1 ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT TBC PARU
OLEH
KELOMPOK 1
NIM : 1420118112
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SW, karena berkat dan rahmat karunian-
Nya, kita dapat menyeleasaikan makalah yang baerjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit TB Paru”.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak . Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih pada
dosen pembibing kami, Ns.La Rakhmat Wabula,S.Kep.,M.Kep, Dosen bidang keperawatan ,
Orang tua kami dan teman-teman kami.
Kritik dan saran sangat kami harapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat, Amin.
DAFTAR ISI
Cover..........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan penulis..........................................................................................................5
1.4 Manfaat Penulis........................................................................................................5
BAB III
3.1 Analisa jurnal.........................................................................................................20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................30
4.2 Saran.......................................................................................................................30
DAFTAR
4
PUSTAKA...............................................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.3 Etiologi
Penyakit infeksi yang menyebabkan dengan rute naik di udara. Infeksi ini disebabkan
oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri tuberculosis (mycobacterium tuberculosis).
7
Seorang yang terkena infeksi dapat menyebabkan partikel kecil melalui, batuk, bersin, atau
berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan
untuk transmisi. Begitu terhisap, organisme secara khas diam di dalam paru –paru, tetapi
dapat menginfeksi organ tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah luar.
TBC primer terjadi ketika pasien pada awalnya terkena infeksi mycobacterium.
Setelah dihirup kedalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi dilokalisir. Ketika
makrofag dan T-Lymphocytes berusaha mengisolasikan dan memusnakan mycobacterium di
dalam paru-paru, kerusakan juga disebebkan jaringan paru-paru. Luka granulomatous yang
berkembang berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain. Perubahan necrotic terjadi di
daalam luka ini. Granuloma berkembang sepanjang getah bening sepanjang waktu yang
sama. Area ini menciptakan kompleks Ghon’S yang merupakan kombinasi dari area yang
pada awalnya terkena infeksi baksil yang naik diudara yang di sebut fokus Ghon’S dan luka
getah bening. Mayoritas orang dengan infeksi baru dan sistem imun yang baik akan
menderita infeksi laten, ketika tubuh memasang batas bagi organisme penginfeksi di dalam
granuloma. Penyakit tidak aktif de dalam pasien dalam kondisi ini dan tidak akan ditularkan
sampai ada beberapa manifestasi penyakit. Pada pasien dengan respons imun kurang baik,
tuberkulosis akan progresif, kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung , dan area lain
paru-paru juga akan terkena.
Pada TBC sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin
terinfeksi kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah
sebelumnya terinfeksi TBC, respon imun akan dengan cepat memebatasi infeksi. Area
berongga ini terjadi ketika organisme berjalan sepanjang jalur udara. Eksposur pada TBC
terjadi ketika seseorang yang tercurigai atau dinyatakan menderita TBC. Pasien ini tidak
mempunyai tes kulit positif, gejala atau tanda penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x
pada dada. Mereka bisa jadi atau bisa juga tidak mengidap penyakit. Infeksi TBC laten terjadi
ketika seseorang mempunyai tes kulit tuberculin positif, namun tidak ada gejala penyakit.
Rontagen dada mungkin menunjukan granuloma atau kalsifikasi.
Penyakit TBC Paru ditetapkan ketika seseorang mempunyai gejala dan tanda
tuberkulosis. Rontage dada biasanya pbnormal dalam aspek-aspek apikal paru-paru. Pada
pasien HIV, area lain mungkin jiga terpengaruh.
(somantri,2012).
TB Paru
Pergerakan
otot Asam laktat
menurun meningkat
Intoleransi Pain
aktivitas
Nyeri
akut/kronik
10
2.1.6 Pemeriksaan diagnostik
1. Darah: LED meningkat
2. Mikrobiologis
3. BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
4. Kultur mycobacterium tuberculosis positif (diagnosis pasif)
5. Foto torks PA+ lateral (hasil bervariasi); infiltrat, pembahasan kelenjar getah
bening (KGB) hilus/ KGB paratrakeal, milier,atelektasis, efusi
pleura,kalsifikasi,bronkiektasis, kavitas, distroyeb lung.
6. Imuno-serologis
7. Uji tuberculis: sensitivitas 93,6%
8. Tes PAP, ICT-TB; Positiv
9. PCR-TB dari Sputum (hanya menunjang klinis)
(Alwi, 2017)
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif:
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC Paru
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, dan
cara penularan, cara pencegahan, dan factor resiko
3 Mensosialisasikan BCG di masyarakat
b. Preventiv:
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
4. Bila ada gejala gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini
2. Penatalaksanaan Medis diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase: intensif dan fase lanjutan. Fase
intensif ditunjukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat ddan
mencegah resistensi obat. Sedangkann faase lanjuttan bertujuan untuk membunuh
bakteri tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih seedikit obat karena sebagian
11 besar bakteri telah terbunuh seehingga resiiko pembunuhan bakteri yang resisten
terhadap penggobatan menjadi kecil (WHO 2015).
Setelah diagnosa ditegakan, petugas pengelola TB segera menyiapkan 1 paket OAT
untuk 1 pasien sesuai dengan kategori pengobatan
Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa menjadi beberapa kategori:
1. Kategiori-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid
(P) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberekan setiap hari selama 2
bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
a) Penderita baru TB paru BTA positif
b) Penderita TB paru BTA negativ rontage positif yang sakit berat
c) Penderita TB ekstra paru berat
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama tiga bulan. Dua bulan pertama dengan
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid (P), Ethambutol (E) dan
suntikan steptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan dilanjutkan satu
bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid (P) dan
Ethambutol (E) setiap hari, setelah itu diteruskan dengan tahap lanjut selama
lima bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
minum obat. Obat ini diberikan untuk:
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Pendeerita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. OAT Sisipan
Akhir tahap intensif pengobatan peenderita baru BTA positif dengan
kategori satu atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori
dua, hasil pemeriksaaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
(HRZE)setiap hari selama 28 hari.
4. Kategori-Anak (2HRZ/4(HR)
Pananduan OAT ini diberikan untuk pasien TB anak. Pengobatan TB
12 anak selama 6 bulan yang diberikan setiap hari, pada tahap awal maupun
lanjuutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (Kemenkes
RI, 2018).
Penatalaksanaan pengobatan terhadap penderita harus memenuhi prinsip
berikut (Kemenkes, 2018):
a. Tempat pelayanan pengobatan harus mudah dicapai oleh penderita serta
diberikan secara Cuma-Cuma. Tidak diperkenankan memungut biaya
pengobatan diri penderita TB paru.
b. Pelayanan pengobatan harus dapat diterima dan digunakan oleh
masyarakat. Petugas kesehatan harus dapat berkomunikasi dengan
penderita secara baik dalam bahasa mereka. Serta mampu mengatasi
permasalahan mereka.
c. Panduan obat harus tersedia sesuai dengan adanya telah direncanakan dan
diterima dalam jumlah cukup dan baik untuk menjamin keraturan
pengobatan dengan cadangan obat yang cukup.
d. Pengobatan harus berada dalam pengawasan, baik dosis maupun waktu
pelaksaanaan sehingga keteraturan berobat dapat dilakukan dengan baik
agar dapat dicapai angka kesembuhan yang tinggi.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
13
1. Keluhan utama
Batuk lendir dan batuk darah.
B2 (blood)
a) Inspeksi: tentang adanya parut dan kelamahan fisik.
b) Palpasi: denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran.
d) Auskultasi: TD normal, tidak teerdapat bunyi jantung
tambahan.
B3 (brain)
Kesadaran compos mentis
B4 (bladder)
Dibiasakan dengan urien yang berwarna jingga pekat dan
14 berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebaagai
ekskresi karena minum OAT.
B5 (bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB
B6 (bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak
teratur.
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, yakni bakteri yang mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x
0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, luruk ataw bengkok, bergranula atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan tebal yang terdiri dari lipoid yang
sulit ditembus oleh zat kimia. (Maghfiroh, 2017)
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dan melakukan pengkajian
kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
2017 yang berhubungan dengan TBC Paru ada sepuluh diagnosa. Setelah dilakukan
pengkajian dan analisa data muncul enam diagnosa pada pasien: Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret meningkat,Perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/ atau Vena, Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, Gangguan eliminasi urine berhubungan iritasi
18 kantung kemih, Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, Gangguan mobolitas fisik berhubungan dengan nyeri. Tidak
sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada pengelolaan pasien karena situasi
dan kondisi klien serta kebijakan dari instansi rumah sakit. Dalam implementasi
sebagian besar telah sesuai dengan rencana tindakan yang diterapkan, namun dalam
pendokumentasiannya dirasa masih kurang terutama pada rencana tindakan yang
didelegasikan. Pada evaluasi hasil yang dilakukan penulis pada dasarnya dapat
terlaksana dengan baik dan masalah teratasi.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dari isi makalah ini adalah;
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan
selanjutnya maka penulis menyarankankepada :
1. Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat
pasien secara komprehensif dan optimal. Mampu memberikan informasi untuk
kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah kesehatan yang dialami.
2. Rumah sakit ( bidang pelayanan ).
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
pasien. Khususnya dalam bidang keperawatan, guna meningkatkan pelayanan
atau asuhan keperawatan yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, DPP SDKI Tim Penyusun 2017 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1 Cetakan III (Revisi).Jagakarsa, Jakarta Selatan.
PPNI, DPP SDKI Tim Penyusun 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Edisi I Cetakan II.Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Mansjoer, arif M 2000 Kapita Selekta Kedokteran UI, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
19 A. Price & Lorraine M. Wilson 2006 Patofisiologi, Vol 2. Jakarta: EGC.
Silvia
Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011 Jakarta
: EGC.
Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi
12”. Jakarta : EGC,
Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC