0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut merangkum sejarah, epidemiologi, dan gejala HIV/AIDS secara global dan di Indonesia. Secara global, prevalensi HIV/AIDS telah menurun 40% sejak puncaknya pada 1998 meskipun pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan kasus baru. Di Indonesia, jumlah penderita HIV terus meningkat dari tahun ke tahun meskipun prevalensinya masih di bawah rata-rata global. Sumatera Selatan memiliki 435 kasus HIV dengan
Dokumen tersebut merangkum sejarah, epidemiologi, dan gejala HIV/AIDS secara global dan di Indonesia. Secara global, prevalensi HIV/AIDS telah menurun 40% sejak puncaknya pada 1998 meskipun pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan kasus baru. Di Indonesia, jumlah penderita HIV terus meningkat dari tahun ke tahun meskipun prevalensinya masih di bawah rata-rata global. Sumatera Selatan memiliki 435 kasus HIV dengan
Dokumen tersebut merangkum sejarah, epidemiologi, dan gejala HIV/AIDS secara global dan di Indonesia. Secara global, prevalensi HIV/AIDS telah menurun 40% sejak puncaknya pada 1998 meskipun pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan kasus baru. Di Indonesia, jumlah penderita HIV terus meningkat dari tahun ke tahun meskipun prevalensinya masih di bawah rata-rata global. Sumatera Selatan memiliki 435 kasus HIV dengan
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS 2020 RESUME EPIDEMIOLOGI HIV/AIDS A. SEJARAH HIV/AIDS HIV (Human Immunodeficiency virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan permasalah darurat untuk seluruh dunia dimana kasus ini pertamakali dilaporkan di Los Angeles (Dr.Gotlibb, 1981) dimana kasus pertama ditemukan pada lima orang remaja yang aktif melakukan aktivitas seksual dan merupakan homoseksual. Gejala yang ditimbulkan antara lain penurunan imunitas dan infeksi Pneumonicystis Carinii Pneumonia (PCP). Sedangkan di Indonesia kasus pertama dilaporkan di Bali pada tahun 1987 diamna terdapat seorang warga negara asing yang telah terdiagnosa HIV 2 tahun sebelumnya dan merupakan homoseksual. Berdasarkan laporan United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) pada tahun 2014 diketahui bahwa 35 juta orang didunia hidup dengan HIV dan 19 juta diantaranya tidak tahu bahwa dirinya positif menderita HIV. Di tahun 2016 prevalensi HIV dan AIDS mengalami penurunan dari 0,40 per 1.000 populasi menjadi 0,26 per 1.000 populasi. Di akhir tahun 2017 penderita HIV diseluruh dunia mencapai 36,9 juta jiwa, dengan 940.000 meninggal, 1,8 juta jiwa baru terinfeksi atau 5.000 orang terinfeksi perharinya (UNAIDS, 2018). Pada tahun 2019 jumlah penderita HIV diseluruh dunia adalah 38 juta jiwa dengan 81% mengetahui status terinfeksi HIV dan 7,1 juta diantaranya tidak mengetahui status terinfeksi HIV. Selain itu 36,2 juta orang dengan HIV-AIDS (ODHA) merupakan usia dewasa dan 1,8 juta diantaranya merupakan anak-anak dengan usia 0-14 tahun. Dari jumlah ini pula diketahui bahwa 1,7 juta diantaranya merupakan kasus baru dan 690.000 jiwa meninggal akibat HIV-AIDS (UNAIDS,2020). Berdasarkan data UNAIDS pada tahun 2019 yang dilansir pada laman resmi UNAIDS tahun 2020 dapat diketahui bahwa kasus baru HIV telah menurun 40% sejak puncak terjadinya kasus ini di tahun 1998 yakni dari 2,8 juta menjadi 1,7 juta kasus. Hal ini berbanding lurus dengan penurunan angka kematian akibat AIDS sebanyak 60% sejak puncaknya di tahun 2004 dengan jumlah 1,7 juta menjadi 690.000. United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan penurunan kasus sejak 10 tahun terakhir, dimana terjadi penurunan 23% untuk kasus baru dan 39% untuk angka kematian akibat AIDS (UNAIDS,2020). Berdasarkan analisa yang telah dilakukan UNAIDS (2020) terkait HIV-AIDS sebagai dampak pandemi Covid-19 dimana akan terjadi peningkatan biaya ekspor obat antiretroviral (ARV) sebanyak 10-25% yang apabila selama 6 bulan akan terjadi gangguan pengobatan maka dapat menyebabkan lebih dari 500.000 kematian akibat AIDS, dan terjadi peningkatan kasus infeksi HIV pada anak dibeberapa negara seperti Melawai (162%), Uganda (139%), Zimbawe (106%), dan Mozambik (83%). Di Indonesia menurut laporan ........... (SIHA) 2015 jumlah penderita HIV mencapai 30.935 jiwa, dengan 7.123 jiwa berusia 0-24 tahun, 21.810 jiwa berusia 25-49 tahun dan 2.002 berusia diatas 50 tahun, selain itu 59,4% merupakan laki- laki dan 40,6% perempuan. Angka ini mengalami perubahan di tahun 2016 menjadi 41.250, dengan 63,3% laki-laki, 36,7% perempuan, 9.973 jiwa berusia 0- 24 tahun, 28.602 jiwa berusia 25-49 tahun, dan 2.675 berusia diatas 50 tahun. Di tahum 2017 angkanya bertambah menjadi 48.300 jiwa dengan 63,6% laki-laki serta 36,4% perempuan. Sedangkan jika berdasar usia 11.307 jiwa berusia 0-24 tahun, 33.448 jiwa berusia 25-49 tahun, dan 3.545 jiwa berusia diatas 50 tahun. Tahun 2018 jumlah penderita HIV bertambah menjadi 46.659 dengan persentase 63,8% laki-laki dan 36,2% perempuan, jumlah penderita HIV yang berusia 0-24 tahun sebanyak 9.949 jiwa, 32.847 jiwa berusia 25-49 tahun, dan 3.863 berusia diatas 50 tahun. Di tahun 2019 penderita HIV bertambah menjadi 50.282 jiwa, dengan 10.491 jiwa diantaranya berusia 0-24 tahun, 35.393 jiwa berusia 25-49 tahun dan 4.398 jiwa berusia diatas 50 tahun (P2P, 2019). Meskipun prevalensi jumlah penderita HIV di Indonesia mencapai 0,19 per 1.000 populasi akan tetapi berdasarkan laporan UNAIDS (2018) kepada WHO (2018) angka ini masih dibawah angka global (0,26 per 1.000 populasi). Meski demikian hal ini bukan berarti baik bai Indonesia karena Indonesia berada diatas rata-rata angka HIV negara Asia Tenggara (0,08 per 1.000 populasi) dan menduduki urutan tertinggi ketiga jumlah penderita baru terbanyak di Asia Pasifik setelah India dan China (Utami, 2018). Di Sumatera Selatan kasus HIV berjumlah 175 jiwa pada tahun 2015, kemudian menurun pada tahun 2016 menjadi 115 jiwa, dan kembali bertambah menjadi 170 jiwa di tahun 2017, dan 435 kasus dengan jumlah laki-laki 317 kasus dan jumlah perempuan 118 kasus, HIV terbanyak untuk kategori umur pada laki- laki usia 20-29 Tahun dengan jumlah 123 kasus dan untuk kategori umur pada perempuan usia 30-39 Tahun dengan jumlah 48 kasus (Dinkes Sumsel, 2019). Sedangkan rata-rata kasus AIDS di Sumatera Selatan sejak 1987-2019 adalah 14,23% per 100.000 penduduk dengan jumlah kasus 1.209 dan 113 diantaranya meninggal dunia (P2P, 2019). Prevalensi HIV AIDS di Sumatera Selatan juga memenuhi target nasional yakni dibawah 0,5 persen (0,3%). Ada beberapa kabupaten yang berada diwilayah Sumatera Selatan salah satunya adalah Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan laporan dinas kesehatan Banyuasin (2018) tahun 2014 ditemukan 4 penderita positif HIV dengan 3 penderita laki-laki dan 1 perempuan. Pada tahun 2015 ditemukan 3 orang penderita HIV. Tahun 2016 ditemukan lagi 4 penderita HIV dan 2 penderita AIDS degan jenis kelamin laki-laki dan dua penderita AIDS tersebut meninggal. Tahun 2017 ditemukan 11 yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki dan 2 penderita AIDS. Tahun 2018 ditemukan 11 penderita HIV dengan 9 orang berjenis kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin perempuan. Dalam epidemiologi HIV AIDS dikenal istilah triad epidemiologi, yakni: Agent : Virus HIV termasuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi. Sebagaimana Virus lainnya sirus HIV AIDS akan mati bila dipanaskan sampai temperatur 60° selama 30 menit, dapat dihancurkan dengan detergen yang dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain. Host : Transmisi utama penyebaran virus HIV mealui transmisi seksual baik homoseksual dengan kelompok umur muda/seksual paling aktif (20-30 tahun) yang merupakan penderita terbanyak. Environment : Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran HIV AIDS. Secara umum transmisi atau penyebaran HIV AIDS dapat dilakukan melalui 2 yaitu: Kontak seksual (Ano-Genital, Ora-Genital, dan Genito-Genital/ Heteroseksual) Non seksual (Parental dan transplasental) Masa inkubasi virus HIV AIDS bervariasi untuk setiap penderita dan tidak semua penderita HIV akan menjadi AIDS (hanya 10-30%). 1-3 bulan merupakan waktu penularan hingga terdeteksi (window period), namun waktu dari tertular HIV hingga terdiagnosa sebagai AIDS sekitar < 1 tahun hingga 15 tahun atau lebih. Pencegahan HIV AIDS dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah menghindari sumber transmisi baik secara seksual maupun nonseksual. Selain itu pemutusan rantai HIV AIDS bukan hanya dapat dilakukan di dua aspek )agent dan host) tetapi environment juga memiliki peran penting dalam pemutusan mata rantai HIV AIDS.