Anda di halaman 1dari 4

A.

Situasi Rabies di Sulut


Berdasarkan survei dan temuan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa tahun 2009 tertinggi positif rabies
sejumlah 150 kasus, tahun 2010 berjumlah 127 kasus positif rabies dan tahun 2011
terdapat 171 kasus positif rabies. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui dinas
pertanian dan peternakan melakukan berbagai upaya dalam pencegahan, pengendalian,
dan pemberantasan penyakit rabies. Beberapa langkah yang dilakukan oleh dinas
tersebut antara lain hewan yang beresiko rabies wajib melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala dengan memberikan vaksin minimal 6 bulan sekali dan harus diikat tidak
boleh dilepas bebas. (Pangemanan & Goni, 2012)
Sayangnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan vaksinasi dan
penyuluhan sangat jarang dilaksanakan. Akibatnya, sikap masyarakat cenderung menjadi
pasif dalam mendukung program pengendalian rabies. Terbukti dengan masih adanya
anjing yang dibiarkan berkeliaran, tidak mau mengikat hewan peliharaan bahkan untuk
divaksin menyuruh petugas yang menangkap sendiri. Selain itu, ada juga pemilik anjing
yang sengaja tidak mau divaksin karena menganggap jika diberi vaksin maka anjing
menjadi lemah dan tidak galak lagi. (Pangemanan & Goni, 2012)
Penyakit rabies telah menyebar hampir ke seluruh Provinsi Sulawesi Utara kecuali
Bolaang Mongondow Utara, Kotamobagu, Kepulauan Sitaro dan Tomohon sejak kasus
pertama ditemukan di provinsi tersebut pada tahun 2014 sampai 2017 dan mencapai
puncaknya pada tahun 2015. Kasus penularan rabies dari tahun ke tahun meningkat
secara bertahap dari 1% (20 dari 1.838 desa) pada tahun 2014 sampai dengan 2% (28
dari 1.838 desa) pada tahun 2015 yang kemudian turun menjadi 1,1% (21 dari 1.838
desa) pada tahun 2016 dan semakin turun menjadi 0,8% (15 dari 1.838 desa). (Bara'allo,
Nelwa, & Asrifuddin, 2018)
Sebaran spasial kasus kematian berdasarkan penelitian bahwa jumlah responden yaitu
84 responden yang meninggal akibat rabies terhitung dari tahun 2014-2017. Sebaran
spasial peta kasus kematian rabies paling tinggi terjadi tahun 2015. kasus kematian
rabies tertinggi selama 4 tahun berturut-turut terjadi di Kabupaten Minahasa Selatan
sebanyak 19 kasus atau 22,6% dari seluruh kasus kematian di Sulawesi Utara dan 2
daerah yang bebas kasus kematian selama 4 tahun berturut-turut yaitu Kota Tomohon
dan Kabupaten Kepulauan Talaud (Bara'allo, Nelwa, & Asrifuddin, 2018)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pengetahuan masyarakat tentang
pencegahan rabies di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur Kelurahan Dumuhung,
Tona I dan Tona II Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagian baik yakni 53 responden
(57,3%), Sikap masyarakat tentang pencegahan rabies di wilayah kerja Puskesmas
Tahuna Timur Kelurahan Dumuhung, Tona I dan Tona II Kabupaten Kepulauan Sangihe
sebagian memiliki sikap positif yakni 67 responden (69,8%), dan Tindakan masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Tahuna Timur Kelurahan Dumuhung, Tona I dan Tona II
Kabupaten Kepulauan Sangihe terhadap pencegahan rabies tergolong baik yaitu 70
responden (72,9%). (Lampus, Engkeng, & Makanoneng)
Kabupaten Minahasa merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi
Sulawesi Utara. Kabupaten Minahasa merupakan salah satu dari 4 (empat) wilayah
percontohan program One Health (OH) antara Kementerian Pertanian dengan FAO
ECTAD Indonesia. Kegiatan OH di Minahasa melibatkan lintas sektoral diantaranya
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa, Dinas Pertanian dan Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Sulawesi Utara petugas Tondano. (Kumaunang, Widayati, & Gozali, 2019)
Pelatihan OH di Minahasa dilaksanakan sejak tahun 2017, dengan itu terbentuklah
koordinasi antar petugas yang sebelumnya bekerja sendiri-sendiri. Setelah terbentuk tim
secara bertahap terjadi peningkatan respon terhadap kasus. Pada tahun 2017 sebanyak
2%, dan tahun 2018-2019 sudah 100% kasus HPR direspon. Jumlah kasus gigitan yang
direspon secara terpadu sebanyak 472 kasus dalam waktu 1 x 24 jam sehingga kasus
pada manusia menjadi 0 kasus. Kegiatan pencegahan dan pengendalian lain berupa
vaksinasi, observasi dan juga KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dilakukan
terpadu. (Kumaunang, Widayati, & Gozali, 2019)
Informasi data kasus gigitan Hewan Pembawa Rabies (HPR) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Wajo tahun 2018 sebanyak 185 kasus gigitan dengan jumlah 5 orang korban
gigitan HPR meninggal dunia. [ CITATION Dja19 \l 1033 ]
Informasi dari Dinas Kabupaten Wajo, faktor yang berperan dalam kasus gigitan anjing
tiap tahunnya di Kabupaten Wajo yaitu sulitnya kontrol populasi anjing liar disebabkan juga
keterbatasan bahan, ketersediaan vaksin rabies yang terbatas hanya sekitar 1200 dosis
sedangkan populasi HPR diperkirakan sebanyak 21.550 ekor (5,6%). Mayoritas anjing
merupakan anjing tidak berpemilik/anjing liar serta masih rendahnya kepedulian masyarakat
terkait penyakit rabies yaitu apabila dilakukan program vaksinasi masyarakat kurang
kooperatif menganggap bukan anjingnya. [ CITATION Dja19 \l 1033 ]
Informasi dari petugas penyuluh dan aparat desa Belawa bahwa adanya aktivitas pedagang
anjing dengan sistim penukaran anjing dengan “ember” di Kabupaten Wajo dan beberapa
Kabupaten sekitar sehingga menyebabkan sulitnya kontrol populasi karena lebih
menguntungkan masyarakat apabila anjingnya ditukar dengan ember hal ini juga yang
menjadi kendala saat melakukan kontrol populasi karena masyarakat lebih merelakan
anjingnya ditukar dengan ember.[ CITATION Dja19 \l 1033 ]
Rendahnya cakupan vaksinasi rabies dan terbatasnya ketersedian vaksin rabies salah satu
kendala sulitnya pengendalian penyakit rabies di Kabupaten Wajo. Cakupan vaksinasi rabies
yang telah dilakukan pada saat terjadi peningkatan kasus gigitan anjing di Kecamatan Belawa
hanya sekitar 12,5 % oleh Dinas Pertanian yang membidangi fungsi Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Wajo. Kendala dalam melakukan vaksinasi juga disebabkan
mayoritas anjing merupakan anjing tidak berpemilik/anjing liar. [ CITATION Dja19 \l 1033 ]

B. Kesimpulan dari Situasi di Sulut


Berdasarkan beberapa sumber di atas diketahui bahwa pada beberapa daerah di wilayah
Sulut pelaksanaan vaksinasi masih belum optimal, sehingga memengaruhi cakupan vaksinasi
yang tergolong masih rendah, karena faktor tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perencanaan yang lebih baik lagi agar program vaksin bisa berjalan dengan baik disemua
wilayah dan distrubusi vaksin bisa merata sesuai kebutuhan wilayah masing-masing.
Selain itu, Manajemen Populasi Anjing juga perlu dilakukan dengan baik, karena di
Provinsi Sulut masih banyak anjing yang tidak ada pemiliknya sehingga dibiarkan lepas
begitu saja.

C. Dampak dari Rabies


Walaupun rabies dapat dicegah melalui vaksinasi massal, penyakit ini merupakan
beban kesehatan masyarakat di negara berkembang yang tidak mempunyai sumber daya
teknis dan finansial untuk mengendalikan rabies pada populasi hewan (Haesler et al.
2012). (Kementerian Pertanian, 2019)
Metode dalam memperkirakan beban penyakit rabies saat ini dilakukan secara
komprehensif yang meliputi penghitungan kerugian, kehilangan produktivitas karena
mortalitas dan morbiditas (yang diekspresikan sebagai DALYs), biaya langsung seperti
pemberian VAR dan SAR, serta biaya tidak langsung seperti biaya transportasi dan
kehilangan pendapatan. Kerugian peternakan dan biaya surveilans serta tindakan
pencegahan seperti vaksinasi juga termasuk di dalamnya (WHO 2018). Secara umum
dampak rabies adalah kehilangan nyawa manusia dan hewan, dampak ekonomi, dan
dampak sosial. (Kementerian Pertanian, 2019)
Secara keseluruhan dampak ekonomi yang paling besar adalah hilangnya produktiftas
masyarakat dan adanya pembiayaan penggunaan VAR maupun SAR yang menyebabkan
kehilangan 1,74 juta DALYs (disability-adjusted life year atau tahun hidup dengan
disabilitas) setiap tahun. Perkiraan kerugian ekonomi ini dihitung berdasarkan beban dari
penyakit tersebut, yaitu kematian, pembiayaan yang disebabkan karena adanya
pembiayaan rumah sakit, biaya obat-obatan (termasuk vaksin anti rabies dan obat-
obatan), serta biaya tidak melakukan aktivitas normal. Selain itu kerugian ekonomi
lainya yang juga diperhitungkan adalah kerugian akibat biaya upaya pengendalian dan
pemberantasan (Hampson K et al. 2015). (Kementerian Pertanian, 2019)

D. Strategi
Berikut ini adalah strategi umum dan strategi teknis dalam memberantas rabies yang tertuang
dalam Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia:
1. Tata Laksana Gigitan Terpadu (Takgit)
Program pengendalian rabies melibatkan banyak sektor, termasuk sektor kesehatan
hewan dan sektor kesehatan masyarakat yang memerlukan implementasi pendekatan One
Health (WHO 2018). Takgit merupakan salah satu implementasi pendekatan ini. Dengan
adanya Takgit diharapkan setiap kasus gigitan yang dilaporkan kepada petugas kesehatan
akan ditindaklanjuti dengan investigasi lapang sesuai standard oleh petugas kesehatan
hewan. Dari aktifitas ini diharapkan mendapatkan informasi umpan balik bagi petugas
kesehatan untuk melanjutkan pemberian VAR bagi korban gigitan atau menghentikan
VAR berdasarkan hasil diagnosa petugas kesehatan hewan.
2. Surveilans dan Analisis Epidemiologi
Surveilans rabies adalah indeks kunci untuk keberhasilan setiap program intervensi.
Surveilans rabies melibatkan pengumpulan data penting untuk (1) mengetahui situasi
epidemiologi rabies pada awal program, (2) memantau dan mengevaluasi kemajuan dan
dampak intervensi, (3) mengelola potensi terjadinya paparan pada manusia (kasus gigitan)
dan (4) menghitung efektivitas biaya upaya pengendalian.
3. Pengawasan Lalu Lintas Hewan
Pengawasan lalu lintas baik antar negara, pulau, provinsi maupun kabupaten/kota
diperlukan untuk mencegah keluar dan masuknya rabies dari suatu wilayah, terutama dari
daerah tertular ke daerah bebas. Pengawasan lalu lintas hewan mutlak diperlukan.
4. Manajemen Populasi Anjing (MPA)
Populasi anjing merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap program pengendalian rabies terutama dalam mencapai dan mempertahankan
cakupan vaksinasi yang diperlukan, yaitu 70%. Populasi anjing yang tidak terkendali akan
meningkatkan risiko penularan ke manusia dan juga menimbulkan permasalahan lainnya,
seperti masalah (1) kesejahteraan hewan, (2) penyakit rabies dan penyakit lainnya; (3)
cedera melalui kecelakaan lalu lintas; dan (4) permasalahan sosial lainnya yang seperti
keluhan dari masyarakat dan rasa takut dari masyarakat terhadap gigitan anjing
REFERENSI

Bara'allo, B. P., Nelwa, J. E., & Asrifuddin, A. (2018). Peta Sebaran Kasus Kematian
Manusia Akibat Rabies di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014-2017. Jurnal KESMAS,
Vol. 7, No.5. diakses di
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/22153
Kementerian Pertanian. (2019). Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia.
Jakarta. Diakses di https://rr-asia.oie.int/wp-content/uploads/2020/03/roadmap- rabies-
v05_indonesia.pdf
Kumaunang, L., Widayati, Y., & Gozali, A. (2019). Pelaporan dan Respon Cepat Kasus
Gigitan HPR/Rabies di Kabupaten Minahasa sebagai Efek dari Kolaborasi, Koordinasi
dan Komunikasi Lintas Sektoral dengan Pendekatan One Health Periode Juli 2018 –
Maret 2019. Prosiding : Penyidikan Penyakit Hewan Rapat Teknis dan Pertemuan
Ilmiah (RATEKPIL) dan Surveilans Kesehatan Hewan Tahun 2019, Hal.515-517.
Diakses di http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/9025
Lampus, B. S., Engkeng, S., & Makanoneng, C. (n.d.). Gambaran Tentang Perilaku
Pemiliki Anjing Terhadap Pencegahan Rabies di Wilayah Kerja Puskesmas Tahuna
Timur Kelurahan Dumuhung, Tona I, dan Tona II Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Diakses di https://fkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/CHRISTIFIEN-
MAKANONENG091511068.pdf
Pangemanan, M. C., & Goni, J. h. (2012). Perilaku Masyarakat dalam Penanggulangan
Penyakit Rabies di Desa Kalasey Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. Jurnal
Ilmu Administrasi (JIA), Vol.8 No.2. Diakses di
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jia/article/view/6290/5810
Djatmikowati, T. F., Yudianingtyas, D. W., Ramadhan, B., & Firdaus, T. (2019). Investigasi
Kasus Gigitan Anjing Supek Rabies di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi
Selatan Februari 2019. Buletin Informasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Vol 18, Nomor 1, Hal. 53-70. Diakses di
http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/9121/Investigasi%20Kasus
%20Gigitan%20Ajing.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai