DINAS KESEHATAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN
M
No. Dokumen :
Tanggal Terbit :
No. Revisi :
Kepala Puskesmas
Hery Sudaryanto,
S.Kep,Ners,M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini kemajuan teknologi transportasi dapat membuat mobilitas manusia, hewan maupun barang menjadi
sangat tinggi dan cepat, kondisi tersebut berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit secara global. Dunia saat ini
menghadapi ancaman munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu timbulnya suatu kejadian dan atau meningkatnya suatu
kejadian kesakitan atau kematian melebihi keadaan biasa pada suatu kelompok masyarakat dalam periode waktu tertentu.
Disamping itu ancaman munculnya penyakit baru (new emerging) dan re-emerging juga menjadi tantangan global yang harus
siap untuk dilakukan antisipasi pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu perubahan iklim yang disebabkan oleh
pemanasan global juga semakin cepat, kondisi ini akan mempengaruhi pola dan jenis penyakit potensial KLB baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya seperti malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), maupun penyakit new emerging.
Salah satu contoh tahun 2009 terjadinya pandemi influenza (Swine flu) yang muncul berawal dari negara Mexico dan dalam
jangka waktu cepat menularkan ke berbagai negara dan lintas benua, wabah penyakit virus Ebola (EVD) tahun 2014.
Indonesia yang letaknya strategis secara geografis masih memiliki beberapa penyakit potensial KLB seperti malaria,
demam dengue, leptospirosis, diare, kolera, difteri, antraks, rabies, campak, pertusis, maupun ancaman penyakit – penyakit
new emerging dan re-emerging. Penyakit-penyakit tersebut apabila tidak dipantau dan dikendalikan maka akan mengancam
kesehatan masyarakat Indonesia dan menyebabkan KLB yang lebih besar atau bahkan dapat menyebar ke negara tetangga
lainnya. Dengan latar belakang itu semua maka sangat penting pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Indonesia yang letaknya strategis secara geografis masih memiliki beberapa penyakit potensial KLB seperti malaria,
demam dengue, leptospirosis, diare, kolera, difteri, antraks, rabies, campak, pertusis, maupun ancaman penyakit – penyakit
new emerging dan re-emerging. Penyakit-penyakit tersebut apabila tidak dipantau dan dikendalikan maka akan mengancam
kesehatan masyarakat Indonesia dan menyebabkan KLB yang lebih besar atau bahkan dapat menyebar ke negara tetangga
lainnya. Dengan latar belakang itu semua maka sangat penting pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning Alert Response and
System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular
yang dilaporkan secara mingguan dengan berbasis komputer, yang dapat menampilkan alert atau sinyal peringatan dini
adanya peningkatan kasus penyakit melebihi nilai ambang batas di suatu wilayah, dan Alert atau sinyal peringatan dini yang
muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan pra-KLB yang mengharuskan petugas untuk
Pelaksanaan SKDR dilakukan rutin secara berjenjang mulai dari unit pelayanan kesehatan paling bawah hingga
tingkat pusat. Tahun 2009 SKDR pertama kali diterapkan di Provinsi Lampung dan Bali. Seluruh petugas atau pengelola
surveilans puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi di kedua provinsi tersebut dilatih. Penerapan SKDR di
Indonesia dilakukan sejak tahun 2009 melalui Subdit Surveilans dan Respon KLB (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan RI.
Pada akhir tahun 2015 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) membuat website/SKDR untuk mempermudah
pengolahan dan pelaporan data sebagai upaya deteksi penyakit secara dini dan respon dengan cepat. Sejak pedoman SKDR
dicetak tahun 2012, pedoman ini belum mengalami perubahan mengikuti perkembangan yang terjadi di program. Oleh karena
itu maka perlu direvisi dan diupdate sesuai dengan perubahan diprogram.
Agar dalam pelaksanan SKDR dapat dilakukan secara luas di seluruh Indonesia maka perlu disusun pedoman SKDR
yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan untuk melakukan kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit berpotensial
KLB.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Tujuan disusunnya pedoman ini adalah sebagai acuan bagi petugas puskesmas untuk menyelenggarakan kegiatan
Pencatatan dan pelaporan SKDR dalam melaksanakan fungsi kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit
2. Tujuan Khusus
b. Memberikan input kepada program dan sektor terkait untuk melakukan respon pengendalian penyakit menular berpotensi KLB
c. Meminimalkan kesakitan dan atau kematian akibat penyakit menular berpotensi KLB.
C. Sasaran Pedoman
Sasaran dari pedoman SKDR adalah seluruh penyelenggara kegiatan surveilans dalam rangka deteksi dini dan respons
Ruang lingkup dari pedoman SKDR ini adalah semua kegiatan surveilans dalam rangka untuk deteksi dan respons penyakit
potensial KLB baik di fasilitas kesehatan (puskesmas, rumah sakit, laboratorium) dan jejaringnya, Dinas Kesehatan dan
Kementerian Kesehatan.
E. Batasan Operasional
1. Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) atau yang biasa disebut dengan Early Warning Alert Response and
System (EWARS) adalah sebuah sistem yang berfungsi dalam mendeteksi adanya ancaman indikasi KLB penyakit menular yang
2. Pengumpulan data
a. Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara mendapatkan data secara langsung dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif
b. Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan data kesakitan
c. Pengolahan data : Pengolah data dilakukan dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk
(transform) dan pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang. Disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan
peta (mapping).
d. Diseminasi Informasi yang didapat dari hasil analisis tersebut kemudian disimpulkan dan dirumuskan dalam suatu
rekomendasi yang disampaikan kepada pengambil kebijakan. Diseminasi dapat dilakukan dengan cara:
a. menyampaikan informasi kepada unit yang Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Antraks 51
c. memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan kualitas data.
Diseminasi dapat dilakukan melalui surat edaran, buletin epidemiologi, website, dan melalui media masa.
3. Penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab, sumber dan cara
4. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus
5. Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
6. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat. Meliputi: penyelidikan epidemiologi; penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan
penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya
penanggulangan lainnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010.
7. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen penanggulangan KLB yang bertujuan agar KLB tidak lagi
8. Tim Gerak Cepat adalah Tim yang tugasnya membantu upaya penanggulangan KLB/wabah.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan pencegahan dan penanganan penyakit antraks
mulai dari Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Admen, UKP, UKM dan seluruh karyawan.
Adapun kualifikasi sumber daya manusia dalam penyeleggaraan SKDRadalah sebagai berikut :
SKDR
B. Distribusi Ketenagaan
1. Penanggungjawab / petugas Surveilans melakukan pelaporan skdr/w2 setiap minggu, laporan STP setiap bulan dan
2. Seluruh Tim Gerak Cepat Puskesmas bekerjasama dalam menyelesaikan masalah kesehatan khususnya KLB penyakit
secara efektif dan efisien sesuai bidang masing-masing, mulai dari kebijakan, Preventif (pencegahan), promotif, kuratif
C. Jadwal Kegiatan
1. Pengaturan kegiatan program surveilans kesehatan dilakukan bersama dengan para pemegang program lain dalam
lokakarya mini bulanan maupun tri bulanan/lintas sektor, dengan persetujuan Kepala Puskesmas.
2. Jadwal kegiatan program surveilans kesehatan dibuat untuk jangka waktu satu tahun, dan di breakdown dalam jadwal
kegiatan bulanan dan dikoordinasikan setiap awal bulan sebelum pelaksanaan kegiatan.
3. Jadwal dan perencanaan kegiatan program surveilans dan keracunan pangan yang bersifat kejadian (insidentil) dapat
STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
a. Surat Tugas
b. Alat tulis
a. Alat Pelindung Diri (APD) : jas lab, sarung tangan, masker bedah / N95, sepatu boot, tutup kepala, kantung
biohazard, desinfektan
c. Kantong plastik
4. Kit Penyuluhan Kesehatan Masyarakat : poster, selebaran/leaflet, laptop, LCD proyektor, layar, wireless system
A. Lingkup Kegiatan
Proses atau upaya untuk mengidentifikasi atau mendeteksi suatu masalah, penyakit, gangguan, atau ancaman sejak
tahap awal atau sebelum gejalanya menjadi nyata atau parah. Tujuan utama dari deteksi dini adalah untuk
memberikan kemungkinan intervensi atau tindakan yang lebih efektif dan tepat waktu, yang pada gilirannya dapat
mengurangi dampak negatif atau bahkan mencegah masalah tersebut. Pelayanan Pengobatan dan Pencegahan KLB
2. Alert
Pesan atau peringatan yang disampaikan kepada individu, masyarakat, atau pihak yang berwenang mengenai
situasi atau kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan. Alert kesehatan bertujuan untuk memberikan informasi
yang relevan dan penting terkait dengan risiko kesehatan atau ancaman yang dapat merugikan individu atau
masyarakat.
3. Respon
tindakan atau reaksi yang diambil dalam rangka menjaga dan memelihara kesehatan individu atau masyarakat
secara keseluruhan. Respons kesehatan mencakup berbagai aspek, termasuk tindakan preventif, perawatan medis,
manajemen penyakit, dan upaya-upaya lainnya untuk memastikan kesehatan yang optimal.
B. Metode
Pengumpulan data dalam surveilans berbasis kejadian harus cepat dan dapat menangkap informasi yang cukup
guna pengkajian awal dari kejadian. Informasi dari setiap kejadian yang dilaporkan harus masuk dalam database
Komponen informasi yang harus dikumpulkan oleh petugas unit pelapor pada saat konfirmasi data sesuai dalam
1. Mungkin diperoleh informasi tambahan lewat sumber – sumber lain, seperti RS, sekolah, Laboratorium.
2. Dibutuhkan keputusan selanjutnya, mengenai penyelidikan lebih lanjut dan respon apa yang harus dilakukan
Pada sistem surveilans berbasis kejadian diperlukan sistem pelaporan yang cepat.
2. SMS Gateway
4. Hotline centre
6. Webiste SKDR
C. Langkah Kegiatan
Dalam melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pangan dapat
dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahapan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, yang terpenting
dalam tahapan kegiatan dipastikan memuat seluruh unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut :
Untuk membuat penghitungan kasus secara teliti guna keperluan analisis di tahapan berikutnya maka perlu
memastikan diagnosis dari kasus-kasus yang dilaporkan terhadap KLB yang dicurigai. Alasan mengapa
b. Memastikan adanya tersangka atau adanya orang yang mempunyai sindroma tertentu.
c. Informasi bukan kasus (kasus-kasus yang dilaporkan tetapi diagnosisnya tidak dapat dipastikan)
harus dikeluarkan dari informasi kasus yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya suatu KLB.
Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah berjalan
memang benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi pada populasi yang
dianggap mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah berjalan secara menonjol melebihi
berjalan
Apabila dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan penghitungan awal dari kasus-kasus yang tengah
berjalan (orang-orang yang infeksinya atau keracunannya terjadi di dalam periode KLB) untuk memastikan
a. Variabel waktu
b. Variabel tempat
Untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari satu kali siklus
perumusan dan pengujian hipotesis. Hipotesis adalah adalah suatu pernyataan, keadaan atau asumsi
"dugaan yang terbaik" dari peneliti, dengan menggunakan informasi yang tersedia, yang menjelaskan
Dalam hubungan dengan penyelidikan KLB biasanya hipotesis dirumuskan sekitar penyebab penyakit
yang dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, cara penularan, dan populasi yang telah terpapar atau
Apabila sumber dan cara penularan telah dipastikan, maka orang-orang yang mempunyai risiko paparan
yang meningkat harus ditentukan, dan tindakan-tindakan penanggulangan serta pencegahan yang sesuai
harus dilaksanakan. Siapa yang sesungguhnya mempunyai risiko paparan meningkat tergantung pada
penyebab penyakit, sifat sumbernya, cara penularannya, dan berbagai ciri-ciri orang- orang rentan yang
Tindakan penanggulangan yang dilaksanakan ditujukan kepada salah satu atau semua dari hal-hal berikut
(serta lainnya) : sumber infeksi, sumber penularan, alat/cara penularan, orang-orang rentan yang
mempunyai risiko paparan tinggi. Tindakan penanggulangan tertentu dapat dimulai sedini tahap diagnosis
kasus.
Tujuan pokok dari laporan penyelidikan ialah untuk meningkatkan kemungkinan agar pengalaman dan
menerapkan teknik-teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan penanggulangan.
BAB V
LOGISTIK
Logistik surveilans kesehatan dapat diartikan segala bentuk penyediaan dana dan sarana prasarana pendukung dalam penyelenggaraan
A. Dana
Pendanaan penyelenggaraan SKDRdapat berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja
daerah provinsi, anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota, anggaran pendapatan belanja kapanewon, anggaran
pendapatan belanja kalurahan, dana swadaya masyarakat, bantuan swasta, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak
1. Buku Pedoman
a. Surat Tugas
b. Alat tulis
d. Label
e. Kantong plastik
a. Selebaran/leaflet
b. Poster
c. Wireless Microphone
d. Laptop
e. LCD projektor
f. Layar
g. Kamera
4. Alat Transportasi
a. Sepeda Motor
b. Mobil Ambulan
BAB VI
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai
sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan
karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran banyak program Kesehatan lainnya.
Dasar pertimbangan perlindungan dan jaminan atas keselamatan tidak hanya ditujukan semata untuk tenaga kesehatan tetapi
untuk semua orang yang berada dalam program kegiatan. Seperti yang tertuang dalam ‘pertimbangan’ dikeluarkannya UU No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja yang berbunyi “Bahwa setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja terjamin pula keselamatannya”.
1. Identifikasi Resiko.
Penanggungjawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang
dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat
perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan
risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan yang sudah
diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang
terjadi.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah menentukan rencana yang akan dilakukan untuk
mencegah terjadinya resiko atau dampak yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi resiko atau dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan perencanaan, apakah ada
kesenjangan pelaksanaan dengan perencanaan, sehingga dengan segera dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap terakhir
adalah melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di suatu puskesmas merupakan suatu persyaratan dimana
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 87 bahwa puskesmas wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Puskesmas.
Diharapkan melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja puskesmas dapat memiliki lingkungan kerja yang sehat,
aman, efisien dan produktif. Lebih dari itu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membantu Pimpinan
Puskesmas untuk dapat melaksanakan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan tuntutan masyarakat global baik
Tujuan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di puskesmas adalah agar petugas kesehatan didalam
menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular
dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene
sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang
lain.
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian
mutu sangat berhubungan dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk menjaga agar
kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan.
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
a. Promotif
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih
b. Preventif
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
c. Kuratif
Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan
d. Rehabilitatif
Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita
ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
Agar monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara paripurna, maka indikator keberhasilan ini mencakup indikator masukan
(input), indikator proses, indikator keluaran (output), dan indikator dampak (outcome)
a. Indikator masukan
Masukan yang perlu diperhatikan yang berupa komitmen, sumber daya manusia, sarana/peralatan dan dana.
b. Indikator proses
Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan kegiatan surveilans dan pencegahan penyakit menular serta keracunan
pangan.
c. Indikator output
Indikator output yang diperoleh adalah capaian hasil kinerja program surveilans kesehatan seperti capaian penanganan
KLB yang ditangani / direspon dalam waktu kurang dari 1x24 jam, ketepatan dan kelengkapan laporan surveilans (STP
dan SKDR) serta capaian angka kejadian kesakitan dan kematian dalam kurun waktu tertentu.
Menurunnya frekuensi angka kesakitan, menurunnya jumlah kasus akibat adanya suatu penyakit dan jumlah kematian
serta menurunnya penyebarluasan penyakit. Meningkatnya upaya pengendalian penyakit, ditandai dengan meningkatnya
PENUTUP
Pedoman ini disusun untuk digunakan sebagai panduan yang bersifat umum dan fleksibel, karena itu dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah. Untuk dapat diterapkan di Puskesmas, diperlukan komitmen dari berbagai pihak serta,
dukungan pengambil keputusan di daerah khususnya di Kabupaten/Kota baik berupa kebijakan, sumber daya yang memadai,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga puskesmas secara berkesinambungan, bimbingan secara kontinyu, dan lain lain.
Disamping itu, komitmen lintas sektor dan lintas program serta jejaring surveilans dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, kesadaran dan kemauan untuk belajar sepanjang hidup juga akan menentukan kinerja tenaga kesehatan di puskesmas.