Oleh :
NIM : 169037
TAHUN 2019
i
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum,wr.wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT/ Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Kartikasari, M.Farm., Apt. dan Ibu Suhaimi, S.Si., M.Farm., Apt. selaku
pembimbing yang telah memberi arahan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
1. Orang tua tercinta atas seluruh dukungan baik moril maupun materil.
2. Ibu Adhisty Kharisma Justicia, M.Sc,. Apt. selaku Direktur Akademi Farmasi
Yarsi Pontianak.
v
Akhir kata semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan keterbatasan dalam Karya Tulis Ilmiah dapat ditingkatkan peneliti
Wassalamualaikum,wr.wb
Penulis
vi
ABSTRAK
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir di Provinsi Kalimantan Barat terjadi
kasus DBD yang cukup fluktuatif. Selama ini, pemerintah menyarankan kepada
masyarakat untuk menggunakan bubuk abate (temephos) sebagai salah satu upaya
pengendalian vektor DBD. Namun, penggunaan temephos secara terus menerus
dalam pengendalian vektor memungkinkan timbulnya resistensi terhadap larvasida
tersebut karena sifat transovarial dari nyamuk. Seledri merupakan salah satu larvasida
nabati yang sedang dikembangkan oleh beberapa peneliti, sehingga tujuan penelitian ini
untuk mengetahui aktivitas larvasida granul ekstrak batang seledri dan untuk
menentukan konsentrasi yang dapat membunuh telur nyamuk Aedes albopictus
terbanyak serta menentukan nilai, LC50 dan LT50.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0,37%, 0,64% dan
1,11%, kontrol positif (temephos 0,01%) dan kontrol negatif granul tanpa ekstrak
batang seledri yang diujikan pada 25 telur nyamuk Aedes albopictus selama 24 jam.
Hasil penelitian ini menunjukan granul ekstrak batang seledri, temephos, dan granul
tanpa ekstrak tidak memiliki efektivitas larvasida pada telur nyamuk Aedes
albopictus dilihat dari tidak adanya telur yang mati saat pengujian. Hal ini
disebabkan karena telur nyamuk memiliki banyak komponen pelindung.
vii
ABSTRACT
In the last five years in West Kalimantan Province, there were quite
fluctuating cases of DBD. During this time, the government advised the community
to use abate powder (temephos) as one of the DBD vector control efforts. However,
the continuous use of temephos in vector control allows resistance to larvacides due
to the transovarial nature of mosquitoes. Celery is one of the plant larvacides that
is being developed by several researchers, so the purpose of this study is to
determine the larvacides activity of celery stem extract and to determine the
concentration that can kill the most Aedes albopictus mosquito eggs and determine
values, LC50 and LT50.
This study was conducted using a concentration of 0.37%, 0.64% and 1.11%,
positive control (0.01% temephos) and negative control of granules without celery
stem extract tested on 25 eggs of Aedes albopictus mosquito for 24 hours. The
results of this study showed that celery stem extract granules, temephos, and
granules without extracts did not have larvicidal effectiveness in the eggs of Aedes
albopictus mosquitoes seen from the absence of eggs that died during testing. This
is because mosquito eggs have many protective components.
viii
DAFTAR ISI
ix
3.4.1 Determinasi Tanaman .................................................................. 18
3.4.2 Determinasi Nyamuk ................................................................. 19
3.4.3 Pengumpulan Simplisia ............................................................... 19
3.4.4 Penyiapan Simplisia Batang Seledri........................................... 19
3.4.5 Pembuatan Ekstrak Batang Seledri ............................................. 19
3.4.6 Penyiapan Larva Aedes albopictus .............................................. 20
3.4.7 Formula Granul Biolarvasida Ekstrak Batang Seledri ................ 20
3.4.8 Pembuatan Granul Biolarvasida Ekstrak Batang Seledri ............ 20
3.4.9 Pengujian Efektifitas Granul Ekstrak Batang Seledri ................. 21
3.5 Analisis Data ........................................................................................ 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………... .. 23
BAB V PENUTUP …………………………………………………………… 30
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………... 30
5.2 Saran …………………………………………………………………. 30
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 31
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Formula granul ekstrak batang seledri untuk pengujian larvasida ...... 20
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Seledri ............................................................................................ 39
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
akut yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak – anak
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan juga Aedes albopictus (Dinkes
Kalbar, 2015).
kecuali di ketinggian lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi
menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih
banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya
Kasus DBD pada tahun 2015 terbanyak ada di Kabupaten Ketapang yaitu
sebanyak 406 (42,69%) kasus dari 951 total kasus di Kalimantan Barat,
1
2
terjadi kasus DBD yang cukup fluktuatif, berturut-turut mulai tahun 2011
terjadi 784 kasus (CFR : 1,3%), tahun 2012 ada 1.614 kasus (CFR : 1,4%),
tahun 2013 ada 838 kasus (CFR : 1,7%), tahun 2014 ada 5.049 kasus (CFR :
1,3%), dan tahun 2015 ada 951 kasus (CFR : 1,6%) (Dinkes Kalbar, 2015).
(Rumengan, 2010). Maka dari itu, perlu adanya tanaman yang dapat
digunakan sebagai biolarvasida yang aman dan ramah lingkungan yang dapat
menghambat perkembangan nyamuk dari siklus telur karena akan lebih baik
larvasida pada larva nyamuk Aedes aegypti instar ke III dan IV. Ekstrak
memberikan aroma sedap pada makanan. Selain daun, batang tanaman seledri
biasanya turut digunakan pada makanan. Oleh karena itu peneliti ingin
ekstrak batang seledri yang digunakan dan mengikuti bentuk sediaan abate
sediaan lainnya.
sebagai berikut:
untuk dapat mematikan 50% (LT50) dan dosis mematikan 50% (LC50).
berikut:
untuk dapat mematikan 50% (LT50) dan dosis mematikan 50% (LC50).
keilmuan peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Habitat asli seledri adalah dataran rendah Italia dari mana ia menyebar ke
tanaman berbau khas jika diremas. Akar tebal, berumbi kecil. Batang bersegi
5
6
panjangnya tidak lebih dari 2 cm, anak payung 6-15 cabang, ukuran 1-3 cm,
6-25 bunga, tangkai bunga 2-3 mm, daun mahkota putih-kehijauan atau putih-
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolisida
Sub-kelas : Rosidace
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
racun. Seledri dikenal sebagai diuretik ringan dan antiseptik kemih dan telah
mg/L menyebabkan mortalitas pada 50% larva nyamuk Aedes aegypti. Pada
pada 50% dan konsentrasi 3715 mg/L menyebabkan kematian 95% pada
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
DBD adalah kedua spesies tersebut termasuk Genus Aedes dari Famili
dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya (Merrit & Cummins,
1978). Skutum Ae. Aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di
bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
Sementara skutum Ae.albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu
subspecies kedua hidup didaerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus
multi stase. Telur Aedes albopictus diletakkan dekat air. Telur menetas
menjadi larva akuatik dengan panjang sekitar 1 mm. Larva tumbuh beberapa
hari dan panjangnya dapat bertambah menjadi sekitar 5 mm. Stase terakhir
dewasa dalam beberapa hari. Larva akuatik dan pupa bernapas dengan udara
pada permukaan air. Ketika sudah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan
dengan betina. Hal yang paling berbeda antara betina dengan jantan adalah
antenanya. Antena nyamuk dewasa jantan terlihat banyak cabang dan bagus
a b c d
berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk
tempat peneluran itu adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak
telurnya dipinggir kontener atau lubang pohon di atas permukaan air (Lutz,
2000). Oleh karena itu, kegiatan surveilen tidak terbatas pada media atau
Larva nyamuk semuanya hidup di air yang stadianya terdiri atas empat
instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu
tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan. Pada air
Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap
berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung dengan suhu air
dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai
beberapa minggu. Setelah melewati waktu itu maka pupa membuka dan
Imago Ae.Aegypti Imago yang lebih awal keluar adalah jantan yang sudah
dan jus tanaman sebagai sumber energinya. Selain energi, imago betina juga
peliharaan seperti burung bila inang utama tidak ada. Kegiatan itu biasanya
dilakukan pada siang hari atau kadang-kadang pada pagi hari (Kuraga, 2011).
