Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TUBERKULOSIS”

Disusun oleh

Diena Putri Farrelia 262111004

Sava Dhiaulhaq Azalia 262111020

Program Studi Diploma III Keperawatan

Akademi Keperawatan Antariksa

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia
serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada
Anak Tuberkulosis” meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih kepada Ibu Yuliana Hanaratri, BSN., MAN selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai “Asuhan Keperawatan pada Anak Tuberkulosis". Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan sarann yang membangun demi perbaikan
dimasa depan.

Jakarta, 18 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................................4

B. Tujuan.............................................................................................................................4

1. Tujuan Umum..............................................................................................................4

2. Tujuan Khusus.............................................................................................................4

C. Manfaat...........................................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6

TINJAUAN TEORITIS.............................................................................................................6

A. Pengertian........................................................................................................................6

B. Etiologi............................................................................................................................6

C. Klasifikasi.......................................................................................................................7

D. Patofisiologi....................................................................................................................8

E. Manifestasi Klinik.........................................................................................................10

F. Komplikasi....................................................................................................................10

G. Pemeriksaan untuk Diagnosa Tuberklosis Anak...........................................................11

H. Penatalaksanaan............................................................................................................15

I. Pencegahan....................................................................................................................16

BAB III.....................................................................................................................................18

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................18


A. Pengkajian.....................................................................................................................18

B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................19

C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................19

BAB IV....................................................................................................................................20

PENUTUP................................................................................................................................20

A. Kesimpulan...................................................................................................................20

B. Saran..............................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insideos Tuberculosis (THC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini busanya banyak
terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah
ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan
urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit
(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit TBC dapat menyebabkan
kematian terutama menyerang pada usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari
satu literature disebutkan 50% penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila tidak
diobati.

Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan


dengan utan teratas setelah ISPA. Indoneam menduduki urutan ketiga setelah India dan
China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke
tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru
TBC paru, dan setiap dua menit muscul satu penderita baru TBC paru yang menular.
Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia
Mengingat besamya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat
bermanfaat.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis Paru

2. Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru
- Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis para
- Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru
- Mengetahui komplikasi yang dapat timbul saat mengalami Tuberkulosis paru
- Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam menangani pasien yung mengalami
Tuberkulosis paru

C. Manfaat
1. Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan khususnya TB
paru.
2. Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika mempelajari
Keperawatan Anak.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2001).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan


bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga
dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

B. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet,
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman
mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

- Mycobakterium tuberculosis
- Varian asian
- Varian african I
- Varian asfrican II
- Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott,
atipyeal) adalah :

- Mycobacterium cansasli
- Mycobacterium avium
- Mycobacterium intra celulase
- Mycobacterium scrofulaceum
- Mycobacterium malma cerse
- Mycobacterium xenopi

C. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
- Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
- Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
- Tuberkulosis Paru BTA positif.
- Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
- Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
- Tuberkulosis non aktif .
- Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
- Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada
satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
- Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru.
Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
- For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi
keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic
Society memberikan klasifikasi baru:
- Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
pernah, tes tuberculin negatif.
- Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
- Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
- Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
- Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
- Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positf.
- Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
- Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

D. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang
dari 5 mikromilimeter.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan
cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada
diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus
bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme
ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan
terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang
dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen
yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena
akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
E. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:


- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

F. Komplikasi
Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah infeksi terutama
1 tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi Tb milier atau meningitis Tb atau
efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tb tulang dan sendi
terbanyak terjadi dalam 3 tahun pertama, dan Tb ginjal dan kulit terbanyak setelah 5
tahun dari infeksi primer.
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
- Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
- Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

G. Pemeriksaan untuk Diagnosa Tuberklosis Anak


1. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk
menentukan diagnosis TB, baik pada anak baik pada anak maupun dewasa.
Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5
tahun, HIV positif, dan gambaran kelainan paru luas.
Namun demikian, karena kesulitan pengambilan sputum pada anak dan sifat
pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan bakteriologis selama ini tidak dilakukan
secara rutin pada anak yang dicurigai sakit TB. Dengan semakin meningkatnya kasus
TB resistan obat dan TB HIV, saat ini pemeriksaan bakteriologis pada anak
merupakan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempunyai fasilitas pengambilan sputum dan pemeriksaan
bakteriologis. Cara Mendapatkan sputum pada anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan sputum/dahak
secara langsung dengan berdahak.
b. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang
tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2
hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi sputum
d. Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur,
dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila
menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan,
tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melakukan metode
ini.

Cara pengambilan sputum dengan bilas lambung dan induksi sputum dijelaskan lebih
rinci pada lampiran. Beberapa pemeriksaan bakteriologis untuk TB:

