000 per
orang per tahun karena sanitasi yang buruk. Lebih dari 94 juta penduduk Indonesia
(43 % dari populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2 % memiliki akses
pada saluran air limbah perkotaan. Sebagai akibat dari sanitasi yang buruk ini,
diperkirakan angka kejadian diare sebanyak 121.100 kejadian dan mengakibatkan
lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya. Dampak kesehatan tahunan dari
sanitasi yang buruk sebesar Rp. 139.000 perorang atau Rp.31 triliun secara
nasional (WPS, 2010). Dan lebih dari 30 tahun, akses terhadap sanitsi di pedesaan
tidak berubah. berdasarkanJoint Monitoring Program WHO-UNICEF, akses sanitasi
pedesaan tetap pada angka 30 %. Dengan laju perkembangan seperti ini Indonesia
akan gagal mencapai Milenium Development goals (MDGs).
Keunggulan program :
Indicator outcome STBM yaitu menurunnya angka kejadian penyakit diare dan
penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Prinsip-prinsip STBM :
Metode pemberdayaan masyarakat (dengan metode CLTS) sebagai inti dari gerakan
STBM ini, bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi,
dengan adanya pemicuan ini target utama dapt tercapai yaitu merubah perilaku
sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan buang air besar
disembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode harus yang
digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi
dalam suatu komunitas (Depkes RI,2008).
Berbagai faktor yang harus dipicu antara lain rasa jijik, rasa malu,rasa takut akan
sakit, serta sentuh pada aspek agama terkait dogma dan dalil buang air besar
sembarangan.
Metode kegiatan
Inti kegiatan STBM di masyarakat ada pada tahap pemicuan, yang bertujuan untuk
memfasilitasi masyarakat untuk mampu menganalisa kondisi sanitasi wilayahnya.
Proses ini mengikuti tahapan antara lain tahap pemetaan, transect walk, dan lain-
lain.
a. Pemetaan
Bertujuan untuk mengetahui dan melihat peta potensi wilayah tempat
khususnya terkait sanitasi dan buang air besar masyarakat. Hasil pemetaan
ini kemudian di salin pada media yang sesuai seperti kertas, biasanya di
tempat umum seperti balai posyandu. Peta ini sekaligus juga berfungsi
sebagai tool monitoring perkembangan akses jamban pasca pemicuan dan
dibuatnya rencana tindak lanjut masyarakat.
b. Transect walk
Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat (lokasi) kebiasaan
masyarakat dalam perilaku buang air besarnya. Fasilitator bersama
masyarakat sharing dan berdiskusi di tempat dimaksud, dengan harapan
akan timbul rasa jijik dan terpicu rasa malu pada diri mereka.
c. Alur Kontaminasi (Fecal Oral)\
Bertujuan untuk bersama masyarakat belajar dan mengetahui bagaimana
proses tinja dapat masuk kedalam masyarakat, dan dampak yang timbulkan
terhadap kesehatan keluarga.
Simulasi air yang terkontaminasi bertujuan untuk memicu masyarakat terkait
persepsi mereka terhadap yang dianggap bersih, dapat berpotensi tercemar
tanpa mereka sadari.
d. Diskusi Kelompok (FGD)
Diskusi bersama masyarakat terkait kondisi kesehatan lingkungan setempat,
dengan output masyakat mampu merumuskan sendiri tindakan dan rencana
kerja mereka untuk bisa keluar dari kondisi sanitasi buruk di wilayah mereka.
Selanjutnya hasil RTL masyarakat ini menjadi pegangan fasilitator dalam
melakukan monitoring dan evaluasi rencana kerja masyarakat.
Kondisi sarana sanitasi wilayah kerja puskesmas setabu tahun 2015
10
1
457
258 2
142 3
50 4
7 5
0 6
0 7
0 8
0 9
0