Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SURVEILANS PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT


DEMAM BERDARAH

Dosen Pengajar:
Suprijandani, SKM, M.Sc, PH

Disusun Oleh :

Adinda Mega Putri P27833319040

PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG KESEHATAN LINGKUNGAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

TAHUN 2020
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever
(DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan air laut. (ginanjar, 2008)
Penyakit Demam Berdaran Dengue (DBD) merpuakan masalah
kesehatan masyarakat utama yang meninmbulkan kejadian luar biasa di
Indonesia. Penyakit DBBD ditemukan di daerah tropis dan subtropics.
Jumlah kasus DBD di Indonesia menempati urutan pertama di setiap
tahunnya dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara.
Menurut Word Health Organization (WHO) hingga tahun 2007
DBD telah terjadi di 65 negara dengan laporan rata-rata kasus 925.896 per
tahun. Negara beriklim tropis dan subtropis beresiko tinggi terhadap
penularan virus tersebut. Hal ini dikaitkan dengan kenaikan temperatur
yang tinggi dan perubahan musim hujan dan kemarau disinyalir menjadi
faktor resiko penularan virus dengue
Langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD
adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas
nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan
pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas
jentik nyamuk.

B. TUJUAN
1. Untuk memahami lebih mendalam terhadap system survailans dalam
pengendalian demam berdarah dengue
C. URAIAN MATERI
1. Survailans Penyakir Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)  adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia
Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter
di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya
seperti Bidan dan Pak Mantri seringkali salah dalam penegakkan
diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai
penyakit lain seperti Flu dan Tifus.
Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun
1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di
Indonesia. Timbulnya penyakit DBD disebabkan  adanya korelasi
antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini agen penyebab DBD
disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor
geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan
macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara
konvensional sudah berubah.

2. Faktor Dan Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue


(DBD)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan
penularan penyakit DBD, yaitu urbanisasi yang cepat, perkembangan
pembangunan di daerah pedesaan, kurangnya persediaan air bersih,
mudahnya transportasi yang menyebabkan mudahnya lalu lintas
manusia antardaerah, adanya pemanasan global yang dapat
mempengaruhi bionomik vektor Aedes aegypti. Upaya pemberantasan
demam berdarah terdiri dari 3 hal, yaitu:
o Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans
vektor,
o Diagnosis dini dan pengobatan dini,
o Peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit
DBD.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik lintas
sektor maupun lintas program dan masyarakat termasuk sektor swasta.
Tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam upaya pemberantasan
penyakit DBD antara lain membuat kebijakan dan rencana strategis
penanggulangan penyakit DBD, mengembangkan teknologi
pemberantasan, mengembangkan pedoman pemberantasan,
memberikan pelatihan dan bantuan teknis, melakukan penyuluhan dan
promosi kesehatan serta penggerakan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan
pemutusan mata rantai penularan meliputi abatisasi, fogging
focus dan penyuluhan/promosi kesehatan disamping pengobatan
penderita. Agar kegiatan tersebut dapat berlangsung efektif, efisien
dan tepat sasaran maka diperlukan suatu kegiatan surveilans
epidemiologi dimana hasil kegiatan surveilans sangat menentukan
tindakan pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan
maupun evaluasi kegiatan.
Surveilans epidemiologi merupakan pengamatan penyakit pada
populasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan,
untuk menjelaskan pola penyakit, mempelajari riwayat penyakit dan
memberikan data dasar untuk pengendalian dan penanggulangan
penyakit tersebut. Surveilans epidemiologi tidak terbatas pada
pengumpulan data, tetapi juga tabulasi, analisis dan interpretasi data
serta publikasi dan distribusi informasi. Jenis data yang dikumpulkan
juga menyangkut subyek yang sangat luas, tidak hanya data kesakitan,
kematian, wabah, data rumah sakit tetapi lebih luas termasuk data
tentang faktor risiko individu, demografis maupun lingkungan.

3. Surveilans Vektor
Survailans vektor Demam Berdarah Dengue merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penularan kasus setempat, dan untuk mengetahui tingkat kepadatan
vektor yang dipengaruhi oleh penularan virus dengue dan persebaran
penyakit
a) Keberadaan Nyamuk
Keberdaan spesies nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus
meruoakan vektor penyakit DBD, karena sifatnya yang
sengang tinggal berdekatan dengan manusia.
b) Kontainer Tempat Penampungan Air
Tempat perindukan berpengaruh pada keberadaan larva.
Tempat perindukan yang berpotensial berdantung oada tempat
penampungan air yang digunkan di dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain:
1) Jenis Penampungan Air (TPA)
Tempat perindukan yang dipakai nyamuk untuk
berkembangbiak adalah bak mandi, bak WC, gentong,
ember, drum, tempat wudhum dispenser, penampungan air
kulkas
2) Bukan Jenis Penampungan Air (Non TPA)
Tempat penampungan yang dipakai nyamuk untuk
berkembangbiak adalah pit tanaman, ember bekas, ban
bekas, kaleng bekas, tempat minum burung, tempat
kandang ternak
c) Letak Tempat Penampungan Air
Tempat pengampungan air larva Ae. Aegypti dan Ae.
Albopictus dalam meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah
dan diluar rumah.
d) Warna Tempat Penampungan Air
Dalam berkembangbiak nyamuk Ae. Aegypti dan Ae.
Albopictus, menyukia suasana tempat pada daerah –daerah
tertentu yag dipengaruhi oleg warna pada tempat
penampungan. Adapun warna tempat penangpungan air yang
lebig disukai adalah:
1) Warna gelap
Warna tempat penanpungan air yang lebih gelap dan
terlindungi dari sinar matahari lebih disuai oleh nyamuk
sebagai tempat bertelur dan berkembangbiak menjadi larva,
karena suasana ini memberikan rasa aman dan tenang bagi
nyamuk.
2) Warna terang
Warna terang pada tempat penampungan air dapat
mengurangi kepadatan nyamuk dalam berkembagbiak.
e) Bahan Tempat Penampungan Air
Jenis bahan container yang digunakan menggambarkan
keadaan dinding permukaan container, sebagai nyamuk dalam
meletakkan telur pada dinding tempat penampungan air. Jenis
bahan kotainer beresiko terhadap keberadaan larva Aedes yaitu
semen, logam (seng, besi, dan aluminium), keramik, gerabah
(tanah liat), dan plastic. Container dengan bahan semen mudah
ditumbuhi lumut dan permukaan dinding yang berpori-pori
mengakibaatkan suhu dalam air menjadi rendah.
4. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3
cara pengendalian vektor yaitu :
a. Pengendalian Cara Kimiawi
Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang
ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida
yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin,
organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan
insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan
(spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang
dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari
golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand
granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk
atau sering disebut dengan abatisasi.
b. Pengendalian hayati/ Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian
biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup,
baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau
vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan
sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan
kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia
affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti
Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax
merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara
antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan
manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang
jendela dan ventilasi diseluruh bagian rumah. Hindari
menggantung pakaian di kamar mandi, dikamar tidur,ditempat
yang tidak terjangkau sinar matahari.

D. RANGKUMAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever
(DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Di Indonesia Penyakit DBD
pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang
menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD
disebabkan  adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini
agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan
penularan penyakit DBD, yaitu urbanisasi yang cepat, perkembangan
pembangunan di daerah pedesaan, kurangnya persediaan air bersih,
mudahnya transportasi yang menyebabkan mudahnya lalu lintas manusia
antardaerah. Kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan
pemutusan mata rantai penularan meliputi abatisasi, fogging focus dan
penyuluhan/promosi kesehatan disamping pengobatan penderita.
Survailans vektor Demam Berdarah Dengue merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus
setempat, dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor yang
dipengaruhi oleh penularan virus dengue dan persebaran penyakit.
Persebaran penyakit tersebut dapat dipengaruhi oleh :
1. Keberadaan nyamuk
2. Kontainer tempat penampungan air
3. Letak Penampungan Air
4. Warna Tempat Penampungan Air
5. Bahan Tempat Penampungan Air
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3
cara pengendalian vektor yaitu :
1. Pengendalian secara kimiawi : Insektisida yang dapat
digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor,
karbamat, dan pyrethoid.
2. Pengendalian hayati/biologic : dilakukan dengan menggunakan
kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan
invertebrate atau vertebrata.
3. Pengendalian Lingkungan : dengan mencegah nyamuk kontak
dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu,
lubang jendela dan ventilasi diseluruh bagian rumah

E. SOAL
1. Dibawah ini merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam
upaya pencegahan dan pemutusan mata rantai penularan yaitu….
a. Urbanisasi
b. Persediaan Air Bersih
c. Abatisasi
d. Transportasi Antar Daerah
e. Penambahan pembangunan di daerah perdesaan
DAFTAR PUSTAKA

Ginanjar, G. Demam Berdarah. Yogyakarta: B-first:2008

Subagyo Y, Soegtijanto S, Salamun. Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor


Penyakit Demam Berdarah Dengue. 2 ed. Yogyakarta: Airlangga University
Press: 2012

Priesley, F., Reza, M., & Rusdji, S. R. (2018). Hubungan Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk dengan Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang Plus (PSN
M Plus) terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan
Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 124.

WHO. Pencegahan & Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC:2005

Widoyono, 2010. Penyakit tropis. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai