Disusun Oleh :
Suharlyn Putri Arnelia
406162038
Pembimbing :
Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, SpKJ
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberi kesempatan untuk
menyusun referat dengan judul “Hubungan antara Obesitas dengan Hipertensi di Panti
Werdha STW RIA Pembangunan Cibubur”. Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang “Hubungan Antara Proses Penuaan dengan
Insomnia dan Depresi”. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan penulis kesehatan dan kesempatan
untuk dapat menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria
Pembangunan Cibubur,
2. Direktur STW RIA Pembangunan Cibubur yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria
Pembangunan Cibubur,
3. Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp.KJ, dokter pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan serta pengajaran baik selama penulisan referat maupun
selama penulis mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha
Ria Pembangunan Cibubur,
4. Keluarga yang selalu membantu dan memberikan dukungan dalam menjalani
kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan
Cibubur,
5. Teman-teman dari Universitas Tarumanagara yang telah banyak membantu dalam
penulisan referat ini.
Walaupun penulis mendapat berbagai kesulitan dan hambatan, tetapi berkat bantuan,
dorongan, bimbingan serta motivasi-motivasi yang diberikan oleh banyak pihak, maka
penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Akhir kata, semoga referat ini
dapat memberi manfaat bagi para pembaca.
BAB 1
PENDAHULUAN
Pengertian lanjut usia menurut Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia (lansia) adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998
pada pasal 1 ayat 3 dan 4 mengkategorikan lanjut usia menjadi dua kategori, yaitu pada ayat
3 lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa dan pada ayat 4 lanjut usia tidak
potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.1
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut
(elderly) 60-74 tahun, Usia tua (old) 75-90 tahun dan Usia sangat lanjut (very old) diatas 90
tahun. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi tahun 2017, terdapat 23,66 juta jiwa penduduk
di Indonesia (9,03%) diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025
(33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Struktur umur penduduk
Indonesia tahun 2017 menunjukan bahwa penduduk dengan usia 0-4 tahun sekitar 9,11%,
penduduk usia 5-9 tahun sekitar 9,06%, penduduk usia 10-44 tahun sekitar 56,18%,
penduduk usia 45-59 tahun sekitar 16,62%, dan penduduk usia 60 tahun keatas sekitar
9,03%.2
Dengan bertambahnya usia, tubuh akan mengalami proses kemunduran sel-sel yang
dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik dan timbulnya berbagai macam
penyakit degeneratif, berikut sepuluh penyakit terbanyak pada lansia tahun 2013 yaitu,
hipertensi, arthritis, stok, penyakit paru obstruksi kronik, diabetes melitus, kanker, penyakit
jantung koroner, batu ginjal, gagal jantung, gagal ginjal.3
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja
berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu faktor resiko penting terhadap terjadinya
penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke. Apabila tidak
ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh. Hipertensi disebut
sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang
khas.4 Hipertensi pada usia lanjut mempunyai beberapa kekhususan, umumnya disertai
dengan faktor risiko yang lebih berat, sering disertai penyakit-penyakit lain yang
mempengaruhi penanganan seperti dosis obat, pemilihan obat, efek samping atau komplikasi
karena pengobatan lebih sering terjadi, terdapat komplikasi organ target, kepatuhan berobat
yang kurang, sering tidak mencapai target pengobatan dan lain-lain. Kesemua ini menjadikan
hipertensi usia lanjut tergolong dalam risiko kardiovaskular yang tinggi atau sangat tinggi.
Oleh karena itu penanganan hipertensi pada usia lanjut membutuhkan perhatian yang besar.5
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi, salah satunya adalah
obesitas. Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat menggangu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar
dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat
badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah
banyak.6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan manfiestasi gangguan keseimbangan hemodinamik kardiovaskular,
yang mana penyebabnya merupakan multifaktor, sehingga tidak bisa diterangkan dengan
hanya satu mekanisme tunggal.7 Semua definisi hipertensi adalah angka kesepakatan
berdasarkan bukti klinis atau berdasarkan konsensus atau berdasar epidemiologi studi meta
analisis. Yang paling penting ialah tekanan darah harus persistens diatas atau sama dengan
140/90 mmHg.7
Berbeda dengan usia yang lebih muda, pasien hipertensi pada usia lanjut sering sudah
mengalami pengurangan elastisitas arteri atau terjadi proses sklerosis terutma pad aarteri
yang besar, sehingga mengakibatkan tekanan sistolik yang lebih tinggi dan tekanan diastolik
yang lebih rendah atau kenaikan dari tekanan nadi. Hal ini menyebabkan suatu keadaan yang
dikenal sebagai hipertensi sistolik terisolasi.
Pada usia lanjut juga sering mengalami disregulasi sistem saraf otonom sehingga
menyebabkan hipotensi ortostatik dan ortostatik hipertensi. Komplikasi lain seperti
kerusakan mikrovaskular pada ginjal juga menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal
kronik yang berakibat berkurangnya fungsi tubulus dalam mengatur keseimbangan natrium
dan kalium. Fungsi ginjal yang menurun secara progresif pada usia lanjut dapat terjadi karena
proses glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial yang menyebabkan kenaikan tekanan darah
melalui mekanisme peningkatan natrium intrasel, penurunan pertukaran ion natrium-kalsium,
dan ekspansi volume darah. Peningkatan tekanan darah oleh karena adanya penyebab
sekunder perlu dipertimbangkan, seperti adanya stenosis arteri renalis yang diakibatkan oleh
lesi aterosklerosis, aldosteronisme primer, Obstructive sleep apnea, dan tirotoksikosis.
Penyebab kenaikan tekanan darah yang lain adalah gaya hidup berlebihan, kebiasaan
minuman keras, merokok, konsumsi kafein, obat-obat AINS, pemakaian steroid, narktoika,
asupan kurang kalsium, vitamin D dan C.7
konsumsi garam dan kolesterol harian, aktivitas fisik, psikososial stresor, konsumsi alkohol,
obat, merokok, riwayat keluarga mhipertensi, penyakit kardiovaskuler, penyakit
serebrovaskuler, riwayat sleep apnoe, diabetes mellitus, dan dislipidemia.17
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah
dapat diukur dengan menggunakan dua metode, yaitu secara manual (metode auskultasi) dan
menggunakan alat ukur otomatis. Mengukur tekanan darah secara manual lebih
direkomendasikan karena menghasilkan pengukuran yang lebih akurat. Pada metode
pengukuran tekanan darah dengan menggunakan stetoskop (auskultasi), bunyi pertama
(timbulnya bunyi) dan terakhir (hilangnya bunyi) Korotkoff disebut sebagai tekanan darah
sistolik dan diastolik secara berurutan.18 Pemeriksaan lainnya seperti pengukuran tinggi dan
berat badan, lingkar pinggang, pemeriksaan mata dan jantung. Mengukur lingkar pinggang
untuk mengetahui adanya sindrom metabolik atau resiko mengidap diabetes tipe 2. Pasien
berisiko tinggi apabila pria lingkar pinggang >102 cm dan wanita >88 cm. Pada pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan
papiledema. Tanda-tanda gagal jantung sebagai komplikasi dari hipertensi dapat
diindikasikan dengan vena jugularis yang melebar, bunyi ronkhi basah pada pemeriksaan
jantung, pembesaran hati, dan edema perifer.19,20
2 Mengatur diet garam yaitu <100 mmol perhari (2,4 gram sodium atau 6g sodium
klorida) yang mana dapat menurunkan tekanan darah 2-8 mmHg
3 Olahraga teratur yaitu minimal 30 menit setiap kali olahraga sebanyak 3-4 kali
seminggu dan dapat menurunkan tekanan darah 3-7 mmHg
4 Batasi konsumsi alkohol untuk pria < 30ml/hari, perempuan <15 ml/hari
5 Berhenti merokok pada pasien yang aktif merokok
6 Makan banyak buah dan sayuran dengan Dietery Approach to Stop Hypertension
(DASH) dapat mengurangi tekanan darah 8-14 mmHg
Gambar 2.2
Algoritma
Penatalaksanaan
Hipertensi.12
2.2.7 Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, umumnya yang ditemui pada pasien
hipertensi adalah serebral (otak); stroke atau transient ischemic attack. Gangguan
penglihatan (retinopati), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, penyakit jantung;
hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, gagal jantung.7
2.3 Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak berlebihan di jaringan adiposa sehingga
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak subkutan
dan lemak intra-abdominal yang dapat diukur dengan pemeriksaan computed tomography
(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Mobilisasi asam lemak bebas lebih cepat dari
daerah viseral dibandingkan lemak daerah subkutan.7
2.3.1 Epidemiologi
Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi obesitas dewasa menurut IMT/U didapatkan
tertinggi di provinsi Sulawesi Utara (24,0%) dan terendah di Nusa Tenggara Timur (6,2%).
Sedangkan prevalensi obesitas sentral tertinggi terdapat di DKI Jakarta (39,7%) dan terendah
di Nusa Tenggara Timur (15,2%).9
Tabel 2.4 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar
Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik7
Risiko Ko-Morbiditas
ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan sebesar 20-30 cm, selama pengukuran subyek
tidak menahan perutnya. Batas lingkar perut laki-laki adalah > 90 cm, sedangkan pada
perempuan adalah >80 cm, dinyatakan sebagai obesitas sentral.7,9
seperti menggunakan piring yang lebih kecil pada saat makan, tidak makan sambil
menonton televisi, serta dukungan sosial.24
Farmakoterapi
Sibutramin ditambah dengan diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti dapat
menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Sibutramin tidak diberikan pada
pasien dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung, dan riwayat stroke dikarenakan
dapat efek samping dari obat ini adalah meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung. Orlistat dapat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%, pada pemberian
obat ini diperlukan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi
parsial.7
Terapi bedah
Terapi ini hanya diberikan pada pasien obesitas berat BMI > 40 atau > 35 dengan
kondisi komorbid, dan pada pasien gagal terapi farmakoterapi dan menderita
komplikasi obesitas. Terapi bedah tersebut adalah bedah gastrointestinal (restriksi
gastrik lambung vertical gastric) atau bypass gastric (Roux-en Y).7
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jika PR > 1, berarti resiko kelompok obesitas lebih besar untuk terkena hipertensi
dibanding dengan yang kelompok tidak obesitas
Jika PR < 1, berarti resiko kelompok obesitas lebih kecil unuk terkena hipertensi
dibanding dengan yang tidak obesitas
K
Obesitas E
L
U
Ditanyakan
kesediaannya
Tidak bersedia A
mengikuti penelitian R
Bersedia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pendidikan
SD 6 (9.5%)
SMP 8 (12.7%)
SMA 19 (30.2%)
D3 8 (12.7%)
S1 19 (30.2%)
S2 1 (1.6%)
1 (1.6%)
S3
Berat Badan 55.62 (10.62) 54.5 (22.9 – 85.00)
Tinggi Badan 157.54 (7.58) 157 (136 – 174)
IMT 22.43 (3.73) 21.88 (12.38 – 34.15)
Obesitas 10 (14.9%)
Tidak Obesitas 53 (84,1)
TDS 116.98 (8.16) 120 (100 – 140)
TDD 72.06 (7.65) 70 (60 – 90)
HT Tidak Terkontrol 4 (6.3%)
HT Terkontrol 47 (74.6%)
Normal 12 (19.0%)
4.2 Perbedaan Rerata Tekanan Darah pada kelompok obesitas dan tidak obesitas di
STW Cibubur
Berdasarkan uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk
didapatkan sebaran data yang normal. Berdasarkan uji statistik Independent Sample T-test,
tidak didapatkan perbedaan rerata IMT yang bermakna antara kelompok HT dan tidak HT (p-
value = 0.106). Perbedaan rerata IMT antar kelompok HT dan tidak HT sebesar 1,94 (1,18)
kg/m2.
Parameter IMT P
N Normalitas Mean (SD) Mean
Difference
Tekanan Hipertensi 51 0,089** 22,71 (3,96) 1,94 (1,18)
0,106****
Darah Tidak 12 0,097* 20,77 (1,93) (-0,422 – 4,3)
Hipertensi
* Uji Normalitas menggunakan Shapiro Wilk; ** Uji Normalitas menggunakan Kolmogorov
Smirnov, *** Levene test menunjukkan variasi normal (0.106) ; **** Uji menggunakan
independent t-test
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Temuan Penelitian
Dari hasil analisis, uji statistik Fisher Exact, didapatkan hubungan tidak bermakna antara
obesitas dengan kejadian hipertensi (p-value = 0.186) dimana secara epidemiologi
didapatkan bahwa responden dengan obesitas memiliki risiko 1.293 kali (PR = 1.293) lebih
tinggi untuk mengalami hipertensi daripada responden tidak obesitas. Penelitian kedua yang
sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Sri Agustina, Siska Mayang Sari, Reni
Savita berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI ATAS UMUR 65 TAHUN” dengan hasil penelitian dari 87 responden
lansia rawat jalan di Puskesmas Simpang Tiga Pekanbaru yang dilakukan pemeriksaan
dengan melakukan wawancara dengan kuesioner, mengukur tekanan darah dan mengukur
IMT. Gambaran yang diperoleh adalah lansia dengan obesitas yang memiliki hipertensi
61,5%, sedangkan yang tidak obesitas 71,6%. Dari hasil analisis menggunakan uji Fisher,
didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara obesitas dengan kejadian hipertensi (p-
value = 0.518) dimana secara epidemiologi didapatkan bahwa responden dengan obesitas
memiliki risiko 0,634 kali (OR = 0,634) lebih tinggi untuk mengalami hipertensi daripada
responden tidak obesitas. Tidak terdapatnya hubungan tersebut kemungkinan disebabkan
oleh adanya faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap hipertensi seperti keturunan,
olahraga, stres, merokok, dan jenis kelamin. Sedikit perbedaan terjadi hanyalah dikarenakan
faktor demografi dan faktor wilayah dari tempat pengambil sampel.25
Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Fany Ilyasa
Gusti, Ridha Abduh, Budiastutik Indah yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA
OBESITAS, POLA MAKAN, AKTIFITAS FISIK, MEROKOK DAN LAMA TIDUR
DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA” dengan hasil penelitian dari 150
responden lansia rawat jalan di Desa Limbung Dusun Mulyorejo dan Dusun Sido Mulyo
yang dilakukan pemeriksaan dengan melakukan wawancara dengan kuesioner dan mengukur
lingkar perit dengan tali pita. Gambaran yang diperoleh adalah lansia dengan obesitas yang
memiliki hipertensi 30,2%, sedangkan yang tidak obesitas 69,8%. Dari hasil analisis
menggunakan uji Chi Square, didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara obesitas
dengan kejadian hipertensi (p-value = 0.119) dimana secara epidemiologi didapatkan bahwa
responden dengan obesitas memiliki risiko 1.808 kali (OR = 1.808) lebih tinggi untuk
mengalami hipertensi daripada responden tidak obesitas. Tidak terdapatnya hubungan
tersebut kemungkinan disebabkan rutinitas responden sebagai petani yang mengeluarkan
kalori dan energi lebih banyak. Sedikit perbedaan terjadi hanyalah dikarenakan faktor
demografi dan faktor wilayah dari tempat pengambil sampel.26 Penelitian ketiga yang sejalan
dengan penelitian ini adalah penelitian dari Grelvan Iftan Suangga yang berjudul
“HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN” dengan hasil dari 68 pasien rawat jalan
Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin yang diperoleh dari rekam medik,
gambaran obesitas dengan hipertensi adalah 55.9%, berat badan normal dengan hipertensi
adalah 33.8%, dan gambaran berat badan kurang dengan hipertensi adalah 10.3%. Dari hasil
analisis menggunakan uji Spearman’s rank, didapatkan hubungan yang bermakna antara
obesitas dengan kejadian hipertensi (p-value = 0.597.) dimana secara epidemiologi
didapatkan bahwa responden dengan obesitas memiliki risiko 0,532 kali (R = 0,532) lebih
tinggi untuk mengalami hipertensi daripada responden tidak obesitas. Sedikit perbedaan
terjadi hanyalah dikarenakan faktor demografi dan faktor wilayah dari tempat pengambil
sampel.27
Penelitian yang tidak sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian dari Iva Yana
Kembuan, Grace Kandou, Wulan P.J. Kaunang yang berjudul “HUBUNGAN OBESITAS
DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI PADA PASIEN POLIKLINIK PUSKESMAS
TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
” dengan hasil analisis
menggunakan uji statistik kepada 124 responden rawat jalan di poliklinik umum puskesmas
touluaan kabupaten minahasa tenggara, diperoleh hasil hubungan yang bermakna antara
obesitas dengan kejadian hipertensi (p-value = 0.000) dengan nilai OR 3,48, hal tersebut
menunjukkan bahwa responden yang mengalami obesitas berisiko 3,4 kali mengalami
hipertensi dibandingkan yang tidak obesitas.28 Penelitian lain yang tidak sesuai dengan
penelitian ini adalah penelitian dari Maidatul Hasanah, Dyah Widodo, Esti Widiani yang
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Proporsi responden yang hipertensi di STW Ria Pembangunan Cibubur adalah 51
(80.9%) responden
Proporsi responden obesitas dan menderita hipertensi di STW Ria Pembangunan
Cibubur adalah 10 (100%) responden
Hubungan antara obesitas dengan hipertensi di STW Ria Pembangunan Cibubur
adalah berdasarkan uji statistik Fisher Exact, didapatkan hubungan tidak bermakna
antara obesitas dengan kejadian hipertensi (p-value = 0.186) dimana secara
epidemiologi didapatkan bahwa responden dengan obesitas memiliki risiko 1.293 kali
(PR = 1.293) lebih tinggi untuk mengalami hipertensi daripada responden yang tidak
obesitas.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk
dilaksanakan, yaitu:
Kepada responden:
Menganjurkan untuk melakukan gaya hidup sehat untuk mencegah timbulnya faktor
risiko yang dapat dimodifikasi
Kepada panti:
Memberikan kegiatan untuk menekan angka obesitas dan hipertensi.
Melakukan skrining berkala perihal kejadian obesitas
Kepada peneliti selanjutnya:
Dilakukan analisa multivariat yang lebih mendalam
DAFTAR PUSTAKA
1 Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998, Nomor 190. Sekretariat Negara.
Jakarta.
2 Kemenkes RI Pusat Data dan Informasi. Analisis Lansia di Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta.
2017.
3 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN (2014). Hipertensi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
4 WHO. Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/ Accessed
November 20, 2013
5 The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. 2004
6 Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease. 8th
ed. Philadelphia : Saunders, An imprint of Elsevier Inc. 2010 : 438-442.
7 Setiati S, Alwi I. Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2018.
8 World Health Organization (2018). World Health Statistic 2018. Luxembourg: WHO.
9 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
10 Mahmood Syed S, Levy Daniel, Vasan Ramachandran S (2014). The Framingham Heart Study
and The Epidemiology of Cardiovascular Disease : A Historical Perspective. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4159698/
11 Sulastri Delmi, Elmatris, Ramadhani Rahmi (2012). Hubungan Obesitas dengan Kejadian
Hipertensi pada Masyarakat Etnis Minangkabau di Kota Padang. Majalah Kedokteran Andalas
No.2. Vol. 36
12 Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015). Pedoman Tatalaksana
Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
13 Oparil S. Pathogenesis Of Hypertension. Annals of Internal Medicine. 2003;139(9):761-777.
14 Rimoldi S. Secondary Arterial Hypertension: When, Who, And How To Screen?. European Heart
Journal Advance Access. 2013;:1-12.
15 DPhil PSear J. Hypertension : Pathophysiology And Treatment. Continuing Education in
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri
Sasana Tresna Werdha YKBRP – Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 31 Desember 2018 – 2 Februari 2019
Hubungan antara Obesitas dengan Hipertensi Suharlyn Putri Arnelia (406162038)
Anaesthesia, Critical Care & Pain [Internet]. 2004 [cited 12 December 2018];4(3). Available
from: https://ceaccp.oxfordjournals.org/content/4/3/71.full.pdf
16 Hypertension [Internet]. World Health Organisation Regional Office for South-East Asia. 2016
[cited 12 December 2018]. Available from:
http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/media/non_communicable_diseases
_hypertension_fs.pdf
17 Kenning IKerandi H. Health Care Guideline Hypertension Diagnosis and Treatment [Internet].
Institute for Clinical Systems Improvement. 2014 [cited 12 December 2018]. Available from:
https://www.icsi.org/_asset/wjqy4g/HTN.pdf
18 Unsworth J. Man Versus Machine : The Importance Of Manual Blood Pressure Measurement
Skills Amongst Registered Nurses. Journal of Hospital Administration. 2015;4(6):61-67.
19 Weber M. Clinical Practice Guidelines For The Management Of Hypertension In The
Community. The Journal of Clinical Hypertension. 2010;:1-13.
20 Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New
York: McGrawHill:2008
21 Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
[Internet]. 2003 [cited 12 December 2018]. Available from:
http://hyper.ahajournals.org/content/hypertensionaha/42/6/1206.full.pdf
22 Chan Ruth, Woo Jean (2010). Prevention of Overweight and Obesity: How Effective is the
Current Public Health Approach. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2872299/
23 Malawi Medical Journal (2014). Complication of Obesity in Adults: A short review of the
literature. Liverpool: Malawi Wellcome Liverpool Trust.
24 Robert F. Kushner (2015). Harrison’s Principles of Internal Medicine : Evaluation and
Management of Obesity, pp. 2392. New York.
25 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA
LANSIA DI ATAS UMUR 65 TAHUN
26 HUBUNGAN ANTARA OBESITAS, POLA MAKAN, AKTIFITAS FISIK,
MEROKOK DAN LAMA TIDUR DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
LANSIA
27 Grelvan Iftan Suangga. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Hipertensi Di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin
28 Hubungan Obesitas Dengan Penyakit Hipertensi Pada Pasien Poliklinik Puskesmas
Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara
29 Hubungan Obesitas Dengan Hipertensi Pada Masyarakat Di Wilayah Rw 13 Dusun
Mojosari Desa Ngenep Kecamatan Karangploso