OLEH
140100107
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2019
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
OLEH
140100107
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2019
STRATEGI PENCEGAHAN STUNTING
OLEH
140100107
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 140100107
Pembimbing
NIP: 197007021998021001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Strategi Pencegahan Stunting”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas / Ilmu Kedokteran
Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG
Dampak dari gangguan pada masa bayi dan anak, khususnya stunting
dapat menyebabkan gangguan perkembangan kognitif dan meningkatnya risiko
terhadap penyakit infeksi dan lebih lanjut kematian. Stunting juga berhubungan
dengan performa sekolah, bahkan, pada tingkat lanjut dapat menurunkan tingkat
produktivitas di masa dewasa.
TINJAUAN PUSTAKA
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi (Rachim, A. dkk. 2017).
Stunting (pendek) atau kurang gizi kronik adalah suatu bentuk lain dari
kegagalan pertumbuhan. Kurang gizi kronik adalah keadaan yang sudah terjadi
sejak lama, bukan seperti kurang gizi akut. Anak yang mengalami stunting sering
terlihat memiliki badan normal yang proporsional, namun sebenarnya tinggi
badannya lebih pendek dari tinggi badan normal yang dimiliki anak seusianya.
Stunting merupakan proses kumulatif dan disebabkan oleh asupan zat-zat gizi
yang tidak cukup atau penyakit infeksi yang berulang, atau kedua-duanya.
Stunting dapat juga terjadi sebelum kelahiran dan disebabkan oleh asupan gizi
yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan yang sangat kurang,
rendahnya kualitas makanan sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga dapat
menghambat pertumbuhan (Ariyanti, S. 2015).
Faktor Risiko Stunting Berdasarkan kerangka pikir Unicef ada dua faktor
yang menyebabkan terjadinya masalah gizi yakni faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor langsung ada dua yakni konsumsi makanan dan status kesehatan
yang saling berpengaruh. Faktor langsung ini disebabkan oleh faktor tidak
langsung yaitu pola konsumsi anak, pola asuh dan pelayanan kesehatan serta
keadaan lingkungan (Hutasoit, H. 2012).
Oleh karena itu, apabila praktek pengasuhan makan yang diterapkan ibu
kurang dapat menciptakan suasana atau situasi makan yang menyenangkan
apalagi disertai perilaku yang sering memaksa, akibatnya anak tidak mau makan
bahkan menolak sama sekali. Keadaan ini pada akhirnya mempengaruhi konsumsi
makan anak yang kurang memenuhi anjuran dengan tingkatan umur anak bahkan
seringkali dibawah standar yang berlaku (Suhardjo, 2002).
Pola asuh makan dimulai sejak anak lahir yakni melalui pemberian ASI
Eksklusif, kolosrtum dan usia penyapihan. ASI (Air Susu Ibu) merupakan
makanan pertama dan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan yang paling
ideal bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi.
Pemberian ASI dengan tepat kepada bayi akan memberikan banyak dampak
positif bagi kesehatan dan proses tumbuh kembangnya (Hutasoit, H. 2012).
Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga yang biasa
dimakan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat
produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu
dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat
menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi
makanan keluarga. Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung
dengan keadaan sosial ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak
tersedianya makanan yang adekuat (Hutasoit, H. 2012). Kualitas makanan yang
buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk, kurangnya keragaman dan
asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak bergizi, dan
rendahnya kandungan energi pada complementary foods (Rachim, A. dkk. 2017).
Keadaan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan bayi yang
lahir dibawah 2500 gram. Ada dua keadaan BBLR yaitu:
1) Bayi lahir kecil karena kurang bulan (prematur) yaitu bayi baru lahir pada umur
kehamilan antara 28-36 minggu bayi lahir kurang bila mempunyai organ dan alat-
alat tubuh yang bulan berfungsi normal untuk mempertahankan hidup diluar
rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosisnya yang memburuk.
2) Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi lahir kecil akibat retardasi
pertumbuhan janin dalam rahim, organ dan alat-alat tubuh bayi kecil masa
kehamilan cukup sudah matang (mature) dan berfungsi lebih baik dibandingkan
dengan bayi lahir kurang bulan, walaupun berat badan sama.
Bayi BBLR berisiko untuk mengalami proses hidup dimasa depan kurang
baik, memiliki resiko meninggal dalam usia balita dan bila tidak meninggal bayi
BBLR akan tumbuh lebih lambat, apalagi jika kekurangan ASI eksklusif dan
makanan pendamping ASI yang tidak cukup, maka bayi BBLR cenderung besar
menjadi balita dengan status gizi rendah. Bayi BBLR yang dapat bertahan hidup
dalam lima tahun pertama akan mempunyai resiko lebih tinggi dalam tumbuh
kembang secara jangka panjang kehidupan dibandingkan bayi non BBLR
(Hutasoit, H. 2012).
Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada tingkah laku yang baik.
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah memiliki konsekuensi terhadap
rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Nurmiati (2006) dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan ibu
dan ayah yang rendah mengurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan
penghasilan yang relatif tinggi, sehingga kemampuan untuk menyediakan
makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup juga terbatas, apalagi dengan
tingkat pengetahuan gizi yang rendah.
e. Besar Keluarga
f. Kemiskinan
g. Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti
diare, enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan
(ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi
(Rachim, A. dkk. 2017). Anak yang tidak mengkonsumsi zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh akan mengakibatkan daya tubuh anak rendah sehingga mudah
terserang penyakit infeksi, sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan ISPA
akan mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik
(Hutasoit, H. 2012).
h. Kelainan endokrin
Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek diantaranya dapat berupa
variasi normal, penyakit endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit
kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu
variasi normal dan keadaan patologis.
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan
cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energy.
I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek -normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d
2,0
Gambar 1. Kurva WHO berdasarkan panjang badan atau tinggi badan yang
dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score) anak laki-laki umur 0 bulan –
5 tahun (https://www.who.int/childgrowth/standards/chts_lhfa_girls_z/en/)
Gambar 1. Kurva WHO berdasarkan panjang badan atau tinggi badan yang
dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score) untuk anak laki-laki umur 0
bulan – 5 tahun.
Gambar 2. Kurva WHO berdasarkan panjang badan atau tinggi badan yang
dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score) untuk anak perempuan umur 0
bulan – 5 tahun.
2.4 Upaya Pencegahan Stunting
f. Pemberantasan kecacingan;
2. Balita
4. Remaja
5. Dewasa Muda
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK), yang mengedepankan upaya bersama antara
pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian
pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan
perbaikan gizi masyarakat. Peta Jalan Percepatan Perbaikan Gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi, penguatan lintas sektor, pengembangan
program spesifik dan sensitif, serta pengembangan pangkalan data.
a. Pola Asuh
b. Pola Makan
Pemberian makanan sesuai dengan isi piringku, yaitu: makanan pokok 2/3
dari ½ piring, lauk-pauk 1/3 dari ½ piring, sayur dan buah-buahan ½ piring.
c. Sanitasi
Meliputi air bersih, jamban keluarga, dan cuci tangan pakai sabun.
Intervensi gizi baik yang bersifat langsung (spesifik) dan tidak langsung
(sensitif) perlu dilakukan secara bersama-sama oleh kementerian/lembaga serta
pemangku kepentingan lainnya.
Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh ini ada pada Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128, Peraturan
Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI, dan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015.
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).13
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi.
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) merupakan upaya utama dalam pecegahan stunting di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, S. 2015. Analisis Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Muara Tiga Kab. Pidie. Universitas Sumatera
Utara
Hutasoit, Henny. 2012. Analisis Faktor Risiko Stunting pada Anak Sekolah Dasar
Kab. Tapanuli Utara. Universitas Sumatera Utara