EDITOR:
July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked
Dr. Julia Windi Gunadi, dr.,M.Kes.
Cindra Paskaria, dr.,M.K.M.
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Copyright @2021, Ade Kurnia S., dr., SpKJ.; Budi Widyarto L, dr., M.H.; Cindra Paskaria, dr., M.K.M;
Dani, dr., M.Kes; Decky Gunawan,dr.,M.Kes., AIFO; Irene Puradisastra, Dra., Psik;
July Ivone, dr., M.K.K., M.Pd.Ked.; Prof. Dr. H. R. Muchtan Sujatno, dr., SpFK(K);
Dr. Pan Lindawati S. Sewu, SH, M.Hum; Peter Nugraha, dr., SpKK., MH.Kes;
Winsa Husin, dr., M.Sc., M.Kes; Yenni Limyati, dr., SpKFR., M.Kes.
ISBN: 978-623-97057-6-3
Editor:
July Ivone, dr., M.K.K, M.Pd.Ked
Dr. Julia Windi Gunadi, dr.,M.Kes.
Cindra Paskaria, dr.,M.K.M.
Puji syukur kepada Tuhan, atas terselesaikannya buku ini. Buku ini yang memiliki
fokus pada topik ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga. Topik ilmu
kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga merupakan kompetensi diperlukan untuk
menjadi seorang dokter umum yang melayani masyarakat dan keluarga.
Buku ini merupakan kumpulan pengetahuan dari banyak sudut pandang mengenai
ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga. Pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dengan topik kesehatan masyarakat dan kedokteran keluarga kiranya dapat
terus dilakukan oleh semua ilmuan di bidang tersebut.
Saya mengucapkan banyak terima kasih bagi para editor dan semua kontributor
buku ini yang telah bekerja keras dalam menyusun buku ini. Harapan saya, semua pembaca
dapat memperoleh manfaat dari buku ini.
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya
Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun Praktikum ini
dapat diselesaikan.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha sejak tahun akademik 2006 telah
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia
(KIPDI) III, Dokter Pelayanan Primer/Dokter Keluarga. Seiring perjalanan waktu, perkembangan
kurikulum pendidikan dokter semakin meningkat dengan pesat dengan adanya Standar Kompetensi
Dokter Indonesia tahun 2012 dan kini menuju Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia tahun 2019, maka lulusan dokter semakin dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
senantiasa terbarukan dan keterampilan yang bagi sehingga dapat tercapai 5 star doctor yang dapat
melayani masyarakat dan diharapkan dapat meningkatkan taraf kesehatan di Indonesia.
Dengan perubahan kurikulum ini mahasiswa yang selanjutnya dipersiapkan untuk menjadi
dokter diharapkan dapat menguasai area kompetensi teknis (komunikasi efektif, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan), kompetensi intelektual-analitik-kreativitas (literasi
sains/landasan ilmiah dan teknologi informasi dan digital), juga kompetensi personal dan
profesional (mawas diri dan pengembangan diri, kolaborasi dan kerjasama, keselamatan pasien dan
mutu pelayanan kesehatan, dan profesionalitas yang luhur).
Perubahan pembelajaran dari teacher centered learning ke student centered learning kini
menjadi suatu paradigma yang mau tidak mau harus diwujudkan. Proses Belajar Mengajar
mengacu pada belajar mandiri, active learning, integrated learning. Pembelajaran konvensional
yang ditandai classical/ large group learning, berubah dengan situasi pembelajaran small group
learning/tutorial. Sesuai program kerja tim Medical Educational Unit (MEU) FK-UKM, maka
perlu dilakukan revisi materi pembelajaran KBK. Revisi ini dilaksanakan mengingat ilmu
kedokteran senantiasa memerlukan pembaharuan setiap waktu, dan sumber pembelajaran bukan
terbatas pada textbook saja.
Buku Materi Pengetahuan, Buku Keterampilan Klinis Dasar, dan Buku Penuntun Praktikum
dalam pelaksanaannya masih perlu disempurnakan, oleh karenanya saran dan kritik untuk
perbaikan diharapkan dari berbagai kalangan. Dengan revisi dan terbitnya seri buku materi terbaru,
kami berharap dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di FK UKM. Namun diharapkan pada
mahasiswa pun senantiasa dengan giat mencari informasi yang terbaru dari sumber-sumber lain
yang berbasis bukti ilmiah, baik jurnal maupun konsensus yang terkini.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyusunan dan
penerbitan buku Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Edisi 4. Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekanat Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha, para kontributor, dan semua pihak yang telah bekerja keras dalam
penyusunan dan penerbitan buku ini.
Buku ini disusun untuk menjadi referensi Mahasiswa Kedokteran yang sedang
mempelajari kasus-kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga. Buku ini
membahas khususnya kasus-kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga,
yang wajib dikuasai oleh mahasiswa kedokteran umum sebagai bekal dasar untuk masa
depan. Mahasiswa diharapkan dapat mempelajarinya dengan baik agar dapat menunjang
pengetahuan dan tahap pembelajaran selanjutnya.
Kami memohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam penyusunan dan
penerbitan buku ini. Besar harapan kami, buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
segenap penggunanya.
Tim Editor
Dalam kuliah ini akan dibahas secara umum, hukum dan etik dalam bidang kedokteran
yang terdiri atas, antara lain, malpraktek, standar profesi dan standar pelayanan medis.
Seorang dokter pada masa kini, perlu mengetahui tentang hukum, khususnya yang
berhubungan dengan kedokteran dan kesehatan, karena akhir-akhir ini tuntutan terhadap
dokter meningkat. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran hukum pasien yang
meningkat, kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien meningkat, serta munculnya
interpretasi yang salah bahwa kegagalan seorang dokter dalam mengobati pasiennya
adalah suatu malpraktek. Seorang dokter tidak dapat dipersalahkan apabila di dalam
menangani pasiennya, dokter tersebut melakukan tindakan yang sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
Seorang dokter tidak dapat dituntut apabila ia telah melakukan tindakannya secara
sungguh-sungguh, meringankan penderitaan pasien, tidak menelantarkan pasien, bekerja
secara tulus dan ikhlas dalam menggunakan ilmu dan keterampilannya secara maksimal
pada waktu ia berusaha menyelamatkan pasiennya, walaupun pada akhirnya pasiennya
cacat ataupun meninggal dunia, akan tetapi, adanya undang-undang praktek kedokteran
dan undang-undang kesehatan, membuat keadaan sedikit berbeda.
Dokter adalah seseorang yang telah tamat belajar di sebuah Fakultas Kedokteran
sehingga memiliki pengetahuan kedokteran yang lengkap,sehingga dapat melakukan
pertolongan medik serta mampu mempraktekkan ilmu & ketrampilannya kepada orang
sakit .
Menurut Undang-undang praktek kedokteran no 29 th 2004, seorang dokter harus
melengkapi syarat-syarat antara lain mengucapkan sumpah dokter & mematuhi etika
profesi, memiliki ljazah Dokter (Umum/Spesialis), memiliki Sertifikat Kompetensi
Kedokteran (SKK) dari Kolegium, memiliki STR (Surat tanda Registrasi) dari KKI, serta
memiliki SIP (Surat lzin Praktek), maksimal 3 tempat, dari Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten.
Seorang dokter juga mempunyai hak dan kewajiban. Hak dokter antara lain adalah
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar
profesi dan standar prosedur operasional. Kewajiban seorang dokter, terdapat dalam
kode etik kedokteran.
Malpraktek
Pengertian malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah "mal" mempunyai arti "salah" ,sedangkan "praktek" mempunyai
arti "pelaksanaan" atau "tindakan", sehingga malpraktek berarti "pelaksanaan atau
tindakan yang salah" dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Dalam suatu profesi, terdapat dua norma, yaitu Norma etik dan Norma Hukum
Malpraktek dapat berupa pelanggaran Norma etik (ethical malpractice) ataupun
pelanggaran Norma hukum (yuridical malpractice), atau kedua-duanya.
Penyelesaian sengketa medik tidak selalu harus diselesaikan lewat jalur hukum, tetapi
dapat melalui perdamaian (mediasi) dengan penjelasan yang memuaskan kedua belah
pihak. Apabila mediasi gagal disepakati, maka biasanya penyelesaian dilakukan melalui
jalur hukum di pengadilan.
Pelayanan Kedokteran:
Pelayanan kedokteran adalah suatu proses yang :
• Kompleks dan berjenjang
• Pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh hati-hati
• Berhubungan dengan manusia (HAM) .
Negligence
Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien Misalnya:
• Kesalahan pemeriksaan
• Kekeliruan dalam memberikan penilaian penyakit
• Salah menulis dosis obat pada resep
• Kesalahan tindakan misalnya kesalahan operasi
Misfeasance
Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat
(improper performance)
Misalnya
• Melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur
Sanksi Malpraktek
Sanksi yang diberikan pada seorang yang melakukan malpraktek, terdapat dalam :
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)* pasal 359, 360, 361
2. UU Praktek Kedokteran : * Pasal 75, pasal 76, pasal 79
Pasal 76 -7 Setiap dr, drg yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki SIP dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Seratus juta rupiah.
Pasal 79 -7 Setiap dr, drg yang dengan sengaja tidak memasang papan nama, membuat
Pencegahan Malpraktek
Untuk mencegah terjadinya malpraktek, maka seorang dokter harus :
1. Dokter harus pintar berkomunikasi
2. Bersikap empati
3. Harus selalu mengembangkan diri & ilmu
Standar Profesi
Definisi:
Standar Profesi adalah Kriteria kemampuan (pengetahuan, keterampilan teknis dan sikap
perilaku) minimal yang harus dikuasai oleh individu untuk dapat melakukan kegiatan
profesinya di masyarakat secara mandiri.
Mengandung pengertian:
1. Standar profesi merupakan batasan kemampuan minimal seorang dokter
2. Menguasai kemampuan (Knowledge, skill, prefessional attitude)
3. Merupakan syarat untuk melakukan kegiatan profesional
4. Dibuat oleh organisasi profesi (IDI)
Pasal 2 KODEKI
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi
Melakukan profesi kedokteran adalah sesuai dengan ukuran ilmu kedokteran mutakhir,
ETIK
Dalam kehidupan manusia, etik terbagi menjadi etik secara umum yang tidak tertulis,
dan etik secara khusus dan tertulis, sesuai profesi masing-masing. Dalam bidang
kedokteran, terdapat Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang terakhir kali disesuaikan pada
tahun 2012.
KODEKI 2012
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau
janji dokter.
Pasal 2
1. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan . M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir
2. Peranan Informed consent dalam Transaksi terapeutik, Veronica Komalawati
3. Etika Kedokteran Indonesia, Ratna Suprapti Samil
Pendahuluan
Keadaan sehat adalah dambaan setiap manusia, sehat menurut Kementerian Kesehatan
yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 1992 adalah suatu keadaan normal dan sejahtera
anggota tubuh, sosial dan jiwa pada seseorang yang dapat melakukan aktifitas tanpa
gangguan yang berarti, terdapat kesinambungan antara kesehatan fisik, mental, dan sosial
seseorang yang dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sekitar. Keadaan sehat ini
dapat terwujud apabila penyelenggara pelayanan kesehatan dapat dicapai, terjangkau,
berkesinambungan, komperhensif, terpadu, serta bermutu.
Pelayanan kesehatan mencakup banyak bidang, dapat diselenggarakan mandiri atau
bersama-sama yang bertujuan untuk meningkatkan pemeliharaan kesehatan, mencegah
dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat. Menurut Leavel and Clark, bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan
promotif dan preventif termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dengan sasaran
kelompok atau masyarakat, sedangkan bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan kuratif
dan promotif termasuk pelayanan kesehatan kedokteran dengan sasaran individu atau
keluarga (pelayanan kedokteran keluarga). (Prasetyawati AE, 2010)
Praktek dokter keluarga adalah praktek kedokteran dalam pelayanan primer secara
komperhensif, meliputi promosi kesehatan, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan
dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan
pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga
tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Pada keadaan tertentu apabila
dokter keluarga kurang mampu menangani pasien, maka dokter keluarga wajib merujuk.
(Kuswadji S, 1996)
Pengertian Keluarga
Defini keluarga menurut UU no. 10/1992 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri-dari suami, isteri, atau suami-isteri dan anaknya atau ayah dengan anaknya atau ibu
dengan anaknya.
Fungsi keluarga banyak macamnya, menurut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1994
dibedakan menjadi 8 fungsi, yaitu: keagamaan, budaya, kecintaan, melindungi, reproduksi,
sosialisasi, pendidikan, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.
Keluarga mempunyai pengaruh amat besar terhadap kesehatan keluarga, terhadap
penyakit herediter, perkembangan bayi, penyebaran penyakit, pola penyakit serta kematian
dan proses penyembuhan penyakit. Demikian pula pengaruh kesehatan terhadap keluarga.
(McWhinney, 1997)
Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling merupakan komunikasi tatap muka yang terjadi karena adanya
hubungan dokter pasien yang baik, melalui komunikasi efektif dan berkualitas, untuk
membantu pasien agar dapat menetapkan pilihan atas dasar pemahaman. Manfaat dari
konseling adalah untuk memberikan dukungan sosial dan psikologis bagi pasien,
membantu pasien dalam menghadapi masalah kesehatan, membantu pasien untuk
mengubah perilaku dan menerima tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Konseling dapat dilakukan pada saat orang yang datang untuk melakukan pemeriksaan
dan pengobatan atau pasien yang dirawat di rumah sakit, serta saat memerlukan dukungan
dan bantuan, atau saat mencari informasi mengenai kesehatan.
Daftar Pustaka
1. Anggraini MT, Novitasari A, Setiawan R. Buku ajar Kedokteran Keluarga. Semarang.
2015.
2. Azwar A. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Cetakan kedua. Ikatan Dokter
Indonesia. 1997.
3. Claramita M. Kedokteran Keluarga di Layanan Primer. UGM. Yogyakarta. 2019.
4. Kuswadji S. Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga. Widya Medika. Jakarta.
1996.
5. Mc Whinney IR. A textbook of family medicine. 2 nd edition. Oxford university. New
York. 1997.
6. Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Jakarta. 2010
Salah Satu kebutuhan yang sangat dirasakan perlu pada jaman sekarang adalah
kebutuhan akan berwisata untuk berpariwisata. Arti Wisata sendiri adalah “bepergian
bersama-sama, sedangkan pariwisata adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan
perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme” (Kemendikbud, 2021) yang semuanya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertier yang sekarang menjadi kebutuhan sekunder
bahkan primer. Peraturan Pemerintah yang tertulis no 67 tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan, wisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian
dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut penjelasan ini, pariwisata bisa dikaitkan
dengan wisata berikut semua hal yang termasuk didalamnya, termasuk tujuan dan objek
wisata (Presiden RI, 1996). Penting bagi kita yang bergerak di dunia kesehatan untuk
mengerti ilmu pengetahuan dan praktik yang berhubungan dengan hal tersebut diatas
Kedokteran wisata atau travel medicine adalah bidang ilmu kedokteran yang
mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatan orang yang
bepergian (travellers). Bagian ilmu kesehatan pariwisata ini sangat diminati dan dipandang
sangat serius untuk menhadapi perkembangan jaman. World Tourism Organization dalam
laporannya menjelaskan jutaan orang berwisata setiap tahunnya dan diperkirakan akan
meningkat sampai milyaran pelancong baik local, nasional maupun manca negara (Pakasi,
2006).
Kesehatan pariwisata sendiri bisa diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan pelaku wisata, dan semua
hal yang terkait dengan usaha pariwisata. Pariwisata sehat adalah tujuan akhir dari
penerapan upaya- upaya kesehatan pariwisata (Wirawan, 2016).
Bidang-bidang yang terkait dengan Kesehatan Pariwisata
Kesehatan Masyarakat meliputi :
• Epidemiologi secara keseluruhan
• Bidang Demografi Kependudukan
• Pengambil dan pelaksana kebijakan kesehatan
• Sektor Kesehatan Kerja
• Bagian Keamanan Pangan
• Program Kesehaan Lingkungan
• Program Promosi Kesehatan
• Program KIA
Kendala dan atau dampak yang bisa terjadi bila kita tidak memperhatikan hal hal diatas :
• Kesehatan wisatawan akan terganggu sehingga bisa merusak kenyamanan pelaku
wisata yang mengakibatkan berhentinya keinginan untuk melanjutkan maupun
mengulangi wisata kembali
• Kesehatan penduduk lokal akan terpengaruh sehingga pelayanan wisata menjadi
suatu kerugian yang harus ditanggung oleh penduduk sekitar objek wisata.
• Lingkungan daerah wisata akan menjadi tidak kondusif untuk di promosikan
akibatnya industry pariwisata di daerah tersebut akan mengalami kerugian yang
akan berdampak luas.
Solusi Pengendalian atas dampak dan kendala sangat diperlukan untuk mengatasi
permasalahan diatas.Kerjasama lintas sektor dan lintas program beserta para pengambil
Gambar 4.1 Bidang yang Berpengaruh Langsung dengan Kondisi Wisata (Pakasi, 2006)
kebijakan akan menjadi kunci menuju pariwisata sehat dan maju.
Pariwisata yang sehat akan memberikan sisi positif terhadap industri pariwisata dan
Kendala dan atau dampak yang bisa terjadi bila kita tidak memperhatikan hal hal diatas :
masyarakat yang mengantungkan hidupya di sector ini. Memperhatikan pariwisata yang
• Kesehatan wisatawan akan terganggu sehingga bisa merusak kenyamanan pelaku
sehat digunakan semua negara di dunia sebagai sarana untuk mempromosikan pariwisata
wisata yang mengakibatkan berhentinya keinginan untuk melanjutkan maupun
di tempatnya masing masing (Wirawan, 2016).
mengulangi wisata kembali
Kesehatan pariwisata berawal dari melakukan pendekatan preventif serta promotif
• Kesehatan penduduk lokal akan terpengaruh sehingga pelayanan wisata menjadi
untuk mencegah adanya risiko saat sebelum dan saat berwisata. Mempertimbangkan
suatu kerugian yang harus ditanggung oleh penduduk sekitar objek wisata.
banyaknya risiko tersebut maka usaha pencegahan yang efektif dan efisien menjadi ilmu
yang menarik untuk dipelajari. Banyaknya kebutuhan akan tenaga medis yang kompeten
dan
22 memiliki kapabilitas yang bisa spesifik menangani kesehatan wisata menjadi salah
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
satu kendala dalam industry ini. Kerjasama lintas sektoral antara industri pariwisata dan
profesi kesehatan menjadi sangat penting, untuk dibicarakan bersama dengan pemerintah
kebijakan akan menjadi kunci menuju pariwisata sehat dan maju.
Pariwisata yang sehat akan memberikan sisi positif terhadap industri pariwisata dan
masyarakat yang mengantungkan hidupya di sector ini. Memperhatikan pariwisata yang
sehat digunakan semua negara di dunia sebagai sarana untuk mempromosikan pariwisata
di tempatnya masing masing (Wirawan, 2016).
Kesehatan pariwisata berawal dari melakukan pendekatan preventif serta promotif
untuk mencegah adanya risiko saat sebelum dan saat berwisata. Mempertimbangkan
banyaknya risiko tersebut maka usaha pencegahan yang efektif dan efisien menjadi ilmu
yang menarik untuk dipelajari. Banyaknya kebutuhan akan tenaga medis yang kompeten
dan memiliki kapabilitas yang bisa spesifik menangani kesehatan wisata menjadi salah
satu kendala dalam industry ini. Kerjasama lintas sektoral antara industri pariwisata dan
profesi kesehatan menjadi sangat penting, untuk dibicarakan bersama dengan pemerintah
dan semua pengambil kebijakan (Wirawan, 2016).
Dalam pelayanan kedokteran wisata, ada perbedaan bentuk komunikasi yang mendasar yang
penting dipahami oleh seluruh tenaga kesehatan. Dunia kedokteran sehari hari relasi dokter- pasien
harusnya adalah ketika dokter memberikan apa yang terbaik untuk si pasien. Kenyataanya, dalam
pelayanan kedokteran wisata, dokter dan klien mempunyai hubungan yang bersifat informative ,
interpretive dan deliberative (WHO, 2012).
Mengingat hal itu, maka dokter yang melayani kedokteran wisata perlu mempunyai
pengetahuan yang up-to-date karena dinamisnya pengetahuan tentang daerah berpotensi wabah
penyakit, khususnya emerging infectious diseases (WHO, 2012).
Tenaga kesehatan professional saat ini telah dilakukan standarisasi pengetahuan
kedokteran wisata secara internasional oleh organisasi International Society of Travel
Medicine (ISTM) dengan dilakukannya pembinaan untuk mendapatkan certificate of
knowledge in travel medicine (Pakasi, 2006) sebagai standar di dunia kesehatan pariwisata.
Kompetensi
Dokter punya minat terjun dalam kesehatan pariwisata serta berpraktek kedokteran
wisata perlu mempunyai kompetensi, antara lain (Pakasi, 2006):
a. Analisa kesehatan awal, keterampilan ini meliputi evaluasi kondisi klinis medik
calon wisatawan dan analisa risiko wisata berdasarkan aspek perjalanan yang
hendak dilakukan, objek tujuan, transportasi perjalanan, kegiatan di daerah tujuan,
dan waktu tinggal. Semua Analisa ini harus berdasarkan perbedaan antara anak-
anak, usia dewasa orang tua, wanita dengan usia kehamilan, pasien dengan
penyakit kronik, pasien dengan imunodefisiensi, dan orang berkebutuhan khusus.
b. Rencana teknis untuk preventif, yang meliputi saran imunisasi dan tata perilaku
untuk tetap sehat
c. Teknis penatalaksanaan penyakit saat memulai wisata, yaitu alur yang perlu
dilakukan klien jika ia mengalami masalah kesehatan.
d. Evaluasi sesudah perjalanan, yaitu evaluasi resiko adanya masalah yang
berhubungan dengan wisata saat setelah klien pulang dan termasuk sistem rujukan
yang perlu dilakukan saat timbul masalah kesehatan.
e. Kecakapan komunikasi. Wisatawan hampir sebagian besar bukan pasien seperti
biasa, memerlukan tehnik pendekatan dengan cara berbeda. Wisatawan
diperkenankan membahas aspek kesehatannya bersama tenaga kesehatan, bukan
layaknya dokter yang sedang memberi perintah yang harus dilakukan pasien.
Sarana penunjang lain sangat bisa berarti seperti informasi dari media social.
Kesimpulan
Dokter yang menangani kesehatan pariwisata harus mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi resiko pengganggu pada kondisi medik calon wisatawan yang mungkin perlu
diatasi saat pra wisata. Prinsipnya, dokter mampu menyadari bahwa melakukan wisata
sehat bukan hanya sekedar pemberian imunisasi/kekebalan dan pemakaian obat obatan,
tapi perlu juga menyadarkan klien sebagai pengetahuan yang merupakan hal terpenting
untuk melindungi kesehatan dirinya
Dalam dunia kesehatan pariwisata, orang yang konsultasi hampir seluruhnya biasanya
sehat yang hanya memerlukan informasi secara menyeluruh. Bidang kedokteran wisata
intinya bersifat promotif dan preventif, tanpa mengenyampingkan kuratif serta rehabilitatif
namun seorang dokter harus mengerti bahwa wisata sehat bukan hanya tentang imunisasi
24 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
dan obat, tapi bagaimana klien bisa melindungi diri agar wisata yang dilakukan bisa
berlangsung sesuai dengan rencana dan punya keinginan untuk melakukannya lagi.
sehat bukan hanya sekedar pemberian imunisasi/kekebalan dan pemakaian obat obatan,
tapi perlu juga menyadarkan klien sebagai pengetahuan yang merupakan hal terpenting
untuk melindungi kesehatan dirinya
Dalam dunia kesehatan pariwisata, orang yang konsultasi hampir seluruhnya biasanya
sehat yang hanya memerlukan informasi secara menyeluruh. Bidang kedokteran wisata
intinya bersifat promotif dan preventif, tanpa mengenyampingkan kuratif serta rehabilitatif
namun seorang dokter harus mengerti bahwa wisata sehat bukan hanya tentang imunisasi
dan obat, tapi bagaimana klien bisa melindungi diri agar wisata yang dilakukan bisa
berlangsung sesuai dengan rencana dan punya keinginan untuk melakukannya lagi.
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Bahasan mengenai Psikologi Keluarga, akan mengulas mengenai model konseptual
utama yang digunakan untuk memahami pola dan dinamika interaksional yang ada dalam
keluarga. Ini memberi gambaran umum tentang tugas-tugas dasar yang harus dilaksanakan
semua keluarga, terlepas dari komposisi khusus atau situasi kehidupan mereka, dan pada
saat yang sama memberikan gambaran tentang keragaman dan keunikan dalam cara di
mana setiap keluarga mengembangkan pola interaksinya.
Perspektif yang diambil dari konsep-konsep ini, adalah bahwa terlepas dari keragaman
bentuk keluarga yang ditemukan dalam masyarakat kontemporer, dimana keluarga berbagi
tugas umum yang harus mereka jalankan. Mereka juga harus mengembangkan pola
interaksi dan dinamika yang unik untuk mengelola tugas-tugas ini.
Uraian ini dipandu dengan asumsi bahwa semua keluarga adalah unik, dan keunikan ini
tercermin dalam pola interaksi yang ditemukan di dalamnya. Uraian konsep ini akan
berfokus pada sejumlah konsep inti yang membantu kita memahami pola interaksi unik
yang ditemukan di dalam keluarga. Untuk mencapai tujuan ini, keluarga ditinjau dari
perspektif perkembangan multigenerasi.
Uraian ini diperoleh melalui tambahan data yang relevan tentang perubahan karakter
keluarga kontemporer, menyajikan pula bagaimana keluarga mengatasi stress di periode
transisi perkembangan, dan memasukkan yang saat ini perlu mendapatkan perhatian
tentang keluarga fungsional dan disfungsional. Uraian selanjutnya adalah bagaimana
mencapai suatu pernikahan yang berhasil sehingga mencapai keluarga yang fungsional
dapat terus terpelihara.
Paparan ini akan menyentuh beberapa masalah paling umum yang dihadapi keluarga
saat mereka mengelola transisi perkembangan. Untuk itu kita mulai dengan merinci ciri-
ciri keluarga, ketika mereka dipahami sebagai sebuah sistem. Terlepas dari perubahan
dramatis yang dialami keluarga selama rentang hidup mereka, ada sejumlah tugas yang
dapat diprediksi dan diidentifikasi yang harus dihadapi semua sistem keluarga terlepas dari
bentuk spesifik yang diambil sebuah keluarga. Artinya, semua sistem keluarga, terlepas
dari siapa yang menjadi anggota keluarga, mau tidak mau harus memulai:
1. Menetapkan identitas yang jelas untuk keluarga secara keseluruhan dan untuk
setiap anggota individu
Pola interaksi yang dibangun keluarga untuk mengelola tugas-tugas dasar ini, tentunya
akan menghadapi perubahan yang tak terelakkan sepanjang perjalanan kehidupan
berkeluarga. Bilamana anggota keluarga menetapkan pola interaksi rutin dan kebiasaan
satu sama lain dari waktu ke waktu yang kemudian terus diubah selama perkembangan
keluarga. Pola-pola ini akan memberi identitas yang khas pada keluarga, dapat menentukan
batasan keluarga, serta menentukan bagaimana rumah tangga dapat dikelola seiring
perubahan yang dilakukan oleh para anggota keluarga, dan hal ini akan menentukan
kualitas perkembangan dan pengelolaan lingkungan emosional keluarga.
Strategi unik ini akan memengaruhi perkembangan pribadi dari setiap anggota keluarga
yaitu, strategi menentukan bagaimana kehidupan individu sebagai bagian dari keluarga,
akan memengaruhi pola pengasuhan dan dukungan yang diterima dan individu alami
dalam keluarganya, juga dengan nilai-nilai dan sikap dari keluarga yang individu terima,
dan akan menjadi warisan bagi periode perkembangannya, serta akan memengaruhi cara
individu mendekati dan mempertahankan hubungan intim selama hidupnya.
Pengertian Keluarga
Mendefinisikan keluarga bukanlah tugas yang sederhana, dan kesulitannya berasal dari
mitologi yang melingkupi konsep keluarga. Sebagian besar dari kita menganggapnya
sebagai kelompok yang stabil dan harmonis, sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi dan
membentuk kekuatan tunggan (bentuk monolitik), beroperasi berdasarkan prinsip
keharmonisan dan cinta. Umumnya kita menganggap keluarga terdiri dari pasangan yang
sudah menikah dan memiliki anak kandung.
Umumnya semua memiliki persepsi yang sama tentang keluarga, yaitu bahwa pasangan
yang menikah dan hidup dengan bahagia, anak-anak semua merasa diasuh dan didukung
oleh orang tua mereka, dan pengalaman setiap anggota keluarga tentang keluarga adalah
sama. Sebagian besar orang akan memiliki pandangan bahwa keluarga sebagai tempat
berlindung yang menyediakan kebutuhan fisik dan emosional setiap anggota, dimana ayah
bekerja sebagai pencari nafkah, dan didukung ibu di rumah tangga. Ini adalah citra ideal
dari rumah tangga keluarga multigenerasi yang utuh, namun pandangan ini dapat
Bentuk Keluarga
A. Keluarga Tradisional
1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak.
2. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambahkan dengan sanak
saudara. Misalnya: kakak, nenek, keponakan, dan lain-lain.
3. Keluarga Tanpa anak / Anaknya tidak tinggal serumah (The Dyad Family)
4. Keluarga Serial – Sambung - (Blended Family) adalah keluarga inti yang dibentuk
kembali (Remarried), dan membesarkan anak dari pernikahan sebelumnya (step
children).
5. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal (Single Parent Family) adalah keluarga yang
terjadi karena perceraian atau kematian.
Fungsi Keluarga
Keluarga adalah sekelompok individu yang saling bergantung yang memiliki
pemahaman sejarah yang sama, mengalami keterikatan secara emosional, dan menyusun
strategi untuk memenuhi kebutuhan individu sebagai anggotanya, dan kelompok secara
keseluruhan. Ada beberapa fungsi keluarga yang memiliki tujuan penting, yaitu: (Duvall
& Miller, 1985; Leslie & Korman, 1989 (dalam Fiedman, 2010))
B. Fungsi Sosialisasi :
Adalah fungsi yang universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup anggota keluarga menuju kehidupan bermasyarakat. Setiap
anggota keluarga akan memperoleh banyaknya pengalaman belajar yang
diberikan keluarga yang bertujuan mendidik anak-anaknya beradptasi dalam
lingkup keluarga dan lingkup luas yaitu masyarakat, sehingga mereka akan mudah
beradapatasi dan menyesuaikan diri di masyarakat.
D. Fungsi Ekonomi :
Menyediakan dan mencari sumber penghasilan dari orangtua untuk mencukupi
kehidupan keluarga, alokasi atau pengaturan penggunaan penghasilan yang tepat
serta menabung atau menyisihkan penghasilan untuk kebutuhan di masa depan
dan proses pengambilan keputusan bersama.
Peran Keluarga (Turner Lynn & Richard West; Friedman, Marilyn M.)
Beberapa pakar psikologi keluarga mengungakapkan bahwa keluarga sebagai
kumpulan peran yang saling berinteraksi dan saling bergantung, yang berada dalam
keadaan keseimbangan dan harmoni yang dinamis.
Suatu peran didefenisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara relatif homogen,
dibatasi secara normatif, dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang
diberikan dalam keluarganya. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran
yang membatasi apa saja yang dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar
memenuhi pengharapan diri atau orang lain terhadap mereka.
Keluarga yang fungsional, yaitu orangtua menjalankan prinsip keseimbangan dalam hal
memberi perhatian terhadap anggota keluarga yang lain, menggunakan waktu untuk
kebersamaan, memiliki komunikasi timbal balik, memiliki kepedulian dan orientasi yang
tinggi terhadap kehidupan keagamannya serta dapat mengelola kehidupan emosi keluarga
(managing the family’s emotional climate) dengan positif, saat keluarga menghadapi
masalah, tantangan ataupun krisis, sehingga dapat terhindarikan munculnya perilaku
disfungsional.
Adapun peran keluarga adalah:
- Semua keluarga harus memfasilitasi perkembangan rasa identitas baik bagi
anggota keluarga sebagai individu maupun sebagai keluarga secara keseluruhan
- Memberikan love and care melalui pengasuhan yang dilakukan
- Berperan serta dalam pengembangan konsep diri anak
- Agen sosialiasi bagi anal
- Menanamkan kontrol dan pemahaman moral, nilai-nilai, etika, religi.
Keluarga Memiliki Kewajiban yang Harus Dijalankan (Andenson & Sabateli -2011).
Tugas-tugas yang harus dikelola oleh keluarga adalah ciri utama yang menentukan
kehidupan keluarga. Di antara para ahli teori sistem keluarga, tampaknya memiliki
Membangun images bagi tiap inidivdu dalam keluga, dapat menjadi mitos bagi diri
seseorang, bila sebuah keluarga yang memegang citra diri yang tidak sesuai dengan citra
yang dipegang oleh pihak luar, maka diasumsikan bahwa, tema keluarga mungkin tidak
konsisten dengan kemampuan keluarga, sehingga dapat menciptakan ketegangan antara
keluarga dan sistem luar lainnya. Contohnya adalah situasi di mana upaya sistem sekolah
untuk memberikan bantuan perbaikan kepada anak bertentangan dengan tema swasembada
keluarga. Hal semacam itu dapat mengakibatkan keluarga menolak intervensi sistem
sekolah, dengan konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi anak. Atau keluarga
mungkin menganggap salah satu anggotanya bodoh, padahal sebenarnya orang itu cukup
pintar.
Kehadiran anak dalam keluarga, maka akan memberikan dampak pada relasi marital,
yaitu terjadinya pergeseran peran maskulin dan feminine menjadi lebih tradisional.
Bilamana relasi marital orang tua penuh konflik, maka akan berdampak pada perasaan dan
perilaku negatif, gangguan kompetensi kognitif dan sosial pada anak. Dengan demikian
perilaku disfungsional/ psikopatologi pada anak, lebih merupakan produk relasi keluarga
yang penuh konflik darpada berasal dari daya dalam diri anak. Kesulitan menjalin relasi
dan dysfungsi perilaku anak, akan dapat dimengerti bila memerhatikan konsteks dimana
perilaku itu terjadi.
1. Organisasi
Organisasi mengacu pada fakta bahwa sistem keluarga terdiri dari berbagai unit
atau subsistem yang lebih kecil yang bersama-sama membentuk sistem keluarga
yang lebih besar (Minuchin, 1974). Setiap anggota keluarga dapat dianggap
sebagai subsistem. Demikian pula, subsistem dapat diatur berdasarkan gender,
dengan laki-laki dalam keluarga terdiri dari satu subsistem dan perempuan terdiri
dari subsistem lainnya, atau setiap generasi dapat dianggap sebagai subsistem
dalam keseluruhan.
Saat mempertimbangkan subsistem dalam hal generasi, tiga subsistem utama
umumnya ditekankan: perkawinan, orang tua, dan saudara kandung. Masing-
masing dibedakan oleh anggota keluarga yang terdiri dari mereka serta menurut
tugas utama yang dilakukan oleh masing-masing.
2. Wholeness
Sistem keluarga dicirikan oleh sifat keutuhan (the property of wholeness), yaitu
sistem keluarga terdiri dari sekelompok individu yang bersama-sama membentuk
suatu kesatuan yang kompleks dan bersatu (Buckley, 1967; Whitchurch &
Constantine, 1993).
