Anda di halaman 1dari 45

HALAMAN JUDUL

LAPORAN

HASIL PENELITIAN LARVITRAP DI KELURAHAN


ANDONOHU KECAMATAN POASIA RT 06 RW 02 KOTA
KENDARI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular

DISUSUN OLEH
KELAS K3
KELOMPOK :
1. FEBI TRI OKTAVANI J1A117040
2. INGGRID FADILLA NURMAN J1A117059
3. NUR RISKA ANWAR J1A117097
4. REGITHA PRICILLIA CAHYANI T. J1A117116
5. UNI ZULFIANI J1A117146
6. WINANDELA B. V. L J1A117161
7. WIWIN SUJANAH J1A117165
8. WINDA SARI ONDJO J1A117285

KONSENTRASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
segala karunia, rahmat, maupun hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini. Laporan ini berisi tentang “Mekanisme Lavitrap Dan
Ovitrap”.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah bersangkutan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
mata kuliah, karena dengan tugas ini wawasan serta pengetahuan dapat
bertambah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Akhir kata, penulis mengharapkan
perbaikan dan penyempurnaan agar tugas ini dapat berguna bagi pembaca lain.

Kendari, 21 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitan ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Tinjauan DBD (Demam Berdarah Dengue) ............................................. 4
2.2 Tinjauan Tentang Ovitrap ........................................................................ 8
2.3 Tinjauan Tentang Larvitrap ...................................................................... 8
BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 10
3.1 Gambaran Umum ................................................................................... 10
3.2 Lokasi Dan Waktu .................................................................................. 11
A. Lokasi ..................................................................................................... 11
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................ 11
3.4 Metode Penelitian ................................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 15
4.1 Hasil........................................................................................................ 15
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 17
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 19
5.1 Simpulan ................................................................................................. 19
5.2 Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
LAMPIRAN ......................................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pemantauan.................................................................. 11

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: WHO).............................................. 5


Gambar 2. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 1 ................................................... 12
Gambar 3. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 2 ................................................... 12
Gambar 4. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 3 ................................................... 13
Gambar 5. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 4 ................................................... 13
Gambar 6. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 5 ................................................... 13

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis


lingkungan yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia,
termasuk Indonesia. Santos E, et.al (2010) melaporkan bahwa hingga tahun
2008, lebih dari 60 negara terjangkit penyakit DBD, angka insidensi
meningkat 30 kali lipat dan terjadi 50 juta kasus baru setiap tahun. Di
Indonesia jumlah kabupaten/kota endemis DBD dari tahun 2009-2012
memperlihatkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2008 dilaporkan
sebanyak 355 kab/kota (71,7%), tahun 2009 sebanyak 384 kab/kota
(77,26%), tahun 2010 sebanyak 400 kab/kota (80,48%), tahun 2011 sebanyak
374 kab/kota (75,25%), dan terakhir tahun 2013 sebanyak 411 kab/kota
(93,4%) endemis DBD. Dalam kurun lima tahun terakhir (2010 sampai
2015), jumlah kasus tertinggi terjadi pada tahun 2012; yaitu mencapai 90.245
kasus dengan kematian 816 (Kementerian Kesehatan, 2015).

Berbagai upaya telah dilakukan dalam pengendalian penyakit ini baik


dari aspek penanganan penderita maupun pengendalian vektornya, akan tetapi
belum dapat menyelesaikan permasalahan secara tuntas, bahkan di beberapa
wilayah terjadi kecenderungan peningkatan kasus. Salah satu kebijakan dalam
pengendalian penyakit ini adalah memutus rantai penularannya, yaitu dengan
mengendalikan vektor penularnya. Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor
yang berperan dalam penularan penyakit ini (World Health organization,
2009).

Pengendalian nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan secara fisika, kimiawi


(insektisida) dan modifikasi lingkungan (Soegijanto, 2004). Djojosumarto,
2008 menyatakan bahwa selama ini teknik pengendalian larva nyamuk Ae.
aegypti dilakukan secara kimiawi (menggunakan insektisida). Hal ini dapat
berdampak buruk terhadap lingkungan maupun kesehatan sebagai akibat dari
pajanan pestisida.

1
2

Saat ini telah banyak dikembangkan metode pengendalian vektor DBD


yang lebih aman, yaitu melalui pemutusan siklus hidup nyamuk Ae. Aegypti
pradewasa (telur dan jentik/larva) menggunakan ovitrap. Ovitrap ini berupa
wadah berisi air yang ditutupi jaring, sehingga telur-telur yang diletakkan
oleh nyamuk di permukaan air saat menetas dan menjadi nyamuk dewasa
tidak mampu keluar dari wadah tersebut, yang pada akhirnya tidak dapat
mencari makan, dan mati.

Pemasangan ovitrap di lingkungan sekitar rumah penduduk daerah-


daerah endemis DBD/malaria dapat mengurangi laju pertumbuhan populasi
nyamuk. Populasi yang berkurang juga akan berdampak pada penurunan
angka infeksi DBD dan malaria di suatu wilayah. Pembuatan ovitrap dapat
meunggunakan bahan-bahan bekas yang mudah ditemukan di lingkungan
sekitar seperti ember atau wadah dan plastik bekas.

Pada tahun 2015, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta


telah mencoba melakukan pengembangan teknologi tepat guna untuk
pengendalian vektor (perangkap telur dan larva nyamuk Ae. Aegypti) yang
lebih sederhana yang dikenal dengan nama Teknologi Tepat Guna (TTG)
lavitrap. Tujuan dikembangkannya alat ini adalah untuk mendapatkan lavitrap
yang sederhana, murah, dan efektif. Prinsip kerja alat ini adalah sebagai
perangkap larva dengan membuat breeding places Ae. aegypti untuk bertelur.

Setelah telur menetas menjadi larva, TTG larvitrap menjebak jentik


sehingga jentik terperangkap dan mati. Telah diketahui bahwa tahap
pradewasa (telur dan jentik/larva) merupakan titik kritis pengendalian
nyamuk Ae. aegypti (Macdonald, 1967).

Alat ini bekerja dengan cara menghambat perkembangbiakan


jentik/larva. Untuk menguji keberhasilan alat ini, dilakukan uji preferensi dan
efektivitas TTG lavitrap dalam skala rumah tangga. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai dasar pengembangan kebijakan surveilans vektor DBD.
3

Surveilans vektor DBD tidak hanya difokuskan pada air jernih dan bersih
saja, akan tetapi juga dilakukan pada air terpolusi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari laporan penelitian ini yakni :
1. Bagaimana cara pembuatan lavitrap dari bambu, kaleng dan botol aqua ?
2. Bagaimana cara pemeriksaan jentik nyamuk Ae. Aegypti?
3. Jenis wadah apakah yang disukai nyamuk Ae. Aegepti ?

1.3 Tujuan Penelitan


A. Tujuan Umum
Mempraktikkan pembuatan ovitrap dan pemeriksaan jentik nyamuk
Ae. aegypti.

B. Tujuan Khusus
1. Mempraktikkan pembuatan ovitrap dengan air bersih.
2. Mengetahui jenis wadah yang disukai nyamuk Ae. Aegypti untuk
bertelur.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum sebagai berikut.:

1. Dapat melakukan proses pembuatan Larvitrap dan Ovitrap.


2. Mengetahui jenis air yang disukai nyamuk Ae. Aegypti dalam bertelur.
3. Menambah pengetahuan mengenai tempat perindukan nyamuk Ae.
aegypti.
4. Menambah wawasan dalam pemeriksaan jentik nyamuk Ae. Aegypti dan
analisisnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan DBD (Demam Berdarah Dengue)

A. Devinisi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah
manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-
2, Den-3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Masa inkubasi virus
dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14
hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari
keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di
dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari (Kurane, 2007 dalam
Candra, 2010).

B. Jenis Vektor
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk
Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup
di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32 oC dan kelembaban
yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama
untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam
bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak
terbang 100 m – 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi
(WHO, 1997).

