Anda di halaman 1dari 38

Journal Reading

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A221009/Desember/ 2022

** Pembimbing/ dr.Ima Maria, M.K.M

Stunting among children under two years in Indonesia:


Does maternal education matter?

*Aline Salsabiella Irawan, S.Ked

**dr. Ima Maria, M.K.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-
KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

1
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading

Stunting among children under two years in Indonesia:


Does maternal education matter?

Disusun Oleh:

Aline Salsabiella Irawan, S.Ked


G1A220009

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas


Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Masyarakat-Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi, Desember 2022

PEMBIMBING

ii
dr. Ima Maria, M.K.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Journal Reading ini dengan
judul “Stunting among children under two years in Indonesia: Does maternal
education matter?”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Program Profesi
Dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat-Kedokteran Keluarga.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Ima Maria, M.K.M, sebagai pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga Journal Reading ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya Journal Reading ini dapat bermanfaat bagi kita
khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i
Halaman Pengesahan..................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi.......................................................................................................... iv
Terjemahan Jurnal......................................................................................... 1
Telaah Jurnal.................................................................................................. 21
Daftar Pustaka................................................................................................ 26

iv
TERJEMAHAN JURNAL
Stunting among children under two years in Indonesia:
Does maternal education matter?

Agung Dwi LaksonoI1,2, Ratna Dwi WulandariI2,3*, Nurillah Amaliah4, Ratih

Wirapuspita WisnuwardaniI5

1 Badan Riset dan Inovasi Nasional, Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia, 2

Airlangga Pusat Kebijakan Kesehatan, Surabaya, Indonesia, 3 Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia, 4 Pusat Penelitian dan

Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI

Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia, 5 Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia

*ratna-dw@fkm.unair.ac.id _

ABSTRAK

Latar belakang

Mengukur tinggi badan berdasarkan usia merupakan salah satu indikator penting
untuk mengevaluasi pertumbuhan anak. penelitian ini meneliti hubungan antara
pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia di bawah dua tahun di
Indonesia.

Metode

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Pemantauan Status Gizi
Indonesia tahun 2017. Subjek penelitiannya adalah anak di bawah dua tahun, dan
penelitian ini memperoleh sampel sebanyak 70.293 anak. Selain pendidikan ibu,

2
variabel bebas lain yang diteliti dalam penelitian ini adalah tempat tinggal, umur
ibu, status perkawinan ibu, pekerjaan ibu, umur anak, dan jenis kelamin anak.
Pada tahap akhir penelitian dilakukan uji multivariat dengan uji regresi logistik
biner.

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan proporsi anak yang stunting pada usia di bawah dua
tahun di Indonesia secara nasional adalah 20,1%. Ibu yang Pendidikan akhirnya
sekolah dasar dan berpendidikan rendah 1,587 kali lebih mungkin untuk memiliki
anak yang stunting di usia bawah dua tahun dibandingkan ibu dengan pendidikan
perguruan tinggi (95% CI 1,576–1,598). Sedangkan ibu yang berpendidikan SMP
memiliki peluang 1.430 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berpendidikan
perguruan tinggi untuk memiliki anak stunting di bawah dua tahun (95% CI
1.420–1.440). Selain itu, ibu dengan pendidikan pada kategori SMA memiliki
peluang 1,230 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan pendidikan perguruan
tinggi untuk memiliki anak stunting di bawah dua tahun (95% CI 1,222–1,238).

Kesimpulan

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan


dengan stunting pada anak di bawah dua tahun di Indonesia. Semakin rendah
tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi peluang ibu memiliki anak stunting di
bawah dua tahun.

1. PENGANTAR

Stunting adalah ketika anak di bawah lima tahun (balita) memiliki panjang atau
tinggi badan kurang dari usianya—dan kondisi dengan panjang atau tinggi badan
lebih dari minus dua standar deviasi dari standar median pertumbuhan anak yang
telah ditetapkan olehWHO maka ia dikatakan mengalami stunting [1– 3] .

3
Stunting tidak dapat dipulih karena nutrisi yang tidak memadai dan infeksi
berulang selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak. Stunting pada masa
kanak-kanak adalah salah satu hambatan paling signifikan bagi perkembangan
anak dan secara global terdapat sekitar 162 juta anak balita yang mengalami
stunting. Stunting memiliki dampak jangka panjang pada individu dan
masyarakat, termasuk penurunan perkembangan kognitif dan jasmani,
menurunnya kemampuan produktivitas dan kesehatan yang buruk, serta
peningkatan risiko penyakit degeneratif seperti diabetes [2, 4 ] . Stunting
merupakan akibat perkembangan anak yang buruk, dan Stunting sebelum usia dua
tahun memprediksi hasil kognitif dan pendidikan yang lebih buruk di masa kanak-
kanak dan remaja nanti. Stunting pada anak memiliki dampak langsung dan
jangka panjang, termasuk peningkatan morbiditas, mortalitas, dan dampak buruk
pada perkembangan anak dan kesehatan remaja yang berpengaruh pada siklus
malnutrisi, dan menghambat pembangunan ekonomi [3, 5 ] .

Prevalensi balita yang mngalami stunting di Indonesia cenderung statis. Hasil


Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007 menunjukkan prevalensi stunting di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010 terjadi sedikit penurunan menjadi
35,6%. Namun sebagian besar balita stunting meningkat lagi pada tahun 2013
menjadi 37,2%. Survei tahun 2018 menemukan bahwa prevalensi stunting pada
anak di bawah dua tahun adalah 29,9%. Pada balita, adalah 30,8% [6]. prevalensi
stunting pada tahun 2019 sebesar 27,67% [7].

Kejadian stunting masih menjadi salah satu masalah gizi yang dialami balita di
Indonesia dan dunia saat ini. Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita
mengalami stunting. Namun angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan
angka stunting pada tahun 2000 yang sebesar 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari
separuh balita stunting berasal dari Asia (55%), sedangkan lebih dari sepertiga
(39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta anak balita di Asia, proporsi tertinggi
berasal dari Asia Selatan (58,7%). Data prevalensi balita stunting menurut WHO,
Indonesia termasuk dalam negara ketiga dengan mayoritas tertinggi di kawasan

4
Southeast Asia/South-East Asia Regional (SEAR). Prevalensi rata-rata stunting
balita di Indonesia dari tahun 2005 sampai 2017 adalah 36,4% [8, 9].

Kerangka Konseptual WHO tentang Stunting Anak menggambarkan bagaimana


stunting disebabkan oleh kombinasi kompleks variabel keluarga, lingkungan,
sosial, dan budaya [10]. Stunting merupakan masalah gizi kronis (suatu kondisi
yang berlangsung lama) yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu selama kehamilan, dan sakit pada bayi [11]. Penyebab lainnya
adalah perilaku hidup yang tidak sehat, dan kurangnya asupan makanan sejak bayi
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan anak menjadi pendek [6].