Keseluruhan secara jelas berbeda dari jumlah sederhana dari kontribusi anggota
individu, karena setiap sistem keluarga dicirikan oleh aturan struktural yang
menentukan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Untuk
memahami keunikan sistem keluarga, kita harus melampaui analisis individu yang
membentuk sistem tersebut. Dalam contoh Orangtua tunggal dan ketiga anaknya,
kita tidak akan dapat memahami keunikan sistem keluarga khusus ini dengan
mengetahui kepribadian individu dari setiap anggota keluarga.
Keunikan keluarga khusus ini hanya dapat dipahami melalui analisis aturan
yang menyusun bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain.
Wholeness menunjukkan bahwa ada keunikan pada setiap keluarga yang dapat
dipahami hanya dengan memahami aturan interaksional yang menyusun sistem.
Mengetahui siapa yang ada di sistem itu penting karena komposisi tempat keluarga
menuntut sistem dan memengaruhi pola interaksi. Pada saat yang sama, untuk
menganalisis keunikan setiap sistem, kita harus mempertimbangkan apa yang
menggabungkan individu-individu dalam sistem secara bersama-sama. Dengan
kata lain, aturan terkait di dalam sistem, menjadi jelas bahwa sistem lebih besar
daripada jumlah bagian-bagiannya (the system is greater than the sum of its parts.)
5. Boundaries
Semua keluarga memiliki salah satu tugas mengembangkan dan memelihara
boundaries. Boundaries menandai batas dari suatu sistem, dan boundaries
menggambarkan satu sistem dari sistem lain.
Demikian pula, boundaries menggambarkan satu subsistem dari subsistem
lainnya dalam sistem yang lebih besar. Konsep boundaries yang diterapkan pada
sistem keluarga sebagian besar bersifat metaforis, yang menunjukkan bahwa
informasi tentang boundaries keluarga tidak dapat diamati secara langsung tetapi
berasal dari kesan subjektif pengamat tentang bagaimana sistem dan subsistem
berhubungan dengan satu sistem lain. Dimana adanya aliran informasi antara dan
di dalam sistem memberikan wawasan tentang bagaimana sistem dan subsistem
digambarkan.
Ada dua jenis boundaries keluarga yaitu boundaries eksternal dan boundaries
internal. Boundaries eksternal membatasi keluarga dengan sistem lain (baik
keluarga lain maupun lembaga lain). Boundaries eksternal juga mengatur arus
informasi antara keluarga dan sistem sosial lainnya.
Boundaries internal mengatur aliran informasi antar subsistem dalam keluarga.
Selain itu juga akan memengaruhi tingkat otonomi dan individualitas yang diijnkan
dalam keluarga.
6. Homeostasis
Setiap keluarga yang memiliki system akan berusaha untuk mempertahankan
keadaan seimbang (Homeostatis), berupa kecenderungan suatu sistem untuk
memelihara keadaan ekuilibrium dan melakukan upaya-upaya untuk memulihkan
ekuilibrium ini manakala terganggu.
Homeostatis dalam keluarga mengacu pada proses-proses interaksi internal
yang berkelanjutan, yang terjadi di dalam keluarga dan menjaga kesimbangan
internal.
Para anggota keluarga harus beradaptasi saat menanggapi stress atau tuntutan
perubahan dari kebiasaan yang ada, artinya keluarga bertanggung jawab untuk
menyesuaikan strategi dan aturan yang terdapat dalam keluarga, sebagai
tanggapan atas informasi baru dan perubahan yang tidak dapat dihindari, seperti:
• Perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
• Berbagai tugas perkembangan yang dihadapi sepanjang daur kehidupan
keluarga
• Peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan
• Perubahan-perubahan system nilai social dan kelembagaan.
2. Dampak Stres
Stres memiliki gejala yang dapat memengaruhi tubuh, pikiran dan perasaan, serta
perilaku individu. Kemampuan individu mampu mengenali gejala stres yang umum,
maka akan dapat dapat membantu untuk mengelolanya. Stres yang dibiarkan dan
berlarut-larut, dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan fisik, seperti tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, dan diabetes. Maupun akan menemui beragam
masalah psikologis yang dihadapi keluarga.
Bagi keluarga yang memberi peluang anggotanya untuk melatih pengelolaan
suasana emosi saat berhadapan dengan life stress, maka akan mampu untuk
Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu kenyamanan serta dapat
menimbulkan ketulian.
Alat untuk pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan
antara 30 – 130 dB dan frekwensi 20 – 20.000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi
dengan Octave Band Analyzer dan Noise Dose Meter.
Pekerjaan yang menimbulkan bising dengan intensitas tinggi umumnya terdapat di pabrik tekstil
(weaving dan spinning), pabrik yang menggunakan generator sebagai pembangkit tenaga listrik,
pekerjaan pemotongan plat baja, pekerjaan bubut, gurinda, pengamplasan bahan logam, dan lain-
lain.
Nilai Ambang Batas (NAB) ialah kadar yang dapat dihadapi oleh pekerja tanpa menunjukkan
gangguan kesehatan atau timbulnya penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang
dianjurkan adalah 85 dB untuk 8 jam kerja.
Gejala awal dari gangguan pendengaran atau ketulian antara lain, lambat mengerti
pembicaraan, bicara dekat-dekat atau melihat gerak bibir lawan bicara, komplain teman tidak jelas
bicara dan tinitus. Jenis-jenis ketulian: tuli perseptif, tuli konduktif dan tuli campuran keduanya.
Jenis ketulian yang sering timbul akibat kebisingan adalah tuli perseptif.
Pengaruh kebisingan yang terutama adalah menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran
(ketulian akibat kebisingan = Noise Induce Hearing Loss). Selain itu kebisingan juga dapat:
- Mengurangi kenyamanan dan konsentrasi dalam bekerja.
- Gangguan fisiologis: Meningkat tensi dan nadi, pucat, gangguan sensorik,
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
- Gangguan komunikasi: masking effect, berteriak, meningkatkan kecelakaan kerja.
- Gangguan keseimbangan: rasa melayang, pusing, mual.
- Gangguan psikologis: gastritis, stres, lelah, psikosomatik.
Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebisingan, antara lain adalah:
1. Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan persuasi para pekerja untuk
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Pengendalian secara teknis:
Getaran
Getaran adalah gerakan ossilasi di sekitar sebuah titik. Getaran dapat mempengaruhi kesehatan,
kenyamanan dan hasil pekerjaan. Frekwensi yang umumnya menyebabkan gangguan kesehatan
berkisar antara 30 – 1.000 Hz.
Getaran dapat dihantarkan ke seluruh tubuh (getaran seluruh tubuh) atau hanya ke lengan yang
memegang alat yang sedang bergetar (getaran alat-lengan). Alat untuk mengukur getaran ialah
Vibrasi Meter.
Getaran seluruh badan biasanya dialami oleh pengemudi kendaraan, seperti truk, bus,
helikopter, bajaj, pada penggunaan alat-alat traktor pertanian. Selain itu getaran dari alat-alat berat
dapat pula dipindahkan keseluruh badan lewat getaran lantai melalui kaki. Getaran dapat dihindari
dengan meletakkan peredam di bawah benda yang bergetar, misalnya peredam pada tempat duduk
atau alat kaki.
Getaran alat-lengan terutama disebabkan oleh alat kerja yang bergetar, seperti gergaji listrik,
tukul, gerinda, pahat getar, bor kempa, dan lain-lain. Pekerjaan dalam industri, kehutanan,
pembangunan dan pertambangan, banyak menggunakan alat getar terus menerus.
Cara pengendalian getaran alat-lengan, dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Kurangi vibrasi dengan menggunakan Anti vibration handle.
2. Peningkatan pemeliharaan alat-alat.
3. Gunakan alat-alat vibrasi hanya bila memang diperlukan.
4. Gunakan pakaian sesuai dan gunakan sarung tangan pelindung.
5. Sebelum mulai bekeda panaskan tangan.
6. Kurangi merokok.
7. Bila ada tanda-tanda VWF segera periksa ke dokter.
Suhu/Cuaca Kerja
Lingkungan kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin merupakan beban tambahan pada
fisiologi tubuh pekerja. Efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja. Suhu nyaman bagi
orang Indonesia berkisar antara 24 oC – 26oC.
Metode pengukuran panas, diantaranya adalah Predicted Four-Sweat Rate (P4SR), yaitu
banyaknya keringat yang keluar selama 4 jam dan Heat Stress Index (HIS). Suhu panas
mengakibatkan penurunan prestasi berpikir, penurunan sangat hebat sesudah 32 oC. Suhu panas
mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta
memudahkan untuk dirangsang. NAB untuk cuaca kerja adalah 21 oC – 30 oC.
Penerangan
Penerangan di tempat kerja adalah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat
kerja. Penerangan dapat berasal dari cahaya alami (cahaya matahari) dan cahaya buatan (lampu).
Penerangan sangat penting untuk menghindari kecelakaan, selain itu penerangan yang memadai
memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan kerja yang
menyegarkan. Alat untuk mengukur intensitas penerangan adalah Luxmeter.
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seorang tenaga kerja melihat
pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. Penerangan yang baik, ditentukan oleh
pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna
penerangan dan panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
Penerangan yang buruk, bila memiliki intensitas penerangan yang rendah untuk jenis pekerjaan
yang sesuai, distribusi tidak merata, mengakibatkan kesilauan dan kurangnya kontras. Penerangan
yang buruk dapat menyebabkan : kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja,
memperpanjang waktu kerja, kelelahan mental, eluhan sakit kepala, kerusakan alat penglihatan,
meningkatnya kecelakaan kerja.
Radiasi
Radiasi merupakan energi yang dihantarkan, dipancarkan, dan diserap dalam bentuk partikel
atau gelombang. Efek radiasi pada jaringan hidup beraneka ragam, tetapi kemampuan energi ini
untuk mengionisasi jaringan sasaran membedakan dua bagian utama spektrum gelombang
elekromagnetik, yaitu radiasi pengion dan non pengion.
A. Radiasi pengion
Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani; ERGOS yang artinya kerja dan NOMOS yang artinya
hukum atau ukuran. Ergonomi mempunyai peranan penting dalam industrialisasi. Tujuan utama
dari ergonomi adalah untuk menjamin kesehatan kerja, tetapi dengan itu produktivitas juga
ditingkatkan.
Menurut Clark dan Corlett, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari kemampuan dan
karakteristik manusia yang mempengaruhi rancangan peralatan, sistem kerja dan pekerjaan yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dan kesejahteraan
pekerja.
Tujuan penerapan konsep ergonomi adalah untuk keselamatan dan kesehatan kerja,
meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari suatu pekerjaan, kepuasan kerja dan pengembangan
pribadi.
Stres Kerja
Stres dapat melanda seluruh lapisan masyarakat dari berbagai jenis pekerjaan . Dalam lingkup
ketenaga-kerjaan stres merupakan masalah bagi kesehatan tenaga kerja yang banyak menimbulkan
kerugian materi .
Sebelum terjadi stres, perlu terdapat stressor (pemicu stres) yang cukup bermakna dan spesifik
untuk setiap individu. Penerimaan dan reaksi selanjutnya terhadap stres itu berbeda-beda pada
masing-masing individu dan bisa merupakan reaksi yang menyangkut segi fisiologis , psikologis
dan tingkah laku .
Faktor-faktor di lingkup pekerjaan berdasarkan penelitian yang lalu dapat menimbulkan stres,
dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Hurell dkk,1988)
1. Faktor Instrinsik Dalam Pekerjaan
2. Peran Individu Dalam Organisasi
a. Konflik Peran ( role conflict )
b. Ketaksaan Peran ( role ambiquity )
3. Pengembangan Karir
a. Ketidak Pastian pekerjaan ( job insecurity)
b. Promosi berlebihan / kurang (over / under promotion)
4. Hubungan Dalam Pekerjaan
5. Struktur dan Iklim Organisasi
6. Faktor Eksternal
7. Dukungan sosial (social-support)
Memanajemeni stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres
dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stres. Tujuannya adalah untuk mencegah
berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau kronis. Dalam
memanajemni stres dapat diusahakan untuk:
1. Mengubah faktor-fakor di lingkungan agar tidak merupakan pembangkit stres.
2. Mengubah faktor-faktor dalam individu.
Daftar Pustaka
1. B.Sugeng, Jusuf RMS, Pusparini A. Bunga rampai Hiperkes & KK . Semarang. 2003
2. Suma’mur PK. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. 2020.
3. Soemarko DS, Sulistomo AW, Wibowo S, dkk. Pedoman Klinis Diagnosis dan
Tatalaksana Kasus Penyakit Akibat Kerja. 2017
Tujuan Umum
Pelayanan untuk memastikan kesehatan reproduksi yang menyeluruh terhadap
perempuan dan laki laki agar bisa meningkatkan potensi dalam mengatur fungsi dan
proses reproduksinya menjadi lebih baik lagi (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Tujuan secara Khusus (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Menaikkan derajat kesehatan wanita dalam mengambil peran dan fungsi reproduksinya
sendiri.
Pendahuluan
Malpraktik adalah penyimpangan dalam menjalankan suatu profesi yang terjadi secara
sengaja atau merupakan suatu kelalaian. Malpraktik bisa terjadi dalam lapangan profesi
apapun, misalnya: dokter, advokat, akuntan, dll. Untuk pembahasan ini, maka istilah
malpraktik digunakan untuk malpraktik di bidang kedokteran.
Saat ini, terdapat pandangan masyarakat bahwa setiap pekerjaan profesional yang
menimbulkan kerugian adalah malpraktik. Hal ini timbul karena terjadinya perubahan
dalam pola hubungan antara dokter dengan pasien, yang awalnya bersifat paternalistik
(model aktif – pasif) menjadi semakin kooperatif (model partisipasi mutualisme).
Pasien memiliki pandangan bahwa malpraktik berawal dari akibat suatu tindakan, yaitu
bila akibatnya buruk atau menimbulkan suatu kerugian, maka cenderung dikatakan bahwa
profesional tersebut melakukan malpraktik. Sebenarnya, pandangan ini melebihi arti dari
kata malpraktik sendiri, yang lebih bertitik tolak pada wujud dari suatu tindakan, bukan
pada akibat dari tindakan itu sendiri. Ilmu kedokteran bukanlah ilmu pasti, karena manusia
adalah makhluk kompleks sehingga akibat atau hasil dari suatu tindakan tidak selalu sesuai
yang diharapkan.
Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien merupakan perikatan berdasarkan
ikhtiar/upaya (inspanningsverbintenis), yaitu dokter tidak diwajibkan memberikan hasil
seperti yang diinginkan pasien atau keluarganya mengingat hasil dari suatu tindakan medik
tidak dapat diperhitungkan secara matematik, karena dipengaruhi banyak faktor yang
berada di luar kendali dokter, misalnya: daya tahan tubuh, virulensi penyakit, kondisi fisik,
kepatuhan pasien, dan kualitas obat. Jika pasien tidak sembuh maka dokter tidak dapat
digugat sepanjang tindakan medik yang telah dilakukan sudah benar atau sesuai prosedur.
Hal ini berbeda dengan perikatan berdasarkan hasil (resultaatsverbintenis).
Hubungan dokter dengan pasien meliputi hubungan hukum, sehingga
pertanggungjawaban dokter bukanlah hanya pertanggungjawaban etik atau disiplin saja,
tetapi meliputi pertanggungjawaban hukum, yaitu: administrasi, perdata, dan pidana.
Tanggung jawab dokter meliputi perbuatan bawahan atau pegawainya, yang disebut
vicarious liability. Sebelum membahas mengenai malpraktik medis maka sebaiknya
memahami dahulu perbedaan etika, disiplin, dan hukum (Tabel 1). Pelanggaran dari
kewajiban-kewajiban dokter yang tertuang dalam berbagai peraturan tersebut merupakan
celah untuk terjadinya malpraktik.
Menurut Guwandi, istilah malpraktik adalah berbeda dengan istilah kelalaian medis
(medical negligence). Kelalaian merupakan bagian dari malpraktik, tetapi di dalam
malpraktik tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Istilah kelalaian secara umum
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan.
Kelalaian medis dapat ditemukan pada kasus malpraktik dokter. Kelalaian medis terjadi
karena tidak adanya unsur hati-hati dan berjaga-jaga dari dokter ketika memberi suatu
pelayanan medis kepada pasien. Dalam pelaksanaannya, perlu dipikirkan prinsip hukum
“de minimis non curat lex”, yang berarti: hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap
sepele. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan jika tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Pada
kasus malpraktik medis perdata umumnya terjadi kelalaian ringan (culpa levis). Namun,
jika kelalaian itu mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain, maka dapat
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata). Kelalaian medis yang menimbulkan
kerugian atau hilangnya nyawa dari pasien memberikan hak kepada pasien atau
keluarganya untuk mengajukan gugatan. Tolak ukur suatu kelalaian disebut culpa lata
adalah:
• Bertentangan dengan hukum
• Akibatnya dapat dibayangkan
• Akibatnya dapat dihindarkan
• Perbuatannya dapat dipersalahkan
Pertanggungjawaban Malpraktik
Berdasarkan lingkupnya, maka malpraktik dapat diklasifikasikan menjadi: malpraktik
pidana, malpraktik perdata, dan malpraktik administratif.
Malpraktik Pidana
Tindakan dokter dapat dimasukkan dalam malpraktik pidana atau kriminal adalah bila
memenuhi rumusan delik pidana, yaitu:
• Melakukan tindakan tercela, baik berupa positive act atau negative act
• Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea), yang meliputi kesengajaan
(intentional), kecerobohan (recklessness), atau kelalaian (negligence).