4
5

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: WHO)

C. Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti


Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam kategori sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Dipthera
Family : Culicidae
Subfamily : Culicinae
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti

D. Cara Penularan

Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk


Aedes aegypti infektif biasanya menggigit sepanjang hari dan puncak
aktivitas terjadi pada pagi dan sore hari, terutama di dalam rumah atau di
luar rumah di daerah teduh (terlindung dari cahaya matahari langsung).
Spesies nyamuk seperti Aedes albopictus juga dapat berperan sebagai
vektor sekunder (Anonim, 2014).

Nyamuk Aedes spp. tersebut dapat mengandung virus dengue pada


saat menggigit manusia sedang mengalami viremia. Kemudian virus di
kelenjar liur berkembang biak dengan multiplikasi dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kepada orang lain
6

pada saat nyamuk vektor mengigit dan menghisap darah (Hua Xu., at all
2006).

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya


(transovovarial transmission).Virus dapat masuk dan berkembangbiak
di dalam tubuh sehingga nyamuk dapat menularkan virus selama
hidupnya (infektif). Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu
sebagai masa tunas yaitu 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan sakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya
dapat terjadi melalui gigitan kepada orang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Huang
K, 2007).

Transmisi Transovarial. Ada dua cara Virus Den mempertahankan


diri (survive) yaitu secara horizontal dan vertikal. Penularan horisontal
disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. dengan cara nyamuk
menggigit/menghisap darah penderita DBD kemudian mengigit orang
sehat. Virus ditularkan bersama dengan air liur nyamuk masuk ketubuh
orang sehat sehingga orang tersebut menderita demam berdarah.
Kondisi ini dikenal dengan transmisi horisontal. Penularan Virus Den
tanpa melalui gigitan nyamuk vektor terjadi transmisi vetikal atau
disebut dengan transovarial transmision. Penularan tersebut virus Den
diturunkan dari induk nyamuk infektif melalui telur kepada nyamuk
generasi berikutnya melalui telur. (Rohani A, Zamree I, dkk). Trasmisi
transovarial Virus DEN terjadi melalui tiga mekanisme yaitu ;

1. Nyamuk betina infektif mengigit dan menghisap darah inang


bertujuan untuk mematangkan telur dan memungkinkan virus
untuk memperbanyak diri (mereplikasi) dalam tubuh nyamuk
terinfeksi telur sehingga menyebabkan larvanya invektif.
2. Nyamuk betina tidak infektif kawin dengan nyamuk jantan infektif
sehingga menyebabkan infeksi nyamuk betina,
7

3. Jaringan ovarial nyamuk betina terinfeksi virus sehingga dapat


ditularkan secara genetic (Dewi HM, Suryati dan Titadjaja AI).
E. Cara Pencegahan

Menurut Soegijanto S (2003) secara garis besar terdapat empat cara


pengendalian vektor yakni secara kimiawi, biologik, radiasi dan mekanik
atau pengelolaan lingkungan. Pengendalian secara kimiawi dengan
menggunakan insektisida dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa
maupun larva. Insektisida untuk nyamuk dewasa Aedes aegypti antara
lain dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate dan
pyrethroid. Insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk spray
terhadap rumah-rumah penduduk. Sedangkan insektisida untuk larva
Aedes aegypti yaitu dari golongan organophosphor (Temephos) dalam
bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya
( tindakan abatisasi).

Pengendalian scara radiasi dilakukan dengan bahan radioaktif dosis


tertentu terhadap nyamuk dewsa jantan sehingga menjadi mandul,
meskipun nantinya akan berkopulasi dengan nyamuk betina tetapi tidak
akan menghasilkan telur yang fertile. Pengendalian lingkungan dilakukan
dengan cara mencegah nyamuk kontak dengan manusia misalnya
memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah serta menggalakkan
gerakan 3 M yaitu menguras tempat-tempat penampungan air dengan
menyikat dinding bagian dalam paling sedikit seminggu sekali, menutup
rapat tempat penampungan air sehingga tidak dapat diterobos oleh
nyamuk dewasa, menanam atau menimbun dalam tanah barang-barang
bekas yang dapat menampung air hujan.

Cara lain lagi yang disebut autocidal ovitrap menggunakan suatu


tabung silinder warna gelap dengan diameter 10 cm dengan salah satu
ujung tertutup rapat dan ujung lainnya terbuka. Tabung tersebut diisi air
tawar kemudian ditutup dengan kasa nylon. Secara periodik air dalam
tabung ditambah untuk mengganti peguapan yang terjadi. Nyamuk yang
8

bertelur disini dan telurnya menetas menjadi larva dalam air tadi , maka
akan menjadi nyamuk dewasa yang tetap terperangkap di dalam tabung
tadi. Dari cara pengendalian tersebut diatas tidak ada satupun yang paling
unggul. Untuk menghasilkan cara yang efektif maka perlu dilakukan
kombinasi dari beberapa cara-cara tersebut diatas.

2.2 Tinjauan Tentang Ovitrap

A. Devinisi Ovitrap
Ovitrap (Oviposition trap) merupakan alat yang digunakan untuk
menangkap telur dan nyamuk dewasa atau dapat pula digunakan sebagai
alat untuk mendeteksi keberadaan nyamuk. Dalam perkembangannya
ovitrap dipergunakan untuk mengendalikan populasi nyamuk di
lingkungan. Dengan adanya ovitrap maka nyamuk betina akan bertelur
pada ovitrap tersebut sehingga memudahkan dalam pemberantasannya.
(E.Sulistiani, 2017).
B. Konsep Tentang Ovitrap
Ovitrap dapat berupa bejana (kaleng, plastik atau potongan bambu)
yang pada bagian dalamnya diberi air dan kertas label untuk meletakkan
telur (E.Sulistiani, 2017). Ovitrap ini akan ditempatkan baik di dalam
atau diluar rumah yang gelap dan lembab karena nyamuk menyukai
tempat-temat tersebut untuk bertelur. Setelah satu minggu dilakukan
pemeriksaan ada atau tidaknya telur di paddel.

2.3 Tinjauan Tentang Larvitrap

A. Devinisi Lavitrap
Lavitrap adalah langkah pembasmian nyamuk dengan cara lebih
aman untuk lingkungan tanpa memakai bahan kimia berbahaya untuk
kesehatan. Lavitrap yaitu alat yang dipakai untuk memutuskan siklus
hidup nyamuk sebelum pupa nyamuk berubah jadi nyamuk. Secara
khusus, lavitrap digunakan untuk mendeteksi manifestasi nyamuk ke area
baru yang sebelumnya pernah dibasmi. Alat ini dikembangkan oleh Fay
9

dan Eliason pada tahun 1966 dan disebarluaskan oleh CDC (Sayono dkk,
2010).

B. Konsep Tentang Lavitrap


Lavitrap adalah suatu alat sederhana berupa bejana (kaleng plastik)
yang dindingnya dicat hitam dan diberi air secukupnya untuk menarik
Aedes spp bertelur. Lavitrap mudah dilakukan dan dapat diterapkan
dimana saja dan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan
seperti halnya pengasapan (Suroso et all, 2003 dalam Rati et all, 2016).
Lavitrap dibuat dari ember hitam dengan diameter 25 cm dengan
ketinggian 20 cm. Warna hitam digunakan karena warna hitam mampu
menarik nyamuk untuk mendekat dan berusaha berkembangbiak dengan
bertelur di dalamnya dibandingkan dengan warna lainnya (Zuhriyah et
all, 2016).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum

Wilayah Kecamatan Poasia terdiri dari 4 kelurahan yakni Kelurahan


Anduonohu, Kelurahan Rahandouna, Kelurahan Anggoeya dan Kelurahan
Matabubu. Kecamatan Poasia memiliki luas wilayah 5.250 km2 terdiri dari
tanah pertanian 2.365 Ha, sebanyak 941 Ha merupakan hutan dan sisanya
digunakan sebagai pemukiman, sarana sosial dan sebagainya.Wilayah
Kecamatan Poasia membujur dari arah barat ke timur dan melintang dari
utara keselatan dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari


b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Konawe Selatan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu
Gambaran umum lokasi penelitian yang akan di bahas yaitu keadaan
geografis Kel. Anduonohu, Kec. Poasia Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Kondisi topografi pada daerah Anduonohu di dominasi oleh tingkat
kemiringan lereng antara 0-3% dengan kategori datar yang tersebar hampir
seluruh wilayah pada daerah Anduonohu, dengan luas 2.169,3 Ha.
Kemiringan lahan 15-25% pada daerah Anduonohu dengan luas 155,85 Ha
yang terdapat pada Kelurahan Anduonohu dan lahan dengan tingkat
kemiringan lereng 25-40% dan lebih besar dari 40% terdapat pada Kelurahan
Anduonohu dengan luas wilayah 103,90 Ha dan kemiringan lereng lebih dari
40% terdapat pada Kelurahan Anduonuhu (Sulkarnain, 2008).

10
11

3.2 Lokasi Dan Waktu

A. Lokasi

Kegiatan penelitian ini dilakukan Kel. Andonohu, Kec. Poasia,


Jalan Kelapa, RT 6, RW, 2. Medium tempatnya dibawah tempat tidur,
pojok lemari, di bawah pot bunga lalu dipasang 8 lavitrap yang berisi air
bersih. Peletakan lavitrap dilakukan pada tempat yang gelap dan lembab,
B. Waktu
Penelitian dimulai pada hari minggu tanggal 07 April 2019 sampai
dengan hari Kamis 02 Mei 2019 kita meletakkan pada tempat yang telah
ditentukan lalu didiamkan selama 5 (lima hari), untuk melihat yang sudah
terperangkap dalam lavitrap tersebut.
C. Rencana Jadwal Kegiatan

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pemantauan

Tanggal Kegiatan
7/4/2019 Meletakkan larvitrap pada titik yang
sudah ditentukan
12/4/2019 Mengamati dan pemantauan jentik
nyamuk
17/4/2019 Mengamati dan pemantauan jentik
nyamuk
22/4/2019 Mengamati dan pemantauan jentik
nyamuk
27/4/2019 Mengamati dan pemantauan jentik
nyamuk
2/4/2019 Mengamati dan pemantauan jentik
nyamuk

3.3 Prosedur Kerja

A. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Gunting
b. Kater
c. Hekter
d. Lakban
12

2. Bahan:
a. Bambu
b. Kaleng bekas
c. Botol AQUA besar bekas
d. Kantong warna hitam
e. Karet
B. Cara Pembuatan
1. Botol
a. Pertama potong botol yang telah di sediakan menjadi 2 bagian
dengan ukuran yang sama.

Gambar 2. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 1

b. Ambil potongan botol yang terdapat tutup botol, kemudian


pisahkan botol tersebut dengan tutupnya.

Gambar 3. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 2


c. Kemudian gabungkan potongan botol tersebut. dimana bagian
botol paling atas di balik kemudian di masukkan ke dalam bagian
botol bawah.
13

Gambar 4. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 3


d. Ambil plastik hitam yang telah di sediakan kemudian tutup

permukaan botol sehingga semua menjadi warna hitam.

Gambar 5.Proses Pembuatan Larvitrap Botol 4


e. Larvitap siap di gunakan.

Gambar 6. Proses Pembuatan Larvitrap Botol 5


2. Kaleng
a. Siapkan sebuah kaleng ( disini menggunakan kaleng susu).
14

b. Lepaskan tutup kaleng menggunakan alat pembuka botol atau dapat


menggunakan pisau. hingga tidak terdapat bagian yang tajam pada
sisi kaleng.
c. Bersihkan kaleng tersebut.
d. Siapkan jaring, kemudian letakkan jaring tersebut di atas kaleng
yang telah di buka bagian atasnya. agar jaring tidak mudah lepas,
gunakan karet atau tali.
3. Bambu
a. Siapkan sebuah bambu. ukurannya kira-kira 20cm. dimana bagian
atas terbuka dan bagian bawah bambu tertutup.
b. Ambil jaring kemudian letakkan jaring di atas bambu yang bagian
atasnya terbuka. agar jaring tidak mudah lepas, rekatkan
menggunakkan karet.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan


menggunakan 192 larvitrap yaitu bambu, kaleng, dan botol. Bambu yang
digunakan berwana hijau, kaleng dan botol yang digunakan berwarna hitam.
Wadah tersebut kemudian diisi air bersih. Penelitian dilaksanakan di
Kelurahan Andonohu, Keceamatan Poasia, Jl. Kelapa RT 06 RW 02.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Wadah / Jenis Larvitrap