Salah satu karakteristik demografi yang menjadi fokus adalah pendidikan ibu.
Pendidikan merupakan faktor kritis yang secara tidak langsung mempengaruhi
status gizi karena pendidikan ini akan mempengaruhi pola asuh pada anak [12].
Penelitian ini menganalisis data pada 85.932 anak usia 6–59 bulan di Vietnam dan
menemukan bahwa tidak ada didikan ibu di antara anak usia 6–23 bulan,
dibandingkan dengan didikan tenaga pendidik (OR 1,77; 95% CI, 1,44– 2,16).
Sementara itu, untuk anak usia 24–59 bulan, hubungan terkuat yang
mempengaruhi kejadian stunting anak adalah tidak adanya didikan ibu
dibandingkan dengan didikan tenaga pendidik (OR 2,07; 95% CI 1,79–2,40) [13].

Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan di Indonesia dengan penelitian


cohort-prospective menghasilkan kesimpulan serupa. Penelitian dilakukan antara
Agustus 2012 dan Mei 2014 di tiga puskesmas di Jakarta, Indonesia. Subjek
adalah anak-anak sehat di bawah dua tahun, di mana peneliti mengukur berat dan
tinggi badan mereka secara berurutan (pada usia 6-11 minggu dan 18-24 bulan).
Dari 160 subjek, 14 (8,7%) menunjukkan pola pertumbuhan menurun dari biasa
menjadi pendek dan 10 (6,2%) menjadi sangat pendek. Sebanyak 134 (83,8%)
subjek menunjukkan pola pertumbuhan standar yang konsisten. Hanya dua (1,2%)
yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan linier. Durasi pendidikan ibu yang
kurang dari sembilan tahun (OR 2,60, 95% CI 1,23–5,46) menunjukkan hubungan
yang signifikan secara statistik dengan penurunan pertumbuhan linier pada anak.

5
Ibu dengan lama pendidikan kurang dari sembilan tahun merupakan faktor risiko
sosio-demografis yang menentukan yang berkontribusi terhadap penurunan
pertumbuhan linier pada anak di bawah usia dua tahun [14]. Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak di bawah dua
tahun di Indonesia.

2. BAHAN DAN METODE

2.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Survei
Pemantauan Status Gizi Indonesia Tahun 2017. Pemantauan Status Gizi
Indonesia Tahun 2017 merupakan survei cross sectional berskala nasional
yang dilakukan oleh Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan RI. Desain
penelitian ini adalah cross-sectional, yang meneliti data variabel yang
dikumpulkan pada satu waktu tertentu di seluruh sampel populasi.
Tujuannya adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan data yang
sistematis untuk memberikan gambaran faktual dari situasi tertentu.

Penentuan sampel sampel balita: Sampel dipilih 300 rumah tangga.


Sampel anak balita adalah semua anak balita di rumah yang dipilih di
setiap klaster. Responden adalah ibu dari anak balita atau perwakilan
rumah tangga yang dapat mewakili sampel [15].

Pemantauan Status Gizi Indonesia Tahun 2017 menggunakan minimal


lulusan diploma gizi sebagai pewawancara dan pengukuran antropometri.
Ukur tinggi badan menggunakan microtoise, sedangkan panjang badan
menggunakan infantometer—pengukuran berat badan dengan timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 kg.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di bawah dua tahun di
Indonesia. Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah anak di

6
bawah dua tahun (<23 bulan), dengan ibu sebagai responden. Sampel
yang terpilih adalah 70.293 anak di bawah dua tahun dengan metode
multistage cluster random sampling.

2.2. Variabel

Penelitian ini meneliti anak yang stunting di bawah dua tahun sebagai
variabel hasil. Stunting merupakan indikator status gizi berdasarkan tinggi
badan menurut umur atau tinggi badan anak yang dicapai pada usia
tertentu. Berdasarkan standar pertumbuhan WHO, indikator tinggi badan
untuk suatu periode ditentukan berdasarkan z-score atau standar tinggi
badan dari rata-rata tinggi badan. Anak stunting di bawah dua tahun terdiri
dari dua kategori yaitu tidak stunting dan stunting. Batas kategori status
gizi menurut indeks tinggi badan/umur adalah [15]:

• Stunting: < -3,0 SD hingga -2,0 SD


• Normal: -2,0 SD

Penelitian ini menggunakan pendidikan ibu sebagai variabel paparan.


Survei tersebut menentukan pendidikan ibu berdasarkan ijazah terakhir
yang dimiliki oleh ibu dari anak di bawah dua tahun. Pendidikan ibu
terdiri dari empat jenjang: SD ke bawah, SMP, SMA, dan perguruan
tinggi.

Selain tingkat pendidikan ibu, variabel bebas lainnya sebagai variabel


kontrol adalah jenis tempat tinggal, umur ibu, status perkawinan ibu, status
pekerjaan ibu, umur anak di bawah dua tahun, dan jenis kelamin anak di
bawah dua tahun. Jenis tempat tinggal terdiri dari dua jenis yaitu perkotaan
dan pedesaan. Usia ibu ditentukan berdasarkan ulang tahun terakhir
(dalam tahun). Status perkawinan ibu meliputi tidak pernah menikah,
menikah, dan janda/bercerai. Selain itu, status pekerjaan ibu terdiri dari
dua kategori: menganggur dan bekerja.

7
Anak di bawah dua tahun ditentukan berdasarkan hari ulang tahun bulan
terakhir (dalam bulan). Sedangkan jenis kelamin anak di bawah dua tahun
terdiri dari dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anak di bawah dua tahun.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anak di bawah dua
tahun yang tidak memiliki ibu dan tidak diukur antropometrinya.

2.3. Analisis Data

Penelitian ini melakukan uji kolinearitas pada tahap awal penelitian.


Kemudian, penelitian menggunakan uji Chi- Square untuk menguji
variabel dikotomi. dan uji T untuk variabel kontinyu. Penelitian
menggunakan uji statistik untuk menilai apakah ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara variabel status gizi balita sebagai variabel
terikat dan variabel bebas. Penelitian menggunakan uji multivariabel pada
tahap akhir dengan memanfaatkan uji regresi logistik biner. Analisis
dilakukan semua analisis statistik dengan perangkat lunak IBM SPSS
Statistics 21.

Selain itu, penelitian ini menggunakan ArcGIS 10.3 (ESRI Inc., Redlands,
CA, USA) untuk membuat peta persebaran anak stunting di bawah dua
tahun di Indonesia. Kajian tersebut menggunakan shapefile poligon batas
administrasi oleh Badan Pusat Statistik untuk tugas tersebut.

2.4. Persetujuan Etik

Pemantauan Status Gizi Indonesia Tahun 2017 memiliki izin etik yang
disetujui oleh komite etik nasional (Nomor: LB.02.01/2/KE.244/2017).
penelitian menggunakan informed consent selama pengumpulan data,
yang memperhitungkan aspek prosedur pengumpulan data, sukarela dan
kerahasiaan. Responden memberikan persetujuan tertulis.

8
3. HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara nasional proporsi anak yang stunting
di bawah dua tahun di Indonesia adalah 20,1%. Proporsi anak yang stunting di
bawah dua tahun terendah terdapat di Provinsi Bali sebesar 13,6%; Sedangkan
provinsi dengan proporsi anak yang stunting di bawah dua tahun tertinggi adalah
Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 30,1%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa uji kolinearitas menunjukkan tidak adanya


kolinearitas antar variabel independen. Berdasarkan Tabel 1, hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk semua variabel lebih signifikan dari
0,10. Sementara itu, nilai variance inflation factor (VIF) untuk semua variabel
kurang dari 10,00. Kemudian mengacu pada dasar pengambilan keputusan dalam
uji multikolinearitas, penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat gejala
hubungan yang kuat antara dua atau lebih variabel independen dalam model
regresi.

3.1 Analisis Deskriptif

Tabel 2 menunjukkan gambaran statistik karakteristik anak di bawah dua


tahun yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini. Nilai proporsi
anak di bawah dua tahun yang tinggal di pedesaan di Indonesia adalah
22,6% (95% CI 22,4%-22,8%). Balita di bawah dua tahun yang tinggal di
perdesaan mendominasi semua kategori status gizi berdasarkan jenis
tempat tinggal.

Menurut pendidikan ibu, ibu dengan pendidikan SMA memimpin dalam


kategori status gizi. Berdasarkan usia ibu, anak stunting di bawah dua
tahun memiliki ibu dengan usia rata-rata sedikit lebih tua dari anak
normal.

9
Berdasarkan status perkawinan ibu, ibu menikah memimpin kedua
kategori status gizi tersebut. Di sisi lain, menurut status pekerjaan ibu, ibu
yang tidak bekerja mendominasi kedua jenis status gizi tersebut.

Tabel 1. Hasil Uji Kolinearitas Status Gizi Balita di Indonesia (n = 70.293)

Statistik Kolinearitas
Variabel
Toleransi VIF

Konteks daerah

Tempat tinggal 0,961 1.040

Karakteristik Ibu

Tingkat Pendidikan 0,936 1.069

Usia di tahun ini 0,980 1.021

Status pernikahan 0,997 1.003

Status Pekerjaan 0,962 1.040

Karakteristik anak

di bawah dua tahun

usia 0,996 1.004

Jenis kelamin 1.000 1.000

Catatan: Variabel Dependen: Status gizi balita; VIF: faktor inflasi

varians.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0271509.t001

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata anak di bawah dua tahun yang


stunting lebih tua dibandingkan dengan anak di bawah dua tahun yang
berstatus gizi normal. Apalagi berdasarkan jenis kelamin anak di bawah

10
dua tahun, anak laki-laki itu memimpin dalam kategori stunting;
Sebaliknya, perempuan itu mendominasi tipe yang tidak stunting.

Tabel 2. Statistik gambaran Status Gizi Balita di Indonesia (n = 70.293)

Status Nutrisi
Tidak Stunting
Variabel Nilai-p
Stunting
(n=55.142) (n=15.152)

Tempat tinggal <0,001


• Perkotaan 26,7% 22,6%

• Pedesaan

Karakteristik Ibu
Tingkat Pendidikan <0,001
• SD kebawah 26,4% 30,6%

• SMP 26,8% 28,6%

• SMA 37,8% 34,1%

• Peguruan Tinggi 9,0% 6,6%

Usia (dalam bulan; 29.63 29.72 <0,001


rata-rata)
Status pernikahan <0,001
• Tidak pernah 0,3% 0,4%
menikah

• Telah menikah 98,9% 98,4%

• bercerai 0,8% 1,1%

11
Status pekerjaan <0,001
• Pengangguran 75,5% 76,4%

• Bekerja 23,5% 23,6%

Karakteristik anak
di bawah dua tahun
Usia (dalam bulan ; 10.67 15.0 <0,001
rata rata)
Jenis kelamin <0,001
• Laki laki 49,8% 56,7%

• Perempuan 50,2% 43,3%

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0271509.t002

3.2 Analisis Multivariat

Tabel 3 menunjukkan hasil regresi logistik biner untuk meneliti hubungan


antara tingkat pendidikan ibu dengan stunting pada anak di bawah dua
tahun di Indonesia. Kajian tersebut menggunakan status gizi kategori
“tidak pendek” sebagai acuan dalam penelitian ini.

Tabel 3. Regresi logistik biner status gizi anak di bawah dua tahun di
Indonesia (n = 70.293)

stunting
Prediktor 95% CI
Nilai-p AOR
Batas bawah Batas atas
Tempat
Tinggal: <0,001 0,828 0,825 0,831
Perkotaan
Tempat - - - -

12
tinggal:
Pedesaan
Pendidikan
Ibu: SD ke <0,001 1.587 1.576 1.598
bawah
Pendidikan
<0,001 1.430 1.420 1.440
Ibu : SMP
Pendidikan
<0,001 1.230 1.222 1.238
Ibu : SMA
Pendidikan
Ibu:
- - - -
Perguruan
Tinggi
Usia ibu <0,001 0,994 0,994 0,995
Status
Perkawinan
Ibu : Belum <0,001 1.348 1.308 1.389
pernah
menikah
Status
Perkawinan <0,001 0,804 0,792 0,817
Ibu: Menikah
Status
Perkawinan
Ibu: - - - -
Bercerai/jand
a
Pekerjaan ibu:
<0,001 0,972 0,968 0,975
Pengangguran

13
Pekerjaan ibu:
- - - -
Bekerja
Anak-anak di
bawah usia <0,001 1.111 1.111 1.356
dua tahun
Anak di
bawah dua
tahun Jenis <0,001 1.352 1.347 1.356
Kelamin:
Laki-laki
Anak di
bawah dua
tahun Jenis - - - -
Kelamin:
Perempuan

Catatan: AOR: Rasio Odds yang Disesuaikan; CI: Interval Keyakinan.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0271509.t003

Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan SD kebawah


memiliki kemungkinan 1,587 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan
pendidikan perguruan tinggi untuk memiliki anak stunting di bawah dua
tahun (AOR 1,587; 95% CI 1,576–1,598). Sedangkan ibu dengan
pendidikan pada kategori SMP memiliki peluang 1,430 kali ibu dengan
pendidikan perguruan tinggi untuk memiliki anak stunting di bawah dua
tahun (AOR 1,430; 95% CI 1,420–1,440). Selain itu, ibu dengan
pendidikan SMA memiliki kemungkinan 1,230 kali lebih besar
dibandingkan ibu dengan pendidikan perguruan tinggi untuk memiliki
anak stunting di bawah dua tahun (AOR 1,230; 95% CI 1,222–1,238).
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan,

14
semakin tinggi kemungkinan seorang ibu memiliki anak yang stunting di
bawah dua tahun.

Selain tingkat pendidikan ibu, enam variabel bebas lainnya yang dianalisis
berhubungan secara signifikan dengan anak stunting di bawah dua tahun.
Tabel 3 menginformasikan bahwa ibu yang tinggal di perkotaan memiliki
kemungkinan 0,828 kali lebih kecil dibandingkan ibu yang tinggal di
pedesaan untuk memiliki anak yang stunting di bawah dua tahun (AOR
0,828; 95% CI 0,825–0,831). Hasilnya berarti bahwa mereka yang tinggal
di pedesaan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk memiliki anak
balita yang pendek bertahun-tahun.

Berdasarkan status perkawinan ibu, ibu yang tidak pernah menikah


memiliki kemungkinan 1,348 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
bercerai/duda untuk memiliki anak yang stunting di bawah dua tahun
(AOR 1,348; 95% CI 1,308–1,389). Ibu yang menikah memiliki
kemungkinan 0,804 kali lebih kecil daripada ibu yang bercerai/ duda untuk
memiliki anak yang stunting di bawah dua tahun (AOR 0,804; 95% CI
0,792–0,817). Ini penelitian menginformasikan bahwa status perkawinan
ibu merupakan salah satu prediktor kemungkinan anak di bawah dua tahun
mengalami stunting.

Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu yang menganggur 0,972 kali lebih kecil
kemungkinannya dibandingkan ibu yang bekerja ibu memiliki anak yang
stunting di bawah dua tahun (AOR 0,972; 95% CI 0,962–0,975).
Informasi ini menunjukkan bahwa ibu yang menganggur merupakan faktor
protektif untuk memiliki anak yang stunting di bawah dua tahun.
Sedangkan berdasarkan umur, umur ibu, dan umur anak, hasil penelitian
berhubungan bermakna dengan kemungkinan terjadinya stunting pada
anak di bawah dua tahun.

15
Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki 1,352 kali lebih mungkin
mengalami stunting daripada anak perempuan (AOR 1,352; 95% CI
1,347–1,356). Penelitian ini menunjukkan bahwa anak berjenis kelamin
laki-laki memiliki faktor risiko untuk mengalami stunting.

4. DISKUSI

Kami mengkonfirmasi bahwa kemungkinan stunting meningkat secara


signifikan di antara anak usia <2 tahun yang memiliki pendidikan ibu yang
lebih rendah, lebih tua (baik usia ibu maupun usia anak), dari daerah
pedesaan, dan anak laki-laki. Di sisi lain, penelitian tersebut juga
mengidentifikasi faktor-faktor lain; status perkawinan dan pekerjaan.
Karena desain penelitian cross-sectional, kami tidak dapat mengecualikan
kemungkinan sebab akibat terbalik.

Penelitian ini menjelaskan hasil pendidikan ibu yang lebih rendah


dikaitkan dengan risiko stunting yang lebih tinggi, yang sesuai dengan
studi tinjauan sistematis [16-18]. Ibu, sebagai pengasuh, memiliki semua
keputusan tentang praktik pemberian makan yang sehat, termasuk
menyusui [19, 20]. Selain itu, pendidikan ayah yang lebih tinggi dikaitkan
dengan perilaku pengasuhan yang protektif, termasuk penerimaan kapsul
vitamin A, imunisasi anak lengkap, sanitasi yang lebih baik, dan
penggunaan garam beryodium [21].

Kita harus mempertimbangkan bahwa pendidikan adalah masalah penting


diIndonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya. Banyak penelitian
melaporkan tingkat pendidikan yang lebih baik sebagai penentu kuat hasil
kesehatan yang lebih baik [22-25]. Sementara itu, beberapa penelitian juga
melaporkan pendidikan yang buruk sebagai penghalang untuk mencapai
kesehatan yang lebih baik [26, 27]. Tingkat pendidikan yang lebih baik
dapat memahami risiko dan manfaat dari perilaku yang akan dipilih untuk
diterapkan [12, 25].

16
Temuan kontradiktif adalah usia ibu yang lebih tua dikaitkan dengan risiko
stunting yang lebih tinggi. Hipotesisnya adalah usia ibu yang lebih muda
dapat meningkatkan risiko stunting yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan wanita 24 tahun memiliki
anak stunting antara 1,09 dan 1,23 lebih signifikan daripada wanita 33
tahun [28-30]. Namun, beberapa penelitian juga menemukan hasil yang
bertentangan untuk usia ibu. Sebuah penelitian sebelumnya menemukan
usia ibu yang lebih tua memiliki risiko stunting yang lebih tinggi di
Indonesia [31]. Anak yang lebih tua secara signifikan terkait dengan risiko
stunting yang lebih tinggi dalam penelitian ini, yang sejalan dengan survei
tinjauan sistematis di Afrika Sub-Sahara [18] dan di antara 1.366 anak
berusia 0–23 bulan di Indonesia [32]. Kita harus mempertimbangkan
bahwa anak yang lebih besar memiliki nutrisi yang lebih tinggi yang
dibutuhkan. Anak-anak yang tidak diberi makan sesuai usia secara
signifikan lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan mereka yang
diberi makan dengan tepat [32].

Anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan dikaitkan dengan risiko lebih


tinggi mengalami stunting pada anak dibawah dua tahun. Tinjauan
sistematis menyimpulkan bahwa penduduk pedesaan dikaitkan dengan
stunting [16]. Sistem perawatan kesehatan pedesaan di Indonesia dikaitkan
dengan kemiskinan pangan, literasi kesehatan yang rendah di antara orang
tua, kekuatan pengambilan keputusan rumah tangga, dan konsekuensi dari
penggunaan dukun bayi yang terus-menerus tinggi di kalangan etnis
minoritas [33]. Selain itu, subkelompok pedesaan dirugikan karena
ketidaksetaraan sosial ekonomi dalam kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan
anak di Indonesia, yaitu, masyarakat pedesaan mungkin tidak cukup tanpa
tenaga kesehatan setempat yang terampil [34]. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah pedesaan membutuhkan lebih banyak perhatian untuk
dukungan teknis dan keuangan untuk meningkatkan kepemimpinan dan
peningkatan kapasitas di sektor kesehatan.

17
Status perkawinan ibu dikaitkan dengan stunting dalam penelitian ini.
Anak dengan orang tua menikah memiliki risiko stunting yang lebih
rendah, dan orang tua yang tidak pernah menikah atau bercerai/janda
memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki anak stunting. Berbeda
dengan penelitian kami, status perkawinan ibu tidak berhubungan dengan
hasil pertumbuhan bayi di Afrika sub-Sahara [35]. Namun demikian,
sebuah survei baru-baru ini di Sub- Sahara Afrika menunjukkan bahwa
status perkawinan ibu dikombinasikan dengan bahan bakar masakan
rumah tangga pada status gizi anak [36].

Sedangkan ibu yang bekerja merupakan salah satu faktor risiko stunting
pada anak di bawah dua tahun, dan ibu yang bekerja memiliki risiko lebih
tinggi terhadap anak stunting. Sebaliknya, dua penelitian tidak
menemukan hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dan stunting
di Indonesia dan Ethiopia [37, 38]. Namun, penelitian terbaru juga
menemukan hasil yang serupa untuk status perkawinan ibu di Iran dan
Ethiopia karena ibu ibu rumah tangga memiliki lebih banyak waktu untuk
dihabiskan bersama keluarga dan mengurus anak-anak mereka [39, 40].
Namun, status perkawinan ibu bukanlah penyebab utama stunting.
Perbaikan dalam sektor yang spesifik dan sensitif terhadap nutrisi, dengan
fokus pada akses perawatan kesehatan, sanitasi, dan pendidikan,
merupakan titik kritis penurunan stunting di Nepal dan Ethiopia [41, 42].

Selain itu, anak laki-laki lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan


anak perempuan, dan beberapa penelitian menemukan temuan serupa di
Indonesia, Mozambik, dan meta-analisis [37, 43, 44]. Kita harus mencatat
bahwa seks dan hormon perangsang folikel mungkin berperan dalam
pertumbuhan lebih lanjut [45].

Kekuatan dan keterbatasan

18
Penelitian ini mengkaji data besar untuk memberikan hasil di tingkat
nasional. Sementara itu, penelitian ini meneliti data sekunder dari Survei
Pemantauan Status Gizi Indonesia 2017. Variabel yang dianalisis terbatas
pada yang diteliti oleh survei. Hasil penelitian tidak dapat menjelaskan
beberapa variabel lain yang telah diketahui dari penelitian sebelumnya
mempengaruhi stunting pada anak di bawah dua tahun: antenatal care,
tinggi badan ibu, indeks massa tubuh ibu, indeks ekonomi, diare, anemia,
dan pertanian pangan . 46–48].

Di sisi lain, kajian yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif tidak


dapat menjelaskan terkait faktor budaya yang masih sangat kental di
Indonesia, khususnya di pedesaan. Beberapa penelitian sebelumnya
menginformasikan hasil terkait, termasuk nilai anak, tabu makanan, pola
asuh, dan pola asupan [49-53].

5. KESIMPULAN

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu


berhubungan dengan stunting pada anak di bawah dua tahun di Indonesia.
Semakin rendah tingkat pendidikan ibu, semakin besar kemungkinan
memiliki anak stunting di bawah dua tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarakan agar pemerintah


melakukan intervensi dengan fokus pada ibu balita berpendidikan rendah
untuk menurunkan proporsi stunting balita. Sasaran yang lebih spesifik
adalah ibu balita yang tinggal di perdesaan, belum pernah menikah, dan
bekerja.

19
Kontribusi Penulis

Konseptualisasi: Agung Dwi Laksono.

Kurasi data: Ratna Dwi Wulandari, Nurillah Amaliah, Ratih Wirapuspita


Wisnuwardani.

Analisis formal: Agung Dwi Laksono, Ratna Dwi Wulandari.

Akuisisi pendanaan: Ratna Dwi Wulandari.

Investigasi: Ratna Dwi Wulandari, Nurillah Amaliah, Ratih Wirapuspita


Wisnuwardani.

Metodologi: Agung Dwi Laksono.

Administrasi proyek: Ratna Dwi Wulandari, Ratih Wirapuspita


Wisnuwardani.

Sumber: Ratna Dwi Wulandari, Nurillah Amaliah.

Perangkat lunak: Ratna Dwi Wulandari, Nurillah Amaliah, Ratih


Wirapuspita Wisnuwardani.

Supervisi: Agung Dwi Laksono, Ratna Dwi Wulandari.

Validasi: Agung Dwi Laksono, Ratih Wirapuspita Wisnuwardani.

Visualisasi: Agung Dwi Laksono.

Penulisan – draf asli: Agung Dwi Laksono, Ratna Dwi Wulandari,


Nurillah Amaliah, Ratih Wirapuspita Wisnuwardani.

20
Penulisan – ulasan & penyuntingan: Agung Dwi Laksono.

TELAAH JURNAL

PICO
a. Patient or Problem
 Stunting adalah ketika anak di bawah lima tahun (balita) memiliki panjang
atau tinggi badan kurang dari usianya—dan kondisi dengan panjang atau
tinggi badan lebih dari minus dua standar deviasi dari standar median
pertumbuhan anak yang telah ditetapkan olehWHO.
 Kejadian stunting masih menjadi salah satu masalah gizi yang dialami
balita di Indonesia dan dunia saat ini. Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar
150,8 juta balita mengalami stunting.
 Salah satu karakteristik demografi yang menjadi fokus adalah pendidikan
ibu. Pendidikan merupakan faktor kritis yang secara tidak langsung
mempengaruhi status gizi karena pendidikan ini akan mempengaruhi pola
asuh pada anak.
 Selain tingkat pendidikan ibu, variabel bebas lainnya sebagai variabel
kontrol adalah jenis tempat tinggal, umur ibu, status perkawinan ibu, status
pekerjaan ibu, umur anak di bawah dua tahun, dan jenis kelamin anak di
bawah dua tahun.
b. Intervention
Pada penelitian ini peneliti meminta minimal lulusan diploma gizi sebagai
pewawancara pada ibu dan pengukuran antropometri pada anak. Ukur
tinggi badan menggunakan microtoise, sedangkan panjang badan
menggunakan infantometer. pengukuran berat badan dengan timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 kg.
c. Comparison

21
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional,
sehingga penelitian ini tidak dilakukan perbandingan.

d. Outcome

 ibu dengan pendidikan SD kebawah memiliki kemungkinan 1,587 kali


lebih besar dibandingkan ibu dengan pendidikan perguruan tinggi untuk
memiliki anak stunting di bawah dua tahun (AOR 1,587; 95% CI 1,576–
1,598). Sedangkan ibu dengan pendidikan pada kategori SMP memiliki
peluang 1,430 kali ibu dengan pendidikan perguruan tinggi untuk memiliki
anak stunting di bawah dua tahun (AOR 1,430; 95% CI 1,420–1,440).
Selain itu, ibu dengan pendidikan SMA memiliki kemungkinan 1,230 kali
lebih besar dibandingkan ibu dengan pendidikan perguruan tinggi untuk
memiliki anak stunting di bawah dua tahun (AOR 1,230; 95% CI 1,222–
1,238). Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat
pendidikan, semakin tinggi kemungkinan seorang ibu memiliki anak yang
stunting di bawah dua tahun.
 ibu yang tinggal di perkotaan memiliki kemungkinan 0,828 kali lebih kecil
dibandingkan ibu yang tinggal di pedesaan untuk memiliki anak yang
stunting di bawah dua tahun (AOR 0,828; 95% CI 0,825–0,831).
 ibu yang tidak pernah menikah memiliki kemungkinan 1,348 kali lebih
besar dibandingkan ibu yang bercerai/duda untuk memiliki anak yang
stunting di bawah dua tahun (AOR 1,348; 95% CI 1,308–1,389). Ibu yang
menikah memiliki kemungkinan 0,804 kali lebih kecil daripada ibu yang
bercerai/ duda untuk memiliki anak yang stunting di bawah dua tahun
(AOR 0,804; 95% CI 0,792–0,817).
 ibu yang menganggur 0,972 kali lebih kecil kemungkinannya
dibandingkan ibu yang bekerja ibu memiliki anak yang stunting di bawah
dua tahun (AOR 0,972; 95% CI 0,962–0,975).

22
 anak laki-laki 1,352 kali lebih mungkin mengalami stunting daripada anak
perempuan (AOR 1,352; 95% CI 1,347–1,356).
 Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan ibu
berhubungan dengan stunting pada anak di bawah dua tahun di Indonesia.

VIA
a. Validity
Apakah penelitian ini valid?
Berdasarkan metode, subyek, waktu, tujuan dan analisis data yang
dilakukan pada penelitian ini, penelitian ini dinyatakan valid.
a. Metode penelitian

 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder


dari Survei Pemantauan Status Gizi Indonesia Tahun 2017.
Pemantauan Status Gizi Indonesia Tahun 2017 merupakan survei
cross sectional berskala nasional yang dilakukan oleh Direktorat
Gizi Kementerian Kesehatan RI. Desain penelitian ini adalah
cross-sectional, yang meneliti data variabel yang dikumpulkan
pada satu waktu tertentu di seluruh sampel populasi.
 Selain pendidikan ibu, variabel bebas lain yang diteliti dalam
penelitian ini adalah tempat tinggal, umur ibu, status perkawinan
ibu, pekerjaan ibu, umur anak, dan jenis kelamin anak. Pada tahap
akhir penelitian dilakukan uji multivariat dengan uji regresi logistik
biner.

b. Subyek penelitian
subjek penelitiannya adalah anak di bawah dua tahun (<23 bulan),
dengan ibu sebagai responden. Sampel yang terpilih adalah 70.293
anak di bawah dua tahun dengan metode multistage cluster random
sampling.

c. Waktu penelitian

23
Tidak disebutkan waktu diselenggarakan penelitian pada jurnal ini.

d. Tujuan penelitian
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak di bawah dua
tahun di Indonesia.
e. Analisis data

 Penelitian ini melakukan uji kolinearitas pada tahap awal


penelitian. Kemudian, penelitian menggunakan uji Chi- Square
untuk menguji variabel dikotomi. dan uji T untuk variabel
kontinyu. Penelitian menggunakan uji statistik untuk menilai
apakah ada hubungan yang signifikan secara statistik antara
variabel status gizi balita sebagai variabel terikat dan variabel
bebas. Penelitian menggunakan uji multivariabel pada tahap akhir
dengan memanfaatkan uji regresi logistik biner. Analisis dilakukan
semua analisis statistik dengan perangkat lunak IBM SPSS
Statistics 21.
 Selain itu, penelitian ini menggunakan ArcGIS 10.3 (ESRI Inc.,
Redlands, CA, USA) untuk membuat peta persebaran anak stunting
di bawah dua tahun di Indonesia.

b. Importance
Apakah hasil dari penelitian ini penting?

Penelitian ini penting untuk mengetahui hasil pendidikan ibu yang lebih
rendah dikaitkan dengan risiko stunting yang lebih tinggi, pendidikan yang
buruk sebagai penghalang untuk mencapai kesehatan yang lebih baik.
Nutrisi yang diberikan pada anak berkaitan dengan pengetahuan ibu,
perilaku preventif berkaitan dengan pengetahuan dan sikap masing-masing

24
ibu. Sehingga menunjukkan bahwa Pendidikan ibu yang memadai
berdampak positif terhadap tindakan pencegahan dan perilaku mengurangi
tingkat kejadian stunting pada anak.

a. Applicabality
Apakah penelitian ini dapat diaplikasikan?
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi berbagai pelayanan
kesehatan untuk dapat mengedukasi masyarakat umum mengenai
pentingnya Pendidikan ibu sebagai penentu kuat hasil kesehatan yang
lebih baik. Tingkat pendidikan yang lebih baik dapat memahami risiko dan
manfaat dari perilaku yang akan dipilih untuk diterapkan Sehingga angka
proporsi kejadian stunting dapat diturunkan.

Diharapkan dengan adanya hasil ini dapat dijadikan pertimbangan


Perbaikan dalam sektor yang spesifik terhadap nutrisi, dengan fokus pada
akses perawatan kesehatan dan pendidikan ibu, terutama daerah pedesaan
yang membutuhkan lebih banyak perhatian untuk dukungan teknis dan
keuangan untuk meningkatkan Pendidikan, pengetahuan dan peningkatan
kapasitas di sektor kesehatan terutama untuk penurunan prevalensi
stunting di Indonesia.

25
REFERENSI

1. Kusrini I, Laksono AD. Regional disparities of stunted toddler in


indonesia. Indian J Forensic Med Toxi- col. 2020; 14: 1685–1691.
2. WHO. Stunting prevalence among children under 5 years of age (%)
(JME). In: WHO. 2020.
3. Li C, Zeng L, Wang D, Allen S, Jaffar S, Zhou J, et al. Growth in early life
and physical and intellectual development at school age: A cohort study.
Br J Nutr. 2019; 121: 866–876. https://doi.org/10.1017/
S0007114519000060 PMID: 30739617
4. World Health Organization. WHA Global Nutrition Targets 2025:
Stunting Policy Brief. 2014.
5. Engidaye G, Melku M, Yalew A, Getaneh Z, Asrie F, Enawgaw B. Under
nutrition, maternal anemia and household food insecurity are risk factors
of anemia among preschool aged children in Menz Gera Midir district,
Eastern Amhara, Ethiopia: A community based cross-sectional study.
BMC Public Health. 2019; 19: Article number 968.
https://doi.org/10.1186/s12889-019-7293-0 PMID: 31324244
6. National Institute of Health Research and Development of The Indonesia
Ministry of Health. The 2018 Indonesia Basic Health Survey (Riskesdas):
National Report. Jakarta; 2019. Available: http://
labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Lap
oran%7B%5C_%7DNasional%7B%5C_%7DRKD2018%7B%5C_
%7DFINAL.pdf
7. The Ministry of Health of The Republic of Indonesia. Report on the
Implementation of the March 2019 Susenas Integration and the 2019
Indonesian Toddler Nutritional Status Survey. 2019.

