Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh :

Denis Tri Lestari


1102019235

Pembimbing :

dr. Rizki Rosyidah Nur, Sp. Rad


dr. Tika Mirantiayu, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SLAMET GARUT
PERIODE 17 APRIL – 20 MEI 2023
1.1 Definisi

Tuberculosis adalah penyakit infeksius kronik dan berulang biasanya


mengenai organ paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
(Lemone, Burke, & Bauldoff, 2016). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius
yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis Paru dapat juga di
tularkan ke bagian tubuh lainya termasuk ginjal, tulang, nodus, limfe dan lain-
lain.Agens infeksius utama Mycrobakterium Tuberkulosis Paru adalah batang
aerobic tahan asam dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.(Brunner dan
Suddart, 2010)

1.2 Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB mash
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Mart 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB.

Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematian-nya (98%) terjadi dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu
20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65%
dari kasus-kasus TB yang bar dan kematian yang muncul terjadi di Asia

Penyakit TBC Paru Merupakan penyakit yang mudah menular dari tahun
ketahun.penyakit ini memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun pada
angka kematian. Pada tahun 2008, WHO mencanangkan kedaruratan Global penyakit
TBC Paru.karena disebagian besar di Negara- negara di dunia, penyakit ini tidak
terkendali dan tidak berhasil disembuhkan. WHO Melaporkan adanya 3 juta orang tiap
tahun meninggal dan diperkirakan 5.000 orang tiap harinya.

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis (TB).Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan
masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia
setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima
dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar
kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia(sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010). Global Report WHO 2010,
didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2010 sebanyak 294731 kasus,
dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif,
11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 2008 adalah
kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps). Sementara itu,
untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2010 sampai tahun 2011 (dalam %), tahun
2011 (87%), tahun 2012 (90%), tahun 2013 sampai 2014 semuanya sama (91%).

1.3 Etiologi dan Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan


kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis
biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang
paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit in sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA).
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah :
1). M. tuberculosae,
2). Varian Asian,
3). Varian African I,
4). Varian African II,
5). M. bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BA) dan juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat than bertahun-tahun dalam lemari es). Hal in terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman in adalah aerob. Sifat in menunjuk-kan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempt predileksi penyakit tuberkulosis.

1.4 Klasifikasi

Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi,
ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman
klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapaklasifikasi seperti:

 Pembagian secara patologis


1. Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
 Pembagian secara aktvitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
 Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1. Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonka-vitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.
2. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian
satu paru.
3. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan"kavitas yang
melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi bar yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
 Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negatif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori I: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II: Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
 Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan


klinis, radiologis, dan mikro biologis:
 Tuberkulosis paru
 Bekas tuberkulosis paru
 Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
1. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA
negatif, tetapi tanda-tanda lain positif.
2. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati.Di sini sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus di-pastikan apakah termasuk
TB paru (aktif) atau bekas. TB paru. Dalam klasifikasi in perlu dicantumkan :
1. Status bakteriologi,
2. Mikroskopik sputum BTA (langsung),
3. Biakan sputum BTA,
4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru,
5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:


Kategori I, ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum positif.
- Kasus baru dengan bentuk TB berat.
Kategori II, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori Ill, ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditujukan terhadap :
- TB kronik.

1.5 Patofisiologi
Tuberculosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menatap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran
partikel < 5 mikrometer. Kuman akan, dihadapi pertama kali oleh neutrofil,
kemudian baru oieh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersikan
oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma
makrofag. Di sini a dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru aka ber-bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakeri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran
ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga dikuti pembesaran kelenjaf getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis loxal + limfadenitis regional =
kompleks primer (Rank). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjut-nya dapat meniadi
 Sembuh sama sekali tapa meninggalkan cacet. Ini yang banyak terjadi.
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >
5 mm dan + 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant.
 Berkomplikasi dan menyebar secara:
a) per konrinui-tatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
b). secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus,
c).secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya,
d). secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberculosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis postprimer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis
pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
(bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3- 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel Histiosit dan sel Datia- Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi ole sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuber-culosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat meniadi:
 Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggal-kan cacat.
 Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan
per-kapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas in
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik
(kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein
lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan
proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang
jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan
usia lanjut.

Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbul-kan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat
juga mask ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya
ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti
yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura;
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah
kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma;
c) Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi;
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk in perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna;
3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat
sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi
kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

1.6 Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bemacam-macam atau


malah banvak pasien ditemukan TB paru tapa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
1. Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. TetaPi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterus-nya hilang timbulnya demam influenza, sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembing dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk. dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh daran yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan
sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru:
4. Nyeri dada. Gejala in agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat bada 1 turn), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur

1.7 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan
pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang
lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan suara amforik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot inter-kostal. Bagian paru yang sakit jadi
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi
lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah
jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
teriadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-
tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugulars yang meningkat, hepatomegali, asites, dan
edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara
pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan ruin atau uji
tuberkulin yang positif.

Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada sat tuberkulosis
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit main tinggi. Laju endap darah mulai turn ke
arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga:
1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer;
2) Gama globulin meningkat;
3) Kadar. natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Perneriksaan in juga
kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya
masih besar.
Belakangan in terdapat pemerisaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan
nilai sensitivitas dan spesifisitasya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti
lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.
Sungguh-pun begitu PAP -TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat
bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-
TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap .antigen
M.tuberculosae. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberculin var
bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000
didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih
didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain ternadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji
PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan)
yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke
dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi
sebagai perubahan warna pada sisir yang ntensitasnya sesuai dengan jumlah
antibodi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkuiosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan in mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di
lapangan (puskesmas).
Tetap kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien
yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam hal in dianjurkan satu hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk Dapat juga dengan memberikan tambahan
obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila mash sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara
bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing tau BAL (broncho
alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung.
Hal in sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahanya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegera mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini
terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BA mudah ke luar.
Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut
tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang
merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
 Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
 Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet
walaupun sensitivitasya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan
yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum
dalam medium biakan, koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium
biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan siakan sputum BTA dengan cara
Bactec (Bactec 400 Radicmetric System), di mana kuman sudah dapat dideteksi
dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
dapat dideteksi DNA kuman TB dalan. waktu yang lebih cepat atau mendeteksi
M.tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan
biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi
kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. In terjadi pada fenomen dead
bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat
antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu
pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin,
dan tinja.

 Uji Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pemah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BC dan
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak
(Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi
imunologi dengan dibentukya antibodi selular pacia permulaan dan kemudian
diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi selular.
Bila pembentukan antibodi selular cukup misalnya pada penularan dengan
kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan di
mana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-
globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara
antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan
antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral,
makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity.
Di sini peran antibodi humoral paling menonjol;
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Di sini
peran antibodi humoral mash menonjol;
3) Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Di sini
peran kedua antibodi seimbang;
4) Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkuiosis memberikan reaksi Mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif pals lebih
banyak ditemui daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
 Pasien yang bar 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.
 Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE).
 Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air,
poliomielitis.
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limo-retikular (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi
lainnya.
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
 Untuk pasien dengan HIV positif, test Mantoux + 5 mm, dinilai positif.

Penegakan Diagnosis
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal
mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis
sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu
mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO
1964 diagnosis pasti tuberkulosis par adalah dengan menemukan kuman
Mycobacterium tuberculosae dalam sputum tau jaringan paru secara biakan. Tidak
semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukkan sputumnya dengan baik.
Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia agak sulit
menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas
until pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam
sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan
diagnosis tuberkulosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia
sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus
tuberkulosis par yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru mash banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Oleh sebab it dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya
dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status
kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru.
Pasien dengan sputum BTA positif :
1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan
BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau
2) satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran TB aktif, atau
3) satu sediaan sputumna positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif:
1) pasien yang pada pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif atau,
2) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan
kelainan histologis atau/dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau
pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri
M. tuberculosae.
Di luar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan
riwayat penyakitnya, yakni:
 kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1
bulan.
 kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi
kemudian timbul lagi TB aktifnya.
 kasus gagal (smear positive failure), yakni:
- Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB
lebih dari 5 bulan, atau
- Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB
1-5 bulan dan sputum BTA-nya mash positif.
 kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah
mendapat pengobatan lang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan
baik.

1.8 Gambaran Radiologi


Pada sat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan in memang membutuhkan biaya lebih
dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan
kentungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada
kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi mash merupakan sarang-
sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dining jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah par (efusi pleura/
empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik,
kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama
gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator.
Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis
paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.
Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru.
Di samping itu perlu dingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor
kesalahan in dapat mencapai 25%.
Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto lateral,
top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan proyeksi densitas keras Adanya
bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit,
kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif,
sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi,
kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan olen
tuberkulosis. Pemeriksaan in umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani
pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT
Scan). Pemeriksaan in lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan
densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi
proses-proses dekat apes paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan
bisa dibuat transversal, sagital dan coronal.

Tuberkulosis Primer

Fokus parenkim awal TB dapat membesar dan menghasilkan area konsolidasi


ruang udara atau, lebih umum, mengalami penyembuhan dengan transformasi
jaringan granulomatosa menjadi jaringan fibrosa dewasa. Kelainan yang paling
umum pada anak-anak adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang terlihat
pada 90-95% kasus. Limfadenopati biasanya unilateral dan terletak di hilus atau
daerah paratrakeal. Pada CT, nodus yang membesar biasanya menunjukkan
pelemahan sentral yang rendah, yang menunjukkan nekrosis kaseosa, dan
peningkatan tepi perifer, yang menunjukkan tepi vaskular dari jaringan inflamasi
granulomatosa (Gbr. 1).
Gambar 1—Tuberkulosis primer bermanifestasi terutama sebagai limfadenopati pada wanita
berusia 26 tahun.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan massa hilar kanan (anak panah). Perhatikan nodul
yang lebih kecil (mata panah) di zona paru kanan atas.
B,CT scan transversal dengan kontras yang ditingkatkan (ketebalan bagian 5,0 mm) diperoleh
pada tingkat batang basal menggunakan pengaturan jendela mediastinum menunjukkan
pembesaran kelenjar getah bening hilus kanan dan subcarinal (panah), atenuasi rendah nekrotik
sentral, dan peningkatan pelek perifer.

Konsolidasi ruang udara, terkait dengan peradangan granulomatosa


parenkim dan biasanya unilateral, terlihat secara radiografi pada sekitar 70% anak
dengan TB primer. Ini tidak menunjukkan predileksi untuk zona paru tertentu.
Pada CT, konsolidasi parenkim pada TB primer paling sering padat dan homogen
tetapi mungkin juga tambal sulam, linier, nodular, atau mirip massa (Gbr. 2).
Gambar 2—Tuberkulosis primer dengan konsolidasi dan limfadenopati pada wanita berusia 21
tahun. A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan konsolidasi ruang udara di zona paru
tengah kanan.
B,CT scan transversal yang ditingkatkan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) diperoleh pada tingkat
bronkus lobus tengah kanan menggunakan pengaturan jendela mediastinum menunjukkan
konsolidasi ruang udara di lobus tengah kanan. Perhatikan pembesaran kelenjar getah bening hilar
kanan dan subcarinal (panah). Simpul Hilar memiliki atenuasi rendah nekrotik.

Reaktivasi Tuberkulosis

Manifestasi radiografi yang paling umum dari reaktivasi TB paru adalah


konsolidasi heterogen fokal atau tambal sulam yang melibatkan segmen apikal
dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah. Temuan umum lainnya
adalah adanya nodul yang tidak jelas dan kekeruhan linier, yang terlihat pada
sekitar 25% pasien. Rongga, ciri radiologis TB reaktivasi, terbukti secara
radiografi pada 20-45% pasien. Pada sekitar 5% pasien dengan TB reaktivasi,
manifestasi utamanya adalah tuberkuloma, yang didefinisikan sebagai lesi bulat
atau oval berbatas tajam dengan diameter 0,5-4,0 cm. Secara histologis, bagian
tengah tuberkuloma terdiri dari bahan kaseosa dan bagian perifer, histiosit
epithelioid dan sel raksasa berinti banyak dan jumlah kolagen yang bervariasi.
Nodul satelit di sekitar tuberkuloma dapat ditemukan sebanyak 80% kasus.
Karena metabolisme glukosa aktif yang disebabkan oleh peradangan
granulomatosa aktif, tuberkuloma kadang- kadang dilaporkan menumpuk F-FDG
dan menyebabkan pemindaian PET ditafsirkan sebagai positif palsu untuk
keganasan (Gbr. 3).
Gambar 3—Granuloma tuberkulosis pada pria 58 tahun. Pemindaian F-FDG PET/CT
menunjukkan peningkatan serapan FDG dalam nodul—nodul predominan yang terdefinisi dengan
baik (anak panah) dan nodul satelit yang lebih kecil di sekitarnya ( mata panah)—di lobus kanan
atas dengan nilai serapan standar maksimum.

Limfadenopati hilar atau mediastinum jarang terjadi pada TB reaktivasi,


terlihat pada sekitar 5-10% pasien. Efusi pleura, biasanya unilateral, terjadi pada
15-20% pasien.

Temuan CT yang paling umum dari TB paru reaktivasi adalah nodul kecil
sentrilobular, kekeruhan linier dan nodular bercabang (tree-in- bud sign), area
konsolidasi tambal sulam atau lobular, dan kavitasi. Nodul kecil centrilobular dan
tanda tree-in-bud mencerminkan adanya penyebaran endobronkial dan disebabkan
oleh adanya nekrosis kaseosa dan peradangan granulomatosa yang mengisi dan
mengelilingi bronkiolus terminal dan pernapasan serta duktus alveolar [(Gbr. 4).
Gambar 4—Reaktivasi tuberkulosis pada pria 55 tahun. A,Radiografi dada anteroposterior
menunjukkan konsolidasi kavitas di zona paru kanan atas dan beberapa nodul tidak jelas di kedua
paru-paru. BDanC,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) diperoleh pada tingkat
lengkung aorta (B) dan aorta asenden proksimal (C) menunjukkan konsolidasi dan nodul
berukuran asinus yang mengandung beberapa rongga di kedua lobus atas. Perhatikan kekeruhan
nodular dan linier bercabang (tanda pohon dalam tunas) (panah) dan nodul kecil sentrilobular
(mata panah,C) di kedua paru-paru.

Tuberkulosis milier

TB milier mengacu pada penyebaran TB secara luas melalui penyebaran


hematogen. Ini terjadi pada 2-6% TB primer dan juga terjadi lebih sering pada TB
reaktivasi. Pada situasi terakhir, TB milier dapat terlihat berhubungan dengan
perubahan parenkim yang khas atau mungkin satu-satunya kelainan paru. Setiap
fokus infeksi milier menghasilkan granuloma lokal yang, ketika berkembang
dengan baik, terdiri dari daerah nekrosis sentral yang dikelilingi oleh tepi histiosit
epiteloid dan jaringan fibrosa yang relatif berbatas tegas.

Temuan CT radiografi dan resolusi tinggi yang khas terdiri dari nodul
berdiameter 1 hingga 3 mm yang tak terhitung jumlahnya secara acak
didistribusikan ke seluruh kedua paru (Gbr. 5). Penebalan septa interlobular dan
jaringan intralobular halus sering terlihat. Opasitas groundglass difus atau
terlokalisir terkadang terlihat, yang mungkin menandakan sindrom gangguan
pernapasan akut (Gbr. 6).
Gambar 5—Tuberkulosis milier pada pria 70 tahun. A,Radiografi dada posteroanterior
menunjukkan kekeruhan nodular berukuran millet yang terdistribusi merata, diskrit, berukuran
seragam di kedua paru.B,Gambar CT resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) pada tingkat
bronkus lobus kanan atas menunjukkan nodul kecil berukuran seragam yang didistribusikan secara
acak di kedua paru-paru. Perhatikan nodul subpleural dan subfissural (panah).

Gambar 6—Tuberkulosis milier yang muncul sebagai sindrom gangguan pernapasan akut pada
pria berusia 47 tahun.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan kekeruhan nodular berukuran millet yang tak
terhitung banyaknya dan kekeruhan ground-glass di kedua paru-paru.
B,Gambar CT resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat ventrikel
menunjukkan nodul kecil yang terdistribusi secara acak dan opacity ground-glass bilateral yang
luas. Perhatikan septum interlobular (panah) dan penebalan interstitial intralobular di kedua paru-
paru.

Airways Tuberkulosis
TB trakeobronkial telah dilaporkan pada 10-20% dari semua pasien
dengan TB paru . Temuan CT utama TB saluran napas adalah penebalan dinding
melingkar dan penyempitan lumen, dengan keterlibatan segmen panjang bronkus.
Pada penyakit aktif, jalan nafas menyempit secara tidak teratur pada luminanya
dan memiliki dinding yang tebal, sedangkan pada penyakit fibrotik, jalan nafas
menyempit dengan halus dan memiliki dinding yang tipis. Bronkus utama kiri
lebih sering terlibat dalam penyakit fibrotik, sedangkan kedua bronkus utama
sama-sama terlibat dalam penyakit aktif (Gbr. 7).

Gambar 7—TBC bronkial kaseosa aktif pada wanita berusia 42 tahun.


ADanB,CT scan transversal dengan peningkatan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) menggunakan
pengaturan jendela mediastinum yang diperoleh pada tingkat inlet toraks (A) dan bronkus utama
(B) menunjukkan penyempitan luminal trakea dan bronkus utama kiri proksimal dan penebalan
dinding yang tidak teratur. Perhatikan kelenjar getah bening (panah,A) di mediastinum.
C,Bronkoskopi menunjukkan lumen bronkial utama kiri yang menyempit dengan mukosanya yang
bengkak dan ditutupi secara difus dengan zat seperti keju keputihan (anak panah).

Manifestasi Radiologis pada Host Imunocompromised

Pemulihan kekebalan yang diinduksi oleh terapi anti-retroviral (ART)


yang sangat aktif di negara maju telah sangat meningkatkan hasil pasien HIV-
positif dan mengurangi prevalensi infeksi oportunistik dan TB pada pasien ini.
Namun, TB terkait HIV masih terus terjadi di negara-negara di mana ART
digunakan secara luas . Selanjutnya, ART dapat menyebabkan para- perburukan
doxical atau manifestasi TB pada pasien dengan sindrom inflamasi pemulihan
kekebalan (Gbr 8).

Manifestasi radiografi dari TB paru terkait HIV dianggap tergantung pada


tingkat imunosupresi pada saat penyakit terbuka. Pada CT, pasien HIV-seropositif
dengan jumlah limfosit T CD4 < 200/mm3memiliki prevalensi limfadenopati
mediastinum atau hilar yang lebih tinggi, prevalensi kavitasi yang lebih rendah,
dan sering keterlibatan ekstrapulmoner dibandingkan dengan pasien HIV-
seropositif dengan jumlah limfosit T CD4 sama dengan atau≥200/mm3(Gbr. 9 dan
10). Penyakit milier atau diseminata juga dilaporkan berhubungan dengan
imunosupresi berat (Gbr. 9).

Manifestasi Radiologis pada Host Imunocompromised

Gambar 8—Pemburukan paradoks limfadenitis tuberkulosis terkait dengan sindrom inflamasi


pemulihan kekebalan pada wanita berusia 40 tahun dengan AIDS.

A,CT scan transversal yang ditingkatkan dengan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) menggunakan
pengaturan jendela mediastinum yang diperoleh pada tingkat arkus aorta tepat sebelum terapi
antiretroviral yang sangat aktif, menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening multipel (panah)
dengan atenuasi rendah nekrotik sentral di daerah prevaskular dan paratrakeal kanan. Viral load
RNA HIV dan jumlah CD4 pasien lebih dari 1 juta kopi/mL dan 35 sel/μL, masing-masing.

B,Tindak lanjut gambar CT diperoleh 3 bulan setelahnyaA


menunjukkan peningkatan luas kelenjar getah bening nekrotik (panah). Viral load RNA HIV dan
jumlah CD4 pasien saat ini adalah 433 kopi/mL dan 142 sel/μL, masing- masing.
Gambar 9—Tuberkulosis paru dengan limfadenopati dan keterlibatan ekstrapulmoner pada pria
berusia 42 tahun dengan AIDS. Jumlah CD4-nya adalah 64 sel/μL.

A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan kekeruhan nodular kecil multipel di kedua paru,
terutama di zona paru bagian atas.
B,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat arkus aorta
menunjukkan nodul kecil yang terdistribusi secara acak dan penebalan septum interlobular di
kedua paru-paru.

CDanD,CT scan transversal yang ditingkatkan kontras (ketebalan bagian 5,0 mm) menggunakan
pengaturan jendela mediastinum yang diperoleh pada tingkat mandibula (C) dan saluran masuk
toraks (D) menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening (panah), redaman rendah nekrotik
sentral, dan peningkatan tepi perifer di leher kanan dan aksila kiri.
Gambar 10—Tuberkulosis paru pada pria 51 tahun dengan AIDS. Jumlah CD4-nya adalah 4
sel/μL.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan konsolidasi ruang udara seperti massa multifokal
di zona paru atas bilateral.
BDanC,CT scan beresolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) diperoleh pada level vena inominata
kiri (B) dan lengkung azygos (C) menunjukkan konsolidasi ruang udara yang mirip massa dengan
bronkogram udara, nodul kecil sentrilobular (panah,C), dan ground-glass opacity di kedua lobus
atas.

Manifestasi Radiologis dari Tuberkulosis Resisten-Obat Multidrug

Temuan pencitraan TB MDR pada dasarnya tidak berbeda dengan TB


sensitif obat. Namun, beberapa rongga dan temuan kronisitas, seperti
bronkiektasis dan granuloma kalsifikasi, lebih sering terjadi pada pasien dengan
MDR (Gbr. 11). Korelasi yang kuat tampaknya ada antara gambaran radiologis
MDR TB dan cara perolehan resistensi obat. Pasien dengan resistensi obat primer,
yang mengembangkan TB-MDR tanpa riwayat kemoterapi anti-TB atau riwayat
terapi kurang dari 1 bulan, ditemukan dengan konsolidasi noncavitary, efusi
pleura, dan pola penyakit tuberkulosis primer. Di sisi lain, mereka yang tertular
TB-MDR dengan riwayat kemoterapi lebih dari 1 bulan sering menunjukkan
konsolidasi kavitas dan secara umum menunjukkan pola reaktivasi penyakit.
Gambar 11—Tuberkulosis yang resistan terhadap berbagai obat pada pria berusia 36 tahun.
A,Radiografi dada posteroanterior menunjukkan beberapa nodul kecil, konsolidasi tambal sulam
yang mengandung beberapa rongga, dan kekeruhan linier di kedua paru-paru. Perhatikan
penurunan volume paru kanan dan penebalan pleura apikal.

B,CT scan resolusi tinggi (ketebalan bagian 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat batang basal kiri
menunjukkan konsolidasi yang mengandung beberapa rongga di lobus tengah kanan dan lobus
kanan bawah. Perhatikan nodul kavitasi kecil dan nodul sentrilobular di lobus kiri atas.

Anda mungkin juga menyukai