Anda di halaman 1dari 16

PEDOMAN

PENCATATAN DAN PELAPORAN SKDR

UPT PUSKESMAS SEMANU II

DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

2023

LEMBAR PENGESAHAN

PEDOMAN

PENCATATAN DAN PELAPORAN SKDR

M
No. Dokumen :

Tanggal Terbit :

No. Revisi :

Penanggung Jawab Ketua Tim Mutu

Admen/UKP/UKM drg Erla Asmalasari

Kepala Puskesmas

Hery Sudaryanto,

S.Kep,Ners,M

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini kemajuan teknologi transportasi dapat membuat mobilitas manusia, hewan maupun barang menjadi

sangat tinggi dan cepat, kondisi tersebut berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara global. Dunia saat ini

menghadapi ancaman munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu timbulnya suatu kejadian dan atau meningkatnya suatu
kejadian kesakitan atau kematian melebihi keadaan biasa pada suatu kelompok masyarakat dalam periode waktu tertentu.

Disamping itu ancaman munculnya penyakit baru (new emerging) dan re-emerging juga menjadi tantangan global yang harus

siap untuk dilakukan antisipasi pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu perubahan iklim yang disebabkan oleh

pemanasan global juga semakin cepat, kondisi ini akan mempengaruhi pola dan jenis penyakit potensial KLB baik secara

langsung maupun tidak langsung, misalnya seperti malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), maupun penyakit new emerging.

Salah satu contoh tahun 2009 terjadinya pandemi influenza (Swine flu) yang muncul berawal dari negara Mexico dan dalam

jangka waktu cepat menularkan ke berbagai negara dan lintas benua, wabah penyakit virus Ebola (EVD) tahun 2014.

Indonesia yang letaknya strategis secara geografis masih memiliki beberapa penyakit potensial KLB seperti malaria,

demam dengue, leptospirosis, diare, kolera, difteri, antraks, rabies, campak, pertusis, maupun ancaman penyakit – penyakit

new emerging dan re-emerging. Penyakit-penyakit tersebut apabila tidak dipantau dan dikendalikan maka akan mengancam

kesehatan masyarakat Indonesia dan menyebabkan KLB yang lebih besar atau bahkan dapat menyebar ke negara tetangga

lainnya. Dengan latar belakang itu semua maka sangat penting pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon

ditingkatkan kembali di seluruh wilayah di Indonesia.

Indonesia yang letaknya strategis secara geografis masih memiliki beberapa penyakit potensial KLB seperti malaria,

demam dengue, leptospirosis, diare, kolera, difteri, antraks, rabies, campak, pertusis, maupun ancaman penyakit – penyakit

new emerging dan re-emerging. Penyakit-penyakit tersebut apabila tidak dipantau dan dikendalikan maka akan mengancam

kesehatan masyarakat Indonesia dan menyebabkan KLB yang lebih besar atau bahkan dapat menyebar ke negara tetangga

lainnya. Dengan latar belakang itu semua maka sangat penting pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon

ditingkatkan kembali di seluruh wilayah di Indonesia.

Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning Alert Response and

System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular

yang dilaporkan secara mingguan dengan berbasis komputer, yang dapat menampilkan alert atau sinyal peringatan dini

adanya peningkatan kasus penyakit melebihi nilai ambang batas di suatu wilayah, dan Alert atau sinyal peringatan dini yang

muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk

melakukan respon cepat agar tidak terjadi KLB.

Pelaksanaan SKDR dilakukan rutin secara berjenjang mulai dari unit pelayanan kesehatan paling bawah hingga

tingkat pusat. Tahun 2009 SKDR pertama kali diterapkan di Provinsi Lampung dan Bali. Seluruh petugas atau pengelola

surveilans puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi di kedua provinsi tersebut dilatih. Penerapan SKDR di

Indonesia dilakukan sejak tahun 2009 melalui Subdit Surveilans dan Respon KLB (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan RI.

Pada akhir tahun 2015 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) membuat website/SKDR untuk mempermudah

pengolahan dan pelaporan data sebagai upaya deteksi penyakit secara dini dan respon dengan cepat. Sejak pedoman SKDR

dicetak tahun 2012, pedoman ini belum mengalami perubahan mengikuti perkembangan yang terjadi di program. Oleh karena

itu maka perlu direvisi dan diupdate sesuai dengan perubahan diprogram.

Agar dalam pelaksanan SKDR dapat dilakukan secara luas di seluruh Indonesia maka perlu disusun pedoman SKDR

yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan untuk melakukan kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit berpotensial

KLB.
B. Tujuan Pedoman

1. Tujuan Umum

Tujuan disusunnya pedoman ini adalah sebagai acuan bagi petugas puskesmas untuk menyelenggarakan kegiatan

Pencatatan dan pelaporan SKDR dalam melaksanakan fungsi kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit

menular yang berpotensi menimbulkan KLB/ wabah.

2. Tujuan Khusus

a. Menyelenggarakan deteksi dini penyakit menular berpotensi KLB

b. Memberikan input kepada program dan sektor terkait untuk melakukan respon pengendalian penyakit menular berpotensi KLB

c. Meminimalkan kesakitan dan atau kematian akibat penyakit menular berpotensi KLB.

d. Memonitor kecenderungan atau tren penyakit menular berpotensi KLB.

Menilai dampak program pencegahan dan pengendalian penyakit menular berpotensi

C. Sasaran Pedoman

Sasaran dari pedoman SKDR adalah seluruh penyelenggara kegiatan surveilans dalam rangka deteksi dini dan respons

penyakit menular berpotensi KLB atau wabah.

D. Ruang Lingkup Pedoman

Ruang lingkup dari pedoman SKDR ini adalah semua kegiatan surveilans dalam rangka untuk deteksi dan respons penyakit

potensial KLB baik di fasilitas kesehatan (puskesmas, rumah sakit, laboratorium) dan jejaringnya, Dinas Kesehatan dan

Kementerian Kesehatan.

E. Batasan Operasional

1. Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning Alert Response and

System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular yang

dilaporkan secara mingguan dengan berbasis komputer.

2. Pengumpulan data

a. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara langsung dari Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif

puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya.

b. Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan data kesakitan

dan kematian, laporan kegiatan, laporan masyarakat dan bentuk lainnya.

c. Pengolahan data : Pengolah data dilakukan dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk

(transform) dan pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang. Disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan

peta (mapping).

d. Diseminasi Informasi yang didapat dari hasil analisis tersebut kemudian disimpulkan dan dirumuskan dalam suatu

rekomendasi yang disampaikan kepada pengambil kebijakan. Diseminasi dapat dilakukan dengan cara:

a. menyampaikan informasi kepada unit yang Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Antraks 51

membutuhkan untuk dilaksanakan tindak lanjut;


b. menyampaikan informasi kepada Pengelola Program sebagai sumber data/laporan surveilans sesuai ketentuan

peraturan perundangan-undangan; dan

c. memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan kualitas data.

Diseminasi dapat dilakukan melalui surat edaran, buletin epidemiologi, website, dan melalui media masa.

3. Penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab, sumber dan cara

penularan serta faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya wabah.

4. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna

secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus

pada terjadinya wabah. (Permenkes No.1501 Tahun 2010).

5. Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun

waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih

dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau

lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan

kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit

periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali

atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

6. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan

masyarakat. Meliputi: penyelidikan epidemiologi; penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan,

pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan

penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya

penanggulangan lainnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010.

7. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen penanggulangan KLB yang bertujuan agar KLB tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

8. Tim Gerak Cepat adalah Tim yang tugasnya membantu upaya penanggulangan KLB/wabah.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan pencegahan dan penanganan penyakit antraks

mulai dari Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Admen, UKP, UKM dan seluruh karyawan.

Adapun kualifikasi sumber daya manusia dalam penyeleggaraan SKDRadalah sebagai berikut :

NO TUGAS JABATAN KETERANGAN

1. Penanggung jawab / Petugas

SKDR

2. Tim Gerak Cepat (TGC)

B. Distribusi Ketenagaan

1. Penanggungjawab / petugas Surveilans melakukan pelaporan skdr/w2 setiap minggu, laporan STP setiap bulan dan

laporan W1 serta laporan KLB apabila terjadi KLB/wabah.

2. Seluruh Tim Gerak Cepat Puskesmas bekerjasama dalam menyelesaikan masalah kesehatan khususnya KLB penyakit

secara efektif dan efisien sesuai bidang masing-masing, mulai dari kebijakan, Preventif (pencegahan), promotif, kuratif

(pengobatan) dan rehabilitatif.

C. Jadwal Kegiatan

1. Pengaturan kegiatan program surveilans kesehatan dilakukan bersama dengan para pemegang program lain dalam

lokakarya mini bulanan maupun tri bulanan/lintas sektor, dengan persetujuan Kepala Puskesmas.

2. Jadwal kegiatan program surveilans kesehatan dibuat untuk jangka waktu satu tahun, dan di breakdown dalam jadwal

kegiatan bulanan dan dikoordinasikan setiap awal bulan sebelum pelaksanaan kegiatan.

3. Jadwal dan perencanaan kegiatan program surveilans dan keracunan pangan yang bersifat kejadian (insidentil) dapat

dikoordinasikan kepada Kepala Puskesmas untuk segera ditindaklanjuti.


BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas

1. Panduan bagi setiap pelaksana program

2. Kit Penyelidikan Epidemiologi (PE) :

a. Surat Tugas

b. Alat tulis

c. Formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE)

d. Formulir kasus/kontak erat

e. Formulir Kewaspadaan Wabah

3. Kit Pengelolaan Spesimen :

a. Alat Pelindung Diri (APD) : jas lab, sarung tangan, masker bedah / N95, sepatu boot, tutup kepala, kantung

biohazard, desinfektan

b. Alat pengambilan spesimen

c. Kantong plastik

d. Spesimen carrier dengan ice pack

4. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat : poster, selebaran/leaflet, laptop, LCD proyektor, layar, wireless system

(amplifier dan microphone).

5. Transportasi : sepeda motor / mobil ambulans.


BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan

1. Deteksi dini (early detection)

Proses atau upaya untuk mengidentifikasi atau mendeteksi suatu masalah, penyakit, gangguan, atau ancaman sejak

tahap awal atau sebelum gejalanya menjadi nyata atau parah. Tujuan utama dari deteksi dini adalah untuk

memberikan kemungkinan intervensi atau tindakan yang lebih efektif dan tepat waktu, yang pada gilirannya dapat

mengurangi dampak negatif atau bahkan mencegah masalah tersebut. Pelayanan Pengobatan dan Pencegahan KLB

2. Alert

Pesan atau peringatan yang disampaikan kepada individu, masyarakat, atau pihak yang berwenang mengenai

situasi atau kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan. Alert kesehatan bertujuan untuk memberikan informasi

yang relevan dan penting terkait dengan risiko kesehatan atau ancaman yang dapat merugikan individu atau

masyarakat.

3. Respon

tindakan atau reaksi yang diambil dalam rangka menjaga dan memelihara kesehatan individu atau masyarakat

secara keseluruhan. Respons kesehatan mencakup berbagai aspek, termasuk tindakan preventif, perawatan medis,

manajemen penyakit, dan upaya-upaya lainnya untuk memastikan kesehatan yang optimal.

B. Metode

Pengumpulan data dalam surveilans berbasis kejadian harus cepat dan dapat menangkap informasi yang cukup

guna pengkajian awal dari kejadian. Informasi dari setiap kejadian yang dilaporkan harus masuk dalam database

dimana dampak, hasil kajian, dan respon dicatat.

Komponen informasi yang harus dikumpulkan oleh petugas unit pelapor pada saat konfirmasi data sesuai dalam

format yang ada dalam website SKDR, meliputi:

1. Identifikasi kejadian (penyakit, rumor, sumber laporan)

2. Tanggal dan waktu kejadian.

3. Lokasi / tempat kejadian

4. Tanggal pelaporan dan kontak lengkap dari pelapor

5. Deskripsi dari kejadian

6. Respon yang sudah dilakukan sampai hari ini, jika ada.

Selama konfirmasi dan kajian kejadian:

1. Mungkin diperoleh informasi tambahan lewat sumber – sumber lain, seperti RS, sekolah, Laboratorium.
2. Dibutuhkan keputusan selanjutnya, mengenai penyelidikan lebih lanjut dan respon apa yang harus dilakukan

Pada sistem surveilans berbasis kejadian diperlukan sistem pelaporan yang cepat.

Metode pelaporan cepat dapat menggunakan berbagai cara;


1. Surat elektronik/Email

2. SMS Gateway

3. Aplikasi komunikasi melalui layanan digital seperti WhatsApp

4. Hotline centre

5. Media Sosial resmi

6. Webiste SKDR

C. Langkah Kegiatan

Dalam melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pangan dapat

dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahapan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, yang terpenting

dalam tahapan kegiatan dipastikan memuat seluruh unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Tahapan tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Menegakkan atau Memastikan Diagnosis

Untuk membuat penghitungan kasus secara teliti guna keperluan analisis di tahapan berikutnya maka perlu

memastikan diagnosis dari kasus-kasus yang dilaporkan terhadap KLB yang dicurigai. Alasan mengapa

langkah ini penting adalah :

a. Adanya kemungkinan kesalahan dalam diagnosis

b. Memastikan adanya tersangka atau adanya orang yang mempunyai sindroma tertentu.

c. Informasi bukan kasus (kasus-kasus yang dilaporkan tetapi diagnosisnya tidak dapat dipastikan)

harus dikeluarkan dari informasi kasus yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya suatu KLB.

2. Memastikan terjadinya KLB

Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah berjalan

memang benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi pada populasi yang

dianggap mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah berjalan secara menonjol melebihi

insidens yang "biasa", maka biasanya dianggap terjadi KLB.

3. Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang tengah

berjalan

Apabila dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan penghitungan awal dari kasus-kasus yang tengah

berjalan (orang-orang yang infeksinya atau keracunannya terjadi di dalam periode KLB) untuk memastikan

adanya frekuensi kasus baru yang "berlebihan".

4. Menggambarkan karakteristik KLB

a. Variabel waktu

b. Variabel tempat

c. Variabel orang (kasus) yang terkena

5. Mengidentifikasikan Sumber dari Penyebab Penyakit dan Cara Penularannya

Untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari satu kali siklus

perumusan dan pengujian hipotesis. Hipotesis adalah adalah suatu pernyataan, keadaan atau asumsi
"dugaan yang terbaik" dari peneliti, dengan menggunakan informasi yang tersedia, yang menjelaskan

terjadinya suatu peristiwa.

Dalam hubungan dengan penyelidikan KLB biasanya hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit

yang dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang telah terpapar atau

mempunyai risiko akan terpapar.

6. Mengidentifikasikan Populasi yang Mempunyai Peningkatan Risiko Infeksi

Apabila sumber dan cara penularan telah dipastikan, maka orang-orang yang mempunyai risiko paparan

yang meningkat harus ditentukan, dan tindakan-tindakan penanggulangan serta pencegahan yang sesuai

harus dilaksanakan. Siapa yang sesungguhnya mempunyai risiko paparan meningkat tergantung pada

penyebab penyakit, sifat sumbernya, cara penularannya, dan berbagai ciri-ciri orang- orang rentan yang

meningkatkan kemungkinannya terpapar.

7. Melaksanakan Tindakan Penanggulangan

Tindakan penanggulangan yang dilaksanakan ditujukan kepada salah satu atau semua dari hal-hal berikut

(serta lainnya) : sumber infeksi, sumber penularan, alat/cara penularan, orang-orang rentan yang

mempunyai risiko paparan tinggi. Tindakan penanggulangan tertentu dapat dimulai sedini tahap diagnosis

kasus.

8. Laporan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa

Tujuan pokok dari laporan penyelidikan ialah untuk meningkatkan kemungkinan agar pengalaman dan

penemuan-penemuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain dan

menerapkan teknik-teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan penanggulangan.
BAB V

LOGISTIK

Logistik surveilans kesehatan dapat diartikan segala bentuk penyediaan dana dan sarana prasarana pendukung dalam penyelenggaraan

surveilans kesehatan di Puskesmas.

A. Dana

Pendanaan penyelenggaraan SKDRdapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja

daerah provinsi, anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota, anggaran pendapatan belanja kapanewon, anggaran

pendapatan belanja kalurahan, dana swadaya masyarakat, bantuan swasta, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak

mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam kegiatan SKDRsebagai berikut :

1. Buku Pedoman

2. Kit Penyelidikan Epidemiologi (PE)

a. Surat Tugas

b. Alat tulis

c. Form Penyelidikan Epidemiologi

d. Label

e. Kantong plastik

f. Alat dan bahan pengambilan spesimen

g. Spesimen carrier dengan ice pack

3. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

a. Selebaran/leaflet
b. Poster
c. Wireless Microphone

d. Laptop
e. LCD projektor

f. Layar

g. Kamera

4. Alat Transportasi
a. Sepeda Motor
b. Mobil Ambulan
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN / PROGRAM

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai

sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan

karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran banyak program Kesehatan lainnya.

Dasar pertimbangan perlindungan dan jaminan atas keselamatan tidak hanya ditujukan semata untuk tenaga kesehatan tetapi

untuk semua orang yang berada dalam program kegiatan. Seperti yang tertuang dalam ‘pertimbangan’ dikeluarkannya UU No. 1 Tahun

1970 tentang Keselamatan Kerja yang berbunyi “Bahwa setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja terjamin pula keselamatannya”.

Tahapan – tahapan dalam mengelola keselamatan sasaran antara lain:

1. Identifikasi Resiko.

Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang

dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat

perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan

risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Analisis Resiko

Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan yang sudah

diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang

terjadi.

3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko

Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah menentukan rencana yang akan dilakukan untuk

mencegah terjadinya resiko atau dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan

resiko yang mungkin terjadi.

4. Rencana Upaya Pencegahan

Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi resiko atau dampak yang

ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi

resiko atau dampak yang terjadi.

5. Monitoring dan Evaluasi.

Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk

mengetahui apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan perencanaan, apakah ada

kesenjangan pelaksanaan dengan perencanaan, sehingga dengan segera dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap terakhir

adalah melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di suatu puskesmas merupakan suatu persyaratan dimana

disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 bahwa puskesmas wajib menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Puskesmas.

Diharapkan melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja puskesmas dapat memiliki lingkungan kerja yang sehat,

aman, efisien dan produktif. Lebih dari itu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membantu Pimpinan

Puskesmas untuk dapat melaksanakan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan tuntutan masyarakat global baik

secara nasional maupun secara internasional.

Tujuan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di puskesmas adalah agar petugas kesehatan didalam

menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.

Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular

dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.

Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene

sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu

1. Mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang

2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang

lain.

3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai

4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.

5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.


BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian

mutu sangat berhubungan dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk menjaga agar

kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan.

1. Perencanaan

a. Analisis Masalah/Situasi Kesehatan

b. Identifikasi Masalah Kesehatan

c. Rumusan Masalah Kesehatan

d. Prioritas Masalah Kesehatan

e. Alternatif Pemecahan Masalah Kesehatan

f. Rencana Kerja Operasional Kesehatan

2. Pelaksanaan

a. Promotif

Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih

mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi tentang kesehatan.

b. Preventif

Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

c. Kuratif

Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk

penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

d. Rehabilitatif

Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita

ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

3. Monitoring dan evaluasi

Agar monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara paripurna, maka indikator keberhasilan ini mencakup indikator masukan

(input), indikator proses, indikator keluaran (output), dan indikator dampak (outcome)

a. Indikator masukan

Masukan yang perlu diperhatikan yang berupa komitmen, sumber daya manusia, sarana/peralatan dan dana.

b. Indikator proses

Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan kegiatan surveilans dan pencegahan penyakit menular serta keracunan

pangan.
c. Indikator output

Indikator output yang diperoleh adalah capaian hasil kinerja program surveilans kesehatan seperti capaian penanganan

KLB yang ditangani / direspon dalam waktu kurang dari 1x24 jam, ketepatan dan kelengkapan laporan surveilans (STP

dan SKDR) serta capaian angka kejadian kesakitan dan kematian dalam kurun waktu tertentu.

d. Indikator dampak (outcome)

Menurunnya frekuensi angka kesakitan, menurunnya jumlah kasus akibat adanya suatu penyakit dan jumlah kematian

serta menurunnya penyebarluasan penyakit. Meningkatnya upaya pengendalian penyakit, ditandai dengan meningkatnya

pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan.


BAB IX

PENUTUP

Pedoman ini disusun untuk digunakan sebagai panduan yang bersifat umum dan fleksibel, karena itu dapat dikembangkan

sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah. Untuk dapat diterapkan di Puskesmas, diperlukan komitmen dari berbagai pihak serta,

dukungan pengambil keputusan di daerah khususnya di Kabupaten/Kota baik berupa kebijakan, sumber daya yang memadai,

peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga puskesmas secara berkesinambungan, bimbingan secara kontinyu, dan lain lain.

Disamping itu, komitmen lintas sektor dan lintas program serta jejaring surveilans dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

kesehatan, kesadaran dan kemauan untuk belajar sepanjang hidup juga akan menentukan kinerja tenaga kesehatan di puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai