Anda di halaman 1dari 22

Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

TBC (Tuberculosis) di Tempat Kerja

Dosen Pengampu: Rizky Amalia., M.H.Sc

Disusun oleh:
Kelompok 5
Iffana Dini Amelia 1710713037
Adinda Kania P 1710713116
Raza Adhanzio R 1710713130

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT

2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul TBC (Tuberculosis) di Tempat Kerja ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.. Tugas ini membahas
tentang pengertian TBC, jenis TBC, penyebab TBC, gejala dan keluhan serta pencegahannya.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah kami selaku penyusun makalah
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus
ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penyusun makalah dalam menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, 01 October 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Pengertian Tuberkulosis............................................................................................................3


2.2 Jenis Tuberkulosisi....................................................................................................................3
2.3 Penyebab Tuberkulosis..............................................................................................................5
2.4 Gejala dan Keluhan Tuberkulosisi.............................................................................................6
2.5 Faktor Resiko Tuberkulosis.......................................................................................................7
2.6 Pekerja Beresiko Tuberkulosis..................................................................................................9
2.7 Prosedur Deteksi Dini Tuberkulosis..........................................................................................9
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis.....................................................................................10
2.9 Promosi dan Pencegahan Tuberkulosis...................................................................................13

BAB III PENUTUP......................................................................................................................15

3.1 Simpulan..................................................................................................................................15
3.2 Saran........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta – 12,
juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan insiden kasus
tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan seperti yang terlihat pada gambar
berikut ini. Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden
countries (HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC.
Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu negara dapat masuk dalam salah satu
daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13
negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki
permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC.
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per
17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan
konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke
atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke
atas.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari TBC ?
2. Apa saja klasifikasi TBC ?
3. Bagaimana penyebab dan penularan TBC ?
4. Apa gejala-gejala dan keluhan dari seorang yang menderita TBC ?
5. Apa saja faktor risiko TBC ?
6. Siapa pekerja yang berisiko terkena TBC ?
7. Bagaimana prosedur deteksi dini TBC ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang TBC ?
9. Bagaimana pencegahan dan pengendalian TBC ?

1.3. Tujuan Rumusan Masalah


Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikurt :
1. Untuk mengetahui pengertian dari TBC.
2. Untuk mengetahui klasifikasi TBC.
3. Untuk mengetahui penyebab dan penularan TBC.
4. Untuk mengetahui gejala-gejala dan keluhan dari seorang yang menderita TBC.
5. Untuk mengetahui faktor risiko TBC.
6. Untuk mengetahui pekerja yang berisiko terkena TBC.
7. Untuk mengetahui prosedur deteksi dini TBC.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang TBC.
9. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian TBC.

1.4. Manfaat

2
Diharapkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit TBC dan
dapat meningkatkan pengetahuan serta informasi tentang penanggulangan penyakit TBC.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tuberculosis (TBC)

Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena selain dapat
menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga dapat menimbulkan penyakit
pada berbagai macam hewan misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata,
bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang


dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit,
tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal
TBC (Chandra,2012).

2.2 Klasifikasi Tuberculosis (TBC) dan Tipe Penderita


2.2.1 Klasifikasi Tuberculosis
Klasifikasi penderita TB paru adalah sebagai berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lyme, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

3
b. Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis :
1. Tuberkulosis Paru BTA (Bakteri Tahan Asam) Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Spesimen
dahak SPS hasilnya positif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
teberkulosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (Bakteria Tahan Asam) Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasinya negatif dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
Dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) :
 S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada saat pasien TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, pasien membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pada pagi di hari kedua
 P (pagi)
Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
 S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada hari ke dua, saat menyerahkan dahak pagi.

Basil Tahan Asam atau (BTA) adalah nama lain dari M. tuberculosis yaitu suatu
kuman berbentuk batang yang tahan terhadap pencucian alkohol asam pada saat
dilakukan pewarnaan (Endahyani et all, 2010).

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit :


1. TB paru BTA (Bakteria Tahan Asam) negatif
foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk
berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses yang lebih tinggi) dan atau keadaan
umum pasien buruk
2. TB ekstra-paru

4
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
2.2.2. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita :
a. Kasus Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti
Tuberculosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Macam-macam OAT yaitu Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomicin.
b. Kasus Kambuh (Relaps), adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO), adalah pasien TB yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain, seperti semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2.3. Penyebab dan Penularan Tuberculosis (TBC


2.3.1. Penyebab TBC

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.


Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M. microti, dan
M. canettii (Zulkoni, 2010).
5
Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm 6 (Sudoyo, 2007). Mycobacterium tuberculosis adalah
suatu basil Gram-positif tahanasam dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja,
2007).

Bakteri penyebab TBC kadang-kadang bisa tetap hidup di udara selama beberapa jam,
terutama di tempat-tempat kecil tanpa udara segar. Udara segar dan sinar matahari mempersulit
bakteri untuk tetap hidup. Udara segar menaburkan bakteri dan sinar matahari membunuh
mereka. Seseorang yang tinggal atau bekerja bersama penderita TBC jauh lebih tinggi berisiko
daripada penularan dari orang asing.

2.3.2. Penularan TBC


Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara inhalasi,
sehingga TB Paru merupakan manifestasi klinik yang paling sering jika dibandingkan organ lain.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet
nuclei.(Zulkifli,2007).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan, makin menular. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI,2007).

6
Hal penting yang perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terhirup basil
tuberkulosis akan menjadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil tuberkulosis. Risiko
orang terinfeksi TB paru untuk menderita TB paru pada ARTI (Annual Risk of Tuberculosis
Infection ) sebesar 1%. Hal ini berarti diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita
TB paru baru setiap tahu, dimana 50 penderita adalah BTA positif ( Depkes RI,2007).

2.4 Gejala TBC


Menurut Laban (2012), gejala-gejala penyakit TBC adalah:
1. Batuk terus-menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih
2. Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah
3. Sesak napas dan rasa nyeri di dada
4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun
5. Berkeringat malam hari walau tanpa aktivitas
6. Demam meriang (demam ringan) lebih dari sebulan

2.5 Faktor Risiko TBC


7
Fadhilah (2016) berpendapat bahwa faktor yang memicu berkembangnya
penyakit TBC yaitu:
1. Umur
Pada usia produktif mayoritas orang banyak menghabiskan waktu dan
tenaga untuk bekerja, dimana tenaga banyak terkuras serta waktu istirahat kurang
sehingga daya tahan tubuh menurun ditambah lagi dengan lingkungan kerja yang
padat dan berhubungan dengan banyak orang yang kemungkinan sedang
menderita TBC.
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya penderita TBC lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan, dikarenakan pada umumnya seorang laki-laki dituntut
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama berusia
produktif. Selain it, laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merkok
sehingga memudahkan terjangkitnya TB.
3. DM dan HIV
Diabetes melitus dapat mengganggu respons immun yang penting untuk
mengatasi proliferasi TBC sehingga diabetes melitus merupakan suatu faktor
risiko untuk TBC. Infeksi HIV menyebabkan terjadinya imunosupresi sehingga
memungkinkan terjadinya replikasi kuman tuberkulosis yang lebih luas pada
paru-paru dan berlanjut pada kondisi yang lebih buruk.
4. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah
menerima informasi atau pengetahuan tentang TBC
5. Sosial Ekonomi
Kemiskinan (Sosial ekonomi rendah) merupakan keadaan yang mengarah
pada kondisi kerja yang buruk, perumahan yang terlalu padat, lingkungan yang
buruk serta malnutrisi (gizi buruk) karena kurangnya kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
6. Kepadatan
Semakin padat penghuni di dalam rumah maka perpindahan penyakit akan
semakin mudah dan cepat.

8
7. Keadaan Jendela dan Ventilasi
Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah, akibatnya kuma tuberkulosis yang ada tidak dapat keluar dan ikut
terhisap bersama udara pernafasan
8. Kelembaban
Kuman tuberkulosis akan tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan
kelembaban tinggi.
9. Suhu dan Pencahayaan
Suhu tempat kerja yang tidak memenuhi akan meningkatkan kehilangan
panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan
melalui proses evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas
tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran
nafas oleh agen yang menular.
Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri terutama bakteri M.
Tuberculosis. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup tempat yang sejuk
lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun dan mati bila
terkena sinar matahari.
10. Kebiasaan Merokok
Kebiasan merokok meningkatkan risiko untuk terinfeksi TBC sebanyak
2,2 kali

2.6 Pekerja Berisiko TBC


Menurut Desideria (2017), pekerja di pabrik tambang, logam, peleburan, serta
konstruksi rentan terpapar debu silika. Kehadiran silika di paru rupanya memengaruhi
sistem imunitas tubuh yang kemudian membuatnya rentan terkena TB. Anindyaputri
(2017) berpendapat bahwa tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat rentan terhadap
penyakit paru-paru seperti tuberkulosis.

9
Hilakari (2015) juga berpendapat bahwa pekerja yang melakukan kontak dengan
orang yang terinfeksi TB lebih tinggi untuk tertular adalah:
1. Petugas kesehatan (Perawat, Dokter, Petugas Ambulans)
2. Pembersih di rumah sakit, tempat penampungan
3. Pekerja laundry yang menangani linen kotor

2.7 Deteksi Dini Tuberkulosis

Deteksi dini atau skrining dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu,

1. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain uara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan (Depkes RI,
2008).
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess” (Depkes RI, 2008).
2. Pemeriksaan Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

• Mikroskopik

• biakan

10
3. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform) (Depkes RI,
2008).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis


adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat (Depkes RI, 2008).

1. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya (Depkes RI, 2008).

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda yaitu:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini
antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama (Depkes
RI, 2008).

b. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita,

11
dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir yang dapat dideteksi dengan mudah (Depkes RI, 2008).

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi

d. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik


untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.

Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus
hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini
pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis (Depkes RI, 2008).

3. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis (Depkes RI, 2008).

4. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah (Depkes RI, 2008).

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial
lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi
kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi

12
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB
didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan (Depkes RI, 2008).

6. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini
sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik (Depkes RI, 2008).

7. Uji tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan
prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada
pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV.
Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya
secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena
infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan
asam yang bersangkutan (M.tuberculosis) (Depkes RI, 2008).

13
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit TBC

Pencegahan penyakit tuberkulosis dibagi menjadi pencegahan primer pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.

1. Pencegahan Primer
a. Promosi kesehatan
penyuluhan dengan melibatkan pasien & masyarakat dalam kampanye advokasi,
penyuluhan rencana pengendalian infeksi, Koleksi dahak Aman, penyuluhan
Etika batuk dan batuk yang higienis, penyuluhan pasien TB triase dilakukan untuk
saluran cepat atau pemisahan, penyuluhan mendiagnosis TB yang cepat dan
pengobatan, Meningkatkan ventilasi udara kamar, Melindungi pekerja perawat
kesehatan, Pengembangan kapasitas dan Memonitor praktek pengendalian infeksi
(WHO)

b. Proteksi spesifik
Vaksinasi BCG secara signifikan yang bisa mengurangi risiko TB dan
penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja yang berisiko terkena TB, salah
satu contohnya tempat kerja yang beresiko yaitu, peternakan dan pekerja
tambang. Terapi pencegahan isoniazid (IPT) dan Terapi antiretroviral (ART)
untuk orang-orang dengan HIV (WHO).

2. Pencegahan Sekunder
a. Deteksi dini
Skrining atau penemuan kasus baru yang benar-benar positif TB dengan
melakukan pemerikasaan dahak (Septarini, 2017).
b. Pengobatan tepat
Pada tahap ini, pencegahan sekunder dilakukan dengan pengobatan tepat.
Pengobatan yang tepat diberikan kepada penderita tuberkulosis harus sesuai
jadwal dosisnya antara anak-anak, remaja dan dewasa. Pengawasan minum obat
juga perlu dilakukan untuk mengawasi pasien meminum obat secara teratur dan
tepat waktu (Septarini, 2017).

14
3. Pencegahan Tersier
a. Pencegahan ketidakmampuan
Penggunaan kortikosteroid tambahan pada pengobatan TB aktif, Penggunaan
operasi tambahan pada orang dengan TB aktif serta Pengobatan TB aktif pada
orang dengan penyakit penyerta (Septarini, 2017).
b. Rehabilitasi
Pasien paru BTA positif dengan pengobatan ulang kategori 2, bila masih positif
TB maka hentikan pengobatan dan rujuk ke layanan TB-MDR (Septarini, 2017).

Perlu dilakukan identifikasi faktor lingkungan di tempat kerja serta kondisi kesehatan secara
umum untuk mencegah terjadinya penularan Tb di tempat kerja pada pekerja sektor informal.
Langkah yang dilakukan meliputi identifikasi hazard, risk assessment, dan risk control dengan
melaksanakan hirarkhi pengendalian yang meliputi eliminasi, substitusi, pengendalian teknik,
pengendalian administratif, serta pemakaian alat pelindung diri. Setiap industri memiliki risiko
dan prioritas risiko masing-masing sehingga memerlukan tindakan pengendalian yang berbeda.

 Pengendalian Teknis
Membuat saluran udara yang cukup untuk menjaga kualitas udara didalam ruangan tetap
terjaga.
 Pengendalian administratif
Meningkatkan peraturan mengenai misalnya jam kerja pada pekerja yang bekerja di
tambang dan terpapar silika, mengurangi waktu paparan yang diterima.
 Pemakaian APD
Menggunakan alat pelindung diri sangatlah penting dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi keterpaparan contohnya penggunaan masker, sarung tangan, dan baju
pelindung.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC.
2. Klasifikasi penderita TB berdasarkan organ tubuh yang terkena adalah
tuberkulosis paru yang menyerang jaringan paru dan tuberkulosis ekstra paru
yang menyerang organ tubuh lain selain paru. Klasifikasi penderita TB
berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis dibagi dua yaitu Tuberkulosis Paru
BTA Positif dan Tuberkulosis Paru BTA Negatif. Klasifikasi penderita TB
berdasarkan tingkat keparahan dibagi dua yaitu TB Paru TBA Negatif dan TB
Ekstra Paru.
3. Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum,
M. microti, dan M. canettii. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB Paru merupakan manifestasi
klinik yang paling sering jika dibandingkan organ lain. Penularan penyakit ini
sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei.
4. Gejala penyakit TB adalah batuk dengan dahak, sesak napas, nyeri, badan lemah,
berat badan menurun, berkeringat malam hari, dan demam meriang.
5. Faktor risiko TB adalah umur, jenis kelamin, DM dan HIV, Tingkat Pendidikan,
Sosial Ekonomi, Kepadatan, Keadaan Jendela dan Ventilasi, Kelembaban, Suhu
dan Pencahayaan, dan Kebiasaan Merokok.

16
6. Pekerja yang berisiko terkena TBC adalah petugas kesehatan, pekerja di pabrik
tambang, pembersih di rumah sakit, dan pekerja laundry yang menangani linen
kotor.
7. Deteksi dini perlu dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan jasmani,
pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan radiologik
8. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan PCR,
pemeriksaan Serologi, pemeriksaan BACTEC, pemeriksaan cairan pleura,
pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin
9. Pencegahan TB dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder dan tersier.

3.2 Saran

Untuk mengurangi risiko pekerja terkena TBC, diperlukan tindakan pencegahan dan promosi
kesehatan guna menurunkan angka penyakit TBC akibat kerja. Selain upaya pencegahan dan
promosi diperlukan juga upaya deteksi dini dan juga pemeriksaan penunjang agar dapat
menemukkan kasus atau penderita yang terkena penyakit TBC akibat kerja. Oleh karena itu,
peran ahli K3 diperusahaan sangat penting dan krusial

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli., 2007. ”Tuberkulosis Paru”dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran UI pp. 989, 990-3

Anindyaputri, I. 2017. Awas, 10 pekerjaan ini berbahaya bagi paru-paru. Dikutip 2 Oktober
2019 dari helloSEHAT: https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/pekerjaan-
bahaya-bagi-paru-paru/

ChandraB(2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,


p:105.

Depkes RI., 2006. Pedoman NasionalPenanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI bab


10 hal. 70-73

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ( 2008). Pedoman penaggulangan nasional


TBC.Jakarta: Depkes RI.

Desideria, B. 2017. Pekerja di bidang ini berisiko kena TB. Dikutip 2 Oktober 2019 dari
Liputan 6: https://www.liputan6.com/health/read/3114752/pekerja-di-bidang-ini-
berisiko-kena-tb

Endahyani, Siti Nur et all. 2010 'Histogram dan Nilai Derajat Keabuan Citra Thoraks Computed
Radiography (CR) untuk Penderita Tuberculosis (TB) Paru-Paru', Jurnal Sains &
Matematika (JSM), pp. 119

Fadhilah, D. 2016. Faktor-faktor risiko kejadian tuberkulosis. Dikutip 2 Oktober 2019 dari
Ilmu Veteriner: http://ilmuveteriner.com/faktor-faktor-resiko-kejadian-tuberkulosis/

Hilakari, L. 2015. Tuberculosis. Dikutip 2 Oktober 2019 dari OHS Representatives:


https://www.ohsrep.org.au/tuberculosis

18
Laban, Y.Y. 2012. Kesehatan Masyarakat TBC, Penyakit & Cara Pencegahan. Yogyakarta.
KANISIUS

Soedarto.2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya:Airlangga University Press.Halaman:251-


252.

Septarini, Ni Wayan. 2017. Metode Pengendalian Penyakit. Bali:Universitas Udayana

Depkes RI. 2008. Pedoman Penanggulangan TB di Tempat Kerja (Workplace). Jakarta: Depkes
RI bab 4 hal. 34

19

Anda mungkin juga menyukai