Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH

EKOSISTEM DAN BIODIVERSITAS AIR

OLEH:
KELOMPOK 1
KELAS C
ADE KURNIAWAN K012211064
OKTO M. HELUTH K012211059
FIRMAN LIPAT AMAN K012211067
AFIAH GANI K012211033
AULIA APRILIANI K012211025
NURUL IFFA SAFITRI K012211068
ANDI AINUN MUSFIRAH A. PASINRINGI K012211052

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, hidayah dan
taufik-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ekosistem dan
biodiversitas ini.

Selesainya makalah ini, tentunya tidak lepas dari bimbingan dosen Porf. dr.
Hasanuddin Ishak, M.Sc., Ph.D yang telah memberikan arahan serta bimbingan
dalam menyelesaikan tugas ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih yang tak terhingga.

Makalah ini berjudul “Ekosistem dan Biodiversitas Air” kami susun sebagai
pelengkap tugas mata kuliah kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja. Makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya
maupun pihak yang terkait didalamnya serta dapat memberikan motivasi dan
menjadi acuan dalam menentukan kebijakan.

Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan memberikan banyak manfaat kepada para pembaca.

Makassar, 25 Agustus 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Fakta Masalah .........................................................................................1
B. Pertanyaan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................3
A. Tabel Rekap Hasil Jurnal dan Kesimpulan .............................................3
B. Ekosistem ................................................................................................8
C. Biodiversitas ............................................................................................13
D. Solusi .......................................................................................................16
BAB III PENUTUP ...........................................................................................18
A. Kesimpulan .............................................................................................18
B. Saran ........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Fakta Masalah
Konsep ekosistem pada dasarnya telah dibahas oleh beberapa pakar
ekologi. Pada tahun 1877 Karl Mobius dari Jerman menggunakan istilah
biocoenosis, kemudian di tahun 1887 S.A. Forbes (Amerika) menggunakan istilah
mikrokosmos. Sedangkan di Rusia lebih banyak menggunakan istilah biocoenosis,
ataupun geobiocoenosis.Hingga di tahun 1935, istilah ekosistem diperkenalkan
oleh A.G.Tansley, seorang pakar ekologi dari Inggris hingga istilah tersebut dapat
digunakan dan diterima secara luas sampai sekarang.
Ekosistem adalah satuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotik
(makhluk hidup) dan faktor-faktor fisik seperti iklim, air, dan tanah serta kimia
yang saling berinteraksi satu sama lain. Setiap ekosistem di dunia pada dasarnya
memiliki struktur umum yang sama, yaitu terdiri atas enam komponen dan
interaksi antarkomponen-komponen tersebut. Jadi baik itu ekosistem alami
(daratan, perairan) maupun ekosistem buatan (pertanian, perkebunan), semuanya
mempunyai kesamaan.Ekosistem merupakan tingkatan organisasi teringgi dari
komunitas dan sutau kesatuan dari komunitas dengan lingkungan. Ekosistem yaitu
suatu lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan yang sistematik
antara makhluk (Susanto. 2000).
Keanekaragaman alam hayati menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk,
struktur tubuh, warna, jumlah, dan sifat lain dari makhluk hidup di suatu daerah.
Sumber alam hayati merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan hidup,
yang menjadikan lingkungan ini hidup dan mampu menghidupkan manusia dari
generasi ke generasi.
Keseragaman spesies dan keragaman hayati erat kaitannya dengan
produktivitas. Perkembangan bioteknologi baru yang dapat menggantikan produk
biologis dari tanaman dan kerusakan ekonomi serta social akan mempercepat
proses erosi keragaman. Pemanfaatan keragaman hayati secara ekonomi masih

1
berorientasi pada keuntungan yang besar tanpa memperhatikan dampak terhadap
kerusakan lingkungan (Sutoyo, 2010).
Keanekaragaman hayati kini mulai mengalami erosi. Perusakan habitat
telah mengganggu ekosistem yang akan mengancam berbagai spesies. Eksploitasi
spesies flora dan fauna berlebihan akan menimbulkan kelangkaan dan kepunahan
spesies. Penyeragaman varietas tanaman dan ras hewan budidaya menimbulkan
erosi genetic, sehingga akan menimbulkan krisis keragaman hayati.

