Anda di halaman 1dari 18

Makalah

“Tabu Pada Anak dan Balita”


Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi Kelas A

Dosen Pengampu :
Dr. Farida Wahyu Ningtyias, S.KM., M.Kes.
Nur Fitri Widya Astuti, S.Gz., M.P.H.

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Naurah Dwi Anjani 222110101001
Aprilia Hardani 222110101002
Siti Khofifatur Rosidah 222110101010
Zeany Farra Firdausy 222110101013
Anita Dyah Suryaning Tyas 222110101018
Ela Dyah Indrasti Priwardani 222110101019
Valisha Sylvania 222110101025
Fawwaz Hilmi Fathoni 222110101026
Nur Intan Fadila 222110101039
⁠Peggy Vania Rahmawati 222110101042
Abidah Irmayanti 222110101044
Muhammad Rafly Jatnika 222110101046

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya yang telah memungkinkan kami
menyelesaikan makalah ini dengan judul "Tabu pada Anak dan Balita" tepat waktu.
Kami mengumpulkan informasi dari berbagai sumber panduan untuk membuat
makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pengampu mata
kuliah Ekologi Pangan dan Gizi kelas A Ibu Dr. Farida Wahyu Ningtyias, S.KM.,
M.Kes. dan Ibu Nur Fitri Widya Astuti, S.Gz., M.P.H. serta rekan sekelompok yang
telah dengan rendah hati menyelesaikan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah
membantu kami menyusun makalah ini. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran
karena kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dari segi isi,
bahasa, dan penulisannya. Kami berharap makalah ini akan bermanfaat bagi semua
yang membutuhkannya.

Jember, 19 Maret 2024

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .....................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Definisi Status Gizi dan Food Taboo ....................................................... 3
2.2 Konsep Food Taboo Pada Anak dan Balita ............................................. 3
2.3 Kaitan Sosial-Budaya Dengan Anak dan Balita ....................................... 4
BAB 3 PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
3.1 Food Taboo pada Anak dan Balita ........................................................... 6
3.2 Hubungan Food Taboo pada Anak dan Balita dengan Kaitan Gizi ......... 8
BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 13
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
4.2 Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kecukupan gizi ibu hamil yang direkomendasikan secara
nasional di Indonesia memberikan indikasi kebutuhan gizi berdasarkan jenis
kelamin dan usia. Peningkatan kebutuhan nutrisi selama kehamilan juga
mencakup kebutuhan energi. Peningkatan utama kebutuhan energi terjadi
pada trimester kedua dan ketiga. Pengeluaran energi tambahan selama
trimester kedua diperlukan untuk pertumbuhan jaringan ibu. Peningkatan
volume darah, pertumbuhan rahim dan payudara, serta penumpukan lemak.
Sebaliknya pengeluaran energi tambahan pada akhir kehamilan digunakan
untuk pertumbuhan janin dan plasenta(Permenkes)

Pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan anak


sangatlah penting mengingat permasalahan kematian dan kesakitan ibu dan
anak masih menjadi masalah serius di Indonesia. Pembangunan merupakan
prioritas utama di Indonesia. Ibu hamil merupakan kelompok yang rentan
mengalami masalah gizi. Hal ini terkait dengan proses pertumbuhan janin dan
pertumbuhan berbagai organ tubuh yang menunjang proses
kehamilan.(Bachtiar, 2022)

Tabu makanan adalah pembatasan asupan makanan tertentu karena


kesalahpahaman, sehingga dapat menimbulkan ancaman dan sanksi terhadap
orang yang tetap mengkonsumsinya(Almatsier 2019). Tabu makanan atau food
taboo dapat berdampak negatif terhadap kesehatan perempuan dan keluarga
mereka dalam banyak hal. Asupan nutrisi penting mungkin terbatas, sehingga
menyebabkan malnutrisi, peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan,
dan pertumbuhan janin yang buruk.(Bakhtiar 2022)

Ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang bervariasi,


sehingga budaya tabu makan ibu hamil tidak dianjurkan. Saat hamil, ibu
membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam kandungan. Asupan nutrisi ini berasal dari asupan makanan ibu
hamil. Ada kekhawatiran jika budaya pantangan makanan ini diterapkan, ibu
hamil tidak akan bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya. Ibu hamil yang
mengikuti budaya tabu makanan mungkin mengalami defisiensi makro dan
mikronutrien.(Catur, 2022). Sedangkan pada masa kanak-kanak Penyebab
malnutrisi pada anak sangat kompleks dan dinamika keluarga memegang
peranan penting. Diare, penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) ,
merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia, terutama pada anak
kecil. Penyakit menular dapat terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang
gagal mengenali keberadaan mikroorganisme yang menyerang tubuh (Siti,
2022).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dirumuskan, adapun rumusan
masalah yang kami dapatkan dan akan kami bahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana praktek food taboo di Indonesia?
b. Bagaimana hubungan food taboo pada anak dan balita gizi dengan kaitan
gizi?
c. Apa kaitan sosial-budaya dengan gizi anak dan balita?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kaitan food taboo di
Indonesia dengan gizi anak dan balita.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui bagaimana bagaimana praktek food taboo di Indonesia?
b. Untuk mengetahui bagaimana hubungan food taboo pada anak dan balita
gizi dengan kaitan gizi?
c. Untuk mengetahui apa kaitan sosial-budaya dengan gizi anak dan balita?

1.4 Manfaat
Untuk memahami bagaimana hubungan praktek food taboo di
Indonesia dengan masalah gizi khususnya pada anak-anak dan balita.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Status Gizi dan Food Taboo
Status gizi merupakan suatu kondisi yang menentukan kebutuhan
fisik terhadap energi dan zat gizi dari makanan yang mempunyai efek fisik
terukur dan merupakan faktor penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Pengetahuan akan gizi sangatlah penting, jika pengetahuan gizi
rendah akan menjadi penyebab timbulnya masalah pada gizi yakni asupan zat
gizi yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi,
sebaliknya jika asupan zat gizinya berlebihan akan mengalami kelebihan gizi
dan perubahan pola makan serta kebiasaan makan bergizi pada masa remaja
(Arieska, 2020).
Umumnya status gizi ini bisa mempengaruhi macam-macam sosio
budaya salah satunya yakni Food Taboo (pantangan terhadap makanan). Food
Taboo merupakan suatu persepsi terhadap dampak yang buruk dalam
mengkonsumsi beberapa makanan yang dilarang untuk dikonsumsi pada saat
tertentu dengan suatu alasan tertentu, yakni tidak mengkonsumsi untuk
kepentingan agama, budaya, atau alasan higienis. Apabila dilanggar,
dipercaya akan mendapat ancaman buruk (Fadilla., et al 2022). Food Taboo
juga biasanya mengacu pada makanan yang berbahaya bagi yang
memakannya, dan bila dikonsumsi, dapat meningkatkan risiko kekurangan
protein, lemak, vitamin A, kalsium, dan zat besi. Jika food taboo dilakukan
namun makanan yang pantang dimakan tersebut baik untuk kesehatan, ada
risiko gizi buruk yakni malnutrisi (Ramulondi, 2021).

2.2 Konsep Food Taboo Pada Anak dan Balita


Tabu makanan merupakan sebuah larangan dalam mengkonsumsi jenis
makanan tertentu yang disebabkan karena adanya berbagai hukuman / ancaman
bagi individu yang mengkonsumsinya. Didalam ancaman ini memiliki kekuatan
mistik dan supranatural yang nantinya akan menghukum seorang individu
apabila mereka tabu/melanggar aturannya. Umumnya kebiasaan pangan dapat
dicirikan pada cara seseorang dalam menilai serta cara seseorang dalam
menentukan makanan yang boleh dikonsumsi/tidak boleh dikonsumsi. Upaya
penilaian tersebut umumnya berasal dari 3 sumber yang dinilai benar dan
dipercayai oleh seorang individu, diantaranya:
1. Adat yang berasal dari nenek moyang
2. Agama dan kepercayaan kepada tuhan
3. Pengetahuan yang didapatkan dari adanya proses pendidikan formal

Tidak hanya itu, upaya seorang individu dalam menilai tersebut tentunya juga
diinformasikan pada keluarga serta pada pendidikan informal melewati media
massa. Di indonesia tabu makanan ini masih menjadi suatu permasalahan yang
harus diatasi, mengapa demikian? Karena mayoritas seorang individu ini
menabukan makanan yang seharusnya dikonsumsi. Efek dari adanya tabu
makanan tersebut diantara ibu hamil, ibu menyusui, bayi serta anak-anak takut
untuk mengkonsumsi jenis-jenis makanan yang ditabukan, hal tersebut tentunya
4

akan memberikan pengaruh terhadap kurangnya asupan makanan dan akhirnya


status gizi mereka akan menurun perlahan.
Food taboo disini melahirkan 2 konsep yaitu dapat (edible) dan tidak
(inedible) suatu jenis makanan untuk dikonsumsi sekelompok masyarakat
umum, salah satu contoh kelompok masyarakat yang berupaya mempraktikan
culture Food Taboo yaitu Bayi dan anak-anak/balita. Dalam kaitan dengan bayi
disini terdapat 2 makanan yang ditabukan yaitu, ikan gabus dan ikan toman,
mengapa demikian? Karena menurut keyakinan seorang individu 2 jenis ikan
itu dinilai bisa membuat seorang bayi sakit, namun untuk bayi hal tersebut
tampaknya tidak menjadi sebuah masalah karena hanya terdapat 2 jenis
makanan saja yang ditabukan. Disamping itu jenis makanan yang ditabukan
bagi balita perempuan yaitu telur saja, namun bagi balita laki-laki telur tersebut
tidak ditabukan. Meskipun hanya satu jenis makanan yang ditabukan akan
tetapi telur merupakan sebuah sumber protein yang harganya sangat terjangkau
serta mudah untuk dicari. Oleh sebab itu kita perlu melakukan upaya
penyadaran pada masyarakat setempat terhadap tabu makanan tersebut.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh siti fatimah balita suku
anak dalam nomaden mayoritas tabu terhadap makanan hewani seperti
ternak/unggas kecuali ikan, hal di samping bisa terjadi sebab masih terdapat
SAD yang mengikuti faham animisme yang turun temurun dari leluhurnya, dan
mereka mengatakan bahwa jika SAD tersebut mengkonsumsi makanan yang
telah ditabukan maka mereka akan mengalami kutukan. Di Nigeria mayoritas
orang tua tidak memperbolehkan anak-anak mereka untuk mengkonsumsi telur
dengan alasan bahwa mereka takut jika nantinya anak-anaknya akan tumbuh
menjadi seorang perampok, hal ini sejalan dengan penelitian Gambia yaitu
dikemukakan bahwa kualitas gizi dan frekuensi jumlah yang dikonsumsi oleh
sejumlah penduduk masyarakat yang rentan akan defisiensi zat gizi tentunya
dipengaruhi oleh adanya tabu (pembatasan makanan) yang diberlakukan pada
sejumlah masyarakat.
Jenis makanan yang ditabukan pada tiap daerah bisa saja berbeda-beda,
sebab dari berbagai daerah juga tentunya memiliki budaya masing-masing, akan
tetapi tabu (pembatasan makanan) ini tidak direkomendasikan untuk orang yang
rentan mengalami gizi buruk seperti: ibu hamil, ibu menyusui serta bayi/balita.
Dampak buruk yang bisa timbul diantaranya: kemungkinan bayi baru lahir
<2500 gram, terhambatnya pertumbuhan serta perkembangan balita, tingginya
angka kesakitan dan kematian terhadap balita, dan bahaya kematian sebab
terjadinya perdarahan postpartum.

2.3 Kaitan Sosial-Budaya Dengan Anak dan Balita


Status gizi pada anak dan bayi bisa terpengaruh oleh faktor faktor,
faktor sosial budaya adalah salah satunya. Faktor sosial budaya akan
mempengaruhi perilaku dan sikap masyarakat terhadap konsumsi makanan
termasuk pada pantangan pada beberapa makanan, perilaku kunjungan pada
pelayanan kesehatan, dan personal hygiene yang dapat mempengaruhi status
gizi anak (Ernawati & Purnamasari, 2022). Hal ini karena anak dan balita akan
5

mengikuti pola perilaku orang tuanya dan secara tidak langsung berpengaruh
terhadap status gizi mereka. Menurut Faradila dkk., pada tahun 2022 terdapat
beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak
dan balita antara lain :
1. Food Value
Food Value merupakan suatu persepsi terhadap suatu makanan tertentu
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada makanan lain. Contoh dari Food
Value adalah nasi memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dari pada
kentang.

2. Food Belief
Food Belief merupakan suatu persepsi terhadap makanan tertentu memiliki
suatu dampak yang baik saat dikonsumsi oleh seseorang. Contoh dari Food
Belief adalah Ibu hamil yang meminum air kelapa dipercaya suatu saat nanti
bayinya akan terlahir dengan kulit yang bersih.

3. Food Hot-Cold
Food Hot-Cold merupakan suatu persepsi terhadap keseimbangan dalam
mengonsumsi makanan dan digolongkan menjadi dua yaitu makanan panas
(lauk hewani) dan makanan dingin (sayuran).

4. Food Taboo
Food Taboo merupakan suatu persepsi terhadap dampak yang buruk dalam
mengkonsumsi beberapa makanan. Contoh dari Food Taboo adalah Ibu hamil
tidak boleh mengonsumsi nanas karena akan menyebabkan keguguran.

Dalam empat faktor sosial budaya yang mempengaruhi status gizi anak
dan balita tersebut, yang paling erat kaitannya dan berdampak buruk pada
kesehatan masyarakat adalah food taboo atau tabu makanan. Tabu makanan
erat kaitannya dengan agama, budaya atau higienis untuk menghindari
beberapa makanan seperti orang tua di negara Nigeria melarang anak-anak
mereka untuk mengkonsumsi telurr karena dikhawatirkan saat dewasa mereka
akan menjadi perampok. Namun, faktanya telur memiliki kandungan protein
yang tinggi yang dapat mempengaruhi perkembangan otak anak (Azam, et.al.,
2022). Makanan sangat berpengaruh terhadap peningkatan tumbuh kembang
dan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat. Sehingga dengan
mengadopsi food taboo dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan anak
akan meningkatkan resiko kekurangan zat gizi seperti kalsium, lemak,
karbohidrat, vitamin, protein, zat besi dan berlanjut menyebabkan malnutrisi
(Kariani, et.al., 2020). Kekurangan gizi juga akan menyebabkan rendahnya
perkembangan kognitif dan kecerdasan pada anak, dan bermanifestasi penyakit
kronis pada masa depan seperti penyakit jantung koroner, diabetes, hipertensi,
dan stroke (Anwar, et.al., 2020).
6
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Food Taboo pada Anak dan Balita
Berikut adalah beberapa contoh fenomena food taboo dan praktik
pantangan terhadap jenis makanan tertentu khususnya bagi anak-anak dan
balita yang ada di Indonesia :

a. Praktek food taboo pada tradisi Tómkót Suku Muyu, Papua


Suku Muyu merupakan suku yang berada di kecamatan
mindiptana, kabupaten boven digoel, Papua. Dalam aspek food taboo suku
muyu memiliki kepercayaan spiritual bahwa Masyarakat Suku Muyu tidak
diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu dengan alasan
spiritual. Pantangan makanan ini ditujukan bagi anak-anak, wanita dan laki-
laki di Suku Muyu. Makanan dapat dikategorikan sebagai suatu pantangan
berdasarkan bentuk fisiknya serta dampak buruk dari makanan tersebut apabila
dikonsumsi. Pada Masyarakat Suku Muyu sering menggunakan alasan bahwa
makanan yang menjadi pantangan adalah makanan yang dianggap panas
(Laksono, 2021). Salah satu praktik food taboo pada laki-laki yang ada di
masyarakat Suku Muyu dilatarbelakangi karena adanya inisiasi tómkót.
Tómkót merupakan bentuk cerminan profil sempurna sebagai pemimpin
(profil big man). Seseorang yang melakukan inisiasi tómkót akan memiliki
wibawa, dihormati karena kepribadiannya serta terdapat aura yang muncul
dalam diri mereka. Saat proses inisiasi tómkót anak laki-laki maupun laki-laki
dewasa harus mempersiapkan diri dan melalui seluruh rangkaian tradisi inisiasi
tómkót. Salah satu bentuk proses yang harus dilakukan dalam tradisi tómkot
adalah para calon tómkót harus menjalani beberapa jenis pantangan makanan.
Jenis makanan yang dilarang dikenal dengan istilah amóp. Makanan yang
termasuk dalam amóp, diantaranya : ketapang, sukun, nibung, ular, ikan
sembilang, udang, dan kuskus. Tidak hanya itu saat proses inisiasi tómkót
anak laki laki dan laki-laki dewasa tidak diperbolehkan untuk makan makanan
yang dimasak oleh Perempuan. Apabila calon tómkót melakukan pelanggaran
terhadap beberapa jenis pantangan yang telah ditentukan, akan
menyebabkan mudah terserang penyakit dan munculnya penyakit bagi anak
laki-laki yaitu berupa demam serta adanya luka pada alat kelamin
(Rumlus,2020). Pada umumnya anak-anak yang merupakan calon tómkót
dianjurkan menghindari makanan seperti kacang, kelapa, dan merica saat
proses inisiasi tómkót.
Selain tradisi tómkót, beberapa jenis makanan seperti tikus hutan atau
tuban menjadi salah satu pantangan makanan yang tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi oleh anak-anak Suku Muyu. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan
bahwa suku muyu berkeyakinan daging tikus hutan yang dapat tumbuh besar
hingga menyerupai kucing dewasa dapat menyebabkan seseorang yang
mengkonsumsinya menderita demam atau panas. Apabila daging tuban atau
tikus hutan dikonsumsi oleh anak-anak akan menghambat proses proses
pertumbuhan hingga menyebabkan pertumbuhan terhenti. Pantangan ini
berlaku bagi Perempuan dan anak-anak dibawah usia lima tahun. Sedangkan
7

