaha penanggulangan lanjutan.

Investigasi keadaan KLB


Investigasi keadaan KLB bertujuan untuk; (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
a) Memeriksa kesalahan dalam penentuan diagnosis
b) Memeriksa indikasi orang bila memperlihatkan gejala khas
c) Menyingkirkan infomasi yang bukan merupakan kasus
d) Memastikan keadaan risiko terjadinya kondisi KLB
e) Menghitung jumlah kasus atau jumlah kejadian yang tengah terjadi

Cara Mengukur Sebaran Frekuensi Kasus


Sebaran frekuensi kasus diukur berdasarkan tanda – tanda dan gejala yang ada pada
kasus dengan tahapan sebagai berikut: (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
a) Buat daftar semua gejala yang terjadi pada kasus
b) Hitung persentase kejadian yang mempunyai gejala tersebut
c) Buat daftar tabel menurut frekuensinya

Menggambarkan Karakteristik KLB


a. Variabel waktu
- Bilamana waktu yang tepat dari keadaan KLB ini?
- Bilamana waktu paparan yang paling berisiko?
- Apakah kondisi ini dapat digolongkan sebagai “common course” atau “propagated
source” atau keduanya?

192 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


b. Variabel tempat
- Dimana penyebaran secara geografik yang termakna dari kejadian lokasi tinggal?
lokasi kerja? lokasi lain?
- Berapa jumlah kejadian pada setiap satuan geografiknya?
c. Variabel jumlah penderita yang terkena
- Total jumlah serangan dibagi menurut usia serta jenis kelamin?
- Total daftar usia serta jenis kelamin yang paling berisiko terkena penyakit, yang
paling banyak dan paling sedikit?
- Faktor apa lagi karakteristik kejadian yang berbeda tetapi secara bermakna
jumlahnya dari jenis populasi seluruhnya?

Indikator Program Penanggulangan KLB


Tujuan program penanggulangan KLB adalah agar KLB tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat dengan indikator: (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
1. Dilaksanakan program kewaspadaan dini dalam kondisi KLB di unit unit pelayanan,
wilayah kerja Puskesmas, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
2. Pengenalan awal serta penggulangan awal potensi KLB.
3. Tertanganinya situasi yang terjadi sehingga tidak timbul KLB besar.

Pelaporan KLB
Perawat

Kepala Puskesmas Pembantu

Kepala Puskesmas

Camat dan Dinas Kesehatan Tingkat II


setempat

Dinas Kesehatan Tingkat I

Gambar 2. Alur Pelaporan KLB

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 193


Kriteria Berakhirnya Wabah
1. Wabah berakhir ketika jumlah penyakit baru yang dilaporkan turun kembali ke
jumlah yang biasanya diharapkan.
2. Kurva epidemi membantu para penyelidik melihat bahwa penyakitnya menurun.
3. Bahkan ketika penyakit dari wabah tampaknya telah berhenti, pejabat kesehatan
masyarakat melanjutkan pengawasan selama beberapa minggu untuk memastikan
kasus tidak mulai meningkat lagi

Kriteria Berakhirnya KLB


1. Apabila tidak ditemukan/dilaporkan lagi kejadian baru dalam waktu dua kali masa
inkubasi terlama.
2. Mempertimbangkan masa penularan terpanjang (4 minggu)

194 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Daftar Pustaka

1. Kementrian Kesehatan RI. (2004) Peratuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 949 tentang penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa
(KLB). Available at: https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/pmk9492004.pdf
2. Kementrian Kesehatan RI. (2010) Peratuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1501 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
dan upaya penanggulangan. Available at :
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/PERMENKES_1501_2010_JENIS_
PENYAKIT_MENULAR_POTENSIAL_WABAH_DAN_UPAYA_PENANGGUL
ANGAN.pdf.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2017). Buku Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan Pangan. Available at:
https://dinkes.papuabaratprov.go.id/sitemap/download_materi/26.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 195


196 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
BAB XXI
Psikiatri Komunitas
Kesehatan Jiwa Masyarakat
Ade Kurnia Surawijaya

Pendahuluan
Dalam dua dekade terakhir, psikiatri komunitas di Indonesia berkembang pesat.
Perubahan paradigma kesehatan jiwa dan berbagai penelitian kesehatan jiwa masyarakat
telah memberikan warna baru dalam sistem kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. Adapun
tujuannya adalah untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara holistik.
Pemahaman dan pembelajaran mengenai kesehatan jiwa masyarakat harus dimiliki oleh
seluruh petugas kesehatan pada umumnya dan khususnya dokter. Dengan demikian sistem
kesehatan jiwa masyarakat di Indonesia akan berkesinambungan dengan visi dan misi yang
sama untuk mengedepankan kesehatan jiwa secara menyeluruh.

Definisi
1. Kesehatan Jiwa Masyarakat merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
mencakup semua kegiatan kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat
dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan
kuratif dan rehabilitatif. Pada prinsipnya:
a. Ditujukan terutama sekali kepada kelompok didalam masyarakat, walaupun
fokus terhadap individu pun tidak diabaikan.
b. Dititikberatkan pada promotif dan preventif.
c. Diusahakan agar berbagai pelayanan lain turut serta dalam sistem pelayanan
kesehatan jiwa.
d. Dititikberatkan kepada kerjasama lintas sektoral, khususnya mencakup
kegiatan di sektor-sektor: pendidikan, kesejahteraan sosial, keagamaan,
keluarga berencana, tentang kerja, dan lain-lain.
e. Menjalankan kegiatan Konseling dan yang bersifat Intervensi khususnya
dalam kondisi “krisis”.
f. Mengusahakan peningkatan peran serta masyarakat.
g. Mengusahakan pendidikan dan latihan bagi para petugas di bidang pelayanan
kemanusiaan seluas-luasnya, agar berorientasi terhadap prinsip kesehatan
jiwa.
h. Melaksanakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan bidang kesehatan
masyarakat.
i. Menjalankan kegiatan riset epidemiologi kesehatan jiwa.
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 197
j. Mengusahakan agar Pelayanan Kesehatan Jiwa tersebut dapat bersifat
menyeluruh (komprehensif), yaitu meliputi seluruh usia atau life cycle
manusia (dari anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, usia lanjut),
berbagai jenis pelayanan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan lain-
lain.

2. Psikiatri Komunitas merupakan ilmu yang mempelajari gangguan jiwa dikaitkan


dengan pelayanan kesehatan jiwa. Menurut American Asociation of Community
Psychiatrics (AACP) psikiatri komunitas bertujuan untuk mendorong, membekali
dan memberdayakan psikiater untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan
serta praktik yang berkualitas tinggi yang mempromosikan ketahanan dan
pemulihan individu, keluarga dan komunitas.

Perubahan Paradigma Kesehatan Jiwa


• Exclusion to Inclusion
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau orang dengan masalah kejiwaan
(ODMK) sering dikucilkan dari masyarakat (Ekslusi). Saat ini pandangan tersebut
berubah dengan lebih memanusiakan manusia sehingga ODGJ dan ODMK
menjadi bagian dari masyarakat (inklusi) (bila ODGJ/ODMK dikucilkan
sebenarnya yang gangguan jiwa siapa? ODGJ/ODMK atau masyarakat itu
sendiri?).

• Bio medical to biopsychosocial approach


Pandangan bahwa ODGJ harus diberikan “obat” agar dapat sembuh dari
gangguannya berubah menjadi ODGJ diberikan kesempatan untuk menjadi
manusia kembali. Pemulihan (recovery) ODGJ didasarkan dengan pandangan
holistik (social dimension as key component of treatment).

• Bed to setting
Pandangan ODGJ dapat pulih bila dirawat inap atau “dirumahsakitkan” berubah,
ODGJ dapat pulih bila lingkungan disetting dengan baik sehingga mereka dapat
produktif dan berkontribusi pada masyarakatnya.

• Hospital to Community
ODGJ yang sudah pulih dari rumah sakit biasanya akan balik kembali ke rumah
sakit dalam waktu yang singkat. Menurut beberapa penelitian kesehatan jiwa
dalam 20 tahun terakhir, ODGJ yang telah pulih dari rumah sakit bila dibantu
oleh masyarakat dalam pemulihannya, ODGJ tersebut balik kembali ke rumah
sakit dalam waktu yang lama bahkan ada yang tidak kembali ke rumah sakit lagi.
198 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Dalam hal ini disimpulkan bahwa masyarakat (komunitasnya) berperan besar
dalam pemulihan ODGJ.