a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain (cairan tubuh atau
jaringan biopsi) Pemeriksaan BTA sputum sebaiknya dilakukan minimal 2 kali
yaitu sewaktu dan pagi hari.
b. Tes cepat molekuler (TCM) TB
1) Saat ini beberapa teknologi baru telah dikembangkan untuk dapat
mengidentifikasi kuman Mycobacterium tuberculosis dalam waktu yang cepat
(kurang lebih 2 jam), antara lain pemeriksaan Line Probe Assay (misalnya
Hain GenoType) dan NAAT-Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya
Xpert MTB/RIF).
2) Pemeriksaan TCM dapat digunakan untuk mendeteksi kuman Mycobacterium
tuberculosis secara molecular sekaligus menentukan ada tidaknya resistensi
terhadap Rifampicin. Pemeriksaan TCM mempunyai nilai diagnostik yang
lebih baik dari pada pemeriksaan mikroskopis sputum, tetapi masih di bawah
uji biakan. Hasil negatif TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB.
c. Pemeriksaan biakan
d. Baku emas diagnosis TB adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu
kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan biakan (dari sputum, bilas
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan).
Pemeriksaan biakan sputum dan uji kepekaan obat dilakukan jika fasilitas
tersedia. Jenis media untuk pemeriksaan biakan yaitu:
1) Media padat: hasil biakan dapat diketahui 4-8 minggu 2) Media cair: hasil
biakan bisa diketahui lebih cepat (1-2minggu), tetapi lebih mahal.
2. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak:
a. Uji tuberkulin
1) Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada
anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji
tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil positif
uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan ada
tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.
2) Cara melakukan dan pembacaan hasil uji tuberkulin diuraikan secara rinci di
lampiran.
3) Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya infeksi TB adalah dengan
Imunoglobulin Release Assay (IGRA). IGRA tidak dapat membedakan antara
infeksi TB laten dengan TB aktif. Penggunaannya untuk deteksi infeksi TB
tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin. Program nasional belum
merekomendasikan penggunaan IGRA di lapangan.
b. Foto toraks
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali
gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB
adalah sebagai berikut:
1) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
2) Konsolidasi segmental/lobar
3) Efusi pleura
4) Milier
5) Atelektasis
6) Kavitas
7) Kalsifikasi dengan infiltrate
8) Tuberkuloma
c. Pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi)
d. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans
dan atau kuman TB.
e. Alur diagnosis TB pada anak
Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu:
1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala klinis yang khas TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan
pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif TB.

Indonesia telah menyusun sistem skoring untuk membantu menegakkan diagnosis


TB pada anak. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat
dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana
sehingga mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.
Sistem skoring ini diharapkan dapat diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan
primer, tetapi tidak semua fasilitas pelayanan kesehatan primer di Indonesia
mempunyai sarana untuk melakukan uji tuberkulin dan foto toraks yang
merupakan parameter pada sistem skoring. Oleh karena itu pada fasilitas
pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas atau dengan akses yang sulit untuk
pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks, diagnosis TB pada anak dapat
ditegakkan tanpa menggunakan sistem skoring seperti pada alur diagnosis TB
anak.

Alur diagnosis TB ini digunakan untuk penegakan diagnosis TB pada anak yang
bergejala TB, baik dengan maupun tanpa kontak TB. Pada anak yang tidak
bergejala tetapi kontak dengan pasien TB dewasa, pendekatan tata laksananya
menggunakan alur investigasi kontak.

Jadi, pintu masuk alur ini adalah anak dengan gejala TB. Pada fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sarana yang lengkap, semua pemeriksaan penunjang
seharusnya dilakukan, termasuk pemeriksaan sputum.

Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah pengambilan dan pemeriksaan


sputum:

1. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM, sesuai dengan fasilitas yang


tersedia) positif, anak didiagnosis TB dan diberikan OAT.
2. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM) negatif atau spesimen tidak
dapat diambil, lakukan pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks maka:
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan foto
toraks:
1) Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular, anak
dapat didiagnosis TB dan diberikan OAT.
2) Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis selama 2- 4
minggu. Bila pada follow up gejala menetap, rujuk anak untuk
pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks.
b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor total
menggunakan sistem skoring:
1) Jika skor total > 6 → diagnosis TB dan obati dengan OAT
2) Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada kontak erat
→ diagnosis TB dan obati dengan OAT
3) Jika skor total 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat
observasi gejala selama 2-4 minggu, bila menetap, evaluasi ulang
kemungkinan diagnosis TB atau rujuk ke faislitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi.

Catatan penggunaan alur diagnosis TB anak:

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan:

1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau


kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
a. Kejang, kaku kuduk
b. Penurunan kesadaran
c. Kegawatan lain, misalnya sesak napas

H. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :

1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
- Streptomisin inj 750 mg.
- Pas 10 mg.
- Ethambutol 1000 mg.
- Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap
2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan
ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :

- INH.
- Rifampicin.
- Ethambutol

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.

2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam


pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
- Rifampicin.
- Isoniazid (INH).
- Ethambutol.
- Pyridoxin (B6).

I. Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih
kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai
tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi
masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah / mengeluarkan
dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau
bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pola aktivitas dan istirahat
- Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
demam, menggigil.
- Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -41°C) hilang
timbul.
2. Pola nutrisi
- Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
- Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
3. Respirasi
- Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
- Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak
simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4. Rasa nyaman/nyeri
- Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
- Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5. Integritas ego
- Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
- Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
6. Keamanan
- Subjektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
- Objektif: demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi Sosial
- Subjektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola
biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Kriteria Hasil : Batuk efektif (meningkat), frekuensi (membaik), pola napas
(membaik)
Intervensi :
- Kaji ulang pernapasan : bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori
- Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret atau batuk efektif, jumlah sputum
- Berikan posisi semi fowler atau fowler
- Pertahankan intake cairan minimal 2000 ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Berikan obat : agen, mukolitik, bronkodilator.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar.
Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea
Kriteria Hasil : Tingkat kesadaran (meningkat), Dispnea (menurun), Buni napas
tambahan (menurun), Pola napas (membaik)
Intervensi :
- Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan
- Evaluasi perubahan tingkat krsadara, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
warna kulit, membran mukosa
- Monitor nilai AGD
- Berikan oksigen sesuai indikasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Saturasi oksigen (meningkat), tekanan darah (membaik), frekuensi
napas (membaik)
Intervensi :
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat lapporan dispnea, peningkatan
kelemahan atau kelelahan
- Berikan lingkungan tenang dan batsi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
- Bantu psien memilih posisi nyaman untuk istirahat
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anakuntuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Selemba Medika.

Rahajoe, N. N., & dkk. (2016). Petunjuk Teknis MAnajemen dan Tatalaksana TB Anak.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Smeltzer, & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai