Anda di halaman 1dari 3

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PEMICUAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT


(STBM)

A. PENDAHULUAN
Puskesmas sebagai unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten
atau Kota bertanggungjawab pada pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan berperan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian peran puskesmas
sangat penting yang berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, dan
pusat pelayanan kesehatan strata pertama (Dirjen Binkesmas Depkes RI, 2006)
Universal Acces (UA) dan post MDGs adalah fase baru dalam pembangunan
sektor kesehatan di Indonesia. UA dengan target 100-0-100 telah menempatkan
Puskesmas di posisi strategis. Kondisi tersebut dikuatkan oleh kesepakatan dunia
post MDGs (SDGs) pada tuntutan pembangunan berkelanjutan. Sehingga capaian
100% akses sanitasi layak yang berkelanjutan menjadi salah satu indikator
kinerja Puskesmas dalam melakukan upaya promotif dan preventif.
Upaya meningkatkan akses sanitasi sudah dilakukan sejak lama, namun
hasil atau daya ungkitnya masih jauh dari harapan. Beberapa pembelajaran
kegiatan peningkatan akses masa lalu :
a. Pemberian subsidi kepada masyarakat, efek negatifnya adalah
ketergantungan pada Pemerintah.
b. Pemberian atau penentuan model bentuk jamban kepada masyarakat
kurang dan masyrakat tidak dilibatkan sehingga rasa memiliki kurang
dan jamban yang dibuat tidak sesuai dengan situasi kondisi
masyarakat.
c. Fokus pada fisik, sehingga pembiayaan besar dan yang terintervensi
hanya sebagian kecil kelompok masyarakat. Selain itu banyak sarana
yang terbangun sudah tidak digunakan lagi.
Setelah dari pembelajaran pada periode lalu, salah satu upaya lain dalam
meningkatkan akses adalah pelaksanaan program nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM). Program yang bertumpu pada perubahan perilaku
dan menggunakan pemicuan sebagai metode pendekatannya. Dengan pemicuan,
selain akses yang meningkat tetapi kualitas dan keberlanjutan terhadap sanitasi
bisa segera terealisasi.
Kegiatan pemicuan perlu dilaksanakan di semua level komunitas. Sehingga
pleno pemicuan ditigkat desa adalah salah satu wujud nyata di pemicuan di level
yang lebih tinggi. Dengan pemicuan yang melibatkan tokoh masyarakat, agama,
dan para pemimpin komunitas serta pelaku / komunitas yang telah berubah
perilakunya dapat menambah daya ungkit gerakan pemberdayaan peningkatan
akses sanitasi.

B. LATAR BELAKANG
Kejadian penykit diare masih kerap muncul di wilayah kerja UPT
Puskesmas Kujangsari. Terdapat beberapa hal yang memicu terjadinya diare
tersebut. Dan sekian penyebab, kondisi lingkungan yang tidak saniter dan
perilaku yang masih tidak sesuai standar kesehatan serta rendahnya kesadaran
memilii sumbangsih yang cukup besar.
Pemicuan menjadi salah satu langkah yang strategis bagi pengurangan
penyakit diare secara berkelanjutan. Dengan pendekatan pemicuan, perilaku
menjadi porsi terbesar intervensi. Sehingga daya ungkit diharapkan menjadi lebih
besar terhadap status kesehatan masyarakat.

C. TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang permasalahan (risiko)
kesehatan yang sedang dihadapi
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya perubahan
perilaku menuju ke arahyang lebih baik (Stop BABS)
3. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman sehingga meningkatkan opsi
atau referensi dalam menjawab permasalahan yang sedang dihadapinya.

D. TARGET DAN PESERTA


1. Target
Masyarakat yang belum memiliki akses sanitasi layak
2. Peserta
Peserta dari kegiatan ini adalah anggota dan kelompok masyarakat yang
dilingkungannya masih ada yang belum akses sanitasi layak (terutama yang
masih BABS).
E. METODOLOGI
Metode pemicuan yang digunakan adalah prinsip Participatory Rural
Approvival (PRA), yaitu sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong
masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis
pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka
membuat rencana dan tindakan (Chamber, Robert). Beberapa alat/metode PRA
dalam pemicuan tersebut adalah Pemetaan, Transectwalk, Oral Fecal (alur
kontaminasi), Simulasi air terkontaminasi dan FGD (hitung tinja).
Kegiatan pemicuan dilakukan oleh sebuah tim fasilitator, yaitu Fasilitator
utama, fasilitator pendamping dan notulensi serta bila dimugkinkan ada
environment senor.
Setelah pemicuan di tingkat komunitas kecil (RT/RW atau dusun) di suatu
wilayah desa/ kelurahan, maka dilanjutkan kegiatan pemicuan pada level yang
lebih tinggi yaitu pemicuan di tingkat desa/kelurahan. Prinsipnya sama dengan
prinsip PRA. Hanya sasarannya yang lebih kompleks, karena merupakan
perwakilan kelompok masyarakat.

F. JADWAL PELAKSANAAN
Dilaksanakan selama 1 hari, bulan Februari – Oktober 2017

G. LANGKAH PEMICUAN
1. Perkenalan dan penyampaian tujuan
2. Pencairan suasana
3. Analisa partisipatif dan pemicuan (menggunakan elemen pemicu)
4. Kontrak sosial
5. Penutup dan penyampaian terimakasih atas partisipasi dan komitmen.

H. ANGGARAN
Anggaran kegiatan brasal dari APBD/APBN

I. PELAKSANA DAN NARASUMBER


Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh Puskesmas dengan bantuan Pemerintah
Desa/ Kelurahan. Tim fasilitatornya bisa terdiri dari tim dari Dinas Kesehatan
Seksi PL, tim puskesmas (sanitarian, promkes, bidan desa, dan tenaga kesehatan
terlatih lainnya), dan fasilitator STBM.

Anda mungkin juga menyukai