B. Pertanyaan Masalah
1. Bagaimana keadaan ekosistem dan biodiversitas yang ditemukan pada
hasil penelitian?
2. Bagaimana perubahan yang terjadi pada ekosistem air?
3. Bagaimana perubahan yang terjadi pada biodiversitas air?
4. Apa solusi dalam mengatasi masalah ekosistem dan biodiversitas air?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan ekosistem dan biodiversitas yang ditemukan
pada hasil penelitian.
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada ekosistem air.
3. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada biodiversitas air.
4. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi masalah ekosistem dan
biodiversitas air

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tabel Rekapitulasi Hasil Jurnal dan Kesimpulan Tabel


Tabel 2.1 Rekapitulasi Hasil Jurnal
NO PERUBAHAN EKOSISTEM BIODIVERSITAS
1. Nurul Iffa Safitri (K012211068)
Kondisi perairan secara langsung Biodiversitas Spesies:
maupun tidak langsung dapat
memengaruhi segala bentuk Identifikasi biodiversitas lamun
kehidupan organisme yang hidup dilakukan di Kep. Tonyaman, yaitu di
di dalam perairan tersebut. Hasil P. Panampeang, P. Tangnga (P.To
pengukuran parameter kualitas Salama’), P. Karamasang, dan P.
perairan di Kep. Tonyaman yaitu Gusung Toraja (P. Pasir Putih). Pada
sebagai berikut. setiap pulau, ditentukan tiga buah
1. Suhu di perairan Kep. stasiun pengambilan sampel lamun
Tonyaman berkisar antara 28– dengan metode transek garis dengan
31°C, masih sesuai dengan bentangan sepanjang 25 m sejajar garis
baku mutu yaitu 28 – 32°C pantai pada setiap stasiun pengamatan.
(KepmenLH No. 51 Tahun Hasil identifikasi pada keempat pulau di
2004). Kep.Tonyaman ditemukan 4 spesies
2. Nilai kecerahan perairan Kep. lamun yang termasuk ke dalam 2 famili
Tonyaman sebesar 100%, yaitu :Hydrocharitaceae (Enhalus
menguntungkan bagi vegetasi acoroides dan Thalassia hemprichii)
lamun karena akan dan Cymodoceaceae (Cymodocea
mendukung proses rotundata dan Cymodocea serrulata).
fotosintesis yang optimal dan 1. P. Karamasang : jumlah individu
membuktikan kekuatan lamun sebanyak 499 individu,
vegetasi lamun sebagai terdapat di stasiun III spesies
perangkap sedimen. E.acoroides dan C.rotundata dan
3. Kecepatan arus pada lokasi pada stasiun I dan II terdapat spesies
penelitian berkisar antara 0,05 C.serrulatadalam jumlah sedikit.
– 0,07 m.det-1. 2. P.Gusung Toraja : jumlah individu
Secarakeseluruhan, kondisi lamun sebanyak 608 individu dan
arus perairan termasuk dalam merupakan lokasi dengan jenis
kondisi arus yang agak lamun terendah. Pada ketiga stasiun,
lambat. ditemukan spesies, yaitu
4. Pengukuran salinitas E.acoroides dan T.hemprichii .
diperoleh kisaran 30,0‰ – 3. P. Tangnga : tingkat kehadiran
31,5‰. Untuk pertumbuhan lamun tinggi yakni terdapat 4 spesies
lamun dibutuhkan kisaran lamun disetiap stasiun kecuali jenis
optimum salinitas 24 -35‰. T.hemprichii pada stasiun II dan III.
5. Pengukuran pH yang Jumlah indivdu lamun 1189

3
dilakukan di perairan Kep. individu.
Tonyaman, diperoleh berkisar4. P. Panampeang : pulan dengan
antara 7,9 – 8,2. Berdasarkan jumlah individu lamun terbanyak
Kepmen LH No.51 tahun yaitu 2039 individu namun hanya
2004, nilai ambang batas pH terdapat 3 jenis spesies lamun pada
untuk biota laut berkisar 7,0 - ketiga stasiun, yaitu E.acoroides,
8,5. T.hemprichii dan C.serrulata
Kelimpahan lamun berkisar 2-405
individu, kerapatan jenis lamun
berkisar 1,6-324 tegakan m-2, indeks
keanekaragaman 0,73-1,88, indeks
keseragaman 0,73-0,94, dan indeks
dominansi 0,29-0,68.
2. Andi Ainun Musfirah A. Pasinringi (K012211052)
Ekosistem Air:
Berdasarkan hasil analisis dapat
Hasil penelitian menunjukkan dijelaskan bahwa nilai dominansi
bahwa ekosistem mangrove di vegetasi mangrove pada tingkat pohon
Pesisir Kelapa Tinggi Desa Mata di Pesisir Kelapa Tinggi berkisar antara
Air Kabupaten Kupang 255,6 𝑚2 /Ha – 2532 𝑚2 /Ha dengan
mengalami kerusakan dan spesies yang memiliki nilai dominansi
tergolong rusak ringan dengan tertinggi adalah jenis Avicenia alba,
angka 733 ind/ha. Nilai INP sedangkan spesies yang memiliki nilai
tertinggi pada tingkat pohon dominansi terendah adalah jenis
adalah 97,17 % yaitu jenis Bruguiera parvifflora. Dominansi relatif
Xylocarpus granatum sedangkan vegetasi mangrove pada tingkat pohon
nilai INP tertinggi pada tingkat menunjukan nilai dominansi relatif
semai 78,33 % yaitu jenis berkisar antara 3,55% - 35,13%.
Avicenia marina. Kerusakan yang
dialami ekosistem mangrove di
pesisir kelapa tinggi desa mata air
kabupaten kupang ini dapat
mengancam regenerasi stok biota
air seperti ikan dan udang di
perairan lepas pantai yang
memerlukan hutan mangrove.
3. Ade Kurniawan (K012211064)
Ekosistem air: Hasil penelitian menunjukkan
pemantauan biota perairan menunjukan
- Untuk parameter BOD5 bahwa indeks diversity adalah berkisar
bekisaran <2-21 mg/L. masih di 0,9039 – 2, 9728 menunjukan adanya
bawah baku mutu yang di tekanan terhadap lingkungan. Parameter
isyaratkan (30mg/L). BOD5, COD dan pH secara akumulatif
- Untuk parameter COD dapat mempengaruhi sifat fisik dan
bekisaran 10-46 mg/L. masih di kimia ekosistem sungai. Penurunan

4
bawah baku mutu yang di Kualitas air dapat mempengaruhi
isyaratkan (50mg/L) degradasi biota perairan.
- Untuk parameter pH bekisaran
8,81. masih di bawah baku
mutu yang di isyaratkan (6-9)
- Untuk parameter Oil and Grese
sebesar ,1 mg/L masih di bawah
baku mutu yang di isyaratkan
(15 mg/L)
- Untuk parameter TOC ,
bekisaran 1,61-7,28 mg/L.
masih di bawah baku mutu
yang di isyaratkan (110 mg/L)
4. Okto M. Heluth (K012211059)
Pada tasiun II menunjukkan Biodiversitas Spesies:
bahwa di lokasi kawasan
mangrove dapat dijumpai seluruh - Tingkat pencemaran air laut dalam
jenis makrozoobentos. suatu daerah dapat dilihat dengan
Sebagaimana uraian di atas, banyaknya Makrozoobentos
melimpahnya zat hara diduga - Pengukuran parameter fisika kimia
menjadi suburnya perairan ini dilakukan secara insitu dan
sehingga banyak jenis laboratoris yaitu arus, suhu, salinitas,
makrozoobentos yang menyukai kecerahan, pH danDissolve Oxygen
perairan di dekat mangrove ini. (DO).
Adanya seluruh jenis - Hasil penelitian Kandungan total
makrozoobentos yang mampu padatan tersuspensi di perairan pantai
hidup di perairan dekat mangrove Telukawur Kabupaten Jepara berkisar
juga menunjukkan kestabilan antara 104,22 mg/l – 134,12 mg/l.
komunitas lebih tinggi Kandungan total padatan tersuspensi
dibandingkan stasiun lainnya. berpengaruh sangat kuat (r = 0,934)
terhadap kelimpahan makrozoobentos
dengan kisaran kelimpahan relatif
antara 10,969% – 34,004%.
- Kandungan total padatan tersuspensi
berpengaruh sangat kuat (r = 0,934)
terhadap kelimpahan makrozoobentos
dengan kisaran kelimpahan relatif
antara 10,969% – 34,004%.
5. Aulia Apriliani (K012211025)
Kerusakan ekosistem perairan Biodiversitas Spesies:
sungai dan danau merupakan
salah satu ancaman bagi - Untuk karakteristik habitat perairan
sumberdaya ikan yang ada secara keseluruhan masih tergolong
disebabkan tingginya aktivitas layak dalam menunjang kehidupan
pemanfaatan sumberdaya hutan biota perairan dimana parameter PH