Plastik Botol Gula
Kaleng Bambu
Berjaring Merah
Dalam Luar Dalam Luar Dalam Luar Dalam Luar
Kunjungan 1 13 7 0 10 18 67 0 0
Kunjungan 2 12 22 11 17 41 48 9 4
Kunjungan 3 14 22 4 57 33 39 2 6
Kunjungan 4 16 27 23 44 18 17 4 6
Kunjungan 5 15 19 4 15 10 34 6 31
70 97 42 143 120 205 21 47
Total
167 185 325 68

Dari table 2 diatas, menjukkan bahwa jumlah jetik nyamuk secara


keseluruhan yang terperangkap dalam wadah adalah sebanyak 745. Wadah/Jenis
Larvitrap yang yang disenangi nyamuk Aedes Aegypti yaitu botol plastic
berjaring dengan jumlah 167 atau (22,41%), Wadah kaleng berjumlah 185 atau
(24,83%), Wadah bambu berjumlah 325 atau (43,62%) dan botol gula merah
(tidak berjaring) berjumlah 68 atau (9,12%) jentik nyamuk. Jentik Nyamuk Ae.
aegypti paling banyak ditemukan pada wadah bambu dengan tinggi bambu sekitar
20 cm sebanyak (43,62%) dan rata-rata banyak di temukan di luar rumah dalam
penempatanya dibandingkan dengan di dalam rumah.

15
A. Gambaran Wadah/Jenis Lavitrap yang Disukai Oleh Nyamuk Aedes
Aegypti

JUMLAH JENTIK BERDASARKAN JENIS


LARVITRAP
100
90
80
Jumlah Jentik

70
60
50
40
30
20
10
0
Kunjungan Kunjungan Kunjungan Kunjungan Kunjungan
1 2 3 4 5
Plastik Berjaring 20 34 36 43 34
Kaleng 10 28 61 67 19
Bambu 85 89 72 35 44
Plastik 0 13 8 10 37

Grafik 1. Jumlah Jenti Berdasarkan Wadah/Jenis Larvitrap

16
B. Gambaran Lokasi Kesukaan Nyamuk Aedes Aegypti Bertelur

JUMLAH JENTIK NYAMUK


BERDASARKAN LETAK LARVITRAP
140
120
Jumlah Jentik 100
80
60
40
20
0
Kunjung Kunjung Kunjung Kunjung Kunjung
an 1 an 2 an 3 an 4 an 5
Di Dalam Rumah 31 73 53 61 35
Di Luar Rumah 84 91 124 94 99

Grafik 2.Gambaran Lokasi Kesukaan Nyamuk Aedes Aegypti Bertelur

4.2 Pembahasan

Lavitrap merupakan langkah pembasmian nyamuk dengan cara lebih


aman untuk lingkungan tanpa memakai bahan kimia berbahaya untuk
kesehatan. Lavitrap yaitu alat yang dipakai untuk memutuskan siklus hidup
nyamuk sebelum pupa nyamuk berubah jadi nyamuk. Siklus hidup nyamuk
Ae. aegypti mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa.
Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang jernih serta
tenang. Tempat-tempat perkembangbiakan (breeding place) utama nyamuk
Aedes spa adalah tempat-tempat penampungan air/kontainer berupa genangan
air yang tertampung di suatu kontainer dan bukan genangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah (Mulyatno KC, 2015). Dalam penelitian
ini digunakan Lavitrap berbahan plastik karena beberapa hasil studi
menunjukkan bahwa bahan plastik merupakan bahan kontainer yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat selain semen dan keramik dan potensial
tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk. Dari beberapa kajian diketahui

17
bahwa nyamuk Ae. aegypti, terutama yang betina lebih menyukai benda atau
obyek yang berwarna gelap dari pada yang terang, baik untuk beristirahat
atau bertelur (ovoposisi) (H. Some, 2009).

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa nyamuk Ae. aegypti lebih
banyak ditemukan meletakkan telur hingga menjadi jentik nyamuk pada
wadah/jenis lavitrap dalam bambu dengan tinggi 20 cm dengan jumlah 235
atau (43,62%) dan rata-rata banyak di temukan di luar rumah dalam
penempatanya dibandingkan dengan di dalam rumah. Selain dalam wadah
bambu, juga terdapat didalam botol plastik yang dibungkus dengan kontong
plastik hitam begitupun juga dengan wadah kaleng.

Reseptor panas yang dimiliki oleh nyamuk berfungsi sebagai sensor suhu
dan kelembaban dan mampu membedakan panas yang dipancarkan oleh
berbagai benda yang akan menarik nyamuk datang. Benda-benda gelap
(terutama warna hitam) biasanya mudah menyerap panas, tetapi juga mudah
memancarkan panas yang akan menarik nyamuk datang (O Can, 2011).

Dari hasil analisa data penelitian didapatkan peringkat rata-rata Lavitrap


dalam wadah bambu (43,62%) lebih tinggi dibandingan dengan peringkat
rata-rata Lavitrap dalam wadah kaleng (24,83%). Peringkat rata rata Lavitrap
dalam wadah botol berjaring (24,81%) lebih tinggi dari pada peringkat rata-
rata Lavitrap dalam wadah botol yang tidak berjaring (9,12%). Dengan
adanya hasil analisa data penelitian tersebut maka dapat dilihat bahwa
alternative yang lebih baik digunakan dalam perangkap nyamuk Aedes
Aegypti adalah dalam wada bambu. Demikian maka surveilens dan kontrol
nyamuk Aedes dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga angka morbiditas
maupun mortalitas demam berdarah dapat ditekan seminimal mungkin.

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan

Wadah/Jenis Larvitrap yang paling disukai nyamuk untuk meletakkan


telur sampai menjadi jentik nyamuk yaitu wadah bambu dengan jumlah 325
atau (43,62%). Jumlah telur yang tertangkap berbeda secara signifikan pada
masing-masing wadah.

5.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas penggunaan


Larvitrap berwarna hitam dalam mengurangi populasi nyamuk, sehingga
metode pengendalian populasi nyamuk di lapangan dengan menggunakan
Larvitrap berwarna hitam atau pun yang berwarna gelap seperti bambu
terpantau secara berkala agar jentik tidak menjadi nyamuk dewasa dapat
dilakukan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah. Tersaji dalam


http://id.shvoong.com/medicineand health/epidemiologi-public heaath.
Diakses tanggal 05 Maret
Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease
Studies, 2(2).
Can O. Alasan Nyamuk Senang Hitam. 2011.
www.kidsgen.blogspot.com/2011/08/alasannyamuk-senang-hitam.html.
Accessed January 23, 2014.
Mulyatno KC. Morfologi, Klasifikasi, Siklus Hidup, Habitat dan Penyakit yang
Ditularkan oleh Nyamuk Aedes sp. 2015.
www.itd.unair.ac.id/files/pdf/aedes.pdf. Accessed January 27, 2015.
Rati, G., Hasmiwati, H., & Rustam, E. (2016). Perbandingan Efektivitas
Berbagai Media Lavitrap terhadap Jumlah Telur Aedes Spp yang
Terperangkap di Kelurahan Jati Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5(2).
Sayono, dkk. (2010). Dampak Penggunaan Perangkap Dari Kaleng Bekas
Terhadap Penurunan Populasi Nyamuk Aedes sp (Studi Awal Potensi
Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue Berbasis Komunitas),
http://jurnal.unimus.ac.id
Some H. Nyamuk Demam Berdarah dan Warna Bak Mandi. 2009.
www.buyungchem.wordpress.com/nyamukdemam-berdarah/. Accessed
January 23, 2014.
Soegijanto,S. 2003. Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003.
Sulkarnain. 2008. Kecamatan Poasia dalam Angka 2014. Kendari. UHO.
Sulistiani E. Pembuatan Ovitrap (alat peragkap nyamuk). 2013.
www.evasulistiani.blogspot.com/2013/04/pembuat an--ovitrap-alat-
untuk-merangkap.html. Accessed January 28, 2015.
WHO. 1997. Vector Control – Methods for use by Individuals and communities
Zuhriyah, L., Satoto, T. B. T., & Kusnanto, H. (2016). Efektifitas Modifikasi
Lavitrap Model Kepanjen untuk Menurunkan Angka Kepadatan Larva
Aedes aegypti di Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 29(2), 157-164.

20
LAMPIRAN

FOTO PERKEMBANGAN LARVA SETIAP PEKAN


Kelurahan : Andonohu RT6 , RW 2
Wiwin Sujanah
J1A1117165
K3

KUNJUNGAN KE-1

RUMAH KE-1
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jaring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

21
RUMAH KE-2
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol
(jarring)

LUAR RUMAH

RUMAH KE-3
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol Aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

22
KUNJUNAGAN KE-2

RUMAH KE-1
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

RUMAH KE-2
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jarring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

23
RUMAH KE-3
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

RUMAH KE-1
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol Aqua
(jarring)

LUAR RUMAH

KUNJUNGAN KE-3

24
RUMAH KE-2
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua

LUAR RUMAH

RUMAH KE-3
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

25
RUMAH KE-1
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jaring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

KUNJUNGAN KE-4

RUMAH KE-2
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jaring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

26
RUMAH KE-3
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jaring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

KUNJUNGAN KE-5
RUMAH KE-1
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua (jaring) Botol Aqua

LUAR RUMAH

27
RUMAH KE-2
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol Aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

RUMAH KE-3
DALAM RUMAH
Bambu Kaleng Botol Aqua Botol Aqua
(jaring)

LUAR RUMAH

28
FOTO BERSAMA KELUARGA
Rumah I

Rumah II

Rumah III

29
Winda Sari Ondjo
(J1A1 17 285)
K3

1. Kunjungan 1 (12 April 2019)

Rumah 1
(Nama KK: Harfi Nawa)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket: - Ket: - Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket: - Ket: - Ket:- Ket:-

Rumah 2
(Nama KK: Alimin)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik

30
Ket: - Ket:- Ket: - Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

Rumah 3
(Nama KK: La Ode Yuniar)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket: - Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

31
2. Kunjungan 2 (17 April 2019)

Rumah 1
(Nama KK: Harfi Hawa)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

Rumah 2
(Nama KK: Alimin)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

32
Plastik
Plastik Jaring Bambu Kaleng
Ket:- Ket:- Ket:- Ket: -

Rumah 3
(Nama KK: La Ode Yuniar)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

33
3. Kunjungan 3 (24 April 2019)

Rumah 1
(Nama KK: Harfi Nawa)
Di dalam

Plastik
Plastik Jaring Bambu Kaleng
Ket:- Ket: - Ket: - Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket: 1 Larva Ket:- Ket: - Ket:-

Rumah 2
(Nama KK: Alimin)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

34
Plastik Jaring Bambu Plastik
Kaleng
Ket:- Ket: - Ket:- Ket:-

Rumah 3
(Nama KK: La Ode Yuniar)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket: 1 Larva dan 1 Ket: 6 Larva Ket:10 Larva Ket:-
Pupa.

35
4. Kunjungan 4 (1 Mei 2019)

Rumah 1
(Nama KK: Harfi Nawa)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket: Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Kaleng Plastik


Bambu
Ket: 1 Larva Ket: 1 Larva Ket:- Ket:-

Rumah 2
(Nama KK: Alimin)
Di dalam

Plastik
Plastik Jaring Bambu Kaleng

36
Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

Rumah 3
(Nama KK: La Ode Yuniar)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:5 Larva Ket:1 Larva Ket:-

37
5. Kunjungan 5

Rumah 1
(Nama KK: Harfi Nawa)
Di dalam

Plastik
Plastik Jaring Bambu Kaleng
Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:6 Larva Ket: 2 Larva dan 1 Ket:- Ket:-
Pupa.

38
Rumah 2
(Nama KK: Alimin)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Plastik
Plastik Jaring Bambu Kaleng
Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

39
Rumah 3
(Nama KK: La Ode Yuniar)
Di dalam

Plastik Jaring Bambu Kaleng Plastik


Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-
Di luar

Bambu Plastik
Plastik Jaring Kaleng
Ket:- Ket:- Ket:- Ket:-

40

Anda mungkin juga menyukai