Kerugian yang ditimbulkan pada pasien merupakan kerugian yang besar dan juga
melanggar kepentingan umum, misalnya membahayakan kesehatan, menyebabkan luka,
atau menyebabkan kematian. Tindakan yang dilakukan termasuk kategori perbuatan
melawan hukum. Contoh malpraktik kriminal adalah: aborsi tanpa indikasi medis,
eutanasia aktif, atau kelalaian yang menyebabkan kematian. Kriteria perbuatan melawan
hukum adalah:
• Melanggar Undang-Undang
• Melanggar hak subjektif orang lain
• Bertentangan dengan kesusilaan
• Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat
Malpraktik Perdata
Malpraktik perdata timbul bila dokter melakukan wanprestasi, yaitu terdapat
pelanggaran janji terhadap kesepakatan untuk melaksanakan kewajibannya. Wanprestasi
baru terjadi bila terdapat perjanjian atau kesepakatan sebelumnya antara dokter dan pasien.
Tindakan yang termasuk wanprestasi adalah:
• Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
• Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tapi
terlambat
• Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna
• Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
Selain wanprestasi, terdapat pula perbuatan melawan hukum dalam bidang perdata.
Secara umum, tindakan yang dilakukan bersifat melawan hukum tetapi tidak memenuhi
rumusan delik pidana.
Malpraktik Administratif
Secara umum, pelanggaran malpraktik administratif merupakan pelanggaran dalam
bidang perizinan, misalnya:
• Menjalankan praktik kedokteran tanpa izin
• Menjalankan tindakan medik yang tidak sesuai dengan izin yang dimiliki
• Melakukan praktik kedokteran dengan izin yang sudah kadaluwarsa
Risiko Medis
Malpraktik harus dibedakan dengan risiko medis, yaitu hasil yang tidak diharapkan
yang mungkin timbul pada saat diberikannya pelayanan medis yang sesuai standar.
Menurut Guwandi, risiko medis adalah suatu keadaan yang tidak dapat disangka
sebelumnya, atau satu keadaan yang secara medis sudah tidak dapat dilakukan langkah-
langkah pencegahan.
Menurut Ari Yunanto Helmi, dalam praktik kedokteran dapat terjadi hasil yang tidak
diharapkan karena:
• Hasil dari suatu perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit yang tidak ada
hubungannya dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.
• Hasil dari suatu risiko yang tidak dapat dihindari, yaitu:
o Risiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable/untoward result):
risiko seperti ini mungkin terjadi dalam ilmu kedokteran karena sifat ilmu yang
empiris dan sifat tubuh manusia yang sangat bervariasi serta rentan terhadap
pengaruh eksternal.
o Risiko yang meskipun telah dapat diketahui sebelumnya, tetapi telah
diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui oleh pasien untuk dilakukan
(acceptable risk), yaitu:
▪ Risiko yang derajat probabilitasnya dan keparahannya cukup kecil, dapat
diantisipasi, diperhitungkan, atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping
dari obat, pendarahan, dan infeksi pada pembedahan dan lain-lain;
▪ Risiko yang derajat probabilitasnya dan tingkat keparahannya besar pada
keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medik yang berisiko tersebut harus
dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh, terutama
dalam keadaan gawat darurat.
Pendahuluan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif diwilayah kerjanya. Penyelenggaraan UKM dan UKP ditujukan untuk mencapai
standar pelayanan minimal (SPM) kabupaten atau kota di bidang kesehatan, program
Indonesia sehat, dan kinerja Puskesmas dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
Lambang Puskesmas dapat dilihat pada gambar 10.1. Lambang ini memiliki makna
keterpaduan yang terintegrasi dari enam prinsip penyelenggaraan Puskesma, pemerataan
pelayanan Puskesmas serta pertanggungjawaban wilayah Puskesmas. Dua buah lingkaran
yang beririsan melambangkan dua unsur pelayanan kesehatan yaitu UKM dan UKP
(Kementrian Kesehatan RI, 2019).
A. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh stakeholder untuk ikut serta dalam upaya preventif
dan mengurangi risiko kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
B. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas berperan dalam menggerakkan dan bertanggung jawab atas
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Wilayah kerja Puskesmas merupakan
satu kecamatan, namun jika diperlukan dalam satu kecamatan dapat memiliki lebih
dari satu buah Puskesmas.
C. Kemandirian masyarakat
Puskesmas berperan mendorong individu, keluarga, dan masyarakat untuk mandiri
dalam menjalankan hidup sehat.
D. Ketersediaan akses pelayanan kesehatan
Puskesmas menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh
masyarakat yang ada di wilayah kerjanya dengan menerapkan prinsip keadilan,
tanpa membedakan agama, budaya, ekonomi, dan sosial.
E. Teknologi tepat guna
Puskesmas memanfaatkan teknologi yang mudah digunakan, sesuai dengan
kebutuhan, dan tidak memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan. Misalnya
penggunaan telemedicine untuk konsultasi dengan sarana kesehatan rujukan dan
pemanfaatan teknologi digital untuk pencatatan dan pelaporan kasus penyakit.
F. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh pelayanan UKM,
UKP, kerjasama lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem
rujukan.
Kategori Puskesmas
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas didasarkan pada kondisi dan
kebutuhan masyarakat, sehingga Puskesmas perlu dikategorikan berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan pelayanan yang dapat diberikan (Kementrian Kesehatan RI,
2019).
Berdasarkan karakteristik wilayah kerja, Puskesmas dikaterogikan sebagai:
A. Puskesmas kawasan perkotaan
B. Puskesmas kawasan pedesaan
C. Puskesmas kawasan terpencil
B. UKM pengembangan
Pelayanan UKM pengembangan diantaranya adalah upaya kesehatan gigi
masyarakat, pelayanan kesehatan gigi masyarakat, pelayanan kesehatan tradisional
komplementer, pelayanan kesehatan olahraga, dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Manajemen merupakan serangkaian tahapan yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan kontrol agar mencapai sasaran secara efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP), Puskesmas harus melaksanakan manajemen Puskesmas yang
dilaksanakan dengan rutin dalam siklus “Plan-Do-Check-Action” (PDCA). Tim
manajemen Puskesmas dibentuk untuk memastikan siklus PDCA dapat berjalan dengan
baik dan juga bertanggungjawab atas manajemen mutu di Puskesmas (Kementrian
Kesehatan RI, 2016; 2019).
3. Upaya Kesehataan
Perseorangan (UKP)
b. Menetapkan urutan prioritas masalah
Terdapat bermacam-macam metode untuk menentukan prioritas
masalah, salah satunya dengan metode USG (Urgency, Seriousness,
Growth). Tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dinilai
dengan skala 1-5 atau 1-10. Masalah yang menjadi prioritas merupakan
masalah yang memiliki skor tertinggi.
Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen Puskesmas. Jakarta.
2. Kementrian PPN/ Bappenas. (2017) Penguatan pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas. Jakarta: Direktorat kesehatan dan gizi masyarakat kedeputian
pembangunan manusia, masyarakat, dan kebudayaan kementrian PPN/ Bappenas.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2019) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada
standar pelayanan minimal bidang kesehatan. Jakarta.
4. Kementrian Kesehatan RI. (2019) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
nomor 43 tahun 2019 tentang pusat kesehatan masyarakat. Jakarta.
Setiap pasien berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, oleh karena
itu keselamatan pasien merupakan hal yang sangat penting. Keselamatan pasien adalah
suatu sistem dalam pelayanan Kesehatan yang membuat asuhan pasien lebih aman.
Keselamatan pasien merupakan acuan dan prinsip utama dalam proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas pelayanan Kesehatan
diwajibkan memiliki manajemen keselamatan pasien untuk menjamin keselamatan dan
keamanan bagi seluruh pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan, berupa pelayanan
medis oleh tenaga Kesehatan yang bermutu, prima dan maksimal, sehingga tercipta
keselamatan bagi pasien. (Nunung R, 2018)
Menurut Burke dan Litwin, dalam mewujudkan keselamatan pasien harus terdapat
kombinasi antara pendekatan transaksional dan transformasional, yaitu:
1. Lingkungan eksternal
2. Kepemimpinan
3. Budaya organisasi
4. Praktek manajemen
5. Struktur dan sistem
6. Tugas dn keterampilan individu
7. Lingkungan kerja, kebutuhan individu, dan motivasi
Kesembilan solusi ini perlu menjadi perhatian para tenaga Kesehatan dalam melayani
pasien agar keselamatan pasien dapat terlaksana dengan baik.
Faktor Manusia
Model “keju Swiss” terhadap timbulnya kecelakaan merupakan teori yang terbaik.
Tidak cukup hanya menyalahkan satu orang saja sebagai pelaku kesalahan, tetapi
sebaiknya dipahami faktor-faktor predisposisi yang akan selalu ada. Pandangan ini
membantu dalam pemahaman bahwa manusia bukanlah “penyebab” kecelakaan, akar
kecelakaan berasal dari organisasi, kecelakaan menjadi petunjuk untuk masalah-maslah
yang berada di dalam sistem, juga kecelakaan terjadi merupakan gabungan berbagai
masalah. (Panesar SS, 2017)
Daftar Pustaka
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. WHO. Nine patient safety solutions. 2007.
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2007/pr22/en/
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
4. WHO. World Alliance For Patient Safety Forward Programme 2005. 2004
5. Rachmawati N, Harigustian Y. Manajemen Patient Safety. 2019
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien.
7. Panesar SS, Stevens AC. Kelamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan
Kesehatan. 2017
Tertib Sosial
Sosialisasi
Keretakan Integrasi
Ossilasi
Gambar 1. Tertib Sosial
Sumber: Muchtan (1992). Disertasi
2. Faktor Kontribusi Seseporang yang hidup dalam keluarga utuh akan lebih baik
daripada di dalam keluarga yang tak utuh (broken home), dengan demikian
keutuhan keluarga merupoakan salah satu faktor terjadi penyalahgunaan obat
(termasuk kesibukan orang tua, hubungan interpersonal kurang baik) menyebabkan
kecenderungan menggunakan narkoba.
3. Faktor presipitasi. Faktor ini mencakup dua aspek yaitu: a. Kelompok teman
sebaya, yang umumnya adalah usia remaja dan b. Faktor narkoba. Interaksi ketiga
faktor tersebut Gb 2 dan secara skematik dilihat pada Gb 3.
FAKTOR PRESIPITASI
Pengaruh teman sebaya
Dan Narkoba
Ketergantungan narkoba
Gambar 3. Proses terjadinya penyalahgunaan narkoba
Sumber: Hawari (1991). Disertasi
σ Pentazocine Dysphoria
Cyclazocine Delusions
Nalorphine Hallucination
Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990). Principles of Clinical Toxicology.
2nd Ed, p272
Aksi farmakologiknya akan berbeda beda pada macam macam reseptornya. Respon
klinik analgesia, eforia, depresi respirasi, dan miosis disebabkan oleh µ reseptor, Tipe
analgesia yang berbeda juga dihasilkan oleh κ reseptor, dan efek psikogenik seperti
disforia, delusi, dan halusinasi dari σ reseptor (lihat Tabel1).
Karakteristik keracunan opioid dapat digambarkan pada Tabel 2 di bawah ini:
Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990) : Principles of Clinical Toxicology
2nd Ed, p272
Tanda dan gejala yang berhubungan dengan opioid overdose akut, biasanya timbul mulai
20 – 30 menit sesudah pemberian per-oral atau dalam kurun waktu menit sesudah parentral.
Gejala yang nyata terhadap CNS merupakan gejala pertama yaitu nausea dan muntah.
Muntah disebabkan stimulasi kemoreseptor trigger zone (CTZ). Gejala yang berat dari
b. Masalah Toleransi
Toleransi yang berkembang adalah euforia. Toleransi juga berkembang terhadap efek
depresi pernafasan, analgesik, sedasi dan emetik. Heroin cenderung meninggikan dosis
harian, bergantung pada sumber keuangan dan ketersediaan obat. Bila tersedia, heroin
dosisnya dapat meningkat secara progresif 100 kali. Pengguna heroin biasanya diikuti
dengan infeksi bacterial → abses kulit, endokarditis, infeksi pulmonal, terutama TBC dan
infeksi virus: hepatitis, dan HIV.Seperti dengan para adiksi, stadium I adalah pengobatan
ketergantungan dan detoksifikasi. Opioid withdrawal syndrome tidak menyenangkan tapi
tak mengancam jiwa. Dimulai dalam waktu 6-12 jam setelah penggunaan dosis terakhir
pada yang akut dan dapat juga setelah 72-84 jam pengobatan terakhir. Lama dan intensitas
sindrom berkaitan dengan klirens obat.
PROTRACTED WITHDRAWAL
Anxiety Cyclic changes in wight, pupil size, respiratory
Insomnia center sensitivity
Drug craving
Sumber: Goodman & Gilman’s (2006) The Pharmacological Basis of Therapeutics 11 th Ed,
p619
c. Intervensi Farmakologik
Opioid withdrawal dapat diobati dengan 3 cara:
Cara 1: Biasanya diberikan atas dasar cros-tolerance yaitu dengan gradual dose
reduction. Detoksifikasi diberikan seperti tipe lain pada ketergantungan fisik. Perubahan
dari short acting opioid (heroin) ke long acting opioid seperti methadone. Dosis inisial
metadon adalah 20-30 mg. Total dosis per hari dapat dihitung bergantung respon dan
berkurang 20%/hari selama detoksifikasi.
Cara II: Penggunaan Clonidin, sebagai obat antihipertensi. Klonidin adalah α2 agonis
adrenergic yang menyebabkan berkurangnya neurotransmisi adrenergik dari lokus
cereleus. Banyak gejala otonomik oleh opioid seperti nausea, muntah, krams, berkeringat,
takikardia, dan hipertensi hasil dari hilangnya supresi opioid sistem lokus cereleus. Dosis
yang digunakan secara titrasi mulai dari 0,2 mg/oral. Efek samping postural hipotensi.
Cara III: Aktivasi endogenus system opioid tanpa obat, misalnya dengan akupunktur.
Dismping itu untuk detoksifikasi antagonis opioid presipitasi dengan anesthesia umum.
d. Long Term Management
Pada penderita yang pulang dari rumah sakit setelah pengobatan, akan memungkinkan
timbul kembali dengan cepat ke compulsive used. Adiksi adalah penyakit khronik
memerlukan long term treatment. Banyak faktor untuk terjadinya relaps. Satu faktor pada
withdrawal syndrome tidak berhenti selama 5- 7 hari. Ini gejala yang tak diketahui (lembut)
yang disebut: Protracted withdrawal syndrome.
2.3.2 Ganja
Dikenal juga sebagai marijuana, hashis, pot, dope and grass, biasanya didapat pada
Cannabis sativa.
Penyalahgunaan Ganja
Canabis biasanya disalahgunakan, di beberapa Negara, digunakan setara dengan
alkohol atau tembakau. Penggunaannya dirasakan relaks dan membuat warna dan suara
lebih jernih dan keras (brighter and louder). Tanaman yang kering biasanya digunakan
sebagai rokok atau dengan pipa.
Tanda-Tanda dan Gejala
Efeknya dirasakan dalam 10 menit setelah merokok, dan dirasakan selama 2 – 3 jam.
Bila dimakan efeknya dimulai antara 30 – 60 menit dan berakhir 2 – 5 jam.
Efeknya:
- Biasanya nyaman, gembira dan ngantuk, tapi pada dosis tinggi menyebabkan takut,
panic dan bingung.
- Denyut nadi cepat
- Tak bisa berdiri tegak (tidak balans/imbang), halusinasi, mengantuk, gangguan
bicara, dan
- Batuk bila obat dihirup, atau waktu merokok.
Bila pemakaian dengan suntikan gejala lebih serius: sakit kepala hebat, pusing, pernafasan
tak teratur, demam, tekanan darah rendah dan tak sadar (unconsciousness).
Penanganan
Bila pasien tak sadar, letakan dalam posisi miring dalam posisi recovery. Periksa
pernafasan setiap 10 menit. Bila pasien cemas atau bingung diletakan pada kamar sunyi,
ruangan hangat.
Bila dimakan: Tak perlu diberi tindakan muntah. Bila pasien sadar penuh, pernafasan
normal dan tak muntah berikan activated charcoal (arang) dan beri minum.
Terapi
2.3.3 Alkohol
Etanol adalah alkohol yang paling tua dan sering digunakan.
Farmakologi
Ia bersifat psikoaktif, dan suatu CNS depresan (depresi SSP) yang bekerja pada sistem
stimulai retikuler (reticular activating system) di Otak. Pada kenyataan ia mempunyai efek
seperti anestesi umum. Toksisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan methanol atau
isopropanol. Etanol sering mendatangkan keracunan
Penggunaan dan Penyalahgunaan Alkohol
Bila orang menyebut alkohol, biasanya adalah ethanol. Minuman beralkohol (bir,
anggur dan spirit) mengandung etanol. Etanol juga terkandung dalam obat cairan, obat
kumur, antiseptik, desinfektan, dan kosmetik seperti setelah bercukur, wangi2an dan
cologne.
Penyalahgunaan alkohol sering terjadi di masyarakat, yang cenderung menjadi khronis
dan ketergantungan.
Alkohol dapat dalam bentuk Isopropanol (isopropyl alcohol or rubbing alcohol) dapat
digunakan sebagai agen sterilitas dan sebagai bahan tambahan antifreezes, car windscreen
washes, window cleaners, aftershaves dan desinfektan.
Kedua etanol dan isopropanol dengan lambat masuk ke otak menyebabkan tak sadar
(unconciousness) dan pernafasan dangkal.Isopropanol adalah iritan pada mata, hidung dan
tenggorokan dan jalan nafas.Peminum regular yang banyak menyebabkan keracunan
khronik, dan akan terjadi gangguan pada otak, hati dan jantung.
COMA 0.5%
Respiratory failure
Medulla
Sumber: Gossel Thomas A and Bricker Douglas J (1990). Principles of Clinical
Toxicology 2nd Ed, p 67.
Penanganan Keracunan Alkohol
Pada keracunan berat (severe), pasien dikondisikan dalam keadaan hangat, dan isi
lambung dikeluarkan. Jalan nafas harus dijaga dari aspirasi, dan bila perlu intubasi.
Analeptik tak perlu diberikan. Glukosa darah perlu di jaga dengan memberikan I.V
dekstrosa 10 – 50%. Bila ada ketoasidosis diberikan glukosa dan garam fisiologis untuk
mengkoreksi ketosis dan deplesi volume. Natrium bikorbanat diberikan untuk asidosis
laktat. Hemodialisis diperlukan bila pasien dengan gejala berat dan BAC > 0.4%.
Disamping itu pasien diberikan terapi simptomatis.
Keracunan akut
- Bila pernafasan berhenti: buka jalan nafas dan berikan respirasi mulut-mulut.
- Bila tak sadar atau “ngantuk” letakan pada posisi rekoveri. Periksa pernafasan 10
mt sekali dan pasien tetap hangat.
- Pasien segera ke rumah sakit bila: - anak anak
- keracunan berat
- menelan isopropanol
Catatan: Bila substansi kimia tertelan dan dilakukan 1 jam sebelumnya, pasiennya sadar
dan bernafas normal→ muntahkan, kecuali sebelumnya sudah muntah.
Glukosa darah mungkin rendah (anak-anak > dewasa), asidosis metabolik dan
gangguan elektrolit. Jangan lupa: Pemeriksaan yang teliti, karena mungkin ada
penyebab lain seperti trauma kepala.
Jaminan jalan nafas baik: pasien diletakan pada posisi rekoveri. Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan glukosa darah. Pengobatan penunjang: O2 dan ventilasi bila perlu.
Cairan dan gangguan elektrolit dan glukosa darah dikoreksi.
2.3.4 Stimulansia
Obat obat ini mempunyai efek merangsang Sususnan Saraf Pusat (SSP) seperti kofein,
nikotin, kokain dan amfetamin.
b. Nikotin
Nikotin suatu zat yang sering digunakan. Saat ini dipertimbangakn untuk menjadi salah
satu zat adiktif dan toleransi yang sangat cepat dan sukar untuk menghentikannya.
Menyebabkan gangguan organ, sekitar 28% usia dewasa Amerika masih merokok dan
ketergantungan nikotin. Kematian secara langsung 20% dari seluruh kematian dan 30%
karena kanker. Diramalkan 90% kasus penyakit paru obstruktif menahun di AS
disebabkan merokok.
c. Kokain
Telah digunakan selama 1200 tahun dalam budaya mengunyah kokain pada suku
Andes di Amerika Selatan. Kokain pertamakali diekspor ke Eropah pada tahun 1580.
Sigmund Freud tergugah untuk meneliti sebagai obat, dan atusiasnya menghilang
karena koleganya menjadi ketergantungan. Kokain diisolasi bahan aktifnya tahun
1860. Bersifat anestesi, khususnya anestesi topical ditemukan tahun 1870 dan 1880.
d. Amfetamin
Disintesis pada akhir tahun 1920-an dan dikenalkan dalam praktek kedokteran
tahun 1936. d-Amfetamin adalah kelompok utama, kemudian banyak amfetamin lain
seperti metamfetamin (Methedrine, “speed”), fenmetrazin (Preludin), metilfenidat
(Ritalin). Jumlah analog amfetamin dengan efek psikoaktif terus bertambah. Kelompok
pertama dalam anggota terbaru adalah 2,5-dimethoxy-4-methylamphetamine (DOM,
“STP”), dan masuk daftar saat ini meliputi methylenedioxyamphetamine (MDA) dan
methylenedioxymetamphetamine (MDMA, Ectacy). Obat terakhir lebih banyak mirip
dengan amfetamin dibandingkan efek halusinogen. Penyalahgunaan sejak 1940.
Bekerja sentral dan meningkatkan rilis neurotransmitter katekolamin, termasuk
dopamine. Penghambat lemah aminoksidase. Ketergantungan psikologis sangat kuat
pada paradigma pemberian sendiri. Gejala putus obat: nafsu makan besar, kelelahan,
depresi mental. Sindroma berhenti setelah beberapa hari obat dihentikan. Toleransi
berkembang cepat.
Penyalahgunaan disebut “run” atau “lari”. Biasanya dilakukan dengan I.V untuk
mendapat “attack” atau “serangan” suatu rekasi sepert orgasmus. Diikuti dengan
kesiapsiagaan mental (alertness) dan euforia. Pernah dilaporkan dosis maksimal 4000
mg Setelah beberapa hari makan → menimbulkan paranoid schizofrenik. Gejala delusi,
dan mabuk diakhiri kelelahan akibat kurang tidur.Bentuk lain amfetamin: kristal (ice)
Tabel 6 Dependence among Users 1990 – 1992 (Goodman & Gilman, 2006)
Agent Ever used Addiction (%) Risk of Addiction (%)
(%)
Tobacco 75.6 24.1 31.9
Alcohol 91.5 14.1 15.4
Illicit drugs 51.0 7.5 14.7
Cannabis 46.3 4.2 9.1
Cocaine 16.2 2.7 16.7
Stimulants 15.3 1.7 11.2
Anxiolytics 12.7 1.2 9.2
Analgesics 9.7 0.7 7.5
Psychedelics 10.6 0.5 4.9
Heroin 1.5 0.4 23.1
Inhalants 6.8 0.3 3.7
Sumber: Goodman & Gilman’s (2006). The Pharmacological Basis of Therapeutics 11 th Ed. p
609
2.3.5 Halusinogen
Lysergic Acid Diethylamide (LSD) . Obat obat seperti meskalin, psilosibin telah lama
digunakan oleh penduduk asli Amerika Utara dan Tengah yang bersifat magis.
Konsekuensi psikologis yang merugikan pada obat obat halusinogenik adalah biasa.
Reaksi panic (bad trips) mungkin dihubungkan dengan dosis berlebih
Mekanisme diperkirakan meninggikan aktivitas serotonin dan dopamine di otak. Efek
sentral dan perifer menstimulasi simpatik mengakibatkan cemas, psikosis, dilatasi pupil,
dan hipertermia.
BAB III
Kesimpulan
Peran serta fungsi keluarga dalam Drug Abse sangatlah penting karena posisi keluarga
merupan ujung tombak dalam pencegahan penyalahgunaan obat terutama oleh remaja.
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
kemampuan hidup sehat yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indonesia telah
mengalami transisi epidemiologi dimana terjadi peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, dan
diabetes. H.L. Bloem telah mengidentifikasi bahwa derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu; perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan
genetik. Faktor perilaku dan lingkungan memiliki peranan lebih dari 75% untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat, sehingga dikembangkan beberapa program dan
gerakan masyarakat sebagai upaya peningkatan perilaku kesehatan masyarakat.
Berdasarkan 12 indikator ini, dilakukan perhitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS), dengan
rumus sebagai berikut :
IKS = Jumlah
jawaban “Ya”
12 – jumlah
“N”
Pendahuluan
PHBS merupakan semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran yang
menjadikan individu, keluarga, masyarakat mampu mandiri dalam menjaga hidup sehat
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Masyarakat beraktifitas di
berbagai tempat atau tatanan, sehingga implementasi PHBS perlu disesuaikan dengan
masing-masing tatanan, yaitu di tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja,
tempat umum, dan fasilitas kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
PHBS di tatanan rumah tangga meliputi sepuluh hal, yaitu:
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi
c. Penimbangan bayi dan balita setiap bulan
d. Penggunaan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik nyamuk dirumah
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok didalam rumah
KEMITRAAN PEMBERDAYAA
PHBS
N
BINA
SUASANA
Implementasi Germas perlu didukung oleh semua komponen negara seperti pemerintah
pusat maupun daerah, dunia pendidikan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan,
masyarakat, keluarga, dan individu. Peran dari masing-masing komponen dapat dilihat
pada kerangka konsep Germas di gambar 16.2.
Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan RI. (2011) Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
2. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
3. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Pedoman Umum Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
4. Kementrian Kesehatan RI. (2016) Buku Panduan Germas.
Pendahuluan
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan, menurut Hendrik L. Blum ada 4
faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia, yaitu keturunan, lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan
adalah lingkungan (45%). (Sumantri A, 2015)
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan definisi menurut WHO
sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau pun kelemahan.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salahsatu unsur penentu atau determinan dalam
kesejahteraan penduduk, dimana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tetapi juga untuk kenyamanan hidup
dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.
Kesehatan Lingkungan
Definisi kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.
WHO merekomendasikan ruang lingkup kesehatan lingkungan mencakup 17 upaya,
yaitu : (Sumantri A, 2015)
1. Penyediaan/pengadaan air bersih
2. Pengendalian pencemaran air
3. Pengelolan air limbah
4. Pengelolaan sampah/limbah padat
5. Pengendalian vektor
6. Pengendalian hama terpadu
7. Pencegahan dan pengawasan pencemaran tanah oleh faktor lingkungan biologis dan
kimia, higiene dan sanitasi makanan
8. Pencegahan dan pengendalian pencemaran udara
9. Pencegahan dan pengendalian pencemaran radiasi
Pendahuluan
Air merupakan salah satu kebutuhan dasar dan merupakan dasar bagi kehidupan di
bumi. Tiga per empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air. Dalam kehidupan sehari-
hari, air dipergunakan antara lain untuk keperluan minum, mandi, memasak, mencuci,
membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan industri. Juga digunakan
untuk pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain. (Suyono,
2020)
Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi menurut
mekanisme penularannya, yaitu: (Sumantri A, 2015)
1. Waterborne mechanism
2. Waterwashed mechanism
3. Water-based mechanism
4. Water-related insect vector mechanism
Sumber air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi: (Suyono, 2020)
a. Air Angkasa (Hujan)
b. Air Permukaan
c. Air Tanah
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri merupakan suatu
ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya, mulai dari proses
Purifikasi Air
Purifikasi air merupakan salah satu cara untuk menjernihkan sumber air baku guna
mendapatkan air bersih. Proses ini dapat digunakan baik dalam skala besar maupun skala
kecil. (Sumantri A, 2015)
A. Purifikasi Skala Besar
Dilakukan di daerah perkotaan. Proses ini biasa dilakukan di instalasi penjernihan
air (PAM) melalui tahap berikut ini:
1. Penyimpanan (Storage)
Air baku diisap atau dialirkan dari sumber seperi sungai, kali, dsb, ke dalam bak
penampungan alami atau buatan yang sudah dilindungi dari pencemaran. Air yang
disimpan tersebut akan mengalami proses purifikasi secara alami seperti ini;
a. Proses fisik
b. Proses kimiawi
c. Proses biologi
3. Klorinasi (chlorination)
Adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan
merupakan langkah yag maju dalam proses purifikasi air.
Tujuan klorinisasi adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2mg/l yang
merupakan margin of safety di dalam air untuk membunuh kuman patogen.
Metode klorinasi
Pemberian klorin pada desinfesksi air dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu dengan
pemberian :
a. Gas Klorin
b. Kloramin
c. Perkloron
4. Ozon
Penggunaan ozon untuk proses purifikasi air telah dilakukan oleh beberapa negara.
Ozon memiliki kemampuan yang besar untuk mengoksidasi asam organik dalam skala
yang luas selain juga kemampuan untuk memecahkan dinding sel mikroorganisme.
Kemampuannya yang terakhir itu menyebabkan penggunaan ozon sangat efektif untuk
membunuh mikroorganisme dalam air. Kemampuannya itu menyebabkan ozon banyak
dimanfaatkan dalam instalasi pengolahan air.
Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no.173/Menkes/VII/77, pencemaran air
adalah suatu peristiwa masuknya zat ke dalam air yang mengakibatkan kualitas (mutu) air
tersebut menurun sehingga dapat menganggu atau membahayakan kesehatan masyarakat.
Menurut Peraturan Pemerintah RI no.20 tahun 1990, pencemaran air adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
membahayakan, yang mengakibatkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya.
Berikut standar-standar utuk kelayakan air minum yang berlaku di Indonesia, menurut
Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1975.
1. Standar fisik : suhu, warna, rasa, bau, kekeruhan
2. Standar biologis : kuman parasit, patogen, bakteri golongan koli (sebagai patokan
adanya pencemaran tinja
3. Standar kimia : pH, jumlah zat padat, dan bahan kimia lain
4. Standar radioaktif : radioaktif yang mungkin dalam air
LIMBAH CAIR
Pendahuluan
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa
pengolahan ke dalam suatu badan air. Air limbah merupakan kombinasi dari cairan dan
sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri,
bersama dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada.
1. Proses alamiah
Alam memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri, disebut self
purification.
2. Sistem pengolahan air limbah
a. Primary treatment: bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik.
1) Penyaringan (filtration)
2) Pengendapan (sedimentation)
b. Secondary treatment: bertujuan untuk mengkoagulasikan dan menghilangkan
koloid serta menstabilisasi zat organik dalam air limbah.
1) Proses aerobik
2) Proses anaerobik
c. Tertiary treatment
Pengolahan ini untuk menghilangkan nutria atau unsur hara khususnya nitrat dan
fosfat. Pada tahapan ini dilakukan pemusnahan mikroorganisme patogen dengan
penambahan chlor pada air limbah.
Septic Tank
Mekanisme kerja septic tank
Terdiri dari 2 tahap
- Anaerobic digestion, yaitu benda padat diuraikan oleh bakteri anaerob dan jamur
→ senyama kimia yg sederhana, cairan yang keluar disebut affluent
- Anaerobic oxidation, yaitu affluent dioksidasi → nitrat dan air
Chemical closet
2. Sewered areas
SAMPAH PADAT
Pendahuluan
Menurut American Public Health Association, sampah (waste) diartikan sebagai
sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang,
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
PENCEMARAN UDARA
Pendahuluan
Udara merupakan zat yang sangat penting di bumi ini. Peran udara bagi makhluk hidup
di bumi ialah memberikan kehidupan. Hal tersebut dikarenakan udara menyediakan
oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. Selain memberikan oksigen, udara juga
berfungsi sebagai alat penghantar suara, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat
menjadi media penyebaran penyakit pada manusia.
Komposisi normal udara terdiri dari gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan
karbondioksida 0,03%, selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium.
Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh-tumbuhan.
Definisi
Polusi atau pencemaran udara adalah masuknya komponen lain ke dalam udara, baik
oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam,
Sumber Pencemaran
Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sumber
alamiah dan akibat perbuatan manusia sebagai berikut:
1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam
Contoh: kegiatan gunung berapi, kebakaran hutan dan rawa – rawa.
2. Sumber pencemaran buatan manusia (yang berasal dari kegiatan manusia)
Contoh: sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor, limbah
industri, sisa pembakaran dari gas alam, sisa pertanian, hutan, sampah dan limbah
reaktor nuklir.
Pencemar atau polutan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (Sumantri, 2015)
1. Pencemar primer
2. Pencemar sekunder
Proses polutan yang satu bereaksi dengan polutan yang lain dan membentuk jenis
polutan baru yang lebih berbahaya ini disebut sebagai proses sinergistik.
Dengan menggunakan parameter konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya kontak
antara bahan pencemar atau polutan dan lingkungan (udara), WHO menetapkan empat
tingkatan pencemaran sebagai berikut: (Sumantri, 2015)
1. Pencemaran tingkat pertama: yaitu pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian
bagi manusia
2. Pencemaran tingkat kedua: yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan kerugian
bagi manusia seperti terjadinya iritasi pada indra kita.
3. Pencemaran tingkat ketiga: yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada faal
tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit yang kronis
4. Pencemaran tingkat keempat: yaitu pencemaran yang telah menimbulkan sakit
akut dan kematian bagi manusia maupun hewan dan tumbuh – tumbuhan.
SANITASI MAKANAN
Pendahuluan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO,
yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state
or in manufactured or preparedform, which are part of human diet.” Batasan makanan
tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk
tujuan pengobatan. (Sumantri, 2015)
Kriteria makanan layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, di antaranya:
(Sumantri, 2015)
1. Dalam derajat kematangan yang dikehendaki.
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh
enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan
karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasite yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan
oleh makanan (food borne illness).
Tujuan HACCP
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mencegah atau mengurangi kasus
keracunan dan penyakit melalui makanan.
Tujuan khusus :
1. Mengevaluasi cara produksi makanan
2. Memperbaiki cara produksi makanan
3. Memantau dan mengevaluasu penanganan, pengolahan, sanitasi
4. Meningkatkan inspeksi mandiri
Pendahuluan
Di Indonesia penyakit ditularkan serangga dan masih merupakan masalah dalam
kesehatan masyarakan adalah malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, dan pes.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat tingkatan – tingkatan dimana antara tingkatan yang
satu dan yang lainnya sangat jauh berbeda. (Sumantri, 2015)
Terdapat 3 jenis cara penularan pada arthropod-borne disease: (Sumantri, 2015)
1. Kontak langsung
2. Transmisi secara mekanis
3. Transmisi secara biologis. Ada 3 cara yaitu:
a. Propagative
b. Cyclo-propagative
c. Cyclo-developmental
RUMAH SEHAT
Pendahuluan
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun
1992).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya
baik demi kesehatan keluarga dan individu.
Selain kriteria – kriteria di atas, terdapat faktor – faktor kebutuhan yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari
bahaya kecelakaan atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.
Daftar Pustaka
Sifat dan tugas profesi dokter memiliki perbedaan dengan profesi lainnya. Profesi
dokter memiliki kekhasan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dokter dalam
menjalankan tugasnya menjalankan suatu bidang yang tidak sepenuhnya memiliki suatu
kejelasan. Oleh karena itu, di dalam menjalankan tugasnya harus dilakukan dengan suatu
adagium Per primum non Nocere (sedapat mungkin jangan sampai menyakiti), berusaha
sedapat mungkin jangan sampai menyakiti. 1
Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang utama bagi dokter dalam menjalankan
tugasnya (aegroti salus lex suprema) karena hal ini sudah merupakan suatu kewajiban
dokter dalam mengobati orang sakit, sesuai dengan Sumpah Hippocrates. (Catherine Tay
Swee Kian, 2001:28)
Setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, sedangkan di pihak lain
dokter melalui profesi kedokteran berupaya untuk mengobati orang sakit.
Dokter merupakan seorang yang ahli di bidang medik, namun sebagai manusia yang
tidak sempurna, maka dokter tidak terhindar dari kesalahan. Berbuat kesalahan
merupakan suatu hal yang manusiawi (to err is human). Ilmu kedokteran bukan
merupakan ilmu yang eksak, terdapat risiko dan alternatif dapat setiap penegakan
diagnosis maupun terapi yang diberikan. Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran terus
berkembang. Pemberian terapi atas diagnosis yang dilakukan sesungguhnya mengandung
risiko. Dapat saja timbul suatu risiko yang tidak dikehendaki yang tidak terduga yang
mungkin bersifat negatif bagi pasien atas pengobatan yang dilakukan oleh dokter pada
pasien.
1
Primum non nocere berasal dari Bahasa Latin yang dalam Bahasa Inggris diartikan sebagai first, do no
harm. Prinsip ini dapat diartikan pula sebagai Non-maleficence. Non-maleficence, which is derived from the
maxim, is one of the principal precepts of bioethics that all students in healthcare are taught in school and
is a fundamental principle throughout the world. Another way to state it is that, "given an existing problem,
it may be better not to do something, or even to do nothing, than to risk causing more harm than good." It
reminds healthcare personnel to consider the possible harm that any intervention might do. It is invoked
when debating the use of an intervention that carries an obvious risk of harm but a less certain chance of
benefit.
2
Penulis berpendapat untuk sanksi pencabutan ijin bukan termasuk ranah hukum pidana, namun termasuk
bidang hukum administrasi, yakni adanya pencabutan ijin.
C. Sengketa
Manusia di dalam berinteraksi kadangkala mengalami suatu perbedaan pendapat,
perselisihan, ataupun konflik. Merupakan hal yang lumrah apabila dalam kehidupan
bermasyarakat, saat dua orang atau lebih berinteraksi pada suatu peristiwa / situasi namun
mereka memiliki persepsi, kepentingan, dan keinginan yang berbeda terhadap peristiwa /
situasi tersebut. Jadi apabila disimpulkan secara sederhana sengketa adalah perbedaan
pendapat yang telah mencapai eskalasi tertentu atau mengemuka. Skema di bawah ini
mencoba menjelaskan proses interaksi antar manusia.
Pada awalnya terjadi interaksi, kemudian terjalinlah komunikasi dan karena komunikasi
tidak harmonis timbulah argumentasi antara kedua belah pihak. Apabila argumentasi tetap
dipertahankan tanpa adanya pihak yang mau menyesuaiakan maka terjadilah perdebatan,
perdebatan ini bila tidak terselesaikan menimbulkan beda bendapat yang pada akhirnya
memicu perselisihan atau konflik. Perselisihan/ konflik merupakan sumber timbulnya
sengketa yang dapat menimbulkan pertikaian.
Beberapa hal pemicu terjadinya suatu sengketa, antara lain: kesalahpahaman, perbedaan
penafsiran, ketidakjelasan pengaturan, ketidakpuasan, ketersinggungan, kecurigaan,
tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur, kesewenang-wenangan, terjadinya
keadaan-keadaan yang tidak terduga.
Di dalam bidang hukum kesehatan seringkali suatu sengketa muncul karena
kesalahpahaman pasien yang diakibatkan pemahaman pasien akan istilah medik yang tidak
dipahami, kesalahpahaman pasien akan tindakan medik yang dilakukan oleh dokter kepada
pasien akibat kurangnya pemahaman pasien selaku orang awam, ketidakpuasan pasien
akan pelayanan medik yang diberikan oleh dokter, ketersinggungan pasien terhadap dokter
Pada umumnya konflik dapat terjadi di mana saja, dan kapan saja dalam suatu interaksi
atau hubungan antara sesama manusia, baik hubungan antara individu dengan individu
maupun kelompok dengan kelompok. Deutsch (1973) dan lainnya (Folger, Pool, dan
Stutman, 1993; Hocker dan Wilmot, 1985) telah meneliti beberapa elemen yang
memperparah konflik, yaitu:
1. Competitive process
Dalam hal ini, para pihak berkompetisi satu sama lain karena mereka percaya
Sengketa medik yang terjadi antara dokter dan pasien dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui jalur-jalur penyelesaian sengketa baik yang bersifat litigasi maupun non litigasi.
Proses penyelesaian perselisihan secara litigasi adalah suatu perselisihan diselesaikan
dengan suatu aturan dan proses yang telah ditetapkan, termasuk proses hearing dimana
kesaksian disampaikan dan pengakuan diajukan, dan berakhir pada suatu keputusan
mengikat oleh hakim. Sedangkan penyelesaian perselisihan di luar jalur pengadilan/
litigasi dinamakan alternatif penyelesaian sengketa (APS).
Namun di samping kelebihan dari penyelesaian sengketa lewat jalur litigasi ini, tercatat
beberapa kekurangannya, antara lain:
a. Proses yang berlarut-larut atau lama untuk mendapatkan suatu putusan yang final dan
mengikat;
b. Menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan diantara para pihak;
c. Kemampuan dan pengetahuan hakim yang bersifat terbatas dan bersifat umum;
d. Tidak dapat diarahasiakan;
e. Kurang mampu mengakomodasi kepentingan pihak asing;
f. Sistem administrasi dan birokrasi peradilan yang lemah;
g. Putusan hakim mungkin tidak dapat diterima oleh salah satu pihak, karena memihak
salah satu pihak atau dirasa tidak adil.
Namun dalam praktiknya terdapat kendala dan tantangan dalam melakukan mediasi
yakni pengaturan Alternative Dispute Resolution (ADR) baru diatur dalam Undang-
undang Nomor: 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya
disingkat UU APS), sehingga pengaturan tentang ADR seperti mediasi masih dianggap
minim. Salah satu penyebabnya adalah UU APS ini hanya banyak mengakomodir
mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sedangkan penyelesaian sengketa
melalui mediasi, konsoliasi, dan lainnya tidak tercantum. Selain hal tersebut, masyarakat
masih meragukan pengakuan atau penghargaan terhadap kesepakatan yang diperoleh dari
proses mediasi.
Masyarakat merasakan kurang mendapatkan kepastian hukum apabila melakukan
penyelesaian sengketa lewat proses mediasi, karena seringkali setelah para pihak
menghabiskan waktu dan biaya untuk mencapai kata sepakat, akan tetapi kesepakatannya
tidak mendapatkan pengakuan sebagaimana mestinya. Masalahnya, seringkali pengadilan
masih melihat kesepakatan yang dibuat di luar pengadilan tidak bisa langsung dieksekusi
secara serta merta.
Kendala berikutnya yakni keraguan masyarakat akan kekuatan hukum perdamaian.
Namun tidak perlu dikhawatirkan, karena hasil mediasi apabila ditinjau dari kacamata
hukum, perdamaian yang dibuat secara sah akan mengikat. Pasal 1888 KUH Perdata
menyatakan bahwa kekuatan hukum perdamaian sama dengan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika pasal tersebut dianalogikan dengan perdamaian
hasil mediasi maka perdamaian hasil mediasi dapat dikatakan memiliki kekuatan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap artinya keputusan telah berkekuatan
hukum mutlak namun undang-undang berusaha pula membelikan perlindungan terhadap
hal-hal yang eksepsional (dikecualikan). Contoh: perdamaian yang dibuat berdasarkan
H. Penutup
Hubungan antara dokter dan pasien saat ini sudah mengalami perubahan dari hubungan
yang bersifat paternalistik menjadi suatu hubungan yang lebih bersifat sebagai mitra antara
dokter dengan pasien. Pasien mengharapkan penjelasan dari dokter tentang keluhannya,
mendapatkan penjelasan mengenai diagnosis dokter, dan mendapatkan penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan serta mendapatkan penjelasan mengenai
pengobatan yang akan dilakukan. Sedangkan menurut hukum kedudukan dokter dan
pasien adalah seimbang yaitu masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Hubungan antara dokter dan pasien pun sekarang sudah bergeser dari hubungan yang
paternalistik menjadi hubungan yang seimbang dan saling mengisi. Masyarakat pun
menjadi lebih berani untuk menuntut pada dokter atau rumah sakit apabila merasa
dirugikan. Perubahan hubungan dokter pasien ini pada gilirannya meningkatkan pula
sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien.
Sengketa medik sering timbul diakibatkan beberapa hal, antara lain: hasil pengobatan
yang tidak memenuhi harapan, hubungan dokter dan pasien yang tidak / kurang baik;
pelayanan / ucapan yang kurang menyenangkan, dugaan terjadinya kelalaian / kurang hati-
hati, dugaan bahwa dokter tidak taat akan standar pelayanan, provokasi dari pihak lainnya,
dan masalah dana.
Penyelesaian sengketa medik yang timbul dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni
menempuh jalur litigasi dan non litigasi. Beberapa bentuk alternatif penyelesaian sengketa
(APS) yang populer digunakan masyarakat, antara lain: negosiasi, mediasi, konsiliasi,
arbitrase.
Tulisan ini menyoroti alternatif penyelesaian sengketa (APS) melalui prosedur mediasi.
Prosedur mediasi ini dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Keunggulan proses mediasi ini adalah proses mediasi merupakan perpanjangan atau
pengembangan dari proses negosiasi;terdapatnya intervensi dari pihak ketiga (mediator)
yang netral dan dapat diterima oleh kedua belah pihak;pihak ketiga (mediator) tidak
berwenang membuat keputusan jadi dalam hal ini yang membuat keputusan adalah pihak
yang bermediasi; pihak ketiga (mediator) membantu para pihak untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima para pihak; mediasi dapat membantu
memperbaiki komunikasi antara para pihak yang bersengketa; mediasi membantu
melepaskan kemarahan terhadap pihak lawan; mediasi dapat meningkatkan kesadaran
akan kekuatan dan kelemahan posisi masing-masing pihak; mediasi membatu para pihak
Daftar Pustaka
Buku
1. Catherine Tay, Tien Sim Leng. (2010). Biomedial Ethics And Medical Law In Blood
Tranfusion Practice, Singapore: Armour Publishing Pte Ltd.
2. Huala Adolf. (1994). Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
3. Husein Kerbala. (1993). Segi-Segi Etis Dan Yuridis Informed Consent, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
4. Guwandi. (2006). Dugaan Malpraktik Medik dan Draft RP: Perjanjian Terapetik
Antara Dokter dan Pasien, Jakarta: FK UI.
5. Joseph P. Folger, Marshall Scott Poole, Randall K. Stutman. (2017). Working Through
Conflict: Strategies for Relationships, Groups, and Organizations 8th Edition.
6. Kazuto Inaba. (2008). Perselisihan Kedokteran dan ADR.
7. Priyatna Abdurrasyid. (2001). Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:
Fikahati Aneka.
8. Roger Fisher and William Ury, Bruce Patton. (1991). Getting To Yes: Negotiating an
Agreement Without Giving In, United Kingdom: Penguin Group.
9. Veronica Komalawati. (2002). Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik
(Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien), Bandung: Citra Aditya Bakti.
10. Widodo Tresno Novianto. (2017). Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan, Surakarta:
UNS Press.
11. William W & Hocker, Joyce L. (2007). Interpersonal Conflict (ed 7th). New York:
McGraw-Hill.
12. Wiryono Prodjodikoro. (2000). Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju.
Peraturan
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Pelayanan Medis
Pelayanan medis dalam konteks RBM ini memastikan bahwa penyandang
disabilitas memperoleh akses pelayanan medis yang adekuat berdasarkan kebutuhan
individu melalui deteksi, pencegahan, dan pengobatan dini, serta meminimalkan
dan/atau memperbaiki kondisi kesehatan dan kelemahan fungsinya dengan intervensi
medis. Seringkali staf medis merujuk pasien dengan disabilitas ke instalasi rehabilitasi
di rumah sakit umum daripada ditangani di fasilitas kesehatan primer. Tim RBM perlu
mengetahui perbedaan di tiap tingkat pelayanan kesehatan agar mampu memfasilitasi
para penyandang disabilitas dan keluarganya ditingkat pelayanan kesehatan yang
bersangkutan.
- Fasilitas kesehatan tingkat primer, seperti puskesmas dan klinik pratama, berfungsi
sebagai kontak pertama pasien dalam menangani kondisi akut dan manajemen rutin
untuk penyakit kronik, seperti lepra, epilepsi, tuberkulosis, dan diabetes. RBM di
tingkat komunitas beroperasi bersamaan dengan fasilitas kesehatan primer.
- Fasilitas kesehatan tingkat sekunder merupakan pelayanan medis oleh dokter
spesialis di klinik utama ataupun rumah sakit di kecamatan, dan biasanya menerima
rujukan dari fasilitas kesehatan primer.
- Fasilitas kesehatan tingkat tersier merupakan pelayanan spesialis yang lebih
spesifik dan dilengkapi oleh staf medis spesialistik, termasuk perawat dan
3. Rehabilitasi
Elemen rehabilitasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi peyandang disabilitas
agar kualitas hidupnya meningkat dan dapat berperan kembali di dalam lingkungan
hidupnya. RBM dalam elemen rehabilitasi ini berperan besar untuk mempublikasikan,
mendukung, dan mengimplementasikan kegiatan rehabilitasi di tingkat masyarakat,
serta memfasilitasi proses rujukan ke fasilitas pelayanan rehabilitasi spesialistik. RBM
diharapkan dapat memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk
mengakses layanan rehabilitasi dalam rangka inklusi, partisipasi, dan peningkatan
kesejahteraan mereka.
Kunci keberhasilan rehabilitasi terletak pada kerja sama dan hubungan yang solid
antara penyandang disabilitas, tenaga medis profesional di bidang rehabilitasi, dan tim
RBM lainnya. Oleh karena itu, penyusunan sebuah program rehabilitasi jangka panjang
bagi pasien haruslah realistis dan patient-centered. Program rehabilitasi bagi individu
pasien merupakan program jangka panjang. Agar dapat tercapai, program tersebut
sudah layaknya disesuaikan dengan jenis kelamin, usia, status sosioekonomi,
kepribadian, kemampuan, dan harapan pasien, serta lingkungan tinggal pasien. Selain
itu, konsultasi perlu dilakukan secara berkala dan ditunjang dengan inovasi pelayanan,
serta melibatkan pasien dalam penyusunan target jangka pendek dan panjang.
Pelayanan ini idealnya tersedia di berbagai fasilitas kesehatan, rumah, dan
masyarakat. Selain itu, agar pelayanan ini berlangsung secara berkesinambungan,
dapat dipertimbangkan untuk melakukan beberapa aktivitas, antara lain
mengidentifikasi kebutuhan penyandang disabilitas, memfasilitasi proses rujukan, dan
menindaklanjutinya secara aktif; memfasilitasi kegiatan rehabilitasi, seperti intervensi
dini untuk merangsang perkembangan anak, mendorong kemandirian secara
fungsional, memfasilitasi modifikasi fasilitas lingkungan, dan membantu menciptakan
kelompok swabantu; mengembangkan pusat informasi dan memperluas distribusi
informasi tersebut, sebagai contoh membuat buku panduan untuk tim RBM,
penyandang disabilitas, dan keluarganya, dengan materi menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan disesuaikan dengan budaya setempat, serta menempatkan buku
panduan tersebut di berbagai lokasi pemerintah daerah, puskesmas, fasilitas
pemerintah, fasilitas kesehatan, dan pusat penyandang disabilitas; dan memberikan
pelatihan bagi tim RBM agar dapat memberikan edukasi dan pelayanan tepat ke pasien
sesuai dengan keterampilan dan keahliannya, serta dapat mempertahankan pelayanan
RBM dengan baik.
Tim RBM
Tim RBM dapat dibedakan berdasarkan peran dalam tim, yaitu peran utama, yang
meliputi penyandang disabilitas, keluarga penyandang disabilitas, kader, dan masyarakat
di wilayah binaan;dan peran pendukung, yang meliputi tim RBM kecamatan/kelurahan,
tim RBM DT II, dan tim RBM DT I. Tim mencakup unsur pemerintah dan non pemerintah
yang terkait dengan rehabilitasi kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan sosial.
1. Peran Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dalam RBM (SpKFR)
Dokter SpKFR bertugas di tingkat propinsi dan nasional, yaitu di rumah sakit kelas
B dan A, bersama tim rehabilitasi medik. Namun, diperlukan tenaga profesional pada
setiap tingkatan. Dokter SpKFR berperan dalam beberapa hal, yaitu menyusun konsep
dan pedoman pengembangan RBM; melakukan sosialisasi dan advokasi; memantau,
mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan program RBM; membina
komunikasi dengan berbagai tingkat pelayanan; memberikan pelayanan rehabilitasi
medik subspesialistik, yang mencakup layanan rehabilitasi medik muskuloskeletal,
neuromuskular, pediatrik, kardiorespirasi, dan geriatrik, dengan pelayanan yang
mencakup pemeriksaan dan analisis, penegakkan diagnosis medik dan fungsional,
prognostik, serta arahan dan evaluasi program rehabilitasi medik; bekerjasama dengan
tim rehabilitasi medik dalam memberikan layanan fisioterapi, okupasi terapi, terapi
wicara, ortotik-prostetik, psikologi, sosial medik, dan konseling persiapan vokasional;
serta melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di bidang KFR.
4. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat termasuk lurah/ kepala desa, guru, jajaran pemerintah terkait,
organisasi (PKK, LKMD, dan kelompok tani), dan pengusaha. Peran tokoh
masyarakat bagi penyandang disabilitas yaitu memberi kesempatan penyandang
disabilitas untuk berperan seperti anggota masyarakat lain, yakni bertanggung jawab
supaya penyandang disabilitas terlibat dalam kehidupan masyarakat dan kegiatan
sosial; mengunjungi keluarga penyandang disabilitas; menjadi orang tua asuh,
menyekolahkan, dan mencarikan pekerjaan; memberi bantuan dana, makanan,
pakaian, dan tempat tinggal bila diperlukan; membantu dalam kegiatan rumah tangga
dan pekerjaan (transportasi); serta mengusahakan kemudahan untuk fasilitas sosial
berupa bangunan/angkutan umum.
Peran tokoh masyarakat bagi kader yaitu mengadakan kader rehabilitasi di
wilayahnya, melaksanakan program pelatihan bersama kader, berdiskusi dengan kader
untuk mengetahui penyandang disabilitas dan permasalahannya,dan meminta kader
untuk menjelaskanmengenai penyandang disabilitas dan sebab kecatatan.
5. Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 adalah
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensoris
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif
dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam modul RBM, disebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah bayi, anak,
dewasa, atau usia lanjut di wilayah binaan RBM dengan gangguan kejang (ayan),
7. Masyarakat
Peran masyarakat di sekitar penyandang disabilitas yaitu memberikan kesempatan
pada penyandang disabilitas untuk berperan seperti anggota masyarakat lain, berdiskusi
dengan kader untuk mengetahui masalah penyandang disabilitas, mengunjungi
keluarga penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas untuk menanyakan
permasalahan dan membantu menyelesaikan masalah, menjadi orang tua asuh,
menyekolahkan, mencarikan pekerjaan, serta memberikan kemudahan untuk fasilitas
sosial berupa bangunan/angkutan umum.(Pandji et al., 2016)
Pendahuluan
Demografi berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau
penduduk, dan grafein yang berarti menggambarkan atau menulis, sehingga demografi
didefinisikan sebagai gambaran atau tulisan mengenai penduduk. Ilmu demografi memiliki
manfaat sebagai berikut:
a. Mempelajari kuantitas, komposisi, dan distribusi penduduk dalam suatu daerah
beserta perubahannya.
b. Menjelaskan pertumbuhan penduduk di masa lampau dan memprediksi
pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang.
c. Menganalisis hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan
bebagai aspek pembanguan sosial, ekonomi, budaya, politik, lingkungan, dan
keamanan.
d. Mempelajari dan mengantisipasi kemungkinan konsekuensi pertumbuhan
penduduk pada masa yang akan datang.
Tiga fenomena yang merupakan bagian penting dari pertumbuhan penduduk adalah
dinamika kependudukan, komposisi penduduk, serta jumlah dan distribusi penduduk.
Komposisi Penduduk
Data komposisi penduduk yang utama dalam demografi adalah usia dan jenis kelamin.
Komposisi penduduk saat ini dapat mencerminkan pertumbuhan penduduk dimasa lalu dan
dan mengestimasi perkembangan penduduk dimasa yang akan datang melalui proses
kelahiran dan kematian.
Berdasarkan karakteristik sosial, komposisi penduduk dapat dikelompokkan
berdasarkan tingkat pendidikan, status perkawinan, kemampuan baca tulis. Berdasarkan
karakteristik ekonomi, komposisi penduduk dapat dikelompokkan berdasarkan jenis
pekerjaan dan status pekerjaan.
Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan komposisi penduduk
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasio ketergantungan (dependency ratio)
Rasio ketergantungan merupakan angka yang menyatakan perbandingan antara
jumlah penduduk usia nonproduktif (usia dibawah 15 tahun dan usia 65 tahun atau
lebih) dengan jumlah penduduk usia produktif (usia 15 sampai 64 tahun). Rasio
ketergantungan dapat menggambarkan banyaknya penduduk yang harus
ditanggung oleh penduduk usia kerja, meskipun data ini tidak akurat secara
ekonomi.
2. Rasio jenis kelamin (sex ratio)
Rasio jenis kelamin merupakan angka yang membandingkan jumlah penduduk
yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin
perempuan pada suatu daerah dan pada waktu tertentu. Rasio jenis kelamin
dinyatakan dalam jumlah penduduk laki-laki per 100 perempuan.
Komposisi penduduk dapat digambarkan dalam bentuk grafik yang disebut dengan
piramida penduduk. Gambar piramida penduduk Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat
pada gambar 22.1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat piramida
penduduk adalah:
Piramida penduduk dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu ekspansif, konstriktif, dan
stasioner. Berikut ini merupakan ciri-ciri ketiga piramida tersebut:
a. Ekspansif
Bagian dasar piramida lebar, menunjukkan proporsi penduduk muda yang
besar, dan proporsi penduduk tua yang kecil, serta pertumbuhan penduduk yang
tinggi.
b. Konstriktif
Bagian dasar piramida kecil, dan sebagian besar penduduk masih berada dalam
kelompok umur muda.
c. Stasioner
Distribusi Penduduk
Distribusi penduduk merupakan kondisi sebaran penduduk secara keruangan. Distribusi
penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu persebaran penduduk secara geografis dan
berdasarkan administrasi pemerintahan. Secara global persebaran penduduk di dunia
secara geografis tidak merata, begitu juga dengan di Indonesia, sebagian besar penduduk
tinggal di Pulau Jawa. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alam, sosial, ekonomi, budaya,
dan politik. Persebaran penduduk berdasarkan administrasi pemerintahan di Indonesia
dibagi berdasarkan provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan.
Daftar Pustaka
Dana yang wajib disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Setyawan, 2015, Departemen Kesehatan RI, 2004).
Daftar Pustaka
1. Setyawan FEB. Sistem pembiayaan Kesehatan. 2015. Malang: Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Departemen Kesehatan RI. 2004. Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Sekretaris Negara, Republik Indonesia, Jakarta.
3. Jaminan Kesehatan Nasional. Cited: 3 March 2021. Available from:
http://www.jkn.kemkes.go.id/faq.php
4. Humas BPJS. Peserta. 2020. Cited: 3 March 2021. Available from: https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
5. Humas BPJS. Manfaat. 2019. Cited: 3 March 2021. Available from: https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/12
Pendahuluan
Anthropologi medik adalah disiplin ilmu yang mempelajari manusia dan perilakunya
ditinjau dari segi biologis dan sosiobudaya, korelasi timbal balik antara kedua aspek
tersebut dalam memengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia di sepanjang sejarah
kehidupan manusia, (~ Foster / Anderson, 1978).
Dari berbagai pendapat para anthropolog, dapat disimpulkan, bahwa anthropologi
medik adalah studi yang mempelajari kesehatan dan kesakitan manusia, dalam hal
pencegahan, pengobatan dan penyembuhan penyakit baik sepanjang sejarah kehidupan
manusia, ditinjau dari faktor fisik, kejiwaan dan sosial, serta berhubungan dengan
sosiobudaya dan biologis dengan melibatkan berbagai macam disiplin ilmu (antardisiplin).
Anthropolog medik dibagi atas dua kelompok umum: akademis dan terapan.
Anthropolog medik akademis bekerja dalam sistem universitas, menekuni penelitian,
penulisan, dan / atau pengajaran ; sering memiliki agenda penelitian yang lebih terbuka.
Sedangkan Anthropolog medik terapan seringkali bekerja di luar lingkungan universitas,
misalnya di rumah sakit, sekolah kedokteran, ikut dalam program kesehatan masyarakat,
organisasi nirlaba atau non-pemerintah internasional, sering merupakan bagian dari tim
yang mencoba memecahkan atau menghasilkan wawasan tentang masalah atau pertanyaan
tertentu.
Pada awalnya, kajian permasalahan kesehatan dan penyakit pada manusia ditinjau dari
sisi biologi dan sosiobudaya sejak dahulu kala sampai masa kini, dengan fokus dari sisi
biologi adalah: 1) Transisi demografik ; 2) Transisi epidemiologik, dan 3) Paleopathologi.
Sedangkan dari sisi sosiobudaya meliputi 1) Sistem pengobatan tradisional
(ethnomedicine), 2) Tenaga kesehatan dengan permasalahannya, 3) Perilaku saat sakit, 4)
Relasi dokter dan pasien, dan 5) Program memperkanalkan sistem pengobatan modern
kepada masyarakat tradisional (~ Foster/Anderson, 1986).
Saat ini, bidang penelitian utama meliputi teknologi medis, genetika dan genomik,
bioetika, studi kecacatan, wisata kesehatan, kekerasan berbasis gender, wabah penyakit
menular, penyalahgunaan zat, dan banyak lagi. Anthropolog medik mempelajari berbagai
masalah dan topik, konsep utamanya mencakup kesenjangan kesehatan, kesehatan global,
teknologi medis, dan bioetika.
Penelitian dalam Anthropologi medik merupakan interaksi socio-medical science.
Dalam bidang anthropologi dilaksanakan oleh anthropolog, menggunakan sistem kualitatif
Pertimbangan Etik
Dalam melaksanakan penelitian, anthropolog akademik dan terapan menghadapi
pertimbangan etis serupa, yang biasanya diawasi oleh universitas, penyandang dana, atau
organisasi pemerintah lainnya. Dewan peninjau kelembagaan didirikan di Amerika Serikat
pada tahun 1970-an untuk memastikan kepatuhan etis untuk penelitian yang melibatkan
subjek manusia, yang mencakup sebagian besar proyek ethnografi. Pertimbangan etika
utama bagi anthropolog medis adalah:
• Persetujuan berdasarkan informasi: memastikan bahwa subjek penelitian
memahami segala risiko dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian.
• Privasi: melindungi status kesehatan pesertadan informasi pribadi
• Kerahasiaan: melindungi anonimitas (jika diinginkan) subjek penelitian, seringkali
dengan menggunakan nama samaran untuk peserta dan lokasi lokasi lapangan.
Anthropologi
Mempelajari insani manusia sebagai makhluk hidup bermasyarakat. Atensi ilmu
pengetahuan ini ditujukan pada sifat khusus ragawi, kebiasaan, dan nilai–nilai yang
membedakan manusia sebagai pribadi atau hidup berkelompok. Dalam pembahasannya,
banyak pula melibatkan disiplin ilmu lain, antara lain bidang sosiobudaya, ekologi,
biologi, psikologi, hukum, ekonomi dan politik.
Sosiobudaya
Dalam melaksanakan pelbagai kegiatan sosialnya, manusia sering melibatkan banyak
unsur-unsur budaya. Budaya adalah suatu warisan cara kehidupan sekelompok orang,
dengan berbagai unsur komplek di dalamnya, antara lain sistem agama, tradisi / adat
istiadat, bahasa, busana, konstruksi bangunan dan karya seni.
Melalui budaya, dapat diperoleh gambaran nilai hidup sehat dalam masyarakat, tentang
pengetahuan, keyakinan dan persepsinya tentang arti sehat, sakit hingga kematian, serta
perkembangan teori, cara dan teknologi pengobatan dalam masyarakat.
Manusia sebagai mahluk sosial, hidup berkelompok dalam relasi bermasyarakat,
memiliki keinginan untuk berkomunikasi, memerlukan manusia lain selain dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, juga untuk memperoleh pengalaman sebagai bagian dari
dinamika hidup dan perkembangan kepribadiannya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Manusia dalam konteks kesehatan, secara individu, memiliki 1) Sasaran untuk
memenuhi kebutuhan dasar dalam bidang biologi, psikososial dan spiritual. 2) Bio (=
fisik), psiko (= rohani), sosial dan spiritual sebagai suatu kesatuan aspek kehidupan
Anthropologi Forensik
Mempelajari kondisi manusia dalam konteks forensik. Anthropolog forensik bekerja
sama dengan dokter forensik, menentukan: status legal sisa tubuh korban ; konstruksi
profil biologis jenazah (usia, jenis kelamin, tinggi badan) ; analisis skeletal yang
mengalami trauma ; interval postmortal ; Menyiapkan sample skeletal sisa tubuh korban
untuk pemeriksaan tes kimiawi dan molekul (e.g. analisis DNA), Analisis DNA diperlukan
dalam penentuan orang tua bila terjadi keraguan. Bekerja sama dengan seniman forensic,
antara lain membuat sketsa perkiraan wajah.
Epidemiologi,
Hasil pengamatan sejak era prasejarah hingga kini, terjadi transisi kesehatan sebagai
berikut: 1) Perkembangan agrikultur, dimulai kira-kira 10.000 tahun yang lalu, tampak
berkembangnya penyakit infeksi akut ; 2) Bangkitnya ekonomi industrial pada akhir abad
ke 18, penyakit kronis dan permasalahan-permasalahan perilaku bermunculan ; 3)
Globalisasi: dimulai pada dekade akhir abad 20, terjadi sinergis interaksi antar penyakit
yang disebut sebagai syndemics.
2. Wabah Justinian: (Plague of Justinion) (tahun 541- 542), sampai tahun 750
Penyakit pes ini menyerang pada masa jaya Kekaisaran Byzantium (Kaisar
Justinian), tepatnya di kota Konstatinopel (Istambul, Turki). Bakteri Yersinia pestis
diyakini disebabkan oleh tikus-tikus yang terbawa oleh kapal-kapal dagang menuju
Mesir, lalu terjadi penyebaran ke hampir seluruh daratan Eropa dan menewaskan ± 25
juta orang, hampir setengah populasi benua Eropa saat itu.
Setelah kemunculan tahun 541 M ini, wabah pes masih menyebar dan terus
bermunculan di Asia, Eropa, dan Afrika dari tahun ke tahun yang kemudian
menewaskan jutaan orang.
5. Syndemics
Sindemi, melibatkan interaksi penyakit atau kondisi pemburukan kesehatan lainnya
misalnya, malnutrisi, penyalahgunaan zat, stress; akibat dari berbagai faktor risiko
kondisi sosial yang mengancam kesehatan. Dengan menggunakan pengetahuan tentang
epidemi sebelumnya, para anthropolog dapat mengantisipasi bahwa sindrom COVID-
19 akan melibatkan HIV, asma, diabetes, food insecurity dan ketidaksediaan air bersih,
terutama sosioekonomi rendah dan kelompok berisiko lainnya.
Pengertian Sehat
Menurut WHO: sehat atau health adalah suatu kondisi tubuh, baik fisik,
kejiwaan maupun sosial dalam keadaan optimal, tidak hanya bebas dari penyakit
dan/atau kecacatan.
Sehat dalam arti lain, memiliki kualitas hidup mencakup faktor sosial, emosional,
mental, spiritual dan biologi, serta mampu beradaptasi terhadap proses evolusi
lingkungan (Rene dubos, 2007).
- Disebut sehat jasmani, apabila tubuh dapat berfungsi dengan efektif, antara lain
memiliki daya tahan tubuh optimal.
- Sehat intelektual, apabila seseorang mampu belajar dan bereaksi secara efektif dan
efisien, terhadap perubahan lingkungan.
- Sehat emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan emosi dengan
bail.
- Sehat sosial apabila seseorang memiliki kemampuan untuk berinteraksi optimal dengan
sanak keluarga, teman / rekan kerja maupun dengan masyarakat umum.
Health behavior
Health behavior merupakan usaha tindakan perilaku pencegahan atau perilaku pada
saat sehat, untuk mempertahankan tetap sehat dan prevensi terhadap penyakit. Cara
pencegahan bergantung pada faktor: interpersonal, sosial dan budaya, anggota keluarga,
teman, atasan dan rekan sekerja. Untuk aspek selanjutnya sesudah terdapat gejala suatu
gangguan, terdapat faktor-faktor yang memengaruhi sikap mencari bantuan dalam
menanggapi adanya perubahan pada tubuh atau menampakkan adanya tanda / gejala,
antara lain: pengetahuan tentang organ atau fungsi normal tubuh, pengetahuan tentang
penyakit, berat ringannya gejala, jelas tidaknya perubanan dalam tubuh, kepekaan individu
terhadap perubahan tubuh, adakah mengganggu aktivitas sehari-hari / tidur, faktor
ekonomi, faktor keluarga dll.
Stages of (readiness to) Change model (~ menurut DiClemente and Prochaska, 1998)
Disebut juga sebagai: Transtheoretical Model
Sesudah tahap pemeliharaan, ada kemungkinan terjadi tahap terminasi, dalam 2 arti,
pertama, keberhasilan dan merasa tidak perlu lagi meneruskan perubahan, ada pula
kemungkinan kembali ke perilaku semula.
Model teori perubahan perilaku ini, cukup efektif sebagai usaha intervensi untuk
mengatasi kasus adiktif maupun non-adiktif, dengan memberi kesempatan kepada individu
menjalani perubahan perilaku yang baru. Model ini pernah diaplikasikan antara lain kepada
perokok berat, peminum alkohol pasien stress, juga bagi peminat mengontrol berat badan.
Dalam pelaksanaan dalam praktis kedokterdan, terdapat 4 model relasi dokter –pasien,
yang berhubungan dengan otonomi (~ Sadock, BJ dan Sadock, VA, 2003):
1. Paternalistik, suatu parent type: dokter memaparkan semua informasi yang menurutnya
terbaik bagi pasien, pasien tinggal mengikuti petunjuknya.
2. Informatif, dokter memaparkan semua informasi yang perlu diketahui, pasien
memutuskan pilihan sendiri, tanpa intervensi dokter.
3. Interpretif, dokter bertindak sebagai seorang konselor, selain memberikan informasi,
memberi saran, berdiskusi dengan pasien, memberi kesempatan berpikir pada pasien,
dan mendampingi pasien sampai dapat memutuskan pilihan sendiri.
4. Deliberatif, dokter bertindak sebagai seorang guru, selain memberikan informasi,
memberi saran, berdiskusi dengan pasien, memberi kesempatan pada pasien untuk
memutuskan pilihan sendiri, tanpa intervensi dokter.
Komunikasi dalam relasi dokter pasien, erat hubungan dengan 6 prinsip tersebut
terutama autonomy, non maleficence dan confidentiality. Hubungan dokter dan pasien
yang baik dapat terwujud, apabila ke 2 pihak menjalankan komunikasi efektif dengan
prinsip REACH yaitu singkatan dari Respect, Empathy, Audible, Clearly dan Humble.
Daftar Pustaka
1. Carol Eustice, 2003, Impacting the Success of Treatment,
https://www.verywellhealth.com/the-doctor-patient-relationship-188050
2. Foster GM, Anderson BG, 1986, Medical Anthropology, Penerbit Universitas
Indonesia< Jakarta ; Diterjemahkan oleh Priyanti Pakan Suryadarma & Meutia F.
Hatta Swasono.
Pendahuluan
Menurut WHO terdapat beberapa istilah terkait dengan olahraga, yaitu aktivitas fisik
(physical activity), latihan fisik (exercise), dan sport. Aktivitas fisik adalah semua gerakan
tubuh yang dihasilkan kerja otot yang memerlukan energi. Sport adalah aktivitas fisik yang
dilaksanakan dengan aturan tertentu sebagai bagian dari kesenangan atau kompetisi.
Latihan fisik adalah subkategori dari aktivitas fisik, yaitu suatu bentuk aktivitas fisik yang
terencana, terstruktur, dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan
untuk meningkatkan atau mempertahankan komponen kebugaran jasmani. (WHO, 2020)
Untuk pembahasan selanjutnya latihan fisik akan menggunakan istilah olahraga. Olahraga
dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu olahraga prestasi, olahraga rekreasi, olahraga
kesehatan, dan olahraga pendidikan. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Olahraga kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan olahraga untuk tujuan kesehatan.
Olahraga kesehatan mampu memelihara dan/atau meningkatkan kemampuan fungsional
jasmaniah para pesertanya dengan pembebanan yang dapat diatur secara bertahap dalam
dosis-dosis. Olahraga kesehatan memiliki ciri-ciri umum yaitu:
a. Massal: mampu menampung sejumlah peserta secara bersam-sama.
b. Mudah: gerakannya mudah diikuti, dapat meningkatkan kemampuan gerak yang
diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
c. Murah: peralatan minim atau bahkan tanpa peralatan sama sekali.
d. Meriah: mampu membangkitkan kegembiraan dan tidak membosankan.
e. Manfaat dan aman: manfaatnya dapat dirasakan secara jelas dan aman dilaksanakan
oleh setiap peserta dengan tingkat usia dan derajat kesehatan yang berbeda. (Giriwijoyo
& Sidik, 2012)
Syarat manfaat dan aman menuntut adanya ciri-ciri khusus yaitu: intensitas homogen
dan submaksimal, tidak ada gerakan dengan beban/intensitas maksimal, dapat diatur
takaran (dosis)-nya, adekuat (ada batas minimal tertentu), dan bebas stres psikis.
(Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Sasaran olahraga kesehatan ada 3 tahapan, yaitu :
1. Sasaran Minimal: memelihara kemampuan gerak yang masih ada serta bila mungkin
mengusahakan meningkatkan kemampuan gerak.
Prinsip Olahraga
Olahraga dilakukan dengan prinsip Baik, Benar, Terukur, dan Teratur (BBTT) sesuai
kaidah kesehatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal:
a. Baik artinya disesuaikan dengan kondisi fisik dan kemampuan supaya tidak
menimbulkan dampak yang merugikan, dilakukan di lingkungan yang sehat, aman,
nyaman, tidak rawan cedera, menggunakan pakaian dan sepatu yang nyaman.
Manfaat Olahraga
Manfaat olahraga kesehatan khususnya peningkatan kapasitas aerobik, bukanlah
sesuatu yang dapat diperoleh secara cepat namun memerlukan waktu 2-3 bulan setelah
dilakukan secara teratur dan kontinu. Olahraga kesehatan akan menghasilkan perubahan-
perubahan pada aspek jasmani, rohani, maupun sosial. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain:
a. Persendian: tidak kaku dan kelentukan/fleksibilitas lebih meningkat.
b. Otot dan tendo: kekuatan dan daya tahan lebih meningkat.
c. Susunan saraf: waktu reaksi lebih cepat dan kemampuan koordinasi gerak lebih baik.
d. Darah: peredaran darah lebih baik, pergantian eritrosit lebih cepat.
e. Jantung: serabut otot jantung lebih besar dan kuat.
f. Pembuluh darah: dinding pembuluh darah lebih kuat dan elastis, jumlah pembuluh
darah yang aktif lebih banyak.
g. Metabolisme: berperan dalam penurunan berat badan. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Dosis Olahraga
Anjuran olahraga harus diresepkan dengan menjelaskan 4 aspek dosis yaitu frekuensi,
intensitas, tipe/jenis, dan durasi/waktu. Contoh resep olahraga: frekuensi 3-5 x per minggu,
jenis olahraga aerobik/anaerobik, intensitas 65-80% DNM, durasi 30-60 menit per kali.
(Kemkes, 2017)
Dosis olahraga berkaitan dengan jumlah energi yang harus dihasilkan seseorang melalui
proses metabolisme dalam tubuh. Energi tersebut berbanding lurus dengan intensitas dan
durasi (Energi = Intensitas x Durasi). Artinya terdapat hubungan terbalik antara intensitas
dan durasi pelaksanaan olahraga, sehingga terdapat 3 cara mengatur dosis olahraga yaitu:
Penentuan intensitas dengan cara yang lebih sederhana adalah dengan tes bicara (talk
test). Intensitas sedang ditandai dengan masih dapat bicara namun tidak dapat bernyanyi,
denyut jantung, dan frekuensi nafas meningkat, dan tubuh mengeluarkan cukup keringat.
(Kemkes, 2017)
Durasi olahraga kesehatan aerobik umumnya memerlukan waktu minimal 10 menit
sedangkan waktu maksimalnya ialah 20 menit. Dalam hal olahraga kesehatan juga
ditujukan untuk menurunkan berat badan, maka durasi harus lebih 30 menit. Hal ini
disebabkan bila durasinya kurang dari 30 menit maka sumber energi utamanya masih
berasal terutama dari karbohidrat, setelahnya kontribusi terbesar adalah dari cadangan
lemak. (Giriwijoyo & Sidik, 2012)
Latihan olahraga haruslah selalu dimulai dengan Latihan Pendahuluan (pemanasan)
sebelum memasuki Latihan Inti dan sebaiknya ditutup Latihan Penutup (pendinginan)
setelahnya. Latihan pemanasan bertujuan memeriksa dan mempersiapkan seluruh
komponen, terdiri atas 3 tahap yaitu peregangan dan pelemasan, aktivasi otot (secara statis
dan dinamis), dan latihan koordinasi dasar (“mengingat kembali” gerakan). Latihan
pendinginan bertujuan memperlancar sirkulasi dengan mengaktifkan pompa vena.
Gerakannya kurang lebih sama dengan pemanasan tahap pertama. (Giriwijoyo & Sidik,
2012)
Risiko Olahraga
Risiko yang paling serius dari olahraga kesehatan ialah kematian mendadak. Sebuah
survai retrospektif menunjukkan kejadian kematian oleh serangan jantung mendadak kira-
kira 1 untuk setiap 887.000 jam-orang yang melakukan olahraga. Risiko itu adalah sangat
Apabila ada satu jawaban Ya maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.
(Pescatello et al, 2014)
Penilaian risiko kardiovaskuler berdasarkan 3 hal: (1)Adanya riwayat penyakit
kardiovaskular, paru-paru, dan metabolik. (2)Adanya gejala dan tanda mayor penyakit
kardiovaskular, paru-paru, dan metabolik: nyeri dada, sesak nafas, pusing, palpitasi, edema
tungkai, murmur jantung, klaudikasio intermiten. (3)Penilaian faktor risiko
kardiovaskular: usia, riwayat penyakit keluarga, kebiasaan merokok, gaya hidup sedenter,
obesitas, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan diabetes. (Pescatello et al, 2014)
Hasil penilaiannya adalah risiko rendah (asimtomatik dan memiliki <2 faktor risiko),
sedang (asimtomatik namun memiliki ≥2 faktor risiko), atau tinggi (simtomatik atau
Daftar Pustaka
Definisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan/ atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah dan
perlu penanganan segera serta penanganan lintas sektoral. (Kementrian Kesehatan RI,
2004; 2010)
2. Epidemi
Jika suatu kelompok masyarakat atau wilayah terkena penyakit menular dan
kejadiannya terjadi secara cepat.
Contoh : SARS
3. Pandemi
Wabah penyakit yang terjadi secara luas antar benua bahkan seluruh dunia.
Contoh : HIV/AIDS
4. Sporadik
Suatu kondisi dimana suatu masalah kesehatan (biasanya penyakit) timbul di suatu
saerah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan masa.
Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB/Wabah meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Investigasi epidemiologis
2. Tata laksana pasien yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan
isolasi penderita, termasuk tindakan karantina
3. Preventif serta pengebalan
4. Eradikasi penyebab penyakit
5. Tata laksana jenazah akibat wabah
6. Promosi kesehatan kepada masyarakat
7. Usaha penanggulangan lanjutan.
Pelaporan KLB
Perawat
Kepala Puskesmas
Pendahuluan
Dalam dua dekade terakhir, psikiatri komunitas di Indonesia berkembang pesat.
Perubahan paradigma kesehatan jiwa dan berbagai penelitian kesehatan jiwa masyarakat
telah memberikan warna baru dalam sistem kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. Adapun
tujuannya adalah untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara holistik.
Pemahaman dan pembelajaran mengenai kesehatan jiwa masyarakat harus dimiliki oleh
seluruh petugas kesehatan pada umumnya dan khususnya dokter. Dengan demikian sistem
kesehatan jiwa masyarakat di Indonesia akan berkesinambungan dengan visi dan misi yang
sama untuk mengedepankan kesehatan jiwa secara menyeluruh.
Definisi
1. Kesehatan Jiwa Masyarakat merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
mencakup semua kegiatan kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat
dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan
kuratif dan rehabilitatif. Pada prinsipnya:
a. Ditujukan terutama sekali kepada kelompok didalam masyarakat, walaupun
fokus terhadap individu pun tidak diabaikan.
b. Dititikberatkan pada promotif dan preventif.
c. Diusahakan agar berbagai pelayanan lain turut serta dalam sistem pelayanan
kesehatan jiwa.
d. Dititikberatkan kepada kerjasama lintas sektoral, khususnya mencakup
kegiatan di sektor-sektor: pendidikan, kesejahteraan sosial, keagamaan,
keluarga berencana, tentang kerja, dan lain-lain.
e. Menjalankan kegiatan Konseling dan yang bersifat Intervensi khususnya
dalam kondisi “krisis”.
f. Mengusahakan peningkatan peran serta masyarakat.
g. Mengusahakan pendidikan dan latihan bagi para petugas di bidang pelayanan
kemanusiaan seluas-luasnya, agar berorientasi terhadap prinsip kesehatan
jiwa.
h. Melaksanakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan bidang kesehatan
masyarakat.
i. Menjalankan kegiatan riset epidemiologi kesehatan jiwa.
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA 197
j. Mengusahakan agar Pelayanan Kesehatan Jiwa tersebut dapat bersifat
menyeluruh (komprehensif), yaitu meliputi seluruh usia atau life cycle
manusia (dari anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, usia lanjut),
berbagai jenis pelayanan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan lain-
lain.
• Bed to setting
Pandangan ODGJ dapat pulih bila dirawat inap atau “dirumahsakitkan” berubah,
ODGJ dapat pulih bila lingkungan disetting dengan baik sehingga mereka dapat
produktif dan berkontribusi pada masyarakatnya.
• Hospital to Community
ODGJ yang sudah pulih dari rumah sakit biasanya akan balik kembali ke rumah
sakit dalam waktu yang singkat. Menurut beberapa penelitian kesehatan jiwa
dalam 20 tahun terakhir, ODGJ yang telah pulih dari rumah sakit bila dibantu
oleh masyarakat dalam pemulihannya, ODGJ tersebut balik kembali ke rumah
sakit dalam waktu yang lama bahkan ada yang tidak kembali ke rumah sakit lagi.
198 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Dalam hal ini disimpulkan bahwa masyarakat (komunitasnya) berperan besar
dalam pemulihan ODGJ.
• Treatment to Service
ODGJ/ODMK yang dahulunya disebut dengan pasien sekarang berganti menjadi
klien, sehingga pelayanan yang diberikan lebih komprehensif dan ODGJ/ODMK
lebih terbuka dalam menjalani pemulihannya.
5 Cataracts 3.0%
6 Schizophrenia 2.7%
7 Osteoarthritis 2.6%
Terjadi berbagai karakteristik pada lingkungan hidup dalam kota atau daerah yang
berhasil membentuk “konfigurasi” atau “corak” baru dalam kehidupan, baik yang
orientasinya bersifat material maupun non material.
202 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN KELUARGA
Beberapa stress kehidupan yang dimaksud, disebutkan di bawah ini:
1. Stresor Kehidupan Pribadi
Tekanan emosi berpengaruh
• Pada sistem fisiologik, mengakibatkan timbulnya antara lain gangguan
psikosomatik, cemas, depresi. Jumlahnya diperkirakan makin banyak. Bila hal
ini berlangsung cukup lama, maka gangguan somatik yang sesungguhnya akan
timbul.
• Makin banyak dan sering terjadinya kecelakaan lalu lintas. Penyebab tersering
adalah faktor manusia seperti kebosanan (berodom), ansietas, frustasi, dan
lain-lain.
• Makin meningkatnya kondisi-kondisi depresi dengan kecenderungan bunuh
diri atau percobaan bunuh diri (suicidal attempt).
• Makin meluas terjadinya berbagai krisis pribadi yang berkaitan dengan
perkawinan, melahirkan atau peristiwa meninggal dunia.
• Makin berpengaruh kondisi suara di lingkungan hidup (“noise pollution”)
2. Stress Sosio-Ekonomik
• Status dalam masyarakat sangat sering diukur atas standar taraf kehidupan
sosio-ekonomik, maka hal-hal seperti penghasilan (income), pekerjaan yang
“menghasilkan” (gainful-employment), rumah atau tempat tinggal yang
memadai dan lain-lain “ukuran fisik”, merupakan indikator-indikator yang
penting dalam “penilaian pribadi” (diri sendiri maupun orang lain).
• Kemiskinan/kekurangan menjadi soal dan stressor sosial-ekonomik yang tidak
dapat dihindarkan, umpamanya bilamana tidak atau kurang tersedianya
pemenuhan dari kebutuhan yang dirasakan “primer” (tidak/kurang tersedianya
sekolah/pendidikan bagi dirinya maupun anak-anaknya, demikian pula reaksi
yang terjangkau ataupun kesempatan bekerja yang terlalu sempit, dan
sebagainya).
• Penolakan langsung untuk memasuki kalangan yang diinginkan seperti
lingkungan kerja, reaksi dan lain-lain.
4. Perubahan Sosial
Walaupun perubahan itu tidak senantiasa negatif (malahan dapat bersifat
menunjang dan positif terhadap perkembangan-perkembangan lainnya), harus
diambil sikap kewaspadaan setinggi-tingginya supaya jangan terjerumus dalam
kondisi “human distress” dan tendensi ke arah “social disorganization”.
5. Urbanisasi
Migrasi ke kota besar dapat menimbulkan masalah pada kesehatan jiwa meliputi
:
• Timbulnya berbagai daerah “peri-urban” dan “slum area” yang biasanya
ditempati oleh mereka yang miskin karena berimigrasi dari daerah pedalaman
dengan berbagai harapan yang tidak semuanya relistik.
9. Perbedaan Sosial-Budaya
Dalam kondisi tidak menguntungkan, maka perbedaan itu dapat menjadi sumber
timbulnya stress tertentu, diantaranya:
• Di daerah urban sering dijumpai fenomena, bahwa perbedaan sosial budaya ini
cenderung dipertajam (status jabatan, ekonomi, sosial di masyarakat, dan lain-
lain).
• Perbedaan yang terikat pada lokasi tempat tinggal bisa dijadikan salah satu
masalah.
• Perbedaan kepercayaan/keagamaan juga dapat merupakan masalah.
Perbaikan Sistem Kesehatan Jiwa Masyarakat oleh pemerintah (saat ini RPJMN
2014-2019)
• Legislasi dan peraturan yang mendukung penanggulangan masalah keswa
o Undang-undang Keswa no 18 tahun 2014
o Revisi UU no 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah → Kesehatan Jiwa
masuk dalam Lampiran draft Revisi RUU No 32
o Peraturan Menteri→ Kebijakan dan Rencana Aksi Kesehatan Jiwa, NSPK
o PERDA, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota
• Penguatan sistem layanan primer untuk penyelenggaraan pelayanan keswa
Lansia
Pelayanan
Persalinan, Deteksi Dini
bagi bayi keswa anak usia
nifas &
sekolah
Pemeriksaan neonatal
• Pemantauan
Kehamilan
perkembangan
Pelayanan • Deteksi Dini
• Pola asuh dan Keswa Anak
PUS & WUS
tumbuh kembang
anak
• Deteksi dni • Deteksi dini pd Kesehatan jiwa:
• Deteksi Dini Keswa Bulin, gg perkembangan terintegrasi pada semua
Keswa Ibu Bufas dan Buteki anak
• Konseling Hamil • siklus hidup. kegiatan LP/LS
Pranikah • Stimulasi Janin , semua Fasyankes
dalam
Kandungan
Health Health
Workforce Financing
(Mental)
Health
Systems
Medical
Leadership &
Products &
Governance
Technologies
Health
Information
System
Daftar Pustaka
1. Dharmono, S dan Diatri, H. (2013) Psikiatri Komunitas: Buku Ajar Psikiatri. Edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Masyarakat, Buku Pedoman Kesehatan
Jiwa, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2003
3. Riskesdas 2013
4. Riskesdas 2018
5. Sadock, BJ, Sadock VA. (2000) Kaplan Sadock Textbook of Psychiatry,
Comprehensive Textbook of Psychiatry, edit, Seventh Ed, Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, A Walters Kluwer Company.
6. WHO DALYs, 2004