TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
Pembimbing :
1.2 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB mash
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Mart 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematian-nya (98%) terjadi dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65%
dari kasus-kasus TB yang bar dan kematian yang muncul terjadi di Asia
Penyakit TBC Paru Merupakan penyakit yang mudah menular dari tahun
ketahun.penyakit ini memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun pada
angka kematian. Pada tahun 2008, WHO mencanangkan kedaruratan Global penyakit
TBC Paru.karena disebagian besar di Negara- negara di dunia, penyakit ini tidak
terkendali dan tidak berhasil disembuhkan. WHO Melaporkan adanya 3 juta orang tiap
tahun meninggal dan diperkirakan 5.000 orang tiap harinya.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis (TB).Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan
masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia
setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima
dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar
kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia(sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010). Global Report WHO 2010,
didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2010 sebanyak 294731 kasus,
dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif,
11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 2008 adalah
kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps). Sementara itu,
untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2010 sampai tahun 2011 (dalam %), tahun
2011 (87%), tahun 2012 (90%), tahun 2013 sampai 2014 semuanya sama (91%).
1.4 Klasifikasi
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi,
ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman
klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapaklasifikasi seperti:
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi bar yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negatif, tes tuberkulin negatif.
Kategori I: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II: Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus di-pastikan apakah termasuk
TB paru (aktif) atau bekas. TB paru. Dalam klasifikasi in perlu dicantumkan :
1. Status bakteriologi,
2. Mikroskopik sputum BTA (langsung),
3. Biakan sputum BTA,
4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru,
5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.
1.5 Patofisiologi
Tuberculosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menatap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran
partikel < 5 mikrometer. Kuman akan, dihadapi pertama kali oleh neutrofil,
kemudian baru oieh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersikan
oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma
makrofag. Di sini a dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru aka ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakeri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran
ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga dikuti pembesaran kelenjaf getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis loxal + limfadenitis regional =
kompleks primer (Rank). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjut-nya dapat meniadi
Sembuh sama sekali tapa meninggalkan cacet. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >
5 mm dan + 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara:
a) per konrinui-tatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
b). secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus,
c).secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya,
d). secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbul-kan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat
juga mask ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya
ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti
yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah
kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma;
c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi;
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk in perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna;
3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat
sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi
kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.
1.7 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang
lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan suara amforik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot inter-kostal. Bagian paru yang sakit jadi
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi
lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah
jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
teriadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-
tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugulars yang meningkat, hepatomegali, asites, dan
edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara
pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan ruin atau uji
tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada sat tuberkulosis
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit main tinggi. Laju endap darah mulai turn ke
arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga:
1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer;
2) Gama globulin meningkat;
3) Kadar. natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Perneriksaan in juga
kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya
masih besar.
Belakangan in terdapat pemerisaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan
nilai sensitivitas dan spesifisitasya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti
lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.
Sungguh-pun begitu PAP -TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat
bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-
TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap .antigen
M.tuberculosae. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberculin var
bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000
didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih
didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain ternadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji
PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan)
yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke
dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi
sebagai perubahan warna pada sisir yang ntensitasnya sesuai dengan jumlah
antibodi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkuiosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan in mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di
lapangan (puskesmas).
Tetap kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien
yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam hal in dianjurkan satu hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk Dapat juga dengan memberikan tambahan
obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila mash sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara
bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing tau BAL (broncho
alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung.
Hal in sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahanya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegera mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini
terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BA mudah ke luar.
Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut
tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang
merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet
walaupun sensitivitasya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan
yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum
dalam medium biakan, koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium
biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan siakan sputum BTA dengan cara
Bactec (Bactec 400 Radicmetric System), di mana kuman sudah dapat dideteksi
dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
dapat dideteksi DNA kuman TB dalan. waktu yang lebih cepat atau mendeteksi
M.tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan
biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi
kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. In terjadi pada fenomen dead
bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat
antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu
pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin,
dan tinja.
Uji Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pemah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BC dan
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak
(Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi
imunologi dengan dibentukya antibodi selular pacia permulaan dan kemudian
diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi selular.
Bila pembentukan antibodi selular cukup misalnya pada penularan dengan
kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan di
mana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-
globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan
antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral,
makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity.
Di sini peran antibodi humoral paling menonjol;
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Di sini
peran antibodi humoral mash menonjol;
3) Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di sini
peran kedua antibodi seimbang;
4) Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkuiosis memberikan reaksi Mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif pals lebih
banyak ditemui daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
Pasien yang bar 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.
Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE).
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air,
poliomielitis.
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limo-retikular (Hodgkin)
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi
lainnya.
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positif, test Mantoux + 5 mm, dinilai positif.
Penegakan Diagnosis
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal
mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis
sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu
mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO
1964 diagnosis pasti tuberkulosis par adalah dengan menemukan kuman
Mycobacterium tuberculosae dalam sputum tau jaringan paru secara biakan. Tidak
semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukkan sputumnya dengan baik.
Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia agak sulit
menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas
until pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam
sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan
diagnosis tuberkulosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia
sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus
tuberkulosis par yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru mash banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Oleh sebab it dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya
dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status
kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru.
Pasien dengan sputum BTA positif :
1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan
BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau
2) satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran TB aktif, atau
3) satu sediaan sputumna positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif:
1) pasien yang pada pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif atau,
2) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan
kelainan histologis atau/dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau
pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri
M. tuberculosae.
Di luar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan
riwayat penyakitnya, yakni:
kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1
bulan.
kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi
kemudian timbul lagi TB aktifnya.
kasus gagal (smear positive failure), yakni:
- Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB
lebih dari 5 bulan, atau
- Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB
1-5 bulan dan sputum BTA-nya mash positif.
kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah
mendapat pengobatan lang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan
baik.
Tuberkulosis Primer
Reaktivasi Tuberkulosis
Temuan CT yang paling umum dari TB paru reaktivasi adalah nodul kecil
sentrilobular, kekeruhan linier dan nodular bercabang (tree-in- bud sign), area
konsolidasi tambal sulam atau lobular, dan kavitasi. Nodul kecil centrilobular dan
tanda tree-in-bud mencerminkan adanya penyebaran endobronkial dan disebabkan
oleh adanya nekrosis kaseosa dan peradangan granulomatosa yang mengisi dan
mengelilingi bronkiolus terminal dan pernapasan serta duktus alveolar [(Gbr. 4).
Gambar 4—Reaktivasi tuberkulosis pada pria 55 tahun. A,Radiografi dada anteroposterior
menunjukkan konsolidasi kavitas di zona paru kanan atas dan beberapa nodul tidak jelas di kedua
paru-paru. BDanC,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) diperoleh pada tingkat
lengkung aorta (B) dan aorta asenden proksimal (C) menunjukkan konsolidasi dan nodul
berukuran asinus yang mengandung beberapa rongga di kedua lobus atas. Perhatikan kekeruhan
nodular dan linier bercabang (tanda pohon dalam tunas) (panah) dan nodul kecil sentrilobular
(mata panah,C) di kedua paru-paru.
Tuberkulosis milier
Temuan CT radiografi dan resolusi tinggi yang khas terdiri dari nodul
berdiameter 1 hingga 3 mm yang tak terhitung jumlahnya secara acak
didistribusikan ke seluruh kedua paru (Gbr. 5). Penebalan septa interlobular dan
jaringan intralobular halus sering terlihat. Opasitas groundglass difus atau
terlokalisir terkadang terlihat, yang mungkin menandakan sindrom gangguan
pernapasan akut (Gbr. 6).
Gambar 5—Tuberkulosis milier pada pria 70 tahun. A,Radiografi dada posteroanterior
menunjukkan kekeruhan nodular berukuran millet yang terdistribusi merata, diskrit, berukuran
seragam di kedua paru.B,Gambar CT resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) pada tingkat
bronkus lobus kanan atas menunjukkan nodul kecil berukuran seragam yang didistribusikan secara
acak di kedua paru-paru. Perhatikan nodul subpleural dan subfissural (panah).
Gambar 6—Tuberkulosis milier yang muncul sebagai sindrom gangguan pernapasan akut pada
pria berusia 47 tahun.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan kekeruhan nodular berukuran millet yang tak
terhitung banyaknya dan kekeruhan ground-glass di kedua paru-paru.
B,Gambar CT resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat ventrikel
menunjukkan nodul kecil yang terdistribusi secara acak dan opacity ground-glass bilateral yang
luas. Perhatikan septum interlobular (panah) dan penebalan interstitial intralobular di kedua paru-
paru.
Airways Tuberkulosis
TB trakeobronkial telah dilaporkan pada 10-20% dari semua pasien
dengan TB paru . Temuan CT utama TB saluran napas adalah penebalan dinding
melingkar dan penyempitan lumen, dengan keterlibatan segmen panjang bronkus.
Pada penyakit aktif, jalan nafas menyempit secara tidak teratur pada luminanya
dan memiliki dinding yang tebal, sedangkan pada penyakit fibrotik, jalan nafas
menyempit dengan halus dan memiliki dinding yang tipis. Bronkus utama kiri
lebih sering terlibat dalam penyakit fibrotik, sedangkan kedua bronkus utama
sama-sama terlibat dalam penyakit aktif (Gbr. 7).
A,CT scan transversal yang ditingkatkan dengan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) menggunakan
pengaturan jendela mediastinum yang diperoleh pada tingkat arkus aorta tepat sebelum terapi
antiretroviral yang sangat aktif, menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening multipel (panah)
dengan atenuasi rendah nekrotik sentral di daerah prevaskular dan paratrakeal kanan. Viral load
RNA HIV dan jumlah CD4 pasien lebih dari 1 juta kopi/mL dan 35 sel/μL, masing-masing.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan kekeruhan nodular kecil multipel di kedua paru,
terutama di zona paru bagian atas.
B,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat arkus aorta
menunjukkan nodul kecil yang terdistribusi secara acak dan penebalan septum interlobular di
kedua paru-paru.
CDanD,CT scan transversal yang ditingkatkan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) menggunakan
pengaturan jendela mediastinum yang diperoleh pada tingkat mandibula (C) dan saluran masuk
toraks (D) menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening (panah), redaman rendah nekrotik
sentral, dan peningkatan tepi perifer di leher kanan dan aksila kiri.
Gambar 10—Tuberkulosis paru pada pria 51 tahun dengan AIDS. Jumlah CD4-nya adalah 4
sel/μL.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan konsolidasi ruang udara seperti massa multifokal
di zona paru atas bilateral.
BDanC,CT scan beresolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) diperoleh pada level vena inominata
kiri (B) dan lengkung azygos (C) menunjukkan konsolidasi ruang udara yang mirip massa dengan
bronkogram udara, nodul kecil sentrilobular (panah,C), dan ground-glass opacity di kedua lobus
atas.
B,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat batang basal kiri
menunjukkan konsolidasi yang mengandung beberapa rongga di lobus tengah kanan dan lobus
kanan bawah. Perhatikan nodul kavitasi kecil dan nodul sentrilobular di lobus kiri atas.