• Short Term to Long Term Care (rehabilitation)


Pemulihan ODGJ sebelumnya hanya berfokus pada rumah sakit, sekarang
pemulihan ODGJ lebih komprehensif sehingga pemulihan ODGJ berlangsung
dikomunitasnya masing-masing, sehingga lama perawatan menjadi lebih panjang
dan lebih komprehensif.

• Individual work to Team work


Pemulihan ODGJ/ODMK saat ini dilakukan dengan kerja sama dari berbagai
profesional, yang terdiri dari psikiater, dokter umum, perawat jiwa, psikolog klinis,
dan pekerja sosial serta dibantu oleh berbagai pengajar profesional dari berbagai
keahlian.

• Treatment to Service
ODGJ/ODMK yang dahulunya disebut dengan pasien sekarang berganti menjadi
klien, sehingga pelayanan yang diberikan lebih komprehensif dan ODGJ/ODMK
lebih terbuka dalam menjalani pemulihannya.

• Clinical to Public Health


Ranah pemulihan ODGJ/ODMK dahulu hanya sekitar klinis saja, sekarang
pemulihan ODGJ dan ODMK menjadi layanan kesehatan masyarakat.

Data Epidemiologi Kesehatan Jiwa


Data mengenai epidemiologi di Indonesia cukup sedikit dibandingkan dengan di luar
Indonesia. Data yang akan disajikan disini merupakan data yang memperlihatkan
bagaimana gangguan jiwa mengakibatkan disabilitas, berdasarkan DALYs (Disability-
adjusted Life Years). Empat gangguan terbesar yang dapat mengakibatkan penurunan
produktivitas manusia dalam sepanjang tahun. Adapun data menurut Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan angka 6 % dari seluruh penduduk Indonesia
mengalami gangguan mental emosional (cemas dan depresi) dan meningkat menjadi 9,8%
pada Riskesdas 2018.

Tabel 1. Leading Causes of Years of Life Lived with Disability (DALYs)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 199


1 Unipolar depressive disorders 10.9%

2 Hearing loss, adult onset 4.6%

3 Refractory errors 4.6%

4 Alcohol use disorders 3.7%

5 Cataracts 3.0%

6 Schizophrenia 2.7%

7 Osteoarthritis 2.6%

8 Bipolar affective disorder 2.4%

9 Iron-deficiency anaemia 2.2%

10 Birth asphyxia and birth trauma 2.2%

Tabel 2. Kompetensi Dokter Fasyankes VS Masalah Keswa

Masalah Keswa Prevalensi Kompetensi Dokter Fasyankes Primer

Gangguan Mental 6% Belum sepenuhnya mampu melakukan deteksi


Emosional (gejala ansietas > 14 juta dan tatalaksana terkait dengan kompetensi
dan depresi) yang diberikan dalam Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI) hanya kompetensi 2

Gangguan Psikotik 1,7 / 1000 Dianggap mampu melakukan deteksi dan


> 400.000 tatalaksana terkait dengan kompetensi yang
diberikan dalam Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) kompetensi 3 A

Gangguan Psikotik yang 14,3%


pernah di pasung > 57.000

Riskesdas 2013 = 236 juta jiwa


Tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia di Indonesia terbatas.
Tenaga kesehatan jiwa profesional: 1.07 per 100,000 populasi.
– Psikiater : 773 (0.32 per 100.000 populasi)
– Psikolog klinis: 451 (0.19 per 100.000 populasi)
200 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
– Perawat jiwa : 6500 (2 per 100.000 populasi)
Distribusi tenaga kesehatan tidak merata, hanya terdapat di kota besar. Puskesmas dengan
petugas yang pernah mengikuti pelatihan kesehatan jiwa: baru 46.5% (Rifaskes 2011).

RSJ & RSKO (n=48 di 26 dari 34 provinsi)

• Emergensi psikiatri, one stop center termasuk layanan sub-


spesialisasi

RSU dengan layanan jiwa (n=181 atau 40,67% dari 445)

• Emergensi psikiatri, poliklinik psikiatri, liaison psychiatry

Puskesmas dengan layanan jiwa (n=2702 atau 30% dari 9005)

• Emergensi psikiatri, penyuluhan keswa, konseling, layanan


kesehatan jiwa dasar yang terintegrasi di poli umum, kunjungan
rumah, outreach, rujukan

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 201


Gambar 1. Gap in human resources: Number of psychiatrists per 100,000 population

Identifikasi Permasalahan Kesehatan Jiwa Masyarakat


Urbanisasi, industrialisasi dan modernisasi sebagai hasil pembangunan dapat
menimbulkan pengaruh sampingan berupa berbagai stress kehidupan yang intensif, baik
bagi individu maupun kelompok.
Stress kehidupan tersebut dapat menimbulkan berbagai proses, yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Proses pertumbuhan kota yang cepat mengandung faktor-faktor yang menguntungkan
maupun yang kurang menguntungkan bagi individu/kelompok.
b. Faktor-faktor yang menguntungkan maupun yang tidak, semuanya menimpa diri
manusia dan manusia diharuskan “mengolah” semua faktor tersebut, disitulah tampak
pentingnya faktor kepribadian (personality) yang dimiliki oleh individu itu apakah ia
berhasil menyelesaikan “pengolahan” itu dengan memadai.
c. Faktor-faktor itu juga dapat menimpa keluarga dan masyarakat, akibatnya adalah terjadi
“pengelompokan” baru dalam masyarakat yang sifatnya sangat majemuk (kompleks)
dan didasari berbagai “kepentingan” (interest).

Terjadi berbagai karakteristik pada lingkungan hidup dalam kota atau daerah yang
berhasil membentuk “konfigurasi” atau “corak” baru dalam kehidupan, baik yang
orientasinya bersifat material maupun non material.
202 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Beberapa stress kehidupan yang dimaksud, disebutkan di bawah ini:
1. Stresor Kehidupan Pribadi
Tekanan emosi berpengaruh
• Pada sistem fisiologik, mengakibatkan timbulnya antara lain gangguan
psikosomatik, cemas, depresi. Jumlahnya diperkirakan makin banyak. Bila hal
ini berlangsung cukup lama, maka gangguan somatik yang sesungguhnya akan
timbul.
• Makin banyak dan sering terjadinya kecelakaan lalu lintas. Penyebab tersering
adalah faktor manusia seperti kebosanan (berodom), ansietas, frustasi, dan
lain-lain.
• Makin meningkatnya kondisi-kondisi depresi dengan kecenderungan bunuh
diri atau percobaan bunuh diri (suicidal attempt).
• Makin meluas terjadinya berbagai krisis pribadi yang berkaitan dengan
perkawinan, melahirkan atau peristiwa meninggal dunia.
• Makin berpengaruh kondisi suara di lingkungan hidup (“noise pollution”)

2. Stress Sosio-Ekonomik
• Status dalam masyarakat sangat sering diukur atas standar taraf kehidupan
sosio-ekonomik, maka hal-hal seperti penghasilan (income), pekerjaan yang
“menghasilkan” (gainful-employment), rumah atau tempat tinggal yang
memadai dan lain-lain “ukuran fisik”, merupakan indikator-indikator yang
penting dalam “penilaian pribadi” (diri sendiri maupun orang lain).
• Kemiskinan/kekurangan menjadi soal dan stressor sosial-ekonomik yang tidak
dapat dihindarkan, umpamanya bilamana tidak atau kurang tersedianya
pemenuhan dari kebutuhan yang dirasakan “primer” (tidak/kurang tersedianya
sekolah/pendidikan bagi dirinya maupun anak-anaknya, demikian pula reaksi
yang terjangkau ataupun kesempatan bekerja yang terlalu sempit, dan
sebagainya).
• Penolakan langsung untuk memasuki kalangan yang diinginkan seperti
lingkungan kerja, reaksi dan lain-lain.

3. Kepadatan Penduduk yang Makin Meninggi


Menimbulkan dua jenis akibat yang walaupun ada inter-relasinya perlu
diperhatikan secara agak terpisah.
• Pengaruh Psiko-Sosial
Dalam kelompok ini dapat dimasukkan reaksi-reaksi apathy, depresi,
hilangnya/berkurangnya rasa kehalusan (sering orang berkata ras ketimuran),
alienasi, sikap dingin dan keras terhadap sesamanya hingga orang berubah
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 203
menjadi lebih keras, kejam, jahat, promiskus dan cenderung lebih cepat
terjerumus ke dalam penyalahgunaan alkohol, narkotika dan obat.
• Pengaruh Fisik-Biologik
Dalam kelompok ini dapat dimasukkan kondisi-kondisi seperti dekompensasi
dari semua jenis pelayanan kepada masyarakat mulai dari higiene sanitasi,
transportasi, pendidikan, dan lain-lain. Dengan sendirinya maka situasi seperti
itu akan merupakan kondisi “subur” bagi fenomena-fenomena seperti migrasi
ke kota, meluasnya penyakit venerik, dan lain-lain.

4. Perubahan Sosial
Walaupun perubahan itu tidak senantiasa negatif (malahan dapat bersifat
menunjang dan positif terhadap perkembangan-perkembangan lainnya), harus
diambil sikap kewaspadaan setinggi-tingginya supaya jangan terjerumus dalam
kondisi “human distress” dan tendensi ke arah “social disorganization”.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan:


• Kemajuan teknologi yang memungkinkan komunikasi sangat cepat (instant
information) tetapi di pihak lain juga mengakibatkan dorongan untuk
memperoleh kepuasan segera atau pemuasan segera (instant gratification atau
satisfication), dan lain-lain.
• Perubahan pola “extended family” ke arah nuclear family” dengan pengertian
bahwa masing-masing pola keluarga itu memiliki stress tersendiri, demikian
pula fase “transisi” dari satu pola ke pola yang lainnya.
• Timbulnya golongan “kaya baru” (noveau riches), yang merupakan salah satu
dari sekelompok pergeseran yang biasanya menimbulkan stress tertentu.
• Tidak dimanfaatkannya mereka yang berusia lanjut, umpamanya karena
pensiun, tiada penampungan yang memadai, dan sebagainya. Terutama bagi
mereka dengan ekonomi yang sangat terbatas (marginal) atau rendah.
Kemajuan taraf kesehatan umum masyarakat menyebabkan harapan hidup
lebih lama, sudah menjadi kenyataan (life expectancy) sekarang sekitar 65 –
70 tahun, dahulu sebelum perang dunia II lebih rendah dari 40 tahun.

5. Urbanisasi
Migrasi ke kota besar dapat menimbulkan masalah pada kesehatan jiwa meliputi
:
• Timbulnya berbagai daerah “peri-urban” dan “slum area” yang biasanya
ditempati oleh mereka yang miskin karena berimigrasi dari daerah pedalaman
dengan berbagai harapan yang tidak semuanya relistik.

204 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


• Timbulnya individu “avonturir”/petualang yang bertendensi nekat dan
individu-individu yang berkepribadian sejenis.
• Timbulnya kecenderungan untuk me”manipulasi” golongan individu yang
berkekuatan ekonomi rendah.

6. Pola Kehidupan Keluarga


Disebabkan terjadinya berbagai proses perubahan sosial, maka timbul pula
berbagai stress yang mempengaruhi pola kehidupan keluarga dan lembaga-
lembaga kehidupan sosial terkenal dalam masyarakat, seperti keluarga,
kepercayaan, keagamaan, dan lain-lain. Beberapa yang perlu diperhatikan,
diantaranya:
• Timbulnya “new grouping” yang didasari oleh kepentingan bersama
mengenai “opportunisme”, fanatisme dan kepentingan-kepentingan lain.
• Memungkinkan untuk penyelewengan dan berbagai tradisi masyarakat yang
baik ke arah yang kurang baik, seperti “gotong royong” dapat bertendensi
“parasitisma” dan malahan menjurus ke kemungkinan pemerasan (black mail),
dan sebagainya.
• Berbagai kemungkinan perubahan sikap dan nilai mengenai perkawinan,
hubungan seksual, dan lain-lain.
• Perubahan sikap karena popularitas konsep-konsep/praktek-praktek keluarga
berencana.
• Perceraian/perpisahan (separation) antara orang tua.
• Pengaruh dari berbagai kondisi fisik hidup seperti bangunan susun yang tinggi
(high rise flats) dalam hubungan dengan tindak kejahatan, pencurian,
perampasan, pemerkosaan, dan lain-lain.

7. Nasib dan Keamanan Dari Orang yang Berusia Lanjut.


Terjepitnya kedudukan para “senior citizens” karena:
• Life expectancy naik/distribusi demografi berubah.
• Makin gugurnya pola keluarga dari “extended family” ke “nuclear family”.
• Sistem pensiun yang ketat.
• Orang usia lanjut senantiasa kehilangan status.
• Orang usia lanjut selalu berpredisposisi ke arah makin berkurang kekayaannya
atau bahkan makin miskin karena penghasilan tidak tetap.

8. Situasi dari Berbagai Lembaga Sosial dalam Masyarakat


Berbagai stress yang harus ditanggung dan ditampung oleh bermacam-macam
lembaga itu, langsung diakibatkan karena urbanisasi, industrialisasi dan tekanan
modernisasi, diantaranya:
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 205
• Pekerjaan: karena proses urbanisasi dan lain-lain, maka dapat dibayangkan
bahwa syarat-syarat dan kondisi untuk menduduki suatu jabatan makin
ditingkatkan dan diperketat. Di pihak lain belum tentu hal itu secara otomatik
akan membawa hasil pada perbaikan suatu lingkungan kerja, perbaikan
hubungan kerja, kepuasan kerja dan jaminan kerja.
• Mutu sekolah/lembaga pendidikan yang tidak secara realistik membaik.
• Anak-anak dari keluarga besar (jumlah anaknya banyak) cenderung untuk
relatif nyata terlantar, karena jaminan sosial tidak mencukupi.
• Lembaga “kesetiakawanan” dalam masyarakat seperti Rukun Tetangga,
Rukun Warga perlu diusahakan untuk diperkuat.

9. Perbedaan Sosial-Budaya
Dalam kondisi tidak menguntungkan, maka perbedaan itu dapat menjadi sumber
timbulnya stress tertentu, diantaranya:
• Di daerah urban sering dijumpai fenomena, bahwa perbedaan sosial budaya ini
cenderung dipertajam (status jabatan, ekonomi, sosial di masyarakat, dan lain-
lain).
• Perbedaan yang terikat pada lokasi tempat tinggal bisa dijadikan salah satu
masalah.
• Perbedaan kepercayaan/keagamaan juga dapat merupakan masalah.

Masalah Kesehatan Umum


Lingkup masalah kesehatan jiwa bersifat luas dan kompleks saling berhubungan dengan
segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa (Psyhiatri) yang berkembang dengan pesat,
secara garis besar masalah kesehatan jiwa digolongkan menjadi:

1. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas


hidup.
Yaitu masalah kejiwaan yang terkait dengan makna dan nilai-nilai kehidupan
manusia, misalnya.
a. Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan life cycle kehidupan manusia
mulai dari persiapan pra nikah, anak dalam kandungan, balita, anak remaja,
dewasa dan usia lanjut.
b. Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
c. Pemukiman yang sehat.
d. Pemindahan tempat tinggal.

206 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


2. Masalah Psiko-Sosial
Yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial, misalnya:
a. Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan
diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik, dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan).
b. Pemasungan penderita gangguan jiwa.
c. Masalah anak jalanan.
d. Masalah anak remaja: tawuran, kenakalan.
e. Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
f. Masalah seksual: penyimpangan seksual, pelecehan.
g. Tindak kekerasan sosial.
h. Stress pasca trauma.
i. Pengungsi/migrasi.
j. Masalah usia lanjut yang terisolir.
k. Masalah kesehatan kerja: kesehatan jiwa tempat kerja, penurunan
produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain.

3. Masalah Gangguan Jiwa


Yaitu suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan
pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Jenis-jenis gangguan jiwa ini
tercantum dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi Ketiga
(PPDGJ-III) Tahun 1995 atau Chapter F00-F99 dari International Classification
of Diseases (ICD-X) antara lain:
a. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (Narkotika,
Psikotropika dan Zat adiktif lainnya).
b. Skizofrenia.
c. Gangguan Afektif (Depresi, Mania)
d. Ansietas/kecemasan, Gangguan Somatoform (Psikosomatik).
e. Gangguan Mental Organik (Demensia/Alzheimer, Delirium, Epilepsi, Pasca
Stroke dan lain-lain).
f. Gangguan Jiwa Anak dan Remaja (Gangguan Perkembangan Belajar,
Autisme, Gangguan Tingkah Laku, Hiperaktifitas, Gangguan Cemas dan
Depresi).
g. Retardasi Mental.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 207


Permasalahan dan Kebutuhan Keswa yang Belum Terpenuhi

Terhambatnya akses memperoleh layanan Keswa

Kurangnya pengetahuan masalah Keswa di masyarakat

Kurangnya ketersediaan layanan Keswa di tingkat primer

Stigma dan diskriminasi terhadap gangguan jiwa

Ketersediaan obat / psikofarmaka yang memadai di fasilitas


kesehatan

Keswa belum tercantum dalam Rencana KerjaPemerintah

Perbaikan Sistem Kesehatan Jiwa Masyarakat oleh pemerintah (saat ini RPJMN
2014-2019)
• Legislasi dan peraturan yang mendukung penanggulangan masalah keswa
o Undang-undang Keswa no 18 tahun 2014
o Revisi UU no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah → Kesehatan Jiwa
masuk dalam Lampiran draft Revisi RUU No 32
o Peraturan Menteri→ Kebijakan dan Rencana Aksi Kesehatan Jiwa, NSPK
o PERDA, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota
• Penguatan sistem layanan primer untuk penyelenggaraan pelayanan keswa

208 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA


Tabel 3 Perkembangan Sistem Kesehatan Jiwa

More awareness about


Change in traditional approach New Thinking
mental health
▪ More than psychiatry ▪ Governments • Reach-out to the
▪ Limited role of mental hospitals ▪ Policy makers community
▪ Newer psychotropic ▪ Experts programmes • Use existing systems
medications and policies at all levels • Empower the PHC
▪ Include prevention and system
promotion, including well- • Keep the programme
being simple, but evidence-
▪ Comprehensive term “mental based
health”

• Kesehatan jiwa prioritas kesehatan masyarakat dan terintegrasi dalam berbagai


program sepanjang siklus kehidupan.

Lansia

Continuum of Care Pelayanan bagi


anak SMP/A & • Deteksi dini
keswa lansia
remaja • (demensia/
depresi, dll)
Pelayanan
bagi anak • Keswa Renaja
• Konseling: Adiksi
SD HV/AIDS
Pelayanan
• Life skill remaja
bagi balita • Mindfulness

Pelayanan
Persalinan, Deteksi Dini
bagi bayi keswa anak usia
nifas &
sekolah
Pemeriksaan neonatal
• Pemantauan
Kehamilan
perkembangan
Pelayanan • Deteksi Dini
• Pola asuh dan Keswa Anak
PUS & WUS
tumbuh kembang
anak
• Deteksi dni • Deteksi dini pd Kesehatan jiwa:
• Deteksi Dini Keswa Bulin, gg perkembangan terintegrasi pada semua
Keswa Ibu Bufas dan Buteki anak
• Konseling Hamil • siklus hidup. kegiatan LP/LS
Pranikah • Stimulasi Janin , semua Fasyankes
dalam
Kandungan

• Penguatan koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pembangunan


kesehatan jiwa masyarakat → gugus tugas pembangunan keswa
• Penguatan peran serta masyarakat dalam pembangunan keswa.

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 209


Service
Delivery

Health Health
Workforce Financing

(Mental)
Health
Systems

Medical
Leadership &
Products &
Governance
Technologies

Health
Information
System

Gambar 2. Komponen yang Dibutuhkan untuk Perbaikan Sistem Kesehatan Jiwa


Masyarakat.

Daftar Pustaka
1. Dharmono, S dan Diatri, H. (2013) Psikiatri Komunitas: Buku Ajar Psikiatri. Edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Masyarakat, Buku Pedoman Kesehatan
Jiwa, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2003
3. Riskesdas 2013
4. Riskesdas 2018
5. Sadock, BJ, Sadock VA. (2000) Kaplan Sadock Textbook of Psychiatry,
Comprehensive Textbook of Psychiatry, edit, Seventh Ed, Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, A Walters Kluwer Company.
6. WHO DALYs, 2004

210 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA

Anda mungkin juga menyukai