Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LEPRA

DISUSUN OLEH :

1. ASLAMI ANALIYA (21115054)

2. TUNAK MEYLA TIARA (21115067)

3. DIAN APRIANI (21115074)

4. JULIAN ROBIANSYAH (21115076)

5. MARINA ARFA (21115081)

6. RIANDINI PANDANSARI (21115089)

7. ITA RIANI (21115092)

8. ARIE NUGRAHA (21115097)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2016-2017

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas Berkat
Rahmat dan Ridho-Nya bisa menyelesaikan Makalah Sistem integumen tentang asuhan
keperawatan infeksi bakteri lepra dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan, maka dengan ikhlas
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, bimbingan
serta saran dari dosen pembimbing mata kuliah dan semua pihak yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan makalah ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya dan
menjadikannya sebagai amal jariyah. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembangunan ilmu pendidikan dan ilmu kesehatan serta bagi semua yang membacanya.
Aamiin.

Palembang, Oktober 2017

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................1


Kata Pengantar ............................................................................................................2
Daftar Isi .....................................................................................................................3
BAB I: Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Tujuan .............................................................................................................5
BAB II: Pembahasan
1. Definisi penyakit leprae (kusta) ............................................................................6
2. Etiologi leprae (kusta) .......................................................................................... 6
3. Patofisiologi ...........................................................................................................7
4. Anatomi fisiologi ...................................................................................................8
5. Pathway .................................................................................................................9
6. Manisfestasi klinis leprae (kusta) .......................................................................10
7. Penatalaksanaan leprae (kusta) ...........................................................................10
8. Pemeriksaan penunjang ....................................................................................... 10
9. Asuhan Keperawatan leprae (kusta) ..................................................................11
BAB III: Penutup
Kesimpulan ...............................................................................................................16
Saran ......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis (misalnya penyakit atau kecacatan
fisik), tetapi juga meluas sampai masalah sosual dan ekonomi. Disamping itu, ada stigma
negatif dari masyarakat yang mengatakan penyakit kusta adalah penyakit yang
menakutkan, bahkan ada beberapa masyarakat yang menganggap penyakit ini adalah
penyakit kutukan. Ini karena dampak yang ditimbulkan dari penyakit tersebut cukup parah,
yaitu adanya deformitas / kecacatan yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh.

Kusta (Lepra atau morbus hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi mycobacterium leprae (Kapita Selekta Kedokteran UI, 2000). Penyakit kusta
adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium
leprae ) yang menyerang saraf tep, kulit, dan jaringan tubuh lainnya (Departemen
Kesehatan, Dit.Jen PPM & PL, 2002).

Angka kejadian penyakit kusta cukup tinggi dan menyerang beberapa negara. Pada
tahun 2000, WHO menyatakan 91 negara merupakan endemik penyakit kusta. Di
Indonesia, penderitas kusta terdapat hampir di seluruh daerah dengan penyebaran yang
tidak merata. Angka kejadian penyakit kusa tertinggi ada di wilayah Indonesia bagian
timur. Mayoritas penderita (90%) tinggal di antara keluarga mereka dan hanya beberapa
pasien saja yang tinggal di rumah sakit kusta, koloni penampungan, atau perkampungan
kusta (Departemen Kesehatan, Dit.Jen PPM & PL, 2002).

Tenaga kesehatan, khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan


masalah yang ditimbulkan peyakit ini agar klien yang mnederita penyakit kusta dapat
sembuh dan terhindar dari kecacatan lebih lanjut. Oleh karena itu, tindakan promotif,
pencegahan, pengobatan, sera pemulihan kesehatan untuk penyakit kusta perlu
diperhatikan dan dilaksanakan.

Dalam bab ini, kita akan mempelajari definisi, penyebab / etiologi, patofisiologi,
gejala klinisi, pentalaksanaan, dan asuhan keperawatan.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit lepra (kusta) ?
2. Apa penyebab dari penyakit lepra (kusta) ?
3. Bagaimana klasifikasi penyakit lepra (kusta) ?
4. Apa saja tanda dan gejala penyakit lepra (kusta) ?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit lepra (kusta) ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit lepra (kusta) ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit lepra (kusta) ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit lepra (kusta) ?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit lepra (kusta).
2. Mahasiswa mampu memahami penyebab dari penyakit lepra (kusta).
3. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi penyakit lepra (kusta).
4. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala penyakit lepra (kusta).
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari penyakit lepra (kusta).
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari penyakit lepra (kusta).
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari penyakit lepra (kusta).
8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada penyakit lepra (kusta).

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratosius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan
saraf pusat. (Djuanda Adhi, 2010).
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat
bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk klinis yaitu lepromatosa dan
tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe lepromatosa menyerang saluran pernafasan bagian
atas dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan dalam jumlah banyak. Pada
penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati
rasa. ( Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2012 ).

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit kusta adalah mycobacterium leprae yang merupakan bakteri tahan
asam, bersifat obligat intraseluler, yang ditemukan oleh G. A Hansen. Cara penularan yang
pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian ahli, kusta menular melalui saluran
pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat.
Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti.
Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain :
1. Patogenitas kuman penyebab
2. Cara penularan
3. Keadaan sosial ekonomi
4. Hygiene dan sanitasi
5. Varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan
6. Sumber penularan
7. Daya tahan tubuh

6
C. PATOFISIOLOGI

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah


dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara.Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. lepraemenderita kusta, dan diduga faktor
genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok
penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta
yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan
faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara
orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat
infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun
di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan
mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah
organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme
tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam
di epiteldeskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan
bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya
sejumlahM. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar
melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari
bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000
hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa
memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi
bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per
hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini
diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya
bakteri.
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan
pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian

7
berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-
rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

D. ANATOMI FISIOLOGI

Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutan. Kulit merupakan
organ tubuh terbesar membentuk 15 % berat badan total total. Kulit adalah lapisan jaringan
yang terdaoat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh.

Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar, lapisan kulit epidermis terus-
terusan mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis
mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran dan nyeri. Komponen
utama epidermis adalah protein keratin, yang dihasilkan oleh sel-sel yang disebit keratinosit.
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi
pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rmbut. Dipengaruhi oleh hormone hipofisis
anterior yaitu melanosyte stimulating hormone (MSH). Sel langerhans adalah sel imun yang
terdapat diseluruh epidermis.

Dermis merupakan lapisan kulit dibawah epidermis yang membentuk bagian terbesar
kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, lapisan tersusun dari dua lapisan
yaitu papilaris retikularis. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut, dermis sering disebut kulit sejati.

Jaringan subkutan merupakan lapisan kulit paling dalam. Lapisan ini berupa jaringan
adipose (lemak) yang memberI bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot
dan tulang. Jaringan subkutan dan jaringan lemak yang tertimbun merupakan factor penting
pengaturan suhu.

8
E. PATHWAY

Microbacterium lepra

Menyerang saraf perifer dan kulit

Gangguan fungsi saraf tepi

Lesi pada kulit

Lepra

Tangan dan kaki Tangan & kaki lemah Gangguan kelenjar


kurang rasa / lumpuh keringat,kelenjar minyak,dan
aliran darah

luka Jari bengkok/kuku


Kulit kering/pecah dan
kemerahan
Mutilasi absorbsi Hambatan
tulang mobilitas fisik
Benjolan-benjolan kecil
Gangguan citra diseluruh tubuh
tubuh

Kerusakan integritas kulit

9
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Becak kulit berbentuk seperti koin dimana pada tempat bercak tersebut hilangnya atau
berkurangnya kemampuan untuk merasakan sensasi sentuhan, nyeri, panas atau dingin
(mati rasa)
2. Hilangnya kemampuan saraf yang terkena infeksi untuk merasakan sensasi di kulit
3. Lemas dan kelemahan otot
4. Berubahnya kulit menjadi lebih tebal (pada kusta lanjut)
5. Kulit kering
6. Mengalami demam atau panas tinggi
7. Mengalami kerontokan pada alis rambut

G. PENATALAKSANAAN

1. Beri penjelasan pada penderita tentang tindakan yang akan dilakukan.


2. Korek septum nasi dengan oese untuk mendapatkan sekret hidung (tindakan ini sudah
jarang dilakukan karena tidak nyaman untuk penderita).
3. Kerokan dihasilkan dengan membuat irisan dangkal dengan skalpel pada cuping
telinga yang sebelumnya di desinfeksi dengan kapas alkohol kemudian dijepit dengan
jari sehingga pucat.
4. Korokan yang dihasilkan setelah mengadakan irisan dangkal dengan skalpel pada lesi
(makula) yang sebelumnya dijepit dengan pinset sampai pucat.
5. Luka sayatan cukup ditekan dengan kapas steril yang kering untuk menghentikan
perdarahan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes sensilibilitas pada kulit yang mengalami kelainan


2. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati rasa dan kuman
tahan asam pada kulit yang (+) (positif)
3. Pengobatan kusta / lepra lamanya pengobatan tergantung dari berbagai jenis kusta
leprotamus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2
x seminggu)

10
I. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Biodata
Kaji secara lengkap tentang umur, penyakit kusta dapat menyerang semua usia,
jenis kelamin; rasio pria dan wanita 2,3:1,0. Paling sering terjadi pada daerah dengan
sosial-strip ekonomi yang rendah dan insidennya meningkat pada daerah tropis atau sub
tropis. Kaji pula secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui tingkat sosial-
ekonomi, resiko trauma pekerjaan, dan kemungkinan kontak dengan penderita kusta.
b. Keluhan Utama
Pasien sering datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya bercak
putih yang tidak terasa atau datang dengan keluhan kontraktur pada jari-jari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat melakukan anamnesis pada pasien, kaji kapan lesi atau kontraktur
tersebut timbul, sudah berapa lama timbulnya, dan bagaimana proses perubahannya,
baik warna kulit maupun keluhan lainnya. Pada beberapa kasus, ditemukan keluhan,
gatal, nyeri, panas atau rasa tebal. Kaji juga apakah klien pernah menjalani pemeriksaan
laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien pernah menderita penyakit
tersebut sebelumnya. Pernahkah klien memakai obat kulit yang dioles atau diminum?
pada beberapa kasus, reaksi obat juga dapat menimbulkan perubahan warna kulit dan
reaksi alergi yang lain. Perlu juga ditanyakan apakah keluhan ini pertama kali dirasakan.
Jika sudah, obat apa yang diminum? Teratur atau tidak?
d. Riwayat penyakit dahulu.
Salah satu faktor penyebab penyakit kusta adalah daya tahan tubuh yang menurun.
Akibatnya, M. Leprae dapat masuk ke daam tubuh. Oleh karena itu, perlu dikaji adakah
riwayat penyakit kronis atau penyakit lain yang pernah diderita.

e. Riwayat penyakit keluarga.


Penyakit kusta ukan penyakit turunan, tetapi jika anggota keluarga atau tetangga
menderita penyakit kusta, risiko tinggi tertular sangat mungkin terjadi. Perlu dikaji
adakah anggita keluarga lain yangmenderita atau memiliki keluhan yang sama, baik
yang masih hidup maupun sudah meninggal.

11
f. Riwayat psikososial.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikan. Ini disebabkan
adanya deformitas atau kecacatan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, perlu dikaji
bagaimana konsep diri klien dan respons masyarakat di sekitar klien.
g. Kebiasaan sehari-hari.
Pada saat melakukan anamnesis tentang pola kebiasaan sehari-hari, perawat perlu
mengkaji status gizi, pola makan / nutrisi klien. Hal ini sangat penting karena faktor gizi
berkaitan erat dengan sistem imun. Apabila sudah ada deformitas atau kecacatan, maka
aktivitas dan kemampuan klien dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dapat
terganggu.
h. Pemeriksaan fisik
Seperti pada kasus yang lain, pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh
tidak hanya terbatas pada lesi saja. Kelenjar regional juga harus diperiksa karena pada
penderita kusta dapat pula ditemukan adanya pembesaran beberapa kelenjar limfe.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan denagan cara inpeksi,palpasi dan pemeriksaan
sederhana menggunakan jarum, kapas, tabung reaksi (masing-masing dengan air panas
dan es), pensil tinta dan sebagaiya.
Inpeksi dilakukan untuk menetapkan ruam yang ada pada kulit. Biasanya dapat
ditemukan adanya macula hipopigmentasi/ hiperpigmentasi dan eritematosa dengan
permukaan yang kasar atau licin denga batas yang kurang jelas atau jelas, bergantung
pada tipe yang diderita. Pada tipe tuber kuloid, dapat ditemukan gangguan saraf kulit
yang disertai dengan penebalan serabut saraf, nyeri akibat peradangan atau reaksi
fibrosis,anhidrasis, dan kerontokan rambut (sering dijumpai pada rambut asli dan bulu
mata).
Pada kusta tipe repromatus , dijumpai hidung pelana dan wajah singa(lionin face).
Selain itu, ada pula kelainan otot berupa atrofi distese otot di yang di tandai dengan
keumpuhan otot otot, diikuti kekakuan, sendi atau kontraktur sehingga terjadi clow hean
, drop put, dan drop hean, kelainan pada tulang dapat berupa osteomilitis dan resopsi
tulang yang mengakibatkan pemendakan dan kerusakan tulang (ujung
bengkok),terutama jari jari tangan dan kaki.
Pada penderita kusta, dapat juga ditemukan kelain pada mata akibat kelumpuhan
m.orbicularis aulisehingga terjadi lago pthalamus atau mata tidak dapat dipejam kan,

12
akibatnya mata menjadi kering dan berlanjut pada keratitis, ulkus kornea, iritis,
iridosikilitik dan berahir dengan kebutaan.
Pada testis dapat terjadi patrofi yang mengakibatkan ginekomastia. Kecatatan yang
seringa diderita oleh penderita kusta disebabkan kerusakan fungsi saraftepi dan neuritis
waktu terjadi reaksi kusta, juga cidera pada anesthesia.

B. ANALISA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan citra tubuh terhadap lesi pada
kulit.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot dan kaku sendi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan

C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC / Tujuan NIC/ Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan citra Tujuan:  Kaji secara verbal dan non
tubuh b.d  Body image verbal respon klien terhadap
perubahan citra  Self esteem tubuhnya
tubuh terhadap Kriteria hasil:  Monitor frekuensi
lesi pada kulit.  Body image positif mengkritik dirinya
 Mampu mengindetifikasi  Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan, perawatan,
 Mendriskripsikan secara kemajuan dan prognosis
faktual perubahan fungsi penyakit
tubuh  Dorong klien
 Mempertahankan interaksi mengungkapkan
sosial perasaannya
 Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu.
2 Hambatan Tujuan :  Monitor TTV
mobilitas fisik  Joint movement : aktive sebelum/sesudah latihan

13
b.d kontraktur  Mobility level dan lihat respon pasien saat
otot dan kaku  Self care : ADLs latihan
sendi.  Tranfer performance  Konsultasikan dengan
Kriteria hasil : terapi fisik tentang rencana
 Klien meningkat dalam ambulasi sesuai dengan
aktivitas fisik kebutuhan

 Mengerti tujuan dalam  Ajarkan pasien tentang


peningkatan mobilitas teknik ambulasi

 Mengungkapkan perasaan  Kaji kemampuan pasien


secara lisan dalam dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan dan  Latih pasien dalam
kemampuan berpindah. pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
3 Kerusakan Tujuan : perawatan luka :
integritas kulit -Integritas jaringan -monitor karakteristik
b.d kelembapan :kulit&membran mukosa : luka,termasuk
Kriteria hasil : drainase,warna,ukuran,dan
-tekstur bau.
-ketebalan -berikan balutan yang sesuai
-perfusi jaringan dengan jenis luka
-integritas kulit -pertahankan teknik balutan
-lesi pada kulit steril ketika melakukan
perawatan luka,dengan tepat
-periksa luka setiap kali
balutan

14
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan
prioritas diagnosa sesuai kebutuhan pasien. Tindakan dilaksanakan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun dari hasil pengkajian dan analisa data. Implementasi
keperawatan berfokus pada pencapaian tujuan, intervensi dengan batas waktu yang telah
ditentukan.

E. EVALUASI
Evaluasi mengidentifikasii kriteria hasil untuk mengukur keberhasilan,
mengumpulkan data sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengevaluasi
pencapaian tujuan dengan membandingkan data yang dikumpulkan dengan kriteria, lalu
memodifikasi rencana keperawatan bila tujuan belum tercapai.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratosius bagian atas, kemudian dapat ke
organ lain kecuali susunan saraf pusat.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang
penyakit lepra dan mampu melaksanakan pemberian asuhan keperawatan pada pasien lepra
yang berkualitas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
Loetfia Dwi Rahariyani ; editor, Eka Anisa Mardella, Monica Ester. 2007. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : EGC
Internasional, NANDA. 2015.Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017 edisi
10. Jakarta : EGC.
M.Bulechek, Gloria, Dkk. 2016.nursing intervisions classification edisi keenam. Indonesia :
ELSEVIER.
Moorhead, Sue, Dkk.2016.Nursing outcomes classification edisi kelima. Indonesia :
ELSEVIER

17

Anda mungkin juga menyukai