anak-anak yang berusia diatas lima tahun diperbolehkan untuk mengkonsumsi


daging tuban atau tikus hutan (Tobing,2019).

b. Praktek food taboo pada anak dan balita di Suku Toraja, Sulawesi
Suku Toraja diambil dari kata Bahasa bugis yaitu to riaja, hal ini dapat
diartikan sebagai “orang yang berada di atas negeri pemerintah kolonial
Belanda” kata Toraja disematkan menjadi nama kota pada tahun 1909. Suku
toraja merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki banyak rangkaian
proses adat dan ritual serta tradisi yang erat kaitannya dengan budaya dan
praktik spiritual. Contoh ritual yang dilakukan yaitu pemakaman, ritual
Pembangunan rumah adat (tongkonan) serta ritual pemanggilan arwah dan
ritual pasca melahirkan. Selain ritual terdapat tradisi yang menjadi pantangan
bagi anak-anak suku toraja, pantangan tersebut berupa pantangan untuk
memakan jenis bahan makanan tertentu. Tradisi food taboo pada anak-anak
dan balita suku toraja memiliki tujuan untuk menjaga kesehatan dan
keselamatan anak. Contoh pantangan dan penerapan praktik food taboo pada
anak anak dan balita di suku toraja (Afiyah,2022) yaitu :

1. Anak-anak tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi daging sapi dan


daging kerbau karana dapat menyebabkan demam dan mengundang
berbagai penyakit dan membuat mereka sulit diatur, hal ini dikaitkan
dengan sifat dan karakteristik hewan sapi dan kerbau yang sulit untuk
diatur.
2. Balita dianjurkan tidak untuk mengkonsumsi ikan, dengan alasan bahwa
ikan mengandung duri yang dapat menyebabkan tersedak serta duri tajam
pada ikan dapat menusuk tenggorokan.
3. Anak-anak tidak diperbolehkan mengkonsumsi buah-buahan yang
berwarna merah seperti semangka, tomat dan apel karena dianggap panas,
mengundang banyak penyakit serta membuat anak menjadi cengeng.
4. Selain itu, anak-anak di suku toraja serta ibu hamil dilarang keras untuk
mengkonsumsi daging ikan hiu, hal ini merupakan suatu kondisi dan
fenomena menarik sehingga dilakukan penelitian pada tahun 2018.
Tradisi food taboo pada ikan hiu ini dilandasi alasan yang memiliki kaitan
dengan cerita legenda yang terjadi di sulawesi. Pada zaman dahulu
dipercaya Ketika nenek moyang suku toraja sedang melaut untuk mencari
ikan terdapat badai dan topan besar di tengah laut, namun mereka selamat
dari badai karena diselamatkan oleh seekor ikan hiu, sehingga telah
dilakukan perjanjian bahwa anak cucu suku toraja tidak diperbolehkan
untuk mengkonsumsi ikan hiu. Pelanggaran terhadap pantangan ini
diyakini akan menyebabkan mereka yang mengkonsumsi ikan hiu akan
menderita penyakit kulit yang tidak bisa disembuhkan (Putu,2019).

Bentuk tradisi food taboo yang dilakukan oleh suku Toraja


merupakan salah satu tradisi yang yang telah menjadi bagian dari budaya
serta kepercayaan masyarakat. meski tradisi ini dilakukan tanpa adanya
8

alasan ilmiah, namun beberapa jenis food taboo dapat diterapkan karena
memiliki tujuan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan anak-anak dan
balita (Meyer,2021).

c. Praktek Food Taboo di Barito Kuala Kalimantan Selatan


Di Indonesia, masih banyak sekali makanan-makanan yang dianggap
tabu namun patut dikonsumsi sehingga membuat food taboo menjadi
perhatian. Pantangan makanan ini menyebabkan bayi dan anak menjadi takut
untuk mengonsumsi makanan tertentu, sehingga menurunkan asupan
makanannya dan pada akhirnya berdampak menurunkan status gizinya. Dua
makanan yang dilarang untuk bayi hanyalah ikan tauman dan ikan gabus,
dengan alasan anak-anak bisa sakit karena ikan tersebut. Tampaknya tidak ada
masalah bagi bayi karena hanya ada dua makanan yang ditabukan. Bagi balita
perempuan, telur adalah satu-satunya makanan yang ditabukan, sedangkan
untuk balita laki-laki telur tidak ditabukan. Meski hanya satu jenis, telur
merupakan sumber protein yang murah dan mudah didapat. Oleh karena itu,
untuk mengakhiri tabu ini, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat.

d. Praktek Food Taboo pada Balita Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi
Status gizi anak sangat menentukan proses pertumbuhan dan
perkembangannya, namun hal ini dapat dihambat oleh adanya kekuatan budaya
negatif seperti tabu pada makanan tertentu. Balita Suku Anak Dalam (SAD)
nomaden seluruhnya tabu terhadap makanan hewani (unggas, sapi) kecuali
ikan. Hal ini dimungkinkan karena SAD tetap mengikuti ajaran atau paham
animisme dari nenek moyangnya yang menyatakan bahwa mengkonsumsi
makanan yang ditabukan akan mendatangkan kutukan. Pada intinya,
masyarakat mempunyai kecenderungan untuk bersikap etnosentris,
melekatkan diri mereka pada praktik-praktik budaya dan meyakini bahwa
praktik-praktik tersebut lebih unggul dibandingkan praktik-praktik budaya
lain. Cara pandang masyarakat terhadap makanan, kesehatan, penyembuhan,
dan penyakit dipengaruhi oleh pola asuh budaya mereka yang terkait dengan
persepsi mereka terhadap alam dan lingkungan sekitar. Dari situ timbul
perbedaan pada berbagai bentuk masyarakat yang berdasar pada asumsi bahwa
nilai-nilai yang mereka anut merupakan yang benar dan yang terbaik. Teori
etnosentrisme dan relativisme budaya memberikan penjelasan atas adanya
perbedaan kebiasaan makanan antar budaya.

3.2 Hubungan Food Taboo Pada Anak dan Balita Dengan Kaitan Gizi
Berdasarkan faktor ekonomi, sosial dan budaya ada beberapa penjelasan
mengenai Food Taboo yang ada di beberapa wilayah:

a. Food taboo pada tradisi Tómkót Suku Muyu, Papua


Pantangan makanan adalah bagian dari keyakinan budaya dan adat
istiadat. Masyarakat saat ini mewariskan pantangan makanan secara turun
9

temurun. Fenomena ini terjadi bersamaan dengan pewarisan unsur budaya


lainnya. Makanan memegang peranan yang sangat penting bagi masyarakat
Muyu. Makanan masyarakat Muyu tidak bisa dibiarkan hanya saja untuk
memenuhi kebutuhan energi, nutrisi, serta kelangsungan hidup. Bagi warga
Muyu, makanan merupakan nilai inti serta sebuah wujud dari keyakinan
keagamaan yang dipercayai oleh masyarakat. Masyarakat yang tinggal di
pedalaman Papua bagian selatan kerap memanfaatkan hutan sebagai sumber
pangan. (Laksono, 2021).
Masyarakat Muyu mempunyai pantangan terhadap jenis makanan
tertentu. Pantangan pangan ini berlaku bagi pria , wanita dewasa serta anak-
anak. Tidak hanya itu masyarakat menganggap makanan tidak dilihat dari baik
buruknya kualitas, melainkan juga makanan juga bisa dianggap tabu karena
tampilannya. Pantangan makanan pada pria paling erat kaitannya dengan
upacara pernikahan, seperti tomkot. Tomkot adalah profil pria jangkung dari
suku Muyu. Tomkot adalah pemimpin yang sempurna bagi masyarakat Muyu.
Dia berwibawa dan dihormati karena kepribadiannya. Serta juga memiliki aura
baik dalam dirinya. Berbeda pula dengan Kawab yang juga merupakan salah
satu profil laki-laki dalam suku Muyu. Namun, Kawab mencapai
kepemimpinan melalui kekayaan dan kekuasaan dan bahkan mampu
menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Makanan yang menjadi pantangan pada suku tomkot antara lain Ikan
sembilang, udang ijo, couscous dan ular merupakan hal yang tabu di suku
muyu. Jika seorang pria berani memakan pantangan ini, aura
kepemimpinannya bisa memudar atau bahkan hilang. Kemampuan untuk
menahan diri adalah salah satu keutamaan dari orang-orang Muyu yang hebat.
Jika seorang lelaki Muyu melanggar aturan makan ini, kekuatan gaibnya
(warku) bisa berkurang bahkan sampai hilang.
Pembatasan makanan secara khusus berlaku bagi seluruh anggota
masyarakat Muyu. Tabu makanan bagi laki-laki paling erat kaitannya dengan
praktik ritual, karena hal itu dimulai pada masa tomkot (pria besar).Saat ini,
Muyu berarti pembatasan diet bagi wanita, sering kali karena kehamilan atau
menyusui. Makanan pantangan muyu untuk ibu hamil seringkali dikaitkan
dengan janin dalam kandungan. Pembatasan pola makan pada anak-anak,
khususnya laki-laki, hampir sama dengan pantangan makan pada pria Muyu
dewasa. Tabu ini berlaku bagi anak laki-laki yang bersiap menjadi tomkot,
terutama pada proses inisiasi. Pantangan bagi anak laki-laki yang ditahbiskan
tidak hanya didasarkan pada makanan tabu, tetapi juga pada makanan yang
disiapkan oleh wanita.

b. Food taboo pada anak dan balita di Suku Toraja, Sulawesi


Kebiasaan makan merupakan pola dan tingkah laku seputar konsumsi
makanan seperti cara makan, seberapa sering makan, gaya makan, kepercayaan
pada jenis makanan tertentu (termasuk larangan makanan), cara makanan
didistribusikan pada keluarga, pilihan terhadap makanan, serta cara memutuskan
bahan makanan yang akan dikonsumsi. Pola makan mengacu pada perilaku
10

individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan lapar mereka, yang


meliputi sikap, keyakinan, dan alternatif makanan (Maita et al., 2019).
Kebiasaan makan bisa berbeda antara kelompok orang bergantung pada
pengaruh budaya dan lingkungan. Faktor budaya seperti larangan makanan
tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak balita
secara negatif.
Makanan tabu yang terjadi akibat budaya pada suku Toraja yaitu pantangan
makan pada menu makanan tertentu seperti pantangan makan daging sapi dan
kerbau, konsumsi ikan, dan buah-buahan dengan warna merah seperti
semangka, tomat dan apel. Meskipun jika dilihat dari aspek tertentu pantangan-
pantangan tersebut memiliki makna dan manfaat tersendiri yang diyakini oleh
suku Toraja, namun makanan tabu atau pantangan makan tersebut berakibat
pada kurangnya keragaman makanan yang dikonsumsi oleh anak dan balita.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada beberapa negara berkembang seperti
Peru, Nepal, Nigeria, Pakistan dan Kenya menunjukkan bahwa anak dengan usia
6 hingga 23 bulan yang tidak mendapatkan asupan makanan dengan variasi atau
keragaman yang baik berpotensi 1,345 kali lebih tinggi mengalami stunting
dibandingkan dengan anak yang mendapatkan asupan makanan dengan
keragaman minimal 5 kelompok bahan makanan (Krasevec et al., 2016).
Pantangan makan yang menjadi budaya ini kemudian menyebabkan
keterbatasan zat gizi tertentu pada anak, seperti pantangan makan daging sapi
dan ikan yang menyebabkan kekurangan protein hewani, pantangan memakan
buah-buahan dengan warna tertentu yang sebenarnya pada buah-buah yang
dilarang tersebut memiliki kandungan gizi nya masing-masing yang baik untuk
tumbuh kembang anak dan balita.

c. Food Taboo di Barito Kuala Kalimantan Selatan


Salah satu faktor tidak langsung yang dapat berpengaruh pada status gizi
anak adalah budaya dalam keluarga. Budaya dalam keluarga menentukan pola
perilaku ibu dalam proses kehamilan, melahirkan dan pola asuh anak. Aspek
budaya yang mempengaruhi adalah seperti pola makan tidak sehat, yang dapat
menyebabkan masalah gizi dan pertumbuhan yang tidak optimal pada anak. Hal
ini dapat mengganggu perkembangan anak usia dini (Atmadyanti et al., 2022).
Masalah gizi pada anak dan ibu hamil seperti potensi stunting dalam keluarga
dapat terjadi karena pengaruh budaya (Nurul et al., 2021).
Budaya pantangan makan atau food taboo yang terjadi di Barito Kuala
Kalimantan Selatan seperti pantangan makan ikan jenis tauman dan ikan gabus,
serta larangan konsumsi telur bagi balita perempuan. Pembatasan atau
pantangan tersebut berdampak pada terbatasnya anak dan balita dalam
memperoleh protein hewani, apalagi salah satu sumber protein yang mudah
diakses oleh berbagai kalangan yaitu telur. Protein memiliki peranan penting
dalam menentukan kesehatan gizi anak karena berfungsi dalam pertumbuhan,
membangun struktur tubuh, dan membentuk antibodi (Almatsier, 2016). Sumber
protein yang berasal dari hewan lebih baik jika dibandingkan dengan sumber
protein nabati, protein hewani mengandung mikronutrien dan asam amino
esensial yang lebih lengkap dibandingkan dengan sumber protein nabati. Hal ini
11

penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kognitif (Headey et al., 2018).


Mengonsumsi berbagai macam makanan, termasuk protein hewani, berkaitan
dengan peningkatan pertumbuhan pada anak balita (Anzar, 2019). Kurang
bervariasinya konsumsi sumber protein dapat berakibat pada kekurangan tingkat
protein pada tubuh (Alfioni et al., 2021). Jika asupan protein tidak mencukupi,
produksi Insulin Growth Factor 1 (IGF-1) dapat terganggu, yang menyebabkan
gangguan pada massa mineral tulang dan pertumbuhan tulang (Aritonang et al.,
2020). Oleh karena itu pantangan makanan dapat menyebabkan keterbatasan
pada konsumsi pangan yang bervariasi, konsumsi pangan yang beragam berguna
untuk mencukupi zat gizi yang tidak bisa dipenuhi oleh makanan tertentu.
Faktor sosial budaya tidak menjadi satu-satunya faktor yang
menyebabkan stunting, namun terdapat faktor lain yang berperan dalam
terjadinya stunting, salah satunya adalah pola pemberian makanan kepada anak-
anak (Ibrahim et al., 2021). Keputusan keluarga utamanya dalam memilih
variasi dan keragaman pangan untuk anak sangat dipengaruhi oleh peran ibu.
Ibu bertanggung jawab utama dalam memberikan makanan bagi keluarga dan
merawat bayinya, sehingga pola pemberian makan yang diikuti oleh setiap
anggota keluarga umumnya bersumber dari warisan dari ibu dalam keluarga
tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu menjadi faktor
krusial yang mempengaruhi pembentukan perilaku makan dalam keluarga
(Delima et al., 2023).

d. Food Taboo pada Balita Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi


Komunitas SAD memenuhi kebutuhan nutrisinya hanya dengan protein
dan karbohidrat, dan tidak mengonsumsi makanan non-hewani. Dalam
pengolahan pangan, SAD hanya mengolah hasil buruan dengan menambahkan
garam dan jangkrik. Ada komunitas kecil yang memanfaatkan aroma sebagai
bumbu. Masyarakat tidak menggunakan bumbu dapur atau Empon Empon
sebagai bumbu tambahan. Kebutuhan karbohidrat masyarakat dipenuhi dengan
mengkonsumsi beras sebagai bahan baku utama, meskipun ada pula masyarakat
yang mengkonsumsi beras hanya pada saat diperlukan saja. Di masyarakat suku
muyu ubi jalar merupakan bahan makanan pengganti nasi. Ubi jalar direbus,
dimasak, dan dimakan oleh penduduk setempat bersama dengan ikan dan hewan
buruan lainnya yang mereka buru. Namun, sebagian orang tidak mengkonsumsi
makanan pokok, seperti ubi, dan hanya mengonsumsi lauk pauk yang baru
ditangkap, seperti hewan buruan. Karbohidrat dianggap makronutrien dan
merupakan sumber energi utama tubuh. Sumber karbohidrat utama dalam pola
makan orang Indonesia adalah nasi. Selain beras, di beberapa daerah jagung, ubi
jalar, sagu, dan sukun juga dijadikan sumber karbohidrat. Karena sebagian besar
energinya berasal dari dari karbohidrat, makanan sumber karbohidrat tergolong
makanan pokok, sehingga sebagian masyarakat perkotaan juga menggunakan
pasta dan roti yang terbuat dari tepung terigu.
Selain itu, mengkonsumsi sayur juga merupakan sumber vitamin dan
mineral, terutama karoten, vitamin A, vitamin C, zat besi, dan fosfor. Beberapa
vitamin dan mineral yang dikandungnya bertindak sebagai antioksidan.
12

Mengkonsumsi sayuran berwarna hijau dan kuning dapat mencegah penyakit


akibat penyakit menular. Sayuran hijau segar seperti bayam, kangkung, dan
selada serta sensasi segarnya menjadi ciri khas sayuran yang tentunya membantu
memperkuat daya tahan tubuh. Sayuran terasa lebih enak jika dimakan mentah,
namun sayuran sebaiknya dicuci bersih sebelum dimakan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Pola makan merupakan perilaku terpenting yang dapat mempengaruhi
status gizi. Hal ini dikarenakan kuantitas dan kualitas makanan dan minuman
yang dikonsumsi dapat mempengaruhi gizi yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Nutrisi yang optimal sangat
penting untuk pertumbuhan normal dan perkembangan fisik dan mental bayi,
anak-anak dan orang-orang dari segala usia. Nutrisi yang tepat akan
menghasilkan berat badan yang normal atau sehat, membuat tubuh tidak mudah
terkena infeksi, meningkatkan produktivitas kerja, dan melindungi terhadap
penyakit kronis dan kematian dini.
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, adapun kesimpulan
yang diperoleh sebagai berikut :
1. Pada umumnya status gizi dapat mempengaruhi berbagai hal sosial budaya
yang salah satunya yaitu Food Taboo atau pantangan terhadap makanan.
Food taboo adalah kejadian dalam pantangan makanan yang artinya
meyakini bahwa terdapat beberapa makanan yang dilarang untuk
dikonsumsi pada saat-saat tertentu karena beberapa alasan seperti tidak
mengkonsumsi untuk kepentingan agama, budaya, atau alasan higienis.
Apabila dilanggar, dipercaya akan mendapat ancaman buruk.
2. Adanya upaya penilaian yang dilakukan dalam food taboo yang berasal dari
3 sumber kepercayaan yaitu adat yang berasal dari nenek moyang, agama
dan kepercayaan kepada tuhan, dan pengetahuan yang didapatkan dari
adanya proses pendidikan formal. Pada food taboo juga memiliki 2 konsep
yakni edible (dapat) dan tidak (inedible) dalam suatu jenis makanan untuk
dikonsumsi oleh sekelompok Masyarakat umum.
3. Dari beberapa food taboo yang ada di beberapa suku maka dapat dikatakan
bahwa hal tersebut terjadi karena adanya kepercayaan atau peninggalan
tradisi dari nenek moyang atau leluhurnya dan hal ini juga dapat
mempengaruhi status gizi pada anak.
4. Status gizi pada anak dan bayi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya faktor sosial budaya. Adapun faktor sosial budaya yang dapat
mempengaruhi status gizi anak dan bayi yaitu food value, food belief, food
hot-cold, dan food taboo.

4.2 Saran
Pada status gizi anak dan balita diperlukannya gizi yang seimbang karena
dapat mempengaruhi pertumbuhan maupun perkembangan pada anak. Maka
dari itu, diperlukannya pola konsumsi makanan yang baik serta pengetahuan
terhadap orang tua, jika terdapat beberapa pantangan dalam konsumsi makanan,
maka untuk orang tua diharapkan dapat menggantikan kebutuhan gizi pada anak
dengan konsumsi pangan lainnya yang memiliki kandungan gizi sama.

13
14
DAFTAR PUSTAKA
Afiyah. 2022. Tabu makanan pada ibu hamil. Pekalongan.Skripsi.Universitas
DiponogoroSemarang..http://www.magi.undip.ac.id/pengaruh-tabu-
makanan-tingkatkat,kecukupan-gizi-konsumsi-tablet-besi-dan-teh-
tahun2006&catid=31:versiindonesia=43 . Diakses pada tanggal 28 November
2012.
Alfioni W, Siahaan G. Gambaran Asupan Energi dan Protein Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Baduta (Bawah Dua Tahun). Nutr Gizi. 2021;1(1):42–52.
Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2016.
Anwar, F., Kustiyah, L., & Wahyuningsih, U. (2020). Kualitas Konsumsi Pangan
Kaitannya Dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun Pada Masyarakat Adat
Kasepuhan Ciptagelar Dan Sinar Resmi. Indonesian Journal of Health
Development, 2(1), 1-11. Available at:
https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/view/35
Anzar J. Nutrisi untuk Stunting. In: Prosiding Ilmiah Dies Natalis Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang: UNSRI Press; 2019. p. 1–5.
Arieska PK, & Herdinani, Novera. (2020). Hubungan Pengetahuan dan Pola
Konsumsi Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Kesehatan. MTPH Journal.
Volume 4, No 2.
Aritonang EA, Margawati A, Dieny FF. Analisis Pengeluaran Pangan, Ketahanan
Pangan dan Asupan Zat Gizi Anak Bawah Dua Tahun (Baduta) Sebagai Faktor
Risiko Stunting. J Nutr Coll. 2020;9(1):71–80.
https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.26584
Atmadyanti Darpitoningrum, D., Situmorang, L., & Surya Ningsih, N. (2022).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stunting pada Balita di
Kelurahan Karang Anyar Wilayah Kerja Puskesmas Wonorejo Kota
Samarinda. In eJournal Sosiatri Sosiologi (Vol. 2022, Issue 1).
Azam, M., Kartasurya, M.I., & Pradigdo, S.T. (2022). Gambaran Pola Makan,
Tabu, Infeksi dan Status Gizi Balita Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi.
Jurnal Amerta Nutrition, 6(1), 126-132. Available at: https://e-
journal.unair.ac.id/AMNT/article/download/39826/23657/187898
Dadang Sukandar. (2007). MAKANAN TABU DI BARITO KUALA KALIMANTAN
SELATAN. 2(2): 44 - 48.
Delima, D., & Ahmad, R. (2023). Analisis Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi
Kejadian Stunting: Studi Literatur Review. Jurnal Endurance, 8(1), 79-85.
Ernawati., & Purnamasari, E. (2022). Pengaruh Makanan Tabu Dengan Status Gizi
Dan Indeks Eritrosit Pada Ibu Hamil. Jurnal Kebidanan Vokasional, 7(1), 8-
14. Available at: http://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/jkv.
Faradila, F., Ningtyas, F.W., & Sulistyani. (2022). Gambaran Sosio Budaya Gizi
Pada Balita Stunting Usia 6-24 Bulan Di Kecamatan Kalisat Kabupaten
Jember. Medical Technology and Public Health Journal, 5(1), 92–103. Avaible
at: https://doi.org/10.33086/mtphj.v5i1.2250
15
Headey D, Hirvonen K, Hoddinott J. Animal sourced foods and child stunting. Am
J Agric Econ. 2018 Oct 1;100(5):1302–19.
https://doi.org/10.1093/ajae/aay053
Ibrahim, I. A., Alam, S., Adha, A. S., Jayadi, Y. I., & Fadlan, M. (2021). Hubungan
Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di
Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020. Al
Gizzai: Public Health Nutrition Journal.
https://doi.org/10.24252/algizzai.v1i1.19079
Kariani, N.K., Masfufah, M. & Putriana, A.E. (2020). Stunting Berdasarkan Budaya
Makan Suku Makassar, Toraja Dan Bugis. Jurnal Gizi Kerja dan Produk, 1(2),
25-33. Available at:
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JGKP/article/view/9349
Krasevec J, An X, Kumapley R, Begin F, An Xiaoi, & Frongillo EA. Diet quality
and risk of stunting among infants and young children in low and middle
income countries. Maternal and child nutrition. 2016; 13:1–11.
https://doi.org/10.1111/mcn.12430.
Laksono, A. D. Anyiman: Ethnographic Study of
Muyu Tribal Foods (Anyiman:Studi Etnografi Makanan Suku Muyu). (PT
Kanisius, 2021)
Maita, L., Saputri, E. M., & Husanah, E. (2019). Gizi Kesehatan Pada Masa
Reproduksi. Deepublish.
Meyer-Rochow VB. Tabu makanan: asal dan tujuannya. J Etnobiol Etnomed
2021;5(18):1e10.https://doi.org/10.1186/1746-4269-5-18
Mmbulaheni Ramulondi, Helene de Wet and Nontuthuko Rosemary Ntuli.
Traditional food taboos and practices during pregnancy, postpartum recovery,
and infant care of Zulu women in northern KwaZulu-Natal. Journal of
Ethnobiology and Ethnomedicine. 2021
Nurul, A., Irwan, I., Sosiologi, P., & Antropologi, D. A. N. (2021). Sosio
Antropologi Gizi dan Kesehatan. Public Health Nutrition Journal, 16– 26.
Pradigdo, S. F., Kartasurya, M. I., & Azam, M. (2022). Gambaran Pola Makan,
Tabu, Infeksi dan Status Gizi Balita Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi.
Amerta Nutrition, 6.
Putu,Juniartha. 2019. Suku Toraja Dengan Masalah Kesehatan. Available
athttp://id.wikipedia.org/wiki/suku_Toraja.diaskes pada tanggal 24 januari
2013..
Rumlus, E. Penggunaan Kekuatan-Kekuatan
Gaib dalam Suku Muyu (Irja). (Pusat Pastoral Jogjakarta, 2020)
Tobing, V. Y., Afiyanti, Y. & Rachmawati, I. N.
Following the cultural norms as an effort to
protect the mother and the baby during the
perinatal period: An ethnographic study ofwomen’s food choices.
Enferm. Clin.29, 831–836 (2019)
Wulandari, C. (2022). Menghindari Budaya Food Taboo pada ibu Hamil. Retrieved
from https://unusa.ac.id/2022/11/10/yuk-hindari-budaya-food-taboo-pada-
ibu-hamil.

Anda mungkin juga menyukai