Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA

Oleh:
Nathasa Dessela Pandia
200131146

Pembimbing:
Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2022
MAKALAH

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA

Oleh:
Nathasa Dessela Pandia
200131146

Pembimbing:
Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2022
PENILAIAN STATUS GIZI BALITA

“Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan
dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.”

Oleh:
Nathasa Dessela Pandia
200131146

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS/
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Penilaian Status Gizi Balita


Nama : Nathasa Dessela Pandia
NIM : 200131146

Medan, 31 Mei 2022


Pembimbing,

Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A


NIP. 197007021998021001

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Penilaian Status Gizi Balita”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter


pembimbing yaitu Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A yang telah meluangkan
waktunya kepada penulis dan memberikan bimbingan serta masukan dalam
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi
maupun susunan bahasanya, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat berguna dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang ilmu kedokteran di kemudian hari.

Medan, 31 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Makalah ........................................................................................ 2
1.3 Manfaat Makalah ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Definisi Balita ........................................................................................... 3
2.2 Definisi Status Gizi ................................................................................... 3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .................................................... 3
2.4 Penilaian Status Gizi ................................................................................. 5
2.5 Parameter Antropometri ............................................................................ 10
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah gizi. Masalah gizi
yang sering terjadi pada balita adalah kekurangan energI protein (KEP). Pemicu
munculnya masalah gizi ini adalah kurangnya konsumsi gizi dan kejadian infeksi.
Pemenuhan kebutuhan gizi pada balita sangatlah penting karena masa balita
merupakan bagian yang penting pada tumbuh kembang. Kecukupan pemenuhan
gizi pada masa balita akan menentukan kualitas generasi baru suatu negara. Hal
ini dapat dinilai dari status gizi balita (Sa’Diyah, 2020).
Status gizi diartikan sebagai keadaan tubuh akibat dari keseimbangan antara
asupan zat gizi dan pemenuhan kebutuhan gizi oleh untuk metabolisme tubuh.
Keadaan gizi yang baik terjadi akibat keseimbangan antara intake zat gizi dengan
kebutuhan gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat melalui antropometri, biokimia,
klinis, dan biofisika. Penilaian secara tidak langsung dapat melalui survei
konsumsi makanan, faktor ekologis, dan statistik vital (Kemenkes, 2017).
Penilaian status gizi pada balita dapat dilakukan secara langsung melalui
metode antropometri. Metode antropometri ini biasa sering dilakukan di
posyandu. Antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia. Antropometri
berhubungan dengan pengukuran berbagai macam dimensi tubuh dan berbagai
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Hasil pengukuran
antropometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekurang protein dan
energy (Kemenkes, 2020).

1
2

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan penyusunan makalah ini adalah menambah pengetahuan mengenai
Penilaian Status Gizi Balita. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Makalah


Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta P3D dan menjadi suatu tolak ukur bagi penelitian
selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Balita


Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai dengan
perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan
kualitas yang tinggi. Akan tetapi, balita termasuk kelompok yang rawan gizi serta
mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang dibutuhkan.
Konsumsi makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan
kecerdasan anak sehingga konsumsi makanan berpengaruh besar terhadap status
gizi anak untuk mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Ariani, 2017).

2.2 Definisi Status Gizi


Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ-organ, serta
menghasilkan energy (Hardiansyah, 2017).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,
2016). Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, status gizi adalah
keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari
makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu. Hal ini
tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, dan berat badan
(Par’i, 2017).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Menurut UNICEF, akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis
ekonomi, politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai

3
4

masalah pokok dalam masyarakat, seperti pengangguran, inflasi, kurang pangan


dan kemiskinan, kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat, serta kurangnya pendidikan, pengetahuan
dan keterampilan. Masalah-masalah pokok pada masyarakat tersebut
menyebabkan tiga hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu:
1. Tidak tersedianya pangan
Tidak tersedianya pangan rumah tangga menyebabkan kurangnya asupan
gizi karena tidak ada makanan yang dapat dikonsumsi.
2. Pola asuh orang tua pada anak yang kurang baik
Walaupun tersedia cukup makanan, kurangnya asupan gizi dapat terjadi
jika distribusi makanan tidak tepat atau pemanfaatan potensi dalam rumah
tangga tidak tepat, misalnya orang tua lebih mementingkan memakai
perhiasan daripada menyediakan makanan bergizi. Selain itu pola asuh
yang kurang baik juga dapat menyebabkan penyakit infeksi, misalnya
anak dibiarkan bermain di tempat yang kotor.
3. Sanitasi dan air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar tidak memadai
Kurangnya layanan kesehatan dan keadaan lingkungan yang tidak sehat
dapat menimbulkan penyakit infeksi.
Seperti penjelasan diatas, ketiga penyebab tidak langsung tersebut dapat
mengakibatkan kurangnya asupan gizi serta menimbulkan penyakit infeksi
sebagai penyebab langsung kurang gizi. Seseorang yang asupan gizinya kurang
akan mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh sehingga akan lebih mudah
sakit. Di sisi lain, pada orang sakit terjadi kehilangan nafsu makan yang
mengakibatkan kurangnya asupan gizi. Hal ini menunjukkan kurangnya asupan
gizi dan penyakit memiliki hubungan yang saling ketergantungan.
5

Gambar 2.1 Faktor yang mempengaruhi status gizi


Sumber: Kemenkes RI, 2017

2.4 Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu memiliki risiko status gizi kurang maupun lebih. Secara
umum, penilaian status gizi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penilaian
status gizi secara langsung dan tidak langsung.
1. Penilaian status gizi secara langsung
Metode ini dilakukan dengan berhubungan atau kontak langsung dengan
responden, tidak bisa dilakukan dengan representatif. Penilaian status gizi
secara langsung dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri,
biokimia, klinis, dan biofisika (Ana, 2018).
6

a. Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthopros (tubuh) dan metros (ukuran).
Secara umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh manusia.
Dalam bidang gizi, antropometri berhubungan dengan pengukuran
dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan
energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik. Parameter yang diukur antara
lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, dan lemak subkutan (Supariasa, 2016). Parameter indeks
antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah
indikator berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).
i. BB/U
Indeks BB/U menggambarkan berat badan yang relative dibandingkan
dengan umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan
berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely
underweight), tetapi tidak untuk mengklasifikasi anak gemuk atau
sangat gemuk.
ii. TB/U atau PB/U
Indeks TB/U atau PB/U menggambarkan pertumbuhan tinggi atau
panjang anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi
anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely
stunted) yang disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau
anak sering sakit.
iii. BB/TB atau BB/PB
Indeks BB/TB atau BB/PB ini dapat mengidentifikasi anak gizi
kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted), serta anak yang
berisiko gizi lebih (possible risk of overweight).
7

iv. IMT/U
Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi
kurang, gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih, dan obesitas. Namun
indeks ini lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas
(Ariati, 2020).
Dalam mengevaluasi pertumbuhan anak dapat digunakan standar sesuai
dengan PMK Nomor 2 tahun 2020 seperti pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
Berat badan sangat < -3 SD
kurang (severely
Berat Badan underweight)
menurut Umur Berat badan kurang -3 SD sd < -2 SD
(BB/U) anak usia 0-60 (underweight)
bulan Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko berat badan lebih > +1 SD
Tinggi Badan Sangat pendek (severely < -3 SD
atau Panjang Badan stunted)
menurut Umur Pendek (stunted) -3 SD sd < -2 SD
(TB/U atau PB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0-60 bulan Tinggi > +3 SD
Gizi buruk (severely < -3 SD
wasted)
Berat Badan Gizi kurang (wasted) -3 SD sd < -2 SD
menurut Tinggi Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan atau Panjang Berisiko gizi lebih > +1 SD sd +2 SD
Badan (BB/TB atau (possible risk of
BB/PB) anak usia overweight)
0-60 bulan Gizi lebih (overweight) > +2 SD sd +3 SD
8

Obesitas (obese) > +3 SD


Gizi buruk (severely < -3 SD
wasted)
Indeks Massa Gizi kurang (wasted) -3 SD sd < -2 SD
Tubuh menurut Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Umur (IMT/U) Berisiko gizi lebih > +1 SD sd +2 SD
anak usia (possible risk of
0-60 bulan overweight)
Gizi lebih (overweight) > +2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > +3 SD
Sumber: Kemenkes RI, 2020
b. Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan
untuk mendeteksi defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penilaian biokimia dapat
lebih membantu untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
c. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan kekurangan atau kelebihan asupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut,
dan mukosa mulut, atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
d. Biofisika
Penentuan status gizi secara biofisika adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan
struktur dan jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu, seperti
9

kejadian buta senja. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Ana,
2018).
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga, yaitu survei
konsumsi makanan, faktor ekologi, dan statistik vital (Supariasa, 2016).
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah salah satu metode penilaian status gizi
secara tidak langsung dengan melihat dan menghitung jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi. Data yang didapat berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat mengetahui frekuensi
makan dan cara memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi.
Tujuan dilakukannya survei konsumsi makanan adalah untuk mengetahui
kebiasaan makan, dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan
zat gizi, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Ana, 2018).
b. Faktor ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor
biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan
faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian masalah
gizi yang nantinya akan sangat berguna untuk intervensi gizi.
c. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital merupakan metode penilaian
status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang
berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berhubungan
dengan kekurangan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian
dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi (Supariasa, 2016).
10

2.5 Parameter Antropometri


Standar antropometri anak didasarkan pada parameter usia, berat badan, dan
tinggi badan atau panjang badan. Hasil ukuran antropometri tersebut kemudian
dirujukan pada standar antropometri anak. Klasifikasi penilaian status gizi
berdasarkan indeks antropometri anak balita sesuai dengan kategori status gizi
pada WHO Child Growth Standards.
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Umur yang
digunakan pada standar ini merupakan umur yang dihitung dalam bulan
penuh, sebagai contoh bila umur anak 2 bulan 29 hari maka dihitung
sebagai umur 2 bulan (Kemenkes, 2020).
2. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting pada masa bayi
dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan
semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai
indikator terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anak, sensitif terhadap perubahan, pengukuran objektif, dan
dapat diulang (Kemenkes, 2017).
Prosedur penimbangan berat badan pada anak yang telah dapat berdiri
tanpa bantuan:
i. Sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah buang air atau keadaan
perut kosong
ii. Letakkan timbangan di tempat yang datar
iii. Sebelum dilakukan penimbangan sebaiknya timbangan dikalibrasi
terlebih dahulu
iv. Minta anak untuk melepas alas kaki, aksesoris, dan menggunakan
pakaian seminimal mungkin
11

v. Minta anak naik ke timbangan dengan posisi menghadap ke depan,


pandangan lurus, tangan di samping kanan dan kiri, posisi rileks, dan
jangan banyak bergerak
vi. Catat hasil pengukuran (Aritonang, 2013).
3. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang lalu
dan sekarang jika umur tidak dapat diketahui dengan tepat. Tinggi badan
merupakan gambaran pertumbuhan. Istilah panjang badan digunakan
untuk anak berumur 0-24 bulan dan diukur dengan infantometer dengan
posisi berbaring. Jika panjang badan anak berumur 0-24 bulan diukur
dengan posisi berdiri maka harus dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.
Istilah tinggi badan digunakan untuk anak berumur > 24 bulan dan diukur
dengan microtoise dengan posisi berdiri. Jika tinggi badan anak berumur
> 24 bulan diukur dengan posisi berbaring maka harus dikoreksi dengan
mengurangkan 0,7 cm (Kemenkes, 2020).
Prosedur pengukuran tinggi badan:
a. Tempelkan microtoise pada dinding yang rata dan tegak lurus pada
lantai
b. Microtoise digeser ke atas hingga melebihi tinggi anak yang akan
diukur. Angka 0 (nol) pada lantai yang rata.
c. Minta anak untuk melepas sepatu atau sandal
d. Minta anak berdiri tegak lurus rapat ke dinding, kaki lurus, tumit,
pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel pada
dinding dan pandangan lurus ke depan
e. Baca angka pada microtoise dengan pandangan mata sejajar dengan
angka yang ditunjuk pada garis microtoise (Aritonang, 2013).
12

BAB III

KESIMPULAN

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai dengan
perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan
kualitas yang tinggi. Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi
yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Menurut UNICEF akar masalah faktor
penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik, dan sosia. Hal tersebut
menyebabkan faktor tidak langsung kurang gizi, yaitu tidak tersedianya pangan,
pola asuh orang tua pada anak yang kurang baik, dan pelayanan kesehatan yang
tidak memadai. Ketiga faktor tidak langsung tersebut menyebabkan faktor
langsung kurang gizi, yaitu kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi. Ada
berbagai cara dalam menilai status gizi, yaitu melalui penilaian status gizi secara
langsung yang dibagi dalam empat penilaian, yaitu antropometri, biokimia, klinis,
dan biofisika. Selain itu melalui penilaian status gizi secara tidak langsung yang
dibagi tiga, yaitu survei konsumsi pangan, faktor ekologi, dan statistik vital.
13

DAFTAR PUSTAKA

Sa’ Diyah, H., Sari, D. L., Nikmah, A. N. 2020. Hubungan Antara Pola Asuh
dengan Status Gizi pada Balita. Kediri: Jurnal Mahasiwa Kesehatan Vol. 1
No.2 Maret 2020, Halaman 151 - 158 e-ISSN: 2686-5300 p-ISSN: 2714-
5409.
Kemenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2020: Standar Antropometri Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.
Diperolehdari:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_2020_tt
g_Standar_Antropometri_Anak.pdf.
Kemenkes RI. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kemenkes RI. Diperoleh dari:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf.
Ariani, A. P. 2017. Ilmu Gizi Dilengkapi dengan Standar Penilaian Status Gizi
dan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hardiansyah & Supariasa. 2017. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.
Supariasa, I. D., Bakri, B., Fajar, I. 2016. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Par’i, H. M. 2017. Penilaian Status Gizi: Dilengkapi Proses Asuhan Gizi
Terstandar. Jakarta: EGC.
Ana, V., Eko, H. 2018. Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: CV Budi Utama.
Ariati, N., Nengah, N. K., Wiardani, A. A. N., Kusumajaya, I. D. N., Supariasa, L.
S. 2020. Buku saku antropometri gizi anak PAUD. Jakarta: Intelegensia
Media.
Aritonang, I. 2013. Memantau dan Menilai Status Gizi Anak. Yogyakarta: Leutika
Books.

Anda mungkin juga menyukai