air atau 10 ppm. Dengan dosis tersebut terbukti efektif membunuh larva Ae.
aegypti maupun Ae. albopictus selama 8-12 minggu (Rosmini dkk, 2006).
pemakaianya tidak dilakukan dengan baik. Jumlah larva atau nyamuk yang
2.5.1 Temepos
coklat. Tidak larut dalam air pada suhu 200C (kurang dr 1 ppm).
kematian.
P=S menjadi P=O ester lebih cepat dibandingkan lalat rumah, begitu
2.6 Simplisia
ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
RI, 1985).
2.7 Ekstraksi
Extractio berasal dari perkataan “ extrahere “, “to draw out”, menarik sari,
yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya
simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa ataupun memakai
2.8 Granul
15
tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan 4-12,
Dari bahan asal yang sama bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisik
dan kimia dari pada serbuk saja. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu,
granul tidak segera mengering atau mengeras seperti balok bila dibandingkan
dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan granul lebih kecil
pengaruh udara. Selama granula lebih mudah dibasahi (wetted) oleh pelarut
dari pada beberapa macam serbuk yang cenderung akan mengambang diatas
(Ansel, 2008).
Pemerian serbuk putih atau putih kekuningan; berbau lemah atau tidak
larutan PVP dalam air atau dalam larutan hidroalkohol, dan untuk
2.9.2 Laktosa
yaitu serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis. Kelarutan
laktosa yaitu laktosa larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
pengelepasan obat yang baik dan granulnya cepat kering serta harganya
Aqua destilata atau aquadest yang memiliki nama lain yaitu air
2.9.4 Etanol 70 %
cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bau
khas dan rasa panas dengan kelarutan sangat mudah larut dalam air,
jumlah bahan aktif yang optimal pada proses ekstraksi, dimana bahan
(Indraswari, 2008).
metabolit sekunder lebih mudah larut dalam campuran pelarut polar dan
dkk, 2010).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur (pyrex),
gelas beaker (pyrex), kaca arloji, blender, Rotary evaporator, Freeze Drying,
Stop watch, cawan petri, ayakan mesh 12 dan 16, dan gelas transparan.
aquadest, etanol 70%, telur nyamuk Aedes albopictus, kertas saring, air, PVP,
laktosa.
18
19
Barat.
tersebut diserbukan.
Mesh 16.
21
batang seledri)
yang mati yang ditandai dengan telur tenggelam atau tidak berubah
dihitung % mortalitasnya serta nilai LT50 dan LT100 serta nilai LC50 dan LC100.
22
dibawah ini :
𝑋−𝑌
𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) = 𝑥 100
𝑍
Keterangan :
yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dan 100 % objek percobaan dalam
jangka waktu tertentu. Sedangkan Lethal Time 50 (LT50) dan 100 (LT100)
merupakan waktu yang diperlukan untuk mematikan 50% dan 100 % objek
𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎
𝑛 . ∑ 𝑥𝑦 − ∑𝑥 . ∑𝑦
𝑏=
𝑛 . ∑(𝑥)2 − (∑𝑥²)
∑𝑦 − 𝑏 . ∑𝑥
𝑎=
𝑛
BAB IV
digunakan dalam penelitian adalah Apium graveolens L. yang berasal dari suku
penelitian ini diambil di Pasar Flamboyan Jalan Gajah Mada, Benua Melayu Darat,
seledri dilakukan sortasi basah untuk memisahkan batang seledri dari bahan asing
atau bagian tanaman lain yang tidak digunakan, setelah di sortasi basah kemudian
dilakukan pencucian dengan air mengalir untuk membesihkan dari kotoran yang
baku simplisia dengan tujuan agar didapatkan simplisia yang tidak mudah rusak
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dan mencegah agar simplisia
tidak berjamur. Tahap terakhir yaitu melakukan sortasi kering yang bertujuan untuk
memisahkan kotoran yang masih tertinggal pada simplisia kering. Simplisia yang
23
24
ekstrak etanol batang seledri dengan metode maserasi 3x24 jam. Metode ini dipilih
untuk menghindari senyawa yang rusak pada pemanasan, relatif murah serta cara
menggunakan vakum rotary evaporator pada suhu 40oC. Pengaturan suhu <40 oC
tersebut dilakukan untuk memperkecil resiko rusaknya senyawa aktif ekstrak yang
tidak tahan terhadap pemanasan. Adapun ekstrak kental yang didapat dilanjutkan
dengan proses freeze drying metode kering beku dengan tujuan menghilangkan
pelarut dari ekstrak kental sehingga pelarut tidak mempengaruhi efektifitas dari
ekstrka kering dan didapatkan hasil 34,058 %. Perhitungan rendemen ekstrak dapat
ekstrak kering, berwarna hijau kecoklatan, dan memiliki bau khas seledri.
Selanjutnya ekstrak kering batang seledri dibuat menjadi sediaan, dimana sediaan
yang dipilih adalah sediaan berbentuk granul. Pemilihan bentuk sediaan granul pada
dibandingkan bentuk sediaan lainnya, dan juga untuk menyamakan dengan sediaan
abate yang mana abate dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif (+).
Dalam penelitian ini sediaan yang akan diujikan terbagi dalam beberapa kelompok,
25
yaitu kelompok kontrol positif (+) yaitu menggunakan abate 0,01%, kelompok
kontrol negatif (-) yaitu menggunakan granul tanpa ekstrak batang seledri atau biasa
disebut plasebo, kelompok 3 yaitu granul dengan 370 mg ekstrak batang seledri,
kelompok 4 yaitu granul dengan 640 mg ekstrak batang seledri, dan yang terakhir
salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas larvasida
pada telur nyamuk Aedes albopictus yang merupakan salah satu penyebab penyakit
yang masih dalam tahap perkembangan embrio sehingga diharapkan dapat diracuni
yang dimulai dari pembuatan ovitrap dimana wadah yang di cat gelap kemudian
ditempeli kertas saring setelah itu dimasukkan air sebanyak 3/4 dari wadah lalu
nyamuk dewasa. Pada penelitian ini peneliti meletakkan ovitrap disemak yang
mendapatkan jumlah telur nyamuk yang lebih banyak, setelah itu telur yang
Media yang digunakan untuk pengujian yaitu gelas kaca karena bahan kaca
tidak bereaksi dengan isinya. Jumlah telur yang digunakan tiap gelas adalah 25 telur
26
sesuai dengan standar WHO dalam Dengue Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. Selain itu, dari segi teknis media yang digunakan adalah
gelas yang berisi air 100 ml (Nurhaifah, 2005). Waktu pengamatan dilakukan
selama 24 jam dengan cara diamati jumlah kematian telur pada jam ke-
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat pada kontrol negatif tidak ada yang
mengalami kematian. Begitu pula dengan semua kelompok pengujian dan kontrol
positif tidak ada yang mengalami kematian. Hal ini menunjukkan bahwa
abate/temephos, granul tanpa ekstrak batang seledri, dan granul dengan ekstrak
batang seledri dengan konsentrasi 0,37%, 0,64%, dan 1,11% tidak memberikan efek
Hal ini disebabkan karena embrio di dalam telur yang diletakkan dilindungi
oleh cangkang yang terdiri dari amplop yang tahan protease, yaitu endokorion dan
exokorion (Raveen dkk, 2017). Korion telur nyamuk adalah struktur protein padat.
(Chapman, 1998; Junsuo dan Jianyong, 2006). Pada nyamuk, endokorion adalah
elektron-padat dengan lapisan yang homogen dan exokorion terdiri dari lapisan
pipih dengan tuberkel menonjol atau jaringan fibrilar (Monnerat et al, 1999; Valle
et al, 1999; Soumare dan Ndiaye, 2005; Junsuo dan Jianyong, 2006.)
∆t ∆t
A B C
Keterangan: : Exokorion : Kutikula Serosal : Embrio
: Endokorion : Serosa : Aliran air
Gambar 4.1 Perkembangan lapisan kulit telur nyamuk (Farnesi dkk, 2015).
27
Pada kondisi (A) segera setelah oviposisi, kulit telur terdiri dari exokorion
dan endokorion yang diproduksi secara maternal. Pada kodisi (B) selama
embriogenesis, sel-sel serosa mengelilingi embrio dan, selanjutnya pada kondisi (C)
mengeluarkan kutikula serosal yang sangat mengurangi aliran air (Farnesi dkk,
2015).
Selain perlindungan dari dalam, telur nyamuk juga dilindungi dari luar yaitu
pada permukaan telur. Seluruh tekstur permukaan telur Aedes albopictus dihiasi
dengan sel poligonal luar chorionic (OCC) yang berisi tuberkel perifer pusat besar
dan tuberkel perifer pusat kecil (OCTs) kecuali wilayah aparat micropylar.
Tuberkel perifer pusat kecil (OCTs) bertindak sebagai struktur pelindung. Struktur
ini berpartisipasi dalam lampiran telur untuk substrat sebagai bantalan chorionic
dan memberikan dukungan kepada kulit telur dari tenaga yang tiba-tiba diberikan
Gambar 4.2 Mikrograf elektron telur nyamuk Aedes albopictus (Suman dkk,2011)
28
Gambar 4.3 Mikrograf elektron telur nyamuk Aedes albopictus bagian posterior
Gambar 4.4 Mikrograf elektron telur nyamuk Aedes albopictus bagian tuberkulum
berupa dinding berlubang yang kokoh yang ukurannya lebih kecil dengan yang
lebih sempit dan cenderung padat. EN memberikan kekuatan pada kulit telur yang
melindungi telur terhadap kerutan dari tekanan pengeringan dan gangguan lainnya
Gambar 4.5 Mikrograf elektron telur nyamuk Aedes albopictus bagian jaringan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2. Hal ini disebabkan banyak komponen pelindung yang terdapat pada lapisan
5.2 Saran
batang seledri kepada fase nyamuk Aedes albopictus selain fase telur dan
selain granul.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat, Jakarta: UI
Press.
Aradilla, Ashry S. 2009. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba
(Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes aegypti. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal Volume
Kelima Edisi Pertama, Jakarta : BPOM RI.
Fenisenda, A dan Ave, O, R., 2016, Uji Resistensi Larva Nyamuk Aedes aegypti
Terhadap Abate (Temephos) 1 % Di Kelurahan Mayang Mangurai Kota
Jambi Pada Tahun 2016, JMJ, Volume 4, Nomor 2, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi, Jambi.
Howard Hughes Medical Intitute, 2010, Mosquito Life Cycle Activity, Department
of Science Education, Maryland.
Jovita, M, A, V., 2015, Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Seledri (Avium graveolens)
Sebagai Larvasida Untuk Larva Nyamuk Aedes aegypti, Skripsi,
Fakultas Kedokteran Uniersitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kuraga, Rahmaniar Destianti, 2011, Keberadaan Larva Nyamuk Aedes SP. Dalam
Container Tempat Penampungan Air (TPA) Sebelum dan Sesudah
31
32
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, UI Press, Jakarta.
Li, Junsuo S., Jianyong Li, 2006, Major chorion proteins and their crosslinking
during chorion hardening in Aedes aegypti mosquitoes, Insect Biochem
Mol Biol 36(12): 954–964, NIH, Blacksburg.
Novitasari, Mentari., 2017, Uji Aktivitas Larvasida Perasan Herba Seledri (Apium
graveolens L.) Terhadap Larva Aedes aegypti, KTI, Akademi Farmasi
Yarsi, Pontianak.
Puradisastra, S., Rosnaeni., Iwan, B., 2007, Efek Hipolitik Biji Seledri (Apium
graveolens L.) Pada Mencit Jantan Galur Ddy dan Pengaruhnya
Terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) Pada Manusia .JKM Vol.7
No.1, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
Putra, Hexy Tri P., 2013, FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN
EMULSI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT EKSTRAK
SELEDRI (Apium graveolens Linn.), Skripsi, Bogor : Universitas
Pakuan.
Rumenang, A P., 2010, Uji Larvasida Nyamuk (Aedes aegypti) Dari Ascidian
(Didemnum molle), J. Perikanan dan Kelautan 4(2), UNSRAT,
Manado.
Saifur, Rahman G. M., Hamady Dieng, Ahmad Abu Hassan, Tomomitsu Satho,
Fumio Miake, Michael Boots, MD Rawi Che Salmah, Sazaly
Abubakar, 2010, The Effects of Moisture on Ovipositional Responses
and Larval Eclosion of Aedes albopictus, JOURNAL OF THE
AMERICAN MOSQUITO CONTROL ASSOCIATION 26( 4),
University of Malaya, Kuala Lumpur.
33
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Stefanus V.R.C., 2013, Ekstrak Etanol Batang Seledri (Apium graveolens) Sebagai
Larvasida Terhadap Larva Aedes Aegypti, Skripsi, Universitas Kristen
Duta Wacana, Salatiga.
Suman, Devi Shankar., Anchal R. Shrivastava., S.C. Pant ., Brahma Dutta Parashar,
2011, Differentiation of Aedes aegypti and Aedes albopictus (Diptera:
Culicidae) with egg surface morphology and morphometrics using
scanning electron microscopy, Arthropod Structure & Development 40
: 479-483, ELSEVIER, Gwalior.
Konsentrasi ekstrak dalam granul 370 mg / 100 g granul atau sama dengan 0,37 %
370 𝑚𝑔 𝑥
Konversi dosis 370 mg / 100 g = 100.000 𝑚𝑔 = 100 𝑚𝑔
10 ppm = 10 mg / liter
10 𝑚𝑔 𝑥
Dosis abate : = 0,1 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
1 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
1𝑔 0,001 𝑔
Abate yang dibutuhkan : 100 𝑔 = 𝑥
Tanaman Seledri
pengering
kering
- Bahan-bahan ditimbang.
- dimasukkan ekstrak batang seledri yang telah ditimbang
kedalam wadah.
- lalu ditambahkan PVP dan laktosa diaduk sampai homogen.
- Kemudian ditetesi aquades sedikit demi sedikit hingga
diperoleh massa yang kompak.
- Massa yang diperoleh diayak dengan menggunakan
pengayak no. Mesh 12.
- Granul yang diperoleh dikeringkan dalam oven bersuhu 50oC
selama lebih kurang 1 jam. Granul diayak kembali dengan
pengayak no. Mesh 16.
ditambahkan
Analisis Data
40
= 93,627 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Rendemen ekstrak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑥 100 %
353,77 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1038,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 %
= 34,058 %
41
JAM KE-
KELOMPOK UJI Rata-Rata
1 2 3 4 6 8 12 16 20 24
Kelompok 1 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kontrol Positif
Kelompok 2 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kontrol Negatif
Kelompok 3 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ekstrak 370 mg
Kelompok 4 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ekstrak 640 mg
Kelompok 5 :
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ekstrak 1.110 mg
42
7. Proses Maserasi
A B C
Keterangan :
A : Granul Ekstrak Batang Seledri Formula 1 / Dosis 370 mg
B : Granul Ekstrak Batang Seledri Formula 2 / Dosis 640 mg
C : Granul Ekstrak Batang Seledri Formula 3 / Dosis 1110 mg
48