Disusun oleh:
Kelompok 5
Iffana Dini Amelia 1710713037
Adinda Kania P 1710713116
Raza Adhanzio R 1710713130
2019
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul TBC (Tuberculosis) di Tempat Kerja ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.. Tugas ini membahas
tentang pengertian TBC, jenis TBC, penyebab TBC, gejala dan keluhan serta pencegahannya.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah kami selaku penyusun makalah
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus
ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penyusun makalah dalam menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
3.1 Simpulan..................................................................................................................................15
3.2 Saran........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari TBC ?
2. Apa saja klasifikasi TBC ?
3. Bagaimana penyebab dan penularan TBC ?
4. Apa gejala-gejala dan keluhan dari seorang yang menderita TBC ?
5. Apa saja faktor risiko TBC ?
6. Siapa pekerja yang berisiko terkena TBC ?
7. Bagaimana prosedur deteksi dini TBC ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang TBC ?
9. Bagaimana pencegahan dan pengendalian TBC ?
1.4. Manfaat
2
Diharapkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit TBC dan
dapat meningkatkan pengetahuan serta informasi tentang penanggulangan penyakit TBC.
BAB II
PEMBAHASAN
Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena selain dapat
menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga dapat menimbulkan penyakit
pada berbagai macam hewan misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata,
bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
3
b. Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis :
1. Tuberkulosis Paru BTA (Bakteri Tahan Asam) Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Spesimen
dahak SPS hasilnya positif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
teberkulosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (Bakteria Tahan Asam) Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasinya negatif dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
Dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) :
S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada saat pasien TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, pasien membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pada pagi di hari kedua
P (pagi)
Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada hari ke dua, saat menyerahkan dahak pagi.
Basil Tahan Asam atau (BTA) adalah nama lain dari M. tuberculosis yaitu suatu
kuman berbentuk batang yang tahan terhadap pencucian alkohol asam pada saat
dilakukan pewarnaan (Endahyani et all, 2010).
4
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
2.2.2. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita :
a. Kasus Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti
Tuberculosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Macam-macam OAT yaitu Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomicin.
b. Kasus Kambuh (Relaps), adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO), adalah pasien TB yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain, seperti semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
Bakteri penyebab TBC kadang-kadang bisa tetap hidup di udara selama beberapa jam,
terutama di tempat-tempat kecil tanpa udara segar. Udara segar dan sinar matahari mempersulit
bakteri untuk tetap hidup. Udara segar menaburkan bakteri dan sinar matahari membunuh
mereka. Seseorang yang tinggal atau bekerja bersama penderita TBC jauh lebih tinggi berisiko
daripada penularan dari orang asing.
6
Hal penting yang perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terhirup basil
tuberkulosis akan menjadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil tuberkulosis. Risiko
orang terinfeksi TB paru untuk menderita TB paru pada ARTI (Annual Risk of Tuberculosis
Infection ) sebesar 1%. Hal ini berarti diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita
TB paru baru setiap tahu, dimana 50 penderita adalah BTA positif ( Depkes RI,2007).
8
7. Keadaan Jendela dan Ventilasi
Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah, akibatnya kuma tuberkulosis yang ada tidak dapat keluar dan ikut
terhisap bersama udara pernafasan
8. Kelembaban
Kuman tuberkulosis akan tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan
kelembaban tinggi.
9. Suhu dan Pencahayaan
Suhu tempat kerja yang tidak memenuhi akan meningkatkan kehilangan
panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan
melalui proses evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas
tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran
nafas oleh agen yang menular.
Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri terutama bakteri M.
Tuberculosis. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup tempat yang sejuk
lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun dan mati bila
terkena sinar matahari.
10. Kebiasaan Merokok
Kebiasan merokok meningkatkan risiko untuk terinfeksi TBC sebanyak
2,2 kali
9
Hilakari (2015) juga berpendapat bahwa pekerja yang melakukan kontak dengan
orang yang terinfeksi TB lebih tinggi untuk tertular adalah:
1. Petugas kesehatan (Perawat, Dokter, Petugas Ambulans)
2. Pembersih di rumah sakit, tempat penampungan
3. Pekerja laundry yang menangani linen kotor
Deteksi dini atau skrining dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu,
1. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain uara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan (Depkes RI,
2008).
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess” (Depkes RI, 2008).
2. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
• Mikroskopik
• biakan
10
3. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform) (Depkes RI,
2008).
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya (Depkes RI, 2008).
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini
antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama (Depkes
RI, 2008).
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita,
11
dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir yang dapat dideteksi dengan mudah (Depkes RI, 2008).
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
d. ICT
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus
hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini
pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis (Depkes RI, 2008).
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis (Depkes RI, 2008).
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah (Depkes RI, 2008).
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial
lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi
kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
12
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB
didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan (Depkes RI, 2008).
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini
sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik (Depkes RI, 2008).
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan
prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang
dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada
pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV.
Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya
secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena
infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan
asam yang bersangkutan (M.tuberculosis) (Depkes RI, 2008).
13
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit TBC
Pencegahan penyakit tuberkulosis dibagi menjadi pencegahan primer pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.
1. Pencegahan Primer
a. Promosi kesehatan
penyuluhan dengan melibatkan pasien & masyarakat dalam kampanye advokasi,
penyuluhan rencana pengendalian infeksi, Koleksi dahak Aman, penyuluhan
Etika batuk dan batuk yang higienis, penyuluhan pasien TB triase dilakukan untuk
saluran cepat atau pemisahan, penyuluhan mendiagnosis TB yang cepat dan
pengobatan, Meningkatkan ventilasi udara kamar, Melindungi pekerja perawat
kesehatan, Pengembangan kapasitas dan Memonitor praktek pengendalian infeksi
(WHO)
b. Proteksi spesifik
Vaksinasi BCG secara signifikan yang bisa mengurangi risiko TB dan
penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja yang berisiko terkena TB, salah
satu contohnya tempat kerja yang beresiko yaitu, peternakan dan pekerja
tambang. Terapi pencegahan isoniazid (IPT) dan Terapi antiretroviral (ART)
untuk orang-orang dengan HIV (WHO).
2. Pencegahan Sekunder
a. Deteksi dini
Skrining atau penemuan kasus baru yang benar-benar positif TB dengan
melakukan pemerikasaan dahak (Septarini, 2017).
b. Pengobatan tepat
Pada tahap ini, pencegahan sekunder dilakukan dengan pengobatan tepat.
Pengobatan yang tepat diberikan kepada penderita tuberkulosis harus sesuai
jadwal dosisnya antara anak-anak, remaja dan dewasa. Pengawasan minum obat
juga perlu dilakukan untuk mengawasi pasien meminum obat secara teratur dan
tepat waktu (Septarini, 2017).
14
3. Pencegahan Tersier
a. Pencegahan ketidakmampuan
Penggunaan kortikosteroid tambahan pada pengobatan TB aktif, Penggunaan
operasi tambahan pada orang dengan TB aktif serta Pengobatan TB aktif pada
orang dengan penyakit penyerta (Septarini, 2017).
b. Rehabilitasi
Pasien paru BTA positif dengan pengobatan ulang kategori 2, bila masih positif
TB maka hentikan pengobatan dan rujuk ke layanan TB-MDR (Septarini, 2017).
Perlu dilakukan identifikasi faktor lingkungan di tempat kerja serta kondisi kesehatan secara
umum untuk mencegah terjadinya penularan Tb di tempat kerja pada pekerja sektor informal.
Langkah yang dilakukan meliputi identifikasi hazard, risk assessment, dan risk control dengan
melaksanakan hirarkhi pengendalian yang meliputi eliminasi, substitusi, pengendalian teknik,
pengendalian administratif, serta pemakaian alat pelindung diri. Setiap industri memiliki risiko
dan prioritas risiko masing-masing sehingga memerlukan tindakan pengendalian yang berbeda.
Pengendalian Teknis
Membuat saluran udara yang cukup untuk menjaga kualitas udara didalam ruangan tetap
terjaga.
Pengendalian administratif
Meningkatkan peraturan mengenai misalnya jam kerja pada pekerja yang bekerja di
tambang dan terpapar silika, mengurangi waktu paparan yang diterima.
Pemakaian APD
Menggunakan alat pelindung diri sangatlah penting dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi keterpaparan contohnya penggunaan masker, sarung tangan, dan baju
pelindung.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
16
6. Pekerja yang berisiko terkena TBC adalah petugas kesehatan, pekerja di pabrik
tambang, pembersih di rumah sakit, dan pekerja laundry yang menangani linen
kotor.
7. Deteksi dini perlu dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan jasmani,
pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan radiologik
8. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan PCR,
pemeriksaan Serologi, pemeriksaan BACTEC, pemeriksaan cairan pleura,
pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin
9. Pencegahan TB dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder dan tersier.
3.2 Saran
Untuk mengurangi risiko pekerja terkena TBC, diperlukan tindakan pencegahan dan promosi
kesehatan guna menurunkan angka penyakit TBC akibat kerja. Selain upaya pencegahan dan
promosi diperlukan juga upaya deteksi dini dan juga pemeriksaan penunjang agar dapat
menemukkan kasus atau penderita yang terkena penyakit TBC akibat kerja. Oleh karena itu,
peran ahli K3 diperusahaan sangat penting dan krusial
17
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli., 2007. ”Tuberkulosis Paru”dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran UI pp. 989, 990-3
Anindyaputri, I. 2017. Awas, 10 pekerjaan ini berbahaya bagi paru-paru. Dikutip 2 Oktober
2019 dari helloSEHAT: https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/pekerjaan-
bahaya-bagi-paru-paru/
Desideria, B. 2017. Pekerja di bidang ini berisiko kena TB. Dikutip 2 Oktober 2019 dari
Liputan 6: https://www.liputan6.com/health/read/3114752/pekerja-di-bidang-ini-
berisiko-kena-tb
Endahyani, Siti Nur et all. 2010 'Histogram dan Nilai Derajat Keabuan Citra Thoraks Computed
Radiography (CR) untuk Penderita Tuberculosis (TB) Paru-Paru', Jurnal Sains &
Matematika (JSM), pp. 119
Fadhilah, D. 2016. Faktor-faktor risiko kejadian tuberkulosis. Dikutip 2 Oktober 2019 dari
Ilmu Veteriner: http://ilmuveteriner.com/faktor-faktor-resiko-kejadian-tuberkulosis/
18
Laban, Y.Y. 2012. Kesehatan Masyarakat TBC, Penyakit & Cara Pencegahan. Yogyakarta.
KANISIUS
Depkes RI. 2008. Pedoman Penanggulangan TB di Tempat Kerja (Workplace). Jakarta: Depkes
RI bab 4 hal. 34
19