5
yang diikuti dengan kegiatan berkisar 6-7 dan parameter Do
penangkapan ikan yang berkisar 5-7. Masih dibawah baku
memanfaatkan berbagai jenis alat
mutu yang disyaratkan (PH: 6-9, Do:
tangkap, terutama kebiasaan 3).
oknum masyarakat sekitar yang- Jumlah total individu ikan yang
suka menangkap ikan dengan terkumpul sebanyak 152 individu
racun di musim-musim tertentu. yang berasal dari 124 dan 28 ekor
masing-masinghasil tangkapan hulu
Sungai Sambas dan Danau Kurapan.
- Ditinjau dari sisi potensi ikan yang
terkoleksi, 2 spesies (9%) berpotensi
sebagai ikan hias, 3 spesies (14%)
berpotensi sebagai ikan konsumsi dan
17 spesies (77%) berpotensi sebagai
ikan hias dan juga ikan konsumsi
yang secara keseluruhan merupakan
spesies alami asli Indonesia.
- Struktur komunitas ikan pada setiap
stasiun menunjukkan variasi secara
spasial yang tersaji pada Tabel 4.
Berdasarkan pada Tabel 4, terlihat
nilai keanekaragaman berkisar 1.31-
2.56.
6. Firman Lipat Aman (K012211067)
Pengukuran parameter kualitas air Biodiversitas Ekosistem:
yaitu suhu, kecerahan air, arus,
kelarutan oksigen, pH, salinitas - Hasil indeks Keanekaragaman (H’) ikan
masih di bawah Standar Baku pada stasiun pengamatan termasuk
Mutu Air berdasarkan Kepmen kategori sedang. Hasil tersebut maka
KLH No. 51 Tahun 2004 diduga Sungai Belawan telah tercemar
tentang Baku Mutu Air Untuk kategori sedang. Hasil pengujian sampel
air menunjukan sudah tercemar logam
Biota Laut. Namun untuk unsur berat, terutama merkuri
logam berat berupa Cd, Pb, dan - Analisis terhadap keseragaman (J”)
Hg sudah melewati ambang menunjukan komunitas tertekan dan
batas, sehingga perairan Sungai labil, keseragaman atas spesies sangat
Belawan saat ini sudah berbeda, ada salah satu spesies yang
dikategorikan tercemar sedang mendominasi.
- Analisis Indeks Dominasi (C’)
dikategorikan rendah artinya tidak ada
spesiaes ikan mendominasi.
- Hasil Penelitian ini bila dibandingkan
dengan hasil penelitian Dudi dkk (2016)
menunjukan Indeks Keanekaragaman
ikan pada Stasiun 1 (2.20), Stasiun 2
(2.45), dan Stasiun 3 (2.65) kategori
stabil. Indeks Keseragaman pada Stasiun

6
1 (0.86), Stasiun 2 (0.83), dan Stasiun 3
(0.81) kategori sedang. Indeks
Dominansi pada Stasiun 1 (0.15), Stasiun
2 (0.12), dan Stasiun 3 (0.11)
menunjukan dominansi rendah.
7. Afiah Gani (K012211033)
Kerusakan ekosistem akibat Biodiversitas Ekosistem:
pencemaran oleh limbah
masyarakat, tidak terawat dan - Penyebaran spesies tumbuhan
kurangnya perhatian terhadap memiliki frekuensi tumbuhan yang
distribusi biodiversitas disekitar sangat rendah yaitu berada pada kelas
DAS (Daerah Aliran Sungai A (1-20%).
Brantas di Sengkaling, - Ditinjau dari pengaruh spesies
Tunggulwulung, Lowokwaru, terhadap ekosistem, maka hanya ada
Kedungkandang) berdampak satu spesies diantara empat lokasi
terhadappenurunan kuantitas dan yang menunjukkan pengaruh kuat
kualitas air serta penurunan komunitasnya yaitu Eleusine indica L
keanekaragaman dan penyebaran dengan INP tinggi sebesar 49,6
spesies terdapat di lokasi Lowokwaru.
- Nilai Indeks Keanekaragaman (H’)
pada keempat lokasi pengamatan
bernilai sedang yaitu 1<H’<3 dimana
kondisi lingkungannya sedang.
- Nilai Indeks Dominansi Simpson (D)
pada lokasi pertama hingga keempat
tidak ditemukan adanya tumbuhan
yang paling mendominasi karena
nilainya 0 < D ≤ 0,5 artinya tidak ada
genus yang mendominasi.
- Nilai keanekaragaman dipengaruhi
oleh faktor suhu, kelembapan,
mineral, pH, kadar garam dan
ketinggian.
Kesimpulan: Kesimpulan:

Ekosistem pada perairan Keanekaragaman hayati spesies


dibeberapa tempat masih ditemukan di beberapa tempat namun
mengalami kerusakan akibat komunitasnya ada yang sedikit dan ada
ketidakseimbangan jumlah pula yang mendominasi sehingga
komponen pada ekosistem kurang stabil. Perariran ditemukan
maupun akibat dari pencemaran mengalami kontaminasi yang dilihat
air yang berdampak pada biota berdasarkan indikator makrozoobentos,
perairan. spesies ikan tertentu, parameter fisik
dan kimia kualitas air.

7
B. Ekosistem Perairan
1. Definisi dan Jenis-Jenis Ekosistem Perairan
Ekosistem atau sistem ekologi merupakan kesatuan komunitas biotik
dengan lingkungan abiotiknya. Pada dasarnya, ekosistem dapat meliputi
seluruh biosfer dimana terdapat kehidupan, atau hanya bagian-bagian kecil
saja seperti sebuah danau atau kolam. Dalam suatu ekosistem terdapat suatu
keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya proses dalam
ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem secara
keseluruhan, atau dalam pendekatan yang holistik. Dalam mekanisme
keseimbangan itu, termasuk mekanisme pengaturan, pengadaan dan
penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme
dan populasi serta daur bahan organik untuk kembali terurai menjadi materi
atau bahan anorganik.
Ekosistem Perairan terbagi atas dua, yaitu sebagai berikut (Rosmawati,
2011).
a. Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain: variasi suhu tidak
menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir.
Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk
ekosistem air mengalir adalah sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan suatu ekosistem yang memberikan jasa lanskap khususnya
berupa keanekaragaman hayati (biodiversitas) terhadap wilayah
sekitarnya. Jasa lanskap yang diberikan berupa tata air, biodiversitas,
penyerapan karbon, dan keindahan lanskap (Ardella dan Kurniawan,
2019).
Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan
lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air
tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah
beradaptasi. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut :

8
1) Adaptasi tumbuhan: Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya
bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan
alga hijau.
2) Adaptasi hewan : Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton
merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot
yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar,
misalnya ikan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.
Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan
kebiasaan hidup :
1) Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof
(tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora
predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada
substrat sisa-sisa organisme.
2) Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai
berikut: Plankton : fitoplankton dan zooplankton (biasanya
melayang-layang / bergerak pasif mengikuti gerak aliran air dan
Nekton : hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
b. Ekosistem Laut
1) Laut
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam)
yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut
tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik,
suhu laut sekitar 25°C. Batas antara lapisan air yang panas di bagian
atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin.
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur,
maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta
ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas
turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan
terbentuknya rantai makanan yang berlangsung baik.

9
2) Pantai
Ekosistem pantai merupakan ekosistem unik yang memiliki
karakteristik tersendiri dengan biodiversitas paling tinggi
dibandingkan ekosistem lainnya. Pantai merupakan batas antara
daratan dan perairan merupakan habitat yang memiliki kandungan zat
hara yang penting untuk menunjang kehidupan seluruh biota di
dalamnya (Mustofa, 2018). Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus
harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki
adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi yang
dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang
menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah
pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah yang dihuni
oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput
herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-
ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun
surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta
rumput laut.
3) Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan
laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang
luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai
dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus
harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya
estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput
rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara
lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa
invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuary sebagai
tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari
juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu
unggas air.

10
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer di Laut
Produktivitas primer dalam suatu komunitas atau ekosistem adalah laju
penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik dan
kemosintetik yang dilakukan oleh produsen (terutama tumbuhan hijau
berklorofil) ke bentuk bahan organik yang dapat dipergunakan sebagai bahan
makanan. Dengan kata lain, produktivitas primer adalah laju produksi, yaitu
jumlah bahan organik hasil fotosintesis per satuan waktu, sedangkan
biomassa merupakan jumlah berat bahan organik per satuan area. Adakalanya
produktivitas tinggi, tetapi karena terjadi konsumsi oleh herbivora, maka
biomassa menjadi rendah. Tinggi rendahnya produktivitas primer suatu
lingkungan perairan laut, tergantung pada beberapa faktor antara lain sebagai
berikut (Rosmawati, 2011).
a. Sinar Matahari
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di perairan
dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu karang, dimana cahaya dan
nutrient berlimpah. Di lautan terbuka, intensitas cahaya mempengaruhi
produktivitas komunitas fitoplankton dan sangat bergantung pada beberapa
faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya,
kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik
dan musim.
b. Awan
Adanya awan dan debu di udara dapat mengurangi jumlah dan
intensitas cahaya yang sampai ke pemukaan air setelah menjelajahi
atmosfer. Keadaan seperti ini mengurangi penembusan cahaya ke
permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer.
c. Angin
Angin dapat menciptakan gelombang yang dapat mengakibatkan
permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian sinar matahari jika
dibandingkan dengan permukaan yang rata. Gelombang, terutama di
perairan dangkal dapat juga menyebabkan kekeruhan dan mengurangi

11
penembusan cahaya matahari. Tetapi sebaliknya, angin juga dapat
mendorong massa air sehingga memperkaya zat hara untuk fotosintesis.
d. Suhu
Perubahan suhu karena adanya keragaman musiman mengakibatkan
hilangnya termoklin dan mendorong permukaan massa air yang
menyediakan zat hara untuk kegiatan fotosintesis. Suhu juga
mempengaruhi daya larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis
seperti CO2 dan O2.
e. Zat-zat Hara (Nutrient)
Untuk proses fotosintesis, fitoplankton membutuhkn air, CO2 dan
cahaya. Namun untuk proses pertumbuhan dan produksi sel, fitoplankton
sangat tergantung pada ketersediaan unsur hara. Tanpa ketersediaan ini,
sel-sel fitopalnkton tidak dapat membelah diri dan selanjutnya menjadi tua
(senescent). Selama ada unsur hara, populasi sel akan meningkat. Zat-zat
hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan
berkembang biak adalah nitrogen (sebagai nitrat, NO3-) dan fosfor
(sebagai fosfat, PO42-). Zat-zat hara lain, baik anorganik maupun organik,
mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil, namun
pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor.
3. Faktor Penyebab Kerusakan Ekosistem Air
a. Kebocoran dan Tumpahan Minyak
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan ekosistem air yaitu
adanya Kebocoran dan tumpahan minyak yang berasal dari bangkai
kapal, limbah industri, maupun bencana lainnya. Hidrokarbon yang
menguap dari minyak dapat membunuh larva dan organisme baru
perairan. Bahan kimia yang dilepaskan oleh minyak dapat mengurangi
keberhasilan pemijahan beberapa ikan dan mengalami kerusakan serta
malformasi genetic pada beberapa spesies (Ishak, 2019). Limbah cair
yang dihasilkan dari eksplorasi migas yaitu air terproduksi (prodused
water) yang memiliki kandungan bahan organik dan an-organik yang
berpotensi sebagai limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) yang

12
berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah cair
terproduksi berpengaruh terhadap air sungai dan biota perairan. Seperti
pada penelitian yang dilakukan oleh Patimah dan Suratman (2020)
diperoleh hasil parameter Oil and Grese sebesar 1 mg/L berada di bawah
baku mutu yang di isyaratkan (15 mg/L) dan memberikan pengaruh
terhadap kualitas air serta penurunan biota perairan. Penurunan kualitas
air dapat terjadi akibat adanya perubahan parameter kualitas air.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas pembuangan
limbah, baik limbah pabrik/industri, pertanian, maupun limbah domestik
dari suatu pemukiman penduduk ke dalam badan air suatu perairan.
b. Logam Berat
Logam berat di perairan terakumulasi pada padatan di dalam
perairan seperti sedimen dan tidak berbahaya, namun adanya pengaruh
kondisi kimia akuatik seperti perubahan pH dapat menyebabkan logam
barat yang terakumulasi pada sedimen terionisasi ke perairan. Banyak
logam berat biokumulasi yaitu merkuri dalam bentuk organik yang
terkonsentrasi pada ikan predator besar seperti tuna. Senyawa tersebut
mudah diserap melalui kulit, paru-paru, dan sangat beracun terutama
pada beberapa ganggang (Ishak, 2019). Pencemaran logam berat dapat
merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas dan keanekaragaman
ekosistem. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Manullang dan Khairul (2020) menunjukkan perairan sungai Belawan
berada pada kategori tercemar sedang karena adanya unsur logam berat
berupa Cd, Pb, dan Hg melewati ambang batas.

C. Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati)


Keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan dasar dari munculnya
beragam jasa ekosistem (ecosystem services), baik dalam bentuk barang/produk
maupun dalam bentuk jasa lingkungan yang sangat diperlukan oleh perikehidupan
makhluk hidup, khususnya manusia. Kanekaragaman hayati adalah jutaan
tumbuhan, hewan dan mikroorganisme termasuk yang mereka miliki serta

13
ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan hidup (Anggraini,
2018).
1. Jenis – Jenis Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati terdiri atas tiga jenis yaitu: (Ishak, 2019)
a. Keanekaragaman genetik, jumlah alel-alel dari satu gen yang ada
dalam satu spesies, lungkang gen. jika keberagaman genetika terlalu
kecil, suatu spesies mungkin tidak dapat berevolusi untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan.
b. Keanekaragaman spesies, yaitu keanekaragaman semua spesies
makhluk hidup di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies
dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan yang bersel
banyak atau multiseluler). Terdapat 13 juta spesies mikroba,
tumbuhan dan hewan-hewan mewakili spesies planet, walaupun
hanya keragaman 1,75 juta spesies telah dikenali. Namun, banyak
spesies serangga yang tidak dikenal dari hutan hujan tropis yang
sangat sulit untuk ditemukan.
c. Keanekaragaman ekosistem, yaitu berbagai ekosistem dibumi
menyediakan habitat jumlah besar yang ditemukan pada spesies di
planet ini.
2. Pentingnya Keanekaragaman Hayati Terhadap Kesehatan Manusia
Keanekaragaman hayati penting bagi kesehatan manusia karena dua
alasan yaitu mengurangi penyebaran beberapa penyakit dan memasok
senyawa untuk farmasi. Ekosistem yang dimanfaatkan dalam dunia farmasi
adalah sedimen laut dalam, dan menemukan beberapa obat antibiotic
termasuk streptomisin. Hutan beriklim mengandung pohon yang pasifik dan
menjadi sumber obat kanker Taxol dan foxglove yang memasok obat jantung
penting digitalis. Keanekaragaman hayati memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap manusia. Ekosistem yang sehat dapat menyediakan berbagai
kebutuhan manusia seperti makanan, pakaian, air, obat-obatan, tempat
tinggal, dan lain sebagainya (Ishak, 2019).

14
3. Faktor Penyebab Kepunahan Biota Air
a. Kurangnya Vegetasi di Wilayah Perairan
1) Mangrove
Mangrove merupakan tumbuhan halofit yang hidup di daerah
pesisir pasang surut dan memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi,
dan social, budaya yang sangat penting, misalnya menjaga stabilitas
pantai dari abrasi, sumber ikan, udang dan keanekaragaman hayati
lainnya, sumber kayu bakar dan kayu bangunan, serta memiliki
fungsi konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya.
Kerusakan ekosistem mangrove dapat mengancam regenerasi stok
ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan
mangrove, terjadinya pencemaran laut oleh bahan pencemar yang
sebelumnya diikat oleh substrat hutan mangrove, dan pendangkalan
perairan pantai, serta erosi garis pantai dan intrusi garam. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Tokan, dkk (2021) menunjukkan
ekosistem mangrove di Pesisir Kelapa Tinggi Desa Mata Air
Kabupaten Kupang mengalami kerusakan ringan dan mempengaruhi
biota air seperti ikan dan udang karena sangat bergantung pada
vegetasi mangrove. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh
pembuangan sampah padat diperairan menyebabkan terlapisnya
pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove serta
Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat.
2) Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal.
Ekosistem lamun diketahui merupakan ekosistem yang paling
produktif di laut dangkal dekat dengan pesisir yang mendukung
kehidupan biota yang berasosiasi dengannya. Keberadaan ekosistem
ini sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup biota pada
ekosistem tersebut. Ekosistem lamun berperan penting dalam
menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup, yaitu sebagai

15
produsen primer di perairan dangkal, sebagai habitat yang baik bagi
beberapa biota laut. Ekosistem ini juga berfungsi sebagai peredam
gelombang, menstabilkan substrat, mencegah terjadinya abrasi
pantai, menjaga stabilitas pantai. tempat mencari makan, memijah,
pengasuhan larva, area perlindungan dari ancaman predator alami
bagi biotabiota kecil, dan fungsi ekologis lainnya (Parawansa, dkk.,
2020).
b. Pencemaran
Zat pencemar (polutan) merupakan produk buangan yang
dihasilkan dari aktivitas manusia. Polutan tersebut dapat mencemari
tanah, air dan udara. Polutan tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan
(organisme). Nitrogen dan sulfur oksida yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor yang jika bereaksi dengan air maka dapat membentuk hujan
asam yang dapat merusak ekosistem. Penggunaan chlorofluorocarbon
(CFC) yang berlebihan dapat merusak lapisan ozon, sehingga sinar
ultraviolet yang sampai kepermukaan bumi semakin meningkat sehingga
mengganggu keseimbangan rantai makanan dari mahkluk hidup.
Kehancuran dan kepunahan yang terjadi pada keanekaragaman hayati
dapat merusak fungsi ekosistem, sehingga hal ini sesungguhnya merupakan
halangan bagi alam untuk memberikan jasanya terhadap kehidupan
manusia.Kehidupan manusia senantiasa tergantung pada jasa yang diberikan
oleh ekosistemnya. Walaupun manusia telah memiliki budaya dan teknologi
yang tinggi serta kemampuan eksploitatif terhadap alam sehingga mampu
merubah alam sesuai dengan apa yang diinginkannya, namun pada akhirnya
manusia tetap akan tergantung kepada aliran jasa ekosistem.

D. Solusi
Adapun beberapa solusi yang diberikan dalam mengatasi masalah ekosistem
dan biodiversitas air sebagai berikut:
1. Pencemaran air dapat diatasi dengan mengubah proses, mengelola limbah
industry sebelum di buang ke lingkungan dengan Instalasi Pengolahan Air

16
Limbah (IPAL). Penanggulangan air permukaan dengan aspek ekologi
dalam melakukan upaya pencegahan pencemaran air dapat dilakukan
melalui perbaikan kualitas lingkungan di sekitar sumber air.
2. Melakukan pemantauan secara berkala terhadap keanekaragaman ikan
untuk menjamin kemantapan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya
ikan.
3. Penetapan kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi dapat
dibentuk dan dikelola dengan sistem kearifan lokal masyarakat sekitar
yang berfungsi untuk menekan laju eksploitasi ikan, Hal ini bisa
dilakukan dengan penataan kawasan konservasi perairan sebagai salah
satu destinasi pariwisata.
4. Pembatasan jenis alat tangkap. Alat tangkap yang bersifat destructive
fishing seperti racun ikan harus dilarang.
5. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat. Untuk meningkatkan
pengawasan dan pengelolaan sumberdaya ikan bisa dilakukan dengan
pembentukan Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi;
6. Peningkatan ekonomi kreatif masyarakat. Kedepan kawasan konservasi
yang di bentuk bukan hanya sebatas daerah perlindungan ikan saja dan
kelompok masyarakat yang di beri otoritas pengelola bukan hanya sebagai
pengamanan saja, tetapi juga harus wajib menjadi solusi perekonomian
terutama untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi masyarakat sekitar
7. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir : pemukiman, vegetasi, dan
lain-lain. Wilayah pantai dapat dijadikan ekowisata dan wisata pantai.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan tabel rekap hasil beberapa penelitian diperoleh bahwa
Ekosistem pada perairan dibeberapa tempat masih mengalami
kerusakan akibat ketidakseimbangan jumlah komponen pada ekosistem
maupun akibat dari pencemaran air yang berdampak pada biota
perairan. Sedangkan, keanekaragaman hayati spesies ditemukan di
beberapa tempat namun komunitasnya ada yang sedikit dan ada pula yang
mendominasi sehingga kurang stabil. Perariran ditemukan mengalami
kontaminasi yang dilihat berdasarkan indikator makrozoobentos, spesies
ikan tertentu, parameter fisik dan kimia kualitas air.
2. Ekosistem air mengalami berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh
terganggunya beberapa komponen ekosistem perairan seperti terjadinya
pencemaran air yang dapat berpengaruh terhadap biota air. Pencemaran
ini diakibatkan karena adanya kebocoran tumpahan minyak serta unsur
logam berat yang melebihi ambang batas.
3. Keanekaragaman hayati pada spesies biota air masih mengalami
penurunan akibat kerusakan habitat, ketidakeseimbangan antar spesies
dan kurangnya vegetasi perairan yang menunjang keberlangsungan hidup
biota air.
4. Beberapa solusi dalam mengatasi masalah ekosistem dan biodiversitas air
adalah: (1) mengubah proses, mengelola limbah industry sebelum di
buang ke lingkungan dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). (2)
Melakukan pemantauan secara berkala terhadap keanekaragaman ikan
untuk menjamin kemantapan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya
ikan. (3) Penetapan kawasan konservasi perairan. (4) Pembatasan jenis
alat tangkap. (5) Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat. (6)
Peningkatan ekonomi kreatif masyarakat. (7) Pengaturan kembali tata

18
ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dan lain-lain. Wilayah pantai
dapat dijadikan ekowisata dan wisata pantai

B. Saran
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi, diperlukan adanya
kerjasama dari berbagai pihak dan menentukan kebijakan yang sesuai
sehingga ekosistem dan keanekaragaman hayati dapat terjaga.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ade Kurniawan: Patimah, Ai Sitti dan Suratman. 2020. Dampak Eksploitasi


Minyak & Gas Bumi Pada Degradasi Biota Perairan dan Penurunan
Kualitas Air Permukaan. Jurnal Offshore.

Afiah Gani: Ardella, Erviana J dan Kurniawan Puji W. 2019. Profil Biodiversitas
Tanaman di Ruas DAS Sengkaling, Tunggulwulung, Lowokwaru dan
Kedungkandang Kota Malang. Jurnal Produksi Tanaman.

Agustina, W. & Setyowati, E., 2016. Kandungan Kimia dan Uji Aktivitas Toksik
Menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dari Ekstrak
Daun Kersen ( Muntingia calabura ). Jurnal Kimia dan Pendidikan
Kimia.1(2), pp.41–47.

Aldrian dan Susanto. 2003. Identification of three dominant rainfall regions


within indonesia and their relationship to sea surface temperature.
International journal of climatology.

Andi Ainun Musfirah: Tokan, dkk. 2021. Tingkat Kerusakan Dan Strategi
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kelapa Tinggi Desa Mata Air
Kabupaten Kupang. Jurnal Bahari Papadak.

Anggraini, Wenti. 2018. Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang


Perekonomian Masyarakat Kabupaten Oku Timur. Jurnal Aktual STIE
Trisna Negara Belitang: STIE Trisna Negara.

Aulia Apriliani: Mahyudi S., dkk. 2021. Pemetaan Potensi Biodiversitas Ikan Di
Daerah Hulu Sungai Sambas Dan Danau Kurapan Desa Sepantai,
Kalimantan Barat. Jurnal Mina Sains.

Firman Lipat Aman: Manullang, Helentina M. dan Khairul. 2020. Monitoring


Biodiversitas Ikan Sebagai Bioindikator Kesehatan Lingkungan Di
Ekosistem Sungai Belawan. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan.

Hutomo, M dan Nontji, A. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Jakarta:


COREMAP - CTI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Ishak, Hasanuddin. 2019. Kesehatan Ekosistem. Yogyakarta: Gosyen Publishing.


Hal. 21 - 32.

Nurul Iffa Safitri: Paranwa, dkk. 2020. Biodiversitas Lamun di Perairan


Kepulauan Tonyaman, Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal.

20
Okto M. Heluth: Mustofa, Arif. 2018. Pengaruh Total Padatan Tersuspensi
Terhadap Biodiversitas Makrozoobentos Di Pantai Telukawur Kabupaten
Jepara. Jurnal Disprotek.

Rosmawati. 2011. Ekologi Perairan. Jakarta : Hillian Press.

Sutoyo. 2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia. Malang: Universitas tribuana


tunggadewi

21

Anda mungkin juga menyukai