Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

1 ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT TBC PARU

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medical Bedah I


Dosen Pengampu : Abdul Rizali Lapodi, S.kep.,M.Kep

OLEH
KELOMPOK 1

Nama : Mardhiah Wali

NIM : 1420118112

Kelas / Semester : Ambon (Pagi)/IV

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MALUKU HUSADA
AMBON
2019
2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SW, karena berkat dan rahmat karunian-
Nya, kita dapat menyeleasaikan makalah yang baerjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit TB Paru”.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak . Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih pada
dosen pembibing kami, Ns.La Rakhmat Wabula,S.Kep.,M.Kep, Dosen bidang keperawatan ,
Orang tua kami dan teman-teman kami.

Kritik dan saran sangat kami harapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat, Amin.
                            

Ambon, 03Mei 2020


3

DAFTAR ISI

Cover..........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan penulis..........................................................................................................5
1.4 Manfaat Penulis........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi......................................................................................................6
2.1.2 Klasifikasi..................................................................................................6
2.1.3 Etiologi......................................................................................................7
2.1.4 Manifestasi klinis......................................................................................8
2.1.5 WOC..........................................................................................................9
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................11
2.1.7 Penatalaksaan..........................................................................................12
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian...............................................................................................15
2.2.2 Diagnosa keperawatan.............................................................................16
2.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................17

BAB III
3.1 Analisa jurnal.........................................................................................................20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................30
4.2 Saran.......................................................................................................................30
DAFTAR
4
PUSTAKA...............................................................................................................31

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TBC) masih merupa-kan masalah kesehatan yang membebani
negara-negara berkembang. TBC Paru sendiri merupakan suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobakterium tuberkulosa.Bakteri ini merupakan bakteri basil
yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Secara internasional terdapat 9,6 juta kasus TBC setiap tahunnya dan tinggkat
kematian mencapai 1,5 juta kasus per tahun dan sebagian di antaranya adalah anak usia
< 15 tahun, WHO (2015). TBC menduduki posisi ke 2 di Indonesia, menurut
RISKESDA 2018 di Indonesia persentasi kasus TBC Paru mencapai 0,4% di daerah
Maluku juga persentasi kasus TB Paru mencapai 0,4%.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC Paru batuk, dan
pada anak-anak summber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC Paru dewasa.
Bila baktteri ini sering masuk dan terkumpul di dalam paaru-paru akan berkembang
bbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh rendah), dan
dapaatt menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab
itulah infeksi TBC Paru dapat menginfeksi organ seluruh tubuh seperti paru-
paru,otak,ginjal,saluran pernafasan,tulang,kelenjar getah bening,dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Upaya yang diharapkan dengan adanya makalah tentang TBC Paru ini agar dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tehadap penyakit tersebut,dan masyarakat dapat
serta mencegah dengan adanya penjelasan terhadap penyak TBC Paru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan sistem pernafasan TBC Paru ?
5

1.3 Tujuan Penulisan


1.1.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada pasien TBC Paru.
1.1.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Penyakit TBC Paru.
2. Untuk mengetahui dan memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Pasien TBC Paru.

1.4 Manfaat Penulisan


1.1.1. Manfaat Teoritis
Mengembangkan ilmu keperawatan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
khususnya pada pasien Penyakit TBC Paru,agar perawat mampu memenuhi
kebutuhan dasar pasien.
1.1.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Klien
Menambah pengetahuan bagi klien,sehingga klien termotivasi untuk
meningkatkan derajat kesehatannya
2. Bagi keluarga
Menambah pengetahuan bagi keluarga,sehingga keluarga dapat membantu
pasien dalam tindakan mandiri yang sederhana dalam perawatannya
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan mutu pelayanan dan bisa memperhatikan serta memenuhi
kebutuhan pasien dengan kasus Penyakit TBC Paru
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan dasar penelitian,serta dapat memberikan
intervensi yang lebih luas pada pasien Penyakit TBC Paru
6
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP TEORI.


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TBC) adalah infeksi paru yang menyerang jaringan prenkim paru,
disebabkan bakteri mycobacterium tuberculosis. (Alwi,2017)
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah
terinfeksi basil tuberkulosis. (Kemenkes RI.2014)
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, yakni bakteri yang mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan
bentuk batang tipis, luruk ataw bengkok, bergranula atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan tebal yang terdiri dari lipoid yang sulit ditembus oleh zat kimia.
(Maghfiroh, 2017)

2.1.2 Klasifikasi penyakit TBC Paru


Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia, klasifikasi TBC
dibedakan menjadi:
1. Klasifikasi berdasarkan Lokasi Anatomi dan Penyakit
Berdasarkan lokal anatomi penyakit, pasien TBC dibedakan menjadi 2 yaitu:
Tuberkulosis paru dan Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah TBC yang
terjadi pada parenkim (jaringan) paru tidak termaksud Pleura. Tuberkulosis ditandai
dengan adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang mederita TB paru dan sekaligus
juga menderita TBC ektra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru. Sedangkan
tuberkulosis ekstra paru adalah TBC yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosa TBC ektra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ektra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan mycobacterium tuberculosis
2. Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopik
Berdasarkan hasil pemeriksan dahak mikroskopis TBC paru dibedakan menjasi TB
paru BTA positif (+) dan TB paru BTA negative (-). Kriteria pasien TB dikatakan
sebagai BTA (+) apabila minimal terdapat 1 dari 3spesimen dahak SPS (seqwaktu
pagi sewaktu) dengan hasil posotif. Sedangkan TB paru BTA nehative (-)yaitu dengan
kriteria semua hasildari 3 spesimen dahak SPS hasilnya (-) negative.
(Kemenkes RI,2014)

2.1.3 Etiologi
Penyakit infeksi yang menyebabkan dengan rute naik di udara. Infeksi ini disebabkan
oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri tuberculosis (mycobacterium tuberculosis).
7
Seorang yang terkena infeksi dapat menyebabkan partikel kecil melalui, batuk, bersin, atau
berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan
untuk transmisi. Begitu terhisap, organisme secara khas diam di dalam paru –paru, tetapi
dapat menginfeksi organ tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah luar.
TBC primer terjadi ketika pasien pada awalnya terkena infeksi mycobacterium.
Setelah dihirup kedalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi dilokalisir. Ketika
makrofag dan T-Lymphocytes berusaha mengisolasikan dan memusnakan mycobacterium di
dalam paru-paru, kerusakan juga disebebkan jaringan paru-paru. Luka granulomatous yang
berkembang berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain. Perubahan necrotic terjadi di
daalam luka ini. Granuloma berkembang sepanjang getah bening sepanjang waktu yang
sama. Area ini menciptakan kompleks Ghon’S yang merupakan kombinasi dari area yang
pada awalnya terkena infeksi baksil yang naik diudara yang di sebut fokus Ghon’S dan luka
getah bening. Mayoritas orang dengan infeksi baru dan sistem imun yang baik akan
menderita infeksi laten, ketika tubuh memasang batas bagi organisme penginfeksi di dalam
granuloma. Penyakit tidak aktif de dalam pasien dalam kondisi ini dan tidak akan ditularkan
sampai ada beberapa manifestasi penyakit. Pada pasien dengan respons imun kurang baik,
tuberkulosis akan progresif, kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung , dan area lain
paru-paru juga akan terkena.
Pada TBC sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin
terinfeksi kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah
sebelumnya terinfeksi TBC, respon imun akan dengan cepat memebatasi infeksi. Area
berongga ini terjadi ketika organisme berjalan sepanjang jalur udara. Eksposur pada TBC
terjadi ketika seseorang yang tercurigai atau dinyatakan menderita TBC. Pasien ini tidak
mempunyai tes kulit positif, gejala atau tanda penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x
pada dada. Mereka bisa jadi atau bisa juga tidak mengidap penyakit. Infeksi TBC laten terjadi
ketika seseorang mempunyai tes kulit tuberculin positif, namun tidak ada gejala penyakit.
Rontagen dada mungkin menunjukan granuloma atau kalsifikasi.
Penyakit TBC Paru ditetapkan ketika seseorang mempunyai gejala dan tanda
tuberkulosis. Rontage dada biasanya pbnormal dalam aspek-aspek apikal paru-paru. Pada
pasien HIV, area lain mungkin jiga terpengaruh.
(somantri,2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis


a. Berat badan turun dan anoreksia
b. Berkeringat dingin
c. Demam, mungkin golongan yan rendah karena infeksi
d. Batuk produktif dengan dahak tar berwarna, bercak darah
e. Nafas pendek karena peerubahan paru-paru
f. Lesuh dan lelah karena aktivitas paru-paru terganggu
(somantri,2012).
8
2.1.5 WOC (Web of coution)

Droptel mengandung mycobacterio Udara tercemar mycobacterio


tubercoloses tuberculoses

Abnormalitas Terhisap lewat pernafasan, masuk ke


genetik, faktor paru paru masuk ke alveoli
lingkungan,
infeksi virus

Proses peradangan Kurang terpapar informasi


tuberkel

Mycrobacterium Definisi pengetahuan


tuberkulosis

TB Paru

B1: B2: Blood B3: B4: B5: B6: Bone


Breathing Brain Bladder Bowel

Infeksi Penyebaran Konsentras Pembesaran Efek


primer /pembesara i plasma Pelepasan
kelenjar di hiperventilasi asam
pada n benjolan darah area
alveoli limfa arakidonat
reproduksi pada
Termoregu Produksi hipoipotal
Menggan Penyumbat lasi asam amus
gu perfusi an terganggu lambung
dan difusi pembuluh meningkat
oksigen darah
Gangguan
Paralisis
Suplai 9 Aliran Merangsang eliminasi
faringeal Peristaltik Stimulasi
oksigen darah turun pusat urine usus nosiseptor
menurun termoregulasi menurun
di
Kesulitan
hipotalamus
Suplay O2 menelan Nyeri
Gangguan turun Mual,nyeri
pertukaran lambung
gas Hipertermi
Penurunan
Klemik nafsu Gangguan
makan Resiko mobilitas
Produksi Proses defisit fisik
sekret peradangan nutrisi
Perfusi
meningkat perifer
Bersihan tidak
jalan nafas efektif Resiko
tidak infeksi
efektif Penurunan
energi (ATP
turun) Metabolisme
anaerob

Pergerakan
otot Asam laktat
menurun meningkat

Intoleransi Pain
aktivitas

Nyeri
akut/kronik
10
2.1.6 Pemeriksaan diagnostik
1. Darah: LED meningkat
2. Mikrobiologis
3. BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
4. Kultur mycobacterium tuberculosis positif (diagnosis pasif)
5. Foto torks PA+ lateral (hasil bervariasi); infiltrat, pembahasan kelenjar getah
bening (KGB) hilus/ KGB paratrakeal, milier,atelektasis, efusi
pleura,kalsifikasi,bronkiektasis, kavitas, distroyeb lung.
6. Imuno-serologis
7. Uji tuberculis: sensitivitas 93,6%
8. Tes PAP, ICT-TB; Positiv
9. PCR-TB dari Sputum (hanya menunjang klinis)
(Alwi, 2017)

2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif:
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC Paru
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, dan
cara penularan, cara pencegahan, dan factor resiko
3 Mensosialisasikan BCG di masyarakat
b. Preventiv:
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
4. Bila ada gejala gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini
2. Penatalaksanaan Medis diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase: intensif dan fase lanjutan. Fase
intensif ditunjukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat ddan
mencegah resistensi obat. Sedangkann faase lanjuttan bertujuan untuk membunuh
bakteri tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih seedikit obat karena sebagian
11 besar bakteri telah terbunuh seehingga resiiko pembunuhan bakteri yang resisten
terhadap penggobatan menjadi kecil (WHO 2015).
Setelah diagnosa ditegakan, petugas pengelola TB segera menyiapkan 1 paket OAT
untuk 1 pasien sesuai dengan kategori pengobatan
Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa menjadi beberapa kategori:
1. Kategiori-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid
(P) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberekan setiap hari selama 2
bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
a) Penderita baru TB paru BTA positif
b) Penderita TB paru BTA negativ rontage positif yang sakit berat
c) Penderita TB ekstra paru berat
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama tiga bulan. Dua bulan pertama dengan
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid (P), Ethambutol (E) dan
suntikan steptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan dilanjutkan satu
bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinaammid (P) dan
Ethambutol (E) setiap hari, setelah itu diteruskan dengan tahap lanjut selama
lima bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
minum obat. Obat ini diberikan untuk:
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Pendeerita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. OAT Sisipan
Akhir tahap intensif pengobatan peenderita baru BTA positif dengan
kategori satu atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori
dua, hasil pemeriksaaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan
(HRZE)setiap hari selama 28 hari.
4. Kategori-Anak (2HRZ/4(HR)
Pananduan OAT ini diberikan untuk pasien TB anak. Pengobatan TB
12 anak selama 6 bulan yang diberikan setiap hari, pada tahap awal maupun
lanjuutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (Kemenkes
RI, 2018).
Penatalaksanaan pengobatan terhadap penderita harus memenuhi prinsip
berikut (Kemenkes, 2018):
a. Tempat pelayanan pengobatan harus mudah dicapai oleh penderita serta
diberikan secara Cuma-Cuma. Tidak diperkenankan memungut biaya
pengobatan diri penderita TB paru.
b. Pelayanan pengobatan harus dapat diterima dan digunakan oleh
masyarakat. Petugas kesehatan harus dapat berkomunikasi dengan
penderita secara baik dalam bahasa mereka. Serta mampu mengatasi
permasalahan mereka.
c. Panduan obat harus tersedia sesuai dengan adanya telah direncanakan dan
diterima dalam jumlah cukup dan baik untuk menjamin keraturan
pengobatan dengan cadangan obat yang cukup.
d. Pengobatan harus berada dalam pengawasan, baik dosis maupun waktu
pelaksaanaan sehingga keteraturan berobat dapat dilakukan dengan baik
agar dapat dicapai angka kesembuhan yang tinggi.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
13
1. Keluhan utama
Batuk lendir dan batuk darah.

2. Pengkajian Persiste/Range Of System (ROS):


B1 (breathing)
1) Inspeksi:
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Adannya penurunan
proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi dibandingkan proporsi diameter
lateral. Gerakan pernafasan tidaak simetris, sehingga
terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk
dan sputum.
2) Palpasi:
Palpasi trachea dan gerakan hidung thoraks
anterior/ekskrusi pernafasan.
3) Perkusi:
Terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4) Auskultasi:
Terdapat bunyi tambahan ronkhi.

B2 (blood)
a) Inspeksi: tentang adanya parut dan kelamahan fisik.
b) Palpasi: denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran.
d) Auskultasi: TD normal, tidak teerdapat bunyi jantung
tambahan.

B3 (brain)
Kesadaran compos mentis

B4 (bladder)
Dibiasakan dengan urien yang berwarna jingga pekat dan
14 berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebaagai
ekskresi karena minum OAT.

B5 (bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB

B6 (bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak
teratur.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
meningkat.
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan/ atau Vena.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
4. Gangguan eliminasi urine berhubungan iritasi kantung kemih.
5. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien.
6. Gangguan mobolitas fisik berhubungan dengan nyeri.
2.2.3 Intrervensi Keperawatan
No
15 Diagnosa Tujuan/ kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Latihan Untuk melatih
nafas tidak tindakan selama ...x24 batuk pasien yang tidak
efektif jam masalah bersihan efektif. memiliki
berhubungan jalan nafas tidak efektif kemampuan batuk
dengan produksi dapat teratasi dengan 2. Menajemen secara efektif.
sekret meningkat kriteria hasil: jalan nafas. Untuk
1. Mendemostrasik mengidentifilasi
an batuk efektif dan mengelolah
dan suara nafas 3. Pemantauan kepatenan jalan
yang bersih, respirasi. nafas.
tidak ada Untuk memastikan
sianosis dan kepatenan jalan
dyspneu nafas dan
(mampu keektifan
mengeluarkan pertukaran gas.
sputum dan
mampu bernafas
dengan mudah,
tidak ada
pusrsetlips).
2. Menunjukan
jalan nafas yang
paten (klien
tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekwensi
pernafasan
dalam rentan
normal, tidak
ada suara nafas
abnormal).
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Perawatan Untuk
tidak efektif tindakan selama ...x24 sirkulasi. mengidentifikasi
berhubungan jam masalah bersihan dan merawat area
dengan jalan nafas tidak efektif lokal dengan
penurunan aliran dapat teratasi dengan keterbatasan
arteri dan/ atau kriteria hasil: 2. Menajemen sirkulasi perifer.
Vena. 1. Tekanan sistol sensasi Untuk
dan dystol perifer. mengidentifikasi
dalam rentang dan mengelolah
yang ketidaknyamana
diharapkan. pada perubahan
2. Tidak ada sensasin perifer.
tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial
(tidak lebih dari
16 15 mmHg.
3. Menunjukan
fungsi sensori
motori klanial
yang utuh.
3. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Regulasi Untuk
berhubungan tindakan selama ...x24 temperatur. mempertahankan
dengan proses jam masalah bersihan suhu tubuh dalam
penyakit jalan nafas tidak efektif 2. Menajeman rentang normal.
dapat teratasi dengan hipertermia. Untuk
kriteria hasil: mengidentifikasi
1. Suhu tubuh dan mengelolah
dalam rentang peningkatan suhu
normal. tubuh akibat
2. Nadi dan RR disfungsi
dalam rentang termoregulasi.
normal.
4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Menajemen Untuk
eliminasi urine tindakan selama ...x24 eliminasi mengidentifikasi
berhubungan jam masalah bersihan urine. dan mengelola
iritasi kantung jalan nafas tidak efektif gangguan pola
kemih dapat teratasi dengan 2. Dukungan eliminasi urine.
kriteria hasil: perawatan Untuk pemenuhan
1. Kandung kemih diri kebutuhan buang
kosong BAB/BAK. air kecil (BAK)
secarapenuh. dan buang air
2. Intek cairan besar (BAB).
dalam rentang
normal.
3. Bebas dari ISK
(infeksi saluran
kemih).
5. Resiko defisit Setelah dilakukan 1. Menajemen Untuk
nutrisi tindakan selama ...x24 gangguan mengidentifikasi
berhubungan jam masalah bersihan makan. dan memngelolah
dengan jalan nafas tidak efektif diet yang buruk,
ketidakmampuan dapat teratasi dengan olahraga
mengabsorbsi kriteria hasil: berlebihan
nutrien 1. Mampu dan/pengeluaran
mengidentifikas 2. Menajemen makanan dan
i kebutuhan nutrisi. cairan berlebihan .
nutrisi Untuk
2. Tidak ada tanda mengidentifikasi
tanda dan mengelola
malnutrisi. asupan nutrisi
3. Tidak ada yang seimbang.
terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti.
176. Gangguan Setelah dilakukan 1. Dukungan Untuk
mobolitas fisik tindakan selama ...x24 ambulasi. memfasilitasi
berhubungan jam masalah bersihan pasien untuk
dengan nyeri jalan nafas tidak efektif meningkatkan
dapat teratasi dengan aktifitas
kriteria hasil: 2. Dukungan berpindah.
1. Klien meningkat mobilisasi Untuk
dalam aktifitas memfasilitasi
fisik. pasien untuk
2. Memverbalisasi meningkatkan
kan perasaan aktifitas
dalam pergerakan fisik.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.

4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, yakni bakteri yang mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x
0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, luruk ataw bengkok, bergranula atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan tebal yang terdiri dari lipoid yang
sulit ditembus oleh zat kimia. (Maghfiroh, 2017)
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dan melakukan pengkajian
kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
2017 yang berhubungan dengan TBC Paru ada sepuluh diagnosa. Setelah dilakukan
pengkajian dan analisa data muncul enam diagnosa pada pasien: Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret meningkat,Perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/ atau Vena, Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, Gangguan eliminasi urine berhubungan iritasi
18 kantung kemih, Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, Gangguan mobolitas fisik berhubungan dengan nyeri. Tidak
sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada pengelolaan pasien karena situasi
dan kondisi klien serta kebijakan dari instansi rumah sakit. Dalam implementasi
sebagian besar telah sesuai dengan rencana tindakan yang diterapkan, namun dalam
pendokumentasiannya dirasa masih kurang terutama pada rencana tindakan yang
didelegasikan. Pada evaluasi hasil yang dilakukan penulis pada dasarnya dapat
terlaksana dengan baik dan masalah teratasi.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dari isi makalah ini adalah;
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam
penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan
selanjutnya maka penulis menyarankankepada :
1. Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien sangat
perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu merawat
pasien secara komprehensif dan optimal. Mampu memberikan informasi untuk
kesejahteraan pasien. Terkait dengan masalah kesehatan yang dialami.
2. Rumah sakit ( bidang pelayanan ).
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
pasien. Khususnya dalam bidang keperawatan, guna meningkatkan pelayanan
atau asuhan keperawatan yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda,dkk.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


Nic-Noc Edisi Revisi Jilid III.Jogjakarta:Mediaction Jogja.

PPNI, DPP SDKI Tim Penyusun 2017 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1 Cetakan III (Revisi).Jagakarsa, Jakarta Selatan.

PPNI, DPP SDKI Tim Penyusun 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Edisi I Cetakan II.Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Mansjoer, arif M 2000 Kapita Selekta Kedokteran UI, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
19 A. Price & Lorraine M. Wilson 2006  Patofisiologi, Vol 2. Jakarta: EGC.
Silvia

Suddarth & Brunner 2002  Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011 Jakarta
: EGC.

Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas Kedokteran UI :


Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi
12”. Jakarta : EGC,

Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai