Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE

LAYANAN DETEKSI DINI DAN RESPON KEJADIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR ZOONOTIK
(SURVEILANS PENYAKIT FILARIASIS)
TAHUN ANGGARAN 2022

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI


Unit Eselon I/II : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit/ BBTKLPP
Surabaya
Program : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Sasaran Program : Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Indikator Kinerja Program : 1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi
ARV (ODHA on ART) sebesar 50 persen
2. Persentase angka keberhasilan pengobatan TBC (TBC
Succes Rate) sebesar 90 persen
3. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria
sebanyak 365 kab/kota
4. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi kusta sebanayak
458 kab/kota
5. Jumlah kabupaten/kota endemis fillariasis yang mencapai
eliminasi sebanyak 106 kab/kota
6. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan
perokok usia kurang dari 18 tahun sebanyak 175 kab/kota
7. Jumlah Kab/kota yang melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM sebanyak 232 kab/kota
8. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi
dasar lengkap anak usia 0-11 bulan sebesar 87,9 persen
9. Jumlah Kab/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahgunaan Napza 430 kab/kota
10. Persentase kab/kota yang mempunyai kapasitas dalam
pencegahan dan pengendalian KKM sebesar 74 persen
11. Jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi
tropis terabaikan sebanyak 283 kab/kota
Kegiatan : Dukungan Pelayanan Surveilans dan Laboratorium
Kesehatan Masyarakat untuk Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Sasaran Kegiatan : Meningkatnya pelayanan surveilans dan laboratorium
kesehatan Masyarakat
Indikator Kinerja Kegiatan : Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan
penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan
Klasifikasi Rincian Output Pelayanan Publik Lainnya
Indikator KRO Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan
penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan dengan
target sebesar 90 persen.
Rincian Output Layanan Deteksi Dini & Respon Kejadian Penyakit Tular
Vektor Zoonotik
Indikator RO Terlaksananya Deteksi Dini & Respon Kejadian Penyakit
Tular Vektor Zoonotik
Volume RO : 1
Satuan RO : Rekomendasi
A. LATAR BELAKANG

1. Dasar Hukum
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15/MENKES/PER/X/2017
tentang Penanggulangan Kecacingan.
 Keputusan Menteri kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggara Sistem Surveilanss Epidemiologi Penyakit Menular dan penyakit tidak
menular terpadu.
 Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor 267/MENKES/SK/III/2004tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pencegahan Penyakit Menular

2. Gambaran Umum
Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) merupakan salah satu penyakit menular menahun yang
masih menjadi masalah Kesehatan masyarakat di Indonesia karena berjangkit di sebagian besar
wilayah Indonesia dan dapat menimbulkan kecacatan yang menetap. Limfatik Filariasis (LF)
merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan diklasifikasikan sebagai Penyakit
Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD). Di Indonesia LF bisa disebabkan
oleh semua jenis cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori dan
ditularkan oleh nyamuk-nyamuk Culex, Anopheles dan Aedes.
Berdasarkan laporan daerah dan hasil survei darah jari, hingga tahun 2015, tercatat
sebanyak 239 kabupaten/kota sudah dinyatakan endemis filariasis dari 511 kabupaten/kota.
Sedangkan untuk jumlah kasus kronis fllariasis (limfedema dan hidrokel) telah tercatat
sebanyak 14.932 orang yang tersebar di 401 kabupaten/kota di 33 propinsi.

POPM Filariasis bisa dihentikan apabila berdasarkan survey evaluasi penularan


filariasis (Transmission Assessment Survey/TAS) menunjukkan tidak berlangsung
penularan. Penghentian POPM Filariasis berlangsung selama 2 tahun hingga dilakukan
survey ulang TAS kedua hingga TAS ketiga. Evaluasi penularan Filariasis dilakukan untuk
daerah endemis Filariasis yang telah menyelesaikan setidaknya lima putaran POPM
Filariasis dengan cakupan pengobatan minimal 65% dari total penduduk serta prevalensi
mikrofilaria <1% di desa-desa sentinel dan spot-check. Jika ditemukan prevalensi
mikrofilaria >1% pada salah satu desa mengakibatkan kegagalan preTAS maka
Kabupaten/Kota endemis harus mengulang pengobatan.
WHO merekomendasikan penggunaan alat rapid test untuk evaluasi pasca POPM
seperti tertulis dalam buku panduan (2011). Alat yang direkomendasikan untuk daerah
endemis Brugia malayi dan Brugia timori adalah Brugia Rapid Test (BRT) yang memeriksa
antibodi dalam darah