26
8. Data and Information Center of Ministry of Health of The Republic of
Indonesia. Situation of Stunted Toddler in Indonesia. Jakarta; 2018.
Available:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-
balita-pendek-2016.pdf
9. Laksono AD, Kusrini I. Ecological Analysis of Stunted Toddler in
Indonesia. Indian J Forensic Med Toxi- col. 2020; 14: 1685–1691.
10. de Onis M, Branca F. Childhood stunting: A global perspective. Matern
Child Nutr. 2016; 12: 12–26. https://doi.org/10.1111/mcn.12231 PMID:
27187907
11. World Health Organization. Child stunting. 2020 [cited 18 Nov 2020] p. 1.
Available: https://www.who. int/gho/child-malnutrition/stunting/en/
12. Laksono AD, Wulandari RD, Kusrini I, Ibad M. The effects of mother’s
education on achieving exclusive breastfeeding in Indonesia. BMC Public
Health. 2021; 21: 14. https://doi.org/10.1186/s12889-020- 10018-7 PMID:
33402139
13. Beal T, Le DT, Trinh TH, Burra DD, Huynh T, Duong TT, et al. Child
stunting is associated with child, maternal, and environmental factors in
Vietnam. Matern Child Nutr. 2019; 15. https://doi.org/10.1111/
mcn.12826 PMID: 30958643
14. Gunardi H, Soedjatmiko S, Sekartini R, Medise BE, Darmawan AC,
Armeilia R, et al. Association between parental socio-demographic factors
and declined linear growth of young children in Jakarta. Med J Indones.
2017; 26: 286–292. https://doi.org/10.13181/mji.v26i4.1819
15. Directorate of Community Nutrition of The Ministry of Health of The
Republic of Indonesia. the 2017 Indonesia Nutritional Status Monitoring
(Pemantauan Status Gizi 2017). Jakarta; 2017. Available:
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/file
s/Buku-Saku-Nasional- PSG-2017_975.pdf

27
16. Tahangnacca M, Amiruddin R.Ansariadi,Syam A. Model of stunting
determinants: A systematic review. Enferm Clin. 2020; 30: 241–245.
https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.10.076
17. Beal T, Tumilowicz A, Sutrisna A, Izwardy D, Neufeld LMLM. A review
of child stunting determinants in Indonesia. Matern Child Nutr. 2018; 18:
1–10. https://doi.org/10.1111/mcn.12617 PMID: 29770565
18. Akombi BJ, Agho KE, Hall JJ, Wali N, Renzaho AMN, Merom D.
Stunting, wasting and underweight in Sub-Saharan Africa: A systematic
review. Int J Environ Res Public Health. 2017; 14: Article number 863.
https://doi.org/10.3390/ijerph14080863 PMID: 28788108
19. Bain LE, Awah PK, Geraldine N, Kindong NP, Sigal Y, Bernard N, et al.
Malnutrition in Sub-Saharan Africa: burden, causes and prospects. Pan Afr
Med J. 2013; 15: Article number 120. https://doi.org/10.
11604/pamj.2013.15.120.2535 PMID: 24255726
20. Rachmi CN, Agho KE, Li M, Baur LA. Stunting, underweight and
overweight in children aged 2.0–4.9 years in Indonesia: Prevalence trends
and associated risk factors. PLoS One. 2016; 11: Article number
e0154756. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0154756 PMID: 27167973
21. Semba RD, de Pee S, Sun K, Sari M, Akhter N, Bloem MW. Effect of
parental formal education on risk of child stunting in Indonesia and
Bangladesh: a cross-sectional study. Lancet. 2008; 371: 322–328.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(08)60169-5 PMID: 18294999
22. Megatsari H, Laksono AD, Ibad M, Herwanto YT, Sarweni KP, Geno
RAP, et al. The community psy- chosocial burden during the COVID-19
pandemic in Indonesia. Heliyon. 2020; 6: e05136. https://doi.
org/10.1016/j.heliyon.2020.e05136 PMID: 33020744
23. Ipa M, Widawati M, Laksono AD, Kusrini I, Dhewantara PW. Variation
of preventive practices and its association with malaria infection in eastern
Indonesia: Findings from community-based survey. PLoS One. 2020; 15:
e0232909. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0232909 PMID: 32379812

28
24. Masruroh Yusuf A, Rohmah N, Pakki IB, Sujoso ADP, Andayani Q, et al.
Neonatal Death Incidence in Healthcare Facility in Indonesia: Does
Antenatal Care Matter? Indian J Forensic Med Toxicol. 2021; 15: 1265–
1271. https://doi.org/10.37506/ijfmt.v15i1.13590
25. Wulandari RD, Laksono AD. Education as predictor of the knowledge of
pregnancy danger signs in Rural Indonesia. Int J Innov Creat Chang. 2020;
13: 1037–1051.
26. Rohmah N, Yusuf AA, Hargono R, Laksono ADAD, Masruroh, Ibrahim I,
et al. Determinants of teenage pregnancy in Indonesia. Indian J Forensic
Med Toxicol. 2020; 14: 2080–2085. https://doi.org/10.37506/
ijfmt.v14i3.10736
27. Laksono AD, Wulandari RD. The Barrier to Maternity Care in Rural
Indonesia. J Public Heal. 2022; 30: 135–140.
https://doi.org/10.1007/s10389-020-01274-3
28. Best CM, Sun K, De Pee S, Sari M, Bloem MW, Semba RD. Paternal
smoking and increased risk of child malnutrition among families in rural
Indonesia. Tob Control. 2008; 17: 38–45. https://doi.org/10.
1136/tc.2007.020875 PMID: 18218806
29. Semba RD, Moench-Pfanner R, Sun K, De Pee S, Akhter N, Rah JH, et al.
Consumption of micronutri- ent-fortified milk and noodles is associated
with lower risk of stunting in preschool-aged children in Indo- nesia. Food
Nutr Bull. 2011; 32: 347–353.
https://doi.org/10.1177/156482651103200406 PMID: 22590968
30. Semba RD, Kalm LM, De Pee S, Ricks MO, Sari M, Bloem MW. Paternal
smoking is associated with increased risk of child malnutrition among
poor urban families in Indonesia. Public Health Nutr. 2007; 10: 7–15.
https://doi.org/10.1017/S136898000722292X PMID: 17212837
31. Laksono AD, Ibad M, Mursita A, Kusrini I, Wulandari RD. Characteristics
of mother as predictors of stunting in toddler. Pakistan J Nutr. 2019; 18:
1101–1106. https://doi.org/10.3923/pjn.2019.1101.1106

29
32. Torlesse H, Cronin AA, Sebayang SK, Nandy R. Determinants of stunting
in Indonesian children: evi- dence from a cross-sectional survey indicate a
prominent role for the water, sanitation and hygiene sec- tor in stunting
reduction. BMC Public Health. 2016; 16: Article number 669.
https://doi.org/10.1186/ s12889-016-3339-8 PMID: 27472935
33. Wulandari RD, Laksono AD, Kusrini I, Tahangnacca M. The Targets for
Stunting Prevention Policies in Papua, Indonesia: What Mothers’
Characteristics Matter? Nutrients. 2022; 14: 549. https://doi.org/10.
3390/nu14030549 PMID: 35276907
34. Ministry of Health Republic of Indonesia;WHO. STATE OF HEALTH
INEQUALITY Indonesia. Geneva, Switzerland; 2017.
35. Ngandu CB, Momberg D, Magan A, Chola L, Norris SA, Said-Mohamed
R. The association between household socio-economic status, maternal
socio-demographic characteristics and adverse birth and infant growth
outcomes in sub-Saharan Africa: A systematic review. J Dev Orig Health
Dis. 2020; 11: 317–334. https://doi.org/10.1017/S2040174419000680
PMID: 31648658
36. Amadu I, Seidu A-A, Duku E, Okyere J, Hagan JE, Hormenu T, et al. The
Joint Effect of Maternal Marital Status and Type of Household Cooking
Fuel on Child Nutritional Status in Sub-Saharan Africa: Analysis of Cross-
Sectional Surveys on Children from 31 Countries. Nutrients. 2021; 13:
Article number 1541. https://doi.org/10.3390/nu13051541 PMID:
34063613
37. Titaley CR, Ariawan I, Hapsari D, Muasyaroh A, Dibley MJMJ.
Determinants of the stunting of children under two years old in Indonesia:
A multilevel analysis of the 2013 Indonesia basic health survey. Nutri-
ents. 2019;11: Article number 1106. https://doi.org/10.3390/nu11051106
PMID: 31109058
38. Eshete H, Abebe Y, Loha E, Gebru T, Tesheme T. Nutritional Status and
Effect of Maternal Employ- ment among Children Aged 6–59 Months in
Wolayta Sodo Town, Southern Ethiopia: A Cross-sectional Study. Ethiop

30
J Health Sci. 2017; 27: 155–162. https://doi.org/10.4314/ejhs.v27i2.8
PMID: 28579711
39. Fatemi MJ, Fararouei M, Moravej H, Dianatinasab M. Stunting and its
associated factors among 6-7- year-old children in southern Iran: a nested
case-control study. Public Health Nutr. 2019; 22: 55–62.
https://doi.org/10.1017/S136898001800263X PMID: 30319086
40. Amaha ND, Woldeamanuel BT. Maternal factors associated with
moderate and severe stunting in Ethi- opian children: analysis of some
environmental factors based on 2016 demographic health survey. Nutr J.
2021; 20: Article number 18. https://doi.org/10.1186/s12937-021-00677-6
PMID: 33639943
41. Conway K, Akseer N, Subedi RK, Brar S, Bhattarai B, Dhungana RR, et
al. Drivers of stunting reduction in Nepal: a country case study. Am J Clin
Nutr. 2020; 112: 844S–859S. https://doi.org/10.1093/ajcn/ nqaa218
PMID: 32889522
42. Tasic H, Akseer N, Gebreyesus SH, Ataullahjan A, Brar S, Confreda E, et
al. Drivers of stunting reduc- tion in Ethiopia: a country case study. Am J
Clin Nutr. 2020; 112: 875S–893S. https://doi.org/10.1093/ ajcn/nqaa163
PMID: 32844167
43. Garcia Cruz LM, Gonzalez Azpeitia G, Reyes Suarez D, Santana
Rodriguez A, Loro Ferrer JF, Serra- Majem L. Factors Associated with
Stunting among Children Aged 0 to 59 Months from the Central Region of
Mozambique. Nutrients. 2017; 9: Article number 491.
https://doi.org/10.3390/nu9050491 PMID: 28498315
44. Thurstans S, Opondo C, Seal A, Wells J, Khara T, Dolan C, et al. Boys are
more likely to be undernour- ished than girls: a systematic review and
meta-analysis of sex differences in undernutrition. BMJ Glob Heal. 2020;
5: Article number e004030. https://doi.org/10.1136/bmjgh-2020-004030
PMID: 33328202
45. Schoenbuchner SM, Dolan C, Mwangome M, Hall A, Richard SA, Wells
JC, et al. The relationship between wasting and stunting: a retrospective

31
cohort analysis of longitudinal data in Gambian children from 1976 to
2016. Am J Clin Nutr. 2019; 110: 498–507.
https://doi.org/10.1093/ajcn/nqy326 PMID: 30753251
46. Castro-Bedriñana J, Chirinos-Peinado D, R ́ıos ER. Socioeconomic and
productive disparity in child stunting in the central andes of Peru, taking as
a model the community of Tunanmarca, Jauja. Adv Sci Technol Eng Syst.
2020; 5: 135–141. https://doi.org/10.25046/aj050318
47. Tesfaw LM, Fenta HM. Multivariate logistic regression analysis on the
association between anthropo- metric indicators of under-five children in
Nigeria: NDHS 2018. BMC Pediatr. 2021; 21: 193. https://doi.
org/10.1186/s12887-021-02657-5 PMID: 33888079
48. Castro-Bedriñana J, Chirinos-Peinado D, De La Cruz-Caldero ́ n G.
Predictive model of stunting in the Central Andean region of Peru based
on socioeconomic and agri-food determinants. Public Heal Pract. 2021; 2:
Article number 100112. https://doi.org/10.1016/j.puhip.2021.100112
49. Kusrini I, Ipa M, Laksono AD. “Is It true that the child is king?”:
Qualitative Study of Factors Related to Nutritional Status of Children in
West Lombok, Indonesia. Indian J Public Heal Res Dev. 2019; 10: 1729–
1733. https://doi.org/10.37506/v10/i12/2019/ijphrd/192113
50. Laksono AD, Wulandari RD. “Children are Assets”: Meta-Synthesis of
‘the Value of Children’ in the Lani and Acehnese Tribes. J Reprod Heal.
2019; 10: 11–20. https://doi.org/10.22435/kespro.v10i1.933.11– 20
51. Maghfiroh MS, Laksono AD. “Given sugar water. . . at first the cry
became silent, because it was full, not limp, its endurance increased”;
Study of Patterns of Infant Intake (“Diberi air gula. . . awalnya nangis
menjadi diam, karena kenyang, gak lemas, daya tahan tubuhnya
meningkat”; S. Amerta Nutr. 2020; 4: 116–122.
https://doi.org/10.2473/amnt.v4i2.2020.116–122
52. Pratita I, Laksono AD. “If this child eats, whatever she/he is asked. . .”:
Exploration of Value of Children and Parenting Patterns in Javanese in the

32
Besowo village, Kediri, East Java. Amerta Nutr. 2020; 4: 147.
https://doi.org/10.20473/amnt.v4i2.2020.147–154
53. Laksono AD, Soedirham O, Saptandari P, Wulandari RD. Study of family
size among tenggerese in Indonesia. Int J Innov Creat Chang. 2020; 13:
964–978.

33

Anda mungkin juga menyukai