Pada tahun 2021, Indonesia melaporkan inkonsistensi kualitas BRT saat dilakukan
pemeriksaan kendali mutu. Untuk merespon laporan tersebut, WHO mengadakan studi
multicenter di tiga negara pengguna BRT pada awal tahun 2022 dan satu laboratorium
independent (US-CDC). Hasil studi multicenter menunjukkan inkonsistensi sehingga WHO
tidak merekomendasikan penggunaan Brugia Rapid Test untuk TAS di Indonesia tahun
2022 dan menggantinya dengan Brugia Impact Survey (BIS), sebuah survei dengan alat
diagnostik sediaan darah jari malam. Satu kabupaten endemis Brugia spp. yang layak
TAS bisa memilih salah satu opsi berikut ini, sesuai dengan jenis TAS yang akan
dilaksanakan:
Adapun lokasi kegiatan filariasis dilakukan di Prov NTT yaitu TAS 1 di Kabupaten
Nagakeo, Lembata, Kupang dan Ngada. Justifikasi pemilihan lokasi berdasar rangkaian
tahapan proses kegiatan Eliminasi Filariasis, dimana kabupaten tersebut telah
melaksanakan POPM tahun terakhir untuk melihat apakah sudah tidak terjadi penularan
filariasis.
BBTKL PP Surabaya bersama dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT melakukan Brugia
Impact survei (BIS) ini yang dikenal dengan survei Transmition Assessment Survey (TAS)
guna mendapatkan informasi endemisitas filariasis yang terbaru sebagai masukan program
eliminasi LF di tingkat Nasional atau di tingkat Kabupaten/Kota untuk program pemberian
obat masal pencegahan POPM LF. Serta, menunjang resolusi 50.29 the World Health
Assembly untuk eliminasi LF sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat di tahun
2021 selaras pula dengan WHO yang meluncurkan program eliminasi LF global (GELPF)
pada tahun 2000, dengan strategi utama (POPM) LF dalam memutuskan rantai penularan
penyakit,

B. TUJUAN
Tujuan Umum :
Sebagai pengganti sementara TAS, tujuan BIS tidak berbeda dengan TAS. BIS dilakukan
untuk mengukur prevalensi infeksi di Kabupaten/Kota endemis Filariasis telah berhasil
diturunkan ke tingkat dimana penularan baru tidak terjadi (prevalensi mikrofilariaemi <1%) di
daerah endemis Brugia spp dan endemis campuran (Brugia spp. dan W.bancrofti) sehingga
POPM Filariasis bisa dihentikan dengan aman. Pelaksanaan BIS di kabupaten Nagakeo,
Lembata, Kupang dan Ngada bertujuan untuk menggantikan sementara TAS1 sebelum
kabupaten Bengkayang dapat menghentikan POPM LF dan melanjutkan ke tahapan
surveilans LF TAS2 dan TAS3.
Tujuan Khusus :
a) Mengetahui prevalensi dan faktor risiko filariasis pada masyarakat
b) Mengetahui angka mikrofilaria
c) Survei ini adalah untuk menilai apakah penularan sudah dapat ditekan dengan mf < 1

C. PENERIMA MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada Dinas Kesehatan Provinsi/ Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam upaya mengetahui keberhasilan program POPM dalam
menurunkan prevalensi filariasis.

D. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


Pelaksanaan TAS
1. Metode Pelaksanaan
a. Sasaran survei
Sasaran survei BIS adalah orang dewasa berusia >=18 tahun.
Rasional: Berbeda dengan TAS yang mengukur tingkat antibodi Filariasis di kelompok
berisiko (anak 6-7 tahun), BIS mengukur prevalensi mikrofilariaemi (mf) pada orang dewasa
(>= 18 tahun) karena prevalensi mikrofilariaemi sangat rendah terjadi pada anak-anak
dibandingkan dengan kelompok usia lain dimana prevalensi mikrofilariaemi terbanyak ada
pada kelompok usia dewasa. Prevalensi mikrofilariaemi <1% pada kelompok usia dewasa
akan menunjukkan di komunitas tersebut tidak terjadi penularan Filariasis yang
berkelanjutand.
b. Rancangan survei
BIS merupakan pemeriksaan cross-sectional berbasis masyarakat (community-based) yang
melibatkan pengumpulan data masyarakat pada waktu tertentu. Pemeriksaan dilakukan di
satu kabupaten/kota endemis Brugia spp. untuk menilai apakah unit evaluasi yang telah
melaksanakan sekurang-kurangnya 5 (lima) putaran POPM Filariasis dengan cakupan
yang efektif bisa menghentikan POPM Filariasis.
Survei dilaksanakan pada komunitas di seluruh wilayah kabupaten/kota endemis. Terdapat
dua rancangan survei yang dipilih berdasarkan jumlah komunitas di satu kabupaten/kota
endemis:
- Survei sistematis
- survei klaster.

Pemilihan rancangan survei disesuaikan dengan alur berikut:

Selain jumlah Desa/Kelurahan yang terdapat di suatu kabupaten, besarnya unit evaluasi dari
suatu kabupaten juga ditentukan oleh jumlah penduduk. Dalam penerapan BIS, batas
maksimal jumlah penduduk untuk satu unit evaluasi adalah 500.000 jiwa. Jika suatu
kabupaten/kota memiliki
>500.000 maka harus dibagi menjadi beberapa unit evaluasi sehingga masing-masing unit
evaluasi memiliki jumlah penduduk kurang dari 500.000 jiwa.

c. Pemilihan klaster dan responden survei


Pemilihan klaster-klaster dan responden BIS dilakukan oleh sistem dengan bantuan alat
Survey Sample Builder (SSB) yang dikembangkan khusus untuk survei berbasis komunitas.
Data yang diperlukan untuk pemilihan klaster adalah:
i) Data total penduduk kabupaten/kota
ii) Daftar seluruh desa/kelurahan di Kabupaten/Kota yang disusun secara geografis.
iii) Data jumlah penduduk usia >=18 tahun dari setiap desa/kelurahan
iv) Data KK (Kepala Keluarga) dari setiap desa/kelurahan.

SSB akan memilih 30 klaster dari daftar ini menggunakan sampling probability proportionate
to estimated size (PPES). SSB juga akan membuat daftar angka acak untuk memilih
responden survei di setiap klaster terpilih.

Untuk kabupaten/kota yang menggunakan sample sistematis (memiliki <=40 desa/kelurahan)


maka SSB akan menghasilkan daftar angka acak (List A dan List B) yang harus dipilih secara
acak untuk digunakan di setiap desa.
d. Langkah-langkah rinci untuk pemilihan klaster dan responden BIS
1. Tim kerja BBTKLPP Surabaya, Dinkes Prov NTT berkoordinasi dengan Pengelola
Program Eliminasi Filariasis Kabupaten untuk mendapatkan data-data yang diperlukan
oleh SSB untuk pemilihan klaster.
2. Pengelola program eliminasi filariasis di kabupaten berkoordinasi dengan Kantor
Kependudukan dan Catatan Sipil (DUKCAPIL) Kabupaten atau kantor lain yang memiliki
data kependudukan untuk membuat daftar seluruh desa/kelurahan yang dilengkapi
dengan data jumlah KK dan jumlah penduduk berusia > 18 tahun di setiap
desa/kelurahan. ( Formulir daftar desa/kelurahan dan jumlah penduduk usia > 18
tahun ).

3. Tim Kerja BBTKLPP Surabaya memilih 30 klaster secara acak dari daftar desa yang
dikirimkan dengan memakaai perangkat ecxell SSB untuk Brugia Impact Survey. Daftar
klaster terpilih akan dikembalikan ke pengelola program Filariasis Kabupaten/kota
disertai daftar angka acak untuk memilih responden/KK dietiap klaster terpiih.
4. Tim kerja BBTKLPP Surabaya, Dinkes Prov NTT bersama pengelola Program
Filariasis dan Kabupaten beserta Puskesmas yang wilayah kerjanya menjadi klaster
terpilih untuk BIS akan bertemu untuk berkoordinasi sesaat sebelum beberapa hari
pelaksanaan BIS. Dalam pertemuan koordinasi ini, Puskesmas akan menyusun
daftar KK lengkap di setiap klaster terpilih agar bisa memilih responden/KK
berdasarkan daftar angka acak yang dihasilkan SSB untuk setiap klasternya.
Jika daftar KK di setiap klaster terpilih tidak tersedia maka daftar angka acak akan
digunakan untuk memilih KK pada saat tim survei datang ke lokasi (Lampiran 5.
Tatacara pemilihan rumah/KK menggunakan daftar angka acak pemilihan
responden/KK).
5. Pada waktu pengumpulan sampel tim survei mengunjungi setiap responden/KK
terpilih dan mengumpulkan sediaan darah dari anggota keluarga yang berusia
>=18 tahun yang bersedia diperiksa di setiap KK terpilih.

e. Besaran sampel
Besaran sampel dihitung agar bisa menentukan rerata angka prevalensi mikrofilaria
dalam darah adalah <1% di daerah endemis dengan vektor
Anopheles/Culex/Mansonia.
Nilai ambang batas kritis (critical cut-off) untuk menentukan kelulusan satu unit evaluasi
dihitung dari besaran sampel berdasarkan jumlah populasi sasaran survei (penduduk
usia >=18 tahun) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Besaran sampel dan nilai ambang batas kritis (critical cut-off) berdasarkan jumlah
populasi dari unit evaluasi dengan vector Anopheles/culex/mansonia untuk mendeteksi
ambang 1% mikrofilariaemi pada orang dewasa.

Jumlah populasi sasaran Sampling Sistematis Sampling Cluster


(usia >18 tahun)
Besaran Sampel Critical Besaran Critical Cutoff
Cutoff Sampel
5,000 – 11,999 758 3 1010 4

12,000 – 35,999 768 3 1024 4

36,000 – 500,000 772 3 1032 4

Pada survei klaster ini SSB mengeluarkan list 30 klaster, berdasarkan jumlah sampel
minimum dari table di atas dari setiap klaster diperlukan adalah 34 sampel KK dimana
semua orang dewasa dalam KK tersebut akan diambil menjadi sampel.
f. Alat diagnostik survei
Alat diagnostik yang dipakai untuk mengetahui adanya mikrofilaria dalam darah dilakukan
dengan membuat sediaan apus darah tepi yang dikumpulkan pada jam 22.00 – 02.00.
Pengumpulan darah bisa dilakukan dengan tabung mikrokapiler non heparin dan langsung
dibuat menjadi sediaan apus di lokasi. Sediaan apus darah ini perlu diwarnai dengan Giemsa
sebelum bisa diperiksa keberadaan mikrofilaria memakai mikroskop Pemilihan metode
pengambilan darah diserahkan kepada tim survei, disesuaikan dengan ketersediaan alat dan
kondisi lokasi klaster terpilih.
g. Penyuluhan kesehatan
Pada saat masyarakat yang mau berpartisipasi sudah berkumpul, petugas provinsi atau
kabupaten/kota memberikan penyuluhan tentang penyakit filariasis, tujuan survei, tindak lanjut
setelah ada hasil survei. Media penyuluhan kesehatan dapat menggunakan flipchart, leaflet,
poster dan atau film documenter filariasis..

2. Pewarnaan slide
Pewamaan sediaan darah jari merupakan tanggungjawab dari tim pusat, dengan mengikutl
protocol yang tersedia.

3. Pemeriksaan Spesimen/pembacaan slide


Pemeriksaan specimen akan dilakukan oleh teknisi laboratorium yang ahli dalam
pembacaan slide mlkrofilarla (misalnya Balai Penelitlan dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan, BTKL Kementerian Kesehatan, atau Parasitologi FKUI).

4. Penetapan Hasll
Penetapan hasil didasarkan pada ada atau tidaknya mikrofilarla dalam sediaan darah
sampel. Bila ditemukan adanya microfilaria maka sampel dikatakan posltif

2. Tahapan Pelaksanaan.
• On the job training(OJT);
• Survei darah jari di malam hari pada pukul 22:00-2:00WIB;
• Pewamaan slide.
• Pemeriksaan slide (dilakukan oleh teknlsi ahli)
Kegiatan OJT lni dilaksanakan sebelum kegiatan survei. Supervisor pusat memberikan
pemaparan materi dan praktek kepada petugas kabupaten, puskesmas dan kader.

Materi singkat yang diajarkan dalam pelatihan lni antara lain:


• Lymphatic filariasis (etiologi, pathogenesis, pencegahan dan pengobatan filariasis)
• Tujuan survei
• Praktek pengambilan darah jari filariasis sesuai dengan protokol, termasuk teknik
pembuatan apusan darah dan pewamaan yang berkualitas
• Pencatatan dan pelaporan

3. Tim Survei
Survel di lokasi k a b u p a t e n p r o v i n s i N T T ini melibatkan tim dari tingkat pusat sampai puskesmas
dengan rincian total tenaga seluruh lokasi sebagai berikut :
•Pusat 2 orang sebagai supervisor pusat yang akan memastikan kualitas survei, 2 orang analis
dan 2 orang sebagai petugas administrasi & keuangan
•Provinsi 2 orang sebagai supervisor lapangan yang akan memastikan kelancaran sebelum dan
selama survei berlangsung.
•Kabupaten/kota 4 orang sebagai coordinator lapangan.
•Puskesmas 3 orang (analis kesehatan atau Petugas Laboratorium) sebagai petugas pengambil
darah.
•Kader 3 orang sebagai petugas yang mengajak masyarakat berpartisipasi aktif pada kegiatan
survey dan membantu tim survey untuk mengisl data sampel (nama, usia berdasarkan kolom
jenis kelamin) pada fornulir pemeriksaan dan data lain yang ada dalam formunlir survey
dengan supervise dari petugas kabupaten

STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


1. Metode Pelaksanaan

Tahapan Sub komponen/item Akun Kategori Jadwal


bemanja (U/P) Pelaksanaan Penarikan
Bulan Minggu Bulan Minggu
survei TAS 1/ 1) Persiapan Penunjang 01 01
BIS kegiatan melalui
rapat internal
penentuan lokasi
sasaran
2) Penyusunan penunjang 01-02 01-02
kerangka acuan
kegiatan
3) Pengadaan 521211 02 02
bahan dan
reagensia
4) Koordinasi 524111 utama 03 03
kegiatan Survei 524113
5) OJT kegiatan 524111 utama 05 05
524113
521211
524119
6) Survei TAS 1/BIS 524111 utama 05, 05,
524113 08 08
521211
7) Pemeriksaan utama 05, 05,
laboratorium 08 08
8) Analisis data utama 08,09 08,09
9) Penyusunan utama 08,09 08,09
laporan

E. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN

Waktu pencapaian keluaran dari kegiatan ini adalah 8 bulan yaitu dari bulan Januari sampai
bulan
Desember 2022.

Bulan ke-
Tahapan Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan kegiatan melalui rapat
internal penentuan lokasi
sasaran
Penyusunan kerangka acuan
kegiatan
Pengadaan bahan dan
reagensia
Koordinasi kegiatan Survei
OJT kegiatan
Survei
Pemeriksaan laboratorium
Analisis data
Penyusunan laporan

F. BIAYA YANG DIPERLUKAN

Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bersumber dari DIPA BBTKLPP Surabaya Tahun
2022.
Demikian Kerangka Acuan Kerja dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kepala

Dr. Rosidi Roslan, SKM., SH., MPH., MH


NIP 197109181995031001

Anda mungkin juga menyukai